Upload
friskullah
View
70
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : ADSORBSI ISOTERMIS Kelompok : V A
Nama : 1. Eriska Wahyu Kusuma NRP. 2313 030 099 2. Faiz Riskullah NRP. 2313 030 027 3. Irine Ayundia NRP. 2313 030 057 4. Mulya Nugraha NRP. 2313 030 001 5. Nurul Qiftiyah NRP. 2313 030 067
Tanggal Percobaan : 28 Oktober 2013
Tanggal Penyerahan : 11 November 2013
Dosen Pembimbing : Warlinda E ka Triastuti, S.Si, M.T.
Asisten Laboratorium : Dhaniar Rulandri W.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Percobaan Adsorbsi Isotermis ini bertujuan untuk mengamati peristiwa adsorbsi pada larutan
asam asetat dengan variabel 0,015N; 0,03N; 0,06N; 0.09N; 0,12N dan 0,15N pada suhu konstan
yaitu pada suhu kamar ±20-25⁰C.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat dalam berbagai
konsentrasi yaitu, 0,015N; 0,03N; 0,03N; 0,06N; 0,09N; 0,12N; dan 0,15N. Larutan tersebut kemudian ditambah dengan 1gram karbon aktif ke dalam masing-masing larutan, kecuali ke dalam salah satu larutan asam asetat 0,03N, karena nantinya larutan ini akan menjadi kontrol, untuk
mengadsorbsi pengotor-pengotor dalam larutan tersebut. Proses adsorbsi dilakukan pada keadaan isoterm (temperatur tetap) karena temperatur juga dapat berpengaruh dalam adsorbsi, sehingga
untuk memudahkan analisis maka temperatur dibuat tetap, yakni pada temperatur kamar ±20-25⁰C.
erlenmeyer kemudian dikocok selama 30 menit dengan kecepatan 200 rpm agar terjadi pencampuran yang merata sehingga membantu dalam proses adsorbsi, dengan kata lain, adsorbsi dapat berjalan
lebih cepat. erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama + 30 menit agar terjadi kesetimbangan. Campuran yang terbentuk kemudian disaring dengan kertas saring dan
membuang 10ml saringan pertama untuk menghindari kesalahan. Proses penyaringan ini digunakan cara dekantir. Dekantir adalah suatu metode untuk memisahkan campuran yang penyusunnya berupa cairan dan padatan. Untuk memudahkan proses dekantir ini digunakan pengaduk saat menuang
cairan. Dengan demikian, cairan tidak mengalir di luar wadah dan dapat terpisah dari padatan dengan baik. Filtrat yang dihasilkan dari pemisahan inilah yang merupakan larutan asam asetat murni tanpa pengotor. Filtrat tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 1N dan menggunakan
indikator PP untuk mengetahui konsentrasi sesungguhnya. Indikator PP digunakan dalam titrasi ini karena merupakan indikator yang bekerja pada pH basa, yaitu pada rentang pH 8,3-10.
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa adsorbsi isotermis ini termasuk ke dalam
adsorbsi fisika dikarenakan ikatan yang terlibat dalam adsorbsi ini adalah ikatan yang lemah yang merupakan ikatan Van der Waals yang menyebabkan terbentuknya dua lapisan (multilayer). Faktor
yang mempengaruhi proses adsorbsi adalah konsentrasi zat pelarut maupun terlarut. Semakin besar konsentrasi kesetimbangan suatu larutan, maka akan semakin besar daya adsorbsinya, yang artinya semakin besar pula jumlah adsorbat yang dapat dijerap ke dalam adsorben. Adsorben yang
digunakan adalah karbon aktif yang merupakan suatu adsorben yang sangat baik dan dapat menyebabkan besarnya adsorbsi yang terjadi kerena memiliki permukaan yang luas.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang........................................................................................ I-1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... I-1
I.3 Tujuan Percobaan ................................................................................... I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori ............................................................................................ II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan .............................................................................. III-1
III.2 Bahan Yang Digunakan ........................................................................ III-1
III.3 Alat Yang Digunakan ........................................................................... III-1
III.4 Prosedur Percobaan .............................................................................. III-1
III.5 Diagram Alir Percobaan ....................................................................... III-2
III.6 Gambar Alat Percobaan ........................................................................ III-4
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Pembahasan ........................................................................................ IV-1
BAB V KESIMPULAN ....................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... vi
DAFTAR NOTASI ............................................................................................... vii
APPENDIKS ........................................................................................................ viii
LAMPIRAN
- Laporan Sementara
- Fotokopi Literatur
- Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Pendekatan Isotherm Langmuir ............................................................... II-5
iv
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Perbedaan Adsorbsi Fisik dan Kimia ............................................................. II-2
Tabel IV.1 Hasil Percobaan dan Perhitungan Konsentrasi Akhir Larutan Asam Asetat ... IV-2
Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Mol Adsorbat Setelah Diadsorbi ....................................... IV-4
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik II.1 Grafik Isoterm Langmuir ............................................................................ II-6
Grafik II.2 Grafik Isoterm Freudlich ............................................................................. II-7
Grafik II.3 Grafik Isoterm BET .................................................................................... II-8
Grafik IV.1 Pengaruh Konsentrasi Larutan CH3COOH terhadap Volum NaOH ............. IV-3
Grafik IV.2 Grafik Langmuir untuk Hubungan Berat Adsorbat dengan Konsentrasi
Larutan Asam Asetat Setelah Diadsorbsi ..................................................... IV-4
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Air merupakan bahan yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Namun, dewasa
ini, kandungan air telah tercemari oleh zat-zat lain (pengotor) tertentu sehingga membuat
kandungan air tersebut tidak murni. Kebanyakan zat-zat lain tersebut bersifat merugikan
sehingga apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit, seperti penyakit kulit, diare, dan lain-lain. Beberapa metode telah
dilakukan untuk menghilangkan zat-zat organik tersebut dengan menggunakan
pengaktifan sludge, koagulasi kimia, elektrokimia, osmosis, katalis hidrogen peroksida
dan pengaktifan karbon atau adsorbsi. Pada beberapa metode yang disebutkan di atas,
metode adsorbsi adalah metode yang relatif lebih murah.
Proses adsorbsi oleh karbon aktif terbukti memberikan hasil yang baik dalam
menyisihkan kandungan-kandungan organik. Pemakaian karbon aktif dalam tangki aerasi
lumpur aktif menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan biaya yang lebih
ekonomis.
Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui tentang adsorbsi isotermis oleh karbon
aktif secara mendalam maka dilakukanlah percobaan ini. Hal tersebut dimaksudkan
supaya kita bisa lebih mengerti mengenai adsorbsi tersebut dan nantinya bisa
mengaplikasikannya dalam menjaga lingkungan kita.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peristiwa adsorbsi dari larutan asam asetat dengan variabel 0,015N; 0,03N;
0,06N; 0,09N; 0,12 dan 0,15N pada temperatur konstan?
I.3 Tujuan Percobaan
1. Mengamati peristiwa adsorbsi pada larutan asam asetat dengan variabel 0,015N;
0,03N; 0,06N; 0,09N; 0,12N; dan 0,15N pada temperatur konstan.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Adsorbsi
Adsorbsi atau penyerapan adalah suatu proses pemisahan di mana komponen dari
suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap atau adsorban. Biasanya
partikel-partikel kecil dari zat penyerap dilepaskan pada adsorbsi kimia yang merupakan
ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap, sehingga tidak mungkin terjadi proses
yang bolak-balik.
Dalam adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorban, dimana adsorbat adalah
substansi yang terjerat atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya sedangkan
adsorban adalah suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon
(Choirunnisa, 2011).
Berdasarkan sifatnya, adsorbsi dibedakan menjadi adsorbsi fisik dan kimia.
1. Adsorbsi Fisik
Secara fisika, adsorbsi adalah perubahan energi radiasi elektromagnetik, bunyi, berkas
partikel, dan lain-lain ke dalam bentuk energi lain jika dilewatkan pada suatu medium.
Bila foton diserap akan terjadi suatu peralihan ke keadaan tereksitasi. Adsorbsi fisik
terjadi karena adanya gaya mempunyai jarak jauh tapi lemah dan energi yang
dilepaskan jika partikel teradsorbsi secara fisik mempunyai orde besaran yang sama
dengan entalpi kondensasi. Adsorbsi ini bersifat reversible, berlangsung pada
temperatur rendah, yaitu 1000 kal/mol atau kurang dan tidak perlu aktivasi.
Penerapannya antara lain pada penentuan luas permukaan, analisis kromotografi,
pemurnian gas dan pertukaran ion.
2. Adsorbsi Kimia
Secara kimia, adsorbsi adalah masuknya gas ke dalam padatan atau larutan, atau
masuknya cairan ke dalam padatan. Adsorbsi kimia terjadi dengan adanya
pembentukan ikatan kimia dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis
adsorban dan adsorbatnya. Adsorbsi kimia bersifat irreversible, berlangsung pada
temperatur tinggi, yaitu antara 10.000 kal/mol sampai 20.000 kal/mol dan tergantung
pada energi aktivasi. Penerapannya antara lain pada proses korosi dan katalis
heterogen.
(Alberty dan Daniels, 1983).
II-2 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Tabel II.1 Perbedaan Adsorbsi Fisik dan Kimia
Adsorbsi Fisik Adsorbsi Kimia
Molekul terikat pada adsorban
oleh gaya van der Waals
Molekul terikat pada adsorban oleh
ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi – 4
sampai – 40 kJ/mol
Mempunyai entalpi reaksi – 40
sampai – 800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan
multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorbsi hanya terjadi pada suhu
di bawah titik didih adsorbat
Adsorbsi dapat terjadi pada suhu
tinggi
Jumlah adsorbsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat
Jumlah adsorbsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorban
dan adsorbat
Tidak melibatkan energi aktifasi
tertentu Melibatkan energi aktifasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
Kinetika adsorbsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorban
dalam fungsi waktu. Adsorbsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik
atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat
padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain
yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair,
mempunyai gaya adsorbsi. Adsorbsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang
diserap masuk ke dalam absorban sedangkan pada adsorbsi zat yang diserap hanya
terdapat pada permukaannya (Sukardjo, 1985).
Proses adsorbsi dapat digambarkan sebagai proses di mana molekul meninggalkan
larutan dan menempel pada permukaan zat adsorban akibat kimia dan fisika. Proses
adsorbsi tergantung pada sifat zat padat yang mengabsorbsi, sifat atom atau molekul yang
II-3 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
diserap, konsentrasi, temperatur, dan lain-lain. Pada proses adsorbsi terbagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorbsi menuju lapisan film yang
mengelilingi adsorban.
2. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui lapisan film (film diffusion process).
3. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui kapiler atau pori dalam adsorban (pore
diffusion process).
4. Adsorbsi zat terlarut yang teradsobsi pada dinding pori atau permukaan adsorban
(proses adsorbsi sebenarnya).
Operasi dari proses adsorbsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Proses adsorbsi dilakukan dalam suatu bak dengan sistem pengadukan, di mana
penyerap yang biasanya berbentuk serbuk dibubuhkan, dicampur dan diaduk dengan
air dalam suatu bangunan sehingga terjadi penolakan antara partikel penyerap dengan
fluida.
2. Proses adsorbsi yang dijalankan dalam suatu bejana dengan sistem filtrasi, di mana
bejana yang berisi media penyerap dialirkan air dengan model pengaliran gravitasi.
Jenis media penyerap sering digunakan dalam bentuk bongkahan atau butiran atau
granular dan proses adsorbsi biasanya terjadi selama berada di dalam media penyerap.
(Reynolds, 1982).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorbsi :
1. Agitation (pengadukan)
Tingkat adsorbsi dikontrol baik oleh difusi film maupun difusi pori, tergantung pada
tingkat pengadukan pada sistem.
2. Karakteristik adsorban (karbon aktif)
Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik penting karbon aktif
sesuai dengan fungsinya sebagai adsorban. Tingkat adsorbsi naik dengan adanya
penurunan ukuran partikel. Oleh karena itu, adsorbsi menggunakan karbon PAC
(powdered activated carbon) lebih cepat dibandingkan denagn menggunakan karbon
GAC (granular activated carbon). Kapasitas total adsorbsi karbon tergantung pada
luas permukaanya. Ukuran partikel karbon tidak mempengaruhi luas permukaannya.
Oleh karena itu, GAC dan PAC dengan berat yang sama memiliki kapasitas adsorbsi
yang sama.
II-4 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
3. Kelarutan adsorbat
Senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap pelarutnya sehingga
lebih sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa yang tidak larut.
4. Ukuran molekul adsorbat
Tingkat adsorbsi pada aldehid atau alkohol biasanya naik diikuti dengan kenaikan
ukuran molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa gaya tarik antara
karbon dan molekul semakin mendekati ukuran pori karbon. Tingkat adsorbsi tertinggi
terjadi jika pori karbon cukup besar untuk dilewati oleh molekul.
5. pH
Asam organik lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan adsorbsi basa
organik efektif pada pH tinggi.
6. Temperatur
Tingkat adsorbsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan turun dengan penurunan
temperatur (Benefield, 1982).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorbsi, yaitu:
1. Luas Permukaan Adsorban
Semakin luas permukaan adsorban, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga
proses adsorbsi dapat bersifat efektif. Semakin kecil ukuran diameter partikel maka
semakin luas permukaan adsorban.
2. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan
adsorbsinya. Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0,1mm, sedangkan
ukuran dalam bentuk serbuk adalah 200mesh.
3. Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorbsi.
Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul
adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik akan turun apabila waktu
kontaknya cukup dan waktu kontak berkisar 10-15menit (Reynolds, 1982).
4. Distribusi Ukuran Pori
Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk ke
dalam partikel adsorban (Sari, 2013).
Percobaan adsorbsi yang paling umum adalah menentukan hubungan jumlah gas
teradsorbsi (pada adsorban) dan tekanan gas. Pengukuran ini dilakukan pada suhu tetap
dandan hasil pengukuran digambarkan dalam grafik dan disebut adsorbsi isotermis.
II-5 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
K1 θ = K2P (1- θ) Lapisan Adsorbat
Adsorban
Gambar II.1 Pendekatan Isotherm Langmuir
Macam macam adsorbsi isotermis:
a. Adsorbsi Isotermis Langmuir
Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori Isotherm Adsorbsi dengan
menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorbsi gas pada
permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu:
1. Gas yang teradsorbsi berkelakuan ideal dalam fasa uap.
2. Gas yang teradsorbsi dibatasi sampai lapisan monolayer.
3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk
molekul gas sama.
4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat.
5. Molekul gas yang teradsorbsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada
permukaan (Anonim,2009).
Pada kesetimbangan, laju adsorbsi dan desorbsi gas adalah sama. Bila θ
menyatakan fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas yang
teradsorbsi maka :
Dengan K1 dan K2 masing-masing merupakan tetapan laju adsorbsi dan desorbsi.
Jika didefinisikan maka :
Pada adsorbsi monolayer, jumlah gas yang teradsorbsi pada tekanan P(y) dan
jumlah gas yang diperlukan untuk membentuk lapian monolayer dihubungkan dengan θ
melalui persamaan :
II-6 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
K1 θ = K2P (1- θ)
Log y = Log k + Log C
Teori adosrbsi isotherm langmuir berlaku untuk adsorbsi kimia, di mana terjadi
reaksi yang terjadi spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer (Sugianto, 2004).
Keterangan :
qe = mol zat teradsordsi (pada kesetimbangan) per massa adsorben.
Ce = konsentrasi kesetimbangan dalam larutan ketika jumlah terserap sama dengan
qe.
b. Adsorbsi Isotermis Freudlich
Adsorbsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorban merupakan hal yang
penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna larutan
decolorizing dengan menggunakan teknik kromatografi. Pendekatan isotherm adsorbsi
yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H.Freudlich.
Menurut Freudlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorban dan c adalah
konsentasi zat terlarut dalam larutan, maka :
Dimana k dan n adalah konstanta empiris. Jika persamaan diaplikasikan untuk
gas, maka y adalah jumlah gas yang teradsorbsi dan C digantikan dengan tekanan gas.
Grafik II.1 Adsorbsi Isotermis Langmuir
II-7 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik II.2 Grafik Isoterm Freudlich
Keterangan :
qe = mol zat teradsordsi (pada kesetimbangan) per massa adsorben.
Ce = konsentrasi kesetimbangan dalam larutan ketika jumlah terserap sama
dengan qe.
c. Adsorbsi Isotermis BET
Teori isotherm adsorbsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunaver, P.H. Emmet, dan
E-Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorbsi juga dapat terjadi di atas lapisan
adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorbsi BET dapat diaplikasikan untuk
adsorbsi multilayer. Keseluruhan proses adsorbsi dapat digambarkan sebagian :
a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorban) membentuk lapisan
monolayer.
b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer.
Perbedaan isotherm ini dengan Languir adalah BET berasumsi bahwa molekul-
molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaanya.
Pada isotherm ini, mekanisme adsorbsi untuk setiap proses adsorbsi berbeda-beda.
Mekanisme yang diajukan dalam isotherm ini adalah: Isotherm Langmuir biasanya
lebih baik apabila diterapkan untuk adsorbsi kimia, sedangkan isotherm BET lebih
baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan pada adsorbsi fisika.
II-8 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik II.3 Grafik Isoterm BET
Keterangan :
qe = mol zat teradsordsi (pada kesetimbangan) per massa adsorben.
Ce = konsentrasi kesetimbangan dalam larutan ketika jumlah terserap sama
dengan qe.
Cs = Konsentrasi larutan pada saat titik jenuh
Bila V menyatakan volume gas teradsorbsi, Vm menyatakan volume gas yang
diperlukan untuk membentuk lapisan multilayer, dan X adalah, maka isotherm adsorbsi
BET dapat dinyatakan sebagai :
(Anonim, 2010)
Adsorbsi larutan oleh zat padat ada 3 kemungkinan:
1. Adsorbsi Positif
Apabila solute relative lebih besar teradsorbsi daripada adsorban.
Contoh : Zat warna oleh aluminium atau chromium.
2. Adsorbsi Negatif
Apabila solven relative lebih besar teradsorbsi daripada solute dalam larutan.
Contoh : Alkaloid dengan karbon aktif.
Berdasarkan kondisi kita mengenal dua jenis adsorbsi :
1. Adsorbsi Fisika (Physisorpsion)
II-9 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Apabila adsorbsi berjalan pada temperatur rendah dan prosesnya reversible jumlah
asam yang hilang karena diadsorbsi = pengurangan konsentrasi asam dalam larutan.
2. Adsorbsi Kimia (Chemisorpsion, activated adsorbsion)
Apabila adsorbsi berjalan pada temparatur tinggi disertai dengan reaksi kimia yang
irreversible.
3. Adsorbsi Molekular
Dikatakan adsorbs molekuler bila molekul yang diadsorbsi tdak mengalami disosiasi
4. Adsorbsi Asosiatif
Dikatakan adsorbsi asosiatid bila molekul yang diadsorbsi terurai menjadi molekul
lain yang lebih kecil.
(Anonim, 2011)
II.2 Karbon Aktif
Karbon aktif umumnya memiliki daya adsorbsi yang rendah daya adsorbsi
tersebut dapat diperbesar dengan mengaktifkan arang dengan menggunakan uap atau
bahan kimia. Aktivasi karbon bertujuan memperbesar luas permukaan arang dengan
membuka pori-pori yang tertutup. Hidrokarbon allppkatt dapat digunakan sebagai
bahan pengaktif karbon yang mempunyai aktivasi baik (Karenen, 1987).
Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan proses kartonasi dan dilanjutkan dengan
proses aktivasi cartona-cartona material berkarbon biasanya berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Adsorban yang paling baik adalah arang yang dihasilkan oleh kayu, lignin
tempurung kelapa, kulit biji kacang (Susana, 1993).
Berdasarkan bentuknya karbon aktif dibedakan menjadi empat golongan, yaitu :
1. Karbon aktif serbuk
2. Krbon aktif granula
3. Karbon aktif pelet
4. Karbon aktif berlapisi polimer
(Daintith, 1994)
II.3 Titrasi Asam-Basa
Menentukan konsentrasi suatu larutan dengan konsetrasi dan volume yang telah
diketahui dapat direaksikan dengan larutan yang akan ditentukan konsentrasinya sampai
perbandingan molnya tepat seperti yang diperlukan dalam persamaan kimia seimbang
kemudian konsentrasi larutan yang belum diketahui dapat dihitung. Prosedur titrasi.
Suatu indikator digunakan untuk memberitahukan kapan titrasi harus dihentikan.
Biasanya indikator adalah suatu senyawa yang mempunyai satu warna dalam larutan
II-10 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
yang bersifat asam dan mempunyai warna lain dalam larutan yang bersifat basa
(Goldberg,2004).
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan digunakan
sebagai pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen antara 4-10. Titik akhir
ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis. Titik ekuivalen adalah titik di mana asam
telah beraksi sempurna atau telah ternetralkan oleh basa (Chang, 2005).
II.4 Sifat-sifat NaOH
Sifat-sifat NaOH sebagai berikut :
Berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang
atau bentuk lain. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila
dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. Kelarutan mudah
larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh 318°C serta titik
didih 1390°C. Hidratnya mengandung 7; 5; 3,5; 3; 2 dan 1 molekul air (Daintith, 2005).
NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni merupakan padatan
berwarna putih, densitas NaOH adalah 2,1. Senyawa ini sangat mudah terionisasi
membentuk ionnatrium dan hidroksida (Keenan dkk., 1989).
Sifat-sifat Asam Asetat sebagi berikut :
1. Keasaman, atom hidrogen pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat
seperti asam cuka dapat dilepas sebagai ion H(+), sehingga memberikan sifat asam.
2. Sebagai pelarut, asam cuka cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti
air dan etanol. Asam cuka memiliki konstanta dielektrik 6.2, sehingga dapat
melarutkan senyawa polar dengan baik seperti garam anorganik, gula dan senyawa
non polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin.
3. Reaksi-reaksi kimia, asam cuka bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi,
magnesium, dan seng membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (Yuliastri,
2012).
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
200 rpm 30 menit
III.2 Alat Yang Digunakan
1. Beaker gelas
2. Buret
3. Corong kaca
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Kertas saring
7. Klem holder, Statif
8. Pipet tetes
III.3 Bahan Yang Digunakan
1. Aquadest
2. Indikator PP
3. Karbon aktif
4. Larutan asam asetat
5. Larutan NaOH 0,1N
III.4 Prosedur Percobaan
1. Bersihkan dan keringkan Erlenmeyer lengkap dengan tutupnya, 7 buah.
2. Letakkan 1gr karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer.
3. Buat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N,
0,015N dengan volume masing-masing 100ml. larutan 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N,
dan 0,015N dibuat dari larutan 0,15N larutan asam asetat.
4. Masukkan 100ml larutan asam asetat dengan variabel konsentrasi 0,15N, 0,12N,
0,09N, 0,06N, 0,03N, 0,015N dengan volume masing-masing 100ml ke dalam
erlenmeyer dan 0,03N larutan asam asetat ke dalam erlenmeyer tanpa karbon aktif.
III-2
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program D3 Teknik Kima
FTI-ITS
5. Tutup semua Erlenmeyer tersebut dan kocok secara periodik selama 30menit,
kemudian diamkan paling sedikit selama satu jam agar terjadi kesetimbangan.
6. Saring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10ml pertama dari
filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh kertas saring.
7. Titrasi 25ml larutan filtrat dengan larutan 1N NaOH baku dengan indikator PP, tahap
ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan.
III.5 Diagram Alir
Bersihkan dan keringkan Erlenmeyer lengkap dengan tutupnya, 7 buah
Letakkan 1gr karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer
Buat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N,
0,09N, 0,06N, 0,03N, 0,015N dengan volume masing-masing 100ml
larutan 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N, dan 0,015N dibuat dari larutan
0,15N
Mulai
Tutup semua Erlenmeyer tersebut dan kocok secara periodik selama 30
menit, kemudian diamkan paling sedikit selama satu jam agar terjadi
kesetimbangan
Masukkan 100ml larutan 0,03N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang
tidaka ada karbon aktifnya sebagai kontrol
A
III-3
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program D3 Teknik Kima
FTI-ITS
Saring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10ml
pertama dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh
kertas saring
Titrasi 25ml larutan filtrat dengan larutan 1N NaOH baku dengan
indikator PP, tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan
Selesai
A
III-4
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program D3 Teknik Kima
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat
Beaker gelas
Buret
Corong Kaca
Erlenmeyer
Gelas Ukur
Kertas Saring
Klem holder, Statif
Pipet Tetes
IV-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Pembahasan
Percobaan adsorbsi isotermis ini bertujuan untuk memahami sifat-sifat adsorbsi zat
terlarut dari suatu larutan pada permukaan adsorben. Adsorbsi adalah suatu contoh
metode yang biasanya digunakan untuk menjernihkan suatu larutan, contoh di
kehidupan sehari-hari adalah dalam proses penjernihan air. Pada percobaan ini,
praktikan menganalisis adanya zat pengotor dalam larutan asam asetat yang disediakan
di laboratorium kimia fisik.
Percobaan ini dilakukan secara kuantitatif, yaitu dengan cara menghitung
konsentrasi larutan asetat mula-mula sebelum ditambah karbon aktif dibandingkan
dengan konsentrasi larutan asetat setelah ditambah karbon aktif serta menghitung berat
zat yang teradsorbsi dibandingkan dengan konsentrasi kesetimbangan larutan, seperti
yang tercantum di hasil percobaan dan direpresentasikan dalam bentuk kurva. Dari hasil
percobaan itu, diketahui bahwa di dalam larutan asam asetat yang dianalisis, terdapat
beberapa pengotor yang terlarut dalam larutan tersebut sehingga mengakibatkan
bertambahnya konsentrasi. Dengan melakukan analisis isoterm adsorbsi larutan ini
dapat diketahui berat pengotor yang ada dalam larutan asam asetat.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat dalam berbagai
konsentrasi yaitu, 0,015N; 0,03N; 0,03N; 0,06N; 0,09N; 0,12N; dan 0,15N. Larutan
tersebut kemudian ditambah dengan 1gram karbon aktif ke dalam masing-masing
larutan, kecuali ke dalam salah satu larutan asam asetat 0,03N, karena nantinya larutan
ini akan menjadi kontrol, untuk mengadsorbsi pengotor-pengotor dalam larutan
tersebut. Proses adsorbsi dilakukan pada keadaan isoterm (temperatur tetap) karena
temperatur juga dapat berpengaruh dalam adsorbsi, sehingga untuk memudahkan
analisis maka temperatur dibuat tetap, yakni pada temperatur kamar ±20-25⁰C.
Erlenmeyer kemudian dikocok selama 30 menit agar terjadi pencampuran yang merata
sehingga membantu dalam proses adsorbsi, dengan kata lain, adsorbsi dapat berjalan
lebih cepat. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama
+ 30 menit agar terjadi kesetimbangan. Campuran yang terbentuk kemudian disaring
dengan kertas saring dan membuang 10ml saringan pertama untuk menghindari
kesalahan. Proses penyaringan ini digunakan cara dekantir. Dekantir adalah suatu
IV-2 BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
metode untuk memisahkan campuran yang penyusunnya berupa cairan dan padatan.
Untuk memudahkan proses dekantir ini digunakan pengaduk saat menuang cairan.
Dengan demikian, cairan tidak mengalir di luar wadah dan dapat terpisah dari padatan
dengan baik. Filtrat yang dihasilkan dari pemisahan inilah yang merupakan larutan asam
asetat murni tanpa pengotor. Filtrat tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH
1N dan menggunakan indikator PP untuk mengetahui konsentrasi sesungguhnya.
Indikator PP digunakan dalam titrasi ini karena merupakan indikator yang bekerja pada
pH basa, yaitu pada rentang pH 8,3-10. Hal ini sesuai dengan sifat larutan hasil titrasi,
yaitu bersifat basa. Indikator diperlukan dalam proses titrasi sebagai penanda pada
proses titrasi. Pada saat titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna
sehingga proses titrasi dapat dihentikan.
Secara perhitungan, percobaan ini didapatkan hasil dalam bentuk tabel sebagai
berikut :
Tabel IV.1 Hasil Percobaan dan Perhitungan Konsentrasi Akhir Larutan Asam Asetat
Bahan
Variabel
Konsentrasi
(N)
Volum NaOH Konsentrasi
Akhir
(N)
V1
(ml)
V2
(ml)
V Rata-rata
(ml)
Larutan
CH3COOH
0,015 0,6 0,5 0,55 0,022
0,03 0,7 0,5 0,6 0,024
0,03* 0,9 0,8 0,85 0,030
0,06 1,2 1,8 1,5 0,06
0,09 2,1 2,2 2,15 0,086
0,12 2,8 3 2,9 0,116
0,15 4 5,4 4,7 0,188
Dan apabila direpresentasikan dalam bentuk grafik, pada kolom rata-rata akan
membentuk kurva seperti berikut :
IV-3 BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik IV.1 Pengaruh Konsentrasi Larutan CH3COOH terhadap
Volum NaOH
Pada tabel IV.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi pada larutan asam asetat 0,03N,
0,09N, dan 0,12N sebelum dan sesudah penambahan karbon aktif berubah menjadi
semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa zat-zat pengotor dalam larutan asam asetat
telah diadsorbsi dengan baik oleh karbon aktif. Namun, pada larutan asam asetat 0,015N
dan 0,15N konsentrasi mengalami kenaikan. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan
praktikan kurang teliti dalam mengamati perubahan warna larutan pada saat menitrasi.
Pada tabel IV.1 dan grafik IV.1 dapat diketahui juga bahwa volum rata-rata NaOH
pada konsentrasi 0,015 N sebesar 0,55ml, pada 0,03N volum rata-rata NaOH sebesar
0,6ml, pada 0,03N(*) volum rata-rata NaOH sebesar 0,85ml, pada 0,06N volum rata-
rata NaOH sebesar 1,5ml, pada 0,09N volum rata-rata NaOH sebesar 2,15ml, pada
0,12N volum rata-rata NaOH sebesar 2,9ml, pada 0,15N volum rata-rata NaOH sebesar
4,7ml. Di sini terdapat pengaruh konsentrasi larutan CH3COOH terhadap volum NaOH,
di mana semakin besar konsentrasi larutan asam asetat, maka semakin banyak pula
volum NaOH (titran) yang diperlukan untuk menitrasi larutan asam asetat yang telah
diadsorbsi. Hal tersebut disebabkan karena semakin besar konsentrasi, letak antara
molekulnya semakin berdekatan sehingga susah untuk mencapai titik ekivalen pada saat
proses titrasi. Ini sesuai dengan teori dimana nilai absorbansi seharusnya meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi larutan yang diukur (Yulia, 2012).
Semakin besar volum titran yang diperlukan untuk titrasi, menunjukkan bahwa
semakin besar pula zat terlarut yang dapat teradsorbsi. Zat terlarut yang teradsorbsi
merupakan hasil pengurangan dari larutan asam asetat mula-mula dan larutan asam
asetat setelah ditambah adsorben. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan berat
teradsorbsinya.
0
1
2
3
4
5
0.015 0.03 0.03* 0.06 0.09 0.12 0.15Vo
lum
e R
ata
-ra
ta N
aO
H
(ml)
Konsentrasi larutan CH3COOH (N)
IV-4 BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik IV.2 Grafik Langmuir untuk Hubungan Berat Adsorbat dengan Konsentrasi
Larutan Asam Asetat Setelah Diadsorbsi
Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Mol Adsorbat Setelah Diadsorbsi
Bahan
Variabel
Konsentrasi
(N)
V
(ml)
Jumlah Mol
Mol
awal
(mmol)
Mol
Akhir
(mmol)
Mol
Adsorbat
(mmol)
Larutan
CH3COOH
0,015 25 1,5 0,55 0,95
0,03 25 3 0,6 2,4
0,03* 25 3 3 0
0,06 25 6 1,5 4,5
0,09 25 9 2,15 6,85
0,12 25 12 2,9 9,1
0,15 25 15 4,7 10,3
Apabila direpresentasikan dalam bentuk grafik, pada kolom mol adsorbat akan
membentuk kurva seperti berikut :
Grafik yang dibuat adalah grafik yang berdasarkan grafik isotherm Langmuir,
dengan menggambarkan hubungan konsentrasi larutan dalam kesetimbangan terhadap
jumlah adsorbat yang teradsorbsi ke dalam adsorban. Dapat diketahui bahwa mol zat
0
2
4
6
8
10
12
0.022 0.024 0.06 0.086 0.116 0.188
Mol za
t yang t
era
dso
rbsi
(m
mol)
Konsentrasi Kesetimbangan Asam Asetat (N)
IV-5 BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
yang teradsorbsi pada konsentrasi kesetimbangan 0,022N adalah 0,95mmol, pada
konsentrasi kesetimbangan 0,024N adalah 2,4mmol, pada konsentrasi kesetimbangan
0,06N adalah 4,5mmol, pada konsentrasi kesetimbangan 0,08N adalah 6,85mmol, pada
konsentrasi kesetimbangan 0,116N adalah 9,1mmol, dan pada konsentrasi
kesetimbangan 0,18N adalah 10,3mmol.
Apabila membandingkan antara grafik IV.3 dengan grafik isotherm Langmuir yang
sesungguhnya, maka dapat dilihat bahwa di antara keduanya memiliki persamaan. Pada
grafik IV.3, semakin besar nilai konsentrasi kesetimbangan larutan, semakin besar
jumlah adsorbat yang terserap ke dalam adsorben. Hal ini sesuai dengan literatur teori
grafik isoterm Langmuir yang menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi
kesetimbangan suatu larutan, maka akan semakin besar daya adsorbsinya, yang artinya
semakin besar pula jumlah adsorbat yang dapat dijerap ke dalam adsorben.
Berdasarkan literatur, dapat disimpulkan bahwa pada percobaan termasuk ke dalam
adsorbsi secara fisika dimana molekul-molekul zat terikat pada permukaan oleh gaya-
gaya fisis, gaya Van der Waals; suatu proses bolak – balik apabila daya tarik menarik
antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorbsi pada permukaan adsorben. Gaya yang
menahan molekul fluida pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan
gaya kohesi molekul pada fase cair mempunyai derajat yang sama dengan panas
kondensasi dari gas menjadi cair sehingga terbentuk dua lapisan (multilayer).
V-1
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan ini didapatkan hasil konsentrasi akhir larutan asam asetat pada
konsentrasi 0,015N sebesar 0,022N, pada konsentrasi 0,03N konsentrasi akhir larutan
asam asetat sebesar 0,024N, pada 0,03N(*) konsentrasi akhir larutan asam asetat sebesar
0,03N, pada 0,06N konsentrasi akhir larutan asam asetat sebesar 0,06N, pada 0,09N
konsentrasi akhir larutan asam asetat sebesar 0,086N, pada 0,12N konsentrasi akhir
larutan asam asetat sebesar 0,116N, pada 0,15N konsentrasi akhir larutan asam asetat
sebesar 0,188N. Terdapat penurunan konsentrasi yang dapat diartikan bahwa zat-zat
pengotor dalam larutan asam asetat telah diadsorbsi dengan baik oleh karbon aktif.
Hasil perhitungan mol zat-zat organik yang teradsorbsi pada konsentrasi
kesetimbangan 0,022N adalah 0,95mmol, pada konsentrasi kesetimbangan 0,024N
adalah 2,4mmol, pada konsentrasi kesetimbangan 0,06N adalah 4,5mmol, pada
konsentrasi kesetimbangan 0,08N adalah 6,85mmol, pada konsentrasi kesetimbangan
0,116N adalah 9,1mmol, dan pada konsentrasi kesetimbangan 0,18N adalah 10,3mmol.
Percobaan adsorbsi isotermis ini termasuk ke dalam adsorbsi fisika dikarenakan
molekul-molekul zat terikat pada permukaan oleh gaya-gaya fisis, gaya Van der Waals;
suatu proses bolak – balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan adsorben
lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat yang
terlarut akan diadsorbsi pada permukaan adsorben. Gaya yang menahan molekul fluida
pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan gaya kohesi molekul
pada fase cair sehingga terbentuk dua lapisan (multilayer).
Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses adsorbsi isotermis
adalah konsentrasi zat terlarut maupun pelarut. Semakin besar konsentrasi larutan asam
asetat maka semakin besar konsentrasi kesetimbangan larutan, sehingga semakin besar
pula jumlah zat yang dapat teradsorbsi ke dalam adsorben.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Sri. 2013. Laporan Adropsi. http://sriimayangsarii.blogspot.com/2013/11/laporan-
adsorpsi.html
Yuliastri, Winahyu. 2012. Analisis Cuka Metode Alkalimetri.
(http://winahyuyuliastri.blogspot.com/2012/10/analisis-cuka-metode-alkalimetri.html)
Daintith, John. 2005. A Dictionary of Chemistry. Oxford.
vii
DAFTAR NOTASI
SIMBOL KETERANGAN SATUAN
N Normalitas N
V Volume ml
M Molaritas M
mol Jumlah zat mmol
m Massa gram
viii
APPENDIKS
Pembuatan larutan asam asetat
1. Membuat larutan asam asetat 0,015 N dari 0,15N
V1.M1=V2.M2
0,15.y = 0,015.100
y = 10ml
2. Membuat larutan asam asetat 0,03 N dari 0,15N
V1.M1=V2.M2
0,15.y = 0,03.100
y = 20ml
3. Membuat larutan asam asetat 0,06 N dari 0,15N
V1.M1=V2.M2
0,15.y = 0,06.100
y = 40ml
4. Membuat larutan asam asetat 0,09 N dari 0,15N
V1.M1=V2.M2
0.15.y = 0.09.100
y = 60ml
5. Membuat larutan asam asetat 0,12 N dari 0,15N
V1.M1=V2.M2
0,15.y = 0,12.100
y = 80ml
Perhitungan volum rata-rata NaOH
1. V pada 0,015N = 0,6 + 0,5 = 0,55
2
2. V pada 0,03N = 0,7 + 0,5 = 0,6
2
3. V pada 0,03N* = 0,9 + 0,8 = 0,85
2
4. V pada 0,06N = 1,2 + 1,8 = 1,5
2
5. V pada 0,09N = 2,1 + 2,2 = 2,15
2
6. V pada 0,12N = 2,8 + 3 = 2,9
2
7. V pada 0,15N = 4 + 5,4 = 4,7
2
V rata-rata = V1 + V2
2
viii
Perhitungan N akhir
1. Nakhir 0,015N
2. Nakhir 0,03N
3. Nakhir 0,03N *
4. Nakhir 0,06N
5. Nakhir 0,09N 086,025
2,151
6. Nakhir 0,12N 116,025
2,91
7. Nakhir 0,15N 188,025
4,71
(*) = tanpa Karbon
Perhitungan mol awal
1. Mol variable konsentrasi 0,015N = 0,015 x 100
= 1,5mmol
2. Mol variable konsentrasi 0,03N = 0,03 x 100
= 3mmol
3. Mol variable konsentrasi 0,03N* = 0,03 x 100
= 3mmol
4. Mol variable konsentrasi 0,06N = 0,06 x 100
= 6mmol
5. Mol variable konsentrasi 0,09N = 0,09 x 100
= 9mmol
Nakhir = N NaOH x Volume rata-rata
Vol. Larutan yang dititrasi
022,025
0,551
034,025
0,851
024,025
0,61
06,025
1,51
Mol awal = M awal x V awal
viii
6. Mol variable konsentrasi 0,12N = 0,12 x 100
= 12mol
7. Mol variable konsentrasi 0,15N = 0,15 x 100
= 15mmol
Perhitungan mol akhir
1. Mol akhir variable konsentrasi 0,015N = 0,022 x 25 = 0,55mmol
2. Mol akhir variable konsentrasi 0,03N = 0,024 x 25 = 0,6 mmol
3. Mol akhir variable konsentrasi 0,03N* = 0,030 x 25 = 0,75 mmol
4. Mol akhir variable konsentrasi 0,06N = 0,06 x 25 = 1,5 mmol
5. Mol akhir variable konsentrasi 0,09N = 0,086 x 25 = 2,15 mmol
6. Mol akhir variable konsentrasi 0,12N = 0,116 x 25 = 2,9 mmol
7. Mol akhir variable konsentrasi 0,15N = 0,188 x 25 = 4,7 mmol
Perhitungan mol teradsorbsi (adsorban)
1. n adsorbat pada variable konsentrasi 0,015N = 1,5 – 0,55 = 0,95
2. n adsorbat pada variable konsentrasi 0,03N = 3 – 0,6 = 2,4
3. n adsorbat pada variable konsentrasi 0,03N* = 3 – 0,75 = 2,25
4. n adsorbat pada variable konsentrasi 0,06N = 6 – 1,5 = 4,5
5. n adsorbat pada variable konsentrasi 0,09N = 9 – 2,15 = 6,85
6. n adsorbat pada variable konsentrasi 0,12N = 12 – 2,9 = 9,1
7. n adsorbat pada variable konsentrasi 0,15N = 15 – 4,7 = 10,3
Mol akhir = M akhir x V akhir
n adsorbat = n awal – n akhir