28
Subhan Aristiadi 240210110021 IV. HASIL PENGAMATAN 4.1 Hasil Pengamatan Penyembelihan Daging Ayam dan Karakteristik Daging Tabel 1. Hasil Pengamatan Penyembelihan Daging Ayam Kel Jenis Potongan Jenis Pengamata n Berat Rendeme n Gambar Daging 1 & 2 Pemotong an 2 Bagian Ayam sebelum disembeli h 1,4 kg 57,86% Ayam setelah disembeli h 1,35 kg Setelah Pemotonga n Karkas 0,81 kg 3 & 4 Pemotong an 4 Bagian Ayam sebelum disembeli h 1,6 75% Ayam setelah disembeli h 1,5 (1,45 kg tanpa bulu) Setelah Pemotonga n Karkas 1,2 5 & 16 Pemotong an 8 Bagian Ayam sebelum disembeli h 1,1 60,9% Ayam setelah disembeli h 1,07 Setelah 0,67

Laporan Teknologi Daging

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Teknologi Pengolahan Daging: Kualitas Daging, Pembuatan Abon Ayam, Pembuatan Ayam Asap

Citation preview

Page 1: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

IV. HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan Penyembelihan Daging Ayam dan Karakteristik

Daging

Tabel 1. Hasil Pengamatan Penyembelihan Daging Ayam

Kel Jenis Potongan

Jenis Pengamatan Berat Rendemen Gambar

Daging

1 & 2 Pemotongan 2 Bagian

Ayam sebelum

disembelih1,4 kg

57,86%Ayam setelah disembelih 1,35 kg

Setelah Pemotongan

Karkas0,81 kg

3 & 4 Pemotongan 4 Bagian

Ayam sebelum

disembelih1,6

75%Ayam setelah disembelih

1,5(1,45 kg

tanpa bulu)Setelah

Pemotongan Karkas

1,2

5 & 16

Pemotongan 8 Bagian

Ayam sebelum

disembelih1,1

60,9%

Ayam setelah disembelih 1,07

Setelah Pemotongan

Karkas0,67

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Page 2: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

Tabel 2. Tabel Hasil Pengamatan Karakterisasi Berbagai Daging HewanNo Jenis Daging Warna Tekstur Gambar

1 Daging ayam Putih Kekuningan Kenyal +

2 Daging domba Merah kecoklatan Kenyal ++++

3 Daging Kambing Merah ++ Kenyal ++++++

4 Daging babi Putih Kemerahan Kenyal ++

5 Daging kuda Merah +++ Kenyal +++

6 Daging sapi Merah + Kenyal +++++

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Page 3: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

V. PEMBAHASAN

5.1 Penyembelihan Daging Ayam dan Karakteristik Daging

Daging merupakan bahan pangan yang diperoleh dari penyembelihan

hewan baik ternak kecil maupun ternak besar. Menurut Soeparno (1992), daging

didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan

jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongannya karena fungsi

fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging.

Penyembelihan atau pemotongan hewan menyebabkan berubahnya otot hewan

menjadi daging. Daging yang diperoleh dari penyembelihan atau pemotongan ini

disebut daging segar. Daging sering dimanfaatkan dalam bentuk karkas. Karkas

unggas khususnya ayam merupakan bentuk komoditi yang paling banyak dan

umum diperdagangkan. Karkas ayam adalah produk keluaran proses pemotongan,

biasanya dihasilkan setelah melalui tahap pemeriksaan ayam hidup,

penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing

(pemotongan kaki, pengambilan jeroan, pencucian).

5.1.1 Penyembelihan Daging Ayam

Pemotongan ayam harus dilakukan dengan benar dan disembelih sesuai

dengan kriteria halal. Ayam yang telah dipotong lalu dibului secara manual yaitu

dengan perendaman ke dalam air bersuhu 30 – 50°C agar mudah dibului. Dalam

pengolahan ini yang tidak termasuk ke dalam karkas adalah kaki dan leher.

Karkas broiler adalah daging bersama tulang hasil pemotongan, setelah

dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas lutut

serta dari isi rongga perut ayam. Karkas diperoleh dengan memotong ayam broiler

kemudian menimbang bagian daging, tulang, jantung dan ginjal. Aviagen (2006)

menyatakan bobot karkas ayam broiler berkisar antara 1750-1800 gram atau 71-

73% dari bobot badan.Persentase ayam broiler siap potong menurut Bakrie et al.

(2002), adalah 58,9%.

Karkas yang di dalamnya berisi berbagai organ tubuh ayam yang berupa

hati, jantung, lifa, gizard, empedu, usus (duodenum, yeyenum, ileum), sekum dan

Page 4: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

rektuk dikeluarkan dari karkas. Hal ini berguna untuk melihat lemak abdomen

yang melekat pada karkas broiler.

. Praktikum kali ini dilakukan penyembelihan terhadap ayam hidup. Bobot

yang diamati selama proses penyembelihan ayam dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Perubahan Berat Ayam

No JenisBerat

(kg)Rendemen

1 Ayam sebelum disembelih 1,4

57,86%2 Ayam setelah disembelih 1,35

3Setelah pemotongan

karkas0,85

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

    

Cara pemotongan ternak unggas yang lazim di Indonesia adalah cara

Kosher, yaitu secara langsung (Ensminger, 1998). Ayam disembelih pada bagian

leher dekat kepala dengan memotong vena jugularis, arteri carotis dan esofagus

(Parry, 1989). Sebelum disembelih bobot ayam hidup ditimbang, kemudian bobot

ayam setelah penyembelihan pun ditimbang. Penentuan bobot ayam setelah

penyembelihan ini berfungsi untuk mengetahui apakah saat penyembelihan darah

keluar secara sempurna atau tidak

Hasil pengamatan menunjukan, pada saat penyembelihan darah yang

dikeluarkan hanya sedikit dan menggumpal. Hal ini disebabkan ayam yang akan

disembelih stress, dimana ayam terlebih dahulu dikurung tanpa diistirahatkan

sehingga ayam hasil pemotongan yang dihasilkan tidak optimal. Hasil ini sesuai

dengan litelatur. Menurut Soeparno, (1992) untuk memperoleh hasil pemotongan

yang baik, ternak ungags sebaiknya diistirahatkan sebelum dipotong. Darah yang

baik sekitar 4 % dari tubuh unggas.

Pemotongan pada praktikum dilakukan dengan memutus saluran

esophagus, vena jugularis, dan arteri karotis. Setelah penyembelihan selesai

dilakukan pencabutan bulu, pencabutan dilakukan dengan terlebih dahulu

Page 5: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

merendam ayam dalam air panas sekitar 70oC. Menurut Soeparno, (1992)

perendaman dilakukan untuk mempermudah pencabutan bulu.

Setelah pencabutan bulu dilakukan dilakukan pembersihan dan dilakukan

pembersihan jeroan juga karkasing. Berdasarkan data pengamatan didapatkan

berat yang semakin menurun tiap harinya dikarenakan hilangnya cairan, lalu

warna menjadi kekuningan dikarenakan reaksi oksidasi udara sedangkan untuk

bau, keempukan, dan serat tidak mengalami perubahan.

Karkasing dilakukan dengan memisahkan bagian kepala, ekor dan ceker.

Menurut Swatland, (1984) karkasing dilakukan dengan memisahkan kepala dari

tubuh ternak, kepala, dan memisahkan kaki. Karkas kembali dipotong-potong

menjadi beberapa bagian, bagian dipisah-pisahkan menjadi bagian paha, dada,

punggung atas, bawah, dan sayap, lalu diamati warna, bau, keempukan, berat, dan

serat. Bau yang dihasilkan adalah bau amis, serat yang dihasilkan adalah serat

halus, karena serat unggas itu halus, dan warnanya putih dibagian dada, dan lebih

pink dibagian paha dan punggung.

Setelah pengeluaran organ dalam tahap selanjutnya adalah karkasing

ayam. Setelah dilakukan pemisahan kepala, sayap, paha dan kaki didapatkan

bobot karkas ayam sebesar 178 gram. Untuk mendapatkan persentase karkas

dilakukan perhitungan sebagai berikut :

Persentase karkas= Berat karkasBerat Hidup

x 100 %

¿ 0,81 kg1,4 kg

x 100 %=57,86 %

Menurut Ensminger (1998), bobot karkas yang telah dipisahkan dari bulu,

kaki, leher/kepala, organ dalam, ekor (kelenjar minyak) yaitu sekitar 60,1% dari

bobot hidup ayam. Dibandingkan dengan persentase karkas yang dihasilkan pada

saat praktikum memiliki hasil yang tidak jauh berbeda dengan literatur. Hal ini

menunjukan mutu karkas tersebut cukup baik. Hayse dan Marion (1973)

menyatakan bobot karkas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

umur, jenis kelamin, bobot potong, besar dan komformasi tubuh, perlemakan,

kualitas dan kuantitas ransum serta strain yang dipelihara.

5.1.2 Karakteristik Daging

Page 6: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

Daging dari setiap spesies ternak memiliki karakteristik berbeda sesuai dengan

sifat genetik bawannya. Daging sapi berbeda dengan daging kambing, berbeda

dengan yang lain pula. Variasi pada satu spesies biasanya disebabkan karena

umur, pakan, dan model pemeliharan.

Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan Berbagai Daging Hewan

No Jenis Daging Warna Tekstur GambarKeras Serat

1 Daging ayam Putih ++ +++ +

2 Daging dombaDaging merah +

Lemak putih ++++ ++

3 Daging Kambing

Daging merah +++

Lemak putih ++++ +++

4 Daging babi Daging putih + ++++++ ++++++

5 Daging kuda Daging

merah ++++lemak putih

+++++ +++++

6 Daging sapiDaging

merah ++Lemak putih

+ ++++

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

a. Daging Ayam

Daging ayam merupakan hasil ternak unggas yang mudah rusak (busuk),

bahkan dapat menimbulkan keracunan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.

Kerusakan daging biasanya terjadi sejak proses pemotongan sampai ke konsumen.

Sesampai di konsumen pun daging belum tentu langsung dimasak, oleh karena itu

perlu adanya penanganan dini pada daging segar. Daging yang sehat adalah

daging yang berasal dari hewan yang sehat, disembelih di tempat pemotongan

resmi, diperiksa, diangkut dengan kendaraan khusus dan dijual di tempat yang

bersih.

Page 7: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

b. Daging Domba

Soeparno (2005), menyatakan bahwa penilaian karkas domba dilakukan

terutama terhadap potongan karkas bagian paha belakang (leg), loin, rusuk dan

bahu. Bagian eksternal domba muda. Berat badan dan tingkat perototan

dipengaruhi oleh jumlah lemak yang dapat di-trim dan jumlah perototan. Kualitas

karkas domba merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

palatabilitas atau kelezatan dan akseptabilitas atau daya terima konsumen.

Faktor kualitas karkas daging domba antara lain meliputi warna, serta

kepadatan daging, marbling bagian flank dan rusuk dan maturitas. Marbling

mempunyai peranan terbatas terhadap palatabilitas. Marbling dalam jumlah

sedikit saja sudah cukup untuk memperoleh palatabilitas yang memuaskan.

Tekstur halus atau kasar dapat diamati pada permukaan daging mata rusuk yang

dipisahkan dari karkas. Suatu karkas, otot yang bertekstur halus lebih empuk

daripada yang (Soeparno, 2005).

c. Daging Kambing

Warna daging kambing hampir sama dengan daging sapi akan tetapi

mempunyai tingkat kemerahan yang lebih pekat. Warna ini ditentukan oleh

kandungan otot merah penyusun daging. Flavor dan aroma daging kambing

spesifik keras, yang dapat berasal dari fraksi polar senyawa karbonil bebas dari

lemak dan mempunyai hubungan dengan komposisi dan tipe serabut (Soeparno,

2005).

Daging kambing merupakan daging yang unik dalam hal bau, palatabilitas

(rasa) dan keempukannya. Dagingnya kurang berlemak dibandingkan daging lain

dan biasanya kurang empuk. Daging kambing disebut ‘cobrito’ atau ‘chevor’

tergantung umur saat kambing itu dipotong. Cobrito berasal dari anak kambing

yang dipotong setelah menerima kolustrum beberapa hari permulaan hidupnya.

Daging itu terutama digunakan untuk daging panggang. Chevor berasal dari

kambing yang dipotong pada saat disapih atau lebih tua lagi (Blakely and Bade,

1991).

Prekursor flavor daging spesies kambing dan babi adalah substansi non

protein yang larut dalam air. Prekursor flavor daging kambing dan babi terdiri dari

Page 8: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

dua subfraksi, yaitu fraksi yang mengandung asam amino dan fraksi yang

mengandung gula pereduksi. Pemanasan masing-masing subfraksi tidak

menghasilkan flavor yang spesifik daging, tetapi pemanasan kombinasi kedua

subfraksi dapat menghasilkan aroma daging. Daging kambing mempunyai aroma

yang identik dengan daging sapi dan babi. Fraksi volatil daging dari spesies

domba adalah sangat serupa dengan fraksi volatil pada sapi dan babi (Soeparno,

2005).

d. Daging Babi

Warna daging babi adalah putih dan banyak ditemui serabut putih. Jumlah

mioglobin pada daging babi sekitar 0,038%. Karkas babi rata-rata berwarna pucat

karena selain banyak mengandung serabut putih anaerobik juga kandungan

glikogennya tinggi. Flavor dan aroma pada daging babi tidak jauh berbeda dengan

spesies lain. Pork yang disimpan lama sebelum pemasakan dapat mempunyai

flavor seperti keju, karena ransiditas lemak (Soeparno, 2005).

Prekursor flavor daging spesies babi adalah substansi nonprotein yang

larut dapam air. Prekursor flavor daging babi terdiri dari dua subfraksi, yaitu

fraksi yang mengandung asam amino dan fraksi yang mengandung gula

pereduksi. Pemanasan masing-masing subfraksi tidak menghasilkan flavor yang

spesifik daging, tetapi pemanasan kombinasi kedua subfraksi dapat menghasilkan

aroma daging. Daging babi mempunyai aroma yang identik dengan daging sapi

dan domba. Fraksi volatil daging dari spesies babi adalah sagat serupa dengan

fraksi volatil pada sapi dan domba. Sementara penyimpangan aroma atau bau

spesifik daging babi jantan yang disebut bau boar, terutama disebabkan oleh

senyawa yang terdapat didalam lemak yang tidak tersabun yang telah

diidentifikasi sebagai 5α-androst-16 ene-3-one (Soeparno, 2005). Menurut Lawrie

(1995), bahwa angka Iodium pada babi jauh lebih tinggi dari ruminan dan terdapat

perbedaan lain yang terlihat besar, yaitu kadar asam linoleat dalam lemak babi

lebih tinggi.

e. Daging Kuda

Page 9: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

Soeparno (2005), menyatakan bahwa daging kuda sering disebut sebagai

daging merah. Pada daging kuda juga seratnya terlihat lebih besar, kuat dan kasar

jika dibandingkan dengan daging yang lainnya. Lawrie (1995), menegaskan

bahwa terdapat aktivitas enzim sitokrom oksidase yang mengikat pada urat daging

kuda sehingga jelas akan memperlihatkan kekuatan. Daging kuda dapat diterima

dengan baik walaupun warnanya yang gelap kurang disukai, selain itu daging

kuda juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein daging. Sudarmono

dan Sugeng (2008), menambahkan bahwa daging kuda punya susunan protein

sebesar 28 % dan kadar air pada otot 66%. 

f. Daging Sapi

Daging sapi mempunyai warna merah. Jumlah mioglobin pada veal sekitar

1 sampai 3 mg setiap gram ototnya, 4 sampai 10 mg untuk setiap gram beef dan

16 sampai 20 mg untuk setiap gram beef yang lebih tua. Otot merah mengandung

serabut merah. Dari segi tenderness (keempukan), daging sapi kurang empuk jika

dibandingkan dengan keempukan daging domba atau babi. Hal ini disebabkan

karena daging sapi mempunyai perototan yang lebih besar dan struktur yang lebih

kasar. Veal mempunyai flavor yang lebih ringan daripada beef. Flavor dan aroma

daging sapi yang dimasak hampir sama atau identik dengan daging domba atau

babi (Soeparno, 2005). Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), menerangkan

bahwa daging sapi mempunyai kadar protein 16 sampai 22% dan kadar air 65

sampai 80%.

Flavor serum daging mentah atau feef steak adalah karena kombinasi

antara garam-garam darah dan salivasi. Ekstrak air daging, misalnya daging sapi

mentah yang dipanaskan akan menghasilkan flavor yang spesifik. Hasil dialisis

ekstrak air daging giling mentah menunjukkan adanya prekursor didalam difusat

yang menghasilkan flavor seperti daging sapi panggang jika dipanaskan dengan

lemak dan flavor seperti kaldu daging sapi jika dipanaskan dengan air. Dialisat

yang larut dalam air mengandung glikoprotein dan asam inosinat (atau inosin dan

fosfat anorganik). Inosinat telah dianggap sebagai peningkat flavor daging. Fraksi

volatil daging dari spesies sapi adalah sangat serupa dengan fraksi volatil pada

domba dan babi (Soeparno, 2005).

Page 10: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

5.2 Pembuatan Daging Asap

Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap

yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan

lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida,masing-

masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa

tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang).Kedua senyawa membentuk

lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh

mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih

sulit dirusak oleh mikroba (Hariningsih, 2008).

Daging asap dihasilkan dari proses pengasapan. Metode pengasapan ada 2

yaitu (a) pengasapan dingin (cold smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25 oC

(tidak lebih dari 28oC), pada kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai

beberapa hari; (2) pengasapan panas (hot smoking) yang dilakukan pada suhu

awal 30-35oC dan akhir 50-55oC bahkan dapat mencapai 75-80oC (Maga, 2008).

Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses

pengawetan makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan

asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan

api agar tidak terpanggang atau terbakar (Hariningsih, 2008). Sebelum diasapi,

daging biasanya direndam di dalam air garam. Beberapa jenis ikan tidak perlu

direndam lebih dulu di dalam air garam, Setelah dilap dan dikeringkan, makanan

digantung di tempat pengasapan yang biasanya memiliki cerobong asap. Sebagai

kayu asap biasanya dipakai serpihan kayu yang bila dibakar memiliki aroma

harum seperti kayu pohon ek dan bukan kayu yang memiliki damar. Ke dalam

kayu bakar bisa ditambahkan rempah-rempah seperti cengkeh dan akar manis

(Hariningsih, 2008). Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga

agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran

potongan daging dan jenis ikan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar.

Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam

makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar

(Hariningsih, 2008).

Asap cair mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena

adanya senyawa asam, fenol dan karbonil. Pengasapan konvensinal seperti mutu,

Page 11: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

citra rasa dan aroma yang konsisten sulit dicapai,senyawa tar terdeposit dan

apabila suhunya terlalu tinggi akan terbentuk senyawa korsinogrenik benzopiren.

Pada penggunaan asap cair fungsi yang diharapkan dari asap seperti citra rasa,

warna, anti oksidan dan anti mikrobia dapat dipertahankan sedangkan kelemahan

pengasapan konvensional dapat diatasi.

Proses pembuatan daging asap pertama-tama dengan menyiapkan larutan

curing dengan mendidihkan 1,5 L air yang sudah ditambahkan 10,7% garam dan

5,5% gula, aduk dan dinginkan. Lalu, dada ayam yang sudah disortasi bagian

lemak, tulang dll direndam dalam larutan curing selama 24 jam pada suhu 1,7 -

4,40C. Angkat ayam dari curing lalu tiriskan. Setelah itu rendam dalam asap cair

selama 10 menit dan tiriskan. Proses akhir adalah dilakukan pengeringan dengan

dimasukkan dalam oven selama kurang lebih 15 menit pada suhu 162,80C.

Tabel 5. Karakteristik Daging Ayam Asap

Parameter Setelah diberi larutan Asap cair

Setelah Jadi Daging Asap

Rasa Asin AsinAroma Bakar, Amis AmisTekstur Kenyal agak keras, kering

di bagian luarLunak +

Warna luar Krem Kuning kecoklatanWarna dalam Putih Putih kemerahan

Berat - 29,2(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa ketika sesaat setelah diberi

larutan asap cair 1%, warna dari daging ayam asap adalah krem pada bagian luar

dan putih pada bagian dalam, sedangkan warna dari daging ayam asap yang telah

jadi ialah kuning kecoklatan pada bagian luar dan putih kecoklatan pada bagian

dalam. Warna yang terbentuk pada daging asap, dipengaruhi oleh beberapa hal,

seperti komponen asap, reaksi Maillard dan perlakuan curing pada daging

sebelum pengasapan dan daging yang telah diasapkan berwarna kuning

kecoklatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariningsih (2008) bahwa kisaran

warna yang terbentuk dari proses pengasapan adalah dari kuning emas hingga

coklat tua. Pembentukan warna berhubungan erat dengan reaksi Maillard yang

terbentuk karena reaksi antara senyawa karbonil asap dengan komponen amino di

permukaan daging. Hal ini juga didukung oleh pendapat Girrard (2008) yang

Page 12: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

mengatakan bahwa pada prinsipnya semua jenis daging dapat mengalami proses

curing, tetapi yang lebih baik adalah daging sapi atau daging yang memiliki

pigmen merah karena produk akhir akan berwarna merah mahoni (kecoklatan),

warna yang diinginkan untuk daging yang diasap.

Tekstur yang dihasilkan pada daging ayam asap ini yaitu ketika ketika

sesaat setelah diberi larutan asap cair 1% yaitu kenyal agak keras, sedangkan

setelah jadi ayam asap yang telah jadi yaitu lunak. Hal ini karena dengan

penggunaan curing seperti sendawa yang termasuk sebagai bahan tambahan

pangan dapat mempengaruhi tekstur daging asap. Hal ini sesuai dengan pendapat

Putra (2008) yang mengatakan bahwa sendawa mampu mempertahankan warna,

aroma, dan tekstur selama proses pemasakan sehingga memberikan daya tarik

sensorik. Hal ini juga didukung oleh pendapat Hariningsih (2008) yang

menyatakan bahwa BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai

makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya ke dalam

pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur,

warna, rasa, kekentalan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk

mempermudah proses pengolahan. Hal ini dapat dilihat dari tujuan dilakukannya

curing yaitu untuk memperoleh produk yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan

pendapat Hariningsih (2008) bahwa curing bertujuan untuk memberikan warna

daging yang stabil, aroma, tekstur, kekenyalan, dan kelezatan yang baik.

Aroma yang dihasilkan ketika sesaat setelah diberi larutan asap cair 1%

yaitu ialah bakar, dan amis sedangkan daging ayam asap yang telah jadi beraroma

amis. Hal ini dikarenakan metode pengawetan yang dilakukan ialah metode

pengasapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Girrard (2008), yang menyatakan

bahwa pengasapan memiliki tujuan untuk pengawetan; membentuk sifat

organoleptik yang meliputi cita rasa dan aroma asap (smoky flavor), warna

spesifik (coklat mahoni), terutama pada produk-produk daging curing serta

meningkatkan keempukan daging.

5.3. Pembuatan Abon

Pada praktikum ini juga dilakukan pembuatan abon. Abon adalah makanan

yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian

Page 13: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging

yang umum digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al., 2008,

penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat

mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga  abon dapat disimpan

beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih

dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen

(Hariningsih, 2008).

Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses

penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan

yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi

dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak

goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap).

Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi.

Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya

oksidasi.Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah

asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam

lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi

lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga,

besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil,

dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Susanti, 2009).

Pada pembuatan abon digunakan berbagai macam rempah-rempah seperti

lengkuas, ketumbar, bawang merah, dll.

Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan

trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim

santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang

mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses

pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas  dengan

konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.

coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap

bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada

konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.

Page 14: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu

masak, dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu.

Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari

ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo,

1997).

Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma

pada makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah

senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami

kerusakan (Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992

merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih.

Bawang merah berfungsi sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek

antiseptik dari senyawa alliin atau alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat,

ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia.

Dalam pembuatan abon digunakan daging ayam. Daging ayam tersebut

mula-mula dibuang lemaknya terlebih dahulu, lalu potong kecil dengan ukuran

4x4 cm, setelah itu cuci bersih. Setelah dicuci, daging direbus dengan selama 30-

60 menit dengan 2 cara. Cara kedua ditambahkan lengkuas dan serai sedangkan

cara pertama tidak. Angkat dan tiriskan daging, lalu tumbuk sampai halus sambil

dipisahkan seratnya dengan garpu. Lalu tumbuk bumbu bahan yang telah

disiapkan lalu tumis diwajan, tambahkan santan dan aduk merata sebelum daging

dimasukkan, sedangkan untuk cara kedua campurkan daging terlebih dahulu

dengan bumbu yang sudah ditumbuk baru ditumis dan ditambahkan santan.

Panaskan hingga kering, angkat dan tiriskan lalu press daging dengan mesin

pengepress sampai semua minyak dan cairan keluar sehingga diperoleh abon yang

benar-benar kering

Tabel 3. Hasil Pengamatan Mutu Abon Ayam Cara I dan Cara II

No Kriteria Mutu

Cara IDaging ayam

Daging rebus

Daging masak Abon ayam

1 Warna Putih gading Putih Putih

Kecoklatan Coklat Tua

2 Aroma Amis Khas Ayam Khas Santan Khas Abon

3 Tekstur Kenyal Empuk Empuk + Renyah4 Rasa - Tawar Gurih Asin Gurih

Page 15: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

5 Berat (g) 334,1 - - 165, 3

6. Gambar - - -

Cara II

No Kriteria Mutu

Daging ayam

Daging rebus

Daging masak Abon ayam

1 Warna Merah muda pucat

Putih keabuan

Putih gading

Coklat kekuningan

2 Aroma Khas daging

Khas rempah Khas santan Khas santan

3 Tekstur Kenyal Mudah hancur

Sedikit padat Padat

4 Rasa - - Rasa santan/gurih

Gurih sedikit asin

5 Berat (g) 300 172,9

6. Gambar - - -

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan abon daging ayam terlihat

bahwa warna daging ayam yang dihasilkan pada cara I ialah putih gading pada

saat masih mentah dan setelah direbus berubah menjadi putih sedangkan pada cara

II merah muda pucat dan setelah direbus berubah menjadi putih keabuan. Setelah

selesai direbus, warna daging ayam dengan cara I lebih coklat dibandingkan

dengan abon cara II. Hal ini dapat terjadi karena terlalu lamanya daging ayam

digoreng sehingga warnanya menjadi sangat kecoklatan. Warna abon sendiri lebih

banyak dipengaruhi oleh seberapa banyak penggunaan gula dan lama

penggorengan abon itu sendiri. Umumnya abon yang baik dicirikan dengan warna

coklat kekuningan, sehingga abon yang berwarna selain itu kurang disukai.

Daging ayam cara I maupun cara II sebelum dilakukan penggorengan

memiliki rasa gurih yang diakibatkan bahan baku yang digunakan telah

ditambahkan santan sebelumnya. Setelah dilakukan penggorengan, rasa daging

ayam I berubah menjadi asin dan gurih. Rasa yang asin dan gurih ini disebabkan

oleh penambahan garam yang terlalu banyak pada saat pencampuran. Sedangkan

pada abon daging ayam cara II rasa gurih berkurang jika dibandingkan dengan

Page 16: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

rasa gurih saat dilakukan perebusan karena terdapat rasa asin yang mengalahkan

rasa santan. Hal ini juga dapat disebabkan penambahan garam yang terlalu

banyak. Kecenderungan rasa abon yang lebih disukai adalah rasa manis yang

terjadi akibat penambahan gula pada proses pemasakan.

Tekstur daging ayam sebelum diberikan perlakuan pada cara I memiliki

tekstur yang kenyal, begitu pula daging ayam cara II. Setelah dilakukan

penambahan bumbu dan perebusan maka didapatkan tekstur yang empuk pada

abon ayam cara I, sedangkan abon daging ayam cara II menghasilkan tekstur

mudah hancur. Tekstur yang dihasilkan disebabkan karena proses perebusan dan

proses pengepresan sehingga tekstur dari abon ayam tersebut mudah hancur. Pada

saat penggorengan, kadar air di dalam abon berkurang sehingga menjadi kering

dan padat lalu dilakukan pengepresan untuk mengeluarkan minyak di dalam abon

yang membuat tekstur abon menjadi semakin kering.

Page 17: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

VI. Kesimpulan

1. Hasil pengamatan menunjukan, pada saat penyembelihan darah yang

dikeluarkan hanya sedikit dan menggumpal

2. Pemotongan pada praktikum dilakukan dengan memutus saluran esofagus,

vena jugularis, dan arteri karotis

3. Setelah pencabutan bulu dilakukan pembersihan dan dilakukan

pembuangan jeroan juga karkasing.

4. Karkasing dilakukan dengan memisahkan bagian kepala, ekor, dan ceker.

5. Bau yang dihasilkan adalah bau amis.

6. Serat yang dihasilkan adalah serat halus, karena serat unggas itu halus.

7. Perlakuan pengasapan pada daging ayam dapat menghasilkan karakteristik

warna, rasa, aroma dan tekstur yang lebih disukai dibanding daging ayam

segar.

8. Perlakuan penyimpanan daging asap cukup berpengaruh terhadap

karakteristiknya terutama penampakan luar daging.

9. Abon sapi dengan cara 2 memberikan rasa yang paling gurih, tidak terlalu

asin dan mendekati abon seperti biasanya

Page 18: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada University Press.

Ensminger. 1998. Poultry Science. The Institute Printer and Publisher, Denvile. P. 10-11 Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. Clermont Ferrand. Ellis Horwood, New York.

Hariningsih, D. 2008. Teknologi hasil pangan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Hayse, P.L. and W.W. Merion. 1973. Eviscerated Yield Components Part and Meat Skin Bone Ration in Chicken Broiler. Poultry Science.

Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press,. Jakarta

Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Florida.

Parry J. W. 1989. Spices, Morphology, Histology, Chemistry. Vol. II. Chemical Publ. Co., Inc., New York.

Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

Putra, R.P., 2008. Waspadai pembentukan nitrosamin pada daging yang diawetkan dengan sendawa. Available at http://www.kendariekspress.com. ( Diakses 27 November 2015)

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sudarmono, A.S dan Sugeng, Y.B., 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 19: Laporan Teknologi Daging

Subhan Aristiadi 240210110021

Susanti, S. 1991. Perbedaan karakteristik fisikokimiawi dan histologi daging sapi dan daging ayam. IPB, Bogor.