Upload
tanniairawan
View
63
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bronkhiolitis
Citation preview
22
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan
menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Arfi Syamsun,
Sp. KF, M.Si.Med sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam
melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-
teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.
Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-
kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena
kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat
menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Mataram, 14 Juni 2013
Penyusun
22
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………. 1
Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 2
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………….... 3
1.1. Skenario………………………………………………………………... 3
1.2. Learning Objective (LO)……………..…………………………. ……. 3
1.3. Mind Map……………………………………………………………… 4
BAB II : PEMBAHASAN ………….………………………………………….. 5
BAB III : PENUTUP ……………………………………………………………50
Kesimpulan…………………………………………………………………..50
Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 51
22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. SKENARIO 1
Poor Baby
A 4 month old male infant was brought to emergency room because of shortness
of breath. His mother informed that the shortness of breath appeared 3 hours ago
and were getting worse. The baby’s breathing sounded like crackles, he cried
and wailed all the time, and less breastfed. Five days ago, the baby got dry
cough, runny nose, and mild fever. There was no history of breath shortness
before. From the physical examination in the emergency room, the infant looked
weak, temperature 390C, respiratory rate 64x/minute, intercostal retraction +/+,
rhonchi +/+. wheezing +/+.
1.2. LEARNING OBJECTIVES
1. Diagnosis banding (definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, faktor
resiko, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis)
2. Analisis Skenario
22
1.3. MIND MAP
Bayi, laki-laki 4 bulan
Diagnosis
IGD
Px Fisik :
KU : Lemah
Suhu 39oC
RR 64x/mnt
Retraksi interkostals
Ronki dan wheezing +/+
Px Penunjang
Sesak nafas 3 jam yang lalu dan semakin memburuk
Terdengar bunyi crackles dan rewel
Sedikit minum ASI
Batuk kering, pilek dan demam ringan 5 hari yg lalu
Penatalaksanaan
22
BAB II
PEMBAHASAN
1.4. BRONKIOLITIS
Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
bagian bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya,
infeksi tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis ditandai dengan episode
pertama wheezing pada bayi yang di dahului dengan gejala infeksi saluran
napas.Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi.
Paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya pada usia 2-8 bulan.
95% kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di
antaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Orenstein
mengatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki
berusia 3-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan
padat penduduk. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-
negara berkembang daripada di negara-negara baju. Hal ini mungkin
disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan
medis, serta kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka mortalitas
di Negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.
1.4.1. Etiologi
Sekitar 95% dari kasus-kasus tersebut secara serologi terbukti
disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutksn pula beberapa
penyebab lain seperti Adenovirus, virus Influenza, virus Parainfluenza,
Rhinovirus, dan mikoplasma, tetapi belum ada bukti kuat bahwa
bronkiolitis disebabkan oleh bakteri.
1.4.2. Patofisiologi
22
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons
inflamasi akut, ditandai dengan osbstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi
mucus, timbunan debris seluler/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian
diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema summukosa.
Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter
penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan
memeberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang
memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus
meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran
respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air
trapping dan hiperinflasi. Atelektasis dapat terjadi pada saat terjadi
obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.
Proses patologis ini akan menggangu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan
menyebakan terjadinya hipoksemia dan kemudia terjadi hipoksia jaringan.
Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen
arteri. Kerja pernapasan (work of breathing) akan meningkat selama end-
expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun.
Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60 x/menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan
diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh
makrofag.
1.4.3. Manifesktasi Klinis
Geajala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti
pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul
batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan
wheezing , sinosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah
batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan.
22
1.4.4. Diagnosis
1.4.4.1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada nak yang mengarah ke diagnosis
bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di
atas 38,5°C. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan
faringitis.
Obstruski saluran respiratori bawah akibat respons inflamasi akun
akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing.
Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi
obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi
interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan
auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala menghebat,
dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.
a. Pemeriksaan laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah
leukosit biasanya normal, demekian pula dengan elektrolit. Analisis
gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berta,
khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik.
Pada foto rontgen toraks didaptkan gambaran hiperinflasi dan
infiltrate (patchy infiltrates), tetapi gambaran ini tidak spesifik dan
dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan
aspirasi. Dapat juga ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada
saat konvalenens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang
menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter
antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus,
rapid antigen detection tests (direct immunofluoresense assay dan
enzyme-linked immunosorbent assays, ELISA) atau polymerase
chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut
dan konvelesens.
Beratnya penyakit ditentukan berdarkan skala klinis. Digunakan
berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Asseessment
22
Instrumen (RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju
pernapasan/respiratory rate (RRI), usaha napas, beratnya wheezing,
dan oksigenasi.
Skala klinis yang digunakan Abul-Ainine dan Luyt adalah:
1. Respiratory Rate (RR) ; dihitung manual, baik dengan palpasi
dan melihat gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua
kali penghitungan dan diambil rata-ratanya.
2. Heart Rate (HR) : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima
kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.
3. Saturasi O2 : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali
selama pengamatan 1 menit dan diambil rata-ratanya.
4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI
menurut Lowell dkk.
5. Status aktivitas bayi (empat tingkat: tidur, tenang, rewel, dan
menangis).
Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis
sebagai berikut :
1. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel).
2. Penggunaan otot bantu napas : skor 0 (tidak ada retraksi) hingga
3 (retraksi berat).
3. Wheeezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat
inspiratorik dan ekspiratorik).
1.4.5. PENATALAKSANAAN BRONKIOLITIS
22
1. Pemberian oksigen untuk mempertahankan saturasi 92-96%, lebih baik via humidifier :a. Kanul nasal dengan aliran 2 lpm.b. Menggunakan head box bila kebutuhan oksigen tinggi.Bila keadaan sudah pulih, pemberian oksigen harus disapih setiap 4 jam untuk mempertahankan saturasi.
2. Penunjang respirasi dengan CPAP (Continous Positive Airway Pressure) atau ventilasi yang diatur di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
3. Nutrisi dan Hidrasia. Pemberian susu yang sedikit namun sering setiap 2-3 jam.b. Pemberian nutrisi lewat nasogastric atau orogastric bila
dibutuhkan. Diindikasikan untuk yang tidak dapat intake secara oral.
c. Cairan intravena diindikasikan jika anak muntah atau severe respiratory distress yang memburuk bila diberikan makanan.i. 0.45% salin (konsentrasi minimal) dan D5% dengan KCL
10mmol/500mlsii. 75% ‘maintenance’ requirements.iii. Cek urin dalam 24 jam dari tindakan awal, untuk melihat
kelebihan cairan hiponatraemic.4. Terapi Obat
Jangan meresepkan bronkodilator, antibiotik, dan steroid secara rutin.a. Bronkodilator – hanya memberikan efek jangka pendek. Bila tidak
ada perbaikan klinis dalam 20 menit, lebih baik hentikan pemberian bronkodilator.
b. Antibiotik – tidak diindikasikan secara rutin.c. Steroids (inhalan atau oral) – tidak ada bukti dalam manfaat steroid
dalam pencegahan wheezing.d. Ribavirin – tidak direkomendasikan untuk penggunaan secara
rutin.e. RSV immunoglobulin – direkomendasikan untuk penggunaan
secara rutin.5. Fisioterapi – tidak ada bukti yang menyatakan kegunaan dari
fisioterapi dada
Kriteria Dipulangkan : Stabil dan membaik
22
SpO2 >92% dalam udara dalam 8-12 jam termasuk saat tidur Pasokan nutrisi adekuat (> 2/3 makanan normal) Keluarga merasa mampu untuk merawat.
Edukasi dan Saran Saat Dipulangkan : Menahan diri untuk tidak merokok Gejala dapat terjadi dalam 10-14 hari Infeksi ulang dapat terjadi Peningkatan risiko wheezing setelah bronkiolitis
22
1.4.6. Prognosis
Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut barat
pada bayi akan berkembang menjadi asma. Suatu studi kohort menemukan
bahwa 23% bayi dengan riwayat bronkiolitis berkembang menjadi asma
pada usia 3 tahun. Jadi, karena bayi yang terkena bronkiolitis dihubungkan
dengan asma, maka keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid
mungkin dapat mengurangi prevalens asma pda anak dari kelompok
pengobatan.
22
1.5. PNEUMONIA
Pneumonia merupakan inflamasi pada parenkim paru dimana asinus terisi
dengan cairan radang, dengan atau tanpa infiltrasi sel radang ke interstitium.
Pneumonia disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur, ataupun parasit.
Inflamasi yang disebabkan non-mikroorganisme disebut pneumonitis.
Pneumonia dapat juga diklasifikasikan berdasarkan waktu-tempat terjadinya
infeksi. Pneumonia komuniti didapatkan di lingkungan hidup normal penderita
dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif. Pneumonia nosokomial
didapatkan dalam periode 72 jam pasca masuk ke rumah sakit, yang biasanya
disebabkan oleh bakteri gram negative. Tetapi, pada masa sekarang infeksi gram
negative dapat juga menjadi causa dari pneumonia komuniti. Pneumonia dapat
juga terjadi karena aspirasi cairan saluran napas atas, dan pada penderita
imunokompromise.
1.5.1. Patogenesis
Pneumonia terjadi karena ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan. Cara mikroorganisme masuk diantaranya
1. Inokulasi langsung
2. Hematogen
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi permukaan mukosa
Kolonisasi merupakan cara masuk yang paling sering terjadi, yang
biasanya terjadi kolonisasi di bakteri, yang kemudian teraspirasi. Secara
perinhalan pada infeksi virus, mikroorganisme atipik, infeksi mikobakteria,
atau jamur.
Kuman yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edemadari seluruh alveoli disusul
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis dari eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibody. Sel-sel PMN mendesak
22
bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit lain melalui
psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit.
Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri, maka akan terdapat
4 zona pada daerah parasitic :
1. Zona luar : alveoli yang terisi dengan kuman dan cairan edema
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari sel-sel PMN dan beberapa
eksudasi cairan sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah dimana terjadi fagositosis yang
aktif dengan jumlah sel PMN yang banyak
4. Zona resolusi : daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit, dan alveolar makrofag
Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan disebut “red
hepatization”, sedangkan daerah konsolidasi yang luas disebut “gray
hepatization”.
Pneumonia dapat terjadi pada satu lobus paru (pneumonia lobaris),
bronkopneumonia (pada satu lobuler, pada anak umumnya), dan pneumonia
interstitial.
1.5.2. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari pneumonia berupa demam, dapat mengigil,
dengan suhu yang dapat mencapai >40oC, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas, dan nyeri dada. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan ketertinggalan bagian paru yang sakit,
fremitus palpasi mengeras, perkusi redup, suara napas yang terdengan
bronkovesikuler sampai bronchial, yang disertai ronki basah halus yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
22
1.5.3. Diagnosis
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran infiltrate sampai
konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
interstisial serta gambatan kavitas. Foto toraks tidak dapat
memnentukan penyebab, tetapi petunjuk kearah diagnosis etiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/μl dan terjadi pergeseran
leukosit ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah, serologi dan
analisis gas darah.
Pengobatan pada pneumonia berupa terapi antibiotic tanpa menunggu
hasil kultur (terapi empiris karena dapat mengancam jiwa, kuman yang
diisolasi bukan penyebab pneumonia, dan pembiakan membutuhkan waktu.
1.5.4. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan berupa antibiotika spectrum luas, dengan
golongan penisilin dan sulfa untuk lini pertama, golongan sefalosporin
generasi tiga, makrolid, dan fluorokuinolon untuk lini kedua.
1.1. BRONKITIS AKUT
Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya,
yang mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Walaupun
diagnosis bronkitis sering merupakan diagnosis yang sering dibuat, pada anak
keadaan ini agaknya bukan merupakan suatu penyakit tersendiri tetapi
22
merupakan akibat dari beberapa keadaan lain pada saluran napas atas dan bawah.
Etiologi
Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi
udara, alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur.
Virus merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya
(10%) oleh bakteri. Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza
A dan B, Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus,
adenovirus dan corona virus. Bronkitis akut karena bakteri biasanya
dikaitkan dengan Mycoplasma pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis,
Bordatella pertusis, Corynebacterium diphteriae, Clamidia pneumonia,
Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis, H. influenza, Penyebab
lain agen kimia ataupun pengaruh fisik.
1.5.5. Diagnosis
1.5.5.1. Anamnesis
Anamnesis dapat ditemui adanya demam, nyeri kepala, nyeri otot
selama 3-4 hari diikuti dengan batuk. Pada awalnya batuk bersifat
kering dan keras, kemudian berkembang menjadi batuk yang
produktif, dahak bisa jernih atau purulen. Batuk biasanya berlangsung
7-10 hari, tetapi dapat juga berlangsung samnpai 3 minggu. Pada anak
kecil susah untuk mengeluarkan dahak yang lengket dan kental dapat
merangsang muntah, pada anak yang lebih tua keluhan utama dapat
berupa batuk produktif,, nyeri dada pada keadaan yang lebih berat.
Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila gejala
dan tanda klinis menetap sampai 2-3 minggu,perlu dicurigai adanya
proses kronis atau terjadi infeksi bakteri sekunder.
1.5.5.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring,
atau faring hiperemis.Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas
batuk, pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium
22
diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak
terlalu lengket akan terdengar ronki basah.
1.5.5.3. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil
definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak
diperlukan bila etiologi bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan
terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada
bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena sebagian
besar penyebabnya adalah virus.
Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan
bronkial meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkan adanya
penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu
dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat. Jika dicurigai adanya
asma sebagai penyakit yang mendasari, uji fungsi paru perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan.
1.5.6. Terapi
Penderita tidak perlu dirawat inap kecuali ada indikasi seperti
dehidrasi atau penyempitan bronkus yang berat.
1.5.6.1. Medikamentosa
Antibiotik tidak direkomendasikan secara rutin pada bronkitis
akut, bahkan pemberian antibiotik dengan indikasi untuk pencegahan
superinfeksi saluran napas bawah tidak memberikan keuntungan.
Bronkodilator agonis b2 seperti salbutamol dapat memberikan
manfaat untuk mengatasi batuk, utamanya pada keadaan yang disertai
dengan tanda-tanda bronkokontriksi. Pemberian salbutamol dengan
dosis 0,1 mg/kgBB/kali.akan mengurangi batuk dalam 7 hari, lebih
baik dibandingkan pemberian antibiotik,
Analgesik & antipiretik bila diperlukan dapat diberikan. ,
Pemberian antitusif tidak direkomendasikan, mukolitik, dan
ekspektoran,walau belum cukup bukti klinis yang kuat, dapat
22
dipertimbangkan diberikan bila batuknya efektif dan pada anak diatas
2 tahun.
1.5.6.2. Suportif
Terapi bronkitis akut sebagian besar bersifat suportif. Diperlukan
istirahat dan asupan makanan yang cukup, kelembaban udara yang
cukup serta masukan cairan ditingkatkan.
1.5.6.3. Pemantauan
Anak-anak dengan bronkitis akut berulang harus dinilai secara
seksama untuk menemukan kemungkinan adanya anomali-anomali
pada saluran napas, benda asing, bronkiektasis, imunodefisiensi,
tuberkulosis, alergi, sinusitis, tonsilitis, adenoiditis, serta fibrosis
kistik.
1.1. ASMA
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea
dan bronkus oleh berbagai macam sebab disertai timbulnya penyempitan luas
saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya.Pada masa
kanak-kanak, asma merupakan penyebab utama penyakit kronis. Sebanyak 10-
15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan dapat menderita asama dimasa
kanak-kanank. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang terserang
lebih bnyak darpada anak perempuan.Asma dapat menyebabkan gangguan
psikoododial pada keluarga. Namun dengan pengobatan yang tepat, gejala dapat
dikecilkan kemungkinannya untuk timbul kembali dikemudian hari.Epidemiologi
• Prevalensi penderita asma meningkat dari tahun ke tahun.
• Diperkirakan ada 7,2% (6% diantaranya diderita oleh orang dewasa
dan 1,0% lainnya pada anak-anak).
• Hasil prevalensi tersebut bervariasi. Di Indonesia ada sekitar 3%
penderita asma pada anak 6-7 tahun dan 5,2% pada usia 13-14 tahun.
Berdasarkan survei dari laporan National for health Statistic (NHCS)
pada tahun 2003, serangan asma pada anak usia 0-17 tahun sebanyak 57 per
22
1000 dari jumlah anak total sekitar 4,2 juta jiwa dan orang dewasa diatas 8
tahun diperkirakan sekitar 38 per 1000 dari 7,8 juta jiwa.
Asma dapat timbul pada segala umur. Sekitar 30% penderita bergejala
pada umur 1 tahun, sedang 80-90% anak asma mempunyai gejala pertama
sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang
hanya mendapat serangan ringan sampai sedang yang relatif mudah
ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut.
1.5.7. Etiologi
Sampai saat ini asma pada anak belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Namun, menurut perkiraan penyebab salah satunya adalah
faktor keturunan. Diketahui ada sekitar 80 gen yang berhubungan dengan
asma. Salah satunya gen ADAM-33 (a disintegrin and metalloprotease),
gen yang ditemukan sekitar tahun 2002. selebihnya, penyebab pastinya
belum dapat dipastikan meskipun telah dilakukan banyak penelitian oleh
para ahli.
1.5.8. Patofisiologi
Asma pada anak terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas
dan hiperkaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lainnya.
Dengan adanya bahan iritasi otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi
tubuh muncul (immunoglobulin E atau IgE) dengan adanya alergi. IgE
dimunculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen
menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lain. Mediator
tersebutlah yang memberikan gejala asma.
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatna volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pada
22
pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru
total (KPT).
Keadaan hiperinflasi bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot bantu nafas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas
dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Eksirasi Paksa detik
pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) sedangkan penurunan KVP
(Kapasitas Vital Paru) menggambarkan derajat hiperinflasi paru,
penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas yang besar,
sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di
saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas yang kecil gejala batuk
dan sesak lebih dominan dibanding mengi.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata diseluruh bagian
paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehinggan darah
kapiler yang melalui daerah trersebut mengalami hipoksemia. Penurunan
PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis.
Untuk mengatasi kekurangan oksigen. Tubuh melakukan
hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya
pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehinggan PaCO2 menurun yang
kemudian menimbulkan alkalosis. Pada seranagn asma yang lebih berat
lagi banyak saluran nafas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak
memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan
hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat serta terjadi
peningkatan produksi CO2. peningkatan produksi CO2 yang disertai
dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2
(hiperkapnia) dan terjadi asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah
paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu perdaran darah tanpa
melalui unti pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk
hiperkapnia. Dengan penyempitan saluran nafas pada asma akan
menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
1.) Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi.
22
2.) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak
setara dengan sirkulasi darah paru.
3.) Gangguan difusi gas ditingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan
mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada
tahap yang lanjut.
1.5.9. Diagnosis
Mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal
untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perku dipertimbangkan
kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk
sebagai satu-satunya tanda, dan pada saaat diperiksa tanda mengi, sesak dan
kain-lain tidak timbul. Asma sulit didiagnosis pada anak dibawah 3 tahun.
Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaaan faal/fungsi paru
sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow
meter , atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji
provokasi bronkus dengan hiistamin, metakolin, latihan (exercise), udara
kering dan dingin, atau dengan NaCI hipertonis. Pemeriksaan ini berguna
untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara:
•Variabilitas pada PFR (Peak Flow Rate) atau FEV1 (Forced
Expiratoory Volume in 1 second) kurang lebih 15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penururnan)
hasil PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan
variabilitas mingguan yang pemeriksaaanya berlangsung kurang lebih 2
minggu.
•Reversibilitas pada PFR ata FEV1 kurang lebih 15%
Reversibilitas adalah perbedaan nilain (peningkatan) PFR atau FEV1
setelah pemberian inhalasi brronkodilator.
•Penurunan kurang lebih 20% pada FEV1 setelah provokas bronkus
kerna selain mendukung diagnosis, juga mengetahui kkeberhasilan tata
laksana asma. Pada anak dengan tanda gejala asma yang jelas, serta respon
22
terhadapa pemberian obat asma baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan
diagnostik lebih lanjut.
1.5.10. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan
suara nafas yang berbunyi, dimana saringnya gejala ini timbul di pagi hari
menjelang waktu subuh. Hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon
kosrtisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya.
Penderita sama akan mengeluhkan sesak nafas karena udara waktu bernafas
tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal
ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi pada saat bernafas. Pada
penderita tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlabihan
dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mngeluarkan dahak tersebut.
Salah sati ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar serangan.
Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita
(batuk, sesak nafas, bahkan sampai seperti tercekik), tetapi di luar serangan
dia sehat-sehat saja. Inilah salah satu hal yang membedakan dengan
penyakit lain.
1.5.11. Tata Laksana
Nilai Derajat Serangan(sesuai tabel)
Tata Laksana awal:*nebulisasi β–agonis 1-3x, selang 20 menit*nebulisasi ketiga + antikolinergik*jika serangan berat, nebulisasi 1x
22
- ANALISIS SKENARIO
Serangan Ringan(nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang)• Observasi 1-2 jam• Jika efek bertahan,
boleh pulang• Jika gejala timbul
lagi perlakukan sebagai serangan sedang
Serangan Sedang(nebulisasi 2-3x, respons parsial)• Berikan oksigen• Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruang rawat sehari.
• Pasang jarul parenteral
Serangan Berat(nebulisasi 3x, respons buruk)• Sejak awal beri O2
saat/ di luar nebulisasai• Pasang jalur
perenteral• Nilai ulang gejala
klinis, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di ruang rawat inap
• Bekali dengan obat β-agonis (hirupan/oral)
• Jika sudah ada obat pengendali, teruskan
• Jika infeksi virus sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral
• Dalam 24-48jam, kontrol rawat jalan untuk evaluasi
• Oksigen teruskan• Berikan steroid oral• Nebulisasi tiap dua
jam• Bila dalam 8-12 jam
perbaikan stabil, boleh pulangjika dsalam 12 jam klinis belum membaik, alih rawat ke ruang rawat inap (dirujuk)
• Oksigen diteruskan.• Steroid IV tiap 6-8 jam.
Nebulisasi tiap 1-2 jam• Aminofilin IV awal,
lanjutkan rumatan• Jika membaik interval jadi
4-6 jam• Jika dalam 24 jam
perbaikan klinis stabil, boleh pulang
• Jika dengan steroid dan aminofilin perenteral tidak membaik, timbul ancaman henti nafas, alih rawar ke ruang rawat intensif
CatatanJika menurut penilaian serangan berat, nebulissasi cukup 1 kali langsung dengan β agonis + antikolinergik.
Menginfeksi saluran nafas
Masuk ke tubuh manusia melalui saluran nafas
Merangsang system imun untuk melawan infeksi
Inflamasi
Mempengaruhi termoreseptor di hipotalamus
Edema
Pelepasan mediator inflamasi (histamine, prostaglandin, serotonin, tromboksan)
Nyeri tenggorokan
Respon nyeri pada SSP
Ganggun perfusi jaringan
HipoksemiaHipoksia
Inefektif pola pernapasan
RR ↑
Otak belakang (pons dan medulla oblongata) merespon ↑ pernapasan
Sesak
Ventilasi terganggu
Inefektif kebersihan jalan nafas
Penyemintan lumen saluran nafas
Mikroorganisme
Set point ↑
Suhu tubuh ↑
Hipertermia
Vasodilatasi pembuluh darah
Permeabilitas pembuluh darah ↑
Kehilangan cairan aktif
Metabolisme ↓
Nafsu makan ↓
Intake nutrisi ↓
Jaringan kekurangan nutrisi
Suplai nutrisi ke jaringan ↓
Kelemahan
Dehidrasi
Kehilangan volume cairan
Penumpukan cairan di paru
Ronki dan wheezing
Otot bantu pernapasan
Retraksi intercostal
Reflex batuk
22
-
BAB III
PENUTUP
22
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
22
Adams GL, Boies LR, Higler PA, editors. Boies Fundamentals of
Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia, PA: WB Saunders Company.
Behrman RE, Jenson HB. 2004. Nelson Pediatrics. 17th Edition. WB Saunders:
New York.
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak.
Badan Penerbit IDAI: Jakarta.
Supardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD,editor. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher edisi 6. Balai
Penerbitan FKUI: Jakarta.
Guideline composed by Dr. N.D. Archer, August 2009. Guidelines for the management of bronchiolitis in children. http://www.bristolpaedresp.org.uk/Guidelines/Bronchiolitis%20guidelines%20rev.4.pdf
Author: Dr Raewyn Gavin.June 2010. BRONCHIOLITIS. Starship Children’s Health Clinical Guideline. http://www.adhb.govt.nz/ starship clinicalguidelines/_Documents/Bronchiolitis.pd f