41
Laporan Kasus DHF Oleh : Muhammad Arief I1A011077 Shinta Putri F I1A011078 Dian Septiana I1A011079 Ikhwanda Angga L I1A011080 Muhammad Rizky Tri Aditya I1A011081 Ahmad Maulana Putha I1A011082 Silvia Manurung I1A011083 Alvisha Nadhila R I1A011084 Pembimbing : Dr. dr. Eddy Hartoyo, Sp.A(K) 1

Lapsus Dhf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tes

Citation preview

PENDAHULUAN

Laporan Kasus

DHF

Oleh :

Muhammad Arief I1A011077Shinta Putri F I1A011078Dian Septiana I1A011079Ikhwanda Angga L I1A011080Muhammad Rizky Tri Aditya I1A011081Ahmad Maulana Putha I1A011082Silvia Manurung I1A011083Alvisha Nadhila R I1A011084

Pembimbing :

Dr. dr. Eddy Hartoyo, Sp.A(K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM RSUD ULINBANJARMASINJanuari, 2015PENDAHULUANDengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini terdiri dari 4 serotipe yakni DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.1DHF menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak, tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak-anak di bawah 15 tahun. DHF yang disertai dengan perdarahan dapat menimbulkan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian. 2DHF merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini tampak dari kenyataan bahwa seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum di seluruh Indonesia. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DHF di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang, sedangkan diprovinsi Kalimantan Selatan selama periode Januari-April 2006 tercatat 51 orang warga menderita demam berdarah dengue dan dua orang balita meninggal dunia. 3,4 Berikut akan dilaporkan sebuah kasus Observasi Dengue Hemorrhagic Fever pada seorang anak laki-laki berumur 9 bulan 10 hari yang dirawat di Ruang Anak RSUD Ulin Banjarmasin.

11

TINJAUAN PUSTAKAI. DefinisiDHF adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue tipe I-IV dengan manifestasi klinis demam 2 7 hari disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi. Pada keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan penderita jatuh dalam keadaan syok akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut Dengue Shock Syndrome (DSS).4

Bagan 1. Dengue virus infection.14II. EtiologiPenyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN). Virus ini terdiri atas 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. 5Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri, tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6 11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 7,7 % untuk tingkat protein. Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan variasi dalam sifat biologis dan antigenitasnya. 5Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari protein envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 NS-5. Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein non-struktural yang paling berperan adalah protein NS-1. 6Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia (makhluk vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue didalam darahnya (viraemia). Virus yang sampai kedalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri/kembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam kulit tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. 7, 8Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup, maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. 7, 8 III. EpidemiologiSejak Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DHF di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)1. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003)1. Tidak tertutup kemungkinan peningkatan jumlah kasus dan angka kematian yang cepat disebabkan oleh virus dengue jenis baru karena dengue adalah virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai genomnya). Virus RNA bermutasi jauh lebih cepat dibanding dengan virus DNA. 9IV. Mortalitas / MorbiditasMorbiditas penyakit DHF menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis. Disetiap negara penyakit DHF mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Demam berdarah dengue termasuk self-limiting disease dengan angka mortalitas yang sangat rendah. Dengan penanganan yang benar, angka mortalitas DBD sebesar 5%, dan bila tidak dilakukan penangan maka angka mortalitas DHF meningkat sampai dengan 50%. 10, 11V. Patogenesa Dengue Hemorrhagic Fever Menurut sejarah perkembangan patogenesis DHF kurun waktu hampir seratus tahun ini dapat dibagi menjadi dua teori patogenesis, yaitu: pertama, virus dengue mempunyai sifat tertentu, dan yang ke dua, pada manusia yang terinfeksi mengalami suatu proses imunologi yang berakibat kebocoran plasma, perdarahan, dan pelbagai manifestasi klinik. Dapat pula kemungkinan patogenesis campuran dari kedua mekanisme tersebut. 13Patogenesis DHF belum sepenuhnya dapat dipahami, namun terdapat dua perubahan patofisiologis yang mencolok, yaitu : 12, 131) Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia, dan terjadinya syok. Pada DHF terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).2) Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni, dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Infeksi virus dengueDemam, anoreksia, muntahManifestasi perdarahanhepatomegalitrombositopeniaDehidrasi Permeabilitas vaskular naikKebocoran plasma: hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, dan asites.hipovolemiasyokanoksiameninggalPerdarahan saluran cerna

Bagan 2. Patogenesa infeksi virus dengue.

Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan the secondary heterologous infection hypothesis dapat dilihat pada bagan 3. Hipotesis ini menyatakan bahwa DHF dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Akibat infeksi ke-2 oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limf osit imun dengan menghasilkan titer tinggi antibodi Ig G anti dengue. 15 Secondary Heterologous Dengue infectionVirus replicationAnaphylatoxin (C3a C5aVirus antibody complexAnnamnestic antibody responseComplement activationComplement histamin level in 24 hours urine vascular permeabilityLeakage of plasmaHt Na+ Fluid in the serous cavitiesSHOCKHypovolemia Anoxia Acidosis > 30% in shock cases 24 48 hours Bagan 3. Patogenesis syok pada Dengue Hemorrhagic Fever.

VI. Klasifkasi KlinisDerajat penyakit DHF dalam 4 derajat, yaitu sebagai berikut:14Derajat 1: demam diikuti gejala tidak khas. Satu-satunya tanda perdarahan adalah tes torniquet positif atau mudah memar. Derajat 2: gejala derajat 1 ditambah dengan perdarahan spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain. Derajat 3: terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah , hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah. Derajat 4: terjadi syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diperiksa.VII. Diagnosis.5, 13, 15Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).Kriteria Klinis1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 1-7 hari.2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan : Petekia, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi Hematemesis dan atau melena Hematuria Uji tourniquet positif3. Pembesaran hati (hepatomegali). 4. Manifestasi syok / renjatanKriteria Laboratoris :1. Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)2. Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit > 20%) Ditemukannya dua atau tiga gejala klinis yang disertai dengan trombositopenia dan peningkatan hematokrit dapat digunakan sebagai dasar untuk menegakkan diagnosa demam berdarah dengue.VIII. Diagnosis BandingDiagnosis banding mencakup demam chikungunya,malaria dan tipoid 16, 17IX. PenatalaksanaanPenatalaksanaan DHF tanpa penyulit antara lain :17, 18, 191. Tirah baring2. Makanan lunak. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar ditambah dengan garam saja.3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya bukan dari golongan asetosal dan ibupropen.4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder.

Terapi cairan DHF derajat II : 19

Inisial kristaloid 6 cc/kgbb/jamSelama 1-2 jam

MembaikTidak Membaik

Naikkan 10cc/kgbb/jamKristaloid selama 2 jamTurunkan 3cc/kgbb/jamKristaloid selama 6-12 jam

Tidak MembaikMembaikMembaik

Turunkan 6cc/kgbb/jam kemudian 3cc/kgbb/jamHentikan setelah 48 jamHentikan cairan IVdalam 24 jam

Hematokrit turunHematokrit naikTransfusi darah10cc/kgbb/jamselama 1 jamIV koloid Dextran 40 atau plasma 10cc/kgbb/jamselama 1 jamGanti dengan kristaloidTurunkan 10 ke 6 ke 3cc/kgBB/jamDan hentikan setelah 48 jam

Membaik

Monitor vital sign tiap 4-6 jam Monitor hematokrit dan trombosit minimal tiap hari Balans cairan ketatKriteria membaik dan tidak membaik:Membaik :1. Tidak gelisah2. Nadi kuat3. Tekanan darah stabil4. Diuresis cukup (12 ml/kgbb/jam)5. Ht turun (2 kali pemeriksaan)Tidak Membaik1. Distress pernafasan2. Frekuensi nadi meningkat3. Hematokrit tetap tinggi/meningkat4. Tekanan darah 7 hari dengan tipe stepladder temperature. Uji serologi Widal dilakukan untuk memastikan sekaligus menyingkirkan tifoid sebagai diagnosa pada kasus ini. 22Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40celcius). Demam ini hanya berlangsung untuk 2-7 hari. Dikenal istilah pola demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari kemudian sempat turun mendadak menjadi normal, disertai dengan berkeringat banyak dan keadaan tampak lemah. Kemudian suhu naik lagi dan baru turun kembali saat fase penyembuhan (gambaran kurva panas seperti pelana kuda)6,22, . Gambar.1 Pola Demam BifasikPola demam pada kasus ini timbulnya mendadak dan tinggi. Lima jam sebelum masuk RS, penderita dibawa ke dokter yang kemudian dirujuk ke RSUD ULIN. Saat dibawa ke dokter sampai dirujuk ke UGD RSUD ULIN panas anak sempat turun tanpa pemberian antipiretik, tetapi anak masih terlihat lemah. Ketika anak sampai di ruangan Anak RSUD ULIN, pola demam bifasik yang menurut teori akan naik kembali setelah turun mendadak hampir tidak ditemukan pada kasus ini. Hal ini dapat disebabkan karena anak telah mendapatkan antipiretik sehingga suhu badan dapat dijaga tetap dalam batas yang normal. Sedangkan pada kepustakaan yang lain dikatakan bahwa bentuk kurve ini tidak ditemukan pada semua penderita DHF sehingga tidak dapat dianggap patognomonik. 22Pasien mendapatkan terapi sesuai standar pelayanan medis anak penderita DHF grade II, yaitu dengan pemberian cairan parenteral berupa RL sebanyak 6 cc/KgBB/jam selama 2 jam. Dilihat dari tanda vital yang membaik dan perdarahan gastrointestinal tidak ada lagi, maka terapi cairan diturunkan menjadi 3 cc/KgBB/jam selama 6 jam. Selanjutnya diteruskan dengan 3 cc/KgBB/jam sebagai maintenance. Sebagai terapi suportif, anak dianjurkan untuk minum banyak , tirah baring, dan pemberian antipiretik parasetamol jika suhu badan meningkat. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit juga dilakukan minimal tiap 24 jam.19 Pada hari pertama perawatan, anak di ruang observasi, didapatkan hepatomegali 2 cm di bawah arcus costae dan 2 cm di bawah processus xypoideus. Hepatomegali tidak berkorelasi dengan berat ringannya penyakit, tetapi banyak dijumpai pada keadaan syok. Selama follow tiap 6 jam di ruang observasi, pasien tidak mengalami demam. Frekuensi nafas, tekanan darah dan nadi juga dalam rentang nilai normal. Anak tidak ada BAB berwarna hitam lagi, akan tetapi petechiae masih terlihat di bagian volar lengan kiri. Hal hal ini merupakan manifestasi klinik terjadinya perdarahan oleh karena kelainan hemostasis. 23Pada hari kedua perawatan tanda vital dalam kisaran normal, keadaan umum juga membaik dilihat dari hilangnya petechiae, tidak adanya nyeri perut , sudah mulai BAK serta pada palpasi abdomen, hepar sudah tidak teraba. Sayangnya anak masih malas makan. Selain mendapatkan terapi cairan maintenance 3 cc/KgBB/jam, antipiretik parasetamol (jika demam), anak juga mendapatkan antibiotik Ampicillin 3x500mg tiap 6 jam. Antibiotik diberikan jika terdapat kekhawatiran terjadinya infeksi sekunder.19

Gambar 2. Grafik Nadi, suhu, dan Frekuensi Pernafasan Selama Follow UpMulai hari ketiga sampai hari ke lima perawatan tanda vital dalam kisaran nilai normal. Keadaan umum anak semakin membaik.Terlihat dari nafsu makan anak yang mulai meningkat, anak sudah mulai BAB seperti biasa (berwarna kuning). Anak juga tidak ada demam 1x24 jam tanpa pemberian antipiretik. Pemeriksaan laboratorium yang penting ialah hemokonsentrasi dan trombositopeni. Dari hasil pemeriksaan darah rutin, trombosit terus mengalami peningkatan sampai mencapai nilai normal pada hari ke-3 dan ke-4 perawatan. Hal ini menggambarkan kelainan hemostasis pada DHF berupa agregasi trombosit mulai mengalami perbaikan.

Gambar 3. Grafik Nilai Trombosit /HariBukti adanya kebocoran plasma karena meningkatnya permeabilitas vaskuler dapat diketahui dari adanya hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi sendiri dilihat dari meningginya nilai hematokrit (> 20 %) sebelum mendapat terapi parenteral dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen. Cara perhitungan seperti berikut :22,23 (nilai Ht sebelum terapi nilai Ht konvalesen)Kenaikan Ht= -------------------------------------------------------- x 100% nilai Ht konvalesen (43 33)= ---------------- X 100% 33= 30,30 %.

Dari hasil tersebut didapatkan kenaikan Ht > 20 %, artinya pada kasus ini memang terjadi hemokonsentrasi. Selain itu, dari grafik serial hematokrit terlihat adanya penurunan nilai hematokrit dari hari ke hari sampai menetap pada 2 kali pemeriksaan laboratorium terakhir dengan nilai hematokrit 33 %. Diperkirakan fase ini merupakan fase konvalesen, dimana permeabilitas dinding vaskuler mulai membaik, dan kebocoran plasma berhenti.

Gambar 4. Grafik Nilai Hematokrit /HariPada kasus ini juga didapatkan nilai leukosit berupa neutrofil di bawah normal. Kemudian terlihat adanya kenaikan seiring dengan keadaan anak yang semakin membaik, walaupun masih di bawah kisaran normal. Terjadinya leukositopenia berupa neutropenia umum terjadi selama beberapa hari pertama infeksi (biasanya virus) dan biasanya menetap selama 3-6 hari. Mekanisme terjadinya neutropeni yang disebabkan infeksi masih belum dapat dimengerti dengan baik. Tampaknya bervariasi pada berbagai jenis infeksi. 24 Penatalaksanaan DHF bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mengatasi syok. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah terapi cairan sesuai untuk DHF derajat II, tirah baring, diet lunak, pemberian antipiretik dan pemberian antibiotik jika dikhawatirkan terjadi infeksi sekunder.Pada kasus ini pasien dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 5 hari dengan alasan secara klinis membaik yaitu tanda perdarahan tidak ditemukan lagi, demam satu hari tanpa antipiretik., tanda vital stabil, serta turunnya nilai hematokrit.

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus dengue haemorrhagic fever (DHF) derajat II pada seorang anak laki-laki berusia 9 tahun 7 bulan yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien datang dengan keluhan badan panas. Tanda klinis, fisik dan laboratorium mengarah pada dengue haemorrhagic fever (DHF) derajat II.Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin, adalah terapi cairan sesuai untuk DHF grade II, tirah baring, diet lunak, pemberian antipiretik. Pasien dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 5 hari dengan alasan keadaan secara klinis membaik.

DAFTAR PUSTAKA1. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: EGC, 2000; 432-4.

2. R, Marshall JS. Dengue Virus Selectively Induces Human Mast Cell Chemokine Production. Jour of virology 2002; 76 (16): 840819

3. Sri RHH dan Hindra IS. Demam berdarah dengue. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.h.1-64.King CA, Anderson

4. Ditjen PP&PL. DBD terus ancam warga Banjarmasin, dua balita meninggal, (online) (www.ppmplp.depkes.go.id, diakses 4 November 2006)

5. Warta Mikael. Demam berdara dengue, (online) (http://wartamikael, diakses 5 Februari 2002)

6. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever : diagnosis, treatment, prevention, and control. 2nd Ed. Geneva: WHO Library Cataloguing in Publication Data, 1997.p.1-42.

7. Henchal, Erik A., J. Robert Putnak. 1990. The Dengue Virus.Clinical Microbiology Reviews. Vol.3 No.4. p.376-396..

8. John GA. Dengue fever. Inf. Dis [serial online] 2004 April [cited 2004 Feb 5;11screens]. Available from: http://www.emedicine.com/derm/dengue_fever.htm

9. Robert W T. Viral haemorrhagic fever. Inf Dis [serial online] 2003 December [cited 2004 March 5; 8 screens]. Available from: http://www.emedicine.com/derm/viral haemorrhagic fever.htm

10. Kristina, Isminah, Leni Wulandari. Kajian Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Jakarta, 2004.

11. World Health Organization. Communicable disease bulletin. Available from: http://www.who.com/communicable_disease.htm

12. Rebecca George. Consensus statement on the management of dengue infection in the paediatric population. Malaysia: Chapter of paediatric, Academy of Medicine of Malaysia, 2002.p.1-14.13. Agus Sjahrurachman. Kinetika respon imun pada infeksi dengue : suatu kajian serosurvai pada kasus infeksi dengue sekunder. Dalam: Agus Sjarurachman, Pemeriksaan serologi pada penyakit infeksi, penyunting. Jakarta: Bagian Mikrobiologi FKUI, 1994.h.63-73.14. Thomas Suroso et al. Pencegahan dan penanggulangan penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000.h.13-71. 15. Goel A, et al. Dengue Fever A Dangerous Foe. Review Article JIACM 2004; 5(3): 247-5816. Sumarmo S.P.S. Demam berdarah (dengue) pada anak. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1988.h.29-33.17. Hadinegoro SRH, Satari HI. Demam berdarah dengue naskah lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak dan dokter spesialis dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2005.

18. Mansjoe A, Triyanti, Savitri R, Warhani WI, Setiowulan W, ed. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Jakarta : Media Auesculapius, FKUI, 2000

19. Hendarwanto. Dengue. Dalam :Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 199820. Yunanto A, Hartoyo E, Andayani P. Standar pelayanan medis pedoman diagnosa dan terapi bagian/smf.ilmu kesehatan anak edisi II. Banjarmasin : Bagian/ SMF Anak FK. UNLAM/RSUD Ulin, 200621. Nelson, WE. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Text Book of Pediatrics). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.h.296-8.22. Affandi MB, Agusman S, Dahlan A, Aminullah A, Bakry F, Hassan R, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,1997; 593-8.23. Samsi T K. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta Cermin Dunia Kedokteran. 2000; 126: 5-13.24. Brahm U (et al). Pedoman Klinis Pediatri/ M Schwartz (editor). Jakarta: EGC, 2004; 432-4.

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL ...............iDAFTAR ISI ...............iiPENDAHULUAN ..1LAPORAN KASUS ................2I.IDENTITAS .......................................................................................2II.ANAMNESIS .....................................................................................2III.PEMERIKSAAN FISIK ....................................................................7IV.RESUME...................................................................... .....................12V. USULAN PEMERIKSAAN................................................................14VI.PEMERIKSAAN LABORATORIUM................................................15VII.DIAGNOSA..................... ...................................................................15VIII.PENATALAKSANAAN.....................................................................16IX.PROGNOSIS .......................................................................................16X.PENCEGAHAN ..................................................................................16XI.FOLLOW UP ......................................................................................18TINJAUAN PUSTAKA................................................................................21DISKUSI .......................................................................................................33PENUTUP ...........41DAFTAR PUSTAKA

ii