Upload
patricia-gloria-fernandez
View
72
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
smf ilmu kesehatan anak
Citation preview
SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS RAWAT INAP DESEMBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS NUSA CENDANA
BRONKIOLITIS
Disusun Oleh :
Patricia Gloria Fernandez (1008012009)
Pembimbing :
dr. Hendrik B. Tokan, Sp. A
dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK
SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES
KUPANG
2014
Laporan Kasus rawat Inap GNA 1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus Rawat Inap ini diajukan oleh :
Nama : Patricia Gloria Fernandez
NIM : 10012009
Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Pembimbing Klinik
1. dr. Hendrik B. Tokan, Sp. A 1. ………………….Pembimbing Klinik I
2. dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M.Kes 2. ………………….
Pembimbing Klinik II
Ditetapkan di : Kupang
Waktu : 02 Desember 2014
Laporan Kasus rawat Inap GNA 2
LAPORAN KASUS RAWAT INAP
Bronkiolitis
Patricia Gloria Fernandez
SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes – FK Universitas Nusa Cendana
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa cendana Kupang
dr. Hendrik B. Tokan, Sp.A dan dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M.Kes
I. PENDAHULUAN
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut bagian bawah (IRA-B)
yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus yang mengakibatkan obstruksi
aliran udara. Sekitar 95% dari kasus bronkiolitis disebabkan oleh invasi Respiratory
Syncytial Virus (RSV). Beberapa penyebab lain bronkiolitis diantaranya Adenovirus,
virus influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus, dan mikoplasma.(1,2,3)
Bronkiolitis merupakan IRA-B yang paling sering terjadi pada bayi. Paling
sering terjadi pada rentang usia dibawag 2 tahun dengan puncak kejadian pada usia 2-8
bulan dengan usia tersering rata-rata 6 bulan dan rasio ♂ : ♀ = 1, 25-1,6 : 1. Penelitian
Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki
berusia 3-6 bulan, yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan padat
penduduk . Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan ibu perokok lebih
tinggi.(1,2,4,5)
Bronkiolitis ditandai dengan gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas
akibat virus seperti: pilek ringan, batuk dan demam, namun jarang demam tinggi.
Selanjutnya dapat ditemukan gejala kesulitan bernapas (sesak), wheezing, sianosis dan
merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan napsu
Laporan Kasus rawat Inap GNA 3
makan. Pemeriksaan fisik yang mengarah pada bronkiolitis adalah adanya takipnea,
takikardia, dan peningkatan suhu di atas 38,5ºC, dapat juga ditemukan konjungtivitis
ringan dan faringitis. Dapat juga ditemuakn ekspirasi yang memanjang hingga
wheezing, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, dapat juga ditemukan ronkhi.
Sianosis dapat terjadi dan pada keadaan berat dapat terjadi apnea. Beberapa faktor
prediktor untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi yaitu:
masa gestasi kurang dari 34 minggu, usia kurang dari 3 bulan, sianosis, saturasi oksigen
kurang dari 90%, laju respiratori lebih dari 70x/menit, adanya ronkhi, dan riwayat
displasia bronkopulmoner. 1,2,3,5
Bronkiolitis pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Pasien bronkiolitis
dengan klinis ringan dapat rawat jalan, jika klinis berat harus dirawat inap. Sebagian
besar tatalaksana pada bronkiolitis bersifat suportif yaitu: pemberian oksigen, minimal
handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu
lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu dan nutrisi.
Setelah itu dapat digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid,
antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline
(polyclonal), atau humanized RSV monoclonal antibody.1
II. LAPORAN KASUS
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Rabu, 12
November 2014 pukul 15.30 WITA.
Identitas
Nama : an. MCCT
Tanggal Lahir : 05 April 2014
Laporan Kasus rawat Inap GNA 4
Umur : 7 bulan 1 minggu
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Katolik
Anak ke : pertama, tunggal
Orang tua :
Ayah : Tn. OOT
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : PNS
Ibu : Ny. MMB
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Sikumana - Maulafa Kupang
Keluhan Utama
Napas berbunyi, sesak sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa orang tua ke poli anak RSU W.Z. Johannes karena napas
berbunyi, dan anak terlihat sesak sejak pagi hari (08 November 2014).
Sebelumnya pasien mengalami batuk dan pilek selama ± 2 minggu. Batuk
berdahak, disertai sesak. Pasien juga mengalami demam sejak ± 5 hari SMRS.
Demam tidak disertai menggigil maupun kejang. Demam naik turun, terutama
siang hari dan malam hari. Menurut ibu tidak ada masalah pada napsu makan
anak selama sakit, namun bila anak menangis, anak akan memuntahkan
makanannya. Muntahan berisi makanan disertai lendir berwarna putih, dengan
frekuensi 1-2 kali sehari dan volumenya sebanyak ± kurang dari ½ gelas. Buang
air besar besar, 3-4 kali sehari, konsistensi baik. Buang air kecil baik, lancar,
tidak ada nyeri saat buang air, dengan frekuensi minimal 5 kali sehari. Menurur
orang tua, semakin banyak anak minum semakin bertambah frekuensinya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami pilek saat berusia 4 bulan namun tidak sampai
dirawat di rumah sakit.
Laporan Kasus rawat Inap GNA 5
Riwayat Pengobatan
Sejak 5 hari SMRS anak dibawa oarang tua ke poli anak RSU W. Z.
Johannes, dan diberikan obat batuk dalam bentuk puyer, obat penurun panas,
dan antibiotik. Orang tua juga menggunakan balsem bayi, yang dioleskan di
dada dan leher anak selama anak sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sedang mengalami atau memiliki riwayat
penyakit paru maupun keluhan yang sama dengan pasien. Orang tua tidak
memiliki riwayat penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan ibu memiliki
riwayat asma, dan ayah memiliki riwayat sinusitis.
Riwayat Lingkunagan
Pasien tinggal di rumah bersama ibu dan ayahnya, dengan ayah
memiliki kebiasaan merokok.
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien G1P1A0, melakukan pemeriksaan kehamilan teratur sebanyak
10 kali di Rumah sakit dan mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali, serta minum
suplemen selama hamil. Tidak ada riwayat sakit maupun konsumsi obat-obatan
selain suplemen penambah darah.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir cukup bulan, lahir secara SC di rumah sakit dengan bantuan
dokter Sp. OG pada tanggal 05 April 2014 oleh karena kala II memanjang, lahir
langsung menangis. Berat badan lahir 3,1 kg.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Hepatitis 3 kali, DPT 3 kali, BCG sebanyak 1 kali, Polio 4
kali, HIB 1 kali, dan belum imunisasi campak.
Riwayat Makan dan Minum
Pasien mendapat ASI eksklusif sampai berusia 6 bulan kemudian
dilanjutkan dengan ASI dan MP-ASI sampai saat ini.
Riwayat Tumbuh Kembang
Mengangkat kepala usia ± 2 bulan.
Berbalik ± 5 bulan.
Laporan Kasus rawat Inap GNA 6
(Tidak ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan)
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan tanggal 11 November 2014
Keadaan umum
Kesadaran compos mentis, anak aktif dan tampak sakit ringan.
Tanda-tanda Vital
Nadi: 124 kali/menit, Pernapasan: 58 kali/menit, Suhu: 36,4oC,. CRT < 2 detik.
Status Gizi
Baik > -2 SD (BB: 7,5 kg. TB: 70,5 cm)
Kulit
Warna kuning langsat, turgor baik, tidak terdapat kelainan.
Kepala – Leher
Kepala : Bentuk kepala bulat, ubun-ubun besar dan ubun-ubun kecil
belum menutup,datar.
Rambut : Warna hitam, distribusi merata dan tidak mudah tercabut.
Wajah : simetris
Mata : simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), refleks cahaya langsung dan tidak langsung
(+/+), ptosis (-/-)
Telinga : serumen (-/-), daun telinga normal.
Hidung : deviasi septum nasi (-/-), sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
Mulut : mukosa bibir lembab, lidah kotor (-/-), tonsil T1/T1 tenang,
Leher : pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), kaku kuduk (-).
Thorax
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada simetris. Retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : vokal fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi
memanjang, napas anak berbunyi
Laporan Kasus rawat Inap GNA 7
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas atas ICS 2, batas kanan linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan.
Balottment (-)
Perkusi : timpani pada 9 regio abdomen
Genitalia
Perempuan, tidak ditemukan kelainan.
Anus
Ada anus, tidak ditemukan kelainan.
Ekstremitas
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening di aksila dan inguinal, akral
hangat, tonus otot baik, tidak ada edema,
c. Diferensial diagnosa
o Bronkopneumonia
o Asma
o Pneumonia
o Croup
o Bronkitis
d. Diagnosis Kerja
o Bronkiolitis
Laporan Kasus rawat Inap GNA 8
e. Follow up pasien
Tanggal 8 November 2014 – 3 November 2014
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Planning Treatment8/11/2014 Anak batuk
berdahak, dan pilek, mengalami kesulitan bernapas.Tidak ada keluhan demam, maupun napsu makan. BAK dan BAB normal.
CMBB: 7 KgNadi: 124x/menitSuhu: 36,5oCNapas: 78x/menitMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (+), Wheezing (+), ekspirasi memanjangCor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)
Bronkiolitis -D5 ¼ NS asnet-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv)-Nebulisasi NaCl 3% 3cc (p-s)
9/11/2014 Batuk dan pilek berkurang, napas masih berbunyi dan cepat. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi
CMNadi: 118x/mntSuhu: 37oCNapas:74x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembabPulmo: vesikuler, ronkhi (+) ↓, wheezing (+) ↓Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)
Bronkiolitis (membaik)
-D5 ¼ NS asnet-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv)-Nebulisasi NaCl 3% 3cc (p-s)
10/11/2014 Batuk dan pilek berkurang, napas masih cepat. Tidak
CMNadi: 112x/mntSuhu: 36 oCNapas: 26x/mntTD: 110/70
Bronkiolitis (membaik)
-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv)
Laporan Kasus rawat Inap GNA 9
ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi
Mata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T1-T1Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (+) ↓Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)
-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)
11/11/2014 Batuk dan pilek berkurang. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi
CMNadi:108x/mntSuhu: 36,4 oCNapas: 58x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (+) ↓Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)
Bronkiolitis (membaik)
-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 3 x 1,75 mg (iv)-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)
12/11/2014 Batuk dan pilek berkurang. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi
CMNadi:110x/mntSuhu: 35,5 oCNapas: 5x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)
Bronkiolitis (membaik)
-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 2 x 1,75 mg (iv)-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol ) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)
Laporan Kasus rawat Inap GNA 10
13/11/2014 Batuk dan pilek berkurang. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi
CMNadi:124x/mntSuhu: 35,9 oCNapas: 44x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)
Bronkiolitis (membaik)
-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 2 x 1,75 mg (iv)-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol ) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)-Pulang
III. DISKUSI
Dilaporkan seorang anak perempuan (an. MCCT) berumur 7 bulan dengan berat
badan 7,4 kg dan tinggi badan 70,5 cm. Dirawat di ruang anak RSUD Prof. W. Z.
Johannes dari tanggal 08 November 2014 sampai tanggal 13 November 2014, dengan
diagnosa Bronkiolitis.
Diagnosis Bronkiolitis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diagnosa Bronkiolitis, ditegakkan berdasarkan:
I. Anamnesis
Penggalian informasi menyeluruh mengenai gejala yang diderita harus
diperoleh, disertai dengan ada tidaknya faktor risiko yang dapat mengarah pada
kemungkinan diagnosa Bronkiolitis. Paling sering, pasien adalah seorang anak, berusia
dibawah 2, dengan usia puncak 2-8 bulan. Dapat ditanyakan pula mengenai riwayat
kelahiran bayi : pasien dengan prematuritas, lahir prematur dengan kemungkinan
menderita RSV-assosiated hospitalization, pasien dengan kelainan jantung bawaan,
riwayat menderita chronic lung disease of prematurity. Ada tidaknya riwayat sakit
Laporan Kasus rawat Inap GNA 11
dalam keluarga seperti, ada tidaknya riwayat penyakit atopik dalam keluarga untuk
menyingkirkan diagnosa asma bronkiale. Dapat pula ditanyakan kondisi lingkungan
tempat tinggal, adakah perokok aktif yang merokok disekitar anak, maupun kondisi
tempat tinggal yang kurang terjamin kebersihannya dan kondisi sosial ekonomi yang
rendah.5
Gejala bronkiolitis ditandai dengan gejala awal berupa gejala infeksi respiratori
atas akibat virus seperti: pilek ringan, batuk dan demam, namun jarang demam tinggi.
Selanjutnya dapat ditemukan gejala kesulitan bernapas (sesak), sianosis dan merintih
(grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan napsu makan.
Beberapa faktor prediktor untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan
komplikasi yaitu: masa gestasi kurang dari 34 minggu, usia kurang dari 3 bulan,
sianosis, saturasi oksigen kurang dari 90%, laju respiratori lebih dari 70x/menit, dan
riwayat displasia bronkopulmoner. 1,2,3,5
Pada alloanamnesa yang dilakukan dengan ibu pasien diketahui anak terlihat
sesak sejak pagi hari (08 November 2014). Sebelumnya pasien mengalami batuk dan
pilek selama ± 2 minggu. Batuk berdahak, disertai sesak. Pasien juga mengalami
demam sejak ± 5 hari SMRS. Demam tidak disertai menggigil maupun kejang. Demam
naik turun, terutama siang hari dan malam hari. Menurut ibu tidak ada masalah pada
napsu makan anak selama sakit, namun bila anak menangis, anak akan memuntahkan
makanannya. Muntahan berisi makanan disertai lendir berwarna putih, dengan frekuensi
1-2 kali sehari dan volumenya sebanyak ± kurang dari ½ gelas. Menurut pengakuan ibu,
ibu memiliki riwayat asma, dan ayah memiliki riwayat sinusitis selain itu ayah juga
memiliki kebiasaan merokok.
Laporan Kasus rawat Inap GNA 12
Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis
bronkiolitis yaitu, pasien berusia 7 bulan,yang adalah usia puncak penderita bronkiolitis
pada anak dibawah 2 tahun; dan ayah yang merupakan perokok aktif. Gejala awal yang
dialami anak adalah : batuk dan pilek dengan demam ringan, adanya kesulitan bernapas,
napas berbunyi, dan muntah dengan muntahan berisi lendir.
II. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang mengarah pada bronkiolitis adalah adanya takipnea,
takikardia, dan peningkatan suhu di atas 38,5ºC, dapat juga ditemukan konjungtivitis
ringan dan faringitis. Dapat juga ditemuakn ekspirasi yang memanjang hingga
wheezing, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, dapat juga ditemukan ronkhi.
Sianosis dapat terjadi dan pada keadaan berat dapat terjadi apnea.1,5
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus ini menemukan adanya takipnea,
dan pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan ronkhi, wheezing dan ekspirasi yang
memanjang.
III. Pemeriksaan Penunjang
Pada Bronkiolitis pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin kurang bermakna
karena jumlah leukosit dan elektrolit biasanya normal. Pada pemeriksaan radiologi, foto
thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat namun gambaran ini tidak
bersifat khas karena dapat juga ditemukan pada asma dan pneumonia. Dapat pula
ditemukan gambaran atelektasis terutama pada saat konvalensens akibat sekret pekat
bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan
peningkatan diameter antero-lateral.1
Laporan Kasus rawat Inap GNA 13
Untuk menentukan etiologinya adalah RSV perlu dilakukan kultur virus, rapid
antigen detection test (direct immunoflouresence assay dan enzyme-linked
immunosorbent assay, ELISA) atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengukuran
titer antibodi pada fase akut dan konvalesens.1
Beratnya penyakit bronkiolitis ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan
berbagai skala klinis, seperti Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau
modifikasinya yang mengukur laju pernapasan/ respiratory rate, usaaha napas, beratnya
wheezing dan oksigenasi.1
Skala klinis yang digunakan Abul-Ainine dan Luyt, adalah1 :
1. Respiratory rate : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan
dada, dilakukan selama satu menit penuh, dua kali penghitungan dan diambil
rata-ratanya.
2. Heart rate : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali selama
pengamatan satu menit dan diambil rata-ratanya.
3. Saturasi O2 : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali selama
pengamatan satu menit dan diambil rata-ratanya.
4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.
5. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel, menangis).
Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang sehingga diagnosis akhir
pasien hanya ditegakan melalui gejala klinis yang diperoleh dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
IV. Penatalaksanaan
Laporan Kasus rawat Inap GNA 14
Bronkiolitis pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Pasien bronkiolitis
dengan klinis ringan dapat rawat jalan, jika klinis berat harus dirawat inap. Sebagian
besar tatalaksana pada bronkiolitis bersifat suportif yaitu: pemberian oksigen, minimal
handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu
lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu dan nutrisi.
Setelah itu dapat digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid,
antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline
(polyclonal), atau humanized RSV monoclonal antibody.1,5
Pada kasus ini telah diberikan terapi berupa IVFD D5 ¼ NS yang hanya
diberikan asal netes dengan maksud untuk jalur pemberian obat-obatan injeksi lain,
karena secara umum napsu makan anak baik, dan kebutuhan cairan anak masih dapat
terpenuhi dari asupan oral. Injeksi antibiotik Ampicilin 4 x 175 mg (iv), pada kasus
bronkiolitis yang umumnya disebabkan oleh virus, sebenarnya pemberian antibiotik
sebenarnya tidak perlu. Di Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV yang
adalah virus tersering penyebab bronkiolitis belum dilakukan, sehingga penyakit ini
sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri. Selain itu adanya alasan pada bronkiolitis
yang disertai demam dan pasien usia bayi dikhawatirkan adanya superinfeksi bakteri,
sehingga diberikan antibiotik, walaupun alasan penggunaannya masih belum tepat.1
Pada kasus ini pasien juga diberikan Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv) dan
Nebulisasi NaCl 3% 3cc (p-s) pada hari pertama dan selanjutnya diberikan Nebulisasi
NaCl dengan tambahan pemberian Combivent (Ipratropium bromide/salbutamol)
sebanyak ¼ ampul. Pemberian kortikostreroid masih menjadi kontroversi meskipun
beberapa penelitian yang mengatakan pemberian kortikosteroid dapat menurunkan skor
gejala klinis dan lama perawatan di rumah sakit.1 Pemberian nebulisasi NaCl 3% 3cc
Laporan Kasus rawat Inap GNA 15
pada kasus ini dengan maksud untuk meningkatkan pembersihan mukosiliar melalui
induksi aliran osmotik air ke lapisan lendir dan memecahkan ikatan ion dalam gel
lendir. Pada pemberian hypertonic saline atau NaCl 3%, sebaiknya bersamaan dengan
pemberian bronkodilator, salah satunya untuk menghindari efek samping bronkospame.
Pada hari selanjutnya diberikan tambahan combivent, yang merupakan kombinasi
Ipratropium bromide dan albuterol sebagai bronkodilator.1,5,6
III. KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus Bronkiolitis pada anak dengan usia 7 bulan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis. Penatalaksanaan
dengan pemberian IVFD D5 ¼ NS , injeksi antibiotik ampicilin 4 x 175 mg (iv),
dexamethason 4 X 1,75 mg (iv) dan nebulisasi NaCl 3% 3cc dengan tambahan
pemberian combivent (Ipratropium bromide dan albuterol sulfat) sebanyak ¼ ampul.
Prognosis pasien adalah baik.
Laporan Kasus rawat Inap GNA 16
DAFTAR PUSTAKA
1. Zain MS. Bronkiolitis. Dalam Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta : Penerbit IDAI
2010. Hal 333-47.
2. Supriyatno, Bambang. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari
Pediatri, Vol. 8, No. 2, September 2006 : 100-6.
3. Seattle Children’s Hospital. Bronchiolitis and HFNC Pathway. Seattle
Children’s Hospital Research and Foundation. Desember 2013. Last update :
Februari 2014. Available from :
http://www.seattlechildrens.org/pdf/bronchiolitis-pathway.pdf
http://www.seattlechildrens.org/pdf/HFNC-pathway.pdf
4. Subnada IB, Setyanto DB, Supriyanto B, Boediman I. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Bronkiolitis Akut. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 6, April
2009 : 392-96
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pudjiadi A.H, dkk. Bronkiolitis. Pedoman
Pelayanan Medis. Jakarta : IDAI. 2009; hal 30-2.
6. Qymar et al. Acute bronchiolitis in infants, a review. Scandinavian Journal of
Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine. 2014, 22: 23
Laporan Kasus rawat Inap GNA 17
Laporan Kasus rawat Inap GNA 18