37
BAB I PENDAHULUAN Ruptur uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum dapat berhubungan. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping preeklamp-si/eklampsi dan infeksi. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. 1 Sebuah kajian deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan. Frekuensi ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini disebabkan karena rumah 1

Lapsus Ruptur Uteri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus Ruptur Uteri

BAB I

PENDAHULUAN

Ruptur uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan

rongga peritoneum dapat berhubungan. Penyebab kematian janin dalam rahim

paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti

ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan masih merupakan trias penyebab

kematian maternal tertinggi, di samping preeklamp-si/eklampsi dan infeksi.

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan

lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan

pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan

pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan

perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.1

Sebuah kajian deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di RS

Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian

janin dalam rahim dari 2974 persalinan. Frekuensi ruptur uteri di rumah sakit-

rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan.

Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju

(antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini disebabkan karena rumah sakit –

rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus darurat dari luar. Terjadinya

ruptur uteri pada seseorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu

bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak

karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita

jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Asia dan Afrika.

Angka ini dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat.

Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan yang

memadai dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga

merupakan faktor yang penting.1,2

Oleh karena hal tersebut, maka penulis mengangkat ruptur uteri sebagai

salah satu pembelajaran kasus yang menarik untuk dibahas.

1

Page 2: Lapsus Ruptur Uteri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan

atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum visceral. Yang

dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim

dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga

peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya ikut ruptur

dengan demikian sebagian janin atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh

kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga

abdomen. Pada ruptur uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih

dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum

masuk ke dalam rongga peritoneum. Apabila pada ruptur uteri peritoneum

pada permukaan uterus ikut robek, hal tersebut dinamakan

ruptur uteri komplit. Pada dehisens (regangan) dari parut bekas bedah sesar

ketuban juga belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka

disebut telah terjadi ruptur uteri pada parut. Dehisens bisa berubah jadi ruptur

pada waktu partus atau akibat manipulasi pada rahim yang berparut, biasanya

bekas bedah sesar yang lalu. Dehisens terjadi perlahan,

sedangkan ruptur uteri terjadi secara dramatis. Pada dehisens perdarahan

minimal atau tidak berdarah, sedangkan pada ruptur uteri perdarahannya

banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang meluas.1,3

1.2. Epidemiologi

Terjadinya ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin

masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya.

Kematian ibu dan anak akibat ruptur uteri masih tinggi. Sebuah kajian

deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin,

Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam

rahim dari 2974 persalinan. Penyebab kematian janin dalam rahim paling

tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan

2

Page 3: Lapsus Ruptur Uteri

ruptur uteri dan penyulit medis diabetes melitus. Lebih lanjut, dilakukan pula

evaluasi kasus ruptur uteri di RS Hasan Sadikin dan 3 rumah sakit jejaringnya

pada periode 1999-2003. Hasilnya, insiden kasus ruptur uteri di RS Hasan

Sadikin 0,09% (1 : 1074). Insiden di rumah sakit jejaring sedikit lebih tinggi

yaitu 0,1% (1:996). Di RSHS, tidak didapatkan kematian ibu, sedangkan di

3 rumah sakit jejaring didapatkan sebesar 0,4%. Sebaliknya, kematian

perinatal di RSHS mencapai 90% sedangkan di rumah sakit jejaring 100%.

Maka dari itu dapat disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang

negatif baik pada kematian ibu maupun bayi.2,4

1.3. Klasifikasi

1.3.1. Menurut Sebabnya

1) Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil

Pembedahan pada miometrium : seksio sesarea atau

histerektomi, histerorafia, miomektomi yang sampai

menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada koruna

uterus atau bagian interstisial, metroplasti.

Trauma uterus koinsidensial : instrumentasi sendok kuret atau

sonde pada penanganann abortus, trauma tumpul atau tajam

seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada kehamilan

sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy)

Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim yang tidak

berkembang

2) Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi selama kehamilan

Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus

menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin

untuk merangsang persalinan, trauma luar tumpul atau tajam,

pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion atau

kehamilan ganda.

Dalam periode intrapartum : ekstraksi cunam yang sukar,

ekstraksi bokong, anomali janin yang menyebabkan distensi

3

Page 4: Lapsus Ruptur Uteri

berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada uterus

dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta.

Cacat rahim yang didapat : plasenta inkreta atau perkreta,

neoplasia trofoblas, gestasional, adenomiosis, retroversiouterus

gravidus inkarserata.

1.3.2. Menurut Lokasinya

Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah

mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik, miomektomi.

Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus

yang sulit dan lama tidak maju. SBR tambah lama tambah regang

dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya.

Serviks uteri, ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi

forseps namun pembukaan belum lengkap.

 Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina.

1.3.3. Menurut Etiologinya

Ruptur uteri spontanea

Dapat terjadi akibat dinding rahim yang lemah seperti pada bekas

operasi sesar, bekas miomektomi, bekas perforasi tindakan kuret

atau bekas tindakan plasenta manual. Ruptur uteri spontan dapat

pula terjadi akibat peregangan luar biasa dari Rahim seperti pada

ibu dengan panggul sempit, janin yang besar, kelainan kongenital

dari janin, kelainan letak janin, multipara dengan perut gantung

(pendulum) serta pimpinan persalinan yang salah

Ruptur uteri violenta

Dapat terjadi akibat tindakan-tindakan seperti misalnya Ekstraksi

forceps, versi dan ekstraksi ,embriotomi, braxtonhicks version,

manual plasenta, kuretase ataupun trauma tumpul dan tajam dari

luar.2,3

4

Page 5: Lapsus Ruptur Uteri

1.4. Etiologi

Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang

telah ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan

pada rahim yang masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah

diseksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus

yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang

dengan oksitosin atau sejenisnya.

Pasien yang berisiko tinggi antara lain :

Persalinan yang mengalami distosia, grande multipara,

penggunaan oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat

persalinan.

Pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah

seksio sesarea atau operasi lain pada rahimnya.

Riwayat histerorafi.

Pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien riwayat seksio

sesarea sebelumnya.

Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas

seksio sesarea klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always

Sesarean Section. Pada keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective

cesarean section (ulangan) untuk mencegah ruptur uteri dengan syarat

janin sudah aterm.2,4

Gambar 1.

Insisi klasik dan low transverse pada bedah sesar4

5

Page 6: Lapsus Ruptur Uteri

1.5. Patofisiologi

Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding

korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus

uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri

terdorong ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih

lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh

kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga

lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi.

Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab

(misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang

bertambah mengecil pada waktu ada his harus diimbangi  perluasan segmen

bawa rahim ke atas. Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin

meninggi kearah pusat melewati batas fisiologis menjadi patologis yang

disebut lingkaran bandl (ring vanbandl).

Ini terjadi karena, rahim tertarik terus menerus kearah proksimal tetapi

tertahan dibagian distalnya oleh serviks yang dipegang ditempatnya oleh

ligamentum-ligamentum pada sisi belakang (ligamentum sakrouterina), pada

sisi kanan dan kiri ( ligamentum cardinal) dan pada sisi dasar kandung kemih

(ligamentum vesikouterina). Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi

bagian terbawah janin tidak kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran

retraksi semakin lama semakin tinggi dan segmen bawah rahim semakin

tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat tipis. Ini menandakan telah

terjadi ruptur uteri iminens dan rahim terancam robek. Pada saat dinding

segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya datang, terjadilah

perdarahan yang banyak (ruptur uteri spontanea).2,5

Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama

pada parut bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio

sesarea profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah

uterus yang tenang pada saat nifas memiliki kemampuan sembuh lebih cepat

sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio klasik juga lebih

6

Page 7: Lapsus Ruptur Uteri

sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada

bekas seksio profunda lebih sering terjadi saat persalinan. Ruptur uteri

biasanya terjadi lambat laun pada jaringan-jaringan di sekitar luka yang

menipis kemudian terpisah sama sekali. Disini biasanya peritoneum tidak ikut

serta, sehingga terjadi ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini perdarahan

banyak berkumpul di ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.3,5

1.6. Diagnosis

Ruptur uteri iminens mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin

tinggi, segmen bawah rahim yang tipis, dan keadaan ibu yang gelisah, cemas,

atau takut karena nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai

tanda-tanda gawat janin. Gambaran klinik ruptur uteri adalah khas sekali. Oleh

sebab itu, pada umumnya tidak sukar menetapkan diagnosisnya atas dasar

tanda-tanda klinik yang telah diuraikan. Untuk menetapkan apakah ruptur

uteri itu komplit perlu dilanjutkan dengan periksa dalam.

Gambar 2. Ring van Bandl4

Pada ruptur uteri komplit jari-jari tangan pemeriksa dapat menemukan

beberapa hal berikut :

Jari jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding perut

yang licin.

Dapat meraba pinggir robekan, biasanya terdapat pada bagian depan di

segmen bawah rahim.

Dapat memegang usus halus atau omentum melalui robekan.

7

Page 8: Lapsus Ruptur Uteri

Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung-ujung

jari-jari tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah

meraba ujung jari-jari tangan dalam

Diagnosis ruptur uteri harus segera ditegakkan dengan melakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik sebagai berikut

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri Abdomen : dapat tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau.

Apabila terjadi ruptur sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang

intermitten, kuat dapat berhenti dengan tiba-tiba. Pasien

mengeluh nyeri uterus yang menetap.

Perdarahan Pervaginam : dapat simptomatik karena perdarahan

aktif dari pembuluh darah yang robek.

Berhentinya persalinan dan tanda-tanda syok 

Nyeri bahu dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Ruptur uteri harus selalu diantisipasi bila pasien memberikan

suatu riwayat paritas tinggi, pembedahan uterus sebelumnya,

seksio sessaria atau miomektomi.

3) Pemeriksaan Umum

Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan

darah akut. Biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra

abdomen.

4) Pemeriksaan Abdomen

Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan

kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya

ekstrusi janin.

Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi

jantung janin tiba-tiba menghilang.

8

Page 9: Lapsus Ruptur Uteri

Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering teraba sangat

lunak disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya

perdarahan intraperitoneum.

5) Pemeriksaan Pelvis

Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan

tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami

ekstrusi kedalam rongga peritoneum.

Perdarahan pervaginam mungkin hebat.

Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi

manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen

uterus bagian bawah merupakan lokasi yang paling sering

untuk terjadinya ruptur.3,5

1.7. Komplikasi

Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat

infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptur uteri. Syok

hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid

yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan

transfusi darah segar. Darah segar mempunyai kelebihan selain menggantikan

darah yang hilang juga mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dan

karena itu lebih bermanfaat demi mencegah dan mengatasi koagulopati

dilusional akibat pemberian cairan kristaloid yang umumnya banyak

diperlukan untuk mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

antar-kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi syok

hipovolemik.1,5

Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri

telah terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai

manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian

pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti

pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.

Sayangnya hasil pemeriksaan kultur dan resistensi bakteriologik dari sampel

9

Page 10: Lapsus Ruptur Uteri

darah pasien baru diperoleh beberapa hari kemudian. Antibiotika spektrum

luas dalam dosis tinggi biasanya diberikan untuk mengantisipasi kejadian

sepsis. Syok hipovolemik dan sepsis merupakan sebab-sebab utama yang

meninggikan angka kematian maternal dalam obstetrik. Meskipun pasien bisa

diselamatkan, morbiditas dan kecacatan tetap tinggi. Histerektomi merupakan

cacat permanen, yang pada kasus yang belum punya anak hidup meninggalkan sisa

trauma psikologis yang berat dan mendalam. Kematian maternal dan/atau

perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi sosial yang

sulit untuk mengatasinya.1,3

1.8. Penatalaksanaan

Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is better

than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola

persalinan dimana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi

haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang

mempunyai fasilitas yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi ruptur

uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika

yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang

banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotika spektrum luas,

dan sebagainya.Tindakan-tindakan pada ruptur uteri dapat diuraikain sebagai

berikut3,5 :

1) Histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan

uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia

tidak bisa lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi dapat

dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau melalui vagina. Pilihan

ini tergantung pada jenis histerektomi yang akan

dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan

lainnya. Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui.

Berikut ini adalah penjelasannya :

10

Page 11: Lapsus Ruptur Uteri

Histerektomi parsial (subtotal)

Pada histerektomi jenis ini, Rahim diangkat, tetapi mulut rahim

(serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat

terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap

smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

Histerektomi total

Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat

secara keseluruhannya

Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral

Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba

fallopii, dan kedua ovarium.

Histerektomi radikal

Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan

kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan

pada beberapa jenis kanker tertentu untuk bias

menyelamatkan nyawa penderita.

Gambar 3. Histerektomi5

2) Histerorafi

Histerorafi adalah tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan

dijahit dengan sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia

kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi serta pasiennya belum

punya anak hidup.

11

Page 12: Lapsus Ruptur Uteri

1.9. Prognosis

Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih

utuh atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada

bekas seksio sesarea atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal

sehingga tidak sampai menimbulkan kematian maternal dan kematian

perinatal. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kecepatan pasien menerima

tindakan bantuan yang tepat dan cekatan. Ruptur uteri spontan dalam

persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh mengakibatkan robekan yang

luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan bias meluas ke lateral dan

mengenai cabang-cabang arteri uterina atau ke dalam ligamentum latum atau

meluas ke atas atau ke vagina disertai perdarahan yang banyak dengan

mortalitas maternal yang tinggi dan kematian yang jauh lebih tinggi.5

12

Page 13: Lapsus Ruptur Uteri

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ni Ketut Ayu Sukarni

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 27 tahun

Status Nikah : Menikah

Agama : Hindu

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Pendidikan : Tamat SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jadi Babakan

MRS : 02 Maret 2013 (11.50 WITA)

Tanggal pemeriksaan : 05 Maret 2013

3.2Anamnesa

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan sakit perut yang hilang timbul sejak tadi malam

pukul 02.00 WITA (02 Maret 2013).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dalam keadaan sadar, dengan keluhan sakit perut yang hilang

timbul sejak tadi malam pukul 02.00 WITA (02 Maret 2013). Sakit perut

dikatakan seperti memulas-mulas. Pasien mengatakan tidak ada keluar air

maupun darah pervaginam. Menurut pasien, gerak anak dirasakan baik dan aktif.

Anamnesis Khusus

Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun

Siklus : Teratur

Lama : 4-5 hari

Jumlah Darah : 3 kali ganti pembalut

13

Page 14: Lapsus Ruptur Uteri

Riwayat Hamil : 1. ♀, 6 thn, 2700gr, SC, Dokter

2. Ini

Riwayat Pernikahan : Menikah 1 kali ~ 5 tahun

Riwayat Kontrasepsi : -

Riwayat Penyakit Terdahulu : Asma (-), DM (-), hipertensi (-), jantung(-)

Riwayat alergi obat : Tidak ada

Riwayat pengobatan : Tidak ada

Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien tidak pernah mengalami keluhan

yang serupa sebelumnya.

Riwayat Keluarga : Tidak ada yang mengalami keluhan yang

serupa.

Riwayat sosial : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

3.3 Pemeriksaan Fisik (02/03/2013 Jam 12.30 WITA)

Status Present

TD : 110/70 mmHg RR : 20 X/mnt

N : 82 X/mnt TB/BB : 159 cm / 61 kg

tax : 36,60 C

Status General

Keadaan umum : Compos Mentis

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ - / -

Status Gynekologi

Abdomen : Tinggi fundus uteri (TFU) 3 jari bpx, 29cm,

Kontraksi (+) lemah,

Denyut Jantung Janin (+) 140 kali/menit

Vag : pØ (+) 1cm eff 10%, ketuban (+)

14

Page 15: Lapsus Ruptur Uteri

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (02 Maret 2013)

Hb : 13,0 g/dl WBC : 15,7 103/mm3

PLT : 287 103/mm3 RBC : 4,13 106/mm3

HCT : 38,7 %

BT : 1’30”

CT : 6’20”

3.5 Diagnosis Kerja

G2P1001 UK 36-37 Minggu T/H + LMR

3.6 Penatalaksanaan

Pdx : DL

Tx : - MRS

- Pro SC

- Perbaikan KU

- IVFD RL 20 tetes/ menit

- Asam mefenamat 2 x 500 mg

Mx : vital sign dan keluhan

KIE : Pasien dan keluarga

3.7 Perkembangan pasien selama rawat inap pre operasi:

02/03/2013 Jam 15.30 WITA

S: Pasien mengeluhkan sakit perut yang hilang timbul. Gerak anak (+) baik.

O: Status Present

TD : 110/80 mmHg RR : 20 X/mnt

N : 80 X/mnt TB/BB : 159 cm / 61 kg

Tax : 36,60 C

Status General

Keadaan umum : Compos Mentis

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)

15

Page 16: Lapsus Ruptur Uteri

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ - / -

Status Gynekologi

Abdomen : Tinggi fundus uteri (TFU) 3 jari bpx, 29cm,

Kontraksi (+) lemah,

Denyut Jantung Janin (+) 140 kali/menit

Vag : pØ (+) 2cm eff 25%, ketuban (+), teraba kepala H1.

Ass: G2P1001 UK 36-37 Minggu T/H + LMR

P: Pdx : -

Tx : - Pro SC

- Perbaikan KU

- IVFD RL 20 tetes/ menit

Mx : Vital Sign dan keluhan, observasi 4jam

KIE : Pasien dan keluarga

02/03/2013 Jam 17.30 WITA

S: Pasien mengeluhkan sesak dan nyeri pada ulu hati. Pasien merasakan

kepala anaknya naik ke bagian ulu hatinya. Nyeri ulu hati tersebut

menjalar hingga ke bawah dan terjadi secara tiba-tiba. Nyeri perut yang ia

rasakan juga lebih berat dibandingkan sebelumnya. Gerak anak dikatakan

berkurang. Perut juga dikatakan semakin menegang. Pasien juga

mengeluhkan keluar darah dari kemaluannya.

O: Status Present

TD : 90/50 mmHg RR : 40 X/mnt

N : 120 X/mnt TB/BB : 159 cm / 61 kg

Tax : 36,50 C

Status General

Keadaan umum : Pucat

Mata : Anemia +/+, ikterus -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)

16

Page 17: Lapsus Ruptur Uteri

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ - / -

Status Obstetri

Abdomen : Tinggi fundus uteri (TFU) 1 jari bpx

Kontraksi (+) lemah,

Denyut Jantung Janin (+) 120 kali/menit

Vagina : pØ (+) 2cm eff 25%, ketuban (+), tidak teraba bagian janin,

perdarahan (+)

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (02 Maret 2013 Jam 18.04 WITA)

Hb : 8,4 g/dl WBC : 33,9 103/mm3

PLT : 402 103/mm3 RBC : 2,81 106/mm3

HCT :26,2 %

Ass: G2P1001 UK 36-37 Minggu T/H + LMR + Ruptur Uteri

P: Pdx : -

Tx : - SC Cito

- Perbaikan KU

- Loading Fima HES 1 + RL 1 flush

- sediakan darah 3 kolf

Mx : Vital Sign dan keluhan

KIE : Pasien dan keluarga

3.8 Follow Up

Tanggal 03 Maret 2013

S : Pasien mengeluhkan nyeri luka operasi (+). Lemas (+). Sesak (+) Mual

dan muntah (+)

O : Status present : T : 143/64 mmHg

N : 83x/menit

17

Page 18: Lapsus Ruptur Uteri

R : 20x/menit

Tax : 36,8°C

Status General :

Mata : anemi +/+, ikterus -/-

Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)

Po : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status obstetri

Ekstremitas: edema - / -

Status Obstetri :

Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) baik

Vagina : Perdarahan (-),Lokia (+)

Ass : P2001 P ost SC hari I + Ruptur Uteri

Tx : Drip 1 ampul Oxytoxin dalam RL ~

Cefotaxime 2 x 1g

Transfusi PRC 5 kolf

Ondancentron 3 x 4mg

Ranitidine 1 x 1 amp

Drip Pethidine 100 + Keterolac 60 ~ 30-35 tpm mikro

RL 1 liter

Mx : keluhan dan tanda vital

Tanggal 04 Maret 2013

S : Pasien mengeluhkan nyeri luka operasi. Sesak (+) berkurang.

O : Status present : T : 106/55 mmHg

N: 95x/menit

R : 27x/menit

Tax : 36,5°C

Status General :

Mata : anemi +/+, ikterus -/-

Thorax : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)

Po : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status obstetri

18

Page 19: Lapsus Ruptur Uteri

Ekstremitas: edema (-)/(-)

Status Obstetri :

Abdomen : TFU 1 jari bawah pusat, kontraksi (+) baik

Vagina : Perdarahan (-),Lokia (+)

Ass : P2001 Post SC hari II + Ruptur Uteri

Tx : IVFD 20 tpm ~ RL 1 liter

Metilergometrin 3 x 1,

Cefotaxime 2 x 1

Ondancentron 3 x 4mg

Ranitidine 2 x 1 amp

Drip Pethidine 100 + Keterolac 60 ~ 30-35 tpm mikro

Mx : keluhan dan tanda vital

19

Page 20: Lapsus Ruptur Uteri

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnosis Ruptur Uteri

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri perut hilang timbul

yang dialami sejak pkl 02.00 (2 maret 2013). Karena memiliki riwayat operasi

sesar sebelumnya, pasien direncanakan untuk melakukan operasi yang kedua

sehingga pasien harus dirawat di rumah sakit untuk persiapan pre operasi.

Pada pkl 17.30, pasien mengeluhkan sesak dan nyeri pada ulu hati. Pasien

merasakan kepala anaknya naik ke bagian ulu hatinya. Nyeri ulu hati tersebut

menjalar hingga ke bawah dan terjadi secara tiba-tiba. Nyeri perut yang ia

rasakan juga lebih berat dibandingkan sebelumnya. Gerak anak dikatakan

berkurang. Perut juga dikatakan semakin menegang. Pasien juga mengeluhkan

keluar darah dari kemaluannya. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-

tanda syok. Kesadaran berkurang, takikardia, takipnea, dan hipotensi. Dari

pemeriksaan abdomen ditemukan kontraksi ibu yang melemah. Pada

pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan serviks 2 cm, bagian janin tidak

teraba dengan jelas, dan perdarahan.

Penegakan diagnosis ruptur uteri dapat dilakukan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dapat ditemukan nyeri abdomen yang tiba-

tiba, tajam dan seperti disayat pisau. Apabila terjadi ruptur sewaktu persalinan,

konstruksi uterus yang intermitten, kuat dapat berhenti dengan tiba-tiba.

Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap. Selain itu, perdarahan

pervaginam dapat simptomatik karena perdarahan aktif dari pembuluh darah

yang robek. Berhentinya persalinan dan tanda-tanda syok atau nyeri bahu

dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum. Ruptur uteri harus selalu

diantisipasi bila pasien memberikan suatu riwayat paritas tinggi, pembedahan

uterus sebelumnya, seksio sessaria atau miomektomi.3,5

Pada kasus ini, pasien mengeluhkan rasa nyeri pada abdomen terutama di

bagian ulu hati. Pasien merasa kepala anaknya mendesak ke ulu hatinya

sehingga terasa sangat nyeri. Nyeri dirasakan lebih hebat dibandingkan

sebelumnya dan terjadi secara mendadak. Pasien juga merasa sulit bernafas

20

Page 21: Lapsus Ruptur Uteri

dan mengeluhkan keluar darah dari kemaluannya. Pasien juga memiliki

riwayat seksio sessaria pada kehamilan sebelumnya. Hal tersebut sesuai

dengan teori dimana pada pasien ini terdapat nyeri abdomen yang sangat hebat

dan mendadak, perdarahan pervaginam, serta riwayat pembedahan uterus

(seksio sessaria) sebelumnya.

Pada pemeriksaan umum dapat ditemukan takikardi dan hipotensi yang

merupakan indikasi dari kehilangan darah akut. Biasanya perdarahan eksterna

dan perdarahan intra abdomen. Sewaktu persalinan, kontur uterus yang

abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan

adanya ekstrusi janin. Kontraksi uterus dapat  berhenti dengan mendadak dan

bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan,

abdomen sering teraba sangat lunak disertai dengan nyeri lepas

mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum. Menjelang kelahiran,

bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina

bila janin telah mengalami ekstrusi kedalam rongga peritoneum. Perdarahan

pervaginam mungkin hebat.3,5

Pada kasus ini ditemukan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan teori

dimana ditemukan tanda-tanda syok yakni kesadaran menurun, takikardia,

takipnea, dan hipotensi. Selain itu, pada pemeriksaan abdomen ditemukan

kontaksi uterus yang melemah. Pada pemeriksaan dalam, bagian janin tidak

teraba jelas dan ditemukan perdarahan. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang telah dijabarkan di atas, maka diagnosis ruptur uteri pada kasus ini dapat

ditegakan.

4.2 Penatalaksanaan Ruptur Uteri

Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is better

than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola

persalinan dimana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi

haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang

mempunyai fasilitas yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi ruptur

uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika

yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang

21

Page 22: Lapsus Ruptur Uteri

banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotika spektrum luas,

dan sebagainya. Tindakan-tindakan pada ruptur uteri biasanya adalah

histerektomi atau histerorafi. Histerorafi adalah tindakan operatif dengan

mengeksidir luka dan dijahit dengan sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa

dilakukan histerorafia kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi serta

pasiennya belum punya anak hidup.3,5

Pada pasien ini, penatalaksaan ruptur uteri sudah sesuai dengan teori,

dimana segera setelah ditegakan diagnosis ruptur uteri, pasien disiapkan untuk

operasi seksio sessaria segera, diberikan loading koloid dan kristaloid berupa

fima HES 1 + RL 1 flush serta penyediaan darah 3 kolf untuk menangani syok

hipovolemik dan memperbaiki kondisi umum. Kemudian dilakukan penjahitan

robekan uterus kembali (histerorafi) mengingat pasien masih berencana untuk

memiliki anak lagi. Setelah operasi, selama perawatan post operasi, pasien

diberikan antibiotic spectrum luas, cefotaxime 2 x 1g untuk mencegah

terjadinya salah satu komplikasi yang sering terjadi pada ruptura uteri yakni

sepsis. Pasien juga diberikan transfusi PRC 5 kolf dan IVFD RL 1 liter untuk

memperbaiki kondisi umum. Pasien diberikan obat simptomatis karena

mengeluh mual dan muntah setelah operasi yakni ondancentron 3 x 4mg dan

ranitidine 1 x 1 amp. Drip Pethidine 100 + Keterolac 60 ~ 30-35 tpm mikro

diberikan sebagai anti nyeri. Selain itu, pasien juga diberikan drip 1 ampul

Oxytocin dalam RL untuk merangsang kontraksi uterus fisiologis sehingga

stolsel atau sisa jaringan dalam uterus keluar pervaginam.

22

Page 23: Lapsus Ruptur Uteri

BAB V

RINGKASAN

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan

atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. Terjadinya

ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu

bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak

akibat ruptur uteri masih tinggi.

Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada

sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang

masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada

persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan

partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenisnya.

Diagnosis ruptur uteri harus segera ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik.

Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is better

than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola

persalinan dimana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah

dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas

yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi ruptur uteri tindakan terpilih

hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan

infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta

pemberian antibiotika spektrum luas, dan sebagainya. Syok hipovolemik karena

perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi adalah dua komplikasi yang fatal

pada peristiwa ruptur uteri. Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada

uterus yang masih utuh atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila

terjadi pada bekas seksio sesarea atau pada dehisens perdarahan yang terjadi

minimal.

Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio

sesarea klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section.

Pada keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan)

untuk mencegah ruptur uteri dengan syarat janin sudah aterm.

23

Page 24: Lapsus Ruptur Uteri

DAFTAR PUSTAKA

1) Cunningham, Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC.

Jakarta.Norwitz, Errol dan Schorge, John, 2007.

2) At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.

2007

3) Hanifa, Winkjosastro. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005.

4) Resnik R. High Risk Pregnancy. In: Emedicine journal obstetrics and

gynekology.Volume 99. No: 3. Maret 2003.

5) Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey BM.Dashe

JS, Shefield JS, Yost NP. In: William Manual of Obstetrics. The University of

Texas Southwestern Medical Centre at Dallas. 2003.

24