Upload
others
View
60
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LEGAL STANDING YAYASAN KARYA CIPTA INDONESIA (YKCI)
DALAM PEMUNGUTAN ROYALTI ATAS KARYA CIPTA LAGU
(Analisis Putusan MA Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
NUR EVI PRATIWI
NIM : 1112048000067
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1438 H/2017 M
v
ABSTRAK
NUR EVI PRATIWI. NIM 1112048000067. LEGAL STANDING YAYASANKARYA CIPTA INDONESIA (YKCI) DALAM PEMUNGUTAN ROYALTIATAS KARYA CIPTA LAGU (Analisis Putusan MA Nomor 392K/Pdt.Sus.HKI/2013). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis,Fakultas Syariah dan Hukum, Univesitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta, 1438 H / 2017 M.
Skripsi ini membahas tentang pemungutan royalti yang dilakukan oleh YayasanKarya Cipta Indonesia (YKCI) terhadap PT. Vizta Pratama Inul Vista KaraokeManado yang dimana kewenangan YKCI sebagai Lembaga Manajemen Kolektifdalam memungut royalti tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun2002 tentang Hak Cipta.
Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui proses pemungutan dan pembayaranroyalti oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), untuk mengetahui legalstanding dari Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), serta untuk mengetahui apadasar pertimbangan hakim dalam mengutus perkara.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalahpenelitian kepustakaan (Library Research) yang bersifat yuridis normatif denganmenggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statutory approach).Pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 19Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa legalitasdari Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) di dalam Undang-undang Nomor 19Tahun 2002 tentang Hak Cipta bahwa tidak dijelaskan mengenai Yayasn KaryaCipta Indonesia (YKCI) sebagai Lembaga Manajemen Kolektif yang bertugasuntuk memungut royalti. Di dalam Undang-undang Hak Cipta terbaru padaUndang-undang Nomor 28 Tahun 2014 terdapat penjelasan mengenai LembagaManajemen Kolektif namun tidak menyebutkan bahwa Yayasan Karya CiptaIndonesia (YKCI) termasuk Lembaga Manajemen Kolektif sehingga dikemudianhari undang-undang ini bisa digunakan untuk kasus serupa.
Kata kunci : Pencipta, Karya Cipta, Pemegang Hak Cipta, Royalti,Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), Undang-Undang No. 19 Tahun 2002,Undang-Undang No. 28 Tahun 2014.
Pembimbing : 1. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH2. M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.Hum
Daftar Pustaka : 1981-2015
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan segala petunjuk dam kemudahan
kepada penulis sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
beserta keluarga, para sahabat dan para umat-Nya.
Skripsi yang berjudul “LEGAL STANDING YAYASAN KARYA
CIPTA INDONESIA (YKCI) DALAM PEMUNGUTAN ROYALTI ATAS
KARYA CIPTA LAGU (Analisis Putusan MA Nomor 392
K/Pdt.Sus.HKI/2013)” penulis susun untuk memenuhi persyaratan mencapai
gelar Sarjana Hukum pada Konsentrasi Hukum Binis Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Peneliti sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan
terimakasih tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
beserta jajaran dan staff Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Dosen Pembimbig I saya Dr. H.
Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. yang telah bersedia menyediakan
waktunya, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan dalam
vii
menyusun, dan selalu membimbing peneliti selama proses penyelesaian
skripsi ini
3. Sekretaris Program Studi dan Dosen Pembimbing Akademik Drs. Abu
Tamrin, SH., M.Hum.
4. M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.Hum. sebagai Dosen pembimbing II yang
telah bersedia menyediakan waktunya, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan saran, arahan dalam menyusun penelitian ini dan selalu
membimbing peneliti selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas
berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis.
6. Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk sumber
referensi dalam penulisan skripsi ini.
7. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan segala dukungan baik
materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan masa studi S1 serta Eko Prasetyo dan Nur Eva Pratiwi
sebagai kakak telah memberikan dukungan.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum Angkatan
2012 Khususnya Amelia sinatriany, Feby Adelia Paramita Sari, Wahyu
Purnama Sari, F. Sentiyana Amarella dan semua yang sudah memberikan
dukungan serta kenangan selama penulis menempuh bangku kuliah.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, yang dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah Swt
viii
meberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka.
Amin
Demikian ini peneliti ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang
berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skrispi ini bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 29 Mei 2017
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI............................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................iv
ABSTRAK........................................................................................................v
KATA PENGANTAR......................................................................................vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................1
B. Identifikasi Masalah..............................................................8
C. Pembatasan dan Perumusan masalah.....................................8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................9
E. Tinjauan (Review) atau Kajian Terdahulu .............................10
F. Kerangka Konseptual ............................................................12
G. Metode Penelitian .................................................................15
H. Sistematika Penulisan ...........................................................18
BAB II TINJAUAN UMUM PEMUNGUTAN ROYALTI ATAS
KARYA CIPTA
A. Kerangka Teori dan Konseptual ...........................................20
B. Hak Cipta..............................................................................21
1. Pengertian .......................................................................21
2. Sejarah Hak Cipta ...........................................................25
x
3. Hak Moral dan Hak Ekonomi..........................................32
C. Lisensi ..................................................................................38
1. Pengertian Lisensi ...........................................................38
2. Jenis-jenis Lisensi Hak Cipta...........................................40
D. Royalti ..................................................................................42
1. Pengertian Royalti...........................................................42
2. Jenis-Jenis Royalti...........................................................43
BAB III PEMUNGUTAN ROYALTI ATAS KARYA CIPTA LAGU
OLEH YKCI
A. Sejarah, Tujuan dan Tugas dari YKCI...................................45
1. Sejarah Terbentuknya YKCI ...........................................45
2. Tujuan Dari YKCI...........................................................47
3. Tugas Dari YKCI ............................................................48
B. YKCI Sebagai Manajemen Kolektif ......................................49
C. Proses Pemungutuan dan pembayaran Royalti oleh YKCI.....50
BAB IV LEGALITAS PEMUNGUTAN ROYALTI TERHADAP
KARYA CIPTA LAGU (Analisis Putusan Mahkamah Agung
Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013)
A. Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia ....................55
B. Posisi Kasus..........................................................................55
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri / Niaga Makassar
Pada Putusan Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN. Niaga Mks.
.............................................................................................58
xi
D. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Pada Putusan MA
Nomor 392 K/Pdt. Sus. HKI/ 2013........................................69
E. Analisis Kasus ......................................................................72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................82
B. Saran.....................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................84
DAFTAR LAMPIRAN
1. Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor 392 K/
Pdt.Sus.HKI/2013 ................................................................ 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual
yang memiliki ruang lingkup objek yang dilindungi paling luas, karena
mencakup ilmu pengetahuan, seni, dan sastra (art and literary) yang
didalamnya mencakup pula program komputer. Perkembangan ekonomi
kreatif yang yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai
negara dan berkembang pesatnya informasi dan komunikasi
mengharuskan adanya pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta,
mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif
nasional. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi unsur
perlindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka di harapkan
kontribusi sektor Hak Cipta dan Hak Terkait bagi perekenomian negara
dapat lebih optimal.1
Sebagai Negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman seni
dan kebudayaan yang kaya, Indonesia memiliki potensi nasional berupa
hasil-hasil karya intelektual yang dapat dan harus dilindungi oleh Undang-
Undang. Kekayaan seni dan kebudayaan tersebut seharusnya tidak hanya
dimanfaatkan untuk kepentingan seni dan budaya itu sendiri melainkan
1 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, (Bandung : PT.Alumni, 2008), h. 1.
2
juga dapat dimanfaat bagi si pencipta untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
Dalam era kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini
segala hasil karya intelektual seseorang seharusnya dihormati serta
dihargai dengan cara negara memberikan suatu perlindungan kepada
mereka yang memiliki hak atas kekayaan intelektual. Kebutuhan untuk
mengakui, melindungi dan memberi penghargaan terhadap pengarang,
artis, pencipta perangkat lunak (software) dan ciptaan lain serta akses atas
hasil karya mereka demi kepentingan manusia mulai dirasakan di
Indonesia.Di Indonesia hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU HCI). Undang-Undang Hak Cipta
tersebut merupakan suatu wujud penghargaan terhadap hasil karya
intelektual seseorang serta suatu bentuk perlindungan hukum bagi hasil
cipta dan pencipta suatu karya intelektual.2
Hak cipta memiliki nilai ekonomis. Dikatakan demikian, karena
dari hak cipta tersebut dapat menimbulkan terjadinya pelanggaran
terhadap hak cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan lagu
atau musik, buku, penerbitan film, rekaman video, foto-foto, serta software
komputer. Pelanggaran terhadap hak cipta ini disebabkan oleh sikap dan
keinginan sebagian anggota masyarakat untuk memperoleh keuntungan
dagang dengan cara yang mudah sebagai akibatnya bukan saja merugikan
2 Danang Arief M, Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 18K/N/HAKI/2007 antara Yayasan Karya Cipta Indonesia dan PT. Telkomsel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, (Malang : Fakultas Hukum UniversitasBrawijaya, 2015), h. 2.
3
pencipta atau pemegang hak cipta tetapi juga merugikan perekonomian
pada umumnya.
Pada hak eksklusif dari pemilik atau pemegang hak cipta, terdapat
hak untuk memberikan izin atau lisensi kepada pihak ketiga (users)
komersial untuk dapat ikut menggunakan, mengumumkan atau
memperbanyak karya cipta yang dilindungi hak cipta. Pemberian izin atau
lisensi dari pemilik atau pemegang hak cipta biasanya disertai dengan
kompensasi yang harus dibayarkan oleh pengguna kepada pemilik atau
pemegang hak cipta. Kompensasi yang harus dibayarkan tersebut
dinamakan royalti.3
HaKI yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai
bentuknya, memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi
kehidupan manusia. Adanya nilai ekonomi pada HaKI merupakan suatu
bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Pencipta mendapatkan keuntungan dari
kepemilikan terhadap karyanya, misalnya dalam bentuk pembayaran
royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptaannya.
Di dalam hak cipta terkandung dua macam hak, yaitu hak ekonomi
dan hak moral. Hak ekonomi merupakan suatu hak yang dimiliki oleh
seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan dengan mengeksploitasi
karya ciptanya. Hak ekonomi yang terkandung dalam Undang-Undang
Hak Cipta meliputi hak untuk mengumumkan dan memperbanyak.
3 Danang Arief M, Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 18K/N/HAKI/2007 antara Yayasan Karya Cipta Indonesia dan PT. Telkomsel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, h. 3.
4
konsepsi hak ekonomi yang terkandung di dalam hak cipta tersebut
mencerminkan bahwa ciptaan-ciptaan sebagai hasil olah pikir manusia
melekat secara alamiah sebagai suatu kekayaan.oleh karena itu, pencipta
berhak mendapatkan perlindungan hukum atas hasil ciptaannya. 4 Hak
moral terdiri dari paternity right (hak untuk di identifikasi sebagai
pengarang atau direktur suatu karya), integrity right (hak untuk menolak
perubahan atas suatu karya), dan privacy right (hak pemanfaatan foto dan
film).5
Pengguna musik atau lagu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pengguna musik atau lagu non komersial (non commercial user) dan
pengguna musik atau lagu komersial (commercial user). Pengguna non
komersial adalah pengguna yang menggunakan karya cipta berupa lagu
atau musik hanya untuk kepentingan atau dinikmati sendiri. Para pengguna
non komersial ini juga membayar royalti atas musik atau lagu yang
mereka nikmati, namun royalti itu dibayarkan bersamaan pada saat mereka
membeli kaset atau compact disc (CD) tersebut. Sedangkan pengguna
komersial adalah pengguna musik atau lagu yang mempunyai tujuan
komersial karena dengan mereka memutar lagu atau musik tersebut,
mereka akan mendapatkan keuntungan. Para pengguna musik atau lagu
komersial ini contohnya adalah hotel, bioskop, radio, televisi, dll.
4 Armita Wilanda dan Henny Marlina, Perjanjian Lisensi dan Pembayaran RoyaltiKepada Lembaga Manajemen Kolektif atas Penggunaan Karya Cipta Lagu........, (Jakarta :Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013), h. 2.
5 Diao Ai Lien, Hak Cipta dan Penyebaran Pengetahuan, (Jakarta : Fakultas HukumUnika Atma Jaya Jakarta, 2004), h. 2.
5
Pengguna komersial ini memiliki ketentuan tersendiri dalam menbayar
royalti lagu atau musik tersebut. Untuk mengadministrasi royalti ciptaan-
ciptaan lagu, di Indonesia dan juga di negara-negara lain didirikan
lembaga-lembaga untuk menjembatani para Pencipta lagu dengan para
Pengguna musik (music users) untuk mengurusi dan mengadministrasi
pemakaian lagu dan menyelesaikan kewajiban user untuk membayar
royalti.
Di Indonesia, lembaga yang melakukan pekerjaan ini adalah
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Lembaga ini bertujuan untuk
memudahkan Pencipta/Pemegang Hak Cipta dalam memonitor
penggunaan karya ciptanya, karena Pemegang Hak Cipta tersebut tidak
bisa setiap waktu mengontrol setiap stasiun televisi, radio, restoran
ataupun pengguna komersial lainnya untuk mengetahui berapa banyak
karya cipta lagunya telah diperdengarkan di tempat tersebut. Hampir setiap
sendi kehidupan, tidak terlepas dari pemakaian lagu atau musik. Indonesia
merupakan negara yang sangat besar dan memiliki wilayah yang sangat
luas, sehingga setiap Pencipta/ Pemegang Hak Cipta tidak mudah dalam
memantau pemakaian lagu atau musik ciptaannya. Dengan demikian,
peranan YKCI sangat dibutuhkan untuk mengadministrasi royalti lagu atau
musik dari user untuk selanjutnya diserahkan kepada Pencipta ataupun
Pemegang Hak Cipta. Namun, pada praktiknya, pemungutan royalti yang
dilakukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) tidak jarang
6
menemui hambatan bahkan menimbulkan sengketa dengan para pengguna
musik komersial.6
Salah satu contohnya adalah pada putusan MA Nomor 392
K/Pdt.Sus.HKI/2013 antara PT. Vizta Pratama Inul Vista Karaoke Manado
melawan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). PT. Vizta Pratama Inul
Vista Karaoke Manado dalam kegiatan usahanya tersebut telah
mempergunakan karya cipta music dan lagu dari dalam maupun luar
negeri dengan cara memutar, menyiarkan, memperdengarkan karya cipta
music tersebut melalui alat/sarana pesawat televisi, tape recorder serta
dalam bentuk live music, sehingga karya cipta tersebut dapat di dengar
orang lain yaitu para konsumennya.
Menurut pertimbangan Mahkamah Agung terdapat cukup alasan
untuk mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi PT. Vizta
Pratama Inul Vista Karaoke Manado dan membatalkan putusan Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 01/HKI/2012/PN Niaga
Mks. Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dalam gugatan ini
merupakan wadah “Pencipta lagu dan pemusik” dengan tujuan memungut
royalti dari kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan “performing”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 19
tahun 2002 Tentang Hak Cipta adalah tidak diperkenankan karena
bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
6 http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=182&Itemid=182, diakses pada tanggal 18 April 2016 Pukul 19:18.
7
2004 tentang Yayasan yang menerangkan bahwa tujuan Yayasan adalah di
bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kegiatan memungut royalti yang dilakukan oleh
Yayasan KCI, bertentangan dengan tujuan Yayasan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang, sehingga Yayasan KCI harus
dikategorikan tidak mempunyai legal standing dalam mengajukan gugatan
a quo.Atas dasar persona standi in judicio, YKCI tidak berwenang untuk
menagih suatu royalty atas hak cipta, karena dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 hanya menyebut tentang hak dari pencipta, antara
lain memberi lisensi kepada pihak lain yang terdapat pada pasal 45.
Penulis mecoba menganalisis kasus yang berkaitan dengan
lembaga manajemen kolektif di Indonesia, yaitu Yayasan Karya Cipta
Indonesia dengan PT. Vizta Pratama Inul Vizta Karaoke Manado. Kasus
ini menimbulkan ketidakpastian hukum dikarenakan belum adanya aturan
perundang-undangan yang mengatur tentang peran dan kewenangan
lembaga manajemen kolektif dalam memungut royalty atas karya cipta
lagu yang bersifat komersial.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut dan hasilnya akan dituangkan dalam
bentuk skripsi dengan judul “LEGAL STANDING YAYASAN KARYA
CIPTA INDONESIA (YKCI) DALAM PEMUNGUTAN ROYALTI
ATAS KARYA CIPTA LAGU (Analisis Putusan MA Nomor 392
K/Pdt.Sus.HKI/2013)”.
8
B. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka identifikasi masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Apa tugas dari Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI)?
2. Bagaimana Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI)
terhadap pemungutan royalti?
3. Bagaimana implementasi ketentuan Undang-Undang No. 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta terhadap kasus tersebut?
4. Bagaimana prosedur pelaksanaan pemungutan royalti yang dilakukan
oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI)?
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya mencakup hal-
hal yang berkaitan dengan implementasi ketentuan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2001, khususnya Legal Standing Yayasan Karya
Cipta Indonesia (YKCI) dan prosedur pemungutan royalti yang
dilakukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI)
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah dan pembatasan masalah yang diuraikan
diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana prosedur pelaksanaan pemungutan dan pembayaran
royalti atas karya cipta berupa lagu atau musik oleh Yayasan Karya
Cipta Indonesia (YKCI) kepada pengguna musik komersial?
9
b. Bagaimana legal standing dari Yayasan Karya Cipta Indonesia
(YKCI) dalam memungut royalti atas karya cipta lagu dalam
putusan MA Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami
tentang permasalahan-permasalan yang telah dirumuskan dalam
perumusan masalah. Secara khusus tujuan penulisan ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pemungutan dan
pembayaran royalti atas karya cipta berupa lagu atau musik oleh
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) kepada pengguna musik
komersial.
b. Untuk mengetahui legal standing dari Yayasan Karya Cipta
Indonesia (YKCI) dalam memungut royalti atas karya cipta lagu
dalam putusan MA Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya
penelitian ini secara umum diharapkan dapat menambah pengetahuan
dibidang Hukum khususnya Hukum Bisnis dalam bidang Hak
Kekayaan Intelektual, utamanya mengenai segala aspek yang
menyangkut tentang Hak Cipta. Adapun maanfaat tersebut adalah
sebagai berikut :
10
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dalam hukum HKI, utamanya mengenai perizinan
penggunaan karya cipta lagu dan pembiayaan royalti karya cipta
lagu. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah koleksi karya
ilmiah dengan memberikan kontribusi juga bagi perkembangan
hukum HKI.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan
masukan baik bagi pemerintah maupun semua pihak yang terkait
dalam rangka penyiapan dan penyempurnaan perangkat hukum di
bidang HKI. Dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan Hakim
Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusannya, sehingga dapat
diketahui apakah keputusan yang diambil telah tepat. Hasil
penilitian ini juga diharapakan dapat menjadi kerangka acuan dan
landasan bagi para akademisi, dapat dijadikan bahan bacaan dan
referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan kajian
pustaka dan menemukan beberapa penelitian yang berkaitan yaitu :
1. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015, disusun oleh Kurnialif Triono yang
berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta
11
Terhadap Pemberian Lisensi Karya Cipta Lagu” Penulis dalam
skripsi ini membahas kasus yang yang berkaitan dengan lembaga
manajemen kolektif di indonesia, yaitu kasus antara Yayasan Karya
Cipta Indonesia dengan CV. Pangrango yang menimbulkan
ketidakpastian hukum karena belum adanya aturan perundang-
undangan yang mengatur tentang peran dan kewenangan lembaga
manajemen kolektif dalam memungut royalti atas karya cipta lagu
yang bersifat komersial. Sedangkan skripsi ini membahas kasus antara
PT. Vizta Pratama Inul Vista Karaoke Manado dengan YKCI (Putusan
MA Nomor 392K/Pdt.Sus. HKI/2013) karena Pengadilan Negeri
Makassar telah salah menerapkan hukum dalam memutuskan perkara
pemungutan royalti yang berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2002
Yayasan Karya Cipta Indonesia tidak memiliki wewenang atau legal
Standing dalam memungut royalti. Perbedaan dari skripsi diatas jelas
terdapat pada objek penelitian dan pertimbangan hakim.
2. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013, disusun oleh iffah yang berjudul
”Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak
Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta
Indonesia (KCI)” penulis dalam skripsi ini membahas mengenai
peraturan Hak Cipta dalam peraturan perundang-undangan di
indonesia. Kemudian membahas hubungan dan pembayaran royalti
antara Yayasan Karca Cipta Indonesia (YKCI) dengan pencipta dan
12
pengusaha karaoke sebagai pengguna (user). Sedangkan skripi ini
membahas kasus antara PT. Vizta Pratama Inul Vista Karaoke Manado
dengan YKCI (Putusan MA Nomor 392K/Pdt.Sus. HKI/2013), dimana
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) tidak memiliki legal standing
dalam memunut royalty.
3. Buku karya Prof. Tim Lindsey, B.A., LL.B., Blitt, Ph.D, dkk yang
berjudul Hak Kekayaan Intelektual diterbitkan oleh PT. Alumni tahun
2006. Buku ini memberikan pemahaman mengenai Kekayaan
Intelektual khususnya Hak Cipta.
4. Jurnal Ilmu Hukum yang di tulis oleh Umar Hasan dan Suherni
mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap Hak cipta Menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002” jurnal ini membahas
mengenai ruang lingkup hak cipta dan bagaimana perlindungan hukum
hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Sedangkan
pada skripsi ini membahas mengenai hakim yang telah salah
menerapkan hukum dalam perkara pemungutan royalti.
F. Kerangka Konseptual
Dalam pembahasan konseptual, akan diuraikan beberapa konsep-
konsep terkait terhadap beberapa istilah yang sering digunakan dalam
penelitian ini, yaitu :
13
1. Legal standing
Legal standing adalah adaptasi dari istilah personae standi in judicio
yang artinya adalah hak untuk mengajukan gugatan atau permohonan
di depan pengadilan.7
2. Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang berasal atau bersumber dari
hasil pemikiran seseorang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, industri, atau kesemuanya, yang hasilnya berupa
sebuah karya yang dapat dikategorikan karya intelektual dan nilai
komersial.8
3. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi Pencipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra yang antara lain dapat terdiri dari buku, program komputer,
ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta
hak terkait dengan hak cipta. Rekaman suara dan/atau gambar
pertunjukan seorang pelaku (perrformer), misalnya seorang penyanyi
atau penari di atas panggung, merupakan hak terkait yang dilindungi
hak cipta.9
7 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia cet. ke-3, (Yogyakarta :Liberty, 1981), h. 23.
8 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, (Bandung : PT. ALUMNI,2005), h. 6.
9 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, h. 6.
14
4. Royalti
Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan
atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak
terkait.10
5. Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian
yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.11
(Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta)
6. Pemegang Hak Cipta
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau
pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.12
7. Ciptaan
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.13
10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
13 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
15
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum
guna menjawab isu hukum yang dihadapi.14
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma
hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan
keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di msyarakat.15
2. Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan adanya penelitian ini, penulis
menggunakan pendekatan ilmu perundang-undangan (statutory
approach).
Pendekatan Ilmu Perundang-undangan (statutory approach)
yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi
yang bersangkutan dengan isu hukum yang akan dihadapi dan
dipecahkan. Dalam Pendekatan ilmu Perundang-undangan ditujukan
untuk mempelajari kesesuaian dan konsistensi antara satu Undang-
undang dengan Undang-undang lainnya, atau antara Undang-Undang
14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2011), h. 35.
15 Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit UniversitasIndonesia, 1986), h. 18
16
dengan Undang-undang dasar, atau antara regulasi dengan peraturan
Perundang-undangan.16
3. Sumber Data
Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan
preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber
penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi
sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum-bahan hukum
primer dan bahan-bahan hukum sekunder.
a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas.17 Bahan hukum primer
meliputi Perundang-undangan dan Putusan-putusan Hakim.
Dalam penelitia ini yang termasuk dalam sumber hukum
primer adalah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, Putusan Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN. Niaga
Mks dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 392
K/Pdt.Sus.HKI/2013
b. Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan. Publikasi tentang hukum
meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan.18
16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2008), h. 93.
17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 141.
18 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 141.
17
c. Bahan non-hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu
Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan atau
laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-
hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik
penelitian.19
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode
kepustakaan atau penelitian studi pustaka (library research), yaitu
dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti
buku-buku, jurnal dan skripsi yang berkaitan dengan Hak atas
Kekayaan Intelektual, Cipta dan dokumentasi berupa Putusan
Pengadilan atau sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan
dengan objek penelitian.
5. Metode Analisis Data
Sehubungan dengan penelitian ini menganalisis suatu putusan,
maka metode analisis yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif, yaitu tipe penelitian untuk menggambarkan objek
penelitian. Dalam hal ini, digambarkan bagaimana putusan Hakim MA
pada putusan Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013 mengenai legal
standing Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dalam pemungutan
royalti atas karya cipta lagu.
19 Peter Mahmud marzuki, Penelitian Hukum, h. 143.
18
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini, mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan HukumTahun 2012”
yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.20
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulis dalam mengkaji dan menelaah
skripsi yang berjudul “Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia
(YKCI) Dalam Pemungutan Royalti Atas Karya Cipta Lagu (Studi
Kasus Putusan MA Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013)” dirasa perlu
untuk menguraikan terlebih dahulu sistematika penulisan sebagai
gambaran singkat skripsi, yaitu sebagai berikut :
BAB I : Pada bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang
Latar Belakang Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelian,
Sistematika Penulisan yang berkenaan dengan
permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini.
BAB II : Pada bab ini, penulis akan membahas tentang tinjauan
umum mengenai Kerangka Teori, Hak Cipta, Lisensi dan
Royalti.
20 TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta : Pusat Peningkatan danJaminan Mutu (PPJM), 2012.
19
BAB III : Pada bab ini akan menjelaskan mengenai sejarah, tujuan
dan tugas dari YKCI, YKCI sebagai manajemen kolektif,
serta membahas proses pemungutuan dan pembayaran
royalti oleh YKCI.
BAB IV : Pada bab ini akan menjelaskan Legal Standing Yayasan
Karya Cipta Indonesia, Posis Kasus, Pertimbangan Hakim
pada Putusan Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN. Niaga Mks.
, Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung pada Putusan
Nomor 392k/Pdt.Sus.HKI/2013, dan Analisis Putusan.
BAB V : Pada bab terakhir ini merupakan bab penutup yang berisi
kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan bab terakhir dari
penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa
kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis
menegahkan beberapa saran yang dianggap perlu.
20
BAB II
TINJAUAN UMUM PEMUNGUTAN ROYALTI ATAS KARYA CIPTA
A. Kerangka Teori
Menurut teori Honfeld hak dan kewajiban berhubungan antara satu
dengan yang lainnya dan merupakan hubungan hukum. Dalam konteks
pembicaraan kekayaan intelektual, yang dimaksud dengan hak adalah
suatu hak untuk melakukan sesuatu, seperti : memperbanyak suatu ciptaan
karya tulis dalam wujud buku-buku yang diterbitkan, merekam dan
memperbanyak untuk dijual secara komersial, suatu ciptaan lagu dalam
wujud compact disc (CD).
Hubungan hak-hak semacam ini dengan kewajiban, adalah
kewajiban dari orang-orang lain yang bukan pencipta untuk tidak
melanggar hak-hak yang dimiliki pencipta.
Kewajiban pihak lain bukan pencipta, tetap timbul/eksis, apabila
pihak lain yang bukan pencipta melakukan pelanggaran, walaupun si
pelaggar tidak mengetahui adanya hak yang demikian pada seorang
pencipta.
Oleh pencetus teori ini, dalam menjaga adanya keseimbangan
antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban diakui tentang perlu adanya
justifiable compromise, yaitu perlu adanya keseimbangan, keselarasan dan
keserasian antara hak cipta seseorang yang perlu dilingungi secara
21
individual dengan kepentingan masyarakat luas atau fungsi sosialnya hak
hak cipta.1
John Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka abad ke-18 dalam
kaitan antara hak cipta dengan hukum alam, mengemukakan bahwa :
Hukum hak cipta memberikan hak milik ekslusif kepada karya
cipta seseorang Pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi
karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada
masyarakat (lihat hendra tanu atmadja, 2003 :19)
Inti dari teori hukum alam dikaitkan dengan hak cipta, bahwa
Pencipta memiliki hak moral untuk menikmati hasil kerjanya, termasuk
keuntugan yang dihasilkan oleh keintelektualannya. karena pencipta telah
memperkaya masyarakat melalui Ciptannya, Pencipta memiliki hak untuk
mendapatkan imbalan yang sepadan dengan nilai sumbangannya. Disini,
hukum alam memberi hak milik ekslusif atas suatu karya Pencipta,
memberi individu hak untuk mempertahankan dan hak untuk mengawasi
karya-karyanya dan mendapat kompensasi yang adil atas sumbangannya
kepada masyarakat.2
B. Hak Cipta
1. Pengertian Hak Cipta
Istilah hak cipta diusulkan pertama kali oleh Sutan Mohammad Syah
pada Kongres Kebudayaan di Bandung pada tahun 1951 (yang kemudian
1 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : P.T. Alumni, 2009), h. 32.
2 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, (Bandung : P.T. Alumni, 2008), h. 52.
22
diterima oleh Kongres tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang
yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya,karena istilah hak
pengarang itu memberikan kesan penyempitan arti, seolah-olah yang
dicakup oleh pengarah itu hanyalah hak dari pengarang saja, atau yang ada
sangkut pautnya dengan karang mengarang saja, padahal tidak demikian.
Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari bahasa
belanda Auterus Rechts (Ajip Rosidi, 1984:3).
Istilah hak cipta ini merupakan pengganti auteusrechts atau copyrights
yang kandungan artinya lebih tepat dan luas, dibandingkan jika
menggunakan istilah hak pengarang.3
Secara yuridis, istilah hak cipta telah dipergunakan dalam UUHC
(1982) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam
Auteurswet 1912. Dalam pasal 1 angka 1 UUHC 2002 telah dirumuskan
pengertian Hak Cipta, yang jika diperpanjangkan ternyata tidak jauh
berbeda dengan yang dirumuskan dalam pasal 2 Auteurswet maupun Pasal
2 UUHc 1997. Pasal 1 angka 1 UUHC 2002 berbunyi :
Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi Pencipta maupun penerima
hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung : P.T. Alumni,2003), h. 85.
23
Terdapat dua unsur penting yang terkandung dalam pengertian Hak
Cipta yang termuat dalam pasal 1 angka 1 UUHC 2002 tersebut, yaitu :
pertama, hak yang dapat dipindahkan, dialihkan bagaimanapun dan
dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya, seperti
mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama
sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau
integritas ceritanya (bandingkan M. Hutahuruk, 1982: 11).
Apabila bunyi Pasal 1 angka 1 UUHC 2002 dibutiri, maka terungkap
pengertian dan sifat hak cipta itu, yakni :
1. Hak cipta itu merupakan hak yang bersifat khusus, istimewa, atau
ekslusif (ekslusif rights) yang diberikan kepada pencipta atau
pemegang hak cipta. Dengan hak yang bersifat khusus ini berarti
tidak ada orang lain yang boleh menggunakan hak tersebut, kecuali
dengan izin pencipta atau pemegang hak cipta yang bersangkutan;
2. Hak yang bersifat khusus, tunggal, atau monopoli tadi meliputi hak
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan
ciptaannya, memperbanyak ciptaannya, dan memberi izin kepada
orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil
ciptaannya tersebut;
3. Dalam melaksanakan hak yang bersifat khusus ini, baik
pencipta,pemegang hak cipta, maupun orang lain yang telah diberi
izin untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptannya tadi
24
harus dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang merupakan pembatasan-pembatasan tertentu;
4. Hak cipta tersebut dianggap sebagai benda bergerak yang bersifat
immateriil yang dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain,
baik untuk seluruh maupun sebagian.
Walaupun hak cipta itu merupakan hak istimewa yang hanya dimiliki
atau pemanfaatannya hendaknya berfungsi sosial, karena ada pembatasan-
pembatasan tertentu yang telah diatur dalam UUHC 2002. Dengan kata
lain, hasil karya cipta atau ciptaan bukan saja hanya dinikmati oleh
penciptanya saja, tetapi juga dapat dinikmati, dimanfaatkan, dan
digunakan oleh masyarakat luas, sehingga ciptaan itu mempnuyai nilai
guna, di samping nilai moral dan ekonomis.
Sebagaimana diungkapkan diatas, melalui pasal 1 angka 1 UUHC
2002 bahwa hak cipta yang bersifat khusus atau ekslusif itu, baik bagi
pencipta, pemegang hak cipta atau orag lain, harus dilakukan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merupakan
pembatasan-pembatasan tertentu. Artinya, dengan adanya pembatasan-
pembatasan tertentu ini, UUHC 2002 telah memberikan sarana guna
mewujudkan prinsip sosial yang harus melekat pada hak milik
sebagaimana lazimnya, yang memberikan kemungkinan kepada
masyarakat luas untuk memanfaatkan atau menikmati suatu ciptaan yang
dilindungi hak ciptaannya sebagaimana salah satu hak milik.4
4 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, h. 85.
25
2. Sejarah Hak Cipta
Perkembangan terhadap pemahaman hak cipta di indonesia kini
setahap demi setahap mulai menampakkan hasil yang cukup
mengembirakan. Hal ini penting, mengingat pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan industri hiburan di indonesia tidak dapat terlepas dari
keberadaan hak cipta yang menjamin hak-hak bagi pemilik dan atau
pemegang karya cipta.
Dari segi sejarahnya, konsep perlindungan hak cipta mulai tumbuh
dengan pesat sejak ditemukannya mesin cetak oleh J. Gutenberg pada
pertengahan abad kelima belas di eropa. Keperluan di bidang ini timbul
karena dengan mesin cetak, karya cipta khususnya karya tulis, dengan
mudah diperbanyak secara mekanikal. Inilah yang pada awalnya
menumbuhkan copyright.
Di inggris pemakaian istilah copyright pertama kali berkembangan
untuk menggambarkan perlindungan terhadap penerbit dari tindakan
penggandaan buku oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk
menerbitkannya. Perlindungan ini bukan diberikan kepada pencipta
melainkan kepada pihak penerbit. Perlindungan dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas investasi penerbit dalam membiayai pencetakan
suatu karya.
Setelah inggris, berikutnya menyusul pemberian hak tertentu kepada
para pengaram di Prancis yang timbul sebagai dampak dari adanya
Revolusi Prancis. Hak Cipta dalam perkembangan selanjutnya menjelma
26
menjadi hak ekslusif bagi pengarang, baik untuk melakukan eksploitasi
secara ekonomi maupun hak atas fasilitas-fasilitas lain yang berkenaan
dengan karyanya.
Menyadari bahwa dari aspek ekonomi hak cipta memiliki peran cukup
penting maka beberapa negara kemudian menyelenggarakan konvensi
mengenai masalah ini, seperti Konvensi Bern dan Universal Copyright
Convention (UCC).
Menurut konvensi Bern, yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak
yang melindungi pencipta secara efektif atas hasil karyanya yang berupa
karya sastra dan seni. Konvensi ini memiliki tiga asas yakni :
1. Asas national treatment atau assimilation, artinya memberikan
perlindungan yang sama atas ciptaan yang berasal dari peserta
konvensi seperti memberikan perlindungan atas ciptaan warga
negara sendiri.
2. Asas automatic protection, yang berarti bahwa perlindungan tidak
diberikan atas sesuatu formalitas, misalnya adanya pendaftaran hak
cipta dan pemberitahuan resmi mengenai pengumumannya atau
adanya pembayaran pendaftaran.
3. Asas independence of protection atau kebebasan perlindungan
tidak digantungkan pada adanya perlindungan di negara asal
ciptaan tersebut.
Perbedaan antara Konvensi Bern dengan UCC di antaranya sebagai
berikut :
27
1. Konvensi Bern memberikan perlindungan terhadap ciptaan
pencipta, tanpa adanya syarat-syarat formal, seperti adanya
pendaftaran ciptaan atau pemberitahuan resmi mengenai
pengumumannya atau pun pembayaran pendaftaran, sedangkan
UCC menyaratkan adanya persyaratan formal tersebut.
2. Jangka waktu perlindungan yang diberikan bagi Konvensi Bern
adalah selama hidup pencipta dan ditambah 50 tahun setelah
meninggal, sementara bagi UCC adalah seumur hidup pencipta dan
ditambah 25 tahun setelah meninggal.
Di Indonesia, keberadaan pengaturan mengenai hak cipta dimulai
dengan diterbitkannya Undang-Undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982
yang diberlakukan oleh pemerintah untuk menggantikan Auteurswet 1912
peninggalan belanda. Setelah Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982,
berturut-turut dilakukan perubahan terhadap undang-undang hak cipta di
Indonesia, diantaranya Undang-Undang Hak Cipta No. 7 Tahun 1987 yang
kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 12 Tahun 1922 tentang
perubahan Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987.
Dikeluarkannya Undang-Undang Hak Cipta No. 12 Tahun 1997 ini
sebenarnya merupakan konsekuensi atas keikutsertaan Indonesia dalam
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dimana Indonesia telah
meratifikasi perjanjian tersebut dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1994
tentang pengesahan Agreement Establishing The World Trade
28
Organization. Dengan demikian, segala perangkat perundang-undangan
yang menyangkut hak kekayaan intelektual harus disesuaikan atau
merujuk pada ketentuan yang ada dalam TRIPS (Trade Related
Intellectual Property Rights) yang dihasilkan oleh WTO. Pada tahun 2002,
pemerintah kembali melakukan penggantian undang-undang hak cipta
dengan menetapkan Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta (selanjutnya UUHC) sebagai undang-undang yang baru.
Hak cipta merupakan hak milik intelektual yang melekat secara pribadi
terhadap penciptanya. Ketika karya telah berhasil diwujudkan dalam
bentuk tertentu, maka sejak saat itu pula hak cipta timbul dan menjadi
milik penciptanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada
Pasal 2 ayat 1 UUHC yang menyatakan :
Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya,
yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan
tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Menurut UUHC, pencipta adalah seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yan dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Bentuk yang khas dan pribadi dapat diartikan sebagai perwujudan ide dan
pemikiran pencipta yang menunjukkan tentang identitas dan kualitas
29
dirinya. Misalnya, seorang pencipta lagu A dikenal oleh masyarakat
karena lagu-lagu cinta yang sedih dan melankolis, sedangkan pencipta
lagu B dikenal masyarakat karena lagu-lagunya yang penuh semangat dan
berisi kritik sosial. Dengan demikian, pencipta lagu dikatakan secara tidak
langsung telah menunjukkan identitas diri melalui karya-karya yang
dihasilkannya.
Sebagai penyempurnaan dari peraturan hak cipta, dalm UUHC juga
dimuat beberapa ketentuan baru, di antaranya sebagai berikut.
1. Database, merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi.
2. Peraturan mengenai penggunaan alat apa pun, baik melalui kabel
maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran
produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio,
media audio visual, dan/atau sarana telekomunikasi.
3. Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, Arbitrase, atau
alternatif penyelesaian sengketa.
4. Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih
besar bagi pemegang hak.
5. Batas waktu proses perkara perdata di bidang hak cipta dan hak
terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung.
6. Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana
kontrol teknologi
30
7. Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap
produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi
tinggi.
8. Ancaman pidana atas pelanggaran hak terkait.
9. Ancaman pidana dan denda maksimal.
10. Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan program
komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan
melawan hukum.5
Sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta maka dibuat Undang-Undang baru yaitu Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang HakCipta. Dimana terdapat hal-hal
baru yang secara garis besar mengatur :6
a. Waktu perlindungan lebih panjang disesuaikan dengan
berbagai Negara sehingga beberapa bidang hak cipta
diberlakukan seumur hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah
pencipta meninggal dunia.
b. Membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus
(sold flat).
5 Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, (Bogor : GhaliaIndonesia, 2009), h. 8.
6 Venantia Sri Handayani, Memahami Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta : PenerbitUniversitas katolik Indonesia Atma Jaya, 2015), h. 48.
31
c. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui mediasi, arbitrase
atau pengadilan serta penerapan delik aduan untuk tuntutan
pidana.
d. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat
penjualan dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait
di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya.
e. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud obyek
jaminan fidusia.
f. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang
sudah dicatatkan apabila ciptaan melanggar norma agama,
norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan
Negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Pencipta, pemegang hakcipta, pemilik hak terkait menjadi
anggota Lembaga Managemen Kolektif agar dapat menarik
imbalan atau royalti.
h. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti
untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam
hubungan dinas dan digunakans ecara komersial.
i. Lembaga Managemen Kolektif yang berfungsi menghimpun
dan mengelola hakekonomi pencipta dan pemilikhak terkait
wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada
menteri.
32
j. Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia
untuk merespon perkembangan teknologi infomasi dan
komunikasi.
3. Hak Moral dan Hak Ekonomi
Hak Cipta dapat dibedakan menjadi dua jenis hak, yakni hak moral
(moral rights) dan hak ekonomi (economic rights). Hak moral adalah hak-
hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta. Konsep hak moral
ini berasal dari sistem hukum kontinental, yaitu dari perancis.
Hak moral tercantum dalam pasal 6 Konvensi Bern yang menyatakan
bahwa :
“... Pencipta memiliki hak untuk mengklaim kepemilikan atas
karyanya dan mengajukan keberatan atas distorsi, mutilasi atau
perubahan-perubahan serta perbuatan pelanggaran lain yang
berkaitan dengan karya tersebut dapat merugikan kehormatan
atau reputasi si Pengarang/Pencipta. ”
Makna dari Hak Moral diatur dalam Pasal 24 UUHC No. 19 Tahun
2002 adalah bahwa dengan Hak Moral, pencipta dari suatu karya cipta
memiliki hak untuk :
a. Dicantumkan nama atau samarannya di dalam Ciptaannya ataupun
salinannya dalam hubungan dengan pengguanaan secara umum;
b. Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk
pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan
33
karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan
reputasi Pencipta.
Selain itu, tidak satupun dari hak-hak tersebut di atas dapat
dipindahkan selama Penciptanya masih hidup , kecuali atas wasiat
pencipta berdasarkan peraturan perundang-undangan.
“Hak-hak Moral” adalah hak-hak pribadi pencipta/pengarang untuk
dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap disebut sebagai
Pencipta karya tersebut. Hak-hak ini menggambarkan hidupnya hubungan
berkelanjutan dari si Pencipta dengan karyanya walaupun kontrol ekonomi
atas karya tersebut hilang, karena telah diserahkan sepenuhnya kepada
Pemegang Hak Cipta atau lewat jangka waktu perlindungannya seperti
diatur dalam UUHC yang berlaku.
UU Hak Cipta Indonesia menekankan hak-hak moral secara jelas
dibandingkan UU Hak Cipta yang berlaku di negara yang lebih
menggambarkan pengaruh sistem hukum sipil. Pasal 1 ayat 2 dalam
mendefinisikan “Pencipta” mengacu kepada “sesuatu yang bersifat
pribadi” dari suatu hasil karya yang lahir berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diterangkan
keutuhan karya tersebut seperti yang dipahami si Pencipta terlihat
memperoleh perlindungan Hak cipta yang diatur dalam UU.
Hak-hak moral itu berlaku terhadap bermacam penggunaan karya
tersebut. Misalnya, di AS terjadi perdebatan sengit mengenai perwarnaan
film hitam putih yang dibuat pada tahun 1930-an dan 1940-an.
34
Masalahnya adalah kemungkinan pewarnaan film hitam dan putih dapat
meningkat menjadi perlakuan yang menghina karya tersebut yang berarti
melanggar hak moral dari produser film tersebut.
Isu-isu serupa bermunculan dalam kaitannya denga karya parodi atau
satire film atau film dokumenter yang diedit oleh stasiun televisi atau
perusahaan distributor film tersebut ditayangkan kepada publik.7
Menurut konsep hukum kontinental hak pengarang (droit d’auteur,
author rights) terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan
keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang, dan hak moral yang
menyangkut perlindungan atas reputasi si pencipta.
Untuk hak ekonomi diartikan sebagai hak yang dipunyai oleh si
pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi, menurut Djumhana hak
ekonomi umumnya di setiap negara meliputi jenis hak:
1. Hak Reproduksi atau Penggandaan
Hak pencipta untuk menggandakan ciptaannya, ini merupakan
penjabaran dari hak ekonomi si pencipta. Bentuk penggandaan atau
perbanyakan ini dapat dilakukan secara tradisional maupun melalui
peralatan modern. Hak reproduksi ini juga mencakup perubahan
bentuk ciptaan satu ke ciptaan lainnya, misalnya rekaman musik,
pertunjukan drama, juga pembuatan duplikasi dalam rekaman suara
dan film.
7 Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, h. 117
35
2. Hak Adaptasi
Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan dari
bahasa satu kebahasa lain, aransemen musik, dramatisasi dari
nondramatik, mengubah menjadi cerita fiksi dari karangan
nonfiksi, atau sebaliknya. Hak ini diatur baik dalam Konvensi
Berne maupun Konvensi Universal (Universal Copyright
Convention).
3. Hak Distribusi
Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk
menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya.
Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan,
atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal
oleh masyarakat.
Dari hak distribusi itu dapat dimungkinkan timbul hak baru berupa
foreign right, yaitu suatu hak yang dilindungi di luar negaranya.
Misalnya suatu karya cipta berupa buku, karena merupakan buku
yang menarik, maka sangat digemari di negara lain, dengan
demikian buku iitu didistribusikan ke negara tersebut, sehingga
mendapatkan perlindungan sebagai foreign right.
4. Hak Penampilan Atau Performance Right
Hak untuk penyajian kuliah, pidato, khotbah, baik melalui visual
maupun presentasi suara, juga menyangkut penyiaran film, dan
rekaman suara pada media televisi, radio, dan tempat lain yang
36
menyajikan tampilan tersebut. Setiap orang atau badan yang
menampilkan, atau mempertunjukkan sesuatu karya cipta, harus
meminta izin dari si pemilik hak performing tersebut. Keadaan ini
terasa menyulitkan bagi orang yang akan meminta izin
pertunjukkan tersebut, untuk memudahkan hal tersebut maka
diadakan suatu lembaga yang mengurus hak pertunjukkan itu
dikenal sebagai performing rights society.
5. Hak Penyiaran Dan Broadcasting Right
Hak untuk menyiarkan bentuknya berupa mentransmisikan suatu
ciptaan oleh peralatan kabel. Hak penyiaran ini meliputi penyiaran
ulang dan mentransmisikan ulang. Ketentuan hak ini telah diatur
dalam Konvensi Bern, maupun Konvensi Universal, juga konvensi
tersendiri misalnya Konvensi Roma 1961; dan Konvensi Brussel
1974 yang dikenal dengan Relating on the Distribution of
Programme Carriying Signals transmitted by Satellite.hanya saja
di beberapa negara, hak penyiaran ini masih merupakan cakupan
dari hak pertunjukan.
6. Hak program kabel
Hak ini hampir sama dengan hak penyiaran hanya saja
mentransmisikan melalui kabel. Badan penyiaran televsi
mempunyai suatu studio tertentu, dari sana disiarkan program-
program melalui kabel kepada pesawat para pelanggan. Jadi siaran
sudah pasti bersifat komersial.
37
7. Droit De Suite
Droit de Suite adalah hak pencipta. Hak ini mulai diatur dalam
pasal 14 bis Konvnesi Bern revisi Brussei 1948, yang kemudian
ditambah lagi dengan pasal 14 hasil revisi Stocholm 1967.
Ketentuan Droit de Suit ini menurut petunjuk dari WIPO yang
tercantum dalam buku Guide to Berne Convention, merupakan hak
tambahan. Hak ini bersifat kebendaan.
8. Hak Pinjam Masyarakat Atau Public Lending Right
hak ini dimiliki oleh pencipta yang karyanya tersimpan di
perpustakaan, yaitu dia berhak atas suatu pembayaran dari pihak
tertentu karena karya yang diciptakannya sering dipinjam oleh
masyarakat dari perpustakaan milik pemerintah tersebut.
Dari penjelasan hak cipta yang memunculkan hak moral dan hak
ekonomi ini pada dasarnya khusus untuk hak ekonomi dapat dimiliki si
pencipta satu atau lebih hak ekonomi. Namun demikian, hak-hak diatas
juga pada hakikatnya dapat dimiliki oleh si pencipta berupa orang atau
badan hukum. Ciptaan yang ciptaannya lebih dari satu orang, maka
menurut ketentuan pasal 6 UU Hak Cipta, maka ciptaan itu dimiliki oleh
orang yang mengawasi atau memimpin penyelesaian seluruh ciptaan itu.
Selangkapnya bunyi Pasal 6 UU Hak Cipta menyatakan :
“Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan
oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang
yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau
38
dalam hal tidak ada tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang
yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi cipta masing-masing atas
bagian ciptaannya itu.”8
C. Lisensi
1. Pengertian Lisensi
Istilah lisensi dalam pengalihan hak cipta kepada pihak lain baru
dijumpai dalam perundang-undangan Hak Cipta Indonesia Tahun 1997.
Masuknya terminology hukum “lisensi” dalam peraturan perundang-
undangan hak cipta didasarkan pada ketentuan Article 6 bis (1) Konvensi
Bern. Ketentuan ini diperlukan untuk memberi landasan pengaturan bagi
praktik pelisensian di bidang Hak Cipta, sebagaimana dikenal dalam paten
dan merk prinsip dasar yang dianut adalah, kecuali diperjanjikan lain,
lisensi selalu bersifat non ekslusif. Artinya, jika tidak ada perjanjian lain,
pemegang hak cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi
lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan perbuatan hukum
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya.9
Lisensi secara umum dapat diartikan pemberian izin, hal ini termasuk
dalam sebuah perjanjian. Definisi lain, pemberian izin dari pemilik
8 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya hukum,(Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 3.
9 OK. Sadikin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta : PT. RajaGrafindoPersada, 2007), h. 125.
39
barang/jasa kepada pihak yang menerima lisensi untuk menggunakan
barang atau jasa.10
Menurut Undang-Undangtu Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau
Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan
persyaratan tertentu.
Dengan demikian lisensi merupakan suatu bentuk pemberian izin
untuk memanfaatkan suatu Hak Atas Kekayaan Intelektual, yang dapat
diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi agar penerima
lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha, baik dalam bentuk
teknologi atau pengetahuan (knowhow) yang dapat dipergunakan untuk
memproduksi menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang
(berwujud) tertentu, maupun yang akan dipergunakan untuk
melakasanakan kegiatan jasa tertentu, dengan mempergunakan Hak Atas
Kekayaan Intelektual yang dilisensikan tersebut. Untuk keperluan tersebut
penerima lisensi diwajibkan untuk memberikan kontraprestasi dalam
bentuk pembayaran royalti yang dikenal juga dengan license fee.11
10 https://id.wikipedia.org/wiki/Lisensi diakses pada tanggal 22 November 2016 Pukul10:26 WIB.
11 Gunawan Widjaja, Lisensi, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 11.
40
2. Jenis-jenis Lisensi Hak Cipta
Pada dasarnya, ada empat penggunaan karya cipta yang harus
melalui Pemberian Lisensi, yaitu:12
a. Lisensi Mekanikal (Mechanical Licenses)
Lisensi Mekanikal diberikan kepada Perusahaan Rekaman sebagai
bentuk izin penggunaan karya cipta. Seseorang pencipta lagu
dapat melakukan negosiasi langsung atau melalui penerbit musiknya
dengan siapa saja yang menginginkan lagu ciptaannya untuk di
eksploitir. Artinya, siapa saja yang ingin merekam, memperbanyak,
serta mengedarkan sebuah karya cipta bagi kepentingan komersial,
berkewajiban mendapatkan lisensi mekanikal.
Bila sebuah lagu telah di liris secara komersial untuk pertama
kalinya dan telah melewati batas waktu yang disepakati bersama,
pencipta lagu dapat memberikan lisensi mekanikal untuk lagu
ciptaannya tersebut kepada siapa saja yang memerlukannya untuk
dieksploitasi kembali. Biasanya bentuk rilis album kedua dan
selanjutnya ini diterbitkan dalam bentuk album seleksi atau
kompilasi.
b. Lisensi Pengumuman / Penyiaran (Peforming Licenses)
Lisensi penyiaran adalah salah satu bentuk izin yang diberikan oleh
pemilik hak cipta bagi lembaga-lembaga penyiaran seperti televisi,
radio, konser dan lain-lain. Setiap kali lagu ditampilkan atau
12 Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, (Bandung : PT. Alumni,2013), h. 87.
41
diperdengarkan kepada umum untuk kepentingan komersial,
penyelenggara siaran tersebut berkewajiban membayar royalti
kepada pencipta lagunya. Pemungutan royalti performing rights ini
pada umumnya dikelola atau ditangani oleh sebuah lembaga
administrasi kolektif hak cipta.
c. Lisensi Sinkronisasi (Synchronization Licenses)
Lisensi ini diberikan untuk kepentingan pengumuman sebuah lagu
dalam bentuk cetakan, baik untuk partitur musik maupun kumpulan
notasi dan lirik lagu-lagu yang diedarkan secara komersial. Hal
ini banyak diproduksi dalam bentuk buku nyanyian atau dimuat pada
majalah musik dan lain-lain.
d. Lisensi Mengumumkan Lembar Hasil Cetakan (Print Licenses)
Melalui sebuah lisensi sinkronisasi, pengguna dapat
mengeksploitasi ciptaan seseorang dalam bentuk visual image
untuk kepentingan komersial. Visual image ini biasanya berbentuk
video, DVD, VCD, MP3, program televisi atau audio visual lainnya.
e. Lisensi Luar Negeri (Foreign Licenses)
Lisensi Luar Negeri ini adalah sebuah lisensi yang diberikan
pencipta lagu atau penerbit musik kepada sebuah Perusahaan
Agency di sebuah negara untuk mewakili mereka dalam
memungut royalti lagunya atas penggunaan yang dilakukan oleh
penggunanya di negara bersangkutan bahkan di seluruh dunia.
42
D. Royalti
1. Pengertian Royalti
Royalty (inggris) yang diterjemahkan sebagai honorarium (fee) adalah
uang jasa. Uang jasa (royalty) yang dibayar atau diberikan kepada pemilik
HKI, misalnya kepada pengarang untuk setiap buku yang diterbitkan. Atau
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) kepada anggotanya yang terdiri
dari para pemusik atau penyanyi.
Untuk mengadministrasikan, mengumpulkan, mendistribusikan royalty
para pencipta lagu dari user didirikan lembaga masyarakat, misalnya
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), yang juga mewakili Indonesia.
Pengguna karya cipta (user) wajib meminta ijin dan membayar royalty bila
memperdengarkan lagu, dan mempertunjukkannya pada kegiatan : radio,
TV, penerbangan, transportasi lain, tempat-tempat hiburan, restoran,
diskotik atau karaoke.13
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 tidak memberi definisi
mengenai royalti. Namun, dalam Pasal 45 ayat (3), mengatur tentang
kewajiban pembayaran royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima
lisensi, dan ayat (4) mengatur besarnya atau jumlah royalti yang wajib
dibayarkan kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi berdasarkan
pada kesepakatan dari kedua belah pihak dengan berpedoman pada
kesepakatan organisasi profesi.14
13 Venantia Sri Handayani, Memahami Atas Kekayaan Intelektual, h. 42.
14 Tyas Ika Merdekawati, Implemantasi Pemungutan Royalti Lagu Atau Musik UntukKepentingan Komersial, h. 99.
43
Sehingga dapat disimpulkan bahwa royalti berhubungan dengan
pembagian bagian keuntungan berupa persentase dari penggunaan HKI
dalam hal ini adalah hak cipta yang diperoleh pencipta atau pemegang hak
cipta atas ijin yang diberikan kepada pihak lain oleh pencipta atau
pemegang hak cipta atas penggunaan suatu ciptaan. Untuk
mengadministrasi royalti ciptaan-ciptaan lagu, di Indonesia dan juga di
negara-negara lain didirikan lembaga-lembaga untuk menjembatani
para pencipta lagu dengan para pemakai lagu (users) untuk mengurusi
dan mengadministrasi pemakaian lagu dan menyelesaikan kewajiban
user membayar royalti, disebut juga dengan Collecting Society.15
2. Jenis-Jenis Royalti
Didalam Industri musik royalti dapat dibedakan antara lain :
1. Royalti (Royalty Payment) yaitu sistem pembayaran atau
kompensasi secara bertahap, baik dengan/ tanpa uang muka atau
Advance bagi penggunaan sebuah ciptaan. Pembayaran jenis ini
mengikuti omset penjualan secara terus menerus selama produknya
dijual di pasaran.
2. Flat (Flat Payment) adalah sistem pembayaran langsung atau tidak
bertahap. Dengan kata lain, royalti dibayarkan secara sekaligus atas
penggunaan sebuah karya cipta musik. Pembayaran ini harus
ditentukan jumlah dan jangka waktu peredarannya.
15 Sulasno, Kewenangan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) Sebagai PerformingRight Collecting Society, (Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 4 No. 3, September 2012), h. 148.
44
Royalti harus dibayar karena lagu adalah suatu karya intelektual
manusia yang mendapat perlindungan hukum. Jika pihak lain ingin
menggunakannya sepatutnya meminta izin kepada si pemilik hak cipta.
Pembayaran royalti merupakan konsekuensi dari menggunakan jasa/ karya
orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, lagu merupakan salah satu sarana
penunjang dalam kegiatan usaha, misalnya restoran, diskotik atau karaoke
hingga usaha penyiaran.16
16 Tyas Ika Merdekawati, Implemantasi Pemungutan Royalti Lagu Atau Musik UntukKepentingan Komersial, h. 101.
45
BAB III
PEMUNGUTAN ROYALTI ATAS KARYA CIPTA LAGU OLEH YKCI
A. Sejarah, Tujuan dan Tugas dari YKCI
1. Sejarah Terbentuknya YKCI
Yayasan Karya Cipta Indonesia didirikan pada tanggal 15 Januari
1988 dengan nama pertama Indonesia Collecting Society (INCOS),
yang kemudian diubah menjadi Yayasan Karya Cipta Indonesia.
Pendiri pertamanya disponsori oleh Organisasi Pencipta Lagu dan
Penulis Lirik Internasional (CISAC) dan PAPPRI1. Mulai tanggal 15
Januari 1991 Yayasan Karya Cipta Indonesia ini telah bekerja sama
dan menandatangani sebuah perjanjian timbal balik dengan Buma
Stemra (Belanda) dan CISAC.2
Yayasan Karya Cipta Indonesia ini didirikan oleh Peguyuban Artis
Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia. YKCI
merupakan suatu badan hukum pengelola performing right (hak
mengumumkan) dari para pencipta lagu di Indonesia, sehingga dengan
adanya badan hukum ini hak Pencipta musik dan lagu 34 Universitas
1 PAPPRI didirikan pertama kali pada tanggal 18 Juni 1986, semula merupakan singkatandari Paguyuban Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia, kemudian pada tahun1987, kepanjangannya berubah menjadi Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan PenataMusik Rekaman Indonesia sebagai satu-satunya organisasi profesi yang resmi tercatat padalembaran Negara RI dan kemudian yang diputuskan pada Kongres II PAPPRI tahun 1994.Sebagai wadah para pemilik hak cipta, PAPPRI juga merupakan anggota resmi dari CISAC (TheInternational Confederation of Sociates of Authors And Composers) di Paris.
2 Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1998), h. 105.
46
Sumatera Utara khusunya hak mengumumkan musik dan lagu tersebut
dapat direalisasikan pelaksanaannya.
YKCI dibentuk dan didirikan untuk membantu para pencipta
mengelola Hak Cipta atas musik dan lagu, khusunya dalam bidang hak
mengumumkan musik dan lagu atau performing right atau hak
memperbanyak musik dan lagu (rekaman) karena banyaknya keluhan-
keluhan terhadap dirugikannya para pencipta dalam perjanjian lisensi
mechanical right antara produser dengan pencipta musik dan lagu.
Yayasan Karya Cipta Indonesia(YKCI) adalah sebuah wadah
kolektif manajemen yang didirikan pada tanggal 12 Juni 1990 di
Jakarta. YKCI ini berperan sebagai pemegang hak cipta lagu yang di
beri kuasa oleh pencipta untuk menarik royalti atas pemakaian karya
cipta lagu oleh pelaku usaha sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang hak cipta.
YKCI didirikan oleh para pencipta lagu dan para musisi Indonesia,
khususnya yang tergabung dalam PAPPRI (Persatuan Artis Pencipta
Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia) dengan didukung oleh
para sarjana hukum yang menaruh perhatian terhadap persoalan-
persoalan hak cipta. 32 Para pencipta lagu terdiri dari mereka
yang senior seperti H. Mutahar, Maladi hingga yang lebih muda
seperti Tito Soemarsono, Ebiet G. Ade, Elfa Secioria.3
3 Kurnialif Triono, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta TerhadapPemberian Lisensi Karya Cipta Lagu, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 31.
47
2. Tujuan Dari YKCI
Adapun maksud tujuan berdirinya KCI yaitu sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 4 Anggaran Dasarnya, adalah :
1) Mengurus kepentingan para Pencipta Indonesia yang hak
ciptanya dikuasakan kepada yayasan, terutama dalam rangka
pemungutan fee/royalti bagi pemakaian hak ciptanya oleh
orang lain untuk kepentingan penggunaan yang bersifat
komersial baik di dalam maupun luar negeri;
2) Mewakili kepentingan para Pencipta luar negeri, terutama
dalam rangka pemungutan fee/royalti atas pemakaian hak cipta
asing oleh orang lain untuk kepentingan penggunaan yang
bersifat komersial di wilayah Indonesia;
3) Mewakili dalam mempertahankan dan melindungi kepentingan
para Pencipta atas pelanggaran hak ciptaa; dan
4) Meningkatkan kreativitas para Pencipta melalui pendidikan,
pembinaan, pengembangan, dan kemampuan pengetahuan
dalam bidang musik.
Selain mempunyai tujuan, YKCI juga mempunyai visi dan misi.
YKCI mempunyai visi untuk mengoptimalkan pendapatan royalti
untuk kesejahteraan para anggotanya yaitu para Pencipta lagu, lirikus,
penata musik atau Pemegang Hak Ciptanya. Sedangkan misi dari
YKCI terdiri dari 2 (dua) yaitu :
48
a. Untuk anggotanya, YKCI menjalankan fungsi administrasi
kolektif secara efektif dan efisien untuk memaksimalkan
pendapatan royalti serta meminimalkan pengeluaran biaya.
b. Untuk pengguna musik dan lagu, YKCI memberikan informasi
yang akurat dan lengkap serta ilmiah kepada pengguna musik
dan lagu, sehingga dapat memberikan manfaat yang diperoleh
untuk menghindari sekecil mungkin atas pelanggaran Hak
Cipta.
3. Tugas Dari YKCI
Untuk melaksanakan maksud dari tujuan tersebut KCI memiliki
usaha atau tugas sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 Anggaran
Dasarnya yaitu :
1) Melaksanakan administrasi bersama (collecting administration)
atau pemakaian hak cipta dari para Pencipta pada umumnya,
Pencipta lagu pada khususnya, baik Ciptaan Indonesia maupun
asing;
2) Melakukan pemungutan fee/royalti atas pemakaian hak cipta
untuk kepentingan komersial baik berupa pertunjukkan maupun
penyiaran dan penggandaan melalui media cetak maupun alat
mekanik (mechanical right);
3) Mendistribusikan pungutan fee/royalti tersebut dalam sub b
kepada yang berhak setelah dipotong biaya administrasi; dan
49
4) Berperan serta aktif dalam kegiatan pendidikan kreativitas,
pengetahuan, dan kemampuan para Pencipta lagu.4
B. YKCI Sebagai Manajemen Kolektif
YKCI adalah badan hukum nirlaba yang berbentuk yayasan, artinya
adalah suatu organisasi yang tidak mengambil keuntungan dalam arti
memupuk laba sebagaimana suatu perseroan terbatas, dengan anggaran
dasar yang telah disusun dan disesuaikan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Lahirnya organisasi manajemen kolektif lagu atau collecting society di
Indonesia merupakan suatu bentuk interprestasi atas dilindunginya suatu
karya cipta sebagaimana disebutkan dalam UUHC. Namun dalam
prakteknya di masyarakat, UUHC masih dianggap lemah, sebab tidak
mencantumkan secara tagas mengenai definisi lembaga manajemen
kolektif dan menunjuk lembaga mana yang berhak menjadi manajemen
kolektif.
Adanya lembaga manajemen kolektif pemungut royalti seperti YKCI
didasarkan atas pemikiran bahwa, terdapat kemudahan dalam akses
pengajuan izin yang diperoleh oleh mereka yang menggunakan atau
menikmati musik sesuai ketentuan yang berlaku dan dengan cara yang
tertib. Bagi YKCI, ini berhak untuk mewakili atau menyajikan katalog
daftar lagu seluruh dunia, dengan atau tanpa teks, untuk memberikan
lisensi pengguna musik tanpa diskriminasi kepada pemakai (users) yang
4 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, h. 199
50
memnuhi syarat, mengontrol penggunaan yang sah, menagih uang dari
penggunaan tersebut dan kemudian mendistribusikannya kepada para
pemilik hak cipta setelah dipotong biaya yang layak berdasarkan prinsip-
prinsip yang disetujui di antara para pihak. Dengan demikian, penggunaan
tersebut membentuk dasar perhitungan jumlah royalti kemudian di
distribusikan kepada para pemegang hak dari masing-masing pemilik
karya tersebut.5
C. Proses Pemungutan dan Pembayaran Royalti oleh YKCI
Di indonesia, cara pembagian royalti yang didistribusikan oleh YKCI
Kepada Pencipta Musik atau Lagu, mengikuti tahapan sebagai berikut :6
Sebelum royalti dipungut dari pemakai (user), untuk kemudian
dibayarkan kepada pencipta diperlukan data, nama-nama pencipta atau
pemegang hak cipta, laporan pemakaian musik atau lagu oleh pemakai
serta beberapa kali pemutarannya. Data diisi oleh pemakai berdasarkan
kesadaran dan perlindungan sendiri (self assessment). Selanjutnya user
membayar royalti kepada YKCI, berdasarkan jumlah yang sudah
ditentukan olehnya. Prinsip dasar perindustrian royalti ialah, membagikan
royalti yang dikumpulkan dari user berdasarkan laporan pemakaian musik.
Royalti didistribusikan kepada pencipta atau pemegang hak yang
sudah menjadi anggota YKCI. Besar kecilnya royalti tergantung dari
5 Rina Sartika Pamela, Perspektif Yuridis Mengenai Mekanisme Pemungutan Royalti AtasLagu Serta Kendala Yang Dihadapi oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia, (Jakarta : FakultasHukum Pasca sarjana Universitas Indonesia, 2011), h. 74.
6 Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, (Jakarta : Program Pasca sarjanaFakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 315.
51
pemakaian lagu atau musik yang dibagi berdasarkan kelompok
pemakaiannya. Jumlah royalti yang diterima dari tiap lagu dari tempat
yang sama, bisa berlainan setiap tahunnya.7
Selain mengelola performing right, YKCI sejak tanggal 1 Januari
1999, merancang suatu mekanisme sistem royalti untuk mechanical right.
Minimum royalti adalah Rp. 250.000 ( sudah dihitung pajak dan komisi
untuk YKCI sebesar 10%), untuk sebuah lagu yang direkam oleh
perusahaan rekaman pada masa edar pertama. Selanjutnya, akan dihitung
berdasarkan unit yang terjual, baik yang direkam, dijual, album seleksi,
maupun kompilasi, terjemahan, rekaman ulang. Ada cara lain untuk
menghitung royalti atau penghargaan atas lagu yang lebih lazim dianut
secara internasional. Presentase (5,4%) dari harga tertentu, biasanya
dihitung dari harga distributor (Published Price to Dealer), dikalikan
dengan jumlah unit kaset yang dijual. Penanganan mechanical right
pencipta, setelah pencipta menunjuk YKCI sebagai kolektor, kemudian
menandatangani perjanjian yang terpisah dari perjanjian performing right.
Perjanjian tersebut berisikan kesepakatan, antara lain, pencipta akan
memberitahu ke YKCI, tentang daftar lagu yang telah diserahkan kepada
Produser Perusahaan Rekaman (P3). Selanjutnya, pencipta menerima
royalti dari Divisi MR (Mechanical Rights) YKCI, segera setelah lagu
tersebut dinyatakan resmi diterima oleh perusahaan rekaman atau P3,
dalam bentuk penyerahan berkas dari P3 yang dinamakan Song Permision
7 Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, h. 315.
52
Order (SPO). Pencipta tidak dapat menerima royalti secara langsung dari
P3, karena dapat menyulitkan perhitungan royalti atas penjualan.
Penunjukan YKCI sebagai kolektor melalui perjanjian kuasa berlaku untuk
jangka waktu tiga tahun, dan dapat diperpanjang untuk kurun waktu yang
sama. Disamping itu, mekanisme pembayaran royalti menurut
memorandum kesepakatan antara YKCI (Yayasa Karya Cipta Indonesia)
dan ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia). Produser akan
membayar royalti atas setiap lagu yang direkamnya yang berada di bawah
pengelolaan YKCI.
Penentuan besaran royalti dilakukan berdasarkan perjanjian lisensi.
Setiap produk yang diedarkan harus mencantumkan harga jual toko, baik
untuk format kaset maupun compact disc, dimana setiap perubahan atas
harga, produser harus segera memberitahukan YKCI, sejak perencanaan
awal. Untuk produk yang diedarkan diluar wilayah indonesia, harga dan
tarif yang digunakan adalah yang berlaku di negara bersangkutan.
Produser akan memberitahu nama, alamat, pernyataan jumlah yang
diekspor dan informasi lainnya dari importir di negara tujuan. Dalam hal
ini YKCI dapat menggunakan jasa instansi Bea Cukai untuk meneliti kaset
atau compact disc yang akan diekspor, apabila ditemukan alasan yang kuat
menduga kaset compact disc tersebut berisikan repertoire yang belum
diketahui oleh YKCI. PAPPRI dan ASIRI, dan tiga organisasi profesi hak
cipta pernah menerbitkan SPPL (Surat Perjanjian Pemakaian Lagu) pada
53
tanggal 21 Februari 1994. SPPL ini mengatur perjanjian pembelian lagu
antara pencipta dan produser rekaman dengan sistem royalti.
Pembayaran royalti oleh pengguna (user) dilakukan melalui transfer
Bank, yang kemudian bukti pembayaran tersebut dikirimkan kepada
YKCI. Setelah pembayaran dilakukan dan YKCI menerima bukti
pembayaran dari pengguna, maka YKCI memiliki kewajiban untuk
menerbitkan Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik (SPLM). SPLM ini
kemudian diberikan kepada user untuk dipergunakan dalam jangka waktu
1 (satu) tahun kedepan. Sebagai sebuah bentuk perlindungan, maka
pengguna berdasarkan ketentuan dalam UUHC, wajib mencatatkan
/mendaftarkan perjanjian lisensi di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Hal ini bertujuan agar perjanjian lisensi dapat mempunyai
akibat hukum terhadap pihak ketiga. Sekalipun telah memiliki SPLM dan
berhak untuk menggunakan seluruh karya musik pencipta yang diwakilkan
oleh YKCI dalam kegiatan usahanya (Blanket Licensee), namun pengguna
masih dibebankan kewajiban berupa memberikan laporan pengguna
musiknya (Logsheet/Program Return) untuk kepentingan pembayaran
royalti kepada pencipta.
Setelah satu tahun dan habisnya jangka waktu SPLM, maka YKCI
melakukan konsfirmasi kepada users dan menanyakan apakah ada
perubahan data. Jika tidak ada, YKCI akan mengirimkan invoice kembali
kapada pengguna. Namun jika terdapat perubahan data, maka licensing
executive YKCI akan melakukan penyesuaian. Dan untuk selanjutnya,
54
invoice perubahan tersebut akan dikirimkan kembali kepada pengguna.
Dalam alur mekanisme pemungutan royalti ini, terdapat sebuah tahapan
yang merupakan inti dari keseluruhan proses, yakni pendistribusian royalti
kepada pencipta/pemegang hak.8
8 Rina Sartika Pamela, Perspektif Yuridis Mengenai Mekanisme Pemungutan Royalti AtasLagu Serta Kendala Yang Dihadapi oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia, h. 91.
55
BAB IV
LEGALITAS PEMUNGUTAN ROYALTI TERHADAP KARYA CIPTA
LAGU (Analisis Putusan MA Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013)
A. Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia
Yayasan Karya Cipta Indonesia merupakan sebuah lembaga
manajemen kolektif di Indonesia berbentuk badan hukum nirlaba di
Indonesia untuk memungut royalti atas karya cipta lagu oleh para
pengguna yang bersifat komersial. Tugas dari Yayasan Karya Cipta
Indonesia yaitu memungut royalti untuk para pemilik atau
pencipta(pemberi kuasa) dari pengguna maupun pelaku usaha yang
bersifat komersial dan mendistribusikannya kembali kepada para pemilik
atau pencipta tersebut.
Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai lembaga manajemen
kolektif sejak didirikan memiliki hak dan kewajiban. Dan dari hak yang
didapat oleh Yayasan Karya Cipta Idonesia tersebut menimbulkan
kewajiban yaitu memberikan perlindungan hukum bagi pencipta berupa
royalti.
Dalam pertimbangan Hakim Agung, Majelis Hakim berpendapat
bahwa didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 legal standing
dari Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mewakili para pencipta tidak
ada, sehingga Yayasan Karya Cipta Indonesia tidak memiliki kewenangan
dalam pemungutan royalti.
B. Posisi Kasus
Kasus Hak Cipta antara PT. Vizta Pratama Inul Vista Karaoke
Manado yang beralamat di Kompleks Mega Mas Blok A I-A2 unit ruko
nomor 50-52 Manado Sulawesi Utara dalam hal ini memberi kuasa
kepada Hotmaraja B Nainggolan, S.H., dankawan, para Advokat, disebut
sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat. Melawan Yayasan Karya Cipta
Indonesia (KCI) yang beralamat ITC Dutamas Blok D1 Nomor 20 Cipete
56
Utara, kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang diwakili oleh selaku ketua
Yayasan Drs. Dharma Orat mangun, M.Si., dalam hal ini memberi kuasa
kepada Denny F. Kaunang, S.H., dan parakawan, para Advokat/Penasihat
Hukum, disebut sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Posisi kasus pada putusan Mahkamah Agung 392
K/Pdt.Sus.HKI/2013 merupakan kasus perdata khusus hak atas kekayaan
intelektual (hak cipta), yaitu antara Yayasan Karya Cipta Indonesia
(YKCI) dengan PT. Vizta Pratama Inul Vista Karaoke Manado. Gugatan
yang dilakukan Yayasan Karya Cipta Indonesia terhadap PT. Vizta
Pratama Inul Vista Karaoke Manado yang merupakan tergugat, yang
dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut si tergugat telah
mempergunakan karya cipta musik dan lagu dari dalam maupun luar
negeri dengan cara memutar, menyiarkan dan memperdengarkan karya
cipta musik dan lagu tersebut.
Adapun lagu-lagu yang diumumkan tergugat dalam bentuk musik
hidup yang dimana dalam menu/daftar lagunya menyajikan daftar lagu
yang terdiri di antaranya :
1. Koleksi lagu-lagu Indonesia;
2. Koleksi lagu-lagu Barat;
3. Koleksi lagu-lagu Daerah;
4. Koleksi lagu-lagu Anak-Anak ; dan
5. Koleksi lagu-lagu Rohani.
Didalam gugatannya, Yayasan Karya Cipta Indonesia menyatakan
bahwa PT. Vizta Pratama Inul Vista Karaoke Manado sebagai tergugat
melakukan kegiatan usahanya memutar dan memperdengarkan karya cipta
musik dan lagu dari dalam maupun luar negeri sehingga termasuk dalam
kategori “mengumumkan” sesuai Undang-Undang Hak Cipta, oleh karena
itu, seharusnya tergugat wajib terlebih dahulu mendapatkan izin berupa
Lisensi dari pemilik dan atau pemegang hak cipta lagu dan musik tersebut,
yang dalam hal ini adalah penggugat. Namun hal ini tidak dilakukan oleh
tergugat.
57
Lebih lanjut penggugat menyatakan bahwa sejak tanggal 30 Maret
2012, Tergugat sudah tidak lagi mempunyai izin berupa Lisensi dalam
melakukan kegiatan usaha karaokenya tetapi masih menjalankan
usahanya. Padahal lisensi tersebut wajib dimiliki oleh Tergugat karena
secara de facto1 bahwa ciptaan (lagu) adalah faktor yang paling utama
dalam usaha karaoke yang dijalankan oleh Tergugat. Tanpa lagu, usaha
karaoke Tergugat tidak ada artinya sama sekali. Demgan demikian,
dengan tidak adanya izin berupa Lisensi yang dimiliki oleh Tergugat,
maka Tergugat nyata telah melakukan suatu pelanggaran hukum di bidang
Hak Cipta seperti yang disyaratkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Hak Cipta.
Di samping itu, dalam melakukan pembayaran royalti kepada
Penggugat, Tergugat tidak memperhatikan kewajaran dan rasa keadilan.
Untuk memenuhi rasa keadilan, baik bagi pihak Penggugat maupun pihak
Tergugat, pembayaran nilai royalti yang seharusnya dibayarkan oleh
Tergugat kepada Penggugat untuk periode tanggal 30 Maret 2012 sampai
dengan 20 November 2012 atau sama dengan 8 (delapan) bulan tanpa izin
dimana Tergugat memiliki 55 (lima puluh lima) kamar/room adalah
dengan perhitungan sebagai berikut :
Rp 720.000,00 per tahun : 360 hari = Rp 2.000,00 per hari;
Rp 2.000,00 per hari x 30 hari = Rp 60.000,00 per bulan;
Rp 60.000,00 per bulan x 55 kamar = Rp 3.300.000,00 per bulan;
Jadi, selama 8 (delapan) bulan tanpa izin, Tergugat harus
membayar sebesar :
Rp 3.300.000,00 x 8 bulan = Rp 26.400.000,00;
Sedagkan untuk biaya pengurusan Sertifikat/Lisensi yang telah
lewat masa berlakunya sejak 8 bulan yang lalu adalah sebesar:
Rp 720.000,00 per tahun x 55 kamar = Rp 39.600.000,00 ditambah 10% =
Rp 3.960.000,00 adalah sebesar Rp 43.560.000,00
1 De facto dalam bahasa Latin adalah ungkapan yang berarti "pada kenyataannya (fakta)"atau "pada praktiknya".
58
Sehingga total yang harus di bayar oleh pihak Tergugat untuk
pembayaran royalti selama 8 bulan dengan tidak mempunyai
Sertifikat/Lisensi sebesar Rp 26.400.000,00 (dua puluh enam juta empat
ratus ribu rupiah) dengan ditambah dengan Rp 43.560.000,00 (empat
puluh tiga juta lima ratus enam puluh ribu rupiah). Jadi, total keseluruhan
yang harus dibayar oleh Tergugat ke Penggugat adalah Rp 69.960.000,00
(enam puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah).
Bahwa besarnya tarif royalti yang diberlakukan oleh Yayasan
Karya Cipta Indonesia (KCI) mengacu pada standar internasional yang
ditetapkan oleh CISAC. Perhitungan tersebut diberlakukan oleh penggugat
kepada user lain, khususnya yang mempunyai kegiatan usaha karaoke.
Dalam halini Tergugat mempertanyakan mengenai legalitas
Penggugat dalam penagihan royalti kepada Tergugat, karena pada
ketentuan perundang-undangan bahkan Undang-Undang Hak Cipta
menyebutkan Termohon Kasasi/KCI sebagai lembaga yang tidak
berwenang untuk menagih royalti kepada para user.
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri / Niaga Makassar Pada
Putusan Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN. Niaga Mks.
Terhadap gugatan yang diajukan di Pengadilan Niaga Makassar,
maka hakim Pengadilan Niaga Makassar telah mengambil putusan pada
tanggal 28 Maret 2013 yaitu Putusan Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN.
Niaga yang amar putusannya berbunyi :
I. Dalam Konvensi
1. Dalam Eksepsi
- Menolak eksepsi tergugat untuk seluruhnya ;
2. Dalam Pokok Perkara
- Mengabulkan gugatan penggugat sebagian ;
- Menyatakan tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap
hak cipta lagu karya cipta lagu / musik yaitu telah melakukan
kegiatan pengumuman (performing) tanpa izin dan penggugat
59
yang dikwalifikasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
;
- Menghukum tergugat membayar ganti rugi / royalty sebesar Rp
15.840.000, (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) kepada penggugat ;
- Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi ;
II. Dalam Rekonvensi
- Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi
III. Dalam Konvensi dan Rekonvensi
Menghukum tergugat dalam konvensi Penggugat dalam
Rekonvensi untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp 1.511.000
(satu juta lima ratus sebelas ribu rupiah) ;
Amar putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Niaga Makassar berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
I. Dalam Konvensi
Menimbang, bahwa maksud gugatan Penggugat adalah
sebagaimana dalam surat gugatannya tersebut ;
I.1. Dalam Eksepsi
Menimmbang, bahwa Tergugat telah mengajukan eksepsi atas
gugatan Penggugat sebagaimana tertuang dalam jawabannya ;
A. Eksepsi Error In Persona ;
Bahwa gugatan Penggugatan sebagaimana nyata tersurat
dalam gugatan a quo ditujukan kepada PT. VIZTA PRATAMA
(INUL VISTA KARAOKE MANADO), berkedudukan di
Kompleks Mega Mas Blok 1-A2 Jalan Unit Ruko No. 50-52
Manado Sulawesi Utara;
Bahwa Berdasarkan fakta yang ada, dialamat tersebut diatas
sebagaimana dalil penggugat tidak terdapat dan tidak dikenal PT.
VIZTA PRATAMA ;
60
Bahwa yang sebenarnya berdomisili hukum dialamat
tersebut diatas adalah CV. MUARA INDAH yang dipimpin oleh
DAVID GONI JOKOM, MBA. MSA ;
Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim gugatan
Penggugat sudah tepat dan benar dengan menggugat PT. INUL
VISTA karena hubungan hukum yang tercipta antara Penggugat
selaku lembaga Kolektif Manajemen (LKM) dengan Tergugat PT.
INUL VISTA selaku pengguna karya cipta music / lagu ;
Bahwa tergugat sebagai Badan Hukum dalam mengelola
usahanya melakukan kerja sama dengan pihak ketiga secara
francise (waralaba)dengan membuka beberapa outlet yang
tersebar di beberapa kota di Indonesia, demikian halnya dalam
perkara in casu, Tergugat kerja sama (melakukan francise /
waralaba) dengan CV. Suara indah yang beralamat di Megamas
Manado Blok 1-A2 Jl. Unit Ruko No. 50-52 Manado Sulawesi
Utara (sebagaimana disebutkan dalam gugatan) ;
Bahwa dengan demikian CV. Suara Indah adalah
berkepetingan untuk membela kepentingannya, karena alamat
yang ditujukan dalam gugatan sama dengan alamat outlet yang
dikelola oleh CV. Suara Indah
B. Eksepsi Litis Pendentis
Bahwa gugatan yang sama telah dan sementara
disidangkan, di pengadilan Niaga Jakarta Pusat, sehingga untuk
menghindari duplikasi seyogyanya gugatan In Casu harus ditolak
setidaknya tidak dapat diterima ;
Menimbang, bahwa menurut hemat majelis, mengenai siapa
substansi dan dimana gugatan itu diajukan sepenuhnya menjadi
wewenang Penggugat, sepanjang memenuhi ketentuan hukum ;
Dalam Pasal 148 (1) Rbg “ditentukan gugatan diajukan di
tempat tanggal / domisili Tergugat” sedangkan outlet PT. Inul
Vista yang digugat adalah berdomisili di Manado, sehingga
61
gugatan dimaksud sudah tepat diajukan ke Pengadilan Niaga
Makassar yang wilayahnya meliputi wilayah hukum Sulawesi
Utara (Manado) ;
Dengan demikian makas eksepsi Tergugat tersebut harus
pula dinyatakan di tolak ;
C. Eksepsi Surat Kuasa Penggugat selaku penerima kuasa dari
pencipta lagu bersifat umum dan tidak bersifat khusus sehingga
tidak memenuhi syarat formal ;
Bahwa kuasa yang diterima Penggugat dari para pencipta
lagu tersebut bersifat umum yaitu antara lain untuk melakukan
pemungutan Royalti dan melakukan gugatan ke Pengadilan,
karena sifat surat kuasa tersebut umumdan bukan khusus, maka
kuasa yang diterima oleh Penggugat dari 2.636 pencipta lagu
tersebut tidak dapat dipakai untuk mengajukan gugatan ke
Pengadilan, apalagi menurut kabar berita, terdapat banyak
pencipta lagu yan telah mencabut kuasa dari Penggugat, Tergugat
mensoomer Penggugat untuk membuktikan hal tersebut dalam
persidangan ini ;
Bahwa disamping itu, Penggugat saat ini sudah
mengundurkan diri Keanggotaan CISAC terhitung sejak bulan
November 2012, sehingga dalil posita Penggugat angka 3 harus
ditolak, Penggugat tidak dapat lagi mengklaim sebagai wakil
sebagai wakil dari 136 negara anggota CISAC dan 2 juta pencipta
lagu asing, dengan demikian Penggugat juga tidak memiliki
kewenangan untuk mengajukan gugatan a quo berdasarkan
Reciporal Agreement antara Penggugat denga CISAC ;
Menimbang, bahwa dalam hal ini harus dibedakan antara
surat kuasa para pencipta lagu kepada Karya Cipta Indonesia
(KCI), dengan surat kuasa untuk berperkara, terhadap hal tersebut
Majelis mempertimbangkan sebagai berikut ;
62
Bahwa Penggugat adalah suatu badan hukum (Recht
Person) yang berbentuk Yayasan yang didirikan berdasarkan Akte
pendirian Nomor 42 tertanggal 12 Juni 1990 yang dibuat oleh dab
di hadapan Ny. Lindasari Bachroem, S.H., Notaris Jakarta, yang
diprakarsai oleh para seniman music/ pencipta, diantaranya yaitu :
Hein Enteng Tanamal, Titiek Puspa, Guruh Soekarno Putra, Rinto
Harapa, Chandra Darusman, S.E., Wakter simanjuntak, S.H., taufik
hidayat, bambang kesowo, S.H., LL. A Riyanto, Dimas Wahab,
Paul Hutabarat, S.H., Tb. Sadikin Zuchra dan PAPPI (Persatuan
Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia).
Bahwa penggugat dalam kegiatan usahanya bertindak
sebagai suatu wadah kolektif manajemen, dimana wadah ini
sebagai pemegang hak cipta yang mendapat kuasa dari pencipta
sebagai pemilik hak cipta sesuai Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan Wadah
ini dikalangan internasional biasa disebut Collective Management
Oraganization (CMO) atau dalam bahasa indonesia disebut
Lembaga Manjemen Kolektif (LMK), dimana secara internasional,
komunitas pencipta tergabung dalam organisasi internasional yaitu
International Confederation of Societes of Aouthors and
Composers (CISAC) yang berkedudukan di Paris, Perancis, dengan
beranggotakan beberapa CMO di 136 negara, dimana Penggugat
sebagai salah satu CMO yang pertama kali berdiri di Indonesia dan
pada tahun 1991 telah diterima sebagai anggota CISAC yan ke
109, disamping itu, eksitensi Penggugat sebagai Lembaga
Manajemen Koletif di Indonesia telag terdapat dukungan penuh
berupa rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR-RI), Kementrian Hukum dan HAM Republik
Indonesia (d/h Departemen Kehakiman dan Sekretariat Negara
Republik Indonesia) ;
63
Bahwa sebagai pemegang hak cipta yang dikuasakan oleh
pencipta, Penggugat telah diberikan kuasa oleh 2.636 (dua ribu
enam ratus tiga puluh enam) pencipta lagu indonesia dengan karya
cipta lagunya sebanyak 130.000 (seratus tiga puluh rivu) lagu.
Disamping itu sebagai CMO, Penggugat telah diberi kuasa melalui
Recipcoral Agreement dengan 136 negara anggota CISAC untuk
mengelola seluruh lagu asing di Indonesia yang meliputi sebanyak
lebih dari 2 juta pencipta lagu asing dengan karya cipta lagu
sebanyak 10 juta lagu. Khusus untuk lagu-lagu Indonesia, yang
dikelola oleh Penggugat sendiri atas lagu-lagu Legend, Pop,
Tradisional dan Pop Daerarah. Dimana salah satu pencipta lagu
(composer) yang telah menjadi anggota /memberikan kuasa kepada
Penggugat adalah DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden
Ke-6 Republik Indonesia) yang juga merupakan ketua dewan
pembina PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan
Pemusik Republik Indonesia) ;
Bahwa dalam replik Penggugat menjelaskan sesuai surat
kuasa dan Perjanjian Kerja Sama yang diberikan oleh pemegang
Hak Cipta kepada Penggugat, didalamnya termasuk kuasa untuk
melakukan gugatan ke Pengadilan. Dengan demikian Penggugat
telah mempunyai Legal Standing In Judicio yang benar dalam
mengajukan gugatan ini ;
Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim berdasarkan
bukti-bukti suart dan keterangan saksi, Penggugat adalah Badan
Hukum yang bergerak dibidang Karya Cipta Lagu / Music;
Menimbang, bahwa menurut Majelis oleh karena
Penggugat sebagai Legal Standing In Judicio maka secara hukum
Penggugat dapat menjadi pihak dalam berperkara tanpa harus
mendapatkan kuasa lagi dari para pihak dan dalam hal ini jangan
64
dicampur adukkan dengan surat kuasa dalam gugatan Class
Action2;
Dengan demikian maka eksepsi Tergugat tersebut harus dinyatakan
di tolak ;
D. Eksepsi Tuntutan Ganti Rugi Tidak Beralasan ;
Bahwa berdasarkan kebiasaan yang berjalan selama ini
didalam bisnis waralaba khususnya karaoke, maka kesepakatan
untuk pembayaran royalty selama ini dilakukan antara Penggugat
dengan pemilik pemberi waralaba yaitu PT. Vizta Pratama yang
berkedudukan di Jakarta sedangkan Tergugat selaku penerima
waralaba tentunya wajib mentaati seluruh ketentuan yang tekah
disepakati oleh PT. Vizta Pratama dengan Penggugat ;
Bahwa sedangkan terhadap kesepakatan yang telah ada
sebelumnya antara Penggugat dan PT. Zvizta Pratam ayang
menjadi kewajiban Tergugat, telah dibayarkan secara kontinyu
oleh tergugat sampai saat ini ;
Bahwa oleh karena Penggugat ternyata tidak dapat
membuktikan adanya dan besarnya kerugian secara terperinci
melainkan hanya mengitung secara sepihak saja, maka sudah jelas
tidak berdasar hukum sama sekali dan oleh karenanya haruslah
ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima ;
E. Gugatan Penggugat Obscuur Libel ;
Bahwa penggugat tidak menguraikan secara jelas dan
cermat tindakan atau perbuatan apa yang dilakukan oleh Tergugat
sehingga Tergugat meyebutkan bahwa Penggugat telah melakukan
pelanggaran hukum dibidang Hak Cipta sebagaimana posita angka
10 ;
Bahwa dalil posita penggugat angka 9 menyebutkan pelanggaran
yang dilakukan Tergugat adalah :
2 Class Action adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok orang yangmempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat ataudigugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota kelompok
65
- Tidak memliki lisensi dari Penggugat ;
- Tidak melakukan pembayaran royalty sesuai tarif yang berlaku
;
Dengan demikian yang menjadi permasalahan Penggugat
adalah : pertama, Tergugat tidak memiliki lisensi dari Penggugat.
Dan kedua, Tergugat sebearnya telah membayar royalty, namun
tidak sesuai dengan tarif yang berlaku ;
Bahwa berdarkanbukti pembayaran yang ada, Tergugat telah
membayar lisensi dan royalty kepada Penggugat pada tanggal 18
April 2012 untuk jangka waktu 1 (satu) tahun kedepan, artinya
berlaku sampai dengan tanggal 17 Maret 2013 ;
Bahwa selain itu Penggugat sebagai anggota CISAC
mendalilkan parameter tarif yang dihitungnya mengacu pada
standar Internasional yang ditetapkan oleh CISAC, padahal
berdasarkan pemberitaan media penggugat sudak tidak lagi
bergabung dengan CISAC, karena etalah melakukan pengunduran
diri dari keanggotaan CISAC terhitung sejak bulan November 2012
;
Bahwa oleh karena itu, tuntutan Penggugat akan kenaikan
Royalty tersebut menjadi kabur, tidak jelas dan tidak cermat,
karena tidak jelas parameternya dan metode perhitungannya
dilakukan secara sepihak. Sehingga gugatan Penggugat haruslah
dinyatakan ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim setelah mempelajari
Eksepsi Tergugat pada point D dan E menurut Majelis Hakim
sudah menyangkut materi perkara maka eksepsi tergugat tersebut
akan dipertimbangkan bersamaan pertimbangan dalam pokok
perkara ;
I.2. Dalam Pokok Perkara
Menimbang, bahwa maksdud dan tujuan gugatan Penggugat
adalah sebagaimana terurai diatas ;
66
Menimbang, bahwa setelah Majelis teliti dan pelajari gugatan
Penggugat, jawaban, surat bukti, maupun keterangan para saksi serta
kesimpulan para pihak, diperoleh faktor hukum yang tidak dapat
dibantahkan yaitu :
1. Pihak Penggugat merupakan Lembaga Manajemen Kolektif
(LKM) atau Collective Manajement Organization (CMO) yang
bertugas sebagai kuas dari para pencipta lagu untuk memungut
(Collect) uang royalty atas penggunaan lagu (Performing) ;
2. Antara pihak Penggugat dan Tergugat telah terjadi kesepakatan
yaitu pihak Penggugat memberikan lisensi / ijin kepada
Tergugat untuk menggunakan (mengumumkan) karya cipta
lagu / music dengan pembayaran royalty ;
3. Pihak Penggugat secara sepihak telah manaikan tarif baru
royalty secara sepihak ± 2500 % ;
Menimbang, bahwa selanjutnya majelis akan
mempertimbangkan pokok perkara yaitu “apakah tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum karena menggunakan karya
cipta music dan lagu tanpa ijin dari Penggugat ?”
Menimbang, bahwa sebagaimana fakta hukum diatas,
hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat tercipta karena
adanya perjanjian ijij (lisensi) penggunaan karya cipta musik dan lagu
dari Penggugat kepada Tergugat, dengan kewajiban membayara
royalty bukti P. 11 dan T.5 dan T.6 masa berakhir lisensi adalah
tanggal 29 maret 2012, akan tetapi Tergugat tetap menggunakan /
mengumumkan karya cipta music dan lagu tanpa ijin dari Penggugat
(bukti P.7) dan telah dilakuka somasi oleh Penggugat dengan
demikian Tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta (Pasal 45
ayat (1) dan (3) jo Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2012 tentang Hak Cipta), sehingga dikwalifikasikan sebagai perbuatan
melawan hukum ;
67
Memnimbang, bahwa dengan demikiam petitu angka (2 dan 3)
dapat dikabulkan ;
Menimbang bahwa selanjutnya majelis akan
mempertimbangkan “besaran pembayaran royalty, apakah sesuai
permohonan Penggugat demgan menaikkan tarif royalty sebesar ±
2500 % ? ;
Menimbang, bahwa dengan merujuk pasal 45 aya (4) Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Hak Cipta yang menentukan “
jumlah royalty yang wajib dibayarkan kepada pemegang hak cipta
oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakata kedua belah
pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi” ;
Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim teliti surat bukti
yang diajukan para pihak berikut keterangan saksi dari Penggugat
diperoleh fakta “belum tercapai kesepakatan antara Penggugat dan
Tergugat mengenai penentuan tarif royalty yang baru” dengan
demikian belum mengikat secara hukum ;
Menimbang, bahwa meskipun demikian Majelis akan
mempertimbangkan petitum yang dimohon oleh Penggugat secara
layak dan adil ;
Menimbang, bahwa karena Tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum, sebagaimana telah dipertimbangkan
diatas, oleh karena itu Tergugat akan dihukum untuk membayar ganti
rugi / royalty ;
Menimbang, bahwa nerdarkan keterangan para saksi dari
Penggugat pada intinya diketerangan sebenarnya pihak Tergugat
selama ini (sudah beberapa tahun berjalan) telah diberikan bebrapa
dispensasi dan kelonngaran, bahkan juga dikenakan tarif yang
terendah ;
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat sekarang juga masih
memberikan kelonggaran dengan memungut tarif / royalty yang
terendah Rp 720.000,- pertahun ;
68
Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut, Majelis
berpendapat bahwa sudah selayaknya harus diapresiasi kepentingan
para pencipta lagu, akan tetapi juga harus pula dipertimbangkan
kondisi riil kepentingan para pelaku usaha pengguna jasa karya cipta
music / lagu, supaya agar tetap exist dalam menjalankan usahanya,
untuk itu kepentingan para pihak harus dipertimbangkan secara
berimbang, dan oleh karenanya dipandang layak, patut dan adil kalau
besaran royalty yang haruis dibayarkan sebesar Rp 288.000,- per room
per tahun ;
Menimbang bahwa dengan demikian pembayaran royalty yang
seharusnya dibayarkan oleh Tergugat kepada Penggugat sejak tanggal
30 Maret 2012 s/d 30 Maret 2013 tanpa ijin, dengan 55 (lima puluh
lima) room / kamar milik Tergugat menjadi ;
Rp 288.000,- per tahun : 360 hari = Rp 800,- per hari ;
Rp 800,- per hari × 30 hari = Rp 24.000,- perbulan ;
Rp 24.000,- per bulan × 55 kamar = Rp 1.320.000,- per bulan ;
Jadi, selama satu tahun berjalan (30 Maret 2012 – 30 Maret
2013) tanpa ijin, Tergugat harus bayar kepada Penggugat sebesar
Rp 1.320.000,- × 12 bulan = Rp 15.840.000,- per 55 room per
tahun;
Menimbang, bahwa tentang kerugian immaterial sebesar
Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak ada perincian lebih
lanjut untuk itu dipandang tidak beralasan, maka harus ditolak ;
Menimbang, bahwa demikian pula mengenai petitum untuk
membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah) per hari, Majelis tidak mengabulkan karena
secara normative permohonan pembayaran uang paksa
diberlakukan untuk “bentuk prestasi untuk berbuat sesuatu”
sedangkan perkara a quo untuk prestasi yang dimintakan adalah
“pembayaran ganti rugi sejumlah uang” yang semestinya
tuntutannya adalah pengenaan bukan uang dwangsom ;
69
Menimbang, bahwa selanjutnya mengenai petitum angka 7
menyatakan sah dan berharga sita jaminan Majelis juga tidak
mengabulkan karena selama proses persidangan berlangsung tidak
pernah dilakukan penyitaan ;
Sedangkan mengenai tuntutan putusan serta merta (petitum
angka 8) setelah diteliti tidak memenuhi rumusan pasal 191 (1)
Rbg untuk itu harus di tolak ;
Menimbang, bahwa berdarkan keseluruhan pertimbangan
tersebut dapat disimpulkan gugatan utama Penggugat dapat
dikabulkan sebagian ;
II. Dalam Rekonvensi
Menimbang, bahwa maksud dari gugatan rekonvensi
sebagaimana disebutkan di atas ;
Menimbang, bahwa dalam gugatan rekonvensi segala
pertimbangan hukum pada bagian konvensi yang berkaitan dengan
dalil-dalil pada gugatan hukum pada bagian rekonvensi, sipandang
termasuk dan Majelis mengambil alih sebagai pertimbangan hukum
pada bagian Rekonvensi ;
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dalam
konvensi dinyatakan dikabulkan sebagian maka gugatan Penggugat
dalam Rekonvensi dinyakatan ditolak ;
III. Dalam Konvensi dan Rekonvensi
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dalam
Konvensi dinyatakan dikabulkan sebagian maka biaya perkara
dibebankan kepada Tergugat Konvensi Penggugat dalam Rekonvensi ;
Memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ;
D. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Pada Putusan MA Nomor
392 K/Pdt. Sus. HKI/ 2013
Putusan Hakim merupakan mahkota dan puncak dari suatu perkara
yang sedang diperiksa dan diadili oleh Hkaim. Maka, Hakim dalam
70
membuatan Putusan harus mempertimbangkan segala aspek di dalamnya.3
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu Putusan Hakim yang
mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian.
Putusan MA Nomor 392 K/Pdt. Sus. HKI/ 2013merupakan
sebuah putusan yang menyelesaikan kasus hukum antara PT. Vizta
Pratama Inul Vizta Karaoke Manado dan Yayasan Karya Cipta
Indonesia, karena adanya penggunaan lagu yang bersifat komersial
dalam kegiatan usahanya tanpa izin dari pemegang hak cipta. Yayasan
Karya Cipta Indonesia merupakan sebuah lembaga manajemen
kolektif di Indonesia berbentuk badan hukum nirlaba di Indonesia
untuk memungut royalti atas karya cipta lagu oleh para pengguna yang
bersifat komersial.4
Untuk menyelesaikan kasus tersebut hakim meyatakan bahwa
pihak Tergugat Kasasi dahulu sebagai Penggugat adalah Lembaga yang
mengurusi dan mengadministrasikan pemakaian lagu dan menyelesaikan
kewajiban pemakai (user) membayar royalti.
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Kekuasaaan
Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Terhadap gugatan yang diajukan di Mahkamah Agung, maka
majelis Hakim Mahkamah Agungdalam amarnya menjatuhkan putusan
pada tanggal 31 Maret 2015 yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 392
K/Pdt.Sus.HKI/2013 adalah sebagai berikut :
3 Achmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif,(Jakarta : Sinar Grafika 2011), h. 94
4 Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk bdan hukum nirlaba yangdiberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilih Hak Terkait guna mengelolahak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Penjelasan Pasal 1 ayat22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
71
I. Mengadili
- Mengabulkan Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi
PT.VIZTA PRATAMA INUL VISTA KARAOKE MANADO
tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Makassar Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN. Niaga Mks.
tanggal 28 Maret 2013;
II. Mengadili Sendiri
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
Dalam amar putusan di dalam tingkat kasasi majelis hakim
berpendapat Bahwa alasan yang pemohon kasasi sampaikan tersebut dapat
dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi
tanggal 19 April 2013 dan jawaban memori tanggal 20 Mei 2013
dihubungkan dengan pertimbangan judex facti dalam hal ini Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar telah salah menerapkan hukum
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa dalam hal ini Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) yang
dalam gugatan ini merupakan wadah “pencipta lagu dan pemusik”
memiliki tujuan untuk memungut royalti dari kegiatan yang
berhubungan degan kegiatan “performing” sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
karena bertentangan dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan.
2. Bahwa tujuan kegiatan Yayasan di bidang sosial meliputi kegiatan
pendidikan formal/non formal, rumah sakit, laboratorium,
penelitian di bidang ilmu pengetahuan, studi banding, di bidang
keagamaan meliputi kegiatan mendirikan sarana ibadah,
pemahaman keagamaan, studi banding keagamaan, di bidang
kemanusaiaan memberi bantuan kepada korban bencana, tuna
wisma, fakir miskin, memberi perlindungan konsumen dan lain-
lain;
72
3. Bahwa dapat disimpulkan kegiatan yang dilakukan Yayasan Karya
Cipta Indonesia dalam memungut royalti, bertentangan dengan
tujuan dari Yaysan sebenarnya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang bahwa Yayasan Karya Cipta Indonesia tidak
memiliki legal standing dalam mengajukan gugatan perkara
tersebut.
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Kekuasaaan
Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
E. Analisis Kasus
Berdasarkan putusan terebut dapat ditarik sebagai yuriprudensi
adalah pengguanaan musik dan lagu tanpa izin pemegang hak cipta adalah
suatu perbuatan melawan hukum. Bahwa YKCI sebagai badan hukum
nirlaba berbentuk yayasan adalah suatu collective society, pemegang hak
cipta musik dan lagu dan berwenang untuk mengelola hak ekslusif untuk
mengelola hak ekslusif para pencipta musik dan lagu, baik dalam negeri
maupun luar negeri, khususnya yang berkaitan dengan hak ekonomi untuk
mengumumkan (performing right) karya cipta musik dan lagu yang
bersangkutan, termasuk da tidak terkecuali untuk memberikan izin atau
lisensi pengumuman kepada semua pihak yang mempergunakannya untuk
usaha-usaha yangb berkaitan dengan kegiatan komersil dan atau musik
untuk setiap kepentingan yang berkaitan dengan tujuan komersil serta
memungut royalti sebagai konsekuensinya.
Dalam kasus yang penulis analisis, kesesuaian Peraturan Hak Cipta
terhadap izin lisensi dan pembayaran royalti pada putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/ 2013, menurut
penulis Hakim Mahkamah Agung sudah sesuai dalam memutuskan atau
73
mengadili perkara tersebut. Mahkamah Agung menjelaskan secara rinci
apa yang menjadi dasar hukum dari pertimbangan hakim dalam memutus
perkara itu.
1. Analisa Terhadap Pembayaran Royalti dan Peran Organisasi
Manajemen Kolektif dalam Hak Cipta Lagu
Di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta tidak diatur secara khusus mengenai royalti, akan tetapi
berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta ditentukan bahwa dalam mekanisme pemberian lisensi,
Pemegang Hak Cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain
berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melakukan perbuatan
mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan selama jangka
waktu yang ditentukan antara kedua belah pihak yang berlaku untuk
seluruh wilayah Indonesia disertai dengan kewajiban pemberian royalti
kepada Pemegang Hak Cipta.
Menurut hemat penulis, organisasi profesi sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah suatu administrasi atau
organisasi kolektif yang memiliki tugas sebagai wakil dari pencipta
atau pemegang hak cipta dalam mengumpulkan royalti.
Pengeksploitasian karya cipta tertentu yang dilakukan oleh
perorangan bagaimanapun tidak praktis dan efektif. Seperti halnya
pertunjukan atau pengumuman ke publik untuk karya cipta musik,
sungguh tidak mungkin bagi pencipta secara perorangan, untuk
melacak, mengenali, dan mengawasi beratus perusahaan seperti stasiun
radio, satelit dan televisi, diskotik, pub, hotel, tempat karaoke,
restaurant, pesawat terbang dan lain-lain. Pengadminitrasian kolektif di
bidang hak cipta ini dilakukan suatu organisasi yang bergerak di
bidang Hak Cipta dan keberadaan organisasi profesi ini juga diakui
oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.
Demikian juga dalam hal pembayaran royalti, sungguh sangat
sulit pengarang perorangan mendatangi sendiri ke para pengguna karya
74
ciptanya, disamping memerlukan biaya yang tinggi juga waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan negosiasi sangat sulit untuk
menjangkaunya. Sehingga untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
tersebut dibutuhkan bantuan suatu organisasi administrasi di bidang
hak cipta.
2. Analisis Substansi Perkara dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013
a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Dalam kasus ini pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Vizta
Pratama Inul Vista Karaoke Manado atas kegiatan usahanya yaitu
dengan cara memutar, menyiarkan dan memperdengarkan karya
cipta musik dan lagu sebenarnya merupakan bagian dari fakta
nyata di lapangan yang merupakan kendala hak cipta dalam
menarik royalti dari para users, telah terjadi kesalahpahaman
terhadap pemanfaatan ciptaan antara pihak-pihak yang
berkepentingan didalamnya.
Pihak PT. Vizta Pratama Inul Vista Karaoke Manado dalam
hal sebagai pihak ketiga, menurut YKCI seharusnya membayar
royalti atas pengumuman karya cipta lagu. Hal ini dikarenakan
usaha karaoke sebenarnya merupakan bentuk pemanfaatan suatu
karya cipta sehingga bagi penggunanya memiliki kewajiban untuk
membayarkan sejumlah royalti kepada pencipta dalam hal YKCI
yang telah diberi kuasa untuk menarik royalti.
YKCI sebagai kuasa pemegang hak cipta dalam hal
pemungutan royalti dari pencipta berhak dan berwenang untuk
menarik royalti dari user yang memanfaatkan ciptaan musik/lagu
pencipta, namun YKCI tidak berhak menarik royalti kepada user
yang juga merupakan pihak ketiga (PT. Vizta Pratama Inul Vista
Karaoke Manado) karena di dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tidak disebutkan definisi mengenai serta tugas dan
wewenang dari Lembaga Manajemen Kolektif itu sendiri yang
75
dalam hal ini berarti YKCI bukan sebagai Lembaga Manajemen
Kolektif. Berdasarkan Pasal 49 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi “Produser Rekaman
Suara5 memiliki hak ekslusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau
menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi”. Pada saat
proses rekaman dilakukan, pencipta lagu telah mengalihkan baik
Hak Menggandakan (mechanical rights) maupun Hak
Pengumuman (performing rights) lagu yang mereka ciptakan pada
produser rekaman dalam sebuah perjanjian kerjasama.
b. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
sastra, sudah demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan
perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi Pencipta,
pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait. Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sudah tidak sesuai
dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga
perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru.6
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan :
NO Jenis Perbedaan UU No. 19 Tahun
2002
UU No. 28 Tahun
2014
1 Definisi Lembaga
Managemen Kolektif
Tidak ada Pasal 1 ayat 22
(institusi yang
berbentuk badan
hukum nirlaba yang
diberi kuasa oleh
Pencipta, Pemegang
5 Produser rekaman suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekamdan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baikperekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.
6 Ketentuan umum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
76
Hak Cipta, dan/atau
pemilik Hak Terkait
guna mengelola hak
ekonominya dalam
bentuk menghimpun
dan
mendistribusikan
royalti).
2 Tata cara pendaftaran
LMK
Tidak ada Pasal 88 (LMK
harus memiliki ijin
operasional yang
diajukan kepada
Menkum HAM
dengan syarat-syarat
yang telah
ditentukan).
3 Tugas dan Wewenang
LMK
Tidak ada Pasal 89 (LMK
memiliki wewenang
untuk menarik,
menghimpun, dan
mendistribusikan
royalti dari
pengguna yang
bersifat komersial).
4 Perjanjian Lisensi Pasal 45-47 (dalam
UUHC yang lama
pihak yang berhak
memberikan lisensi
hanya pemegang hak
cipta. Dan juga tidak
Pasal 80-86 (dalam
UUHC yang baru
pihak yang berhak
memberikan lisensi
kepada pihak lain
adalah pemegang
77
diatur mengenai
lisensi wajib).
hak cipta atau
pemilik hak terkait.
Dan di UUHC yang
baru ini juga diatur
mengenai lisensi
wajib yang
merupakan lisensi
untuk melaksanakan
penerjemah dan/atau
penggandaan
ciptaan dalam
bidang ilmu
pengetahuan dan
sastra).
5 Royalti Pasal 45 (dalam
UUHC yang lama
tidak tercantum
secara jelas
pengertian mengenai
royalti namun kata
royalti disebutkan
dalam pasal 45 ini)
Pasal 1 ayat 21 dan
Pasal 80 ayat (3),
(4), (5) (dalam
UUHC yang baru
diatur secara jelas
mengenai pengertian
royalti dan juga
siapa yang berhak
untuk menarik
royalti tersebut dari
para pengguna hak
cipta atau hak
terkait).
Dalam kasus antara YKCI dengan PT. Vizta Pratama Inul
Vista Karaoke Manado, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta sudah diatur jelas mengenai
kedudukan YKCI dan PT. Vista Pratama Inul Vista Karaoke
78
Manado. YKCI merupakan sebuah lembaga manajemen kolektif
yang dapat menarik royalti dari para pengguna hak cipta. Namun
dalam ketentuan umum Undang-Undang tersebut tidak menyebut
bahwa Lembaga Manajemen Kolektif adalah YKCI melainkan
institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa
pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna
mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan
mendistribusikan royalti.7
Dapat disimpulkan bahwa didalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 lembaga yang yang berwenang untuk menarik,
menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang
bersifat komersial adalah Lembaga Manajemen Kolektif bukan
Yayasan Karya Cipta Indonesia.
Adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
ini, diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang belum dapat
terselesaikan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Selain itu dengan adanya Undang-Undang Hak Cipta yang baru ini,
perlindungan terhadap hak moral maupun hak ekonomi pemegang hak
cipta atau hak terkait, dapat lebih terjamin.
Dalam Putusan Mahkamah Agung terhadap kasus sengketa PT.
Vizta Pratama Inul Vista Karaoke Manado dengan Yayasan Karya Cipta
Indonesia (YKCI), penulis menemukan bahwa majelis hakim
menggunakan metode interpretasi auntentik. Dalam interpretasi auntentik,
hakim tidak diperkenankan melakukan penafsiran dengan cara lain selain
dari apa yang telah ditentukan di dalam Undang-undang.8
Ajaran Cita Hukum (Idee des Recht) oleh Gustav Radbruch
menyebutkan adanya tiga unsur cita hukum yangharus ada secara
7 Ketentuan umum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
8 Achmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, h.71.
79
proporsional, yaitu kepastianhukum (rechtssicherkeit), keadilan
(gerechtigkeit) dan kemanfaatan (zweckmasigkeit). Ketiga hal terdapat
dalam hal yang dilihat hakim dalam memutuskan suatu perkara. Kepastian
hukum tercermin dalam hal tepat hukumnya (penggunaan pasal),
subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumanya. Keadilan hukum bisa
dilihat jika pengambilan keputusan mengandung kebenaran, tidak
memihak, dapat dipertanggung jawabkan dan memperlakukan setiap
manusia pada kedudukan yang sama didepan hukum. Kemanfaatan bisa
dilihatsetiap orang akan berhati-hati untuk tidak melanggar hukum karena
mengetahui sanksinya atau akibat hukum dari suatu putusan yang diputus
oleh pengadilan.
Karena itu, putusan MA No. 392K/Pdt.Sus.HKI/2013 kurang
mencerminkan unsur kemanfaatan (zweckmasigkeit/benefit) karena Pasal 1
ayat (5) yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta bertentagan dengan Pasal 1 Undang-undangNomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan, karena tujuan dari Yayasan adalah di
bidangsosial, kegamaan, dan kemanusiaan menjadi dasar Hakim dalam
memutus perkara. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
sudah tidak berlaku sehingga jika ada kasus yang serupa, Putusan
Mahkamah Agung Nomor 392 K/Pdt.Sus.Hki/2013 hakim tidak dapat
menggunakan putusan ini sebagai rujukan, dan unsur keadilan
(gerechtigkeit/justice) terutama dilihat dari kepentingan para pihak yang
menuntut keadilan sudah adil karena Hakim dalam memutus perkara
sudah sesuai dengan dasar hukum yang berlaku pada saat itu, walaupun
menurut penulis unsur kepastian (rechtssicherkeit) sudah tercermin karena
sudah ada putusan yang jelas.
Metode interprestasi (penafsiran) adalah metode untuk
menafsiirkan terhadap teks perundang-undangan yang tidak jelas, agar
peruundang-undangan tersebut dapat diterapkan terhadap peristiwa konkrit
tertentu. Penafsiran tidak hanya dilakukan oleh hakim, tetapi dilakukan
juga oleh peneliti hukum dan juga mereka yang berhubungan dengan
80
kasus (konflik) dan peraturan-peraturan hukum. Penafisran oleh hakim
adalah penafsiran dan penjelasan) dan peraturan-peraturan hukum.
Penafisran oleh hakim adalah penafsiran dan penjelasan yang harus
menuju kepada diterapkan atau tidak diterapkannya suatu peraturan hukum
umum terhadap peristiwa konkrit yang dapat diterima oleh masyarakat.9
Dalam Putusan Pengadilan Niaga Makassar Nomor
01/HKi/CIPTA/2012/PN.Niaga Mks. terhadap kasus sengketa Hak Cipta
tentang pembayaran royalty, penulis menemukan bahwa majelis hakim
menggunakan metode interprestasi autentik. Dalam metode interprestasi
autentik, hakim tidak diperkenankan melakukan penafsiran dengan cara
lain selain apa yang telah di tentukan di dalam Undang-undang.10 Pada
pertimbangan Pengadilan Niaga Makassar Majelis Hakim
menginterpretasikan secara autentik Pasal 148 (1) Rbg “ditentukan
gugatan ajukan di tempat tanggal / domisili Tergugat” dan merujuk Pasal
45 ayat (4) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
yang menentukan “jumlah royalty yang wajib dibayarkan kepada
pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi
profesi”.
Dalam Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor 392 K/Pdt.Sus.
HKI/2013 terhadap terhadap kasus sengketa Hak Cipta tentang
pembayaran royalty, penulis menemukan bahwa majelis hakim
menggunakan metode interprestasi autentik. Dalam metode interprestasi
autentik, hakim tidak diperkenankan melakukan penafsiran dengancara
lain selain apa yang telah di tentukan di dalam Undang-undang.11
Selain itu, hukum islam menjadi sumber hukum di indonesia juga
sangat melindungi hak cipta seseorang asal tidak bertentangan dengan
9 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, (Yogyakarta : UII press Yogyakarta,2012), h. 109.
11 Achmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim, h. 71.
81
hukum islam. Sebagaimana yang terkandung dalam firman Allah SWT.
surat An-Nisa’ ayat 29 yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab I sampai dengan
bab IV diatas, maka penulis menyimpulkan :
1. Prosedur pemungutan royalti yang dilakukan oleh Yayasan Karya
Cipta Indonesia kepada pengguna musik komerisal sudah tepat, karena
sudah sesuai prosedur yang telah ditetapkan dengan pengisian data
yang diperlukan. Penentuan besaran royalti dilakukan berdasarkan
perjanjian lisensi antara kedua belah pihak. Setelah YKCI menerima
bukti pembayaran, YKCI memiliki kewajiban untuk menerbitkan
Sertifikat Lisensi Pengumuman Musik (SPLM).
2. Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) belum memiliki Legal
Standing dalam pemungutan royalti atas karya cipta lagu. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tidak menyebutkan adanya
lembaga (YKCI) untuk melakukan pemungutan royalti.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat penulis sampaikan untuk
perkembangan dan perlindungan hak cipta sebagai berikut :
1. Dalam pelaksanaannya semua pihak diharapkan untuk bersama-sama
melakukan sosialisai tentang hak cipta dan pemungutan royalti,
sehingga kedepannya keadaan dimana masyarakat tahu akan
83
kewajibanya sebagai penguna lagu itu benar-benar terwujud dengan
demikian hal ini akan menguntungkan dan membantu semua pihak,
dari sisi pencipta lagu akan memperoleh haknya sesuai dengan apa
yang terdapat dilapangan, YKCI pun akan terbantu dalam pelaksanaan
tugasnya sementara untuk penguna lagu akan lebih berhati-hati dan
bertanggungjawab atas karya orang lain yang dipakainya untuk
kepentingan komersil. Serta yang terakhir akan membentuk
pemerintah dalam sektor pajak yang didapatnya.
2. Lembaga Managemen Kolektif Negara diharapkan bisa menjadi
jembatan antara Pencipta lagu atau Pemilik Hak Terkait dan Pengguna
(user). Agar lembaga Manajemen Kolektif Negara bekerja sesuai
peraturan yang ada di dalam Undang-undang dan memberikan
kontribusi kepada seluruh Pencipta atau Pemilik Hak Terkait di
Indonesia dan dalam arti luas bisa menjadi aset yang sangat
menguntungkan bagi negara.
84
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Agus Riswandi, Budi dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
hukum. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada 2004.
Arief M, Danang. Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 18
K//N/HAKI/2007 Antara Yayasan Karya Cipta Indonesia Dan PT.
Telkomsel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta. Malang : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
2015.
Bintang, Sanusi. Hukum Hak Cipta. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1998
FSH, TIM PENYUSUN. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta : Pusat Peningkatan
dan Jaminan Mutu (PPJM). 2012.
Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesi. Bandung : PT. Alumni. 2008
Ika Merdekawati, Tyas. Implemantasi Pemungutan Royalti Lagu Atau Musik
Untuk Kepentingan Komesrsial, Semarang : Fakultas Hukum
Universitas Dipenogoro. 2009.
Isnaini, Yusran. Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space. Bogor :
Ghalia Indonesia. 2009.
Lien, Diao Ai. Hak Cipta Dan Penyebaran Pengetahuan. Jakarta : Fakultas
Hukum Unika Atma Jaya. Jakarta : 2004.
Lindsey, TIM. Hak Kekayaan Intlektual suatu Pengantar. Bandung : PT. Alumni.
2005.
85
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia cet. Ke-3. Yogyakarta :
Liberty. 1981.
Marzuki, Peter Mahmud. Metode Penelitian Hukum (edisi revisi). Jakarta :
Prenada Media Grup. 2008.
Marzuki, Peter Mahmud. Metode Penelitian Hukum (edisi revisi). Jakarta :
Prenada Media Grup. 2011.
Rifai, Achmad. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum
Progresif. Jakarta : Sinar Grafika. 2011.
Sadikin, O.K. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada. 2007.
Sartika Pamela, Rina. Perspektif Yuridis Mengenai Mekanisme Pemungutan
Royalti Atas Lagu Serta Kendala Yang Dihadapi oleh Yayasan Karya
Cipta Indonesia. Jakarta : Fakultas Hukum Pasca sarjana Universitas
Indonesia. 2011.
Soekanto, Soerdjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Pustaka Pelajar.
1992.
Sri Handayani, Venantia. Memahami Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta : Penerbit
Universitas katolik Indonesia Atma Jaya. 2015.
Sulasno. Kewenangan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) Sebagai
Performing Right Collecting Society. Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 4 No.
3. September 2012.
Sutiyoso, Bambang. Metode Penemuan Hukum. Yogyakarta : UII press
Yogyakarta. 2012.
86
Syarifuddin. Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta. Bandung : PT.
Alumni. 2013.
Tanu Atmadja, Hendra. Hak Cipta Musik atau Lagu, (Jakarta : Program
Pascasarjana. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2003.
Triono, Kurnialif. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta Terhadap
Pemberian Lisensi Karya Cipta Lagu, (Jakarta : Fakultas Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015.
Usman, Rachmadi. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Bandung : P.T. Alumni.
2003.
Widjaja, Gunawan. Lisensi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2003.
Wilanda, Armita dan Henny Marlina. Perjanjian lisensi dan royalti kepada
lembaga manajemen kolektif atas penggunaan karya cipta lagu (studi
kasus perbandingan putusan nomor 01/HKI/CIPTA/2011/PN. NIAGA.
MKS dengan putusan Nomor 70/HAK CIPTA/2012/PN. NIAGA. JKT.
PST). Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2013.
INTERNET :
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=18
2&Itemid=182
https://id.wikipedia.org/wiki/Lisensi
PERUNDANG-UNDANGAN :
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N Nomor 392 K/Pdt.Sus.HKI/2013
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus hak atas kekayaan intelektual (hak cipta) dalam
tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara antara:
PT VIZTA PRATAMA INUL VISTA KARAOKE MANADO, yang
diwakili oleh David Goni Jokom, MBA., MSA., Direktur CV. Suara
Indah, berkedudukan di Kompleks Mega Mas Blok I – A2 unit Ruko
Nomor 50-52 Manado Sulawesi Utara, dalam hal ini memberi Kuasa
kepada Hotmaraja B Nainggolan, S.H., dan kawan, Para Advokat,
berkantor di Jalan Dewi Sartita Nomor 123, Cawang, Jakarta Timur,
berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 1 April 2013 dan memberikan
kuasa kepada Dr. Hotman Paris Hutapea, S.H., M.Hum., dan kawan-
kawan, Para Advokat, berkantor di Gedung Summitmas I, Lantai 18,
Jalan Jenderal Sudirman, Kav 61-61, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 11 April 2013;
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat;
Melawan
YAYASAN KARYA CIPTA INDONESIA (KCI), Diwakili oleh selaku
Ketua Yayasan, Drs. Dharma Oratmangun, M.Si., berkedudukan di ITC
Dutamas Blok D1 Nomor 20 Cipete Utara, Kebayoran Lama Jakarta
Selatan, dalam hal ini mermberi kuasa kepada Denny F. Kaunang, SH
dan kawan, Para Advokat/ Penasihat Hukum pada Kantor Hukum Denny
F. Kaunang, S.H., & Rekan, berkantor di Perumahan Bangun Indah
Celebes Blok K-10 Jalan Sea Malalayang I Barat, Kota Manado,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11 Mei 2013;
Termohon Kasasi dahulu Penggugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon
Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap Pemohon Kasasi
dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Makassar pada pokoknya sebagai berikut:
Hal. 1 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 Bahwa Penggugat adalah suatu Badan Hukum (Recht Persoon) yang berbentuk
Yayasan yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian Nomor 42 tertanggal 12 Juni
1990 yang dibuat oleh dan di hadapan Ny. Lindasari Bachroem, S.H., Notaris
Jakarta (bukti P-1), yang diprakarsai oleh para seniman music/Pencipta, di antaranya
yaitu: Hein Enteng Tanamal, Titiek Puspa, Guruh Soekarno Putra, Rinto Harahap,
Chandra Darusman, S.E., Walter Simanjuntak, S.H., Taufik Hidayat, Bambang
Kesowo, S.H., LL.M., A. Riyanto, Dimas Wahab, Paul Hutabarat, S.H., Tb. Sadikin
Zuchra dan PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik
Republik Indonesia;
2 Bahwa Penggugat dalam kegiatan usahanya bertindak sebagai suatu wadah kolektif
manajemen. Dimana wadah ini sebagai pemegang hak cipta yang mendapat kuasa
dari Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta sesuai Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dan wadah ini di kalangan internasioal
biasa disebut Collective Management Organization (CMO) atau dalam bahasa
Indonesia disebut Lembaga Kolektif Manajemen (LMK). Dimana secara
internasional, komunitas Pencipta tergabung dalam organisasi internasional yaitu
Internasional Confederation of Societies of Authors and Composers (CISAC) yang
berkedudukan di Paris, Perancis, dengan beranggotakan beberapa CMO di 136
negara. Dimana Penggugat sebagai salah satu CMO yang pertama kali berdiri di
Indonesia dan pada tahun 1991 telah diterima sebagai anggota CISAC yang ke 109
(bukti P-2). Di samping itu, eksistensi Penggugat sebagai Lembaga Kolektif
Manajemen (LMK) di Indonesia telah mendapatkan dukungan penuh berupa
rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) (bukti
P-3), Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (d/h Departemen
Kehakiman) (bukti P-4) dan Sekretariat Negara Republik Indonesia (bukti P-5);
3 Bahwa sebagai Pemegang Hak Cipta yang dikuasakan oleh Pencipta, Penggugat
telah diberikan kuasa oleh 2.636 (dua ribu enam ratus tiga puluh enam) Pencipta
Lagu Indonesia (bukti P-6) dengan karya cipta lagunya sebanyak 130.000 (seratus
tiga puluh ribu) lagu. Di samping itu sebagai CMO, Penggugat telah diberi kuasa
melalui Reciprocal Agreement dengan 136 negara anggota CISAC untuk mengelola
seluruh lagu asing di Indonesia yang meliputi sebanyak lebih dari 2 juta Pencipta
Lagu Asing dengan karya cipta lagu sebanyak dari 10 juta lagu. Khusus untuk lagu-
lagu Indonesia, yang dikelola oleh Penggugat terdiri atas lagu-lagu Legend, Pop,
Tradisional dan Pop Daerah. Dimana salah satu Pencipta Lagu (Composer) yang
telah menjadi anggota/memberikan kuasa kepada Penggugat adalah DR. H. Susilo
Hal. 2 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bambang Yudhoyono (Presiden Republik Indonesia) yang juga merupakan Ketua
Dewan Pembina PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik
Republik Indonesia);
4 Bahwa dalam surat kuasa dan Perjanjian Kerjasama yang diberikan oleh Pemegang
Hak Cipta kepada Penggugat, di dalamnya termasuk kuasa untuk melakukan gugatan
ke Pengadilan. Dengan demikian Penggugat telah mempunyai legal standing in
judicio yang benar dalam mengajukan gugatan ini;
5 Bahwa dari sekian banyak lagu yang dikelola tersebut pada angka 3 (tiga) di atas,
selanjutnya lagu-lagu tersebut menjadi Repertoir Penggugat. Dimana tugas utama
Penggugat sebagai Pemegang Kuasa dari Para Pencipta Lagu tersebut adalah untuk
memungut (collect) uang royalty yang merupakan Hak Ekonomi para Pencipta Lagu,
untuk selanjutnya didistribusikan kepada para Pencipta Lagu tersebut. Hak Ekonomi
berupa royalty a quo timbul dari adanya kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan Pengumuman (Performing) sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal
1 ayat (5) Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi:
“Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau
penyebaran dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau
dilihat orang lain”;
6 Bahwa selanjutnya Tergugat sebagai User, dalam menjalankan kegiatan usaha
karaokenya dengan melakukan Pengumuman (Performing) tersebut, telah
menggunakan lagu-lagu yang menjadi Repertoir Penggugat (bukti P-7). Dimana
dalam menu/daftar lagunya menyajikan daftar lagu yang terdiri di antaranya:
• Koleksi lagu-lagu Indonesia;
• Koleksi lagu-lagu Barat (Western);
• Koleksi lagu-lagu Daerah;
• Koleksi lagu-lagu Anak-anak; dan;
• Koleksi lagu-lagu Rohani.
7 Bahwa Tergugat selaku User, sesuai ketentuan hukum yang mengatur Hak Atas
Kekayaan Intelektual/HAKI (Intellectual Property Rights) in casu Undang Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC), demi hukum untuk
melaksanakan usaha karaoke (Performing) tersebut, maka harus mendapatkan izin
berupa Lisensi dari Pemegang Hak Cipta, dalam hal ini Penggugat selaku Pemegang
Kuasa dari Pencipta. Vide Pasal 45 ayat (1) UUHC. Selanjutnya Tergugat wajib
Hal. 3 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
untuk membayar uang royalty kepada Penggugat. Vide Pasal 45 ayat (3) UUHC.
Kewajiban yang dibebankan dan harus dipenuhi oleh Tergugat tersebut, telah
memenuhi rasa keadilan, wajar dan layak, baik bagi pihak Penggugat maupun pihak
Tergugat karena pihak Tergugat secara nyata telah mendapatkan manfaat ekonomi
dari suatu Ciptaan dalam kegiatan usahanya yang bersifat komersial;
8 Bahwa berdasarkan dalil-dalil Penggugat sebagaimana diuraikan di atas, nyata telah
ada hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat, masing-masing sebagai
Pemegang Hak Cipta dan User, yang mana atas hubungan hukum tersebut
menimbulkan kewajiban bagi Tergugat selaku User;
9 Bahwa selanjutnya Tergugat selaku User, berdasarkan data dan bukti-bukti yang
dimiliki oleh Penggugat, Tergugat selaku User dalam melaksanakan kegiatan usaha
karaokenya (Pengumuman/Performing) telah melakukan beberapa hal pelanggaran,
di antaranya:
a Tidak memiliki Lisensi dari Penggugat;
b Tidak melakukan Pembayaran royalty sesuai tarif yang berlaku.
Hal ini yang dijadikan alasan Penggugat untuk mengajukan gugatan terhadap
Tergugat. Dimana kebenaran dalil Penggugat pada huruf a dan b di atas, dapat
dilihat dengan uraian sebagai berikut:
10 Bahwa sejak tanggal 30 Maret 2012, Tergugat sudah tidak lagi mempunyai izin
berupa Lisensi dalam melakukan kegiatan usaha karaokenya tetapi masih
menjalankan usahanya (bukti P-8). Padahal Lisensi tersebut wajib dimiliki oleh
Tergugat karena secara de facto bahwa ciptaan (lagu) adalah factor yang paling
utama dalam usaha karaoke yang dijalankan oleh Tergugat. Tanpa lagu, usaha
karaoke Tergugat tidak ada artinya sama sekali. Dengan demikian, dengan tidak
adanya izin berupa Lisensi yang dimiliki oleh Tergugat, maka Tergugat nyata telah
melakukan suatu pelanggaran hukum di bidang Hak Cipta seperti yang disyaratkan
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Hak Cipta, yang berbunyi:
“Hak Cipta adalah Hak Ekslusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku”;
“Yang dimaksud dengan hak ekslusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan
bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak
tersebut tanpa izin pemegangnya”;
Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan
Hal. 4 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menterjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan, menjual,
menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada
publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik
melalui sarana apapun;
11 Bahwa Tergugat dalam melakukan pembayaran Royalty kepada Penggugat, tidak
memperhatikan kewajaran dan rasa keadilan:
Ketentuan dalam Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Hak Cipta, berbunyi:
“Jumlah royalty yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh Penerima
Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman
kepada kesepakatan organisasi profesi”;
Dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Hak Cipta di
atas, jika diterapkan dalam pembayaran royalty yang dilakukan oleh Tergugat,
Penggugat menilai kurang fair/adil, apalagi jika berpedoman kepada kesepakatan
organisasi profesi seperti Cisac;
12 Bahwa oleh karena itu, demi penegakan hukum di bidang Hak Atas Kekayaan
Intelektual (Intellectual Property Rights) in casu Hak Cipta, maka Penggugat selaku
pencari keadilan (Justiciable), sudah sepatutnya dan dirasakan adil untuk
memperjuangkan haknya dengan memohon keadilan kepada Ketua Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar cq Yang Mulia Majelis Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara dengan mengajukan gugatan ini;
13 Bahwa untuk memenuhi rasa keadilan, baik bagi pihak Penggugat maupun pihak
Tergugat, pembayaran nilai royalty yang seharusnya dibayarkan oleh Tergugat
kepada Penggugat untuk periode tanggal 30 Maret 2012 sampai dengan tanggal 30
November 2012 atau sama dengan 8 (delapan) bulan tanpa izin dimana Tergugat
memiliki 55 (lima puluh lima) kamar/room adalah dengan perhitungan sebagai
berikut:
Rp720.000,00 per tahun: 360 hari = Rp2.000,00 per hari;
Rp2.000,00 per hari x 30 hari = Rp60.000,00 per bulan;
Rp60.000,00 per bulan x 55 kamar = 3.300.000,00 per bulan;
Jadi, selama 8 (delapan) bulan tanpa izin, Tergugat harus membayar sebesar:
Rp3.300.000,00 x 8 bulan = Rp26.400.000,00;
Sedangkan biaya pengurusan Sertifikasi/Lisensi yang telah lewat masa berlakunya
sejak 8 bulan yang lalu adalah sebesar:
Rp720.000,00 per tahun x 55 kamar = Rp39.600.000,00 ditambah 10% =
Rp3.960.000,00 adalah sebesar Rp43.560.000,00;
Hal. 5 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Total yang harus dibayarkan Tergugat terhadap pembayaran royalty selama 8
(delapan) bulan ditambah dengan tidak mempunyai Sertifikat/Lisensi yang
dikeluarkan oleh Penggugat selama 8 (delapan) bulan untuk diurus kembali, yaitu
Rp26.400.000,00 (dua puluh enam juta empat ratus ribu rupiah) ditambah dengan
Rp43.560.000,00 (empat puluh tiga juta lima ratus enam puluh ribu rupiah) adalah
sebesar Rp69.960.000,00 (enam puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu
rupiah);
14 Bahwa parameter tarif di atas mengacu kepada standar Internasional yang ditetapkan
oleh Cisac. Perhitungan tersebut oleh Penggugat diberlakukan terhadap beberapa
User lain, khususnya yang mempunyai kegiatan usaha karaoke;
15 Bahwa selanjutnya dikarenakan pembayaran yang dilakukan oleh Tergugat a quo di
bawah standar yang berdampak dirasakan tidak adil oleh Penggugat, maka
Penggugat telah menyampaikan usulan penyesuaian tarif kepada Tergugat yaitu
dengan parameter Rp720.000,00 (tujuh ratus dua puluh ribu rupiah) per room per
tahun untuk periode tahun 2012. Usulan tersebut disampaikan berulang kali disertai
ajakan untuk berunding bersama, namun pihak Tergugat selalu mengelak dan
mengulur-ulur waktu untuk pertemuan tersebut. Tergugat tetap pada pendiriannya
yaitu hanya mau membayar Rp3.900.000,00 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah)
yang dilakukan oleh Tergugat. Bahkan cara pembayaranpun “asal-asalan”, yaitu
main transfer saja” tanpa melalui prosedur yang diterapkan oleh Penggugat padahal
Penggugat selaku CMO mempunyai prosedur dalam melakukan penagihan (meng-
collect) royalty , dan sudah diterapkan/diikuti oleh banyak User diseluruh Indonesia;
16 Bahwa disamping itu, Tergugat tidak jujur dalam menyampaikan data jumlah Room.
Sikap Tergugat di atas tentu sangat berdampak merugikan terhadap Penggugat, baik
dari aspek materiel maupun imateriel. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
kerugian yang lebih besar terhadap Penggugat dan agar Gugatan Penggugat tidak
sia-sia belaka (ilusoir), sudah sepatutnya dan dirasakan adil, Penggugat mengajukan
Sita Jaminan (conservatoir beslag) atas outlet milik Tergugat. Dan untuk selanjutnya
agar putusan perkara ini dilaksanakan secara serta merta (uitvoorbaar bij voraad)
meskipun ada upaya hukum lain oleh Tergugat;
Bahwa, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar agar memberi putusan sebagai
berikut:
1 Menerima dan Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Hal. 6 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2 Menyatakan, menetapkan Tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap Hak
Cipta Lagu berupa Hak Eksklusif yaitu telah melakukan kegiatan Pengumuman
(Performing) tanpa izin dari Penggugat;
3 Menyatakan, menetapkan Tergugat dalam kegiatan usaha karaoke telah melakukan
kegiatan Pengumuman (Performing) atas karya cipta lagu milik (repertoire)
Penggugat, dan selanjutnya wajib membayar royalty kepada Penggugat;
4 Menghukum Tergugat dan Turut Tergugat untuk membayar ganti rugi royalty
selama 8 (delapan) bulan tanpa izin kepada Penggugat sebesar Rp26.400.000,00
(dua puluh enam juta empat ratus ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
Rp720.000,00 per tahun: 360 hari = Rp2.000,00 per hari;
Rp2.000,00 per hari x 30 hari = Rp60.000,00 per bulan;
Rp60.000,00 per bulan x 55 kamar = 3.300.000,00 per bulan;
Rp3.300.000,00 x 8 bulan = Rp26.400.000,00;
Beserta biaya pengurusan Sertifikasi/Lisensi yang telah lewat masa berlakunya sejak
8 bulan yang lalu adalah sebesar:
Rp720.000,00 per bulan x 55 kamar = Rp39.600.000,00 ditambah 10% =
Rp3.960.000,00 senilai Rp43.560.000,00;
Total = Rp69.960.000,00;
5 Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian immaterial kepada Penggugat
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
6 Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari sampai dengan dilaksanakannya
putusan;
7 Menyatakan Sah dan Berharga, sita jaminan (conversatoir beslag) atas outlet Inul
Vista Karaoke milik Tergugat;
8 Menyatakan putusan dapat dilaksanakan secara serta merta (uitvoorbaar bij voraad)
meskipun ada upaya hukum lain oleh Tergugat;
9 Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Atau apabila Yang Mulia Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar cq.
Yang Terhormat Majelis Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili perkara a quo
berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Bahwa terhadap gugatan tersebut di atas, Tergugat mengajukan eksepsi yang
pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa Tergugat menolak seluruh dalil Penggugat kecuali yang diakui kebenarannya
secara tegas dan jelas oleh Tergugat;
Hal. 7 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
I Eksepsi Error In Person;
1 Bahwa Gugatan Penggugat sebagaimana nyata tersurat dalam Gugatan a quo
ditujukan kepada PT Vista Pratama (Inul Vista Karaoke Manado), berkedudukan
di Kompleks Mega Mas Blok 1-A2, Jalan Unit Ruko Nomor 50-52, Manado,
Sulawesi Utara;
2 Bahwa berdasarkan fakta yang ada, di alamat tersebut di atas sebagaimana dalil
Penggugat tidak terdapat dan tidak dikenal PT Vista Pratama;
3 Bahwa yang sebenarnya berdomisili hukum di alamat tersebut di atas adalah CV.
Suara Indah yang dipimpin oleh David Goni Jokom, MBA. MSA;
4 Bahwa sedangkan sepengetahuan Tergugat, PT Vizta Pratama, beralamat di Ruko
Sentra Bisnis, Jalan Artha Gading Blok A 7 D Nomor 15, Kelapa Gading Barat –
Jakarta Utara, sehingga dengan demikian seharusnya Gugatan Penggugat
diajukan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
5 Bahwa selain itu, apabila Gugatan ditujukan kepada Inul Vizta Karaoke Manado
juga tidak tepat, karena Inul Vizta Karaoke Manado bukanlah sebuah Badan
Hukum, melainkan hanyalah sebuah Merek Dagang atau Brand atau Entitas
Bisnis dalam jenis usaha Karaoke yang menggunakan nama Inul Vizta;
6 Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Gugatan Penggugat adalah Error in
Person, sehingga dengan demikian Gugatan a quo haruslah dinyatakan ditolak
atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;
Eksepsi Litis Pendentis;
1 Bahwa Penggugat telah mengajukan Gugatan Pembayaran Royalty yang telah
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar
pada hari Kamis tanggal 13 Desember 2012 dalam Register Perkara Nomor 01/
H.KI/CIPTA/2012/PN Niaga Mks.;
2 Bahwa akan tetapi, selain di Pengadilan Negeri/Niaga Makassar, Penggugat juga
telah mengajukan Gugatan yang substansinya sama di Pengadilan Negeri/Niaga
Jakarta Pusat dalam Perkara Nomor 70/HAKI/CIPTA/2012/PN Niaga Jkt. Pst.
terhadap PT Vizta Pratama (Pemilik dan Pemberi Waralaba), beralamat di Ruko
Sentra Bisnis, Jalan Artha Gading Blok A 7 D Nomor 15, Kelapa Gading Barat
– Jakarta Utara, selaku Tergugat dan kepada 12 (dua belas) Penerima Waralaba
lainnya selaku Turut Tergugat yang telah didaftarkan pada tanggal 9 November
2012;
Hal. 8 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3 Bahwa dengan demikian Gugatan Penggugat di Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta
Pusat nyata telah lebih dulu didaftarkan daripada Gugatan Penggugat di
Pengadilan Negeri/Niaga Makassar;
4 Bahwa di dalam Gugatan Penggugat yang diajukan di Pengadilan Negeri/ Niaga
Jakarta Pusat tersebut di atas, terdapat klausula yaitu di dalam Alinea Kedua
Posita pada angka 19 (sembilan belas) maupun dalam Petitum pada angka 6
(enam) yang pada intinya menyatakan: “Penggugat mohon kepada Majelis
Hakim agar menyatakan putusan ini mengikat terhadap semua outlet Inul Vizta
Karaoke yang berada di seluruh wilayah Republik Indonesia”;
5 Bahwa dengan demikian, apabila Klausula dalam Gugatan Penggugat yang
diajukan di Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat tersebut dikabulkan, tentunya
dapat membawa implikasi hukum yang sama dan mengikat kepada semua outlet
Inul Vizta Karaoke yang berada di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Sehingga dengan demikian akan timbul kebingungan dalam menyikapi Gugatan
Penggugat yang diajukan secara terpisah di Pengadilan Negeri/Niaga Makassar,
yang pada dasarnya memiliki substansi tuntutan yang sama;
6 Bahwa selain itupun akan terjadi Duplikasi Putusan atau Putusan Ganda terhadap
sebuah perkara yang sama dan sejenis yang akan menimbulkan akibat hukum
yang membingungkan, antara lain:
1 Seandainya Gugatan Penggugat yang diajukan di Pengadilan Negeri/ Niaga
Jakarta Pusat maupun yang diajukan di Pengadilan Negeri/Niaga Makassar
dikabulkan seluruhnya, maka Putusan Peradilan manakah yang harus ditaati oleh
Tergugat?;
2 Seandainya hanya salah satu dari Gugatan Penggugat yang diajukan di
Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat maupun yang diajukan di Pengadilan
Negeri/Niaga Makassar yang dikabulkan, sementara yang satunya lagi ditolak,
maka Putusan Peradilan manakah yang harus ditaati oleh Tergugat?;
7 Bahwa oleh karena masih berjalannya Gugatan Penggugat dengan substansi yang
sama yang telah terdaftar lebih dulu di Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat
dalam Perkara Hak Cipta Nomor 70/HAKI/ CIPTA/2012/PN Niaga Jkt. Pst.,
maka untuk menghindari duplikasi putusan terhadap perkara yang sama, Gugatan
Penggugat haruslah dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak
dapat diterima;
II Eksepsi Surat Kuasa Penggugat Selaku Penerima Kuasa Dari Pencipta La-
Hal. 9 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
gu Bersifat Umum Dan Tidak Bersifat Khusus Sehingga Tidak Memenuhi Syarat
Formal;
1 Penggugat mendalilkan dalam gugatan a quo pada Posita angka 5 (lima) adalah
sebagai Penerima Kuasa dari 2.636 Pencipta Lagu sebagai suatu Wadah atau
Lembaga Kolektif Manajemen;
2 Bahwa Kuasa yang diterima Penggugat dari Para Pencipta Lagu tersebut bersifat
Umum yaitu antara lain untuk melakukan pemungutan Royalty dan melakukan
Gugatan ke Pengadilan. Karena sifat Kuasa tersebut Umum dan bukan Khusus,
maka Kuasa yang diterima Penggugat dari 2.636 Pencipta Lagu tersebut tidak
dapat dipakai untuk mengajukan Gugatan ke Pengadilan. Apalagi menurut kabar
berita, terdapat banyak Pencipta Lagu yang telah mencabut Kuasa dari
Penggugat, sehingga jumlah 2.636 Pencipta Lagu tersebut wajib diverifikasi
ulang. Tergugat mensoomer Penggugat untuk membuktikan hal tersebut dalam
persidangan ini;
3 Bahwa di samping itu, Penggugat saat ini sudah mengundurkan diri dari
Keanggotaan Cisac terhitung sejak bulan November 2012, sehingga dalil Posita
Penggugat angka 3 (tiga) harus ditolak. Penggugat tidak dapat lagi mengklaim
sebagai wakil dari 136 Negara anggota Cisac dan 2 juta Pencipta Lagu Asing.
Dengan demikian Penggugat juga tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan
gugatan a quo berdasarkan Reciprocal Agreement antara Penggugat dengan
Cisac;
4 Bahwa karena Surat Kuasa dari Pencipta Lagu kepada Penggugat bersifat Umum
dan Jumlah Pencipta lagu yang memberi Kuasa kepada Penggugat diragukan
kebenarannya, sehingga membuat Surat Kuasa tersebut Tidak Memenuhi Syarat
Formal untuk mewakili Para Pencipta Lagu menggugat di Pengadilan. Oleh
karena itu, Gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya
dinyatakan tidak dapat diterima;
III Eksepsi Prematur Karena Gugatan Tidak Mengandung Sengketa Atau Karena Masa
Berlaku Lisensi Belum Habis dan Royalty Telah Dibayar Atau Karena Masih
Berjalannya Perundingan Antara Penggugat Dengan PT Vizta Pratama;
1 Bahwa Tergugat telah membayar Lisensi dan Royalty untuk masa satu tahun
Performing terhitung sejak bulan April 2012 sampai dengan Maret 2013;
2 Bahwa dengan demikian seluruh Kewajiban Tergugat telah dilaksanakan
sehingga tidak terdapat sengketa antara Penggugat dan Tergugat;
Hal. 10 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3 Bahwa adapun sengketa yang didalilkan Penggugat adalah semata-mata
mengenai Besaran Kenaikan Royalty yang sampai saat ini masih dalam
perundingan antara Penggugat dengan PT Vizta Pratama selaku Pemilik dan
Pemberi Waralaba;
4 Bahwa oleh karena itu gugatan a quo nyata tidak mengandung sengketa,
sehingga oleh karenanya gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak atau
setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;
IV Eksepsi Tuntutan Ganti Rugi Tidak Beralasan
1 Bahwa Penggugat dalam dalil gugatannya angka 13 (tiga belas) secara sepihak
menyebutkan penghitungan Nilai Royalty yang seharusnya dibayarkan oleh
Tergugat kepada Penggugat terhitung sejak tanggal 30 Maret 2012 sampai
dengan tanggal diajukan Gugatan a quo yang totalnya adalah sebesar
Rp69.960.000,00 (enam puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu
rupiah) adalah dalil yang tidak masuk akal serta mengada-ada;
2 Bahwa hal tersebut bertentangan dengan Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Hak
Cipta yang menyatakan Pembayaran Royalty dilakukan berdasarkan
Kesepakatan antara Pemegang Hak Cipta dan Penerima Lisensi;
Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Hak Cipta:
“Jumlah Royalty yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh
Penerima Lisensi adalah berdasarkan Kesepakatan Kedua Belah Pihak dengan
berpedoman pada Kesepakatan Organisasi Profesi”;
3 Bahwa berdasarkan kebiasaan yang berjalan selama ini di dalam bisnis Waralaba
khususnya Karaoke, maka Kesepakatan Pembayaran Royalty selama ini
dilakukan antara Penggugat dengan Pemilik dan Pemberi Waralaba yaitu PT
Vizta Pratama yang berkedudukan di Jakarta. Sedangkan Tergugat selaku
Penerima Waralaba, tentunya wajib mentaati seluruh ketentuan yang telah
disepakati oleh PT Vizta Pratama dengan Penggugat;
4 Bahwa sampai saat ini belum tercapai suatu kesepakatan baru tentang Kenaikan
Pembayaran Royalty tersebut. Hal tersebut dikarenakan Penggugat bermaksud
meminta Kenaikan Pembayaran Royalty yang besarnya tidak masuk diakal yaitu
2500% (dua ribu lima ratus persen) dari tarif sebelumnya;
5 Bahwa sedangkan terhadap Kesepakatan yang telah ada sebelumnya antara
Penggugat dan PT Vizta Pratama yang menjadi kewajiban Tergugat, telah
dibayarkan secara kontinyu oleh Tergugat termasuk Pembayaran Royalty untuk
jangka waktu 2012 - 2013;
Hal. 11 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6 Bahwa sampai dengan saat ini belum terdapat Peraturan Pemerintah
terhadap Tata Cara Pembayaran Royalty atau Tata Niaga Industri Musik yang
dapat menjadi Pedoman bagi setiap pihak untuk melakukan Penghitungan
Pembayaran Royalty. Sehingga mekanismenya tetap diserahkan kepada
Kesepakatan Kedua Belah Pihak sebagaimana maksud Pasal 45 ayat (4) Undang
Undang Hak Cipta;
7 Bahwa selain itu, sesuai dengan Yurisprudensi MARI Nomor 588 K/ Sip/1983
tanggal 28 Mei 1984 yang menyatakan: “Tuntutan Penggugat mengenai Ganti
Rugi karena tidak disertai dengan bukti-bukti harus ditolak” dan Yurisprudensi
MARI Nomor 51 K/Sip/1974 tanggal 29 Mei 1975 yang menyatakan: “Dalam
hal adanya tuntutan ganti rugi, maka adanya kerugian untuk mana dituntut ganti
rugi itu harus dibuktikan” serta Yurisprudensi MARI Nomor 459 K/Sip/1975
tanggal 18 Agustus 1975 yang menyatakan: “Penuntutan Ganti Rugi baru dapat
dikabulkan apabila si Penuntut dapat membuktikan secara terperinci adanya
kerugian dan besarnya kerugian”;
8 Bahwa oleh karena Penggugat ternyata tidak dapat membuktikan adanya dan
besarnya kerugian secara terperinci melainkan hanya menghitung secara sepihak
saja, maka jelaslah tuntutan Ganti Rugi yang diajukan Penggugat sangatlah tidak
berdasar hukum sama sekali dan oleh karenanya haruslah ditolak atau setidak-
tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;
V Gugatan Obscuur Libel;
1 Bahwa Penggugat tidak menguraikan secara jelas dan cermat tentang tindakan
atau perbuatan apa yang dilakukan oleh Tergugat sehingga tiba-tiba dikualifisir
telah melakukan Pelanggaran Hukum di bidang Hak Cipta sebagaimana Posita
angka 10 (sepuluh);
2 Bahwa dalil Posita Penggugat angka 9 (sembilan) menyebutkan pelanggaran
yang dilakukan Tergugat adalah:
• Tidak memiliki Lisensi dari Penggugat;
• Tidak melakukan Pembayaran Royalty sesuai tarif yang berlaku;
Dengan demikian yang menjadi permasalahan Penggugat adalah: Pertama,
Tergugat tidak memiliki Lisensi dari Penggugat, dan Kedua, Tergugat
sebenarnya telah membayar Royalty, namun tidak sesuai dengan tarif yang
berlaku;
Hal. 12 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3 Bahwa berdasarkan fakta yang ada, Tergugat selama ini selalu membayar Lisensi
dan Royalty kepada Penggugat sesuai dengan Kesepakatan antara Penggugat dan
PT Vizta Pratama yang wajib ditaati oleh Tergugat;
4 Bahwa berdasarkan bukti pembayaran yang ada, Tergugat telah membayar
Lisensi dan Royalty kepada Penggugat pada tanggal 18 April 2012 untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun ke depan. Artinya berlaku sampai dengan tanggal 17 Maret
2013;
5 Bahwa akan tetapi dengan memakai alasan yang sumir yaitu kewajaran dan
keadilan, Penggugat lalu mencoba menaikkan harga Lisensi dan Royalty menjadi
sebesar lebih dari 25 (dua puluh lima) kali lipat dari harga yang berlaku
sebelumnya. Hal yang sungguh tidak masuk diakal;
6 Bahwa selain itu Penggugat sebagai anggota Cisac mendalilkan Parameter Tarif
yang dihitungnya mengacu pada Standar Internasional yang ditetapkan oleh
Cisac. Padahal berdasarkan pemberitaan di Media, Penggugat tidak lagi
bergabung dengan Cisac, karena telah melakukan pengunduran diri dari
keanggotaan Cisac terhitung sejak Bulan November 2012;
7 Bahwa oleh karena itu, tuntutan Penggugat akan Kenaikan Royalty tersebut
menjadi kabur, tidak jelas dan tidak cermat, karena tidak jelas parameternya dan
metode perhitungannya dilakukan secara sepihak. Sehingga selayaknyalah
apabila Gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya
dinyatakan tidak dapat diterima;
Bahwa, terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan Rekonvensi pada
pokoknya sebagai berikut:
1 Bahwa seluruh uraian yang termuat dalam Eksepsi dan Konvensi mohon
dianggap menjadi satu kesatuan dalam Rekonvensi ini;
2 Bahwa Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi telah
melakukan Pembayaran Lisensi dan Royalty pemakaian lagu secara
sekaligus untuk masa 1 (satu) tahun ke depan pada tanggal 18 April 2012
melalui Transfer ke Rekening Penggugat dalam Konvensi/Tergugat
dalam Rekonvensi pada Bank BCA Nomor 1453503031, akan tetapi
Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi tidak bersedia
menerbitkan Sertifikat Lisensinya. Oleh karena itu Tergugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi mohon agar Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi diperintahkan untuk menerbitkan
Sertifikat Lisensi untuk masa pemakaian lagu 2012 sampai 2013 dan
Hal. 13 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menyerahkannya kepada Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam
Rekonvensi;
3 Bahwa apabila Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi
tidak bersedia menerbitkan Sertifikat Lisensi, maka Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi harus dihukum untuk membayar
Uang Paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000,00 untuk setiap hari
keterlambatan pelaksanaan putusan ini;
4 Bahwa selain itu, tindakan Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam
Rekonvensi yang menaikkan Tarif Lisensi dan Royalty secara Sepihak
tanpa berdasarkan Kesepakatan Kedua Belah Pihak sebagaimana
dimaksud Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Hak Cipta harus dinyatakan
tidak dapat berlaku;
5 Bahwa mengingat kesepakatan penentuan Tarif Lisensi dan Royalty yang
baru belum tercapai, namun bisnis Karaoke ini harus berjalan terus
operasional karena menyangkut nasib pekerja yang tidak sedikit, maka
Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi mohon agar
selama dan sepanjang belum tercapai kesepakatan tersebut, Tergugat
dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi tetap dapat beroperasional
dengan mewajibkan Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam
Rekonvensi untuk membayar Lisensi dan Royalty kepada Penggugat
dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi sesuai dengan Kesepakatan
Terdahulu;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat Rekonvensi mohon
kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar agar memberi putusan
sebagai berikut:
1 Menerima dan Mengabulkan Gugatan Rekonvensi Tergugat dalam Konvensi/
Penggugat dalam Rekonvensi;
2 Memerintahkan Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi untuk
menerbitkan Sertifikat Lisensi untuk masa pemakaian lagu 2012 sampai 2013
dan menyerahkannya kepada Tergugat dalam Konvensi/ Penggugat dalam
Rekonvensi;
3 Menyatakan Kenaikan Tarif Lisensi dan Royalty yang dilakukan Penggugat
dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi secara Sepihak tidak berlaku
karena tidak didasarkan pada Kesepakatan Kedua Belah Pihak sebagaimana
dimaksud Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Hak Cipta;
Hal. 14 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4 Menyatakan Menetapkan agar selama dan sepanjang belum tercapai
Kesepakatan Pembayaran Royalty tersebut, Tergugat dalam Konvensi/
Penggugat dalam Rekonvensi tetap dapat beroperasional dengan mewajibkan
Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi untuk membayar
Lisensi dan Royalty kepada Penggugat dalam Konvensi/ Tergugat dalam
Rekonvensi sesuai dengan Kesepakatan Terdahulu;
5 Menghukum Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi untuk
membayar Uang Paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000,00 untuk setiap hari
keterlambatan pelaksanaan putusan ini;
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Makassar telah memberi putusan Nomor 01/HKI/Cipta/2012/PN Niaga Mks. tanggal 28
Maret 2013 yang amarnya sebagai berikut:
I Dalam Konvensi:
1 Dalam Eksepsi:
• Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
2 Dalam Pokok Perkara:
• Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
• Menyatakan Tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak cipta lagu
karya cipta lagu/musik yaitu telah melakukan kegiatan pengumuman
(performing) tanpa izin dai Penggugat yang dikwalifikasi sebagai Perbuatan
Melawan Hukum (PMH);
• Menghukum Tergugat membayar ganti rugi/royalty sebesar Rp
15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) kepada
Penggugat;
• Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
II Dalam Rekonvensi:
• Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi;
III Dalam Konvensi Dan Rokenvensi:
• Menghukum Tergugat dalam konvensi Penggugat dalam Rekonvensi untuk
membayar ongkos perkara sebesar Rp1.511.000,00 (satu juta lima ratus sebelas
ribu rupiah);
Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar
tersebut telah diucapkan pada tanggal 28 Maret 2013, terhadap putusan tersebut,
Tergugat dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 1 April
Hal. 15 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2013 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 8 April 2013, sebagaimana ternyata
dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 01/Srt.Pdt.G/2012/PN.MKS yang dibuat oleh
Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Makassar, permohonan tersebut disertai dengan
memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Makassar
tersebut pada tanggal 19 April 2013;
Bahwa memori kasasi telah disampaikan kepada Termohon Kasasi dahulu
Penggugat pada tanggal 6 Mei 2013, kemudian Termohon Kasasi dahulu Penggugat
mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Makassar pada tanggal 20 Mei 2013;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan
dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga permohonan kasasi
tersebut formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Tergugat pada pokoknya sebagai berikut:
Berdasarkan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung dalam Pasal 30 secara lengkap dinyatakan sebagai berikut:
“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan
Pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Pengadilan karena:
a tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan”;
Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan dan menolak Putusan Pengadilan Naga pada
Pengadilan Negeri Makassar Nomor 01/HKI/CIPTA/ 2012/PN Niaga Mks. tanggal 28
Maret 2013 karena Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar jelas-jelas telah
salah menerapkan hukum atau melanggar hukum dalam memeriksa perkara a quo dan
Putusan Judex Facti telah lalai karena kurang cukup mempertimbangkan (onvoldoende
gemotiveerd) sehingga harus dibatalkan sebagaimana disebut dalam Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 671 K/Sip/1972 tanggal 13 Agustus 1972 dan Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 339 K/Sip/1969 tanggal 21 Februari 1970;
Berikut di bawah ini kami uraikan alasan-alasan dan pengajuan Permohonan Kasasi dari
Memori Kasasi dalam perkara ini:
Hal. 16 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalam Konvensi:
A Dalam Eksepsi:
I Alasan Kasasi I (Pertama): Surat Kuasa Termohon Kasasi/Penggugat Bukan Surat
Kuasa Khusus;
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar (Judex Facti) telah melakukan
kesalahan penerapan hukum acara karena Para Pencipta Lagu Tidak Pernah
Memberikan Kuasa Kepada Termohon Kasasi/Penggugat Untuk Mengajukan
Gugatan Terhadap Pemohon Kasasi/Tergugat;
1 Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Judex
Facti yang memihak Termohon Kasasi, karena telah salah dan keliru menilai
bahwa Surat Kuasa Pemohon Kasasi sah dan bersifat khusus sebagaimana
disebut dalam pertimbangan Putusan Judex Facti halaman 40-41 sebagai berikut:
“Bahwa sebagai pemegang hak cipta yang dikuasakan oleh pencipta, Penggugat
telah diberikan kuasa oleh 2.636 (dua ribu enam ratus tiga puluh enam) pencipta
lagu Indonesia dengan karya cipta lagunya sebanyak 130.000 (seratus tiga puluh
ribu) lagu. Di samping itu sebagal CMO, Penggugat telah diberi kuasa melalui
Reciprocal Agreement dengan 136 negara anggota CISAC untuk mengelola
seluruh lagu asing di Indonesia yang meliputi sebanyak lebih dan 2 juta pencipta
lagu asing dengan karya cipta lagu sebanyak 10 juta lagu. Khusus untuk lagu-
lagu Indonesia, yang dikelola oleh Penggugat terdiri atas lagu-lagu legend, pop,
tradisional dan pop daerah. Dimana salah satu pencipta lagu (composer) yang
telah menjadi anggota/memberikan kuasa kepada Penggugat adalah DR. H.
Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden Republik Indonesia) yang juga
merupakan Ketua Dewan Pembina PAPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta
Lagu dan Pemusik Republik Indonesia);
Bahwa dalam replik Penggugat menjelaskan sesuai surat kuasa dan Perjanjian
Kerjasama yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada Penggugat, di
dalamnya termasuk kuasa untuk melakukan gugatan ke Pengadilan. Dengan
demikian Penggugat telah mempunyai legal standing in judicio yang benar
dalam mengajukan gugatan ini;
Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim berdasarkan bukti-bukti surat dan
keterangan saksi, Penggugat adalah Badan Hukum yang bergerak di bidang
Karya Cipta Lagu/cipta;
Menimbang, bahwa menurut Majelis oleh karena Penggugat sebagai Legal
Standing Judicio maka dengan sendirinya secara hukum Penggugat dapat
Hal. 17 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menjadi pihak dalam berperkara tanpa harus mendapat kuasa lagi dan para pihak
(in casu para pencipta lagu) dan hal ini Jangan dicampur adukan dengan kuasa
dalam gugatan class action; dengan demikian maka eksepsi Tergugat tersebut
harus pula dinyatakan ditolak”;
2 Bahwa dalil Termohon Kasasi/Penggugat dalam butir 4 gugatannya menyatakan
Termohon Kasasi/Penggugat sebagai pemegang hak cipta yang diberi kuasa oleh
para Pencipta Lagu untuk mengelola hak cipta para Pencipta Lagu dari dalam
dan luar negeri, karenanya mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan
ke pengadilan berdasarkan Surat Kuasa dan Perjanjian Kerjasama yang dberikan
Pencipta Lagu
kepada Termohon Kasasi/Penggugat;
3 Bahwa selanjutnya pada butir 5 dan 6 posita gugatannya. Termohon Kasasi/
Penggugat mendalilkan tugas utama Termohon Kasasi/ Penggugat adalah untuk
memungut (collect) uang royalti yang merupakan Hak Ekonomi para Pencipta
Lagu yang timbul dan adanya kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan
Pengumuman (performing), berdasarkan pemberian kuasa dan pencipta,
termasuk kuasa untuk melakukan gugatan ke Pengadilan;
4 Surat Kuasa Termohon Kasasi/Penggugat yang ditandatangani oleh Drs. Dharma
Oratmangun, M.Si., selaku Ketua Yayasan Karya Cipta Indonesia tertanggal 3
Desember 2013 tersebut adalah Surat Kuasa Umum, yang tidak dapat digunakan
untuk mengajukan gugatan perkara wanprestasi/ingkar janji di Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Makassar karena:
• Tidak menyebut secara jelas dan spesifik surat kuasa, untuk mengajukan
perkara di pengadilan dan tidak menyebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Makassar;
• Tidak menyebut pengadilan yang mengadili perkara;
• Tidak menyebut dengan tegas kedudukan pihak yang digugat;
• Tidak menyebut dasar hukum suatu gugatan (apakah wanprestasi atau
perbuatan melawan hukum);
• Penerima kuasa tidak pernah dikuasakan menggugat ganti rugi seperti
tercantum di dalam surat gugatan;
5 Bahwa Yurisprudensi MARI Nomor 3412 K/Pdt/1983 menyebutkan ‘Kuasa
khusus yang hanya menyebut objek perkara, tetapi tidak menyebut pihak yang
Hal. 18 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hendak digugat, tidak memenuhi syarat formil sebagai surat kuasa khusus, dan
karenanya bertentangan dengan ketentuan Pasal 123 HIR”;
6 Bahwa dengan tidak adanya pemberian kuasa khusus dan para Pencipta Lagu.
maka jelas Termohon Kasasi/Penggugat tidak mewakili kepentingan para
Pencipta Lagu, bahkan lebih jauh lagi Termohon Kasasi/Penggugat tidak
berdasar menyatakan dirinya sebagai kuasa dan para Pencipta Lagu untuk
menggugat Pemohon Kasasi/Tergugat, padahal telah terbukti sejak pendaftaran
gugatan hingga saat ini, Termohon Kasasi/Penggugat tidak menunjukkan kuasa
khusus dan para Pencipta Lagu. sehingga Termohon Kasasi/Penggugat tidak
berhak mengajukan gugatan atas nama para Pencipta Lagu;
7 Bahwa dan fakta tersebut, jelas bahwa tindakan Termohon Kasasi/ Penggugat
mengajukan gugatan terhadap Pemohon Kasasi/Tergugat ke Pengadilan Niaga
adalah tanpa alas hak yang jelas, sehingga sudah seharusnya Majelis Hakim
menyatakan gugatan Termohon Kasasi/ Penggugat tidak dapat diterima;
8 Bahwa berdasarkan dalil Termohon Kasasi/Penggugat tersebut di atas, maka
jelas terbukti kuasa yang diberikan pencipta kepada Termohon Kasasi/Penggugat
merupakan surat kuasa umum berdasarkan ketentuan Pasal 1795 KUH Perdata,
yang ditujukan untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa (pencipta). bukan
surat kuasa khusus dan para pencipta untuk mengajukan gugatan terhadap
Pemohon Kasasi/Tergugat. Bahwa surat kuasa umum yang demikian
bagaimanapun juga tidak dapat dianggap sebagai suatu surat kuasa khusus untuk
berperkara di depan pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 123 ayat (1) H.I.R.
yang berbunyi:
“Kedua belah pihak, kalau mau boleh dibantu atau diwakili oleh juru kuasa, yang
untuk maksud itu dikuasakan dengan surat kuasa istimewa, kecuali jika yang
memberi kuasa itu hadir sendiri. Si Penggugat juga dapat memberi kuasa dalam
surat permintaan yang ditandatangani… dan seterusnya”;
9 Bahwa disamping itu, Mahkamah Agung melalui SEMA Nomor 6 Tahun 1994
tertanggal 14 Oktober 1994 telah membuat suatu syarat formulasi surat kuasa
khusus untuk berperkara di pengadilan, yaitu (i) menyebut dengan jelas dan
spesifik surat kuasa untuk berperan di pengadilan (ii) menyebut kompetensi
relatif, (iii) menyebut identitas dan kedudukan para pihak, dan (iv) menyebut
secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan;
10 Bahwa oleh karena kuasa yang diterima Termohon Kasasi/Penggugat dari para
Pencipta Lagu sebelum perkara ini didaftarkan bukan merupakan kuasa khusus.
Hal. 19 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
maka Termohon Kasasi/Penggugat dengan demikian tidak berhak dan tidak
berwenang untuk dan atas nama Para Pencipta Lagu berperkara di pengadilan,
termasuk dalam hal ini memberikan dan menandatangani kuasa khusus kepada
Kantor Hukum Denny F. Kaunang, S.H. & Rekan tertanggal 3 Desember 2012
untuk berperkara di pengadilan dalam rangka menggugat Pemohon Kasasi/
Tergugat;
11 Bahwa hal ini telah menjadi kaidah hukum yang dapat ditemukan dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 531 K/Sip/1972 tertanggal 25 Juli
1974, dimana Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut:
“Surat kuasa untuk menjaga, mengurus harta benda yang bergerak dan tidak
bergerak, tanah-tanah, rumah-rumah, hutang dan semua kepentingan seseorang
adalah suatu surat kuasa umum yang bagaimanapun juga tidak dapat dianggap
sebagai suatu surat khusus untuk berperkara di pengadilan”;
12 Bahwa kaidah hukum yang terkandung dalam Yurisprudensi Nomor 531 K/
Sip/1972 tanggal 25 Juli 1974 di atas, sudah seharusnya menurut hukum
diterapkan dalam perkara a quo, karena dalam perkara a quo. jelas terbukti
bahwa pemberian kuasa dari para Pencipta Lagu kepada Termohon Kasasi/
Penggugat bukanlah bersifat kuasa khusus guna berperkara di pengadilan. Oleh
karena itu sudah seharusnya Majelis Hakim yang memeriksa perkara
menyatakan gugatan Termohon Kasasi/Penggugat tidak diterima;
13 Demikian juga Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 018 K/N/Haki/2007
tanggal 1 Oktober 2007 dengan Majelis Hakim yang terdiri dan Ketua Marianna
Sutadi, S.H. dan Hakim-hakim Anggota Dr. Harifin A Tumpa, S.H. dan Prof. Dr.
Paulus E Lotulung, S.H., dalam perkara antara Yayasan Karya Cipta Indonesia
(YKCI) selaku Penggugat melawan PT Telekomunikasi Selular (TELKOMSEL)
selaku Tergugat telah menolak Gugatan yang diajukan Yayasan Karya Cipta
Indonesia karena surat kuasa yang diajukan dalam persidangan untuk
mengajukan gugatan atas nama Karya Cipta Indonesia tidak memenuhi syarat
suatu surat kuasa khusus dengan pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Bahwa menurut Pasal 35 ayat (1) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2001
sebagaimana telah dirubah dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2004
Pengurus Yayasan yang berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar
Pengadilan;
Hal. 20 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa susunan Pengurus, sesuai dengan Pasal 32 ayat (3) Undang Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 16 Tahun
2001, sekurang-kurangnya terdiri atas:
a Seorang ketua;
b Seorang sekretaris;
c Seorang bendahara;
Bahwa dalam surat kuasa DA-0301001 tanggal 17 Januari 2003 (dan Ketua
Umum dan Sekretaris Jenderal Yayasan kepada Dahuri, S.E., selaku General
Manager, Pelaksana Harlan Yayasan Karya Cipta Indonesia) tidak tercantum
kuasa khusus untuk mengajukan gugatan atas nama Penggugat/Yayasan Karya
Cipta Indonesia terhadap Tergugat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat sehingga Dahuri, S.E. tidak berwenang untuk memberi kuasa
kepada Martinus F. Hemo, S.H., dan kawan-kawan sebagaimana dimaksud
dalam surat kuasa khusus tertanggal 14 November 2006 untuk mewakili
Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat di Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (surat kuasa khusus seperti yang dimaksud oleh
Pasal 123 HIR);
Bahwa sesuai dengan yurisprudensi tetap, yang dimaksud dengan surat kuasa
khusus seperti yang dimaksud oleh Pasal 123 HIR adalah surat kuasa yang hanya
dipergunakan untuk keperluan tertentu yakni dengan jelas menyebutkan siapa
pihak Penggugat dan siapa Pihak Tergugat, apa yang disengketakan dan
Pengadilan yang berwenang;
Bahwa oleh karena surat kuasa dan Ketua Umum dan Sekretaris Yayasan Karya
Cipta Indonesia Dahuri, S.E. tidak bersifat khusus, lagipula tidak sesuai dengan
ketentuan Pengurus Yayasan seperti yang dimaksud oleh Pasal 32 ayat (3)
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2004, maka Dahuri, S.E. tidak berwenang
bertindak untuk dan atas nama Penggugat dan surat kuasa tertanggal 14
November 2006 dan Dahuri, S.E. kepada Martinus F. Hemo, S.H. dan kawan-
kawan harus dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, lagi pula ternyata
bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum
dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi: Yayasan Karya Cipta Indonesia tersebut harus ditolak;
Hal. 21 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, oleh karena permohonan kasasi dan Pemohon Kasasi ditolak, maka
Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi
ini;
Memperhatikan pasal-pasal dan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang
Undang Nomor 14 Tahun 1985, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah
dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004, Undang Undang Nomor 19
Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
MENGADILI:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: YAYASAN KARYA CIPTA
INDONESIA tersebut;
Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)”;
14 Bahwa tidak ada satu pun ketentuan perundang-undangan bahkan undang-
undang hak cipta yang menyebutkan Termohon Kasasi/KCI sebagai lembaga
yang berwenang untuk menagih royalty kepada para user. Oleh karenanya,
Termohon Kasasi tidak berhak bertindak mengaku-ngaku sebagai kuasa dan
Pencipta musik karena status KC tidak dikenal di dalam peraturan perundangan
yang berlaku;
II Alasan Kasasi II (Kedua): Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar
Tidak Berwenang untuk Mengadili Perkara a quo (Eksepsi Kompetensi Absolut);
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar (Judex Facti) telah melakukan
kesalahan penerapan hukum acara karena seharusnya Judex Facti tidak berwenang
mengadili perkara a quo sebab Termohon Kasasi/Penggugat mengajukan gugatan
untuk pembayaran royalty, Bukan perkara Pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
diatur dalam Pasal 59 Undang Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta, melainkan murni perkara perdata perihal tagihan pembayaran jumlah royalti
wanprestasi) yang merupakan kewenangan dari Pengadilan Umum (Perdata);
15 Bahwa Termohon Kasasi/Penggugat mengakui bahwa Pemohon Kasasi/
Tergugat adalah user yang sah bahkan Termohon Kasasi/Penggugat menyatakan
telah terjadi hubungan hukum antara Termohon Kasasi/ Penggugat dengan
Pemohon Kasasi/Tergugat, (lihat pengakuan Termohon Kasasi/Penggugat
tersebut butir B halaman 4 Surat Gugatan yang dikutip sebagai berikut:)
“8. Bahwa berdasarkan dalil-dalil Penggugat sebagaimana diuraikan di atas,
nyata telah ada hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat, masing-
Hal. 22 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
masing sebagai Pemegang Hak Cipta dan User, yang mana atas hubungan
hukum tersebut menimbulkan kewajiban bagi Tergugat selaku User”;
16 Di dalam Surat Gugatan, butir 9, 11, 13 diutarakan bahwa Penggugat
mempersoalkan mengenai tarif royalti. Apabila ada tagihan royalti berarti yang
wajib membayar royalti sudah sah diberi Hak sebagai user;
Jadi, telah terbukti Termohon Kasasi/Penggugat mengakui bahwa Pemohon
Kasasi/Tergugat telah diberi hak sebagai user sehingga perkara a quo bukan
perkara pelanggaran Hak Cipta melainkan murni tagihan kenaikan royalti (yang
merupakan murni perkara perdata umum);
Dengan demikian terbukti bahwa perkara ini bukan pelanggaran dan Hak Cipta
yang merupakan kewenangan Pengadilan Niaga akan tetapi murni mengenai
Gugatan Perdata tentang wanprestasi pembayaran royalti;
17 Di dalam Petitum Gugatan, Butir 4 yang pada dasarnya menuntut pembayaran
atas tagihan royalti yakni agar Pemohon Kasasi/Tergugat membayar royalti
sebesar Rp26.400.000,00 (dua puluh enam juta empat ratus ribu rupiah) kepada
Termohon Kasasi/Penggugat;
Apabila ada tagihan royalti berarti sudah ada izin (lisensi). Jadi telah terbukti
perkara ini adalah murni perkara perdata perihal tagihan royalti, bukan perkara
hak cipta;
18 Bahwa yang menjadi kewenangan Pengadilan Niaga tidak mencakup sengketa
besarnya royalti dan tidak mencakup perkara tentang pembayaran royalti. Sebab
Yang Menjadi Kewenangan Pengadilan Niaga hanya terbatas Diatur Dalam
Pasal 59 Undang Undang Hak cipta yang dikutip sebagai berikut:
“Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, 56, dan Pasal 58 wajib diputus
dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di
Pengadilan Niaga yang bersangkutan”;
Jadi menurut Pasal 59 Undang Undang Hak Cipta bahwa kewenangan
Pengadilan Niaga hanya terbatas pada yang diatur di Pasal 55, 56 dan 56 yaitu
tentang perkara tentang pelanggaran hak cipta murni, yang tidak ada perjanjian
lisensinya;
Kewenangan Pengadilan Niaga tidak mencakup masalah royalti yang diatur di
Pasal 45 Undang Undang Hak Cipta;
Contohnya:
Apabila seseorang yang mengubah si ciptaannya tanpa ijin dan pencipta (lihat
Pasal 55) adalah termasuk pelanggaran hak cipta yang merupakan kewenangan
Hal. 23 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pengadilan Niaga, sedangkan mengenai masalah royalti adalah murni perdata
dan perkara wanprestasi tentang royalti dan Perjanjian Lisensi yang secara
absolute tidak termasuk kewenangan Pengadilan Niaga;
19 Bahwa terbukti Pengadilan Niaga tidak berwenang mengadili perkara a quo
sebab yang dipersoalkan oleh Termohon Kasasi adalah mengenai selisih
besarnya royalty yang telah dibayar oleh Pemohon Kasasi pada tanggal 18 April
2012 sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) per tahun (bukti
T-12) namun tidak diterima oleh Pemohon Kasasi karena Termohon Kasasi
menetapkan besarnya royalty baru secara sepihak yaitu sebesar Pp720.000,00
(tujuh ratus dua puluh ribu rupiah)/ kamar/tahun.
20 Pendapat Ahli Hukum (Doktrin):
Dalam tulisan hasil penelitian Fakultas Hukum Universitas Airlangga dalam
makalah berjudul perjanjian lisensi merek terkenal oleh Agung Sujatmiko,
dipublikasi di Mimbar Hukum, Volume 22, Nomor 2, Juni 2010 (Vide Bukti
Tambahan T-14), halaman 252-264 ditulis bahwa sengketa perjanjian lisensi
bukan merupakan kewenangan Pengadilan Niaga seperti dikutip dan halaman
261 tulisan sebagai berikut:
“Dalam lisensi yang dibuat antara licensor dan licensee, biasanya selalu dimuat
klausula yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa yang timbul antara para
pihak. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan di depan pengadilan atau para
pihak sepakat untuk menyelesaikannya di luar pengadilan. Jika diselesaikan di
Pengadilan, maka pihak yang dirugikan akan menggugat berdasarkan alasan
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) atau ingkar janji
(wanprestasi). Pengadilan yang berwenang memutus sengketa ini adalah
Pengadilan Negeri dan Bukan Pengadilan Niaga, karena menyangkut Perjanjian
Lisensi merek yang pada dasarnya masalah perdata biasa. Hal ini juga terjadi
pada sengketa perkara lisensi merek Cap Kaki Tiga. Dalam perkara ini
Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, tetapi
berdasarkan Putusan selanya, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan tidak
berwenang memeriksa dan mengadili sengketa lisensi tersebut, karena
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak mempunyai kewenangan absolute atas
perkara tersebut”;
21 Bahwa Eksepsi absolut dapat diajukan setiap waktu selama perkara belum
diputus oleh Majelis Hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 134 HIR yang
isinya dikutip sebagai berikut:
Hal. 24 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Sebaliknya, jika sengketa itu adalah mengenai suatu hal yang tidak termasuk
wewenang Pengadilan Negeri maka, dalam semua tingkatan pemeriksaan dapat
diajukan tuntutan agar Hakim menyatakan dirinya tidak berwenang, malahan
Hakim itu sendiri berkewajiban karena jabatannya menyatakan dirinya tidak
berwenang”;
22 Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka cukup beralasan bagi Ketua Mahkamah
Agung RI. cq. Majelis Hakim Kasasi yang mengadili perkara ini berkenan
memberikan putusan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Makassar Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN
Niaga Mks. tanggal 28 Maret 2013, dan mengadili sebagai berikut
MENGADILI:
• Menerima permohonan Kasasi dan Pemohon Kasasi/Tergugat;
• Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar
Nomor 01/HKI/CIPTA/2012/PN Niaga Mks. tanggal 28 Maret 2013 yang
dimohonkan Kasasi tersebut;
MENGADILI SENDIRI:
Dalam Eksepsi Absolut:
1 Mengabulkan eksepsi Pemohon Kasasi/Tergugat tentang Kompetensi
Absolut;
2 Menyatakan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar tidak
berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini;
3 Menghukum Termohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara;
III Alasan Kasasi III (Ketiga): Gugatan Pemohon Kasasi Error In Persona;
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar (Judex Facti) telah melakukan
kesalahan penerapan hukum acara karena pemilik Inul Vizta Karaoke di Megamas
Manado Blok I-A2, Unit Ruko Nomor 50-52, Manado Sulawesi Utara adalah CV
Suara Indah, bukan PT Vizta Pratama sehingga terbukti Gugatan Termohon Kasasi/
Penggugat Salah Alamat I Eksepsi Error in Persona;
23 Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Judex
Facti yang memihak Termohon Kasasi, karena telah salah dan keliru menilai
bahwa gugatan Pemohon Kasasi tidak salah sasaran/tidak error in persona
sebagaimana disebut dalam pertimbangan Putusan Judex Facti halaman 37-38
sebagai berikut:
“I.1. Dalam Eksepsi:
Hal. 25 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Tergugat telah mengajukan eksepsi atas gugatan Penggugat
sebagaimana tertuang dalam jawabannya;
A. Eksepsi Error In Persona;
Bahwa gugatan Penggugat sebagaimana nyata tersurat dalam gugatan a quo
ditujukan kepada PT Vista Pratama (Inul Vista Karaoke Manado), berkedudukan
di Kompleks Mega Mas Blok 1-A2 Jalan Unit Ruko 50-52 Manado Sulawesi
Utara;
Bahwa berdasarkan fakta yang ada, di alamat tersebut di atas sebagaimana dalil
Penggugat tidak terdapat dan tidak dikenal PT Vista Pratama;
Bahwa yang sebenarnya berdomisili hukum di alamat tersebut di atas
adalah CV. Suara Indah yang dipimpin oleh David Goni Jokom, MBA, MSA;
Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim gugatan Penggugat sudah tepat dan
benar dengan menggugat PT Inul Vista karena hubungan hukum yang tercipta
antara Penggugat selaku Lembaga Kolektif Manajemen (LKM) dengan Tergugat
PT Inul Vizta selaku pengguna karya cipta musik/lagu;
Bahwa Tergugat sebagai Badan Hukum dalam mengelola usahanya melakukan
kerja sama dengan pihak ketiga secara francise (waralaba) dengan membuka
beberapa outlet yang tersebar di beberapa kota di Indonesia, demikian halnya
dalam perkara in casu, Tergugat kerja sama (melakukan francise/waralaba)
dengan CV Suara Indah yang beralamat di Megamas Manado Blok 1-A2 JI. Unit
Ruko Nomor 50-52 Manado Sulawesi Utara (sebagaimana disebutkan dalam
surat gugatan);
Bahwa dengan demikian CV Suara lndah adalah berkepentingan untuk membela
kepentingannya, karena alamat yang ditujukan dalam gugatan sama dengan
alamat outlet yang dikelola oleh CV Suara Indah”;
24 Bahwa jelas pertimbangan Judex Facti tersebut adalah sangat keliru karena
badan hukum Perseroan Terbatas berbeda dengan badan usaha yang berbentuk
CV;
Terlebih lagi, tidak ada pernah Tergugat yang bernama PT Inul Vizta, melainkan
yang digugat Termohon Kasasi/Penggugat adalah PT Vizta Pratama, sehingga
sangat aneh dan salah pertimbangan Judex Facti yang menyebut:
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim gugatan Penggugat sudah tepat dan
benar dengan menggugat PT Inul Vista karena hubungan hukum yang tercipta
antara Penggugat selaku Lembaga Kolektif Manajemen (LKM) dengan Tergugat
PT Inul Vizta selaku pengguna karya cipta musik/lagu”;
Hal. 26 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
25 Bahwa yang digugat Termohon Kasasi/Penggugat adalah PT Vizta Pratama,
adalah suatu badan usaha yang beralamat di Rukan Sentra Bisnis, Jalan Artha
Gading Blok A7D Nomor 15 Jakarta Utara 14240 (Vide Bukti Tambahan T-15.
T-16, dan T-17) namun PT Vizta Pratama bukan Pemilik Usaha Karaoke “Inul
Vista Karaoke”. PT Vizta Pratama adalah pemegang merek dagang terdaftar
dengan nama “Inul Vizta Karaoke’ untuk kelas Barang/Jasa . NCL9 41 dengan
Nomor Pendaftaran IDM000224605 dan NCL9 43 dengan Nomor Pendaftaran
IDM000224604 (Vide Bukti Tambahan T-18 dan T-19), konsultan franchise
karaoke keluarga (consulting franchise family karaoke) dan selaku Pemberi
Waralaba (Franchisor) outlet karaoke dengan nama produk usaha “Inul Vizta
Karaoke”. kepada setiap perorangan/badan usaha yang ingin membuka outlet
karaoke selaku Penerima Waralaba (Franchisee);
26 26. Bahwa pemilik outlet lnul Vizta Karaoke yang terletak di Komplek
Megamas, Blok 1 A2, Unit Ruko Nomor 50-52, Kota Manado-Sulawesi Utara,
adalah CV Suara Indah bukan PT Vizta Pratama (Vide Bukti T-1 sampai dengan
Bukti T-4);
27 Bahwa dengan demikian terbukti Gugatan Termohon Kasasi/Penggugat terhadap
Pemohon Kasasi/Tergugat selaku Pemilik outlet lnul Vizta Karaoke di Komplek
Megamas, Blok 1-A2, Unit Ruko Nomor 50-52 Kota Manado-Sulawesi Utara,
adalah salah alamat/Error in Persona, dan karenanya Gugatan Termohon Kasasi/
Penggugat haruslah ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;
28 Bahwa gugatan Termohon Kasasi/Penggugat, harus dinyatakan tidak dapat
diterima/ditolak oleh Pengadilan, karena terbukti Error in Persona. dan
Pemohon Kasasi/Tergugat dengan ini mengutip Pendapat ahli hukum, M. Yahya
Harahap, S.H., Mantan Hakim Agung RI. dalam bukunya yang berjudul:
“Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
dan Putusan Pengadilan” (Penerbit S Sinar Grafika Cetakan Pertama 2005),
halaman 112 yang pada pokoknya menyebutkan apabila suatu gugatan error in
persona haruslah ditolak oleh Pengadilan, dan selengkapnya dikutip sebagai
berikut:
“b. Salah Sasaran Pihak yang Digugat;
Bentuk lain error in persona yang mungkin terjadi adalah orang yang ditarik
sebagai Tergugat keliru (gemis aanhoeda nigheid). Yang meminjam uang adalah
A, tetapi yang ditarik sebagai Tergugat untuk melunasi pembayaran adalah B.
Gugatan yang demikian, salah dan keliru, karena tidak tepat orang didudukkan
Hal. 27 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sebagai Tergugat. Dapat juga terjadi salah sasaran, apabila yang digugat anak di
bawah umur atau di bawah perwalian, tanpa mengikutsertakan orangtua atau
walinya. Mungkin saja yang ditarik sebagai Tergugat, tidak mempunyai status
legal persona standi in judicio (yang sah mempunyai wewenang bertindak di
pengadilan). Perseroan Terbatas (PT) yang belum disahkan menurut Pasal 9 ayat
(1) Undang Undang Nomor 1 tahun 1995, tidak dapat bertindak sebagai badan
hukum. Apabila perseroan yang belum mendapat pengesahan ditarik sebagai
Tergugat, gugatan salah sasaran, karena perseroan tersebut belum memiliki
kedudukan sebagai persona standi in judicio. Yang harus ditarik sebagai
Tergugat adalah para pengurusnya”;
29 Bahwa pentingnya indentitas pihak dalam (Gugatan. juga dapat dilihat dan
Putusan Pengadilan Naga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. dalam Perkara
Nomor 48/Hak Cipta/2005/PN.Niaga.Jkt.Pst. tentang gugatan Hak Cipta antara
Yayasan Karya Cipta Indonesia selaku Penggugat dan Sirkuit Karaoke dan The
Club Diskotik selaku Tergugat, Telah Menolak/Menyatakan gugatan YKCI tidak
dapat diterima karena YKCI tidak dapat menurunkan siapa perorangan/badan
hukum pemilik/ pengelola Sirkuit Karaoke dan The Club Diskotik, dengar
pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Tidak jelas apakah Tergugat merupakan badan hukum atau bukan? Seharusnya
ditujukan kepada Pemilik Sirkuit Karaoke dan The Club Diskotik. Ternyata
berdasarkan Bukti yang diajukan Tergugat, Pemilik adalah Subara Subandhi,
sehingga identitas Tergugat tidak lengkap”;
30 Bahwa demikian juga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusan Perkara
Nomor 47/Pdt.G/2006/PN Jkt. Pst. tanggal 1 Agustus 2006 dalam perkara antara
PT Bank Industri (dalam likuidasi) sebagai Penggugat melawan PT Tirtamas
Comexindo (Tergugat I) dan Hashim S. Djojokusumo (Tergugat II) telah
menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima karena Error In Persona,
dengan pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa perihal Eksepsi Tergugat tersebut kedua, yang menyatakan
Gugatan Penggugat Error in Persona, karena Pihak yang tersebut dalam Surat
Kuasa tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam Surat Gugatan Majelis
mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa mencermati Surat Kuasa Penggugat bertanggal Jakarta, 30 Januari 2006
Nomor SK. TLBI.467.l.06, Identitas Tergugat tertulis sebagai Hashim S.
Djojohadikusumo;
Hal. 28 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa sementara itu dalam Surat Gugatannya tertanggal 16 Februari 2006
Nomor 47/Pdt.G/2006/PN Jkt. Pst., identitas Tergugat II tertulis sebagai Hashim
S. Djojokusumo;
Bahwa selama proses persidangan ternyata Penggugat tidak pernah menyatakan
memperbaiki gugatannya terkait dengan identitas Tergugat II tersebut;
Bahwa identitas Para Pihak dalam suatu Gugatan adalah merupakan hal yang
prinsipil, sehingga kekeliruan penulisan identitas Para Pihak menye-
babkan tidak sempurnanya gugatan a quo;
Menimbang, bahwa atas dasar rangkaian pertimbangan-pertimbangan tersebut
Majelis Hakim berpendapat, Eksepsi Tergugat beralasan hukum untuk diterima;
Berdasarkan hal tersebut, Majelis Hakim memutus:
Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard)”;
IV Alasan Kasasi IV (Keempat);
Judex Facti telah melakukan kesalahan penerapan hukum acara karena mendengar
dan memeriksa saksi dari pihak yang berperkara yaitu saksi Drs. Dharma
Oratmangun, M.Si., selaku Ketua Yayasan Karya Cipta Indonesia yang juga
memberikan kuasa berdasarkan surat kuasa tertanggal 3 Desember 2013 kepada
kantor Hukum Denny F. Kaunang, S.H & Rekan;
31 Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena mendengar saksi yang
berperkara (Drs. Dharma Oratmangun, MSi, selaku Ketua Yayasan Karya Cipta
Indonesia) sebagai saksi yang diajukan Termohon Kasasi/Penggugat di
persidangan sebagaimana dikutip dalam pertimbangan Judex Facti sebagai
berikut:
“Menimbang, bahwa selain bukti surat, Penggugat juga telah memberikan
keterangannya di persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Saksi Oratmangun Dharma;
Padahal saksi Dharma Oratmangun adalah pemberi kuasa sebagaimana disebut
dalam Surat Gugatan tertanggal 13 Desember 2012 yang berbunyi sebagai
berikut:
“KANTOR HUKUM
DENNY F. KAUNANG, SH & REKAN
Advokat & Konsultan HukumNomor 17/G/DK&RJXII/12 Makassar, 13 Desember 2012
Hal. 29 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kepada Yth.
Yang Mulia Ketua Pengadilan Niaga
Pada Pengadilan Negeri Makassar
Jalan Kartini Nomor 23/18
Makassar 90111
Perihal: GUGATAN PERIZINAN PENGGUNAAN KARYA CIPTA LAGU DAN
PEMBIAYAAN ROYALTI KARYA CIPTA LAGU
Dengan Hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Denny f. Kaunang, S.H., dan Jellij F.B.
Dondokambey, SM., Advokat/Penasehat Hukum pada Kantor Hukum Denny F.
Kaunang, S.H. & Rekan, beralamat di Perumahan Bangun Indah Celebes Blok K-b,
Jalan Sea, Malalayang 1 Barat, Kota Manado, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
005/SK/HC/KCI-DFK/XIl/12 tertanggal: Jakarta, 3 Desember 2012 (asli terlampir,),
baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama:
Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) yang diwakili oleh Drs, Dharma Oratmangun,
M.Si. melalui Surat Kuasa Khusus tersebut di atas selaku Ketua Yayasan, berkedudukan
di ITC Dutamas Fatmawati, Blok Dl Nomor 20, Cipete Utara, Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan. Untuk selanjutnya disebut sebagai Penggugat”;
32 Bahwa dengan demikian Judex Facti telah salah menerapkan hukum acara
karena bertentangan dengan Pasal 139 ayat 1 HIR dan 165 ayat (1) Rbg yang
pada pokoknya menyebutkan sebagai berikut:
“Yang dapat didengar sebagai saksi adalah pihak ketiga dan bukan salah satu
pihak yang berperkara”;
Bahwa Judex Facti ternyata mempertimbangkan keterangan saksi Drs Dharma
Oratmangun, M.Si. sebagaimana dikutip dalam halaman 45 sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa karena Para Tergugat telah melakukan Perbuatan melawan
hukum, sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, dan oleh karena itu Tergugat
akan dihukum untuk membayar ganti rugi/royalty;
Menimbang, bahwa berdasarkan Penggugat pada intinya diterangkan selama ini
(sudah beberapa tahun dispensasi dan kelonggaran bahkan terendah;”
33 Bahwa dengan demikian, seperti putusan Judex Facti yang didasarkan pada
keterangan saksi Termohon Kasasi/Penggugat adalah salah dan keliru sebab
keterangan saksi Termohon Kasasi tidak wajar dan tidak objektif. Bahwa ahli
hukum Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., dalam bukunya yang berjudul
Hukum Cara Perdata Indonesia Edisi Ke Tujuh, Penerbit. Liberty Yogyakarta,
Hal. 30 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keterangan para saksi dan “sebenarnya pihak Tergugat berjalan) telah
memberikan juga dikenakan tarif yang dalam halaman 167 menyebutkan bahwa
pihak yang berperkara tidak dapat didengar sebagai saksi karena tidak obyektif.
selengkapnya sebagai berikut:
“Yang dapat didengar sebagai saksi adalah pihak ketiga dan bukan salah satu
pihak yang berperkara (Ps.139 ayat 1 HIR, 165 ayat 1 Rbg,). Baik pihak formil
maupun materil tidak boleh didengar sebagai saksi. Lain halnya dengan di
Inggris di mana para pihak di bawah sumpah didengar sebagai saksi dalam
perkaranya sendiri;
Kesaksian merupakan alat bukti yang wajar, karena keterangan yang diberikan
kepada hakim di persidangan itu berasal dan pihak ketiga yang melihat atau
mengetahui sendiri peristiwa yang bersangkutan. Pihak ketiga pada umumnya
melihat peristiwa yang bersangkutan lebih obyektif daripada pihak yang
berkepentingan sendiri: para pihak yang berperkara pada umumnya akan mencari
benarnya sendiri”;
Dalam Pokok Perkara;
Bahwa segala sesuatu yang dikemukakan Pemohon Kasasi dalam Eksepsi di atas
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan mohon juga dianggap sebagai
bagian Dalam Pokok Perkara secara mutatis mutandis;
V Alasan Kasasi V (Kelima);
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar (Judex Facti) telah melakukan
kesalahan penerapan hukum karena menilai Pemohon Kasasi/ Tergugat Telah
Melakukan Pelanggaran Hak Cipta karena Mengumumkan Karya Cipta Lagu Tanpa
Izin dan Termohon Kasasi, padahal Pemohon Kasasi telah membayar royalty dan
Termohon Kasasi tetap mengirimkan tagihan invoice;
34 Bahwa Pemohon Kasasi/Tergugat sangat keberatan dengan pertimbangan hukum
Judex Facti dalam halaman 43-44 Putusan yang menyebutkan Pemohon Kasasi/
Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana dikutip
sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan pokok
perkara yaitu “apakah Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
karena menggunakan karya cipta musik dan lagu tanpa ijin dan Penggugat?”;
Menimbang, bahwa sebagaimana fakta hukum di atas, hubungan hukum antara
Penggugat dan Tergugat tercipta karena adanya perjanjian ijin (lisensi)
Hal. 31 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penggunaan karya cipta musik dan lagu dari Penggugat kepada Tergugat, dengan
kewajiban membayar royalty (bukti P.11 yang sama dengan bukti T.5 dan T.6);
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.11 dan T.5 dan T.6 tersebut masa
berakhir lisensi adalah tanggal 29 Maret 2012, akan tetapi secara nyata Tergugat
masih menggunakan/mengumumkan karya cipta musik dan lagu tanpa ijin dan
Penggugat (bukti P.7) dan telah pula berulangkali dilakukan somasi oleh
Penggugat dengan demikian Tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta
(Pasal 45 ayat (1) dan (3) jo. Pasal 2 ayat (1) Undang Undang hak Cipta),
sehingga dikwalifikasi sebagai perbuatan melawan hukum;
Menimbang, bahwa dengan demikian petitum angka (2 dan 3) dapat
dikabulkan“;
35 Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti tersebut adalah keliru karena:
1 Termohon Kasasi telah mengirimkan tagihan/invoice kepada Pemohon
Kasasi sebagaimana terbukti dalam bukti Foto copy Invoice KCI No ADOO1
10040410, tanggal 12 April 2012 yang ditunjuk kepada PT Vizta Pratama
beralamat di Mega Mas Manado Blok -A2, Jalan Unit Ruko Nomor 50-52
Manado, Sulawesi Utara Premises I Inul Vizta Karaoke Manado (Bukti P-b);
2 Termohon Kasasi pada tanggal 18 April 2012. telah membayar royalty sesuai
dengan kesepakatan yaitu sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu
rupiah) per tahun ke rekening Pemohon Kasasi pada Bank BCA Nomor
1453503031 (Bukti T-12) untuk masa 1 (satu) tahun. Akan tetapi secara
sepihak Termohon Kasasi tidak memberikan sertifikat lisensi dengan dalih
Pemohon Kasasi harus membayar tarif royalty baru sebesar Rp720.000,00
(tujuh ratus dua puluh ribu rupiah)/kamar/tahun kepada Termohon Kasasi,
yang ditetapkan secara sepihak oleh Pemohon Kasasi. Padahal penetapan
tarif royalty baru seharusnya didasarkan pada kesepakatan bersama antara
Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi;
36 Bahwa dengan demikian tidak terbukti Pemohon Kasasi melanggar Undang-
Undang Hak Cipta sebab Pemohon Kasasi telah melaksanakan pembayaran
sesuai kesepakatan yaitu sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu
rupiah) kepada Termohon Kasasi;
37 Bahwa dengan demikian terbukti justru Termohon Kasasi yang telah terlebih
dahulu wanprestasi dengan tidak mentaati kesepakatan menerima pembayaran
royalty sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah)/tahun dan oleh
karenanya penetapan royalty fee sebesar Rp720.000,00 (tujuh ratus dua puluh
Hal. 32 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ribu rupiah)/kamar/tahun adalah penetapan yang sewenang-wenang, tidak
berdasar dan tanpa kesepakatan bersama. Maka tindakan Termohon Kasasi yang
melakukan penagihan berdasarkan tarif royalty baru secara sepihak jelas
merupakan perbuatan melawan hukum;
38 Bahwa karena Pemohon Kasasi telah terbukti membayar royalty sebesar harga
yang telah disepakati yaitu Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) per
tahun kepada Termohon Kasasi maka adalah sangat keliru jika Judex Facti
menilai Pemohon Kasasi telah melanggar ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan (3) jo.
Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Hak Cipta;
39 Bahwa di satu sisi Judex Facti sendiri telah memberikan pertimbangan hukum
bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diajukan terbukti belum pernah ada
kesepakatan antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi mengenai tarif
royalty yang baru. Oleh karenanya penetapan tarif royalty baru oleh Termohon
Kasasi tidak mengikat secara hukum sebagaimana dikutip dalam Putusan Judex
Facti halaman 45 sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah Majelis teliti surat-surat bukti yang diajukan para
pihak berikut keterangan saksi dan Penggugat diperoleh fakta “Belum
tercapainya kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat mengenai penentuan
tarif royalty yang baru, dengan demikian belum mengikat secara hukum”;
40 Bahwa apabila antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi tidak tercapai
kesepakatan baru mengenai besarnya royalty. maka seharusnya tetap
diberlakukan atau masih berlaku perjanjian atau kesepakatan lama mengenai
besaran royalty sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) per
tahun dan terbukti Pemohon Kasasi telah membayar royalty berdasarkan bukti
telah membayar royalty sesuai dengan kesepakatan yaitu sebesar Rp3.500.000,00
(tiga juta lima ratus ribu rupiah) per tahun ke rekening Pemohon Kasasi pada
Bank BCA Nomor 153503031 (bukti T-12);
VI Alasan Kasasi VI (Keenam);
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar (Judex Facti) telah melakukan
kesalahan penerapan hukum karena secara sepihak menilai patut dan adil besaran
royalty yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp288.000,00 (dua ratus delapan puluh
delapan rupiah)/room/tahun, dan sebelumnya sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima
ratus ribu rupiah)/tahun;
41 Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Judex
Facti dalam halaman 45-46 Putusan yang menyebutkan bahwa adalah adil dan
Hal. 33 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
layak apabila besaran royalty sebesar Rp288.000,00 (dua ratus delapan puluh
delapan rupiah)/kamar/tahun, sebagaimana dkutip sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan besaran
pembayaran royalty, apakah sesuai pemohonan Penggugat
dengan menaikkan tarif royalty sebesar ± 2500% ?“;
Menimbang, bahwa dengan merujuk Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Nomor
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menentukan “Jumlah royal’ yang wajib
dibayarkan kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan
organisasi profesi”;
Menimbang, bahwa setelah Majelis teliti surat-surat bukti yang diajukan para
pihak berikut keterangan saksi dan Penggugat diperoleh fakta “Belum
tercapainya kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat mengenai penentuan
tarif royalty yang baru, dengan demikian belum mengikat secara hukum;
Menimbang, bahwa meskipun Majelis akan mempertimbangkan petitum yang
dimohon oleh Penggugat secara layak dan adil;
Menimbang, bahwa karena Para Tergugat telah melakukan Perbuatan melawan
hukum, sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, dan oleh karena itu Tergugat
akan dihukum untuk membayar ganti rugi/royalty;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dan Penggugat pada
intinya diterangkan “sebenarnya pihak Tergugat selama ini (sudah beberapa
tahun berjalan) telah memberikan dispensasi dan kelonggaran bahkan juga
dikenakan tarif yang terendah;
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat sekarang masih memberikan
kelonggaran dengan memungut tarif/royalty yang terendah Rp720.000,00
pertahun;
Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut, Majelis berpendapat bahwa sudah
selayaknya harus diapresiasikan kepentingan pada pencipta lagu, akan tetapi juga
harus pula dipertimbangkan kondisi ini kepentingan pelaku usaha pengguna jasa
karya cipta musik/lagu, supaya agar tetap exist dalam menjalankan usahanya,
untuk itu kepentingan para pihak harus dipertimbangkan secara berimbang, dan
oleh karenanya dipandang layak, patut dan adil kalau besaran royalty yang
seharusnya dibayarkan sebesar Rp288.000,00 per room per tahun;
Menimbang, bahwa dengan demikian pembayaran royalty yang seharusnya
dibayarkan oleh Tergugat kepada Penggugat sejak tanggal 30 Maret 2012 sampai
Hal. 34 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dengan 30 Maret 2013 tanpa ijin, dengan 55 (lima puluh lima) room/kamar milik
Tergugat menjadi:
Rp288.000,00 pertahun: 360 hari = Rp800,00 hari;
Rp800,00 perhari x 30 hari = Rp24.000,00 per bulan;
Rp24.000,00 per bulan x 55 kamar = Rp1.320.000,00 per bulan;
Jadi selama satu tahun berjalan (30 Maret 2012 sampai dengan 30 Maret 2013)
tanpa izin, Tergugat harus bayar kepada Penggugat sebesar Rp1.320.000,00 x 12
bulan = Rp15.840.000,00 per 55 room pertahun“;
42 Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan karena penetapan besaran royalty
sebesar Rp288.000,00 (dua ratus delapan puluh delapan rupiah)/room/tahun
haruslah didasarkan kepada kesepakatan bersama antara Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi, tidak dapat ditetapkan sepihak oleh Judex Facti maupun pihak
manapun. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat (4) Undang Undang
Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi sebagai berikut;
“Jumlah royalty yang wajib dibayarkan kepada pemegang hak cipta oleh
penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan
berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi”;
43 Bahwa besarnya biaya royalty sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu
rupiah) adalah layak dan tidak berdasar jika Judex Facti menetapkan kenaikan
royalty dengan besaran sebesar Rp288.000,00 (dua ratus delapan puluh delapan
rupiah)/room/tahun karena alasan sebagai berikut:
1 Para pencipta lagu di KCI telah banyak yang hengkang keluar dan KCl
sehingga jumlah lagu yang dinyanyikan semakin sedikit sebagaimana
terbukti dengan dibentuknya organisasi WAMI yang berhak atas lagu-lagu
barat dan pencipta lagu-lagu barat (Vide Bukti Tambahan T-20);
2 Para pencipta lagu dangdut juga telah keluar dan KCl yaitu dengan
dibentuknya PT Royalti Musik Indonesia (Vide Bukti Tambahan T-21);
44 Bahwa Judex Facti juga tidak mempertimbangkan bagaimana memformulasikan
besaran tarif royalty yang baru yang layak, sehingga Judex Facti dapat
menyimpulkan besarnya harga royalty yang baru sebesar Rp288.000,00 (dua
ratus delapan puluh delapan ribu rupiah)/kamar/tahun sehingga jelas Putusan
Judex Facti kurang pertimbangannya atau kurang cukup mempertimbangkan
(onvoldoende gemotiveerd) sehingga harus dibatalkan sebagaimana disebut
dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 671 K/Sip/1972 tanggal 13 Agustus
Hal. 35 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1972 dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 339 K/Sip/1969 tanggal 21
Februari 1970;
Dalam Rekonvensi:
1 Bahwa seluruh uraian yang termuat dalam eksepsi dan konvensi mohon masuk
dalam rekonvensi ini secara mutatis mutandis;
2 Bahwa Pemohon Kasasi/Penggugat Rekonvensi telah melakukan pembayaran
royalty pemakaian lagu secara sekaligus untuk masa 1 tahun ke depan pada tanggal 8
April 2012 melalui transfer ke rekening Termohon Kasasi/Tergugat Rekonvensi
pada bank BCA Nomor 1453503031 akan tetapi Termohon Kasasi/Tergugat
Rekonvensi tidak bersedia menerbitkan sertifikat lisensi, Oleh karenanya Pemohon
Kasasi/Penggugat Rekonvensi mohon agar Termohon Kasasi/Tergugat Rekonvensi
diperintahkan untuk menerbitkan sertifikat lisensi untuk masa pemakaian lagu 2012
sampai 2013 dan menyerahkannya kepada Pemohon Kasasi/Penggugat Rekonvensi;
3 Bahwa apabila Termohon Kasasi/Tergugat Rekonvensi tidak bersedia menerbitkan
Sertifikat Lisensi. maka Termohon Kasasi/Tergugat Rekonvensi harus dihukum
untuk membayar Uang Paksa (dwangsom) sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
untuk setiap hari keterlambatan pelaksanaan putusan ini;
4 Bahwa selain itu tindakan Termohon Kasasi/Tergugat Rekonvensi yang menaikkan
tarif Lisensi dan Royalti secara sepihak tanpa berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (4) Undang Undang Hak Cipta harus
dinyatakan tidak dapat berlaku;
5 Bahwa mengingat kesepakatan penentuan tarif lisensi dan royalty yang baru belum
tercapai, namun bisnis karaoke ini harus berjalan terus operasional karena
menyangkut nasib pekerja yang tidak sedikit, maka Pemohon Kasasi/Penggugat
Rekonvensi mohon agar selama dan sepanjang belum tercapai kesepakatan tersebut,
Pemohon Kasasi/Penggugat Rekonvensi tetap dapat beroperasional dengan
mewajibkan Pemohon Kasasi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar lisensi dan
royalty kepada Termohon Kasasi/Tergugat Rekonvensi sesuai dengan kesepakatan
terdahulu;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung
berpendapat:
Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti
secara saksama memori kasasi tanggal 19 April 2013, jawaban memori kasasi tanggal 20
Mei 2013 dihubungkan dengan putusan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Niaga
Hal. 36 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pada Pengadilan Negeri Makassar telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan
sebagai berikut:
• Bahwa keberadaan Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) yang dalam
gugatan ini merupakan wadah “Pencipta lagu dan pemusik” dengan
tujuan memungut royalti dari kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan “performing” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5)
Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah tidak
diperkenankan karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 Undang
Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan yang menerangkan
bahwa tujuan Yayasan adalah di bidang Sosial, Keagamaan dan
Kemanusiaan;
• Bahwa kegiatan Yayasan dibidang sosial meliputi kegiatan pendidikan
formal/non formal, rumah sakit, laboratorium, penelitian di bidang ilmu
pengetahuan, studi banding, di bidang keagamaan meliputi kegiatan
mendirikan sarana ibadah, pemahaman keagamaan, studi banding
keagamaan, di bidang kemanusiaan memberi bantuan kepada korban
bencana, kepada tuna wisma, fakir miskin, memberi perlindungan
konsumen dan lain-lain;
• Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan memungut
royalti yang dilakukan Yayasan KCI, bertentangan dengan tujuan
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang, sehingga
Yayasan KCI harus dikategorikan tidak mempunyai legal standing
dalam mengajukan gugatan a quo;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah
Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari
Pemohon Kasasi PT VIZTA PRATAMA INUL VISTA KARAOKE MANADO tersebut
dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor
01/HKI/2012/PN Niaga Mks. tanggal 28 Maret 2013 serta Mahkamah Agung akan
mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
dikabulkan, Termohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini
Memperhatikan, Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang
Hal. 37 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan;
M E N G A D I L I:
• Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT VIZTA PRATAMA
INUL VISTA KARAOKE MANADO tersebut;
• Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor
01/HKI/2012/PN Niaga Mks. tanggal 28 Maret 2013;
MENGADILI SENDIRI:
• Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
Menghukum Termohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam
semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Selasa tanggal 31 Maret 2015 oleh Dr. H. Abdurrahman, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Soltoni
Mohdally, S.H., M.H., dan H. Hamdi, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung, masing-
masing sebagai Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh Anggota-Anggota tersebut dan
dibantu oleh Ferry Agustina Budi Utami, S.H., M.H., Panitera Pengganti, dengan tidak
dihadiri oleh para pihak.
Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,
Ttd./ Ttd./
Soltoni Mohdally, S.H., M.H. Dr. H. Abdurrahman, S.H., M.H.
Ttd./
H. Hamdi, S.H.
Panitera Pengganti,
Ttd./
Ferry Agustina Budi Utami, S.H., M.H.
Biaya-biaya Kasasi:1 Meterai : Rp 6.000,002 Redaksi : Rp 5.000,00
Hal. 38 dari 39 hal Put. Nomor .... K/Pdt.Sus/....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3 Administrasi Kasasi : Rp4.989.000,00Jumlah : Rp5.000.000,00
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
An. Panitera
Panitera Muda Perdata Khusus
( RAHMI MULYATI, SH.MH. ) NIP : 19591207 1985 12 2 002
Hal. 39 dari 39 hal Put. Nomor 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39