Upload
ogie-silaen
View
77
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
"Lemah dan lesu"
Ny.Riyana umur 36 tahun datang ke dokter dengan keluhan badan semakin lemah. 1 bulan
sebelum periksa ke dokter dia merasa badannya ;emah, sering lemas dan lesu. Nafsu makan
berkurang. Ny Riyana merupakan penderita batuk kronik berulang. Pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva palpebra pucat. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,5
gr/dl, MCV 75 fl, MCH 26 pg, besi serum 28 mikrogram/dl (nilai rujukan 37 - 145
mikrogram/dl), TIBC 180 mikrogram/dl (nilai rujukan 228-428 mikrogram/dl) dan feritin
serum 300 mikrogram/dl (nilai rujukan 30-150mikrogram/dl)
STEP 1
1. MCV : MCV (mean corpuscular volume) adalah volume korpuskula rata-rata, yaitu
ukuran dari volume sel darah merah rata-rata yang dilaporkan sebagai bagian dari
hitung darah lengkap standar. Pada pasien anemia, pengukuran MCV memungkinkan
klasifikasi apakah sebagai anemia mikrositik (MCV di bawah kisaran normal) atau
anemia makrositik (MCV di atas batas normal). Rentang MCV normal biasanya
ditetapkan sebesar 80-100 mikron kubik.
2. Feritin Serum : Feritin serum adalah jumlah besi yang terdapat pada tubuh.
pemeriksaan Feritin serum menggambarkan cadangan FE di dalam tubuh.
3. MCH : MCH Mean Corpuscular Hemoglobin adalah jumlah rata-rata hemoglobin
dalam eritrosit. Eritrosit yang lebih besar (makrositik) cenderung memiliki MCH yang
lebih tinggi. Sebaliknya, pada eritrosit yang lebih kecil (mikrositik) akan memiliki
nilai MCH yang lebih rendah.
4. TIBC : TIBC (Total Iron Binding Capacity) adalah pemeriksaan untuk mengetahui
kemampuan tubuh menyerap besi. Pemeriksaan ini menggambarkan keadaaan
transferin didalam tubuh
STEP 2
1. Mengapa Ny. Riyana sering merasa lemas, lemah lesu dan kunjungtiva serta palpebra
berwarna pucat. Menunjukan apa?
2. Interpretasi hasil pemeriksaan lab pada kasus dan pemeriksaan tambahan pada kasus
3. Hubungan antara batuk kronis yang diderita dengan gejala yang dialami Ny. Riyana
4. Penatalaksanaan pada kasus diatas dan asupan gizi pada Ny. Riyana
STEP 3
1. Mengapa Ny. Riyana sering merasa lemas, lemah lesu dan kunjungtiva serta palpebra
berwarna pucat. Menunjukan apa?
Ny. Riyana di diduga menderita Anemia. Dimana Anemia adalah kurangnya kadar sel
darah merah atau hemoglobin dalam darah. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat
oksigen didarah dan kemudian mengedarkan ke suluruh tubuh. karena berkuranganya
hemoglobin kemampuan darah membawa oksigen juga berkurang sehingga pasien
terlihat letih dan lemas karena sel tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.
Semnetara itu kulit berwarna pucat disebabkan oleh feedback tubuh terhadap keadaan
yang dialami oleh tubuh. Pada saat anemia tubuh mengalami hipoksia dan
hipovolemia sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Ini juga di ikuti
oleh pembuluh darah yang superficial sehingga kulit terlhat pucat.
2. Interpretasi hasil pemeriksaan lab pada kasus dan pemeriksaan tambahan pada kasus
a. Hb 9,5 gr/dl
b. MCV 75 fl
c. MCH 26 pg
d. besi serum 28 mikrogram/dl
e. TIBC 180 mikrogram/dl
f. feritin serum 300 mikrogram/dl
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium diatas didapatkan penurunan kadar Hb
dalam darah. Nilai normal Hb dalam darah adalah 11 gr/dl. Pada pemeriksaan MCV
didapatkan penurunan. Nilai MCV normal adalah 84 – 93 fl* Femtoliter. Pada tes
MCH didapatkan nilai normal yaitu 26. Nilai MCH normal pada orang dewasa adalah
26 – 34 pg. Pada pemeriksaan serum FE terdapat penurunan. Nilai normal serum FE
adalah 86 – 140 mikrogram/dl. Pada pemeriksaan feritin serum terdapat kenaikan.
Pemeriksaan penunjang pada kasus anemia antara lain :
- Pemeriksaan lab. Hematokrit
- Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)
- Pemeriksaan feses
- Pemeriksaan bilirubin
o Direk
o Indirek
- Pemeriksaan sumsum tulang
o Biopsi
o Aspirasi
- Apusan darah tepi
- Hitung jenis
- Pemeriksaan retikulosit
3. Hubungan antara batuk kronis yang diderita dengan gejala yang dialami Ny. Riyana
Kebanyakan pasien yang menderita infeksi kronis, peradangan kronis, atau beberapa
keganasan mengembangkan anemia ringan sampai sedang. Anemia ini, ditunjuk
anemia penyakit kronis atau anemia peradangan, ditandai dengan tingkat zat besi
serum rendah, rendah ke tingkat transferrin normal, dan normal untuk tingkat feritin
tinggi. anemia ini disebabkan oleh efek inhibisi sitokin inflamasi pada produksi
eritrosit. Di antara sitokin, interleukin-6 memiliki peran sentral. Interleukin-6
meningkatkan produksi hormon hepcidin besi regulasi oleh hepatosit. Hepcidin blok
pelepasan besi dari makrofag dan hepatosit, menyebabkan hypoferremia karakteristik
yang terkait dengan anemia ini dan membatasi ketersediaan besi ke eritrosit
berkembang. Efektif pengobatan atau penyakit yang mendasari eritropoiesis
mengembalikan normal. Ketika penyakit yang mendasari tidak dapat diringankan,
tetapi pengobatan anemia diperlukan, uji coba terapi telah mengungkapkan bahwa
anemia sering menanggapi dosis farmakologis dari erythropoietin.
4. Penatalaksanaan pada kasus diatas dan asupan gizi pada Ny. Riyana
Penatalaksanaan Anemia tegantung jenis anemia yang diderita.
1. Anemia pada penyakit kronik/keganasan
- Terapi penyakit dasarnya
- Bila sudah parah dilakukan transfusi darah merah seperlunya
- Pemberian kobalt dan eritropoetin
2. Anemia Pernisiosa (defisiensi Vitamin B12)
- Pemberian vitamin B12 1000mg/hari selama 5-7 hari, diulang 1 kali tiap
bulan
3. Anemia karena perdarahan
- Perdarahan Akut
- Mengatasi perdarahan
- Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau pemberian cairan perinfus
- Perdarahan kronik
- Mengobati sebab perdarahan
- Memberikan preparat Fe
4. Anemia Hemolitik
- Disesuaikan dengan penyababnya
- Jika disebabkan karena toksis imunologik, maka diberikan obat sitostatik
seperti klorambusil dan siklofosfamid
5. Anemia aplastik
- Transfusi darah
- Atasi komplikasi dengan antibiotik (mencegah infeksi)
- Pemberian kortikosteroid pada perdarahan akibat trombositopenia
- Androgen, seperti fluoks, mesteron, testosterone
- Efek samping : virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, amenoroe
- Imunosupresif, seperti : siklosporin, globulin antitimosit
- Transplantasi sumsum tulang
Obat-obat yang digunakan pada anemia adalah :
1. Riboflavin (vitamin B2) Dosis : 10 mg/hari peroral atau im
2. Piridoksin (vitamin B6) Sebagai co-enzim perangsang pertumbuhan Hem
3. Tembaga Diberikan jika anemia defisiensi Cu, karena jika Cu kurang maka
absorpsi Fe juga kurang
4. Cobalt Fungsinya/mekanisme: merangsang pembentukan eritroentin Dimana
dapat meningkatkan absorpsi Fe di usus. Namun harus diwaspadai juga efek
toksiknya.
STEP 4
1. Mengapa Ny. Riyana sering merasa lemas, lemah lesu dan kunjungtiva serta palpebra
berwarna pucat. Menunjukan apa?
Diagnosa berdasarkan keluhan yang dialami Ny. Riyana adalah Anemia Defisiensi
besi.
Dimana Anemia adalah kurangnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam
darah, karena berkuranganya kemampuan darah membawa oksigen pasien terlihat
lebih pucat atau kurang tenaga.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab
yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2.
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
Klasifikasi Anemia
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah
disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
a. Anemia aplastik
Penyebab:
agen neoplastik/sitoplastik
terapi radiasi, antibiotic tertentu
obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
benzene
infeksi virus (khususnya hepatitis)
↓
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
b. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%
Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun
defisiensi eritopoitin
c. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis
normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang
normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis,
tuberkolosis dan berbagai keganasan
d. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus,
hemoroid, dll.)
↓
gangguan eritropoesis
↓
Absorbsi besi dari usus kurang
↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
Atropi papilla lidah
Lidah pucat, merah, meradang
Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
e. Anemia megaloblastik
Penyebab:
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi)
infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing
pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
↓
Sintesis DNA terganggu
↓
Gangguan maturasi inti sel darah merah
↓
Megaloblas (eritroblas yang besar)
↓
Eritrosit immatur dan hipofungsi
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
destruksi sel darah merah:
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
Proses autoimun
Reaksi transfuse
Malaria
Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan
manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang
dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti
pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia.
Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan
(walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk
menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani
berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan,
dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 )
Klasifikasi anemia dapat dibedakan berdasarkan etiologi, morfologi dan fungsi. Pada
anemia berdasarkan etiologi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Anemia Hemoragi: akibat kehilangan darah akut
b. Anemia Defisiensi besi: terjadi penurunan asupan makanan, daya absorpsi,
atau kehilangan zat besi secara berlebihan
c. Anemia Percicious: karena tidak adanya vitamin B12.
d.Anemia Aplastik: sumsum tulang tidak aktif dan ditandai dengan penurunan
sel darah merah besar besaran.
e. Sickle cell Anemia: penyakit keturunan dimana hemoglobinnya berbeda
dari hemoglobin normalnya karena pergantian salah satu asam amino pad
salah satu rantai polipeptida beta.
Sedangkan pada anemia berdasarkan morfologi dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Normokrom Normositik
2. Makrositik
3. Hipokrom Mikrositik
Etiologi pada Anemia Defisiensi besi:
Kehilangan eritrosit, dapat terjadi pada saat menstruasi, kecelakaan, dll
Kelainan pembentukan dapat disebabkan karena herediter, pengaruh obat-obatan
dan pada penderita talasemia.
Asupan besi yang kurang
Cadangan besi yang kurang
Absopsi yang kurang, dan Hemonglobin yang berkurang
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang
berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi
fungsi sumsum tulang
dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
6. keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma;
obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan penyakit-penyakit
menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi
endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi
dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga
menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan
pertimbangan morfologis dan etiologi
2. Interpretasi hasil pemeriksaan lab pada kasus dan pemeriksaan tambahan pada kasus
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus anemia adalah:
7. Pemeriksaan lab. Hematokrit, pemeriksaan hematokrit menggambarkan
perbandingan persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
terhadap volume seluruh darah atau konsentrasi (%) eritrosit dalam 100mL/dL
keselurahan darah. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan eritrosit.
8. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED), salah satu pemeriksaan rutin untuk darah
untuk mengetahui tingkat peradangan dalam tubuh seseorang, atau kecepatan
sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku. LED juga merupakan uji
yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut,
infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan nekrosis, penyakit kolagen,
rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis misalnya kehamilan.
Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik dan dipengaruhi
oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat. Dalam hasil
intrerpretasi pemeriksaan LED merupakan pemeriksaan laboratorium yang tidak
spesifik sehingga membatasi kegunaan dalam diangnosis penyakit.
9. Pemeriksaan feses, untuk mengetahui adanya cacing tambang dan mengetahui
adanya pendarahan diusus.
10. Pemeriksaan bilirubin, untuk melihat hemolisis
11. Biopsi dari sumsum tulang
12. Apusan darah tepi, pemeriksaan hematologi yang penting untuk evaluasi penyakit
hematologi termasuk anemia
13. Hitung jenis
14. Pemeriksaan retikulosit, Pemeriksaan hitung retikulosit dilakukan untuk
mengukur jumlah sel darah merah muda dalam volume darah tertentu. Pada
kondisi normal, jumlah retikulosit mencapai 1% dari total jumlah sel darah merah.
Peningkatan pembentukan retikulosit merupakan respon sumsum tulang terhadap
kondisi tubuh yang memerlukan lebih banyak sel darah merah seperti yang terjadi
pada kondisi anemia. Dengan demikian, pemeriksaan ini merupakan penilaian
terhadap fungsi sumsum tulang.
3. Hubungan antara batuk kronis yang diderita dengan gejala yang dialami Ny. Riyana
ETIOLOGI DAN PATHOGENESIS
Dalam pengaturan kronis, AI terutama hasil dari ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan produksi eritrosit untuk mengkompensasi relatif decrements kecil dalam
hidup eritrosit (ditinjau dalam referensi 1). Dalam keadaan stabil, produksi eritrosit
cukup tinggi sehingga dihasilkan anemia ringan sampai sedang. Anemia yang
berhubungan dengan penyakit kritis akut memiliki patogenesis yang sama sebagai
bentuk lain dari AI tetapi berkembang lebih cepat, mungkin karena kerusakan eritrosit
lebih luas dan intensif proses mengeluarkan darah diagnostik umum dalam pengaturan
ini. Pertanyaan-pertanyaan kunci tentang patogenesis AI. masih hanya sebagian
menjawab, adalah sebagai berikut: (1) Apa yang menyebabkan ketidakmampuan dari
sumsum AI untuk meningkatkan erythropoiesis, dan (2) Bagaimana ini defisit
terhubung ke karakteristik hypoferremia dan penyerapan zat besi dalam makrofag dan
hepatosit
SEL DARAH MERAH PEMUSNAHAN
Manusia studi menunjukkan bahwa transfusi eritrosit AI memiliki jangka hidup yang
normal pada penerima normal, tetapi ditransfusikan eritrosit normal memiliki jangka
hidup yang menurun pada penerima AI. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan
hasil kerusakan eritrosit dari aktivasi membawa faktor seperti makrofag yang prematur
menghapus eritrosit penuaan dari aliran darah. Penjelasan ini konsisten dengan
dominasi eritrosit muda di AI. Apakah faktor ekstrinsik, seperti racun bakteri dan obat-
obatan, atau antibodi yang diturunkan dari pembawaan atau pelengkap berkontribusi
pada proses ini tidak diketahui.
ERYTHROPOIETIN SEKRESI TIDAK MEMADAI DAN KETAHANAN ATAS
ERITROPOIETIN
Respon normal terhadap perusakan peningkatan eritrosit anemia transient diikuti
dengan peningkatan Dalam erythropoietin (EPO) produksi dan meningkatkan
kompensasi berikutnya dalam erythropoiesis. Salah satu penjelasan yang diajukan
untuk respon sumsum memadai dalam AI kurang EPO produksi dari yang diperkirakan
pada anemia jenis lain. Studi pasien dengan rheumatoid arthritis dan AI menunjukkan
bahwa tingkat EPO meningkat tetapi kurang daripada di IDA. Temuan itu serupa pada
pasien dengan anemi terkait dengan tumor padat atau keganasan hematologi. Namun,
perbandingan ini tidak mengambil maupun menghitung efek potensial defisiensi besi
di hipoksia penginderaan. Efek ini dapat meningkatkan produksi EPO dalam IDA di
atas bahwa dalam jenis lain anemia dan membuat produksi EPO dalam Al tampak
rendah dibandingkan. Untuk mendukung hipotesis penindasan EPO adalah eksperimen
dengan garis sel EPO-memproduksi menunjukkan bahwa produksi hormon dihambat
oleh sitokin tumor necrosis factor alfa inflamasi (TNF-α) dan IL-1. inhibisi ini
dimediasi oleh pengaruh faktor transkripsi GATA-1 pada promotor EPO, dan
penindasan produksi EPO dapat dibalik oleh inhibitor GATA. Selain itu, baik awal dan
hipoksia ekspresi gen EPO-induced ditekan pada tikus diperlakukan dengan
lipopolisakarida bakteri atau IL-lβ untuk meniru keadaan septik. Namun, penekanan
produksi EPO bukan mekanisme utama AI. Kalau itu, administrasi jumlah EPO yang
relatif kecil akan cukup untuk membalikkan AI. Pasien yang memiliki penyakit ginjal
dengan peradangan, yang diukur oleh CRP serum meningkat lebih besar dari 20 mg /
liter, diperlukan pada dosis rata-rata 80 persen, EPO lebih tinggi dibandingkan pasien
dengan defisiensi EPO sederhana primer akibat penyakit ginjal. Dalam studi lain,
pasien dengan CRP lebih besar dari 50 mg / liter mencapai konsentrasi yang lebih
rendah Hg dibandingkan pasien dengan CRP kurang dari 50, meskipun dosis tinggi
Epo Radang sehingga menyebabkan keadaan ketahanan EPO.
PEMBATASAN ERITROPOIESIS SEBAGAI AKIBAT KETIDAK
TERSEDIAAN BESI
IL-6. HEPCIDIN. DAN HYPOFERREMIA
Hypoferremia, salah satu fitur mendefinisikan AI, mengembangkan beberapa jam
setelah terjadinya peradangan, Walaupun penelitian sebelumnya tentang mediator
sitokin hypoferremia peradangan yang dapat disimpulkan, kerja berikutnya
menunjukkan respon tergantung pada IL-6, yang menginduksi baru ditemukan besi
regulasi hormon hepcidin. Tidak seperti tikus wild type, tikus kekurangan baik IL-6
hepcidin atau tidak menjadi hypoferremic selama terpentin-inflamasi yang diinduksi.
Dalam budaya sel hepatosit, IL-6 adalah inducer potensial hepcidin. Baik IL-aku atau
saham TNF-α kegiatan ini. Peran sentral dari IL-6 selanjutnya ditandai dengan
pengamatan bahwa tikus IL-6-kekurangan tidak menginduksi hepcidin sebagai respon
terhadap peradangan terpentin. Infus IL-6 menjadi relawan menginduksi rilis hepcidin
dalam jam dan menyebabkan hypoferremia seiring. Sumbu IL-6-hepcidin sekarang
muncul yang bertanggung jawab untuk induksi hypoferremia selama peradangan.
KONSENTRASI SERUM BESI TERGANTUNG PADA BESI YANG
DIBEBASKAN DARI MAKROFAG DAN HEPATOSIT
Dalam keadaan stabil, hampir semua mg sekitar 20 sampai 25 dari besi yang setiap
hari memasuki besi plasma / transferin kolam berasal dari daur ulang makrofag
eritrosit pikun dan dari - besi hepatosit; hanya sekitar 1 sampai 2 mg berasal dari besi
diet. Hanya sekitar 2 hingga 4 mg besi terikat pada transferin, tapi transit aliran seluruh
harian besi melalui kompartemen ini, Selama peradangan, pelepasan besi dari
makrofag dan mungkin juga dari hati adalah nyata terhambat. Studi pada tikus
transgenik kekurangan hepcidin dan tikus lebih mengekspresikan hepcidin
menunjukkan peptida adalah regulator negatif dari pelepasan besi dari makrofag dan
usus penyerapan zat besi. Selama peradangan, IL-6 inducts hepcidin produksi, yang
pada gilirannya menghambat pelepasan besi dari makrofag dan mungkin dari
hepatosit). menyebabkan hypoferremia (Gbr. 43-1). Hepcidin bertindak dengan cara
mengikat molekul sel membran ferroportin terkait yang merupakan saluran hanya
untuk menyalurkan besi, dan mendorong internalisasi ferroportin dan degradasi.
Sebagai hepcidin konsentrasi meningkat, ferroportin kurang dan kurang tersedia untuk
ekspor besi dan pelepasan besi ke plasma dari makrofag. hepatosit dan menurun
entercytes.
ERYTROPOIESIS PADA ANEMIA DARI PERADANGAN ADALAH
TERBATAS OLEH BESI
Sebagai langkah menengah selama sintesis heme, besi menjadi dimasukkan ke
protoporfirin IX. Namun, seng merupakan ligan protoporfirin alternatif. Pada
defisiensi besi, jumlah peningkatan seng dimasukkan ke dalam protoporfirin. Dalam
AI, protoporphyrin seng juga meningkat. Kurangnya besi mencapai situs sintesis heme
dalam eritrosit berkembang, yang mengarah ke penggantian seng. Selain itu, jumlah
sideroblasts, bernukleus prekursor eritrosit yang noda: untuk besi dengan biru Prusia,
menurun di AI. Indikasi lebih lanjut tentang peran membatasi besi pada pasien dengan
AI tetapi tidak ada bukti kekurangan zat besi adalah bahwa coadministration besi
parenteral dapat mengatasi perlawanan Al untuk EPO, walaupun dosis tinggi terapi
besi oral juga dapat mengatasi masalah tersebut. Upaya untuk memperlakukan Al
dengan besi saja umumnya telah gagal, sebagai besi menjadi cepat terjebak dalam
kompartemen makrofag.
INHIBISI USUS PENYERAPAN BESI
Dalam AI lama, eritrosit dapat menjadi hipokrom dan mikrositik, sebagian karena
menipisnya progresif dari asupan besi memperburuk pembatasan besi, usus
penyerapan zat besi dihambat selama peradangan, kemungkinan oleh IL-6-dan
mekanisme hepcidin-dimediasi. Hanya 1 sampai 2 mg zat besi setiap hari diperlukan
untuk eritropoiesis berasal dari diet, dan kebanyakan orang dewasa memiliki 400
sampai 1000 mg dari besi, sehingga cukup banyak waktu yang diperlukan untuk
menguras besi disimpan. kekurangan zat besi Benar akhirnya dapat berkembang pada
penyakit inflamasi kronis, terutama pada anak-anak yang memiliki asupan-asupan besi
yang terbatas atau dalam kondisi di mana IL-6 tingkat yang sangat tinggi, seperti
rheumatoid juvenile-onset sistemik kronis. Anemia pada anak-anak itu disertai dengan
peningkatan EPO yang sesuai tetapi tidak responsif terhadap penggantian besi oral.
anemia itu diperbaiki, setidaknya sebagian, dengan besi parenteral.
Dengan demikian, Al terutama hasil dari kelangsungan hidup sel sedikit menurun
merah dan penyerapan zat besi makrofag menyebabkan eritropoiesis besi-terbatas.
Dalam beberapa kasus, kondisi ini. diperparah oleh produksi EPO tidak memadai, atau
menipisnya asupan besi.