11
REFORMASI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG SDM Pendahuluan Pergantian kepemimpinan di banyak organisasi sering sangat berpengaruh bagi organisasi yang bersangkutan. Terkadang bahkan bergantinya pimpinan berarti dihilangkannya kebijakan pimpinan terdahulu oleh pimpinan yang menggantikannya. Karena itu tidak jarang pergantian kepemimpinan sangat dikhawatirkan oleh banyak orang. Untungnya fenomena semacam ini tidak terjadi di Kementerian Keuangan dengan pergantian Menteri dari Ibu Sri Mulyani Indrawati ke Bapak Agus D. W. Martowardojo. Selain kualitas pemimpin tersebut yang menjadi faktor penting, faktor lain yang juga menentukan adalah karena pergantian Menteri tersebut dilakukan pada pertengahan tahun, saat Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sudah berjalan. Sebagaimana diketahui, mengubah anggaran tidaklah mudah bagi Kementerian/Lembaga (K/L). Sikap, pikiran dan tindakan Ibu Sri Mulyani Indrawati di Kementerian Keuangan tidak diragukan lagi sangat besar memberi andil dalam membentuk Kementerian Keuangan menjadi seperti sekarang ini. Salah satunya tampak pada amanat beliau dalam sambutan pelantikan pejabat eselon 2 Kementerian Keuangan beberapa waktu sebelum pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua yang menitipkanKementerian Keuangan kepada para pejabatnya, mengarahkan para pimpinan Kementerian Keuangan untuk tetap konsisten dan konsekuen menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan dengan baik dan secara profesional, baik bila beliau diangkat kembali menjadi Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Kedua atau diganti oleh pejabat yang lain. Kementerian Keuangan sebenarnya telah melakukan reformasisebelum Ibu Sri Mulyani Indrawati menjabat menggantikan Bapak Jusuf Anwar meskipun tidak dengan nama “reformasi”. Selain itu, jajaran pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan juga telah berkomitmen untuk melanjutkan reformasi dalam tahun-tahun mendatang dengan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang ada, atau mengusulkan peraturan baru untuk tetap dapat melaksanakan reformasi birokrasi. Komitmen ini ditekankan kembali oleh Bapak Agus Martowardojo sebagai Menteri Keuangan yang baru, yang menggantikan Ibu Sri Mulyani Indrawati. Hal ini berarti bahwa reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sudah, masih dan terus akan dilaksanakan pada tahun- tahun mendatang. Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 30/KMK.01/2007, dilakukan melalui tiga program utama atau tiga pilar, yaitu: 1. penataan organisasi, yang meliputi restrukturisasi organisasi, pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi organisasi; 2. penyempurnaan proses bisnis, yang meliputi analisis dan evaluasi jabatan, analisis beban kerja, dan penyusunan prosedur pelaksanaan standar ( standard operating procedures atau SOP); dan 3. peningkatan disiplin dan manajemen sumber daya manusia (SDM), yang meliputi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin, dan pengintegrasian sistem informasi manajemen SDM.

let the manager manages

Embed Size (px)

DESCRIPTION

blah blah ..

Citation preview

Page 1: let the manager manages

REFORMASI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG SDM

Pendahuluan

Pergantian kepemimpinan di banyak organisasi sering sangat berpengaruh bagi

organisasi yang bersangkutan. Terkadang bahkan bergantinya pimpinan berarti

dihilangkannya kebijakan pimpinan terdahulu oleh pimpinan yang menggantikannya.

Karena itu tidak jarang pergantian kepemimpinan sangat dikhawatirkan oleh banyak

orang. Untungnya fenomena semacam ini tidak terjadi di Kementerian Keuangan dengan

pergantian Menteri dari Ibu Sri Mulyani Indrawati ke Bapak Agus D. W. Martowardojo.

Selain kualitas pemimpin tersebut yang menjadi faktor penting, faktor lain yang juga

menentukan adalah karena pergantian Menteri tersebut dilakukan pada pertengahan tahun,

saat Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sudah berjalan. Sebagaimana

diketahui, mengubah anggaran tidaklah mudah bagi Kementerian/Lembaga (K/L).

Sikap, pikiran dan tindakan Ibu Sri Mulyani Indrawati di Kementerian Keuangan

tidak diragukan lagi sangat besar memberi andil dalam membentuk Kementerian

Keuangan menjadi seperti sekarang ini. Salah satunya tampak pada amanat beliau dalam

sambutan pelantikan pejabat eselon 2 Kementerian Keuangan beberapa waktu sebelum

pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua yang “menitipkan” Kementerian

Keuangan kepada para pejabatnya, mengarahkan para pimpinan Kementerian Keuangan

untuk tetap konsisten dan konsekuen menjalankan tugas dan fungsi Kementerian

Keuangan dengan baik dan secara profesional, baik bila beliau diangkat kembali menjadi

Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Kedua atau diganti oleh pejabat yang

lain.

Kementerian Keuangan sebenarnya telah melakukan “reformasi” sebelum Ibu Sri

Mulyani Indrawati menjabat menggantikan Bapak Jusuf Anwar meskipun tidak dengan

nama “reformasi”. Selain itu, jajaran pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan juga

telah berkomitmen untuk melanjutkan reformasi dalam tahun-tahun mendatang dengan

tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang ada, atau mengusulkan

peraturan baru untuk tetap dapat melaksanakan reformasi birokrasi. Komitmen ini

ditekankan kembali oleh Bapak Agus Martowardojo sebagai Menteri Keuangan yang

baru, yang menggantikan Ibu Sri Mulyani Indrawati. Hal ini berarti bahwa reformasi

birokrasi di Kementerian Keuangan sudah, masih dan terus akan dilaksanakan pada tahun-

tahun mendatang.

Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sebagaimana dinyatakan dalam

Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 30/KMK.01/2007, dilakukan melalui tiga

program utama atau tiga pilar, yaitu:

1. penataan organisasi, yang meliputi restrukturisasi organisasi, pemisahan,

penggabungan, dan penajaman fungsi organisasi;

2. penyempurnaan proses bisnis, yang meliputi analisis dan evaluasi jabatan, analisis

beban kerja, dan penyusunan prosedur pelaksanaan standar (standard operating

procedures atau SOP); dan

3. peningkatan disiplin dan manajemen sumber daya manusia (SDM), yang meliputi

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan

assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin, dan pengintegrasian

sistem informasi manajemen SDM.

Page 2: let the manager manages

2

Tabel 1 meringkas 27 hasil penataan organisasi Kementerian Keuangan sejak tahun 2002

hingga 2007 sebagaimana dilaporkan dalam Profil Reformasi Birokrasi Kementerian

Keuangan (TRB Depkeu, 2008). Sementara itu artikel ini merangkum apa yang telah dan

tengah dilakukan Kementerian Keuangan dalam reformasi di bidang SDM pada tahun

anggaran 2010. Penekanan lebih diarahkan pada “pilar” Peningkatan Disiplin dan

Manajemen SDM.

Tabel 1

Implementasi Penataan Organisasi Kementerian Keuangan Tahun 2002 – 2007 Pembentukan Organisasi Modern pada Instansi Vertikal DJP yang meliputi

Kanwil DJP WP Besar

Dua KPP WP Besar

Februari 2002

Penajaman tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kanwil DJP WP Besar dan KPP WP Besar Januari 2003

Penajaman tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kanwil DJP WP Besar

Madernisasi Kanwil DJP Jakarta Khusus

Madernisasi KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus

Desember 2003

Pelaksanaan UU Pengadilan Pajak Januari 2004

Madernisasi Kanwil DJP Jakarta I, Pembentukan KPP Madya Jakarta I, serta Pembentukan 15 KPP Pratama yang

akan diterapkan secara bertahap

Mei 2004

Pemisahan fungsi antara penyusun anggaran dan pelaksana anggaran

Pembentukan DJAPK (penggabungan fungsi yang tersebar pada DJA, DJPKPD, DJLK, dan BAF)

Pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan (penggabungan fungsi yang tersebar pada DJA,

BAKUN, dan Pusmon), Pembentukan Bapekki (penggabungan fungsi yang tersebar pada BAF, DJPKPD, dan

Setjen/Biro HKLN)

Pembentukan Pusintek dari sebelumnya BINTEK

Juni 2004

Konsekuensi penataan organisasi Kantor Pusat akibat pemisahan fungsi antara penyusun anggaran dan pelaksana

anggaran. Pengalihan Instansi Vertikal DJA menjadi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Likuidasi instansi vertiknl BAKUN dan BINTEK

Juni 2004

Pembentukan 7 Kanwil DJP dan 20 KPPBB Oktober 2004

Pembentukan 5 KPPN Tipe A, Tipe B dan Tipe A Khusus Oktober 2004

Modernisasi Kanwil DJP Sumatera Bagian Tengah dan pembentukan KPP Madya Batam Desember 2005

Penggabungan DJLK dan Bapepam sebagai langkah awal pembentukan OJK Desember 2005

Pemindahan Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai DJLK menjadi Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa

Penilai Sekretariat Jenderal dengan tujuan untuk menjaga indepedensi pelaksanaan tugas dan menghindari conflict

of interest serta untuk meningkatkan pembinaan akuntan dan jasa penilai

Desember 2005

Pembentukan Account Representative pada KPP Modern untuk meningkatkan pelayanan, penyu!uhan,

pengawasan, kepatuhan Wajib Pajak, penerimaan pajak, dan citra serta efektivitas organisasi Ditjen Pajak

Februari 2006

Pembentukan Penelaah Keberatan pada KanwiI DJP Modern untuk meningkatkan tugas di bidang pelayanan

keberatan

Februari 2006

Modernisasi Kanwil DJP Jawa Bagian Barat I, Kanwil DJP Jawa Bagian Barat III dan Kanwil DJP Bali

Pembentukan 3 (tiga) KPP Madya yaiu KPP Madya Bekasi, KPP Madya Tangerang, dan KPP Madya

Denpasar

Mei 2006

Pembentukan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Pembentukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Mengubah nomenklatur dan mempertajam tugas, fungsl, serta struktur organisasi Direktorat Jenderal Piutang

dan Lelang Negara menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Mengubah nomenklatur, dan mernpertajam tugas, fungsl dan struktur organisasi, serta meningkatkan peran

Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional menjadi Badan Kebijakan Frskal

Penajaman Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Anggaran

Penajaman Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Juli 2006

Pembentukan Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan untuk mendukung dan mensinkronkan kegiatan Menteri

Keuangan

November 2006

Penataan organisasi Direktorat Jenderal Pajak dengan menambah 4 (empat) Direktorat, penajaman tugas dan

fungsi serta melakukan penataan organisasi berdasarkan fungsi dan membentuk unit khusus yang melakukan

change management

Penataan organisasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dengan membentuk Biro

Kepatuhan Internal

Penataan organisasi Inspektorat Jenderal dengan menambah 1 (satu) Inspektorat

Pembentukan Biro Bantuan Hukum Setjen

Desember 2006

Tahapan Modernisasi Instansi Vertikal DJP yang meliputi modernisasi 13 Kanwil DJP (total menjadi 20 Kanwil

DJP) dan pembentukan KPP Madya di seluruh Indonesia

Desember 2006

Page 3: let the manager manages

3

Penataan tugas, fungsi, susunan organisasi, tipologi dan wilayah kerja Instansi Vertikal DJBC Desember 2006

Penataan tugas, fungsi, susunan organisasi, tipologi dan wilayah kerja Instansi Vertikal DJPB Desember 2006

Konsekuensi perubahan tugas, fungsi dan susunan organisasi DJPLN menjadi DJKN Desember 2006

Pembentukan PIP sebagai “operator” Investasi Pemerintah, sedangkan fungsi regulator ada di DJPB Mei 2007

Penataan organisasi, penajaman tugas dan fungsi serta perubahan nomenklatur Biro Kepegawaian menjadi Biro

SDM

Mei 2007

Modernisasi seluruh Kanwil dan KPP Pratama di wilayah pulai Jawa dan Bali Mei 2007

Pembentukan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok dan Batam, serta penataan organisasi

dan wilayah kerja Kanwil DJBC dan KPBC

Juni 2007

Pembentukan Kantor Besar Pengolahan Data dan Dokumen sebagai UPT di lingkungan DJP yang bertugas

melakukan pengolahan data dan dokumen, sehingga instansi vertical DJP khususnya KPP lebih berkonsentrasi

pada pelayanan, pengawasan dan penyuluhan

Juli 2007

Sumber: Diolah dari Profil Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (TRB Depkeu, 2008).

Reformasi Birokrasi di Bidang SDM

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, “reformasi birokrasi” sudah dilaksanakan

sebelum 2007 meskipun pada waktu itu belum dikatakan “reformasi”. Direktorat Jenderal

Pajak (DJP) pada tahun 1983 mengubah Undang-undang di bidang perpajakan dari sistem

fiskus, dimana penentuan besarnya pajak terutang ditentukan dan ditetapkan oleh DJP,

menjadi self assessment dimana Wajib Pajak (WP) menghitung, menyetorkan dan

melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Perubahan Undang-undang di bidang

perpajakan tersebut seluruhnya dikerjakan oleh putra-putri bangsa Indonesia yang

dimotori para pejabat DJP. Hingga kini sistem self assessment ini tetap diberlakukan, dan

DJP masih terus melakukan reformasi baik struktur organisasinya, orang-orangnya, proses

bisnisnya, hingga teknologi informasi yang digunakan.

Salah satu hasil reformasi perpajakan tersebut antara lain adalah bahwa

masyarakat kini sudah dapat memperoleh pelayanan dari DJP tanpa harus datang ke

kantor-kantor pelayanan pajak (KPP) karena dapat melalui internet, misalnya dalam

meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang kini fungsinya terus meningkat

termasuk menjadi kartu identitas dan syarat pembebasan bea fiskal bagi yang hendak

bepergian ke luar negeri. Penggunaan teknologi untuk memperoleh NPWP secara on-line

ini tentunya “mengurangi” beban pekerjaan pegawai, sehingga kapasitas pegawai dapat

digunakan untuk tugas-tugas lain yang kian menantang. Pemanfaatan teknologi dari DJP

lainnya misalnya adalah dalam e-filing dimana WP mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan

(SPT) Pajak secara langsung di internet dan mengirimkannya ke DJP. Yang tak kalah

penting adalah bahwa penerimaan pajak kian membesar, dengan prosentase sekitar 80%

dari total penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2010

yang lebih dari Rp 1.000 trilyun.

Di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai (DJBC) “reformasi” juga sudah

dilakukan sebelum 2007 meskipun pada waktu itu juga belum dikatakan “reformasi”.

Masyarakat kemudian “menikmati” cara memasukkan impor barang yang lebih

disederhanakan dengan digunakannya electronic data interchange (EDI) yang

memungkinkan bagi importir untuk memasukkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang

(PIB) secara elektronik dari kantor-kantor mereka atau dari Warung EDI bagi yang belum

memiliki internet. DJBC kemudian memperkenalkan kantor-kantor pelayanan utama

(KPU). Layanan dari DJBC serta dari unit eselon I lainnya disebut dengan layanan

unggulan, yang antara lain memberikan kepastian proses bisnis, waktu pelaksanaannya

serta besarnya biaya yang harus dibayar oleh masyarakat, bila ada. Semuanya ini

dituangkan dalam SOP yang “dipajang” di setiap Kantor Pelayanan sehingga masyarakat

Page 4: let the manager manages

4

pengguna jasa Kantor-kantor Pelayanan tersebut memperoleh kepastian. Dari DJBC

misalnya adalah pelayanan administrasi impor barang yang dipastikan selesai dalam

waktu paling lama 20 menit sejak data diterima secara lengkap untuk jalur prioritas, 30

menit untuk jalur hijau serta 12 jam 30 menit untuk jalur merah, kecuali apabila terdapat

nota hasil intelijen (NHI). Sementara itu untuk pengurusan administrasi ekspor apabila

tidak diperlukan pemeriksaan fisik akan dapat diselesaikan paling lambat satu jam sejak

data diterima secara lengkap. Selain itu, pengurusan restitusi bea impor dapat diselesaikan

paling lambat 30 hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Percepatan proses ini

tentunya menghendaki sumber daya yang mampu bekerja cepat tanpa kehilangan

ketelitian dan akurasi.

Ketika konsep KPU diterapkan di Kantor Percontohan di Ditjen Perbendaharaan

dengan konsep “modern office”, yang antara lain mengubah waktu penerbitan Surat

Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk belanja non pegawai dari delapan jam

(sebelumnya dua hari) menjadi paling lambat satu jam setelah Surat Perintah Membayar

(SPM) diterima secara lengkap, banyak pegawai yang menjadi idle karena jumlah

pegawai menjadi lebih sedikit dari jumlah pegawai sebelum dimodernisasikan, sehingga

di Ditjen Perbendaharaan dinilai kelebihan pegawai bukan karena mereka jelek atau tidak

mampu bekerja, melainkan akibat reformasi ini juga, sebagaimana pula terjadi di DJP,

yang dahulu harus dilayani secara manual kini dapat dibantu teknologi informasi.

Kementerian Keuangan telah dan terus berupaya untuk mengatasi masalah ini, termasuk

apabila ada Kementrian/Lembaga (K/L) atau Pemerintah Daerah (Pemda) yang berminat

menerima pegawai Kementerian Keuangan untuk dipekerjakan di bidang-bidang

pengelolaan keuangan seperti biro keuangan ataupun satuan kerja (satker) serta satuan

kerja perangkat daerah (SKPD). Beberapa unit pemerintah baik Pusat maupun Daerah

telah meminta pegawai Kementerian Keuangan untuk diperbantukan atau dipekerjakan

pada unit-unit pemerintah tersebut, dan Biro Sumber Daya Manusia (SDM) telah

memproses dan memindahkan mereka.

Karena Menteri Keuangan selain menjadi pengelola fiskal juga berfungsi sebagai

Bendahara Umum Negara (BUN) dimana tugas dan fungsinya melibatkan publik, oleh

sebab itu reformasi birokrasi yang dilakukan Kementerian Keuangan bukan hanya dalam

rangka pelayanan masyarakat melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan internal juga,

sehingga reformasi birokrasi yang dilakukan tidak hanya pada penyempurnaan proses

bisnis dan penataan organisasi, melainkan mencakup pula peningkatan manajemen SDM.

Hal-hal signifikan yang telah dan terus dilakukan Kementerian Keuangan dalam

pembinaan SDM antara lain adalah sebagai berikut:

1. Ditetapkannya 35 jenis kompetensi yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori

sebagai berikut:

a. Kemampuan berpikir (thinking), yang terdiri dari delapan kompetensi sebagai

berikut:

1) Visioning.

2) Innovation.

3) In-depth problem solving and analysis.

4) Decisive judgement.

5) Championing change.

6) Adapting to change.

7) Courage of convictions.

Page 5: let the manager manages

5

8) Business acumen.

b. Kemampuan bekerja (working), yang terdiri dari 12 kompetensi sebagai berikut:

1) Planning and organizing.

2) Driving for results.

3) Delivering results.

4) Quality focus.

5) Continuous improvement.

6) Policies, processes and procedures.

7) Safety.

8) Stakeholder focus.

9) Stakeholder service.

10) Integrity.

11) Resilience.

12) Continuous learning.

c. Kemampuan berhubungan dengan pihak lain (relating), yang terdiri dari 15

kompetensi sebagai berikut:

1) Team work and collaboration.

2) Influencing and persuading.

3) Managing others.

4) Team leadership.

5) Coaching and developing other.

6) Motivating others.

7) Organizational savvy.

8) Relationship management.

9) Negotiation.

10) Conflict management.

11) Interpersonal communication.

12) Written communication.

13) Presentation skill.

14) Meeting leadership.

15) Meeting contribution.

2. Dibangunnya assessment center untuk mengases atau mem-profile pegawai

(“memotret” ke-35 kompetensi setiap pegawai). Asesmen pejabat eselon III dan/atau

eselon II dilakukan oleh Biro SDM, sedangkan untuk pelaksana hingga pejabat eselon

IV dilakukan oleh masing-masing unit eselon I. Khusus untuk unit Sekrerariat

Jenderal, asesmen terhadap seluruh pegawai dari pelaksana hingga eselon II dilakukan

oleh Biro SDM.

3. Setiap unit eselon I telah menentukan uraian jabatan dan standar kompetensi jabatan

(SKJ) yang harus dimiliki oleh para pemangkunya. Dari sini dan asesmen

sebagaimana disebutkan dalam butir 2 diketahui job person matched (JPM) yang

dimiliki oleh setiap assessee apakah telah memenuhi standar. JPM minimum bagi

seseorang agar dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan eselon IV, eselon III dan

eselon II adalah 70%. Artinya, apabila SKJ yang ditetapkan oleh suatu unit eselon I,

misalnya untuk presentation skill adalah 3, sedangkan yang dimiliki seseorang adalah

2, berarti JPM yang bersangkutan adalah 2/3 atau 67%. Meskipun demikian, JPM

adalah jumlah seluruh kompetensi yang dimiliki seseorang dibandingkan dengan

Page 6: let the manager manages

6

jumlah seluruh SKJ, jadi bukan satu keahlian dibandingkan dengan satu SKJ. JPM ini

juga berfungsi untuk memperoleh pejabat yang sesuai dengan unit yang membutuhkan

(the right man on the right place).

4. Diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan (diklat) berbasis kompetensi, yang

dimaksudkan untuk menutupi gap antara kompetensi yang dimiliki oleh pejabat

dengan ke-35 kompetensi tersebut. Artinya, diklat berbasis kompetensi lebih

didahulukan bagi mereka yang JPM-nya kurang dari 70%. Sejak 2008, diklat berbasis

kompetensi ini telah diselenggarakan untuk pejabat eselon II, eselon III dan eselon IV

dan direncanakan masih akan dilaksanakan pada tahun 2011.

5. Aplikasi lain dari butir 1 hingga 3 di atas adalah dilaksanakannya seleksi jabatan

secara terbuka (open bidding) sejak tahun 2008, dimana calon pejabatnya bisa berasal

dari seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan. Untuk jabatan fungsional tertentu

bahkan membolehkan pesertanya bukan berasal dari Kementerian Keuangan. Sebagai

contoh, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) dalam merekrut

widyaiswara memperbolehkan kandidat yang berasal dari K/L lain asalakan

mempunyai pendidikan minimum doktoral (S3).

6. Penegakan disiplin, yang antara lain dilakukan dengan penggunaan sistem absensi

dengan finger print yang dikaitkan dengan pemotongan renumerasi serta hukuman

disiplin bila pegawai yang terlambat hadir, pulang sebelum waktu dan/atau tidak

masuk kerja. Tabel 2 mentabulasikan tujuh jenis sanksi bagi pegawai Kementerian

Keuangan apabila melakukan pelanggaran. Hal ini menimbulkan “budaya” baru di

Kementerian Keuangan untuk datang sebelum jam 7.30 dan pulang setelah jam 17.00

karena pulang sebelum waktunya maupun pulang sesudah waktu maksimum yang

ditetapkan dapat dikenai sanksi, setidak-tidaknya pemotongan tunjangan penghasilan.

Tabel 2

Sanksi Bagi Pegawai Kementerian Keuangan a. Pegawai yang terlambat masuk atau pulang sebelum waktunya dipotong sebesar 0,5% s.d. 2,5% per hari kerja

b. Pegawai yang tidak masuk, kecuali karena ditugaskan secara kedinasan atau rnenjalankan cuti tahunan, dipotong sebesar

5% per hari kerja.

c. Pegawai yang mendapat Surat Peringatan Pertama, dipotong sebesar 15% selama satu bulan.

d. Pegawai yang mendapat Surat Peringatan Kedua, dipotong sebesar 20% selama satu bulan.

e. Pegawai yang mendapat Surat Peringatan Ketiga, dipotong sebesar 25% selama satu bulan.

f. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan PP No.53 Tahun 2010:

Hukuman berupa tegoran lisan, dipotong sebesar 25% selama dua bulan.

Hukuman berupa tegoran tertulis, dipotong sebesar 25% selama tiga bulan.

Hukuman berupa pernyataan tidak puas secara tertulis, dipotong sebesar 25% selama enam bulan.

Sanksi berupa potongan sebesar 50% sesuai dengan lamanya hukuman yang dijatuhkan untuk :

Hukuman berupa penundaan kenaikan gaji berkala.

Hukuman berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala

Hukuman berupa penundaan kenaikan pangkat.

Sanksi berupa potongan sebesar 95% sesuai dengan lamanya hukuman yang dijatuhkan untuk :

Hukuman berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah

Hukuman berupa pembebasan dari jabatan.

Sumber: Dimutakhirkan dari Profil Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (TRB Depkeu, 2008).

Penegakan disiplin yang lain adalah dengan ditetapkannya SOP oleh masing-masing

pimpinan eselon I Kementerian Keuangan yang dalam setiap SOP ditetapkan berapa

lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dari awal hingga

akhir, unit mana atau siapa yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut, dan berapa

biaya, bila ada, yang harus dibayar oleh pengguna jasa Kementerian Keuangan.

Jangka waktu ini juga yang “mendisiplinkan” pegawai Kementerian untuk segera

Page 7: let the manager manages

7

menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Di beberapa unit Kementerian Keuangan

bahkan dijadikan target untuk lebih rendah dari waktu yang ditetapkan dalam SOP

tersebut.

Penegakan disiplin juga dikaitkan dengan promosi atau mutasi pegawai. Apabila

seorang pegawai tengah menjalani atau tengah diusulkan untuk dikenai hukuman

disiplin, maka dalam sidang atau rapat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan

(Baperjakat) usulan tersebut akan ditolak. Meskipun demikian, khusus untuk mutasi

hanya dapat diberikan apabila grading jabatan yang dituju lebih rendah dari atau sama

dengan jabatan yang sekarang diemban, atau lebih kurang strategis dibandingkan

dengan jabatan yang sekarang diemban. Dalam Baperjakat tingkat Pusat, Inspektur

Jenderal akan memberikan informasi mengenai riwayat hukuman disiplin ini.

Meskipun demikian, Peraturan Menteri Keuangan No. 39/PMK.01/2009 tanggal 27

Februari 2009 tentang Pola Mutasi Jabatan Karir di Lingkungan Departemen

Keuangan membolehkan apabila jangka waktu hukuman disiplin tersebut telah

dilewati (“masa kadaluwarsanya sudah dilewati”).

7. Dikembangkannya kode etik pegawai bagi pegawai Kementerian Keuanan serta bagi

masing-masing unit eselon I untuk hal-hal yang spesifik bagi masing-masing unit

eselon I tersebut.

8. Terus disempurnakannya program Pengintegrasian Sistem Informasi Kepegawaian

Terpadu (SIMPEGTM

). Program ini disiapkan untuk “menampung” seluruh data

kepegawaian sejak seorang pegawai masuk ke Kementerian Keuangan, pengembangan

yang dilakukan selama menjadi pegawai, Surat Keputusan atau keterangan yang

diperoleh yang bersangkutan selama menjadi pegawai (termasuk hukuman disiplin dan

sertifikat atau ijasah bila mengikuti pendidikan dan pelatihan), kompetensi yang

dimiliki (terkait JPM serta pelatihan yang dibutuhkan), di samping standarisasi bentuk

Daftar Riwayat Hidup serta, bila telah seluruhnya operasional, penerapan e-pansion.

Dengan e-pansion maka seorang pegawai yang akan memasuki masa pensiun hanya

tinggal menandatangani formulir yang dipersyaratkan saja, sedangkan unit yang

mengusulkan dapat men-download dan mencetak seluruh data yang diperlukan untuk

mengusulkan pegawainya yang hendak pensiun sebagaimana ditentukan dalam

persyaratan administrasi yang harus dipenuhi.

9. Disusunnya program pengembangan SDM (human capital development plan atau

HCDP) yang akan mengarahkan bagaimana pegawai Kementerian Keuangan di

kemudian hari akan dikembangkan, baik melalui jalur pendidikan (D I ke D III, D III

ke D IV atau S1, D IV atau S1 ke S2, S2 ke S3, serta program-program pengembangan

lainnya seperti magang di lembaga-lembaga internasional atau Kementerian Keuangan

di berbagai negara sahabat.

10. Disusunnya pedoman pola mutasi yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan

objektivitas, transparansi, perencanaan karir dan peningkatan motivasi kerja bagi

pegawai.

11. Disusunnya pedoman penataan pegawai untuk mengetahui ada-tidaknya kelebihan/

kekurangan pegawai serta ketidaksesuaian komposisi pegawai. Dari penyusunan

pedoman penataan pegawai ini terbentuk suatu matriks dengan dua sumbu yaitu

potensi/kompetensi dan kinerja sebagaimana tampak pada Gambar 1 pada halaman

berikut ini. Perhatikan bahwa mereka yang berkinerja tinggi dan berkompetensi atau

mempunyai potensi yang tinggi di-plot menjadi future leader. Sebagaimana yang biasa

Page 8: let the manager manages

8

dilakukan dalam organisasi bisnis, dari penataan pegawai semacam ini dapat

dilakukan berbagai strategi dari pengembangan, couching dan counselling,

membiarkan seseorang dalam posisi semula (freezing) karena dengan kompetensi yang

dimilikinya seseorang dapat berkinerja baik meskipun dari evaluasi diperoleh

informasi bahwa yang bersangkutan tidak dapat lagi berkembang. Strategi

pemberhentian tidak jarang dilakukan dalam organisasi bisnis bila dari evaluasi

diperoleh informasi bahwa seseorang tidak lagi berkembang baik kompetensinya

maupun kinerjanya.

Gambar 1

Kuadran Penataan Pegawai Kementerian Keuangan

12. Disusunnya pedoman talent management untuk mengidentifikasi dan membina

pegawai yang mempunyai kompetensi atau potensi dan kinerja tertentu. Dalam

pedoman ini diusulkan mereka yang berada dalam kuadran VII, VIII dan IX adalah

yang ditargetkan untuk menjadi kader pimpinan di masa yang akan datang dimana

Kementerian Keuangan akan menyediakan rencana pengembangan dan pola karier

bagi mereka guna mengoptimalisasikan kinerja mereka.

13. Disusunnya program golden hand shake untuk mempersiapkan pegawai yang karena

alasan tertentu memutuskan untuk tidak melanjutkan bekerja di Kementerian

Keuangan. Sebagaimana dalam organisasi bisnis, sebelum diberikan golden hand

shake, seorang pegawai haruslah dipersiapkan untuk menjalankan bisnis sendiri agar

tidak “terjerumus” dalam kegagalan akibat “belum pandai” mengelola uang dalam

jumlah yang besar.

14. Kementerian Keuangan sejak 2009 juga mengajarkan sistem pengelolaan keuangan

negara kepada para pegawai unit pemerintah (K/L) melalui Program Percepatan

Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP) yang tenaga pengajarnya bukan hanya

dari unit-unit Kementerian Keuangan saja melainkan juga dari beberapa K/L yang

sebelumnya telah dididik terlebih dahulu dalam program training of trainers (TOT).

Page 9: let the manager manages

9

Para pengelola PPAKP adalah pegawai Kementerian Keuangan yang terdiri dari unit-

unit Sekretariat Jenderal, Ditjen Perbendaharaan serta BPPK yang dapat dilakukan di

dalam kelas maupun secara on-line melalui situs BPPK (www.bppk.depkeu.go.id).

15. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) juga telah mendidik beberapa pegawai

Pemda (Tingkat 1 maupun 2) atas beban APBD karena saat ini STAN telah

menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sehingga memungkinkan

untuk menggunakan dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mereka

terima untuk mendanai penyelenggaraan pendidikan bagi pegawai Pemda. Dampaknya

cukup menggembirakan, beberapa Pemda yang pegawainya telah lulus program

Diploma STAN laporan keuangan mereka yang diaudit oleh Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Bapak Menteri

Keuangan bahkan telah mencanangkan STAN untuk mendistribusikan lulusannya

bukan semata-mata untuk Kementerian Keuangan saja tetapi dapat pula untuk K/L

lainnya karena Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara

berkeinginan bahkan berkepentingan agar seluruh K/L membuat laporan keuangan

dengan benar sehingga opini Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan

seluruh K/L, pemda dan laporan keuangan pemerintah menjadi WTP.

Hal ini menjadi kian penting karena sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sejak 1 Januari 2011 Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) harus sudah dikelola sendiri oleh setiap

Pemerintah Daerah, dan selambat-lambatnya 31 Desember 2013 Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) harus dialihkan menjadi Pajak Daerah. Mempersiapkan SDM yang

mampu mengelola BPHTB dan PBB tentunya tidak sebentar, apalagi bagi pegawai

daerah di seluruh Indonesia. Sepertinya sejarah akan terulang lagi dimana para

pegawai Pemerintah Daerah akan kembali mengikuti perkuliahan atau pelatihan di

STAN sebagaimana pada masa lalu para pegawai Pemerintah Daerah juga mengikuti

perkuliahan di Institut Ilmu Keuangan (IIK).

Perubahan struktur organisasi serta penyempurnaan proses bisnis tentunya

menimbulkan konsekuensi pada sumber daya manusia Kementerian Keuangan yang akan

melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tersebut, di samping peralatan yang memadai,

termasuk teknologi informasi. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa di beberapa

unit eselon I Kementerian Keuangan seperti Setjen, DJKN, DJP dan DJBC diangkat

beberapa tenaga pengkaji setingkat eselon 2 yang diharapkan akan bekerja terus-menerus

memberikan masukan yang secara kontinu memberikan perbaikan dalam bidang-bidang

sesuai dengan nomenklatur masing-masing laksana konsultan internal. Sebagai contoh,

tenaga pengkaji di lingkungan Sekretariat Jenderal bertugas untuk menelaah dan mengkaji

hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya aparatur, perencanaan strategik dan

pengelolaan kekayaan negara Kementerian Keuangan dan menyusun rekomendasi tentang

strategi pengembangan dan penanganannya. Hal ini antara lain berarti reformasi di

Kementerian Keuangan akan berlangsung terus. Mungkin tidak tepat lagi disebut

reformasi, tapi transformasi. Menteri Keuangan Bapak Agus Martowardojo bahkan

mengarahkan agar kualitas pegawai Kementerian Keuangan di masa kepemimpinannya

setara dengan kualitas pegawai swasta.

Page 10: let the manager manages

10

Daftar Singkatan Secara Alfabetis

APBN Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara

BAF Badan Analisis Fiskal

BAKUN Badan Akuntansi Keuangan Negara

Bapepam Badan Pengawasan Pasar Modal

BapepamLK Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

Baperjakat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan

BINTEK Badan Informasi dan Teknologi Keuangan

BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

BPPK Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

BUN Bendahara Umum Negara

Diklat Pendidikan dan Pelatihan

Ditjen Direktorat Jenderal

DJA Direktorat Jenderal Anggaran

DJAPK Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan

DJBC Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

DJKN Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara

DJLK Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan

DJP Direktorat Jenderal Pajak

DJPB Direktorat Jenderal Perbendaharaan

DJPKPD Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

DJPLN Direktorat Jenderal Pengelolaan Lelang Negara

EDI Electronic Data Interchange

HCDP Human Capital Development Plan

HKLN Hubungan Kerjasama Luar Negeri

IIK Institut Ilmu Keuangan

JPM Job Person Matched

K/L Kementerian/Lembaga. Nama yang biasa digunakan untuk

menyebutkan unit pemerintah

K/L Kementrian/Lembaga

Kanwil Kantor Wilayah

KMK Keputusan Menteri Keuangan

KPBC Kantor Pelayanan Bea dan Cukai

KPP Kantor Pelayanan Pajak

KPPBB Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan

KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

KPU Kantor Pelayanan Utama

NHI Nota Hasil Intelijen

NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak

PBB Pajak Bumi dan Bangunan

Pemda Pemerintah Daerah

PIB Pemberitahuan Impor Barang

PIP Pusat Investasi Pemerintah

PPAKP Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah

Page 11: let the manager manages

11

Pusmon Pusat Moneter

Satker Satuan Kerja

SDM Sumber Daya Manusia

SKJ Standar Kompetensi Jabatan

SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah

SOP Standard Operating Procedures

SP2D Surat Perintah Pencairan Dana

SPM Surat Perintah Membayar

SPT Surat Pemberitahuan Tahunan

STAN Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

TRB Tim Reformasi Birokrasi Kementerian (dahulu Departemen) Keuangan

UPT Unit Pelayanan Teknis

WP Wajib Pajak