Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
10
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Penelitian Terdahulu
Untuk melihat tidak ada kesamaannya penelitian yang peneliti angkat, peneliti
menggunakan beberapa penelitian terdahulu. Salah satunya dalam penelitian
terdahulu yang dibuat oleh Monica Aryani, mahasiswi Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan judul Lagu Indie dan Penegakan HAM
di Indonesia (Analisis Semiotik terhadap Lagu Berjudul “Hilang” Karya Band Indie
Efek Rumah Kaca. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan
bagaimana band indie Efek Rumah Kaca dengan lagunya yang berjudul ”Hilang”
menggambarkan perjuangan penegakan HAM di Indonesia melalui makna
konotatifnya, terkait dengan mitos masyarakat.
Metode analisis penelitian ini adalah semiotika. Penelitian ini mencoba untuk
menganalisis makna denotatif dan konotatif dari lagu ini, yang berkaitan dengan
mitos masyarakat. Subjek penelitian ini adalah lagu berjudul “Hilang” karya band
indie Efek Rumah Kaca. Penelitian ini menggunakan dua jenis data: lagu dengan dua
aspek, musik dan lirik sebagai data primer dan wawancara dengan Efek Rumah Kaca
dan informan saling terkait, dan juga semua sumber tertulis sebagai data sekunder.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semiotika Roland Barthes.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
11
Dalam penelitian terdahulu kedua milik Muhammad Fauzan Aziz (2014),
dengan judul “Representasi Perlawanan Sipil Dalam Lirik Lagu Tantang Tirani” dari
Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang. Di dalamnya memaparkan mengenai
penelitian untuk mengetahui tanda-tanda perlawanan sipil dalam lirik lagu Tantang
Tirani, karya grup rap Homocide. Grup rap yang dalam karyanya bertemakan
diskriminasi, bobroknya dominasi fasis, sampai pada perjuangan akar rumput. Dalam
penelitiannya menggunakan pendekatan semiotik dari Charles Sanders Pierce.
Fauzan menyimpulkan bahwa lirik lagu Tantang Tirani yang
merepresentasikan perlawanan sipil banyak dijadikan inspirasi oleh banyak anak
muda di Indonesia. Metode penelitian yang Fauzan pakai adalah semiotika. Sebuah
ilmu tentang tanda-tanda pada sebuah objek. Teori yang ia pakai menggunakan teori
simbol-simbol dari Charles Sanders Peirce, teori yang merepresentasikan sebuah
perlawanan sipil di Indonesia.
Pendekatan dalam penelitian milik Fauzan, pendekatan penelitian kualitatif
yang realitas di dalam representasi perlawanan sipil di Indonesia, memiliki proses
penelitian bersifat subjektif dan berada dalam referensi peneliti. Bagi penelitian
kualitatif, realitas tidak hanya satu saja. Setiap peneliti menciptakan realitas sebagai
bagian dari proses penelitian yang sifatnya subjektif dan berada dalam referensi
peneliti. Pendekatan kualitatif menyebabkan lingkup tidak dapat digeneralisasi secara
umum, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar, sehingga
tujuannya untuk memahami realita yang majemuk.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
12
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti Monica Aryani
Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Muhammad Fauzan Aziz
Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas
Multimedia Nusantara
Judul Penelitian Lagu Indie dan
Penegakan HAM di
Indonesia (Analisis
Semiotik terhadap Lagu
Berjudul “Hilang” Karya
Band Indie Efek Rumah
Kaca.
Representasi Perlawanan
Sipil Dalam Lirik Lagu
Tantang Tirani: Analisis
Semiotika Charles Sanders
Peirce
Pendekatan Penelitian Kualitatif Kualitatif
Metodelogi Metode analisis
penelitian ini adalah
semiotika.
Metode penelitian yang
Fauzan pakai adalah
semiotika. Sebuah ilmu
tentang tanda-tanda pada
sebuah objek.
Teori Semiotika Musik,
Roland Barthes, Band
Indie, HAM
Teori Simbol
Hasil Monica mampu
mengungkapkan
bagaimana band indie
Efek Rumah Kaca
dengan lagunya yang
berjudul “Hilang”
menggambarkan
perjuangan penegakan
HAM.
Fauzan mampu
menyimpulkan bahwa lirik
lagu Tantang Tirani yang
merepresentasikan
perlawanan sipil banyak
dijadikan inspirasi oleh
banyak anak muda di
Indonesia.
Perbedaan dengan
Penelitian Ini
Perbedaan dengan
penelitian yang dimiliki
oleh Monica adalah
metode. Monica
menggunakan metode
semiotika Roland
Barthes.
Perbedaan dengan
penelitian yang dimiliki
oleh Fauzan adalah
objeknya. Ia
mengemukakan
representasi perlawanan
sipil.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
13
2.3 Konsep Yang Digunakan
2.3.1 Semiotika
Secara etimologis, kata semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang
berarti “tanda”. Tanda itu didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi sosial
yang terbangun sebelumnya, dan dianggap dapat mewakili sesuatu yang lain (Sobur,
2006:95). Namun, “tanda” masih memiliki makna akan suatu hal yang menunjuk
pada adanya satu hal atau peristiwa lain. Seperti, asap menandai api.
Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi (Sobur, 2006:15), mengatakan
bahwa semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini, bersama-sama manusia. Kemudian ia menambahkan:
Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Suatu tanda dapat
menandakan suatu makna tersendiri di dalamnya. Dan makna tersebut dapat
mendefinisikan sesuatu pada manusia dalam melihat lingkungannya. Sehingga,
lewat perantaraan tanda-tanda inilah, manusia dapat melakukan sebuah proses
komunikasi kepada sesamanya.
Berdasarkan definisi tentang semiotika yang Sobur jelaskan, dapat
disimpulkan bahwa tanda dapat menandakan sesuatu hal yang memiliki makna
melalui medium berupa teks, simbol, lukisan, gambar, atau lirik lagu. Makna itu
sendiri dapat menjelaskan sebuah pesan untuk disampaikan kepada setiap individu
dalam melihat realita yang sesungguhnya.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
14
Namun terdapat pemahaman tentang semiotika dari para pakar lainnya.
Menurut Kriyantono (Kriyantono, 2006:263), semiotika adalah ilmu tentang tanda-
tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimnya dan penerimanya
oleh mereka yang menggunakannya. Semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-
aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Sedangkan menurut Wibowo, semiotika sebagai kajian tentang tanda-tanda
yang pada dasarnya merupakan studi atas kode-kode yakni sistem apapun yang
memungkinkan kita memandang unit tertentu sebagai objek yang bermakna
(Wibowo, 2013:9). Dikarenakan semiotika sebagai kajian ilmu tentang tanda, maka
Wibowo memberikan kesimpulan bahwa tanda sebagai suatu media untuk mengemas
maksud atau pesan dalam setiap peristiwa komunikasi dimana manusia saling
melempar tanda-tanda tertentu dan dari tanda-tanda itu terstrukturlah suatu makna-
makna tertentu yang berhubungan dengan eksistensi masing-masing individu
(Wibowo, 2013:145).
Menurut Charles Morris (dalam Wibowo, 2013:5) ada tiga kajian di dalam
semiotika yakni sintaktik, semantik dan pragmatik:
1. Sintaktik (syntactic) atau sintaksis (syntax): suatu cabang penyelidikan
semiotika yang mengkaji “hubungan formal di antara satu tanda dengan
tanda-tanda yang lain”. Dengan begitu hubungan-hubungan formal ini
merupakan kaidah-kaidah yang mengendalikan tuturan dan interpretasi,
pengertian sintaktik kurang lebih adalah semacam ‘gramatika’.
2. Semantik (semantics): suatu cabang penyelidikan semiotika yang
mempelajari “hubungan di antara tanda-tanda dengan designata atau
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
15
objek-objek yang diacunya”. Yang dimaksud designata adalah tanda-
tanda sebelum digunakan di dalam tuturan tertentu.
3. Pragmatik (pragmatics): suatu cabang penyelidikan semiotika yang
mempelajari hubungan di antara tanda-tanda dengan interpreter-
interpreter atau para pemakainya.
Kemudian Marcel Danesi (Danesi, 2012:5), memberikan penafsiran lain
tentang semiotika, yaitu:
Semiotika adalah ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan berikut: Apa
yang dimaksud dengan X? X dapat berupa apa pun, mulai dari sebuah kata
atau isyarat hingga keseluruhan komposisi musik atau film. “Jangkauan”
X bisa bervariasi, tapi sifat dasar yang merumuskannya tidak. Jika kita
merepresentasikan makna (atau makna-makna) yang dikodifikasi X
dengan huruf Y, maka tugas utama analisis semiotika secara esensial
dapat direduksi menjadi upaya untuk menentukan sifat relasi X = Y.
Sebagai contoh pertama, peneliti akan menggunakan makna dari white (putih).
Dalam kasus ini, X membangun istilah berbahasa Inggris dari warna. Pada tingkat
dasar, kata tersebut tentu saja merujuk pada warna yang netral. Tetapi warna tersebut
dapat bermakna lain, yaitu: (1) Jika warna putih muncul pada lengan seseorang
berbentuk pita yang dipakai dalam sebuah pawai politik, maka pemakai dianggap
sebagai individu yang mendukung ideologi politik tertentu. (2) Jika warna putih
muncul berbentuk bendera dalam sebuah pertempuran dua kelompok atau lebih, maka
kelompok yang menggunakan bendera putih tersebut dianggap sebagai tindakan
perdamaian atau menyerah.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
16
Dengan kata lain, white adalah contoh dari tanda. Kata tersebut adalah
merujuk sesuatu dalam X (sebuah warna), yang merepresentasikan sesuatu yang lain
dalam Y (sinyal perdamaian dalam pertempuran, ideologi politik, dan seterusnya).
Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang
tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya
kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda
merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda
berada (Kriyantono, 2006:264).
Sebuah teks, apakah itu surat cinta, makalah, iklan, lirik lagu, cerpen, puisi,
pidato presiden, proses politik, komik, kartun, dan semua hal yang mungkin menjadi
“tanda”, bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni, suatu proses signifikansi yang
menggunakan tanda serta yang menghubungkan objek dan interpretasi (Sobur,
2006:17).
Semiotika masuk dalam studi di mana kita tidak menyebut tanda dalam setiap
perbincangan setiap hari, tetapi apa yang keluar dengan maksud di baliknya. Dalam
indera semiotika, tanda tersebut bisa muncul dari kata-kata, gambar, suara, gestur,
dan objek (Chandler, 2002:2).
Berkaitan dengan berbagai pendekatan semiotika terhadap komunikasi verbal,
pendekatan paling mendalam adalah yang dilakukan oleh pakar linguistik dan
semiotik kelahiran Moskow, Roman Jakobson (dalam Danesi, 2012:122), ia
mengatakan terdapat enam “konstituen” yang menyifatkan semua tindakan:
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
17
1. Pengirim yang memulai percakapan.
2. Pesan yang ingin ia sampaikan, dan ia paham bahwa pesan itu pasti
mengacu pada hal selain pesan itu sendiri.
3. Penerima yang merupakan penadah termasuk dari pesan.
4. Konteks yang menyediakan kerangka untuk menyandingkan dan
menguraikan pesan—misal, frasa “Tolong Aku” akan memiliki makna
yang berbeda-beda, tergantung apakah diucapkan oleh seseorang yang
tergeletak tak berdaya di tanah atau orang di dalam kelas yang sedang
mengerjakan soal matematika yang sulit.
5. Mode kontak yang digunakan untuk menghantarkan pesan antara
pengirim dan penerima.
6. Kode yang berisi tanda-tanda untuk menyandingkan dan menguraikan
pesan.
Ada tiga wilayah kajian mengenai semiotika yang dikemukakan oleh Fiske
(2012:66), yaitu:
1. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis
tanda yang berbeda, cara-cara yang berbeda dari tanda-tanda di dalam
menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan dengan
orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan
hanya bisa dipahami di dalam kerangka penggunaan atau konteks orang-
orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut.
2. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda diorganisir. Kajian ini
melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk
mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia bagi
pengiriman kode-kode tersebut.
3. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi. Hal ini
pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan tanda-
tanda untuk eksistensi dan bentuknya sendiri.
Fiske pun menambahkan, bahwa semiotika lebih memilih istilah ‘pembaca
(reader)’ (juga berlaku pada foto dan lukisan) dibandingkan ‘penerima (receiver)’
karena istilah tersebut menunjukan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga
membaca adalah sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya (Fiske, 2012:67).
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
18
Dari apa yang Fiske ungkapkan, dapat disimpulkan bahwa pembaca membantu untuk
menciptakan makna dari teks dengan membawa pengalaman, sikap, dan emosi yang
dimiliki ke dalam makna.
Bisa dibilang bahwa saat ini, semiotika atau ilmu tentang tanda-tanda telah
menjadi salah satu konsep yang cukup bermanfaat dalam kehidupan manusia.
Semiotika dikatakan bermanfaat karena teori tersebut memahami dunia sebagai suatu
sistem hubungan yang memiliki unit dasar tanda (Wibowo, 2011:7).
Makna yang sudah menjalani proses pemaknaan tidak tertutup kemungkinan
akan mengalami perubahan berkali-kali oleh manusia. Makna disebutkan oleh Wibur
Schraam memiliki sifat individual, yaitu makna dibangun berdasarkan pengalaman
pribadi serta dibangun dengan persepsi yang berbeda-beda tiap individu (dalam
Wibowo, 2011:120). Dapat disimpulkan dari pernyataan Schraam, bahwa makna
terhadap suatu hal dapat berubah-ubah tergantung dari setiap individu yang berusaha
membangun persepsinya sendiri.
Perubahaan makna dari sebuah tanda tersebut kemudian dijelaskan lebih
lanjut oleh Wendell Johnson menjadi enam hal (dalam Wibowo, 2011:121):
1. Makna ada di dalam diri manusia: makna tidak terletak pada kata-kata,
melainkan pada diri manusia. Hal ini, dapat diartikan bahwa tiap individu
memiliki pemaknaan yang berbeda-beda pada suatu tanda yang
dikomunikasikan kepada pendengar.
2. Makna terus berubah: makna terus berubah tergantung pengalaman yang
bergulir seiring dengan berjalannya waktu.
3. Makna butuh acuan: komunikasi hanya masuk akal bilamana ia
mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna: penyingkatan
dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
19
5. Makna tidak terbatas jumlahnya: jumlah kata dalam suatu bahasa
mungkin terbatas, tetapi maknanya dapat tidak terbatas.
6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian: makna yang diperoleh dari
suatu kejadian bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya
sebagian saja dari makna-makna yang benar-benar dapat dijelaskan. Oleh
karena itu, pemahaman yang sebenarnya—pertukaran makna secara
sempurna—barangkali merupakan tujuan ideal yang ingin dicapai tetapi
tidak pernah tercapai.
Oleh karena semiotika memiliki arti sebagai kajian ilmu mengenai tanda-
tanda dan makna terhadap sesuatu, maka terdapat beberapa pengertian mengenai
tanda dan makna.
Menurut Danesi, tanda adalah segala sesuatu—warna, isyarat, kedipan mata,
objek, rumus matematika, dan lain-lain—yang merepresentasikan sesuatu yang lain
selain dirinya (Danesi, 2012:6). Sedangkan konsep makna merupakan sesuatu yang
dipahami semua orang secara intuitif, tetapi tidak dapat dijelaskan oleh seorang pun
secara virtual (Danesi, 2012:15).
John Fiske memberikan penafsiran lain mengenai tanda, yaitu “sesuatu yang
bersifat fisik dapat diterima oleh indera manusia” (Fiske, 2012:68). Maksud dari
pernyataan Fiske, mengenai sesuatu yang bersifat fisik ialah pesan yang
dikonstruksikan ke dalam sebuah tanda kemudian disampaikan melalui sebuah tulisan
teks, gambar atau lukisan yang dapat dicerna dengan indera penglihatan salah
satunya.
Fiske pun memaparkan tentang makna, bahwa makna tidak bersifat absolut,
dan juga bukan suatu konsep statis yang bisa ditemukan terbungkus rapi di dalam
pesan (Fiske, 2012:76). Jadi, fokus utama kajian ilmu tentang tanda dan makna yang
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
20
Fiske utarakan adalah mengenai teks. Sehingga model proses linier yang memberi
perhatian kepada teks tidak lebih seperti tahapan-tahapan yang lain di dalam proses
komunikasi. Di dalam semiotika, pembaca dipandang memiliki peranan yang lebih
aktif.
Seorang ahli bahasa Ferdinand de Saussure memiliki anggapan yang berbeda
mengenai tanda. Ia menyatakan bahwa tanda terdiri dari bentuk fisik ditambah sebuah
konsep mental terkait, dan konsep tersebut merupakan tangkapan dari realitas
eksternal (dalam Fiske, 2012:69). Jadi penafsiran yang telah dikemukakan oleh
Saussure, adalah sebuah tanda yang berhubungan dengan realitas hanya melalui
konseptual berpikir dari orang-orang yang menggunakannya.
Dengan beberapa pengertian semiotika sebagai kajian mengenai tanda-tanda
dan makna, maka sebuah lirik lagu yang memiliki makna termasuk bagian dari
semiotika. Karena sebuah lirik mempunyai hubungan dengan para pendengarnya.
Maka, lirik dapat dianalisis dan diteliti makna di dalamnya dengan menggunakan
semiotika.
Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini akan menggunakan semiotika
dari Ferdinad de Saussure, untuk mengeksekusi makna-makna dari tanda yang timbul
dalam sebuah lirik lagu. Saussure pun kemudian memaparkan mengenai tanda, yaitu
sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dua bidang—seperti halnya
selembar kertas—yaitu bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan bentuk atau
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
21
ekspresi; dan bidang petanda (signified), untuk menjelaskan konsep atau makna
(dalam Piliang, 2003:258).
Berkaitan dengan konsep pertandaan Saussure ini (tanda/penanda/petanda),
Saussure menekankan perlunya semacam konvensi sosial (social convention) di
kalangan komunitas bahasa. Satu kata mempunyai makna tertentu disebabkan adanya
kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna bahasa (dalam Piliang, 2003:258).
2.3.2 Komunikasi Massa
Media sudah begitu memenuhi kehidupan khalayak sehari-hari sehingga
mereka sering tidak lagi sadar dengan kehadirannya, apalagi dengan pengaruhnya.
Media memberi informasi, menghibur, menyenangkan, tetapi bisa juga dapat
mengganggu khalayak. Media sering sekali mengganggap khalayak sebagai
komoditas utama untuk dieksploitasi. Namun media dapat menjadi penolong dalam
mendefinisikan atau membentuk realitas sosial seseorang.
Ada beberapa definsi mengenai komunikasi. Menurut Baran, komunikasi
adalah transmisi pesan dari suatu sumber kepada penerima (Baran, 2012:5). Dalam
puluhan tahun lamanya, pandangan komunikasi telah diidentifikasikan oleh beberapa
ilmuwan politik, salah satunya Harold Lasswel, yang mengatakan bahwa cara yang
paling nyaman untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan pertanyaan; Siapa?
Berkata apa? Melalui saluran apa? Kepada siapa? Dengan efek apa? (dalam Baran,
2012:5).
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
22
Teoretikus media, James W. Carey (dalam Baran, 2012:9), memberikan
anggapan lain mengenai komunikasi. Ia mengatakan bahwa komunikasi adalah proses
simbolis di mana realitas diproduksi, dijaga, diperbaiki, dan ditransformasikan.
Definisi dari Carey menegaskan bahwa komunikasi dan realitas saling
berhubungan. Carey pun menambahkan, komunikasi adalah proses yang melekat
pada kehidupan kita sehari-hari yang menginformasikan bagaimana kita menangkap,
memahami, dan mengonstruksi pandangan kita terhadap realitas dan dunia (dalam
Baran, 2012:9).
Terdapat definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa yang akan
peneliti kemukakan kembali berdasarkan pandangan beberapa pakar komunikasi
massa. Salah satunya yang dirumuskan oleh Bittner (dalam Rakhmat, 2007:188) yaitu
“mass communication is messages communicated through a mass medium to a large
number of people” (komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang). Sedangkan menurut Gerbner, menulis
definisi komunikasi massa dengan memperinci karakteristik komunikasi massa,”mass
communication is the technology and institutionally based production and
distribution of the most broadly shared continuous flow of message in industrial
socities” (komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan
teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang
dalam masyarakat industri) (dalam Rakhmat, 2007:188).
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
23
Ada juga pembahasan lain yang ingin peneliti sampaikan, yaitu komunikasi
massa menurut Baran, “komunikasi massa adalah proses penciptaan makna bersama
antara media massa dan khalayak.” (Baran, 2012:7)
Dari ketiga definisi ahli di atas, komunikasi massa dapat diartikan sebagai
jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen,
dan proses penyampaiannya yang berkelanjutan melalui media cetak atau elektronik,
sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Dalam
penyampaian sebuah pesan, terjadi proses dua arah antara khalayak dan medianya
sehingga makna pesan diciptakan bersama.
Karena komunikasi merupakan proses yang berkelanjutan, maka Osgood dan
Schramm menambahkan bahwa semua partisipan atau “interpreter” berusaha
menciptakan makna dengan melakukan encoding dan decoding pesan. Suatu pesan
terlebih dahulu di-encode, yaitu ditransformasikan ke dalam sistem tanda dan simbol
yang dapat dipahami. Berbicara merupakan encoding, seperti halnya menulis,
mencetak, membuat program televisi. Sesudah pesan diterima, pesan di-decode, yaitu
tanda dan simbol diinterpretasikan. Decoding terjadi melalui mendengarkan,
membaca, atau menonton televisi (dalam Baran, 2012:6).
2.3.3 Musik
Dewasa ini, musik sudah tidak asing lagi bagi khalayak luas. Semua khalayak
dapat dengan mudah merasakan indahnya alunan nada-nada dalam musik. Terdapat
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
24
definisi yang akan peneliti kemukakan kembali berdasarkan pandangan para pakar
musik. Menurut Danesi, Musik adalah bentuk seni yang melibatkan penggunaan
bunyi secara terorganisir melalui kontinum waktu tertentu. Namun, ada area
perbatasan yang tak jelas antara musik dengan seni berdasarkan bunyi lainnya seperti
puisi (Danesi, 2002:196).
Oleh karena ada perbatasan yang tidak jelas antara musik dan seni
berdasarkan bunyi semata, maka masyarakat pada umumnya menjadi bingung untuk
menentukan yang namanya musik. Dengan alunan musik yang berulang-ulang, gaya
bernyanyi yang setengah berbicara, maka bisa diterima oleh masyarakat sebagai
musik, bisa juga tidak. Konteks sosial mengenai sumber bunyi yang ditimbulkan
sering menentukan apakah itu dinamakan musik atau tidak. Sumber suara bising yang
berasal dari daerah industri tidak serta merta dikatakan sebagai musik, ada indikator
lain untuk menentukan sebuah suara dapat disebut musik. Terkecuali sumber suara
bising berasal dari sebuah konser musik, dengan seorang komposer sebagai
pelengkap dari sebuah konser musik.
Menurut Wall, musik diambil dari bahasa yunani, yaitu mousike, yang berarti
seni dari Muses. Musik adalah seni yang memakai medium dari suara. Oleh karena
itu ia mengemukakan bahwa elemen-elemen penting dalam musik adalah tangga
nada, ritme, dynamics, dan kualitas suara melalui timbre dan tekstur (Wall, 2003:1).
Kemudian ia menambahkan,
dalam pembuatan, pertunjukan, signifikansi, dan segala hal yang berkaitan
memunculkan definisi yang luas dari musik itu sendiri, merujuk pada budaya dan
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
25
konteks sosialnya. Musik terdapat secara luas, dalam komposisi yang jelas,
sampai pada fase improvisasi ke bentuk aleatoric. Musik populer sering disebut
sebagai musik dari kehidupan kita; kita bisa mendengarnya di radio, di dalam
pemutar CD, kaset di walkman, ada di toko musik, masuk ke dalam iklan-iklan,
sampai pada soundtrack film yang mengeluarkan mood dan feeling kita. Musik
ini juga menjadi perhatian media, mereka ditulis, dikritisi, dan didalami
perkembangannya. Melihat hubungannya, antara musik dengan industri, dan
konsumennya, itulah yang membentuk budaya musik populer.
Dewasa ini, seni musik memiliki bermacam-macam tingkatan. Dalam
tingkatan tersebut, terdapat tiga tingkatan yang Danesi kemukakan:
(1) Musik klasik, digubah dan dimainkan oleh kalangan profesional terlatih, yang
awalny ada di bawah lindungan kaum bangsawan dan lembaga religius.
(2) Musik tradisional, yang dimiliki bersama oleh seluruh populasi.
(3) Musik populer, dibawakan oleh kalangan profesional, disebarkan melalui
media elektronik (radio, televisi, album rekaman, film) dan dikonsumsi oleh
masyarakat luas. Namun, batasan antar strata ini tidak jelas, misalnya, melodi
dari wilayah musik klasik terkadang diambil oleh komunitas musik tradisional
dan pop, dan sebaliknya (Danesi, 2002:196).
Dalam sebuah lagu, musik digubah sebagai duplikasi irama teks verbal.
Dalam sebuah lagu instrumental, musik dibuat agar mengikuti pola ritmis dari
berbagai dimensi puitis.
Unit minimal dalam tatanan musik adalah nada — satu bunyi dengan
keseluruhan tinggi rendah nada yg dimungkinkan dalam suatu bahasa nada dan durasi
yang spesifik. Teks musikal disusun dengan cara mengombinasikan nada-nada
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
26
individual untuk membuat melodi dan harmoni, berdasarkan skema struktural dari
ketukan yang muncul secara teratur. Pembuat teks musik dengan tepat dikenal dengan
nama komposer. Pertunjukan musik didasarkan pada sebuah komposisi yang telah
disepakati, namun juga bisa mencakup inprovisasi, atau penciptaan musik baru
selama berlangsungnya pertunjukan. Improvisasi biasanya terjadi berdasarkan
struktur yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam beberapa konteks realitas sosial, musik memiliki peran yang tak
terpisahkan. Danesi mengemukakan bahwa musik sering dipergunakan untuk
mengiringi aktivitas lain. Secara universal musik dihubungkan dengan, misalnya,
tarian. Musik merupakan komponen utama dalam banyak jenis kebaktian religius,
ritual sekuler, dan teater. Di beberapa masyarakat, musik juga merupakan aktivitas
yang dilakukan semata-mata demi musik itu sendiri. Di masyarakat Barat, misalnya,
musik sering didengarkan saat konser, di radio, dan seterusnya (Danesi, 2002:197).
2.3.4 Musik Pop
Suka Hardjana (dalam Sobur, 2006:145) mengungkapkan ciri musik ini
merupakan musik orang kebanyakan (common people), komersial, hiburan, dan salah
satu bentuk dari pengaruh kebudayaan barat.
Oleh sebab itu, kini musik pop sudah masuk ke dalam struktur sosial karena
masyarakat mudah mencerna budaya dari musik pop ini. Masyarakat menganggap
musik pop merepresentasikan dari apa yang mereka alami dalam hidupnya.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
27
Zoest dalam Sobur (2006:146) mengemukakan bahwa musik pop barangkali
merupakan gejala paling penting zaman ini. Bila denotatanya terkandung dalam
musik pop, barangkali harus mencarinya dalam bidang-bidang perasaan dasar.
Perasaan dasar yang dimaksud meliputi perasaan duka, asmara, pesona cinta,
kesepian, rasa tidak dipahami, pengalaman hidup, dan sebagainya.
Apa yang dikatakan Van Zoest sebagai bidang perasaan dasar, dapat disimak
melalui tanda-tanda kesedihan lewat lagu pop Indonesia dari musisi Efek Rumah
Kaca yang berjudul Aku Kesepian.
Ku tak melihat kau membawa terang
Yang kau janjikan
Kau bawa bara berserak di halaman
Hingga kekeringan
Oh dimana terang yang kau janjikan
Aku kesepian
Dimana tenang yang kau janjikan
Aku kesepian
Dimana menang yang kau janjikan
Aku kesepian
Sepi...
Ku tak melihat kau membawa tenang
Yang kau janjikan
Kau bawa debu bertebar di beranda
Berair mata
Jika diperhatikan, kata-kata kesedihan yang disampaikan lewat lagu tersebut
merupakan ungkapan menyatakan perasaan kepada seseorang. Mendapat janji dari
seseorang akan menghadirkan kebahagiaan dalam hidup, namun tidak ada: “Ku tak
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
28
melihat kau membawa terang yang kau janjikan”. Harapan kedamaian hati dari
seseorang, lagi-lagi tidak sesuai yang dijanjikannya: “Di mana tenang yang kau
janjikan”. Perenungan puitis yang merepresentasikan tanda-tanda kesedihan telah
terangkat dalam lirik tersebut.
James Lull dalam Sobur (2006:147) mengemukakan bahwa musik merupakan
sebuah domain budaya pop di mana siapapun dapat dengan mudah menemukan
banyak contoh konkret tentang bagaimana kekuasaan budaya dijalankan.
Budaya musik pop sejatinya lebih cenderung untuk kalangan anak muda,
karena dianggap sebagai lahan yang menggiurkan bagi industri komersil. Stuart Hall
dan Paddy Whannel dalam Storey (2007:126) mengemukakan bahwa budaya musik
pop seperti berupa lagu, majalah, konser, festival, komik, film, dan sebagainya,
membantu memperlihatkan pemahaman akan identitas dikalangan kaum muda. Selain
itu ia menyimpulkan,
lagu-lagu pop merefleksikan kesulitan remaja dalam menghadapi kekusutan
persoalan emosional dan seksual. Lagu-lagu pop menyerukan kebutuhan untuk
menjalani hidup secara langsung dan intens. Lagu-lagu itu mengekspresikan
dorongan akan keamanan di dunia emosional yang tidak pasti dan berubah-ubah.
Fakta bahwa lagu-lagu itu diproduksi bagi pasar komersial berarti bahwa lagu
dan setting itu kekurangan autentisitas. Kendati demikian, lagu-lagu itu
mendramatisasi perasaan-perasaan autentik. Lagu-lagu itu mengekspresikann
dilema emosional remaja dengan gamblang.
Musik pop harus kuat dalam bahasa kata-kata dan tanda-tandanya, agar pesan
dalam setiap lagu dapat tersampaikan kepada khalayak. Griel Marcus dalam Storey
(2007:134) mengemukakan bahwa kata-kata adalah bunyi yang bisa kita rasakan
lebih dahulu sebelum menjadi pernyataan-pernyataan untuk dipahami..
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
29
Menurut Kurdi, musik pop dibedakan atas musik pop anak-anak dan musik
pop dewasa. Musik pop anak umumnya memiliki bentuk yang lebih sederhana dan
memiliki syair yang lebih pendek. Selain itu, komposisi musiknya tidak terlalu
kompleks dengan rentan nada yang tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Tema
syair musik pop anak-anak biasanya berkisar pada hal-hal yang mendidik, seperti
mencintai orangtua, Tuhan, Sekolah, dan Tanah Air (Kurdi, 2011:31).
Sebaliknya, musik pop dewasa umumnya lebih kompleks dengan alunan
melodinya lebih bebas dengan improvisasinya lebih banyak, namun ringan. Tema-
tema syairnya pun lebih bervariasi, dari kehidupan remaja, percintaan, sampai
masalah kritik sosial.
2.3.5 Musik Sebagai Komunikasi Massa
Menurut Joseph Turow dalam MEDIA TODAY: An Introduction To Mass
Communication (Turow, 2009:12), komunikasi massa memiliki kesamaan dengan
bentuk komunikasi lainnya, perbedaannya hanya terletak pada mediumnya.
Komunikasi massa memiliki ruang lingkup lebih luas dari bentuk komunikasi
lainnya. Contohnya secara sumber, jika dalam model komunikasi biasa, sumber
merupakan perorangan atau individu, dalam komunikasi massa, sumber bisa berupa
perusahaan atau kolektif yang kompleks (Turow, 2009:12).
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
30
Maka dari itu, menurut Turow (2009:17), komunikasi massa bisa
didefinisikan sebagai bentuk komunikasi yang telah terindustrialisasi secara produksi,
dan didistribusikan secara berkali-kali melalui perangkat berteknologi.
Dewasa ini, musik sudah menjadi sebuah media yang tak terpisahkan oleh
khalayak. Musik masuk sebagai media massa, karena dalam produksinya melibatkan
teknologi dan disebarkan secara berkala. Dan musik sendiri tak terpisahkan dengan
yang bernama lirik lagu.
Dalam hal ini musik dapat diartikan sebagai pesan yang penyampaian kepada
khalayaknya melalui lirik lagu. Lirik lagu termasuk ke dalam komunikasi massa
karena terdapat proses encoding dan decoding pesan. Seperti yang diungkapkan oleh
Osgood dan Schramm, bahwa semua partisipan atau “interpreter” berusaha
menciptakan makna dengan melakukan encoding dan decoding pesan (dalam Baran,
2012:6). Pencipta lirik atau “interpreter” memiliki pesan yang ingin disampaikan ke
dalam bentuk lirik melakukan encoding, yaitu mentransformasikan pesan tersebut ke
dalam sistem tanda dan simbol dengan cara menulis. Setelah pesan dalam lirik sudah
di-encoding berupa tulisan, maka selanjutnya pesan diinterpretasikan atau yang
disebut decoding. Tahap decoding ini terjadi dengan cara membaca atau
mendengarkan.
Dengan melihat apa yang telah peneliti ungkapkan, maka secara prosesnya
musik sebagai budaya populer juga masuk dalam ranah komunikasi massa.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
31
2.3.6 Representasi
Untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara lirik lagu dengan realitas,
konsep representasi sering digunakan. Kata representasi bisa diartikan sebagai sebuah
tanda untuk sesuatu atau seseorang. Selain itu, representasi juga bisa merujuk pada
suatu proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi lewat kata-kata,
bunyi, tulisan, citra, atau kombinasinya.
Namun ada beberapa pakar yang mendefinisikan tentang representasi. Fiske
mengatakan representasi merujuk pada proses bagaimana realitas disampaikan dalam
komunikasi melalui kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasi keseluruhannya (Fiske,
2004:282).
Menurut Danesi, representasi adalah proses dalam merekam ide, pengetahuan,
dan pesan melalui bentuk fisik. Hal tersebut bisa didefinisikan sebagai ilmu dalam
menggunakan tanda (gambar, musik, dll.) untuk dihubungkan, digambarkan, atau
direproduksi menjadi sesuatu yang bisa diterima, dirasakan, diimajinasikan, atau
dirasakan dalam bentuk fisik (Danesi, 2002:3).
Dalam semiotika, bentuk fisik akan selalu menjadi representasi, X yang
dikenal sebagai penanda, dan Y, yang dikenal sebagai petanda, adalah salah satu
makna yang bisa ditarik dari representasi (X=Y), atau yang sering disebut signifikansi
(Danesi, 2012:20).
Danesi menambahkan:
Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda
(gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan,
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
32
memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau
dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan kata lain, proses menaruh X dan Y
secara berbarengan itu sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan
yang mudah. Maksud dari pembuat-bentuk, konteks sejarah dan sosial saat
representasi dibuat, tujuan pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor
kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari
pelbagai tujuan utama semiotika adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut.
Sedangkan menurut Stuart Hall (Hall, 1997:18) dalam bukunya menyatakan,
representasi adalah sebuah proses di mana bahasa melakukan produksi dan
pertukaran makna. Hall menyebutkan dalam bukunya bahwa bahasa disebut sebagai
representational system.
Hall juga menyampaikan bahwa representasi melalui bahasa dalam bentuk
verbal, auditif maupun tekstual kita dapat mengungkapkan pikiran, konsepsi dan ide-
ide mengenai sesuatu (Hall, 1997:19).
Dalam bukunya (1997:19), Hall mengatakan bahwa proses representasi
berlangsung melalui dua tahapan atau proses, yaitu:
1. Representasi mental, yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala
masing-masing individu (peta konseptual) yang bersifat abstrak. Dalam
proses ini, manusia memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat
rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual yang
dimilikinya. Dengan kata lain, manusia berusaha memaknai dunia dengan
mengkonstruksi hal-hal yang berkaitan dengan peta konseptualnya (kognisi).
2. Representasi bahasa, proses di mana individu mengkonstruksi hal-hal terkait
dengan kognisinya melalui bahasa yang berfungsi merepresentasikan konsep-
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
33
konsep suatu hal. Maksudnya, dalam proses yang kedua ini, peta konseptual
yang abstrak itu dihubungkan dengan bahasa atau simbol yang berfungsi
merepresentasikan konsep-konsep kita tentang atau terhadap sesuatu,
misalnya isu sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
Representasi biasanya dipahami sebagai gambaran sesuatu yang akurat atau
realita yang terdistorsi. Secara sederhana, representasi bisa diartikan sebagai suatu
hal, kelompok, objek, atau individu yang membawa nama dan sifat dari suatu hal.
Lain halnya dengan pandangan representasi menurut Eriyanto. Ia menilai
istilah representasi menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan
atau pendapat tertentu ditampilkan. Maka dari itu, Eriyanto mempunyai anggapan
bahwa representasi penting dalam dua hal:
1. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan
sebagaimana mestinya. Kata semestinya mengacu pada apakah seseorang atau
kelompok itu diberitakan apa adanya, ataukah diburukkan. Penggambaran
yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung
memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Di sini hanya citra buruk
saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari
pemberitaan.
2. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat,
aksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang, kelompok, atau gagasan
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
34
tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak (Eriyanto,
2001:113).
Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana proses representasi ini bekerja
dalam teks lirik lagu. Dengan membedahnya melalui dua pandangan signifier
(penanda) dan signified (petanda) yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure.
Saussure sendiri menempatkan representasi sebagai suatu bentuk hubungan antara
penanda (signifier) dan petanda (signified) untuk mendapatkan realitas eksternal atau
makna. Jadi representasi menurut pisau bedah yang dikemukakan oleh Saussure
mengacu kepada bagaimana sebuah pesan itu dikonstruksikan ke dalam penanda
(signifier) dan membentuk sebuah petanda (signified).
2.3.7 Narkoba
Kini narkoba sudah menjadi istilah populer di masyarakat, namun masih
sedikit yang memahami arti narkoba. Narkoba singkatan dari Narkotika,
Psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya. Dalam arti luas narkoba adalah obat, bahan
atau zat. Bila zat ini masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara oral (melalui mulut)
atau dihirup maupun melalui alat suntik akan berpengaruh pada kerja otak atau
susunan saraf pusat.
Pengertian narkotika menurut Dirdjosisworo adalah zat yang bisa
menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
35
dengan memasukkannya ke dalam tubuh. Pengaruh tubuh tersebut berupa pembiusan,
hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau khayalan-khayalan
(Dirdjosisworo, 1987:3).
Dirdjosisworo lalu menambahkan, sifat tersebut diketahui dan ditemukan
dalam dunia medis bertujuan untuk dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan
manusia, seperti di bidang pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit
(Dirdjosisworo, 1987:3).
Dirdjosisworo menambahkan bahwa zat-zat narkotika diketahui memiliki
daya pecanduan yang bisa menimbulkan si pemakai bergantung hidupnya kepada
obat-obat narkotika itu. Hal tersebut dapat dihindarkan apabila pemakaiannya diatur
sesuai dosis yang dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan farmakologis
(1987:3).
Menurut Supramono (Supramono, 2001:154-161) mengenai penggolongan
narkotika disebutkan, bahwa narkotika digolongkan menjadi:
1) Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh golongan
narkotika ini: Ganja, heroin, kokain, morfin, opium.
2) Narkotika golongan II
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
36
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
Dikatakan sebagai pilihan terakhir untuk pengobatan, karena setelah
pilihan narkotika golongan III hanya tinggal pilihan narkotika golongan II.
Narkotika golongan I tidak dimungkinkan oleh undang-undang untuk
kepentingan pengobatan, karena narkotika dalam golongan ini tidak
digunakan untuk terapi dan mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Sehingga sangat berbahaya kalau
digunakan untuk pengobatan. Contoh narkotika golongan 2: petidindan
turunannya, benzetidin, betametadol
3) Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan
3: Kodein dan turunannya.
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan), daya toleran (penyesuaian), daya
habitual (kebiasaan) yang sangat kuat, sehingga menyebabkan pemakai narkotika
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
37
tidak dapat lepas dari pemakaiannya. Di bawah ini akan disampaikan berbagai jenis
narkotika. Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan ke dalam 3
golongan, yaitu narkotika alami, semisintesis, dan narkotika sintesis
(http://journal.ui.ac.id diunduh pada 28 September 2014).
1) Narkotika alami
Adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuh-
tumbuhan. Contohnya: Ganja merupakan tanaman perdu dengan daun yang
menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan berhalus. Cara
penyalahgunaan ganja ini dengan dikeringkan dan dicampur dengan
tembakau rokok atau dijadikan rokok lalu dibakar serta dihisap. Hasis
merupakan tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan
Eropa, proses pematangan dengan disuling sehingga berbentuk cair. Koka
adalah tanaman perdu mirip tanaman kopi. Koka ini kemudian diolah
menjadi kokain. Opium merupakan bunga dengan bentuk dan warna yang
indah. Dari getah bunga opium dihasilkan candu. Opium banyak tumbuh di
antara Burma, Kamboja dan Thailand, juga di daerah di antara Afganistan,
Irak, dan Pakistan (http://journal.ui.ac.id diunduh pada 28 september 2014).
2) Narkoba semisintesis
Adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat aktifnya agar
memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga bisa dimanfaatkan dalam dunia
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
38
kedokteran. Contohnya: Morfin, biasa dipakai dunia kedokteran untuk
menghilangkan rasa sakit atau pembiusan pada suatu operasi. Kodein,
dipakai untuk penghilang batuk. Heroin, tidak dapat dipakai dalam dunia
pengobatan karena daya adiktifnya yang sangat besar dan manfaatnya
secara medis belum ditemukan. Dalam perdangan gelap, heroin diberi
nama putaw. Bentuknya seperti tepung terigu: halus, putih dan agak kotor
(http://journal.ui.ac.id diunduh pada 28 September 2014).
3) Narkotika sintetis
Adalah narkotika palsu dibuat dari bahan kimia. Narkotika ini
digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita
ketergantungan narkoba (subtitusi). Contohnya: Petidin, untuk obat bius
lokal (http://journal.ui.ac.id diunduh pada 28 September 2014).
Dalam dunia medis narkotika sangat diperlukan untuk pembiusan dalam
menjalankan operasi pembedahan, karena salah satu kegunaan dari narkotika adalah
menghilangkan rasa sakit, sehingga dengan memberikan narkotika pada pasien, maka
dalam menjalankan operasi pembedahan si pasien tidak akan merasa sakit.
Menurut Dirdjosisworo, pada dasarnya narkotika ditujukan untuk kepentingan
manusia, khususnya untuk pengobatan (kesehatan) dan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. Kemudian ia menambahkan,
penggunaan narkotika dengan dosis yang diatur oleh dokter untuk
kepentingan pengobatan tidak membawa akibat pada tubuh manusia. Sebaliknya
apabila penggunaan narkotika tanpa pengawasan dokter dan apoteker
mengakibatkan kecanduan dan hidupnya tergantung pada zat-zat narkotika.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
39
Apabila keadaan ini tidak dicegah maka jenis narkotika yang digunakan akan
semakin kuat dan semakin besar pengaruhnya (Dirdjosisworo, 1985:2).
Dengan diketahuinya bahwa narkotika memiliki daya kecanduan, maka hal ini
tentunya sangat berbahaya bagi yang menggunakan narkotika di luar pengawasan
seorang dokter karena zat-zat yang terkandung dalam narkotika dapat menimbulkan
si pemakai bergantung hidupnya kepada obat-obat narkotika atau yang biasa disebut
ketergantungan.
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintesis yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.
Psikotropika merupakan obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan
jiwa (psyche) (http://www.g-excess.com diunduh pada 19 November 2014).
Psikotropika menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko ketergantungannya
terbagi dalam 4 golongan, yaitu:
1) Golongan 1
Ialah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, sampai
saat ini belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti
khasiatnya. Contohnya: MDMA, ekstasi, LSD dan STP.
2) Golongan 2
Yaitu psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya: amfetamin, metakualon,
metafetamin dan sebagainya.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
40
3) Golongan 3
Adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya: lumibal, buprenorsina dan
fleenitrazepam.
4) Golongan 4
Ialah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya: Nitrazepam (BK, dumolid,
mogadon) dan diazepam.
Bahan Adiktif merupakan zat atau bahan lain bukan narkotika dan
psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Biasanya ketergantungan seseorang terhadap bahan adiktif ini
merupakan pintu gerbang kemungkinan adiksi mereka terhadap narkotika dan
psikotropika. Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan adiktif
adalah:
1. Rokok - Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi
bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi
pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.
2. Kelompok alkohol dan minuman lain yang dapat menimbulkan hilangnya
kesadaran (memabukkan), dan menimbulkan ketagihan – karena
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
41
mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan
syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-
hari dalam kebudayaan tertentu.
3. Thinner dan zat-zat lain yang jika dihirup dapat memabukkan, seperti lem
kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin dan lain sebagainya
(http://www.bnn.go.id diunduh pada 19 November 2014).
2.3.8 Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba dan akibatnya baik yang membawa penderitaan
terhadap para pecandu maupun akibat-akibat sosialnya, telah lama menjadi problema
serius di berbagai negara yang akhir-akhir ini cenderung ke arah yang sangat
membahayakan; terutama karena serbuk, asap dan cairan narkotika mendapat tempat
di hati para pengguna di negara-negara yang telah maju maupun di negara-negara
sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia.
Pengertian penyalahgunaan menurut Poewadarminto, adalah menggunakan
kekuasaan dan sebagainya yang dilaksanakan tidak sebagaimana mestinya
(Poewadarminto, 1985:854). Dengan menyalahgunakan sesuatu baik itu kekuasaan
atau benda, seseorang ingin mendapatkan sesuatu yang menurut mereka dapat
menguntungkan mereka.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
42
Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan seseorang dapat diartikan sebagai
menggunakan narkoba tidak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini tentu saja di luar
pengawasan seorang dokter.
Pengertian penyalahgunaan narkoba yang dikemukakan oleh Dirdjosisworo,
adalah bentuk kejahatan berat yang sekaligus merupakan penyebab yang dapat
menimbulkan berbagai bentuk kejahatan (Dirdjosisworo, 1985:157).
Terjadinya penyalahgunaan narkoba di dalam masyarakat tentunya sangat
mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Pengaruh itu bisa berupa pengaruh terhadap
ketenangan dalam masyarakat, pengaruh terhadap timbulnya kejahatan dalam
masyarakat dan lain sebagainya.
2.3.9 Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah merupakan masalah yang serius
dan mengkhawatirkan yang harus dicarikan penyelesaiaannya. Sudah menjadi sebuah
fakta bahwa narkotika ada di sekeliling kita. Dari tahun ke tahun kasus yang terjadi
akibat penyalahgunaan narkotika terus meningkat. Dalam survei bersama Badan
Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
tahun 2008 lalu, penyalahgunaan narkoba di Indonesia menunjukkan tren meningkat
dan tidak ada tanda untuk mereda (http://journal.ui.ac.id diunduh pada 28 September
2014).
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
43
Di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahguna narkoba sekitar 3,1 juta
sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9% dari populasi penduduk berusia 10-59
tahun di tahun 2008. Diperkirakan tingkat penyalahgunaan narkoba akan semakin
marak dalam beberapa tahun ke depan. Hasil proyeksi memperkirakan angka
prevalensi penyalahguna narkoba akan meningkat sekitar 2,6% di tahun 2013
(www.bnn.go.id diunduh pada 28 September 2014).
Fakta tersebut didukung oleh adanya kecenderungan peningkatan angka sitaan
dan pengungkapan kasus narkoba. Data pengungkapan kasus di tahun 2006 sekitar
17.326 kasus, lalu meningkat menjadi 26.461 kasus di tahun 2010. Demikian pula
data sitaan narkoba untuk jenis utama yaitu ganja, shabu, ekstasi, dan heroin
(www.bnn.go.id diunduh pada 28 September 2014).
Plt. Deputi Hukum dan Kerjasama Badan Narkotika Nasional (BNN), Charles
Victor Sitorus menyebutkan, yang menjadi ironi adalah masih terbatasnya jumlah
korban penyalahgunaan narkoba yang mendapatkan layanan terapi dan rehabilitasi.
"Tercatat hanya sekitar 0,47 persen atau sekitar 18.000 orang dari angka 4 juta yang
dapat direhabilitasi. Kondisi tersebut disebabkan karena kurangnya jumlah tempat
rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba yang dimiliki oleh pemerintah maupun
swasta, disamping masyarakat belum punya budaya untuk melaksanakan rehabilitasi
secara sukarela," kata Charles (www.Tribunnews.com diunduh pada 28 September
2014).
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
44
Charles menambahkan, tuntutan yang dapat dikenakan kepada korban
penyalahgunaan narkoba adalah rehabilitasi. Dekriminalisasi tersebut sesuai dengan
amanat pasal 103 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
menyatakan bahwa pecandu narkoba wajib menjalani pengobatan, atau perawatan
melalui rehabilitasi dan masa menjalani rehabilitasi tersebut diperhitungkan sebagai
menjalani masa hukuman (www.Tribunnews.com diunduh pada 28 September 2014).
Dari gambaran di atas dapat kita lihat bahwa kurang adanya penegakan
hukum yang tegas dalam menangani kasus narkoba tersebut, sehingga sampai
sekarang masih banyak para pengguna dan pengedar narkoba yang berkeliaran dan
mereka tidak kapok-kapoknya untuk melakukan tindak pidana yang serupa setelah
keluar dari penjara nanti. Karena selama ini para pengguna narkoba yang diadili
hanya dikenakan pidana penjara saja. Padahal seharusnya mereka tidak dipenjara
melainkan direhabilitasikan. Hal ini bertujuan untuk memberi pembinaan dan
pengobatan kepada para pengguna narkoba agar para pengguna menjadi sembuh dari
kecanduannya, sehingga mereka tidak mengulangi kejahatannya yang sama lagi.
Tetapi kalau para pelaku tersebut dipidana, maka bukan tidak mungkin akan
membawa pengaruh atau dampak yang lebih buruk terhadap para pengguna narkoba
tersebut, dikarenakan di dalam penjara mereka dapat bertukar pengalaman tentang
kejahatannya. Dan tidak jarang pula bahwa di dalam penjara justru malah terjadi
transaksi narkoba.
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
45
Dengan semakin meningkatnya bahaya narkoba yang meluas keseluruh
pelosok dunia, maka timbul bermacam-macam cara pembinaan untuk penyembuhan
terhadap korban penyalahgunaan narkoba. Dalam hal ini adalah rehabilitasi.
Rehabilitasi dibedakan dua macam, yaitu meliputi:
1) Rehabilitasi Medis
Adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi Medis
pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan. Yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh
pemerintah, maupun oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan
melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat
diselenggarakan oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan
tradisional.
2) Rehabitasi Sosial
Adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara
fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Yang dimaksud
dengan bekas pecandu narkotika disini adalah orang yang telah sembuh dari
ketergantungan terhadap narkotika secara fisik dan psikis. Rehabilitasi sosial
bekas pecandu narkotika dapat dilakukan di lembaga rehabilitasi sosial yang
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
46
ditunjuk oleh Menteri Sosial. Yaitu lembaga rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat
(http://www.terapinarkoba.com/2013/05/pengertian-rehabilitasi-
narkoba.html diunduh pada 19 November 2014).
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015
47
2.4 Kerangka Penelitian
Lirik lagu Tubuhmu
Membiru Tragis dari
grup band Efek Rumah
Kaca
Tanda dan Makna
Tiap bait dalam Lirik
Lagu
Analisis Semiotika
Ferdinand De
Saussure
Representasi
penyalahgunaan narkoba
dalam lagu Tubuhmu
Membiru Tragis dari grup
Efek Rumah Kaca
Signifier
Signified
Representasi Penyalahgunaan..., Den Zito Willin, FIKOM UMN, 2015