18
LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMA I. ANATOMI FISIOLOGI A. Anatomi Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata - rata sekitar 1.500 gr atau 2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki dua lobus utama: 1. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. 2. Lobus kiri dibagi menjadi segmen segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar.

LP Hepatoma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hepatoma

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUANHEPATOMA

I. ANATOMI FISIOLOGIA. AnatomiHati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata - rata sekitar 1.500 gr atau 2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.

Hati memiliki dua lobus utama:1. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar.2. Lobus kiri dibagi menjadi segmen segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar.

Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diagfraghma. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau porta hepatis dipermukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang - cabang vena porta, arteria hepatica, dan saluran empedu.B. Fisiologi1. SirkulasiHati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta, dan dari aorta melalui arteria hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena cava inferior.2. Fungsi HatiHati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khusunya bertanggungjawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Hepar juga berhubungan dengan isi normal darah karena hepar membentuk sel darah merah pada masa hidup janin, sebagian hepar berperan dalam penghancuran sel darah merah. Hepar menyimpan kromatin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah merah baru, membuat sebagian besar dari protein plasma, membersihkan bilirubin dari darah dan berkenaan dengan prothrombin dan fibrinogen yang perlu untuk penggumpalan (Inayah, 2004).

II. KONSEP DASARA. PengertianKanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Pengertian hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan salah satu tumor yang menimbulkan stenosis.Karsinoma hepatoseluler(hepatocellular carcinoma atau HCC) merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel-sel hepatosit. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut karsinoma hepatoseluler, antara lain perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada kualitas hidup (Hussodo, 2009).

NOTINGKATANKETERANGAN

1.Stadium ITumor 1, Nodus 0, Metastais 0

2.Stadium IITumor 2, Nodus 0, Metastais 0

3.Stadium IIITumor 1, Nodus 1, Metastais 0Tumor 2, Nodus 1, Metastais 0Tumor 3, Nodus 0, Metastais 0Tumor 3, Nodus 1, Metastais 0

4.Stadium IV ATumor 4, Setiap Nodus, Metastais 0

5.Stadium IV BSetiap Tumor , Setiap Nodus, Metastais 1

Penentuan Stadium Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk hepatoma: Keterangan :1. T1 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang tanpa invasi vaskuler2. T2 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang dengan invasi vaskuler , atau tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler, atau tumor soliter dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler.3. T3 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler atau tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 2 cm dan dengan invasi vaskuler atau tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dan tidak ada satupun yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm, dengan atau tanpa invasi vaskuler.4. T4 : Tumor meliputi pada lebih dari satu lobus paru atau tumor tumor yang meliputi cabang utama vena porta atau vena hepatika.5. Nodus LimfatikusN0 : Tidak terdapat metastasis pada nodus limfatikus. N2 : Metastasis terjadi pada nodus limfatikus regional.6. Metastasis JauhM0 : Tidak terdapat metastasis jauh.M1 : Terdapat metastasis jauh.

B. EtiologiAda beberapa faktor berperan yang sebagai penyebab karsinoma hepatoseluler yaitu antara lain meliputi Alflatoksin, Infeksi virus hepatitis B, Infeksi virus hepatitis C, Sirosis Hati dan Alkohol. Sedangkan faktor resiko lain yang berperan menimbulkan HCC adalah penyakit hati autoimun, penyakit hati metabolik, zat -zat senyawa kimia (Singgih B, 2006). Hepatitis virus kronik merupakan faktor risiko timbulnya tumor hepatoma. Virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C . Virus hepatitis B atau C merupakan penyebab 88 % pasien terinfeksi hepatoma. Virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Karsinoma hepatoseluler seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik.Timbulnya Karsinoma Hepatoseluler (KHS) menurut Smeltzer (2001), Isselbacher (2000), PileMone (2000) disebabkan oleh:1. Infeksi kronik virus Hepatitis B (HBV).2. Infeksi kronis virus Hepatitis C (HCV).3. Kontak dengan racun kimia tertentu (mis: Vinil, klorida, arsen).4. Defisiensi 1 - antitripsin, hemokromasitis dan tirosinemia.5. Pemberian jangka panjang Steroid adrenogenik.Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat, baik secara epidermiologis kunis maupun eksperimental, sebagian besar wilayah yang hiperdermik, HBV menunjukkan angka kekerapan dalam hati pada sekitar separuh dari seluruh kasus kanker stadium lanjut. Tumor maligna pada akhirnya cenderung mencapai hati melalui system protal atau saluran limfatik, atau melalui perluasan langsung dari tumor abdominal.

C. PatofisiologiPerjalanan penyakit cepat, bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien meninggal dalam 3 sampai 6 bulan setelah diagnosis. Perjalanan klinis keganasan hati tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus dengan hanya terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi kronik ini sering menimbulkan sirosis, yang merupakan faktor resiko penting untuk karsinoma hepatoseluler. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu yang membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati), sehingga menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi portal.Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses metabolisme protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik dan peningkatan cairan atau penimbunan cairan didalam rongga peritoneum. Gangguan metabolisme protein yang mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen prothrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah sehingga dapat menimbulkan perdarahan.Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin, oleh karena nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.Peningkatan kadar billirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. (Smeltzer, 2003). Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menyebabkan penurunan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga glikogen dalam hepar berkurang, glikogenolisis menurun dan glukosa dalam darah berkurang akibatnya timbul keletihan. Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi, vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defisiensi zat besi dapat mengakibatkan keletihan, defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan, defisiensi vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi vitamin E berpengaruh pada integritas kulit. (Isselbacher, 2000; Smeltzer, 2002; Sjamsuhidajat, 2004; Carpenito, 1998).

D. ManifestasiManifestasi klinik menurut Smeltzer (2001), PileMone (2000) adalah:1. Gejala gangguan nutrisi: penurunan berat badan.2. Kehilangan kekuatan.3. Anoreksia dan anemia.4. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta permukaan yang teraba iregular pada palpasi.5. Ikterus hanya terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati.6. Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.7. Sering terdapat peningkatan kadar fosfatose alkali dan alfa lipoprotein (AFP) serum.Sebagian kecil pasien karsinoma hepatoseluler mungkin memperlihatkan tanda sindroma paraneoplastik dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas seperti eritropoetin yang dihasilkan oleh tumor, atau timbul hiperkalemia akibat sekresi hormon seperti paratiroid. Manifestasi lainnya adalah:1. Hiperkolesterolemia.2. Hipoglikemia.3. Porfiria4. Disfibrinogenemia.5. Kriofibrinogenemia

E. Pemeriksaan1. Laboratoriuma) Darah Lengkap : Hb/Ht dan sel darah merah (SDM) mungkin menurun karena perdarahan kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisit besi leukopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.b) Bilirubin serum : meningkat karena gangguan seluler, ketidak mampuan hati untuk menkonjugasi atau obstruksi bilier.c) AST (SGOT) / ALT (SGPT), LDH : meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.d) Alkali fosfatase : meningkat karena penurunan ekskresi.2. Biopsi jaringan hati.3. Radiologi :Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Thorak foto, Arteriography, MRI. Dan Laparoskopi

F. Penatalaksanaan1. Penatalaksanaan Non BedahTerapi ini hanya dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien dan memperbaiki kualitas hidupnya dengan cara mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman, namun efek utamanya masih bersifat paliatif. Penatalaksanaan non bedah ini seperti :a) Terapi Radiasib) Kemoterapi2. Penatalaksanaan Bedaha) Lobektomi hatib) Transplantasi hati

G. Komplikasi1. Pendarahan varises asoragus2. Koma hepatis3. Koma hipoglikemi4. Ruptar tumor5. Infeksi Sekunder6. Metastase ke organ lain terseing ke paru

III. ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian1. Identitasa) Usia : Biasanya menyerang dewasa dan orang tuab) Jenis kelamin : Kanker hati sering terjadi pada laki laki dari pada perumpuan.c) Pekerjaan : Dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas yang berlebihan2. Riwayat kesehatana) Keluhan utama : Keluhan pasien pada waktu dikaji.b) Riwayat penyakit dahulu : Pasien dahulu pernah menderita penyakit apa dan bagaimana pengobatanya.c) Riwayat penyakit sekarang3. Perubahan pola fungsi a) Aktivitas : Klien akan mengalami kelelahan , kelemahan, malaiseb) Sirkulasi : Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, akterik pada sclera, kulit dan membran mukosa.c) Eliminasi: Warna urin gelap ( seperti teh ), diare feses warna tanah liat.d) Makanan dan cairan : Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan muntah, terjadi peningkatan edema, asites.e) Neurosensori : Peka terhadap rangsangan, cenderung tidur, asteriksisf) Nyeri / Kenyamanan : Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, mialgia, sakit kepala, gatal gatal.g) Keamanan : Urtikaria, demam, eritema, splenomegali, pembesaran nodus servikal posteriorh) Seksualitas : Perilaku homoseksual aktif atau biseksual pada wanita dapat meningkatkan faktor resiko.

B. Diagnosa dan Intervensi1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar dan bendungan vena porta.a) Kriteria HasilMenunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya).b) Intervensi dan Rasional.1) Observasi tanda-tanda vitalRasional : Deteksi dini adanya kelainan2) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri.Rasional : Melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.3) Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri.Rasional : klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang atau tidak terdapat penjelasan).4) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik distraksi5) Rasional : Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif6) Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan peristaltic (reflek visceral), empedu tertahan, ditandai dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.a) Kriteria HasilMenunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.b) Intervensi dan Rasional1) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan.Rasional : akumulasi Prtikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang akan menurunkan nafsu jika tidak dibersihkan.2) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.Rasional: menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.3) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak.Rasional: glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap atau dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.a) Kriteria Hasil :Mengembangkan pola aktivitas atau istirahat konsisten dengan keterbatasan fisiologis.b) Intervensi dan rasional1) Ajarkan orang terdekat untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas.Rasional: dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan 2) Pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung / pernapasan.Rasional : Teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan dan reaksi terhadap aturan terapeutik.3) Beri oksigen sesuai indikasiRasional : Adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan.4) Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi.Rasional : suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangan membantu untuk bersantai dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru-paru untuk melakukan ekspansi optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpernito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta.2. Soeparman, Sarwono Maspadji 1990. Ilmu Penyakit Dalam II Jakarta : Balai Penerbit FKUI3. Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta4. Sylvia. 2002. Patofisiologi Proses Penyakit. Vol.2 . EGC : Jakarta5. Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Vol.2. Edisi 8. EGC : Jakarta