39
Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 1

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Membicarakan tentang kematian kepada orang yang sudah lanjut usia biasanya menjadi pantangan. Ah, nyatanya tidak demikian bagi Si Encim yang sudah

Embed Size (px)

Citation preview

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 1

Lepas:Arti Pernikahan

Q-tA dan Gunsa:Parkir Halaman Depan Gunsa

Profil : Sekapur Sirih Bersama Kelker Media

Celah Buku:Mengenali dan MengalahkanBerhala Dalam Hati Anda

Rubrik Muda:Pelayanan

Profil:Tim Penghiburan Persekutuan Doa Pagi GKI Gunsa

Foto-foto Kegiatan

KKS

Sebaris Kata dari Redaksi

Surat Gembala:Tiga Hal Dalam Melayani Tuhan

Suara Pembaca:Tulisan Dalam Majalah Gunsa

Fokus I:Seorang Kristen, Seorang Pelayan?

Fokus III:Konflik Yang Membangun dan Membuat Kita Bertumbuh

Obrolan Si Encim dan Aku:Kehidupan Kekal

Konsultasi Teologi:Ziarah ke “Tanah Suci”

Konsultasi Kesehatan:Asam Lambung dan Maag

Konsultasi Bisnis:Menyambut MasyarakatEkonomi ASEAN

2 Majalah Gunsa edisi 87/XXXI/2014

Sebaris Kata dari Redaksi

Diterbitkan oleh: Majelis Jemaat GKI Gunung Sahari Pengarah Redaksi: Pdt. Royandi Tanudjaya, Pnt. Budisantoso Kurniadi, Pnt. Budiyono Tirtajaya Muwarman, Pnt. Irwanto Hartono, Pnt. Magdalena Lesmana, Rachmayanto Surjadi Pimpinan Redaksi: Rudy Umar Redaksi: Imanuella Sahertian, Raynard Tantra, Rudy Umar, Yulia Editor: Rudy Umar, Yulia Kontributor: Pdt. Imanuel Kristo, Pdt. Royandi Tanudjaya, Pdt. Suta Prawira, dr. Mira Winarta, M.S., Sp. Ok., Ir. Robert Robianto, Winanto Wiryomartani S.H., M.Hum., Bea Kurniawan, Jonathan S. Hanantha Tata Letak: Heru Setiawan Alamat Redaksi: Jl. Gunung Sahari IV/8, Jakarta 10610 E-mail: [email protected]

Redaksi menerima tulisan, gambar, dan foto yang disertai dengan data lengkap pengirim. Tulisan tersebut dapat dimuat, ditolak, atau ditunda pemuatannya berdasarkan wewenang redaksi.

d A F T A R I S I

245

2362

28

31

64

39

67

446

7

851

74

42

69

Fokus II: Gereja yang Melayani

Konsultasi Keluarga: Nikah Beda Agama, “OK” atau “No Way?”

Inspirasi : Perbuatan Baik

Kesaksian: Tuhan Akan Memberikan Apa yang Kita Butuhkan

Liputan : Besar Setia Tuhan

Parenting : Senyum Sehat Seorang Anak

16

49

34

47

5854

Panggilan melayani adalah panggilan Tuhan kepada setiap orang percaya. Meskipun pelayanan di dalam gereja sebagai institusi amat dibutuhkan, namun pelayanan itu tidak boleh dibatasi hanya sampai di sana saja.

Pelayanan adalah wujud dari ungkapan syukur kita kepada Tuhan atas keselamatan yang telah Ia anugerahkan kepada kita, dan perlu kita wujudkan pula dalam hidup keseharian kita baik dalam rumahtangga maupun dalam pekerjaan.

Tulisan dari Pdt. Royandi Tanudjaya dan Pdt. Handi Hadiwitanto hendak mengajak kita semua menghayati kembali makna pelayanan tersebut agar kita tidak berhenti kepada karya keselamatan yang telah kita terima saja tetapi kita juga melanjutkannya dengan karya yang dapat dirasakan dan dialami oleh orang lain, agar nama Tuhan senantiasa dimuliakan. Psikolog Davy Ihsan A. Adisurja dam Hanna Iskandar Adisurja, melengkapi pula dengan tips-tips praktis dalam menangani konflik dengan rekan sepelayanan.

Beberapa topik menarik juga tampil dalam Rubrik Konsultasi kali ini. Bagi Anda yang punya rencana melakukan perjalanan ke “Tanah Suci”, penjelasan Pdt. Suta Prawira akan memperkaya perjalanan Anda. Pdt. Royandi memberikan peringatan sekaligus pencerahan bagi kita yang sedang terlibat dalam pergumulan pasangan yang tidak seiman. Bpk. Robert Robianto mengajak kita melihat tantangan sekaligus peluang dalam iklim usaha di tahun-tahun mendatang, agar kita mampu menyiapkan diri lebih baik lagi menyongsong persaingan yang semakin terbuka.

Membicarakan tentang kematian kepada orang yang sudah lanjut usia biasanya menjadi pantangan. Ah, nyatanya tidak demikian bagi Si Encim yang sudah sepuh itu. Justru dalam obrolannya, ia mengingatkan perlunya kematian itu dipersiapkan dengan baik. Nah, lho?

Selamat membaca! Selamat melayani!

Redaksi

4 55Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

S u R A T G E M B A l A

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

Sebagai orang Kristen kata melayani bukan hal yang baru diucapkan atau diperdengarkan

sebab banyak dari kita menyebutnya sebagai panggilan hidup orang percaya. Akan tetapi menghayati pelayanan dan menerapkan konsep melayani Tuhan dalam hidup sesungguhnya tidak banyak orang percaya benar-benar menyadari dan menghidupinya. Melalui Kolose 3:24 kita mencoba untuk mengetahui apa dan bagaimanakah panggilan hidup melayani Tuhan tersebut dinyatakan.

1. Mengenal Sang Tuan

Sebagai seorang hamba adalah penting mengetahui siapa tuan atas dirinya. Tuan adalah pemilik kehidupan bagi seorang hamba. Keberadaan tuan memberikan arahan tentang segala yang harus diperbuat dalam hidupnya. Tuan memberikan perintah apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sehingga keberadaan hamba menjadi bermakna.

Dalam suratnya, Rasul Paulus menyadarkan jemaat Kolose bahwa mereka tidak memiliki diri mereka, tetapi Kristus yang telah menebus mereka dari dosa kini menjadi Tuan atas diri mereka. Dengan demikian bukan dosa atau keinginan yang menjadi tuan bagi orang percaya akan tetapi Kristus adalah Tuan atas diri mereka.

2. Melakukan pekerjaan Allah

Mengabdi adalah panggilan hidup seorang hamba. Dalam pengabdiannya, seorang hamba tidak memakai hidupnya untuk tujuan lain selain melakukan apa yang diperintahkan sang tuan. Karena itu, bagi seorang hamba keberhasilan tuannya adalah tujuan keberadaannya.

Kristus yang adalah Tuan bagi kita ternyata memiliki tujuan menghadirkan damai sejahtera dalam kehidupan umat manusia dan kita sebagai hamba-hamba-Nya tidak punya pilihan hidup yang lain, selain melakukan hal yang sama. Kita hadir untuk mengerjakan pekerjaan yang mengakibatkan terwujudnya damai sejahtera dalam kehidupan seperti yang Kristus kehendaki.

3. Melakukan dengan kesungguhan

Asal Bapak Senang (ABS) merupakan ungkapan yang akrab di telinga kita. Dalam ungkapan ini, nampak jelas bahwa perasaan tidak ingin mengecewakan hati si bos merupakan tujuan para bawahan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti sang bawahan benar-benar peduli pada pimpinan mereka karena sebenarnya banyak dari yang mereka lakukan semuanya itu untuk diri mereka pribadi. Mereka menganggap suasana hati si

4

Tiga Hal Dalam

Melayani Tuhan

(Refleksi atas Kolose 3 : 24)

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/20146 76

bos akan menentukan banyak atau sedikitnya rejeki yang akan mereka bawa pulang.

Hal itulah yang kemudian membuat banyak pekerjaan dilakukan asal-asalan walau dibuat seolah-olah baik di permukaan. Sebab yang menjadi tujuan mereka adalah sebatas perasaan senang si bos dan bukan hasil pekerjaan yang terbaik. Hal itulah yang diingatkan oleh Rasul Paulus pada hamba-hamba yang menjadi bagian dari jemaat Kolose. Perkataan Rasul Paulus memerintahkan mereka untuk melakukan pekerjaan dengan penuh kesungguhan. Sebab yang menjadi tuan mereka bukanlah manusia tetapi Kristus Tuhan yang Maha Tahu. Karena itu maka tidak ada hamba yang boleh bekerja asal-asalan sebab sang Tuan mengetahui dengan jelas apa yang tengah mereka lakukan.

Tentu saja perkataan Rasul Paulus tidak hanya berlaku bagi para hamba di jemaat Kolose semata-mata tetapi juga bagi kita semua saat ini. Kristus telah menebus kita dari kuasa maut sehingga kini kita menjadi milik-Nya. Kita diajak untuk menyadari bahwa loyalitas diri tidak sepatutnya diberikan pada pihak lain. Sebab bukan perusahan di mana Saudara bekerja yang memberi rejeki tiap hari tetapi Tuhanlah yang mencukupkan segala kebutuhan kita. Dengan tegas diingatkan kembali bahwa kita adalah hamba-hamba

Kristus yang ditempatkan dalam berbagai bidang kehidupan dengan tujuan yang sama yaitu mengabdikan diri kita untuk menghadirkan damai sejahtera seperti yang telah dilakukan Kristus sebagai tujuan kehadiran-Nya. Untuk itu layanilah Tuhan dengan sungguh sebab Ia mengetahui hati dan perbuatan kita. Mari mengabdi dengan sepenuh hati lewat melakukan segala suatu yang menghadirkan damai sejahtera dalam kehidupan sehari-hari.

Tuhan memberkati pengabdian dan pelayanan para hamba-Nya. Amin.

Pdt. Merry R. Malau

SuARA PEMBACA

“Kamu tahu,

bahwa dari Tuhanlah kamu

akan menerima bagian

yang ditentukan bagimu

sebagai upah.

Kristus adalah tuan

dan kamu hamba-Nya.”

(Kolose 3:24)

Redaksi yang terkasih,

Saya adalah pembaca setia Majalah Gunsa. Bagi saya, tulisan-tulisan yang ada dalam Majalah

Gunsa terutama rubrik fokus, isinya bagus begitu pula dengan pesan yang ingin disampaikan. Namun saya sering mengalami kesulitan untuk memahami isi tulisan tersebut karena bobotnya berat. Apakah bisa jika redaksi membuat bobot tulisan-tulisan yang ada tersebut tidak terlalu berat sehingga lebih mudah dipahami. Selain itu juga mengingat bahwa pembaca Majalah Gunsa begitu bervariasi dan tidak semua mempunyai kemampuan

TULISAN DALAM MAJALAH GUNSA

untuk membaca tulisan yang berbobot berat. Mungkin ini berasal dari tema Majalah Gunsa yang cenderung berat. Demikian pendapat dan usulan saya. Terima kasih. Maju terus dan tetap menjadi berkat.

Yosia,

Tangerang 14443

Sdr. Yosia yang terkasih,

Terima kasih untuk pendapat dan usulan Saudara. Dalam penyusuan tema Majalah Gunsa, kami mengusahakan agar tema Majalah Gunsa selalu up date sesuai dengan perkembangan yang ada. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam beberapa kesempatan, terutama untuk rubrik fokus, tulisan-tulisan yang ditampilkan memang bobotnya agak berat dan tidak semua penulis mempunyai kemampuan untuk menerjemahkan tema yang diberikan oleh redaksi menjadi tulisan yang ringan dan mudah dipahami oleh pembacanya. Kami akan mencoba untuk merealisasikan usulan Saudara tersebut. Terima kasih dan kiranya Tuhan memberkati kehidupan dan pelayanan Saudara.

8 9Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

F O K u S I

Sekian tahun yang lalu, seorang pemuda Kristen dalam waktu yang relatif singkat berhasil

menjadi seorang CEO (Chief Execuitve Officer) atau Direktur Utama dari suatu perusahaan besar ternama di Indonesia. Beberapa tahun kemudian, sebuah majalah bisnis di Indonesia menobatkan dirinya sebagai salah seorang dari 100 CEO muda yang sukses di Indonesia. Kesibukan kerjanya luar biasa. Tapi, di tengah-tengah kesibukannya itu, banyak orang heran, karena ia dan keluarganya selalu menyempatkan diri untuk berkebaktian bersama di gereja setiap hari Minggu. Bahkan, orang lebih heran lagi, ketika tahu bahwa CEO muda Kristen itu ternyata juga masih mengajar anak-anak Sekolah Minggu (SM). Bersama anak-anak SM, ia menyanyi, berbicara, bercerita, berteriak-teriak, dan kadang berjingkrakan. Tapi, untuk itu, ia harus mengatur waktunya yang begitu sibuk itu sedemikian rupa, sehingga sesibuk apa pun pekerjaannya selalu masih ada waktu buat keluarga, buat Tuhan, dan buat pelayanan. Tanpa kerja keras mengatur waktunya, kesibukan kerjanya nyaris tak menyisakan lagi waktu untuk keluarga, Tuhan, dan pelayanan yang secara duniawi memang tak memberi penghasilan tambahan apa-apa.

Sekian tahun yang lalu juga ada seorang bapak Kristen yang hidupnya berkecukupan, dipanggil Tuhan melalui gerejanya untuk menjadi seorang penatua. Ia tampak kaget, sebab ia tidak pernah menyangka, apalagi

mengharapkan. Dalam kekagetannya, ia minta waktu selama seminggu untuk menggumuli terlebih dahulu. “Sebab”, katanya, “kalaupun saya mau menjadi seorang penatua, saya nggak mau mengedarkan kantong persembahan seperti yang biasa dilakukan oleh para penatua pada setiap kebaktian Minggu! Saya bener-bener nggak biasa dan nggak bisa berbuat demikian! Sepertinya harga diri saya turun sampai ke taraf yang sama dengan seorang peminta-minta, alias seorang pengemis!” Sayang, permintaannnya itu tidak bisa dipenuhi oleh gereja. Sekali ia menerima panggilan Tuhan lewat gerejanya untuk melayani sebagai seorang penatua, maka seperti setiap penatua lainnya, ia pun harus mau melayani persembahan syukur jemaat. Ia harus mau ikut mengedarkan kantong persembahan dalam kebaktian setiap Minggu. Setelah lewat seminggu, ternyata ia menerima panggilan itu. Ia mau menjadi seorang penatua, dan menjalankan setiap tugas pelayanannya, termasuk mengedarkan kantong persembahan, biarpun buat (harga) dirinya, hal itu sungguh-sungguh teramat berat dan sulit. Karena itu, siapapun yang paham pergumulan hatinya, akan terharu hatinya, setiap kali melihat ia melayani jemaat dengan mengedarkan kantong persembahan dalam kebaktian Minggu.

Dua pengalaman tersebut kiranya cukuplah untuk menunjukkan, bahwa melayani, atau menjadi seorang pelayan Kristen dalam jabatan apa pun (CEO, guru Sekolah Minggu,

SEORANG KRISTEN,

SEORANG PELAYAN?

Melayani

atau menjadi seorang pelayan itu

tidak pernah mudah!

Beberapa pengalaman berikut ini

kiranya dapat menunjukkan kebenaran

pernyataan tersebut.

10 11Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

penatua, dlsb) memang nyatanya tidak pernah mudah, sebab selalu ada pengorbanan (waktu, tenaga, pikiran, perasaan, harga diri, bahkan kadang uang atau kesehatan). Tapi, bisakah seorang Kristen menghindarkan dirinya dari pelayanan? Jawabannya, secara tegas, TIDAK BISA! Sebab, kepada setiap orang Kristen atau yang percaya kepada-Nya, Yesus mengatakan, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh. 13:15). Lalu, apa teladan-Nya yang kita harus ikuti dan perbuat? Ini, kata-Nya lagi, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, … sama seperti (Aku) Anak Manusia datang, bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:26-28). Karena itu, sekalipun tidak pernah mudah, oleh dan di tengah sesamanya, setiap orang Kristen harus mau dilihat, dialami, dan dirasakan hidup, bertutur-kata dan berkarya sebagai pelayan. Jika tidak ia tak pernah sungguh-sungguh menjadi seorang Kristen sama sekali dalam hidupnya di hadapan Tuhan.

Apa sih melayani atau menjadi pelayan itu? 1

Kita berupaya untuk memahami dari penelusuran asal katanya, khususnya dalam Alkitab Perjanjian Baru (PB). Dalam PB, yang aslinya ditulis dalam bahasa Yunani, untuk kata “melayani” dipakai empat kata, yaitu diakoneo, douleo, latreuo, dan leitourgeo.

Kata diakoneo berarti melayani makanan dan minuman di meja seorang majikan atau tamu. Orang yang melayaninya disebut diakonos (Mat. 20:26; 23:11), sedang pekerjaannya disebut diakonia (Luk. 17:8).

Yesus memberi arti baru pada kata diakoneo itu, yaitu melayani orang yang lebih rendah kedudukannya, ketika Ia berkata, “Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk

makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Luk. 22:27).

Di bagian lain dalam PB, kata diakoneo juga dipakai dalam arti menggunakan karunia yang ada pada kita untuk kepentingan dan kebaikan orang lain (1 Pet. 4:10, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah”).

Kata douleo berarti melayani sebagai seorang doulos, seorang hamba atau budak. Orang Kristen sendiri adalah orang yang telah dibebaskan dari douleia, perbudakan daging atau kuasa dosa (Rom. 8:15), dan perbudakan Iblis atau maut (Ibr. 2:15). Oleh korban

Kristus, orang Kristen telah dibeli dan harganya telah dibayar dari perbudakan itu, sehingga selanjutnya orang Kristen dipanggil untuk menjadi hamba atau budak Tuhan (1 Kor. 7:22-23).

Sebagai hamba atau budak-Nya, Rasul Paulus mengajak orang Kristen untuk memberikan yang terbaik dalam pelayanan kepada siapa pun, seperti kepada Tuan atau Tuhan-nya (Efs. 6:7, “dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia”). Seorang hamba atau budak juga hanya punya satu tuan (Mat. 6:24). Demikian juga seharusnya seorang Kristen hanya mengabdi atau taat kepada satu Tuhan.

Yesus sendiri rela menjadi seorang hamba atau budak bagi sesama manusia, sekalipun sesungguhnya Ia serupa dengan Allah (Fil. 2:5-7, “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, … telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba”). Demikian pula seharusnya orang Kristen satu sama lain, dan terhadap sesamanya.

Kata latreuo berarti melayani untuk mendapat latron, atau upah. Kata bendanya, latreia berarti pelayanan atau penyembahan atau ibadah kepada ilah atau Allah. Kata ini dipakai untuk

1) Andar Ismail, “Selamat Melayani”, Cet. 22, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2014, hal 1-4; Barclay M. Newman Jr, “A Concise Greek-English Dictionary of the New Testament”, London: United Bible Society, 1971; Joseph Henry Thayer, “The New Thayer’s Greek English Lexicon ot the New Testament”, Christian Copyrights, 1981; Robert Young, “Analytical Concordance to the Bible”, Grand Rapid: Eerdmans, 1980.

Seorang hamba atau budak juga

hanya punya satu tuan (Mat. 6:24).

demikian juga seharusnya

seorang Kristen hanya mengabdi atau taat kepada satu Tuhan.

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 13Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201412

ibadah kepada Tuhan, misalnya dalam Mat. 4:10, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti”, dan dalam Kis. 7:7, “mereka (bangsa Israel) akan keluar dari situ (Mesir) dan beribadah kepada-Ku di tempat ini.” Juga dipakai untuk persembahan hidup seutuhnya dalam Rom. 12:2, “mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadah-mu yang sejati”.

Akhirnya, kata leitourgeo yang berarti melayani untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan diri sendiri. Kepentingan sendiri tak jarang malah dikorbankan untuk kepentingan orang lain. Orang yang melakukannya disebut leiturgos, dan pelayanannya disebut leitourgia, dari kata itulah kata liturgi atau tata kebaktian itu berasal. Kata ini dipakai untuk persembahan uang dalam 2 Kor. 9:12 (“Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini … melimpahkan ucapan syukur kepada Allah”) dan dipakai untuk persembahan hidup dalam Fil. 2:30 (“ia [Epafroditus] mempertaruhkan jiwanya untuk memenuhi apa yang masih kurang dalam pelayanan-mu kepadaku”).

Lewat penelusuran pemakaian keempat kata tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa melayani atau menjadi seorang pelayan itu sama dengan (orang yang) rela dan suka hati memakai seluruh hidupnya supaya berarti bagi Tuhan atau

sesama dengan berbuat kebaikan bagi kepentingan sesama lebih daripada bagi kepentingan diri sendiri.

Apakah syarat utama untuk melayani atau menjadi seorang pelayan?

Siapapun dapat melayani atau menjadi seorang pelayanan, jika ia dapat memenuhi syarat utama berikut ini.

Syarat pertama, melayani atau menjadi seorang pelayan itu harus berasal dari hati yang mengasihi Tuhan.

Biasanya dorongan untuk mengasihi Tuhanpun bersumber dari satu atau lebih pengalaman di mana seseorang itu sungguh-sungguh dapat merasakan kasih Tuhan dalam hidupnya. Kasih Tuhan itu begitu menyentuh hatinya, sehingga pengalaman itu kemudian membangkitkan di dalam dirinya suatu keinginan yang kuat untuk mengasihi Tuhan, seperti Tuhan telah mengasihi dirinya.

Jadi, sesungguhnya melayani atau pelayanan itu adalah bagian dari kasih kepada Tuhan yang dinyatakan atau dibagikan kepada sesama. Tanpa kasih Tuhan yang terlebih dahulu dialami atau dirasakan sesungguhnya nyaris mustahil seseorang dapat menyatakan atau membagikan kasih itu dalam perbuatan melayani sesama.

Di samping itu, Allah ingin kita mengasihi-Nya, seperti Dia telah mengasihi kita, lebih daripada kita

melayani-Nya. Sebab, melayani-Nya belum tentu sekaligus mengasihi-Nya. Tapi, jika mengasihi-Nya, kita tidak mungkin tanpa sekaligus melayani-Nya!

Allah adalah kasih. Itulah sebabnya, Ia hanya berkenan kepada kasih, dan hanya dapat dipuaskan juga oleh kasih. Pelayanan yang sehebat apa pun, bila di dalam hati orang yang melakukannya tidak ada kasih, Allah sama sekali tidak berkenan, apalagi merasa senang.

Kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus mengingatkan hal itu, lewat perkataannya, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat … mempunyai karunia untuk bernubuat … membagi-bagikan segala sesuatu … bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku” (1 Kor. 13:1-3).

Syarat kedua, melayani atau menjadi pelayan itu harus dengan pengosongan atau penyangkalan diri.

Begitulah Yesus sendiri telah menjadi teladan utama dari pengosongan diri. Seperti kata Rasul Paulus, “Kristus Yesus … walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Fil. 2:5-7).

Artinya? Jika Yesus mempertahankan keserupaan-Nya dengan Allah, dan tidak mau menjadi manusia, apalagi menjadi seorang doulos, seorang pelayan atau hamba atau budak bagi umat manusia di dunia, maka tidak mungkin Ia mau lahir dan hadir sebagai manusia di tengah dunia ini, apalagi mau mati bagi segala dosa kita, dan bangkit bagi masa depan kita yang penuh harapan.

Karena itulah, Rasul Pauluspun ketika berkata, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Fil. 2:5), ia memanggil kita sebagai pengikut-Nya untuk bersedia menyangkal diri dan menjadi pelayan-Nya dan sesama dan menaruh pikiran dan perasaan dari seorang yang mau dan rela menyangkal diri.

Hal ini sesuai dengan panggilan Yesus juga kepada setiap orang yang mau menjadi pengikut-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24).

Seorang eksekutif muda yang sukses dan seorang bapak Kristen yang berkecukupan, seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, pun sama. Tanpa pengosongan atau penyangkalan dirinya sebagai eksekutif muda yang sukses, ia tak mungkin mau melayani sebagai seorang guru SM. Begitu

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201414 15

juga, sebagai seorang yang hidup berkecukupan, bapak Kristen itu tak mungkin mau untuk melayani jemaat dengan, antara lain, ikut mengedarkan kantong persembahan pada setiap kebaktian Minggu.

Syarat ketiga, melayani dan menjadi seorang pelayan itu harus mengandalkan kekuatan yang dari Tuhan.

Rasul Paulus mengingatkan kita, bahwa selama hidup di dunia kita masih hidup dalam “daging”, atau “pengaruh kuasa dosa” (Rom. 7:14, “aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa”).

Ke”daging”an, atau pengaruh kuasa dosa itulah yang seringkali masih dapat menggagalkan segala upaya kita untuk melayani Tuhan dan sesama, dalam penyangkalan diri. Sebab, seperti kata Rasul Paulus lagi, “bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat … Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku” (Rom. 7:14,16).

Karena itu, untuk melayani atau menjadi seorang pelayan, adalah merupakan suatu kewajiban dan keharusan bagi kita untuk memelihara

2) Henri J.M. Neuwen, “Pelayanan Yang Kreatif”, Cet. 2, Yogyakarta: Kanisius, 1987, hal 134.

persekutuan dengan Tuhan, supaya selalu beroleh kekuatan baru daripada-Nya. Yesus sendiri melakukan dan mengajarkan, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mat. 26:41).

Sebagai manusia Yesus sendiri dapat saja jatuh ke dalam pelbagai pencobaan yang berasal dari kelemahan daging, dan bisa juga tidak taat kepada kehendak Allah Bapa-Nya. Sebab, sebagai manusia dalam daging, Ia pun tak pernah luput dari pengaruh kuasa dosa.

Tapi, dengan kuasa Roh melalui firman-Nya dan doa, Yesus menggenapi apa yang Rasul Paulus katakan, “hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Gal. 5:16). Oleh pertolongan kuasa Roh, Yesus berhasil mengalahkan segala pencobaan daging-Nya (Mat. 4:1-10; 26:39,42,44). Ia juga berhasil melayani dan menjadi seorang pelayan bagi Allah dan sesamanya sampai akhir hidup-Nya (Yoh. 13:1b,14-15).

Setiap orang Kristen adalah seorang pelayan

Dalam hal keduniawian, seorang murid dan seorang pelayan selalu bisa saja pada akhirnya melebihi hidup guru

dan tuannya. Tetapi tidak demikian halnya dalam kerohanian! Karena Yesus adalah Guru sejati dan Tuhan (Tuan di atas segala tuan), maka benarlah perkataan-Nya, “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba daripada tuannya” (Mat. 10:24; bd Yoh. 13:16).

Kita tidak mungkin melebihi Yesus yang kita percaya dan ikuti. Kita hanya bisa menjadi sama dan tidak lebih daripada-Nya. Karena sepanjang hidup-Nya, Yesus adalah seorang pelayan Tuhan dan manusia, begitulah juga seharusnya kita sebagai orang Kristen.

Benarlah kata Henri J.M. Neuwen, “Pelayanan sama sekali bukanlah suatu hak istimewa. Sebaliknya, pelayanan adalah inti kehidupan Kristen. Tidak seorangpun dapat disebut Kristen, kalau dia bukan seorang pelayan”.2

Ya, sesungguhnya kita hanya punya salah satu dari dua pilihan: Menjadi seorang Kristen dan sekaligus seorang pelayan, atau tidak menjadi seorang pelayan dan – karena itu! – tidak pernah menjadi seorang Kristen? Semoga kita tidak salah memilih! (Pdt. Royandi Tanudjaya)

Setiap orang Kristen

adalah seorang pelayan

16 17Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

F O K u S I I

Pendahuluan

Anderson (2001: 114ff) seorang teolog praktis dari Fuller Theological Seminary di Amerika Serikat memberikan terminologi yang menarik tentang gereja. Menurutnya gereja adalah sebuah komunitas inkarnasi Yesus. Mungkin kita lebih biasa dengan terminologi Yesus sebagai wujud inkarnasi Allah. Lalu apa artinya gereja sebagai komunitas inkarnasi Yesus ini? Anderson memberikan penekanan bahwa dalam kekristenan, Kristus adalah pusat dari seluruh tindakan dan kehidupan gereja. Ia mengepalai dan menjiwai seluruh tingkah laku gereja (bandingkan Galatia 2:20).

Kita juga membaca bahwa pasca peristiwa kenaikan Yesus ke surga, maka Roh Kebenaran

yang dijanjikan oleh Yesus memiliki fungsi inti untuk terus membuat gereja percaya dan memperjuangkan karya Kristus sebagai berita kebenaran (Yohanes 14:15 dst.; 16:12-15). Gereja adalah sebuah komunitas yang eksistensinya ditentukan dan dibentuk oleh eksistensi, kehidupan, karakter dan pelayanan Kristus yang adalah inkarnasi Allah. Melalui gereja, pekerjaan Yesus yang memperjuangan kebenaran dan kehidupan tidak akan pernah berhenti dan terputus. Pemahaman eklesiologis (teologi tentang gereja) seperti ini membantu

kita untuk mengerti kata-kata Yesus dalam Yohanes 14:12, bahwa gereja dengan imannya pada Yesus adalah mereka yang melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti yang Yesus lakukan, bahkan lebih besar dari itu. Dalam diri gereja yang melayani, pekerjaan dan pelayanan Kristus akan terus dihadirkan (Anderson 2001: 118).

Pemahaman di atas semestinya memberikan dampak yang cukup kuat pada pemaknaan tindakan dan karya gereja. Jika dalam Matius 20:28 Yesus mengatakan bahwa Ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, maka gerejapun jelas adalah komunitas yang akan menghadirkan 1) Pendeta tugas khusus GKI SW Jabar sebagai dosen bidang teologi praktis-empiris di

Fakultas Teologi Duta Wacana – Yogyakarta.

GEREJA YANG MELAYANI:

Sebuah Proses Bersikap Kritis

Pdt. Handi Hadiwitanto

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201418 19

pelayanan Kristus agar dapat dirasakan oleh dunia dan seluruh ciptaan. Tentu kita tetap perlu memelihara sikap kritis, seperti yang selama ini disampaikan oleh para teolog Protestan, bahwa gereja berbeda dengan Kristus itu sendiri, dan kehendak Allah tidak pernah bermuara pada gereja semata. Artinya di sini gereja bukanlah pusat dari iman kristiani. Saya rasa Andersonpun tidak bermaksud demikian ketika ia menggunakan konsep gereja sebagai komunitas inkarnasi Kristus. Tetapi apa yang menjadi pesan penting di sini adalah gereja memiliki tanggungjawab besar karena seperti Yesus diutus oleh Bapa, maka gereja diutus oleh Kristus untuk memperjuangkan kebenaran dan kehendak Allah melalui pelayanannya, agar pekerjaan-pekerjaan Allah menjadi nyata (Yohanes 17:18-19; 9:3).

Berbicara tentang pelayanan gereja, hal itu dapat berarti secara institusional tentang kegiatan-kegiatan di jemaat yang membutuhkan aktivis-aktivis gereja sebagai pelayan. Tetapi juga ada pengertian yang lebih luas, yaitu seluruh tindak tanduk anggota gereja, sebagai apapun dan di manapun, yang pada dasarnya adalah wujud pelayanan mereka di dalam liturgi kehidupan.2 Dalam tulisan ini saya akan menggunakan pemahaman tentang pelayanan secara bergantian antara pemahaman yang pertama dan kedua.

‘Saya siapa’ vs ‘saya mau apa’

Dalam sebuah ibadah Bulan Keluarga di sebuah jemaat, saya duduk mendengarkan seorang worship leader yang sedang berbicara di hadapan jemaat. Ia seorang pria yang bersemangat dan antusias, bersuara lantang dan nampaknya senang menggunakan gaya menantang anggota jemaat dengan berbagai pertanyaan dan pilihan. Sampai suatu saat perhatian saya tersedot begitu kuat ketika sang worship leader menantang anggota jemaat dengan sebuah pertanyaan. Perhatian saya adalah pada isi pertanyaan dan tantangannya. Sang worship leader itu bertanya kurang lebih seperti ini: “Saudara-saudara, jika Anda harus memilih, Anda akan pilih yang mana, keluarga atau Yesus?” Sang worship leader masih melanjutkan untuk memberikan penjelasan atas pertanyaannya itu, katanya lebih jauh: “Sebagai pengikut Yesus maka kita semua adalah pelayan Tuhan. Jika suatu saat kita memiliki tanggung jawab pelayanan di gereja, dan pada saat yang bersamaan ada urusan dengan keluarga kita, mana yang akan kita pilih, pelayanan di gereja atau urusan keluarga kita?” Di bagian akhir tantangannya sang worship leader mengatakan bahwa sebagai pengikut Yesus kita harus selalu mengutamakan pelayanan kita di atas apapun.

Saya tidak tahu bagaimana Saudara-saudara pembaca menanggapi pertanyaan dan tantangan di atas. Tetapi bagi saya itu adalah pertanyaan yang aneh bahkan salah. Mengapa aneh dan salah? Karena saya melihat sang worship leader menggeneralisasi dan mempertentangkan soal ‘mengikut Yesus’ (yang dipahami dalam wujud menjadi pelayan di gereja) dengan ‘mengurus keluarga’. Seolah-olah ‘mengurus keluarga’ adalah hal yang jahat dan menjadi lawan dari kebenaran dan pelayanan. Padahal saya sendiri selalu percaya bahwa ‘mengurus keluarga’ adalah salah satu wujud pelayanan kita juga (dalam pengertian yang lebih luas). Ada dua persoalan di sini. Pertama, pemahaman tentang pelayanan yang cenderung sempit, karena pengertian pelayanan sebagai wujud mengikut Kristus diidentikkan hanya dengan aktivitas di gereja, yang dipertentangkan dengan aktivitas lainnya. Padahal ada banyak sekali aspek dalam kehidupan kita (termasuk keluarga) adalah wujud dan tempat kita melayani dan mewujudkan kehendak Kristus. Kedua, dan ini menurut hemat

saya adalah hal yang lebih serius, sang worship leader melupakan hal yang paling utama dari konsep gereja yang melayani, yaitu soal apa yang sebenarnya kita hendak lakukan dalam pelayanan.

Kita mungkin ingat peristiwa yang terjadi di jemaat Tesalonika (lih. misalnya 2 Tesalonika 2-3). Jemaat Tesalonika adalah jemaat yang hidup dengan antusiasme yang cukup besar. Jemaat ini berkumpul dengan bersemangat sambil mendengarkan berbagai ajaran yang berfokus pada soal siapa mereka dan apa keuntungan yang akan mereka dapatkan sebagai orang yang percaya kepada Tuhan. Dampak dari ajaran-ajaran ini salah satunya adalah antusiasme jemaat yang besar hanya untuk menanti-nanti kehadiran Yesus yang kedua kali. Mereka bermalas-malasan dan mengabaikan pekerjaan serta tanggung jawab hidup mereka. Tulisan dan teguran Paulus pada jemaat di Tesalonika memperlihatkan kembali soal bahwa ‘saya ini siapa’ seharusnya tidak menjadi lebih penting dari tanggungjawab untuk merumuskan

2) Istilah liturgi kehidupan dapat kita temukan misalnya dalam tulisan Aloysius Pieris (1992). Pieris memberikan penekanan bahwa liturgi sebagai tindakan pelayanan bukan hanya dilaku-kan dalam formalitas ritual saja, melainkan juga dalam tindakan dan kehidupan sehari-hari. Di sinilah istilah liturgi kehidupan mendapatkan maknanya.

PAdAhAL sAYA sENdIRI

sELALu PERcAYA bAhwA

‘MENGuRus kELuARGA’

AdALAh sALAh sAtu

wuJud PELAYANAN kItA JuGA

20 21Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

soal ‘saya ini mau apa’ (soal bekerja melakukan sesuatu) dalam pelayanan gereja.

Belajar dari konsep status dan peran

Meminjam konsep dalam sosiologi, dalam suatu masyarakat atau organisasi kita dapat melihat dua hal penting yang berkaitan dengan manusia, yaitu status (dekat dengan soal ‘saya siapa’) dan peran (dekat dengan soal ‘saya mau apa’) (bandingkan Seligman 1997). Pada dasarnya keduanya memiliki

fungsi yang tidak dapat dipisahkan, hanya saja bagaimana fungsi itu berperan memperlihatkan perbedaan cara bersikap. Dalam masyarakat tradisional, fungsi status seringkali menjadi lebih dominan dibandingkan dengan fungsi peran. Persoalan ‘siapa seseorang itu’ kadang menjadi jauh lebih berpengaruh dalam relasi di masyarakat, ketimbang soal apa yang dilakukan olehnya. Masyarakat yang lebih modern memperlihatkan keadaan yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Mereka akan

memberikan perhatian yang lebih besar pada apa yang diperankan atau dilakukan oleh seseorang terkait dengan status yang ia sandang. Jika seseorang yang diharapkan melakukan suatu peran tertentu tidak berhasil memperlihatkannya, maka bisa jadi hal tersebut akan menghambat bahkan penolakkan dalam relasi di masyarakat.

Persoalannya adalah di Indonesia masyarakat seringkali lebih senang mengedepankan status ketimbang peran. Coba perhatikan, status

seseorang dapat menentukan penghormatan, penerimaan, jabatan, perlakuan tertentu dari masyarakat. Sebagai contoh, pejabat sipil atau militer hampir selalu meminta prioritas di jalan raya yang macet, padahal tidak ada urgensi dan tidak selalu aturan yang mengaturnya. Barangkali kita pernah berkonsultasi dengan seorang dokter atau seorang dosen, dan di tengah percakapan dan pertanyaan yang kita ajukan sang dokter atau si dosen dengan galak menghentikan percakapan sambil

berkata, “Anda ini siapa? Saya yang dokter (atau dosen) di sini!” Lihatlah, betapa status tentang ‘saya siapa’ melampaui apa yang seharusnya ia perankan, seperti menaati lalu lintas, menghargai kesulitan orang lain, membantu orang untuk mengerti dsb. Ada banyak contoh di mana status justru tidak diiringi dengan bagaimana seseorang tersebut melaksanakan tanggungjawabnya dengan sungguh-sungguh sebagai unsur pemenuhan fungsi peran, entah ia adalah seorang anggota parlemen, seorang penegak hukum, seorang pengusaha, seorang suami atau istri.

Hal yang sama juga dapat terjadi dalam kehidupan beragama dan beriman. Dalam kehidupan bergereja, ritual-ritual ibadah, teks dan pembahasan firman, lagu-lagu dan doa yang dinaikkan, sampai hiasan-hiasan bernuansa kristiani saat ini penuh dengan segala upaya untuk menegaskan tentang siapa kita. Pesan yang hendak disampaikan adalah: kita umat pemenang, kita adalah umat pilihan, kita adalah murid yang dikasih Tuhan, kita sudah disalamatkan, kita adalah orang yang diberkati, dsb.

Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya sudah memperingatkan kita, bahwa status dapat menjadi obsesi yang membutakan. Cerita tentang para murid yang berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka (Lukas 9:46-48) adalah contoh sederhana yang mengkonfirmasi hal ini. Bahkan Tuhan Yesus harus memberikan tekanan khusus dalam Injil Lukas

(14:7-11) bahwa seorang pengikut Tuhan yang notabene adalah seorang pelayan, harus menjadi yang terkecil dan terendah. Soal status, ‘saya siapa’, bukanlah hal yang dianggap paling penting oleh Tuhan Yesus.

Sebaliknya bagaimana sikap para murid yang menyambut Tuhan memperlihatkan bahwa ada peran (‘saya mau apa’) yang harus diperjuangkan oleh para pengikut Kristus. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa beriman dan menjadi pelayan Tuhan pada dasarnya bukan soal status tetapi peran. Hal yang nampaknya sederhana ini menurut hemat saya bukanlah hal yang mudah dalam kenyataannya. Di tengah kultur yang kadang lebih senang memberikan tekanan pada status, di tengah sikap gereja yang berlomba-lomba untuk menjadi atraktif (memperlihatkan ‘siapa saya’), kadang persoalan peran yang lebih dekat dengan persoalan kualitas dari tindakan bukanlah hal yang selalu populer (bandingkan Cole, 2010).

Di sini kita melihat relevansi kata-kata Tuhan Yesus, bahwa tantangan bahkan pengorbanan serius seorang pelayan Gereja adalah kesediaan untuk menyangkal diri (bandingkan Matius 16:24). Menyangkal diri dalam konteks ini adalah sikap mengedepankan peran pelayanan lebih besar dari soal siapa dan apa kedudukan yang melakukannya, atau soal berapa banyak program dan tindakan pelayanan yang dapat kita tunjukkan. Karena itu Tuhan Yesus mengatakan, “Barangsiapa

sEoRANG

PENGIkut tuhAN

AdALAh

sEoRANG PELAYAN,

hARus MENJAdI

YANG tERkEcIL

dAN tERENdAh.

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201422 23

Dalam menjalankan tugas kita untuk melayani Tuhan seringkali kita mendapatkan hambatan berupa benturan kepentingan dengan sesama kita atau yang seringkali disebut konflik.

F O K u S I I Iingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (Matius 20:26). Apapun pelayanan yang kita lakukan, baik itu dilakukan di gereja maupun di dalam kehidupan kita sehari-hari, maka ingatlah bahwa hal yang harus diutamakan adalah kualitas dari tindakan pelayanan itu sendiri.

Pelayanan: persoalan bersikap ‘saya mau apa’

Apa yang harus dilakukan oleh gereja? Bagaimana peran gereja seharusnya diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari? Lebih spesifik lagi, bagaimana kualitas pelayanan itu dapat ditingkatkan? Tentu ada banyak jawaban yang dapat kita bicarakan. Dalam keterbatasan tulisan ini saya hanya akan memberikan satu contoh dari pelayanan Tuhan Yesus ketika Ia berjumpa dengan seorang perempuan yang telah 18 tahun kerasukan roh jahat dan sakit (Lukas 13:10-17). Persoalan muncul ketika kepala rumah ibadat gusar karena Tuhan Yesus menyembuhkan perempuan itu. Jawaban Tuhan Yesus dalam ayat 15 menarik untuk kita lihat: “Jika lembu atau keledai yang terikat pada hari Sabat saja bisa dilepaskan untuk minum, maka sudah seharusnya kita bersedia untuk melepaskan perempuan yang terikat (sakit) selama 18 tahun.” Bagi Tuhan Yesus prinsip dalam sebuah pelayanan, apakah itu dalam aktivitas formal keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari haruslah bersumber pada nilai utama yang diperjuangkan oleh Tuhan

Yesus, yaitu ‘melepaskan mereka yang terikat’. Saya mengartikan hal ini sebagai ‘berbagi dan memperjuangkan kehidupan’. Karena itu menjadi miris rasanya jikalau kita melihat atau mendengar, pelayanan di gereja dan kehidupan gereja dalam keseharian justru dihiasi oleh hal-hal yang tidak berbagi dan menghargai hidup, seperti misalnya: kemarahan, kedengkian, sirik, perpecahan, bahkan tindakan-tindakan lain yang tidak etis, seperti ketidakjujuran, kekerasan, pelecehan hukum, pelecehan gender dan seksual.

Kesadaran yang kuat pada nilai ‘berbagi kehidupan’ dalam pelayanan kita, baik itu di gereja secara institu- sional maupun dalam kehidupan sehari-hari, bermuara pada kemanusiaan yang lebih dihargai. Bukankah pelayanan yang seperti ini yang memberikan dampak kesukacitaan bukan hanya terpusat bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi banyak orang di dalam dunia yang membutuhkan sentuhan kehidupan (bandingkan Lukas 19:6). Sampai di sini, pertanyaannya jelas bukan lagi soal, pilih pelayanan di gereja atau keluarga? Bukan juga soal klasik, apakah masih ada yang mau melayani? Tetapi apa yang hendak kita perjuangkan melalui pelayanan dan kehidupan kita, di dalam institusi gereja maupun di luar? Apakah pelayanan kita sudah mencerminkan perjuangan Kristus, berbagi dan memperjuangkan kehidupan? Selamat melayani dengan kritis.

KONFLIK YANG MEMBANGUN DAN MEMBUAT KITA

BERTUMBUH

***

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201424 25

Apakah pengertian konflik?

Menurut Oxford University, konflik adalah

Kondisi pikiran dimana seseorang mengalami perasaan atau kebutuhan yang berbeda/berlawanan satu sama lain

Ketidakcocokan yang serius antara dua atau lebih pendapat, prinsip atau minat.

Konflik bisa terjadi di dalam diri kita sendiri (inner conflict), ataupun antara diri kita dengan orang lain/sekelompok orang di dalam kelompok yang sama (intragroup conflict) atau antar kelompok yang berbeda (intergroup conflict).

Pada dasarnya, konflik terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang atau pola/cara komunikasi yang berbeda, yang umumnya disebabkan oleh karena perbedaan latar belakang dari pihak-pihak yang konflik.

Mengapa terjadi konflik dalam pelayanan?

Pada dasarnya tidak ada manusia yang sama. Ibarat puzzle, kita diciptakan berbeda-beda untuk saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Dimana kelebihan kita akan melengkapi kekurangan orang lain, dan sebaliknya kekurangan kita akan dilengkapi oleh kelebihan orang lain.

Dan dalam pelayanan, kita menjumpai orang-orang yang mempunyai berbagai latar belakang yang berbeda dengan pola/cara komunikasi yang berbeda-beda pula, sehingga walaupun semua mempunyai tekad/tujuan yang sama, yaitu melayani Tuhan, namun perbedaan-perbedaan yang ada, jika tidak ditata-kelola dengan baik, maka dapat menjadi konflik yang memburuk.

Tidak ada orang yang paling benar

Apa yang kita anggap benar dan baik selama ini, sebenarnya hanyalah berdasarkan referensi yang kita miliki, yang ditanamkan di dalam diri kita melalui berbagai ajaran, informasi, dan pengalaman hidup yang kita dapatkan sejak kita lahir sampai dengan saat ini. Setiap orang memiliki referensinya masing-masing tentang cara berpikir, bersikap, berkata-kata ataupun bertindak yang belum tentu sama dengan orang lain.

Perbedaan ini tidak terhindarkan. Artinya, kita tidak bisa menghindari konflik dengan orang lain, tetapi perbedaan-perbedaan ini perlu dipahami, disikapi dengan bijaksana agar tidak menimbulkan permusuhan dan perpecahan melainkan membuat kita bertumbuh.

Hal-hal apa yang dapat menyebabkan konflik menjadi buruk dalam pelayanan?

1. Masalah ego dan gengsi; merasa diri lebih benar dari orang lain.

2. Dikuasai oleh emosi. Pada saat dikuasai oleh emosi, biasanya akal sehat (logika) kita tidak bekerja dengan efektif.

3. Cara penyampaian yang salah; sehingga membuat orang lain menginterpretasikan kata-kata kita secara salah dan memperburuk keadaan.

4. Pemilihan kata-kata yang salah yang dapat memanaskan suasana, seperti sindiran, tudingan, tuduhan, dsb.

5. Pengalaman masa lalu yang buruk sehingga berprasangka buruk, atau tidak percaya akan maksud positif dari orang lain.

Contoh sikap/kata-kata yang salah - yang dapat memperbesar masalah:

1. Tudingan, kritik atau menyalahkan

2. Sindiran

3. Penghinaan. Memberi julukan negatif , misalnya ‘pemalas’, ‘tidak peka ’

4. Menyamaratakan. Menggunakan kata-kata ‘selalu’, ‘pasti’, ‘tidak pernah’

5. Membesar-besarkan (mendramatisir) masalah

6. Pembelaan diri, dengan bantahan-bantahan

7. Mengabaikan tindakan positif/perubahan yang nyata-nyata telah dilakukan ybs.

8. Mengungkit-ungkit masa lalu atau aspek kehidupan pribadi ybs.

9. Menghindar, menarik diri, mem- bangun dinding pembatas

Ciri-ciri konflik yang buruk

1. Mengalihkan orang dari isu atau aktivitas yang lebih penting

2. Tidak menghargai pendapat orang lain

3. Tidak menghargai etika dan sopan santun

4. Mempertajam perbedaan

5. Mengarah pada tindakan

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201426 27

tidak bertanggung jawab dan membahayakan (seperti berteriak satu sama lain, perkelahian)

6. Mengkotak-kotakkan orang dalam kelompok tertentu, bukan mengutamakan kepentingan bersama

Sebaiknya konflik tidak dihindari, melainkan dikendalikan dan disikapi dengan bijak. Keterampilan mengendalikan konflik bukan berarti tidak pernah bertengkar, tetapi bagaimana semakin hari pertengkaran yang terjadi semakin jarang dan semakin cepat diselesaikan secara positif.

Cara-cara yang efektif dalam mengen- dalikan konflik tanpa meninggalkan luka di kemudian hari:

1. Buat batasan kewenangan dan aturan main yang jelas dalam organisasi untuk penyampaian pendapat serta pengambilan keputusan agar tidak terjadi debat kusir dan efisiensi waktu.

2. Mampu mengontrol diri dengan cepat sebelum dikuasai oleh emosi.

3. Fokus pada hal-hal dan tujuan yang lebih besar, lebih penting serta lebih positif daripada sekedar memenuhi ego kita.

4. Lebih fokus pada persamaan yang ada dari pada perbedaan-perbedaan.

5. Cek dulu kelengkapan dan kebenaran informasi/data/fakta sebelum berbicara.

6. Siap menerima perbedaan tanpa menghakimi. Bersedia mendengarkan dulu, sebelum memberikan pendapat.

7. Cobalah untuk melihat, berpikir dan merasakan dari sudut pandang mitra komunikasi kita.

Dengan memposisikan diri kita pada posisi/sudut pandang mitra komunikasi kita, maka kita dapat lebih mengerti hal-hal apa yang menjadi pertimbangan ybs dalam konflik yang terjadi.

8. Berlatihlah teknik komunikasi mendengarkan aktif (active listening) untuk lebih memahami dan peka dalam mengenali kebutuhan serta ekspresi orang yang dihadapi.

9. Fokus pada saat ini dan solusinya ke depan, bukan pada kejadian yang sudah lalu ataupun mencari siapa yang salah.

10. Menyampaikan dengan jelas dan spesifik mengenai alasan pemikiran kita serta apa yang kita inginkan. Dengan demikian kita membantu orang lain untuk lebih memahami diri kita.

11. Tunda mengambil keputusan bila sedang dikuasai oleh emosi.

12. Upayakan membahas satu topik sebelum berlanjut membahas topik lainnya.

13. Akhiri konflik dengan tuntas dan positif. Konflik yang tidak tuntas dapat menimbulkan timbunan kekecewaan yang memperburuk hubungan baik di masa yang akan datang.

Misalnya dengan menyampaikan:

“Saya bisa memahami kekece- waanmu. Saya berterima kasih kamu bersedia terbuka menyampaikannya hari ini. “

“Saya senang sekali hari ini kita bisa bertemu dan membahas hal ini..”

“Saya senang kita mencoba untuk mencari tahu solusinya hari ini..”

“Mari kita tinjau sama-sama hal-hal yang bisa kita ambil hikmahnya dari percakapan hari ini untuk kita terapkan di waktu yang akan datang....

Sebenarnya konflik tidak selalu berakibat buruk. Bahkan konflik dapat bermanfaat.

Nilai positif dari konflik:

1. Konflik memberi kesadaran akan adanya masalah yang harus di prioritaskan

2. Konflik membantu kita untuk lebih memahami orang lain

3. Konflik membantu kita untuk lebih memahami diri sendiri

4. Konflik mendorong, memotivasi kita untuk berubah menjadi lebih baik

5. Konflik yang diakhiri dengan positif dapat membuat hubungan menjadi lebih erat daripada sebelumnya

6. Konflik dapat membantu kita untuk menyampaikan uneg-uneg (ketidakpuasan, kemarahan, kebencian) yang terpendam secara lebih terbuka

7. Konflik yang positif membuat kita lebih fokus pada masalah yang harus diselesaikan

8. Konflik yang positif membantu kita untuk bertumbuh dan lebih kreatif. Karena setiap kali terjadi konflik kita belajar dan mendapatkan sudut pandang baru yang lebih lengkap dalam melihat masalah, serta menemukan solusi baru.

Semoga kita dapat mengambil nilai positif dan menerapkan konflik yang membangun di tengah-tengah pelayanan kita baik di keluarga, gereja maupun di tengah-tengah masyarakat .

Davy Ihsan A. Adisurja & Hanna Iskandar Adisurja, Psikolog

28 2928

OBROlAN SI ENCIM dAN AKu

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

Siang itu aku memang janji mau ‘main’ ke rumah Si Encim. Ketika aku sampai, kulihat Si Encim sedang baca koran. Asyik sekali, koran dibuka lebar-lebar dan tampaknya beliau memang mencari sesuatu entah apa.

A : “Asyik amat, ‘Ncim. Lagi baca apa? Sampai nggak lihat ada orang datang....”

SE : “O, Cucu sudah sampai. Mari masuk... Ini lho, tiap hari Encim pasti baca koran bagian

iklan dukacita, siapa tahu ada yang kenal... Lihat nih Cu, ada iklan yang bunyinya biasa saja tapi juga ada iklan yang bunyinya bagus....”

A : “Iya, ‘Ncim. Coba baca iklan ini, susunan kata-katanya bagus ya, ‘Ncim? ‘Telah sembilan puluh dua tahun Tuhan menganugerahkan kehidupan dan memelihara dengan penuh cinta kasih...’ dan untuk kata meninggal ditulis ‘Tuhan memanggil pulang ke rumah-Nya untuk tinggal bersama Tuhan Yesus’.

29Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

SE : “Iya bagus Cu, tetapi apakah kalau kita meninggal nanti kita pasti tinggal bersama Tuhan ya, Cu? Encim pernah tanya ke teman, eh jawabnya: ‘Ya nggak tahu kalau mati nanti ke mana, wong belum pernah merasakan...’ Yang benar gimana sih, Cu?”

A : “Kan iman Kristen meyakini bahwa kematian itu adalah ‘kembalinya roh manusia kepada Allah yang memiliki roh tesebut’. Kehidupan kita di dunia ini hanya sebuah wisata yang kita peroleh sebagai anugerah. Kalau wisatanya selesai ya kita pulang, ‘Ncim. Ke mana pulangnya? Ya ke rumah Bapa, kan Tuhan Yesus sudah janji mau menyediakan tempat untuk kita. Tidak usah khawatir ‘Ncim, Tuhan itu kenal kita satu persatu lho. Saya suka ayat yang mengatakan: ‘Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku’ (Yes. 49:6). Saya membayangkan ‘Ncim, nama saya ditulis di telapak tangan Tuhan. Indah sekali, kan? Kalau Dia mau panggil saya, Dia tinggal lihat saja telapak tangan-Nya. Tuhan bilang Dia memanggil kita masing-masing dengan nama kita karena kata-Nya: “engkau ini kepunyaan-Ku.” (Yes 43:1b).

SE : “Enak sekali kalau sudah terima Yesus ya, Cu? Semua terjamin, sampai matipun terjamin.”

A : “Tetapi jangan lupa ‘Ncim untuk berhati-hati dalam menjalani hidup ini, kan kita tidak tahu berapa lama lagi kita di dunia ini, mungkin masih bertahun-tahun tetapi mungkin juga besok atau lusa....”

SE : “Bagaimana caranya hidup berhati-hati itu, Cu?”

A : “Dengarkan baik-baik ya, ‘Ncim:

1. Harus tetap percaya. Artinya kita harus tetap percaya bahwa Allah mengutus Anak-Nya ke dunia ini untuk menyelamatkan kita, Dia menebus semua dosa kita sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa tetapi beroleh hidup kekal (Yoh. 3:16-17).

2. Mulai belajar menaati Firman Tuhan supaya hidup kudus, sebab percaya tanpa ketaatan itu percuma. Jadi kita harus hidup sebagai anak-anak Tuhan, menjadi berkat bagi sesama, menebar kasih, berusaha menjadi teladan, ucapkan kata-kata yang baik, jangan sampai mempermalukan Tuhan. ‘Ncim tahu, tiap pagi kalau saya bangun tidur dan berdoa saya selalu bilang begini: “Terima kasih Tuhan untuk nafas baru, hari baru dan kekuatan baru yang Kau

30 3130 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

berikan. Awasilah mulutku ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku (Maz. 141:3).

3. Berserah penuh pada janji Tuhan yang akan memberi kemenangan. Hidup di dunia ini tidak gampang kan tetapi Tuhan berjanji akan selalu menolong kita, Dia akan memegang kita dengan tangan kanan-Nya yang membawa kemenangan.

Encim mengerti maksudnya?

SE : “Ya, ngerti juga. Bagus bener ya Cu, kalau kita bisa menjalani itu semua dengan benar, karena kadang-kadang atau malahan sering Encim tidak bisa mengendalikan emosi dan marah. Encim juga sekarang mau doa begitu ah, supaya Tuhan menjagai mulut Encim, Cu. Cu, coba lihat iklan ini..., ibu ini sudah meninggal setahun yang lalu, tapi keluarganya masih merindukannya dan mereka amat kehilangan... barangkali waktu hidupnya ibu ini baik sekali ya, penuh cinta kasih pada keluarganya.”

A : “Kalau mau jujur sih ‘Ncim, ibu itu adalah pemersatu keluarga besar, kalau ibu meninggal maka kalau tidak hati hati anak-anak bisa cerai berai. Ibu adalah tempat anak-anaknya

‘berlabuh’; saat ada masalah atau perlu curhat, ibu selalu siap mendengarkan, siap menampung kegalauan anak-anaknya. Kata orang hati ibu yang penuh cinta kasih itu seluas samudera. ‘Selalu siap memberi tak harap kembali...’

SE : “Iya bener juga, tuh. Kenalan Encim begitu orang tuanya meninggal, eh pada rebutan harta jadi berantem. Waktu maminya masih hidup kelihatannya akur-akur saja tuh.”

A : “Itulah ‘Ncim, di samping melakukan tiga hal yang saya sebutkan tadi, untuk persiapan kematian juga butuh persiapan lain yaitu membuat surat warisan untuk anak-anaknya. Bikin selagi sehat di hadapan notaris, sehingga di kemudian hari kalau meninggal tidak terjadi perebutan harta. Aduh sudah mau gelap nih, ‘Ncim. Saya pulang dulu ya, takut kemalaman.”

SE : “Terima kasih Cu, akan Encim ingat baik-baik. Jangan lupa keripik kentangnya....”

(Sebagian bahan diambil dari ceramah Pdt. Em. S.B. Soetopo pada pertemuan Crystal Club tanggal 12 Oktober 2013).

31Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

KO N S u lTA S I T E O l O G I

Saya berencana melakukan ziarah ke “tanah suci” di Timur Tengah, yaitu ke kota-kota dimana Tuhan

Yesus pada waktu dahulu pernah singgah dan menjalani kehidupan-Nya. Rencana tersebut saya buat karena ajakan dari tetangga saya, yang sudah terlebih dahulu memutuskan untuk berangkat ziarah ke “tanah suci”. Menurutnya, ziarah ke “tanah suci” akan membuat iman kita maju satu langkah dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah melakukannya. Sebagai seorang ibu rumahtangga yang masih perlu untuk mencukupi kebutuhan lain-lain maka biaya keberangkatan yang kurang lebih mencapai 25 juta rupiah masih menjadi ganjalan bagi saya untuk memutuskan ikut serta dengan tetangga saya tersebut.

Yang ingin saya tanyakan, apakah bagi orang Kristen ziarah ke “tanah suci” adalah sebuah keharusan? Apakah

Ziarah ke “Tanah Suci”saya menjadi kurang rohani, jika saya memutuskan tidak berangkat karena pertimbangan biaya/uang? Mohon penjelasan Pak Pendeta. Terima kasih.

Grace Janner,

Sunter

Jawab:

Bagi orang Kristen, ziarah ke “tanah suci” bukanlah sebuah keharusan dan bukan faktor penentu dalam pertumbuhan rohani seorang pengikut Kristus. Sebab kalau konsepnya seperti itu betapa malangnya orang-orang miskin yang tinggal jauh dari “tanah suci”.

Pertumbuhan rohani orang-orang percaya tidak ditentukan oleh faktor-faktor lahiriah tapi ditentukan hal-hal yang bersifat batiniah. Yang saya maksud dengan hal-hal lahiriah adalah pemenuhan kewajiban sebuah

32 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

agama, baik menyangkut acara-acara ritual maupun kewajiban-kewajiban horizontal. Pengajaran Yesus banyak mengingatkan kita bahwa pemenuhan kewajiban agama tanpa disertai motivasi yang benar/niat yang benar malah bisa membuat seseorang semakin jahat. Bukankah berkali-kali Yesus menegur orang-orang Farisi dan ahli Taurat, karena mereka memenuhi kewajiban agama hanya secara lahiriah dan tidak disertai dorongan batin yang berkenan di hadapan Tuhan? Orang-orang Farisi dan ahli Taurat disamakan dengan kuburan yang kelihatan indah dari luar karena dicat putih bersih tapi begitu bobrok dan busuk di dalamnya.

Grace, bisa membaca lebih lanjut kisah itu di Matius pasal 23. Bagaimana Yesus menegur dengan keras kepada orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk mentobatkan satu orang saja dan menjadikannya pemeluk agama mereka, namun setelah itu, mereka menjadikan orang-orang itu dua kali lebih jahat dari mereka sendiri (Matius 23:15).

Dalam agama Kristen berziarah ke “tanah suci” bukanlah sebuah hukum agama. Berbeda dengan keyakinan yang ada dalam agama saudara kita dimana berziarah ke “tanah suci” merupakan rukun yang ke lima, puncak dari pemenuhan kewajiban agama. Namun demikian, dalam agama saudara kita pun muncul pandangan-pandangan yang sangat kritis tentang pemenuhan kewajiban agama yang

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 33

tanpa disertai dengan pemahaman mendalam tentang falsafah yang terkandung dalam setiap ketentuan-ketentuan/hukum agama.

Memang peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam kitab suci terjadi pada sebuah ruang dan waktu tertentu. Namun demikian, hal tersebut tidak serta merta menjadikan tanah/tempat dimana terjadi peristiwa-peristiwa tertentu menjadi tanah/tempat yang suci. Tanah tersebut tetap sama seperti tanah yang lain, yang membedakan hanyalah bahwa tanah/tempat tersebut mempunyai nilai historis. Sebagai gereja kita tidak menanamkan pemahaman kepada jemaat bahwa berkunjung ke tanah suci akan meningkatkan kerohanian kita.

Pertumbuhan rohani seseorang banyak ditentukan oleh motivasi di balik setiap tindakan agamawi. Apabila motivasi yang menggerakkan perilaku agamawi adalah: kebencian, kemarahan, kedengkian, kesombongan, iri hati, ketakutan, kecemasan, kegelisahan, dsb, maka hampir dipastikan orang tersebut tidak akan mengalami pertumbuhan rohani, malah sebaliknya ia akan mengalami degradasi spiritual.

Tetapi apabila seseorang melakukan pelbagai ketentuan agamawi didorong oleh motivasi ketulusan, kebahagiaan, keluasan pandangan hidup, pencarian makna hidup yang sejati, maka niscaya kebaikan-kebaikan agamawi yang ia lakukan akan memberikan

pertumbuhan rohani yang signifikan.

Berziarah ke “tanah suci” tidak akan membuat kita lebih dekat dengan Tuhan. Peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga mengingatkan kita bahwa sejak peristiwa itu, Yesus tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Ia bisa hadir di segala tempat dalam waktu bersamaan. Bahkan Ia bisa hadir di antara-orang-orang yang susah, orang-orang yang tertindas, orang-orang yang sakit dan terpenjara. Bahkan Ia ada di hati setiap orang-orang yang mengasihi-Nya.

Kalau kita ingin dekat dengan Tuhan kita, carilah hadirat-Nya. Ia tidak saja hadir di ruang-ruang ibadah tapi Ia juga ada bersama dengan mereka yang miskin papa. Ia tidak hanya ada di “tanah suci” tetapi juga Ia ada di tanah tandus dan terpencil bersama dengan orang-orang yang terpinggirkan.

Lalu apakah berkunjung ke “tanah suci” menjadi tidak ada gunanya sama sekali? Tentu jawabnya tidak juga! Berkunjung ke “tanah suci” akan memberikan gambaran yang lebih nyata terhadap peristiwa-peristiwa yang kita baca dalam Alkitab, bagi setiap orang yang menyukai sejarah: baik sejarah keselamatan yang ada dalam Alkitab maupun sejarah pelembagaan dan pertumbuhan gereja mula-mula, berkunjung ke “tanah suci” akan membuat apa yang kita baca dan apa yang kita pelajari semakin lebih jelas. Tapi bagi orang yang tidak menyukai sejarah: baik

sejarah keselamatan maupun sejarah pelembagaan dan pertumbuhan gereja serta interaksi gereja dengan masyarakat maka berkunjung ke “tanah suci” akan menjadi sebuah peristiwa yang membosankan dan membuang-buang ongkos yang mahal.

Berkunjung ke “tanah suci” akan menambah wawasan dan memperlengkapi pemahaman dan penghayatan kita terhadap peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam Alkitab dan diceritakan dalam sejarah gereja, tapi tidak menjadi jaminan bahwa kerohanian seseorang akan bertumbuh.

Jadi, apabila kondisi ekonomi Grace belum begitu baik, dan uang 25 juta rupiah itu diperlukan untuk kegiatan-kegiatan yang penting, Grace tidak perlu kuatir. Mengetahui prioritas adalah tanda pertumbuhan rohani. Bahkan kalau suatu waktu kondisi ekonomi Grace sudah baik, dan Grace siap untuk berangkat ke “tanah suci” lalu ada bisikan di hati Grace agar Grace menggunakan uang tersebut untuk menolong orang yang ada dalam kesulitan, pertimbangkanlah mana yang lebih penting. Sebab tahu menentukan yang paling penting untuk dilakukan adalah juga tanda pertumbuhan iman.

Tuhan memberkati!

Pdt. Suta Prawira

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201434 35

KONSulTASI KEluARGA

Pak Pendeta, salah satu anak laki-laki saya sekarang duduk di bangku kuliah. Sejak setengah

tahun lalu ia melakukan pendekatan dengan seorang teman perempuan di kampusnya. Namun yang membuat saya khawatir adalah karena teman perempuannya itu memiliki keyakinan yang berbeda. Teman perempuannya adalah seorang pemeluk agama Budha yang taat.

Sebagai orangtua, bahkan sebagai istri seorang Majelis Jemaat, saya sangat merasa bersalah jika suatu saat nanti ternyata anak saya tetap memutuskan untuk menikah dengan

seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda. Karena hal itu saya merasa akan menjadi batu sandungan bagi jemaat.

Saya sudah beberapa kali berusaha menasehati dan melarang anak saya melanjutkan hubungan tersebut, namun ia tidak menghiraukan. Apa saran Pak pendeta, agar saya dapat membuka pikiran anak saya itu dan menghindari anak saya menikah dengan seseorang yang berbeda keyakinan? Terima kasih.

Cynthia Santoso,

Kavling Polri

Jawaban:

Ibu Cynthia yang gundah dengan calon mantu yang tak seagama!

Seperti halnya Ibu, kalau bukan semua, kebanyakan orangtua menginginkan anak-anaknya mendapatkan jodohnya yang seagama, atau seiman, atau sekeyakinan (selanjutnya disebut: “seagama” saja). Apalagi, juga seperti halnya suami ibu, bila orangtua dikenal sebagai (mantan) pemimpin atau tokoh dari suatu agama. Anak-anak yang mendapat jodoh yang tak seagama saja sudah dapat mempermalukan orangtuanya dan menjadi batu sandungan bagi banyak orang yang seagama. Apalagi, jika anak-anak berpindah agama! Bisa dibayangkan bagaimana lebih berat dan lebih susahnya perasaan hati orangtua!

Sebenarnya, ada banyak alasan lain yang rasional dan faktual untuk sedapat-dapat orang (Kristen) menghindarkan diri dari suatu pernikahan yang berbeda agama. Secara rasional, pernikahan yang sama agamanya saja selalu memiliki tidak sedikit persoalan yang di antaranya bisa dirasakan amat berat, sampai tak

tertanggungkan lagi (alias bercerai). Apalagi, pernikahan yang berbeda agama. Hampir dapat dipastikan, ia akan memiliki lebih banyak persoalan, dan bisa lebih amat berat lagi, sehingga lebih rawan terhadap perceraian.

Secara faktual, perbedaan agama akan mempengaruhi pandangan pasutri yang berbeda pula terhadap pelbagai masalah kehidupan. Misalnya, terhadap makanan, orang Kristen memandang semua ciptaan Tuhan itu halal dan boleh dimakan, tetapi orang non Kristen bisa memandang ada ciptaan Tuhan yang tidak halal dan tidak boleh dimakan. Atau, terhadap pernikahan, orang Kristen memandangnya harus bersifat monogami, tetapi orang non Kristen dapat memandangnya boleh bersifat poligami. Belum lagi, jika mempunyai anak atau anak-anak. Biasanya suami atau istri ingin, agar anak atau anak-anaknya mengikuti agamanya. Karena itu, pemilihan agama, tempat ibadah, sekolah, dsb, dapat menjadi tambahan masalah yang tidak ringan. Anak atau anak-anak pun dapat memandang agama secara negatif, karena telah lebih banyak menimbulkan masalah di antara kedua orangtuanya daripada memecahkan dan menguranginya.

“Nikah Beda Agama,

OK atau No Way ?”

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201436 37

Karena itu, kita mengerti, jika Alkitab secara umum memandang pernikahan seagama itu tetap sebagai pernikahan yang ideal dan dikehendaki, sedang pernikahan tidak seagama itu sebagai pernikahan yang tidak ideal, dan tidak dikehendaki. Dalam Perjanjian Lama, misalnya, Ulangan 7:3-4 katakan, “Janganlah … engkau kawin-mengawin dengan mereka (orang-orang bukan Israel!): anakmu perempuan janganlah kau berikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kau ambil bagi anakmu laki-laki; sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera”. Dan, dalam Perjanjian Baru, misalnya, 2 Korintus 6:14 dan 7:1 katakan, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?... marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah”. Secara khusus, bahaya penyimpangan dari iman kepada Tuhan atau bahaya pencemaran kekudusan dalam kehidupan seorang Kristen menjadi alasan utama mengapa Alkitab memandang pernikahan tidak seagama itu tidak ideal dan karena itu perlu dihindari.

Tapi, bagaimana dengan pasutri bukan Kristen, yang dalam pernikahannya kemudian salah seorang di antaranya (suami atau istrinya) menjadi percaya kepada Kristus dan beragama Kristen? Karena pasangannya tidak atau belum percaya kepada Kristus dan seagama Kristen dengannya, bukankah pernikahan mereka lalu menjadi pernikahan tidak seagama?. Dalam hal pernikahan sedemikian, Rasul Paulus mempunyai keyakinan yang lebih jelas tegas tentang kehendak atau perintah Tuhan. Pertama, suami atau istri yang menjadi Kristen dalam pernikahan dengan pasangan yang belum atau tidak Kristen harus siap membayar harga yang berapa pun mahalnya dari mengikut Kristus. Sebab, bagi seorang Kristen, jika terpaksa dan harus memilih, lebih tidak mungkin bercerai dengan Kristus daripada bercerai dengan pasangannya dalam pernikahan (2 Kor. 6:16b). Kedua, suami atau istri Kristen janganlah menjadi pengambil prakarsa dalam perceraian yang tak bisa dihindari lagi. Jika perceraian tokh terjadi juga, biarlah prakarsa itu datang dari pasangan yang belum atau bukan Kristen (1 Kor. 7:10-11). Sebab, janganlah kekristenan dinilai oleh orang bukan Kristen sebagai penyebab perceraian dan perusak rumah tangga, sehingga menjadi batu sandungan bagi mereka.

Lalu, bagaimana juga dengan seorang Kristen yang akan menikah dengan seorang bukan Kristen? Dalam hal ini, Rasul Paulus menyadari tidak

ada perintah Kristus yang dapat secara langsung menjadi acuannya. Karena itu, ia memberikan nasihatnya sendiri (“Kepada orang-orang yang lain aku, bukan Tuhan, katakan”, 1 Kor. 7:12). Menurutnya, pernikahan sedemikian dimungkinkan, dengan beberapa catatan pertimbangan berikut. Pertama, seorang Kristen harus siap meyakini misteri kehendak dan panggilan Tuhan untuk menyelamatkan (dan bukan menceraikan!) pasangannya dalam pernikahan (1 Kor. 7:16, “bagaimanakah engkau mengetahui, hai istri/suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suami/istrimu?”). Seperti dalam hidup seorang lajang atau tidak menikah (Mat. 19:12, “ada yang membuat dirinya demikian … karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti”), begitu juga dalam hidup pasutri tidak seagama selalu mungkin ada misteri kehendak Tuhan di dalamnya. Kedua, seorang Kristen harus siap untuk menerima

kenyataan, jika pada akhirnya dalam pernikahannya pasangannya, bukan hanya dapat percaya, tetapi juga dapat tetap mengeraskan hatinya, sehingga ia harus menghadapi lebih banyak persoalan, bahkan akhirnya bercerai hidup (1 Kor. 7:15).

Dalam kenyataannya, kita dapat melihat dan membuktikan, bahwa misteri kehendak Tuhan dalam pernikahan Kristen dan bukan Kristen ini sungguh-sungguh terjadi. Ada suami atau istri Kristen yang setelah bertahun, atau berbelas-tahun, atau berpuluh-tahun hidup menikah dengan pasangannya yang belum atau bukan Kristen, akhirnya dapat melihat pasangannya percaya kepada Kristus dan sama-sama beragama Kristen. Tetapi, kadang, dengan sedih kita dapat saksikan pula yang sebaliknya. Setelah bertahun, atau berbelas-tahun, atau berpuluh-tahun hidup menikah dengan pasangannya yang belum atau tidak Kristen, kita saksikan bukan hanya ada

...bahaya penyimpangan dari iman kepada Tuhan atau bahaya pencemaran kekudusan dalam

kehidupan seorang Kristen menjadi alasan utama mengapa Alkitab memandang pernikahan

tidak seagama itu tidak ideal

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201438 3939Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

KONSulTASI KESEHATAN

Dokter pengasuh rubrik ytk.,

Saya seorang wanita berusia 35 tahun. Saya menderita sakit pada lambung dii-kuti dengan hilangnya nafsu makan. Hal ini berlangsung selama kurang lebih 7-10 hari dan setelah itu rasa sakit pada lambung berangsur-angsur berkurang dengan sendirinya tetapi sebagai gantinya timbul rasa mual-mual dan sesak napas selama 3-4 hari, sedangkan rasa tidak nafsu makan masih tetap ada. Setelah itu, kondisi saya membaik dengan sendirinya dan nafsu makan pun kembali pulih perlahan-lahan.Yang ingin saya tanyakan kepada dokter adalah:

1. Apakah saya menderita sakit maag?

2. Apakah sakit maag berbeda dengan sakit asam lambung? Jika ya, apakah perbedaannya?

3. Apakah tanda seseorang mengalami sakit maag dan tanda sakit asam lambung?

4. Tindakan apakah yang harus dilakukan jika seseorang menderita sakit maag atau asam lambung?

Renny,

KramatPulo, Jakarta Pusat

pasangan yang bukan Kristen tetap bukan Kristen sampai ia bercerai hidup atau mati, tetapi juga bahkan ada pasangan Kristen yang akhirnya malah mengikuti agama pasangannya yang bukan Kristen.

Mengantisipasi adanya misteri kehendak Tuhan itulah, Gereja Kristen Indonesia terbuka dan memberi kemungkinan untuk pelayanan Kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan Berbeda Agama atau Pernikahan seorang Kristen dengan seorang bukan Kristen. Namun persiapan dan persyaratannya tidaklah mudah. Pertama, sebelumnya calon mempelai yang bukan Kristen itu harus mau membuat perjanjian tertulis, bahwa (a) ia setuju pernikahannya hanya diteguhkan dan diberkati secara Kristiani; (b) ia tidak akan menghambat atau menghalangi suami/istrinya untuk tetap hidup dan beribadat menurut iman Kristen; dan (c) ia tidak akan menghambat atau menghalangi anak-anak mereka untuk dibaptis dan dididik secara Kristiani (Tata Laksana GKI Pasal 29 Ayat 9b). Kedua, calon mempelai Kristen dan bukan Kristen bersama-sama harus mengikuti seri Pembinaan Pranikah dan Percakapan Gerejawi untuk memastikan bahwa khususnya calon mempelai Kristen sungguh-sungguh mengimani dan mengamini misteri kehendak Tuhan dalam pernikahannya, dan karena itu ia siap untuk menghadapi segala kemungkinan terbaik dan terburuk dalam pernikahannya itu (Tata Laksana

GKI Pasal 28 Ayat 2 dan Pasal 29 Ayat 2).

Kembali kepada pertanyaan Ibu, apakah saran saya terhadap anak lelaki Ibu yang sedang mendekati seorang teman kampus perempuannya yang beragama Budha? Saran saya adalah ini. Pertama-tama, mengikuti Alkitab, sebaiknya anak lelaki Ibu tetap berusaha untuk mendapatkan seorang teman hidup yang seagama. Karena itu, jika dalam masa pendekatan yang harus dibatasi waktunya (maksimal 1-2 tahun), teman perempuannya mau menjadi Kristen, hubungannya dapat diteruskan ke dalam pernikahan. Tetapi, jika temannya tetap menolak dan tidak mau menjadi Kristen, sebaiknya hubungannya jangan diteruskan ke dalam pernikahan. Kedua, kecuali anak lelaki Ibu mau mencari kehendak Tuhan dan akhirnya dapat meyakini ada misteri kehendak-Nya dalam hubungannya dengan teman perempuannya yang bukan Kristen, serta siap untuk menghadapi segala kemungkinan terbaik dan terburuknya di masa depan, baiklah dengan bimbingan gereja, hubungan mereka boleh dilanjutkan ke dalam pernikahan.

Yang mengharapkan anak lelaki Ibu mengerti jodohnya yang terbaik dari

Tuhan,

Pdt. Royandi Tanudjaya

40 4140 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 41Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

Jawaban:

Syalom Ibu Renny,

Terima kasih atas keper-cayaan Ibu kepada kami.

Menjawab pertanyan Ibu:

1. Gejala yang Ibu rasakan, mulai dari sakit di lambung (area ulu hati ataupun perut kiri atas), hilangnya nafsu makan, mual maupun sesak napas (tidak bisa napas panjang, bukan frekuensi napas yang cepat), dalam kedokteran disebut dispepsia, orang awan sering menyebutnya dengan sakit maag (dari Bahasa Belanda “de maag” yang artinya lambung). Dispepsia bisa fungsional (tanpa kelainan organik) atau organik (dengan kelainan organik).

2. Sakit maag sama dengan sakit asam lambung.

Dispepsia bisa disebabkan antara lain:

Faktor genetik, terutama yang fungsional, sehingga sensiti-sasi pada usus meningkat.

Faktor psikososial, sehingga pengeluaran cairan lambung meningkat.

Pengaruh flora usus, yaitu He-licobacter pylori.

Gerakan lambung dan lain-lain.

Faktor-faktor tersebut menyebab-kan pengeluaran cairan lambung yang bersifat asam meningkat, se-hingga orang awam juga menyebut sakit lambung adalah sakit asam lambung, meskipun lebih tepat disebut asam lambung meningkat.

3. Sakit maag sama dengan sakit asam lambung. Tanda-tandanya adalah yang secara kedokteran disebut dispepsia. Dispepsia adalah kumpulan keluhan atau ge-jala klinis yang terdiri dari rasa ti-dak enak/sakit diperut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan, gejalanya meliputi nyeri ulu hati, kembung, perasaan cepat kenyang dan rasa penuh setelah makan.

4. Tindakan yang dapat dilakukan oleh penderita sakit maag:

Membagi asupan makanan sehari-hari menjadi beberapa makanan kecil. Total yang di-makan sesuai kebutuhan kal-ori, kemudian dibagi makan pagi, makan siang dan makan malam, makanan kecil pada

jam 10:00 dan 15:00. Dengan demikian asam lambung se-lalu ternetralisir oleh makan-an. Sehingga dengan sering makan tetapi berat badan ti-dak meningkat.

Menghindari makanan yang mengganggu, antara lain yai-tu tinggi lemak, tinggi cabe, merica, kopi, minuman ber-soda, alkohol, dan merokok.

Gaya hidup teratur dan manajemen stress.

Bila perlu memakai obat an-tasida, antara lain Promaag, Mylanta untuk membantu menetralisir asam lambung.

Bila sakit tetap berlanjut atau disertai penurunan berat badan dan sebagainya, perlu konsultasi dengan dokter ke-luarga, mungkin perlu pemer-iksaan lebih lanjut, misalnya endoskopi, Helicobacter py-lori dan lain-lain.

Semoga penjelasan yang kami beri-kan untuk menambah pengetahuan tentang kondisi kesehatan Ibu dan lebih dapat membantu mengatasi sakit Ibu. Tuhan memberkati.(MW)

42 4342 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

KO N S u lTA S I B I S N I S

Saya pernah mendengar dari salah satu ulasan seorang pengamat ekonomi di televisi, bahwa

di tahun mendatang akan berlaku kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Apakah yang dimaksud dengan istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN, tersebut? Apakah negara kita juga akan terlibat dalam kesepakatan tersebut? Apakah kesepakatan itu akan memberikan kebaikan bagi kita atau sebaliknya?

Kusnadi,

Lippo Karawaci

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

Jawab:

Pak Kusnadi yang dikasihi Kristus,

Setahu saya, pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN baru akan dilaksanakan setalah didahului dengan pelaksanaan AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang akan dimulai pada 2015. Walau mirip namun ada sedikit yang berbeda, AFTA hanya sebatas untuk perdagangan bebas, sedangkan

sebuah Masyarakat Ekonomi adalah langkah maju berikutnya,

yang menyangkut lebih dari hanya sekedar

perdagangan bebas (free trade), yang

umumnya membahas hal kesepakatan tarif bea masuk.

Dalam bahasa sederhana, AFTA adalah sebuah kesepakatan antara anggota negara ASEAN tentang perdagangan bebas sehubungan dengan barang-barang produksi dari tiap negara anggota. Saat ini anggota ASEAN terdiri dari 10 negara, yaitu Indonesia, Thailand, Filipina, Singapura, Malaysia, Brunei, yang kemudian bergabung pula Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myamar.

Tentu saja, sebelum AFTA bisa disepakati bersama diperlukan proses yang panjang dan sangat melelahkan. Yaitu untuk menentukan barang apa saja yang akan didaftarkan dalam perdagangan bebas AFTA nantinya dan kemudian memerlukan pula proses negosiasi yang panjang. Masing-masing negara tentu akan berusaha melindungi kepentingan negaranya masing-masing. Dan setiap negara diberi kesempatan untuk mengusulkan jenis barang, jasa, atau industri apa saja yang ingin mereka lindungi dan tidak termasuk dalam perdagangan bebas AFTA. Atau ada juga daftar

Menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN

penundaan penerapan untuk produk-produk tertentu.

Langkah berikut setelah AFTA, mungkin saja terkait sistem perpajakan, kesepakatan bahwa sebuah barang atau jasa tidak dikenai pajak ganda (tax treaty), lalu ada juga ‘matauang ASEAN’, peraturan ketenagakerjaan, serta tentang perijinan lainnya. Bila semua tahapan bisa dilalui dengan baik, bukan tidak mungkin akan terbentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kawasan yang sudah memelopori hal sejenis adalah Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), walau belum terbentuk Europe Union, tapi mereka sudah berhasil memiliki mata uang Eropa yang kita kenal dengan Euro.

Apa keuntungan dan kerugian menyatukan negara-negara sekawasan dalam sebuah masyarakat ekonomi? Menurut saya, tentu, tujuan utamanya adalah efisiensi melalui kolaborasi dan sinergi di antara 10 negara anggota

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201444

ASEAN. Kawasan ini berpenduduk lebih dari 500 juta jiwa. Dengan demikian kawasan ini adalah kawasan dengan jumlah penduduk terbesar nomor tiga di dunia, melebihi Uni Eropa dan Amerika Serikat. Tentu saja dari ukuran pasar, jumlah tenaga kerja akan menjadi lebih kuat. Sehingga jika antar anggota bisa kompak dan saling mendukung, maka hal itu bisa menjadi kekuatan yang dahsyat, yang diharapkan dapat mensejahterakan rakyat kawasan ini. Kolaborasi dan sinergi perlu dilakukan sedemikian rupa agar produk/jasa diproduksi di tempat yang paling kompetitif untuk dipakai oleh seluruh anggota, sehingga suatu saat mampu mempunyai daya saing ekspor yang tinggi. Oleh karena itu setiap anggota perlu diberi peran dan dukungan yang cukup.

Kerugiannya tentu ada, khususnya jika negara kita tidak bisa menjadi rekan sesama anggota ASEAN yang sepadan. Salah satu contoh, misalkan sudah disepakati bahwa beras merupakan salah satu produk yang akan dibebaskan tarif bea masuknya, maka Indonesia akan dibanjiri dengan beras asal Vietnam, sehingga dampaknya adalah para petani kita akan kesulitan menjual hasil pertanian mereka. Demikian juga untuk produk lainnya seperti elektronik, spare parts, otomotif, keuangan, alat-alat rumah tangga, dsb. Agar Indonesia tidak hanya menerima dampak negatifnya, maka kita perlu mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Kesepakatan AFTA itu sudah dilakukan lebih dari

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 45

l E PA S

Hari ini adalah hari pernikahan kami. Apakah arti suatu pernikahan?

Saya melihat sekeliling, hampir sebagian besar orang menikah atau pernah menjalani sebuah pernikahan. Ada yang kandas di tengah jalan secara tiba-tiba; ada juga yang berakhir setelah melalui waktu yang cukup lama dan berat.

Mereka yang menikah, tentunya mengalami manisnya cinta, gairahnya nafsu, getirnya kejadian, tegangnya hidup, luapnya kebahagiaan, termasuk kadang frustrasinya si dia.

Lalu saya melihat ke sekeliling lagi. Ternyata tidak ada satu pasanganpun yang sempurna. Anehnya justru karena pasangan saya tidak sempurna, maka saya ada. Kelemahan saya adalah kekuatannya; kelemahan dia adalah kekuatan saya. Istilah, separuh jiwa sepertinya benar.

Lalu saya melihat pasangan

saya. Cinta dan perhatiannya yang tidak

pernah luntur membuat hati ini tidak pernah berhenti tersentuh dan berdebar. Selalu ada kerinduan untuk menyentuhnya, berada di dekatnya, dan mendengar suaranya.

Pernikahan ini serasa seperti baru kemarin. Hanya foto-foto lama dengan wajah yang terlihat lebih muda(an) mengingatkan kami betapa waktu telah berlalu dengan cepat. Terima kasih Yesus yang telah hadir dalam pernikahan kami. Setiap saat kami menyadari bahwa ini adalah semata-mata sebuah anugerah.

Saya tidak dapat menjawab pertanyaan di atas atau menjabarkan arti pernikahan; hanya dapat merasakannya.

Terima kasih untuk doa-doa kalian selama ini.

Salam,

Rasjid & Suzy

10 tahun yang lalu, kalau kita sudah siapkan diri dengan baik jauh-jauh hari, tentu keadaannya tidak akan seburuk sekarang.

Keuntungan dan kerugian yang saya kemukakan di atas adalah sebagai sebuah negara secara bersama. Lalu, sebagai individu, bagaimana? Lapangan kerja akan menjadi semakin terbuka lebar, misalkan kamu mempunyai keahlian sebagai programmer, maka bila ada pekerjaan sebagai seorang programmer di Singapura, maka kamu juga mempunyai kesempatan besar untuk bekerja sebagai programmer di Singapura. Tentunya dengan nilai gaji yang berbeda pula yang mungkin lebih besar daripada sebagai programmer di Indonesia. Begitu pula dengan pekerjaan sebagai tukang dan kuli bangunan juga demikian, bahkan juga pekerjaan sebagai sopir, dokter, dosen, dan lain sebagainya. Kesempatan lapangan pekerjaan semakin luas, namun juga sekaligus, kalau orang Vietnam mau dibayar sedikit lebih murah dari karyawan yang ada di Indonesia, misalkan sebagai koki restoran, maka persaingan mendapatkan pekerjaan di dalam negeri juga semakin ketat.

Pesan moralnya bagi kita adalah marilah kita jeli melihat peluang, sehingga AFTA atau bahkan Masyarakat Ekonomi ASEAN bisa mendatangkan kebaikan bagi kita semua. Kiranya Tuhan memberkati! (Robert Robianto, mid Juni 2014)

Arti Pernikahan

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 47

HUT GKI Gunsa ke-77

Dalam Rasa Syukur Atas 77 Tahun Penyertaan Tuhan

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201446

Q-tA dan Gunsa l I P u TA N

Jawab:

Sdr. Tirtohadi yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Saudara dengan mengajukan pertanyaan di atas. Lahan yang tepat berada di depan gedung ibadah kita hanya dipergunakan untuk parkir kendaraan jemaat yang membawa orang yang sudah sepuh (usia lanjut), sakit atau “physical disable”. Kebijakan tersebut diambil untuk mempermudah mereka memasuki ruang ibadah kita. Dalam prakteknya, para sepuh, sakit dan “physical disable” biasanya hadir di Kebaktian Umum pukul 08.00 dan 10.00.

Salam kami,

Sekretaris Umum MJ GKI Gunsa

Majelis Jemaat ytk.,

Sebagai jemaat GKI Gunsa, saya ingin menanyakan mengenai lahan parkir yang ada di halaman depan gereja GKI Gunsa. Apakah area tersebut berfungsi sebagai lahan parkir? Apakah jemaat diperbolehkan parkir di area tersebut?Atau ada prioritas tertentu untuk kendaraan yang diparkir di area tesebut? Jika ‘ya’, siapa sajakah yang mendapat prioritas tersebut? Mohon penjelasannya.Terima kasih.

Tirtohadi,

Jakarta 11520

PARkIR hALAMAN dEPAN GuNsA

Saat waktu melaju berpacu dengan kesem-

patan, maka di sanalah berkat-berkat dan anugerah Tuhan kita rasakan dan alami. Beragam pengalaman jalin-menjalin memberi warna dalam kehidupan kita bergereja dan berjemaat. Di sanalah kasih setia Tuhan dialami. Dan hari ini menjadi nyata ketika GKI Gunung Sahari sebagai gereja memasuki usia 77 tahun.

Diawali dengan berdirinya Perkumpulan Anti Pemadatan dan Perawatan Wilayah yang bertujuan menolong dan merawat orang-orang yang kecanduan obat terlarang, candu, dan madat di sekitar wilayah Pasar Senen – pelayanan itu kemudian berkembang menjadi kegiatan

Pemberitaan Injil (PI). Pada tanggal 13 Mei 1937 Pos PI Pasar Senen diresmikan menjadi Gereja Senen dengan nama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee. Dengan tempat kebaktian di

rumah sewa, Jl. Kalilio, No. 5. Sungguh besar kasih setia Tuhan.

Namun karena kesulitan membayar uang sewa maka sejak tahun 1942 – 1945, jemaat Tuhan yang masih terbilang muda itu harus mengalami beberapa kali perpindahan tempat kebaktian. Dan tahun-tahun itu benar-benar menjadi tahun pembentukkan bagi pertumbuhan iman dan spiritualitas jemaat. Dimulai dengan kepindahan ke Jl. Tanah Nyonya no. 1 (sekarang sekolah BPK Penabur, Jl. Gunung Sahari no. 90 A), pada

Besar Setia Tuhan

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201448

I N S P I R A S I

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 49

Seorang pria berusaha me-nolong seekor kalajengking yang tergencet bebatuan, dan

hampir tenggelam karena aliran air menggenangi tempatnya berdiri. Pria ini berulang kali mengulurkan tan-gannya, namun kalajengking malang itu juga berulang kali berusaha me-nyerang dengan capitnya dan men-garahkan ekornya yang berbisa ke arah tangan pria tersebut. Namun pria tersebut tampak tidak menyerah untuk dapat berbuat sesuatu bagi ka-lajengking malang tersebut. Karena tindakannya yang demikian maka seorang yang memperhatikannya dari tadi segera berkata, “Kenapa kau terus menerus dan memaksakan diri un-tuk menolong kalajengking tersebut – sementara dia juga terus menerus berusaha menyerangmu?” Mendapat-kan pertanyaan demikian, pria terse-but menjawab,“Bukankah memang demikian sifat kalajengking, dia akan menyerang siapapun yang berusaha mendekatinya – apakah dia akan me-nolong atau mencelakainya. Oleh kare-na itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan perbuatan baik bagin-ya hanya karena dia menyerang kita.”

Ya .... Berbuat kebaikan adalah panggilan bagi setiap kita – oleh kare-nanya perbuatan baik tidak pernah ditentukan oleh faktor di luar diri kita. Tindakan berbuat baik adalah tindakan yang seharusnya mewarnai kehidupan kita. Thomas Henry Huxley pernah berkata, “Tujuan akhir dari hidup bu-kanlah pengetahuan tetapi tindakan.” Dan tindakan itu adalah tindakan un-tuk berbuat baik kepada semua.

Pertanyaannya kemudian adalah, kenapa kita harus berbuat baik? Pasti ada banyak alasan untuk hal itu. Ala-san pertama adalah karena rasa takut: takut dihukum, takut tidak diterima, takut tidak di hargai, takut kehilangan citra diri. Alasan ini adalah alasan yang dilakukan lebih untuk diri sendiri dari pada untuk mereka yang di dalamnya perbuatan baik itu kita lakukan. Jika itu yang menjadi dasar kita dalam melaku-kan perbuatan baik, maka seseungguh-nya kita belum melakukan perbuatan baik, karena suatu perbuatan dise-but sebagai perbuatan baik jika men-datangkan kebaikan bagi semua: kebai-kan bagi yang melakukannya, kebaikan bagi yang menerimanya, kebaikan bagi

Perbuatan BaikOleh: Pdt. Imanuel Kristo

tahun 1942, maka setahun kemudian berpindah ke Jl. Kramat Raya no. 65, lalu berpindah lagi ke Jl. Tanah Nyonya Kecil no. 63 (sekarang Jl. Bungur Besar). Ditambah lagi dengan keterbatasan tenaga pengerja dalam kurun waktu masa pendudukan Jepang tersebut, maka jemaat muda ini benar-benar harus belajar tentang hidup beriman yang sesungguhnya.

Kasih setia Tuhan tidak pernah berkesudahan. Melalui semangat dan kesungguhan yang dimotori oleh Komisi Wanita dan Komisi Pemuda saat itu, mereka melakukan penggalangan dana, maka Gereja Senen mendapatkan tempat ibadah yang tetap, melalui

pembelian tanah di Jl. Kadiman No. 8 (sekarang Jl. Gunung Sahari IV no. 8) yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 14 Oktober 1950, yaitu dengan nama Gereja Gunung Sahari. Begitu besarnya kasih setia Tuhan bagi jemaat-Nya.

Tujuh puluh tujuh tahun Tuhan menyatakan pemeliharaan-Nya, Tujuh puluh tujuh tahun Tuhan melimpahi berkat dan anugerah-Nya namun kehidupan kita bergereja dan berjemaat harus terus kita jalani. Lakukanlah pekerjaan pelayanan—Nya dengan penuh sukacita. (Jonshan, dari cuplikan khotbah Pdt. Imanuel Kristo, tanggal 18 Mei 2014)

Selamat Ulang Tahun ke-77.

Terus menjadi berkat bagi pekerjaan pelayanan

yang Tuhan percayakan.

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201450 51

yang tidak menerimanya secara lang-sung, yaitu mereka yang melihat atau mendengarnya, dan kebaikan bagi sia-papun.

Yang kedua, alasan berbuat baik berawal dari proses timbal balik, yaitu berbuat baik “kalau – karena dan su-paya”. Saya berbuat baik kepada dia “kalau” dia juga baik (sopan, manis, menghargai, hormat, dsb) kepada saya, tetapi kalau dia tidak bersikap baik ke-pada saya.....apa untungnya saya ber-buat kebaikan? Atau, saya berbuat baik kepada dia “karena” dia juga selalu ber-sikap baik (sopan, manis, menghargai, hormat, dsb) terhadap saya, dan jika dia mengambil sikap yang sebaliknya maka tidak ada alasan bagi saya untuk berbuat kebaikan. Saya berbuat kebai-kan kepada dia “supaya” dia juga baik terhadap saya - di dalamnya ada ha-rapan kalau kita juga akan mendapat-kan sesuatu dari perbuatan baik yang kita lakukan terhadapnya. Jika hal itu kita lakukan, maka sesungguhnya kita belum melakukan kebaikan atau per-buatan baik – yang terjadi adalah kita melakukan proses pertukaran kebaikan atau perbuatan baik. Perbuatan baik model demikian, kalaupun hal itu di-lakukan maka tidak ada nilai lebihnya. Bukankah berbuat baik kepada mereka yang berbuat baik kepada kita adalah sesuatu yang biasa, sangat wajar dan tidak perlu dipelajari karena secara ala-miah hal seperti itu dengan sendirinya akan terbangun. Hal itu adalah bagian dari hukum alam.

Seharusnya berbuat baik itu dilaku-kan atas dasar cinta. Berbuat baik atas dasar cinta adalah berbuat baik dengan tulus, jujur dan tanpa pamrih, tidak mengharapkan balasan, tidak menun-tut apa-apa atas perbuatan baik yang kita lakukan – tetapi tetap kita lakukan dengan senang hati dan kegembiraan. Bukankah hakikat cinta itu selalu mem-beri, dan bahkan memberikan yang paling baik. Cinta tidak pernah menun-tut dan meminta, karena cinta hanya cukup untuk cinta.

Alasan ketiga kenapa kita harus ber-buat baik adalah karena pada kenyata-annya hidup yang kita jalani dan segala sesuatu yang kita nikmati adalah buah kebaikan dari banyak orang, dan bah-kan buah kebaikan dari banyak ciptaan yang lain.

Oleh karena itu sepantasnyalah kita yang sudah menerima begitu banyak kebaikan itu melakukan banyak kebai-kan bagi sesama dan seluruh ciptaan. Dengan demikian kebaikan atau per-buatan baik adalah panggilan bagi se-tiap kita dalam setiap situasi yang kita jalani. Sekalipun banyak orang “men-curigai” perbuatan baik kita – tetaplah kita berbuat baik dan jangan pernah berhenti untuk berbuat baik. Atau sek-alipun perbuatan baik kita tidak sela-manya diingat dan bahkan mungkin di-lupakan sama sekali oleh mereka yang di dalamnya perbuatan baik kita itu kita lakukan – tetaplah berbuat baik, karena kita tidak memiliki alasan untuk berhenti dari berbuat baik.

Setelah peneguhan Badan Pelayanan periode 2014-2016 pada tanggal 25 Maret 2014 yang lalu kita memiliki satu kelompok kerja baru di GKI Gunung

Sahari. Kelompok Kerja Media atau akrab dengan nama Kelker Media, tediri dari beberapa tim kerja sesuai bidangnya masing-masing yang dimana setiap bidang memiliki anggota yang sudah menjadi anggota di komisi-komisi lain. Lalu apa fungsi dari Kelker Media ini? Berikut adalah wawancara tim Majalah Gunsa dengan Sdr. Benny Rinaldi sebagai ketua Kelker Media.

Kelker MediaSekapur Sirih Bersama

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201452 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 53

Apa latar belakang dibentuknya Kelker Media?

Kalau ditanya apa latar belakang dibentuknya Kelker Media, pertama adalah karena banyaknya media yang ada di dalam GKI Gunsa yang masing-masing berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak ada koordinasi dan tidak dapat saling membantu antara satu media dengan media yang lainnya atau intra media itu sendiri. Sebagai contoh pertama: GKI Gunsa memiliki media cetak berupa Majalah Gunsa, Shining Star dan Warta Persekutuan. Antar media cetak ini belum ada koordinasi satu dengan yang lainnya sehingga belum dapat membantu satu dengan yang lainnya. Lalu contoh yang kedua adalah beragam media sosial yang dimiliki oleh GKI Gunsa seperti website GKI Gunsa, akun Facebook dan Twitter yang saat ini belum terkelola dengan baik.

Alasan yang kedua adalah saat ini banyak jemaat GKI Gunsa yang menyukai fotografi dan videografi namun para peminatnya belum terwadahi dengan baik sehingga potensi yang ada belum dapat disalurkan dengan maksimal. Untuk itu maka Kelker Media mencoba untuk membangun dan mewadahi komunitas ini.

Siapa sajakah pengurus Kelker Media?

Susunan pengurus Kelker Media terdiri dari penatua pendamping, ketua, sekretaris, dan bendahara

dengan empat bidang pelayanan, yaitu media cetak, media penyiaran, media sosial dan media dokumentasi. Masing-masing bidang pelayanan media memilki seorang koordinator yang dibantu oleh anggota-anggotanya yang berasal dari perwakilan anggota komisi atau kelker terkait.

Penatua Pendamping Kelker Media adalah Pnt. Budiyono T.M. dan Pnt. Leonard H. serta Sekretaris Umum (Pnt. Irwanto H.) yang menjabat dalam susunan Majelis Jemaat. Sebagai ketua adalah Benny Rinaldi yang dibantu oleh Azalia sebagai sekretaris dan bendahara.

Media cetak dikoordinir oleh Aditya Sarwono. Sedangkan media penyiaran dikoordinir oleh Yohanes Novianto, media sosial dikoordinir oleh Sander Winata dan media dokumentasi dikoordinir oleh Tobias Ryan.

Bidang media apa saja yang ada dalam kelker media dan apa fungsi dari masing-masing bidang media?

Seperti yang telah diuraikan di atas, saat ini Kelker Media memiliki empat bidang media yaitu media cetak, media penyiaran, media sosial dan media dokumentasi. Media cetak meliputi Majalah Gunsa, Shining Star dan Warta Persekutuan. Media penyiaran meliputi siaran Seputar Kata Alkitab (Sekata) dan Seputar Anak Muda (Senada) yang disiarkan di RPK 96,3 FM. Kedua bidang media ini lebih bersifat mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

oleh masing-masing media yang ada di dalamnya dan tidak terlibat langsung dalam operasionalnya.

Dua bidang media yang lainnya adalah media sosial dan media dokumentasi. Media sosial berfungsi untuk mengelola website, akun Facebook dan twitter yang dimiliki oleh GKI Gunsa antara lain dengan memberikan informasi kegiatan-kegiatan yang ada di GKI Gunsa kepada jemaat, menampilkan tulisan dari Pendeta GKI Gunsa ataupun foto-foto kegiatan yang ada di GKI Gunsa.

Lalu, siapa aja yang boleh ikut aktif dalam Kelker Media ini? Apakah harus hanya pengurusnya saja?

Kalau ditanya siapa yang boleh aktif melayani dalam Kelker Media, maka jawabannya adalah ‘semua boleh aktif melayani dalam Kelker Media’. Jika ada yang suka menulis, hubungi penatua pendamping komisi atau kelker terkait, atau bisa juga menghubungi langsung pengurus dari Majalah Gunsa, Shining Star atau Tata Usaha sebagai pengelola Warta Persekutuan. Jika suka fotografi, hubungi bidang media fotografi Kelker Media (Tobias Ryan) atau bisa juga menghubungi ketua Kelker Media (Benny Rinaldi) atau anggota pengurus Kelker Media lainnya. Kelker Media terbuka untuk semua jemaat ataupun simpatasan GKI Gunsa yang ingin melayani di salah satu bidang media yang dimiliki oleh GKI Gunsa.

Apa harapan ke depan dari adanya Kelker Media ini?

Harapan ke depan dari keberadaan Kelker Media ini adalah mampu memaksimalkan berbagai media yang ada sehingga dapat berguna bagi jemaat GKI Gunsa khususnya maupun jemaat non GKI Gunsa dan semakin mendekatkan jemaat kepada Tuhan melalui berbagai bentuk media yang ada.

Media sosial mempunyai rencana untuk dapat menampilkan film pendek dalam website atau Facebook sehingga jemaat dapat melihat kegiatan-kegiatan yang ada di GKI Gunsa melalui media sosial tersebut serta mendorong jemaat untuk mau terlibat dalam kegiatan pelayanan yang ada di GKI Gunsa. Jika Anda terbeban untuk terlibat dalam pelayanan Kelker Media, Anda dapat menghubungi Benny Rinaldi (0813 8877 4007). Selamat melayani... (Ray)

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201454 55

K E S A K S I A N

“Saya sudah mengorbankan banyak harta dan waktu untuk melayani Tuhan tetapi

mengapa Tuhan membiarkan saya dihantam permasalahan seperti ini?” Yang perlu kita pertanyakan adalah, apakah sebagai pelayan Tuhan, kita layak mengungkapkan hal semacam itu?

Sebagai jemaat yang saat ini aktif melayani di Komisi Dewasa, Bapak John K. Siswadi juga pernah mengalami situasi merisaukan seperti itu. Seperti apa ceritanya? Dalam wawancaranya dengan redaksi Majalah Gunsa, Pak John, seorang pengusaha yang sudah aktif melayani di Komisi Remaja sejak tahun 1979, mencoba membagikan pengalamannya kepada kita semua.

Saat itu, kegiatan pelayanan yang dikerjakan oleh Pak John cukup banyak menyita waktu dan menguras tenaga.

Selain menjabat sebagai Sekretaris Umum (Sekum) Majelis Jemaat di GKI Gunsa, ia juga menjabat sebagai Direktur Utama di Radio Pelita Kasih (RPK). Di samping itu Pak John juga memiliki dan mengurus usaha sendiri. “Belum lagi ditambah dengan urusan rumah tangga, dengan kondisi seperti itu, kesibukan saya cukup banyak.” kata Pak John, suami Ibu Rima yang melayani sebagai penatua Bidang Sarana Penunjang.

Bagi Pak John sendiri pelayanan kepada Tuhan adalah wujud ungkapan syukur. “Pelayanan adalah ucapan syukur karena kita sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus. Pelayanan adalah menyalurkan berkat yang sudah kita terima. Karena kita telah diberkati dan mendapat berkat, maka kita harus membagikan berkat tersebut kepada orang-orang dengan sukacita. Pada akhirnya keinginan untuk berbagi

semacam itu akan mendatangkan sukacita,” begitu penjelasan Pak John, yang sebelum menjadi pengusaha pernah pula mengecap susahnya cari kerja, bahkan pernah diusir dari sekolah karena tidak sanggup bayar uang sekolah.

Di luar dugaan, dengan kegiatan pelayanan yang segudang ternyata ia diberi “tambahan” sebuah masalah. Waktu itu ia mendapat surat panggilan dari kantor pelayanan pajak. Terbayang sudah dalam benaknya betapa rumit jika berurusan dengan petugas pajak. “Saya rasa hampir semua pribadi maupun badan usaha umumnya tidak ingin berurusan dengan petugas pajak,” begitulah gambarannya tentang betapa menjengkelkan berurusan dengan petugas pajak.

Umumnya mereka akan lebih suka jika menghindari urusan dengan

petugas pajak. Tetapi saat itu, dengan surat panggilan itu Pak John tidak ada pilihan selain harus menghadap kepada petugas pajak. Kemudian ia mendatangi kantor pelayanan pajak tersebut. Di sana, mereka (para petugas pajak-red) menyatakan bahwa perusahaan Pak John telah melakukan pelanggaran, yaitu dengan tidak memberi laporan sesuai dengan kenyataan. “Perusahaan Bapak tidak melaporkan sesuai dengan ketentuan,” begitulah pernyataan dari petugas pajak kepada Pak John.

Dalam pertemuan itu pula, Pak John berusaha memberi penjelasan kepada mereka, bahwa mereka perlu membedakan antara pelanggaran yang disebabkan karena ketidaktahuan dengan kesengajaan. “Bapak harus bisa membedakan antara ketidaktahuan dengan kesengajaan. Kalau ini adalah sebuah kesengajaan maka ini adalah manipulasi. Artinya saya melakukan

Tuhan Akan Memberikan Apa yang Kita Butuhkan

John K. Siswadi:

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201456 57

sesuatu yang tidak sesuai ketentuan dan saya mendapatkan keuntungan. Tapi coba Bapak perhatikan, kalau dilihat dari kasus ini apakah Bapal melihat saya mendapat keuntungan dari hal tersebut?” kata Pak John berusaha untuk meyakinkan mereka. Pak John sendiri tidak mengatakan bahwa ia tidak melanggar. Tetapi menurutnya, ia tidak mendapat keuntungan apapun dalam kasus tersebut pelanggaran itu terjadi karena ketidaktahuannya.

Pada akhirnya petugas pajak tersebut mengakui bahwa Pak John memang tidak mendapatkan keuntungan apapun dalam kasus ini. Jadi artinya pelanggaran ini adalah disebabkan karena ketidaksengajaan. Namun, kemudian petugas pajak itu melanjutkan, “Saya bisa mengerti, tetapi yang namanya pelanggaran tetaplah pelanggaran. Dan setiap pelanggaran harus ada sangsinya!”

Pak John sendiri tidak terlalu khawatir dengan sangsi yang harus ia terima. Yang justru membuat ia khawatir adalah proses yang panjang dan berliku-liku yang harus ia jalani sampai kasus ini selesai. “Itu pula yang saya dengar dari orang-orang yang pernah mengalami kasus serupa, juga dari penjelasan petugas itu sendiri. Pokoknya, kalau berurusan dengan

pajak, bukan hanya denda saja tetapi ujung-ujungnya adalah “nego”. Berapa yang masuk kantong pribadi petugas pajak? Berapa yang masuk kas negara? Bagi saya kondisi seperti itu nggak enak banget. Jadi membuat saya kepikiran,” cerita Pak John tentang kerisauannya. Karena pada prinsipnya Pak John tidak mau untuk menyogok. Sedangkan arah pembicaraan dengan petugas pajak justru ke arah sana.

Umumnya jika seseorang menghadapi sebuah pergumulan ia akan berdoa memohon pertolongan dari Tuhan. Tetapi ketika itu justru Pak John tidak dapat berdoa. Jika kata orang, doa itu harus spesifik ia justru tidak tahu jika dalam kasus ini spesifiknya apa. “Berhari-hari, berminggu-minggu, dan berbulan-bulan, saya tidak tahu harus berdoa apa untuk kasus ini?” ungkap Pak John, yang memiliki sembilan orang saudara kandung.

Ketika itu yang bisa ia lakukan adalah begini, setiap pagi ketika berada di dalam mobil ia membiarkan radio dalam kondisi mati. Tanpa ada musik dan suara sedikitpun. Ia menyanyikan satu lagu yaitu Great Is Thy Faithfulness (Setia-Mu Tuhanku, NKB 34). Setiap hari ia mengulang-ulang dan menghayati syairnya. Salah satu syairnya yang

menambah keyakinan baginya adalah “Yang kuperlukan tetap kau berikan“(All I have needed Thy hand hath provided). “Ya sudah, itu saja keyakinan yang saya pegang. Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan,” kata Pak John yang mencoba memahami.

Setiap hari dilaluinya seperti itu. Ternyata tetap saja, tak ada perubahan yang berarti. Statusnya masih menggantung. Berulang-ulang dipangggil lagi. Namun, satu hari Pak John mendapat kabar bahwa orang yang memeriksa pajaknya ternyata meninggal. Ia merasa kaget dan heran. Karena ia sendiri tidak pernah mengharapkan hal itu, apalagi mengkaitkannya dengan kasus yang ia hadapi saat itu

Tetapi akhirnya setalah per- gantian orang yang memeriksa kasusnya tersebut, ternyata proses penyelesaiannya berjalan lebih lancar. “Yang utama bagi saya bukan menghindar dari denda dan bukan menghindar dari sangsi. Karena saya siap menjalankan sangsi tetapi

tidak dengan “embel-embel” yang lain. Setelah keluar surat keputusan penetapan kurang bayar, saya membayar denda secara resmi melalui bank yang masuk ke kas Negara. Buat saya yang penting dalam hal ini adalah bukan terhindar dari sangsi tetapi terhindar dari praktek sogok menyogok. Setelah selesai itu semua, wah, saya merasa lega sekali dan damai sejahtera,” Pak John mengungkapkan kelegaannya.

“Kalau dari pengalaman yang saya rasakan, saya ingin mengatakan bahwa janganlah kita meninggalkan pelayanan karena hal semacam itu. Karena kalau kita setia melayani-Nya ada sesuatu yang bisa menjadi penyeimbang atas segala permasalahan yang kita hadapi. Sukacita yang kita dapatkan pada saat melayani Tuhan memberi kita sebuah kesegaran yang membuat kita kembali kuat menghadapi problem yang ada di sana,” jawab Pak John ketika redaksi menanyakan, apakah perlu kita meninggalkan pelayanan ketika permasalahan merundung kita. (Ella/Ru)

“Ya sudah, itu saja keyakinan yang saya pegang. Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan,”

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201458 59

Bagi para orangtua tentunya bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan senyum sehat

seorang anak. Apa perbedaannya dengan senyum anak pada umumnya? Pentingkah senyum sehat seorang anak?

Senyum sehat adalah senyuman yang dapat dilakukan dengan lepas, penuh percaya diri tanpa perlu berusaha menutupi mulutnya, karena dapat menampilkan rongga mulut yang sehat. Penampilan ini ditunjang oleh penampilan gigi dan gusi yang sehat, deretan gigi yang rapih dan bersih, tanpa adanya bau mulut, bebas dari infeksi yang dapat mempengaruhi kesehatan umum si anak.

PERSEMBAHAN

PERSEPULUHAN

Pentingkah senyum sehat seorang anak?

Setiap anak perlu dipersiapkan untuk dipenuhi kebutuhan menampilkan senyum sehat di kemudian hari. Untuk itu kesehatan rongga mulut harus dijaga sejak dini dan tetap dipertahankan sepanjang hidup sebagai bagian dari gaya hidup sehat yang berpengaruh pada kualitas hidup seseorang.

Rongga mulut yang sehat dapat diperoleh bila gigi geligi dengan struktur jaringan terkait tidak saja sehat, tetapi juga nyaman dan berfungsi baik (pengunyahan, bicara, penampilan) sehingga meningkatkan rasa percaya diri yang akan berdampak positif bagi kesehatan fisik, mental dan sosial.

Adanya gangguan kesehatan rongga mulut pada seorang anak berdampak nyata pada aktivitasnya sehari-hari. Mulai dari timbulnya rasa sakit, ketidaknyamanan, gangguan emosi, tidur, makan, belajar sampai-sampai tidak masuk sekolah sebagai akibat masalah pada gigi. Penampilan wajah anak yang tanpa senyum dan perangainya menjadi sangat sensitif, membuat lingkungan sekitar anak yang sedang sakit gigi ikut terpengaruh dan orangtua baru menyadari akan tugasnya untuk memfasilitasi si anak untuk dapat menampilkan senyum sehatnya kurang diperhatikan.

Gigi berlubang dan gusi meradang merupakan penyakit yang umum

dijumpai pada anak-anak dan seringkali tidak mendapat perawatan karena orangtua sering beranggapan bukankah nanti ada gigi penggantinya? Tetapi coba kita simak bersama fakta berikut ini.

Gigi susu akan tumbuh lengkap pada usia 2,5 – 3 tahun dan berjumlah 20 gigi. Pergantian gigi akan terjadi pada usia 6-7 tahun yaitu dimulai dari gigi depan sedangkan pergantian lengkap semua gigi susu (20 gigi) menjadi gigi tetap akan terjadi saat anak berusia 12-13 tahun. Jadi apakah selama itu gigi susu dibiarkan tidak terawat? Fungsi gigi susu juga sama dengan gigi tetap yaitu untuk mengunyah makanan, dan juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh termasuk rongga mulut, sehingga memelihara kesehatan gigi susu sama pentingnya dengan gigi tetap.

Selain itu keberadaan gigi susu yang sehat juga untuk memberikan penampilan dan senyuman menarik, bicara yang jelas yang akan mendorong rasa percaya diri anak yang penting dalam pengembangan kepribadian anak. Apalagi beberapa tahun terakhir ini dengan kemajuan pesat teknologi di bidang visual mendorong anak untuk ingin tampil ataupun berpose dengan senyuman menarik penuh rasa percaya diri. Bagaimana perasaan orangtua ketika menyadari gigi depan anaknya terkena karies (gigis) seperti nampak pada gambar di bawah ini? Dapatkah anak menampilkan senyum sehat dan penuh percaya diri?

PA R E N T I N G

Senyum Sehat Seorang Anak

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201460

Pentingnya menjaga kesehatan gigi anak

Gigi susu juga perlu dipertahankan keberadaannya agar selalu dalam kondisi sehat karena fungsinya untuk menjaga ruangan yang cukup bagi gigi tetap pengganti, sehingga dapat mencegah ketidakberaturan posisi gigi tetap yang akan mendatangkan masalah di kemudian hari. Untuk mencegah masalah yang kompleks maka penting dilakukan pencegahan penyakit gigi yang merupakan bagian dari pencapaian rongga mulut yang sehat sebagai penunjang penampilan senyum sehat seorang anak. Kita perlu mengetahui apakah yang dimaksud penyakit gigi (karies) dan faktor-faktor apa saja yang memudahkan timbulnya penyakit tersebut.

Apakah karies itu?

Karies gigi adalah penyakit yang menimbulkan kerusakan pada gigi, prosesnya bertahap, dan terjadi karena interaksi bakteri mulut (Streptococcus mutans) dengan gula (karbohidrat)

yang berasal dari makanan atau minuman yang dikonsumsi dan akan menghasilkan asam yang dalam waktu 20 menit sudah dapat melarutkan mineral gigi sehingga terbentuk lubang gigi. Tingginya kadar gula dan seberapa seringnya gula dikonsumsi berperan pada proses terjadinya karies gigi. Proses kerusakannya berjalan aktif dan cepat. Bila kerusakan gigi ini tidak diperbaiki, maka akan bertambah

dalam dan melebar lubangnya. Karies gigi dapat mempengaruhi perkembangan fisik, psikososial dan kualitas hidup anak sejak usia balita, sehingga perlu mendapat perhatian. Bahkan penyakit ini telah dianggap sebagai masalah serius di berbagai negara maju.

Gigi berisiko karies dimulai dari munculnya gigi susu pertama di rongga mulut, artinya anak-anak sudah berisiko terkena karies mulai usia 6 bulan dan seterusnya. Gigi tetap yang pertama keluar adalah gigi geraham yang posisinya di belakang gigi geraham susu terakhir, dan akan muncul pada usia 5,5 – 6 tahun. Jadi gigi geraham tetap ini tidak menggantikan gigi susu. Tidak jarang ada orangtua yang menganggap gigi geraham tetap ini sebagai gigi susu yang memiliki pengganti sehingga gigi ini kurang mendapat perhatian. Akibatnya seringkali kita menjumpai anak berusia 10 tahun, sudah harus kehilangan gigi geraham tetap yang pertama. Tindakan pencegahan dan deteksi dini adanya karies perlu

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 61

dilakukan untuk mencegah proses berlanjut dari penyakit ini.

Faktor-faktor yang memudahkan timbulnya penyakit gigi (karies) adalah kurangnya kebersihan gigi dan mulut, susunan gigi yang tidak teratur, pola makan dan minum susu yang salah, adanya faktor keturunan dan lingkungan. Beberapa faktor dapat kita lakukan pencegahan melalui perhatian orangtua terhadap kesehatan gigi dan mulut anaknya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kesehatan gigi anak

Hal yang perlu diperhatikan para orangtua untuk mencegah gigi karies pada anak-anak antara lain memperhatikan pola makannya, sikat gigi teratur dan memeriksakan anaknya ke dokter gigi secara berkala. Untuk pola makan anak harus diperhatikan bahan dasar makanan ataupun camilan jangan banyak mengandung karbohidrat, tidak lengket pada gigi, rendah kadar gula. Camilan sebaiknya dipilih yang kaya protein dan diberikan pada waktunya. Jangan membiasakan memberi camilan kepada anak terlalu sering dalam sehari. Ajarkan dan biasakanlah anak untuk minum air putih yang banyak serta makan buah dan sayuran yang segar. Bila makan atau minum yang manis sebaiknya dikonsumsi

bersama-sama saat makan utama. Dari kecil, anak jangan dibiasakan diberikan minuman ringan, sari buah ataupun jus buah kemasan dan sebaiknya setelah anak berusia 12 bulan, anak minum dari gelas, tidak dari botol. Jangan biarkan anak tertidur dengan dot botol susu masih berada dalam mulut anak.

Orangtua juga perlu menanamkan kesadaran pada anak pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut, mengajarkan dan memberikan contoh supaya anak mempunyai kebiasaan untuk memelihara kebersihan rongga mulutnya, dan salah satu caranya adalah menggosok gigi secara teratur yang dilakukan tanpa beban.

Semoga dengan memberikan perhatian yang lebih banyak untuk kesehatan rongga mulut anak-anaknya, orangtua akan merasakan bahagia melihat senyum sehat putra-putrinya.

Prof. Dr. drg. Magdalena L., Sp. Ort

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201462 63

Apakah alasan Allah memberikan perintah, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku dan

jangan membuat apapun untuk sujud menyembah atau beribadah kepadanya (Kel. 20:2-3)? Seringkali kita menganggap bahwa di antara kesepuluh perintah yang Allah berikan kepada umat-Nya, kedua perintah tersebutlah yang paling jarang kita langgar. Apakah benar demikian? Cobalah tanya pada diri Anda sendiri: Apakah Anda seorang pecinta makanan? Apakah Anda makan untuk hidup atau hidup untuk makan? Anda begitu memperhatikan penampilan Anda sehingga merelakan banyak uang Anda untuk menjaga penampilan Anda? Ataukah Anda begitu mengejar kesuksesan dan prestasi dalam hidup Anda? Berhati-hatilah bahwa semuanya itu telah menjadi allah baru dalam hati Anda.

Judul buku : Gods at War (Ilah-ilah Dalam Peperangan)Pengarang : Kyle IdlemanPenerbit : Literatur Perkantas JatimTebal buku : 272 halamanTahun terbit : 2014

Sesungguhnya kebijaksanaan ter- besar yang terkandung dari perintah kedua itu adalah apapun di dunia ini bisa dibentuk menjadi sebuah berhala dan karenanya bisa menjadi allah palsu, jika ditempatkan secara keliru di puncak hati kita. Dalam bukunya Gods at War, Kyle Idleman mengungkapkan betapa pentingnya orang Kristen untuk berhati-hati terhadap hal-hal yang kita utamakan dalam hidup kita sehari-hari, karena bukan tidak mungkin hal itu telah menjadi allah baru (berhala). Sebuah berhala adalah sesuatu yang kita kejar dan untuknya kita berkorban. Kyle menjelaskan bahwa segala sesuatu dapat menjadi ‘berhala’ dalam hidup kita di saat ‘ia’ telah mengambil tempat utama dalam hati kita di mana seharusnya Allah berada. Pada saat sesuatu menjadi tujuan bagi dirinya sendiri dan bukannya sesuatu yang diserahkan di bawah tahta Allah maka pada saat itulah sesuatu itu menjadi sebuah

berhala. Apapun yang sedang Anda cari dan kejar di dunia ini menunjukkan ilah mana yang memenangkan pertempuran di hati Anda. Hati Anda adalah medan perang, di mana para ilah berkumpul dan berperang. Allah manapun yang memenangkan pertempuran akan memperoleh hati Anda. Untuk mengidentifikasi ilah-ilah yang berperang dalam hidup Anda, amatilah apa yang sedang Anda buat dan utamakan dalam hidup Anda.

Penyembahan ber- hala bukan hanya sekedar sebuah masa- lah, namun telah menjadi masalah yang sesungguhnya. Jangan melihatnya dari lapisan luarnya, Anda tidak akan menemukannya. Tapi jika Anda menggalinya lebih dalam, Anda akan melihat bahwa masalahnya terbungkus dalam mantel bercat indah. Banyak ‘ilah’ yang tidak kita sadari dalam kehidupan kita karena terbungkus dengan indahnya; mulai dari hal-hal yang bersifat kesenangan duniawi seperti makanan, seks dan hiburan; atau yang bersifat kekuasaan seperti kesuksesan, uang dan prestasi atau bahkan cinta: cinta diri sendiri, cinta keluarga. Dua hal pertama yaitu yang bersifat kesenangan dan kekuasaan mungkin dengan mudah kita kenali. Namun bagaimana dengan cinta? Apakah cinta diri sendiri dan cinta keluarga dapat menjadi berhala dalam hidup kita. Jawabnya adalah ‘ya’. Contohnya adalah saat Allah meminta Abraham untuk mengorbankan Ishak.

Di sini Allah ingin menguji Abraham, apakah Abraham lebih mencintai anaknya atau Allah yang telah memberikan anak baginya. Apakah itu berarti pemberian dari Allah ada yang tidak baik? Semua pemberian dari Allah pada dasarnya adalah baik, namun pemberian baik dari Allah tersebut bisa berbalik menjadi kail untuk menarik kita menjauh dari-Nya.

Kita semua terhubung untuk menyembah dan pilihan kita merupakan indikasi kuat tentang ilah mana yang sedang kita sembah. Kyle memberikan beberapa tips yang membantu kita untuk mengidentifikasi

pilihan-pilihan yang sedang kita buat: seberapa dekat pilihan Anda dengan pilihan orangtua Anda? Ilah apa yang Anda identifikasi sebagai “ilah dari budaya masa kini”? Bagaimana keputusan mengikuti Kristus mempengaruhi pilihan Anda? Apakah prioritas dan pengejaran dari masa lalu yang terus menerus mempengaruhi Anda?

Berhala-berhala dapat dikalahkan bukan dengan menyingkirkannya melainkan menggantikannya. Jalur yang dapat menjauhkan diri Anda dari ilah palsu adalah jalur yang mengarahkan Anda pada Allah yang Benar. Mendekatlah kepada Tuhan maka Ia akan mendekat kepada Anda dan menolong Anda mengalahkan berhala-berhala itu.

(yla)

MENGENALI DANMENGALAHKANBERHALA DALAM HATI ANDA

CElAH BuKu

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201464

“Aduh, gak sempat bro, bulan-bulan ini kerjaan gw lagi sibuk banget, gak mungkin bisa bantuin panitia retreat.”

“Maaf banget yaa..gw kayaknya gak bisa ikutan rapat panitia Natal malam ini, mesti lembur di kantor nih.”

“Kalau jadi pengurus selama dua tahun kayaknya gw gak bisa komit deh bro, paling gw bantu-bantu panitia aja ya?”

RuBRIK MudA

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 65

Buat kita yang sudah terlibat dalam pelayanan di gereja tentu tidak asing dengan kalimat-kalimat

penolakan seperti di atas. Bahkan mungkin sesekali bukan kita yang menghadapi kalimat tersebut, tetapi kitalah yang mengeluarkan kalimat-kalimat di atas. Memang di tengah jaman yang penuh tuntutan seperti sekarang ini, di mana pandangan dunia mengenai kesuksesan sangat melekat dengan materi, seringkali kita sebagai pemuda-pemuda Kristen ikut terjebak pada tuntutan tersebut. Kita dibilang ‘orang sukses’ jika kita bisa berhasil dalam karir kita, menduduki posisi tinggi pada tempat kita bekerja, bahkan akan jauh lebih dipandang lagi jika kita sukses menjadi pengusaha yang berhasil.

Dengan segala macam pandangan dan tekanan dunia seperti itu, salahkah kita jika kita bukan lupa, tetapi tidak atau kurang memprioritaskan panggilan kita sebagai anak-anak Tuhan untuk melayani? Salahkah jika setelah lulus kuliah yang kita pikirkan adalah berkarir setinggi mungkin, mencari uang sebanyak-banyaknya demi kesuksesan mengumpulkan materi, membeli mobil, rumah, mengumpulkan dana untuk membina rumah tangga, dan sebagainya? Salahkah kita berpikir bahwa toh waktu remaja saya sudah melayani Tuhan, jadi sekarang saya fokus dulu sama hidup saya, nanti setelah mapan baru saya melayani Tuhan lagi? Atau mungkin yang sedikit lebih ditolerir, salahkah

kita memilih lembur di kantor daripada latihan persiapan pelayanan sebagai pendukung ibadah minggu? Terlambat-terlambat dalam menghadiri rapat kepanitiaan dengan alasan masih banyak pekerjaan di kantor?

Menjadi orang Kristen itu unik. Jika bagi kepercayaan lain keselamatan diperoleh dari usaha-usaha masing-masing pribadi untuk mencapainya, bagi orang Kristen keselamatan adalah anugerah semata. Tidak ada usaha apapun yang dapat dilakukan seseorang untuk memperoleh keselamatan. Hanya karena kasih karunia Allah iman kita bisa memberikan keselamatan, dan bukan dari usaha kita sendiri (Efesus 2: 8-9).

Selanjutnya? Melayani Tuhan adalah panggilan kita setelah mengaku percaya dan menjadi murid-Nya. Ini berarti kita sebagai pemuda Kristen tidak akan cukup hanya hidup sebagai orang baik, tidak berbuat jahat, dan hidup ‘sukses’ menurut pandangan dunia. Menjadi seorang Kristen harus melayani, karena Tuhan kita Yesus Kristus telah lebih dahulu melayani Tuhan, dan sebagai orang-orang percaya kita dipanggil untuk hidup sama seperti Dia. Dia memberi contoh terbaik mengenai bagaimana seharusnya kita melayani Tuhan.

Bagaimana tantangan kita sebagai pemuda yang sedang dalam fase “memulai hidup” untuk bisa melayani Tuhan? Jika kita tidak berprofesi sebagai

PELAYANAN

6666 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014

seorang hamba Tuhan full-timer tentu melayani Tuhan memiliki tantangan-tantangan tersendiri. Dari pengalaman saya melayani Tuhan selama usia muda saya ingin membagikan beberapa hal yang semoga bisa membantu kita untuk setia pada panggilan pelayanan kita:

1. Kita harus sadar ada harga yang harus dibayar. Tuhan Yesus berkata bahwa sebagai pengikut Dia kita harus siap memikul salib. Jadi jangan membayangkan bahwa melayani hanya yang enak-enak saja. Ada kalanya kita harus meninggalkan tugas pekerjaan di kantor pada suatu malam dan lembur di keesokan harinya supaya bisa meluangkan waktu ikut latihan persiapan ibadah, rapat panitia acara di gereja, dsb. Bahkan jika jenis pekerjaan yang kita tinggalkan sedemikian urgent, seringkali kita harus membawa pulang pekerjaan tersebut untuk kita kerjakan setelah kita sampai di rumah setelah melakukan tugas pelayanan kita.

2. Tidak semua orang yang melayani bersama kita memiliki pemahaman tentang pelayanan yang sama dengan kita. Ini sangat penting untuk dipahami dan diterima oleh kita, supaya tidak timbul kekecewaan saat kita melayani. Ada kalanya rekan sepelayanan menunjukkan komitmen yang sangat minim, sehingga hampir semua tugasnya berantakan jika tidak kita handle. Ini menuntut kebesaran hati kita.

Kita harus bisa mengatasi perasaan ‘ditinggalkan’ ini, dan tetap memberikan sepenuh daya dan hati kita. Tuhan Yesus sendiri tetap setia sampai mati, meskipun Ia merasa Allah meninggalkan Dia (Matius 27:46)

3. Konflik! Seperti hidup, pelayanan tidak akan terlepas dari dinamika. Dan dinamika pelayanan ini sesekali mungkin bisa memicu konflik antar pelayan Tuhan. Yang membedakan antara konflik di pelayanan dengan di dunia pekerjaan adalah, dalam dunia pekerjaan ada atasan yang bisa menengahi, dengan kebijaksanaannya, atau dengan paksaan menggunakan kekuasaannya. Sedangkan pada pelayanan, konflik bisa diselesaikan lebih dengan kebesaran hati yang mau merendah, menyadari bahwa ini adalah pelayanan kepada Tuhan, minimal dari satu pihak yang berkonflik.

4. Melayanilah di manapun kita ditempatkan. Di kampus, di kantor, melayanilah di setiap kesempatan yang Tuhan sediakan bagi kita. Apapun pekerjaan yang Tuhan berikan bagi kita, do the best we can! (Kolose 3:23)

Selamat melayani!

Hendrik Komandangi

(Ketua Komisi Pemuda tahun pelayanan 2012-2014)

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 67

Mereka melayani dalam senyap. Bahkan mungkin sebagian be-sar jemaat kita tidak menge-

tahui keberadaan Tim Penghiburan ini. Padahal mereka telah melayani sejak tahun 2005. Pelayanan perdana mer-eka dilakukan pada saat Ketua PDP saat itu (Ibu Lydia) meninggal karena kecelakaan.

Penggagas terbentuknya Tim ini adalah Bapak Surya Winata, suami Pdt. Em. Anthoinette Winata. Pertimban-gannya antara lain adalah adakalanya

Paduan Suara yang ada tidak dapat melayani karena berbagai hal misalnya kendala waktu, pekerjaan, dan juga keterbatasan personil.

Karena PDP sebagian besar anggotanya adalah ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai banyak waktu luang maka diusulkan bagaimana kalau mereka membentuk tim kecil yang siap melayani kedukaan. Tim ini terdiri dari

tIM PENGhIbuRAN

PERsEkutuAN doA PAGI

GkI GuNsA

P R O F I l

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201468 69

FOTO KEGIATAN

12 orang yang bergantian bertugas, sekali tugas terdiri dari maskimal 6 orang karena mengingat keterbatasan tempat di mobil gereja.

Jikalau semboyan Tabitha: “Sahabat di Kala Duka”, maka tim inipun bisa disebut demikian. Di kala kesedihan melanda keluarga karena kekasihnya dipanggil pulang ke rumah Bapa, maka tim ini siap menaikkan puji-pujian un-tuk menghibur dan mengiringi seluruh acara keluarga. Mereka siap melayani pada waktu Kebaktian Penghiburan di rumah duka sampai Kebaktian Pelepas-an ke tempat krematorium atau pen-guburan. Yang perlu diapresiasi adalah kesiapan tim ini kapanpun dibutuhkan, bahkan mereka menyimpan beberapa blus putih di gereja untuk menyingkat waktu bila sewaktu-waktu dibutuhkan.

Bila ada Paduan Suara lain yang dapat dan ingin me-layani maka mereka boleh ‘bebas tugas’. Ketika Penu-lis bertanya bagaimana cara kerja Tim Penghiburan ini? Maka Ibu Tjoen Hwa (koordi-nator Tim Penghiburan saat ini) berkata, “Bila ada yang meninggal maka TU gereja akan menghubungi ketua PDP, ketua lalu menelepon koordinator dan tugas saya untuk segera mengumpul-

kan ‘anak buah’.” Adakalanya dalam se-hari mereka melayani sampai dua kali.

Itulah Tim Penghiburan yang terdiri dari ibu-ibu PDP yang pantang mundur walaupun banyak tantangan dan ham-batan serta pengorbanan waktu dan tenaga yang harus diberikan dalam melakukan pelayanan ini. Mari kita bersama-sama mendukung pelayanan Tim Penghiburan ini agar dapat men-jadi berkat bagi mereka yang dilanda kedukaan.

BK

Akhir Mei 2014

Aktivitas membuat mading dalam Sekolah Injil Liburan (SIL) yang diadakan pada tanggal 4-5 Juli 2014 dengan tema

“Gaul Gaya atau “Gaul Gaya ?”

Penampilan Michael Anthony (pianis termuda tunanetra dan autis MURI) dalam acara Apresiasi Kelker Kesenian dan

Peribadahan, Minggu 27 April 2014

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 71

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201472 73

BulAN KEPEdulIAN 2014(Kerja sama GKI Gunsa, GKI Bungur dan Gereja Sidang Jemaat Kristus)

Pemeriksaan gigi

Pasar murah

Bantuan sepatu sekolah untuk siswa-siswi SD, SLTP dan SLTA

Pemeriksaan mata

Pemeriksaan kesehatan umum

21 Juni 2014

5 Juli 2014

12 Juli 2014

Penjualan pakaian layak pakai

Pembagian sembako murah

74 75

Syarat pengiriman Jawaban KKS:

1. Jawaban ditulis di atas sehelai kartu pos atau kertas seukuran kartu pos dengan ditempel kupon asli KKS MG 88/XXXI/2014, disertai dengan nama dan alamat sesuai kartu identitas.

2. Diterima selambatnya hari Minggu tanggal 7 September 2014, melalui pos atau dimasukkan lewat kotak Majalah Gunsa di depan pintu masuk GSP I lt 1.

3. Jawaban yang benar akan diundi dan disediakan 3 (tiga) buah voucher belanja.4. Nama pemenang akan diumumkan lewat Warta Persekutuan dan Majalah Gunsa edisi 89/

XXXI/2014. Bagi para pemenang, hadiah dapat diambil di perpustakaan GKI Gunsa pada hari Minggu setelah kebaktian pk 08.00 dengan membawa bukti diri yang sah

5. KKS – MG tertutup bagi anggota redaksi MG6. Hadiah yang tidak diambil lewat sebulan sejak pengumuman di Warta Persekutuan, akan

menjadi milik redaksi.

Jawaban KKS- MG 87/XXXI/2014

Menurun

1. Kota besar di Jawa Timur2. G… = malaikat yang diutus (Lukas 1)3. Tidak (Inggris)5. Air beku6. Olesan tubuh/obat gosok7. Yang ulang tahun di Jakarta8. Ormas lokal di Jakarta (singkatan)9. Usia (Inggris)11. Organisasi liar di Aamerika Serikat12. Tempat makan-makan (singkatan)13. Nomor polisi di Madiun15. Ekonomi kreatif (singkatan)16. T … = keturunan/silsilah17. Panggilan ibu negara

22. Bumbu masak24. Berkelahi25. Bangunan lebih tinggi26. Busuk, bernoda27. Standar nasional kita (singkatan)28. Pantai Indah Kapuk (singkatan)29. Huruf kembar tiga30. Buah musiman33. Aliran tidak pelan34. Kota di Jepang35. Burung yang suka melayang36. Tidak tandus42. TNI yang bertugas di laut45. Lawan off

Pemenang KKS MG 87/XXXI/14

1. Yanny Irawaty Sugito, Jl. Gunung Sahari XI no. 79A, Rt 04/03, Jakarta 107202. Yuda Emanuel S, Jl. Cipinang Cempedak II/29 A,

Jakarta Timur 133403. Lanawati K. Darmawan, Jl. Titian Indah Blok M2/21,

Bekasi Barat

Mendatar:

1. Tokoh Proklamasi4. Bisa berwarna, bisa wangi10. Pegangan umat Kristen14. Kuno, tidak baru lagi.18. Yang selalu diperingati rakyat19. Maskapai penerbangan Belanda20. Singkatan mahasiswa Islam21. Tempat kumpul abu rokok23. Dimundurkan dulu25. Tugu kebanggaan Indonesia28. Tanaman penyejuk udara31. Air beku

32. Negara kita37. Negara bagian di Amerika (singkatan)38. Ra … = jenis penyakit yang berasal dari binatang39. Cedera tubuh40. Gelar Ibu Kartini (singkatan)41. Nomor polisi di Jogjakarta43. Jenis senjata api44. Kumpulan umat muslim46. Penguraian; pengupasan masalah47. Panggilan nenek (Inggris)

KuPON KKS-MG88/XXXI/2014

K K S

Majalah Gunsa edisi 88/XXXI/201476