12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tuna rungu, pada umumnya sulit untuk berkomunikasi dengan orang normal yang dapat mendengar. Dalam bidang kesehatan, penderita tuna rungu mempunyai masalah khusus dalam aksesbilitas karena sistem kesehatan tidak menyediakan kebutuhan khusus mereka dalam berkomunikasi. Manifestasi dari kurangnya aksesbilitas kesehatan, dalam hal ini kesehatan gigi dan mulut pada khususnya, orang tuna rungu memiliki kesehatan gigi dan mulut yang lebih buruk dibandingakan dengan orang yang tidak memiliki gangguan pendengaran (An Bernadino, 2006) Banyak pasien tuna rungu mengeluh karena mereka tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang penyakit, perawatan, dan prognosis mereka. Mereka mempunyai hak yang sama untuk memperoleh informasi yang lengkap sama seperti pasien yang lain (Champion, 2000) Komunikasi yang tidak memadai, dapat menimbulkan masalah bagi para professional kesehatan apabila pasien tidak mengikuti instruksi perawatan secara tepat atau tidak melakukan perawatan karena kurangnya motivasi dari pasien sendiri. Oleh sebab itu, para professional kesehatan, termasuk dokter gigi dan dental hygienist juga harus menggunakan metode yang berbeda pula dalam menangani pasien tuna rungu. Dokter gigi dan dental hygienist harus mengatur penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut di klinik gigi sedemikian rupa, agar pasien tuna 1

Makalah Askep Gilut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Askep Gilut

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang tuna rungu, pada umumnya sulit untuk berkomunikasi dengan orang normal

yang dapat mendengar. Dalam bidang kesehatan, penderita tuna rungu mempunyai masalah

khusus dalam aksesbilitas karena sistem kesehatan tidak menyediakan kebutuhan khusus

mereka dalam berkomunikasi. Manifestasi dari kurangnya aksesbilitas kesehatan, dalam hal

ini kesehatan gigi dan mulut pada khususnya, orang tuna rungu memiliki kesehatan gigi dan

mulut yang lebih buruk dibandingakan dengan orang yang tidak memiliki gangguan

pendengaran (An Bernadino, 2006)

Banyak pasien tuna rungu mengeluh karena mereka tidak mendapatkan informasi

yang lengkap tentang penyakit, perawatan, dan prognosis mereka. Mereka mempunyai hak

yang sama untuk memperoleh informasi yang lengkap sama seperti pasien yang lain

(Champion, 2000)

Komunikasi yang tidak memadai, dapat menimbulkan masalah bagi para professional

kesehatan apabila pasien tidak mengikuti instruksi perawatan secara tepat atau tidak

melakukan perawatan karena kurangnya motivasi dari pasien sendiri. Oleh sebab itu, para

professional kesehatan, termasuk dokter gigi dan dental hygienist juga harus menggunakan

metode yang berbeda pula dalam menangani pasien tuna rungu. Dokter gigi dan dental

hygienist harus mengatur penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut di klinik gigi sedemikian

rupa, agar pasien tuna rungu dapat menerima aksesbilitas perawatan gigi dan mulut yang

sama dengan pasien yang tidak memiliki gangguan pendengaran. Pelaksanaan perawatan gigi

dan mulut pasien tuna rungu mempunyai intensitas komunikasi yang lebih besar

dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki gangguan pendengaran. Maka dari itu, para

professional kesehatan, harus memahami dan dapat mengaplikasikan berbagai metode yang

dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan pasien tuna rungu di klinik gigi.

B. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah :

1. Mengetahui perbedaan kondisi kesehatan gigi dan mulut pada pasien tuna rungu dan

pasien yang tidak memiliki gangguan pendengaran

2. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut pada pasien tuna

rungu di klinik gigi

1

Page 2: Makalah Askep Gilut

3. Mengetahui peran dan tugas dari dental hygienist dalam penanganan pasien tuna

rungu di klinik gigi

BAB II

PEMBAHASAN

Kelainan pada anak terjadi akibat perkembangan abnormal yang dialami oleh anak

tersebut dalam fase tumbuh kembangnya, fase ini tidak hanya terbatas pada keadaan postnatal

anak tersebut, tetapi kondisi prenatal juga berpengaruh penting terhadap perkembangan

abnormal yang dialami oleh anak.

A. Kondisi Kesehatan Gigi dan Mulut pasien tuna rungu

Orang yang tuna rungu biasanya memiliki kebiasaan bernafas melalui mulut

(Anonim, 2010). Kebiasaan bernafas melalui mulut dapat menyebabkan xerostomia.

Xerostomia merupakan kekeringan pada mulut akibat disfungsi kelenjar saliva. Mulut kering

dapat meningkatkan terjadinya kerusakan gigi. Penurunan saliva merupakan faktor

predisposisi pada peningkatan insidensi karies, penyakit periodontal, dan infeksi oral,

terutama kandidiasis (Fox,2008)

B. Masalah dan penanganan pasien tuna rungu di klinik gigi

1. Penggunaan instrumen tambahan

Dari sudut pandang kedokteran gigi, bahwa penderita tuna rungu mempunyai

hambatan karena kurangnya kemampuan mendengar dan berbicara, termasuk perawatan

oleh dokter gigi. Kebutuhan perawatan gigi dari penderita cacat ini tidak banyak berbeda

dari perawatan penderita normal yang lainnya, tetapi tata pelaksanaan perawatan biasanya

lebih sulit. Kesulitan yang dialami oleh para dokter gigi dan dental hygienist dalam

menangani pasien tuna rungu di klinik gigi terletak pada tingkat emosi dari pasien tuna

rungu yang pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan pasien bukan tuna rungu.

Oleh sebab itu, perawatan gigi dan mulut pada penderita tuna rungu memrlukan beberapa

instrument tambahan. Beberapa insrumen tambahan yang biasanya digunakan yaitu :

a. Papoose Board

Papoose Board adalah suatu alat pengendali fisik yang berupa papan penahan tubuh

dengan ikatan dimana pasien dapat diatur posisi tubuhnya. Keuntungan alat ini adalah

mudah disimpan, ukuran bervariasi dan memiliki srabilisier kepala. Sedangkan

kerugiannya, apabila alat ini digunakan terlalu lama akan menyebabkan hipertemia

(www.natus.com/index.cfm?page=products_1&crid=109)

2

Page 3: Makalah Askep Gilut

b. Triangular Sheet

Alat bantu yang dikaitkan pada tubuh dan ekstremitas untuk mempertahankan posisi

tubuh. Keuntungan : pasien dapat duduk tegak pada kursi gigi. Kerugiannya adalah

banyak ikatan, dapat membuat pasien sesak nafaslah dan hipertemia.

c. Posey Strap

Alat bantu yang digunakan untuk mengendalikan ekstrimitas yang dapat merangsang

relaksasi dan mencegah refleks yang tidak terkendali.

2. Metode komunikasi dengan pasien tuna rungu di klinik gigi

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kualitas

komunikasi dengan pasien tuna rungu kaitannya dengan perawatan gigi dan mulut.

Pertama, kita harus tahu bagaimana pasien tuna rungu biasanya berkomunikasi. Jika

pasien adalah anak-anak, kita dapat bertanya kepada orang tua atau kerabat. Kita juga

dapat menulis bagaimana pasien berkomunikasi dengan orang tua atau keluarganya.

Apabila pasien yang dihadapi adalah orang dewasa, kita dapat memberikan pertanyaan

langsung kepadanya atau kepada orang yang terdekat pasien yang dapat menjawab

pertanyaan tersebut. Kedua, adalah metode gerakan bibir. Salah satu persyaratan

penggunaan metode lips reading (gerakan bibir) ini adalah visibilatas (penglihatan yang

baik). Apabila kita mencoba lisp reading, ini merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk

dilakukan . Banyak sekali faktor yang mana dapat menghambat pemahaman pasien tuna

rungu, antara lain pencahayaan, posisi dokter gigi maupun dental hygienist, cepat

lambatnya pengucapan, suara asing, homofon, penggunaan masker, posisi pasien tuna

rungu yang terlentang, kecemasan, dan sebagainya. Dokter gigi dan dental hygienist harus

mencoba berbicara dengan kondisi yang sebaik mungkin, agar pasien tuna rungu dapat

mengerti apa yang sedang dibicarakan (An Bernadino, 2006)

Menurut An Bernadino (2006) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh dokter

gigi maupun dental hygienist sebelum dan selama percakapan dengan pasien tuna rungu

antara lain adalah sebagai berikut :

a. Sebelum percakapan

Jangan pernah mulai berbicara jika pasien tidak melihat

Tunjukkan perhatian anda dengan sentuhan ringan sebelum memulai berbicara

Posisikan wajah pasien pada ketinggian yang sama (terutama untuk anak-anak)

3

Page 4: Makalah Askep Gilut

Jika Anda ingin menjelaskan sesuatu atau menghentikan prosedur maka cobalah

untuk tetap pada posisi berlawanan dengan pasien tersebut

Jangan melihat ke bawah

Jangan bergerak terlalu jauh dari atau terlalu dekat dengan pasien

Anda harus berada dalam posisi yang nyaman untuk pasien dan anda benar-benar

terlihat oleh pasien.

Pastikan wajah terkena sinar yang cukup

Jangan pernah berdiri di depan jendela atau cahaya agar wajah tetap terlihat oleh

pasien berbicara dengan tenang, perlahan dan menyenangkan. Kesabaran dari

dokter gigi maupun dental hygienist akan meningkatakan ketenangan,

konsentrasi, dan kepercayaan dari peasien

b. Selama percakapan

Tidak ada sesuatu di bibir maupun mulut (rokok, pena, permen karet, permen)

Menghindari meletakkan tangan atau benda di depan mulut . Masker wajah

merupakan hambatan untuk lips reading

Setiap prosedur gigi harus dijelaskan sebelum dokter gigi menggunakan masker

Jika ada sesuatu yang dijelaskan di tengah prosedur perawatan, dokter gigi harus

melepas masker

Mengucapkan setiap kata dengan jelas, tanpa berteriak. Berbicara jelas jauh lebih

efektif daripada berbicara keras.

Selalu berbicara dengan suara anda sendiri, tidak meniru-niri suara orang lain

Pengucapan tidak terlalu cepat atau lambat

Jangan berbicara dengan cara yang terlalu konvensional atau dalam bahasa yang

terlalu gaul. Pasien tuna rungu tidak seperti pasien yang mendengar yang mana

dapat terus-menerus menerima informasi dan belajar kosakata atau bahasa gaul.

Dokter gigi harus mengajari pasien tuna rungu kata-kata baru yang berkaitan

dengan kesehatan gigi contohnya karies.

Hindari istilah teknis atau obrolan yang berlebihan karena lips reading

melelahkan

Gunakan bahasa yang sederhana

Ada beberapa kata yang homofon sehingga mungkin membuat pasien kurang

paham.Ulangi pesan apabila pasien belum paham. Jika pasien belun juga paham,

bisa dilakukan rekonstruksi kalimat dengan cara penggunaan sinonim

Bahasa tubuh (postur dan gerakan) dan ekspresi wajah memainkan peran yang

sangat penting dalam berkomunikasi dengan pasien gangguan pendengaran di

klinik gigi. Dokter gigi maupun dental hygienist disarankan agar dapat

menggunakan wajah dan tubuhnya untuk mengungkapkan perasaan kebahagiaan,

4

Page 5: Makalah Askep Gilut

kesedihan, marah, takut, dan lain-lain untuk memudahkan pemahaman pasien

gangguan pendengaran.

Metode ketiga yang dapat digunakan oleh dokter gigi maupun dental hygienist dalam

menangani pasien tuna rungu di klinik gigi adalah bahasa isyarat. Bahasa isyarat adalah

bentuk komunikasi dengan menggunakan tanda-tanda yang diakui secara nasional dan

regional (tetapi tidak secara internasional), dan memiliki struktur sendiri Di Spanyol

memiliki bahasa isyarat yang disebut LSE. Kata-kata yang ingin disampaikan secara

lisan, disampaikan dalam bentuk gerakan tangan. Setiap bentuk gerakan tangan mewakili

huruf yang berbeda dari alfabet. Hal ini membutuhkan banyak praktik dan keterampilan.

Anggota keluarga atau teman yang dapat menggunakan bahasa isyarat dapat menemani

pasien dan membantu memberikan penjelasan atau mengajukan pertanyaan. Jika

diperlukan, dapat menggunakan penerjemah yang professional. Alternatif lain untuk

meningkatkan komunikasi dengan pasien tuna rungu yang menggunakan bahasa isyarat

antara lain adalah :

Bila menggunakan juru tanda (profesional, anggota keluarga atau teman), penting

untuk memusatkan perhatian kita pada pasien bukan pada penerjemah. Anda harus

berbicara langsung kepada pasien menggunakan orang kedua dan memperhatikan

ketika pasien memberikan jawaban.

Penafsir harus hadir di semua janji

Menghadiri kursus bahasa isyarat sehingga kita setidaknya dapat menggunakan

bahasa isyarat yang sederhana.

Berbicaralah perlahan dan jelas

Menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah

Ekspresi wajah merupakan bagian dari bahasa isyarat. Mereka dapat digunakan untuk

mengekspresikan kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, ragu, kekecewaan, dan lain-

lain.

3. Penanganan pasien tuna rungu anak-anak di klinik gigi

Menurut Champion (2000) ada banyak informasi mengenai cara-cara menangani

pasien tuna rungu dewasa dalam perawatan kesehatan, namun tidak dengan pasien anak.

Informasi mengenai penanganan pasien anak tuna rungu di bidang kesehatan masih

sangat sedikit. Berikut ini adalah rekomendasi – rekomendasi yang dapat diterapkan

untuk pasien anak tuna rungu :

a. Pasien anak tuna rungu harus ditangani di klinik gigi secara individu.

Perawatan secara individu ini harus dilengkapi dengan rekam medis yang lengkap

untuk melihat terjadinya penurunan fungsi pendengaran, bagaimana tingkat

keparahannya, pengobatan apa yang sudah di terima, bagaimana pendidikan dan

komunikasi yang dilakukan, faktor keluarga, dan masalah – masalah lain yang terkait.

5

Page 6: Makalah Askep Gilut

Yang paling penting adalah mengetahui bagaimana pasien tersebut berkomunikasi.

Informasi tersebut sebaiknya sudah dilengkapi sebelum pertemuan pertama. Selain

itu, sebaiknya diadakan pertemuan terlebih dahulu dengan orang tua untuk

menjelaskan prosedur yang nantinya akan dilakukan supaya orang tua

mempersiapkan anaknya pada kunjungan berikutnya.

b. Kunjungan harus dijadwalkan dengan baik agar anak tidak harus menunggu terlalu

lama di ruang tunggu sehingga tidak mengalami kecemasan dan ketakutan yang

berlebihan

c. Setelah anak berada di kursi gigi, dokter, asisten, dan orang tua harus berada dalam

jangkauan penglihatan anak. Selama kunjungan pertama, orang tua mendampingi

anaknya di dalam klinik agar anak merasa aman dan nyaman.

d. Tim tenaga kesehatan harus mampu menggunakan komunikasi non verbal melalui

bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Hal ini penting agar anak merasa nyaman dan

percaya kepada tim.

e. Memahami bagaimana orang tua berbicara dengan anak dan dokter gigi maupun

dental hygienist melakukannya semirip mungkin.

f. Apabila sudah timbul kepercayaan dari orang tua dan anak, secara bertahap orang tua

dapat meninggalkan anak di ruang praktek agar anak menjadi lebih mandiri.

g. Lepaskan masker ketika berbicara dengan anak dan jangan berada diluar jangkauan

pandang anak karena dapat menimbulkan ketakutan.

h. Anak tuna rungu takut akan hal-hal yang baru sehingga memerlukan banyak

penjelasan dan kegiatan melihat. Semua instrumen yang digunakan harus

diperlihatkan terlebih dahulu termasuk alat-alat yang penggunaannya akan

menimbulkan getaran agar anak tidak terkejut ketika peralatan tersebut digunakan

sehingga dapat mempersiapkan dirinya

i. Teknik tell – show – do dapat diubah menjadi show - do dengan memperhatikan usia

pasien, tingkat keparahan, keterampilan komunikasi yang dimiliki

j. Teknik modeling dapat berguna bagi perawatan anak tuna rungu, hal ini dilakukan

dengan menonton video atau mempraktikkan anak lain di kursi gigi agar anak dapat

mengamati proses yang berlangsung.

k. Apabila anak terbiasa menggunakan bahasa isyarat, orang tua dapat membantu dokter

menjadi penerjemah bahasa apabila dokter tidak menguasai bahasa isyarat tersebut

l. Tidak mudah untuk menjelaskan prosedur anastesi pada anak tuna rungu, namun

dengan bantuan orang tua mungkin akan sedikit lebih berguna.

4. Perjanjian kunjungan perawatan gigi dan mulut

Selain alat tambahan yang diperlukan, hal yang perlu diperhatikan adalah dalam

menentukan perjanjian kunjungan perawatan gigi pada penderita tuna rungu. Kunjungan

6

Page 7: Makalah Askep Gilut

pertama perawatan gigi pada penderita harus baik untuk menilai rasa kooperatifnya oleh

dokter gigi dengan bantuan penuh dari orangtua. Hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Pada kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap riwayat medisnya,

pentingnya riwayat medis yang memperhatikan pengalaman kesehatan yang lalu

dapat memberi jawaban terhadap ketidakjelasan keadaan saat tersebut. Orangtua

sering tidak dapat memberi penjelasan keadaan medis dan kesehatan mulut anaknya,

misalnya : Keadaan alergi terhadap antibiotik Penicillin. Ini dapat berakibat fatal bagi

dokter gigi, jika sampai diberikan. Jika perlu dapat berkonsultasi dengan dokter

umum/spesialis si penderita tersebut.

b. Hubungan komunikasi penderita-dokter gigi-orangtua harus dijaga dengan baik.

Orangtua akan melindungi dan cenderung menjadikan pasien lebih manja dan kurang

disiplin sehingga menyulitkan kerjasama pada perawatan giginya. Dokter gigi perlu

bertindak tegas dan berani dalam bertindak, supaya tercapai hasil yang baik.

Sebaiknya dengan banyak melakukan diskusi masalah tingkah laku penderita dengan

orangtua, sebelum tindakan perawatan, supaya dapat dipahami tindak-tanduk, aksi

reaksi penderita cacat terhadap teknik penanganan kerja dokter giginya

BAB III

KESIMPULAN

Penderita tuna rungu mempunyai masalah khusus dalam aksesbilitas perawatan gigi dan

mulut karena masih minimnya pengaplikasian metode komunikasi khusus di klinik gigi oleh

para dokter gigi dan dental hygienist

Para dokter gigi dan dental hygienist perlu menggunakan metode komunikasi khusus bagi

para pasien tuna rungu seperti lips reading dan bahasa isyarat

Pasien tuna rungu memiliki tingkat emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien

bukan tuna rungu, sehingga perlu penggunaan instrumen tambahan oleh dokter gigi dan

dental hygienist di klinik gigi seperti papoose board, triangular sheet, dan posey strap.

DAFTAR PUSTAKA

7

Page 8: Makalah Askep Gilut

An Bernadino Silvia, et al, 2006, How to Improve Communication with Deaf Children in The Dental Clinic, Med Oral Patol Oral Cir Bucal, 1;12 (8) : E576-81.

Champion, J., 2000, Dental Care for Children and Young People Who Have a Hearing Impairment, British Dental Journal, 189 : 155.

Avasthi, Kanika., 2011, Oral Health Status of Sensory Impaired Children in Delhi and Gurgaon, International Journal of Dental Clinics, 3 (2) : 21-23

Jain Manish, et .al, 2008, Dentition Status and Treatment Needs Among Children With Impaired Hearing Attending a Special School for The Deaf and Mute in Udaipur India, Journal of Oral Sciences, 50 : 161-165.

8