39
MENANGGAPI POLEMIK PUYER DI INDONESIA Diajukan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia semester genap Disusun Oleh : 1. Anthony Kesumah (04) 2. Ferik Tantomi (12) 3. Maria Inge O. (23) 4. Patrick Duffi (31) 5. Vinsensius Viktor L. (40)

Makalah B.indo Polemik Puyer

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah B.indo Polemik Puyer

MENANGGAPI POLEMIK PUYER

DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia semester genap

Disusun Oleh :

1. Anthony Kesumah (04)

2. Ferik Tantomi (12)

3. Maria Inge O. (23)

4. Patrick Duffi (31)

5. Vinsensius Viktor L. (40)

SMA XAVERIUS 1

PALEMBANG

2008/2009

Page 2: Makalah B.indo Polemik Puyer

Kata Pengantar

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya selama pembuatan

tugas ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Adapun mata pelajaran yang menjadi

dasar penulisan ini adalah Bahasa Indonesia. Dalam makalah ini, kami membahas tentang

maraknya polemik puyer, suatu permasalahan yang dialami masyarakat saat ini tentang

obat-obat campuran yang membahayakan.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu guru yang telah memberikan

kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Kami mengerjakan tugas ini

dengan sebaik-baiknya, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan karena keterbatasan

kemampuan kami dan juga terbatasnya waktu yang ibu berikan. Atas keterbatasan kami

inilah, kritik dan saran yang membangun akan sangat kami harapkan, guna

menyempurnakan tugas-tugas lainnya kelak.

Terakhir, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu kami dalam proses pembuatan karya ilmiah ini. Semoga makalah ini dapat

berguna dan bermutu, serta dapat menjadi salah satu bekal atau pengalaman bagi kami

untuk menjadi lebih baik lagi.

Palembang, Maret 2009

ttd.

Penulis

ii

Page 3: Makalah B.indo Polemik Puyer

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….…… ii

DAFTAR ISI ………………….…………….………………………………………… iii

HALAMAN PENGESAHAN ……..…………………………………………………... iv

BAB I PENDAHULUAN ……………..………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang …….………….…………………………………….………1

1.2. Rumusan Masalah ………..………………………………………...…....… 2

1.3. Tujuan Penulisan ……………………………………………….………..…. 2

1.4. Manfaat Penulisan …………...………………………………………..…… 3

1.5. Metode Penelitian ……...…..………………………………………....…….. 3

BAB II LANDASAN TEORI …..…………………………………………………........ 4

BAB III PEMBAHASAN …..………………………………………………….............. 5

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….17

4.1. Kesimpulan …..…..…………………………………………………................17

4.2. Saran ...…...…………………………………………………..............................17

DAFTAR PUSTAKA …..…………………………………………………......................18

iii

Page 4: Makalah B.indo Polemik Puyer

PENGESAHAN

Laporan makalah “Menanggapi Polemik Puyer di Indonesia” disusun oleh :

1. Anthony Kesumah

2. Ferik Tantomi

3. Maria Inge O.

4. Patrick Duffi

5. Vinsensius Viktor L.

Berdasarkan tugas yang diberikan oleh Ibu Rizki

Disetujui oleh :

Guru Bahasa Indonesia,

Tanggal: …………………

(Rizki Pusrikasari)

iv

Page 5: Makalah B.indo Polemik Puyer

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Obat puyer sebagai alternatif bagi pengobatan masyarakat menengah ke

bawah di Indonesia telah digunakan selama berpuluh-puluh tahun. Obat puyer

merupakan obat racikan yang berasal dari beberapa campuran obat. Dalam ilmu

kedokteran, obat tentu dipergunakan untuk menyembuhkan penyakit, namun bila

telah dicampur dengan beberapa jenis obat lainnya, akankah khasiatnya bertambah?

Sesuai ilmu kimia, setiap bahan kimia yang dicampur akan menyebabkan

reaksi satu sama lain. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya

kontroversi seputar praktek polemik puyer di tengah masyarakat Indonesia yang

hangat diperbincangkan dalam beberapa pekan terakhir ini.

Berbagai tanggapan dari berbagai pihak telah muncul seiring dengan

maraknya perbincangan tentang polemik puyer ini. Ada yang pro dan ada juga

kontra. Sebagian masyarakat menganggap puyer tidak higienis sehingga tidak aman

untuk dikonsumsi. Di lain pihak, ada yang berpendapat puyer aman dikonsumsi asal

diracik sesuai dengan prosedur.

Obat puyer sangat mudah diperoleh di apotek-apotek manapun. Harganya

yang terjangkau bagi keluarga berpenghasilan rendah juga menjadi salah satu alasan

mengapa obat puyer masih dipergunakan sampai saat ini.Pemerintah pun sampai

1

Page 6: Makalah B.indo Polemik Puyer

2

saat ini belum menetapkan adanya larangan beredarnya obat puyer. Hal ini karena

puyer masih menjadi andalan dalam hal pengobatan di Indonesia. Selain itu

perekonomian Indonesia masih belum cukup memadai bila harus mengganti obat

puyer dengan obat lain. Tak heran hingga saat ini puyer masih dipakai walaupun

banyak yang meragukan higienitas obat tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa polemik puyer dapat terjadi?

2. Mengapa obat puyer berbahaya?

3. Apa upaya pemerintah dalam menyikapi hal ini?

4. Apa saja kelemahan puyer?

5. Apakah obat jadi lainnya lebih aman ataukah sama saja?

6. Mengapa dokter perlu memberikan puyer?

7. Siapa yang bertanggung jawab tentang pembuatan puyer?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan mengenal puyer secara lebih rinci

2. Mengetahui bahaya obat puyer bagi kesehatan anak

3. Mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan obat puyer

4. Mengetahui apa saja upaya yang dapat dilakukan menyikapi polemik puyer

Page 7: Makalah B.indo Polemik Puyer

3

1.4 Manfaat Penulisan

1. Membantu masyarakat mengenal obat puyer

2. Sebagai bahan pertimbangan masyarakat dalam memilih obat yang baik dan aman

untuk dikonsumsi.

1.5 Metode Penelitian

Dalam pembuatan makalah ini, kami menggunakan metode studi kepustakaan dengan

mencari sejumlah bahan di internet.

Page 8: Makalah B.indo Polemik Puyer

BAB II

LANDASAN TEORI

Puyer merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi (selain sirup, tablet, cream, dsb)

yang terdiri atas dua atau lebih campuran homogen obat yang digerus yang dibagi dalam

bobot kurang lebih sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas.

Racikan puyer itu bisa langsung dikonsumsi dengan dicampur air, biasanya untuk anak-

anak atau bisa juga dimasukkan kapsul untuk orang dewasa.

Awal mula terjadinya polemik adalah adanya fakta bahwa selama ini puyer cenderung

lebih banyak memiliki sisi negatif dibanding positifnya. Beberapa sisi negatif yang disorot

antara lain karena puyer merupakan wujud pengobatan tidak rasional, rentan sebagai media

polifarmasi, pembuatannya tidak sesuai dengan CPOB dan sebagainya. Akhirnya,

muncullah desakan agar puyer dilarang secara resmi. Sayang karena ‘kelalaian’ apoteker,

puyer dieksploitasi sedemikian rupa demi menggapai beberapa tujuan sekaligus. Kasus

polifarmasi, penggunaan obat yang tidak rasional, munculnya interaksi obat atau masalah-

masalah lain dalam bentuk sediaan puyer sangat mungkin karena ketidaktahuan dokter

yang meresepkan dikombinasi dengan kelalaian apoteker dalam menjalankan tugasnya.

Kasus tersebut sifatnya situasional. Sepanjang dokter memegang teguh prinsip pengobatan

yang rasional dan apoteker menerapkan good pharmacy practise dalam menjalankan

profesinya maka sisi negatif puyer tidak akan muncul.

4

Page 9: Makalah B.indo Polemik Puyer

BAB III

PEMBAHASAN

Puyer merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi (selain sirup, tablet, cream, dsb)

yang terdiri atas dua atau lebih campuran homogen obat yang digerus yang dibagi dalam

bobot kurang lebih sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas.

Awal mula terjadinya polemik adalah adanya fakta bahwa selama ini puyer

cenderung lebih banyak memiliki sisi negatif dibanding positifnya. Beberapa sisi negatif

yang disorot antara lain karena puyer merupakan wujud pengobatan tidak rasional, rentan

sebagai media polifarmasi, pembuatannya tidak sesuai dengan CPOB dan sebagainya.

Namun, sepanjang dokter memegang teguh prinsip pengobatan yang rasional dan apoteker

menerapkan good pharmacy practise dalam menjalankan profesinya maka sisi negatif

puyer tidak akan muncul.

Maka dari itu melarang peresepan puyer bukanlah tindakan bijaksana jika dokter

penulis resep tidak mengubah kebiasaan meresepkan obat secara tidak rasional dan

apoteker tidak menerapkan good pharmacy practise. Bagaimanapun, sebagai bentuk

sediaan yang sifatnya darurat, puyer masih diperlukan agar tujuan pengobatan tercapai.

Bila mengacu pada good pharmacy practise , apoteker - atas permintaaan dokter

melalui resep - bertanggungjawab penuh dalam proses pembuatan/peracikan puyer dan

mengeluarkan jaminan terhadap kualitas termasuk stabilitasnya sehingga aman dikonsumsi

oleh pasien. Dalam konteks ini apoteker berkewajiban untuk melakukan screening resep

5

Page 10: Makalah B.indo Polemik Puyer

6

agar kemungkinan adanya ketidakrasionalan penggunaan, polifarmasi maupun interaksi

obat dapat diminimalkan.

Namun dalam prakteknya kerap terjadi penyimpangan. Apoteker tidak selalu berada di

apotek atau dokter melakukan dispensing obat langsung kepada pasien meski ditengah

kerumunan apotek. Ketidakhadiran apoteker di apotek menyebabkan tidak terselenggaranya

good pharmacy practise secara optimal dan dokter yang melakukan pekerjaan kefarmasian

(dipensing) luput dari mekanisme kontrol yang seharusnya tidak boleh terlewatkan dalam

proses pengobatan.

Polemik tentang puyer hanya sebuah permukaan dari gunung es. Ruang lingkup

pekerjaan kefarmasian demikian luas dan selama ini banyak pihak yang tidak kompeten

melakukannya. Sebut saja misalnya penjualan obat daftar G di toko obat, dokter dispensing

diluar ketentuan, pencampuran bahan kimia obat dalam jamu dan masih banyak lagi

lainnya.

Berikut ini adalah sejumlah sisi negatif dan bahaya puyer:

1. Bentuk pengobatan tidak rasional

2. Tidak sesuai dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

3. Rentan Polifarmasi

4. Proses peracikan tidak higienis

5. Potensi Human Error sangat besar

6. Stabilitas obat terganggu

7. Sejumlah jenis obat mudah rusak jika digerus

Page 11: Makalah B.indo Polemik Puyer

7

8. Kemungkinan terjadi toksid atau jamur

9. Ketepatan takaran diragukan

10. Sebagian bubuk terbuang

11. Resiko kontaminasi tinggi

Dengan mendudukkan masalah pada proporsi yang semestinya, polemik tentang puyer

menyadarkan kita bahwa pekerjaan kefarmasian memang perlu diatur lebih kongkrit.

Sesuai pasal 63 UU No 23/1992 tentang Kesehatan dikatakan bahwa pekerjaan kefarmasian

harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk

itu dan Pemerintah perlu menetapkan peraturan mengenai pelaksanaan pekerjaan

kefarmasian. Sebenarnya, rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian

(PP-PK) sudah persiapkan sejak lebih dari 4 tahun yang lalu. Pembahasannya juga telah

berulangkali dilakukan dengan melibatkan apoteker dan pihak-pihak lain yang terkait. Tapi

entah mengapa sampai saat ini tanda-tanda akan disyahkannya peraturan tersebut belum

juga nampak.

Menteri Kesehatan menyatakan bahwa puyer masih merupakan bentuk sediaan yang

masih dibutuhkan di Indonesia, hari ini pemberitaan tentang polemik puyer menegaskan

pentingnya keberadaan apoteker untuk menjamin kualitas dan rasionalitas puyer.

Sementara itu dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal

80 Ayat b: Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan

farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan

Page 12: Makalah B.indo Polemik Puyer

8

atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dipidana dengan

pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Terdapat beberapa hal yang kami rangkum dalam kontroversi yang disampaikan oleh

para klinisi dalam suatu seminar dan opini di media tentang masalah kelemahan puyer yang

ternyata tidak pada substansi masalah utama bahaya obat puyer itu sendiri.

1. Menurunnya kestabilan obat  karena obat-obatan yang dicampur tersebut

punya kemungkinan berinteraksi satu sama lain.

Sebenarnya bila dicermati interaksi obat tidak hanya pada pemberian puyer

pemberian sediaan kapsul atau sirup mempunyai resiko interaksi obat satu dengan

yang lain. Dokter dibekali limu farmasi tentang masalah interaksi dan kestabilan

obat. Kalaupun ada interaksi obat mungkin, dokter sudah memperhitungkan hal

tertsebut tidak terlalu berbahaya. Bila dokter tidak memahami farmakoterapi dari

suatu jenis obat, sebaiknya dokter tidak menuliskan resep obat baik puyer maupun

sirup.

2. Pemberian puyer beresiko terjadi pemberian polifarmasi.

Sebenarnya penggunaan polifarmasi bisa juga terjadi pada penggunaan obat kapsul

dan sirup.  Seorang dokter ada juga yang meresepkan berbagai macam botol sirup

dalam satu kali pemberian. Bahkan seorang ibu sempat mengeluh ketakutan karena

anaknya dalam sekali berobat diberikan sekaligus 6 botol sirup. Padahal dalam satu

botol sirup itu juga kadang terdiri dari dua atau lebih kandungan obat. Pengalaman

Page 13: Makalah B.indo Polemik Puyer

9

lain beberapa penderita yang berobat di luar negeri khususnya Singapura, penderita

memang tidak mendapatkan puyer tetapi membawa segepok obat sirup dan kapsul

kalo dijumlah lebih dari 7 macam. Masalah pemberian polifarmasi ini juga

tergantung pengetahuan dan pengalaman dokter.

3. Sulitnya mendeteksi obat mana yang menimbulkan efek samping -

karena berbagai obat digerus jadi satu dan terjadi reaksi efek samping

terhadap pasien, akan sulit untuk melacak obat mana yang menimbulkan

reaksi.

Hal ini juga tidak akan terjadi, karena dalam penulisan obat puyer pasien dapat

meminta kopi resep dari apoteker atau apotik tempat pembelian obat. Di Puskesmas

memang menjadi masalah karena seringkali tidak disertai kopi resep, tetapi bila

pasien meminta hal itu pasti akan diberikan oleh dokter yang memberikan di

psukesmas.  Adalah sesuatu yang tidak etis bila dokter tidak mau memberikan kopi

resepnya.

4. Pembuatan puyer dengan cara digerus atau diblender, sehingga akan ada sisa

obat yg menempel di alatnya.

Hal itu wajar terjadi, dalam ilmu meracik obat itu sudah diperhitungkan dengan

menambah sekian prosen untuk kemungkinan hal tersebut.  Kalaupun ada

kekurangan dan kelebihannya sebenarnya hanya dalam jumlah kecil yang tidak

Page 14: Makalah B.indo Polemik Puyer

10

terlalu bermakna, kecuali pada obat tertentu. Dalam pemakaian obat sirup pun pasti

wajar bila kelebihan atau kekurangan seperti terjadi sisa sedikit sewaktu

memberikan obat dalam sendok sirupnya atau kelebihan sedikit dalam menuang

obat dalam sendok. Bahkan seorang peneliti pernah melaporkan bahwa sekitar 20%

obat paten ternyata sewaktu diteliti lebih cermat sering membulatkan jumlah dosis

seperti yang tercantum dalam kemasannya atau tidak sesuai dengan kandungan yang

ada, seperti pesudoefedrin yang seharusnya dikapsul 17 mg dibulatkan menjadi 20

mg.

5. Proses pembuatan obat itu harus steril.

Memang dalam penyajian dan penyediaan obat harus higenis dan bersih, dan itu

sudah merupakan prosedur tetap yang harus dilakukan oleh semua apoteker.

Meskipun dalam penyediaan obat oral tidak harus super steril seperti penyediaan

obat suntik. Obat oral mungkin relatif sama seperti penyajian makanan lain yang

masuk ke mulut, beda dengan obat injeksi yang harus melalui pembuluh darah yang

harus sangat steril.

6. Bisa jadi obatnya sudah rusak sebelum mencapai sasaran karena

proses penggerusan.

Masalah tersebut sebenarnya masalah knowledge (pengetahuan) dan ketrampilan

dokter. Hal itu juga tidak akan terjadi karena dokter sudah diberikan ilmu farmasi

Page 15: Makalah B.indo Polemik Puyer

11

bahwa terdapat beberapa obat yang tidak boleh digerus. Kalaupun ada yang tidak

boleh digerus tapi digerus, mungkin tidak membahayakan tetapi hanya membuat

khasiat obat tidak optimal.

7. Dosis yang berlebihan karena dokter tidak mungkin hafal setiap merek

obat. Jadi akan ada kemungkinan dokter meresepkan 2 merek obat yang

berbeda, namun kandungan aktifnya sama.

Hal seperti ini juga sebenarnya masalah knowledge (pengetahuan) dan ketrampilan

dokter. Setiap dokter tidak boleh menuliskan resep obat bila tidak hafal dosis dan

merek obatnya. Kekhawatiran inipun juga terjadi pada penulisan resep sediaan

sirup.

8. Kesalahan dalam peracikan obat - bisa jadi tulisan dokter bisa jadi nggak

kebaca sama apoteker, sehingga bisa membuat salah peracikan.

Hal inipun juga terjadi pada sediaan sirup. Penulisan dokter tidak jelas memang

sering terjadi, dalam hal ini apoteker harus menanyakan lagi kepada dokter

Lalu apakah obat jadi lainnya juga tidak sama saja? Semua berpulang pada pengetahuan

dan keterampilan dokter serta apoteker. Dua profesi kesehatan itu telah cukup dibekali dan

tidak ada larangan untuk berkomunikasi. Sudah jamak jika apotek kesulitan membaca

resep, ragu-ragu tentang dosis obat, akan langsung menghubungi dokter penulis resep.

Page 16: Makalah B.indo Polemik Puyer

12

Satu lagi yang sangat penting adalah komunikasi ke pasien terkait dengan aturan pakai

obat, cara pakai (ada puyer yang tidak boleh dicampur dengan susu), serta cara

penyimpanan (menyangkut stabilitas obat).

Jika semua sudah dilakukan sesuai tatanan norma hukum dan etika profesi, tidak ada

lagi yang perlu dikhawatirkan. Maka, sebagaimana dikatakan dr Widodo Judarwanto (lihat

tulisan lain di halaman ini), perdebatan soal puyer tidak pada substansinya.

Juga, sudah ditegaskan oleh Ketua IDAI dr. Badriul Hegar Sp.A. (K) dan Ketua Umum

IDI Fahmi Idris, puyer adalah bentuk sediaan obat yang tidak berbahaya selama syarat

ketentuan serta prosedur dilakukan secara baik dan benar. Menteri Kesehatan Siti Fadilah

Supari juga mengamini. Tidak semua obat puyer berbahaya.

Mengapa sih dokter kok perlu memberikan puyer?

1. Dengan sediaan puyer dokter bisa memberikan obat yang dosisnya disesuaikan

dengan berat badan anak. Karena dengan dosis sesuai berat badan itulah yang paling

tepat dalam pemberian obat.

2. Dengan pemberian puyer dokter bisa mencampurkan beberapa obat sekaligus, yang

memang diperlukan untuk kesembuhan pasien.

3. Dengan puyer anak tidak perlu meminum banyak obat (misal : sirup a, sirup b, sirup

c, dan seterusnya). Dengan sediaan puyer anak tersebut tidak perlu minum terlalu

banyak, dokter cukup dengan mencampurkan obat dengan kandungan spt sirup a,

sirp b, dan sirup c, menjadi satu puyer. Yang tentunya bisa mempermudah

pemberian obat kepada anak.

Page 17: Makalah B.indo Polemik Puyer

13

4. Dengan pemberian puyer, dokter bisa memberikan dosis yang lebih rendah dari

seharusnya, tapi memberikan efek yang sama dengan dosis normal. Hal itu

dikarenakan adanya interaksi antar obat yang ada didalam puyer tersebut.

5. Dengan pemberian obat puyer maka dokter bisa menerapkan tarif yang jauh lebih

murah.

 

Siapa saja yang harusnya bertanggung jawab tentang pembuatan puyer ?

1. Dokter selaku pembuat resep. Dokter harus meresepkan obat-obat yang rasional,

dan harus menjelaskan kepada pasien obat apa saja yang akan diberikan, baik

manfaat ataupun efek samping yang kemungkinan bisa timbul. Dan sebaiknya

dokter tidak melakukan Polifarmasi.

2. Apoteker selaku pembuat sediaan. Apoteker harus melaksanakan pembuatan

sediaan puyer dengan higienis dan dosis yang benar sesuai dengan perintah dokter.

Higienis tempat, alat, dan bahan, serta petugas pembuatnya tidak sedang sakit.

3. Industri Farmasi sebagai produsen obat. Pabrik farmasi harus dapat menyediakan

obat yang terjangkau baik dari harga yang murah maupun ketersediaannya di

seluruh pelosok indonesia. Tanpa ketersediaan dan harga yang mahal, tentunya

puyer masih tetap digunakan.

4. Masyarakat sebagai konsumen. Masyrakat harusnya berperan aktif dalam mencari

tahu jenis obat apa saja yang diberikan dan kegunaan obatnya apa, serta efek

Page 18: Makalah B.indo Polemik Puyer

14

samping dari obat itu apa saja? Tapi kenyataannya masyarakat indonesia cenderung

untuk pasif dan percaya apa saja yang diberikan dokter.

5. Tentunya Pemerintah Indonesia yang harus mengontrol penggunaan obat dan puyer,

dalam hal ini Departemen Kesehatan dan Badan POM. Apa kedua instansi itu sudah

bekerja dengan baik?

Berikut merupakan tanggapan tentang puyer dari sudut pandang asisten apoteker :

Polemik puyer semakin ramai dan membingungkan banyak masyarakat awam apalagi

setelah membaca banyaknya sumber yang mengatakan puyer tidak aman, berbahaya dan

sebagainya. Sebagai salah satu yang berkecimpung di dunia per-puyer-an setiap hari saya

ingin ikut memberi masukan yang semoga bisa menenangkan hati masyarakat yang masih

bingung dan pro kontra.

Tentang hal higienis atau tidaknya, semua kembali pada si pembuat puyer yang dalam

hal ini adalah apoteker dan asisten apoteker. Bila memang dari manusianya memiliki hati

dan tidak hanya asal bekerja, pastilah semua peralatan dipastikan higienis sebelum dipakai.

Tentang harus memakai timbangan khusus, kami merasa hal itu harus disesuaikan

dengan kondisi dulu. Lagipula, puyer itu sudah berisi campuran berbagai obat yang

dosisnya sudah dihitung dokter berdasar umur, berat badan, dan masalah alergi atau

tidaknya tubuh terhadap campuran obat tersebut. Jadi mau dibagi berapapun, tiap

bungkusnya sudah mengandung jumlah dan isi yang sama.

Page 19: Makalah B.indo Polemik Puyer

15

Memang diakui masih banyak dokter yang meresepkan puyer berisi lebih dari enam

macam dan dengan dosis tinggi. Hal itu tentunya bukan masalah dari puyernya tapi dari

komunikasi dokter dengan pasien sedikit menyimpang dari jalur. Namun, karena banyak

mengetahui dari cerita orang dan pengalaman pribadi, masalah komunikasi dengan dokter

memang sering diperbicangkan.

Sekali lagi semua kembali pada pribadi masing-masing. Ada dokter yang siap

dihubungi dan ditanya bila kami susah membaca resep, tapi ada pula dokter yang susah

diajak bicara bahkan sering tidak mau memberitahukan nomor teleponnya. Saya sangat

mendukung semua opini dari dokter, apoteker yang lebih berpengalaman dan tahu

kesehariannya bagaimana pembuatan puyer ini karena itu saya juga memohon dengan

sangat pada salah satu stasiun televisi swasta agar tidak memberitakannya dengan sangat

tidak berimbang hingga masyarakat percaya saja bahwa puyer berbahaya bagi anak.

Seperti sudah dikatakan para profesional tentang apa itu puyer yang berisi campuran

beberapa obat yang tidak mungkin bisa didapat dalam sebuah sirup apalagi bila harus

menghitung dosis sudah pasti puyer lebih bisa dipercaya karena puyer menggunakan

perhitungan umur, berat badan dan juga memikirkan apakah pasien ini akan alergi atau

tidak dengan tiap komponen puyer.

Dengan kata lain, dalam puyer dokter bisa membuat berbagai pilihan obat yang

jelas tidak bisa dilakukan sirup. Lalu soal obat berinteraksi dengan metal, bukankah semua

obat bahkan sirup sendiri juga dibuat di tempat-tempat yang berbahan metal dan logam? 

Bila masih ada yang ingin didiskusikan, saya senang sekali menerima email dari Anda.

Page 20: Makalah B.indo Polemik Puyer

16

Untuk masyarakat awam jangan takut puyer itu aman selama apoteknya menjaga

kehigienisan pembuatan puyer.

Page 21: Makalah B.indo Polemik Puyer

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Jadi, yang dapat kami simpulkan dari semua yang tersebut diatas adalah bentuk

sediaan puyer sebenarnya tidak bermasalah, yang bermasalah adalah polifarmasi

(pemberian obat yang berlebihan/dobel dalam satu puyer), pembuatannya (baik dari

segi higienis, dan ketepatan dosis), ketersediaan obat (ada tidaknya obat sirup), harga

(mahalnya harga sirup). Jadi, pemberitaan yang sering diliput di berbagai media tidak

salah, hanya saja pemberitaan itu tidak dilakukan riset terlebih dahulu dan

pemberitaannya tidak seimbang yang akibatnya menimbulkan keresahan di

masyarakat. Tapi dari semua itu, yang menentukan segalanya adalah anda sendiri, jadi

pikirkanlah dengan sebaik-baiknya, pertimbangkan masak-masak, pelajari dengan

sejelas-jelasnya. 

4.2. Saran

Dari informasi-informasi yang telah ada, kami menyarankan agar kita sebagai

konsumen lebih cermat dalam memilih obat alternatif. Pilihlah apotek yang terpercaya

kehigienisannya sehingga tidak berdampak buruk bagi kesehatan.

17

Page 22: Makalah B.indo Polemik Puyer

DAFTAR PUSTAKA

http://www.apotekkita.com/2009/02/polemik-puyer-cermin-mendesaknya-pengaturan-

pekerjaan-kefarmasian/

http://www.apotekkita.com/2009/02/polemik-puyer-menegaskan-pentingnya-no-pharmacist-no-

service/

http://www.apotekkita.com/2009/02/siapa-menikmati-polemik-puyer/

http://www.apotekkita.com/2009/02/sekali-lagi-tentang-puyer/

http://news.okezone.com/SP/index.php/ReadStory/2009/02/22/220/195109/puyer-dari-sudut-

pandang-asisten-apoteker

http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=13076

http://fangky.web.id/2009/02/polemik-puyer/

www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=53061

http://news.okezone.com/read/2009/02/13/1/192440/1/idi-sesuai-prosedur-obat-puyer-tak-

masalah

http://www.averroes.or.id/lifestyle/ada-apa-dengan-puyer.html

http://wechubbyfamily.blogspot.com/2009/02/polemik-bahaya-obat-puyer.html

18

Page 23: Makalah B.indo Polemik Puyer

Contoh mengapa dokter memberikan puyer :

Misalnya ada anak dengan umur 5 tahun dengan berat badan 20 kg, untuk obat

antibiotik amoxicilin dalam bentuk sirup biasanya 1 botol sirup amoxicilin volumenya 60

cc yang persendok takarnya (5 cc) adalah 125 mg. Padahal anak dengan berat badan

tersebut membutuhkan dosis sebesar 3 x 250 mg (2 sendok takaran/10 cc). jika untuk

pemberian 3 hari maka diperlukan obat sebanyak 3 x 3 x 10 cc = 90 cc, yang berarti

diperlukan 2 botol obat tersebut. Padahal jika memberikan antibiotik seharusnya minimal

diberikan 5 hari tanpa berhenti, karena hal itu diperlukan untuk menghindari terjadinya

resistensi (kebal) kuman terhadap obat. Bayangkan jika anak tersebut sedang sakit Typus

disertai dengan batuk, pilek, dan panas. maka dia akan mendapatkan :

Sirup Antibiotik untuk typoidnya sebanyak 2 botol sirup

Sirup Panas untuk menurunkan panas mungkin cukup 1 botol sirup, tapi bila dalam

dua hari sirup panas habis dan masih terasa panas, tentu diperlukan sirup panas 1

botol lagi.

Sirup batuk dan pilek ini juga sama dengan sirup panas, bisa saja diperlukan sampai

2 botol sirup.

Bayangkan waktu meminum ketiga obat tersebut, masing2 dosisnya 3 x 2 sendok takar, jadi

sekali minum obat, anak tersebut harus meminum sebanyak 6 sendok takar? apa tidak

kebanyakan? apa anak tersebut mau meminumnya? tentunya ada yang mau ada yang tidak.

Bila dokter memberikan puyer maka cukup dengan memberikan resep 5 tablet Amoxicilin

500 mg dibagi menjadi 10 bungkus puyer, dan puyer kedua berisikan Obat penurun panas

19

Page 24: Makalah B.indo Polemik Puyer

dan batuk pilek yang juga dijadikan 10 bungkus puyer. Pada waktu meminumnyapun puyer

antibiotik dan puyer batuk pilek panas bisa dicampur jadi satu, bisa ditambah dengan

pemanis (gula). Jadi anak tersebut cukup dengan sekali minum obat sudah meminum semua

obatnya. Kira-kira lebih enak mana? itu semua terserah anda dan anak anda.

Bila pemberian puyer dilarang, maka bagaimana dengan daerah indonesia yang masih

pedesaan, dan kota-kota kecil yang tentunya ketersediaan obat sirup yang terbatas itu-itu

saja? apa nanti setiap ada pasien anak diberikan sirup yang ada, trus pil-pil yang untuk

orang dewasa dan disuruh untuk membagi sendiri ( jadi nanti aturan pakainya bisa seperti

ini : 3 x 1/5 tablet, 3 x 1/3 tablet ), apakah bisa keluarga pasien membagi dengan tepat?

ketersediaan obat, menurut ahli farmasi yang diwawancara di RCTI, memang benar, semua

telah disediakan dalam bentuk sirup. Tapi apakah semua daerah telah mendapatkan sediaan

obat sirup itu? yang jelas pastinya cuma kota besar saja yang selalu tersedia.

Kemudian masalah harga/biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien/keluarga, menurut

contoh diatas yang bisa sampai membutuhkan 4 – 6 botol sirup, misalnya bila setiap sirup

kita hargai Rp. 5000,00 maka harga obat yang harus dibayar minimal 4 x Rp. 5000 = Rp.

20.000,00. Harga itu belum termasuk jasa madis, dan pemeriksaan lainnya (itu kalau harga

tiap sirupnya cuman Rp. 5000 dan dibutuhkan 4 botol sirup, kalau lebih??). Dengan

pembuatan puyer harga obat yang seperti itu bisa dipangkas menjadi 1/4 nya saja, jadi

dengan Rp. 20.000,00 pasien sudah dapat obat + jasa periksa dokternya, malah bisa kurang

dari itu.

20