31
Askep BPH Benigna Prostat Hipertropi (BPH) A. Pengertian Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). Benign Prostatic Hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Askep BPH B. Etiologi Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu : Teori Sel Stem (Isaacs 1984) Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral. Teori MC Neal (1978) Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral. Askep BPH C. Anatomi Fisiologi

makalah eliminasi diah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kep

Citation preview

Askep BPHBenigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. PengertianHipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benign Prostatic Hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

Askep BPH

B. EtiologiPenyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

Askep BPH

C. Anatomi FisiologiKelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.

Askep BPH

D. PatofisiologiMenurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Askep BPH

E. Tanda dan Gejala Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)

Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.

Rasa nyeri saat memulai miksi/

Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

F. Komplikasi Aterosclerosis

Infark jantung

Impoten

Haemoragik post operasi

Fistula

Striktur pasca operasi & inconentia urine

G. Pemeriksaan Diagnosis1. Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.

2. Radiologis

Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

3. Prostatektomi Retro Pubis

Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi Parineal

Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H. Penatalaksanaan1. Non Operatif

Pembesaran hormon estrogen & progesteron

Massase prostat, anjurkan sering masturbasi

Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek

Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan

Pemasangan kateter.

2. OperatifIndikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml

TUR (Trans Uretral Resection)

STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)

Retropubic Extravesical Prostatectomy)

Prostatectomy Perineal

Askep BPH

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengkajian1. Data subyektif :

Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.

Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.

Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.

Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif :

Terdapat luka insisi (terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).) Takikardi (denyut jantung yang lebih cepat daripada denyut jantung normal) Gelisah

Tekanan darah meningkat

Ekspresi w ajah ketakutan

Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

C. Intervensi1. Diagnosa Keperawatan 1. :Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan :Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil : Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.

Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi : Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)

Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.

Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.

Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)

Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi

Lakukan perawatan aseptik terapeutik

Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan 2. :Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan :Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil : Klien akan melakukan perubahan perilaku.

Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.

Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

Intervensi : Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.

Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.

Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari.

Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.

Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

3. Diagnosa Keperawatan 3. :Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

Tujuan :Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi

Kriteria hasil : Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.

Klien mengungkapan sudah bisa tidur.

Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Intervensi : Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.

Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).

Daftar Pustaka

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

NOMOR DUA B: MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCULKOMPLIKASIKomplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah:

a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.

b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic

Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis

Komplikasi yang mungkin muncul:

Aterosclerosis

Infark jantung

Impoten

Haemoragik post operasi

Fistula (koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur lainnya. Fistula biasanya terjadi akibat dari cedera, pembedahan, infeksi atau peradangan.)Striktur pasca operasi & inconentia urineNOMOR 1: ANATOMI FISIOLOGI URINARIA (DI PDF BAB II)NOMOR 2: ANATOMI FISIOLOGI GASTROINTESTINAL

Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal (OLEH PSIK JABBAR YOUNG)Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal1. Rongga MulutSecara umum berfungsi untuk menganalisis makanan sebelum menelan, proses penghancuran makanan secara mekanis oleh gigi, lidah dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak (Simon, 2003).a. MulutMulut dibatasi oleh mukosa mulut, pada bagian atap terdapat palatum (langit langit mulut) dan bagian posterior mulut terdapat uvula (sepotong kecil jaringan lunak) yang tergantung pada palatum.b. LidahLidah terdiri dari jaringan epitel dan jaringan epitelium lidah dibasahi oleh sekresi dari kelenjar ludah yang menghasilkan sekresi berupa air, mukus dan enzim lipase. Enzim ini berfungsi untuk menguraikan lemak terutama trigleserida sebelum makanan di telan. Fungsi utama lidah meliputi, proses mekanik dengan cara menekan, melakukan fungsi dalam proses menelan, analisis terhadap karakteristik material, suhu dan rasa serta mensekresikan mukus dan enzim.c. Kelenjar salivaKira-kira 1500 mL saliva disekresikan per hari, pH saliva pada saat istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0, tetapi selama sekresi aktif, pH mencapai 8,0. Saliva mengandung 2 enzim yaitu lipase lingual disekresikan oleh kelenjar pada lidah dan -amilase yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Kelenjar saliva tebagi atas 3, yaitu kelenjar parotis yang menghasilkan serosa yang mengandung ptialin. Kelenjar sublingualis yang menghailkan mukus yang mengandung musin, yaitu glikoprotein yang membasahi makanan dan melndungi mukosa mulut dan kelenjar submandibularis yang menghasilkan gabungan dari kelenjar parotis dan sublingualis. Saliva juga mengandung IgA yang akan menjadi pertahanan pertama terhadapkuman dan virus.d. GigiFungsi gigi adalah sebagai penghancur makanan secara mekanik. Pada gigi seri, terdapat di bagian depan rongga mulut berfungsi untuk memotong makanan yang sedikit lunak dan potongan yang dihasilkan oleh gigi seri masih dalam bentuk potongan yang kasar, nantinya potongan tersebut akan dihancurkan sehingga menjadi lebih lunak oleh gigi geraham dengan dibantu oleh saliva sehingga nantinya dapat memudahkan makanan untuk menuju saluran pencernaan seterusnya. Gigi taring lebih tajam sehingga difungsikan sebagai pemotong daging atau makanan lain yang tidak mampu dipotong oleh gigi seri.2. FaringFaring merupakan jalan untuk masuknya material makanan, cairan dan udara menuju esofagus. (Snell, 2006).3. LaringLaring adalah organ yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk jalan nafas. Sfingter tersebut merupakan epiglotis. Epiglotis akan menutup jalan masuk udara saat makanan ingin masuk ke esofagus (Snell, 2006).4. EsofagusEsofagus adalah berfungsi membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung (Gavaghan, 2009). Pada tempat lain, otot rangka melingkari esofagus (sfrinter ekstrinsik) dan bekerja sebagai keran jepit untuk esofagus. Sfringte ekstrinsik dan intrinsik akan bekerjasama untuk memungknkan aliran makanan yang teratur kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung kembali ke esofagus.5. LambungLambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma. Pada saat lambung kosong atau berelaksasi, mukosa masuk ke lipatan yang dinamakan rugae. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan lambung. Sfingter kardia, mengalirkan makanan masuk ke lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Sedangkan sfingter pilorus akan berelaksasi saat makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi, sfingter ini akan mencegah aliran balik isi usus halus ke lambung (Corwin, 2007). Fisiologi lambung terdiri dari dua fungsi yaitu, fungsi motorik sebagai proses pergerakan dan fungsi pencernaan yang dilakukan untuk mensintesis zat makanan, dimana kedua fungsi ini akan bekerja bersamaam.b. Fungsi pencernaan :1) Pencernaan protein, yang dilakukan oleh pepsin dan sekresi HCl dimulai pada saat tersebut. Pencernaan kabohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung sangat kecil.2) Sistesis dan pelepasan gastrin, hal ini dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.3) Sekresi faktor intrinsik, yang memungkinkan terjadinya absorpsi vitamin B2 dari usus halus bagian distal.4) Sekresi mukus, sekresi ini membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehigga makanan lebih mudah diangkut.6. Usus HalusBagian awal dari usus halus adalah duodenum (usus dua belas jari) atau lebih sering disebut duodenal cup atau bulb. Pada bagian ligamentum Treitz, duodenum berubah menjadi jejunum (usus halus). Proses digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi dalam jejunum sedangkan ileum (usus penyerapan) mempunyai panjang sekitar 3,5 m. Mukus usus terdiri dari berbagai macam enzim,seperti disakaridase, peptidase dan enzim lain yang terlibat dalam penguraian asam nukleat.7. Usus Besar (Kolon)Kolon memiliki diameter yang lebih besar dari usus halus. Kolon terdiri atas sekum-sekum yang membentuk kantung-kantung sebagai dinding kolon (haustra). Pada pertengahannya terdapat serat-serat lapisan otot eksterrnalnya tekumpul menjadi 3 pita longitudinal yang disebut taenia koli. Bagian ileum yang mengandung katup ileosekum sedikit menonjol ke arah sekum, sehingga peningkatan tekanan kolon akan menutupnya sedangkan peningkatan tekanan ileum akan menyebabkan katup tersebut terbuka. Katup ini akan secara efektif mencegah refluks isi kolon ke dalam ileum. Dalam keadaan normal katup in akan tertutup. Namun, setiap gelombang peristaltik, katup akan terbuka sehingga memungkinkan kimus dari ileum memasuki sekum. Pada kolon terjadi penyerapan air, natrium dan mineral lainnya. Kontraksi kerja massa pada kolon akan mendorong isi kolon dari satu bagian kolon ke bagian lain. Kontraksi ini juga akan mendorong isi kolon menuju ke rektum. Dari rektum gerakan zat sisa akan terdorong keluar menuju anus dengan perenggangan rektum dan kemudian mencetus refleks defekasi.SALIVAKelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Sekresi saliva normal sehari-hari berkisar antara 800-1500 mililiter dengan pH sekitar 6 sampai 7. Saliva terutama mengandung sejumlah besar ion kalium dan ion bikarbonat, kebalikan dari plasma dimana lebih banyak mengandung ion natrium dan klorida.Saliva mengandung 2 tipe sekresi protein yang utama:1. sekresi serosa yang mengandung ptialin (suatu amilase), sebuah enzim untuk mencernakan serat.2. sekresi mukosa yang mengandung musin, sebuah glikoprotein yang melubrikasi makanan dan memproteksi mukosa oral. Musin jug mengandung IgA, sistem imun yang pertama menghadang bakteri dan virus; lisozim, berfungsi menghacurkan dinding bakteri; laktoferin, mengikat zat besi; dan protein kaya akan prolin, memproteksi gigi. Oleh karena itu pada keadaan defisit saliva (xerostomia) ronga mulut menjadi berulserasi, terinfeksi, dan karies gigi akan meluas.Masing-masing kelenjar menghasilkan tipe sekresi yang berbeda.KelenjarTipe sekresiSifat sekresiPersentase dari total saliva * (1,5 L)

ParotisSerosaBerair20

SubmandibularisSerosa dan mukosaAgak kental70

SublingualisMukosakental5

*5% volume saliva total dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar minor di rongga mulut.Kelenjar submaksilaris mengandung asinus mukosa maupun asinus serosa. Sekresi primer dihasilkan oleh kedua asinus ini yang berupa ptialin dan/atau musin. Sewaktu sekres primer mengalir melalui duktus, terjadi dua proses transpor aktif utama yang memodifikasi komposisi ion saliva.1. ion-ion natrium secara aktif direabsorbsi dari semua duktus salivarius (interkalatus), dan ion-ion natrium disekresi secara aktif sebagai pengganti natrium. Oleh karena itu, konsentrasi natrium dari saliva sangat berkurang, sedangkan konsentrasi ion kalium meningkat. Karena reabsorbsi ion natrium melebihi sekresi ion kalium, menyebabkan konsentrasi ion klorida turun menjadi sangat rendah, menyesuaikan penurunan pada konsentrasi ion natrium.2. ion-ion bikarbonat disekresi oleh epitel duktus ke dalam lumen duktus. Hal ini sedikitnya sebagian disebabkan oleh pertukaran ion bikarbonat dengan ion klorida.NOMOR 3: MASALAH KESEHATAN PADA KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

E. Perubahan Pola Eliminasi Urin1. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stres dan wanita hamil.2. Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.3. Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma dan striktur uretra.4. Polyuria (diuresis) : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya pada pasien DM.5. Urinary suppression : keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500 ml/jam).F. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Urin1. Retensi urineRetensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. 2. Inkontinensia UrineInkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik. 3. EnuresisEnuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya enuresis terjadi pada malam hari.4. Perubahan Pola Eliminasi UrinePerubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas:a. Frekuensi : merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil.b. Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada sphincter.c. Disuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.d. Poliuria : merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan penyakit ginjal kronis.e. Urinaria Supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 120 ml/jam secara terus menerus.MASALAH KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL

1. KonstipasiKonstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.2. Impaction

Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.

3. DiareDiare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

4. Inkontinensia fecalYaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.

5. FlatulensYaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.

6. HemoroidYaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

NOMOR 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URIN DAN FEKAL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL

Faktor eliminasi fekal:1. Usia Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karana kurangnya perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini biasanya tidak terjadi sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak laki-laki. Anak remaja biasanya mengkonsumsi makana dalam jumlah lebih besar. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi. Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan didalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan proseas penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim limpase.

2. DietAsupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Usus bayi yang belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan berserat sampai usianya mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan dengan cepat melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa).i. Buah-buahan mentah (apel,jeruk)ii. Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)iii. Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)iv. Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)v. Gandum utuh (sereal, roti)Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas, seperti bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas kolon. Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu, sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dank ram.

3. Asupan CairanAsupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6 sampai 8 gelas (1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa individu dan menyebabkan konstipasi.

4. Aktivitas FisikAktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normalUpaya mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang penting. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.

5. Faktor PsikologisFungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efek samping peristaltic yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu mengalami depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltic dapat menurun. Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stress. Penyakit ini meliputi colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit crohn. Upaya penelitian berulang yang dilakukan sejak lama telah gagal membuktikan mitos bahwa penyebab klien mengalami penyakit tersebut adalah karena memiliki kondisi psikopatologis. Namu, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat dari masalah kronik tersebut (cooke,1991)

6. Kebiasaan pribadiKebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex gastrokolik adalah reflex yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.

7. Posisi Selama Defekasi

Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk tpilet memampukan klienuntuk bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan. Klien yang mengguanakan alat tersebut dan individu yang berposter pendek, mungkin membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia menekluk pinggulnya dengan benar.Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot. Akan meningkatkan kemampuan defekasi.

8. NyeriDalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun, pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.

9. KehamilanSeiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan fectus mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat menyebabkan terbentukannya hemoroid yang permanen.

10. Pembedahan dan AnestesiaAgen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau regional beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikitt atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara akan menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat terhambat lebih lanjut.

11. Obat-obatanObat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi.

Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (robinul), menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI. Walupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi, banyak antibiotik menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri normal didalam saluran GI. Apabila diare dan kram abdomen yang terkait dengan diare semakin parah, obat-obatan yang diberikan kepada klien mungkin perlu diubah. Intervensi keperawatan dapat digunakan untuk diare osmotic, yang disebabkan oleh obat-obatan hiperosmolar telah diuraikan oleh Fruto(1994)

12. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah atau serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium enema atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma katartik dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal. Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan. Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerima katartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien yang mengalami kegagalan dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan dengan menggunakan enema.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URIN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine 1. Diet dan Asupan (intake)Jumlah dan tipe makanan merupakan faiKtcw utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.2. Respons Keinginan Awal untuk BerkemihKebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.

3. Gaya HidupPerubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.

4. Stres PsikologisMeningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.

5. Tingkat AktivitasEliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

6. Tingkat PerkembanganTingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. I-Ial tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang airkecil

7. Kondisi PenyakitKondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.

8. SosiokulturalBudaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang meaarang untuk buang air kecil di tempat tertentu9. Kebiasaan SeseorangSeseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

10. Tonus OtotTonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otioti kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontirolan pengeluaran urine.

11. PembedahanEfek pembedahan dapat menye;babkan penurunan pemberian obat anestesi menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat jumlah produksi urine karena dampak dari12. PengobatanPemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.13. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

NOMOR LIMA: INDIKATOR URIN NORMAL