Upload
neni
View
99
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah mengenai kebutuhan dasar manuasia eliminasi
Citation preview
MAKALAH ELIMINASI BAB
MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH
KDM (KEBUTUHAN DASAR MANUSIA)
DISUSUN OLEH:
NENA
NENI
IRMA
M.KHAIRUDDIN
DIAN NURPAIDA
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
2014
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat-Nya tugas ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah tentang Eliminasi BAB ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok dari mata kuliah KDM (Kebutuhan Dasar Manusia) yang isinya memberikan
gambaran tentang konsep dasar eliminasi bab, proses keperawatan pada pasien yang
mengalami gangguan eliminasi bab disertai contoh kasusnya.
Didalam penyusunannya penulis meyakini terdapat banyak kesalahan-kesalahan
ataupun kekurangan-kekurangan baik didalam isi materi maupun penyampaiannya. Hal
ini dikarenakan pemahaman dan pengetahuan penulis yang masih terbatas.
Oleh karena itu penulis berharap adanya kritikan dan saran dari pembaca agar penulisan
makalah dimasa yang akan datang bisa tampil lebih baik lagi. Ada sebuah pepatah
mengatakan “tak ada gading yang tak retak”. Begitupula dengan penulis yang hanya
manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga makalah ini bisa memberikan
sedikitnya manfaat khususnya bagi penulis pribadi dan umumya kepada para pemerhati
makalah ini.
Atas segala perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHUUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1-2
1.2 Tujuan............................................................................................................ 3
1.2.1 Tujuan Umum.......................................................................................... 3
1.2.2 Tujuan Khusus.......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan ..............................................................4-5
2.2 Fisiologi Defekasi...............................................................................................5-6
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal.....................................................6-7
2.4 Masalah Eliminasi Fekal....................................................................................7-8
BAB III PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI
GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa /keperawatan
3.3 Intervensi Keperawatan
3.4 Implementasi Keperawatan
3.5 Evaluasi
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
CONTOH KASUS
DAFTAR PUSTAKA
1. Potter.perry.(2010).Fundamental Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika
2. Muttaqin Arif dan Sari Kumala.(2011).Gangguan Gastrointestinal, Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,Jakarta, Salemba Medika
3. Alimul, Aziz. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang terdiri dari multiorgan seluler yang
bekerja sesuai fungsinya masing-masing dan saling berhubungan untuk menjaga keseimbangan
dalam hidup. Dimulai dengan menghirup nafas, berkembang biak, tumbuh dan berkembang,
beradaptasi, memerlukan makanan dan minuman serta mengeluarkan produk sisa metabolisme
melalui proses eliminasi baik urine ataupun faeces (bowel movement).
Normalnya proses defekasi (pengeluaran faeces) per hari pada setiap orang sangat
bervariasi tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti usia, kebiasaan,
faktor diet, aktivitas, destruksi organ pencernaan karena suatu penyakit, obat-obatan dan faktor
psikologis.
Gangguan proses eliminasi fekal pada pasien akan mempengaruhi terhadap kinerja organ-
organ tubuh lainnya sehingga menimbukan masalah keperawatan yang kompleks. Oleh karena
itu menangani masalah eliminasi fekal klien, perawat harus mengerti proses eliminasi fekal
yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga menentukan arah untuk
membuat proses keperawatan yang komprehensip.
Alasan inilah yang melatarbelakangi penulis membuat makalah tentang eliminasi fekal.
Selain menampilkan tentang konsep dasar eliminasi fekal dan proses keperawatannya serta satu
contoh kasus pasien dengan gangguan eliminasi fekal yaitu konstipasi.
1.2 Tujuan
Mengetahui pencernaan normal dan eliminasi.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi eliminasi.
Mengetahui masalah defekasi yang umum.
Mengetahui proses keperawatan dari eliminasi fekal.
Memberikan contoh askep pada pasien dengan gangguan eliminasi fekal
Menjelaskan prosedur pengeluaran faeces secara enema
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN
Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat) didorong
ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari esofagus kedalam
lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus kecil walaupun cairan akan
melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.
Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan
saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke
dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian
kebawah ke dalam lambung.
2. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari
otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi
selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk
perlindungan.
3. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari saluran
pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan
adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot
yang mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada
saat makanan bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung distal lambung,
gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi
substansi yang disebut chyme. Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam
duodenum. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung
setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
4. Usus kecil
Usus kecil mempunyai tiga bagian yaitu:
o Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
o Jejenum atau bagian tengah dan
o Ileum
5. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdiri dari:
Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat
makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan
didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan
sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya
untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam
empedu.
Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi
dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
6. Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal
(involunter) dan eksternal (volunter)
2.2 FISIOLOGI DEFEKASI
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris
dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
1. Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter
anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar
2. Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral
2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal
– sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter
anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu
duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.
2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL
2.3.1 Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status eliminasi
terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan
lebih sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati
yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Bayi tidak mampu mengontrol
defekasi karana kurangnya perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini
biasanya tidak terjadi sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi
sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak
laki-laki. Anak remaja biasanya mengkonsumsi makanan dalam jumlah lebih
besar. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak
proses pencernaan dan eliminasi. Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki
gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan
yang memasuki saluran GI hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna
karena jumlah enzim pencernaan didalam saliva dan volume asam lambung
menurun seiring dengan proseas penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna
makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim
lipase.
2.3.2 Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola
peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna,
memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk
masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus
teregang, menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi.
Usus bayi yang belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan
berserat sampai usianya mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi
peristaltic, masa makanan berjalan dengan cepat melalui usus, mempertahankan
feses tetap lunak. Makanan-makanan berikut mengandung serat dalam jumlah
tinggi (masa).
- Buah-buahan mentah (apel,jeruk)
- Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)
- Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)
- Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)
- Gandum utuh (sereal, roti)
Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya
pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas,
seperti bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas
yang dihasilkan membuat dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas
kolon. Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga
dapat menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.
Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu, sulit atau tidak
mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi
laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam
susu, secara normal dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makana
tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dank ram.
2.3.3 Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan
cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi
usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun
memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus
minum 6 sampai 8 gelas (1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman
ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan
peristaltic. Konsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic
pada beberapa individu dan menyebabkan konstipasi.
2.3.4 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan
motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan
untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal
Upaya mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan selama proses
defekasi, merupakan hal yang penting. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan
abdomen merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan
intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter eksterna. Tonus otot dapat
melemah atau hilang akibat penyakit yang berlangsung dalam jangka waktu
lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.
2.3.5 Faktor Psikologis
Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress
emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau
marah, muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan.
Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut,
proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efek samping peristaltic
yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu mengalami
depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltic dapat
menurun. Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stress.
Penyakit ini meliputi colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit crohn. Upaya
penelitian berulang yang dilakukan sejak lama telah gagal membuktikan mitos
bahwa penyebab klien mengalami penyakit tersebut adalah karena memiliki
kondisi psikopatologis. Namu, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat
dari masalah kronik tersebut (cooke,1991)
2.3.6 Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu
merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada
waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang
sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti
konstipasi. Individu harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan
eliminasinya. Reflex gastrokolik adalah reflex yang paling mudah distimulasi
untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.
2.3.7 Posisi Selama Defekasi. Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat
melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini,
sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak ke arah depan,
mengeluarkan tekanan intraabdomen dan mengontraksi otot-otot pahanya.
Namun, klien lansia atau individu yang menderita penyakit sendi, seperti artritis,
mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk toilet tanpa bantuan. Klien
yang menggunakan alat tersebut dan individu yang berposter pendek, mungkin
membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia menekluk pinggulnya
dengan benar.
Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit.
Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang
digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal
pada pispot. Akan meningkatkan kemampuan defekasi.
2.3.8 Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun,
pada sejumlah kondisi, termasuk hemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah
abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika
defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi
keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan
timbul. Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri
selama defekasi.
2.3.9 Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan
diberikan pada rectum. Obsetruksi sementara akibat keberadaan fetus
mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul
pada trimester terakhir. Wanita hamil selama defekasi dapat menyebabkan
terbentukannya hemoroid yang permanen.
2.3.10 Pembedahan dan Anestesia
Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan
peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup
menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut
memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima
anestesi local atau regional beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan
eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikit atau bahkan tidak
dipengaruhi sama sekali.
Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara akan
menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang
biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif
atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus
dapat terhambat lebih lanjut.
2.3.11 Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan katartik
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Obat-obatan seperti disiklomin
HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat
memiliki efek samping yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic
narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi.
Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (robinul),
menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI. Walupun
bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens
antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi, banyak antibiotik menyebabkan
diare dengan menggangu flora bakteri normal didalam saluran GI. Apabila diare
dan kram abdomen yang terkait dengan diare semakin parah, obat-obatan yang
diberikan kepada klien mungkin perlu diubah. Intervensi keperawatan dapat
digunakan untuk diare osmotic, yang disebabkan oleh obat-obatan hiperosmolar
telah diuraikan oleh Fruto(1994)
2.3.12 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering
memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk
makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan
pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi
saluran GI bagian bawah atau serangkaian pemeriksaan saluran GI bagian atas.
Pada kasus penggunaan barium enema atau endoskopi, klien biasanya
meneri,ma katartik dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi
sampai klien dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan.
Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat
menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerima
katartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien
yang mengalami kegagalan dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus
klien perlu dibersihkan dengan menggunakan enema.
2.4 MASALAH ELIMINASI FEKAL
2.4.1 Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang
keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada
di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya:
- Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan
lain-lain
- Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi,
makanan lemak dan cairan kurang
- Meningkatnya stress psikologik
- Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
- Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks
BAB hilang.
- Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi.
- Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal
cord dan tumor.
2.4.2 Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan
feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan
feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi
berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
2.4.3 Diare
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
2.4.4 Inkontinensia Fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter
anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan
BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.
2.4.5 Flatulence
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di
usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.
2.4.6 Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka pasien
merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat
BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian pasien dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif
melalui interview dan pemeriksaan fisik terutama yang berkaitan dengan saluran cerna,
pemeriksaan laboratorium dan radiology.
A. Data subjektif
Pengumpulan data berkaitan dengan riwayat eliminasi feses akan membantu perawat
memastikan pola b.a.b pasien yang normal.
Sebagian besar pengkajian riwayat keperawatan terdiri dari :
1. Pola defekasi
Frekuensi dan waktu klien mengalami defekasi, apakah pola b.a.b berubah baru-baru ini,
apakah pola b.a.b pernah berubah. Jika iya, apakah klien mengetahui faktor-faktor
penyebabnya.
2. Pola tingkah laku
Penggunaan laksatif, dan bahan-bahan yang sama yang mempertahankan pola b.a.b yang
normal. Apa rutinitas yang dilakukan klien untuk mempertahankan pola defekasi yang biasa
(contoh; segelas jus lemon panas ketika sarapan pagi atau jalan pagi sebelum sarapan).
3. Deskripsi feses
Bagaimana klien mendeskripsikan fesesnya, termasuk warna, tekstur (keras, lembut, berair),
bentuk, bau.
4. Diet
Makanan apa yang dipercayai oleh klien yang dapat mempengaruhi proses defekasi, jenis
makanan, porsi; Makanan yang selalu dia dihindari, pakah makanan tersebut dimakan secara
teratur.
5. Cairan
Berapa jumlah dan jenis asupan cairan setiap hari (contoh: 6 gelas air, 5 cangkir kopi).
6. Latihan
Pola latihan seperti apa yang dilakukan klien setiap hari, frekuensi dan lamanya?
7. Obat-obatan
Apakah klien mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi saluran intestinal (contoh:
zat besi, antibiotika)
8. Stres
Apakah klien mengalami stres dalam jangka waktu yang lama atau singkat? Tetapkan stres
seperti apa yang dialami klien dan bagaimana dia menerimanya
9. Pembedahan
Apakah klien mengalami pembedahan atau penyakit yang berpengaruh terhadap saluran cerna?.
Keberadaan ostomi harus diperhatikan.
B. Data objektif
Data objektif didapat melalui pemeriksaan fisik khususnya yang berkaitan dengan proses
pembuangan yaitu intestin pada bagian perut hingga anus, pengkajian dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Intestinal
Pengkajian pada abdomen dengan rujukan khusus pada saluran intestinal; Klien dianjurkan
dalam posisi supine dan diselimuti sehingga hanya bagian abdomen yang terlihat. Perawat harus
mengidentifikasi batasan-batasan yang digunakan sebagai nilai-nilai rujukan untuk
mendeskripsikan hasil yang dijumpai.
Inspeksi
Perawat mengobservasi bentuk dan kesimetrisan. Normalnya perut berbentuk datar/rata tanpa
adanya tonjolan. Tonjolan seperti massa akan kelihatan suatu bengkak, mengobservasi dinding
abdomen untuk gelombang yang dapat dilihat yang mengidentifikasikan kerja peristaltik usus.
Kecuali pada orang-orang tertentu terkadang tidak dapat diobservasi secara normal. Peristaltik
yang dapat diobservasi menunjukkan adanya suatu obstruksi intestinal.
Palpasi
Baik palpasi ringan atau dalam keduanya digunakan, biasanya untuk mendeteksi dan
mengetahui adanya daerah lunak dan massa. Keempat kuadran pada abdomen dipalpasi mulai
dari quadran kanan atas, kiri atas, kiri bawah, kanan bawah dan daerah umbilikal, otot-otot
abdomen harus rileks untuk memperoleh hasil palpasi yang diharapkan. Perawat seharusnya
melakukan palpasi ringan kemudian dalam. Daerah yang sensitif ( daerah yang menjadi keluhan
pasien) seharusnya dipalpasi terakhir karena kontraksi otot-otot (pelindung abdomen) yang
sering terjadi ketika daerah yang nyeri tersentuh.
Suatu kelainan abdomen seharusnya dapat diukur pada daerah umbilikal dengan menempatkan
suatu tip pengukur sekeliling tubuh. Pengukuran berulang akan menunjukkan apakah tekanan
meningkat atau menurun.
Secara normal perut akan terasa lembut, tidak ada nyeri pada palpasi ringan dan dalam, dat
tidak dijumpai adanya massa yang keras.
Perkusi
Daerah abdomen diketuk untuk mendeteksi cairan pada rongga abdomen, tekanan intestinal
berhubungan dengan flatus dan pembentukan massa seperti pembesaran kantung empedu dan
lever.
Daerah seluruh abdomen diperkusi, dimulai pada daerah kuadran kanan atas menurut arah
jarum jam. Flatus menghasilkan resonansi (tympani), sementara cairan dan massa menghasilkan
bunyi ”dull” (tumpul).
Ketika ada cairan di abdominal, ketukan menghasilkan suara tumpul diantara cairan. Ketika
klien berada pada satu sisi, cairan ascites mengalir ke sisi tersebut. Ketukan memperlihatkan
sebuah garis damartasi di antara dulnes dan tympani; garis ini menandai adanya tingkat cairan;
sebuah garis ditarik di atas abdomen sehingga perawat dapat mengukur apakah jumlahnya
meningkat atau menurum, ketika dilakukan ketukan selanjutnya.
Auskultasi
Suara usus dikaji dengan stetoskop. Suara usus mencerminkan peristaltik usus kecil,
dideskripsikan menurut intensitas, keteraturan, dan frekuensi atau tingkat aktivitasnya.
Intensitas menunjukkan kekuatan dari suara atau rata-rata dari peristaltik. Kuat lemahnya
(dentum) dari dinding intestinal sebagai hasil dari gelombang peristaltik, pada peningkatan
tekanan intestinal akan ada kemungkinan peningkatan dentuman. Tingkat aktivitas atau
frekuensi dari suara usus juga dikaji. Peningkatan atau penurunan peristaltik dapat terjadi
karena beberapa alasan: proses pembedahan; ketidakseimbangan elektrolit, seperti
ketidaknormalan dari rendahnya tingkat potasium serum dan peritonitis. Intensitas dan
frekuensi yang abnormal pada suara usus (borborygmi) terjadi pada enteritis dan pada
obstruksi usus kecil.
Rektum dan anus
Pada pemeriksaan anorektal klien biasanya dianjurkan dalam posisi sims/miring ke kiri atau
genupectoral. Klien wanita juga disarankan dalam posisi litotomi.
Inspeksi
Daerah perianal dikaji warnanya, tanda-tanda peradangan, scar, lesi, fisura, fistula atau
hemorhoid. Juga ukuran, lokasi dan kepadatan dari lesi dicatat. Secara normal tidak ditemukan
adanya peradangan ataupun fistula.
Palpasi
Selama pemeriksaan rektal sangat penting bahwa palpasi harus lembut sehingga tidak
merangsang refleks dari nervus vagus, yang dapat menekan denyut jantung.
Feses
Wadah khusus harus disediakan untuk sampel feses. Sangat penting bagi perawat mengetahui
mengapa spesimen diambil dan wadah yang digunakan tepat. Kadang-kadang wadah memakai
zat pengawet khusus untuk menunjukkan hasil tes. Petunjuk khusus harus ditulis dan
dilampirkan ketika penyediaan spesimen.
Klien dapat menyediakan spesimennya setelah diberi informasi yang adekuat. Feses tidak boleh
bercampur dengan urin atau air, karenanya klien diminta b.a.b di bedpan.
Sebuah tongue spatel kayu atau plastik digunakan untuk memindahkan spesimen, dan sekitar
2,5cm ditempatkan di dalam wadah. Jika kotoran berbentuk cair, dikumpulkan 15-30ml. Wadah
kemudian ditutup dengan aman dan tepat, dilengkapi label. Pada kenyataannya bahwa spesimen
yang telah diperoleh harus dimasukkan sebagai rahasia klien.
Untuk tes tertentu diperlukan feses segar. Jika harus seperti itu spesimen dibawa segera ke lab.
Spesimen kotoran jangan ditinggalkan pada suhu ruangan dalam waktu yang lama karena
bakteri dapat mengubahnya. Wadah spesimen biasanya memiliki petunjuk penyimpanan, hal ini
harus diikuti jika spesimen tidak dapat dikirim segera ke lab. Pada beberapa instansi digunakan
pendingin.
Untuk mengamankan spesimen dari bayi atau anak-anak yang tidak terlatih di toilet, spesimen
diambil dari feses yang baru. Ketika feses dikultur untuk memperoleh mikroorganisme, feses
dipindahkan ke wadah dengan aplikator steril.
Feses normal berwarna coklat, hal ini berhubungan dengan adanya bilirubin dan turunannya
yaitu stercobilin dan urotilin; kegiatan dari bakteri normal yang terdapat pada intestinal.
Bilirubin merupakan pigmen berwarna kuning pada empedu. Feses dapat berwarna lain,
khususnya ketika ada hal-hal yang abnormal. Misalnya; feses hitam seperti tir, ini menunjukkan
adanya perdarahan dari lambung atau usus halus; warna tanah liat (acholic) menunjukkan
adanya penurunan fungsi empedu; hijau atau orange menunjukkan adanya infeksi pada
intestinal. Makanan juga dapat mempengaruhi warna feses, misalnya: gula bit merubah feses
menjadi warna merah, kadang-kadang hijau. Obat-obatan juga dapat merubah warna feses,
misalnya zat besi, dapat membuat feses berwarna hitam.
Konsistensi
Secara normal feses berbentuk tetapi lembut dan mengandung air sebanyak 75% jika seseorang
mendapat intake cairan yang cukup, sedangkan 25% lagi adalah bagian padat.
Feses normal bergerak lebih cepat dari normal melalui intestinal, sehingga hanya sedikit air dan
ion yang direabsorpsi ke dalam tubuh.
Feses yang keras mengandung lebih sedikit air daripada normal dan pada beberapa kasus
mungkin sulit atau nyeri sekali saat dikeluarkan. Beberapa orang, bayi dan anak-anak
khususnya mungkin mengeluarkan feses yang berisi makanan yang tidak dicerna.
Bentuk
Feses normal berbentuk rektum
Bau
Bau feses merupakan hasil kerja bakteri pada intestinal dan bervariasi pada setiap orang. Bau
feses yang sangat menyengat (tajam) dapat menunjukkan adanya gangguan saluran cerna.
Darah
Darah yang terdapat pada feses adalah abnormal. Darah dapat berwarna terang atau merah
terang, hal ini berarti darah mewarnai feses pada proses eliminasi akhir. Feses berwarna hitam
dan tir berarti darah memasuki chyme pada lambung atau usus halus. Beberapa obat-obatan dan
makanan juga dapat membuat feses berwarna merah atau hitam. Oleh karena itu adanya darah
harus dikonfirmasi melalui sebuah test. Perdarahan pada feses kadang tidak terlihat, ini dikenal
occult bleeding(perdarahan tersembunyi).
Test untuk mengetahui adanya darah pada feses secara rutin dilakukan di klinik. Hemotest
menggunakan tablet sebagai reagen; sementara guaiac dan hemoccult test menggunakan reagen
berbentuk solusion (larutan), setiap test memerlukan spesimen feses. Guaiac test secara umum
lebih sering digunakan. Feses yang sedikit diletakkan pada kertas saring atau kertas usap.
Reagen selanjutnya diletakkan dan warna dicatat; warna biru menunjukkan adanya darah.
Bahan-bahan abnormal
Kadang-kadang feses mengandung bahan-bahan asing yang dicerna secara kebetulan,
pencernaan benda-benda asing secara kebetulan banyak ditemukan pada anak-anak. Bahan-
bahan abnormal lain termasuk pus, mukus, parasit, lemak dalam jumlah banyak dan bakteri
patogen. Test untuk mengetahui keberadaan bahan-bahan asing biasanya ditunjukkan di lab.
Pemeriksaan penunjang
Test laboratorium
Feces ditampung dalam kontainer untuk diperiksa di laboratorium untuk mengetahui adanya
atau tidaknya kelainan dalam feses berupa kadar darah, bakteri dll.
Pandangan langsung
Yaitu tehnik pandangan secara langsung ; anoscopy, pandangan dari saluran anus; proctoscopy,
pandangan pada rektum; proctosigmoidoscopy, pandangan pada rektum dan kolon sigmoid;
umumnya saat ini dilakukan tindakan colonoscopy.
Roentgenography
Roentgenoraphy dilakukan untuk mengetahui kondisi saluran cerna dari sumbatan ataupun
deformitas dengan memasukkan zat kontras seperti bubur barium dilarutkan dalam 1 liter air
untuk diminum, atau dengan memasukkan larutan omnipaque kedalam kolon menggunakan
rektal tube melalui anus.
3.2 DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN YANG TIMBUL PADA GANGGUAN ELIMINASI FEKAL MENURUT NANDA, NIC,NOC
NOC:❖Bowl Elimination❖ Fluid Balance❖ Hidration❖ Electrolit and Acid Base
BalanceSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. diare pasien teratasi dengan kriteria hasil:❖ Tidak ada diare❖ Feses tidak ada darah
dan mukus❖ Nyeri perut tidak ada❖ Pola BAB normal❖ Elektrolit normal❖ Asam basa normal❖ Hidrasi baik (membran
mukosa lembab, tidak panas, vital sign normal, hematokrit dan urin output dalam batas normaL
NIC :Diare Management
- Kelola pemeriksaan kultur sensitivitas feses
- Evaluasi pengobatan yang berefek samping gastrointestinal
- Evaluasi jenis intake makanan- Monitor kulit sekitar perianal terhadap
adanya iritasi dan ulserasi- Ajarkan pada keluarga penggunaan obat
anti diare- Instruksikan pada pasien dan keluarga
untuk mencatat warna, volume, frekuensi dan konsistensi feses
- Ajarkan pada pasien tehnik pengurangan stress jika perlu
- Kolaburasi jika tanda dan gejala diare menetap
- Monitor hasil Lab (elektrolit dan leukosit)- Monitor turgor kulit, mukosa oral sebagai
indikator dehidrasi- Konsultasi dengan ahli gizi untuk diet yang
tepat
Diare berhubungan dengan- psikologis: stress
dan cemas tinggi- Situasional: efek
dari medikasi, kontaminasi, penyalah gunaan laksatif, penyalah gunaan alkohol, radiasi, toksin, makanan per NGT
- Fisiologis: proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorbsi, parasit
DS:- Nyeri perut- Urgensi- Kejang perutDO:- Lebih dari 3 x BAB perhari- Bising usus hiperaktif
NOC:❖Bowl Elimination❖ HidrationSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….
NIC :Manajemen konstipasi
- Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
- Monitor tanda-tanda ruptur
Konstipasi berhubungan dengan o Fungsi:kelemahan otot
abdominal, Aktivitas fisik
konstipasi pasien teratasi dengan kriteria hasil:❖ Pola BAB dalam batas
normal❖ Feses lunak❖ Cairan dan serat adekuat❖ Aktivitas adekuat
Hidrasi adekuat
bowel/peritonitis- Jelaskan penyebab dan rasionalisasi
tindakan pada pasien- Konsultasikan dengan dokter tentang
peningkatan dan penurunan bising usus- Kolaburasi jika ada tanda dan gejala
konstipasi yang menetap- Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan
dan serat) terhadap eliminasi- Jelaskan pada klien konsekuensi
menggunakan laxative dalam waktu yang lama
- Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
- Dorong peningkatan aktivitas yang optimal- Sediakan privacy dan keamanan selama
BAB
tidak mencukupio Perilaku defekasi tidak
teraturo Perubahan lingkungano Toileting tidak adekuat:
posisi defekasi, privasio Psikologis: depresi, stress
emosi, gangguan mentalo Farmakologi: antasid,
antikolinergis, antikonvulsan, antidepresan, kalsium karbonat,diuretik, besi, overdosis laksatif, NSAID, opiat, sedatif.
o Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, gangguan neurologis, obesitas, obstruksi pasca bedah, abses rektum, tumor
o Fisiologis: perubahan pola makan dan jenis makanan, penurunan motilitas gastrointestnal, dehidrasi, intake serat dan cairan kurang, perilaku makan yang buruk
DS:- Nyeri perut- Ketegangan perut- Anoreksia- Perasaan tekanan pada
rektum- Nyeri kepala- Peningkatan tekanan
abdominal- Mual- Defekasi dengan nyeriDO:- Feses dengan darah segar- Perubahan pola BAB- Feses berwarna gelap- Penurunan frekuensi BAB- Penurunan volume feses- Distensi abdomen- Feses keras- Bising usus hipo/hiperaktif- Teraba massa abdomen
atau rektal- Perkusi tumpul- Sering flatus- Muntah
Intervesi lainnya:
Lakukan tehnik mengeluarkan faeces secara tidak langsung (alat) ataupun langsung (manual)
3.3 IMPLEMENTASI
Beberapa implementasi yang bisa dilakukan adalah:
1. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan.
2. Monitoring TTV, intake dan output.
3. Mengkaji status kebutuhan cairan; kelebihan/kekurangan
4. Mengkaji kulit disekitar perianal terhadap adanya iritasi atau ulserasi
5. Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot
6. Memberikan gliserin untuk merangsang peristaltic usus sehingga pasien dapat buang air
besar
7. Melakukan enema dan atau mengeluarkan feses secara manual (dengan jari)
8. Mendorong aktivitas yang oprimal.
9. Melakuksn kolaborasi dengan tim gizi untuk program diet yang tepat
10. Menjelaskan konsekuensi penggunaan laxative dalam waktu lama
3.4 EVALUASI
Evaluasi terhadap kebutuhan eliminasi dapat dinilai dengan adanya kemampuan dalam :
1. Memahami cara eliminasi yang normal
2. Mempertahankan defektasi secara normal yang ditunjukan dengan kemampuan pasien
dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat atau enema , berpartisipasi dalam
program latihan secara teratur , defekasi tanpa mengedan
3. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukan dengan kenyamanan dalam kemampuan
defikasi , tidak terjadi bleeding , tidak terjadi inflamasi dan lain-lain
4. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukan deng
5. an keringnya area perianal , tidak ada inflamasi atau ekskoriasi , keringnya kulit sekitar
stoma dan lain-lain
6. Melakukan latihan secara teratur , seperti rentang gerak atau aktifitas lain (jalan ,
berdiri , dll)
7. Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup dapat ditunjukan dengan
adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan , seperti makan dengan tinggi
atau rendah serat (tergantung dari tendensi diare / konstipasi serta mampu minum 2000
– 3000 ml)
BAB IV
P E N U T U P
4.1 SIMPULAN
Eliminasi fekal merupakan proses pengeluaran sisa metabolime didalam tubuh
melalui saluran pencernaan bagian bawah (bowel movement) yaitu rektum dan anus.
Normalnya, proses defekasi berbeda-beda untuk setiap orang per-harinya. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, diet, kebiasaan, obat-obatan, aktivitas,
nyeri ataupun faktor psikologis lainnya contohnya stress. Oleh karena itu pasien-pasien
yang mengalami gangguan eliminasi harus dikaji faktor-faktor terebut diatas sehingga
dapat menentukan arah intervensi maupun implementasi yang diberikan. Kegiatan
evaluasi dalam proses keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan eliminasi
diarahkan pada kemampuan defekasi pasien secara normal, pemahaman akan
pengaturan gizi yang seimbang, aktivitas yang efektif serta menghentikan penggunaan
obat-obat perangsang (laksatif) secara berlebihan. Sementara tindakan-tindakan untuk
mengeluarkan feses secara manual atau enema dilakukan dengan memperhatikan rasa
nyaman dan privasi klien serta menghindarkan dari kemungkinan terjadinya
luka/ruptur, rasa nyeri dan infeksi.
CONTOH KASUS GANGGUAN ELIMINASI FEKAL: KONSTIPASI
TN. I Usia 75 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan sudah seminggu sulit BAB, perut menjadi kembung, susah buang angin disertai nafsu makan kurang. Klien juga mengatakan kesulitan untuk mengedan saat bab.bila beraktivitas badan cepat lelah. Klien juga Sehari-hari klien makan dengan nasi lembek dan lauk pauk dalam porsi kecil alasannya karena perut cepat kenyang. Untuk bisa buang air besar biasanya klien mengkonsusmsi buah-buahan secukupnya atau mengkonsumsi obatan perangsang terus menerus namun tetap saja beum bisa BAB. Kebiasaan minum hanya 4-5 gelas air putih tiap hari dan jarang makan sayur-sayuran. Perut terasa kembung dan teraba keras seperti ada benjolan. Kadang-kadang klien juga merasakan nyeri pada perutnya. Bising usus menurun hanya 5-6 x/i. Tanda-tanda vital pasien TD 145/90, Rr 25 x/i, Nadi 105 x/i dan Suhu 370c.
Asuhan Keperawatan pada Tn. I meliputi:
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien Nama : Tn. I
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 8 Oktober 2014
Tanggal Pengkajian : 9 Oktober 2014
Alamat : Komplek Rancaekek Permai C6-2A
Diagnosa Medis : Konstipasi
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan belum bab selama seminggu
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak satu minggu yang lalu klien mengeluh belum BAB. Perut terasa kembung,
kadang disertai nyeri saat mengedan. Badan cepat lelah disertai aktivitas yang
terbatas.
4. Riwayat Penyakit Dulu : tidak diketahui
5. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak diketahui
Hasil pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum : Lemah
b. TTV : TD 140/90 mmHg Nadi 105x/i Rr 25x/i suhu 370c
Pemeriksaan fisik abdomen
a. Inspeksi : pembesaran abdomen
b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : Bising usus 5-6x/i
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif :
Klien mengatakan
belum BAB sejak 1
minggu yang lalu
Klien mengatakan sulit
untuk mengedan
Klien jarang makan
sayuran dan sering
menggunakan laksatif
Klien mengatakan
nafsu makan
berkurang (anoreksia)
Data objektif :
Usia klien 75 tahun
(lansia)
Perut tampak kembung
dan teraba keras
BU 5-6x/i
Minum 4-5 gelas/hari
TTV: TD 140/90
Perubahan usia (lansia) + pola
makan kurang baik + riwayat
lama pengguna laksatif
Penurunan fungsi organ-organ
pencernaan + diet rendah serat +
resistensi laksatif didalam tubuh
Proses penyerapan makanan
terganggu + menghambat kerja
rangsangan syaraf parasimpatis
di pleksus mientrik dan nervus
vagus
Penumpukan makanan di
lambung dan usus +
meningkatnya kerja enzim (HCl
dan gastrin) + penurunan
motalitas usus
Disampaikan ke hipothalamus
Merangsang pengeluaran gas
Konstipasi b.d
pola defekasi
yang tidak
tertur
HR 105 x/i
RR 25 x/i
berlebih (flatulence) + gerakan
gastrokolik dan mass movement
terganggu
Timbul anoreksia dan
konstipasi
PROSEDUR TINDAKAN POLA ELIMINASI
E N E M A
DEFINISI
Enema adalah tindakan memasukkan cairan kedalam rectum dan kolon melalui lubang anus.
TUJUAN
Tindakan enema diberikan dengan tujuan untuk mengeluarkan feses dan flatus.
MANFAAT
Merangsang gerakan usus besar, berbeda dengan laxative. Perbedaan utama terletak
pada cara penggunaannya, laxative biasanya diberikan per oral sedangkan enema
diberikan langsung ke rectum hingga kolon. Setelah seluruh dosis enema hingga
ambang batas daya tampung rongga kolon diberikan, pasien akan buang air bersamaan
dengan keluarnya cairan enema ke dalam bedpan atau di toilet. , larutan garam isotonik
sangat sedikit mengiritasi rektum dan kolon, mempunyai konsentrasi gradien yang
netral. Larutan ini tidak menarik elektrilit dari tubuh – seperti jika menggunakan air
biasa – dan larutan ini tidak masuk ke membran kolon – seperti pada penggunaan
phosphat. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan waktu
retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecal impaction.
Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi seperti
sigmoidoscopy atau colonoscopy. Untuk kenyamanan dan mengharapkan kecepatan
proses tindakan enema dapat diberikan disposibel enema dengan konsentrasi lebih
kental berbahan dasar air yg berisikan sodium phospat atau sodium bikarbonat.
Sebagai jalan alternatif pemberian obat. Hal ini dilakukan bila pemberian obat per oral
tidak memungkinkan, seperti pemberian antiemetik untuk mengurangi rasa mual,
beberapa anti angiogenik lebih baik diberikan tanpa melalui saluran pencernaan ,
pemberian obat kanker, arthritis, pada orang lanjut usia yang telah mengalami
penurunan fungsi organ pencernaan, menghilangkan iritable bowel syndrome
menggunakan cayenne pepper untuk squelch iritasi pada kolon dan rectum dan untuk
tujuan hidrasi.
Pemberian obat topikal seperti kortikosteroid dan mesalazine yang digunakan untuk
mengobati peradangan usus besar.
Pemeriksaan radiologi seperti pemberian barium enema. Enema berisi barium sulphat ,
pembilasan dengan air atau saline dilakukan setelah selesai dengan tujuan untuk
mengembalikan fungsi normal dari kolon tanpa komplikasi berupa konstipasi akibat
pemberian barium sulphat.
INDIKASI
1. Konstipasi
2. Impaksi Feses (tertahannya feses)
3. Persiapan pre operasi
4. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi
5. Pasien dengan melena
KONTRA INDIKASI
Irigasi kolon tidak boleh diberikan pada pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis, Crohn’s
disease, post operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, keadaan
patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian dalam atau hemoroid besar,
tumor rektum dan kolon.
TIPE-TIPE ENEMA
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya: cleansing
(membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan), dan
mengembalikan aliran.
Cleansing enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan rektum dan atau dengan
meregangkan intestinal dengan memasuki volume cairan. Ada 2 cleansing enema yaitu high
enema (huknah tinggi) dan low enema (huknah rendah). High enema diberikan untuk
membersihkan kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 1000ml larutan untuk orang
dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbent dan
kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini agar cairan dapat turun ke usus besar.
Cairan diberikan pada tekanan yang tinggi daripada low enema.; oleh karena itu wadah dari
larutan digantung lebih tinggi. Cleansing enema paling efektif jika diberikan dalam waktu 5-10
menit.
Low enema diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500ml
larutan diberikan pada orang dewasa, klien dipertahankan pada posisi sims/miring ke kiri
selama pemberian.
Carminative enema terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke
dalam rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia meregangkan rektum dan kolon, kemudian
merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
Retention enema: dimasukkan oil (pelumas) ke dalam rektum dan kolon sigmoid, pelumas
tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia bekerja untuk melumasi rektum dan
kanal anal, yang akhirnya memudahkan jalannya feses.
Enema yang mengembalikan aliran, kadang–kadang mengarah pada pembilasan kolon,
digunakan untuk mengeluarkan flatus. Ini adalah pemasukan cairan yang berulang ke dalam
rektum dan pengaliran cairan dari rektum. Pertama-tama larutan (100-200ml untuk orang
dewasa) dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan direndahkan
sehingga cairan turun kembali keluar melalui rectal tube ke dalam wadah. Pertukaran aliran
cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali, sampai (perut) kembung hilang dan rasa tidak
nyaman berkurang atau hilang. Banyak macam larutan yang digunakan untuk enema. Larutan
khusus mungkin diminta oleh dokter.
Pemberian enema merupakan prosedur yang relatif mudah untuk klien. Bahaya utamanya
adalah iritasi sabun dan efek negatif dari larutan hypertonik atau hipotonik. Pada cairan tubuh
dan elektrolit, larutan hipertonik seperti larutan phosphate dari beberapa enema siap pakai
menyebabkan sedikit iritasi pada membran mukosa menyebabkan cairan tertarik ke dalam
kolon dari jaringan sekitar. Proses ini disebut osmosis. Karena hanya sebagian kecil cairan yang
diambil, rasa nyaman tertahan untuk 5-7 menit dan secara umum di luar dari manfaat ini.
Bagaimanapun, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi, terutama pada anak di
bawah 2 tahun larutan ini bisa menyebabkan hypokalsemia dan hyperphosphatemia.
Pemberian hipotonik yang berulang seperti enema berbentuk kran, dapat mengakibatkan
absorpsi volume darah dan dapat mengakibatkan intoksikasi air. Untuk aliran ini, beberapa
agency kesehatan membatasi pemberian enema berbentuk kran. Ini adalah perhatian yang
istimewa ketika permintaan pemasangan enema sampai kembali bersih harus jelas, contohnya
pemeriksaan pendahuluan visual usus besar. Larutan hipotonik juga dapat mengakibatkan
ketidaknyamanan pada klien dengan penurunan fungsi ginjal atau gagal jantung akut.
PEDOMAN MELAKUKAN ENEMA
1. Gunakan rectal tube dengan ukuran yang tepat, untuk orang dewasa biasanya no.22-30; anak-
anak menggunakan tube yang kecil seperti no.12 untuk bayi; no.14-18 untuk anak todler
atau anak usia sekolah.
2. Rectal tube harus licin dan fleksibel, dengan 1 atau 2 pembuka pada ujung dimana larutan
mengalir. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Beberapa tube yang ujungnya tajam dan
kasar seharusnya tidak digunakan, karena kemungkinan rusaknya membran mukosa pada
rektum. Rectal tube dilumasi dengan jelly/pelumas untuk memudahkan pemasukannya dan
mengurangi iritasi pada mukosa rektum.
3. Enema untuk orang dewasa biasanya diberikan pada suhu 40,5-43 0C, untuk anak-anak 37,7 0C. Beberapa retensi enema diberikan pada suhu 33 0C. Suhu yang tinggi bisa berbahaya
untuk mukosa usus; suhu yang dingin tidak nyaman untuk klien dan dapat menyebabkan
spasme pada otot spinkter.
4. Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, usia dan ukuran tubuh klien dan
jumlah cairan yang bisa disimpan :
a. bayi, ≥ 250ml
b. toddler atau preschool, 250 – 350 ml
c. anak usia sekolah, 300 - 500ml
d. adolescent, 500 - 750ml
e. adult, 750-1000ml
5. Ketika enema diberikan, klien biasanya mengambil posisi lateral kiri, sehingga kolon
sigmoid berada di bawah rektum sehingga memudahkan pemasukan cairan. Selama high
enema, klien mengubah posisinya dari lateral kiri ke dorsal recumbent, kemudian lateral
kanan. Pada posisi ini seluruh kolon dijangkau oleh air.
6. Insesrsi tube tergantung pada usia dan ukuran klien. Pada orang dewasa, biasanya
dimasukkan 7,5 - 10cm, pada anak-anak 5-7,5cm dan pada bayi hanya 2,5-3,75 cm. Jika
obstruksi dianjurkan ketika tube dimasukkan, tube harus ditarik dan obstruksi terjadi.
7. Kekuatan aliran larutan ditentukan oleh :
a. tingginya wadah larutan
b. ukuran tube
c. kekentalan cairan
d. tekanan rektum
Enema pada sebagian orang dewasa, wadah larutan tidak boleh lebih tinggi dari 30cm di
atas rektum. Selama high enema, wadah larutan biasanya 30-45cm di atas rektum, karena
cairan dimasukkan lebih jauh untuk membersihkan seluruh usus. Untuk bayi, wadah larutan
tidak boleh lebih dari 7,5 cm di atas rektum.
8. Waktu yang diperlukan untuk memasukkan enema sebagian besar tergantung pada jumlah
cairan yang dimasukkan dan toleransi klien. Volume yang banyak seperti 1000ml, mungkin
membutuhkan waktu 10-15 menit. Untuk membantu klien menahan larutan, perawat dapat
menekan bokongnya, agar terjadi tekanan di luar area anal.
9. Ketika larutan enema berada di dalam tubuh, klien mungkin merasa gembung, dan rasa tidak
nyaman pada abdomen.
10. Ketika klien b.a.b, perawat bisa membantunya ke kamar kecil, tergantung pada pilihan klien
dan kondisi fisik.
11. Pada pemberian enema yang dilakukan sendiri, orang dewasa dapat diatur posisi litotomi.
12. Ketika pemberian enema pada bayi, kaki bayi bisa ditahan dengan popok.
PROSEDUR MELAKUKAN ENEMA
Persiapan pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang
4. Prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
5. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
6. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
7. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
8. Menjaga privasi klien.
9. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindakan
10. Pasien disiapkan dalam posisi yang sesuai
Peralatan
1. Disposible enema set
2. 1 set enema berisi
a. wadah untuk tempat larutan
b. pipa untuk menghubungkan wadah ke rectal tube
c. klem untuk menjepit pipa, untuk mengontrol aliran larutan ke pasien
d. rectal tube dengan ukuran yang tepat
e. pelumas yang digunakan untuk rectal tube sebelum dimasukkan
f. termometer untuk mengukur suhu larutan
g. sabun / garam.
h. sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang tepat. Larutan ditempatkan di
wadahnya, diperiksa suhunya, kemudian menambahkan sabun / garam.
3. selimut mandi untuk menutupi klien
4. perlak agar tempat tidur tidak basah
5. bedpan.
Intervensi
1. Tutup pintu/pasang sampiran (screen).
Rasional: memberikan privasi pada klien.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: pencegahan terjadinya transmisi bakteri.
3. Kaji kondisi anal dan deformitas.
Rasional: pengkajian merupakan tahap awal setiap prosedur yang akan memberikan
informasi suatu tindakan dapat dilaksanakan atau tidak.
4. Jelaskan prosedur kepada klien bahwa ia mungkin akan merasakan gembung ketika
larutan dimasukkan.
Rasional: memberikan informasi dapat meningkatkan kesiapan dan kerjasama pasien
selama proses tindakan enema berlangsung.
5. Bantu klien orang dewasa atau usia toddle untuk mengambil posisi lateral kiri, dengan
kali kanan fleksi dan beri selimut mandi.
Rasional: posisi ini memudahkan aliran larutan sesuai dengan gravitasi ke dalam
sigmoid dan kolon descenden yang berada pada sisi kiri. Kaki kanan fleksi agar anus
lebih tampak.
6. Letakkan perlak di bawah bokong klien agar sprey tidak basah.
Rasional: merupakan tindakan preventif untuk menjaga kebersihan tempat tidur.
7. Beri pelumas pada rectal tube 5cm jika untuk orang dewasa. Untuk anak-anak beberapa
enema yang dijual sudah mempunyai tube yang sudah dilumasi.
Rasional: pelumas memudahkan masuknya tube melalui spinkter ani dan
meminimalisir trauma.
8. Buka klem lewatkan beberapa larutan melalui pipa penghubung dan rectal tube,
kemudian tutup klem.
Rasional: pipa diisi dengan larutan untuk mengeluarkan udara di dalamnya. Udara yang
masukke dalam rektum menyebabkan peregangan yang tidak perlu.
9. Masukkan rectal tube dengan lembut dan perlahan ke dalam rektum, tujukan ke
unbilikus. Masukkan tube dengan jarak yang tepat.
Rasional: pemasukan pipa k eumbilikus memandu opipa di sepanjang rektum. Rectal
tube dimasukkan melewati spinkter internal
10. Jika terjadi tahanan di spinkter internal, suruh klien untuk bernapas dalam dan lewatkan
sedikit larutan melalui pipa. Jika tahanan berlangsung lama, tarik pipa dan laporkan
pada perawat yang bertanggung jawab
Rasional: bernapas dalam dan memasukkan sedikit larutan bisa membuat spinkter
rileks.
11. Jika tidak ada tahanan, buka klem dan angkat wadah larutan ke atas rektum pada
ketinggian yang tepat ; 30-45cm untuk dewasa dan 7,5 untuk bayi
Rasional: pada ketinggian ini, larutan tidak mendesak tekanan yang cukup untuk
mengganti kerusakan lapisan pada rektum
12. Masukkan cairan dengan perlahan. Jika klien mengeluh merasa gembung atau nyeri,
gunakan klem untuk menghentikan aliran selama 30 detik, kaji warna kulit, keringat,
dyspnoe. Jika tidak dijupai kelainan buka kembali alirannya dengan kecepatan yang
rendah.
Rasional: memasukkan cairan dengan perlahan dan menghentikan aliran untuk
sementara menurunkan kemungkinan spasme intestinal dan pengeluaran yang dini pada
larutan.
13. Setelah semua larutan dimasukkan atau ketika klien tidak bisa menerima lagi dan ingin
b.a.b, tutup klem dan keluarkan rectal tube dari anus
Rasional: keinginan untuk b.a.b biasanya mengindikasikan bahwa cairan yang masuk
sudah cukup
14. Gunakan tekanan yang tetap pada anus dengan tissu atau tekan bokong untuk
membantu menahan enema. Biarkan klien dalam posisi berbaring.
Rasional: beberapa enema lebih efektif jika ditahan 5-10 menit. Waktunya tergantung
pada jenis enema. Klien lebih mudah menahannya pada posisi berbaring daripada
ketika duduk atau berdiri, karena gravitasi membantu pengaliran peristaltik.
15. Bantu klien untuk duduk pada bedpan atau toilet. Jika spesimen feses dibutuhkan
anjurkan klien menggunakan bedpan
Rasional: posisi duduk lebih dianjurkan karen amembantu proses defekasi
16. Suruh klien agar tidak menyiram toilet jika ia selesai menggunakannya.
Rasional: untuk mengevaluasi output/keberhasilan tindakan enema
17. Catat pemasukan dan pengeluaran enema; jumlah, warna, konsistensi, pengeluaran
flatus dan perenggangan abdomen.
Rasional: Pencatatan merupakan aspek legal sebagai tanggung jawab dan tanggung
gugat.
Pemberian enema pada pasien yang tidak bisa mengontrol diri
Kadang-kadang perawat perlu memberikan enema untuk klien yang tidak bisa mengontrol
otot spinkter externalnya dan lalu tidak bisa menahan larutan enema untuk beberapa menit.
Pada kasus ini klien dianjurkan pada posisi supine di atas bedpan. Bagian kepala dari
bedpan bisa sedikit disudut, misal 30 derajat jika perlu, dan kepala dan punggung klien
ditahan dengan guling. Perawat mengenakan sarung tangan untuk memegang rectal tube,
untuk mencegah kontak langsugn dengan larutan dan feses yagn dikeluarkan dengan tangan
ke dalam bedpan selama pemberian enema.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
Penggunaan enema yang tidak benar dapat menyebabkan tergangguanya keseimbangan
elektrolit tubuh (pemberian enema berulang) atau perlukaan pada jaringan kolon atau rektum
hingga terjadinya perdarahan bagian dalam. Perlukaan ini dapat menyebabkan terjadinya
infeksi, perdarahan dalam kolon terkadang tidak nampak secara nyata tetapi dapat diketahui
melalui perubahan warna feces menjadi merah atau kehitaman. Jika terdapat tanda ini maka
diperlukan tindakan medis dengan segera.
Tindakan enema juga dapat merangsang nervus vagus yang memicu terjadinya arritmia
misalnya bradikardi. Tindakan enema tidak dapat diberikan selagi adanya nyeri perut yang
belum diketahui penyebabnya, peristaltik usus dapat menyebabkan peradangan apendiks hingga
pecahnya apendiks.
IMPLEMENTASI
1. Mengkaji pola defekasi klien
2. Mengkaji pola makanan dan cairan klien
3. Mengkaji kondisi anal dan deformitas klien
4. Menjelaskan prosedur dan tahapan – tahapan pada pemberian enema pada klien
5. Menjelaskan tujuan dan manfaat pemberian enema pada klien
6. Memberikan tindakan enema.
EVALUASI
Klien akan :
Menetapkan waktu yang teratur untuk defekasi
Berpartisipasi dalam program latihan yang teratur
Memakan makanan sesuai dengan diet yang ditentukan
B.A.B dengan nyaman dan lancar
Minum + 2000 ml cairan / hari
Tidak terjadi defekasi pada saat dilakukan tindakan operasi
Sukses pada pemeriksaan diagnostic radiologi