Upload
izzan-hafizh
View
35
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mmn
Citation preview
MAKALAH KELOMPOK
Untuk Memenuhi Tugas Etika Dalam Keperawatan
Pembina: Bagus Putu Arka, S.Pd. M.kes
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
KELAS : 1B KEPERAWATAN
RIFKI HERYADI 121160 THEIN NUR HAYATI 121166
RUDI 121161 YESPYANTA.W. A.N 121167
SANDRA ADI. P 121162 YOGIE. P 121168
SARI. W 121163 YULIANA 121169
SHINTA NOVITASARI 121164 YENNYKA DWI AYU 121170
SUJARWATI 121165 FERNANDA. K
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KESEHATAN KARYA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2013
BAB 1
PEDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan keperawatan yang bermutu adalah pelayanan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa, serta penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Upaya untuk
memberikan keperawatan bermutu ini dapat dimulai perawat dari adanya
rasa tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
secara profesional.
Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga
dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan
menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan
mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai
body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat
diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk
implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik
kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan
kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara
kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek
keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung
berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada
saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik
disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering
menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek
keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar
profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang
dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya
standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang
perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran
praktek keperawatan lainnya baik itu pelanggaran yang terkait dengan etika
ataupun pelanggaran terkait dengan masalah hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MASALAH HUKUM DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi
oleh para ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini
meliputi :
1. Menandatangani Pernyataan Hukum
Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk
sebagai saksi. Dalam hal ini perawat hendaknya tidak membuat
pernyataan yang dapat diinterprestasikan menghilangkan pengaruh.
Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan mengacu pada
kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
2. Format Persetujuan (Consent)
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan
dalam bentuk yang cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan
format persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit yang
mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat dan
menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format
persetujuan operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya
berperan sebagai saksi. Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau
perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta resikonya.
3. Report
Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang
mengenai pasien, pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat
harus segera membuat suatu laporan tertulis yang disebut incident
report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien
jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu melakuakan
pengobatan, kesalahan memberikan obat dan lain-lain. Dalam setiap
kecelakaan, maka dokter harus segera diberi tahu.
Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan
ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa
menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pencatatan incident report antara lain :
tulis kejadian sesuai apa adanya
tulis tindakan yang anda lakukan
tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas
sebutkan waktu kejadian ditemukan
4. Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan
merupakan salah satu komponen yang penting yang memberikan
sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya keterampilan anda
dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi tida
lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan. Setiap selesai
melakukan suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat secara
jelas tindkan yang dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan serta
mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda tangan yang
memberikan tindakan.
B. CONTOH MASALAH DALAM ETIKA KEPERAWATAN
Di RS diruang bayi ada bayi yang tertukar, bagaimana dilihat dari kode
etik ?
JAWAB
Menurut argumentasi kelompok kami :
Dilihat dari :
Segi pandang kedisiplinan
Segi pandang hukum
Segi pandang etika
Dari segi kedisiplinan
Kedisiplinan perawat, salah satu factor bisa terjadinya bayi yang
tertukar adalah kurang disiplinnya yang menangani bayi. Kalau
seorang perawat dalam bekerja tidak disiplin berarti ini mencerminkan
seseorang itu tidak disiplin.
Dari segi hukum
Dari segi hukum, pihak rumah sakit harus bertanggung jawab atas
kelalaianya, karena bayi yang lahir belum dibawa keruang NICU
seharvsnya diberi pening/gelang dan diberi nama, kalau bayi laki-laki
warna biru, perempuan warna pink. Kalau rumah sakit tidak
memasangkan gelang tersebut pihak rumah sakit yang salah.
Dari segi etika
Dari segi etika, petugas kesehatan (dokter, perawat, bidan) kurang
care dalam menjaga bayi tersebut, sehingga terjadinya penukaran bayi
hingga kehilangan bayi, yang di sebabkan tidak ada perhatian yang
ketat terhadap bayi tersebut.
A. MENCEGAH MASALAH HUKUM DAN MASALAH ETIK YANG
TERKAIT DENGAN PELAYANAN KEPERAWATAN
Strategi Penyelesaian Masalah Hukum
Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai
praktik kesehatan termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk
mencegah terjadinya malpraktik. Berbagai UU praktik kesehatan telah
mulai diupayakan untuk memberikan arahan bagi praktik professional dan
perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan profesi semakin banyak
dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan (misalnya PERHUKI dan
pemerintah) yang nantinya dapat memberikan pengayoman hukum bagi
tenaga kesehatan dan bagi masyarakat.
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena
menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama
“mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah
hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai
perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.
Dibawah ini akan dibahas beberapa hal yang dapat dilakukan perawat
yang merupakan nurse defender terhadap masalah hukum :
o Ketahui hukum atau UU yang mengatur praktik anda.
o Jangan melakuakn apapun yang anda tidak tahu bagaimana
melakukannya (bila perlu, pelajarilah caranya).
o Pertahankan kompetisi praktik anda, penting mengikuti pendidikan
keperawatan berkelanjutan.
o Sebagai penuntut untuk meningkatkan praktik, mendapatkan kritik,
dan kesenjangan pengetahuan/keterampilan, lakukan pengkajian diri,
evaluasi kelompok, audit dan evaluasi dari supervisor.
o Jangan ceroboh dalam melakukan praktik keperawatan.
o Tetap perhatian pada pasien dan keluarganya.
o Sering berkomunikasi dengan orang lain, jangan menutup diri.
o Catat secara akurat, objektif dan lengkap, jangan dihapus.
o Delegasikan secara aman dan absah, ketahui persiapan dan
kemampuan orang-orang dibawah pengawasan anda.
o Bantu pengembangan kebijakan dan prosedur (dalam badan hukum).
o Ikuti asuransi malpraktik, jika saat ini tersedia. (Jones, 1993)
Strategi Penyelesaian Masalah Etis
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara
perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan
pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi
dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan
kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988) Salah satu cara menyelesaikan
permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds )
yang melibatkan perawat dengan dokter.
Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis
tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan
terdapat permasalahan etis. “Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik”
Menurut Thompson dan Thompson (1985). Dilema etik merupakan suatu
masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang
memuaskan atau suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan
tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar
atau salah. dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus
bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli
yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan
dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier,
erb, 1991).
Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang
dimilikinya dalam membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan
atau falsafah moral tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau
kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan
dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada
pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis,
Hartley, 1980).
1. Teori dasar pembuatan keputusan Etis
a. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah
teleo¬logi dan utilitarianisme sering digunakan saling bergantian.
Teleologi me¬rupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena
berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi.
Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the
means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang
terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan
maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987).
Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule
utili¬tarianisme dan act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip
bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan tergantung pada sejauh mana
tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada
manusia. Act utilita¬rianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan
aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu,
dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan
kebaikan sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada
individu. Contoh penerapan teori ini misalny a bayi-bayi yang lahir cacat
lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di
masyarakat.
b. Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas)
berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah
bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan,
melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian
difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat
memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau
salah. Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan
tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif.
Kant percaya bahwa tindakan manusia secara rasional tidak
konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak
kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant
meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang
merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral
universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara
sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir
terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah seorang
perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang
sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan.
Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan
abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan
membunuh.
Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak
menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus
dilakukan untuk menyela-matkan nyawa ibu, karena setiap tindakan
yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan
yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi
dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan,
otonomi, kejujuran, dan ketaatan.
2. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah
satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktek keperawatan
professional dan dalam membuat keputusan etis perlu memperhatikan
beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep
moral perawatan dan prinsip-prinsip etis. Unsur-unsur utama yang terlibat
dalam pembuatan keputusan dan tindakan moral dalam praktik
keperawatan (diadaptasi dari Fry, 1991, lih, Prihardjo, 1995)
Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah
dirancang oleh banyak ahli etika, di mana semua kerangka tersebut
berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika, yang menurut Fry
meliputi:
• Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?
• Jenis tindakan apakah yang benar?
• Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu?
• Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu?
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan
dikembang¬kan dengan mengacu pada kerangka pembuatan
keputusan etika medis. Beberapa kerangka disusun berda¬sarkan
posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model lain
dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang
diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh
model yang dikembangkan oleh Thompson dan Thompson dan model
oleh Jameton: Metode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan pasien.
Kerangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-
nilai, konflik dan hati nurani. Perawat juga harus mengkaji ke-
terlibatannya terhadap masalah etika yang timbul dan mengkaji
para¬meter waktu untuk protes pembuatan keputusan. Tahap ini akan
memberikan jawaban pada perawat terhadap pernyataan: Hal apakah
yang membuat tindakan benar adalah benar? Nilai-nilai diklasifikasi dan
peran perawat dalam situasi yang terjadi diidentifikasi.
2. Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-
kan dalam tahap ini meliputi: orang-orang yang dekat dengan pasien
yang terlibat dalam membuat keputusan bagi pasien, harapan/keinginan
dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan.
Perawat kemudian membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang
terjadi. Perawat harus mengindentifikasi semua pilihan atau alternatif
secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan yang
memung-kinkan harus terjadi termasuk hasil yang mungkin diperoleh
beserta dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban: Jenis tindakan apa
yang benar?
3. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini
berarti perawat mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-
ting bagi individu, nilai-nilai dasar manusia yang menjadi pusat dari
masalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan masalah.
Tahap ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan tertentu
diterapkan pada situasi tertentu?
4. Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-
buat keputusan memilih tindakan yang menurut keputusan mereka
pa¬ling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan etika: Apa yang harus
dilaku-kan pada situasi tertentu?
5. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan
hasil.
Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut,
Kozier, erb (1989), adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat
memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi
tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan,
Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
3. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
6. Membuat keputusan. Disamping beberapa bentuk kerangka
pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas, penting juga
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan
etik. Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu
pengetahuan/tehnologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan,
pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan
hak-hak pasien (Priharjo, 1995).
Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan
dilema etik diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah
kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu:
a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai
etik yang seharusnya
b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data
tambahan dari berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli
berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada pelanggaran
hukum/legal
c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa
alternative tersebut dan diskusikan dalam suatu tim (komite etik).
d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-
masing pihak dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih
e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama
dalam tim dan tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan.
f. Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat
serta dampak yang timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau
kembali beberapa alternative keputusan dan bila mungkin dapat
dijalankan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena
menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan
lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah
masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk
ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah
hukum.
2. Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang
melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa
menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan
kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan
klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya,
dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah
klien. Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat
dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan
diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien.
Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang
dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan
keperawatan dapat dipertahankan.
B. SARAN
Perawat harus berusaha meningkatkan kemampuan profesional
secara mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu
pengetahuan untuk menyelesaikan masalah masalah yang terkait dengan
pelayanan keperawatan.