Click here to load reader
Upload
aryons
View
71
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Haji merupakan rukun Islam kelima yang diwajibkan atas setiap muslim yang
merdeka, baligh ,dan mempunyai kemampuan, dalam seumur hidup sekali . namun dari
kalangan umum atau masyarakat banyak mulai dari golongan petani , pedanganng ,
pengawai dan lain sebagainya masih banyak yang masih belum mengerti tentang apa yang
harus saya lakukan dalam melakukan umrah atau haji , sehingga dengan demikian maka
dengan semestinya bila kita menjelaskan dengan sedikit pendapat yang di ambil dari
beberapa pendapatnya para imam- imam madhab yang telah menjadi suri tauladan dan
pengangan untuk di jadikan rujukan bagi kita kalangan awam , sehingga kita dalam
melaksanakan ibadah haji tidak haya sekedar pergi begitu saja ketanah Mekkah dengan
menelan biaya jutaan rupiah atau hanya sekedar nikmatnya mengendarai pesawat terbang
atau jalan jalan di tanah suci Mekkah – Madinah .
1
BAB II
PEMBAHASAN
SURAT AL-BAQARAH AYAT 158, 196-206
A. AYAT 158
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa
baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan barangsiapa yang mengerjakan suatu
kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan
lagi Maha Mengetahui.
Asbab Al-Nuzul ayat 158
1.‘Urwah bertanya kepada ‘Aisyah: Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah, al-
Baqarah ayat 158, karena “menurut pendapatku ayat ini menegaskan bahwa orang yang
tidak thawaf di kedua tempat itu tidak berdosa.” Aisyah menjawab: “Pemahamanmu itu
keliru, wahai anak sudariku. Ayat itu diturunkan mengenai Kaum Anshar. Mereka
ketika belum masuk Islam mengadakan upacara keagamaan (ritual) kepada Manata
(tuhan mereka) yang jahat, dan menolak thawaf antara Shafa dan Marwah; lalu mereka
menanyakan kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, di zaman Jahiliyah kami
berkeberatan untuk thawaf di Shafa dan Marwah.” (HR. al-Syaikhani).
2. Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa ‘Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas bin
Malik, “kami berpendapat bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah adalah upacara di
zaman Jahiliyah; dan ketika Islam datang, kami tidak melakukannya lagi. Maka
turunlah ayat tersebut yang menganjurkan untuk melakukan sa’i di antara kedua bukit
Shafa dan Marwah itu. (HR. al-Bukhari).
3. Versi lain menyebutkan bahwa Ibnu Abbas menerangkan bahwa syaitan-syaitan di
zaman Jahiliyah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah dan di antara
keduanya terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang, Kaum Muslimin
mengatakan kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, kami tidak akan melakukan thawaf
di antara Shafa dan Marwah, karena upacara itu biasa kami kami lakukan di zaman
Jahiliyah. Kemudian turunlah ayat tersebut untuk menegaskan umat Islam dibolehkan
melakjukan thawaf (sa’i) di anatar kedua bukit tersebut.
2
Tafsir Ayat 158
Bukit Shafa dan Marwah merupakan tanda-tanda keagungan Allah di bumi. Kedua
bukit itu adalah tempat melakukan sa’i (berjalan cepat) sebanyak 7 kali sebagai bagian dari
pelaksanaan ibadah haji. Meskipun pada masa Jahiliyah kedua bukit itu sebagai tempat
ritual orang-orang Jahiliyah, ketika Islam datang dirubah menjadi tempat pelaksanaan sa’i
yang merupakan rangkaian ibadah haji. Oleh sebab itu, orang Islam tidak perlu ragu
melaksanakan sa’i di bukit Shafa dan Marwah itu karena kedua tempat itu merupakan
anugerah Allah kepada umat Islam dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya.
Karena setiap orang yang berhaji pasti melakukan sa’i di kedua bukit itu sambil
melantunkan zikir dan doa. Allah memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk
melakukan rangkaian ibadah haji tanpa harus merasa bersalah atau berdosa. Memang pada
masa lalu kedua tempat itu penuh dengan kemusyrikan, tetapi segala noda dan dedaki
kemusyrikan itu sudah dibersihkan oleh Rasulullah dengan datangnya perintah berhaji.
Barangsiapa yang memperbanyak amal kebaikan selama berhaji, Allah sangat
senang melihat hamba-Nya melakukan kebaikan dan akan diberikan pahala. Oleh karena
itu, setiap orang berhaji tidaka boleh menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga itu
untuk mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya. Bahkan, selain amalan wajib perlu
ditambah dengan amalan sunnah, seperti melakukan thawaf setiap saat, berzikir, berdoa,
membaca al-Qur’an, i’tikaf, dan amal-amal sunnah lainnya, yang tergolong tathawwu’.
B. Ayat 196
196.Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah Karena Allah. jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau Karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu
ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau
berkorban. apabila kamu Telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan
3
'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah
didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu Telah pulang
kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah)
bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-
orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah
bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Asbab Al-Nuzul Ayat 196
a. Seorang laki-laki berjubah dengan wewangian semerbak menghadap Rasulullah dan
berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan ‘umra?”.
Maka turunlah ayat wa atimmul hajja wal ‘umrata lillah. Lalu Rasulullah pun bersabda:
“Mana orang yang bertanya tadi tentang ‘umrah.”? Orang itu menjawab, “saya yang
bertanya wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda: “Tanggalkan bajumu, bersihkan
hidungmu dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa engkau
kerjakan pada waktu haji.” (HR. Ibnu Abi Hatim dari Shafwan bin Umayyah).
b. Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika Rasulullah bersama sahabatnya berada di
Hudaibiyah sedang berihram, kaum Musyrikin melarang mereka meneruskan umrah.
Salah seorang sahabat, bernama Ka’b bin Ujrah kepalanya penuh dengan kutu sampai
bertebaran ke mukanya. Ketika Rasulullah lewat di depannya dan melihat Ka’b
kepayahan; maka turunlah ayat fa man kana minkum maridhan aw bihi adzan min
ra’sihi fa fidyatu min shiyamin aw shadaqatin aw nusukin, lalu Rasulullah bersabda:
“Apakah kutu-kutu itu mengganggumum?:” Rasulullah menyruhnya agar bercukur dan
membayar fidyah. (HR. Ahmad).
Tafsir Ayat 196
Sempurnakan haji dan umrah karena Allah. Maksudnya, setiap orang Islam yang
sudah memenuhi syarat untuk menunaikan ibadah haji, maka diperintahkan agar
menyempurnakan manasik hajinya sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Haji
yang sempurna itu adalah ibadah haji yang memenuhi syarat, rukun, dan wajib haji.
Adapun syarat diwajibkan haji adalah: 1) Islam; 2) Baligh; 3) Berakal; 4) Merdeka; dan 5)
Mampu (istitha’ah), baik secara ekonomi, fisik dan psikis, keamanan dalam perjalanan
maupun kemampuan dalam bidang manasik haji. Setiap orang yang akan berhaji wajib
memahami terlebih dahulu tatacara pelaksanaan ibadah haji dengan sempurna.
4
Lakukanlah ibadah haji dan umrah dengan sempurna yaitu dengan melakukan
manasik dengan benar sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah dengan niat yang
ikhlas karena Allah, bukan untuk mencari pujian atau kehormatan dari manusia; dan bukan
pula berdagang mengejar keuntungan duniawi. Walaupun pada hakikatnya berdagang
sambil berthaji tidak dilarang sejauh tidak dijadikan tujuan utama dan tidak melaikan
kewajiban haji, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah: 198.
Haji yang sempurna adalah ibadah haji yang dikerjakan berdasarkan petunjuk dari
Rasulullah, sebagaimana sabdanya:
مسلم ( زواه عني مناسككم (خذوا
Ambillah manasik hajimu dariku (HR. Muslim)
Adapun rukun haji adalah: 1) Ihram; 2) Wuquf di Arafah; 3) Thawaf Ifadhah; 4) Sa’i
antara bukit Shafa dan Marwah.
Sedangkan wajib haji adalah: 1) berniat ihram di Miqat (tempat yang telah
ditentukan oleh Rasulullah untuk mengenakan pakain ihram); 2) Bermalam di Muzdalifah;
3) Melontar Jumrah; 4) Bermalam di Mina selama hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13
Dzulhijjah); 5) Thawaf Wada’ (thawaf perpisahan menjelang pulang ke negeri masing-
masing); 6) Tidak berbuat sesuatu yang diharamkan.
C. Ayat 197
197. (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats,
berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang
kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-
orang yang berakal
Asbab Al-Nuzul Ayat 197
Ayat 197 surat al-Baqarah di atas diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yaman,
apabila mereka menunaikan ibadah haji, mereka tidak membawa bekal apa-apa, dengan
5
alasan tawakkal kepada Allah. Maka turunlah ayat di atas, wa tazawwadu fa inna
khairazzadit taqwa. (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas).
Tafsir Ayat 197
Ibadah haji dilaksanakan pada bulan-bulan yang sudah ditentukan yang dimulai dari
bulan Syawwal, Dzulqa’dah sampai tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Ini didasarkan pada hadis
yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Abbas yang diikuti Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan
Amad bin Hanbal. Jadi, yang dimaksud dengan asyhur ma’lumat adalah dalam 3 bulan itu.
Sehingga dalam ayat tersebut digunakan kata jamak dari syahrun (satu bulan) yaitu asyhur
(bulan-bulan).
Menurut Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, mazhab Syafi’i dan Ahmad, begitu
pula golongan Hanafi bahwa waktu haji itu adalah: bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan 9
(sembilan) malam dari bulan Dzulhijjah. Jadi ketiga bulan ini dinamakan bulan-bulan haji;
sedangkan pelaksanaan ibadah haji sesuai dengan sunnah Rasulullah. Menurut praktik
Rasulullah, haji itu dimuali tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah), 9 Dzulhijjah (hari
‘Arafah), 10 Dzulhijjah (hari Udhhiyyah), dan 3 hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Barangsiapa yang sudah memenuhi syarat untuk melaksanakan ibadah haji ke
Baitullah, maka selama dalam pelaksanaan ibadah haji itu, ia tidak boleh melakukan
perbuatan rafats, fusuq, dan jidal. Ini merupakan pendidikan moral yang sangat penting,
sehingga kalau aturan ini ditaati dengan baik, setelah selesai ibadah haji ia akan menjadi
manusia yang paripurna, manusia yang berakhlak mulia dan berkperibadian Islami yang
penuh kelembutan, kepedulian sosial, dan suka memaafkan orang lain.
Kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh jamaah haji walaupun sedikit sangat berarti
dan bernilai di sisi Allah. Bagian ayat ini menegaskan bahwa setiap orang yang berhaji
yang mau mengikuti peraturan yang telah ditetapkan menjadi pahala dan kebaikan
baginya. Ketika orang berhaji tidak mengganggu orang lain, tidak berbuat hal-hal yang
menyimpang dari ajaran Islam, dan tidak melakukan hubungan suami-isteri selama dalam
ihram, serta saling tolong menolong dan menjaga hubungan persaudaraan, perdamaian,
dan saling menghormati akan memperoleh ganjaran pahala dari Allah; dan Allah
senantiasa memantau apa saja yang dilakukan oleh para hamba-Nya.
Bekal yang paling utama yang perlu dipersiapkan oleh para calon haji adalah taqwa.
Karena itu, syarat wajib haji tidak semata-mata diukur pada kemapanan atau kemampuan
ekonomi dan kesehatan fisik, tetapi justru yang paling penting adalah persiapan yang
6
bersifat spiritual dan mental, yaitu ketaqwaan. Karena, orang yang bertaqwa akan dapat
melaksanakan ibadah secara sempurna; dan beribadah semata-mata karena Allah, bukan
karena manusia. Kriteria taqwa yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Orang bertaqwa dapat ditandai pada akhlaknya, ibadahnya, dan perilakunya
sehari-hari. Tentu saja sebelum menunaikan ibadah haji, haruslah terlebih dahulu
mempersiapkan diri dengan amal shalih: zakatnya sudah ditunaikan dengan baik, shalatnya
sudah mantap baik yang wajib maupun yang sunat, akhlaknya semakin bagus, kecintaan
kepada agama Allah, dan hatinya terpaut dengan dengan masjid, berjamaah, hubungan
kemanusiaan (silaturrahim) juga berjalan dengan indah. Demikian juga kepedulian sosial
semakin meningkat. Ciri-ciri inilah yang menjadi bekal terbaik bagi seseorang yang akan
menunaikan ibadah haji. Dengan begitu, pergi ke haji membawa taqwa; dan pulnag pun
membawa taqwa, maka jadilah hajinya haji yang mabrur, yakni haji yang penuh kebaikan
yang oleh Rasulullah disebutkan “tiada balasan yang lebih layak untuknya selain surga.”
D. Ayat 198
198. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk
orang-orang yang sesat.
Asbab Al-Nuzul Ayat 198a. Menurut suatu riwayat diceritakan bahwa pada zaman Jahiliyah terkenal adanya pasar-
pasar yang bernama ‘Ukadh, Mijnah, dan Dzul Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa
apabila melakukan perdagangan (bisnis) di musim haji di pasar tersebut. Kemudian,
mereka bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu, maka turunlah ayat 198 surat al-
Baqarah di atas, yang membenarkan mereka berdagang dalam musim haji. (HR.
Bukhari dari Ibnu Abbas).
7
b. Riwayat lain mengisahkan bahwa Abu Umamah al-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar
perihal menyewakan kendaraan sambil berhaji. Ibnu Umar menjawab: “Pernah seorang
laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah, yang seketika itu juga turun ayat 198
surat al-Baqarah,” lalu Rasulullah memanggil orang itu dan bersabda: “Kamu termasuk
orang yang menunaikan ibadah haji.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, dan al-
Hakim).
Tafsir Ayat 198
Tidak ada larangan dan tidak pula berdosa melakukan perdagangan dalam musim
haji, apabila perdagangan itu bukan merupakan tujuan utama. Hal ini merupakan
keringanan bagi umat Islam bahwa sambil beribadah juga bisa menjalankan kegiatan bisnis
untuk mencari rizki dan karunia Allah. Ayat ini memang sesuai dengan kondisi sosial
masyarakat Arab yang mempunyai jiwa dagang, sehingga mereka pun tidak merasa
bersalah jika di sela-sela melaksanakan ibadah haji dapat melakukan kegiatan bisnis dalam
rangka mencari rizki. Namun, memfokuskan diri pada kegiatan ibadah adalah lebih
diprioritaskan agar tidak berubah niat. Mendahulukan ibadah haji daripada bisnis adalah
lebih utama, sehingga tujuan ibadah tercapai dan hikmah pun dapat digapai.
Allah memerintahkan kepada para jamaah haji bahwa apabila mereka sudah bertolak
dari Arafah (sudah selesai wuquf) menuju Muzdalifah, hendaknya mereka memperbanyak
zikir kepada Allah di Masy’aril Haram, dengan melantunkan talbiyah, tahmid, takbir, doa-
doa. Allah merintahkan mereka dengan zikir ini karena dikhawatirkan mereka akan lupa
kepada Allah disebabkan sibuk mengingat urusan perdagangan. Dengan memperbanyak
zikir itu, mereka tidak kehilangan konsentrasi bahwa mereka masih dalam kondisi berhaji.
Berzikirlah sebagaimana Allah telah diajarkan Allah kepadamu, yaitu dengan cara
merendahkan diri, penuh kekhusyu-an, penuh pengharapan mendapat pahala, dan penuh
kesungguhan hati dengan mengharap rahmat dan pahala dari Allah. Karena sebelum
datang petunjuk ini kamu berada dalam kesesatan dan penyimpangan aqidah, yaitu
menyembah berhala dan patung serta menjadikannya sebagai perantara (wasilah) antara
kamu dan Allah; bahkan kamu meminta syafa’at (pertolongan) dari berhala dan patung
tersebut.
E. Ayat 199
8
199. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah)
dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Asbab Al-Nuzul Ayat 199
a. Diriwayatkan bahwa orang-orang Arab wuquf di Arafah; sedangkan orang-orang
Quraisy wuquf di lembah Muzdalifah, agar berbeda dari orang Arab pada umumnya.
Maka trunlah ayat tersebut (al-Baqarah: 199). (HR. Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas).
b. Orang-orang Quraisy wuquf di dataran rendah Muzdalifah; dan orang-orang selain
Quraisy wuquf di dataran tinggi Arafah kecuali Syaibah bin Rabi’ah, maka Allah
menurunkan ayat tersebut yang mewajibkan wuquf di Arafah tanpa membeda-bedakan
suku dan status sosial.
Tafsir Ayat 199
Allah memerintahkan mereka agar berangkat bersama-sama orang lain ke tempat
wuquf yang telah ditentukan yaitu Arafah. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak
menginginkan umatnya terpecah dan berbeda status antara satu dengan yang lain. Maka,
kelompok yang awalnya mempertahankan prinsip karena ego-nya, agar segera bergabung
dengan kelompok lain untuk melakukan wuquf di tempat yang sama. Dengan demikian
semangat persaudaraan dan persatuan terwujud universal, ukhuwah ‘alamiyah dan ittihad
ijtima’i , dalam pelaksanaan ibadah haji dapat terwujud.
Wuquf menurut sunnah dilakukan dalam waktu zuhur, ketika tergelincir matahari
sampai menjelang maghrib (terbenam matahari). Namun, bagi yang terlambat datang ke
Arafah, masih dibolehkan melakukan wuquf pada malam tanggal 10 Dzulhijjah sebelum
terbit fajar. Wuquf merupakan rukun haji yang sangat penting, tanpa wuquf berarti tidak
ada haji.
Allah memerintahkan mereka agar memohon ampun kepada-Nya dari segala
kesalahan dan kekeliruan baik dalam sikap maupun tindakan. Dan juga hal-hal yang
menyimpang dari manasik haji yang sudah digariskan. Sesungguhnya Allah maha
pengampun dan penyayang kepada para hamba-Nya yang mau memohon keampunan.
F. Ayat 200-201
9
200. Apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan
menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek
moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada
orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah
baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
201. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
Asbab Al-Nuzul Ayat 200-201
a. Orang-orang Arab Jahiliyah melakukan wuquf di musim pasar. Sebagian mereka
membangga-banggakan nenek moyangnya yang pernah membagi-bagikan makanan dan
meringankan beban orang lain dengan menanggung pembayaran diyat (denda). Pada
saat wuquf mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan oleh nenek moyang
mereka. Maka turunlah ayat tersebut sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan pada
saat wuquf berlangsung. (HR. Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas).
b. Orang-orang Arab pada masa itu apabila sudah selesai melakukan manasik haji, mereka
berdiri di sisi jumrah sambil menyebut-nyebut jasa nenek moyang mereka pada zaman
Jahiliyah; maka turunlah ayat tersebut (al-Baqarah: 200), sebagai pelajaran apa yang
harus dilakukan pada saat pelemparan jumrah. (HR. Ibnu Jarir dari Mujahid).
c. Riwayat lain menerangkan bahwa sebagian bangsa Arab ketika tiba di tempat wuquf,
mereka berdo’a: “ Ya Allah, semoga Engkau menjadikan tahun ini banyak hujannya,
tahun yang makmur yang membawa kemajuan dan kebaikan.” Mereka tidak
menyinggung urusan akhirat sama sekali, kemudian Allah menurunkan ayat 200 surat
al-Baqarah sebagai tatacara berdoa. Setelah itu, kaum Muslimin berdoa sesuai dengan
petunjuk al-Qur’an, yaitu memadukan kepentingan duniawi dan ukhrawi, sesuai yang
tercantum dalam al-Baqarah: 201. (Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas).
Tafsir Ayat 200-201
Apabila kalian sudah selesai mengerjakan ibadah haji, kemudian berangkat ke
tempat lain, maka perbanyaklah zikir kepada Allah dengan penuh kesungguhan
sebagaimana kalian mengingat nenek moyang kalian dan menyebut-nyebut jasa-jasa
mereka.
Ada di antara jamaah haji pada masa lampau yang terlalu mementingkan dunia,
sehingga dalam doanya selalu memohon kepada Allah agar mereka diberikan kebahagiaan
10
dan kesejahteraan di dunia saja; melupakan bagian di Akhirat. Tetapi, Allah menegaskan
bahwa orang yang memohon keuntungan duniawi akan diberikan juga tetapi di Akhirat, ia
tidak akan mendapatkan apa-apa. Sebab itulah, Islam selalu memadukan kepentingan
duniawi dan ukhrawi sekaligus.
Namun, sikap orang beriman bahwa ia meminta kepada agar diberikan kebahagiaan
dan kesejahteraan baik di dunia maupun di Akhirat. Orang yang memohon keuntungan
duniawi dan ukhrawi akan diberikan oleh Allah, dengan keberkatan hidup dan dimudah
rizki serta diberikan keselamatan lahir dan batin. Di Akhirat akan diberikan pengampunan,
pahala, dan surga. Itulah kebahagiaan sejati yang dijanjikan Allah kepada setiap orang
yang mau berbakti.
Sebagai wujud dari kebahagiaan sejati itu, orang beriman tidak lupa juga berdoa agar
dijauhkan dari siksaan api neraka. Karena bagaimana pun juga seseorang itu tak bahagia
baik di dunia maupun di Akhirat jika hidupnya bagaikan nuansa neraka. Artinya, hidup
yang penuh kegelisahan dan bergelimang dalam dosa. Maka, setiap saat kita memohon
kepada Allah agar dijauhkan diri kita dari siksaan api neraka.
G. Ayat 202
202. Mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka
usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Tafsir Ayat 202
Mereka yang meminta kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat
itulah yang akan mendapat nasib yang baik dan beruntung karena kesungguhannya dalam
berusaha dan beramal. Artinya mereka sudah dapat menyamakan permintaan hatinya yang
diucapkan oleh lidahnya dengan kesungguhan jasmaninya dalam berusaha dan beramal.
Buahnya ialah keberuntungan dan kebahagiaan. Ayat ini ditutup dengan peringatan bahwa
Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Maksudnya ialah supaya setiap manusia tidak boleh ragu-ragu dalam berusaha dan
beramal, sebab seluruhnya itu akan diperhitungkan Allah dan tidak akan dirugikan-Nya
seorang pun juga. Perhitungan Allah sangat cepat dan tepat sehingga dalam waktu sekejap
11
mata saja, setiap manusia itu sudah dapat melihat hasil usaha dan amalnya dan sekaligus
akan dapat menerima balasan dari usaha dan amalnya itu dari Allah.
H. Ayat 203
203. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.
barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa
baginya. dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari
itu), Maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. dan bertakwalah
kepada Allah, dan Ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.
Tafsir Ayat 203
Setelah jamaah haji berada di Mina, kembali dari Arafah, sekali lagi Allah
memperingatkan supaya mereka berzikir mengingat Allah swt. yakni bertakbir di hari-hari
tertentu, yaitu pada hari-hari tasyrik dengan meninggalkan kebiasaan pada zaman
jahiliyah, yaitu pada hari-hari itu mereka mengadakan rapat besar untuk bermegah-megah,
menonjolkan jasa nenek-moyang leluhurnya, dan hal-hal lain yang menjadi kebanggaan
masing-masing. Untuk ini maka di kala Nabi Besar Muhammad saw. selesai mengerjakan
haji wadak beliau memberikan khutbah pengarahan di Mina sebagaimana yang telah
disebut di atas.
Allah swt. memerintahkan supaya para jamaah haji berzikir mengingat Allah pada
hari-hari tertentu. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hari-hari
tertentu, yaitu tiga hari sesudah hari raya haji, tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Arti
zikir dalam ayat ini adalah takbir dan dilakukan pada setiap selesai melakukan salat fardu
dan pada setiap kali melempar jumrah.
Yang dimaksud dengan "zikir" dalam ayat ini ialah bertakbir pada hari-hari tasyrik
sesudah salat fardu.
Para jemaah haji yang berada di Mina dua hari sesudah hari raya haji mereka boleh
bersegera kembali ke Mekah. Mereka berada di Mina adalah untuk melempar Jumrah. Hal
ini oleh karena jamaah haji itu wajib bermalam di Mina hanya pada malam pertama dan
kedua dari hari-hari tasyrik. Dan mereka boleh pula terkemudian kembali ke Mekah.
12
Dengan demikian mereka penuh tiga hari di Mina, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan
Zulhijjah. Mana saja dari dua hal tersebut dipilih dan dikerjakan oleh mereka tidak ada
dosa baginya, sekalipun yang kembali terkemudian itu lebih afdal.
Ini adalah satu penegasan dari Allah swt. untuk menghilangkan pendirian orang-
orang jahiliyah yang sebahagian berpendapat bahwa orang-orang yang segera kembali ke
Mekah berdosa, dan sebagian lagi berpendapat bahwa orang yang terlambat kembali ke
Mekah itulah yang berdosa. Yang bersegera itu dinamakah "Nafar Awwal" (rombongan
pertama) sedang yang terlambat "Nafar Tsani" (rombongan kedua). Bagi nafar awwal,
mereka harus meninggalkan Mina pada hari kedua tasyrik, sesudah melontar jumrah dan
sesudah tengah hari sebelum matahari terbenam.
Kalau mereka sampai waktu terbenamnya matahari belum juga meninggalkan Mina
karena sesuatu sebab, maka nafar awwal menjadi batal dan mereka harus bermalam lagi
dan baru bisa meninggalkan Mina sesudah melontar jumrah pada hari ketiga tasyrik
sesudah tengah hari.
Kelonggaran dan kesempatan memilih ini diberikan Allah kepada jemaah haji adalah
karena kedua hal itu dapat dilaksanakan dengan penuh ketakwaan kepada Allah swt. Bagi
yang bersegera adalah karena takut melakukan pelanggaran-pelanggaran seperi membunuh
binatang-binatang terlarang, tidur dengan istrinya (bersenggama) dan hal-hal yang masih
dilarang sesudah tahallul pertama sebelum tahallul kedua. Sesuatu amal ibadah yang
dikerjakan tidak dengan takwa, tidak akan diterima. Dan bagi yang berlambat adalah
karena ingin melakukan afdal dan meyakini bahwa dia sanggup menjauhi segala larangan-
larangan tersebut.
I. Ayat 204
204. Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia
adalah penantang yang paling keras.
Tafsir Ayat 204
Ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang munafik bernama Al-Akhnas bin
Syariq As-Saqafi. Setiap bertemu dengan Nabi saw. ia memuji-muji dan menyanjung-
13
nyanjung beliau dan ditonjolkan hal-hal yang menunjukkan seakan-akan ia beriman. Ini
dilakukan hanya untuk memperoleh sesuatu tujuan tertentu sesuai dengan tuntutan
hidupnya di dunia, sampai-sampai ia berani bersumpah dengan nama Allah untuk dapat
meyakinkan orang bahwa apa yang diucapkannya itu, benar-benar sesuai dengan isi
hatinya.
Sebagian dari manusia, kata-kata dan ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
sekali, sehingga banyak orang terpedaya. Ia pintar dan pandai menyusun kata-kata dengan
gaya yang menawan. Ia senantiasa tersenyum, memperlihatkan kesungguhannya, malah ia
berani bersumpah mengucapkan "demi Allah", untuk dapat meyakinkan bahwa apa yang
diucapkannya itu sekan-akan benar-benar dari lubuk hatinya, dan bukanlah sesuatu yang
dibikin-bikin, padahal dia adalah musuh besar, seorang munafik yang selalu menentang
agama Islam.
Dengan ayat ini Allah memberitahukan bahwa orang yang seperti Al-Akhnas ini
adalah pendusta, tidak dapat dipercaya, dan bahwa ia adalah musuh Islam dan penentang
yang keras terhadap Muhammad saw.
Al-Akhnas ini dan orang-orang lain yang sama halnya, ingin mengelabui dan
melakukan makar terhadap umat manusia dengan tiga macam hal:
1. Dengan kata-kata dan ucapan yang menarik, sehingga orang-orang yang mendengarnya
terpesona dan terpengaruh, hatinya tertawan, tidak ragu-ragu sedikit pun tentang
kebenaran ucapannya itu.
2. Bersumpah dengan menyebut nama Allah untuk menunjukkan kebenarannya dan
seakan-akan ia bermaksud baik.
3. Gigih dalam berdebat dan berhujah menghadapi lawan penentangnya.
J. Ayat 205
205. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan.
Tafsir Ayat 205
14
Golongan manusia semacam ini, apabila ia telah berlalu dan meninggalkan orang
yang ditipunya itu, ia melaksanakan tujuannya yang sebenarnya. Ia melakukan kerusakan-
kerusakan di atas bumi; tanaman-tanaman dan buah-buahan dirusak dan binatang ternak
dibinasakan, apalagi kalau mereka sedang berkuasa, di mana-mana mereka berbuat sesuka
hatinya, wanita-wanita dinodai. Tidak ada tempat yang aman dari perbuatan jahatnya.
Fitnah di mana-mana mengancam, masyarakat merasa ketakutan dan rumah tangga serta
anak-anak berantakan karena tindakannya yang salah.
Sifat-sifat semacam ini, tidak disukai Allah swt. sedikit pun. Dia murka kepada
orang-orang yang berbuat demikian, begitu juga kepada setiap orang yang perbuatannya
kotor, menjijikkan. Hal-hal yang lahirnya baik, tetapi tidak mendatangkan maslahat, Allah
tidak akan meridainya karena Dia tidak memandang cantiknya rupa dan menariknya kata-
kata, tetapi Allah memandang kepada ikhlasnya hati dan maslahatnya sesuatu perbuatan.
K. Ayat 206
206. Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya)
neraka jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-
buruknya.
Tafsir Ayat 206
Orang-orang yang sudah bejat moralnya itu, apabila diperingatkan dan dinasihati
supaya mereka bertakwa kepada Allah dan meninggalkan sifat-sifat jeleknya, mereka
marah dan terus bangkit memperlihatkan kesombongan dan keangkuhannya, menonjolkan
sifat-sifat jahiliyah dan watak setannya. Dengan nasihat dan peringatan tadi, mereka
merasa terhina dan menganggap bahwa nasihat dan peringatan itu tidaklah pantas dan
tidaklah layak baginya, karena ketinggian pangkat dan kedudukannya. Mereka tidak
segan-segan berbuat maksiat dan dosa.
Seseorang yang sifat dan tabiatnya merusak, tentunya tidak akan senang kepada
orang yang menasihatinya, karena ia merasa bahwa perbuatan buruknya itu yang selalu
dibungkus dengan kata-kata yang muluk-muluk diselubungi dengan gerak-gerik yang
15
menarik telah diketahui orang, sehingga kalau dapat ia tidak segan menangkap, memukul,
dan kalau perlu membunuh orang yang tidak disenanginya. Sudah sewajarnya, kalau Allah
swt. menjebloskan mereka ke dalam neraka Jahannam, suatu tempat yang seburuk-
buruknya untuk merasakan siksa dan azab-Nya yang pedih yang tidak ada bandingannya.
Di dalam hal ini Umar bin Khattab cukup menjadi contoh teladan. Apabila dikatakan
kepada beliau, "Bertakwalah kepada Allah!" Beliau lalu meletakkan pipinya di tanah
menunjukkan kesadarannya tentang kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan
yang ada padanya, padahal kita mengetahui bahwa beliau adalah salah seorang sahabat
yang terkenal adil terutama di kala beliau menjadi Khalifah.
L. Hikmah-Hikmah Ibadah Haji
Allah menjanjikan bahwa orang yang mengerjakan haji akan dapat menyaksikan
keuntungan-keuntungan yaitu himah-hikmah yang boleh diperolehi dibalik ibadah haji itu.
Di antara hikmah-hikmah haji ialah:
1. Menjadi tamu Allah - Ka'bah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'.
Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan orang yang mengerjakan
umrah adalah tamu Allah Azza wa jalla dan para pengunjung-Nya. Jika mereka
meminta kepada-Nya niscaya diberi-Nya. Jika mereka memohon ampun niscaya
diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat niscaya mereka diberi
syafaat." (HR: Ibnu Majah)
2. Membersihkan dosa - Mengerjakan Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat
dan meminta ampun kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan
ibadah haji yang merupakan tempat mustajab untuk berdoa dan bertaubat. Selain itu,
Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan Ibadah Haji ke Baitullah dengan
tidak mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat fasik, dia akan kembali ke negerinya
dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat bayi baru lahir daripada perut ibunya." (Bukhari
Muslim)
3. Memperkokoh iman - Ibadah Haji secara tidak langsung telah mengumpulkan muslim
dan muslimah dari seluruh pelosok dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna
kulit dan bahasa . Hal ini membuka pandangan dan pikiran tentang kebenaran Al-Quran
yang diterangkan dengan jelas dan nyata dalam firman-Nya: "Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan
16
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal." (Al-Hujurat 13) "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm
22)
4. Tempat terjadinya peristiwa orang-orang soleh - Tanah suci Mekah adalah merupakan
lembah yang menyimpan banyak rentetan peristiwa-peristiwa bersejarah. Sesungguhnya
peristiwa tersebut boleh diambil pelajarannya untuk membangun jiwa seseorang.
Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku itu laksana bintang-bintang dilangit, jika
kamu mengikut sahabat-sahabatku niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara
peristiwa yang terjadi adalah:
Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di Padang Arafah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg kering kontang di
antara Bukit Safa dan Marwah.
Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagai salah satu perintah
Allah.
Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Ka'bah.
Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca
dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin.
Medan Badar dan Uhud, tempat kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan
agama Allah.
5. Membayangkan Padang Mahsyar - Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya
belum pernah melihat dan mengikuti perkumpulan ratusan ribu manusia yang
berkeadaan sama. Hal itu dapat dirasakan ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di
Padang Arafah menghilangkan status dan perbedaan hidup manusia sehingga tidak
dapat kenal siapa kaya, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua memakai pakaian
selendang kain putih tanpa jahit. Firman Allah s.w.t: "Sesungguhnya yang paling mulia
di sisi Allah adalah siapa yang paling taqwa." (Al-Hujurat-13)1
1 http://www.okisetianadewi.co.id/en/article/other-media/248-hikmah-ibadah-haji
17
BAB III
PENUTUP
Haji adalah salah satu rukun islam, haji adalah ibadah yang tergabung pada-Nya
antara amalan badan dan pengorbanan harta, dan haji adalah salah satu ibadah yang paling
agung, yang memiliki kandungan makna, dan hikmahyang sangat luas lagi mendalam.
Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat,shalat, zakat
dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum
muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dankeilmuan) dengan berkunjung dan
melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang
dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah).
18
Bagi umat islam yang hendak melaksanakan ibadah haji, sebaiknya mempersiapkan
diri baik secara fisik maupun mental atau spiritual sebab ibadah haji merupakan ibadah
yang sangat menguras tenaga disamping mental dan batin.
Ibadah haji yang dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah dan sesuai ketentuan
sehingga termasuk haji mabrur, tentu akan mendatangkan banyak hikmah bagfi kehidupan
pribadi dan keluarga maupun bagi masyarakat,Negara dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
http://mihrabia.blogspot.com/2011/01/tafsir-iii-kajian-tentang-haji.html
http://indonesian.irib.ir/al-quran/-/asset_publisher/b9BB/content/tafsir-al-quran-surat-ali-
imran-ayat-95-99
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/714-tafsir-depag-ri--qs-002-
al-baqarah-205.html
19