Upload
umi-faza
View
38
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ok
Citation preview
MAKALAH GIZI KESEHATAN RESPRODUKSI
“GIZI IBU MENYUSUI”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Yukika Fatmalasari G1H012030
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat
dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat
badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang
memuaskan.
Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya.
Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat, karena berguna
untuk peroses penyembuhan sehabis melahirkan dan untuk memproduksi ASI yang cukup
untuk menyehatkan bayi (Ambarwati, Wulandari, 2009, hal. 97).
Gizi ibu menyusui adalah makanan sehat selain obat yang mengandung protein,
lemak,mineral, air dan karbohidrat yang dibutuhkan oleh ibu menyusui dalam jumlah tertentu
selamamenyusui. Pada ibu yang menyusui memerlukan penambahan kalori, dimana tiap 100
cc ASI berkemampuan memasok 67-77 kkal, dari sinilah dapat diperkirakan besarnya energi
yang diperlukan untuk memproduksi ASI sehari sebanyak 850 cc (Arisman, 2007, hal. 37).
Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat
dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu
sangat berpengaruh pada jumlah ASI yang dihasilkan, ibu menyusui disarankan memperoleh
tambahan zat makanan 700 Kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktifitas
ibu itu sendiri (Sujiyatini2010, hal. 202).
Selama masa laktasi, dimana wanita yang mengalami peningkatan berat badan yang
optimal maka setelah melahirkan akan memiliki berat badan yang lebih tinggi dari pada awal
masa kehamilan. Sehingga sering kali ibu mengurangi konsumsi makanannya, akibatnya
dapat menghambat produksi susu atau mengganggu status gizi ibu, selain itu rasa letih yang
sering dirasakan ibu seiring dengan penurunan berat badan yang cepat akan berdampak buruk
pada pengeluaran ASI (Bobak, 2005, hal. 229).
Kekurangan gizi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu dan
bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah sakit,
mudah terkena infeksi. Kekurangan zat-zat esensial menimbulkan gangguan pada mata
ataupun tulang.
Status gizi ibu setelah peristiwa kehamilan dan persalinan kemudian diikuti masa
laktasi, tidak segera pulih dan ditambah lagi pemenuhan gizi yang kurang, serta jumlah
paritas yang banyak dengan jarak kehamilan yang pendek, akan menyebabkan ibu mengalami
gangguan penyerapan gizi, akibatnya ibu akan berada dalam status gizi yang kurang baik
dengan akibat lebih lanjut pada ibu dan anaknya. Oleh karena itu, ibu yang menyusui
anaknya khususnya pada masa nifas harus diberikan pengetahuan tentang asupan nutrisi yang
baik bagi ibu dan bayinya
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui gizi pada ibu menyusui.
2. Untuk mengetahui pemenuhan gizi pada ibu menyusui.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi gizi ibu menyusui.
4. Untuk mengetahui kebutuhan yodium pada ibu menyusui.
5. Untuk mengetahui kebiasaan makan ibu menyusui.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gizi Pada Ibu Menyusui
Produksi ASI mengalami defisiensi atau kekurangan, maka kondisi ini akan berdampak
pada penurunan IQ point. Penelitian yang dilakukan oleh Anderson di Amerika menemukan
bahwa anak yang diberi ASI sejak lahir memiliki IQ 5 kali lebih tinggi dari anak yang diberi
susu formula.Mereka menemukan bahwa bayi yang menyusui kurang dari sebulan memiliki
IQ rata-rata 99,4 sebagai orang dewasa, menyusui selama dua sampai tiga bulan memiliki IQ
rata-rata 101,7, sementara mereka yang diberi ASI selama tujuh sampai sembilan bulan
dengan skor tertinggi 106.
Keberhasilan laktasi dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat kehamilan.Kondisi
sebelum kehamilan ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas.
Pada saat kehamilan yaitu trimester II payudara mengalami pembesaran karena pertumbuhan
dan difrensiasi dari lobuloalveolar dan sel epitel payudara.Pada saat pembesaran payudara ini
hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang berperan dalam produksi
ASI.Banyak faktor yang menyebabkan produksi ASI rendah, diantaranya kurangnya gizi ibu,
bayi tidak bisa menghisap ASI secara efektif, kurangnya frekuensi menyusui, kelainan
endokrin ibu (Maria 2012).
Status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat–zat gizi sewaktu hamil, zat gizi yang dikonsumsi oleh ibu hamil berfungsi
sebagai zat makanan bagi janin dan sebagai komposisi dalam memenuhi kebutuhan produksi
ASI. Jumlah produksi ASI bergantung pada besarnya cadangan lemak yang tertimbun selama
hamil dan dalam batas tertentu (Proverawati, 2009). Menurut penelitian Paula M (2005)
menyebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat selama kehamilan, akan
memberikan pengaruh atau hasil yang baik dalam kehamilan dan masa laktasi.
Pada masa menyusui, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur
pulih seperti keadaan sebelum hamil. Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan
pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang cukup kalori dan protein,
membutuhkan istirahat yang cukup dan sebagainya. Ibu menyusui memproduksi 600-800 ml
ASI per hari oleh karena itu diperlukan tambahan kalori sebanyak 500 kkal. Bila tidak
diimbangi peningkatan makanan, sumber kalori tersebut diambil dari tubuh ibunya sehingga
membahayakan status gizi ibu dan bayinya.
Menurut beberapa pendapat para ahli tidak ada makanan yang secara khusus disarankan
bagi ibu menyusui. Mereka harus makan seperti biasanya, dengan menu beragam sesuai pola
makan yang seimbang “empat sehat lima sempurna”. Ibu menyusui cenderung untuk merasa
cepat haus karena sebagian air yang diminum dipakai tubuh untuk memproduksi ASI (87%
kandungan ASI adalah air) maka perlu penambahan frekuensi minum sebanyak 4-5 gelas per
hari agar tubuh tidak kekurangan cairan. Selain air putih, susu dan buah juga dapat menjadi
sumber cairan (Arifin, 2005).
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolism
tubuh. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena
berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk menyehatkan bayi.
Semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa.Makanan yang dikonsumsi berguna
untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI
serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak
pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau pewarna.
Disamping itu harus mengandung:
1. Sumber tenaga (energi)
Untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru, penghematan protein (jika
sumber tenaga kurang, protein dapat digunakan sebagai cadangan untuk memenuhi
kebutuhan energi). Zat gizi sebagai sumber karbohidrat terdiri dari beras, sagu,
jagung, tepung terigu dan ubi. Sedangkan zat lemak dapat diperoleh dari hewani
(lemak, mentega, keju) dan nabati (kelapa sawit, minyak sayur, minyak kelapa dan
margarin).
2. Sumber pembangun (protein)
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau mati.
Protein dari makanan harus diubah menjadi asam amino sebelum diserap oleh sel
mukosa usus dan dibawa ke hati melalui pembuluh darah vena portae. Sumber protein
dapat diperoleh dari protein hewani (ikan, udang, kerang, kepiting, daging ayam, hati,
telur, susu dan keju) dan protein nabati (kacang tanah, kacang merah, kacang hijau,
kedelai, tahu dan tempe). Sumber protein terlengkap terdapat dalam susu, telur dan
keju, ketiga makanan tersebut juga mengandung zat kapur, zat besi dan vitamin B.
3. Sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin dan air)
Unsur-unsur tersebut digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan
pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh. Ibu menyusui minum air sedikitnya 3
liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali sehabis menyusui). Sumber zat
pengatur dan pelindung biasa diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-buahan
segar.
Kebutuhan energi ibu menyusui pada enam bulan pertama kira-kira 700 kkal/hari dan
enam bulan kedua 500 kkal/hari sedangkan ibu menyusui bayi yang berumur 2 tahun rata-rata
sebesar 400 kkal/hari (Eny dan Wulandari, 2009). Keadaan gizi seseorang berkaitan dengan
konsumsi makanan, tingkat keadaan gizi yang optimal akan tercapai dengan kebutuhan gizi
yang tercukupi. Peranan ASI dipengaruhi oleh asupan makanan. Kebutuhan akan zat gizi
tidak sama bagi semua orang. Keseimbangan jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan
berbagai kelompok orang ditetapkan dalam sebuah daftar yang di revisi setiap lima tahun
(Anik M.2009).
Gizi dan pola makan ibu menyusui di Indonesia pada umumnya kurang baik, bahkan
sering ibu yang menyusui mendapat gizi dengan mutu yang sama dengan ibu yang tidak
menyusui. Oleh sebab itu, kebutuhan gizi ibu yang menyusui tentu saja menjadi semakin
meningkat, kebiasaan menyusui yang dilakukan oleh ibu-ibu perlu diperhatikan karena ASI
merupakan makanan yang paling sempurna, dimana kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Depkes RI, 2002).
B. Pemenuhan Gizi Ibu Menyusui
Kuantitas makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding dengan ibu
hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti disarankan untuk minum susu sapi, yang
bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan
kalsium dan flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari
jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air
dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk minum
sebanyak 2–2,5 liter air sehari, di samping bisa juga ditambah dengan minum air buah.
Karena dengan minum air buah/sari buah ini setidaknya kebutuhan akan air dan vitamin bisa
terpenuhi (Committee on Nutritional, 1990).
Ibu yang sedang laktasi dianjurkan untuk tidak minum-minuman keras, apalagi alkohol.
Demikian pula terhadap obat-obatan berikut, diuretik (mengurangi cairan tubuh –
memperkecil produksi ASI secara tidak langsung), pil anti hamil (mensupresi produksi ASI)
dan lain-lain. Kebutuhan gizi tambahan pada ibu menyusui menurut hasil Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998 adalah:
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi. Kebutuhannya
harus tetap terpenuhi sehingga proses yang sedang berlangsung itu tidak mengalami
hambatan. Dengan makin lengkapnya fasilitas dengan segala faktor pendukungnya terutama
dalam perawatan postnatal dan laktasi ini diharapkan bayi yang sedang tumbuh beradaptasi
ini dapat berkembang sesuai dengan kebutuhannya. Beberapa keuntungan dan keunggulan
ASI adalah:
a. ASI bersih
Mengandung immunoglobulin (Ig) terutama IgA
Mengandung laktoferrin, suatu ikatan protein dengan zat besi. Dengan adanya ikatan
tersebut maka bakteri-bakteri yang berbahaya dalam usus tidak dapat
menggunakannya untuk pertumbuhannya.
Lysosim, suatu enzim dengan konsentrasi beberapa ribu kali lebih tinggi dibanding
dengan yang ada pada susu sapi. Enzym ini akan merusak bakteri-bakteri yang
berbahaya dan juga berguna untuk melindungi bayi terhadap berbagai jenis virus.
Sel-sel darah putih selama minggu pertama dan mingggu kedua ASI mengandung
lebih 4000 sel per cc. Selsel ini mengahasilkan IgA laktoferrin, Lysozim dan
interferron. Interferon adalah susu substansi yang dapat menghalang-menghalangi
kegiatan dari berbagai virus.
Bifidus faktor: suatu nitrogen Containing Carbohydrat yang diperlukan oleh suatu
bakeri spesifik yang disebut Lactobacillus bifidus untuk pertumbuhannya. Bakteri
ini dominan terhadap bakteri flora usus ddan dapat memproduksi asam laktat dari
Laktose yang terdapat pada ASI. Asam laktak ini nantinya akan menghalangi
pertumbuhan bakteri dan parasit, dan menyebabkan kotoran (feces) bayi menjadi
asam.
Selama periode menyusui ibu harus mendapatkan makanan tambahan karena selama 6
bulan pertama sesudah kelahiran, di mana air susu ibu merupakan sumber makanan tunggal
pertama bagi bayi, jumlah dan kualitasnya yang dihasilkan harus tetap cukup sesuai dengan
kebutuhan bayi. Menurut penelitian WHO mengenai nutrisi selama kehamilan dan menyusui
manyatakan bahwa produksi ASI yang cukup adalah 850 cc per hari (Ebrahim, 1978).
Berhasil tidaknya pemberian ASI ini dapat dinilai dengan mengamati pertumbuhan bayi.
Pertumbuhan dapat diamati melalui penimbangan bayi yang teratur, yang hasilnya dicatat
melalui KMS (Kartu Menuju Sehat). Kenaikan berat badan sebanyak 800 gr per bulan selama
6 bulan pertama atau kenaikan berat badan menjadi 2 kali lipat pada akhir bulan kelima,
merupakan tanda pertumbuhan yang memuaskan. Untuk itu para ibu yang sedang menyusui
bayinya supaya produksi ASI tetap dapat dipertahankan, maka harus makan lebih banyak dari
biasanya. Selain energi, maka tambahan protein dan kalsium dibutuhkan oleh ibu untuk
menambah produksi ASI. Minum susu 1 gelas atau 2 gelas sehari sangat dianjurkan.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Ibu Menyusui
Status gizi ibu menyusui disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah
pola makan atau asupan zat gizi ibu. Pola makan yang baik adalah pola makan yang
seimbang, memenuhi kebutuhan gizi ibu baik dari jenis maupun jumlah ketersedian makanan
di tingkat keluarga. Ketersediaan makanan atau ketahanan pangan tingkat keluarga atau
rumah tangga sangat ditentukan oleh kemampuan daya beli atau pendapatan keluarga
tersebut. Pada keluarga dengan tingkat pendapatan rendah akan sulit menyediakan makanan
yang bermutu sesuai dengan kebutuhan gizi anggota keluarganya, sehingga anggota
keluarganya menjadi rawan masalah gizi. Golongan ibu menyusui merupakan kelompok
sangat rawan terhadap masalah kekurangan gizi (Yuli, 2006).
Meskipun suatu keluarga memiliki pendapatan yang cukup atau kemampuan ekonomi
yang memadai, tidak serta-merta akan menjamin pemenuhan kebutuhan gizi suatu keluarga.
Tidak sedikit masalah gizi ditemukan pada anggota keluarga yang mapan secara ekonomi.
Keluarga yang memiliki finansial yang cukup tanpa dibarengi dengan pengetahuan gizi dan
kesehatan yang memadai memiliki risiko untuk menderita masalah gizi.
1. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Ibu Menyusui
Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan
dengan status gizi ibu menyusui di Puskesmas Moncobalang Kabupaten Gowa. Artinya
makanan yang dimakan ibu selama menyusui mempunyai pengaruh terhadap berat badan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusmiyati (2002), di Kelurahan
Sonorejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Sukorejo, yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara pola makan dengan status gizi ibu menyusui. Mengkonsumsi makanan yang beraneka
ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan ibu menyusui sebab bila tidak diimbangi
peningkatan makanan, akan membahayakan gizi ibu dan bayinya. Kendati demikian tidak ada
makanan khusus bagi ibu menyusui. Mereka hanya perlu makan seperti biasa dengan menu
beragam sesuai pola makan yang seimbang. Porsinya saja yang ditambah baik melalui makan
pokok maupun kudapan (Inayati, 2006).
2. Hubungan Pendapatan Dengan Status Gizi Ibu Menyusui
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendapatan
dengan status gizi ibu menyusui di Puskesmas Moncobalang Kabupaten Gowa. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusmiyati (2002) di Kelurahan
Sonorejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Sukorejo, yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara pola tingkat ekonomi dengan status gizi ibu menyusui pada keluarga miskin.
Menurut Yuli (2006) tingkat pendapatan yang memadai tentunya akan memberikan
kemungkinan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu menyusui. Seperti
diketahui bahwa status gizi ibu menyusui juga akan ditentukan oleh makanan yang
dikonsumsi sehari-hari sehingga akan menghasilkan produksi ASI yang baik.
3. Hubungan Pengetahuan Dengan Status Gizi Ibu Menyusui
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Moncobalang sebagian besar responden
sudah mampu menjelaskan secara garis besar apa yang mereka ketahui tentang gizi tetapi
mereka belum mampu mengaplikasikan pada kondisi sebenarnya. Adapula responden yang
pengetahuannya kurang tentang gizi. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan responden
sebagian besar hanya tamat SLTP, sehingga mereka tidak mengetahui makanan apa saja yang
baik untuk mereka konsumsi pada saat mereka menyusui, sehingga terkadang ibu menyusui
mengkonsumsi makanan seadanya saja sesuai dengan kemampuan mereka. Namun walaupun
demikian ibu menyusui tetap mempunyai status gizi yang baik.
Menurut Arifin (2004) faktor penunjang status gizi yang baik ibu menyusui sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu menyusui. Karena dengan pengetahuan yang cukup
ibu menyusui dapat memberikan konstribusi yang benar terhadap pemenuhan kebutuhan gizi
selama ibu menyusui. Sehingga pantangan-pantangan atau mitos-mitos yang dikenakan
kepada ibu menyusui dapat diperhatikan. Pengetahuan terhadap kuantitas dan kualitas
makanan pada saat ibu menyusui sangat mempengaruhi produksi ASI, jika keadaan gizi ibu
baik secara kuantitas, maka ASI pun akan diproduksi lebih banyak daripada ibu dengan gizi
yang kurang (Inayati, 2006).
D. Asupan Iodium pada Ibu Menyusui
Asupan iodium sehari-hari mempunyai peran penting dalam mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Kekurangan maupun kelebihan asupan iodium dapat menyebabkan gangguan
pada fungsi kelenjar tiroid. Pengaruh asupan iodium yang tinggi di suatu masyarakat
ditentukan oleh status awalnya. Di masyarakat awalnya yang kekurangan iodium ringan atau
sangat ringan, peningkatan asupan iodium dapat menyebabkan hipotiroidisme sedangkan di
masyarakat yang awalnya kekurangn iodium berat, peningkatan asupan iodium dapat
menyebabkan hipertiroidisme. Kekurangan iodium pada ibu hamil dan ibu menyusui
menyebabkan gangguan yang serius pada janin, bayi yang dilahirkan dan selama masa
menyusui. Namun, pengaruh asupan iodium pada fungsi tiroid ibu dan bayinya di daerah
cukup iodium belum banyak diteliti.
Sekitar 95 persen iodium yang dikeluarkan oleh tubuh dikeluarkan melalui urin.
Demikian maka EIU mencerminkan dan digunakan sebagai indikator asupan iodium. Untuk
ibu menyusui dan bayi/anak umur kurang dari 2 tahun digunakan patokan nilai median EIU
100 μg/L sebagai batas bawah kecukupan iodium. Asupan iodium yang tinggi (berlebihan)
dapat menyebabkan gejala yang sama seperti kekurangan iodium yaitu gondok,
meningkatkan kadar TSH, dan hipotiroidisme. Ini karena, kelebihan iodium menghambat
sintesa hormone tiroid sehingga meningkatkan kadar TSH, yang dapat berakibat menderita
gondok. Iodine induced hyperthyoridism (IIH) dapat juga akibat dari asupan iodium tinggi,
misalnya ketika iodium diberikan kepada penderita kekurangan iodium. Namun, akibat dari
asupan iodium berlebihan ternyata menimbulkan gangguan tiroid yang beragam. Penderita
tiroid autoimun ataupun kekurangan iodium umumnya sudah dapat mengalami gangguan
tiroid dengan asupan iodium yang masih dianggap aman. Sebuah penelitian menyebutkan
asupan iodium inu menyusui mencapai 1.5 kali lipat dari ULs.
Selain di dalam urin, iodium juga terkandung di dalam ASI . Kadar iodium dalam ASI
dapat mempengaruhi asupan iodium anak yang masih menyusu. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa nilai median iodium ASI adalah 850 μg/L menunjukkan kadar yang jauh
lebih tinggi dari yang dibutuhkan oleh bayinya seperti yang dianjurkan oleh
WHO/UNICEF/ICCIDD yaitu sebesar 100 μg/L1 . Dengan asumsi bahwa konsumsi ASI 750
mL sehari dan 95% iodium ASI dapat diserap, maka ASI yang mengandung iodium ≥120
μg/L dapat memenuhi kebutuhan 90 μg iodium per hari.
Asupan iodium ibu akan berpengaruh terhadap hormone TSH Ibu, dan anak yang
menyusu akan ikut terpengaruh dari ASI yang diminum. Sebuah penelitian menyebutkan
bahwa TSH ibu menyusui cenderung menunjukan risikoo hipertiroidisme sedangkan pada
bayi cenderung menunjukkan risiko hiptiroidisme. Proporsi ibu menyusui mempunyai fT4
<0,8 μmol/L atau fT4 rendah adalah 11,5 persen dan tidak ada yang mempunyai fT4 >34,0
μmol/L. Asupan iodium ibu menyusui dan bayinya, masing-masing nilai median EIU adalah
1040 dan 1995 μg/L , adalah 10 dan 20 kali lipat kebutuhan yang dianjurkan. Dari 16
(10,2%) ibu menyusui yang risiko hipertiroidisme, 15 (9,5%) hipertiroidisme subklinik dan 1
(0,6%) hipertiroidisme.
E. Kebiasaan Makan Pada Ibu Menyusui
Konsumsi makanan ibu menuyusui harus dapat memenuhi kebutuhan ganda, yaitu
selain untuk memenuhi kebutuhan tubuh ibu juga untuk produksi ASI. Namun dipihak lain
masih sering dijumpai ibu yang sedang menyusui mendapat makanan yang bernilai gizi sama
dengan ibu yang tidak menyusui. Padahal selama menyusui terdapat kehilangan energi yang
cukup banyak yaitu kira-kira 600 kkal/hari. Kebiasaan makan masyarakat dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya faktor sosial budaya yang ada dimasyarakat tersebut. Pada
umumnya dipedesaan hidup kepercayaan terhadap makanan tertentu yang dipercaya dapat
mengahmbat atau meningkatkan sekresi ASI. Hal ini berlangsung secara turun temurun dari
generasi ke generasi dan masih di anut oleh masyarakat setempat.
Dikhawatirkan dengan masih dianutnya batasan-batasan terhadap makanan tertentu
selama menyusui akan membatasi variasi makanan yang dikonsumsi sehingga kebutuhan zat
gizi yang dianjurkan untuk ibu menyusui tidak tercapai. Akibatnya, produksi ASI akan
berkurang, sedangkan ASI adalah makanan utama bagi bayi karena ASI dapat memenuhi
kebutuhan zat gizi utnuk tumbuh kembang bayi.
Terdapat suatu penelitian yang meneliti mengenai kebiasaan makan ibu menyusui,
terdapat responden pada penelitian ini adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi umur 3-18
bulan dan umur ibu berkisar 20-35 th. Keluarga responden baik diperkotaan atau dipedesaan
rata-rata mempunyai anak 4-6 orang. Data didapatkan dari metode wawancara dengan ibu
menyusui baik di kota Batu maupun di Sukaharja umumnya menyatakan bahwa pertolongan
persalinan lebih banyak dilakukan oleh dukun bayi dibanding dengan tenaga kesehatan.
Untuk Desa Kota Batu dari 15 ibu yang diwawancarai, 14 menyakatan bahwa persalinan
ditolong oleh dukun, sedangkan untuk Desa Sukaharja dari 15 orang yang diwawancari
semua menyatakan persalinannya ditolong oleh dukun.
Berikut ini terdapat data hasil waawancara terhadap jenis makanan pantangan dan
makanan yangs sering dikonsumsi ibu menyusui :
Jenis makanan Alasan Fakta
Makanan
pantangan
singkong, ubi rambat,
pepaya matang, dan labu
kuning.
Dipercaya dapat
menyebabkan perut
kembung atau perut
besar dan sulit untuk
kembali seperti
semula
Perut kembung
disebabkan oelh
makanan yang
memeang
memberntuk gas di
dalam perut seperti
ubi rambat
Udang, tongkol, tenggiri,
dan ikan asin atau cue,
ikan basah
Dipercaya dapat
menyebabkan gatal-
gatal pada tubuh ibu
atau keputihan.
Padahal makanan
tersebut merupakan
sumber protein yang
baik.
Gatal-gatal memang
dapat terjadi pada
orang-orang tertentu
misalnya yang
mempunyai alergi
Makanan sering
dikonsumsi
Pedesaan Rebusan daun
pepaya muda, daun
beluntas, rane, jahe, kunyit
muda, lempunyan
Dipercaya dapat
meningkatkan sekresi
ASI.
Daun katuk dapat
meningkatkan
volume ASI
Perkotaan daun katuk,
bayam, jantung pisang,
pisang muda direbus,
galohgor
Rebusan jantung
pisang dan rebusan
pisang muda rasa
sepat pada kedua
makanan tersebut
dapat mempercepat
proses pemulihan
rahim.
(Farida Cahyadi, 1994)
Setelah melahirkan semua ibu baik di daerah perkotaan atau perdesaan biasa minum
jamu. Ibu-ibu diperkotaan umumnya minum jamu kemasan pabrik, sedangkan ibu-ibu di
perdesaan umumnya minum jamu dari kemasan pabrik, dan jamu khusus yang dibuat oleh
dukun bayi. Jamu tersebut dikenal dengan nama jamu “wajah” berfungsi untuk memperlancar
ASI dan diminum sampai 7 hari setelah melahirkan. Menurut hasil wawancara dengan para
dukun ternyata ramuan jamu “wajah” yang dibuat oleh setiap dukun bayi tidak persis sama
namun memiliki beberapa kesamaan, yaitu terdiri dari daun Babadotan (Ageratum conyzoides
L), daun pepaya gandul (Carica Papaya), daun beluntas (Pluchea Indica Less), serta kunyit
(Curcuma Domestica Val). Semua ramuan tersebut ditumbuk sampai halus kemudian diseduh
air panas dan siap untuk diminum saat pagi dan sore hari. Ibu-ibu mengkonsumsi jamu
dengan bahan-bahan tersebut karena percaya dapat meningkatkan volume ASI.
Bila dibandingkan kebiasaan ibu menyusui di daerah perkotaan dan pedesaan ternyata
makanan yang biasa dikonsumsi oleh ibu menyusui di perkotaan lebih bervariasi, hal ini
dikarenakan berbagai jenis makanan lebih banyak tersedia sehingga lebih mudah didapat.
Berbeda dengan daerah perdesaan yang jenis bahan makanan nya kurang beragam walaupun
dari segi ekonomi cukup.
Sampai usia bayi 40 hari baik di daerah pedesaan maupun perkotaan umunya ibu-ibu
masih. Pada daerah pedesaan (daerah Sukaharja), pembatasan makanan tersebut berlangsung
hingga bayi berusia 2-3 bulan. Ibu menyusui masih pantang terhadap makanan yang rasanya
asam, buah pisang yang sudah matang serta makanan yang dimasak dengan santan. Setelah
anak berusia 3 bulan dan menjelan disapih pantang makanan masih ada yaitu makanan yang
rasanya pedas, makanan tersebut dipantang karena dikahawatirkan dapat menyebabkan diare
pada anak.
Disadari bahwa mengubah suatu kebiasaan bukanlah hal yang mudah, karena untuk
melanggar kebiasaan tersebut perlu keberanian menanggung akibatnya, terutama reaksi dari
lingkungan. Namun, kebiasaan makan ibu menyusui yang salah mungkin akan berakibat
buruk terhadap bayinya. Salah satu cara mengubah kebiasaan dapat dilakukan melalui jalur
pengajian ibu-ibu yang banyak dihadiri oleh para orang tua sehingga akan lebih percaya bila
menyampaikan informasi tesebut kepada sanak keluarganya. Alternatif lainnya yaitu melalui
jalur dukun bayi dalam pelatihan dukun bayi, disamping para dukun dibekali pengetahuan
untuk melakukan pertolongan persalinan secara hygenis juga dibekali pengetahuan gizi yang
cukup. Sehingga diharapkan dapat memperbaiki aturan budaya yang keliru yang pada
akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat sehingga dihasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolisme tubuh.
Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena
berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk menyehatkan
bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa. Makanan yang
dikonsumsi berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh,
proses memproduksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Menu makanan seimbang yang harus
dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak pedas atau berlemak, tidak
mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau pewarna serta mencakup
energi, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.
2. Selama periode menyusui ibu harus mendapatkan makanan tambahan karena selama 6
bulan pertama sesudah kelahiran, di mana air susu ibu merupakan sumber makanan
tunggal pertama bagi bayi, jumlah dan kualitasnya yang dihasilkan harus tetap cukup
sesuai dengan kebutuhan bayi. Menurut penelitian WHO mengenai nutrisi selama
kehamilan dan menyusui manyatakan bahwa produksi ASI yang cukup adalah 850 cc
per hari.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi ibu menyusui adalah pola makan, pendapatan
dan pengetahuan dari ibu menyusui dan dari keluarganya.
4. Konsumsi ASI 750 mL sehari dan 95% iodium ASI dapat diserap, maka ASI yang
mengandung iodium ≥120 μg/L dapat memenuhi kebutuhan 90 μg iodium per hari.
Asupan iodium ibu akan berpengaruh terhadap hormone TSH Ibu, dan anak yang
menyusu akan ikut terpengaruh dari ASI yang diminum.
5. Kebiasaan makan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya yang
ada dimasyarakat. Bila dibandingkan kebiasaan ibu menyusui di daerah perkotaan dan
pedesaan ternyata makanan yang biasa dikonsumsi oleh ibu menyusui di perkotaan
lebih bervariasi, hal ini dikarenakan berbagai jenis makanan lebih banyak tersedia
sehingga lebih mudah didapat. Berbeda dengan daerah perdesaan yang jenis bahan
makanan nya kurang beragam walaupun dari segi ekonomi cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Anik, M. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta: Trans Info Media
Ambarwati, E & Wulandari. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas.Jogjakarta: Mitra Cendika Press
Arifin, M. 2004. Gizi Untuk Ibu Menyusui. Diunduh dari www.menyusui.com/makanan-ibu.
(diakses pada 8 Juni 2015)
Arifin, M Siregar. 2005. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Diakses pada tanggal 6 Juni 2015.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32726/1/fkm-arifin4.pdf
Arisman.2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan.Jakarta : EGC
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta : EGC.
Budijanto, dkk. 2000. Risiko terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di Puskesmas
Balorejo Kabupaten Madiun. Medika No 9 Tahun XXVI. September 2000; p 566-569
Committee on Nutritional. 1990. Nutrition During Lactation. National Academy Press.
Washington DC.
Ebrahim, G.J. 1978. Breast Feeding – The Biological Option. Air Susu Ibu. Yayasan Essentia
Medika.
Farida, Cahyadi. 1994. The Influence of Kati (Souropus androginus L Merr) and Papaya
(Carica papaya L) Consumption in Volume, Vitamin Alevel and Protein Content of
Breastmilk. The Regional Graduate Applied Nutrition Course GDTM & PH SEAMEO.
Jakarta.
Inayati, DA. 2006. Seputar Status Gizi Ibu Menyusui dan Pemberian ASI. Diunduh dari
www.wrm-Indonesia.org. (diakses pada 8 Juni 2015)
Kumpulan Makalah Simposium Peningkatan Penggunaan ASI pada Pertumbuhan,
Perkembangan Bayi dan Anak. 1977. Bagian Kesehatan Anak FK. UNDIP. Semarang.
Kusmiyati. 2002. Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Tingkat Kecukupan Gizi Dengan
Status Gizi Ibu Menyusui Pada Keluarga Miskin di Daerah Pertanian Kelurahan
Sonorejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Sukorejo Tahun 2002. Diunduh dari
www.fkm.undip.ac.id/index.php. (diakses pada 8 Juni 2015)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1998. Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi VI. LIPI.
Maria,2012.Cara Mudah Merawat Payudara Selama Kehamilan.
( http://www.beritaterkinionline.com/2012/04/cara-mudah-merawat payudara selama
kehamilan html), diakses 6 Juni 2015.
Nusatya Angela dan Hendrawan Nadesul. 1981. Gizi Maternal dan Populasi Miskin Dalam
Menyusui dan Kesehatan. Perdhaki. 43-94
Paula M. Sisk, PhDa, et.al.2005.Lactation Counseling for Mothers of Very Low Birth Weight
Infants: Effect on Maternal Anxiety and Infant Intake of Human Milk.Department of
Nutrition and School of Human Environmental Sciences, University of North Carolina,
Greensboro, North Carolina; Wake Forest University School of Medicine, Winston-
Salem, North Carolina.
Ibu Rumah Tangga selalu Memberikan Air Susu (ASI), Gizi Seimbang, Menuju Hidup
Sehat bagi Ibu Hamil dan Menyusui, Pedoman Depkes RI 2002
Proverawati, A., Asfuah.S.2009. Buku Ajar Gizi dan Kebidanan.Nuha Medika.Yogyakarta.
Simanjuntak, David H & Sudaryanti, Etti. 2005. Gizi Ibu Hamil dan Menyusui. Artikel
Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan: 79-82
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Sudarti. 1986. Pengantar Anthtopologi Medis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Sujiyatini. 2010. Asuhan patologis Kebidanan. Nuha Medika.Yogyakarta.
Sumarno Iman, Sri Prihatini, Basuki Budiman, dan Edwi Saraswati. 1994. Pola Pemberian
ASI dan Makanan Bayi di Desa Sempulur Boyolali. Penel. Gizi dan Makanan.
WHO/UNICEF/ICCIDD. Assessment of iodine deficiency disorders and monitoring their
elimination: a guide for programme managers. Third edition. Geneva: WHO, 2010.
Yuli, B. 2006. ASI Eksklusif Investasi Terbesar Bagi Bayi. Diunduh dari www.balipost.co.id
(diakses pada 8 Juni 2015)