Click here to load reader
Upload
muhammad-fathoni-abu-faiz
View
72
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pemodelan Pengaruh Aksesibilitas Transportasi Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Daerah Penghasil Pangan
(Studi Kasus di Sumatera Selatan)
Tugas Mata KuliahMetode Penelitian
Muhammad Fathoni
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Program Studi Doktor Transportasi
Institut Teknologi Bandung
2012Pemodelan Pengaruh Aksesibilitas Transportasi
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Daerah Penghasil Pangan
(Studi Kasus di Sumatera Selatan)
1. Latar Belakang
Hidup layak merupakan hak asasi manusia yang diakui secara universal. Undang-
undang Dasar Tahun 1945 sebagai konstitusi Indonesia secara eksplisit mengakui hal itu
dengan mengamanatkan bahwa tugas pokok pemerintah Republik Indonesia adalah
“memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini berarti, menikmati kehidupan yang
layak dan hidup bebas dari kemiskinan merupakan hak asasi setiap warga Negara. Dalam hal
ini, salah satu tugas pemerintah adalah untuk menjamin terwujudnya kondisi tersebut.
Dengan demikian, pengentasan kemiskinan merupakan prioritas utama pembangunan.
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pembangunan nasional adalah salah satu upaya
untuk mencapai tujuan masyarakat yang adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut,
berbagai kegiatan pembangunan telah diarahkan kepada pembangunan daerah, khususnya
pada lokasi yang relatif mempunyai kemiskinan yang terus naik dari tahun ke tahun. Oleh
karena itu, salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan adalah laju penurunan
jumlah penduduk miskin. (Simatupang dan Saktyanu dalam Suliswanto, 2010 : 358).
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama
negara sedang berkembang seperti Indonesia. Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh
kemiskinan. Selain timbulnya berbagai masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat
mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara. Kemiskinan yang tinggi akan
menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pembangunan ekonomi
menjadi lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan menghambat pembangunan
ekonomi. Menurut Jhingan (1994 : 3), keinginan negara-negara untuk melancarkan
pembangunan ekonomi yang cepat dibarengi dengan kesadaran bangsa-bangsa di negara
maju bahwa “kemiskinan di suatu tempat merupakan bahaya bagu kemakmuran di mana
pun,” telah membangkitkan minat pada topik kemiskinan.
Menurut Laporan World Bank yang dikemukakan oleh Sylva dan Bysouth dalam
Sukandar dkk (2008 : 95), mayoritas orang miskin tinggal di pedesaan dan hidup dari
1
pertanian dimana sebagian besar dari mereka adalah petani kecil, petani marjinal dan buruh
tani. Todaro dan Smith (2006 : 502) juga berpendapat bahwa lebih dari dua pertiga penduduk
termiskin di dunia menetap di wilayah pedesaan yang penghidupan pokoknya bersumber dari
pertanian subsisten. Kondisi yang sama juga terjadi di Indonesia dimana menurut BPS pada
tahun 2011 tingkat kemiskinan di desa adalah 15,6 % sementara di perkotaan adalah sebesar
9,1 %. Dengan demikian, 63 % atau 2/3 penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan.
Mayoritas penduduk miskin di Indonesia yang tinggal di pedesaan tersebut bekerja di
sektor pertanian. Kementerian Pertanian (2011) menyebutkan bahwa terdapat 72 % rumah
tangga miskin pedesaan memiliki sumber penghasilan utama di sektor pertanian. Kondisi ini
menunjukkan bahwa kawasan penduduk miskin di Indonesia didominasi oleh daerah
pertanian. Hal ini sangat miris dan ironis jika ditinjau dari fakta bahwa daerah yang
menghasilkan pangan untuk kebutuhan penduduk malah menjadi daerah yang miskin. Hal ini
juga ditegaskan dengan data dari Kementerian Pertanian dimana pada tahun 2011 terdapat
215 dari 497 kabupaten/kota adalah daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi sekaligus
daerah penghasil pangan yang ditunjukkan dengan dominasi sektor pertanian pada PDRB.
Menurut Laporan World Bank dalam Sukandar dkk (2008 : 95), penduduk desa miskin
yang umumnya petani berhadapan dengan beberapa tantangan yang mempengaruhi potensi
pembangunan/perkembangannya, salah satunya adalah buruknya infrastruktur transportasi
dan tidak memadainya perhatian dari institusi pendukung pembangunan (pendidikan,
kesehatan, investasi). Parikesit dan Magribi (2005 : 2748) menjelaskan bahwa terjadinya
urbanisasi adalah terutama karena ketidakmampuan daerah pedesaan untuk memberikan
kesejahteraan ekonomi dan sosial pada penduduknya karena buruknya fasilitas transportasi
yang menjadikannya sebagai daerah terisolasi. Produk pertanian tidak bisa diangkut ke pasar,
serta pupuk dan teknologi pertanian tidak mampu dijangkau oleh petani.
Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi yang memili kekayaan sumber
daya alam yang melimpah, baik dari hasil tambang maupun dari pertanian. Pada tahun 2011,
komposisi perekonomian Sumatera Selatan didominasi oleh sektor pertanian dengan
kontribusinya terhadap PDRB sebesar 23,3 %. Dari sisi kemiskinan, persentase penduduk
miskin di Provinsi Sumatera Selatan sebenarnya mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Penurunan tingkat kemiskinan terjadi cukup signifikan dari tahun 2002 sebesar 22,49 %
kemudian pada tahun 2011 tingkat kemiskinan penduduk Sumatera Selatan menjadi 14,24 %.
Meskipun tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan selalu menurun setiap tahunnya,
angka ini masih berada di bawah target nasional sesuai dengan RPJMN target angka
2
kemiskinan nasional adalah 8 % pada tahun 2014 dan target internasional sesuai dengan
amanat Millenium Development Goals (MDGs) pada Tahun 2015 adalah 7,5 %.
Selain itu, persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan pada sebesar
13,96 % pada Tahun 2011 masih lebih tinggi dari angka nasional yaitu 12,49 %. Kondisi ini
menjadikan Provinsi Sumatera Selatan menduduki peringkat 14 pada tataran nasional dan
peringkat 4 di Pulau Sumatera. Salah satu masalah pembangunan yang ada di provinsi ini
adalah masih belum memadainya aksesibilitas transportasi, terutama di daerah pedesaan yang
umumnya adalah kawasan pertanian.
Kondisi ini menjadi tugas bagi pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Selatan untuk
menurunkan tingkat kemiskinan, terlebih lagi dengan statusnya sebagai daerah lumbung
pangan. Dalam hal ini, perlu dianalisa secara lebih mendalam bagaimana pemodelan
pengaruh aksesibilitas transportasi terhadap kemiskinan. Untuk itu, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Pemodelan Pengaruh Aksesibilitas Transportasi
terhadap Tingkat Kemiskinan di Daerah Pertanian di Provinsi Sumatera Selatan”.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui sejauh mana pengaruh aksesibilitas
transportasi terhadap tingkat kemiskinan di daerah pertanian; dan (2) menghasilkan model
pengaruh aksesibilitas transportasi terhadap tingkat kemiskinan di daerah pertanian.
3. Hasil Yang Diharapkan
Hasil dari penelitian adalah terbentuknya sebuah model dinamis antara pengaruh
aksesibilitas transportasi terhadap tingkat kemiskinan di daerah pertanian.
4. Penelitian Sebelumnya
Parikesit & Maghribi (2005) telah mengadakan penelitian mengenai model dinamis
antara aksesibilitas transportasi pedesaan dan tingkat pembangunan dengan studi kasus di
SulawesiTenggara. Metode yang digunakan adalah persamaan blok simultan dengan
menggunakan analisis regresi dan prosedur iterasi Gauss-Seidel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa transportasi pedesaan memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat
pembangunan pedesaan.
Seetanah, Ramessur dan Rojid (2009) telah mengadakan penelitian mengenai pengaruh
infrastruktur terhadap pengentasan kemiskinan di negara berkembang. Metode yang
digunakan adalah model persamaan GMM (Generalised Methods of Moments) dan analisis
3
Panel Causality. Hasil penelitian ini adalah terbentuknya model dinamis yang menunjukkan
bahwa infrastruktur transportasi adalah kebijakan yang efisien untuk mengentaskan
kemiskinan perkotaan.
Gibson and Rozelle (2002) telah mengadakan penelitian mengenai pengaruh
aksesibilitas pada infrastruktur terhadap pengentasan kemiskinan di Papua Nugini dengan
menggunakan model regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan
akses transportasi untuk daerah miskin yang terisolasi akan berpengaruh efektif untuk
mengurangi angka kemiskinan.
Setboonsarng (2008) mengadakan penelitian mengenai pengaruh infrastruktur dan
dukungan pertanian pedesaan terhadap kemiskinan dengan studi kasus pada perubahan
komunitas agraria di Filipina. Penelitian ini menggunakan model logit biner untuk
menentukan proporsi penduduk miskin menjadi tidak miskin setelah adanya proyek
infrastruktur jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur pedesaan terutama
jalan raya memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk mengentaskan kemiskinan.
5. Kebaharuan Penelitian
Telah banyak yang melakukan penelitian mengenai pengaruh transportasi terhadap
pembangunan / kemiskinan. Demikian juga telah ada penelitian mengenai pemodelan
pengaruh pembangunan infrastruktur dan aksesibilitas transportasi terhadap pembangunan
dan kemiskinan. Adapun kebaharuan penelitian ini adalah pemodelan pengaruh aksesibilitas
transportasi terhadap kemiskinan yang :
(1) mengakomodir peran aksesibilitas angkutan umum ke pedesaan; dan
(2) memasukkan variabel indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan.
6. Tinjauan Pustaka
6.1. Definisi Kemiskinan
Menurut Suliswanto (2010 : 358), secara singkat kemiskinan dapat didefinisikan
sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan
materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang
umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Adapun Todaro dan Smith (2006 : 243)
menyebutkan bahwa kemiskinan adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan
sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat
pendapatan riil minimum tertentu – atau di bawah garis kemiskinan internasional.
4
Menurut Badan Pusat Statistik dalam Suliswanto (2010 : 359), penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Paket
komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-
umbian, ikanm daging, telur dan susum sauran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan
lemak dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimm untuk
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, tingkat kemiskinan adalah
persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah penduduk di suatu daerah.
6.2. Aksesibilitas Transportasi dan Kemiskinan
Litman (2012 : 4) menyebutkan bahwa aksesibilitas atau akses mengacu kepada
kemudahan untuk mencapai / mendapatkan berbagai peluang yang berupa barang, jasa atau
aktivitas. Parikesit dan Magribi (2005 : 2750) menjelaskan bahwa pendekatan Integrated
Rural Accessibility Planning (IRAP) didasarkan pada jumlah produk momen yang
disederhanakan dengan prioritas dan pembobotan.
Menurut Gannon dan Liu (1997:5), proyek peningkatan transportasi dinilai mampu
mengurangi biaya angkutan, meningkatkan efisiensi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi transportasi pada pengentasan kemiskinan sebagaimana terlihat secara umum
adalah bersifat tidak langsung. Gachassin, Najman dan Raballand (2010 : 3) menyebutkan
bahwa aksesibilitas terhadap jalan adalah hanya salah satu faktor yang berkontribusi pada
pengurangan angka kemiskinan dan bukanlah faktor yang terpenting dalam banyak kasus.
Brennemen and Kerft (2002 : 2) berpendapat bahwa jenis keterkaitan antara perbaikan akses
pada infrastruktur dan pengentasan kemiskinan bersifat hampir sama di semua daerah.
6.3. Model Dinamis
Menurut Swastika (1999 : 517), model dinamis merupakan salah satu alat analisis yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak jangka pendek dan jangka panjang dari
kebijakan. Menurut Parikesit dan Magribi (2005 : 2748), model dinamis untuk
menghubungkan transportasi dan pembangunan pedesaan didasarkan pada hubungan teoritis
antara faktor pembangunan pedesaan yaitu pembangunan fisik, demografi dan ekonomi.
7. Metodologi Penelitian
5
Penelitian ini akan menggunakan metode persamaan blok simultan dengan
menggunakan analisis regresi dan prosedur iterasi Gauss-Seidel. Adapun aksesibilitas
transportasi akan menggunakan metode Integrated Rural Accessibility Planning (IRAP).
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2011, Analisis Penanggulangan Kemiskinan di Sektor Pertanian, Bahan Paparan Menteri Pertanian pada Rakornas Tim Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta
Gibson, John dan Rozelle, Scott, 2002, Poverty and Access to Infrastructure in Papua New Guinea, Working Paper No 02-008 University of California Davis, Papua Nugini
Gannon, Colin, dan Liu, Zhi, 1997, Poverty and Transport, Working Paper No 30, Transportation, Water and Urban Development, World Bank
Gachassin, Marie, Najman, Boris dan Raballand, Gael, 2010, The Impact of Roads on Poverty Reduction : A Case Study of Cameroon, Policy Research Working Paper No 5208, Africa Division, World Bank
Jhingan, M.L., 1994, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Edisi 1, Penerbit PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta
Littman, Todd, 2012, Evaluating Accessibility for Transportation Planning : Measuring People’s Ability To Reach Desired Goods and Activities, Paper Victoria Transport Policy Institute tanggal 10 September 2012, Victoria, Kanada
Parikesit, Danang dan Maghribi, La Ode, 2005, Development of A Dynamic Model For Investigating The Interaction Between Rural Transport, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 6, pp. 2747 - 2761, 2005
Seetanah B, Ramessur S dan Rojid S, 2009, Does Infrastructure Alleviates Poverty In Developing Countries?, International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies Volume 6 No 2 Tahun 2009, University of Technology Mauritus
Setboonsarng, Sunun, 2008, The Impact of Rural Infrastructure and Agricultural Support Services on Poverty: The Case of Agrarian Reform Communities in The Philippines, ADB Institute Discussion Paper No 110, Asian Development Bank Institute, Tokyo
Sukandar, Dadang dkk, 2008, Analisis Diskriminan Untuk Menentukan Indikator Garis Kemiskinan, Jurnal Gizi dan Pangan, Vol 3 No. 2 Juli 2008, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Suliswanto, MS Wahyudi, 2010, Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Angka Kemiskinan di Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 2 Desember 2010, Universitas Brawijaya, Malang
6
Swastika, I Dewa Ketut Sadra, 1999, Penerapan Model Dinamis pada Sistem Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia, Jurnal Informatika Pertanian, Vol 8 Desember 1999, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Jakarta
Todaro, Michael dan Smith, Setpehn C., 2006, Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta
7
8