Upload
olivia-ekaputri
View
172
Download
32
Embed Size (px)
Citation preview
Makalah PBL Blok 21
Meningitis Bakterialis
Disusun oleh:
Olivia Ekaputri
10.2009.077 – A6
Email: [email protected]
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta 2011
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai respon terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang menutupi otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan meningitis adalah Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan haemophillus influenza type B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70% kasus meningitis.
Meningitis yg disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yg disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. 2. Mengerti dan memahami perjalanan penyakiy serta penanganan yang benar pada pasien meningitis
1
BAB II
ISI
Skenario
Seorang anak perempuan usia 5 tahun dibawa ke RS karena kejang pada beberapa menit
sebelumya. Sejak 4 hari yang lalu, anak tersebut menderita batuk & pilek,dan dia hanya diberi
obat batuk pilek yang dapat dibeli di warung, 2 hari kemudian timbul demam tinggi, ibunya
memberikan obat penurun panas, tetapi demam tidak turun-turun. Sehari sebelum anak dibawa
ke rumah sakit, anak tersebut mengalami kejang-kejang pada kedua kaki & tangan selama
beberapa menit, sebanyak 2x dengan interval 1 jam. Ibunya memperhatikan, anaknya sering
terlihat mengantuk & tidur terus.
A. Anamnesis
Ada beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan pada orang tua atau orang terdekat anak.
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Apakah terdapat demam tinggi yang tidak turun-turun? Sejak kapan? Apa saja tindakan
yang dilakukan?
2. Apakah didapatkan kejang-kejang pada anak? Kejang seperti apa? Kapan? Berapa lama
durasi dari kejangnya?
3. Apakah didapatkan penurunan kesadaran? Perubahan ini berhubungan dengan meningitis
bakteri. Disorientaasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal tandanya
penyakit.
4. Apakah adalah perubahan perilaku seperti letargik, tidak responsive?
5. Apakah terdapat keluhan sakit kepala? Keluhan ini berkaitan dengan iritasi meningen.
6. Apakah ada riwayat menjalani perawatan di RS, pernakah menjalan tindakan invasive
yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakanm emlalui
pembuluh darah?
7. Apakah terdapat gejala mual muntah?
2
Riwayat Penyakit Terdahulu
1. Riwayat infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabi.
2. Riwayat tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala.
3. Riwayat sakit TBC jika ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalan obat anti
tuberculosis.
4. Riwayat pemakaian obat kortikosteroid.
B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu diagnosis meningitis.
a. Pemeriksaan Tanda Vital
Pada pasien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh tubuh dari normal
38-41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang
sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering
kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada
sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal
atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
b. Breathing
Inspeksi apakah pasien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas dan peningkatan frekuensi napas yang sering didapatkan pada pasien meningitis
yang disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya dilakukan
jika terdapat deformitas pada tulang dada pada pasien dengan efusi pleura massif (jarang
terjadi pada pasin dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
c. Kesadaran
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kewaspadaan pasien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
3
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien meningitis biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika pasien sudah mengalami koma maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
Tingkat Kesadaran Gejala
Compos Mentis keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang
bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang
visual, auditorik, dan sensorik.
Apatis sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.
Delirium kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan
motorik seperti disorientasi, iritatif, salah persepsi
terhadap rangsang sensorik,sering timbul ilusi dan
halusinasi.Somnolen penderita mudah dibangunkan, dapat bereaksi secara
motorik maupun verbal yang layak, terlena saat rangsang
dihentikan.Stupor penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat
oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang.
Koma tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri
yang hebat sekalipun.
Table 1. Tingkat Kesadaran.2
Penilaian kemampuan kesadaran dapat dilihat dari pemeriksaan kemampuan orientasi,
pertimbangan, abstraksi, kosa kata, dan daya ingat. GCS (Glasgow Coma Scale) adalah
cara untuk menilai tingkat kesadaran berdasar respon mata, bicara, motorik.
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian
4
dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah
diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon
verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang)
· Respon terhadap suara (suruh buka mata)
· Respon terhadap nyeri (dicubit)
· Tida ada respon (meski dicubit)
4
3
2
1
Respon verbal (V)
Berorientasi baik
Berbicara mengacau (bingung)
Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan non-kalimat,
misalnya, “aduh… bapak..”)
Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)
Tidak ada suara
5
4
3
2
1
Respon motorik terbaik (M)
· Ikut perintah
· Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
· Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)
· Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri)
· Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
· Tidak ada (flasid)
6
5
4
3
2
1
Tabel 1. Skala GCS.2
Kriteria: - kesadaran baik/ normal –> GCS 13-15- kesadaran turun –> GCS 9-12- koma –> GCS <8
5
d. Fungsi Serebral
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik pasien. Pada pasien meningitis tahap lanjut biasanya status mental
pasien mengalami perubahan.
e. Keadaan fisik
o Perabaan pada fontanella.3
o Photophobia
Gambar 1. Bulging Fontanelle.4
f. Tanda Meningeal
- Kaku kuduk
Pasien diatur dengan posisi terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tahanan
dagu dan tidak menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk positif.
positif (+)
- Brudzinski sign
o Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
6
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini
adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
o Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul
gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan
panggul ini menandakan test ini postif.
- Kernig sign
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan
pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan
Kernig sign positif.
- Laseque sign
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi)
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit
dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka
disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60°.
2. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
o Lumbal Punksi dan analisis CSF
Jarum punksi lumbal dimasukan diantara vertebra lumbal ke-3 dan ke-4 atau ke-4
7
dan ke-5 hingga mencapai ruang subarachnoid dibawah medulla spoinalis di
bagian causa
equine. Manometer dipasang diujung jarum via dua jalan dan cairan serebrospinal
memungkinkan mengalir ke manometer untuk mengetahui tekanan intraspinal.
LP sangat penting untuk alat diagnosa. Prosedur ini memungkinkan melihat
bagian dalam seputar medulla spinalis, yang mana memberikan pandangan pada
fungsi otak juga. Prosedur ini relative mudah untuk dilaksanakan dan tidak begitu
mahal.
Kerugian / kemungkinan komplikasi :
Nyeri kepala hebat akibat kebocoran CSF.
Meningitis akibat masuknya bakteri ke CSF.
Paresthesia/ nyeri bokong atau tungkai.
Injury pada medulla spinalis.
Injury pada aorta atau vena cava, menyebabkan perdarahan serius.
Herniasi otak. Pada pasien denga peningkatan tekanan, tiba-tiba terjadi
penurunan tekanan akibat lumbar puncture, bisa menyebabkan herniasi
kompressi otak terutama batang otak.
Kontraindikasi dilakukannya LP:
1. Meningkatnya TIK
2. Gangguan kardiovascular dan pernapasan
3. Infeksi pada tempat pengambilan CSF
4. Infeksi epidural
5. Infeksi sistemik
6. Kelainan anatomi pada tempat punksi, misalnya skoliosis.
8
Gambar 2. Lumbar Puncture.5
Analisis CSF
o Pemeriksaan Makroskopik
1. Warna
Normal : tidak bewarna
Merah : darah (perdarahan subarachnoid dan intraserebral), dan
trauma pungsi
Kuning (xantokrom) : ikterus, kadar protein > 150 mg/dl,
hiperkarotenemia, melanoma malignan.
2. Kekeruhan
Normal : tidak ada kekeruhan
Keruh: pleiositosis, mikroorganisme, kadar protein tinggi
Sangat keruh : meningitis bakterialis
3. Bekuan
Normal : tidak ada bekuan
Bekuan halus : meningitis TBC
9
Bekuan besar dan kasar : meningitis purulenta
Bekuan en masse : sindroma froin, trauma pungsi
o Pemeriksaan Mikroskopik
Hitung sel
Hitung jenis sel
o Pemeriksaan Kimia
Protein kualitatif Nonne-Pandy, kuantitatif normal <1% protein
plasma
Protein meningkat : inflamasi, proses degenerasi, tumor,
perdarahan.(meningkat tanpa pleiositosis Guillian Barre)
Protein sangat meningkat : meningitis bakterialis, Sindrom Froin.
Glukosa
Normal : 50-80 mg/dl
Kadar rendah : hipogikemia, meningitis bakteriali/TBC/fungus,
keganasan
Kadar normal : infeksi virus, neuro sifilis
Kadar tinggi : hiperglikemia
Klorida
Normal : 720-750 mg/dl
Penurunan kadar Cl : meningitis akut, meningitis TBC
o Pemeriksaan Mikrobiologi
Pewarnaan gram/ BTA
Kultur CSF
Serologi
10
Gambar 3. CSF.6
o Pemeriksaan darah lengkap
o Kultur darah
o Tes tuberculin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik. Pemeriksaan
elektrolit perlu dilakukan pada meningitis bakterial karena da[at terjadi dehidrasi
dan hiponatremia terutama dalam 48-72 jam pertama. Pemeriksaan darah tepi
juga untuk menghitung jumlah leukosiy dan memperoleh gambaran hitung jenis.
o PCR CSF
Pemeriksaan counter imunoelectrophoresis dari CSS dilakukan untuk
menentukan antigen kuman di dalam CSS misalnya meningokokus, Hemofilus
influenza dan Eschericia coli. Dilakukan pemeriksaan urin apabila pemeriksaan
CSS dan darah negative. Tes ini dapat menentukan Neiseria meningitides,
Hemofilus influenza, dan Streptococus pneumonia dengan cepat dan jarang
member hasil false positif .
- Pemeriksaan Radiologi
a. Pneumo-angiografi
Perubahan-perubahan darah disebabkan oleh radang pada pembuluh darah, spasme
dan tekanan intracranial yang meninggi. Dapat terjadi pentempitan arteri,
penyumbatan aliran retrograde atau aliran darah menjadi pelan sekali.
b. Foto polos tengkorak
11
Pemeriksaan ini dapat menentukan fraktur tulang tengkorak dan infeksi sinus-sinus
paranasales, sebagai penyebab atau factor resiko meningitis.
c. Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan adanya pneumonia, abses paru, proses
spesifik, dan massa tumor.
d. Pemeriksaan EEG
Pada EEG dapat dijumpai gelombang lambat yang difus di kedua hemisfer,
penurunan voltase karena efusi subdural atau aktivitas delta fokal bila terdapat
bersamaan dengan abses otak.
e. CT Scan dan MRI
Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui adanya edema otak, ventrikulitis,
hidrosefalus, dan massa tumor.
C. Working Diagnosis
Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga
lapisan dari luar ke dalam yaitu dura meater, arakhnoid, dan pia mater. Dura mater terdiri atas
lapisan yang berfungsi kecuali di dalam otak tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada
tulang dan terdapat sinus venosus.
Falks serebri adalah lapisan vertical dura mater yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada
garis tengah. Tentorium cerebri adalah ruang horizontal dari dura mater yang memisahkan lobus
oksipitalis dari serebellum. Arakhnoid merupakan membran lembut yang bersatu di tempatnya
dengan pia meter, di antaranya terdapat ruang subarakhnoid di mana terdapat arteri dan vena
serebri dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang
subarakhnoid di sebelah belakang otak belakang, memenuhi celah di antara serebellum dan
medula oblongata. Pia meter merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banayak. Pia meter adalah lapisan yang
langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula spinalis.
12
Secara ringkas pengertian dari meningitis adalah radang pada meningen/membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medula spinaslis, biasanya disebabkan oleh invasi bakteri dan hanya
sedikit oleh virus.
Meningitis pada anak memiliki prognosis yang berbeda – beda, bergantung pada usia anak,
organism, dan respon anak terhadap terapi. Meningitis bakteri menyebabkan kematian jika tidak
ditangani dengan segera. Kebanyakan kasus meningitis anak terjadi antara usia 1 bulan dan 5
tahun. Bayi dibawah usia 12 bulan paling rentan terhadap meningitis bakteri.
P enyebab dari meningitis meliputi :
a. Bakteri
Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus,
pneumokokus, dan basil influenza. Meningitis yang di sebabkan karena bakteri disebut juga
meningitis bacterial. Meningitis bakterial adalah suatu keadaan ketika meningens atau
selaput dari otak mengalami peradangan akibat bakteri. Sampai saat ini, bentuk paling
signifikan dari meningitis adalah tipe bakterial. Bakteri paling sering dijumpai pada
meningitis bakteri akut, yaitu :
- Neiserria Meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada
dewasa),
- Haemophilus influenzae (pada anak-anak dewasa muda)
- E.coli, Streptococcus grup B, dan Listeria monocytogenes merupakan organism yang
paling sering menyebabkan meningitis pada neonates.
- Haemophilus influenza, Neisseria meningitides dan Diplococcus pneumonia merupaka
organisme yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi dan anak-anak.
Namun, vaksin Hib mampu menurunkan insidensi meningitis H. influenza.
- Oraganisme penyebab lainnya adalah Streptococcus β- hemolitikus, dan Staphylococcus
aureus.
Organisme ini menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk penularannya
melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang
membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak
13
berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada
meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama seperti pada
seorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respon imun.
b. Virus
Disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi. Meningitis yang disebabkan karena
virus disebut juga meningitis virus atau sering disebut meningitis aseptis. Tipe ini biasanya
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan virus seperti gondok, herpes
simplek, dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak
terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak.
Perandangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons
dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat. Misalnya
Meningitis virus (disebabkan oleh virus coxsackie, virus echo, atau gondong) merupaka
penyakit yang dapat sembuh sendiri dan berlangsung antara 7 sampai 10 hari.
c. Organisme jamur
Disebut meningitis jamur atau Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang
mempengaruhi sistem saraf pusat pada pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi
tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon
inflamasi yang ditimbulkan pada pasien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa
demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
Klasifikasi
A. Berdasarkan onset
Acute : <24jam
Subacute : 1-7hari, pasien mempunyai sakit kepala, kaku kuduk, demam yang tidak
terlalu tinggi dan lethargy untuk beberapa hari ke minggu.
Chronic : >7hari, mempunyai karakteristik syndrome neurologic untuk >4minggu dan
berkaitan dengan inflamasi yang persistent di CSF (WBC > 5µL). Penyebab : infeksi
meningeal, keganasan, noninfectious inflammatory disorder, meningitis kimiawi and
infeksi parameningeal.
14
B. Berdasarkan penyebab dan hasil pemeriksaan CSF
Meningitis purulenta (Bakterialis)
Meningitis Serosa :
Meningitis Tuberkulosa
Meningitis Viral / Aseptik
Meningitis Sifilitika (Lues SSP)
Mengitis Jamur
Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :
- Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi
meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di
ruang subarakhnoid.
- Sepsis
Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti
meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza
- Tuberkolosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Infeksi meningan umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu
aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi – infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui
penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil
pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti lumbal
pungsi) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK).
Diagnosis
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diterangkan sebabnya, letargi,
muntah, kejang dan lain-lainnya, harus diperkirakan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti
ialah dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi
meningeal, apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan
15
meningitis atau penderita dengan panas yang tak diketahui sebabnya, harus dilakukan pungsi
lumbal. Kadang-kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapatkan kelainan apapun. Keadaan
demikian ini dapat dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan
antibiotika, tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan
factor resiko untuk terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.
Diagnosis Meningitis didasarkan pada:
1. Gejala awal yang tidak patognomonik
2. Muncul gejala neurologis
3. Riwayat infeksi saluran pernapasan, otitis media
4. Muncul gejala komplikasi
5. Usia pasien
Untuk mendiagnosa jenis meningitis apa, selain dari gejala klinis, anamnesis, kita juga
memerlukan hasil laboratorium dan penunjang lainnya. Kadang kala ditemukan hasil
pemeriksaan yang negative sehingga menyulitkan diagnosis dan pemilihan terapi.
Agent Opening
Pressure
WBC count per
mL
Glucose (mg/dL)
Protein (mg/dL)
Microbiology
Bacterial meningitis
200-300 100-5000; >80%
PMNs*
<40 >100 Specific pathogen demonstrated in 60% of Gram
stains and 80% of culturesViral meningitis 90-200 10-300;
lymphocytes
Normal, reduced in LCM
and mumps
Normal but may
be slightly elevated
Viral isolation, PCR†assays
Tuberculous
meningitis
180-300 100-500;
lymphocyte
s
Reduced,
<40
Elevated,
>100
Acid-fast bacillus stain,
culture, PCR
Cryptococcal
meningitis
180-300 10-200;
lymphocyte
s
Reduced 50-200 India ink, cryptococcal antigen,
culture
Aseptic 90-200 10-300; Normal Normal Negative findings on workup
16
meningitis lymphocyte
s
but may
be
slightly
elevated
Normal values 80-200 0-5;
lymphocyte
s
50-75 15-40 Negative findings on workup
Tabel 2. Analisa CSF bedasarkan penyebab.6
Meningitis Bakterialis
Meningitis bakterialis merupakan suatu peradangan selaput jaringan otak dan medula spinalis
yang disebabkan oleh bakteri patogen. Peradangan tersebut mengenai araknoid, piamater dan
cairan serebrospinalis. Peradangannya dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar otak,
medula spinalis, dan ventrikel. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-
10%) dan hampir 40 % diantara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan
pendengaran dan defisit neurologis.
Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang tinggi.
Pola meningitis bakteri dan pengobatannya selama masa neonatus (0 – 28 hari ) biasanya
berbeda dengan polanya pada balita dan anak-anak. Meskipun demikian , pola klinis meningitis
pada masa neonatus dan paska neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 – 2
bulan dimana pada usia ini, streptokokus grup b, haemophilus influenzae tipe b , meningokokus
dan pneumokokus semuanya dapat menimbulkan meningitis.
Meningitis bakterialis merupakan salah satu dari infeksi yang kemungkinan paling serius pada
bayi dan balita dan lebih sering terjadi pada pasien padiatrik dari pada kelompok usia lain.
Setahun pertama kehidupan merupakan saat yang paling beresiko, sebagian karena tanda
peradangan meningeal kurang jelas dan sekuele lebih sering saat bakteri menyerang otak yang
masih immatur. Hampir semua bakteri mampu menimbulkan meningitis, tetapi berbagai
kelompok usia dalam populasi pediatrik memiliki predisposisi terhadap meningitis yang
disebabkan oleh organisme tertentu. Sampai saat ini Haemophilus influenzae, tipe b, merupakan
penyebab meningitis bakteri yang paling sering pada anak berusia antara 3 bulan dan 3 tahun.
17
Dampak vaksin pemberian vaksin pada awal masa bayi mengurangi insiden meningitis
Haemophilus influenzae, yang memungkinkan Streptococcus pneumoniae timbul sebagai
penyebab paling sering pada usia ini.
Meningitis bakteri rekuren paling sering terjadi pada anak-anak dengan fistula CSS dengan
rinorea atau otorea. Otorea CSS dapat disebabkan oleh trauma atau fistula kongenital melalui
foot-plate stapes atau oval window; gangguan yang terakhir harus dicurigai jika anak dengan tuli
kongenital unilateral yang sebelumnya dikenali berlanjut menderita meningitis, terutama bila
rekuren. Meningitis rekuren merupakan komplikasi sering sinus dermal kongenital lumbal atau
oksipital, dan pada pasien dengan ensefalokel transfenoidal atau transetmoidal. Bayi dan anak
dengan parau ventrikel beresiko menderita episode rekuren meningitis, dan pasien dengan variasi
kelainan imunitas. Penyebab menigitis rekuren paling sering adalah S.pneumoniae, terutama bila
disebabkan oleh rinorea CSS. Pada anak dengan sinus dermal kongenitas, episode kongenital
multipel disebabkan oleh banyak organisme, yang mencakup spesies Proteus dan Pseudomonas,
E.Coli, Streptococcus sp., dan Staphylococcus sp.
Faktor Risiko
1. Ras
Insidensi rata-rata lebih tinggi pada populasi Afro-Amerika dan Indian dibandingkan
pada populasi Kaukasia dan Hispanik.
2. Jenis Kelamin
Bayi laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi terkena meningitis oleh gram negatif
dibanding bayi perempuan. Tetapi bayi perempuan lebih rentan terhadap meningitis oleh
Listeria monocytogenes. Sedangkan insidensi meningitis oleh Streptococcus
pneumoniae adalah sama untuk bayi perempuan maupun laki-laki.
3. Usia
Kebanyakan penderita adalah anak dengan usia kurang dari 5 tahun. 70% kasus terjadi
pada anak dengan usia kurang dari 2 tahun.
4. Sistem imun
18
D. Differential Diagnosis
1. Meningitis fungal
Jamur yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans dan
Coccoides immites, sedangkan insidensi infeksi jamur yang disebabkan oleh Histoplasma
capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Sporothrix schenckii dan Candida dilaporkan
meningkat. Insidensi meningitis kriptokokal meningkat seiring dengan meningkatnya
insidensi AIDS.
Faktor yang menyebabkan kondisi klinik ini tidak sepenuhnya diketahui, namun
keterlibatan flora normal di dalam tubuh dan gangguan respon imunologi merupakan hal
yang diduga mendasari terjadinya infeksi ini. Infeksi jamur cenderung terjadi pada pasien
dengan lekopenia, fungsi limfosit T yang tidak adekuat atau antibodi yang jumlahnya
tidak mencukupi. Untuk alasan ini, pasien dengan AIDS sangat mudah mengalami infeksi
jamur.
2. Meningitis tuberculosis
Mikobakterium tuberkulosa mencapai alveoli dan bermultiplikasi. Pada 2 – 4 minggu
pertama, belum terjadi respon imun sehingga terjadi penyebaran hematogen, organisme
tersebar ke seluruh tubuh. Setelah 2 – 4 minggu terjadinya infeksi, timbul imunitas
seluler terhadap kuman dimana antigen mikobakterium menarik dan mengaktifkan sel-sel
mononuklear dari aliran darah. Organisme akan mati dalam makrofag namun dalam
waktu bersamaan banyak pula makrofag yang mati karena produk toksik antigen,
terbentuklah tuberkel yang terdiri dari makrofag, limfosit, dan sel-sel lain yang
mengelilingi jaringan kaseosa.
Tuberkel yang terbentuk dalam SSP disebut Focus rich. Dalam keadaan imunitas
terganggu, tuberkel dapat membesar, jaringan kaseosa mencair, organisme berproliferasi
dan lesi dapat ruptur. Bila ini terjadi pada SSP akan terjadi meningitis tuberkulosa, fokus
19
yang terletak pada bagian dalam atau parenkin spinal cord akan membesar membentuk
tuberkuloma atau abses tuberkulus.
Pada meningitis tuberkulosa terbentuk eksudat yang kental dalam ruang subarakhnoid
dan terjadi reaksi inflamasi di ruang subarakhnoid. Secara mikroskopis eksudat terdiri
dari lekosit PMN, sel darah merah, makrofag, dan limfosit. Sejalan progresivitas
penyakit, limfosit akan mendominasi dan dapat dijumpai fibroblas.
3. Encephalitis
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini
disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit
yang menyebabkan peradangan dari otak.
Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan
mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang.
Kehilangan kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan
otot, demensia berat yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada
pasien-pasien dengan encephalitis.
Perbedaan Ensefalitis dengan meningitis :
Ensefalitis Meningitis
Demam ↓ Demam ↑
Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.
4. Abses otak
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan
otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat
komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini
jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada
20
penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau
orang yang menerima transplantasi organ).
Gejala yang timbul bervariasi dari seorang dengan yang lain, tergantung pada ukuran dan
lokasi abses pada otak. Lebih dari 75% penderita mengeluh sakit kepala dan merupakan
gejala utama yang paling sering dikeluhkan. Sakit kepala yang dirasakan terpusat pada
daerah abses dan rasa sakit semakin hebat dan parah. Aspirin atau obat lainnya tidak akan
menolong menyembuhkan sakit kepala tersebut. Kuranglebih separuh dari penderita
mengalami demam tetapi tidak tinggi. Gejala-gejala lainnya adalah mual dan mintah,
kaku kuduk, kejang, gangguan kepribadian dan kelemahan otot pada salah satu sisi
bagian tubuh.
5. Tumor otak
Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa kasus, penderita
yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala dan semakin parah,
kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu sisi bagian tubuh melemah).
Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan perjalanan penyakit penderita serta
keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien. Harus diketahui kapan keluhan pertama kali
timbul, perjalanan penyakit dan apakah baru-baru ini pernah mengalami infeksi. Untuk
mendiagnosis abses otak dilakukan pemeriksaan CT sken (computed tomography) atau
MRI sken (magnetic resonance imaging) yang secara mendetil memperlihatkan gambaran
potongan tiap inci jaringan otak. Abses terlihat sebagai bercak/noktah pada jaringan otak.
Kultur darah dan cairan tubuh lainnya akan menemukan sumber infeksi tersebut. Jika
diagnosis masih belum dapat ditegakkan, maka sampel dari bercak/noktah tersebut
diambil dengan jarum halus yang dilakukan oleh ahli bedah saraf.
E. Etiopatogenesis
Etiologi
Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal
merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, streptokokus grup B, basili enteritik
gram-negatif, dan Listeria monocytogenes). Lagipula, menigitis pada kelompok ini kadang-
21
kadang dapat karena Haemophilus influeanzae (baik strain yang tidak dapat ditipe maupun yang
tipe b) dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.1
Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan sampai 12 tahun biasanya karena H.influenzae tipe b,
Streptococcus pneumonia, atau Neisseria meningitidis. Sebelum penggunaan yang luas vaksin
H.influenzae tipe b, insiden penyakit akibat H.influenzae tipe b jauh melebihi insiden karena
Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitidis. Infeksi Haemophilus influenzae tipe b
dapat terjadi pada segala umur, walaupun secara historis kebanyakan episode terjadi sebelum
usia 2 tahun. Pada anak yang divaksinasi terhadap Haemophilus influenzae tipe b dan orang
dewasa, menigitis biasanya karena N.meningitidis dan S.Pneumoniae. Perubahan pertahanan
hospes karena cacat anatomik atau defisit imun menambah resiko menigitis dari patogen yang
kurang lazim seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcuss aureus, Staphylococcus
epidermidis, salmonella dan L.monocytogenes.
PENYEBAB TERSERING MENINGITIS BAKTERIALIS DIKAITKAN DENGAN USIA
0 – 3 minggu Streptococcus group BEscherichia coli
4 – 11 minggu Streptococcus group BStreptococcus pneumoniae
Spesies SalmonellaListeria monocytogenes
3bulan – 3 tahun Haemophilus influenzaeStreptococcus pneumoniae
Neisseria meningitidis>3 tahun Streptococcus pneumoniae
Neisseria meningitidisTabel 3. Penyebab meningitis bakterialis.7
Patogenesis
Meningitis bakteri paling sering diakibatkan oleh penyebaran mikroorganisme hematogen dari
tempat infeksi yang jauh; bakterimia biasanya mendahului meningitis atau terjadi bersamaan.
Kolonisasi bakteri nasofaring dengan kemungkinan mikroorganisme patogen merupakan
merupakan sumber bakterimia yang lazim. Penyebab tersering adalah invasi cepat paska
kolonisasi baru, namun bisa juga karena infeksi bakteri yang lama namun tidak bergejala.
22
Sebelum atau bersama infeksi virus saluran pernapasan atas dapat memperbesar patogenitas
meningitis penghasil bakteri.
H.influenzae tipe b dan meningokokus melekat pada reseptor sel epitel mukosa dengan pili.
Paska perlekatan pada sel epitel bakteri menerobos mukosa dan masuk ke sirkulasi.
N.meningitidis dapat diangkut melewati permukaan mukosa dalam vakuola fagosit paska
penelanan oleh sel epitel. Ketahanan hidup bakteri didalam darah diperkuat oleh kapsul bakteri
besar yang mengganggu opsonofagositosis dan disertai dengan bertambahnya virulensi. Cacat
perkembangan terkait hospes pada opsonofagositosis bakteri juga turut menyebabkan bakterimia.
Pada hospes nonimun muda cacat mungkin karena tidak adanya antibodi IgM atau IgG
antikapsul yang dibentuk sebelumnya, sedang penderita imunodefisien berbagai defisiensi
komponen komplemen atau sistem properdin dapat mengganggu opsonofagositosis yang efektif.
Aktivasi langsung sistem properdin tidak tergantung antibodi merupakan satu mekanisme yang
menetralkan pengaruh defisiensi antibodi dan sifat-sifat antifagosit kapsul bakteri. Disfungsi
limpa juga dapat mengurangi opsonofagositosis oleh sistem retikuloendotelial.
Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus khoroideus ventrikel lateralis dan meningen. Kemudian
bakteri bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela subarachnoid dan dengan cepat
memperbanyak diri karena kadar komplemen dan antibodi CSS tidak cukup untuk menahan
proloferasi bakteri. Faktor kemotaktik kemudian mendorong respon radang lokal yang ditandai
dengan infiltrasi sel polimorfonuklear. Adanya lipopolisakarida dinding sel bakteri (endotoksin)
bakteri gram negatif (H.influenzae tipe b, N.meningitidis) dan komponen-komponen dinding sel
penumokokus (asam teikhoat dan peptidoglikan) merangsang respon radang yang mencolok
dengan memproduksi lokal faktor nekrosis tumor, interleukin-1, prostaglandin E, dan mediator
radang sitokin lain. Respon radang berikutnya secara langsung terkait dengan adanya mediator
radang ini, ditandai oleh infiltrasi neutrofil, kenaikan permiabilitas vaskuler, perubahan sawar
darah otak, dan trombosis vaskuler. Radang akibat sitokin berlebihan berlanjut sesudah CSS
telah disterilkan dan diduga sebagian menyebabkan sekuele radang kronis meningitis purulenta.
Menigitis mungkin jarang menyertai infeksi bakteri dari fokus infeksi yang berdekatan,
misalnya, sinusitis paranasal, otitis media, mastoiditis, selulitis orbita, saluran sinus dermal,
osteomielitis kranial atau vertebral, trauma tembus kranial, atau meningimielokel. Meningitis
23
dapat terjadi selama endokarditis, pneumonia, atau tromboflebitismenigitis dapat juga akibat luka
bakar berat, kateter tetap, atau peralatan yang terkontaminasi.
Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan yang
dapat mengganggu mekanisme pertahanan mukosa sehingga memudahkan timbulnya infeksi
oleh organisme. Kolonisasi bakteri di nasofaring menghasilkan IgA protease yang dapat merusak
barier mukosa dan memungkinkan bakteri menempel pada sel epitel nasofaring. Bakteri akan
melewati sel-sel tersebut dan selanjutnya masuk ke aliran darah.
Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh tapi karena
bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagosit dan antikomplemen, maka bakteri
dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP. Bakteri melewati sawar darah otak lalu, mencapai
choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus sebagai akses masuk ke ruang
subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi di cairanserebrospinal karena cairan
tersebut kurang memiliki pertahanan seluler (komplemen, antibodi, sel fagosit).
Kerusakan otak terjadi akibat peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan komponen
dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian dinding bakteri gram negatif) dan asam teichoic (bagian
dinding bakteri gram positif) akan merangsang sel-sel endotel dan sel glial melepaskan
proinflamatory cytokines: TNF dan IL-1. Selanjutnya terjadi serangkaian proses inflamasi lanjut
sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak. Lekosit dan komplemen mudah masuk ke dalam
ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin mengakibatkanedema vasogenik di otak. Lekosit
dan mediator-mediator lain akan menyebabkan trombosis vena dan vaskulitis sehingga dapat
pula terjadi iskemik otak dan terjadi edema sitotoksik pada jaringan otak. Proses inflamasi lebih
lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal di granula arakhnoid yang
berakibat meningktakan tekanan intrakranial sehingga timbullah edema interstitial di otak
Ada beberapa tahap-tahap dalam proses terjadinya meningitis :
1. Mekanisme pertahanan didalam ruang subarakhnoid
Jika bakteri meningen patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, maka berarti
mekanisme pertahanan tubuh tidak adekuat. Pada umumnya didalam CSS yang normal,
kadar dari beberapa komplemen adalah negatif atau minimal. Inflamasi meningen
24
mengakibatkan sedikit peningkatan konsentrasi komplemen. Konsentrasi komplemen ini
memegang peranan penting dalam opsonisasi dari patogen meningen tidak berkapsul, suatu
proses yang penting untuk terjadinya fagositosis. Aktivitas opsonik dan bakterisidal tidak
didapatkan atau hampir tidak terdeteksi pada pasien dengan meningitis.
2. Induksi inflamasi ruang subarakhnoid.
Lipopolisakarida menyebabkan inflamasi melalui perannya dalam pelepasan mediator
inflamasi seperti IL-1 dan TNF ke dalam CSS.
3. Perubahan dari sawar darah otak
Perubahan dari permeabilitas sawar darah otak merupakan akibat dari vasogenic cerebral
edema, peningkatan volume CSS, peningkatan tekanan intrakranial dan kebocoran protein
plasma ke dalam CSS.
4. Peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial merupakan akibat dari kombinasi keadaan edema cerebri,
peningkatan volume CSS dan peningkatan dari volume darah cerebral
5. Perubahan dari cerebral blood flow
Abnormalitas dari cerebral blood flow disebabkan oleh peninggian tekanan intra kranial,
hilangnya autoregulasi, vaskulitis dan trombosis dari arteri, vena dan sinus cerebri.
25
Gambar 4. Patofisiologi Meningitis Purulenta. 5
F. Epidemiologi
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap patogen spesifik yang
lemah yang terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan; 95
% kasus terjadi pada umur bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur.
Risiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu
yang menderita penyakit invasif (rumah, pusat perawatan harian, sekolah asrama tentara), penuh
sesak, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan kemudan non ASI pada bayi usia
2-5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekresi atau droplet
saluran napas. Risiko meningitis bertambah pada penderita dengan dugaan bakterimia
tersembunyi, odd ratio nya lebiih besar menigokokus (85 kali), dari pada H.influenza tipe b (12
kali), relatif terhadap meningitis karena pneumokokus. Infeksi sistemik lain juga dapat disertai
dengan kenaikan risiko meningitis, seperti yang ditunjukan oleh hubungan meningitis dan
selulitis fasial karena H.influenzae tipe b pada anak dibawah umur 4 tahun. Cacat pertahanan
26
hospes spesifik karena produksi imunoglobulin yang berubah dalam responnya terhadap patogen
berkapsul dapat menyebabkan penambahan risiko meningitis bakteri yang ditemukan pada
penduduk Amerika dan Eskimo asli, sedang cacat sistem komplemen (C5-C8) disertai dengan
infeksi meningokokus berulang dan cacat sistem properdin disertai dengan risiko penyakit
meningokokus mematikan yang berarti. Disfungsi limpa (anemia sel sabit) atau asplenia (karena
trauma, cacat kongenital, pentahapan penyakit Hodgkin) disertai dengan kenaikan risiko
pneumokokus, dan H. Influenzae tipe b. Cacat limfosit T (kongenital, atau didapat karena
kemoterapi, sindrome imunodefisiensi didapat karena kemoterapi, AIDS atau keganasan) disertai
dengan kenaikan risiko infeksi L.monocytogenes SSS. Trauma tembus kranium dan infeksi shunt
CSS menaikan risiko meningitis karena stafilokokus (terutama spesies koagulase negatif) dan
bakteri kulit lain.
Streptococcus pneumonia. Risiko sepsis dan meningitis karena S.pneumoniae, setidak-tidaknya
sebagian tergantung pada serotip penginfeksi. Tenggorok dan nasofaring pengidap S.pneumonia
didapat dari kontak keluarga sesudah lahir, adalah sementara (2-4 tahun), sering disertai dengan
produksi antibodi homotip, dan jika baru (<1 bulan), merupakan faktor risiko untuk infeksi
serius. Insiden meningitis pneumokokus adalah 1-3 per 100.000; infeksi dapat terjadi selama
hidup. Risiko meningitis adalah 5-36 kali lebih besar pada anak kulit hitam dari pada kulit putih.
Pada anak kulit hitam dengan anemia sel sabit, insiden bertambah sampai lebih dari pada 300
kali insiden anak kulit putih. Sekitar 4% anak dengan anemia sel sabit akan mengalami
meningitis pneumokokus sebelum usia 5 tahun jika mereka tidak diberi antibiotik profilaksis.
Faktor risiko tambahan untuk menderita meningitis pneumokokus adalah bersama otitis media,
sinusitis, penumonia, otorrhea atau rhinorrhea CSS, splenektomi, dan penyakit cangkok-lawan-
hospes kronis paska-transplantasi sumsum tulang.
Neisseria meningitidis. Meningitis meningokokus dapat sporadis atau kasus dapat terjadi pada
epidemi. Bila tidak ada epidemi, kebanyakan infeksi karena grup B. Epidemi biasanya karena
grup A dan C. Kasus terjadi diseluruh tahun tersebut tetapi mungkin lebih lazim pada musim
dingin dan musim semi. Pengidap N.meningitidis nasofaring terjadi pada 1-15% orang dewasa.
Kolonisasi dapat berakhir beberapa minggu sampai beberapa bulan; kolonisasi baru yang
menempati anak yang lebih muda non imun berisiko lebih besar untuk menderita meningitis.
Insiden penyakit secara bersama terjadi dalam hubungan dengan indeks kasus pada keluarga
27
adalah 1%, suatu angka yang adalah 1000 kali risiko pada populasi umum.risiko kasus sekunder
yang terjadi pada kontak dipusat perwatan umum adalah sekitar 1 : 1000.
G. Manifestasi Klinis
Meningitis Haemophilus Meningitis Meningococcal Meningitis Pneumococcal
neonatus & anak didahului infeksi
telinga dan saluran pernafasan atas
onset: tiba-tiba & singkat
prognosis pada umumnya baik
mortalitas <5%
anak & dewasagejala penyerta: delirum dan
stupor dalam hitungan jam; petekie, purpura, & ekimosis; terdapat syok sirkulasi, DIC; terutama jika sedang terjadi wabah epidemik dimana kuman terdapat di nasofaring
onset gradual prognosis baik
onset tiba-tiba + septikemia prognosis buruk
mortalitas 10%
dewasa didahului oleh infeksi pada
paru, telinga, sinus, atau katup jantung
dicurigai pada penderita yang alkoholik, splenektomi, meningitis bakterial yang rekuren, sickle cell anemia, dan fraktur tulang tengkorak basiler
prognosis biasanya buruk bila diikuti koma, kejang, dan peningkatan protein CSS
mortalitas 20%
• Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, kaku kuduk
• Manifestasi klinis dari meningitis bakterialis dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
– tanda neurologis : gangguan kesadaran, kelumpuhan saraf kranial, defisit neurologis
fokal, dan kejang
– tanda meningen : kaku kuduk, Kernig sign, Laseque sign, dan Brudzinski sign
• Iritasi dan kerusakan saraf kranial: selubung saraf yang terinflamasi
- N. II : papil edema, kebutaan
- N. III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia
- N. V : fotofobia
- N. VII : paresis fasial
- N. VIII : ketulian, tinnitus, dan vertigo
28
• Pusat muntah teriritasi: muntah yang proyektil
• Kebingungan dan penurunan respon
• Meningitis meningococcal: petekie, rash purpura (Sindroma Waterhouse-Friedrechsen)
Mulainya meningitis akut mempunyai dua pola dominan. Mulai mendadak, dengan cepat
manifestasi syok progresif, purpura, koagulasi intravaskuler tersebar, dan tingkat kesadaran
menurun progresif, dan sering menunjukan sepsis meningokokus mematikan dengan menigitis;
manifestasi ini dapat berkembang menjadi kematian dalam 24 jam. Meningitis H.influenzae tipe
b dan pneumokokus biasanya tidak menyebabkan perburukan dengan cepat, biasanya didahului
oleh gejala saluran pernafasan dan saluran cerna dalam beberapa hari.
Tanda dan gejala meningitis yang terkait dengan tanda nonspesifik disertai dengan infeksi
sistemik atau bakterimia dan manifestasi spesifik iritasi meningeal dengan radang SSS. Tanda-
tanda nonspesifik seperti demam (ada pada 90-95 %), anoreksia, gejala infeksi saluran
pernafasan atas, mialgia, artralgia, takikardi, hipotensi dan berbagai tanda-tanda kulit, seperti
petekie, purpura, atau ruam makular eritematosa. Iritasi meningeal tmpak seperti kaku kuduk,
nyeri pinggang, Kernig sign, dan Brudzinski sign. Pada beberapa anak, terutama yang berusia
kurang dari 12-18 bulan, tanda-tanda ini tidak nyata. Kenaikan intrakranial dikesankan oleh nyeri
kepala, muntah, fontanela cembung, atau diastasis (pelebaran) sutura, paralisis saraf okulomotor
atau abdusen, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap dikortikasi atau
diserebrasi, stupor, koma atau tanda-tanda herniasi. Papil edema tidak lazim pada meningitis
yang tidak terkomplikasi dan akan mengesankan proses lebih kronis, seperti adanya abses
intrakranial, empiema subdural, atau penyumbatan sinus venosus dura.
Tanda-tanda neurologis setempat biasanya karena penyumbatan vaskuler. Neuropati kranial saraf
okuler, okulomotorius, abdusen, fasialis, dan auditorius juga juga dapat karena radang setempat.
Keseluruhan sekitar 10-20% anak dengan menigitis bakteria mempunyai tanda-tanda lokal.
Frekuensi ini bertambah sampai >30% pada meningitis pneumokokus, karena bakteri ini
cenderung merangsang respon radang yang hebat.
Kejang-kejang baik lokal maupun menyeluruh karena serebritis, infark, atau gangguan elektrolit,
ditemukan pada penderita dengan meningitis. Hal ini lebih sering ditemukan pada penderita
dengan meningitis influenzae dan pneumokokus daripada mereka dengan infeksi meningokokus.
29
Kejang-kejang yang terjadi pada saat datang atau dalam 4 hari pertama dari mulainya biasanya
tidak berarti prognostik. Kejang-kejang yang menetap sesudah hari keempat sakit dan mereka
yang sulit diobati dihubungkan dengan prognosis yang jelek.
Perubahan status mental dan tingkat kesadaran yang berkurang adalah lazim pada penderita
dengan meningitis dan mungkin karena kenaikan tekanan intrakranial, serebritis atau hipotensi;
manifestasi termasuk iritabilitas, letargi, stupor, kurang kesadaran dan koma. Penderita koma
memiliki prognosis yang jelek; tanda ini ditemukan lebih sering pada infeksi pneumokokus atau
meningokokus daripada pada meningitis karena H.influenza. manifestasi tambahan meningitis
adalah fotofobia dan corengan meningitis, yang diperoleh dengan mengusap kulit dengan objek
tumpul dan mengamati corengan merah yang muncul dalam 30-60 detik.
Pada Dewasa dan Anak-Anak
• Tanda klinis awal: demam, nyeri kepala, kekakuan leher, konvulsi umum dan gangguan
kesadaran.
• Tanda Kernig Laseque tidak selalu muncul.
• Diagnosa sulit: demam dan sakit kepala, atau hanya gejala nyeri di leher atau abdomen
atau keadaan febris dengan kebingungan dan delirium, sedangkan gejala kaku kuduk
belum muncul.
• Pada anak-anak: infeksi subakut yang memburuk beberapa hari setelah infeksi telinga
atau infeksi saluran pernafasan atas, atau sebagai infeksi fulminan akut .
• Pada lansia: subfebris dengan kebingungan atau perubahan perilaku yang ringan.
Pada Bayi dan Neonatus
• Tanda dan gejala dapat tidak terlihat dan non-spesifik .
• Tanda awal: subfebris dan perubahan perilaku ringan demam tinggi, letargi,
iritabilitas, hipotermi, kejang, menonjolnya fontanel, malas menyusu, muntah, dan
respiratory distress dapat terjadi.
• Tanda iritasi meningen pada akhir perjalanan penyakit.
30
• Dapat ditemukan efusi subdural unilateral maupun bilateral. Umur yang muda, evolusi
penyakit yang cepat, jumlah PMN yang rendah, dan peningkatan protein yang bermakna
pada CSS berhubungan dengan pembentukan efusi.
H. Penatalaksanaan
Prinsip terapi meningitis bakterialis adalah :
– Rawat inap dan antibiotik parenteral
– Terapi optimal antibiotika golongan bakterisidal yang dapat masuk ke cairan
serebrospinal.
– Lama pemberian antibiotika minimal tidak diketahui secara pasti, tetapi jika bakteri
penyebab adalah S. pneumoniae, H. infuenzae, N. meningitidis secara praktis diberikan
paling kurang selama 10 hari atau paling kurang 7 hari setelah bebas demam. Bila
dilakukan pembedahan maka antibiotika dilanjutkan sampai paling kurang 72 jam paska
pembedahan. Jika bakteri penyebab adalah organisme kurang sensitif seperti kuman gram
negatif enterik, L. monocytogenes, Streptococcus grup B, atau setelah trauma maupun
pembedahan, pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 2-3 minggu atau lebih lama.
– Pada kasus yang sulit dimana kuman penyebabnya relatif sulit dibasmi, seperti kuman
batang gram negatif enterik, Listeria, S. aureus, maka lumbal punksi harus dilakukan 72
jam setelah pemberian antibiotika. Dilakukan pemeriksaan jumlah sel, hitung jenis, kadar
protein dan glukosa CSS serta kultur untuk memastikan apakah CSS sudah steril atau
belum.
– Jika kuman penyebabnya relatif sensitif terhadap antibiotika yang menembus sawar darah
otak dengan baik seperti Streptococcus sp., N. meningitidis, dan pemeriksaan H.
influenzae, CSS seharusnya sudah steril setelah 24 jam pemberian antibiotika dan
pemeriksaan hitung jenis didominasi oleh sel MN, walaupun kadar protein masih tetap
tinggi dan kadar glukosa masih tetap rendah selama 2 minggu atau lebih. Bila hasil kultur
setelah 72 jam terapi masih dijumpai kuman, maka terapi antibiotik harus diganti atau
diberikan antibiotik intratekal. Ini bisa menunjukkan bahwa fokus infeksi
parameningennya masih ada.
31
– Pemberian obat dosis tinggi harus berhati-hati dan diperlukan pemeriksaan fungsi hati,
ginjal atau hematologinya.
– Obat antibiotika yang kemampuan menembus sawar darah otaknya rendah sebaiknya
tidak digunakan.
Terapi inisial:
– Neonatal (<1 bulan): ampisilin + aminoglikosida dan sefalosporin
– Anak-anak (<5 thn): ampisilin + sefalosporin
– Dewasa : penisilin G, atau sefalosporin
– Pasien imunokompromis: ampisilin dan sefalosporin
Organisme Antibiotik Anak-anak(mg/kgBB/hr)
Dewasa Terapi alternatif
Haemophilus Kloramfenikoldan/atau cefotaxime
100200
2-4 g/hr6-12 g/hr
AmpisilinCefuroxime
Pneumococcus Benzil penicilin 180 20 juta units KloramfenikolCefotaximeCefuroxime
Meningococcus Benzil penicilin 180 20 juta units KloramfenikolCetatamine
E. coli Cefotaxime 200 6-12 g/hr AmpisilinGentamisin
Listeria sp. Ampisilin ± Gentamisin
2005-7
8 g/hr5-7 mg/kgBB/hr
KloramfenikolCotrimoxasole
Tabel 5. Pemilihan obat. 9
• Pemberian steroid: dexametason 10 mg setiap 6 jam, dimulai sebelum atau bersama
dosis pertama antibiotik.
Obat anti inflamasi :
- Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
32
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
- Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.
Pengobatan simtomatis :
- Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
- kemudian pasien dilanjutkan dengan Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
- Turunkan panas : Antipiretika ( parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis).
Pengobatan suportif :
- Cairan intravena.
- Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi, pengetahuan tentang
pola resistensi obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara empiris misalnya pada anak-
anak (sefalosporin generasi ketiga atau ampisilin beserta kloramfenikol), pada dewasa (penisilin
dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orang tua (ampisilin dan sefalosporin generasi
ketiga).
Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera diberikan walaupun
bakteri penyebab masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik yang diberikan harus dapat
menembus sawar cairan serebrospinal, diberikan dalam dosis yang adekuat serta sensitif terhadap
bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi).
Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol masih sangat
efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu penuh.
Obat Utama Obat AlternatifNeonatus Ampisilin + Gentamisin
Ampisilin + SeftriaksonVankomisin + Gentamisin
Bayi dan anak-anak Ampisilin + KloramfenikolAmpisilin + Seftriakson Eritromisin + Kloramfenikol
Dewasa Ampisilin + Seftriakson
33
Infeksi operasi bedah saraf Vankomisin + Seftazidim Vankomisin + GentamisinKarena fraktur tengkorak atau kebocoran LCS Vankomisin + Seftazidim
Ampisilin + Seftazidim
Eritromisin + Kloramfenikol
Keadaan imunosupresi atau keganasan
Eritrimosin/Vankomisin +Kloramfenikol
Tabel 6. Jenis jenis obat. 7
I. Pencegahan
Untuk beberapa penyebab meningitis, profilaksis dapat diberikan dalam jangka panjang dengan
vaksin, atau dalam jangka pendek dengan antibiotik.
Sejak 1980-an, banyak negara telah menyertakan imunisasi Haemophilus influenzae tipe B
dalam skema vaksinasi rutin masa kanak-kanak mereka. Hal ini praktis telah dieliminasi patogen
ini sebagai penyebab meningitis pada anak-anak di negara-negara. Di negara-negara di mana
beban penyakit tertinggi, namun, vaksin masih terlalu mahal. Demikian pula, imunisasi terhadap
gondok telah menyebabkan penurunan tajam dalam jumlah kasus gondok meningitis, yang
sebelum vaksinasi terjadi pada 15% dari semua kasus gondok.
Vaksin meningokokus ada terhadap kelompok A, C, W135 dan Y. Di negara-negara dimana
vaksin untuk meningococcus grup C diperkenalkan, kasus yang disebabkan oleh patogen ini
telah menurun secara substansial. Sebuah vaksin quadrivalent sekarang ada, yang
menggabungkan keempat vaksin. Imunisasi dengan vaksin ACW135Y terhadap empat strain
sekarang menjadi persyaratan visa untuk mengambil bagian dalam ibadah haji. Pengembangan
vaksin meningokokus grup B telah terbukti jauh lebih sulit, seperti protein permukaannya (yang
biasanya akan digunakan untuk membuat vaksin) hanya menimbulkan respon yang lemah dari
sistem kekebalan tubuh, atau cross-bereaksi dengan protein manusia normal. Namun, beberapa
negara (Selandia Baru, Kuba, Norwegia dan Chili) telah mengembangkan vaksin terhadap strain
lokal dari kelompok B meningokokus, beberapa telah menunjukkan hasil yang baik dan
digunakan dalam jadwal imunisasi lokal.
Vaksinasi rutin terhadap Streptococcus pneumoniae dengan vaksin konjugasi pneumokokus
(PCV), yang aktif terhadap tujuh serotipe umum dari patogen ini, secara signifikan mengurangi
insiden meningitis pneumokokus. Vaksin polisakarida pneumokokus, yang mencakup 23 strain,
34
hanya diberikan dalam kelompok-kelompok tertentu (misalnya mereka yang memiliki sebuah
splenektomi, operasi pengangkatan limpa), tetapi tidak mendapatkan respon kekebalan yang
signifikan dalam semua penerima, anak kecil misalnya.
Anak vaksinasi dengan Bacillus Calmette-Guerin telah dilaporkan secara signifikan mengurangi
tingkat meningitis tuberkulosis, namun efektivitasnya memudar dalam masa dewasa telah
mendorong pencarian untuk vaksin yang lebih baik.
Jangka pendek profilaksis antibiotik juga metode pencegahan, terutama meningitis
meningokokus. Dalam kasus meningitis meningokokus, pengobatan profilaksis kontak erat
dengan antibiotik (misalnya rifampisin, siprofloksasin atau ceftriaxone) dapat mengurangi risiko
tertular kondisi, tetapi tidak melindungi terhadap infeksi di masa depan.10
Tingkat pencegahan meningitis dapat diupayakan melalui primary prevention (pencegahan
primer atau utama), secondary prevention (pencegahan sekunder), tertiary prevention
(pencegahan tersier). Tingkat pencegahan meningitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Primary Prevention Primary prevention (pencegahan primer), terdiri atas: health
promotion (promosi kesehatan) dan specific protection. a. Health Promotion (promosi
kesehatan), merupakan tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan pada saat
masyarakat atau individu masih dalam keadaan sehat. Seseorang tersebut diberi
penjelasan tentang kesehatan dan pencegahan penyakit meningitis serta penyakit lainnya.
Agar seseorang atau individu tersebut tidak terserang penyakit meningitis dan penyakit
lainnya. Tujuan dari promosi kesehatan (health promotion) ini adalah memberikan
pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang
sehat dari penyakit meningitis dan penyakit lainnya. Sebagai contoh pada penyakit
meningitis health promotion (promosi kesehatan) dapat dilakukan dengan cara pemberian
makanan yang bergizi sehat dan seimbang serta penyediaan sanitasi lingkungan yang
baik agar tidak terserang penyakit meningitis. b. Specific Protection, merupakan suatu
tindakan pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap ancaman agen penyakit
atau pembawa penyakit tertentu. Tujuan dari specific protection ini adalah sebagai
perlindungan khusus terhadap ancaman seperti penyakit.
35
Tindakan atau upaya pencegahan penyakit berdasarkan specific protection ini adalah:
a. Melakukan imunisasi spesifik
b. Pemberian makanan khusus
c. Perlindungan terhadap ancaman penyakit alat kerja (helm, sepatu boot dll)
d. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik
e. Melindungi atau menghindari terhadap zat-zat allergen.
Salah satu contoh dari specific protection ini adalah melakukan perlindungan seperti
menjaga kesehatan lingkungan atau menjaga kebersihan alat-alat yang kita gunakan agar
terhindar dari bakteri dan virus yang bisa menyebabkan penyakit meningitis.
2. Secondary Prevention Secondary prevention (pencegahan sekunder) , terdiri atas early
diagnosis and prompt treatment (diagnosa awal dan perlakuan yang tepat) dan disability
limitation (ketidakmampuan yang terbatas):
a. Early diagnosis and Prompt Treatment (diagnosa awal dan perlakuan yang tepat), Suatu
tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan saat awal sakit suatu penyakit. Tujuan dari
early diagnosis and prompt treatment ini adalah sebagai upaya untuk menghentikan
penyakit pada waktu permulaan dan agar penyakit tidak menjadi lebih parah lagi.
Tindakan atau upaya kesehatan berdasarkan early diagnosis and prompt treatment ini
adalah:
1) Upaya penemuan kasus (case finding) secara aktif dan pasif.
2) Survey kesehatan
3) Monitoring dan survaeylance epidemiologis
4) Screening survey
5) Pemeriksaan selektif dan periodik (general check up) salah satu contoh dari easy
diagnosis and prompt treatment adalah pemeriksaan pada penderita penyakit meningitis
36
untuk segera diobati agar tidak mengakibatkan penyakit meningitis yang tambah parah
lagi.
b. Disability Limitation (ketidakmampuan yang terbatas), Suatu tindakan atau upaya
kesehatan yang dilakukan dalam taraf penyakit sudah nyata dan lanjut. Tujuan dari
disability limitation ini adalah agar penyakit yang diderita tidak tambah parah lagi, agar
penderita tidak meninggal dunia, agar penderita tidak cacat yang menetap dan agar
penyakit yang diderita tidak menjadi penyakit yang menaun (tahunan). Tindakan atau
upaya kesehatan berdasarkan disability limitation ini adalah: 1) Pengobatan atau
melakukan terapi yang akurat 2) Menekan munculnya komplikasi berbagai penyakit salah
satu contoh dari disability limitation ini adalah apabila seorang terserang penyakit
meningitis dan sakitnya sudah lama diderita dan salah satu pengobatannya adalah dengan
terapi agar penderita penyakit meningitis ini tidak cacat yang menetap.
3. Tertiary Prevention Rehabilitation, suatu tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan dalam
taraf pemulihan (recovery) terhadap suatu penyakit tertentu. Tujuan dari rehabilitation ini adalah
o Agar penderita dapat berfungsi seperti sebelum sakit
o Agar penderita dapat produktif lagi
o Agar penderita dapat bersosialisasi lagi dengan lingkungan rumah, masyarakat
dan sekolah.
o Agar penderita dapat bekerja kembali.
Tindakan atau upaya kesehatan yang dilakukan berdasarkan rehabilitation ini adalah:
1) Fisioterapi yaitu rehabilitasi fisik
2) Psikoterapi yaitu rehabilitasi kejiwaan
3) Vocational therapy yaitu rehabilitasi profesi
4) Sosial terapi yaitu rehabilitasi social
5) Rehabilitasi aesthetis yaitu rehabilitasi kecantihan rehabilitasi bersifat
multidisiplin.
37
Penderita dapat lebih percaya diri fisik segar dan bugar, keluarga atau masyarakat dapat
menerima kehadirannya kembali. Salah satu contoh dari rehabilitation ini adalah apabila
penderita penyakit meningitis sudah melakukan pengobatan dan terapi ada akhirnya penderita
sembuh dan harus melakukan rehabilitasi kepada diri sendiri agar dia dapat percaya diri dan
dapat bersosialisasi kembali terhadap lingkungannya.
J. Komplikasi
Selama pengobatan, komplikasi meningitis karena pengaruh infeksi CSS atau sistemik adalah
lazim. Komplikasi neurologis termasuk kejang-kejang, kenaikan tekanan intrakranial,
kelumpuhan saraf kranial, stroke, trombosis sinus venosus dura, dan efusi subdura.
Kumpulan cairan dalam sela subdural terjadi pada 10-30 % penderita meningitis dan tidak
bergejala pada 85-90% penderita. Efusi subdural terutama lazim pada bayi. Efusi subdural
bergejala dapat menyebabkan pencembungan fontanela, pelebaran sutura, pembesaran lingkaran
kepala, muntah, kejang-kejang, demam dan hasil transiluminasi kranial abnormal. Namun
banyak dari manifestasi ini juga ada pada penderita meningitis tanpa efusi subdural. CT scan
akan memperkuat diagnosis efusi subdural. Bila ada kenaikan intrakranial atau penurunan tingkat
kesadaran, efusi subdural bergejala harus diobati dengan aspirasi melalui pembukaan fontanela.
Demam saja tidak merupakan indikasi untuk aspirasi.
Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (syndrome of inapropriate secretion of
antidiuretik hormon SIADH) terjadi pada kebanyakan meningitis, menimbulkan hiponatremia
dan penurunan osmolalitas serum pada 30-50%. Ini dapat memperburuk udem serebral atau
secara tidak tergantung menimbulkan kejang-kejang hiponatremia. Kemudian dalam perjalanan
terapi, diabetes insipidus sentral dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi hipotalamus atau
pituitaria.
Demam biasanya sembuh lebih awal pada penderita dengan penyakit meningokokus atau
pneumokokus daripada pada penderita meningitis H.influenzae. pada hari ke-6 terapi lebih dari
90% penderita meningitis menigokokus atau pneumokokus tidak demam dibanding dengan 70%
penderita dengan H.influenzae. demam yang lama (>10hari) ditemukan pada 15% penderita
meningitis H.influenzae, 9% menigitis pneumokokus dan 6% meningitis meningokokus. Demam
38
yang lama biasanya karena diikuti oleh infeksi virus, bakteri nasokomial, tromboflebitis, atau
reaksi obat. Perikarditis atau artritis dapat terjadi pada penderita dengan meningitis. Keterlibatan
tempat-tempat ini dapat akibat dari penyebaran bakteri atau dari pengendapan kompleks imun.
Pada umunya perikarditis atau artritis infeksiosa terjadi lebih awal dalam perjalanan pengobatan
dari penyakit yang diperantarai imun. Demam sekunder merujuk pada pemunculan kembali
kenaikan suhu sesudah interval tidak demam. Infeksi nasokomial terutama penting untuk
dipikirkan pada evaluasi penderita ini.
Trombositosis, eosinofilia dan anemia dapat timbul selama terapi untuk meningitis. Anemia
dapat karena hemolisis dan palin sering ditemukan pada penyakit H.influenzae. Pilihan lain,
anemia dapat terjadi karena supresi sumsum tulang. DIC sering disertai dengan progresifitas
yang cepat dan dittemukan paling sering pada penderita dengan syok dan purpura (purpura
fulminan). Kombinasi endotoksemia dan hipotensi berat mencetuskan kaskade koagulasi; dan
bersama trombosis dapat menimbulkan gangren perifer simetris.
Kejadian meningitis berulang jarang tetapi mempunyai tiga pola yang berbeda. Rekrudesens
adalah pemunculan kembali infeksi selama terapi dengan antibiotik yang tepat. Biakan CSS yang
menunjukan pertumbuhan bakteri yang telah menjadi resisten terhadap antibiotik. Kumat
(relapse) terjadi antara 3 hari dan 3 minggu sesudah terapi dan menggambarkan infeksi bakteri
menetap pada SSS (empiema subdural, ventrikulitis, abses otak)
atau tempat lain (mastoid, osteomielitis kranial, infeksi orbita). Kumat sering akibat dari pilihan,
dosis,atau lama terapi antibiotik yang tidak sesuai. Berulang (recurrence) adalah kejadian
meningitis baru karena reinfeksi dengan spesies bakteri yang sama atau patogen piogenik lain.
Meningitis berulang memberi kesan adanya komunikasi anatomik didapat atau kongenital antara
CSS dan tempat mukokutan. Cacat imunitas juga memberi kecenderungan meningitis berulang.
K. Prognosis
- Tergantung pada agen penyebab yang bersangkutan
- Haemophilus influenza: pada umumnya baik, tingkat mortalitas < 5%
- Meningococcal meningitis: Onset bertahap dengan prognosis baik. Onset tiba-tiba prognosis
kurang baik. Tingkat mortalitas keseluruhan mendekati 10%.
39
- Pneumococcal meningitis: Onset mungkin saja sangat mendadak, progresif dan kematian
dapat terjadi dalam beberapa jam. Tingkat mortalitas 20%. Prognosis buruk apabila terdapat
koma, seizure, dan hitung jenis yang teramat rendah pada cairan serebrospinal.
- Aseptic meningitis (viral): prognosis sangat baik.
- Bacterial meningitis: risiko kematian meningkat apabila..
a. Penurunan tingkat kesadaran sewaktu admission
b. Onset seizure selama 25 jam dari sejak admision
c. Ada tanda-tanda TTIK
d. Usia muda (bayi) atau usia tua (>50tahun)
e. Adanya kondisi komorbiditas termasuk syok dan/atau perlunya pemasangan
mechanical ventilation
f. Keterlambatan dalam penanganan dini
Bab III
Kesimpulan
Suatu radang selaput adalah suatu penyakit yang gejala awalnya bias sangat menipu, sangat tidak
khas dan 99% dari penderita tidak terdeteksi pada saat gejala awal, akan tetapi jika gejala khas
sudah muncul seperti kejang, maka yang penting dalam penanganan adalah 6 Golden Hours,
yaitu dalam waktu 6 jam sudah teratasi semua gejala simtomatik dan sudah diberi antibiotic.
Sampai saat ini pencegahnnya masih berupa vaksin, dan prognosisnya masih tergantung kepada
waktu penanganan.semakin cepat semakin baik.
40
Daftar Pustaka
1. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi 15.
Jakarta: EGC; 2000.
2. Kesadaran. 24 Maret 2009. Diunduh dari http://doctorology.net/?p=65, 8 Januari 2012.
3. Duderstadt KG. Pediatric physical examination. California: Elsevier; 2006.
4. Meningitis. Diunduh dari http://www.medscape.com/viewarticle/484130_6, 8 Januari 2012.
5. Meningitis and meningeal sign. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/9587.htm, 8 Januari 2102.
6. CSF analysis. Diunduh dari http://naturalwaysofliving.blogspot.com/2009/10/in-what-form-
water-exists-in-our-body_28.html, 8 Januari 2012.
7. Latief A. Hot topics in pediatric. Jakarta: FKUI; 2007
8. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA, Lange medical microbiology.
25th edition. USA: Mc Graw Hill Medical; 2010.
9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
10. Pencegahan meningitis. Diunduh dari http://www.news-medical.net/health/Meningitis-
Prevention-(Indonesian).aspx, 9 Januari 2012.
41