Upload
rizaldo-tmc
View
189
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENATALAKSANAAN STATUS ASHMATIKUS
PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit inflamasi kronis yang ditandai oleh penyempitan bronkus,
hipersekresi mukus yang reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Keadaan ini pada
orang-orang yang menderita asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsang, hal ini
menandakan suatu keadaan hipereaktivitas bronkus yang khas.
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri
dari spasme otot polos, edema paru, infiltrasi sel-sel radang dan hipersekresi mukus yang
kental. Mobilisasi sekret pada lumen dihambat oleh penyempitan dari saluran pernafasan
dan pengelupasan sel epitel bersilia, yang dalam keadaan normal membantu
membersihkan mukus.
Gejala awal tersebut dapat hilang dengan sendirinya, atau dapat berlanjut dan
menjadi berat walaupun diberi pengobatan dan mengakibatkan timbulnya tanda-tanda
asfiksi, yang demikian dikenal sebagai status ashmatikus. Sebagian besar serangan
asma dapat pulih kembali secara spontan baik dengan atau tanpa obat.
SUBKELOMPOK ASMA
Asma harus dibedakan dengan dua keadaan yakni bronkitis kronik, yaitu kelainan
yang ditandai oleh hipersekresi bronkus secara terus-menerus dan emfisema, dimana
hilangnya jaringan penunjang paru-paru menyebabkan penyempitan saluran pernafasan
yang terutama dirasakan menyolok saat mengeluarkan nafas. Walaupun atofi selalu siap
menyerang penderita asma bronkial pada berbagai keadaan, tetapi pada sejumlah besar
penderita asmatik sulit ditemukan faktor alergi, sekalipun pada penderita-penderita ini
telah dilakukan penelitian yang melelahkan.Penderita-penderita semacam ini, termasuk
bayi-bayi dan juga mereka yang berusia pertengahan dan orang dewasa lain sering kali
disebut menderita asma idiopatik ( tidak dapat diterangkan).
Yang sangat umum klasifikasinya didasrkan pada faktor-faktor etiologi , variasi
klinik dan implikasi pengobatan, antara lain:
1. Extrinsic Ashtma.
Sering dinamakan asma allergi. Ciri yang khas dari penderita asma allergi ini adalah
adanya serangan yang mendadak bronkospasme yang dapat pulih kembali dengan
adanya sesak nafas dan nafas berbunyi disertai gangguan pernafasan setelah
terjadinya paparan dengan bahan allergen penyebab. Reaksi kulit terhadap allergen
pencetus amat mencolok (tepung sari, susu, obat-obat tertentu , sea food dan bulu
hewan), kadar immunoglobulin E dan sel radang eosinofil darah tepi tinggi. Uji kulit
(skin test) positif. Respon terhadap pengobatan asma ekstrinsik umumnya baik.
2. Intrinsic Ashtma.
Faktor infeksi salauran pernafasan sering sebagai penyebab, karenanya bentuk asma
ini disebut infective asma atau idiopathic asma. Pada serangan akut sering sukar
dibedakan dengan asma ektrinsik walaupun dahak purulent dan batuk berat lebih
sering ditemukan pada asma infektif. Tes kulit negatif, IgE dan jumlah sel radang
eosinofil darah tepi normal. Pengobatan pada asma intrinsik ini tidak sepenuhnya
efektif artinya respons terhadap pengobatan tidak memuaskan, dan prognosenya dan
cenderung menjadi batuk kronis dengan pembentukan dahak.
3. Mixed Ashtma.
Diduga ada campuran asma allergi dan asma infektif, yang sangat sering dijumapai
pada penderita. Pada tipe campuran ini didapatkan dua subtipe yaitu Chronic
Ashmatic Bronchitis dan Ashtma Aspirin Sensitivity and Nasal Polyposis.
4. Exercise induced ashtma.
Sering disebabkan oleh latihan sedang sampai berat, utamnya pada penderita atopi
muda, timbul setelah latihan tersebut. Pengobatanyya dengan menghindari olahraga
berat, atau mengkonsumsi bronkodilator atau kombinasi bronkodilator dengan
sodium kromoglikat atau kortikosteroid.
5. Status Ashmaticus.
Merupakan bentuk asma yang secara klinik berada pada tingkat yang sangat berat
(menetap paling sedikit 2 jam) yang dengan pengobatan standard tidak ada
perbaikan. Ini merupakan keadaan gawat darurat penyakit paru dan bila
pengobatannya tidak adekuat dapat menimbulkan kematian akibat hipoksia atau
asidosis respirasi.
PATOGENESA
Masuknya bahan allergen ke dalam saluran pernafasan akan mengakibatkan
reaksi antara allergen dengan immunoglobulin E. Terjadi pelepasan bahan-bahan
mediator dari sel mast yang berakibat terjadinya keradangan di mukosa dan
submukosa bronkus sehingga timbul kontraksi otot polos bronkus, edema paru,
infiltrasi sel-sel radang dan hipersekresi mukus yang kental.
GEJALA KLINIS
Penderita mengeluh sesak nafas kumat-kumatan, dada terasa berat, sukar
bernafas dpat disertai batuk dengan atau tanpa dahak. Gejala demikian ada yang
timbul mungkin satu tahun sekali atau dua kali, tiap bulan sekali, satu minggu sekali,
atau timbul tiap hari.
Keluhan timbul umumnya setelah melakukan aktifitas, menghirup allergen,
makan, minum, ketawa, marah, sakit flu, batuk , atau olahraga.
Bentuk dada dapat normal apabila gejala jarang timbul dan dapat cembung
apabila gejala sering muncul dan berlangsung lama. Perabaan dada normal, ruang
antar iga normal, perkusi juga normal. Auskultasi terdengar wheezing ekspirasi dan
kadang-kadang ada ronkhi. Gambaran radiologi umumnya normal, bila ada infeksi
dapat ditemui konsolidasi. Dapat juga didapatkan gambaran kolap paru bila terjadi
komplikasi pneumothoraks, atau adanya pneumomediastinum.
Pada suara serangan suara nafas berbunyi, posisi penderita duduk membengkok
ke depan dengan kedua tapak tangan tertumpu pada kursi, wajah berkeringat dan
flushing, pergerakan cuping hidung dan bibir dan ujung jari kebiruan (cyanosis).
Otot pernafasan membesar. Pada pemeriksaan dahak (sputum) secara makroskopis
suatu mukus jernih atau kekuningan, pada pemeriksaan mikroskopis nampak adanya
sel radang eosinofil, neutrofil, makrofag, sel epitel mukosa saluran nafas, spiral dari
Chrussman dan gerombulan sel radang (Charcote-Leyden body).
Tingkat
Asma
Serangan Serangan
malam hari
Faal Paru Pengobatan pelega
(reliever dan controller
Mild
Intermitten
- ≤ 2x dalam
seminggu
- asimtomatik, faal
paru normal diluar
serangan
- ≤ 2x dalam
satu bulan
- FEV1 atau
PEFR ≥ 80%
- PEF
variabilitas <
20%
- short acting
bronchodilator beta-2
agonis
- controller anti inflamasi
steroid dosis rendah
Mild
Persistent
- keluhan > 2x
seminggu
- eksaserbasi bila
ada aktivitas
- dalam satu
bulan > 2x
- FEV1 atau
PEF = 80%
- Variabel PEF
20-30%
- Short acting
bronchodilator beta-2
agonis
Moderate
Persistent
- tiap hari
- tiap hari
menggunakan
short acting
bronchodilator
beta-2 agonis
- eksaserbasi akibat
aktivitas
- eksaserbasi >
2x/minggu
- lebih satu
kali dalam
satu
minggu
- FEV1 atau
PEF ≥ 60%≤
80%
- Variabilitas
PEF > 30%
- Short acting
bronchodilator beta-2
agonis
- controller inhalasi anti
inflamasi steroid dosis
sedang
Severe
Persistent
- setiap hari
- aktivitas terbatas
sering
- kumat/eksaserbasi
- sering - PEF dan
FEV1 ≤ 60
- short acting
bronchodilator beta-2
agonis
- sebagai controller
ditambah anti inflamasi
steroid dosis tinggi
serta aminofilin lepas
lambat
DIAGNOSIS BANDING
Karena asma bronkial lebih merupakan gambaran respon abnormal daripada
suatu penyakit, maka diagnosis banding asma bronkial memerlukan perhatian pada
bentuk klinis dan faktor-faktor utama dari sindrom ini, serta perbedaan asma dari
gangguan obstruksi saluran pernafasan lainnya. Kadang-kadang orang yang berada
dalam ketegangan psikis bernafas berlebihan, serta anak-anak yang bernafas dengan
suara keras yang sebenarnya ada pembesaran adenoid, leher pendek, atau gangguan
pada epiglotis dapat dicurigai asma, disfungsi otot-otot laryng juga dapat
menyempitkan saluran nafas. Pada orang dewasa, setidak-tidaknya hipereaktifitas
saluran pernafasan sering dapat dikesampingkan dengan memperlihatkan respon tes
yang normal terhadap inhalasi metakolin, sedangkan pada anak-anak persoalan ini
dapat dipecahkan dengan pemeriksaan yang telitidan meredanya gejala-gejala dan
adanya perkembangan keadaan setelah beberapa lama. Namun, pada tiap umur,
pengaruh benda asaing atau pertumbuhan tumor pada bronkus (maupun laring) dapat
mengakibatkan mengi difus yang mirip asma.
Obstruksi berat saluran pernafasan yang mampu menimbulkan gagal pernafasan
dan berhubungan dengan demam merupakan gambaran khas pada bronkhiolitis pada
anak kecil. Penyakit ini sering kambuh dan sering timbul sebagai akibat infeksi virus
syncytial. Radang lokal yang berat menimbulkan obstruksi pada bagian distal saluran
nafas kecil.
Suatu gambaran menyolok dapat terjadi pada penderita-penderita yang kadang-
kadang menunjukkan gejala asma allergi disertai adanya pertumbuhan jamur
Aspergillus fumigatus dalam lumen bronkiolus mereka. Walaupun sedikit atau tidak
melakukan invasi ke jaringan, organisme ini menimbulkan respon radang disertai
demam hebat., yang nampaknya bersifat immunologis, infiltrat paru-paru pada
radiogram dada, dan terdapat banyak eosinofil di jaringan dan darah perifer. Orang-
orang yang terserang merasa lelah, berat badan turun, asma berat dan mengeluarkan
sumabatn mukus bronkus yang dapat menunjukkan adanya jamur sebagai titik-titik
pertumbuhan kecil yang gelap, kadar total IgE serum juga sangat tinggi.
Pada orang tua khususnya, bronkitis kronik dan emfisema pulmonar sering perlu
dibedakan dengan asma bronkial, jika teradapt faktor-faktor allergi. Bronkitis kronik
sering merupakan keadaan peradangan dan hipersekresi bronkus yang lama dan
sering berjalan progresif lambat, dimanifestasikal oleh batuk dan pembentukan
dahak yang berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Selain itu, penderita
bronkitis kronik juga mengalami serangan obstruksi saluran nafas setelah
penyakitnya sudah lanjut (asma idiopatik). Sebaliknya, emfisema pulmonar
menunjukkan perubahan-perubahan antomis nyata yang irreversibel disertai
kehilangan dinding alveoli yang normal menekan keluar bronkus yang mereka
kelilingi. Kehilangan dukungan ini, menyebabkan saluran nafas cenderung menutup
pada waktu ekspirasi jika tekanan diluar dinding melebihi tekanan di dalam dinding..
Penderita dapat diramalkan akan menunjukkan suatu periode dispnea dan mengi
pada setiap ia berusaha untuk bernafas (sewaktu bekerja keras), bukan mengalami
serangan spontan yang menjadi ciri khas bagi penderita asma, yang cenderung
timbul pada waktu istirahat. Karena prognosis emfisema sangat tidak
menguntungkan disertai ketidakmampuan yang semakin bertambah maka diagnosis
ini tidak dapat dianggap ringan. Akan tetapi, oleh karena penderita asma dengan
infeksi rekuren dapat juga diserang bronkitis kronik, dan penderita bronkitis berat
dapat terjadi emfisema. Maka tidak mungkin untuk membedakan kedua penyakit ini
dengan pasti. Sebaliknya, jika hiperinflasi dada, dibuktikan dengan radiogram atau
pemeriksaan fisik, dan secara kebetulan dianggap emfisema maka cacat berat telah
dinyatakan tanpa dasar. Sebab, hiperinflasi yang mengakibatkan perubahan bentuk
thoraks dapat juga terjadi pada penderita asma muda dan dengan pengobatan yang
baik penderita semacam ini akan sembuh total, baik secara anatomi maupun
fungsional mereka akan kembali normal.
Adapun diagnosa banding yang lain, antara lain:
- Penyakit paru obstruksi menahun.
- Gagal jantung kongestif
- Emboli paru.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum / nonfarmakoterapi.
a. Penyuluhan pada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma, faktor
penyebab serta cara menghindarinya.
b. Hindari faktor pencetus (diet, obat, kebiasaan hidup, allergen)
c. Immunoterapi
d. Fisioterapi nafas, vibrasi dan atau perkusi thoraks, batuk yang efisien.
2. Farmakoterapi.
Obat-obat terhadap asma dapat dibagi dalam 2 kelompok:
a. Anti inflamasi:
- kortikosteroid (oral, suntikan, aerosol berupa metered dose inhaler / MDI)
- kromolin (sodium cromoglikat), nedokromil dan lainnya.
b. Bronkodilator.
- beta2 agonis (oral, suntikan, inhalasi / MDI, nebulisasi)
- metilsantin (oral, suppositoria, suntikan)
- antikolinergik.
Cara penggunaan inhaler yang benar (MDI), antara lain:
a. Tutup MDI dibuka, kocok 3-4 kali.
b. Tempatkan di depan mulut yang terbuka lebar (4 cm) atau dengan “spacer” yang
dimasukkan ke dalam mulut.
c. Lakukan ekspirasi sampai maksimal kemudian pencet MDI , sementara obat
menyembur, lakukan inspirasi lambat-lambat selama 5 detik atau lebih.
d. Saat mencapai inspirasi maksimal, tahan nafas selama 10 detik.
e. Kemudian nafas biasa 3-5 menit. Selanjutnya ulang lagi dari awal jika
diperlukan.
f. Sebaiknya berkumur setelah selesai menggunakan inhaler.
3. Penatalaksanaan khusus.
a. Asma ringan.
Batasan:
Keluhan sesak atau batuk timbul kurang darai dua kali seminggu serangan
penderitanya asimtomatik . Pada aktivitas fisik dapat terjadi serangan sesak
atau batuk yang jangka waktunya pendek (<1/2 jam). Serangan asma malam
jarang timbul (<2 kali dalam sebulan)> Faal paru pada keadaan asimtomatik
≥ 80%, sewaktu serangan mungkin menurun 20% atau lebih.
Pengobatan:
1. Beta-2 agonis : 2 semprotan, dapat diulangi tiap 3-4 jam.
2. Kromolin : dapat ditambahkan sebelum paparan dengan allergen maupun
aktivitas fisik.
b. Asma sedang.
Batasan:
Keluhan lebih sering timbul (1-2 kali seminggu), yang mempengaruhi
aktivitas dan tidur penderita. Serangan dapat berlangsung beberapa hari.
Kadang-kadang diperlukan penangan darurat. Faal paru sewaktu asimtomatis
sekitar 60-80%, sedangkan waktu serangan menurun sampai 20-30% atau
dapat lebih berat lagi.
Pengobatan:
1. Kortikosteroid inhalasi 2 kali sehari (400 ug/hari) atau Kromolin 4 kali
sehari 2 semprotan. Ditambah dengan beta-2 agonis inhalasi dengan dosis
sesuai kebutuhan sampai 4 kali sehari. Apabila sehari melebihi 4 dosis,
perlu ditambah obat lainnya.
2. Apabila masih tetap timbul sesak, dosis kortikosteroid inhalasi dapat
dinaikkan (bisa sampai 2000 ug/hari; dosis > 1000 ug perlu pengawasan
ketat) dan / atau diberi teofilin peroral (lepas lambat) dan / atau ditambah
dengan beta-2 agonis peroral.
3. Kadang-kadang diperlukan kortikosteroid oral (prednison) selama
beberapa hari (40 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi 2-4 dosis)
dalam seminggu, kemudian dosis diturunkan dalam 1 minggu berikutnya.
c. Asma Berat.
Batasan:
Keluhan berlanjut terus tiap saat dengan aktivitas sehari-hari yang terbatas.
Sering kumat dan sering timbul asma malam. Kadang-kadang sampai
memerlukan penanganan gawat darurat atau rawat inap.
Faal paru sehari-hari kurang dari 60%, pada serangan dapat menurun sampai
50%.
Pengobatan:
1. Kortikosteroid inhalasi 2-4 kali sehari 2-6 semprotan (umumnya>1000
ug/hari) dengan atau tanpa Kromolin 4 kali 2 semprotan dan ditambah
dengan beta-2 agonis.
2. Beta-2 agonis inhalasi, dosisnya sama dengan pada asma kronik sedang.
Dapat diberi ekstra tambahan 2-4 semprot dalam sehari bila diperlukan
atau diberikan secara nebulisasi.
3. Untuk mencegah asma malan ditambah dengan oral teofilin (lepas
lambat) dan / atau beta-2 agonis peroral.
4. Kortikosteroid oral (prednison) dapat diatmbahkan dengan dosis dan cara
seperti pada asma kronik sedang. Dapat dipertimbangkan pemberian
secara kontinyu dengan dosis minimal yang memberi efek perbaikan
secara tunggal pagi hari tiap 24 / 48 jam.
d. Asma dan kehamilan.
Asma yang tidak terkontrol pengobatannya dapat membahayakan kesehatan
ibu dan janin. Komplikasi akan menjadi berat.
Pengobatan:
1. Harus diberikan optimal dan sebaiknya per inhalasi.
2. Steroid suntikan dapat diberikan bila perlu
(resiko pada janin dapat diabaikan).
e. Status Ashtmatikus.
Pada status asmatikus, kortikosteroid adrenal dapat menyelamatkan hidup
dan biasanya mulai diberikan saat masuk rumah sakit. Dosis tinggi harus
langsung diberikan, pada penderita yang sudah pernah diberi steroid, baik
untuk menghentikan serangan asma berat sebelumnya atau yang diberikan
dalam waktu 6 sampai 9 bulan sebelumnya, sebagai pengobatan rawat jalan
yang teratur.
Untuk mencapai hasil yang memuaskan pada penanganan status
asmatikus, dibutuhkan pemantauan yang ketat dari keadaan pasien, segera
mengenali keadaan yang memburuk, dan dapat mengantisipasi masalah.
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi dapat berupa pneumothoraks,
pneumomediastinum, aspirasi, keracunan obat atau idiosinkrasi, dan gagal
jantung atau gangguan irama jantung. Penyumbatan saluran nafas yang
meluas dapat timbul dengan cepat, ditandai dengan mengi yang berkurang,
tetapi ditandai juga oleh suara nafas yang terdengar jauh pada daerah yang
terserang (suatu kombinasi yang tidak menyenangkan). Kemunduran nyata
sering didahului rasa kantuk, kebingungan dan penurunan tonus otot, serta
mengendornya usaha pernafasan yang menandai kelelahan fisik umum.
Keadaan ini akan berlanjut menjadi ventilasi alveoli yang tidak memadai,
disertai memuncaknya hipoksia dan peningkatan kadar CO2 arteri. Keadaan
klinis dan PCO2 arteri berhubungan erat, dan kecenderungan yang meningkat
ini menggelisahkan, walaupun nilai absolutnya mungkin normal (yaitu 40
mmHg) atau hanya meningkat sedikit. Jika ditemukan kadar PCO2 yang
melebihi 55 mmHg, walaupun sedang berada dalam periode pengobatan
optimal, ventilasi mekanik harus diberikan untuk memulihkan pertukaran gas
yang memadai. Untuk tujuan ini, biasanya dipilih volume-cycled respirator
setelah pemasangan pipa endotrakeal bermanset lunak, keadaan ini jarang
memerlukan trakeostomi. Bantuan ventilasi pada status asmatikus biasanya
hanya dibutuhkan selama 24 sampai 60 jam, jika telah nampak perbaikan
setelah pemakaian bronkodilator, steroid, antibiotika, dan seabagainya.
PROTAP PENGELOLAAN PENDERITA STATUS ASMATIKUS.
(Lab Ilmu Penyakit Paru RSUD Dr.Soetomo Surabaya).
Setiap penderita dengan status asmatikus harus dirawat di UPI menurut
Protap yang sudah ditetapkan sebagai berikut:
1. Setelah diagnosa ditegakkan segera diikuti dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1.1 Menetapkan beratnya penyakit dan memonitor keberhasilan terapi dengan
menggunakan Predictor Index Scoring System:
Tanda-tanda fisik Score-0 Score-1
a. Nadi < 120 / m >120 / m
b. Pernafasan < 30 / m > 30 / m
c. Pulsus paradoksus <18 mmHg > 18 mmHg
d. PEFR > 120 L / m < 120 L / m
e. Sesak nafas Ringan Berat
f. Retraksi dinding thoraks Tak ada Ada
g. Wheezing Ringan Berat
Catatan:
- Bila score > 4 harus MRS
- Bila ada silent chest, tanda bahaya.
1.2 Mengatasi keadaan gawat:
1.2.1 Infus RL : D5 = 3 : 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.
1.2.2 O2 2-4 L/m melalui nasal prong.
1.2.3 Aminofilin bolus 5 mg/kg BB i.v pelan (20 menit) dilanjutkan
maintenance dose 20 mg/kg/BB/24 jam perdrip.
1.2.4 Terbutalin 0,25 mg/6jam s.c atau i.v pelan.
1.2.5 Hidrokortison sodium suksinat 4 mg/kgBB/4 jam i.v (200 mg/4 jam
i.v) tatau alternative dexametason atau betametason 10-20 mg/6 jam
i.v diberikan sampai keadaan membaik secara klinis dan laboratoris.
Disamping parenteral diberikan juga peroral prednison 3 dd 10 mg
sampai keadaan membaik dilakukan tapering off.
1.2.6 Antibiotika (bila jelas ada infeksi):
Oxytetrasiklin 2 dd 100 mg i.m, atau
Amoxycillin / Ampicillin 2 dd 1 g i.v, atau
Golongan antibiotika lain sesuai dengan etiologi infeksinya.
1.2.7 Menilai hasil tindakan / terapi:
Monitoring keadaan klinis (scoring).
Monitoring laboratorium:
- faal paru
- analisa gas darah
- elektrolit
- leukosit dan eosinofil
Monitoring EKG
2. Pemeriksaan selama terapi.
2.1 Pemeriksaan fisik lengkap
2.2 Pemeriksaan radiologi
- Thoraks photo PA dan Lateral
2.3 Pemeriksaan EKG
- Bila perlu monitoring EKG
2.4 Pemeriksaan faal paru
- PEFR, FEV1 / FVC
2.5 Analisa gas darah
2.6 Elektrolit
2.7 Darah lengkap
2.8 Urine lengkap + faeces lengkap
2.9 Kimia darah (LFT, SGOT, SGPT, BSN, G 2 JPP, BUN, S. Creatinin)
2.10 Berat jenis plasma
2.11 Sputum
- gram
- TTH
- Biakan
2.12 Biakan darah ( bila perlu)
2.13 Kadar aminofilin dalam darah (12 jam setelah bolus)
3. Tindak lanjut.
3.1 Bila terjadi kegagalan terapi:
A. Asidosis Respiratorik
(pH < 7,30 dan HCO3- < 22mEq/L)
- ventilasi diperbaiki
- pemberian natrium bikarbonat
B. Hipoksia berat.
(PaO2 < 50 mmHg)
- pemberian O2 4-6 L/m dengan venturi mask.
C. Gagal nafas akut.
Alat bantu nafas (ventilator mekanik), sayarat:
- Apnea
- Kenaikan PaCO2 > 5 mmHg perjam disertai asidosis respiratorik
akut.
- Nilai absolut PaCO2 > 50-55 mmHg disertai asidosis respiratorik
akut.
- Hipoksia refrakter walaupun sudah diberi O2
4. Rehabilitasi.
Bila penderita membaik dan sudah boleh pulang, perlu diberi edukasi dan
rehabilitasi pernafasan.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh asma bronkial ini, antara lain:
1. Infeksi saluran nafas.
2. Atelektasis.
3. Pneumothoraks. Pneumomediastinum, Emfisema kutis.
4. Gagal nafas.
5. Aritmia (terutama bila sebelumnya ada kelainan jantung).
PROGNOSIS
Pada umumnya baik, bila diagnosis, penanganan dan pencegahan dibuat sedini
mungkin disertai pengobatan yang adekuat.
KEPUSTAKAAN
Price A. Sylvia., Konsep Klinis Proses-proses Penyakit., Edisi 4., Penerbit Buku
Kedokteran EGC., 1994.
Lab / UPF Ilmu Penyakit Paru RSU Dr Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD
Dr Soetomo. 1994.
Lab / UPF Ilmu Penyakit Paru RSU Dr Soetomo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. 2004.