20
1. PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSUF Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ة ف س ل ف, yang juga diambil dari bahasa Yunani ; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut " filsuf " . Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa,

Makalah Pengertian Filsafat Dan Filsuf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

1. PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSUFKata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab , yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama.2. Objek filsafatObjek kajian filsafat sangat luas, bahkan boleh dikatakan tak terbatas. Filsafat memelajari segala realitas yang ada dan mungkin ada; lebih luas lagi, segala hal yang mungkin dipikirkan oleh akal. Sejauh ini, terdapat tiga realitas besar yang dikaji filsafat, yakni Tuhan (metakosmos), manusia (mikrokosmos), dan alam (makrokosmos). Sebagian objek filsafat telah diambil-alih oleh sains, yakni objek-objek yang bersifat empiris.Objek-objek kajian filsafat yang luas itu coba dikelompokkan oleh para ahli ke dalam beberapa bidang.Ada dua objek filsafat yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (dalam Sudrajat, 2008), yaitu objek formal dan material. Objek material merupakan objek konkrit yang disimak ilmu sedangkan objek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.a. Objek FormalObjek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, misalnya apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah, dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal. Ia membedakan antara ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Perbedaanya terletak pada tujuannya masing-masing. Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, ialah untuk keperluan perkembangan ilmu, misalnya dalam hal preposisi atau asumsi-asumsinya. Ilmu teoritis mencakup fisika, matematika, dan metafisika. Ilmu praktis, ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran bagi perbuatan kita, termasuk di dalamnya adalah etika, ekonomia, dan politika. Poietis, ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat dan teknologi. Ada perbedaan esensial di antaranya, yaitu ilmu praktis bersangkutan dengan penggunaan dan pemanfaatannya, sedangkan poietis bersangkutan dengan menghasilkan sesuatu, termasuk alat yang akan digunakan untuk penerapan.Berdasarkan taraf abstraksinya ilmu teoritis dibagi menjadi tiga jenis. Taraf pertama, abstraksi dilakukan terhadap individualitas gejala atau kenyataan sehingga ketika berbicara tentang rumah dan manusia, yang tinggal hanya rumah atau manusia pada umumnya. Abstraksi pada taraf kedua meninggalkan kuantitas serta menimbulkan matematika yang mencakup geometri (ilmu ukur), serta aritmatika (ilmu hitung). Abstraksi pada taraf ketiga menghasilkan sesuatu yang tidak bermateri (immaterialitas) yang dipelajari dalam metafisika. Kenyataan itu ditinjau dari sudut universalitas, kuantitas, dan immaterialitas yang berarti berdasarkan objek formal.

b. Objek material Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran menyelidiki suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.Auguste Comte (dalam Sudrajat, 2008) mendasarkan klasifikasinya pada objek material. Ia membuat deretan ilmu pengetahuan berdasarkan perbedaan objek material, yaitu:1) Ilmu pasti/matematika2) Ilmu falak/astronomi3) Ilmu fisika4) Ilmu kimia5) Ilmu hayat/biologi, dan6) Sosiologi.Deretan tersebut menunjukkan perbedaan objek dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks. Objek ilmu pasti adalah yang paling bersahaja karena hanya menyangkut angka yang mengikuti aturan tertentu. Oleh karena itu, matematika disebut juga ilmu pasti meskipun matematika paling bersahaja. Matematika juga merupakan alat bagi segenap ilmu pengetahuan. Sementara itu, ilmu palak menambahkan unsur gerak terhadap matematika, misalnya kinematika. Objek ilmu alam adalah ilmu palak atau matematika ditambah dengan zat dan gaya, sedangkan objek ilmu kimia merupakan objek ilmu fisika ditambah dengan perubahan zat. Unsur gelaja kehidupan dimasukkan pada objek ilmu hayat. Adapun sosiologi mempelajari gejala kehidupan manusia berkelompok sebagai makhluk sosial.3. PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN 3 BIDANG LAIN (ILMU, SENI, AGAMA)a. Ilmu PengetahuanKata ilmu dan pengetahuan adalah dua buah kata yang merupakan kata majemuk, sehingga dalam penggunaannya sehari-hari selalu dirangkai dan membentuk satu arti, yakni ilmu pengetahuan. Namun, apabila dilihat dalam perspektif keilmuan, ternyata kata ilmu dan pengetahuan mempunyai arti tersendiri.Pengetahuan mempunyai makna yang sama dengan knowledge dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, antara pengetahuan dengan ilmu (science Inggris) memiliki perbedaan makna utamanya pada penggunaannya. Menurut al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Cecep Sumarna bahwa, pengetahuan adalah hasil aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan di dalamnya. Pengetahuan merujuk kepada apa yang kita kenal, ketahui atau fahami atau dapatkan melaui pengalaman, penginderaan, penyuluhan, pelatihan, percobaan, belajar, refleksi, intuisi, dan lainnya. Dengan kata lain, pengatahuan adalah apa yang kita ketahui. Pengetahuan berlangsung dalam dua bentuk dasar yang berbeda. Pertama, pengetahuan yang berfungsi untuk dinikmati dan memberikan rasa puas dalam hati manusia. Kedua, pengetahuan yang patut digunakan atau diterapkan dalam menjawab kebutuhan praktis. Dari dua bentuk dasar pengetahuan tersebut, kemudian melahirkan tiga macam pengetahuan, yakni pengetahuan tentang sains, filsafat dan mistik. Pengetahuan selalu memberi rasa puas dengan menangkap tanpa ragu terhadap sesuatu. Pengertian pengetahuan seperti itulah yang telah membedakannya dengan ilmu yang selalu menghendaki penjelasan lebih lanjut dari apa yang sekedar dituntut oleh pengetahuan. Ilmu adalah cabang pengetahuan dengan ciri-ciri tertentu. Ciri-cirinya adalah memiliki obyek, memiliki metode, memiliki sistematika, dapat diuji kebenarannya. Menurut Quraish Shihab, kata ilmu digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Dari segi bahasa, kata ilmu berasal dari bahasa Arab, ilm yang berarti kejelasan. Jadi ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Quraish Shihab lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu ada dua macam berdasarkan perspektif al-Quran. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, yang disebut ilmu ladunni. Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, yang disebut ilmu kisbi. Sedangkan berdasarkan fungsinya, ilmu-ilmu itu dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yaitu:1) Ilmu untuk ibadah dalam arti khusus atau ritual2) Ilmu untuk mengembangkan pribadi manusia mencapai ahsani taqwim3) Ilmu untuk hidup berbudaya dengan sesama manusia. Ilmu untuk memelihara, mengembangkan dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik. Ilmu (science) merupakan pengetahuan yang menelaah dunia empirik, cara perolehannya melalui observasi, penginderaan, pengkajian, atau percobaan yang sistematik, metodis, dan koheren. Objek ilmu pengetahuan adalah dunia empirik atau alam materi yang diserap melalui panca indera yang lugas maupun yang dibantu oleh teknologi modern. Ilmu adalah dasar untuk peradaban manusia, dan perkembangan ilmu diwadahi oleh perguruan tinggi. Kita mengembangkan ilmu secermat-cermatnya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam kehidupan manusia, dalam rangka pengabdian manusia (sebagai mahluk) kepada penciptanya (khaliq). Ilmu sangat erat kaitannya dengan kebenaran. Kita percaya bahwa kebenaran mutlak diwahyukan tuhan kepada manusia, sedangkan kebenaran yang dicapai itu sifatnya relatif, dan diantara kebenaran relatif ini dibagi dua, ialah filsafat yang bersifat spekulatif dan ilmu atau sains yang bersifat positif.Dalam sains (yang tidak melandaskan diri kepada tuhan), sebagai pemula keberadaan sains ditetapkan dalam empat asumsi dasar, yaitu:a) Bahwa dunia ini adab) Kita bisa mengetahui duniac) Kita mengetahui dunia melalui panca inderad) Fenomena-fenomena terkait dengan kausalDalam upaya quest for knowledge manusia menggunakan segala akal budinya, ialah rasio dan rasa. Bila ilmu barat hanya menyandarkan pada akal atau rasionya saja, sedangkan ilmu timur menekankan pada kalbu dan hanya sedikit rasio. Akan tetapi kita menghendaki untuk menggunakan rasio dan rasa secara seimbang pada tempat dan takaran yang benar. Kemampuan rasio terletak pada membedakan (atau menyamakan) dan menggolongkan (berdasarkan kesamaan itu). Selain itu menyatakan secara kuantitatif atau kualitatif, menyatakan hubungan-hubungan dan mendeduksinya (atau menginduksinya). Semua kemampuan itu berdasarkan ketentuan atau patokan-patokan yang sangat terperinci. Rasio tidak berdusta; dalam keadaan murni ia menyatakan secara tegas ya atau tidak..Kemampuan rasa terletak pada kreativitas, yang merupakan kegaiban, karena itu langsung berhubungan dengan tuhan. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala bidang, nalar, ilmu, etika dan estetika. Sebagai pemula, kemampuan ini disebut intuisi. Etika (love) dan estetika (beauty) seluruhnya terletak pada rasa, sehingga tiadanya rasa tak mungkin ada etika dan estetika. Rasa tidak berpatokan sebagaimana dipunyai oleh rasio. Patokan ini disebut inferensi. Rasa adalah media kontak manusia dengan tuhan. Rasa yang terjaga menjadikan manusia berderajad lebih tinggi dari malaikat, sedangkan rasa yang tidak terjaga dari godaan syeitan menjadikan manusia jatuh martabat menjadi lebih rendah dari binatang sekalipun. Daya quest for knowledge (penguasaan ilmu) muslim melemah, ada hubungannya dengan melemahnya penggunaan akal dan nalar, sehubungan dengan pandangan teologis yang terlalu menonjolkan takdir, yang harus diupayakan adalah perenungan dalam melakukan nalar.Istilah science atau ilmu dalam pengertiannya yang lengkap dan menyeluruh adalah serangkaian kegiatan manusia dengan pikirannya dan menggunakan berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai gejala-gejala alami, kemasyarakatan dan perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, dan memberikan penjelasan atau melakukan penerapan. Ilmu pengetahuan itu timbul disebabkan oleh adanya kebutuhan-kebutuhan dan kemauan manusia untuk hidup bahagia dan sejahtera. Sehingga dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan hidupnya itu, maka manusia menggunakan akal pikirannya. Hasil dari pemikiran manusia itulah, kemudian melahirkan berbagai ilmu pengetahuan seperti: ilmu pertanian, perikanan, humaniora, kesehatan, ilmu hukum, ilmu bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam, dan lain sebagainya. Sesungguhnya masih banyak rumusan tentang definisi ilmu (science) yang dikemukakan oleh para ahli ilmu pengetahuan yang tidak dapat disebutkan semua. Tetapi kalau dicermati dari semua definisi atau batasan yang bermacam-macam itu dapat diketahui bahwa ilmu (science) merupakan pengetahuan yang bercirikan sistematik, rasional, empiris dan bersifat kumulatif. Sementara syarat-syarat sesuatu dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan adalah harus mempunyai:a) Obyek formal sendiri;b) Metode penelitian;c) Sistematika uraian; dan d) Tujuan. Berdasarkan berbagai definisi dan pembagian ilmu sebagaimana yang disebutka di atas, maka secara garis besarnya objek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam materi dan nonmateri. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangannya kepada alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut.Bahkan sebagian mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di alam materi. Karena itu, objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antar budaya. Sedangkan ilmuwan muslim menyatakan bahwa objek ilmu mencakup alam materi dan nonmateri. Karena itu, ilmuwan muslim kususnya kaum sufi memperkenalkan ilmu untuk menggambarkan hirarki keseluruhan realitas wujud yang mereka sebut lima kehadiran Ilahi, yaitu :1. Alam materi2. Alam kejiwaan3. Alam ruh4. Sifat-sifat ilahiyah, dan5. Wujud zat ilahiCara memperoleh ilmu-ilmu tersebut ada dua macam sebagaimana yang dikemukakan oleh Quraish Shihab, yakni dengan ladunni dan dengan kasbi. Adapun sarana yang digunakan untuk memperoleh ilmu-ilmu tersebut adalah dengan melalui pendengaran, penglihatan (mata), akal dan hati. Sedangkan trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan dan tes-tes kemungkinan (probability) merupakan cara-cara yang digunakan ilmuwan untuk meraih pengetahuan.1) Dilihat dari obyek material (lapangan)Filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yang ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu2) Obyek formal (sudut pandangan)Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya.b. SeniMenurut George R. Terry (1964), seni adalah kekuatan pribadi seseorang yang kreatif, ditambah dengan keahlian yang bersangkutan dalam menampilkan tugas pekerjaannya. Jadi seni merupakan kemampuan dan kemahiran seseorang untuk mewujudkan cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh yang bersangkutan dalam tugas dan fungsinya sebgai seniman.Maka dari itu filsafat keindahan dapat disebut estetika, pada mulanya estetika atau filsafat keindahan bersifat spekulatif (estetika dari atas) dan merupakan bagian dari filsafat umum seorang filsuf. Ini sering disebut sebagai estetika lama. Dengan sendirinya ada yang disebut estetika modem (baru). Estetika baru ini muncul dalam abad ke-19 di Eropa dengan sejumlah tokohnya seperti Hippolyte Taine dan Gustav Fechner yang mulai beralih pada metode ilmiah (e\mpiris) dalam menjawab persoalan seni. Oleh Fechner (ahli estetika eksperimental).Seperti kita ketahui, dalam studi filosofis, persoalan muncul dari pertanyaan. Dengan sendirinya pertanyaan filosofis dari dulu sampai sekarang tetap sama, dan tampaknya juga amat sederhana, seperti: Apakah seni itu? Pertanyaan tetap sama, tetapi jawabannya dapat berbeda-beda dan tampak saling bertentangan. Persoalan lama yang tampaknya telah dijawab dengan baik oleh para filsuf dan pemikir seni ternyata di kemudian hari dibongkar kembali untuk dilengkapi atau bahkan dirombak sama sekali. Rupanya berbagai jawaban spekulatif semacam inilah yang mendorong para pemikir seni abad ke-19 untuk menuntaskannya dengan berbagai pembuktian ilmiah. Kajian sehi dengan demikian berpindah dari bidang filsafat ke bidang ilmu.Apa pun metodenya, filsafat atau ilmu, tujuan estetika tetap sama, yakni pengetahuan dan pemahaman tentang seni. Kalau orang mau bekerja, tentu ia harus memahami apa yang akan dikeijakannya. Untuk apa dan dengan cara bagaimana. Begitu pula dengan penilaian hasil keija tadi (evaluasi) - diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang serupa. Dan inilah kegunaan estetika.Filsafat seni, yang merupakan bagian dari estetika modern, tidak hanya mempersoalkan karya seni atau benda seni (hasil atau produk), tetapi juga aktivitas manusia atas produk tersebut, baik keterlibatannya dalam proses produksi maupun caranya mengevaluasi dan menggunakan produk tersebut. Lazimnya, pemikiran tentang produk atau benda seni disebut sebagai estetika morfologi (estetika bentuk), dan pemikiran tentang si pembuat benda seni dan yang memanfaatkan benda seni dinamai estetika psikologi. Khusus pengguna karya seni masih ditelaah dalam bidang aksiologi estetik, yakni efek seni pada manusia. Dengan demikian, sebenarnya hanya ada tiga pokok persoalan filsafat seni, yakni seniman sebagai penghasil seni, karya seni atau benda seni itu sendiri, dan kaum penerima seni. Namun, dari setiap instansi tadi akhirnya berkembang pokok-pokok baru, yakni dari benda seni muncul pokok soal nilai seni dan pengalaman seni, sedangkan dari masalah seniman dan penerima seni akan muncul pokok konteks budaya seni. Seni bukan hanya masalah penciptaan karya seni, tetapi juga soal komunikasi dengan orang lain.-Suatu ciptaan disebut seni bukan oleh senimannya, tetapi oleh masyarakat seni dan masyarakat umumnya. Seni juga pengakuan umum. Seniman disebut seniman oleh masyarakatnya karena status yang dipeijuangkannya. Seni itu publik. Maka, soal komunikasi nilai-nilai seni menjadi persoalan seni juga, dan di dalamnya dipersoalkan empati, jarak estetik, apresiasi, institusi penentu nilai seni dalam masyarakat. Dan yang namanya 'publik seni' itu tidak selalu seluruh masyarakat, tetapi hanya sebagian saja. Maka, dipersoalkan pula karakteristik masyarakat yang dapat menerima suatu produk seni.Persoalan konteks dalam seni adalah persoalan anutan nilai-nilai dasar kelompok dalam suatu masyarakat. Begitulah beberapa aspek persoalan yang biasanya diperdebatkan dalam upaya memahami apakah hakikat seni itu. Persoalan seni ternyata melibatkan berbagai pokok tinjauan yang satu sama lain amat bertalian. Persoalan benda seni akan melibatkan pembicaraan tentang nilai-nilai dan pengalaman seni yang diperoleh, sedangkan persoalan nilai-nilai akan berkaitan dengan publik seni dan konteks sosial-budaya. Sehingga keterkaitan filsafat dan seni adalah mendalami bagaimana seorang itu dengan keahliaannya mampu menyelenggarakan, menciptakan, dan merasakan secara indah, bagaimana orang tersebut menyampaikan hasil karyanya, sehingga tercapai penyelenggaraan seni berdaya guna dan berhasilguna.

c. AgamaAgama kerap berebutan lahan dengan filsafat. Objek agama dalam banyak hal hampir sama dengan filsafat, hanya lebih sempit dan lebih praktis. Seperti filsafat, agama juga membahas Tuhan, manusia, dan alam. Seperti filsafat, agama juga menyoal metafisika, namun jawabannya sudah jelas: hakikat segala sesuatu adalah Tuhan. Selain Tuhan, objek pokok dari agama adalah etika khususnya yang bersifat praktis sehari-hari. Yang membedakan agama dari filsafat terutama adalah epistemologi atau metodenya. Pengetahuan agama berasal dari wahyu Tuhan yang diberikan kepada Nabi, dan kita memerolehnya dengan jalan percaya bahwa Nabi benar. Pada agama, yang harus kita lakukan adalah beriman, baru berpikir. Kita boleh memertanyakan kebenaran agama, setelah menerima dan memercayainya, dengan cara lain (rasional atau empiris). Tapi ujung-ujungnya kita tetap harus percaya meskipun apa yang disampaikan agama itu tidak masuk akal atau tidak terbukti dalam kenyataan.Jawaban yang diberikan agama atas satu masalah bisa sama, berbeda, atau bertentangan dengan jawaban filsafat. Dalam hal ini, latar belakang keberagamaan seorang filosof sangat memengaruhi. Jika ia beragama, biasanya ia cenderung mendamaikan agama dengan filsafat, seperti tampak pada filsafat skolastik, baik filsafat Yahudi, Kristen, maupun Islam. Jika ia tidak beragama, biasanya filsafatnya berbeda atau bertentangan dengan agama. Secara praktis, agama sangat fungsional dalam kehidupan manusia. Fungsi utama agama adalah sebagai sumber nilai (moral) untuk dijadikan pegangan dalam hidup budaya manusia. Agama juga memberikan orientasi atau arah dari tindakan manusia. Orientasi itu memberikan makna dan menjauhkan manusia dari kehidupan yang sia-sia. Nilai, orientasi, dan makna itu terutama bersumber dari kepercayaan akan adanya Tuhan dan kehidupan setelah mati. (Coba perhatikan, dalam Al-Quran, objek iman yang paling banyak disebut bahkan selalu disebut beriringan adalah iman kepada Allah dan hari kemudian).Sebagai sumber ajaran, al Quran sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education).Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Quran dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Quran ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Quran dan al Hadist Firman Allah : Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Quran) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Quran itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )4. KARAKTERISTIK BERFIKIR FILOSOFIKJika dikelompokkan secara kerakterisitik cara pendekatannya, dalam filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat. Ciri pemikiran filsafat mengacu pada tiga konsep pokok yakni persoalan filsafat bercorak sangat umum, persoalan filsafat tidak bersifat empiris, dan menyangkut masalah-masalah asasi. Kemudian Kattsoff menyatakan karakteristik filsafat dapat diidentifikasi sebagai berikut :a. Filsafat adalah berpikir secara kritis.b. Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.c. Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.d. Filsafat adalah berpikir secara rasional.e. Filsafat bersifat komprehensif.Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara kritis, sistematis,tertib,rasional dan komprehensip.

MAKALAHFILSAFAT DAN LOGIKA

Oleh :KELOMPOK 3RIZKA HAYYU NAFIAHI1B111206

EKO ANUGRAH KI1B111003

ALPI RAHMAHI1B111203

SUARDIANTOI1B111006

GRACE E SIMARMATAI1B111023

ERMAWATI ROHANAI1B111026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU2011