Upload
farida-sonya-nugraha
View
368
Download
63
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah tentang bahan akam farmasi yang ada di Indonesia.
Citation preview
MAKALAH PRAKTIKUM BAHAN ALAM FARMASI
Formulasi kapsul ekstrak meniran (Phylanthy herba) untuk Hepatitis.
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah P.Bahan Alam
Farmasi
Disusun Oleh Kelompok 5 :
Depi Mariam (311121)
Desi Apriani (31112124)
Farida Sonya (31112132)
Firman taufik baharsyah (31112135)
Riana fitri fauziah (31112156)
Rizky Ramdhani (31112159)
Kelas : Farmasi 4 C
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
KOTA TASIKMALAYA
2015
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................
1.3 Tujuan Makalah ........................................................................................................
1.4 Manfaat Makalah .......................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 NNN
BAB III METODELOGI
3.1 Alat dan Bahan ...........................................................................................................
3.2 Prosedur ......................................................................................................................
3.2.1 Skrining fitokimia ..........................................................................................
3.2.2 Ekstraksi .........................................................................................................
3.2.3 Susut pengeringan ..........................................................................................
3.2.4 Karakteristik ekstrak cair .............................................................................
3.2.5 Kadar sari larut air dan etanol .....................................................................
3.2.6 Kadar abu .......................................................................................................
3.2.7 Kadar air .........................................................................................................
3.2.8 Pembuatan sediaan kapsul ............................................................................
3.2.9 Evaluasi sediaan kapsul .................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.
4.1 HASIL..........................................................................................................................
4.1.1 Skrining fitokimia ..........................................................................................
4.1.2 Ekstraksi .........................................................................................................
4.1.3 Susut pengeringan ..........................................................................................
4.1.4 Karakteristik ekstrak cair .............................................................................
4.1.5 Kadar sari larut air dan etanol .....................................................................
4.1.6 Kadar abu .......................................................................................................
4.1.7 Kadar air .........................................................................................................
4.1.8 Evaluasi sediaan kapsul .................................................................................
4.2 PEMBAHASAN .........................................................................................................
BAB V KESIMPULAN ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
3.1 Alat dan Bahan.
3.1.1 Alat
Refluks, gelas kimia, gelas ukur, spiritus, kaki 3, cawan uap, tabung reaksi, kaca
objek, mikroskop, statif, klem, batu didih, hot plate, oven, timbangan, plat, chamber,
piknometer, water bath, tanur, desikator, kertas saring, krus, botol, alat destilasi
azeotrop, corong, batang pengaduk, mortar, alu, pipet tetes, ayakan.
3.1.2 Bahan.
Herba meniran, aquadest, kloral hidrat, HCl, Ammonia encer, vanillin-sulfat,
NaOH, mayer, dragendorf, liebermen, eter, kloroform, eluen, etanol 95%, toluene,
amilum manihot.
3.2 Prosedur.
3.2.1 Skrining fitokimia.
1. Skrining senyawa alkaloid.
a. Masukkan simplisia pada cawan uap dan basakan dengan amonia encer
b. Lalu gerus dan tambahkan kloroform sambil digerus, lalu saring.
c. Tambahkan HCl 2N, dan kocok.
d. Pisahkan lapisan asam, bagi menjadi 3 bagian (blanko untuk reagen mayer
untuk reagen dragendorf).
e. Amati perubahan warna, (+) mayer adanya endapan putih, (+) dragendorf
adanya endapan jingga coklat, berarti positif alkaloid.
2. Skrining senyawa flavonoid.
a. Gerus simplisia, dan tambahkan air
b. Panaskan dan kemudian saring
c. Tambahkan serbuk Zn dan alkohol : HCl (1:1)
d. Kocok dengan kuat.
e. Amati lapisan amilalkohol adanya merah kuning atau merah jingga berarti +
flavonoid
3. Skrining senyawa tanin dan polifenol
a. Gerus simplisia dan tambahkan dengan air
b. Panaskan
c. Saring filtratnya, dan bagi dua bagian, bagian 1 tambahkan dengan FeCl3
dan bagian dua tambahkan dengan gelatin 1%
d. Amati warna yang terbentuk untuk tabung reaksi 1 (+) tanin dan polifenol,
jika terbentuk warna biru hitam. Dan untuk tabung reaksi 2 (+) tanin jika ada
endapan putih
4. Skrining senyawa saponin.
a. Hasil saringan simplisia tambahkan air dan panaskan di atas penangas air
b. Dinginkan dan kocok kuat selama 30 detik
c. Amati busa yang terbentuk dengan tinggi 1 cm
d. Setelah beberapa menit (+) HCl, positif saponin menunjukkan busa tidak
hilang.
5. Skrining senyawa monoterpenoid dan seskueterpenoid, dan steroid.
a. Sari simplisia dengan eter dan simpan pada cawan uap 1 dan cawan uap 2
b. Teteskan pada masing-masing cawan uap, dan biarkan eter menguap
c. Tambahkan anisaldehid asam sulfat dan vanilin asam sulfat pada masing-
masing cawan uap
d. Tambahkan pereaksi lieberman burchard
e. Amati perubahan warna yang terbentuk
f. Jika terbentuk warna-warna maka positif monoterpenoid dan
seskueterpenoid, dan jika terbentuk warna ungu positif triterpenoid, dan jika
terbentuk warna hijau biru positif steroid.
6. Skrining senyawa kuinon.
a. Gerus simplisia dan tambahkan air
b. Lalu saring
c. Tambahkan NaOH, dan amati
d. Terbentuknya warna kuning hingga merah berarti positif kuinon
3.2.2 Ekstraksi.
1. Karakteristik fisika.
a. Organoleptik dan Makroskopik : Amati simplisia meliputi pengamatan bau,
rasa, warna dan bentuk.
b. Mikroskopik
1) Serbukkan simplisia
2) Letakkan diatas kaca objek
3) Tetesi larutan kwarlhidrat 70oC LP
4) Panaskan dan jaga jangan sampai kering
5) Amati dengan mikroskop dengan pembesaran tertentu
2. Metode refluks.
a. 500 gram simplisia dimasukkan kedalam labu alas bulat
b. Tambahkan pelarut 500 ml kedalam labu
c. Lakukan ekstraksi selama kurang lebih 3 jam
d. Setelah dingin, ekstrak dikeluarkan dan disimpan untuk pengujian berikutnya
3.2.3 Susut pengeringan.
3.2.4 Karakteristik ekstrak cair.
a. Kromatografi Lapis Tipis.
Timbang krus kosong dan konstankan
dengan oven pada suhu 105 C (A)̊
Masukan ekstrak pada krus konstan (B)
Oven pada suhu 105 C ̊sampai dipeoeh berat
konstan (C)
Hitung persentase kadar susut
perngeringan
b. Pola dinamolisis
c. Bobot jenis.
d. Pengukuran pH
Siapkan alat dan bahan. Deaktivasi dulu plat KLT
dengan cara di oven
Totolkan sampel pada plat kira kira 2 cm dai bawah dan ditandai dengan pensil, beri
batas atas juga 2 cm
Plat KLT dicelupkan ke dalam chamber yang
berisi eluen yang telah dijenuhkan
Biarkan terelusi hingga batas
Keringkan plat KLT semprot dengan
penampak bercak lalu diamati di bawah sinar
UV
Ukur jarak noda yang ditempuh
Hitung nilai Rf yang diperoleh
1/3 Ekstrak cair dimasukkan ke dalam
cawan petri
Tutup dengan kertas saring bersumbu vertical yang menghubungkan cairan ekstrak dengan kertas
saring
Proses tersebut diamati selama ± 20 menit hingga noda pada kertas saring
terlihat
Ditimbang piknometer dengan volume tertentu dalam keadaan kosong
Lalu piknometer diisi penuh dengan air dan
timbang ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan
Kemudian pikno dikosongkan dan diisi
penuh dengan ekstrak cair lalu ditimbang
Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume
tertentu dapat dtetapkan kerapatan ekstrak
Dilakukan dengan cara menggunakan pH meter
Ambil sedikit ekstrak cair dan tempatkan pada
suatu wadah
Lalu menggunakan pH meter dan tetapkan nilai
pH berdasarkan angka yang keluar dari alat
tersebut
3.2.5 Kadar sari larut air dan etanol.
a. Penetapan Kadar Sari Larut Air
b. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Ditimbang 5 gram serbuk simplisia,
masukkan kedalam labu erlenmeyer
Tambahkan 25 ml kloroform dalam 100 ml
air
Dikocok selama 6 jam, kemudian dibiarkan
selama 18 jam
Sisa atau residu dipanaskan hingga bobot tetap, lalu hitung kadar
sarinya dalam %
Saring filtrat, kumpulkan! 20 ml filtrat diuapkan hingga kering didalam cawan uap yang
telah dipanaskan
Ditimbang 5 gram serbuk simplisia, lalu
dimaserasi
Ditambahkan 100 ml etanol 95%. Dikocok
selama 6 jam, kemudian dibiarkan selama 18 jam
Saring filtrat, kumpulkan! 20 ml filtrat diuapkan hingga kering didalam cawan uap yang
telah dipanaskan
Sisa atau residu dipanaskan hingga bobot tetap, lalu hitung kadar
sarinya dalam %
3.2.6 Kadar abu.
a. Penetapan Kadar Abu total
Cawan dimasukkan kedalam oven selama 35 menit
Cawan kosong ditimbang, lalu sampel dimasukkan
Diarangkan lalu diabukan selama 12 jam
Cawan dan sampel (abu) ditimbang
b. Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh padan penetapan kadar abu total ditambah HCl encer
lalu panaskan selama 15 menit
Bagian yang tidak larut asam diambil, lalu saring kemudian cuci dengan
air panas, dipijarkan sampai BB tetap (TIMBANG)
Kadar abu tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan
c. Penetapan Kadar abu larut air
Abu yang diperoleh dari kadar abu total ditambahkan air 25 ml didihkan
selama 15 menit
Kumpulkan bagian yang tidak larut, saring dengan kertas saring
Bahan yang tidak larut dicuci dengan air panas, masukkan kedalam krus
Pijarkan lalu timbang, kadar abu yang larut air dihitung terhadap bahan yang
dikeringkan
3.2.7 Kadar air.
a. Penjenuhan toluen
- Ambil 2 ml air dan 200 ml toluene. Masukan dalam labu bulat.
- Panaskan perlahan – lahan selama 15 menit
- Bila toluen mendidih, suling dengan kecepatan 2 tetes/detik
- Naikan kecepatan sampai 4 tetes/detik
- Kemudian lakukan destilasi sampai volume air konstan
- Catat volume air yang terdestilasi
b. Penentuan Kadar Sampel
- Setelah toluen dijenuhkan, masukan sampel pada labu.
- Lakukanlah destilasi
- Ketika volume air konstan, destilasi dihentikan.
- Catat volume air yang terdestilasi
3.2.8 Pembuatan sediaan kapsul.
a. Ekstrak meniran ditimbang 9 gram dengan 21 gram amilum manihot, kemudian
sedikit demi sedikit masukan kedalam lumpang gerus hingga homogen.
b. Pembuatab nucilago, kemudian timbang amilum manihot 0,9 gram, lalu
susupensikan dengan air suling, panaskan dalam api langsung sambil diaduk.
c. Timbnag dan cek beratnya, bila kurang tambahkan dengan air panas, bila
kelebihan diuapkan hingga diperoleh massa mucilago sebesar 9 gram (massa 2)
d. Pertaman massa 1 tambahkan dengan massa 2 sedikit demi sedikit mencampur,
lalu digranulasikan dengan ayakan mesh no14
e. Granulat dikeringkan pada suhu 40 - 60˚C pada lemari pengering
f. Setelah kering, ayak lagi dengan mesh no14 kemudian ditimbang beratnya
g. Lalu diuji preformulasi berupa air dan sudut dalam
h. Bila memenuhi syarat, masukan kedalam cangkang kapsul ukuran yang akan
dibutuhkan
i. Kemudian lakukan evaluasi kapsul berupa keseragaman bobot
3.2.9 Evaluasi sediaan kapsul.
a. Timbang 20 kapsul. Lalu timbang satu persatu kapsulnya.
b. Keluarkan isi kapsul.
c. Timbang cangkang kapsul dan isi dari kapsul tersebut.
d. Lalu tentukan % penyimpangannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan.
4.1.1 Skrining fitokimia.
Golongan Senyawa Pereaksi Hasil Pengamatan
Alkaloid (+) mayer (-) warana kuning
kehijauan
Senyawa polifenolat (+) FeCl3 (+) biru hitam
Tanin (+) FeCl3
(+) gelatin
(+) biru hitam (polifenol)
(-) kuning coklat (tanin)
Flavonoid (+) Zn (+) HCl
(+) amilalkohol
(+) coklat kemerahan
Mono dan
seskueterpenoid
(+) vanilin sulfat (+) warna-warna
Steroid dan triterpenoid (+) lieberman burchard (+) hijau (steroid)
Kuinon (+) NaOH (+) coklat kemerahan
Saponin (+) HCl (-) busa hilang
4.1.2 Ekstraksi.
1. Organoleptic.
a. Warna : coklat/hijau kecoklatan
b. Bentuk : serbuk
c. Bau : seperti jamu
d. Rasa : tidak berasa
2. Nilai randemen.
Bobot cawan : 55,4752 g
Bobot ekstrak cair : 99,6324 - 55,4752 = 44,1572 g
Bobot ekstrak kental : 61,6007 - 55,4752 = 6,1255 g
Bobot simplisia : 10 g
Randemen = 6,1255 g
10 g x 100 % = 61, 255 %
3. Makroskopis : berdaun tunggal, batang ramping, bunga dan buah terdapat pada
ketiak daun, daun kecil, bentuk bundar, buah bulat hijau.
4. Mikroskopis : dari hasil mikroskopis terlihat fragmen kulit buat dan hablur
kalsium oksalat.
4.1.3 Susut pengeringan.
Susut Pengeringan Herba Meniran Persentase Kadar
I 10,4965%II 10,1603%III 10,4467%
4.1.4 Karakteristik ekstrak cair.
KLT Nilai Rf = 0,375Pola Dinamolisa Terdapat 4 pola
- Pola I = 2,2 cm- Pola II = 1,5 cm- Pola III = 1,1 cm- Pola IV = 1 cm
Bobot Jenis Ekstrak
0,8066
pH Ekstrak herba meniran konsentrasi 1% pH nya 4,87 (Asam)
4.1.5 Kadar sari larut air dan etanol.
a. Penetapan Kadar Sari Larut air
Bobot cawan konstan Bobot cawan + residu konstan Bobot simplisia.
32,270 g 32,2892 g 3,08 g29,5210 g 29,5415 g
Kadar sari larut air (I) ¿(m. cawan+ekstrak )−(m. cawan kosong ) x
bobot sampel10020
x 100 %
¿ (32, 2892 gr )−(32,2700 gr ) x3 gr
10020 x 100 %
¿ (0,0192 ) x3 gr
10020 x 100 %
¿3,2 %
Kadar sari larut air (II) ¿(m. cawan+ekstrak )−(m. cawan kosong ) x
bobot sampel10020
x 100 %
¿ (29,5415 gr )−(29,5210 gr ) x3 gr
10020 x 100 %
¿3,417 %
Kadar Sari Larut Air rata-rata ¿3,2%+3,417 %
2gr
¿3,3085 %
b. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Kadar Sari Larut Etanol (I) ¿(m. cawan+ekstrak )−(m. cawan kosong ) x
bobot sampel10020
x100%
¿(41,1138 gr )− (41,0511gr ) x
3 gr10020 x 100 %
¿10,45 %
Kadar Sari Larut Etanol (II) ¿(m. cawan+ekstrak )−(m. cawan kosong ) x
bobot sampel10020
x100%
¿ (54,4786 gr )−(54,4182 gr ) x3 gr
10020 x 100 %
¿10,067 %
Kadar Sari Larut etanol rata-rata ¿10,45%+10,067 %
2 gr=10,2585 %
4.1.6 Kadar abu.
Bobot cawan konstan Bobot cawan + residu konstan Bobot simplisia.
41,0511 gr 41,1138 gr 3,00 g54,4182 gr 54,4786 gr
a. Kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam.
Berat sampel
(gram)
Krus kosong
(gram)
Krus+sampel hasil
pemijaran
Krus+abu tidak
larut asam
1,9987 16,7425 16,8852 16,7912
kadar abu total (1 )
¿ bobot krus+sampel setalah pemijaran−krus kosongbobot sampel
x100 %=16,8852−16,74251,9987
x 100 %=7,1396 %
kadar abu tidak larut asam
¿ bobot krus+abu tidak larut asam−krus kosongbobot sampel
x100 %
¿ 16,7912−16,74251,9987
x100 %
¿2,4366 %
b. kadar abu total dan abu larut air.
Berat sampel
(gram)
Krus kosong
(gram)
Krus+sampel hasil
pemijaran
Krus+abu tidak
larut asam
1,7646 16,4799 16,6052 16,5452
kadar abu total (2 )
¿ bobot krus+sampel setalah pemijaran−krus kosongbobot sampel
x100=16,6052−16,47991,7646
x100 %
¿7,1008 %
kadar abu larut air
kadar abu tidak larut air
¿ krus+abu tidak larut ai r setalah pemijaran−krus kosongbobot sampel
x100 %=16,5452−16,47991,7646
x 100 %=3,70 %
Kadar abu larut air
= kadar abu total – kadar abu tidak larut air. = 7,1008 %−3,70 %= 3,4008%
c. rata−ratakadar abu total
¿ abu total1+abu total 22
¿ 7,1396−7,10082
¿7,1472 %
4.1.7 Kadar air
- V toluen yang digunakan = 200 ml
- V air untuk penjenuhan = 2 ml
- Simplisia yang ditimbang = 10 gram
- V air hasil penjenuhan = 2 ml (V1)
- V hasil pemeriksaan = 3,5 ml (V2)
- % kadar air= V 2−V 1Berat Simplisia x 100 %
¿3,5−2
10 x 100 %
= 15 %
4.1.8 Evaluasi sediaan kapsul.
a. Uji keseragaman bobot.
No. Bobot kapsul + ekstrak
Bobot Cangkang
Kapsul
Bobot Ekstrak
%penyimpangan
1 0,29 0,05 0,24 -2,5642 0,28 0,05 0,23 1,7094
3 0,29 0,05 0,23 1,70944 0,29 0,05 0,24 -2,5645 0,28 0,05 0,21 10,2566 0,29 0,05 0,24 -2,5647 0,29 0,05 0,24 -2,5648 0,29 0,05 0,24 -2,5649 0,29 0,05 0,24 -2,56410 0,29 0,05 0,24 -2,56411 0,29 0,05 0,24 -2,56412 0,29 0,05 0,24 -2,56413 0,28 0,05 0,23 1,709414 0,28 0,05 0,23 1,709415 0,28 0,05 0,23 1,709416 0,29 0,05 0,24 -2,56417 0,28 0,05 0,23 1,709418 0,28 0,05 0,22 5,98219 0,29 0,05 0,23 1,709420 0,29 0,05 0,24 -2,564
b. Uji daya alir.
4.2 Pembahasan.
4.2.1 Skrining fitokimia.
Pada praktikum ini melakukan skrining fitokimia metabolit sekunder dari herba
meniran (Phylanty herba). Skrining fitokimia dilakukan untuk mendeteksi senyawa
kimia yang terkandung dalam tumbuhan berdasarkan golongan dan mengidentifikasi
senyawa kimia tersebut.
Phyllantus ninuri di Indonesia dikenal sebagai meniran yang merupakan
tumbuhan liar dengan inggi 30-40 cm dan tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia,
India, dan Brazil. Phyllantus berarti daun dan bunga, sebab jika dilihat sepintas daun,
bungan bahkan buahnya tambak serupa. Tumbuhan ini berada di ladang kebun maupun
pekarangan rumah dan tumbuh subur di tempat yang lembab pada daerah rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut.
Dilaporkan daun dan akar meniran kaya akan senyawa flavonoid, antara lain
flantin, hipofilantin, kuercetin, isokuercetin, astraglin dan rutin. Disam[ping itu dari
minyal bijinya telah diidentifikasi beberapa asam lemak yaitu asam ricinoleat, asam
linoleat, dan asam linolenat. Dari sekian banyak zat yang terkandung dalam meniran
belum diketahui secara pasti mana yangv memiliki efek antivirus. Hanya diketahui
bahwa komponen meniran bekerja terutama di hepar.
Menurut Mellinger et al (2005) yang diacu dalam Manjrekar et al (2008) meniran
memiliki aktivitas hipoglikemik, hipotensi, diuretik, antioksidan, dan antiinflamsi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa meniran mengandung efek antihepatoksik, antitumor,
dan antib akteri. Diduga zat berfungsi sebagai hepatoprotektor adalah phylantin dan
hipophyllantin yang tergolong dalam golongan flavonoid. Untuk membuktikan adanya
flavonoid tahap awal yang harus dilakukan adalah skrining fitokimia.
Skrining fitokimia yang pertama dilakukan adalah alkaloid. Penambahan
amonium encer dilakukan untuk membebaskan basa alkaloid dari bentuk garamnya.
Setelah dibebaskan basanya, lalu alkaloid ditarik menggunakan pelarut kloroform,
karena senyawa alkaloid akan larut dalam pelarut organik seperti kloroform. Lalu
ditambahkan HCl 2N, fungsinya untuk menggaramkan kembali alkaloid sehingga akan
bereaksi atau larut dalam senyawa polar juga karena untuk mengidentifikasikan senyawa
alkaloid menggunakan pereaksi mayer dan dragendorf yang bersifat polar. Berdasarkan
hasil pengamatan meniran negatif mengandung alkaloid.
Skrining kedua adalah flavonoid. Penafisan dilakukan dengan menggunakan
campuran logam, Mg dan HCl 5N sehingga menjadi MgCl2 dan melepaskan H2. H2
tersebut akan memprotonasi gugus karbonil menjadi alkohol sehingga terbentuk warna
merah. Berdasarkan hasil identifikasi meniran terbukti mengandung flavonoid.
Skrining fitokimia ketiga adalah tanin dan polifenol. Tanin direaksikan dengan
gelatin tidak terbentuk endapan yang artinya dalam meniran tersebut tidak mengandung
tanin tetapi ketika ditambahkan dengan FeCl3 terbentuk warna biru kehitaman yang
berarti meniran mengandung polifenol.
Skrining fitokimia keempat adalah monoterpenoid dan seskueterpenoid
memberikan hasil positif menimbulkan warna-warna sesaat penambahan vanilin asam
sulfat pada residu yang telah disari dengan eter dan diuapkan hingga kering.
Terbentuknya warna-warna menunjukkan adanya senyawa monoterpenoid dan
seskueterpenoid. Monoterpenoid dan seskueterpenoid merupakan senyawa-senyawa C10
C15 yang tersusun dari unit isopren, C5H8 sebagai penyusunya. Senyawa ini merupakan
komponen-komponen penyusun minyak atsiri.
Skrining fitokimia kelima adalah steroid dan triterpenoid memberikan hasil
positif. Pada penambahan pereaksi lieberman burchard menunjukkan hasil warna hijau.
Perubahan warna tersebut dikarenakan terjadinya oksidasi pada golongan senyawa
terpenoid/steroid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi.
Skrining fitokimia keenam adalah kuinon memberikan hasil positif yaitu
terbentuknya warna coklat kemerahan. Pada penambahan NaOH berfungsi untuk
memprotonasikan gugus fenol pada kuinon sehingga terbentuk ion enolat. Ion enolat
tersebut akan mampu mengadakan resonansi antar elektron pada ikatan rangkap H,
karena terjadinya resonansi ion inienolat dapat menyerap cahaya tertentu dan
memantulkan warna.
Skrining fitokimia ketujuh adalah saponin. Saponin adalah senyawa yang dapat
membentuk busadan menghemolisis hewan berdarah dingin. Ketika filtrat meniran
dikocok selama 30 detik lalu didiamkan selama beberapa menit terdapat busa, namun
ketika ditambahkan HCl encer, busa tersebut menjadi hilang ini artinya meniran negatif
mengandung saponin.
4.2.2 Ekstraksi.
Pada praktikum kedua ini melakukan proses ekstraksi dari herba meniran untuk
menarik senyawa metabolit sekunder terutama flavonoid yang memiliki aktivitas untuk
terapi hepatitis. Sebelum dilakukan proses ekstraksi simplisia haru diuji makroskopik
dan mikroskopik untuk menganalisis bentuk makro dan mikro, kemudian disamakan
hasilnya dengan standar dari herba meniran yang sudah ada.
Bentuk makroskopik dari herba meniran berupa daun tunggal, bunga dan
buahnya terdapat pada ketiak daun tersebut, memiliki batang bulat dan ramping. Secara
mikroskopiknya terlihat pada mikroskop terdapat pragmen kulit buah dan hablur
kalsium coklat.
Selanjutnya yaitu proses ekstraksi meniran herba dengan metode refluks.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan
pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang digunakan tanpa
melarutkan matrial yang lainnya. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada
kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran.
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat
dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan masa komponen zat pada
kedalam pelarut. Dimana perpindahan terjadi pada lapisan antar muka kemudian
berdifusi masuk kedalam pelarut. Salah satu ekstraksi adalah metode refluks.
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didih selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan,
baik umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 kali
sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna. Ketika pelarut yang mengandung
simplisia dipanaskan maka uap air dari pelarut akan masuk ke dalam kondensor yang
berisi air dingin, sehingga uap air mencair kembali. Proses tersebut berlangsung selama
3 jam. Setiap 3 jam diganti pelarutnya yang baru. Hasil dari refluks disaring kemudian
disatukan dalam satu wadah lalu diuapkan dalam rotary evaporator.
Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau
keseluruhan sebuah pelarut dari bentuk cair menjadi uap. Hasil dari evaporator yaitu
larutan pekat atau kental. Hasil dari refluks tdi di evaporator selam 1 jam sehingga
menghasilkan ekstrak kental. Setelah itu diuapkan dalam cawan uap diatas penangas air
sampai kadar pelarutnya berkurang. Kemudian ditimbang. Dari hasil timbangan tersebut
dapat diketahui % rendemen ekstrak. Herba meniran memiliki % rendemennya yaitu
6,1255%.
4.2.3 Susut pengeringan.
Selanjutnya, dilakukan pengujian susut pengeringan pada simplisia herba
meniran. Susut pengeringan sendiri adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105℃ selama 30 menit hingga mencapai bobot konstan, dan dinyatakan
sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap
dan sisa pelarut organik menguap) idetik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena
beda di atmosfer/ lingkungan udara terbuka.
Tujuan mengetahui kadar susut pengeringan ini adalah memberikan batasan
maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan ini
dengan menggunakan oven.
Hal yang pertama dilakukan adalah pengkonstanan botol timbang yang akan
digunakan. Sebelum dikeringkan menggunakan oven, botol timbang di timbang terlebih
dahulu untuk mengetahui bobot awal botol tersebut. Perlakuan untuk susut pengeringan
ini dilakukan dengan menggunakan 3 botol timbang (triplo). Setelah ketiga botol
timbang di timbang, lakukan proses pengeringan menggunakan oven selama 30 menit
pada suhu 105℃. Jika waktunya telah 30 menit, oven dimatikan dan botol timbang
tersebut dimasukan dan di simpan di dalam desikator. Jika disimpan di tempat terbuka
maka zat itu akan cepat menyerap kelembaban. Desikator ini digunakan untuk
menyetimbangkan objek dengan udara yang dikendalikan sehingga galat yang
disebabkan oleh penimbangan air bersama sama dengan objek itu, dapat dihindarkan.
Ketika objek yang panas, akan mendingin di dalam desikator dan ketika akan membuka
penutup desikator, harus hati hati agar aliran yang mendadak tidak meniup bahan keluar
dari botol tersebut.
Setelah botol konstan, selanjutnya simplisia herba meniran dalam bentuk serbuk/
sudah di serbukkan dimasukan ke dalam botol tersebut. Sebelum proses pengeringan,
botol yang berisi simplisia ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awalnya.
Kemudian, baru dilakukan proses pengeringan menggunakan oven selam 30
menit pada suhu 105℃. Proses pengeringan ini dilakukan beberapa kali hingga
bobotnya konstan.
Setelah bobot konstan, dihitung persentase susut pengeringan dari simplisia.
Karena perlakuan dilakukan secara triplo, jadi persentase susut pengeringan dihitung
satu persatu. Untuk persentase susut pengeringan botol timbang pertama, yaitu sebesar
10,4965%. Untuk persentase susut pengeringan botol timbang yang kedua, yaitu sebesar
10,1603%. Dan untuk persentase susut pengeringan botol timbang yang ketiga, yaitu
sebesar 10,4467%.
Berdasarkan studi literatur, untuk simplisia herba meniran (Farmakope Herbal
Edisi I hal 97) persentase susut pengeringan herba meniran yaitu tidak lebih dari 14%.
Hal ini menunjukan bahwa herba meniran yang akan digunakan untuk proses
selanjutnya memenuhi syarat untuk parameter susut pengeringannya.
4.2.4 Karakteristik ekstrak cair.
Selanjutnya dilakukan pengujian parameter lain pada ekstrak yang meliputi KLT,
Pola Dinamolisa, Bobot Jenis dan pH.
Hal pertama dilakukan yaitu membuat ekstrak encer herba meniran dengan
konsentrasi 1%. Ekstrak encer tersebut digunakan untuk penentuan pola dinamolisa,
bobot jenis dan pH ekstrak.
Pertama, pengujian pola dinamolisa. Ekstrak encer dengan konsentrasi 1% tadi di
uji pola dinamolisa dengan menggunakan kertas saring whatman. Disiapkan cawan petri
dan kertas saring whatman dengan diameter 10 cm. Lalu titik pusat kertas dilubangi dan
kemudian di pasang sumbu yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini
kemudian ditutupkan pada cawan petri yang berisi ekstrak cair. Lalu biarkan terjadi
proses difusi sirkular selama 10 menit. Setelah itu, pola dinamolisa yang terbentuk
diukur diameternya dan diamati. Tujuan dilakukan pola dinamolisa ini yaitu untuk
memberikan gambaran secara kualitatif dari kandungan kimia yang terdapat di dalam
ekstrak karena masing masing ekstrak memiliki pola dinamolisa yang berbeda. Hasil
yang diperoleh dari ekstrak encer dengan konsentrasi 1% yaitu terdapat 4 pola yang
memiliki diameter 2,2 cm untuk pola I, 1,5 cm untuk pola II, 1,1 cm untuk pola III dan 1
cm untuk pola IV.
Selanjutnya, dilakukan pengukuran pH (sifat keasaman dan kebasaan) dari
ekstrak cair herba meniran ini. Pengukuran pH ini dilakukan dengan pH meter. Hasil
yang diperoleh dari ekstrak cair herba meniran dengan konsentrasi 1% ini yaitu sebesar
4,87.
Lalu, dilakukan pengukuran bobot jenis. Bobot jenis suatu zat adalah
perbandingan antara bobot zat dibandingkan dengan volume zat pada suhu tertentu
(biasanya 25 ̊C). Penentuan bobot jenis ini dilakukan dengan menggunakan alat
pikrometer. Prinsip metode pikrometer ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan
penentuan ruangan yang ditempati cairan ini. Ruang pikrometer dilakukan dengan
menimbang air. Ketelitian metode pikrometer akan bertambah sampai suatu optimum
terntentu dengan bertambahnya volume pikrometer. Optimum ini terletak di sekitar isi
ruang 30 ml. Ada dua tipe pikrometer, yaitu tipe botol dengan tipe piper. Yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah pikrometer botol. Pertama – tama pikrometer
ditimbang terlebih dahulu dalam keadaan kosong. Lalu pikrometer diisi dengan air
hingga penuh dan ditimbang, kemudian ditentukan kerapatan air dengan cara ρ= m/v .
Setelah itu, pikrometer dikosongkan dan diisi dengan ekstrak cair yang telah
dipisahkan dalam botol vial tadi hingga penuh kemudian ditimbang. Melalui berat
ekstrak yang mempunyai volume tertentu dapat ditentukan kerapatan ekstrak dengan
rumus yang sama seperti tadi. Setelah itu bobot ekstrak dapat dihitung dengan
menggunakan rumus : Bobot jenis ekstrak = (kerapatan ekstrak)/(kerapatan air). Dari
hasil perhitungan didapat bobot jenis ekstrak sebesar 0,8066.
Uji parameter selanjutnya yaitu kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan
salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan
komponen – komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan
pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat
silika dan fase geraknya disesuaikan dengan sampel yang ingin dipisahkan. Campuran
larutan yang digunakan adalah eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan
eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Untuk KLT kali ini
digunakan silika gel GF 254, ini adalah jenis silika gel yang akan menunjukkan
fluorosensi kuning-hijau di bawah sinar UV-254 nm. Fase diam adalah fase yang terikat
pada pendukung, sedangkan fase gerak adalah fase yang bergerak melalui fase diam.
Pengembang yang digunakan pada metode ini yaitu air : klorofom : metanol ( 2 : 80 :
12 ). Digunakan pengembang ini karena menurut studi literatur senyawa flavonoid dapat
dideteksi dengan menggunakan pengembang ini.
Penjenuhan udara dalam chamber dengan uap menghentikan penguapan pelarut
sama halnya dengan penggerakan pelarut dalam KLT. Selanjutnya di atas plat silika
yang telah disiapkan ditotolkan dengan ekstrak cair. Sebelum menotolkan sampel ke plat
KLT, terlebih dahulu dibuat batas atas dan batas bawah dengan menggunakan paku. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui dimana penetesan sampel. Dalam penandaan tidak boleh
menggunakan tinta karena pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromotogram
terbentuk. Hal ini dapat mepengaruhi proses pengelusian senyawa sampel.
Setelah chamber jenuh, plat KLT siap dimasukkan ke dalam chamber. Ketika
pelarut mulai membasahi plat/lempengan, pelarut pertama – tama akan melarutkan
senyawa – senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-
senyawa akan cenderung bergerak pada plat sebagaimana halnya pergerakan pelarut.
Disini mulai terlihat akan ada bercak terpisah pisah. Ini karena setelah sampel dilarutkan
eluen maka sampel akan ikut berinteraksi juga dengan silika yang ada pada plat.
Senyawa yang terperangkap di bagian paling bawah menunjukan bahwa senyawa
tersebut paling tinggi kepolarannya. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen
yang akan melekat pada silika lebih kuat dibanding senyawa lain.
Setelah eluen mencapai batas atas plat, maka plat segera diangkat dan diamati
pada sinar tampak tidak terlihat adanya noda, maka selanjutnya plat dilihat dibawah
sinar UV 254 nm. Pada UV 254 terlihat ada satu bercak. Kemudian bercak ini ditandai
dengan pensil agar Rfnya dapat dihitung. Dilihat dari hasil pengamatan, bercak yang
diperoleh untuk herba meniran ini yaitu memiliki nilai Rf sebesar 0,525.
4.2.5 Kadar sari larut air dan etanol.
Selanjutnya yaitu melakukan karakteristik simplisia dengan penetapan kadar sari.
Penetapan kadar sari adalah suatu metode kualitatif untuk mengetahui jumlah
kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Kadar
sari ini merupakan salah satu parameter spesifik yang harus dilakukan pada simplisia
maupun ektrak untuk mengetahui jumlah kandungan tersari dalam suatu simplisia
maupun ektrak. Bahan alam yang akan diketahui kadar sarinya adalah simplisia meniran.
Dalam praktikum ini akan membuktikan berapa kadar sari yang diperoleh dari
simplisia meniran tersebut. Apakah kadar sarinya memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan atau tidak. Secara garis besar, penetapan kadar sari ini dilakukan dengan 2
cara yaitu kadar sari yang dapat larut dalam air dan kadar sari yang dapat larut dalam
etanol. Kedua cara tersebut didasarkan atas kelarutan senyawa yang terkandung didalam
simplisia. Teknik isolasi atau ektraksi yang dilakukan untuk penetapan kadar sari ini
adalah ektraksi cara dingin. Hal itu disebabkan agar senyawa yang tidak tahan terhadap
pemanasan tidak rusak dan dapat tersari dengan baik.
Metode yang digunakan yang digunakan pada praktikum ini adalah metode
maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan menggunakan
pelarut organik yang umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul relatif kecil
dan perlakuan pada temperatur ruangan akan mudah pelarut terdistribusi ke dalam sel
tumbuhan. Kekurangan dari maserasi adalah pengaruh suhu dapat dihindari karena
dengan menggunakan suhu yang tinggi akan mengakibatkan terdegradasinya senyawa-
senyawa metabolit sekunder. Yang harus diperhatikan dalam penetapan kadar sari ini
adalah pemilihan pelarut yang digunakan harus memberikan efektifitas yang tinggi
dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak
langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel.
Pada praktikum ini digunakan pelarut campuran antara air dengan kloroform
untuk menyari kadar sari larut air. Penambahan pelarut kloroform bertujuan untuk
menarik senyawa - senyawa non polar sehingga hanya senyawa - senyawa yang larut air
saja yang akan tertarik oleh air. Sedangkan untuk penetapan kadar sari larut etanol
digunakan pelarut etanol untuk menyari senyawa - senyawa yang larut di dalam etanol.
Proses maserasi ini dilakukan selama 1 x 24 jam dengan pada jam ke 6 pertama
dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesetimbangan yang
dapat mengakibatkan kejenuhan pelarut.
Setelah itu kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui kadar sari yang terlarut saja yang akan ditentukan. Setelah
disaring diambil 20 ml filtrat tersebut kedalam cawan penguap yang telah dikonstankan.
Filtrat tadi diuapkan dengan bantuan water bath hingga kering dan kemudian ditetapkan
secara gravimetri menggunakan oven dengan suhu 105 C sampai konstan. Hasil yang
diperoleh dari penetapan kadar sari larut air yang dilakukan dua kali pengulangan adalah
sebesar 3,2 % dan 3,417 %, sedangkan kadar sari larut etanol yang diperoleh adalah
10,45 % dan 10,067 %. Dari hasil tersebut dari kedua kadar sari tersebut baik itu kadar
sari larut air maupun kadar sari larut etanol telah memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan farmakofe herbal.
4.2.6 Kadar abu.
Praktikum selanjutnya membahas mengenai kadar abu dalam simplisia meniran.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat
pada suatu bahan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi
komponen-komponen anorganiknya tidak. Penetapan kadar abu ini merupakan salah
satu parameter non spesifik yang harus dilakukan dalam simplisia atau ekstrak.
Penentuan kadar abu total ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik
tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta
dijadikan parameter nilai gizi bahan. Penetapan kadar abu ini tidak hanya dilakukan
penetapan kadar abu total saja melainkan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut
air. Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang
sebagian adalah garam-garam logam berat silika. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi
nantinya dapat menunjukan adanya kontaminasi residu mineral atau bahan yang tidak
dapat larut asam pada suatu produk.
Metode yang digunakan adalah metode kering dengan menggunakan oven dan
tanur. Prinsip dengan oven pengeringan adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu
bahan akan mengauap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105°C pada waktu
tertentu. Krus yang digunakan untuk mengabukan sampel, terlebih dahulu dikonstankan
dengan tujuan agar tidak terdapat kadar air yang berada didalam krus yang akan
mempengaruhi hasil penimbangan.
Kemudian masukan sampel kedalam krus konstan dan di oven pada suhu 105 °C
selama 30 menit. Hal itu dimaksudkan untuk menghilangkan kadar air yang ada didalam
simplisia sehingga dapat mempercepat proses pengabuan menggunakan tanur. Setelah
konstan, kemudian masukan kedalam tanur selama 6 jam dengan tahapan suhu mulai
dari 400° C, 500° C dan 600° C. Yang harus diperhatikan dalam menanur adalah krus
yang berisi sampel harus ditutup. Hal itu karena untuk mempercepat proses pengabuan,
karena tekanan dan suhu diluar dan didalam sistem yang berbeda.
Fungsi penyimpanan di desikator adalah untuk menjaga suhu dan tekanan diluar
dan didalam sistem yang berbeda sehingga jika krus langsung ditimbang tanpa
didesikator ditakutkan krus akan mudah pecah. Krus dan sampel ditimbang sampai berat
konstan. Penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan dengan melanjutkan hasil abu
penetapan abu total dengan cara dilarutkan dengan asam klorida (HCl) encer yang
kemudian disaring dengan kertas saring whratman. Kertas saring yang telah kering
dengan dianginkan disuhu ruang dimasukan ke dalam krus yang konstan dan di oven
pada suhu 105°C. Selanjutnya dilakukan tanur sebagaimana pada langkah penetapan
kadar abu total.
Untuk penetapaan kadar abu larut air dilakukan dengan menetapkan kadar abu
tidak larut air yaitu dengan memperlakukan hasil penetapan kadar abu total yang
dilarutkan dengan air, kemudian dimasukan ke dalam oven dan tanur. Dan ditimbang
hingga konstan. Berdasarkan pengamatan kadar abu total yang dilakukan diperoleh
kadarnya sebanyak 7,1472 %. Hasil tersebut tidak memenuhi syarat kadar abu total
meniran, berdasarkan dari literatur Farmakofe Herbal kadar abu total tidak lebih dari 3,7
%. Kadar abu larut air diperoleh 3,4008 % sedangkan kadar abu tidak larut asam
sebanyak 2,4366 %. Hasil tersebut juga tidak memenuhi syarat dalam literatur yang
menyatakan bahan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 1,1 %.
4.2.7 Kadar air.
Selanjutnya adalah penetapan adar air dari simplisia. Pada penetapan kada air,
metode yang digunakan tegantung pada sifat dari suatu bahan atau simplisia untuk
simplisia yang mempunyai kadar air yang tinggi dan mengandung senyawa volatil
( mudah menguap ). Penetapan kadar air yang dilakukan adalah dengan cara destilasi
azeotrop dengan pelarut yang berat jenisnya lebih rendah dari pada berat jenis air.
Destilasi azeotrop, dimana pada destilasi yang dihasilkan oleh minyak atsiri yang
menguap tidak akan bercampur dengan air disebabkan memiliki kepolaran yang
berbeda.
Jika Penetapan Kadar Air dilakukan dengan metode lain seperti gravimetri,
minyak atsiri dan air akan sama – sama menguap sehingga disaat pengukuran kadar air
hasilnya akan lebih besar, karena minyak atsiri yang menguap dapat dihitung sebagai
kadar air, selain itu, destilasi azeotrop merupakan metode yang paling sering digunakan,
karena destilasi tersebut mudah dilakukan dan sangat akurat dibanding metode lain.
Azeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana
komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui destilasi biasa. Ketika campuran
azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan
fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling mixture karena
komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan. Metode
azeptropic dapat ngukur kadar air secara langsung dari bahan uji yang didestilasi dengan
pelarut yang tidak bercampur dengan air.
Simplisia yang akan ditetapkan kadar airnya dihaluskan terlebih dahulu sampai
menjadi serbuk. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga kadar air yang
dihasilkan lebih akurat. Semakin besar luas permukaan dalam suatu sampel atau
simplisia yang didestilasi, maka jumlah air yang dihasilkan akan semakin banyak pula.
Toluen merupakan senyawa anhidrat yang dapat menyerap air sehingga toluen
harus dijenuhkan terlebih dahulu dengan air yaitu 200 ml toluen dan 2 ml air, proses
penjenuhan ini bertujuan untuk supaya titik didih berada ditengah – tengah antara air
dan toluen, proses penjenuhan ini sangat penting dalam penentuan kadar air, karena
apabila toluen belum jenuh dengan air, maka toluen akan menyerap air yang terkandung
didalam simplisia. Setelah dijenuhkan, masukan simplisia kedalam labu alas bundar
sebanyak 20 gram. Masukan batu didih kedalam campuran simplisia dan toluen yang
sudah dijenuhkan, agar mencegah terjadinya bumping atau ketupan pada saat proses
pemanasan, kemudian dipanaskan, pemanasan tersebut bertujuan untuk menguapkan
pelarut bersama – sama dengan air yang terdapat dalam simplisia. Toluen sebagai
pelarut merupakan senyawa dapat bercampur. Hal ini disebabkan karena ketika
dipanaskan, toluen menjadi membawa ikatan hidrogen dengan air. Tentu dalam hal ini
toluen mengalami peningkatan kepolaran dan dapat bercampur dengan air.
Proses penguapan kedua campuran pelarut akan melawan kondensor dan
mengalami akibat adanya aliran air dari kran . aliran air dlam alat destilasi harus dari
bawah keatas, hal ini bertujuan untuk memperlambat aliran air, karena apabila aliran air
keatas kebawah akan dipengaruhi gaya gravimetri sehingga aliran gaya akan mengalir
lenih cepat dan dapat mempengaruhi proses kondensasi yang akhirnya proses
pengembunan tidak maksimal, apabila diperlambat aliran air, proses pendingin lebih
sempurna dan hasil yang diperoleh sempurna pula. Proses destilasi dihentikan ketika
volume air yang ada di dalam tabung penampung sudah konstan. Hasil kadar air dari
herba meniran adalah 15%.
4.2.8 Pembuatan dan Evaluasi sediaan kapsul.
Praktikum yang terakhir adalah Pembuatan Kapsul Ekstrak Meniran ( Phylantus
niruri L ) sebagai anti hepatitis. Sediaan kapsul merupakan partikel zat padat yang
mempunyai ukuran 0,1- 10.000 μ. Dalam ilmu farmasi, sediaan kapsul dapat diartikan
sebagai campuran homogen dua atau lebih bahan obat yang telah dihaluskan. Menurut
farmakope Indonesia Edisi IV, sediaan kapsul adalah campuran kering bahan obat atau
zat kimia yang dihaluskan, yang ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian
luar. Adapun pemerian dari kapsul adalah sedian bahan aktifnya dapat berbentuk padat
atau sediaan padat dengan atau tampa bahan tambahan dan terbungkus cangkang kapsul
yang keras terbuat dari gelatin, Kapsul Berbentuk selindris dengan ukuran kapsul
bermacam – macam mulai yang terbesar 000 (Untuk Hewan), 00 ,0 ,1 ,2 ,3 ,4 , dan 5.
Dalam pengobatan lazim digunakan adalah 0,1,2,3 dan 4 . Kapasitas Kapsul kira – kira
antara 30 mg – 600 mg dan tergantung berat jenis serbuknya.
Eksipien yang digunakan pada pembuatan kapsul ini adalah pasta amilum
sebagai pengikat dan amilum sebagai bahan pengisi. Zat pengisi ditambahkan dengan
tujuan untuk memperbesar volume dari ekstrak ketika dimasukan ke dalam cangkang
kapsul. Kemudian zat pengikat digunakan untuk mengikat antara partikel ekstrak dan
partikel bahan pengisi, sehinggga dapat membentuk granul yang baik.
Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3. Lebih enak dipandang
4. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan
pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian
dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
Yang petama dilakukan untuk pembuatan kapsul dari ekstak meniran,
timbanglah 9 gram dengan 21 gram amilum manihot, lalu yang sudah ditimbang
dimasukan sedikit demi seikit ke dalam lumpang, kemudian kedua campuran tersebut
digerus sampai tercampur halus.
Yang selanjutnya pembuatan mucilago, dengan menimbang amilum manihot 0,9
gram, suspensikan menggunakan air suling, lalu dipanaskan dalam api langsung sesekali
sambil diaduk hingga terbentuk mucilago, apabila sudah terbentuk mucilago, timbang
dan cek beratnya, apabila kurang ditambahkan dengan air panas, bila kelebihan diuapkan
hingga diperoleh massa mucilago sebesar 9 gram (massa 2). Pertama massa 1
ditambahkan massa 2 sedikit demi sedikit, lalu digranulasikan dengan ayakan mesh 14,
granul yang sudah jadi, kemudian dikeringkan pada suhu 40 - 60˚C pada lemari
pengering, apabila granul sudah mengering, ayak lagi menggunakan ayakan mesh no 14
dan timbang berat granul tersebut. Diuji preformulasinya berupa daya alir dan sudut
diam, bila memenuhi syarat, granul tersebut masukan kedalam cangkang kapsul yang
berukuran sesuai dengan yang dibutuhkan, lakukan evaluasi kapsul berupa keseragaman
bobot.
Evaluasi keseragaman bobot dilakukan dengan menggunakan 20 kapsul yang
ditimbang, kemudian setiap kapsul ditimbang satu persatu. Setiap isi dari kapsul
dikeluarkan dan ditimbang, begitu pula cangkang kapsulnya. Dari penimbangan tersebut
dapat ditentukan % penyimpangannya.
BAB V
KESIMPULAN.
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Herba meniran mengandung beberapa metabolit sekunder seperti polifenol, kuinon,
mono dan seskuiterepen, steroid dan triterpenoid, dan flavonoid yang disebutkan
memiliki khasiat sebagai antihepatitis.
2. Dari hasil ekstraksi, nilai rendemennya adalah 61,255 %.
3. Susut pengeringan dari herba meniran rata-rata sekitar 10%, yang artinya kadar susut
pengeringannya baik karena berada dibawah 14% (susut pengeringan untuk herba
meniran).
4. Hasil KLT memiliki nilai Rf 0,525; pH 4,87; BJ 0,8065 dan pola dinamolisis 2,2 ;
1,5 ; 1,1 ; 1 .
5. Kadar sari larut air adalah 3,11 % dan 3,32 % yang artinya senyawa dalam meniran
tersari sekitar 3%. Sedangkan yang tersari dalam etanol lebih banyak yaitu 10,45%
dan 10,96%.
6. Kadar abu total yang dimiliki meniran sekitar 7,1472 %, dimana kadar abu tidak
larut asamnya yaitu 2,4366%. Berarti cemaran seperti pasir, silikat dari luarnya
sedikit sedangkan kadar abu larut airnya adalah 3,4008%. Namun kadar air yang
dimilikinya cukup besar yaitu 15%.
7. Berdasarkan hasil evaluasi uji keseragaman bobot isi kapsul, bahwa isi kapsul
tersebut seragam karena memenuhi persyaratan yaitu tidak ada satupun %
penyimpangannya yang lebih dari 7,5 % dan tidak ada yang lebih dari 15%.