makalah uveitis

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS Nama : Ny. N Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 44 tahun Pekerjaan : ibu rumah tangga Pendidikan : SMP Status Perkahwinan : Menikah Suku/Bangsa : Indonesia Agama : Islam Alamat : Kp Kramat RT 09/015 Cililitan Kramat Jati

II. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 4 Januari 2012 Keluhan Utama : Mata sebelah kanannya kabur sejak 4 bulan SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih dengan keluhan mata kanannya kabur sejak 4 bulan SMRS. Buramnya itu pada saat melihat dekat maupun melihat jauh. Matanya tidak ada rasa gatal,ataupun berair saat ini. Pasien ada mengeluh rasa silau dan matanya agak merah. Menurut pasien sejak tahun 2007, saat lagi tidur mata kanan pasien kejatuhan batu kerikil. Setelah kejadian tersebut pasien langsung sakit kepala dan matanya menjadi merah namun pasien tidak langsung berobat. Pada awal tahun 2008 matanya menjadi merah lagi dan buram dan pasien langsung ke RS Husada dan diberi Pred forte dan 1

cendotropin. Kemudian gejalanya berkurang dan penglihatan menjadi bagus lagi lalu pasien sudah tidak kontrol lagi. Sepanjang tahun itu tiap kali matanya merah saja baru pasien kontrol. Pada tahun 2008 akhir, penglihatannya mulai menurun lagi dan matanya merah lalu pasien ke RS Cipto Mangunkusomo dan diberi obat yang sama P-Pred dan cendotropin tetapi pasien mengaku tidak teratur berobat. Pasien memakai terus obat tetes P-pred tiap matanya merah selama 3 tahun hingga tahun 2011 pasien ke RSCM lagi dan diperiksa ulang dengan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan pemeriksaan spesifik lain seperti factor Rh,ANA test, VDRL, dan hasil pemeriksaan ANA nya positif. Foto X-ray dada menunjukkan tidak ada bercak infiltrate di kedua apeks paru, Tes Mantoux (-) dan USG mata telah member hasil panuveitis OD. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Diabetes (-) Riwayat TBC (-) Riwayat Operasi (-) Riwayat Trauma : Pada tahun 2007 pasien mengaku bahwa mata kanannya pernah terkena batu namun pasien tidak berobat matanya. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang menderita kondisi yang sama seperti pasien III PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalisata : Keadaan Umum : tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tanda Vital :

2

-

Tekanan darah : 120/70mmHg Nadi : 72x/menit Suhu :37.2C Pernafasan : 20x/menit

B. Status Oftalmologi OD 1/300 s.c Ortoforia OS 6/6 s.c Ortoforia

VISUS KEDUDUKAN GERAK BOLA MATA

Oedem (-) Hiperemis(-),Folikel

(-) PALPEBRA

Oedem Hiperemis (-) Hiperemis(-),Folikel Lithiasis (-) Injeksi konjunktiva(-)

(-) (-)Hematom (-),

Hiperemis(-)Hematom KONJUNKTIVA SUPERIOR BULBI TARSALIS

(-), Lithiasis (-) Injeksi konjunktiva(+)

Injeksi siliar (-) Hiperemis (-),Papil (-), TARSALIS INFERIOR Lithiasis (-) Keratik Presipitat(+) KORNEA Dalam, Sel(-),Flare(-) COA Coklat, kripti IRIS menghilang, posterior Sinekia 360(+),

Injeksi siliar (-) Hiperemis (-),Papil (-), Lithiasis (-) Jernih Dalam , Sel(-),Flare(-) Coklat, kripti jelas.

neovaskularisasi (-) Seklusio pupil (+), PUPIL Anisokor, RCL(-),RCTL (-) Tidak bisa dinilai LENSA Belum dapat VITREOUS HUMOR dilakukan Belum dapat FUNDUSKOPI

Bulat, RCL (+),RCTL (+)

Jernih Jernih Refleks fundus (+), papil 3

dilakukan 23.8 TIO

batas tegas, C/D ratio 0.3.a:v=2:3, 13.9

IV RESUME Pasien perempuan berusia 44 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih dengan keluhan mata kanannya kabur sejak 4 bulan SMRS. Buram pada saat melihat dekat maupun jauh. Tidak gatal,ataupun berair saat ini. Pasien ada mengeluh rasa silau dan matanya agak merah. Pada tahun 2007, pasien punya riwayat trauma karena kejatuhan batu kerikil di mata kanannya namun pasien tidak langsung berobat. Pada awal tahun 2008 matanya menjadi merah lagi dan buram dan pasien langsung ke RS Husada dan diberi Pred forte dan cendotropin. Kemudian gejalanya berkurang dan penglihatan menjadi bagus lagi lalu pasien sudah tidak kontrol lagi. Sepanjang tahun itu tiap kali matanya merah saja baru pasien kontrol. Pada tahun 2008 akhir, penglihatannya mulai menurun lagi dan matanya merah lalu pasien ke RS Cipto Mangunkusomo dan diberi obat yang sama P-Pred dan cendotropin tetapi pasien mengaku tidak teratur berobat. Pasien memakai terus obat tetes P-pred tiap matanya merah selama 3 tahun hingga tahun 2011 pasien ke RSCM lagi dan diperiksa ulang dengan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan pemeriksaan spesifik lain seperti faktor Rh,ANA test, VDRL, dan hasil pemeriksaan ANA nya positif. Foto X-ray dada menunjukkan tidak ada bercak infiltrat di kedua apeks paru, Tes Mantoux (-) dan USG mata telah memberi hasil panuveitis OD. Pasien tidak punya riwayat hipertensi , Diabetes Mellitus maupun TBC dan penyakitpenyakit lain.

4

Dari pemeriksaan fisik , keadaan umum baik. Dari pemeriksan oftalmologi

okuli dextra

didapatkan konjunktiva hiperemis, keratik presipitat ditemukan di kornea, COA dalam, pupil seklusio ,anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung tidak ada dan tekanan intraokuler 23.8. Pada pemeriksaan oftalmologi okuli sinistra tidak ditemukan kelainan. V. DIAGNOSIS KERJA - Uveitis kronik dengan glaukoma sekunder OD VI. DIAGNOSIS BANDING Uveitis posterior OD Panuveitis OD Glaukoma OD Keratitis OD Konjunktivitis OD Katarak OD

VII. PENATALAKSANAAN Obat tetes mata P-pred 6dd1 gtt OD Metilprednisolon 8mg tab 1dd1 Timol

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN USG Konsul ke Ilmu Penyakit Dalam

IX. PROGNOSIS OD Dubia ad malam Dubia ad malam Dubia ad malam OS Ad bonam Ad bonam Ad bonam 5

Ad Vitam Ad fungsionam Ad sanationam

BAB II ANALISA KASUS Pada kasus ini diagnosa pasien dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Pasien seorang perempuan berumur 44 tahun datang ke Rumah sakit Umum Daerah Budhi Asih dengan keluhan mata sebelah kanannya buram sejak 4 bulan SMRS. Penglihatan buram ini bisa mengarahkan kepada kelainan refraksi dan membawa kepada banyak diagnosis banding seperti miopia,hipermetropia dan presbiopia karena pasien sudah berumur melebihi 40 tahun dimana kita tahu presbiopia mulai timbul pada usia lebih dari umur 40 tahun.Buram menunjukkan adanya gangguan media refraksi .Buramnya itu pada saat melihat dekat maupun melihat jauh. Matanya tidak ada rasa gatal,ataupun berair saat ini namun kadang matanya merah disertai rasa silau. Pada kecurigaan ke arah infeksi maka infeksi akut masih mungkin karena tanda-tanda infeksi akut seperti hiperemis didapatkan. Pasien ada mengeluh rasa silau. Ini menunjukkan adanya spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya. Pada tahun 2007, mata kanan pasien pernah kejatuhan batu kerikil lalu matanya jadi merah. Pasien tidak langsung beobat. Tahun 2008 kambuh lagi mata merahnya lalu diberikan obat tetes mata Pred forte dan cendotropin dari RS Husada sebagai antiinflamasi dan iridoplegia. Ini membuktikan adanya riwayat trauma yang mengawali kejadian dan kemungkinan terjadinya infeksi dari luar yang masuk ke mata lalu terjadi peradangan. Namun pasien tidak berobat dengan teratur setelah itu. Pada tahun 2008 akhir, matanya merah lagi dan penglihatan menjadi buram dan pasien berobat ke RSCM dan diberikan obat yang sama. Ini bisa menunjukkan suatu rekurensi dari penyakitnya bisa dari infeksi yang berulang atau pengobatan yang tidak teratur. Di RSCM tahun 2011 pasien sudah pernah di foto X-ray dada, tes Mantoux, pemeriksaan darah lengkap dan USG mata. Pemeriksaan ini dilakukan karena sudah dicurigai ke arah uveitis dan bertujuan untuk mencari etiologinya. Dan ternyata hasil ANA tes positif dan USG matanya menunjukkan ada panuveitis. Namun hasil ini pasien tidak tahu tentangnya dengan jelas dan benar. 6

Pasien tidak punya riwayat hipertensi , Diabetes Mellitus maupun TBC dan penyakitpenyakit lain. Karena seperti yang kita ketahui banyak penyakit-penyakit lain yang bisa menyebabkan kelainan di mata. Dari pemeriksaan fisik , keadaan umum baik. Dari pemeriksaan oftalmologi okuli dextra didapatkan visus 1/300 s.c berarti pasien hanya bisa melihat lambaian tangan pemeriksa.Konjunktiva hiperemis menunjukkan adanya reaksi peradangan yang sedang berlangsung atau bisa juga suatu proses peradangan kronik yang gejalanya sangat minimal. Ditemukan di kornea yaitu dikenal juga sebagai presipitat keratik di bilik mata depan pada pemeriksaan lampu celah. Presipitat keratik terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan : Baru dan lama : baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih. Jenis sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit kemampuan aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat atau granulomatosa. Jika kecil dikenal dengan non granulomatosa atau stellata. Jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia. Pada pasien ditemukan keratik presipitat yang kecil-kecil yang dengan ini dikenal dengan nongranulomatosa yang termasuk dalam uveitis kronik.Bilik mata depan dalam, berarti tidak ada tanda-tanda glaukoma .Pupil tidak bulat yaitu terjadinya seklusio pupil karena terlihat adanya sinekia posterior yaitu perlekatan antara iris dengan permukaan anterior dari lensa. Ini justru menyebabkan pupilnya anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung tidak ada karena efek sinekia dan karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai nyeri. Juga tidak ditemukan neovaskularisasi pada iris ( rubeosis iridis ). Tekanan intraokuler dekstranya 23.8 dan ini membuktikan bahwa pasien sedang mengalami komplikasi glaukoma yang biasanya terjadi pada uveitis kronik. Tekanan bola mata pada uveitis hipotoni, normal atau hipertoni. Pada pasien ini, tekanan intraokularnya tinggi menunjukkan tidak ada gangguan produksi aquos humor namun adanya gangguan untuk ekskresi akuos humor akibat dari terjadinya sinekia posterior yang menghalang jalannya akuos humor dan penumpukan sel-sel radang di sudut bilik mata depan. 7

Pada pemeriksaan oftalmologi okuli sinistra tidak ditemukan kelainan. Pada pasien ini dengan hasil tes ANA yang positif menunjukkan pasien punya penyakit sistemik lupus eritematosus yaitu suatu penyakit autoimun yang menyerang banyak bagian tubuh. Dan penyakit ini bisa merupakan etiologi kepada terjadinya uveitis pada psien. Namun tidak bisa disingkirkan faktor trauma dan pengobatan yang tidak teratur ditambah dengan penyaki SLE nya menambah beratkan lagi infeksi di matanya. Pemeriksaan USG dianjurkan lagi untuk melihat kondisi retina, keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan retina. Ini karena hasil USG tidak bisa dinilai sendiri walaupun sudah ada keterangan pasien menderita panuveitis dari RSCM dan pasien juga tidak tahu hasil USGnya. Pemberian sulfas atropin pada pasien juga sudah tidak mampan untuk melepaskan sinekia yang telah terjadi. Dengan ini bisa disingkirkan diagnosis banding yang lain. Uveitis posterior dan panuveitis OD masih belum bisa disingkirkan selagi tidak dilakukan pemeriksaan USG. Dan pada psien ini memang ditemukan adanya glaukoma namun lebih cenderung akibat sekunder dari uveitisnya. Diagnosis keratitis dicurigai karena adanya keluhan penglihatan buram, fotofobia dan matanya merah namun tidak ada injeksi siliar. Disertai adanya penemuan keratik presipitat dan sinekia lebih mengarah kepada uveitis. Jika ingin dibuktikan bisa dilakukan pewarnaan atau defek pada epitel atau adanya penebalan atau infiltrat pada stroma. Konjunktivitis pula keluhannya tidak disertai penurunan tajam penglihatan walaupun pada pasien ditemukan adanya injeksi konjunktiva. Kemungkinan adanya injeksi konjunktiva ini akibat dari pemeriksaan yang sering dilakukan pemeriksa. Diagnosis banding terakhir adalah katarak karena pada katarak disertai keluhan penurunan tajam penglihatan dan fotofobia tanpa mata merah. Namun katarak belum bisa disingkirkan karena lensa masih belum bisa terlihat jelas di curigai jika pun ada adalah akibat sekunder dari uveitis kroniknya. Saat ini pasien diberikan terapi untuk uveitisnya dengan obat tetes mata P-Pred ditetes 6 kali sehari dimana obat ini mengandungi kortikosteroid prednisolon asetat sebagai antiinflamasi untuk menekan peradangan. Selain itu diberikan juga Timol untuk menurunkan tekanan intraokularnya karena obat ini cara kerjanya mengurangkan produksi akuos humor dengan memblokade reseptor beta epitel siliar. Juga diberikan kortikosteroid sistemik metilprednisolon 8mg satu kali sehari selama satu minggu. Ini karena pada pasien sudah ada tanda glaukoma dan jika kortikosteroid diberikan terlalu lama maka tekanan bola mata bisa meninggi. Pasien juga dikonsulkan ke penyakit dalam untuk mendapatkan penatalaksanaan lanjut buat penyakit SLE nya selain terappi untuk mempertahankan penglihatan terbaik pada mata kanan tetap diteruskan.

8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Radang uvea atau uveitis adalah istilah umum untuk peradangan jaringan uvea. Uveitis didapatkan dari kata Greek uva ( anggur ) dan -itis ( inflamasi ).(8) Uveitis banyak penyebabnya dan dapat terjadi pada satu atau semua bagian jaringan uvea. Pada kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahui.(1) Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.(9)Seperti yang telah kita ketahui penyakit-penyakit mata dikelompokkan kepada mata tenang visus menurun, mata merah visus normal dan mata merah visus menurun di mana bisa mendadak ataupun perlahan-lahan. Uveitis termasuk dalam kelompok penyakit mata merah visus menurun.(2) Penyakit peradangan pada traktus uvealis umumnya unilateral. Di dunia, rata-rata insiden penyakit ini sekitar 12 dari 100.000 jiwa. Biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan (20-50 tahun). Uveitis jarang terjadi pada anak dibawah umur 16 tahun, hanya sekitar 5% sampai 8% dari jumlah total. Kira-kira setengah dari jumlah anak yang mendreita uveitis umumnya uveitis posterior dan panuveitis. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam angka kesakitan.(1,3) Bentuk uveitis paling sering adalah uveitis anterior akut atau iritis yang umumnya unilateral dan ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia dan penglihatan kabur serta mata merah (merah sirkumkorneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau irreguler. Bentuk uveitis lainnya adalah uveitis posterior, intermediet, dan panuveitis.(1,3) Penatalaksanaan kortikosteroid(1,3)

uveitis

tergantung

pada

penyebabnya.

Biasanya

disertakan dan/atau

topikal

atau sistemik

dengan

obat-obatan

sikloplegik-midriatik

imunosupresan non kortikosteroid. Jika penyebabnya adalah infeksi diperlukan terapi antibiotik.

9

1. UVEA Uvea merupakan lapisan dinding kedua bola mata yang siliaris dan koroid. mempunyai vaskuler yang terletak antara kornesklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu iris, badan

Anatomi Uvea(9) Iris merupakan membran yang berwarna, berbentuk sirkular yang di tengahnya terdapat lubang yang dinamakan pupil . Berfungsi mengatur banyak atau sedikitnya cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar merupakan pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti.(1,2) Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos berjalan melingkari pupil ( sfingter pupil ) dan radial tegak lurus pupil ( dilatators pupil ). Iris menipis di dekat perlekatannya di badan siliar dan menebal di dekat pupil. Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus III saraf cranial ( nervus optalmikus ) yang bersifat simpatis untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis.(1) Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Terbagi keda dua zona yaitu pars plikata dan pars planaris. Pars plikata lebarnya 2mm dimana di sini adanya prosesus siliaris yang memproduksi akuos humor. Pars planaris berukuran 4mm,letaknya di posterior. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi karena jika otot-otot ini berkontraksi ia akan menarik prosesus siliaris dan koroid ke depan dan ke dalam , mengendorkan Zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung. Fungsi prosesus siliar adalah memproduksi cairan mata yaitu akuos humor.(1) 10

Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang terletak di antara sklera dan retina terbentang dari ora serrata sampai ke papil saraf optic. Koroid kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama member nutrisi pada retina bagian luar.(1) Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan kecil. Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di bagian luar terdapat suprakoroidal

Lapisan Koroid Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari 11

arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.

12

2. UVEITIS 2.1 Definisi Uveitis adalah suatu inflamasi pada traktus uvea. 2.2 Klasifikasi Uveitis dapat diklasifikasikan menurut: a. Anatomi(1,3)

:

1. Uveitis anterior dibagi dalam dua kelompok:

Iritis: dimana inflamasi umumnya mengenai iris. Iridosiklitis: dimana mengenai dari iris dan bagian anterior dari korpus ciliaris ( iris pars plikata )

2. Uveitis Intermediet adalah inflamasi dari uvea yang mengenai korpus ciliaris bagian posterior (Pars Plana), retina perifer dan sedikit koroid. 3. Uveitis Posterior adalah inflamasi yang mengenai koroid dan retina posterior sampai ke dasar dari vitreus koroiditis,korioretinitis : bila peradangan koroidnya lebih menonjol retinokoroiditis : bila peradangan retinanya lebih menonjol retinitis dan uveitis disseminata :

4. Panuveitis adalah inflamasi yang mengenai seluruh bagian dari badan uvea ( uveitis difus ) atau terjadinya uveitis anterior dan posterior bersamaan.(9)

Lokalisasi Uveitis(5)

13

b. Berat dan perjalanan penyakit (1,4,8): Inflamasi dibagi kepada fase akut dan fase kronik. Fase akut dimodulasi oleh mediator kimiawi seperti histamin, serotonin,kinin,plasmin,komplemen,leukotriene dan prostaglandin. Yang pertama dari fase akut dimediasi oleh histamin dan serotonin yang menyebabkan otot nerkontraksi dan berlokalisasi, permeabilitas vaskular meningkat dan terjadi ekstravasasi cairan dan leukosit keluar dari pembuluh darah. Fase kedua respon inflamasi akut dimediasi oleh kinin,prostaglandin dan leukotriene. Prostaglandin yang ada di iris bersifat antagonis dengan substansia vasokonstriktor dan memblok aktifitas epinefrin dengan menginhibisi adenilsiklase. Selain itu , ia juga memecahkan Blood Aquous Barrier , lalu menyebabkan peningkatan aliran darah di mata dan meningkatkan tekanan intraokular.(8) Pada fase kronik inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu granulomatosa atau nongranulomatosa. 1. Uveitis akut; gejala klinik yang terjadi secara mendadak dan menetap sampai tiga bulan 2. Uveitis subakut . 3. Uveitis kronik; Uveitis yang menetap hingga lebih dari tiga bulan dan biasanya asimtomatik, walaupun akut atau subakut dapat terjadi. 4. Uveitis rekurens

c. Etiologi(1,2,3,9): 1. Uveitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik seperti sarkoidosis. 2. Infeksi; bakteri ( Tuberkulosa, Sifilis ), jamur ( Kandidiasis ), virus ( Herpes simpleks,Herpes Zoster,Cytomegalovirus,Penyakit Koyanagi-Harada,Sindrom Behcet ). 3. Parasit: protozoa dan nematoda (Toksoplasma , Toksokara ) 4. Imunologik : Lens-induced iridosiklitis,oftalmia Simpatika 5. Penyakit sistemik : penyakit kolagen, arthritis rheumatoid,sklerosis multiple,sarkoidosis,penyakit vaskuler 6. Neoplastik : limfoma, sarcoma sel reticulum 7. Lain-lain : AIDS

d. Histopatologi(1) 1. Granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus 14

2. Non-granuomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid Kedua bentuk ini ditemukan pada uveitis yang kronik (8): Umum Bilik depan Granulomatosa Lebih sering di bagian anterior dan posterior uvea. Onset gradual,kronik mata Onset gradual,ringan,mata keratik Bilik tidak merah. Non granulomatosa Uvea anterior sering terkena.

Onset akut dan singkat Onset akut, mata merah, tidak ada nodul-nodul di iris. Eksudat fibrin yang banyak. Fler (+) banyak

Ditemukan nodul-nodul di iris. Presipitat ( seringnya mutton-fat ). Sedikit

fler mata Kelainan di koroid,retina. Eksudat vitreus Koroid jarang, lesi retina. Opasitas yang banyak vitreus baik

belakang

Gambar(6) a) Granulomatosa 2.3 Patofisiologi

b) Non granulomatosa

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.(1,4) Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.(1)

15

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).(1) Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini besar disebut mutton fat.(1,4) Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.(1,4) Sel-sel radang, fibrin dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel dapat terjadi seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatanperlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe.(1,4)

Gangguan produksi akuos humor terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Eksudat protein,fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut bilik mata depan terjadi penutupan kanal Schlemm sehingga terjadi glaucoma sekunder. Pada fase akut akan terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik mata depan sedang pada fase lanjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya tekanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat peran asetilkolin dan prostaglandin.(1,4)

Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan siliar.(1,4) Mekanisme Inflamasi Okular dan Tanda-tanda Uveitis (8) Mekanisme Tanda-tanda Okular Dilatasi pembuluh darah Injeksi siliar Permeabilitas vascular Sel fler ( di akuos ) 16

Migrasi sel

Sel : Inflamasi Sel-sel akuos Presipitat keratik Hipopion Sel-sel retrolental Sel-sel vitreus Eritrosit Hifema

2.4 Gambaran Klinik 1. Uveitis Anterior

Bentuk yang paling umum dan biasanya unilateral dengan onset akut. Gejala yang khas meliputi nyeri, fotofobia ,penglihatan kabur, sakit kepala dan lakrimasi.(1,2,3,4,9) a. Gejala subyektif 1) Nyeri (1,2,3,4,9): Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri. 2) Fotofobia dan lakrimasi(1,2,3,4) Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. 3) Kabur(1,2,3,4) Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul, tergantung penyebab, seperti: pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin dan bisa juga disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi kornea.

17

b. Gejala obyektif Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi. 1) Hiperemi Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar 360 sekitar limbus, berwarna ungu( kemerahan sirkumkorneal) Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva ( injeksi konjungtiva ) dan sekret yang minimal

2) Perubahan kornea Keratik presipitat Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan : Baru dan lama : baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih. Jenis sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit kemampuan aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat atau granulomatosa. Jika kecil dikenal dengan non granulomatosa atau stellata. Jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia. Keratik presipitat granulomatosa atau non granulomatosa biasanya terdapat di sebelah inferior, di daerah berbentuk baji yang dikenal sebagai segitiga Arlt. Sebaliknya keratik presipitat stellata biasanya tersebar rata di seluruh endotel kornea dan dapat dilihat pada uveitis akibat virus herpes simpleks, herpes zoster,toksoplasmosis, iridosiklitis heterokromik Fuch, dan sarkoidosis.(1,3,4)

18

(4)

3) Kelainan kornea(1) : Keratitis dapat bersamaan dengan keratouveitis dengan etiologi tuberkulosis, sifilis, lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea. Edema kornea disebabkan epitel kornea. oleh perubahan endotel dan membran Descemet dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descemet dan vesikel pada

EDEMA KORNEA 4) Kekeruhan dalam bilik depan mata dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel, dan fibrin. 5) Iris(1) 5.1. Hiperemi iris Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus dibedakan dari rubeosis iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal. 5.2. Pupil(1,2) Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai nyeri. 5.3. Nodul Koeppe(1,2) : Penimbunan sel terlokalisasi di pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih, warna putih keabuan. 5.4. Nodul Busacca(1,2)

19

Terlihat sebagai benjolan putih pada permukaan depan iris akibat penumpukan sel. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis anterior granulomatosa. 5.5 Nodul Berlin (3) Tumpukan sel radang pada bilik mata depan

(7)

5.5. Granuloma iris Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris merupakan kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti tuberkulosis, lepra dan lain-lain. Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal padat, menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila granuloma hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan. 5.6. Sinekia iris(1,3) Sel-sel radang, fibrin dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan. Sinekia posterior : perlekatan iris dengan kapsul lensa bagian anterior Sinekia anterior : perlekatan iris dengan endotel kornea

5.7. Oklusi pupil(1,3) Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusi dengan membran radang pada pinggir pupil. 20

5.8. Atrofi iris Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut disebabkan olch virus, terutama herpetik. 5.9. Kista iris Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan, bedah mata dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel seperti pada epitel kornea. 6). Perubahan pada lensa 6.1. Pengendapan sel radang(4) Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat, menimbul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa. 6.2. Pengendapan pigmen(1,4) Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.

6.3. Perubahan kejernihan lensa(1,2,4) Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, hebat dan lamanya penyakit. 7). Perubahan dalam badan kaca(1,2) Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa kolagen, di depan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak. Agregasi terutama oleh set limfosit, plasma dan makrofag. 8). Perubahan tekanan bola mata(1,3,4) Tekanan bola mata pada uveitis hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni timbul karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi menunjukkan berkurangnya peradangan dan perbaikan bilik depan mata. Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil

21

dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.

2. Uveitis intermediet Juga disebut siklitis, uveitis perifer atau parsplanitis adalah jenis peradangan intraocular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet terpenting adalah adanya peradangan vitreus.. Uveitis intermediet khasnya bilateral dan cenderung mengenai pasien pada remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak terkena dibanding wanita.(1,2,3,9) a. Gejala subjektif Keluhan yang dirasakan pasien pada uveitis media berupa penglihatan yang kabur dan floaters. Tidak terdapat rasa sakit, kemerahan maupun fotofobia.(3) b. Gejala Objektif Temuan pemeriksaan yang paling mencolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus, yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan korpus siliaris seperti gundukan salju ( snowbanking ). Peradangan bilik mata depan mungkin hanya minimal tetapi jika sangat jelas , peradangan ini lebih tepat disebut uveitis difus atau panuveitis.(3)

Penyebab uveitis intermediet tidak diketahui pada sebagian besar pasien , tetapi sarkoidosis dan sklerosis multiple berperan pada 10-20% kasus ; sifilis dan tuberkulosis ( walaupun jarang ) harus disingkirkan dulu kemingkinannya pada setiap pasien. Komplikasi uveitis intermediet yang tersering meliputi edema makula kistoid,vaskulitis retina, dan neovaskularisasi pada diskus optik.(4) 3. Uveitis Posterior Termasuk di dalam uveitis posterior adalah retinitis,koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Gejala yang timbul umumnya berupa floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma atau penurunan tajam penglihatan yang mungkin parah. Ablasio retina walaupun jarang paling sering terjadi pada uveitis posterior; jenisnya bisa traksional,regmatogenosa atau eksudatif.(3,9)

22

a. Gejala subjektif Dua keluhan utama uveitis posterior yaitu penglihatan kabur dan melihat lalat berterbangan atau floaters. Penurunan visus dapat mulai dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah macula. Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga sering kali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita.(1) b. Gejala obyektif Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa kompikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinokoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur, terlihat tiga dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheathing pembuluh darah.(1) Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina dan atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena.(1) 2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan pada pasien uveitis ringan dan pasien dengan riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini atau dengan tanda-tanda infeksi virus herpes simpleks atau herpes zoster yang jelas. Di lain pihak, pemeriksaan sebaiknya ditunda pada pasien usia muda hingga pertengahan yang sehat dan asimptomatik yang mengalami episode pertama iritis atau iridosiklitis unilateral akut ringan sampai sedang yang cepat berespons terhadap pengobatan kortikosteroid topikal dan sikloplegik.(3,4)

Pasien uveitis difus , posterior atau intermediet dengan kelainan granulomatosa, bilateral,berat dan rekurens harus diperiksa sebagaimana setiap pasien uveitis yang tidak cepat merespons pada pengobatan standar.(3) Pemeriksaan sifilis harus mencakup Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ) atau rapid plasma regain ( RPR ), dan uji antibody anti-Treponema yang lebih spesifik. Kemungkinan tuberkulosis dan sarkoidosis harus disingkirkan dengan pemeriksaan sinar X dada dan uji kulit dan konrol untuk anergi seperti campak dan kandida. test untuk menyingkirkan SLE. (4)(3)

juga bisa dilakukan pemeriksaan ANA

23

Pemeriksaan lain yang boleh dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara lain : 1. Flouresence Angiografi ( FA ) FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, nervus optikus dan radang pada koroid. 2. USG Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan retina 3. Biopsi Korioretinal Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya. 2.6 Diagnosis Diagnosis uveitis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang menyokong. 2.7 Diagnosis Banding Mata merah dengan penurunan tajam penglihatan memiliki diagnosis differensial yang sangat luas. Beberapa kelainan yang sering terkelirukan dengan uveitis adalah(3) :

1. Konjungtivitis(3,4) Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier 2. Keratitis/ keratokonjungtivitis(3,4) Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia. Dibedakan dengan adanya pewarnaan atau defek pada epitel atau adanya penebalan atau infiltrat pada stroma 3. Glaukoma akut sudut tertutup(3,4)

24

Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya edema dan beruap/ keruh, tekanan intraokular juga meningkat dan sudut bilik mata depan sempit.

4. Neoplasma(3,4) Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa terdiagnosa sebagai uveitis. 2.8 Pengobatan Pengobatan uveitis ditujukan untuk mengurangkan nyeri dan inflamasi dengan menggunakan obat-obatan seperti sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS dan kortikosteroid, dapat juga digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu, pada pengobatan yang tidak beresponsif terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.(1,2,3,4) a. Mydriatik dan Sikloplegik(4) Midriatik dan sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia posterior dan menghilangkan efek fotofobia sekunder yang yang diakibatkan oleh spasme dari otot siliaris. Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis sikloplegik yang dibutuhkan semakin tinggi b. OAINS(4) Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik. c. Kortikosteroid(4) Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat. Namun, karena efek sampingnya yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang spesifik, seperti: Pengobatan inflamasi aktif di mata Mengurangi inflamasi intraokular di retina, koroid dan nervus optik d. Imunomodulator Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam penglihatan yang sudah tidak beresponsif terhadap kortikosteroid. Imunomodulator bekerja dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi. Indikasi digunakannya imunomodulator adalah 25

1. Inflamasi intraokular yang mengancam penglihatan pasien 2. Gagal dengan terapi kortikosteroid 3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah. Dan, sebelum dilakukan informed concent. Pengobatan uveitis anterior ( iridosiklitis )(1) : Midriatikum

Lokal : tetes mata sulfas atropine 1% prinsipnya adalah untuk membuat pupil selebarlebarnya dan tetap tinggal lebar selama 2 minggu. Hal yang harus diingat pada pemberian atropin adalah kejadian glaukoma. Karena atropin melebarkan pupil , maka sudut bilik mata depan menjadi sempit aliran cairan keluar menjadi insufisien sehingga menimbulkan serangan glaucoma. Jika terjadi glaukoma , atropin tetap diberikan tetapi di samping itu diberikan tablet diamox. Jika atropin tidak cukup untuk melebarkan pupil maka digunakan midriatikum yang lebih kuat yaitu Sol sulfas atropin 1% + kokain 5%. (1) Kortikosteroid

Tetes mata steroid 4-6 x sehari tergantung beratnya penyakit . pemberian kortikosteroid oral dipertimbangkan jika pemberian lokal dipertimbangkan tidak cukup.(1) Antibiotik

Diberikan apabila mikroorganisme penyebabnya tidak diketahui. (1) Pengobatan Uveitis Posterior : Tergantung dari penyebabnya pada prinsipnya ditujukan untuk mempertahankan penglihatan sentral , mempertahankan lapang pandangan, mencegah atau mengobati perubahanperubahan struktur mata yang terjadi seperti katarak , glaucoma sekunder, sinekia posterior, kekeruhan badan kaca , ablasio retina dan sebagainya.(1) 2.9 Komplikasi Apabila uveitis tidak mendapatkan pengobatan maka dapat terjadi komplikasi berupa: 1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata. 26

2. Katarak : peradangan di bilik mata depan maupun belakang akan mencetuskan terjadinya penebalan dan opasifikasi lensa. Di awal hal ini hanya menimbulkan kelainan refraksi minimal, biasanya ke arah miopia. Namun dengan berjalannya waktu , katarak akan berkembang dan seringkali membatasi visus koreksi yang terbaik.(3) 3. Neovaskularisasi. 4. Ablasio retina : bentuk traksional,regmastogenosa dan eksudatif jarang terjadi pada uveitis posterior, intermediet atau difus. Ablasio retina eksudatif mengesankan peradangan koroid yang nyata dan paling sering pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, oftalmia simpatika dan skleritis posterior atau menyertai kondisi retinitis berat atau vaskulitis retina.(3) 5. Kerusakan nervus optikus. 6. Atrofi bola mata. 7. Sinekia anterior dan posterior : sinekia anterior mengganggu aliran keluar akuos di sudut bilik mata dan menyebabkan glaukoma. Sinekia posterior jika meluas dapat menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup dengan terbentuknya seklusio pupil dan penonjolan iris ke depan ( iris bombe ).(3) 8. Edema makula kistoid : penyebab hilangnya penglihatan tersering ditemukan pada pasien uveitis dan biasanya terlihat pada kasus-kasus berat uveitis anterior dan uveitis intermediet. Edema makula berkepanjangan atau rekuren dapat menyebabkan hilangnya penglihatan yang permanen akibat degenerasi kistoid. Angiografi fluorescens maupun ocular coherence tomography dapat digunakan untuk mendiagnosis edema makula kistoid dan memantau respons terapinya.(3)

Namun terkadang peninggian tekanan bola mata dan katarak dapat muncul pada sebagian pasien yang telah mendapatkan pengobatan kortikosteroid, tetapi hal ini dapat diatasi dengan terapi obat-obatan ataupun operasi. Komplikasi yang lain dapat muncul namun tidak selalu ada pada pasien dengan uveitis, komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian terapi yang sesuai untuk penderita uveitis.(3,4) 2.10 Prognosis Pada uveitis anterior gejala klinis dapat hilang selama beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan. Pada uveitis posterior, reaksi

27

inflamasi dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga tahunan dan juga dapat menyebabkan kelainan penglihatan walaupun telah diberikan pengobatan.(3,4)

BAB IV KESIMPULAN Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun.Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.(4,9) Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intra okuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid.Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.(1,3,4,9)

28

Daftar Pustaka 1. Ilyas Sidarta, 2002. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Sagung Seto. Jakarta.159-175 2. Ilyas Sidarta, 2008. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.172-177 3. Vaughan Daniel, 2008.Edisi ke-17. Traktus Uvealis dan Sklera. Oftalmologi Umum. Wydia Medika. Jakarta.150-169 4. Tsang K,Kulkarni R. Iritis and Uveitis. http://emedicine.medscape.com/article/798323-overview. revisi terakhir 4 Mei 2011. [ diakses tanggal 06 Januari 2012 ] 5. Roque MR. Uveitis. 2007. http://www.uveitis.com/ph.images.uveitis/jpg/files [diakses tanggal 5 Januari 2012] 6. El-Asrar AMA, Struyf S, Van den Broeck C, et al. 2007. Expression of chemokines and gelatinase B in sympathetic ophthalmia. http://www.nature.com/.../fig_tab/6702342f1.html [diakses tanggal 05 Januari 2012] 7. WebMD. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous 2005; http://www.emedicine.com. [diakses tanggal 05 Januari 2012] 8. Wilson F.M et al.Basic Science and Clinical Course Section 9 : Intraocular Inflammation and Uveitis. American Academy of Opthalmology.1992. 57-147. 9. James B., Chew C.,Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi kesembilan. Penerbit Erlangga. 2006. 1-94

29