Upload
fiqi-rizki
View
1
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ihggouygyg
Citation preview
MAKALAH
Optimalisasi Energi baru terbarukan
Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ESDAL
Dosen pengampu : DrAmin Pujiati M.Si.
Oleh :
Evi Fatmawati 7111412062
Eni Kusrini 7111412063
Ana Syukriyah 7111412069
Rifa Atun M 7111412100
Desi Eka W 7111412
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya yang sangat besar dibandingkan
negara-negara lain didunia. Permintaan akan konsumsi energi tumbuh pesat seiring
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduknya. Lebih dari 60 persen beban konsumsi
berada di Pulau Jawa, wilayah yang membutuhkan banyak energi namun tidak memiliki
sumber daya yang memadai. Hal ini dikarenakan potensi-potensi sumber daya energi di
Indonesia banyak yang tersebar di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sumatra, Papua
dan masih banyak daerah lain yang kegiatan ekonominya belum berkembang serta
berjarak cukup jauh dari Pulau Jawa.
Selama tahun 2012, seperti dirilis oleh Handbook of Energi and Economic Statistic of
Indonesia 2013, total pasokan energi primer Indonesia sebesar 1.255,3 juta SBM. Disisi
permintaan, membaiknya perekonomian Indonesia yang ditunjukkan dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 6,23% telah ikut mendorong
peningkatan konsumsi energi nasional mencapai 1.160,6 juta SBM. Selain itu Indonesia
juga merupakan negara pengekspor dan pengimpor energi. Indonesia adalah salah satu
negara pengekspor batubara terbesar di dunia, pengekspor LNG terbesar nomor dua, dan
pengguna geothermal terbesar ke tiga setelah Amerika dan Filiphina. Pada saat yang
bersamaan impor produk kilang minyak Indonesia mencapai 201,2 ribu barel per hari
hampir sama dengan impor produk minyak Kanada pada 2012 dan lebih dari 56 juta
penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadap listrik. Variasi sumber-sumber energi
yang luar biasa tanpa infrastruktur dan keberadaan peraturan yang mendukung membuat
Indonesia harus berjuang untuk memenuhi konsumsi energi yang terus berkembang.
Kuatnya perekonomian, pertumbuhan golongan pendapatan menengah, dan
meningkatnya urbanisasi pastinya akan menjadi faktor yang dominan dalam mendorong
konsumsi energi dalam negeri beberapa puluh tahun kedepan.
Tabel konsumsi energi Indonesia
Sumber : Indonesia Energi Outlook 2013
Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi
Indonesia mencapai 7 persen per tahun. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi energi
dunia hanya 2,6 persen saja. Selama 11 tahun terakhir, produksi energi nasional terus
mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,6% per tahun. Ekspor
mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun, impor tumbuh rata-rata 10,2% per
tahun (Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2013). Pertumbuhan
produksi energi terbesar terjadi pada batubara, selama kurun waktu beberapa tahun
terakhir produksi batubara mengalami peningkatan mencapai 345 juta SBM dengan
konsumsi sebesar 123.024 SBM pada tahun 2012.
Grafik konsumsi energi Indonesia per jenis
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
0
200
400
600
800
1000
1200
ListrikLPGBBMNAT.GASBBbiomasa
TAHUN
MILL
ION
BO
E
Sumber: Indonesia Energy Outlook 2013
Berdasarkan grafik di atas, konsumsi energi terbesar dari tahun 2000 sampai 2012
ialah jenis BBM. BBM yang berasal dari fosil ini paling banyak digunakan oleh
masyarakat di Indonesia, baik itu dalam sektor industri (untuk bahan bakar mesin),
transportasi (bensin dan solar), rumah tangga (minyak tanah), dan lain sebagainya. Selain
BBM, batubara juga merupakan energi yang berasal dari fosil. Ketergantungan Indonesia
terhadap bahan bakar fosil sudah mencapai angka 97% . Sehingga tidak mengherankan
bila potensi sumber energi di Indonesia mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Cadangan energi primer yang besar dan sangat beragam dan ekspor sumber daya
energinya berperan vital terhadap ekonomi nasional
b. Keterkaitan dengan ekonomi domestik sangat sensitif terhadap fluktuasi harga energi
di pasar dunia
c. Permintaan terhadap energi didalam negeri tumbuh dengan pesat.
Kondisi diatas akan menimbulkan masalah dan ketimpangan, yaitu terjadinya
pengurasan sumber daya fosil seperti minyak dan gas bumi serta batu bara yang lebih
cepat jika dibandingkan dengan penemuan cadangan energi baru. Sehingga tidak menutup
kemungkinan dalam jangka yang tidak lama lagi cadangan energi fosil Indonesia akan
habis dan kebutuhan energi dalam negeri akan sangat bergantung pada impor. Jika
kondisi ini dibiarkan, Indonesia akan menjadi nett importer energy pada 2030. Dengan
kondisi demikian, tidak ada cara lain untuk dapat memenuhi kebutuhan energi dalam
negeri selain dengan memanfaatkan energi baru terbarukan serta upaya untuk melakukan
konservasi energi. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman pemakaian energi
dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti tenaga
surya,biomassa,angin,energi air dan panas bumi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah potensi-potensi energidi Indonesia yang belum termanfaatkan secara
optimal ?
2. Apa kendala yang menghalangi pemanfaatan sumber energi baru terbarukan di
Indonesia?
3. Bagaimana cara mengoptimalkan potensi energi baru terbarukan yang ada?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui potensi energi baru terbarukan apa saja yang belum
termanfaatkan secara optimal
2. Untuk mengetahui kendala apa saja yang membuat Indonesia belum bisa
memanfaatkan sumber energi baru terbarukan yang tersedia
3. Untuk mengetahui cara mengoptimalkan potensi energi baru terbarukan yang
tersedia
1.4 Manfaat Penulisan
1. Sebagai referensi penulisan sejenis kedepannya
2. Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan pembaca tentang
optimalisasi sumber daya energi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan Energi Nasional
Sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Peranan energi
sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional,
sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan
pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional,
optimal, dan terpadu.
Menurut undang-undang No. 30 tahun 2007 energi dikelola berdasarkan asas
kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah,
keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup,
ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional.
Dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan
meningkatkan ketahanan energi nasional, pengelolaan energi ditujukan untuk
a. tercapainya kemandirian pengelolaan energi;
b. terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari sumber di dalam negeri
maupun di luar negeri. Tersedianya sumber energi dari dalam negeri dan/atau luar
negeri sebagaimana dimaksud untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri,
pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri dan peningkatan devisa
Negara
c. terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan
berkelanjutan;
d. termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor;
e. tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak mampu dan/atau yang
tinggal di daerah terpencil terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata dengan cara menyediakan bantuan
untuk meningkatkan ketersediaan energi kepada masyarakat tidak mampu dan
membangun infrastruktur energi untuk daerah belum berkembang sehingga dapat
mengurangi disparitas antardaerah;
f. tercapainya pengembangan kemampuan industri energi dan jasa energi dalam
negeri agar mandiri dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia;
g. terciptanya lapangan kerja; dan
h. terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidug.
Kebijakan energi nasional merupakan kebijakan pengelolaan energi yang
berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan benvawasan lingkungan guna
terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional. Kebijakan energi dilakukan
melalui ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi,
pemanfaatan sumber daya energi nasional dan cadangan penyangga energi nasional.
Pemerintah Indonesia telah menerapkan prinsip bauran energi (energy mix) dalam
pengelolaan energi di Indonesia.Energy mix (bauran sumber energi) merupakan suatu
konsep/strategi yang dapat dipergunakan sebagai alat (tools) untuk mencapai
pembangunan energi dan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan bauran energi
(energy mix) menekankan bahwa pemanfaatan energi perlu mengoptimumkan sumber
energi yang ada.
Sumber: Dewan Energi Nasional
Pada tahun 2010 penggunaan energi di Indonesia masih didominasi oleh minyak
bumi yaitu sebanyak 49,7% gas bumi sebanyak 20,1% batu bara sebanyak 24,5% dan
sisanya adalah menggunkanenergi baru terbarukan. Akan tetapi disadari oleh
pemerintah Indonesia akan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan energi
fosil yang ada maka pemerintah menerapkan kebijakan bauran energi (energy mix)
strategi optimalisasi yaitu dengan mengoptimalkan sumber energi lain yang ada di
Indonesia seperti energi baru terbarukan akan kebutuhan energi tidak hanya tergantung
pada energi fosil saja. Scenario bauran energi yang akan dicapai pada tahun 2025
adalah penggunaan minyak bumi sebesar 23,7% gas bumi sebesar 19,7% batubara
sebesar 30,7% dan sisanya menggunakan energi baru terbarukan sebesar 25,9%. Pada
tahun 2030 penggunaan minyak bumi sebesar 19,4% gas bumi sebesar 18,8%batu bara
sebesar 31% dan menggunakan energi baru terbarukan sebesar 30,9%. Optimalisasi
penggunaan energi baru terbarukan pada tahun 2050 direncanakan meningkat daripada
tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 39,5% sedangkan penggunan energi lainnya
semakin dikurangi seperti minyak bumi sebesar 16,5% gas bumi sebesar 14,3% dan
batu bara sebesar 29,7%. Dalam waktu yang tidak terlalu lama sebagai bagian dari
kebijakan energi mix sesungguhnya segera bisa direalisasikan untuk membuat
ketahanan energi di Indonesia bisa lebih stabil.
Indonesia tidak boleh tergantung pada sumber energi tak terbarukan berbasis fosil
(minyak, batubara, dan gas), namunjuga harus mengembangkan penggunaan energi
baru terbarukan seperti air, panas bumi, tenaga surya, dan lainnya. Energi baru
terbarukan yang ada di Indonesia yang potensinya melimpah belum banyak
dimanfaatkan.
2.2 Potensi-potensi energi baru terbarukan di Indonesia
Indonesia mempunyai berbagai potensi energi baru terbarukan yang dapat
dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Energi tersebut antara lain:
a. Energi Panas Bumi
Sebagai daerah vulkanik, wilayah Indonesia sebagian besar kaya akan sumber
energi panas bumi. Jalur gunung berapi membentang di Indonesia dari ujung Pulau
Sumatera sepanjang Pulau Jawa, Bali, NTT, NTB menuju Kepulauan Banda,
Halmahera, dan Pulau Sulawesi. Panjang jalur itu lebih dari 7.500 km dengan lebar
berkisar 50-200 km dengan jumlah gunung api baik yang aktif maupun yang sudah
tidak aktif berjumlah 150 buah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di
sepanjang jalur itu, terdapat 217 daerah prospek panas bumi. Potensi energi panas
bumi total adalah 19.658 MW dengan rincian di Pulau Jawa 8.100 MW, Pulau
Sumatera 4.885 MW, dan sisanya tersebar di Pulau Sulawesi dan kepulauan lainnya.
Sumber panas bumi yang sudah dimanfaatkan saat ini adalah 803 MW.
Biasanya data energi panas bumi dapat dikelompokkan ke dalam data energi
cadangan dan energi sumber. Biaya investasi ada dua macam. Pertama biaya
eksplorasi dan pengembangansebesar 500-1.000 dollar AS/kW: 1. Kedua, biaya
pembangkit sebesar 1.500 dollar/kW (kapasitas 15 MW), 1.200 dollar/kW (kapasitas
30 MW), dan 910 dollar/kW (kapasitas 55 MW). 2. Untuk biaya energi dari panas
bumi adalah 3-5 sen/kWh.
b. Energi Air
Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan pembangkit listrik
tenaga air. Itu disebabkan kondisi topografi Indonesia bergunung dan berbukit serta
dialiri oleh banyak sungai dan daerahdaerah tertentu mempunyai danau/waduk yang
cukup potensial sebagai sumber energiair. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
adalah salah satu teknologi yang sudah terbukti (proven), tidak merusak lingkungan,
menunjang diversifikasi energi dengan memanfaatkan energi terbarukan, menunjang
program pengurangan pemanfaatan BBM, dan sebagian besar memakai kandungan
lokal. Besar potensi energi air di Indonesia adalah 74.976 MW, sebanyak 70.776 MW
ada di luar Jawa, yang sudah termanfaatkan adalah sebesar 3.105,76 MW sebagian
besar berada di Pulau Jawa. Pembangunan setiap jenis pembangkit listrik didasarkan
pada kelayakan teknis dan ekonomis dari pusat listrik serta hasil studi analisis
mengenai dampak lingkungan. Sebagai pertimbangan adalah tersedianya sumber
energi tertentu, adanya kebutuhan (permintaan) energi listrik, biaya pembangkitan
rendah, serta karakteristik spesifik dari setiap jenis pembangkit untuk pendukung
beban dasar (base load) atau beban puncak (peak load) Selain PLTA, energi
mikrohidro (PLTMH) yang mempunyai kapasitas 200- 5.000 kW potensinya adalah
458,75 MW, sangat layak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di
daerah pedesaan di pedalaman yang terpencil ataupun pedesaan di pulau-pulau kecil
dengan daerah aliran sungai yang sempit. Biaya investasi untuk pengembangan
pembangkit listrik mikrohidro relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya
investasi PLTA. Hal ini disebabkan adanya penyederhanaan standar konstruksi yang
disesuaikan dengan kondisi pedesaan. Biaya investasi PLTMH adalah lebih kurang
2.000 dollar/kW, sedangkan biaya energi dengan kapasitas pembangkit 20 kW (rata
rata yang dipakai di desa) adalah Rp 194/ kWh.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk pengembangan mikrohidro adalah
dengan mengintegrasikan program pengembangan PLTMH dengan kegiatan ekonomi
masyarakat, memaksimalkan potensi saluran irigasi untuk PLTMH, mendorong
industri mikrohidro dalamnegeri, dan mengembangkan berbagai pola kemitraan dan
pendanaan yang efektif.
c. Biodiesel
Akhir tahun 2004 luas total perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah
mencapai 5,3 juta hektare (ha) dengan produksi minyak kelapa sawit (crude palm
oil/CPO) sebesar 11 juta ton. Perkembangan perkebunan sawit ini masih terus
berlanjut dan diperkirakan dalam lima tahun mendatang Indonesia akan menjadi
produsen CPO terbesar di dunia dengan total produksi sebesar 15 juta ton per tahun.
Salah satu produk hilir dari minyak sawit yang dapat dikembangkan di
Indonesia adalah biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif,
terutama untuk mesin diesel. Dengan semakin tingginya harga minyak bumi akhir-
akhir ini, sudah saatnya apabila Indonesia mulai mengembangkanbiodiesel, baik
untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Harga biodiesel murni sangat
bergantung pada harga CPO yang selalu berfluktuasi. Untuk skala besar, pada harga
CPO US$ 400 per ton, harga biodiesel diperkirakan mencapai sekitar US$ 560 per
ton, sehingga harga B-10 (campuran 10 persen biodiesel dan 90 persen solar) menjadi
Rp 2.400 per liter, suatu harga yang tidak terlalu tinggi untuk bahan bakar yang lebih
ramah lingkungan. Dengan kebutuhan solar Indonesia sekitar 23 juta ton per tahun
(7,2 juta ton di antaranya diimpor), penggunaan B-10 akanmemerlukan 2,3 juta ton
biodiesel, atau setara dengan 2,415 juta ton CPO yang dapat dihasilkan dari sekitar
700.000 ha kebun kelapa sawit, dan dapat menghidupim sekitar 350.000 keluarga
petani kelapa sawit, dengan asumsi kepemilikan lahan seluas 2 ha per keluarga.
Banyak keuntungan dari pemakaian biodiesel. Jenis bahan bakar ini tidak
mengandung sulfur dan senyawa benzeneyang karsinogenik, sehingga biodiesel
merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan
dengan solar. Perbedaan antara biodiesel dan solar terutama pada komposisinya.
Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan solar adalah
hidrokarbon. Pada dasarnya tidak perlu ada modifikasi mesin diesel apabila bahan
bakarnya menggunakan biodiesel. Biodiesel bahkan mempunyai efek pembersihan
terhadap tangki bahan bakar, injektor dan slang. Biodiesel tidak menambah efek
rumah kaca seperti halnya solar, karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus
karbon. Energi yang dihasilkan oleh biodiesel serupa dengan solar, sehingga engine
torque dan tenaga kuda yang dihasilkan juga serupa. Selain itu biodiesel
menghasilkan tingkat pelumasan mesin yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar.
d. Biomassa/Biogas
Biomassa merupakan sumber energi primer yang sangat potensial di Indonesia,
yang dihasilkan dari kekayaan alamnya berupa vegetasi hutan tropika. Biomassa bisa
diubah menjadi listrik ataupanas dengan proses teknologi yang sudah mapan. Selain
biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan
perkebunan, limbah biomassa yang sangat besarjumlahnyapada saat ini juga belum
dimanfaatkan dengan baik. Munisipal solid waste (MSW) di kota-kotabesar
merupakan limbah kota yang utamanya adalah berupa biomassa, menjadi masalah
yang serius karena mengganggu lingkungan adalah potensi energi yang bisa
dimanfaatkan dengan baik.Limbah biomassa padat dari sektor kehutanan, pertanian,
dan perkebunan adalah limbah pertama yang paling berpotensi dibandingkan
misalnya limbah limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu.
Besarnya potensi limbah biomassa padat di seluruh Indonesia adalah 49.807,43 MW.
Dengan pemutakhiran teknologi budidaya tanaman, dimungkinkan
pengembangan hutan energi untuk pengadaan biomasa sesuai dengan kebutuhan
dalam jumlah yang banyak dan berkelanjutan. Selain limbah biomassa padat, energi
biogas bisa dihasilkan dari limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau,
kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kuantitas yang
berbeda-beda. Pemanfaatan energi biomassa dan biogas di seluruh Indonesia sekitar
167,7 MW yang berasal dari limbah tebu dan biogas sebesar 9,26 MW yang
dihasilkan dari proses gasifikasi. Biaya investasi biomassa adalah berkisar 900
dollar/kW sampai 1.400 dollar/kW dan biayaenerginya adalah Rp 75/kW-Rp 250/kW.
Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan biomasa adalah mendorong
pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan sebagai sumber energi secara
terintegrasi dengan industrinya, mengintegrasikan pengembangan biomassa dengan
kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong pabrikasi teknologi konversi energi
biomassa dan usaha penunjang, dan meningkatkan penelitian dan pengembangan
pemanfaatan limbah termasuk sampah kota untuk energi.
e. Energi Samudra/Laut
Di Indonesia, potensi energi samudra/ laut sangat besar karena Indonesia adalah
negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000
km, terdiri dari laut dalam , laut dangkal. dan sekitar 9.000 pulau-pulau kecil yang
tidak terjangkau arus listrik Nasional, dan penduduknya hidup dari hasil laut. Dengan
perkiraan potensi semacam itu, seluruh pantai di Indonesia dapat menghasilkan lebih
dari 2 ~ 3 Terra Watt Ekwivalensi listrik, diasumsikan 1% daripanjang pantai
Indonesia (~ 800 km) dapat memasok minimal ~16 GWatt atau sama dengan pasokan
seluruh listrik di Indonesia tahun 2005. Energi samudra ada empat macam, yaitu
energi panas laut, energi pasang surut, energi gelombang, energi arus laut. Prinsip
kerja masing-masing :
1. Energi panas laut yaitu dengan menggunakan beda temperatur antara temperatur
di permukaan laut dan temperatur di dasar laut.
2. Energi pasang surut dengan menggunakan beda ketinggian antara laut pasang
terbesar dan laut surut terkecil.
3. Energi gelombang adalah dengan menggunakan besar ketinggian gelombang dan
panjang gelombang.
4. Energi arus laut prinsip kerjanya persis sama dengan turbin angin. Dengan
menggunakan turbin akan dihasilkan energi listrik.
Potensi energi panas laut di Indonesia bisa menghasilkan daya sekitar 240.000
MW, tetapi secara teknologi, pembangkit listrik tenaga laut belum dikembangkan dan
dikuasai sedangkan untuk energi pasang surut dan energi gelombang masih sulit
diprediksi karena masih banyak ragam penelitian yang belum bisa didata secara rinci.
Keempat energi samudra di atas di Indonesia masih belum terimplementasikan karena
masih banyak faktor sehingga sampai saat ini masih taraf wacana dan penelitian
penelitian. Biaya investasi belum bisa diketahui di Indonesia tetapi berdasarkan uji
coba di beberapa negara industri maju adalah berkisar 9 sen/kWh hingga 15 sen/kWh.
f. Angin
Secara umum Indonesia masuk kategori negara tanpa angin, mengingat bahwa
kecepatan angin minimum rata-rata yang secara ekonomis dapat dikembangkan
sebagai penyedia jasa energi adalah 4m/ dt. Kendatipun demikian ada beberapa
wilayah dimana sumber energi angin kemungkinan besar layak dikembangkan.
Wilayah tersebut antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat
(NTB), Sulawesi Selatan dan Tenggara, Pantai Utara dan Selatan Jawa dan Karimun
Jawa.
Upaya untuk mengembangkan energi angin mencakup pengembangan energi
angin untuk listrik dan non listrik (pemompaan air untuk irigasi dan air bersih),
pengembangkan teknologi energi angin yang sederhana untuk skala kecil (10 kW) dan
skala menengah (50 - 100 kW) dan mendorong pabrikan memproduksi SKEA skala
kecil dan menengah secara massal.
g. Surya
Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di
Indonesia menunjukan bahwa radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan
berturutturut untuk kawasan barat dan timur
Indonesia dengan distribusi penyinaran :
• Kawasan barat Indonesia (KBI) = 4.5 kWh/m2.hari, variasi bulanan sekitar 10%
• Kawasan timur Indonesia (KTI) = 5.1 kWh/m2.hari, variasi bulanan sekitar 9%
• Rata-rata Indonesia = 4.8 kWh/m2.hari, variasi bulanan sekitar 9%.
Hal ini mengisyaratkan bahwa radiasi surya tersedia hampir merata sepanjang tahun,
dan kawasan timur Indonesia memiliki penyinaran yang lebih baik.
Energi surya dapat dimanfaatkan melalui dua macam teknologi yaitu energi surya
termal dan surya fotovoltaik.
a. Surya Fotovoltaik
Energi surya atau lebih dikenal sebagai solar cell atau photovoltaic cell,
merupakan sebuah divais semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas dan
terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n,yang mampu merubah langsung energi
surya menjadi energi listrik.
b. Surya Termal
Sebagian besar dan secara komersial, pemanfaatan energi surya termal banyak
digunakan untuk penyediaan air panas rumah tangga, khususnya rumahtangga
perkotaan. Jumlah pemanas air tenaga surya (PATS) diperkirakan berjumlah
150.000 unit dengan total luasan kolektorsebesar 400,000 m2. Secara non-
komersial dan tradisional, energi surya termal banyak digunakan untuk keperluan
pengeringan berbagai komoditas pertanian, perikanan, perkebunan, industrikecil,
dan keperluan rumah tangga. Secarakomersial, energi surya mempunyai
potensiekonomi untuk penyediaan panas proses suhu rendah (s/d 90 oC)
menggunakansistem energi surya termik (SEST) bagikeperluan pengolahan pasca
panenkomoditas tersebut dengan lebih efektif dan efisien.
Pengembangan energi surya mencakup pemanfaatan PLTS di perdesaan dan
perkotaan, mendorong komersialisasi PLTS dengan memaksimalkan keterlibatan
swasta, mengembangkan industri PLTS dalam negeri, dan mendorong terciptanya
sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan.
2.3 Kendala pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia
Laju kebutuhan energi dalam negeri terus tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi.
Sumber pemenuhan kebutuhan itu masih didominasi oleh energi fosil. Padahal,
pemerintah telah memasang target agar seperempat dari energi yang digunakan bersifat
baru terbarukan.Penggunaan energi terbarukan di Indonesia masih tergolong rendah,
karena dirasa belum kompetitif dibandingkan dengan energi konvensional. Harga listrik
yang dibangkitkan PLTS,PLTB,PLTMH dan PLT energi baru terbarukan lainnya masih
lebih tinggi daripada yang dibangkitkan dengan BBM. Sumber energi baru terbarukan
seperti energi surya,energi angin, dan biomassa besar tetapi pemanfaatannya masih
terbatas, karena harganya yang belum kompetitif terhadap energi konvensional.
Sayangnya, sebagian besar teknologi energi masih belum berkembang dan belum
dikuasai sehingga ketergantungan terhadap luar negeri sangat besar.
Padahal jika kita tahu bahwa pemanfaatan sumber daya energi terbarukan sebagai
bahan baku produksi energi listrik mempunyai kelebihan antara lain;
1. Relatif mudah didapat,
2. Dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya operasional sangat rendah,
3. Tidak mengenal problem limbah,
4. Proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan
tidakterpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (jarass,1980).
Akan tetapi bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi
terbarukan ini terbebas dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa
kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi
listrik, seperti:
1. Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia
masih sangat rendah.
2. Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum
dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
3. Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada
penyediaan modal awal.
4. Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih
terbatasnya studi dan penelitian yang dilakukan.
5. Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
6. Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya
sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
7. Kebijakan yang mampu mendorong transfer teknologi dalam membantu
menciptakan keamanan pasokan energi di dalam negeri belum kondusif.
Potensi sumber daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin dan air, ini secara
prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada
kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas. Tidak di setiap daerah
dan setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari ketinggan dan mengailr deras
serta angin bertiup dengan kencang. Di sebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan
tersebut, nilai sumber daya energi sampai saat ini belum dapat begitu menggantikan
kedudukan sumber daya energi fosil sebagai bahan baku produksi energi listrik. Oleh
sebab itu energi terbarukan ini lebih tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber
daya energi tambahan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta
menghambat atau mengurangi peranan sumber daya energi fosil.
2.3 Optimalisasi energi baru terbarukan di Indonesia
Optimalisasi sumber energi dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi,
serta melakukan optimasi pembangkit untuk mempertahankan efisiensi dan
instrumentasi pembangkit agar tetap handal sehingga produksi tetap dapat
dipertahankan. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk dapat mengoptimalkan sumber
energi baru terbarukan di Indonesia adalah
1. Melakukan riset
Riset merupakan salah satu cara untuk mengoptimalkan sumber energi yang belum
termanfaatkan dengan optimal. Melalui riset akan didapatkan hasil serta penemuan-
penemuan terbaru bagaimana memanfaatkan EBT yang belum termanfaatkan,
belum tergali serta belum dikembangkan.Riset di bidang energi baru
terbarukanperlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional di bidang
penguasaan Iptek. Khususnya dalam rangka pengembangan industri yang berkaitan
dengan jasa dan teknologi energi terbarukan dan konservasi energi yang dilakukan
melalui kerja sama dengan lembaga atau industri penelitian dan pengembangan
unggulan. Selain programnya juga perlu dianggarkan dengan baik biaya untuk
penelitian dan pengembangan yang diambil dari pengurangan subsidi, maupun
anggaran khusus yang dapat mengurangi kerugian social ekonomi karena
permasalahan pemborosan pemakaian energi. Anggaran pemerintah untuk energi
alternatif di dari tahun ketahun diberikan prioritas kenaikan untuk mempercepat
penyelesaian permasalahan energi.
2. Pembangunan infrastrukturenergi.
Infrastruktur energi meliputi infrastruktur konversi energi (pembangkit listrik,
kilang minyak, kilang gas) serta infrastruktur transmisi dan distribusi energi (pipa
gas, jaringan transmisi dan distribusi listrik, dstnya). Ketersediaan infrastruktur
energi di Indonesia serta pengembangan infrastruktur energi yang harus dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan energi dan memanfaatkan ketersediaan sumber energi,
khususnya domestik.
Pembangunan infrastruktur energi diarahkan untuk diversifikasi energi, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Sehingga dicapai optimasi penyediaan
energi regional dan nasional untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya
dan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur
tersebut dilakukan dengan cara:
a. Memfasilitasi pengembangan pembangunan infrastruktur energi yang mencakup
fasilitas prosesing seperti kilang minyak, pembangkit tenaga listrik, berikutnya
fasilitas transmisi dan distribusi pipa gas dan BBM dan fasilitas depot untuk
penyimpanan.
b. Memfasilitasi peningkatan investasi bidang infrastruktur energi.
c. Memfasilitasi peningkatan pemanfaatan energi alternatif non-BBM termasuk
energi baru terbarukan seperti panas bumi, surya, mikrohidro, angin, dan
biomassa sebagai bagian dari kebijakan bauran energi, efisiensi dan diversifikasi
serta mengurangi beban subsidi pemerintah.
3. Perlu adanya perbaikan kebijaksanaan dalam harga
Biaya produksi dan pengembangan EBT masih tergolong mahal karena harus
mengunakan teknologi yang modern.Hal ini menyebabkan harga dari EBT masih
tergolong mahal.Pemerintah sebaiknya mengurangi subsidi terhadap bahan bakar
minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan karena selama harga
BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi
terbarukan tidak kompetitif. Dengan adanya pengurangan subsidi untuk BBM
dengan dialihkan ke pengembangan EBT akan menjadikan harga BBM dan EBT
menjadi kompetitif. Masyarakat akan mempunyai banyak pilihan dalam
menggunakan energi.
4. Pengembangan instrumen kebijaksanaan dibidang fiskal yang berkaitan dengan
energi.
Pengembangkan instrument kebijakan fiskal diperlukan untuk mendorong
perkembangan EBT oleh para perusahaan.adanya berbagai insentif secara adil dan
konsisten. Insentif yang diperlukan, diantaranya adalah:
a. pemberian insentif pajak berupa penangguhan, keringanan dan pembebasan
pajak pertambahan nilai, serta pembebasan pajak bea masuk kepada
perusahaan yang bergerak dibidang energi terbarukan dan konservasi energi
b. penghargaan kepada pelaku usaha yang berprestasi dalam menerapkan prinsip
konservasi energi dan pemanfaatan energi terbarukan;
c. penghapusan pajak barang mewah terhadap peralatan energi terbarukan dan
konservasi energi;
d. memberikan dana pinjaman bebas bunga untuk bagian rekayasa teknik pada
investasi pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.
5. Menerapkan Prinsip-Prinsip Good Governance dan Transparansi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan dan pengelolaan EBT adalah
tata kelola pemerintahan. Pemerintah yang bersih dan baik akan mendorong
pengembangan optimalisasi EBT. Salah satu cara untuk membangun pemerintahan
yang bersih dan baik adalah dengan menerapkan prinsip good governance.
Penerapan prinsip-prinsip good governance dilakukan dengan
menerapkantransparansi mekanisme open access pada infrastruktur energi dan
deregulasi di tingkat makro dan mikro (corporate). Penetapan kelembagaan yang
bertanggungjawab dalam pengaturan standarisasi danspesifikasi produk-produk
EBT . pemerintah juga perlu membenahi berbagai regulasi terkait dengan peraturan
perundang-undangan yang tidak efektif dan tumpang tindih.
6. Mendorong Investasi Swasta bagi Pengembangan Energi,
Investasi dari pihak swasta akan sangat mendukung pengembangan energi di
Indonesia karena biaya produksi dan pengembangan energi baru terbarukan masih
relative tinggi sehingga kurang menarik bagi investor. Investasi dari pihak swasta
dapat berbentuk pembangunan perusahaan yang mengelola energi, penggunaan
teknologi yang canggih dan modern serta pembangunan infrastruktur.Kegiatan yang
dapat dilakukan untuk mendorong investasi swasta adalah dengan menerapkan
insentif ekonomi, baik dalam bentuk fiskal maupun non fiskal, khususnya
untukpasokan energi bagi kebutuhan domestik, pengembangan energi baru
terbarukan danpeningkatan efisiensi energi.Memberikan insentif ekonomi bagi
investasi baru untuk pengembangan infrastruktur energi.Insentif tersebut dapat
berupa pemotongan pajak.
7. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Pembangunan Energi
yang Berkelanjutan.
Dilakukan dengan menyelenggarakan sosialisasi energi alternatif secara kontinyu
kepada masyarakat serta meningkatan kesadaran masyarakat dalam efisiensi dan
hemat energi.Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan lampu
hemat energi agar dapat merubah mindset masyarakat dalam penggunaaan energi
8. Peningkatan Kegiatan Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi ini dilakukan untuk mencari sumber-sumber energi baru
terbarukan yang masih belum ditemukan. Penemuan ladang energi baru akan
menjadikan cadangan energi meningkat dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan energi di Indonesia. Peningkatan kegiatan eksplorasi dapat dilakukan
dengan memberikan insentif ekonomi untuk meningkatkan investasi bagi kegiatan
eksplorasi serta eksplorasi pencarian potensi-potensi baru.
Dengan adanya optimalisasi potensi sumber energi baru terbarukan di Indonesia,
peluang bagi pencapaian kemandirian di sektor energi dan peningkatan pendapatan
nasional Indonesia pun semakin terbuka.Jadi, peningkatan kesejahteraan bangsa
Indonesia menjadi kenyataan.Hal ini tentu menjadi harapan kita semua.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya yang sangat besar
dibandingkan negara-negara lain didunia. Permintaan akan konsumsi energi tumbuh
pesat seiring pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduknya.Sementara itu, selama 11
tahun terakhir, produksi energi nasional terus mengalami peningkatan dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 4,6% per tahun. Ekspor mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8%
per tahun, impor tumbuh rata-rata 10,2% per tahun (Handbook of Energy and
Economic Statistic of Indonesia 2013). Konsumsi energi nasional terbesar dari tahun
2000 sampai 2012 ialah jenis BBM. BBM yang berasal dari fosil ini paling banyak
digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Selain BBM, batubara juga merupakan energi
yang berasal dari fosil. Ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sudah
mencapai angka 97% .
Kondisi diatas akan menimbulkan masalah dan ketimpangan, yaitu terjadinya
pengurasan sumber daya fosil seperti minyak dan gas bumi serta batu bara yang lebih
cepat jika dibandingkan dengan penemuan cadangan energi baru. Kebijakan energi
nasional merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip
berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian
dan ketahanan energi nasional. Kebijakan energi dilakukan melalui ketersediaan energi
untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi, pemanfaatan sumber daya
energi nasional dan cadangan penyangga energi nasional.
Oleh karena itu diversifikasi energi atau penganekaragaman pemakaian energi
dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti tenaga
surya,biomassa,angin,energi air dan panas bumi perlu dioptimalkan. Adapun hal yang
perlu dilakukan untuk dapat mengoptimalkan sumber energi baru terbarukan di
Indonesia adalah dengan melakukan riset, pembangunan infrastruktur energi, perlunya
perbaikan kebijaksanaan dalam harga, pengembangan instrumen kebijaksanaan
dibidang fiskal yang berkaitan dengan energi, menerapkan prinsip-prinsip good
governance dan transparansi, mendorong investasi swasta bagi pengembangan energi,
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pembangunan energi yang
berkelanjutan, serta peningkatan kegiatan eksplorasiuntuk mencari sumber-sumber
energi baru terbarukan yang masih belum ditemukan.
Dengan adanya optimalisasi potensi sumber energi baru terbarukan di Indonesia,
peluang bagi pencapaian kemandirian di sektor energi dan peningkatan pendapatan
nasional Indonesia pun semakin terbuka. Sehingga, peningkatan kesejahteraan bangsa
Indonesia menjadi kenyataan.
3.2 Saran
Dalam mengembangkan energi baru terbarukan, kami memberikan saran:
1. Perlu segera dibuat neraca sumber daya alam nasional khususnya energi sebagai
acuan untuk memetakan seluruh ragam potensi energi dan produksi energi
nsaional di seluruh wilayah nusantara.
2. Perlu segera dipercepat pembangunan infrastruktur EBT untuk mengoptimalkan
potensi EBT yang ada.
3. Pemerintah sebaiknya segera menerapkan kebijakan pola subsidi energi yang
lebih tepat untuk BBM dan Non BBM sehingga EBT memiliki nilai kompetitif
dibandingkan dengan energi fosil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2012.Pengembangan Energi Baru Terbarukan(Ebt) Guna Penghematan Bahan
Baku Fosil Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI
edisi 14 desember 2012.
Bintang, Ananda.2014. Saling dorong kembangkan EBT. Fokus utama edisi 20 desember-20
Januari 2014.
Blue print pengelolaaan energi nasional 2005-2025.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012). Statistik Energi Terbaru
Kementerian Energi dan Sumber Daya Minernal. (2012). Handbook of Energy and
Economics and Statistics of Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Minernal. (2013). Indonesia Economic Energy
Outlook 2013.
Kementrian energi dan Sumber Daya Mineral .(2013). Kerangka Kebijakan Energi
Terbarukan.
Undang-undang republik Indonesia No. 30 tahun 2007 tentang energi