Upload
others
View
189
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
MAKNA SIMBOLIK WAYANG GOLEK JAWA BARAT
(SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama ( S.Ag)
Oleh :
Nur Afifah
NIM : 1112033100024
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULLUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
v
ABSTRAK
NUR AFIFAHMAKNA SIMBOLIK WAYANG GOLEK JAWA BARATKata Kunci : Makna simbolik, Wayang Golek
Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam kebudayaan,mulai dari kebudayaan berupa alat musik tradisional, lagu tradisional, pakiantradisional,rumah adat, bahasa daerah, dan seni pertunjukaan. Sangat disayangkankekayaan yang dimiliki ini tidak diwariskan dengan baik dari generasi kegenerasi. Salah satunya adalah seni pertunjukaan, pertunjukaan wayang golek.Oleh sebab ini, penulis bermaksud membuat karya dalam bentuk karya tulis yangakan menginformasikan terkait wayang golek mulai sejarah wayang golek,perkembangan dan simbol-simbol yang tersirat dalam pertunjukaan wayanggolek. Pertunjukaan wayang bukan hanya sekedar tontonan atau hiburanmelainkan berisi tuntutan dan nasehat yang penuh keteladanan. Wayangmenggambarkan wewayange ngaurip karena merupakan bayangan atau simbolkehidupan manusia dari lahir hingga sampai meninggal. Adapun golek berartinggoleki atau mencari,dengan maksud dalam setiap pertunjukaan wayang golekpenonton ngoleki atau mencari pelajaran hidup yang bermanfaat,yang tersiratdalam pertunjukaan wayang golek.
Wayang golek menggambarakan manusia dari lahir sampai meninggalyang dimana setiap tahap peningkatan hidup manusia akan diberikan cobaan atauujian dan manusia untuk selalu mencari pelajaraan hidup yang bermanfaat agarmanusia bisa tegar dan berhasil melewati setiap cobaan yang dihadapi danberakhir dengan kemenangan.
Adapun skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dangan metodelapangan disertai metode penelitian budaya. Pendekataan yang digunakanmenggunakan teori Semiotika Peirce. Dalam penelitian kualitataif penulismenggunakan 3 teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dandokumentasi. Observasi dan wawancara keduanya sangat penting, karena penulisdapat mudah menganalisis data. Kemudian data tersebut dibahas secara dekripsi-analitis, yang kemudian di ekspolasi, diberikan interpertan dan ditarik nilai dankesimpulan.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala
rahmat dan hidayah-Nya serta tidak lupa sholawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Saw sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Makna Simbolik Wayang Golek Jawa Barat”
Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan pada segenap orang-orang
yang berada disekililing penulis, yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
1. Bapak Dr. Fariz Pari, M.Fils sebagai dosen pembimbing penulis yang
banyak memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun dan
kesediaan waktunya untuk membimbing dan mengkoreksi tulisan penulis
tanpa bosen selama proses penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman. MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Tien Rahmatin, MA sebagai Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat
Islam, Bapak Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku Seketaris Jurusan
Aqidah dan Filsafat Islam.
ix
4. Segenap dosen Ushuluddin, khusunya dosen yang mengajar di jurusan
Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2012. Secara akademik telah mendidik
serta banyak menuangkan ilmunya kepada penulis dalam memperluas
pengetahuan.
5. Kepada kedua orang tua, Bapak Mufid dan Ibu Ni’mah SPd yang telah
mendidik dan membesarkan dengan kasih sayang yang tiada tara, serta
senantiasa terus mendoakan tanpa henti. Terutama kepada ayah, karena
ayah yang menjadi alasan aku untuk meneruskan studi sampai pada
akhirnya aku bisa menyelesaikan skripsi ini. Kepada kalian karya ini
dipersembahkan.
6. Terima kasih kepada Bapak Sumardi, selaku kepala bagian Musium
Wayang yang telah memberikan kesempatan dan waktunya kepada penulis
untuk bersedia melakukan wawancara sebagai salah satu sumber
penelitian.
7. Kepada kedua adik-adik ku, Muthia Cholila dan Mohammad Kamil
Siddiq, kalianlah motivasi terbesar penulis untuk terus melangkah maju
menuju kesuksesaan. Semoga kalian menjadi anak-anak yang
membanggakan keluarga. Aamiin. Dan untuk segenap keluarga besar,
penulis berterima kasih atas pelajaran hidup yang senantiasa kalian
ajarkan.
viii
8. Semua teman-teman Aqidah Filsafat angkatan 2012 “MAFIA”, penulis
ucapkan terima kasih karena dengan kalian penulis banyak mengambil
pelajaran serta motivasi keimuan yang sangat berharga.
9. Untuk keempat sahabat, Vita, Riana, Zulekho, dan mba Khomsah penulis
sangat berterima kasih karena curahan kasih sayang serta motivasi yang
selalu kalian taburkan. Sukses untuk kalian semua
10. Untuk sahabat-sahabat SARJANA MUDA, Diny, Ali, Imron, Hasan,
Rofiq, Walid, Suher dan yang lainnya, terima kasih atas semangat,
dukungan dan motivasi untuk penulis.
11. Terima kasih untuk murid-murid TPA Syifa Az Zahro yang selalu
mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Khususnya Kelas Al-Mekkah dan adik-adik IRMASYIZAH.
12. Terima kasih Sahabat kecil ku, Ka Nita, Sarah, Janah, dan Bella yang
selalu setia mendengarkan keluh penulis dan memberikan motivasi setiap
hari.
13. Teman-teman dari KKN Aktive diantaranya Amel, Dea, Farhah, Febi,
Aah, Fia, Budi, Setyo. Terima kasih selalu mampu menghidupkan suasana
menjadi yang terbaik di setiap momen.
14. Terima kasih atas semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
Tentu terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, baik secara tekstual
maupun kontekstual, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan
mendapatkan rido dari Allah Swt. Aamiin
Ciputat, 29 April 2019
Nur Afifah
x
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAAN ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI................................................................................ iv
ABSTRAK................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1B. Identifiki Masalah ....................................................................................... 8C. Batasan dan Rumusan Masalah.................................................................... 8D. Metode Penelitian ....................................................................................... 8E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 10G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 12
BAB II SEJARAH JAWA BARAT.......................................................................... 20
A. Deskripsi Data.......................................................................................... 201. Letak Geografis ............................................................................. 202. Sejarah dan gambaran umum Jawa Barat ....................................... 223. Kependudukan Jawa Barat............................................................. 274. Kesenian Jawa Barat...................................................................... 28
B. Wayang Golek.......................................................................................... 321. Pengertian wayang dan pengertian wayang golek .......................... 322. Macam-macam wayang ................................................................ 353. Sejarah dan perkembangan wayang golek ....................................... 39
BAB III KAJIAN TEORI PEIRCE ......................................................................... 46
A. Semiotika Peirce .................................................................................... 46B. Tanda dalam semiotika Peirce ................................................................. 48C. Proses semiotika Peirce ........................................................................... 51D. Semiosis Peirce ....................................................................................... 55
BAB IV SIMBOLIK SENI PERTUNJUKAAN WAYANG GOLEK .................... 57
x
A. Interpretasi Seni Pertunjukaan Wayang Golek ....................................... 571. Unsur Pelaksana........................................................................... 572. Pelengkapan Pertunjukaan Wayang Golek ................................... 623. Unsur Pendukung ........................................................................ 674. Unsur Struktur Pertunjukaan Wayang Golek ................................ 69
B. Semiosis Seni Pertunjukaan Wayang Golek ........................................... 75
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 85
A. Kesimpulan ........................................................................................... 85B. Saran ..................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................................................ 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam kebudayaan,
mulai dari kebudayaan berupa alat-alat musik tradisional, lagu-lagu tradisional,
pakaian-pakaian tradisional, tari-tarian tradisional, rumah adat, bahasa daerah,
seni-seni pertunjukan dan lain-lain. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang
sama artinya dengan kebudayaan berasal dari kata Latin colore artinya mengolah
atau mengajarkan. Dasar asal arti tersebut, yaitu colure dan culture, diartikan
sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.1
Sedangkan menurut para ahli, Sir Edward B. Tylor menggunakan kata
kebudayaan untuk menunjukan “keseluruhan kompleks dari ide dan segala
sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman historinya”. Termasuk disini
adalah pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan
kemampuan serta perilaku lainnya yang diperoleh manusia sebagai masyarakat.2
KBBI menjelaskan istilah budaya sebagai pikiran, akal budi, hasil budaya, sesuatu
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang maju. Sedangkan istilah
1 Santri Sahar, Pengantar Antropologi: Integrasi Imu Dan Agma (Makassar: Cara Baca,2015) hal. 98.
2 Mudji Sutrisno, Filsafat Kebudayaan, Ikhtiar Sebuah Teks (Bandung: Hujan Kabisat,2008), hal. 2-4.
2
kebudayan dijelaskan sebagai hasil kegiatan dan penciptaam batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. 3
Kebudayaan yang akan diambil dalam skripsi ini adalah seni pertunjukaan
wayang, khususnya wayang golek. Wayang adalah ciptaan budaya bangsa
Indonesia yang telah dikenal sekurang-kurangnya sejak abad X dan telah
berkembang hingga masa kini. Wayang pada awalnya merupakan budaya lisan
yang bermutu seni sangat tinggi. Perkembangan wayang telah teruji dalam
menghadapi tantangan zaman, oleh karena wayang berakar dalam masyarakat dan
hampir semua daerah di Indonesia mengenal wayang sesuai dengan latar belakang
daerahnya. Wayang bukan hanya sekedar tontonan atau hiburan melainkan berisi
tuntunan dan nasihat (pitutur) yang penuh dengan keteladanan. Pertunjukaan
wayang mengambarkan wewayangane ngaurip, karena merupakan bayangan atau
simbol kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Wayang bukan semata-mata
sebagai drama bayangan atau shadow play melainkan sebagai bayangan
kehidupan manusia karena wayang mengambarkan kehidupan manusia dengan
segala persolan yang dihadapinya.4 Wayang salah satu karya seni dari masyarakat
Indonesia yang luar biasa. Penampilan wayang bisa dilihat dari dua aspek yaitu
aspek estetis atau keindahan dan aspek etis atau ajaran moral. Penonton bisa
menyaksikan keindahan wayang melalui seni rupa, seni gerak, seni suara dan
sebagainya. Melalui wayang dapat mengetahui ajaran-ajaran, petuah-petuah, dan
nasehat-nasehat untuk membentuk watak dan budi pekerti. Pada masa lalu, para
wali menyampaikan pesan dakwah melalui wayang. Wayang terbukti
3 Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia (Yogyakarta:Jalasutra, 2010), hal. 34
4 Soetrisno R, Wayang Sebagai Warisan Budaya Dunia ( Surabaya: Intelectual Club,2008), hal. 3-4
3
mendapatakan simpati masyarakat pada waktu itu karena disampaikan secara
bijak. Ajaran-ajaran budi pekerti dalam seni pertunjukan wayang dapat
membentuk sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. 5
Wayang juga sebagai salah satu aset seni budaya bangsa Indonesia dan
menempati posisi yang mapan baik di dalam maupun di luar negeri. Wayang telah
berhasil mencapai prestasi-prestasi budaya yang menggembirakan serta ikut
meningkatkan citra Indonesia. Dari sekian banyak seni budaya Indonesia, seni
budaya wayang dan seni pendalangan telah tumbuh dan berkembang dari masa ke
masa dan telah berhasil mencapai kualitas seni yang tinggi, bahkan sering disebut
seni yang adiluhung.6
Kata wayang bukan menunjukan pada rupa wayang tetapi lebih mengacu
pada pertunjukan wayang. Sri Mulyono menggunakan kata “wayang” dalam
berbagai pengertian. Dalam bahasa Jawa wayang mempunyai arti “bayangan”.7
Jika ditinjau dari arti filsafatnya wayang dapat diartikan sebagai bayangan atau
merupakan pencerminan dari sifat-sifat yang ada dari dalam jiwa manusia.8
Wayang merupakan bahasa simbol kehidupan yang lebih bersifat rohaniah
daripada jasmaniah. Jika orang melihat pertunjukan wayang, yang dilihat bukan
wayangnya melainkan masalah yang tersirat dalam lakon wayang. Perumpamaan
ketika orang melihat di kaca rias, orang bukan melihat tebal dan jenis kaca rias itu
melainkan melihat apa yang tersirat dalam kaca. Orang melihat bayangan dikaca
5 Mikka Wildha Nurrochsyam dkk, Wayang: Pengayaan Bahan Ajar Muatan Lokal(Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), hal 1.
6Solichin, Wayang: Masterpiece Seni Budaya Dunia (Jakarta: Sinergi PersadatamaFoundation, 2010), hal. 1.
7 Mikka Wildha Nurroschsyam, Wayang: Pengayaan Bahan Ajar Muatan Lokal ( Jakarta:Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, 2014) , hal 5
8 Satria Surya Prayoga, Pengertian wayang. Artikel diakses pada Rabu, 21 Februari 2018dari http://pengertianwayang.blogspot.co.id/.
4
rias oleh karenanya kalau menonton wayang bukannya melihat wayang melainkan
melihat bayangan (lakon) dirinya sendiri.9
Para pakar budaya Barat mengatakan bahwa wayang adalah bentuk drama
yang canggih di dunia yaitu the most complex and sophisticated theatrical form in
the world. Pada tahun 2003, UNESCO memproklamirkan wayang Indonesia
sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritge of Humanity. Alasan
utama UNESCO menetapkan wayang Indonesia sebagai karya agung budaya
adalah: pertama, wayang Indonesia sejak dahulu digemari dan didukung oleh
masyarakat luas kedua, wayang Indonesia memiliki kualitas seni yang tinggi
sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan agar bermanfaat bagi manusia.
Kualitas seni yang tinggi itu biasa disebut edipeni-adiluhung, maksudnya indah
dan menarik serta sarat dengan kandungan ajaran moral keutamaan hidup.10
Wayang berfungsi sebagai tontonan dalam masyarakat Indonesia sejak berabad-
abad yang lalu sampai sekarang. Berbagai jenis wayang sering dipentaskan di luar
negeri dalam misi-misi kesenian, dan ternyata sangat menarik perhatian penonton
di negara-negara Asia, Amerika, Eropa dan Afrika.11
Wayang hampir tersebar di seluruh pelosok tanah air. Wayang kulit Purwa
dari pulau Jawa telah menyebar ke seluruh Indonesia. Di samping itu, beberapa
daerah tertentu juga memliki wayang sendiri seperti wayang Palembang di
Sumatera Selatan, wayang banjar di Kalimantan Selatan, wayang sasak di
Lombok, dan wayang Bali di Bali. Sedangkan di Jawa, mulai dari Jawa Barat
9 Purwadi, Tasawuf Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2003), hal 1510Solichin,Falsafah Wayang:Intangible Heritage Of Humanity (Jakarta: Sena Wangi,
2011), hal 2.11Solichin, Wayang: Masterpiece Seni Budaya Dunia (Jakarta: Sinergi Persadatama
Foundation, 2010),hal13.
5
Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur termasuk Madura terdapat
berbagai jenis Wayang. Di Jakarta kita mengenal Wayang Betawi dengan ciri
khas berbahasa Betawi, di Jawa Barat ada Wayang Golek Sunda, Wayang
Cirebon, Wayang Tambun dan lain-lain. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, selain
Wayang Kulit Purwa yang terkenal itu, masih banyak lagi didapati jenis-jenis
wayang lain seperti wayang golek menak, wayang klitik dan sebagainya. Tidak
kalah bervariasinya, wayang yang berkembang di Jawa Timur dikenal Wayang
Dakdong (Cekdong), Wayang Krucil, Wayang Madura, Wayang Beber dan lain-
lain. Masih banyak jenis wayang yang lain seperti Wayang Madya, Wayang
Gedog, Wayang Dupara, Wayang Wahyu, Wayang Suluh, Wayang Kancil,
Wayang Jemblung dan masih banyak lagi.12
Skripsi ini akan memfokuskan pada salah satu jenis wayang yang berasal dari
daerah Jawa Barat yaitu Wayang Golek. Wayang golek sebagai suatu kesenian
tidak hanya mengundang nilai estetika semata, akan tetapi meliputi keseluruhan
nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya. Kata golek secara
harfiah berarti boneka, patung kecil atau mencari (makna cerita). Kepala, badan,
dan lengan boneka ini diukir dari kayu: tudhing (gagang penggerak) biasanya
dibuat dari bambu, sama dengan gagang peyangga (sogo). Sogo menembus badan
ke kepala dan berfungsi sebagai pegangan.13 Asal mula wayang golek awal sekitar
abad ke-16 (1540-1650 M) yang menciptakan Pandeman Ratu, Pandeman Ratu ini
cicit dari Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Pertama kali itu, ia menciptakan
wayang golek cepak (wayang golek papak). Wayang golek biasa dipentaskan
12Solichin, Wayang: Masterpiece Seni Budaya Dunia hal 6.13 A.M.Hermien Kusmayati,dkk, Indonesia Heritage:Seni Pertunjukan (Jakarta:Buku
Antar Bangsa Untuk Grolier Internasional Inc),hal 58.
6
mulai malam hari jam 21:00-05:00 atau siang hari tergantung permintaan dan
tujuan pementasan. Pada saat pertunjukan wayang golek tidak memakai kelir atau
layar, jadi penonton bisa melihat para tokoh wayang yang diperankan sang dalang
secara langsung bukan melalui bayanganya.14
Sebuah kebudayaan dianggap sebagai sistem tanda, yaitu yang berfungsi
sebagai sarana penataan kehidupan bermasyarakat. Pada Wayang Golek terdapat
tanda-tanda atau simbol-simbol yang menafsirkan makna. Secara etimologis,
simbol (symbol) berasal dari kata Yunani “sym-ballein” yang berarti
melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Ada
pula yang menyebutkan “symbolos”, yang berarti tanda atau ciri yang
memberitahukan sesuatu kepada seseorang. Sedangkan dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta disebutkan, simbol atau
lambang adalah semacam benda, lukisan, perkataan, dan sebagainya yang
menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu. 15
Penelitian skripsi ini menggunakan konsep semiotika yang dikenalkan
oleh Charles Sander Peirce. Semiotika merupakan teori tentang mempresentasikan
benda, ide, keadaan dan situasi.16 Semiotika berfungsi untuk mengetahui makna-
makna yang terkandung dalam sebuah benda atau menafsirkan makna sehingga
dapat diketahui sebagai pesan yang tersirat. Fungsi semiotika tanda artinya urian
tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikam makna atau hubungannya
14 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
15 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 155.16 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 41.
7
terhadap perilaku subjek.17 Fungsi ini lebih menekankan pada penggolongan,
hubungan dengan tanda-tanda lain, misalkan dari unsir pelaksana, perlengkapan
wayang golek dan sebaginya. Semua itu berkerjasama membentuk struktur
pertunjukaan wayang golek.
Konsep penting dari semiotika peirce adalah konsep tanda. Semiotika
menurut peirce adalah ilmu yang mempelajarai tentang makna dari tanda-tanda.
Bagi Peirce tanda pemaknaanya bukan struktur melainkan suatu proses kognitif
yang disebutnya semiosis, jadi semiosis adalah proses pemaknaan dan penafsiran
tanda yang dilalui tiga tahapan. Tahapan pertama adalah pencernaan aspek
representamen tanda (pertama melalui pancaindra), tahap kedua mengaitkan
secara spontan representamen dengan pengalaman dalam kognisi manusia yang
memaknai represemtamen itu (disebut objek) dan ketiga menafsirkan objek
sesuai dengan keinginannya, tahap ketiga disebut interpretant. Mulai dari
representamen (tanda), objek (sesuatu yang lain) dan interretant (proses
penafisraan kemudian membagi jenis tanda keada tiga jenis ikon, indeks, dan
simbol artinya cara menggunakan analisis semiotika Peirce adalah dengan
menentukaan tanda ikon, indeks dan simbol kemudian dikupas dan ditafsir sesuai
dengan kapasitas penafsir.18
Berdasarkan penjelas tersebut, penulis berkeinginan untuk menulis sebuah
penelitian dengan judul “Makna Simbolik Wayang Golek Jawa Barat (Semiotika
Peirce).”
17 Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika Kode Gaya dan Matinya Makna(Bandung: Matahari, 2012) hal. 38
18 Juli Prasetya, Kajian Makna Simbolik Pada Wayang Bawor, Analisis Semiotika CharlesSanders Peirce ( Skripsi S1 Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto: 2016) hal. 17
8
B. Identifikasi Masalah
Dalam penjelasan diatas, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apa itu wayang golek?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan wayang golek?
3. Apa makna simbol wayang golek menurut semiotika Peirce?
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Dari urian identifikasi yang disebutkan diatas, penulis akan membatasi
permasalahan serta memfokuskan penelitian ini pada makna simbolik wayang
golek menurut semiotika Peirce.
Adapun rumusan masalahnya, dinyatakan dalam pertanyaan sebagai berikut,
pertama , bagaiman sejarah dan perkembangan wayang golek? Kedua, apa makna
simbolik wayang golek menurut semiotika Peirce?
D. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan penulis yakni menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kualitataif, penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data
yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pertama, obeservasi berasal dari
bahasa latin yang berarti memperhatikan atau mengikuti. Sewaktu kecil,
pertunjukaan wayang seringkali dilihat oleh penulis. Hampir setiap ada
pertunjukaan di televisi, penulis menonton secara langsung pertunjukaan wayang
sekitar usia 16 tahun pada acara kawinan. Dalam proses penelitian, observasi yang
dilakukan terhitung 2 kali yakni pada tahun 2018. Banyak hal yang penulis
rasakan, dan penulis menjadi lebih tahu bahwa wayang bukan hanya sekedar
tontonan saja tetapi dalam pertunjukaan wayang juga banyak pesan moral
kehidupan yang tersirat didalamnya.
9
Kedua, wawancara menjadi metede pengumpulan data yang utama. Sebagain
besar data diperoleh dari hasil wawancara. Wawancara merupakan percakapaan
antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan
informasi untuk suatu tujuan.19 Penulis melakukan wawancara dengan Bapak
Sumardi selaku kepala bagian musim wayang yang berada di Kota Tua dan
baliau juga sebagai dalang pada pertunjukaan wayang kulit dan wayang golek.
Pada waktu itu penulis menguji musim wayang dan melakukan wawancara
dengan Bapak Sumardi terhitung 2 kali.
Ketiga, penulis menambahkan metode studi dokumemn. Ini menjadi salah satu
cara yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambara dari sudut pandang
subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat
langsung oleh narasumber yang bersangkutam.20 Penulis juga mengujungi
perpustakaan wayang yang berada di Kota Tua, sehingga apa yang penulis
butukan terkait sejarah dan kesenian wayang khususnya wayang golek terpenuhi.
Tak lupa penulis juga melampirkan foto-foto hasil jepretan penulis sendiri untuk
menguatkan hasil penelitian tersebut.
Mengenai analisis data, penulis menggunakan semiotika Peirce yakni dari data
wawancara yang diperoleh salanjutnya penulis menggunakan segitiga tradik yaitu
representamen, objek, dan interpretann. Dalam penelitian ini, peneliti
memposisikan diri sebagai seorang yang mengidentifikasi objek kemudian,
penulis mengggunakan semiosis untuk memahami sacara detail setiap simbol
yang tertera dirangkaian pertunjukaan wayang golek. Data dibahas sacara
19 Haris Herdiasyah, Metodeologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta:Salemba Humanika, 2012), hal. 118.
20 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta:Salemba Humanika), hal. 143.
10
dekriptis-analitis, ditarik penilian dan kesimpulan. Adapun teknik penulisan
mengacu pada buku Pedoman Akademik tahun 2012/2013 Program Strata 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan pedoman trasliterasi menggunakan ilmu
Ushuluddin’Jurnal: Himpunan Peminat Ilmu Ushuluudin (HIPIUS.
E. Manfaat Penelitian dan Tujuan Penelitian
Setelah penelitian di lakukan, diharapakan hasilnya dapat memberikan manfaat
bagi penulis dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, sehingga akan
terus mengacu untuk berkarya, sedangkan secara luasa dapat bermanfaat:
1. Untuk kalangan akademisi, khususnya mahasiswa Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, diharapakan peneliti mampu nuansa yang berbeda
dalam dunia pengetahuan sehingga dapat dijadikan bahan kajian untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih kompeleks.
2. Bagi masayarakat sekitar, diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan pengetahuan kembali akan nilai-niai yang terkadung dalam
wayang khususnya wayang golek sehingga mampu menerapkannya dalam
kehidupan pribadi dan masyarakat.
Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna simbolik pada wayang
golek
2. Untuk memberikan gambaran tentang sejarah dan perkembangan wayang.
3. Untuk memberikan gambaran tentang filosofi wayang golek
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka sebagai landasa berfikir,
yang mana dalam tinjauan pustaka yang digunakan adalah hasil skripsi dan tesis.
11
Beberapa tinjaun pustaka diantarnya sebagai berikut:
1. Fathimatuz Zahroh “Pendidikan Nilai Dalam Pergelaran Wayang Golek Di
Kabupaten Tegal". S2 Program Politik dan Kewarganegaraan Universitas
Negeri Semarang. 2015. Dalam tesis ini penulis menerangkan bahwa
dalam pergelaran wayang golek yang di gelar di Kabupaten Tegal
menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai yang mendidik dan menghibur,
adapun nilai yang mendidik yaitu nilai moral yang dapat menjadikan
masyarakat untuk hidup ke arah yang lebih baik. Sedangkan nilai yang
menghibur dapat dilihat dari nilai keindahannya pada pergelaran wayang
golek yang ditampilkan oleh dalang beserta anggotanya, dan masyarakat
dapat merasa senang dan tidak bosan dalam menonton pegelaran wayang
golek.
2. Triana Sugesti “Makna Simbol Kesenian Tari Ebeg Kabupaten Banyumas
(Kajian Semiotika Peirce)”. Skripsi Program Studi Aqidah dan Filsafat
Islam Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah 2017. Dalam skripsi ini
menjelaskan makna simbolik kesenian tari ebeg yang dibantu dengan teori
semiotika Peirce bahwa selama ini kesenian ebeg hanya dianggap sebagai
hiburan akan tetepi sekarang nampak jelak untuk dipelajari. Bahwa
manusia harus memiliki tujuan hidup, sebagai manusia yang diberi akal
untuk berfikir harusnya ia memiliki hati yang bersih dan juga memiliki
sikap yang tegas dan waspada.
3. Khomsatun “Makna Simbolik Seni Pertunjukaan Tari Tradisional Sintren
(Semiotika Peirce). Skripsi ini Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullaj 2016. Dalam skripsi ini
12
menjelaskan makna simbolik seni pertunjukaan tari sintren yang dibantu
dengan teori peirce bahwa sintren merupakan sebuah pesan kepada seluruh
manusia supaya selalu berlaku baik pada semua orang, sintren
memberitahukan pada kita supaya senantiasa berbuat baik kepada semua
kebaikan tersebut akan kembali kepada manusia tersebut.
Dari penelitian dan skripsi di atas belum ada satu pun penelitian yang
memfokuskan kajiannya pada makna simbolik wayang golek, khususnya dalam
kajian semiotika Peirce. Maka dari itu penulis berkeinginan mengupas dan
mengisi kekosongan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini dipakai sebagai aturan
yang saling terkait dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan adalah
sebagai berikut:
BAB I merupakan BAB PENDAHULUAN yang meliputi tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, metode
penelitian, manfaat dan tujuan penelitian,tinjauan pustaka, dan sistematika
penulisan
BAB II merupakan BAB yang akan memaparkan mengenai PEMBAHASAN
sejarah Jawa Barat yang meliputi (letak geografis, sejarah dan gambaran umum
Jawa Barat, kependudukan, dan kesenian Jawa Barat. Wayang Golek meliputi
(pengertian wayang dan pengertian wayang golek, macam-macam wayang,
sejarah dan perkembangan wayang golek)
BAB III merupakan BAB yang akan memaparkan mengenai KAJIAN
13
TEORI yang meliputi semiotika Peirce, tanda dalam semiotika Perice, dan
proses dalam semiotika Perice
BAB IV merupakan BAB yang akan memaparkan mengenai MAKNA
SIMBOLIK WAYANG GOLEK, dalam bab ini penulis menguraikan
interpretasi seni pertunjukaan wayang golek yang ditijau dari beberapa aspek
yaitu unsur pelaksana, perlengkapan wayang golek, unsur strutruktur pertunjukaan
wayang golek. Lalu, pembahasaan akan disambung dengan hasil semiosis di tiap
aspek.
BAB V merupakan BAB PENUTUP yang meliputi kesimpulan dan saran.
20
BAB II
SEJARAH JAWA BARAT
A. Deskripsi Data
1. Letak Geografis
Provinsi Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang terletak di pulau
Jawa. Luasnya sekitar 37.994 km. Letak provinsi ini di sebelah Barat pulau Jawa.
Provinsi ini memiliki bentuk wilayah yang memanjang dari arah Barat ke Timur
dan memiliki garis pantai ke dua sisi Utara dan Selatan. Secara geogarfis, Provinsi
Jawa Barat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut, sebalah Utara
berbatasan dengan laut Jawa, sebalah Selatan berbatasan dengan Samudra
Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah Barat
berbatasan langsung dengan Provinsi banten. Secara astronomi, Provinsi Jawa
22
Barat terletak diantara 6 derajat – 8 derajat lintang selatan dan 105 derajat-108
derajat Bujut Timur.1
Secara administratif, Provinsi Jawa Barat terbagi kedalam sembilan kota
dan enam belas kabupaten. Kota-kota yang termasuk ke dalam wilayah provinsi
ini yaitu Kota Bandung, Kota Banjar, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Cihami,
Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Sukabumi, dan Kota Tasimalaya. Kabupaten di
provinsi ini meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor,
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Kuningan, Kabupaten
Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi,
Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Tasikmalaya. Ibu kota Provinsi Jawa Barat
yaitu Kota Bandung yang terletak di dataran tinggi Jawa Barat.2
2. Sejarah Jawa Barat
Jawa Barat merupakan provinsi di Indonesia, yang ibu kotanya berada di Kota
Bandung. Perkembangan sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat
merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia. Jawa barat
dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang pembentukan Provinsi Jawa
Barat. Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia. Bagian barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Ibu kota negara Indonesia. Sebelum mengetahui
1 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia, 2008), hal 11.
2 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia), hal 11-12.
23
lebih dalam tentang sejarah Jawa Barat terlebih dahulu menggali Lambang Jawa
Barat yang terdapat simbol-simbol didalamnya, sebagai berikut:
Simbol:
1. Kujang melambangkan senjata khas Tradisional Wilayah Jawa Barat .
2. Lima lubang pada senjata kujang melambangkan menunjuk pada
pancasila sebagai dasar negara
3. Padi, kapas, sungai, terusan, sawah, perkebunan, dan bendungan
melambangkan daerah Jawa Barat sebagai daerah yang subur, makmur, dan
sejahtera sebagimana yang dimaksudkan dalam semboyan Gemah Ripah
Rapeh Rapih
4. Semboyan Gemah Ripah Rapeh Rapih artinya makmur, sentosa,
sederhana dan rapi.3
Jawa Barat dihuni oleh suku asli, yaitu suku Sunda. Hampir semua daerah di
Jawa Barat tersebar merata suku Sunda. Etnik lain yang berkembang di Jawa
Barat yaitu Arab, Jawa, Tionghoa, dan etnik lainnya dari berbagai nusantara.
Perkembangan daerah Jawa Barat telah mendorong berbagai suku bangsa datang
3 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia), hal 11.
24
ke provinsi ini. Bahasa sehari-hari masyarakat Jawa Barat yaitu Bahasa Sunda
dengan berbagai logat.4
Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya Provinsi
Banten, yang berada di bagian Barat. Saat itu terdapat wacana untuk mengubah
nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan, dengan memperhatikan
historis wilayah ini. Akan tetapi mendapatkan penentangan dari wilayah Jawa
Barat lainnya seperti Cirebon, dimana tokoh masyarakat asal Cirebon menyatakan
bahwa jika nama Jawa Barat diganti dengan Pasundan seperti yang berusaha
digulirkan oleh Bapak Soeria Kartalegawa tahun 1947 di Bandung maka Cirebon
akan memisahkan diri dari Jawa Barat, karena nama “Pasundan”berarti (Tanah
Sunda) dinilai tidak merepresentasikan keberagaman Jawa Barat.5
Temuan arkeologi Jawa Barat ditemukan di Anyer dengan ditemukannya
budaya logam perunggu dan besi dari sebelum melenium pertama. Jawa Barat
pada abad ke 5 merupakan bagian dari kerajaan Tarumanagara. Prasasti
peninggalan Kerajaan Tarumanagara banyak tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh
prasasti yang ditulis aksara Wengi dan bahasa Sansekerta yang sebagian besar
menceritakan para raja Tarumanagara. Setelah runtuh kerajaan Tarumanaga,
kekuasaan dibagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Kali Serayu
dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Salah satu prasasti dari zaman Kerajaan Sunda
adalah prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari tahun1932.6
4 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia), hal 14.
5artikel diakses pada Senin, 1 Oktober 2018 dari http://kadek-elda.blogspot.com/2013/02/sejarah-jawa-barat.html?m=1
6 Diakses pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018 darihttps://kmk3ldewi.wordpress.com/sejarah/sejarah-provinsi-jawa-barat/
25
Pada abad ke 16, Kesultanan Demak tumbuh menjadi saingan ekonomi dan
politik Kerajaan Sunda, pelabuhan lebas dari Kerajaan Sunda karena pengaruh
Kesultanan Demak. Pelabuhan ini kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Cirebon
yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda, pelabuhan Banten juga lepas ke
tangan Kesultanan Cirebon dan kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Banten.
Untuk mendapatkan ancaman ini, Sri Baduga Maharaja (raja sunda saat itu)
meminta putranya Surawisesa untuk membuat perjanjian pertahanan keamanan
dengan orang Portugis di Malaka untuk mencegah jatuhnya pelabuhan utama
yaitu Sunda Kelapa. Pada saat Surawisesa menjadi raja Sunda, dengan gelar Prabu
Surawisesa Jayaperkosa, dibuatlah perjajian pertahanan keamanan Sunda-Portugis
yang ditandai dengan Prasasati Perjanjian Sunda Portugal di tanda tangani dalam
tahun 1512. Sebagai imbalannya, portugis di beri akses untuk membangun
benteng dan gudang di Sunda Kelapa serta akses untuk perdangan di sana. Untuk
merealisasikan perjanjian pertahanan keamanan tersebut, pada tahun 1522
didirikan suatu monumen batu yang disebut padraodi tepi Ci Liwung. Meskipun
perjanjian pertahanan keamanan dengan Portugis telah dibuat, pelaksanaannya
tidak dapat terwujud karena pada tahun 1527 pasukan aliansi Cirebon-Demak
dibawah pimpinan Fatahilah atau Paletehan memyerang dan menaklukkan
pelabuhan Sunda Kelapa. Perang antara Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon-
Demak berlangsung lima tahun sampai akhirnya pada tahun 1531 dibuat sebuah
perjanjian damai antara Prabu dam Surawisesa dengan Sunan Gunung Jati dari
Kseultanan Cirebon.7
7 Diakses pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018 darihttps://kmk3ldewi.wordpress.com/sejarah/sejarah-provinsi-jawa-barat/
26
Dari tahun 1567-1579 dibawah pimpinan Raja Mulya (Prabu Surya Kencana),
Kerajaan Sunda mengalami kemunduran besar dibawah tekanan Kesultanan
Banten. Setelah tahun 1576, kerajaan Sunda tidak dapat mempertahankan Pakuan
Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda dan akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan
Banten. Zaman pemerintahan Kesultanan Banten, wilayah Priangan (Jawa Barat
bagian tenggara) jatuh ke tangan Kesultanan Mataram. Jawa Barat sebagai
pengertian administratif mulai digunakan pada tahun 1925 ketika pemerintahan
Hindu Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu
sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922 yang membagi Hindia
Belanda dalam kesatuan daerah provinsi. Sebelum tahun 1925, digunakan istilah
Soendalanden (Tatar Soenda) atau Pasoendan seabagi istilah geografi untuk
menyebut bagian Pulau Jawa disebalah Barat sungai Cilosari dan Citanduy yang
sebagian besar dihuni oleh penduduk yang menggunakan bahasa Sunda sebagai
bahasa ibu.8
Jawa Barat merupakan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki keanekaragamaan seni budaya dan suku bangsa. Berbagai macam
kesenian berkembang di Jawa Barat diantaranya, seni pertunjukan Wayang Golek,
Jaipongan, tarian Ketuk Tilu ,seni bela diri Pencak Silat dan lain-lain. Wilayah
Sunda merupakan dataran-dataran tinggi di wilayah bagian barat Pulau Jawa.
Daerah ini dibedakan dari Pantai Utara (Pesisir). Di bagian selatan Jakarta
terbentang sebuah daratan rendah kurang lebih sepanjang 250 km dan selebih 50
km, yang amat padat penduduknya. Bagian dalam dan hulu wilayah tersebut
ditandai dengan wilayah pegunungan Priangan (Parahyangan), dengan sejumlah
8 Diakses pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018 darihttps://kmk3ldewi.wordpress.com/sejarah/sejarah-provinsi-jawa-barat/
27
dataran tinggi dan gunung berapi yang ketinggiannya mencapai lebih dari 2.000
m, seperti gunung Ciremai maupun Gunung Tangkuban Perahu. Tomo Pires,
seorang Portugis yang menggambarkan masyarakat sebagai masyarakat yang
bener-bener berbeda dari masyarakat Jawa Tengah.9
3. Kependudukan Jawa Barat
Jawa Barat dihuni oleh suku asli, yaitu suku Sunda. Hampir semua daerah
di Jawa Barat tersebar merata suku Sunda. Etnik lain yang berkembang di Jawa
Barat yaitu Arab, Jawa, Tionghoa, dan etnik lainnya dari berbagai nusantara.
Perkembangan dearah Jawa Barat telah mendorong berbagi suku bangsa datang ke
provinsi Jawa Barat. Bahasa sehari-hari masyarakat Jawa Barat yaitu bahasa
Sunda dengan berbagai logat. Pusat-pusat kepadatan penduduk terdapat dikota-
kota besar. Misalnya, Bandung, Cianjur, Tasikmalay dan Sukabumi. Kawasan
industri menjadi pusat pemeadatan penduduk seperti Bekasi, Cibinong, dan
Bogor. Daerah Depok juga menjadi daerah yang padat sebab menampung luapan
penduduk dari DKI Jakarta.10
Hampir semua pusat pemadatan penduduk di Jawa Barat terdapat dikota-
kota pantai. Namun, uniknya Bandung sebagai ibukota provinsi yang terletak
didataran tinggi ditengah-tengah Provinsi Jawa Barat. Penduduk provinsi Jawa
Barat sekitar 38.378.483 jiwa. Kepadataan penduduk ini menempatkan Jawa Barat
dalam 4 provinsi terpadat penduduknya di Indonesia. Sebagai besar penduduk
Provinsi Jawa Barat menganut agama Islam, yaitu 98,3% dari jumlah total
9 Sarah Anais Andrieu, Raga kayu Jiwa Manusia: Wayang Golek Sunda (Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), hal 39-40.
10 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia,2008) hal 14-15
28
penduduk. Namun, ada juga yang menganut Kristen (1%), Hindu (0,03%) dan
Buddha (0,05%). Tradisi dan budaya sangat kental di Provinsi Jawa Barat. 11
4. Kesenian Jawa Barat
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan yang tersebar mulai dari
Sabang sampai Mareuke, dengan beragam suku dan ras sehingga menghasilkan
kebudayaan yang beraneka ragam khususnya di provinsi Jawa Barat. Seni adalah
keindahan, seni merupakan ekspersi ruh dan budaya manusia yang mengandung
dan menggungkapkan keindahan. Seni lahir dari sisi terdalam manusia yang
didorong oleh seniman. Kesenian unsur dari kebudayaan yang sering digunakan
oleh manusia sebagai sarana untuk mengunggkapkan perasaan yang sedang
dialami dalam kehidupan sehari-hari, kesenian merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia karena melalui kesenian dapat diungkapkan
segala perasaan dan kesenian juga dapat memberikan pembeda dalam
kehidupan.12
Dengan seni manusia akan mendapatkan kenikmataan sebagai akibat refleksi
perasaan terhadap stimulus yang diterimanya. Kenikmataan seni bukanlah
kenikmataan lahiriah belaka, melainkan kenikmatan batiniah. Kenikmataan hadir
bila kita mampu menangkap dan merasakan simbol-simbol estetika dari pencipta
seni. Sehingga, sering kali orang menyebutnya dengan nilai spiritual. Seni juga
sebagai manifestasi budaya (periksa, rasa, karsa, periksa, rasa, karsa, intuisi dan
karya).
11 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia), hal 14-15.
12 M. Quraish Shihab, Wawancara Al- Qur’an (Bandung: Mizan, 2000) hal 385
29
a. Seni sastra dan kesustaraan, seni dengan alat bahasa
b. Seni musik, seni dengan alat bunyi atau suara
c. Seni tari, seni dengan alat gerak
d. Seni rupa, seni dengan alat garis, bentuk warna
e. Seni drama atau teater, seni dengan kombinasi sastra musik tari/ gerak dan
rupa. 13
Kesenian dari setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, seperti
kesenian tradisional Jawa Barat yang memiliki banyak sekali kesenian dan budaya
yang menjadikan identitas. Jawa barat memiliki ragam seni dan budaya
diantaranya wayang golek, reog dan kuda lumping
1. Wayang golek
Wayang golek merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat yaitu
pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh
Dalang. Pementasan wayang golek diiringi musik degung lengkap dengan Sinden.
Wayang golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau
acara lainnya. Cerita yang dibawakan dari budaya Hindu India, seperti
Ramayana.14
2. Reog
Reog adalah salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Bandung, Jawa
Barat. Reog merupakan kesenian perpaduan antar seni tari, lawak, lagu dan cerita
13 Khomsatun, Makna Simbolik Seni PertunjukanTari Tradisional Sintren (Skripsi S1Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta: 2016) hal. 24-25
14 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia, 2008), hal 15
30
yang berisikan kritik sosial dan juga pesan keagamaan. Fungsi kesenian Reog ini
adalah untuk media dakwah atau media penerangan yang menonjolkan nilai sosial
dan juga pendidikan yang budi perkerti, namun perlahan-lahan kesenian reog
bertambah fungsinya yaitu untuk media hiburan.
3. Kuda lumping
Kuda lumping merupakan kesenian yang beda dari yang lain, karena
dimainkan dengan cara mengundang roh harus sehingga orang yang akan
memainkannya seperti kesurupaan.15
Adapun beberapa tarian daerah khas Jawa Barat yaitu tari jaipongan, tari
ketuk tilu, tari merak, dan tari topeng.16
1. Tari Jaipongan
Tanah sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan
menarik. Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini.
Jaipongan atau tari jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah modern
karena merupakan pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk
Tilu.
2. Tari Ketuk Tilu
Ketuk tilu adalah suatu tarian pergaulan sekaligus hiburan yang biasanya
diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan.
15 Kesenian dan Budaya Jawa Barat. Diakses pada Senin, 8 Oktober 2018 darihttp://www.academia.edu/19254961/Kesenian_dan_Budaya_Jawa_Barat
16 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia, 2008), hal 15.
31
Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat atau upacara
sakral tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan
3. Tari Merak
Tari merak merupakan tarian tradisi suku Sunda yang menggambarkan
burung-burung merak yang sedang menari dengan gembira, tarian ini dibawakan
oleh penari wanita-wanita Sunda. Biasanya tarian merak ini dibawakan untuk
upacara perkawinan atau menyambut tamu yang datang berkunjung ke tanah
Sunda.
4. Tari Topeng
Tari topeng ini adalah tarian suku Sunda yang dibawakan oleh sekelompok
penari pria atau wanita yang menggunakan topeng khas suku Sunda dan biasanya
tarian ini untuk menyambut tamu-tamu yang ingin berkunjung datang dan sebagai
pementasan pada acara-acara tertentu seperti perkawinan, khitanan, dan
sebagainya.17
Adapun lagu daerah Jawa Barat antara lain Bubuy Bulan, Cing Cang Keling,
Manuk Dadali, Panon Hideung, Pileuleuyan, Tokecang, Karatangan Pahlawan,
dan Mojang Priangan. Adapun alat musik tradisonal Jawa Barat antara lain
angklung, gamelan sunda, kecapi, calung, rebab, dog-dog dan tarling. Senjata
tradisional khas Jawa Barat yaitu Kujang. Senjata tradisonal lainnya yaitu tombak,
bedog, panah kayu dan panah bambu. Adapun rumah adat daerah Jawa Barat
diwakili oleh Keraton Kasepuhan Cirebon. Bagian depan kertaon terdapat gerbang
17 Kesenian dan Budaya Jawa Barat. Diakses pada Senin, 8 Oktober 2018 darihttp://www.academia.edu/19254961/Kesenian_dan_Budaya_Jawa_Barat
32
utama, di dalamnya terdapat tempat ruang utama. Ruang Jinem atau Pendopo
adalah ruang untuk para pengawal. Ruang Pringgogeni adalah tempat untuk sultan
memberikan perintah kepada adipati. Ruangan pradaya adalah ruang untuk
menerima tamu istimewa. Ruangan penembahan adalah ruang tempat kerja sultan.
Ciri khas hiasan daerah Jawa Barat yaitu hiasan dengan corak pemandangan alam.
Semantara itu, makanankhas dari daerah Jawa barat yaitu oncom, peuyeum,
colenak, borondong, wajit, dodol garut, dan aneka pepes.18
B. Wayang Golek
1. Pengertian Wayang dan Wayang Golek
Wayang merupakan salah satu karya seni dari masyarakat Indonesia yang luar
biasa. Penampilan wayang bisa dilihat dari dua aspek penting, yaitu aspek estetis
atau keindahan dan aspek etis atau ajaran moral. Penonton bisa menyaksikan
keindahan wayang melalui seni rupa, seni gerak atau sabet, seni suara dan lain
sebagainya.19 Menurut KBBI wayang adalah boneka tiruan yang terbuat dari
pahatan kayu yang dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan
drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda dan sebagainya) yang biasanya dimainkan
oleh seorang yang disebut Dalang.20
Kata “wayang” bukan menunjuk pada rupa wayang tetapi lebih mengacu pada
pertunjukaan wayang. Menurut Sri Mulyono sebagai seorang budayawan
menggunakan kata “wayang” dalam berbagai pengertian. Dalam bahasa Jawa
wayang mempunyai arti “bayangan”, adapun dalam bahasa Melayu istilah wayang
18 Farukhi,dkk, Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat ( Jakarta: Sinergi PustakaIndonesia, 2008), hal 15-16
19 Mikka Wildha Nurrochsyam dkk, Wayang: Pengayaan Bahan Ajar Muatan Lokal (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014) hal 1.
20 KBBI
33
berarti “bayang-bayang”. Sedangkan, akar kata wayang adalah “yang” yang
mempunyai variasi akar seperti yung dan yong terdapat pada istilah “layang” yang
berarti “terbang”, istilah “doyong” yang berarti “miring” atau “tidak stabil”. Sri
Mulyono sampai pada kesimpulan bahwa substansi istilah “wayang” adalah tidak
stabil, tidak pasti, tidak tenang, terbang, bergerak kian kemari.21
Wayang berasal dari bahasa Jawa “wewayangan” yang berarti bayangan.
Dikatakan wayang atau wewayangan, karena pada zaman dulu untuk melihat
wayang, penonton berada di belakang layar yang disebut kelir, sang Dalang
memainkan wayang yang diterangi lampu sehingga menimbulkan bayangan yang
menempel pada kelir pertunjukan. Kelir pertunjukan terbuat dari kain putih yang
membentang membatasi antara dalang dengan penonton. Penonton tidak melihat
sang Dalang, melainkan hanya bisa menyaksikan bayangan wayang, yang seolah-
olah bayang wayang yang menempel pada kelir adalah manusia yang hidup.22
Adapun dalam skripsi ini yang akan difokuskan seni pertunjukan wayang
golek. Wayang golek adalah wayang yang terbuat dari kayu dibentuk mirip seperti
manusia baik muka maupun tubuhnya, tubuhnya dibalut dengan kain yang
berbentuk baju. Kata “golek” secara harfiah berarti “boneka, patung kecil, atau
mencari makna cerita”.23 Kata golek dalam bahasa Jawa berarti mencari
(ngegoleki). Penampilan golek ini mengundang maksud agar setelah penonton
mengikuti lakon dari awal hingga akhir, mereka bisa nggoleki atau mencari inti
21 Mikka Wildha Nurrochsyam dkk, Wayang: Pengayaan Bahan Ajar Muatan Lokal (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014) hal.5
22 Kustopo, Mengenal Kesenian Nasional 1”Wayang” (Semarang: Bengawan Ilmu, 2008 )hal 1.
23 A.M. Hermien Kusmayati, dkk, Indonesia Heritage: Seni Pertunjukaan (Jakarta: BukuAntar Bangsa Untuk Grolier Internasional Inc, 2002) hal 58
34
pelajaran yang bermanfaat yang tersirat dalam pertunjukaan wayang golek.
Bentuk boneka golek yang digunakan adalah golek wanita, tetapi tidak diambil
dari salah satu tokoh yang ada dalam cerita wayang golek.24
Kepala, badan dan lengan boneka ini diukir kayu: tudhing (gagang penggerak)
biasanya dibuat dari bambu, sama dengan sogo (gagang penyangga). Sogo
menembus badan ke kepala dan berfungsi sebagai pegangan. Wayang memakai
kain yang sangat panjang dan di ikat di pinggir dengan selendang tempat
menyelipkan keris dan kereh atau penutup dada.25 Wayang berbentuk boneka-
boneka kecil, semacam dengan wayang kulit purwa, wayang golek sunda pun
menggunakan induk cerita dari serial Ramayana dan Mahabrata. Pergelaran
wayang golek juga diiringi oleh seperangkat gamelan, lengkap dengan
pesindennnya akan tetapi tidak menggunakan kelir sehingga penonoton dapat
langsung melihat para tokoh wayang yang diperakan ki dalang , bukan hanya
bayangannya. Jenis wayang ini tersebar hampir diseluruh Jawa Barat. Ada
beberapa ciri khusus dalam wayang golek, kepala wayang dapat diputar ke kiri
dan ke kanan serta badan ke atas dan ke bawah. Tangan dapat digerakan dengan
bebas utuk menirukan orang menari atau bahkan melakukan gerakan bela diri.
Akan tetapi mengikuti perkembangan zaman, dalang wayang golek
menampilkann pembaharuan dalam pementasan untuk membentuk wayang golek
semakin nyata dan menarik bagi masyarakat modern, seperti kepala yang benar-
24 Jajang Suryana, Wayang Golek Sunda: Kajian Estetika Rupa Tokoh Golek (Bandung:Kiblat Buku Utama, 2002) hal. 72
25 A.M. Hermien Kusmayati, dkk, Indonesia Heritage: Seni Pertunjukaan (Jakarta: BukuAntar Bangsa Untuk Grolier Internasional Inc, 2002) hal 58
35
benar dipotong dalam adegan perang. Kecenderungan ini ada terutama pada gaya
Jawa Barat.26
2. Macam-Macam Wayang
Selama berabad-abad, budaya wayang berkembang menjadi beragam jenis.
Kebudayaan macam-macam wayang tetap menggunakan Mahabrata dan
Ramayana sebagai induk certanya. Sedangkan alat peragaannya pun berkembang
menjadi beberapa macam, antara lain terbuat dari kertas, kain, kulit, kayu dan juga
wayang orang. Perkembangan jenis wayang ini juga dipengaruhi oleh keadaan
budaya daerah setempat. Macam-macam wayang yang ada di Indonesia ada
puluhan jumlahnya, namun yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Wayang Bebar
Bentuk teater Jawa yang dikenal sebagai wayang bebar merupakan bentuk
seni pertunjukan yang penuh upacara, suatu tradisi lisan yang hampir hilang.
Tidak seperti wayang kulit dengan boneka kulit yang pipih atau boneka kayu,
bentuk wayang ini dilukis pada gulungan kertas kulit kayu, menampilkan adegan
dari penggambaran kesatria mitis zaman dahulu. Dalang menggunakan gulungan
kertas ini menggunakan gulungan kertas ini melukiskan kisahnya. Wayang beber
banyak dipertunjukkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian Selatan,
antara lain Solo, Pacitan, dan Kediri.
2. Wayang Kuli Purwa
26 Kustopo, Mengenal Kesenian Nasional 1”Wayang” (Semarang: Bengawan Ilmu, 2008 )hal 24-25.
36
Wayang kulit merupakan jenis wayang yang paling populer dimasyarakat
sampai saati ini. Wayang kulit menggambil cerita dari Mahabrata dan Ramayana.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang dengan diiringi gamelan dan
tembang-tembang dari seorang dalang. Wayang ini terbuat dari lembaran kulit
kerbau atau sapi yang dipahat menurut bentuk tokoh wayang dan kemudian
disungging dengan warna-warni yang mencerminkan perlambangan karakter dari
sang tokoh. Agar lembaran wayang itu tidak lemas, digunakan “kerangka
penguat” atau gapit yang membuatnya kaku dan dapat berdiri. Kerangka atau
gapit ini disebut cempurit yang terbuat dari tanduk kerbau atau kulit penyu, bisa
juga dari kayu atau bambu.
3. Wayang Klitik
Wayang klitik terbuat dari kayu pipih yang dibentuk dan disungging
menyerupai wayang kulit purwa. Hanya bagian tangan peraga wayang itu bukan
dari kayu pipih melainkan terbuat dari kulit, agar lebih awet dan ringan untuk
menggerakannya. Wayang unu diciptakan orang pada tahun 1648, dan tidak
diketahui siapa yang menciptakannya. Pementasan wayang klitik juga diiringi
oleh gamelan dan pesinden tetapi tanpa menggunakan kelir sehingga penonton
dapat melihat secara langsung.
4. Wayang Krucil
Sering dianggap sama dengan wayang klitik. Anggapan itu disebabkan karena
wayang krucil juga terbuat dari kayu pipih. Yang berbeda adalah induk cerita
yang diambil untuk lakon-lakonnya. Wayang krucil mengambil lakon dari cerita
37
kisah Damarwulan misalnya cerita Damarwulan Ngenger, yang mengisahkan
Damarwulan sedang menjadi pengembala.
5. Wayang Orang
Wayang wong secara harfiah berarti wayang yang diperankan oleh orang.
Wong berarti orang, wayang adalah boneka atau pertunjukan dramatik dengan
boneka atau orang sebagai pameran. Wayang wong adalah seni drama tari yang
mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya. Dari sgi
cerita, wayang orang adalah perwujudan drama tari dari wayang kulit purwa.
6. Wayang Suluh
Tergolong wayang modern, karena baru tercipta setelah zaman kemerdekaan.
Wayang ini dimaksudkan sebagai media penerangan mengenai sejarah perjuangan
bangsa. Karena itu, di antara tokoh peraganya, anatara lain terdapat Bung Karno,
Bung Hatta, Bung Tomo, Syahrir, dan Jendral Sudriman. Pementasan wayang
suluh biasanya dibangun diskeitar peristiwa yang terjadi pada masa pergerakan
nasioanal Indonesia, tetapi cerita dan ragam tokoh dikembangkan untuk
menyesuaikan fungsinya yang baru serperti hiburan untuk para tamu pada
perayaan pernikahan, khitanan, atau hari kemerdekaan.
7. Wayang Wahyu
Wayang wahyu hanya terbatas untuk persebaran agama Katolik. Wayang ini
digunakan untuk syair/ dakwah agama. Perkembangan wayang wahyu amat
terbatas pada lingkungan masyarkat beragama Katoloik, itu pun yang berasal dari
suku bangsa Jawa. Bentuk peraga wayang terbuat dari kulit, tetapi corak tatahan
38
dan sunggingannya agak naturalistik, yaitu bergambar orang yang sesungguhnya.
Wayang ini mengambl lakon dari cerita-cerita yang terdapat dalam Kitab Injil,
baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
8. Wayang Gedog
Wayang gedog diciptakan oleh Sunan Giri yang ditandai dengan candra
sngkala Gegamaning Naga Kinaryeng Bathara yang artinya : tahun 1485 caka atau
1568 Masehi. Wayang ini mirip dengan wayang kulit purwa. Wayang ini boleh
dibilang sudah punah. Hanya sia-sia peragannya saja yang masih dilihat beberapa
museum dan Keraton Surakarta.
9. Wayang Kancil
Wayang kancil termasuk wayang modern yang diciptakan 1925 oleh seorang
WNI keturunan Cina bersama Bo Liem. Wayang kancil ni terbuat dari kulit,
menggunakan pergaaan binatang, dibuat dan disinggung oleh Lie To Hien.
Wayang kancil pada mulanya dimainkan untuk menuturkan cerita kepada anak-
anak tentang kisah binatang kancil yang pandai dan cerdik. Cerita untuk lakon-
lakon wayang kancil diambil dari kitab Serat Kancil Kridamartana karangan
Raden Panji Natarata.
10. Wayang Potehi
Wayang potehi berasal dari kata Potie, yang berarti kain, dan Hie yang berarti
boneka jadi wayang potehi adalah wayang yang berbentuk boneka yang terbuat
dari kain. Pada umumnya wayang potehi diciptakan oleh lima orang Cina yang
dijatuhkan hukuman mati pada masa Dinasti Tsang Tian. Dalam menunggu waktu
39
sampai saat dilangsungkannya hukuman mati, mereka dalam penjara menghibur
diri dengan mnciptakan boneka yang dibuat dari sapatungan untuk dipergerakan
sebagai tokoh-tokoh wayang yang diiringi alat musik seadanya seperti tutup panci
dan piring.
11. Wayang Golek
Wayang golek ini merupakan wayang yang penulis teliti. Wayang berbentuk
boneka-boneka kecil dengan semacam cempurit untuk pegangan Ki Dalang , sama
dengan wayang Kulit Purwa. Wayang golek menggunakan cerita dari serial
Ramayana dan Mahabrata. Pergelaran wayang golek juga diiringi oleh
seperangkat gamelan, lengkap dengan pesinden. Jenis wayang ini hampir tersebar
di seluruh Jawa Barat. Ada beberapa ciri khusus dalam wayang golek, kepala
wayang dapat diputar ke kiri dan ke kanan dan badan ke atas dan ke bawah.
Tangan dapat digerakkan dengan bebas untuk menirukan orang menari atau
bahkan melakukan gerakan bela diri. Mengikuti perkembangan zaman, dalang
wayang golek menampilkan pembaharuan dalam pementasan untuk membuat
wayang golek secara nyata dan menarik bagi masyarakat modern, seperti kepala
yang benar-benar dipotong dalam adegan perang. Kecenderungan ini ada terutama
pada gaya Jawa Barat. 27
3. Sejarah dan Perkembangan Wayang Golek
Dalam kancah percaturan dunia pewayangan, pada tanggal 7 November 2003.
UNESCO sebagai salah satu badan atau intitusi yang membidangi kebudayaan
dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapakan wayang
27 Kustopo, Mengenal Kesenian Nasional 1”Wayang” (Semarang: Bengawan Ilmu ) hal11- 40
40
sebagai warisan budaya dunia. Penetapan ini tercantum pada Piagam yang
bernama “A Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity”.
Pengharagaan untuk wayang merupakan kehormatan yang dapat mengangkat
nama baik dan citra Indonesia di mata dunia Internasional. Wayang merupakan
salah satu unsur jati diri bangsa Indonesia dan mampu membangkitkan rasa
solidaritas menuju persatuan, wayang mempunyai peran yang bermakna dalam
kehidupan dan pembangunan budaya khususnya untuk membentuk watak bangsa.
Oleh karena itu, diperlukan usaha terus menerus untuk melestarikan dan
mengembangkan wayang karena nilai-nilai lelehur manusia dewasa ini sudah
terkikis dan terdesak oleh budaya globalisasi konsumerisme. Oleh karena itu
wayang, konsekuensinya wayang harus dipelihara dan diletarikan tidak hanya
bangsa Indonesia, tetapi juga oleh bangsa-bangsa lain di dunia. 28
Karena Indonesia telah mengharumkan nama Indonesia di dunia Internasional.
Puncaknya adalah ketika Wayang Indonesia ditetapkan oleh UNESCO, badan
dunia di bidang Pendidikan dan Kebudayaan sebagai a Masterpiece of the Oral
and Intangible Heritage of Humanity, pada tahun 2003. Pengakuan dan
penghargaan UNESCO, terhadap wayang memberikan dampak positif bagi citra
bangsa Indonesia. Suatu prestasi budaya yang luar biasa, sekaligus sebagai
tantangan, apakah kita bangsa Indonesia mampu melestarikan dan
mengembangkan wayang sebagai nilai luhur yang memberikan filosofi dan
pendidikan karakter kepada masyarakat dan generasi yang akan datang.29 Alasan
utama UNESCO menetapkan wayang Indonesia sebagai Karya Agung Budaya
28 Soetrisno R, Wayang Sebagai Warisan Budaya Dunia (Surabaya: Surabaya IntelectualClub, 2008) hal. 1-3
29 Mikka Wildha Nurrochsyam dkk, Wayang: Pengayaan Bahan Ajar Muatan Lokal (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014) hal.5
41
adalah pertama wayang Indonesia sejak dahulu digemari dan didukung oleh
masyarakat luar, kedua wayang Indonesia memiliki kualitas seni yang tinggi
sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan agar bermanfaat bagi manusia.
Kualitas seni yang tinggi itu disebut edipeni-adiluhung, maksudnya indah dan
menarik serta sarat dengan kandungan ajaraan moral keutamaan hidup.30 Wayang
ditemukan di wilayah Indonesia, terutama di Jawa dan Bali.Wayang ini memiliki
beragam bentuk, menyatakan kisah-kisah yang amat beragam bentuk, menyatakan
kisah-kisah yang beragam sepanjang sejarah. Karena itu, wayang hadir di
sepanjang sejarah wilayah Jawa atau tepatnya di “pesilangan Jawa”.31
Wayang berasal dari bahasa Jawa “wewayangan” yang berarti bayangan.
Dikatakan wayang atau wewayangan karena pada zaman dulu untuk melihat
wayang, penonton berada dibelakang layar yang disebut kelir , sang Dalang
memainkan wayang yang diterangi lampu sehingga menimbulkan bayangan yang
menempel pada kelir pertunjukan. Kelir pertunjukan terbuat dari kain putih yang
membentang membatasi antara dalang dengan penonton. Penonton tidak melihat
sang Dalang, melainkan hanya bisa menyaksikan bayang wayang, yang seolah-
olah bayangan wayang yang menempel pada kelir adalah manusia yang hidup.32
Dan dilengkapi dengan gedebog, gedebog yang digunakan dalam pergelaran
wayang terdiri dari tiga atau empat buah gedebog (batang pisang) dan yang baik
batang pisang raja, karena untuk menacapkan waayang dapat masuk ke dalam dan
tidak mudah goyah. Batang pisang ini melintang diabwah kelir, dan dengan
30 Solichin, Falsafah Wayang: Intangible Heritage Of Humanity (Jakarta: Seni Wangi,2011), hal.231 43
32 Kustopo, Mengenal Kesenian Nasional 1 Wayang (Semarang: PT. Bengawan Ilmu,2008 ) hal 1.
42
peralatan (kelir) disendalkan pada gedebog agar dapat terentang dengan
sempurna. Dengan demikian kelir dan gedebog merupakan satu kesatuan dalam
pertunjukan wayang.33
Kesenian wayang yang asli telah dikenal oleh nenek moyang kita sejak dahulu
kala, sebelum ada peradaban asing masuk ke negeri bahkan sebelum kebudayaan
Hindu masuk di Indonesia. Waktu itu wayang masih sangat sederhana sekali,
hanya berupa cuwilan gambar yang diceritakan. Kemudian pertunjukan wayang
mulai berkembang pada zaman Hindu Jawa. Pertunjukan kesenian wayang
merupakan ritual upacara keagamaan orang Jawa yang berakar dari kepercayaan
animisme dan dinamisme. 34 Ini dapat mengacu dugaan bentuk wayang awal,
yang berbantuk teater bayangan ritual yang bertujuaan untuk berkomunikasi
dengan roh-roh para leluhur. Walaupun demikian, dokumtasi mengenal hal ini
terbatas. Wayang bukanlah rupa atau pun wujud fisiknya kepada apa yang
terkandung di dalamnya (nilai-nilai, tata busana, maupun tingkah laku) dan lebih
jelasnya lagi bahwa wayang dihidupkan oleh seorang dalang sehingga boneka
yang terbuat dari kayu (wayang golek), dari kayu pahatan, maupun dari boneka
menjadi sosok wayang yang riil.35
Skripsi yang akan difokuskan dalam tulisan ini yaitu sebuah kesenian yang
berasal dari Jawa Barat yaitu Wayang Golek. Asal muasal wayang golek berasal
dari pelatah Pasundan Jawa Barat, Bandung dan sekitarnya sampai dengan daerah
33 Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme ( Surakarta: STSI Press, 2005)hal. 67
34 Kustopo, Mengenal Kesenian Nasional 1 Wayang (Semarang: PT. Bengawan Ilmu) hal2.
35 Sarah Anais Andrieu, Wayang Golek Sunda: Raga Kayu Jiwa Manusia (Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2017) hal.35.
43
Bogor. Karena wayang golek ini juga beraneka ragam bukan hanya wayang golek
Bandung, ada juga wayang golek cepak Cirebon, wayang golek menak Kebumen,
wayang golek bogor, dan ada juga wayang golek akuat bogor sejarah tentang
pejajaran prabusiliwangi, dibetawi sendiri juga ada wayang golek lenong
Betawi.36
Awal sejarah wayang golek, sekitar abad ke 16 (1540-1650 M) yang
menciptakan Pandeman Ratu, Pandeman Ratu ini cicit dari Sunan Gunung Jati
dari Cirebon. Pertama kali pada saat ini menciptakan wayang golek cepak
(wayang golek papak) kemudian seiring dengan perkembangan zaman sekitar
1840 dibikinlah sebuah wayang kayu tapi bukan wayang golek akan tetapi
wayang klitik bentuknya pipis seperti wayang kulit tapi dibuat dari kayu oleh Ki
Darman dari Bandung. Kemudian dari wayang klitik ini disempurnakan kembali
pembuatannya oleh Ki Dalem Karanganyar dan dibuatlah sebuah wayang golek.
Kemudian dari Ki Darman yang membuat wayang klitik tersebut disempurnakan
kembali oleh Ki Dalam Karanganyar membuat wayang golek dengan bentuk
animasi 3 dimensi. Muncul tokoh-tokoh wayang golek, setelah perangkat wayang
golek memenuhi target dangan jumlah tokoh-tokoh yang dominan kemudian
dibuatlah suatu pertunjukan wayang golek pertama kali, dengan dalang dari Jawa
Barat yaitu Ki Dipoguno kemudian sampai sekarang wayang golek semakin
berkembang dan munculnya kreatifitas baru didaerah Bandung, Bogor dan
36 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
44
didaerah Jawa Barat lainnya. Lakon-lakon yang dibawakan waktu itu berkisar
pada penyebaran agama Islam lakon Ramayana dan Mahabrata.37
Namun pada perkembangan selanjutnya, atas anjuran Ki Dalem, Ki Darman
membuat wayang golek yang membulat tidak jauh berbeda dengan wayang golek
sekarang. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa Jawa. Namun,
setelah orang Sunda pandai mendalang, maka bahasa yang digunakan adalah
bahasa Sunda.38 Ada tiga jenis wayang golek, yaitu wayang golek cepak, wayang
golek purwa dan wayang golek modern. Wayang golek papak (cepak) terkenal di
Cirebon dengan cerita babad dan legenda serta menggunakan bahasa Cirebon.
Wayang golek purwa adalah wayang golek khusu membawakan cerita Mahabrata
dan Ramayana dengan pengantar bahasa Sunda. Sedengkan wayang golek modern
seperti wayang purwa (ceritanya tentang Mahabrata dan Ramayana, tetapi dalam
pementasannya menggunakan listrik untuk membuat trik-trik. Pembuatan trik-trik
tersebut untuk menyesuaikan pertunjuakn wayang golek dengan kehidupan
modern. Wayang golek dirimtis ole R.Upartasuanda dan dikebangkan oleh Asep
Sunandar tahun 1970-1980.39
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah
dengan meraut dan mengukirnya, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan.
Untuk menggambar dan mewarnai mata, alis, bibir, dan motif dikepala wayang,
digunkan cat duko. Cat ini menjadikan wayang tampak lebih cerah. Pewarnaan
37 Suwardi Endraswara, Antropologi Wayang Simbolisme, Mistisisme dan Realisme Hidup(Yogyakarta: Morfalingua, 2017 ) hal. 19-20
38 Suwardi Endraswara, Antropologi Wayang Simbolisme, Mistisisme dan Realisme Hidup(Yogyakarta: Morfalingua) hal. 20
39 Suwardi Endraswara, Antropologi Wayang Simbolisme, Mistisisme dan Realisme Hidup(Yogyakarta: Morfalingua, 2017 )hal. 20
45
wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan berbagai karakter
tokoh. Adapun warna dasar yang biasa digunakan dalam wayang ada empat yaitu:
merah, putih, prada dan hitam.40
Wayang golek terbuat dari kayu, wayang golek ditemukan di Jawa Barat
dipentaskan menggunakan bahasa Sunda. Wayang golek telah menjadi benda
wisata yang terkenal, permintaan menjadikan pengrajin wayang golek seperti
orang ini dapat hidup. Wayang golek biasanya dipentaskan upacara yang
berkaitan daur kehidupan, juga hari besar Nasional seperti tahun baru dan hari
kemerdekaan. Pertunjukan dimulai malam hari jam 21:00- 05:00 atau siang hari,
tergantung tujuan pementasaan. Dipentaskan oleh dalang dan diiringi oleh
gamelan dengan penabuh dan pesindhen. Yang diperlukan adalah panggung,
wayang, kotak (penyimpanan), gedebog pisang, blencong (lampu minyak),
cempala (kayu pemukul), dan kepyak (krecekan yang terbuat dari lembar logam
yang diikat). Dalang juga menampilkan dialog dan menggerakan setiap wayang
sesuai dengan wataknya. Dalam sebuah pementasan, ia harus menghidupkan
samapi tiga puluh tokoh, menyanyikan suluk, mengatur musik, dan menghibur.
Kemampun yang diperlukan biasanya diturunkan secara turun menurun. Dan
akhir-akhir ini dalang wayang golek menampilkan kebaruan dalam pementasan
untuk membuat wayang golek semakin nyata dan menarik bagi msayarakat
modern seperti kepala yang benar-benar dipotong dalam adgan perang.
Kecenderungan ini ada terutama dalam gaya Jawa Barat. 41
40 Suwardi Endraswara, Antropologi Wayang Simbolisme, Mistisisme dan Realisme Hidup(Yogyakarta: Morfalingua, 2017 ) hal. 21
41 A.M. Hermien Kusmayati, dkk, Indonesia Heritage: Seni Pertunjukaan (Jakarta: BukuAntar Bangsa Untuk Grolier Internasional Inc, 2002) hal 58
46
Wayang pada awalnya merupakan budaya lisan yang bermutu seni sangat
tinggi. Daya tahan dan perkembangan wayang telah teruji dalam menghadpi
tantangan zaman, oleh karena wayang berakar dalam masyarakat dan hampir
semua daerah di Indonesia mengenal wayang sesuai dengan latar belakang ,
budaya daerahnya. Wayang bukan hanya sekedar tontonan atau hiburan
melainkan berisi tuntunan dan nasehat (pitutur) yang penuh deng keteladana.
Pertunjukan wayang menggambarkan wewayangan ngaurip, karena merupakan
bayangan simbol kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Wayang bukan
semata-mata sebagai drama bayangan atau shadow play melainkan kehidupan
manusia karena wayang menggambarkan kehidupan manusia dengan segala
persolan yang dihadapinya. 42
Wayang tidak saja berkembang di Indonesia tetapi juga diminati orang-orang
dimancanegara. Wayang kulit maupun wayang golek selain sering dipentaskan,
juga dijadikn objek studi dan menjadi ilmu tersendiri yang terus dikaji dari waktu
ke waktu. Wayang golek menerima pengaruh, namun wayang juga besar
pengaruhnya terhadap seni budaya serta kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai
wayang semakin diperkaya lagi dengan nilai-nilai yang bersumber dari agama
Islam. Begitu cermatnya para wali dan pujangga Jawa saat itu dalam
mengembangkan budaya wayang dan seni pendalangan sehingga budaya ini
menjadi bernuansa Islami, dan dapat selaras dengan perkembangan masyarakat
pada masa itu.43
42 Soetrisno.R, Wayang Sebagai Warisan Budaya Dunia ( Surabaya: Intelectual Club,2008) hal. 3-4.
43 Solichin, Wayang: Masterpiece Seni Budaya Dunia (Jakarta: Sinergi Persadatama), hal.6
47
Jadi perkembangan wayang golek, berawal dari menciptakan wayang golek
cepak (wayang golek papak) kemudian seiring dengan perkembangan zaman
sekitar 1840 dibikinlah sebuah wayang kayu tapi bukan wayang golek akan tetapi
wayang klitik bentuknya pipis seperti wayang kulit dibuat dari kayu oleh Ki
Darman dari Bandung. Kemudian dari wayang klitik ini disempurnakan kembali
pembuatannya oleh Ki Dalem Karanganyar dan dibuatlah sebuah wayang golek.
Kemudian dari Ki Darman yang membuat wayang klitik tersebut disempurnakan
kembali oleh Ki Dalam Karanganyar membuat wayang golek dengan bentuk
animasi 3 dimensi. Muncul tokoh-tokoh wayang golek, setelah perangkat wayang
golek memenuhi target dangan jumlah tokoh-tokoh yang dominan kemudian
dibuatlah suatu pertunjukan wayang golek pertama kali, dengan dalang dari Jawa
Barat yaitu Ki Dipoguno. Kemudian sampai sekarang wayang golek semakin
berkembang dan munculnya kreatifitas baru baik didaerah Bandung, Bogor dan
didaerah Jawa Barat lainnya.Wayang golek perkembangannya cukup pesat sama
seperti wayang kulit, bahkan wayang golek lebih dulu untuk perkembangannya
artinya muncul kratifitas-kreatifitas baru. Nyatanya sampai sekarang generasi
dalang muda penerus wayang golek juga cukup banyak baik didaerah Jawa Barat
maupun di daerah Jakarta dan sekitarnya. Munculnya dalang-dalang muda dan
anak-anak juga untuk memajukan seni. Ketika PEPADI pusat mengadakan sleksi
dalang, tingkat anak-anak dan remaja juga masuk ke tingkat Nasioanal pasti
muncul dalang anak-anak dan remaja pada wayang golek dan perkembangannya
wayang golek sampai saat ini cukup lumayan, muncul tadi banyaknya dalang-
dalang muda dan kreatifitas baru dalam pertunjukaan wayang golek.44
44 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi
48
Dulu ketika tahun 85 Bapak Sumardi sudah melihat adanya perkembangan
baru seperti ketika perang, kepala dipukul dan muncrat keluar darah. Ini kreatifitas
baru, dalangnya waktu itu Asep Sunandar. Kemudian makin kesini dalang-dalang
muda makin banyak kreatifitas ditambah intrumen musik pada saat pertunjukan.
Selain itu kreatifitas pengembangan baru adalah tokoh-tokoh Nasionalisme seperti
tokoh Gusdur Jokowi dan lainnya. Siapa saja yang menurut mereka untuk lelucon
dalam maksud untuk syiar tentang Nasional atau memainkan tokoh dalangnya
dibuat. Ini adalah penambahan kretaifitas untuk merangsang perhatian penonton.
Ternyata seni itu tidak kaku, seni itu luwes bisa dikembangkan kreatifitasnya
sesuai dengan kemampuan dalang tapi dengan catatan tidak meninggalkan aqidah-
aqidah seni budayanya dan unsur-unsur yang dituangkan dalam pertunjukan tetap
ada , patokan-patokan aturan tetap diikuti bukan hanya penambahan kreatifitas
saja tapi muncul-muncul juga efek baru seperti keluar petir, suara hujan dan lain
sebagainya.45
45 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi
46
BAB III
KAJIAN TEORI
A. Semiotika Peirce
Sejak pertengahan abad ke-20, semiotika telah menjadi bidang kajian yang
sungguh besar diantara kajian bahasa tubuh, bentuk-bentuk seni, komunikasi
visual, media, upacara, singkatnya semua yang digunakan, diciptakan, atau
diadopsi oleh manusia untuk memperolah makna. Istilah semeiotics diperkenalkan
oleh Hippocrates (460-377 SM), penemu medis Barat seperti ilmu gejala-gejala.
Gejala,menurut Hippocrates merupakan semion- bahasa Yunani untuk penunjuk
(mark) atau tanda (sign) fisik.1
Secara etimologis, semiotik berasal dari kata Yunani semion yang berarti
tanda atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika berakar dari studi klasik
dan skolastik atau seni logika. Tanda bermakna sesuatu hal yang menunjukan
pada adanya hal lain. Contohnya asap menandakan adanya api.2Semiotika
merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. artinya
mempelajari semiotika sama dengan kita mempelajari berbagai tanda. Manusia
dengan perantara tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya.3
Memahami Semiotika tentu tidak bisa melepaskan pengaruh dua petsemiotika
tokoh modern yaitu Ferdinand De Saussure (1857-1913) dan Charles Sander
1 Triana Sugesti, Makna Simbol Kesenin Tari Ebeg Kabupaten Banyuma Kajian SemiotikaPeirce (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah: 2017) hal. 15
2 Alex Sobur , Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 163Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Remaja Rosdakarya: Bandung 2009) hal. 15
47
Peirce (1839-1914).4 Ferdinand De Saussure seorang strukturalis, ia melihat tanda
sebagai penemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan
makna (isi yang dipahami oleh manusia pemakai tanda).5Sedangkan, Charles
Sanders Peirce seorang pakar logika dan matematika Amerika sama dengan
Ferdimamd de Saussure dianggap pendiri studi ilmiah zaman modern terhadap
tanda. Semiotika adalah ilmu dinamis, hidup dan dan selalu berubah.6Charles
Sanders Peirce lahir dalam sebuah keluarga intelektual pada tahun 1839.
Ayahnya, Benyamin adalah seorang profesor matematika pada Universitas
Harvard. Peirce berkembang pesat dalam pendidikan di Harvard. Pada tahun 1859
dia menerima gelar BA, kemudian pada tahun 1862 dan 1863 secara berturut-turut
dia menerima gelar M.A dan B.Sc dari Universitas Harvard.7
Teori semiotika Peirce seringkali disebut “grand theory” karena gagasannya
bersikap menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan.8
Penelitian ini menggunakan konsep semiotika yang dikenalkan oleh Charles
Sander Peirce. Peirce adalah ilmuwan yang pertama kali mengembangkan teori
modern tentang tanda, pada abad ke-19. Perice mengembangkan filsafat
pragmatisme melalui kajian semiotika pemahaman akan struktur semiosis, jadi
semiosis adalah proses pemaknaan atau penafsiran tanda. Semiosis menjadi dasar
yang tidak ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatisme.
4Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, Serba Serbi Semiotika (Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 1991) hal. 1
5 Triana Sugesti, Makna Simbol Kesenian Tari Ebeg Kabupaten Banyumas KajianSemiotika Peirce (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah: 2017) hal. 16.
6Triana Sugesti, Makna Simbol Kesenian Tari Ebeg Kabupaten Banyumas KajianSemiotika Peirce (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah) hal. 17.
7Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitiandan skripsi komunikasi ( Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013) hal 17.
8Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitiandan skripsi komunikasi ( Jakarta: Mitra Wacana Media) hal 17.
48
Seorang penafsir adalah yang bekedudukan sebagai peneliti, pengamat, pengajian
objek yang akan dipahaminya. 9
Peirce menjelaskan kata semiotika adalah sinonim dari kata logika. Kata ini
juga sebelumnya digunakan oleh ahli filsafat Jerman Lambert pada abad XVIII
yang mana Perice juga menambahkan logika yang harus dipelajari bagaimana
orang bernalar yang sesuai dengan teori hipotesis Peirce yang mendasar dan
dilakukan dengan tanda-tanda. Tanda memungkinkan kita untuk berpikir dan
berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada sesuatu oleh alam
semesta.10Semiotika bertujuan untuk menemukan makna yang terkandung dalam
sebuah tanda atau menafsirkan makna sehingga diketahui bagaimana
mengkontruksi pesan.11
B. Tanda dalam Semiotika Peirce
Dalam penelitian wayang golek, peneiliti ingin melakukan pengamatan
tentang simbolik wayang golek dengan menggunakan analisis semiotika Charles
Sanders Peirce. Menurut Barger, semiotika memiliki dua tokoh yaitu Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Chales Shanders Peirce (1839-1914). Keduanya
mengembangkan ilmu ini di tempat yang berbeda dan tidak mengenal satu dengan
yang lain. Saussure di Eropa, seorang ahli bahasa dan Peirce di Amerika Serikat,
seorang Filsuf.12 Melihat keduanya, peneliti mengambil teori semiotika dari tokoh
Charels Sanders Peirce dalam membuat dan menentukan penelitian ini. Menurut
Peirce tanda sebagai sesuatu yang mewakili sesuatu. Tanda merupakan suatu
9Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2009) hal 95.10Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) hal 95.11Khomastun, Makna Semiotika Seni Pertunjukaan Tari Tradisional Sintren (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, 2016) hal. 4412Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2009) hal. 11
49
proses kognitif yang berasal dari apa yang ditangkap oleh panca indra. Bagi
Peirce penalaran manusia dilakukan lewat tanda, maksudnya manusia hanya bisa
bernalar melalui tanda.13
Peirce melihat tanda bukan sebagai sebuah struktur yang tergambar dalam
kognisi manusia, melainkan sebagai sebuah proses semiosis yaitu proses
penafsiran tiga tahap secara kognitif yang bertolak dari sesuatu hal yang dapat
dipersepsi secara inderawi atau dapat dipikirkan. Tanda bagi Peirce adalah hal
yang menggantikan seseorang untuk hal lain dalam beberapa kapasitas. Tanda
dalam pemikiran Peirce bersifat tradis karena mengandung tiga aspek, yaitu the
Representamen, an Interpretant, and Objek. Representamen adalah bentuk tanda,
yang tidak harus bersifat material. Sedangkan interpretant bukan semata-mata
seorang interpretan melainkan lebih pada pengertian yang dibuat tanda. sebuah
objek merupakan sesuatu yang diacu oleh tanda. 14
Tanda menurut Peirce selalu dalam proses perubahan tanpa henti, yang
disebut proses semiosis yang tak terbatas, yaitu proses penciptaan rangkaian
interpretan yang tanpa akhir. Selanjutnya Peirce juga mengklasifiksi ground
seperti: 15Qualisign, Sinsign, dan Legisig
1. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata kasar, keras,
lemah, lembut.
13Sumbo Tinarboko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra) hal. 1114Sri Teddy Rusdy, Semiotika dan Filsafat Wayang: Analisis kritis pergelaran wayang
(Jakarta: Yayasan Kertagama, 2015) hal. 1315Triana Sugesti, Makna Simbol Kesenian Tari Ebeg Kabupaten Banyumas Kajian
Semiotika Peirce (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah: 2017) hal 15
50
2. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda
misalnya kata karuh atau keruh yang ada pada urutan kata airsungai keruh
yang menandakan bahwa ada hujan hulu disungai.
3. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu
lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan
manusia.16
Tanda adalah rangkaian dari seluruh komunikasi manusia dengan perantara
dan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya.17Tanda
merupakan rangkaian dari seluruh komunikasi manusia dengan perantara dan
tanda-tanda dapat melakukan dengan sesamanya. Kajian semiotika membagi
dalam dua jenis yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi.
1. Semiotika komunikasi : yang berkaitan dengan teori produksi tanda yang
salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam
komunikasi yaitu pengirim, penerima tanda (system tanda), pesan, saluran
komunikasi, acuan (hasil yang dibicarakan).
2. Semiotika signifikasi : yang lebih mengutamakan dari segi pemahaman
suatu tanda, sehingga proses kognisinya para penerima tanda lebih
diperhatikan dari pada proses komunikasinya. 18
16 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 4117Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi ( Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013) hal. 818Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi ( Jakarta: Mitra Wacana Media) hal.8-9
51
C. Proses Semiotika Peirce
Menurut Peirce tanda dan pemakanaanya bukan struktur melainkan suatu
proses kognitif yang disebut semiosis. Semiosis adalah proses pemaknaan dan
penafssiran tanda yang dilalui dengan tiga tahap, yaitu tahap pertama
representamen, tahap kedua objek (object)¸dan tahap ketiga interpretant. Karena
itu, definisi tanda Peirce sering disebut triadik (bersisi tiga) .
Objek
Representamen Intrepretant
Menurut peirce tanda adalah mengemukakan sesuatu atau disebut juga
representamen. Peirce menambahkan bahwa apa yang dikemukakan oleh tanda,
apa yang diacunya, yang ditunjuknya, disebut oleh Peirce dalam bahasa Inggris
Object.19 Sebuah tanda atau representamen menurut Peirce adalah sesuatu yang
bagi seseorang mewakilii sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas.
Sesuatu yang lain itu oleh Peirce disebut interpretant dinamakan interpretant dari
tanda yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada objek. Dengan demikian
menurut Peirce sebuah tanda atau representamen memiliki relasi “tradik”
langsung dengan interpretan dan objeknya.20
Semiotika menurut Peirce adalah ilmu yang mempelajari tentang makna dari
tanda-tanda. Tanda (representament) adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu
19Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest, Serba-Serbi Semiotika (Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 1991) hal. 7
20Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media,2003) hal. 18
52
yang lain dalam batas-batas tertentu.Bagi Peirce tanda dan pemaknaannya bukan
struktur melainkan suatu proses kognitif yang disebut dengan semiosis. Tahap
pertama adalah pencerapan aspek representamen tanda (melalui pancaindra),
tahap kedua mengaitkan secaran spontan representamen dengan pengalaman
dalam kognisi manusia yang memaknai representamen itu (disebut object), dan
ketiga menafsirkan object sesuai dengan keinginannya. Tahap ketiga ini disebut
interpretant.21
Menurut Peirce semiotic disebut juga dengan representamen dan terdapat tiga
tahapan dalam proses pemaknaan diantaranya yaitu:
1. Persepsi indrawi atau representament misalnya asap yang terlihat dari jauh
2. Perujukan asap pada objek (peristiwa kebakaran yang tidak dialami
langsung)
3. Pembentukan interpretan (penafsiran, misalnya “pertokaan itu di daerah
X”
Jadi dapat disimpulkan dari penjelasaan bagian atas dan bagian bawah tahap
proses 2 dan proses 3 adalah proses hasil pikir manusia, sedangkan tahap proses 1
terjadi oleh indrawi manusia.22
Dalam mengkaji objek, melihat segala sesuatu dari tiga konsep trikotomi yaitu
sebagai berikut:
21Benny H. Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya edisi ke 3 (Depok: KomunitasBambu, 2014) hal. 8.
22Khomastun, Makna Semiotika Seni Pertunjukaan Tari Tradisional Sintren (Skripsi S1Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, 2016) hal 51-52
53
1. Sign (Representamen)merupakan bentuk fisik atau segala sesuatu yang
dapat diserap pancaindra. Dalam hubungan ini Peirce mengklasifikasi
tanda, yang dikaitkan dengan ground dibagianya menjadi qualisign,
sinsign, dan legisign.
a. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata kasar, keras,
lemah, lembut.
b. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda
misalnya kata karuh atau keruh yang ada pada urutan kata airsungai keruh
yang menandakan bahwa ada hujan hulu disungai.
c. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu
lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan
manusia.23
2. Objek tanda diklasifikasikan oleh Peirce terbagi atas icon (ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol).
a. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat
bersamaan bentuk alamiah atau hubungan antara tanda dan objek bersifat
kemiripan misalnya potret atau peta.
b. Indeksadalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau
tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh asap sebagai tanda
adanya api.
23Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 41
54
c. Symbol (simbol) adalah tanda yang menujukkan hubungan alamiah
anatara petanda dengan penandanya. Hubungan di antarnya bersifat
arbitrer atau semena.24
3. Interpretan, tanda dibagi menjadi rheme, dicent sign, atau dicisign dan
argument.
a. Rhemeadalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Misalnya orang yang merah matanya dapat saja menandakan
bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata atau baru
bangun tidur atau ingin tidur.
b. Dicent sign atau dicsignadalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada
suatu jalan seing terjadi kecelakaan, maka ditepi jalan dipasang rambu lalu
lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan.
c. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Misalnya seseorang berkata “gelap”. Orang itu berkata gelap sebab ia
menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argumen
merupakan tanda yang berisi penilaian atau alasan.25
Tanda
Ground Object Interpretan
Qualisign Icon Rheme of seme
Sinsign Index Dicent or dicisign or pheme
Legisign Syimbol Argument
Makna Tanda
D. Semiosis Peirce
24Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 41 -42
25Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 42-43.
55
Suatu pengaruh atau tindakan yang mencakup kerjasama antara tiga subjek,
yaitu tanda, objek dan interpretannya. Tanda, salam pandangan Peirce yaitu
sesuatu yang hidup dan hidupkan. Hadir pula proses interpertasi (semiosis) yang
mengalir. Semiosis sendiri dapat dipandang sebagai suatu proses tanda yang dapat
diberikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan istilah. 26
S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotik), S untuk sign (tanda), i
untuk interpreter (penafsir), e untuk effect atau pengaruh, r untuk reference
(rujukan) dan c untuk context (konteks) atau conditions (kondisi).27
Wujud semiotika pada prinsipnya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hal
seperti halnya dalam kebudayaan:
1. Ide atau gagasan semiosis yang ada di benak subjek merupakan rencangan
yang akan ditetapkan ke dalam suatu putusan tindakan. Contohnya seorang
dalang yang berancana mementaskan wayang kulit dengan lakon
“Hanoman Obong”, maka terjadi proses semiosis dalam pemikirannya
dengan mengidentifikasi bagian-bagian yang dapat mendukung alur cerita
tersebut.
26Triana Sugesti, Makna Simbol Kesenian Tari Ebeg Kabupaten Banyumas: Kajiansemiotika Peirce (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta: 2017) hal. 22
27 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 17
Nt S (s, i, e, r, c )
56
2. Aktivitas atau tindakan semiosis adalah sesuatu yang dilakukan
menyangkut sistem tanda yang dipergunakan untuk menggunakan ide atau
gagasan yang telah direncanakan dalam pikirannya. Contohnya tindakan
dalang ketika menampilkan tokoh-tokoh yang berperan dalam pementasan
wayang sesuai dengan judulnya, termasuk pemilihan ungkapan bahasa
yang dianggap sesuai bagi dukungan atau pementasan tersebut.
3. Artefak pendukung sebagai buah hasil pemikiran dan tindakan semiosis
yang dilakukan manusia. Contohnya perangkat wayang, gamelan, dan lain
sebagainya merupakan pendukung tindakan semiosis. Bunyi, gerakan,
bahasa, permainan lampu dan sebagainya merupakan tindakan semiosis
yang terkait dengan artefak yang dimainkan. 28
28Sri Teddy Rusdy, Semiotika dan Filsafat Wayang: Analisis Kritis Pergelaran Wayang(Jakarta: Yayasan Kertagama, 2015) hal. 11-12
57
BAB IV
SIMBOLIK SENI PERTUNJUKAAN WAYANG GOLEK
A. Interpretasi Seni Pertunjukaan Wayang Golek
1. Unsur Para Pelaksana
a. Dalang
Dalang adalah orang yang bertindak sebagai pemain wayang. Seorang dalang
mempunyai kedudukan yang sentral dalam pertunjukaan wayang, dalang
bertanggung jawab seluruh pertunjukaan wayang, bertindak sebagai sutradara,
sebagai penyaji, sebagai juru penerang, juru pendidik, penghibur dan pemimpin
artistik. Oleh karena itu seorang dalang dituntut tidak hanya menguasai teknis
pendalangan namun juga memahami bidang yang lain seperti masalah kerohanian,
falsafah hidup, pendidikan, kebatinan, kesustraan, ketatanegaraan dan
sebagainya.1Semua dalang zaman era sekarang ini dituntut kreativitas tinggi.
Dikarenakan modernisasi membawa pola dampak terhadap kehidupan seni
pertunjukan wayang baik dampak yng positif maupun dampak yang negatif. Oleh
karena itu setiap sajian yang ditampilkan hendaknya mempunyai relevansi dengan
kehidupan dan mencerminkan nilai-nilai luhur serta mengangkat derajat
kemanusiaan.2
Dalang adalah sentral perhatian dari keseluruhan pertunjukan wayang baik dan
buruknya sebuah pertunjukan ada ditangan seorang sang dalang. Dalang
1 Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press, 2005) hal. 72Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal. 7
58
menyimbolkan Tuhan, jika manusia diatur dan digerakan oleh Tuhan maka
wayang bisa bergerak dan mengandung arti kehidupan jika dihidupkan oleh sang
dalang. Baik atau jelek pertunjukan wayang, ketika sudah dimainkan sang dalang
itu tergantung dalangnya. Manusia dibumi, mau jahat atau baik sudah ada di
catatan Allah tergantung manusia mengolahnya bagaimana. Kapan lahirnya,
kapannya menikahnya, dan kapan matinya sudah ada dicatatan Allah. Begitu juga
dalam wayang, kapan muncul keluarnya, kapan matinya, kapan ada acara
pernikahannya, kapan ada adegan berantem dan lain sebagainya itu tergantung
sang dalang.3
b. Gugunungan
Gugunungan atau gunungan terkadang disebut kayon adalah sejenis wayang
khusus. Wayang ini merupakan salah satu wayang dari kulit yang bisa ditemui
pada wayang golek dan wayang kulit. Gunungan adalah wayang pertama dan
terakhir yang terlihat dijagat raya bahkan sebelum pertunjukan dimulai. Wayang
ini pada dasarnya adalah sebuah penanda yang muncul diantara adegan-adegan
dan membatasinya. Misalnya, pada saat adegan pertama di istana selesai dalang
akan melintaskan gugunungan, diiringi gamelan. Dalang juga menancapkan dan
3Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
Simbol pengendali
Dalang Sebagai Tuhan
59
mengisahkan sejumlah peristiwa, mengumumkan tokoh-tokoh berikutnya yang
akan muncul di jagat dan sebagainya. Lamanya waktu penancapan gugunungan
bervariasi menurut perkembangan pertunjukan, terkadang dalang dapat menunggu
akhir lagu atau lagu selesai sebelum melanjutkan lakon. Dan di akhir lakon,
dalang menancapkan gugunungan untuk terakhir kalinya, dan dengan demikian
pertunjukaan resmi ditutup atau selesai. 4
Pada sehelai daun atau sebuah gunung, gugunungan semestinya
menampung semesta. Kulitnya penuh hiasan, yang menguraikan setiap elemennya
dengan sangat rinci. Disana terlihat citra gerbang sebuah istana dengan 5 anak
tangga, dengan 2 barusan lima puluh pilar, dijaga oleh dua penjaga yang beringas
(raksasa). Ada sebuah kolam ikan, dibawah tatapan dua ekor burung garuda,
kemudian seekor harimau, seekor kerbau dan seekor ular yang melilit sebatang
pohon berdaun yang dihuni oleh beberapa hewan (monyet, burung) yang
berujung pada sekuntum bunga di puncaknya. Gugunungan ini merupakan simbol
dari dunia dan seisinya. 5
4Sarah Anais Andriue, Raga Kayu Jiwa Manusia “Wayang Golek Sunda” ( Jakarta: PTGramedia, 2014) hal. 106-107
5Sarah Anais Andriue, Raga Kayu Jiwa Manusia “Wayang Golek Sunda” ( Jakarta: PTGramedia) hal. 106-107
Gambaran dunia danseisinya
Tiruan manusia
60
c. Wayang
Wayang berasal dari bahasa Jawa “wewayangan” yang berarti bayangan.
Dikatakan wayang atau wewayangan karena pada zaman dahulu untuk melihat
wayang, penonton berada dibelakang layar yang disebut kelir dan sang Dalang
memainkan wayang yang diterangi lampu sehingga menimbulkan bayangan
yang menempel pada kelir pertunjukan. Penonton tidak melihat sang dalang
tetapi hanya bisa menyaksikan bayangan wayang, yang seolah-olah bayangan
wayang menempel pada kelir adalah manusia yang hidup.6 Jika ditinjau dari arti
filsafatnya wayang dapat diartikan sebagai bayangan atau merupakan
pencerminan dari sifat-sifat yang ada pada dari dalam jiwa manusia.7
d. Golek
Skripsi ini yang akan di fokuskan pada seni pertunjukaan yaitu pertunjukan
wayanggolek. Wayang golek adalah wayang yang terbuat dari kayu dibentuk
mirip dengan manusia baik muka maupun tubuhnya. Kata golek secara harfiah
6Kustopo, Mengenal Kesenian Nasioanl 1 Wayang (Semarang: Bengawan Ilmu, 2008) hal1.
7Satria Surya Prayoga, Pengertian Wayang. Artikel diakses pada Rabu, 21 Februari 2018dari http://pengertianwayang.blogspot.co.id/.
Tiruan manusia
Wayang A Bayangan manusia
61
berarti boneka, patung kecil atau mencari makna cerita.8 Sedangkan kata golek
dalam bahasa Jawa berarti mencari (nggoleki) jadi penampilan wayang golek ini
mengandung maksud agar setelah penonton selesai mengikuti lakon dari awal
hingga akhir mereka bisa nggoleki atau mencari inti pelajaran yang bermanfaat
yang tersirat dalam pertunjukan wayang golek. 9
e. Pesindhen
Pesindhen atau Waranggana adalah seorang penyanyi dalam orkes (gamelan)
yang mengiringi pertunjukan wayang yang berfungsi menghiasi gendhing (lagu)
melodi yang mengiringi adegan tertentu. Oleh karena itu dalang yang ditunjuk
untuk pentas wayang suranya kurang bagus, maka waktu pertunjukan agar dibantu
seorang pesindhen yang masuk dalam orkes gamelan yang mempunyai tugas
untuk menghias gendhing. Maka setiap pertunjukan wayang dilengkapi dengan
pesindhen yang jumlahnya satu atau dua orang pesindhen. Seorang pesindhen
dalam pergelaran wayang selain harus memiliki gandar yang bagus, juga harus
menguasai gendhing. Gendhing untuk keperluan wayangan dan lagu-lagudolanan
8A.M Hermien Kusmayati, dkk, Indonesia Hertage: Seni Pertunjukaan (Jakarta: BukuAntar Bangsa Untuk Grolier Internasional Inc, 2002) hal. 58
9 Jajang Suryana, Wayang Golek Sunda: Kajian estetika rupa tokoh golek (Bandung:Kiblat Buku Utama, 2002) hal. 72.
Golek T Mencari inti pelajaran hidupyang bermanfaat
Mencari
62
baik yang pop maupun dolanan klasik serta dapat menyesuaikan laras gamelan
yang dipergunakan dalam pertunjukan wayang. 10
2. Perlengkapan Pertunjukan Wayang Golek
a. Gamelan atau Karawitan
Gamelan adalah esembel musik Jawa atau karawitan yang berlaras slendro dan
pelog. Gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang golek.11
Gamelan terdiri dari bebarapa alat musik yaitu kempul, gong, siyem, bonang,
suling, kempyang, kethuk, kenong, saron, slethem, gambang, rebab, celembung,
gender, gendang, yang dimana jika beberapa jenis alat musik dimainkan secara
bersamaan akan menghasilkan bunyi yang sangat indah, berbeda alat musik tetapi
memiliki bunyi yang sangat harmonis. Begitu pun sama halnya dengan simbol
gamelan, gamelan menyimbolkan Bhineka Tunggal Ika yang bermakna meskipun
beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu
kesatuan.12
10Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press, 2005)hal. 25-26
11Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal. 16212Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21
Februari 2019.
Pesinden Penyanyi wanita dalampertunjukaan wayang
M Manusia
63
b. Blencong
Blencong adalah lampu yang digunakan untuk menyinari pertunjukan wayang.
Dulu blencong dinyalakan dengan minyak kelapa dan memakai sumbu dari
kapas.Pada waktu pertunjukan wayang masih menggunakan blencong, maka
pertunjukan wayang memang suatu pertunjukan bayangan dan bayangan wayang
karena sinar blencong itu membuat boneka wayang menjadi hidup, mengesankan.
Blencong melambangkan cahayaa yang memberikan kehidupan kepada semua
makhluk hidup didunia.13
13Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
Kesatuan ragambunyi
Bhineka Tunggal Ika,berbeda alat musiktetapi memiliki bunyiyang harmonis
Bl Blencong Cahaya yang memberikan kehidupankepada manusia
Cahaya penerang
64
c. Gedebog
Gedebog adalah perlengkapan pertunjukan wayang golek. Gedebog yang
digunakan dalam pertunjukan wayang terdiri tiga atau empat buah gedebog
(batang pisang). Ukuran gedebog yang normal, gedebog disebalah kanan dan kiri
panjang kurang lebih 3,5 m, sedangkan yang ditengah dua buah dengan panjang 2
m dan dipilih gedebog yang masih seger, sehabis ditebang.
Ada 2 batang pendek dan tinggi, gedebog yang tinggi berada di depan,
sedangkan gedebog yang pendek berada dibelakang dalang. Itu sebagai simbol
strata kehidupan, mana yang harus ditancapakan dibagian atas dan bagian. Ada
perbedaan strata, ketika wayang sedang berdialog disuatu kerajaan maka wayang
yang ditancapkan di gedebog atas itu harus raja atau pendeta, sedangkan gedebog
yang dibawah pembantunya (patih, aparat, prajurit) ini semua adalah arti dari tata
kerama atau sopan santun. Contohnya ketika sang raja menerima raja tentu
dipersilakan untuk duduk atau ditancapakan di gedhebog bagian atas.14
d. Kothak Wayang
Kothak wayang adalah sebuah kothak yang terbuat dari kayu nangka atau
kayu Suren dengan ukuran panjang kurang lebih 55 cm. Kothak ini untuk
14 Wawancara pribadi dengan Bapak Sumardi di musim wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019).
Batang pisang
Gedebog Sopan santun salingmenghargai satu sama laindan strata kehidupan
65
menyimpan boneka wayang setelah selesai pertunjukan wayang. Satu kothak
berisi kurang lebih 200 boneka wayang, ketika pertunjukan wayang boneka
wayang yang berada di dalam kothak dikeluarkan dan sebagian disimpan di kanan
dan kiri. Kothak wayang ini menyimbolkan rumah (tempat untuk kembali), ketika
dikeluarkan oleh sang dalang berarti ada kehidupan atau dikelurakan sang dalang
berarti keluar dari rumah mulai menjalani aktifitas.15
e. Cempala
Salah satu intrumen (alat) yang penting dalam pertunjukkan wayang yang
digunakan oleh dalang untuk menghidupkan gerakan wayang atau ginem (dialog)
adalahcempala. Cempala adalah alat pemukul yang dipukul pada kothak wayang
yang menimbulkan suara atau efek tertentu sesuai kebutuhan dalang. Cempala,
instrumen bahwa pertunjukaan masih berlangsung (tok-tok, crek-crek). Cempala
ini menyimbolkan detak denyut manusia, jadi selama ada pertunjukaan
berlangsung masih ada bunyi cempala berarti masih ada kehidupan. Ketika sudah
tidak ada bunyi cempala berarti kehidupan telah selesai, berarti sudah tidak ada
pertunjukan lagi dan wayang masuk dalam kothak.16
15Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
16 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
Kothak Wayang S Tempat untuk kembaliatau memulai aktifitas
Simbol rumah
66
f. Kecrek
Kecrek (bilah-bilah logam), kecrek untuk mengiringi ketika wayang golek
sedang perang yang dimainkan dengan kaki. Kecrek ini digantung diluar kothak
wayang dan dimainkan oleh kaki dalang (cek-cek-cek) ini sebagai simbol jiwa
semangat kehidupan.17
17Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
Denyut, irama kehidupanmanusia
Bunyi kehidupan
Semangat jiwa
Manusia memiliki semangatdalam melakukan aktifitas
67
3. Unsur-Unsur Pendukung
a. Tempat Pertunjukan Wayang (Panggung)
Untuk mengenai waktu pementasan wayang golek sesuai dengan kebutuhan.
Sang dalang hanya mengikuti atas permintaan saja (bisa siang atau malam) sesuai
dengan pementasan dan mengenai waktu juga sesuai dengan permintaan, biasanya
pementasan wayang golek mulai dari jam 9 malam- jam 3 pagi. Pementasan
wayang golek biasanya diselenggarakan seperti hajatan, peresmian gedung,
merayakan hari-hari besar Nasional seperti 17 Agustus) dan lain-lain jadi luwes
untuk apapun bisa.18
b. Penonton
Dalam suatu kegiatan kesenian terdapat tiga komponen yaitu: seniman, karya
seni, dan masyarakat (penonton) atau penghayat. Ketiganya saling mempengaruhi.
18Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi di musium wayang kota tua, Jakarta, 21Februari 2019.
Pertunjukaan
Tempat dilaksanakanpertunjukaan wayanggolek
68
Penonton, pendengar, massa atau publik adalah aneka publik (penonton).
Penonton terbagi-bagi menjadi beberapa kelompok seperti kelompok pelajar,
kelompok budayawan atau seniman, kelompok buruh, kelompok pegawai negri
atau perjabat, kelompok generasi muda dan sebagainya. Penonton sebenarnya
tidak pasif secara mutlak, bila melihat pertunjukan wayang. Memang beberapa
penonton itu ada yang hanya ingin melihat hiburan saja, ada juga yang memahami
wayang, dan ada penonton yang hadir di pertunjukaan wayang ingin memperoleh
pengalaman estetis. Para dalang selalu berusaha untuk dapat memuaskan
penonton dengan cara mengemas pertunjukan wayang, dan selalu mengikuti
selera penonton.19
19Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal 106-107.
Penonton O Orang yang menontonpertunjukan wayang golek
Manusia
69
4. Unsur struktural pertunjukan wayang golek
a. Gending Patalon
Pertunjukan wayang diawali dengan gending patalon atau talu yang
berarti pembukaan dengan komposisinya sebagai berikut:
1. Gendhing Cucurbuwuk
2. Ladrang Srikon
3. Ketawang Sukmailang
4. Ayak-ayakan manyura
5. Srepeg manyura
6. Sampak manyura
Keenam gendhing tersebut secara filsafati menggambarkan jalannya masa atau
tingkat hidup atau kehidupan manusia. Gendhing Cucurbawu melukiskan tatkala
manusia berada dalam keadaan benih (biji) sebelum terjadi pembuahan. Ladrang
Srikaton berarti sesuatu yang telah nampak melukiskan masa anak kecil sebelum
akil balig, dan Sukamaling melukiskan masa remaja, sedangkan Ayak-ayakan
manyura melukiskan masa dewasa, spreg manyura melukiskan masa tua, sampak
manyura melukiskan masa hidup berakhir keadaan maut.20
20Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press, 2005)hal.166-167
Jalan kehidupan
Gendhing Patalon Struktur jalannya kehidupanmanusia dari kecil sampai tua
70
b. Jejeran
Adegan jejeran yang membicarakan pokok isi cerita atau masalah yang harus
dihadapi. Adegan jejeran memperlambangkan suatu pendirian, yang pada
hakikatnya hidup itu mejelma bersama dengan rancangan hidup makhluk yang
bersangkutan. Planning itu tak mungkin berubah atau dirubah maka peristiwa itu
dinamakan kodrat alam dan takdir. Hanya Tuhan dapat merubah planning,
sedangkan dalam pendalangan yang membuat planning adalah sang dalang. 21
c. Perang Gagal
Perang gagal adalah peperangan antara seorang kesatria (lambang sifat yang
baik dan benar) dan seorang prajurit lambang sifat yang buruk. Dalam peperangan
ini tidak ada yang mati, tidak ada yang kalah dan kedua belah pihak sama kuat.
Peristiwa ini bermakna bahwa nafsu, sifat angkara, murka, dapat dikendalikan.
Maka adegan perang gagal, dapat diartikan sebagai lambang perkembangan hidup
sang pemuda, dan pada tingkat ini mulai djumpai rintangan yang tak
21Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal. 167
Pendirian
J Jejeran Program hidup manusia yangakan dihadapi
71
terduga,rintangan dapat disingkirkan dengan keteguhan, keunggulan budi pekerti,
dam ketekunan perjuangannya.22
d. Gara-gara
Gara-gara adalah adegan setelah perang gagal keluarnya para panakawan
(semar, gereng, pertruk, bagong) mereka bersandaugurau, dan tetembangan.
Adegan gara-gara itu menggambarkan suatu pergantian hidup yang hebat dan
penting, dari masa remaja kemasa dewasa. Adegan gara-gara biasanya dilanjutkan
dengan adegan seorang kstria menghadap seorang Pandita. Kstaria yang sedang
mengalami pancaroba dalam jiwanya dan diiringi para panakawan. Para
panakawan ini melambangkan hidup yang bersifat tetap atau stabil, artinya baik
buruknya kehidupan tidak berpengaruh lagi atas jiwa sang pemuda, peristiwa ini
bermakna kejujuran jiwa sang ksatria, kemurnian akan tujuannya, berdasarkan
kesusilaan, kesabaran dan kebulatan tekad yang dilambangkan oleh tokoh Semar,
Gareng, Petruk, dan Bagong.23
22Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal.169-170
23Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal.170
Perkembangan hidup
P Perang Gagal Terdapat sifat keteguhan budipekerti, perjuangan
72
e. Jejer Pandhita
Adegan ini menggambarkan pertemuan seorang satria yang mengahadap
kepada Pendeta untuk mencari petuah dan nasehat masalah kehidupan. Adegan ini
melambangkan suatu masa dimana manusia mencari guru untuk belajar ilmu
pengetahuan.24
f. Perang Kembang
Adegan perang kembang adalah percecokan anatara seorang ksatria dengan
empat raksasa yang berada ditengah hutan. Keempat raksasa itu sebagai lambang
watak buruk manusia, yaitu malas, bengis dan tidak memiliki rasa kemanusiaan. 25
24Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal.17125Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal.171
Pergantian hidup
Gara-gara Pemuda jiwanya mengalamiperubahan dari keraguandan memiliki sifat tegas danteguh
Mencari guru
Jejer pandhitaMencari guru untuk mencaripetuah dan nasehat masalahkehidupan
73
g. Jejer Sesintren
Adegan sintren ini adegan baru tokoh tertentu yang mempersoalkan adanya
bahaya yang mengancam baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Dalam adegan
ini menggambarkan bahwa manusia dalam hidupnya akan diuji terus menerus
akan kekuataanya, keteguhannya, kejujurannya, keuletannya. Tugas manusia
adalah berusaha untuk lulus dari ujian, mengatasi berbagai kesulitan bahwa
peristiwa tersebut dalam adegan ini digambarkan dengan perang sintren yang
melambangkan gangguan jiwa/ rohani.
h. Perang Brubuh
Suatu adegan perang yang diakhiri dengan kemenangan dan banyak jatuh
korban. Adegan ini melambangkan suatu tataran dimana manusia sudah dapat
Watak buruk
G Perang Kembang 2 watak buruk manusia(malas, tidak memilikirasa kemanusiaan)
Jejer sesintrenS Berusaha kuat, tegar dari
setiap cobaan yangterjadi
C Cobaan hidup
74
menyingkirkan segala rintangan dan berhasil menumpas segala hambatan hingga
berhasil mencapai tujuan.26
26Soetarno, Pertunjukan Wayang dan Makna Simbolisme (Surakarta: STSI Press) hal. 172
Mampu melewati rintangan
Perang brubah Berhasil melewati segalarintangan sampai akhirnyabisa mencapai tujuan
75
B. Semiosis Seni Pertunjukan Wayang Golek
1. Unsur pelaksana
No Representamen Objek Interpretan
1. Dalang Simbol Tuhan
(pengendali)
Pengendali seluruh
pertunjukaan wayang
golek
2. Wayang Tiruan manusia Bayangan manusia
3. Golek Mencari Mencari inti pelajaran
yang bermanfaat
4. Gugunungan Tiruan wayang Gambaran dunia danseisinya
2. Pelengkapan wayang golek
No Representamen Objek Interpretan
1. Gamelan
(Kombinasi alat
musik)
Kesatuan ragam bunyi Bhineka Tunggal Ika,
berbeda alat musik
tetapi memiliki bunyi
yang harmonis
2. Blencong
(Lampu)
Cahaya penerang Cahaya yang
memberikan kehidupan
kepada manusia
3. Gedebog (Tiga
tumpukan
Batang pisang Sopan santun, saling
menghargai satu sama
76
batang pisang,
bagian atas,
tengah dan
bawah)
lain dan strata
kehidupan
4. Kothak Wayang
(Tempat untuk
menyimpan
wayang)
Sebagai simbol rumah Tempat untuk kembali
atau memulai aktifitas
5. Cempala
(Alat pemukul)
Bunyi kehidupan Denyut, irama
kehidupan manusia
6. Kecrek
(Alat musik yang
menghasilkan
bunyi)
Semangat jiwa Manusia memiliki
semangat dalam
melakukan aktifitas
7. Gugunungan
(Tiruan wayang)
Simbol dunia Gambaraan dunia dan
isinya.
3. Unsur-unsur pendukung
No Representamen Objek Interpretan
1. Panggung Pertunjukaan Tempat dilaksanakan
pertunjukan wayang
77
golek
2. Penonton Manusia Orang yang melihat
pertunjukaan wayang
4. Unsur struktrul pertunjukan wayang golek
No Representamen Objek Interpretant
1. Gendhing
patalon
Jalan kehidupan Struktur jalannya
kehidupan manusia dari
keci sampai tua
2. Jejeran Pendiriaan Program hidup manusia
yang akan dihadapi
3. Perang gagal Perkembangan hidup Terdapat sifat keteguhan,
budi pekerti, dan
perjuangan
4. Gara-gara Pergantian hidup Pemuda jiwanya telah
mengalami perubahan dari
keraguan dan memiliki
sifat tegas dan teguh
5. Jejer pandhita Mencari guru Mencari guru untuk
mendaptkan petuah dan
nasehat masalah kehidupan
6. Perangkembang Watak buruk 2 watak buruk manusia
(malas dan tidak memiliki
78
rasa kemanusiaan)
7. Jejer sesintren Cobaan hidup Berusaha kuat, tegar dari
setiap cobaan yang terjadi
8. Perang brubah Mampu melewati
rintangan
Berhasil melewati
rintangan sampai
akhirnyabisa mencapai
tujuan
79
1. Semiosis unsur pelaksana
Semiosis pertunjukaan wayang golek dari unsur pelaksana dapat dilihat
sebagai berikut:
,,
Semiosis diatas menjelaskan bahwa, Tuhan menciptakan dunia dan
seisinya. Tuhan juga menciptakan manusia untuk hidup yang bertujuan untuk
mencari pelajaran hidup yang bermanfaat
Dalang
Simbolpengendali
SebagaiTuhanpengendali
Simboldunia
Gambardunia danseisinya
Wayang
Manusia
Manusia
Golek
Mencari inti pelajaranhidup yang bermanfaat
80
2. Semiosis unsur Perlengkapan pertunjukaan wayang golek
Semiosis pertunjukaan wayang golek dari unsur perlengkapan wayang
golek dapat dilihat sebagai berikut:
Semiosis dari perlengkapan wayang diatas menjelaskan, wayang adalah
cerminan manusia atau Manusia. Setiap manusia yang hidup memiliki denyut
nadi dan Tuhan menciptakaan manusia untuk memberikan kehidupan kepada
manusia, yang dimana manusia harus memiliki semangat dalam melakukan dan
wayang
Tiruan manusia
S Manusia
Cempala
Denyut, iramakehidupanmanusia
Cahaya penerang
Cahaya yangmemberikankehidupankepadamanusia
C Cahaya yangmemberikankehidupankepadamanusia
Kecrek
M Memilikisemangatdalammelakukanaktifitas
Gamelan
Berbeda tetapharmonis
Gedebog
Sopan santun,salingmenghargai(stratakehidupan)
81
menjalankan aktifitas. Manusia diciptakan dengan beraneka ragam tetapi pada
hakikatnya satu kesatuan dan saling menghargai satu sama lain.
3. Semiosis unsur pendukung
Pertunjukaan
Panggung Tempatdilaksanakanpertunjukanwayang golek
Manusia
Orang yang melihatpertunjukaanwayang golek
82
4. Semiosis unsur struktur pertunjukan wayang golek
Semiosis pertunjukaan wayang golek dari unsur struktur pertunjukaan
wayang golek dapat dilihat sebagai berikut:
Jalan kehidupan
Gendhingpatalon
Struktur jalankehidupan manusia
Pendirian
Program hidupmanusia yang akandihadapi
Program hidupmanusia yangakan dihadapi
Perang gagal
Sifat teguh, budipekerti, danperjuangan
Gara-gara
Jiwa pemudamengalamiperubahan darikeraguan danmempunyai sifatteguh dan tegas
Jejer pandhita
Jiwa pemudamengalamiperubahan darikeraguan danmempunyai sifatteguh dan tegas
Mencari guru untukmendapatkanpetuah dan nasehatmasalah kehidupan
Perang kembang
2 watak burukmanusia (malasdan tidak memilikirasa kemanusiaan )
83
Semiosis unsur pertunjukaan wayang golek diatas menjelaskan, dalam
kehidupan manusia memiliki jalan kehidupannya masing-masing dan akan
menghadapi program hidup yang akan dihadapi dengan memiliki sifat teguh dan
berbudi pekerti, memasuki masa remaja pemuda mengalami perubahan dari
keraguan dan memiliki sifat teguh dan tegas. Semua mereka dapatkan karena
adanya seorang guru yang mengajari sehingga mendaptkan petuah, nasehat-
nasehat masalah kehidupan dan agar terhindar dari 2 watak buruk manusia yaitu
malas dan tidak memiliki rasa kemanusiaan. Memasuki masa-masa dewasa
manusia akan menghadapi masalah yang akan dihadapi serta mampu melewati
cobaan atau rintangan sampai pada akhirnya mencapai kemenengan hasil dari
kesabaraan.
Jejer sesintren
2 watakburukmanusia(malas dantidakmemiliki rasakemanusiaan
Berusaha untuk lulusdari setiap cobaanyang dihadapi
Perang brubuh
Mampu melewaticobaan sampaipada akhirnyamencapaikemenangan
84
Kesimpulan Semiosis:
1. Semiosis unsur perlengkapaan
2. Semiosis unsur pelakasana
3. Semiosis unsur struktur pertunjukaan wayang golek
Unsur perlengkapaan
Manusia
Memiliki semangatdalam menjalankanaktifitas hidup dansaling menghargai satusama lain
Unsur pelaksana
Tujuan manusia
Pencapaian hidupyang bertujuanuntuk mencaripelajaran hidup yangberguna
Unsur strukturpertunjukaanwayang golek
Perjalanan hidup
Pencapain perjalananhidup manusia sampaipada akhirnya mencapaikemenangan
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa, pada pembahasaan diatas maka bisa diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Wayang salah satu karya seni masyarakat Indonesia yang luar biasa,
penampilan wayang dapat dilihat dari 2 aspek yaitu aspek estetis atau keindahan
atau aspek etis atau ajaran moral. Melalui aspek estetika, penonton bisa
menyaksikan keindahan melalui seni rupa, gerak, suara dan sebagainya. Melalui
aspek etis wayang dapat memberikan petuah dan nasehat untuk membentuk watak
dan budi pekerti.
Wayang dapat diartikan sebagai bayangan atau merupakan pencerminan dari
sifat-sifat yang ada dari jiwa manusia. Wayang bukan semata-mata sebagai drama
bayangan tetapi sebagai bayangan kehidupan manusia dengan persolan yang
dihadapi. Adapun wayang golek ini mengandung maksud agar setelah penonton
mengikuti lakon dari awal sampai akhir mereka bisa nggoleki atau mencari inti
pelajaran yang bermanfaat yang tersirat dalam pertunjukaan wayang golek.
B. Saran
Setelah menganalisis hasil temuan-temuan yang didapatkan penulis
menyarankan antara lain:
1. Menjaga tradisi bukan tugas perorangan, tetapi tugas kita bersama untuk
meneruskan ke generasi berikutnya, bukan menunggu sampai tradisi
86
hampir punah tetapi mempersiapkan diri supaya kita bisa
mengekspresikannya untuk lebh maju dan berkembang.
2. Kepada para pendidik untuk selalu menanmkan nilai-nilai estetik dengan
cara mengapresiasi kebudayaan maupun kesenian lokal.
3. Untuk lingkungan keluarga khususnya orang tua agar lebih memahami
tentang peran dan sebagai penanggung jawab utama guru pertama dan
penuntun bagi putra dan putrinya supaya mengarahkan dan menanmkan
nilai-nilai kecintannya terhadap kebudayaan lokal.
4. Untuk para akademik, penulis berharap agar melanjutkan dan
mengembangkan dalam penerapan makan yang terkandung dalam seni
pertunjukaan wayang khususnya wayang golek
5. Kepada pemegang dan para pejabat pemerintahan untuk saling bekerja
sama dalam memfasilitasi segala sarana, prasarana, dalam menunjang
peralatan yang terdapat dalam seni pertunjukaan wayang golek
6. Penulis skripsi ini masih bersifat umum maka dari ibu bagi para pengamat
budaya bisa menelitinya secara lebih khususs dari segi etika, estetika, dan
segi lainnya.
87
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Beni. Metode Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia, 2009.
Anderiu, Anais, Sarah. Raga Kayu Jiwa Manusia: Wayang Golek Sunda.Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014.
Amirin, Tatang. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1995.
Bastomi, Suwaji. Nilai-nilai Seni Pewayangan. Semarang: Narasi,1993.
Endraswara, Suwardi. Antropologi Wayang Simbolisme dan Mistitisme danRealisme Hidup. Yogjakarta: Morfalingan, 2017.
Farukhi, dkk. Mengenal 33 Provinsi Indonesia Jawa Barat. Jakarta: SinergiPustaka Indonesia, 2008.
Herdiansyah, Haris. Metode Penilitian Kualitatif Untuk Ilmu Sosial. Jakarta:Salemba Humanika, 2012.
Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya edisi ke 3. Depok:Komunikasi Bambu, 2014.
Kahmad, Dadang. Metode Penelitian Agama. Bandung: CV Pustaka Setia,2000.
Kusmayati, Hermien, dkk. Indonesia Hertitage Of Humanity. Jakarta: BukuAntar Bangsa Untuk Grolier Internasional Inc.
Kustopo. Mengenal Kesenian Nasional 1 “Wayang”. Semarang: BengawanIlmu, 2008.
Laboratorium Antropologi. Antropologi Papua. Jurnal: AntropologiPapua,2002.
Nawawi, Hadari. Metode Penilitian Bidang Sosial. Yogjakarta: Gajah MadaUniversity Press, 1993.
Nurrochsyam, Wildha, Mikka, dkk. Wayang: Pengayaan Bahar Ajar MuatanLokal. Jakarta: Kementriaaan Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.
Piliang, Amir, Yasiq. Semiotika dan Hipersemiotuka Kode Gaya dan MatinyaMakna. Bandung: Matahari, 2012.
Purwadi. Tasawuf Jawa. Jogjakarta:Narasi, 2003.
Rusdy, Teddy, Sri. Semiotika dan Filsafat Wayang Analisis KritikPergelaraan Wayang. Jakarta: Yayasan Kertagama, 2015.
88
Sahar, Santri. Pengantar Antropologi: Integrasi Ilmu dan Agama. Makassar:Cara Baca,2015.
Soetrisme. Wayang Sebagai Warisan Budaya Dunia. Surabaya: IntelectualClub,2008.
Soetarno. Pertunjukaan Wayang dan Makna Simbolisme. Surakarta:STSIPress,2005.
Solichin. Falsafah Wayang: Intangible Heritage Of Humanity. Jakarta: SeniWangi, 2011.
Sobur, Alex. Analisi Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi.Bandung: Remaja Rosdakarya,2009.
Shihab, Quraish, Muhammad. Wawancara Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2000.
Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogjakarta: Jalasutra, 2009.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumardi.
Foto Penulis dan rekan
(Diambil setelah melakukan wawancara bersama Bapak Supriadi di TMII)
Foto penulis dangan Bapak Sumardi
(Setelah melakukan wawancara di Musim Wayang Kota Tua )
Narasumber kedua
Jenis studi kasus : Wawancara
Nama/Kode : Pak Maman/ PM
Jabatan : Seniman Indonesia di TMII
Tanggal/Bulan : 15 Agustus 2015
Isi deskirpsi hasil wawancara
N : Menurut bapak apa itu seni pertunjukaan wayang?
PM : Menurut saya seni pertunjukaan wayang adalah bukan hanya sekedar
tontonan atau hiburan saja, tapi pertunjukaan wayang juga mengandung
tuntunan dan nasehat hidup.
N : Apa yang bapak ketahui tentang wayang golek?
PM : Wayang golek merupakan kesenian yang berasal dari Jawa Barat,
berbentuk boneka atau patung kecil yang diukir dari kayu.
N : Apa saja yang Bapak ketahui tentang simbol-simbol yang terdapat pada
wayang golek?
PM : Terdapat beberapa simbol yang ada di wayang golek, diantaranya:
1. Wayang (cerminan manusia) wayang itu sendiri menggambarkan
manusia yang hidup.
2. Dari segi perlengkpaan yaitu kelir atau layar. Kelir menyimbolkan
dunia, akan tetapi dalam pertunjukaan wayang golek tidak
menggunakan kelir dalam arti dalam pertunjukaan wayang golek dunia
ini terbuka.
N : Menurut Bapak apa saja tujuan diadakannya pertunjukaan wayang
golek?
PM : Terdapat beberapa tujuan yaitu: sebagai hiburan masyarakat, hajatan dsb
N : Terima kasih pak telah meluangkan waktunya.
PM : Sama-sama.