Upload
ecy-dwi-atmaja
View
266
Download
56
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST NATAL DENGAN
ENDOMETRITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genital pada saat kehamilan dan persalinan. Dinegara-negara
berkembang dengan pelayanan kebidanan yang masih jauh dari keaadaan sempurna
kejadian infeksi nifas masih besar, karena kurangnya ketelitian dan kecermatan dalam
penanganan mengenai hal ini baik dalam masa kehamilan maupun persalinan Infeksi
nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus
dan jalan lahir. Salah satu contoh infeksi nifas yang akan dibahas dalam makalah ini
yaitu endometritis. Endometritis yaitu peradangan yang terjadi pada endometrium pada
lapisan sebelah dalam.
Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga personal higiene,
kurangnya pengetahuan tentang dampak jangka pendek dan jangka panjang
endometritis bagi ibu menjadi salah faktor atau dasar bagi penulis untuk membahas
tentang infeksi nifas mengenai endometritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Endometritis
1) Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisab dalam dari rahim).
infeksi dapat terjadi berkelanjutan sebagai kelanjutan infeksi pada servik atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam Rahim. (Manuaba, 1998)
2) Endometritis adalah suatu peradagan endometrium yang biasanya di sebabkan
oleh infeksi bakteri pada jaringan. (Taber1994)
3) Endometritis akut dapat terjadi akibat infeksi asenden dari genetalia ekterna atau
adanya hasilkonsepsi yang tertinggal, yang menyebabkan rabas vagina berbau
busuk serta nyeri abdomen. (Brooker, 2005)
B. Etiologi
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter
foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas foetus. Endometritis juga dapat
diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes,
Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya
mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan atau melalui
sirkulasi darah.
Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio
sekundinarum, distokia, faktor penanganan. Selain itu, endometritis biasa terjadi
setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan kelahiran sesudah
melahirkan. Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi
plasenta yang mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan
menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Korpus Luteum Persisten
(CLP).
C. Patogenesis
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak
mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden
masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau melahirkan. Bila jumlah
mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat
terjadi endometritis. Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat
kawin suntik atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak
bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus,
Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus
dan Trichomonas foetus).
D. Faktor predisposisi ;
Faktor-faktor predisposisi menurut Manuaba (1998), adalah :
Seksio sesarea, ketuban pecah, partus lama dan kelahiran, anemia, perdarahan, jaringan
plasenta yang tertahan, pemakain AKDR, dan penyakit sistemik yang menurunkan
resistensi terhadap penyakit. wanita dengan status nutrisi yang buruk, misalnya lebih
rentan terhadap infeksi bakteri
E. Klasifikasi :
1. Endometritis akut
Endometritis akut adalah peradangan yang terjadi secara tiba – tiba. Pada
endometritis akut, endometrium mengalami edema dan hipereremi.
Penyebab:
a) Infeksi gonorrhea
b) Infeksi pada abortus atau partus
c) Kerokan endometrium
d) Adanya tindakan obstetric pada endometrium
2. Endometritis kronik
Endometritis kronik adalah peradangan pada endometrium dikarenakan penyakit
yang sudah lama diderita oleh ibu.
Endometritis kronik ditemukan:
a) Ibu penderita TBC
b) Jika tertinggal sisa – sisa abortus dan partus
c) Pada polip uterus dengan infeksi
d) Pada tumor ganas uterus
e) Pada salpingo-oofaringitis dan selulitis pelvis
F. Tipe Endometritis
1. Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan)
2. Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel
sintitial dan trofoblas yang banyak)
3. Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba
fallopi, biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.)
G. Tanda dan Gejala :
Menurut Morgan dan Carole (2009), tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
1. Demam dan menggigil
a) Demam suhu 38 – 40°C bergantung pada beratnya infeksi
b) Suhu tubuh sering kali rendah selama beberapa hari kemudian meningkat
tajam
c) Menggigil mengindikasikan infeksi yang berat
2. Takikardia antara 100 denyut/menit dan 140 denyut/menit tergantung beratnya
infeksi
3. Tanda dan geljala pada uterus;
a) Nyeri tekan yang meluas secara lateral
b) Nyeri yang rekuren atau lama setelah kelahiran
c) Subinvolusi
d) Distensi abdomen ringan
e) Abnormalitas lokia :
1) Mungkin jumlahnya sedikit dan tidak berbau bila infeksi anaerob
2) Mungkin cukup banyak, berbau busuk, berdarah, seropurulen, sedikit bila
infeksi aerob
4. Awitan biasanya 3-5 hari setelah pelahiran kecuali disebabkan oleh streptokokus
beta hemolitikus. Selanjutnya awatan terjadi lebih awal dan lebih cepat muncul
peningkatan sel darah putih lebih dari biasanya saat pascapartum.
H. Pemeriksaan penunjang.
Pada kasus dengan endometritis perlu dilakukan menurut Manuaba (1998) :
1. Leukosit : Terjadi leukositosis
2. Hemoglobin dan Hematokrit : mengalami penurunan pada keadaan anemia.
3. Kultur dari bahan intrauterus atau intraservical : ditemukan biakan Streptococus
hemoliticus aerobia, Staphylococus aureus, Clostridium welchii, Escherichia colli.
I. Terapi
Terapi endometritis, dapat dilakukan melalui pemberian antibiotik sistemik, irigasi
rahim, pemberian hormon estrogen untuk menginduksi respon rahim, dan injeksi
prostaglandin untuk menginduksI uterus. Pengobatan yang direkomendasikan untuk
endometritis yang agak berat adalah memperbaiki vaskularisasi dengan mengirigasi
uteru s mempergunakan antiseptik ringan dengan konsentrasi yang rendah. Irigasi
diulangi beberapa kali dengan interval 2-3 hari. Antibiotik diberikan secara intra uterin
dan intra muskular. Leleran dapat dikeluarkan dengan menyuntikkan preparat estrogen.
Untuk endometritis ringan cukup diberikan antibiotika intra uterina.
J. Penatalaksanaan
1. Pada penderita endometritis ringan pasca persalinan normal pengobatan dengan
antibiotika oral biasanya memberikan hasil yang baik.
2. Pada penderita sedang dan berat , termasuk panderita pasca secsio caesarea, perlu
diberikan antibiotik spektrum luas secara intravena, dan biasanya penderita akan
membaik dalam waktu 48 – 72 jam.
3. Bila setelah 72 jam demam tidak membaik perlu dicari dengan lebih teliti
penyebabnya karena demam yang menetap ini jarang yang disebabkan oleh
resistensi bakteri terhadap antibiotika atau suatu efek samping obat.
4. Penyulit endometritis yang sering menimbulkan demam yang menetap ini
diantaranya parametrial flegmon, abses pelvis atau tempat insisi, infeksi pada
hematom dan pelvik trombo flebitis. Oleh karenanya, pada kasus endometritis yang
berat dan disertai penyulit perlu dipertimbangkan intervensi bedah untuk drainase
abses atau evakuasi jaringan yang rusak.
K. Pencegahan Endometritis
1. Menyembuhkan penyakit metabolisme
2. Memenuhi kebutuhan magnesium
3. Perbaiki kebutuhan nutrisi
4. Menjaga kebersihan alat yang digunakan dalam pertolongan kelahiran
5. Dalam menangani retensi sekundinarum segera diadakan pertolongan dengan
teknik yang baik dan menyeluruh, jangan ada sisa sekundinae yang tertinggal di
dalam uterus.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ENDOMETRITIS
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Keluhan utama yang dirasakan klien
Biasanya Ibu mengeluh sakit perutnya saat ditekan, lokia yang berbau, demam
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adakah penyakit-penyakit terdahulu yang dapat memperberat penyakitnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat menstruasi
Siklus : Metrorargia (pada endrometritis akuta) dan Menorargia/
metrorargia (pada endrometritis kronika)
Flour albus : (positif), banyak, berbau
6. Riwayat pernikahan
7. Riwayat obstetri
a) untuk riwayat kehamilan ditanyakan hamil dan pernikahan yang ke berapa,
berapa umur kehamilanya, pernah keguguran atau tidak, apabila pernah
keguguran dilakukan kuret atau tidak, dan ada atau tidak penyakit yang
menyertai kehamilan
b) untuk riwayat persalinan, ditanyakan jenis persalinannya, bagaimana
persalinannya, normal atau operasi atau dengan alat, siapa yang menolong
persalinannya, dimana dan apakah ada penyulit persalinan atau tidak, juga
ditanyakan berapa berat lahir bayi, jenis kelaminnya, panjang badan dan
apabila anak hidup berapa usianya Semarang, dan bila mati apa penyebabnya.
c) Untuk riwayat nifas, apakah nifasnya berjalan normal ataukah ada kelainan,
penyulit atau tidak, menyusui atau tidak.
8. Riwayat KB
Jenis kontrasepsi yang digunakan
9. Pola kehidupan sehari-hari
a) Nafsu makan ibu menurun
b) Terjadi ganguan istirahat karena ada rasa nyeri pada daerah abdomen pada
bagian bawah jika ketekan.
c) Sering ganti celana dalam karena darahnya semakin banyak dan bau
10. Riwayat psikososial
Biasanya bu akan merasa cemas
B. Pemeriksaan umum
Keadaan umum, TTV
C. Pemeriksaan Fisik
1. Abdomen :
a) inspeksi : perut membuncit, TFU (masih tinggi, normalnya pertengahan
symphisis pusat)
b) Palpasi : nyeri tekan pada abdomen bagian bawah, kontraksi uterus lemah
2. Genitalia : lokhea berbau busuk, normalnya lokhea sanguinolenta, Pecah
ketuban dini/lama, persalinan lama, Hemorargi pascapartum, Tepi insisi:
kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap (leukosit meningkat)
2. Pemeriksaan cairan dari serviks secara mikroskopis terdapat bakteri
3. Laju sedimentasi darah: sangat meningkat pada adanya infeksi.
4. Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
5. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus/intraservikal drainase
luka/pewarnaan gram dari lokhia servik dan uterus: mengidentifikasi organisme
penyebab.
6. Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan,
melokalisasi abses peritoneum.
7. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis,massa,
pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.
8. Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke laboratorium bakteriologi untuk
pewarnaan gram, biakan dan pemeriksaan sensitifitas antibiotik. Organisme yang
sering diisolasi dari darah pasien dengan endometritis setelah seksio sesarea adalah
peptokokus, enterokokus, clostridium, bakterioles fragilis, Escherechia coli,
Streptococcus beta hemilitikus, stafilokokus koagulase-positif, mikrokokus, proteus,
klebsiela dan streptokokus viridans (Di Zerega).
E. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi. (agen cidera biologi
dan fisik)
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive,
ketidakadekuatan imunitas
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi
F. Intervensi Keperawatan
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri NOC :
Pain Level, Pain control, Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
NIC : Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
2 Resiko infeksi NOC :
Immune Status Knowledge : Infection control Risk control
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing Tingktkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap penyakit menular Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase Ispeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif
3 Kecemasan NOC :
Anxiety control Coping
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
prognosis Dorong keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
BAB III
KESIMPULAN
Radang selaput lendir rahim atau endometritis adalah peradangan yang terjadi pada
endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.
Kurangnya kesadaran ibu nifas dalam hal personal higiene dan merawat luka perineum.
Akibatnya, adanya mikroorganisme dari vagina dapat secara asenden masuk ke rahim
terutama pada saat perkawinan atau melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu
banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST NATAL DENGAN
ENDOMETRITIS
Disusun Oleh :
JULI PRABOWO
ORY OKAWARY
SUPRAPTI
ADI WINATA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
2014
DAFTAR PUSTAKA
Morgan, Geri dan Carole Hamilton. 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktis Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Taber, Ben-Zion. 1994. Kedaruratan Obstetric dan Ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Brooker, Chris. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. Penerbit EGC Medical Publisher: Jakatra
http://kumpulan0askep.wordpress.com/2011/06/02/askep-endometritis/
http://id.wikipedia.org/wiki/Endometritis#cite_note-Aiello-5
http://nurulekow.wordpress.com/2012/03/09/asuhan-kebidanan-pada-ibu-nifas-dengan-endometritis/