49
JMI, Vol. 10 No.1, Mei 2013 ISSN 0216-3799 MEDIKA ISLAMIKA JURNAL KEDOKTERAN, KESEHATAN DAN KEISLAMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

  • Upload
    vucong

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI, Vol. 10 No.1, Mei 2013 ISSN 0216-3799

MEDIKA ISLAMIKAJURNAL KEDOKTERAN, KESEHATAN DAN KEISLAMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI, Vol. 10 No.1, Mei 2013 ISSN 0216-3799

MEDIKA ISLAMIKAJurnal Kedokteran, Kesehatan dan Keislaman

Penanggung JawabProf. Dr. (Hc) dr. M.K Tadjudin, Sp. And

Pimpinan Redaksidr. Muktar Ikhsan, SpP(K), MARS

RedakturFajar Ariyanti, SKM., M.Kes., Ph.D

dr. Witri Ardini, SpGkYenita Agus, M.Kep., Sp.Mat., Ph.D

EditorRatri Ciptaningtyas, SKM, MHSUswatun Hasanah, S.Kep, M.Kep

Zilhadia, S.Farm, M.Si, Apt

Desain GrafisMasduki, A.Md

SekretariatPuji Pandu Dinillah, SH

Ida Farida, SKM

Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jl. Kertamukti Pisangan Ciputat 15419Telp: (021) 74716718Fax: (021) 7404985

Email: [email protected]: http://www.uinjkt.ac.id

Jurnal Medika Islamika terbit pertama kali bulan November 2004, oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan frekuensi terbit dua kali dalam setahun (enam bulanan). Jurnal ini dimaksudkan sebagai media pencerdasan dan pengembangan kreatifitas civitas akademika FKIK dan lainnya dalam bidang ilmu-ilmu kedokteran, kesehatan dan keislaman. Redaksi menerima karya ilmiah dalam bentuk: artikel, hasil penelitian, ringkasan skripsi/tesis/disertasi, resensi buku dan hasil wawancara atau orasi ilmiah yang ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris dan atau Arab. Karya yang dimuat tidak harus mencerminkan pendapat redaksi. Redaksi berhak mengedit naskah yang akan dimuat, tanpa harus mengubah substansinya.

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 3: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

DAFTAR ISI

EditorialMenggali Aspek Spiritual Pasien Kanker: Sebuah Gambaran Kesehatan Jiwa ..............................................

Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013Yuli P. Satar ...................................................................................................................................................

Hubungan Karakteristik Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013Arif Sumantri, Ratri Ciptaningtyas, Fauziah ...........................................................................................

Studi Analitik: Standar Kompetensi Dokter Muslim PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah JakartaRidwan Lubis, Francisca A. Tjakradidjaja, Ahmad Azwar Habibi ........................................................

Pengaruh Tingkat Stres Terhadap Pola Menstruasi Pada Mahasiswi Preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013Syrojuddin Hadi, Taufik Zain, Fika Ekayanti .........................................................................................

Comparison between Faculty and Patient Assessments Using RIME and PSQ for Evaluation of General Medicine ResidentsMarita Fadhilah, Yasutomo Oda ................................................................................................................

Vaksin NikotinNofiarni Yusril,Mukhtar Ikhsan .................................................................................................................

Membangun Pelayanan Prima Rumah SakitAhmad Zaidi .................................................................................................................................................

False Thrombocytosis in Β Thalassemia/Hb E CasesMery Nitalia, MD .........................................................................................................................................

Page 4: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Editorial

Menggali Aspek Spiritual Pasien Kanker: Sebuah Gambaran Kesehatan Jiwa

Indonesia sebagai salah satu negara tropis, tentu tidak luput dari serbuan penyakit menular yang bersumber dari hewan yang hanya tinggal di daerah tropis seperti demam berdarah, malaria, sayangnya, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus turut unggul sebagai penyebab kematian terbesar.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kesehatan bukan hanya bebas dari penyakit secara fisik tetapi juga ‘sehat’ dalam hubungan sosial dan jiwa. ‘Sehat’ dalam hubungan sosial dan jiwa bisa diinterpretasikan bebas konflik, bahagia, damai, nyaman, sejahtera, optimis, apapun kata positif lainnya yang dapat merepresentasikan ‘sehat’.

Apakah masalah kesehatan di Indonesia hanya sebatas penyakit menular dan tidak menular? Tentu tidak. Merujuk kepada definisi sehat dari WHO, penyakit mental di Indonesia juga semakin meresahkan. Dalam survei kesehatan terbesar Indonesia yaitu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang mulai dijalankan tahun 2007, 2010 dan terkini tahun 2013, aspek kesehatan mental menjadi salah satu titik perhatian dengan dimasukkannya kuesioner kesehatan jiwa yang diadaptasi dari Global Health Questionnaire (GHQ-WHO). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperkirakan ada 19 juta penderita gangguan jiwa di Indonesia. Satu juta di antaranya mengalami gangguan jiwa berat atau psikosis. Prevalensi masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas ada sebanyak 11,60 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Kemudian prevalensi gangguan jiwa berat yakni psikosis ada sekitar 0,46 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 juta jiwa.

Data nasional kesehatan jiwa pada pasien di Indonesia belum ada namun salah satu artikel di dalam jurnal ini membahas mengenai aspek spiritual dan hubungannya dengan kualitas kehidupan pasien kanker serviks di rumah sakit. Editorial jurnal kali ini mengulas artikel tersebut. Total pasien yang menjadi sampel sebanyak 74 orang. Kanker serviks dipilih sebagai masalah karena merupakan kanker terbesar kedua penyebab kematian akibat kanker di Indonesia. Kualitas

kehidupan digunakan sebagai indikator kesehatan jiwa dan hubungkan dengan aspek spiritual agama Islam. Hubungan yang signifikan ditemui pada pasien yang memiliki kualitas kehidupan yang baik sekaligus aspek spiritual yang baik dan sebaliknya pada pasien yang kualitas kehidupannya rendah, aspek spiritualitasnya juga lemah. Pada pasien kanker serviks di rumah sakit tersebut, meskipun tidak sehat secara fisik tapi masih ditemukan kesehatan jiwa yang baik. Hasil penelitian itu memberikan kontribusi kepada keilmuan bahwa kesehatan jiwa yang baik dipengaruhi oleh aspek spiritual yang baik pula.

Sebagai jurnal kesehatan yang berlandaskan asas agama Islam, artikel ini menjadi hidangan yang sangat bermakna. Terlebih lagi, Indonesia merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar. Tim editorial optimis penelitian kesehatan mental di Indonesia semakin diminati dan menyumbang ilmu untuk menunjang kebijakan kesehatan. (Redaksi)

Page 5: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Artikel Penelitian

Gambaran Kepuasan PelangganRumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013

Yuli Prapancha Satar Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract: Customer satisfaction is a challenge for hospital management to manage to gain more customers and the ability to keep it. This research is an evaluation study using a quantitative approach that aims to measure customer satisfaction of Hospital Bekasi in 2013 so that can know the change in the level of satisfaction customer receive the hospital services. Datas were collected by a one shot measurement survey with questionnaires and interview methods then processed into data processing software. The 14 elements assessed in this research are service procedures, conditions of service, clarity of service personnel, discipline of service personnel, responsibility of service personnel, capabilities of service personnel, speed of service, equity to get service, courtesy and friendliness of the staff, the reasonableness of service charges, the charge service, assurance of schedule service, comfortable of place, and security services. Based on the assessment conducted on the 14 elements of the service, the average value of Public Satisfaction Index (HPI) for service in RSUD Bekasi in 2013 is 90.55%, with the quality of service is Exelent. At the cut of point 90%, the highest customer satisfaction is the service of Installation Medical Rehabilitation (RM) (97.98%), while the lowest is service satisfaction PONEK Installation (76.24%).

Keywords : Customer Satisfaction, Quality of Service

PendahuluanPada awal tahun 2013 RSUD Kota Bekasi

mendapatkan Penghargaan Hospital Winner 2013 "Best Of The Best Award" dalam katagori "As The Best Hospital In Service Excellent Of The Year" dari International Entrepreneur Achievement Association dan Rajasa Event Organizer di Le Meridien Hotel Jakarta, Jum'at (18/1).

Penghargaan yang ditandatangani Menteri Kesejahteraan Rakyat Dr.H.R.Agung Laksono dan Menteri Perekonomian Ir.M.Hatta Rajasa ini dinilai dari Visi Misi, Kreatifitas dan Inovasi. Penilaian dilakukan secara tersembunyi dan mengacu pada rekumendasi Arsada, Depdagri dan pihak terkait lainnya, hal ini dapat menggambarkan bahwa RSUD Kota Bekasi mampu bertahan dan bersaing dalam jasa layanan kesehatan.

Persaingan jasa layanan kesehatan terutama rumah sakit senantiasa mengharuskan pihak manajemen meningkatkan kualitas pelayanannya.

RSUD Bekasi sebagai salah satu unit pelayanan instansi pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada publik, mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit umum daerah, perlu dilakukan survey kepuasan pelanggan sebagai indikator penilaian kualitas pelayanan dan menjadi motivator RSUD Bekasi untuk lebih memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan yang dapat mempengaruhi kepuasannya. Pelanggan yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pelanggan puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa RSUD Bekasi, tetapi jika pelanggan merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya.

Menciptakan kepuasan pelanggan

Page 6: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

merupakan tantangan bagi rumah sakit untuk mengelola manajemen demi memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan akan memberi komentar yang baik tentang pelayanan rumah sakit.

Gambaran kualitas pelayanan rumah sakit dapat tercermin dari survey kepuasan pelanggan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan, dengan demikian dapat diketahui perubahan tingkat kepuasan masyarakat dalam menerima pelayanan rumah sakit.

Metode PenelitianPenelitian ini merupakan studi evaluasi

dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan pada Bulan Mei-Juni 2013. Data dikumpulkan melalui survey one shot measurement dengan metode pengisian kuesioner dan wawancara. Responden sejumlah 800 orang dipilih secara acak pada 10 unit pelayanan yaitu Instalasi Rawat Jalan 312 orang, Instalasi Rawat Inap 200 orang, IGD 50 orang, Perinatologi 14 orang, Radiologi 50 orang, Laboratorium PK 50 orang, Laboratorium PA 10 orang, Instalasi Farmasi 50 orang, Instalasi Rehab Medis 50 orang, dan PONEK 14 orang.

Data yang terkumpul kemudian dientry dan dianalisis menggunakan software pengolah data.dan hasil akhir survey akan mengungkapkan gambaran mutu pelayanan RSUD Bekasi melalui nilai kepuasan dan positioning diagram kartesius yang menunjukkan dimensi mutu mana yang harus diperbaiki RSUD Bekasi.

Hasil dan PembahasanGambaran Kinerja dan Kualitas Pelayanan Kesehatan di RSUD Bekasi Berdasarkan Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Berdasarkan penilaian yang dilakukan terhadap 14 unsur pelayanan, nilai rata-rata Indeks Kepuasan Pelanggan terhadap pelayanan di RSUD Bekasi tahun 2013 yaitu sebesar 90.55% dengan mutu pelayanan Memuaskan.

Nilai kepuasan pelanggan terhadap kinerja pelayanan di RSUD Bekasi dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata masing-masing unsur pelayanan. Pada perhitungan didapatkan nilai rata -rata sebesar 90.55%.. Dengan demikian mutu pelayanan di RSUD Bekasi adalah Memuaskan dengan kinerja unit pelayanan baik. Adapun nilai rata-rata kepuasan masing-masing unsur disajikan pada tabel berikut ini.

Gambaran Kepuasan Pelanggan Berdasarkan Unit PelayananGambaran Kepuasan Pelanggan Di Instalasi Gawat Darurat

Kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat RSUD Bekasi adalah sebesar 81,54% (lihat tabel 1). Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat belum memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 13 (kenyamanan lingkungan) yaitu 55,18%.

Diagram kartesius dapat lebih menjelaskan point penting yang dapat diintervensi oleh rumah sakit. Diagram kartesius 1 memperlihatkan bahwa terdapat 1 titik pada kuadran I, dimana kuadran ini merupakan point perhatian utama yang harus diprioritaskan peningkatan kualitasnya jika tidak ingin ditinggalkan pelanggan (pasien). Skor terendah dalam pengukuran kepuasan pelanggan pada Instalasi Gawat Darurat mengemukakan bahwa kenyamanan lingkungan yang harus ditingkatkan kualitasnya.Tabel 1. Persentase Kepuasan Pelanggan Instalasi Gawat Darurat

Diagram Kartesius 1. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,882,832,842,932,972,982,983,063,052,952,842,981,953,00

3,483,503,553,543,533,463,523,583,543,503,593,523,543,52

82,7680,9579,9282,6784,3186,1384,6685,4786,2584,4279,1184,6655,1885,23

Rata-rata 2,88 3,53 81,54

Page 7: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Gambaran Kepuasan Pelanggan di Instalasi Rawat Jalan

Kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSUD Bekasi adalah 86,94%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan terhadap Instalasi Rawat Jalan belum memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 11 (kepastian biaya pelayanan) yaitu 77,23% (lihat tabel 3).

Sementara pada diagram kartesius 2 memperlihatkan bahwa point kepuasan cukup berimpit meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya masih ada gap yang harus diperbaiki rumah sakit.

Tabel 2. Persentase Kepuasan Pelanggan Instalasi Rawat Jalan

Diagram Kartesius 2Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Rawat Jalan

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,732,812,802,782,742,882,762,762,912,912,642,672,822,93

3,183,163,163,193,223,173,193,183,173,403,413,213,213,16

85,9888,8488,4587,0185,2290,7086,5586,7291,9885,4277,2383,3887,8292,85

Rata-rata 2,80 3,22 86,94

Gambaran Kepuasan Pelanggan di Instalasi Rawat Inap

Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Rawat Inap RSUD Bekasi adalah 93,74%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi Rawat Jalan sudah memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 5 (tanggung jawab petugas pelayanan) yaitu 86,11%.

Sementara pada diagram kartesius 3 memperlihatkan bahwa point kepuasan sudah pada area II (pertahankan prestasi) meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya sudah memuaskan meski masih ada gap yang harus diperbaiki rumah sakit.

Tabel 3. Persentase Kepuasan Pelanggan Instalasi Rawat Inap

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

PProsedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,892,912,702,892,682,902,932,972,902,762,642,882,723,17

3,053,033,093,083,113,063,113,033,052,802,843,073,053,21

94,5996,1087,4893,6286,1194,8394,2297,8694,9898,4692,8393,8789,0898,65

Rata-rata 2,85 3,04 93,74

Diagram Kartesius 3. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Rawat Inap

Page 8: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Gambaran Kepuasan Pelanggan di Instalasi Radiologi

Tabel 4 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Radiologi RSUD Bekasi adalah 95,23%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi Radiologi sudah memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 13 (kenyamanan lingkungan) yaitu 84,44%.

Sementara Diagram kartesius 4 memperlihatkan bahwa point kepuasan sudah pada area II (pertahankan prestasi) meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya sudah memuaskan meski masih ada gap yang harus diperbaiki rumah sakit.

Tabel 4. Persentase Kepuasan Pelanggan Instalasi Radiologi

Diagram Kartesius 4. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Radiologi

Gambaran Kepuasan Pelanggan di Instalasi Laboratorium PK

Tabel 5 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Laboratorium PK RSUD Bekasi adalah 93,37%. Menurut cut

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,912,932,862,922,732,962,762,962,933,022,782,902,552,91

3,003,023,003,003,003,013,023,023,003,043,003,003,023,00

97,0097,0295,3397,3391,0098,3491,3998,0197,6799,2992,7596,6784,4497,00

Rata-rata 2,87 3,01 95,23

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,972,822,972,462,602,962,942,932,952,962,192,932,742,93

3,003,013,003,063,023,003,003,003,013,003,043,003,013,00

99,0093,6999,0080,3986,0998,6798,0097,6798,0198,7272,1597,6791,0397,67

Rata-rata 2,81 3,01 93,37

of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi laboratorium PK sudah memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 11 (kepastian biaya pelayanan) yaitu 72,15%

Diagram kartesius 5 memperlihatkan bahwa point kepuasan sudah pada area II (pertahankan prestasi) meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya sudah memuaskan meski masih ada gap yang harus diperbaiki rumah sakit.

Tabel 5. Persentase Kepuasan Pelanggan Instalasi Laboratorium PK

Diagram Kartesius 5. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Laboratorium

Gambaran Kepuasan Pelanggan di Instalasi Laboratorium PA

Tabel 6 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Laboratorium PA RSUD Bekasi adalah 93,58%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi Laboratorium PA sudah memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 8 dan 10 (keadilan mendapatkan pelayanan dan kewajaran biaya pelayanan) yaitu

Page 9: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

83,33%.Diagram kartesius 6 memperlihatkan bahwa

point kepuasan sudah pada area II (pertahankan prestasi) meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya sudah memuaskan meski masih ada gap yang harus diperbaiki rumah sakit.

Tabel 6. Persentase Kepuasan Pelanggan di Instalasi Laboratorium PA

Diagram Kartesius 6. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Laboratorium PA

Gambaran Kepuasan Pelanggan Di Instalasi Laboratorium Farmasi

Tabel 7 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Bekasi adalah 96,72%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi Farmasi sudah memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 7 (kecepatan pelayanan) yaitu 86,75%.

Diagram kartesius 7 memperlihatkan bahwa point kepuasan sudah pada area II (pertahankan prestasi) meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya sudah memuaskan meski masih ada

gap yang harus diperbaiki rumah sakit.

Tabel 7. Persentase Kepuasan Pelanggan di Instalasi Laboratorium Farmasi

Diagram Kartesius 7. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi

Gambaran Kepuasan Pelanggan di Instalasi Perinatologi

Tabel 8 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Perinatologi RSUD Bekasi adalah 90,15%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi Farmasi sudah memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 11 (kepastian biaya pelayanan) yaitu 66,67%.

Diagram kartesius 8 memperlihatkan bahwa point kepuasan sudah pada area II (pertahankan prestasi) meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya sudah memuaskan meski masih ada gap yang harus diperbaiki rumah sakit.

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,902,902,852,702,802,902,852,503,002,502,702,952,902,90

3,003,053,003,003,003,003,003,003,003,003,003,003,003,00

96,6795,0895,0090,0093,3396,6795,0083,33100,0083,3390,0098,3396,6796,67

Rata-rata 2,81 3,00 93,58

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,842,882,962,972,982,992,622,952,882,833,003,002,752,99

3,003,003,003,003,003,003,023,003,003,003,003,003,003,00

94,6796,0098,6799,0099,3399,6786,7598,3396,0094,44100,00100,0091,6799,67

Rata-rata 2,90 3,00 96,72

Page 10: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Tabel 8. Persentase Kepuasan Pelanggan Instalasi Perinatologi

Diagram Kartesius 8. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Perinatologi

Gambaran Kepuasan Pelanggan di Instalasi Ponek

Tabel 9 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi PONEK RSUD Bekasi adalah 76,24%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi PONEK belum memuaskan. Detail persentase terendah ada pada unsur ke 2 (persyaratan pelayanan) yaitu 68,79%.

Diagram kartesius 9 memperlihatkan bahwa point kepuasan masih pada area I (prioritas utama perbaikan) meski tidak semuanya, hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya belum sesuai, dengan kata lain gap yang harus diperbaiki rumah sakit jika tidak ingin ditinggalkan pelanggan (pasien) masih banyak.

Tabel 9. Persentase Kepuasan Pelanggan Instalasi Ponek

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,812,832,812,832,672,882,812,832,793,002,002,682,292,90

3,103,003,003,022,983,023,003,003,073,003,003,003,113,00

90,7794,4493,6593,7089,6095,2893,6594,4490,70100,0066,6789,2973,5696,83

Rata-rata 2,72 3,02 90,15

Diagram Kartesius 9. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Ponek

Gambaran Kepuasan Pelanggan Di Instalasi Rehabilitasi Medik

Tabel 10 memperlihatkan bahwa kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medis RSUD Bekasi adalah 97,98%. Menurut cut of point dari Supranto yaitu 90% maka kepuasan pasien terhadap Instalasi Rehabilitasi Medis sudah memuaskan. Detail persentase pada semua unsur sudah diatas 90%.

Diagram kartesius 10 memperlihatkan bahwa point kepuasan masih sudah berimpit di area II (pertahankan prestasi), hal ini berarti harapan pasien berbanding kenyataan yang diterimanya sudah sesuai, dengan kata lain pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medis sudah memenuhi harapan pasien dan harus dipertahankan. Tabel 10. Persentase Kepuasan Pelanggan di Instalasi Rehabilitasi Medik

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

2,902,573,072,832,983,023,072,893,073,002,502,932,762,86

3,713,743,823,763,883,833,863,863,883,503,503,933,903,89

78,2168,7980,3775,3276,6978,8879,6375,0079,1485,7171,4374,5570,7373,39

Rata-rata 2,89 3,79 76,24

No Unsur Pelayanan Kenyataan (x)

Harapan (y)

Kepuasan (%)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

Prosedur pelayananPersyaratan pelayananKejelasan petugas pelayananKedisiplinan petugas pelayananTanggung jawab petugas pelayananKemampuan petugas pelayananKecepatan pelayananKeadilan mendapatkan pelayananKesopanan & keramahan petugasKewajaran biaya pelayananKepastian biaya pelayananKepastian jadwal pelayananKenyamanan lingkunganKeamanan pelayanan

3,023,023,013,053,053,032,913,043,082,992,882,993,083,11

3,083,063,073,093,053,073,193,043,122,993,053,133,083,11

98,0598,6998,0598,71100,0098,7091,22100,0098,72100,0094,4095,53100,00100,00

Rata-rata 3,02 3,08 97,98

Page 11: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Diagram Kartesius 10. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medis

KesimpulanBerdasarkan penilaian yang dilakukan

terhadap 14 unsur pelayanan, nilai rata-rata Kepuasan Konsumen terhadap pelayanan di RSUD Bekasi tahun 2013 yaitu sebesar 90.55% dengan mutu pelayanan memuaskan. Pada cut of point 90%, kepuasan tertinggi pelanggan terdapat pada pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medis (RM) yaitu sebesar 97.98%, sementara kepuasan terendah terdapat pada pelayanan Instalasi PONEK yaitu sebesar 76.24%.

Daftar Pustaka

1. Donabedian A. 1980. Exploration in Quality Assessment and Monitoring, Vol 1, The Definition of Quality and Approach to its Assessment. Health Administration Press. Ann Arbor. Michigan.

2. Gaspersz V. 2002. Konsep Vincent: Penerapan Konsep Vincent tentang Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

3. Gerson R. F. 2004. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Penerbit PPM, Jakarta

4. Kottler P. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian. Alih bahasa: Ancella A Hermawan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

5. http://www.AIMS.com Consultants.com diakses tanggal 10 Juni 2013. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

6. Rangkuti F. 2002. Measuring Customer Satisfaction: Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

7. Supranto J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta, Jakarta

8. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

2004. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

9. Tjiptono P. 2005. Service Quality and Satisfaction. Andi Offset, Yogyakarta.

10. Wijono D. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Airlangga University Press, Surabaya.

11. Zeithaml A, Parasuraman A, Berry L. 1980. Delivering Quality Service “Balancing Customer Perseption and Expectation”, The Free Press, a Division of Mac Milan, Inc, New York.

Page 12: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Artikel Penelitian

Hubungan Karakteristik Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Arif Sumantri, Ratri Ciptaningtyas, Fauziah,Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract : Diarrhea is one of the environment based diseases which is a major cause of mordibity and mortaliy. Based on diarrhea mordibity and mortality rate in Indonesia, diarrhea has happended mostly in child under fiver years. Sumurbatu village located around the landfill waste, it can make water pollution. Beside that, mostly people are also in the middle to lower socio-economic at risk pollution of water sanitation facilities. Objecive: To determine the relationship between the sanitation water characteristic with the incidence diarrhoe on child under fiver years at Sumurbatu village. Method: Quantitative research with cross sectional study design, the sample were children aged 10 until 59 months amounted to 52 respondents. The data used in this study were secondary data from relevant institutions and primary data obtained through interviews, observation and microbiological testing of drinking water. Results: 44,2 % of children with diarrhea and 55,8% founded without diarrhea. The bivariate result analysis of the significance level of 5% showed two variables related with incidence of diarrhea. The variables are clean water sanitation and E.Coli in drinking water. Whereas, variables of the age, exclusive breastfeeding, measles and drinking water treatment were not significantly relate with diarrhea incidence.

Keyword : water sanitation,diarrhea, child under five years, cross sectional.

Pendahuluan Penyakit berbasis lingkungan masih

mendominasi masalah kesehatan di negara berkembang. Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit penyebab kematian di dunia (WHO, 2011).

Menurut data Subdit Diare Depkes RI, dari hasil survei dari tahun 2000 sampai 2010 tren penyakit diare di indonesia menunjukkan kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 angka kejadian diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011). Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita.

Berdasarkan data di Puskesmas Bantar Gebang I Kota Bekasi dari tahun 2006 sampai 2008 dalam sepuluh besar penyakit diare selalu

berada di nomor empat. Dari pelaporan itu, kasus diare dari tahun ke tahun juga terus meningkat (Puskesmas Bantar Gebang I tahun 2008, dalam Wijayanti, 2009). Dalam data terbaru sepuluh penyakit terbesar tahun 2012 penyakit diare masih dalam posisi ke empat dengan jumlah penderita 2.689 orang.

Selain itu, diantara empat kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I, kelurahan Sumur Batu memiliki jumlah penderita diare terbanyak (Puskesmas Bantargebang I, 2012).

Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007).

Penyakit diare merupakan penyakit kompleks karena berbagai faktor ikut berperan aktif. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan insiden penyakit diare pada balita, diantaranya

Page 13: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

adalah faktor individu pada balita yang terdiri dari umur balita, pemberian ASI eksklusif serta imunisasi campak dan faktor sanitasi air yang terdiri dari antara lain kondisi SAB, pengolahan air minum, dan keberadaan bakteri Eschericia Coli dalam air minum.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan umur balita dengan kejadian diare (Sinthamurniwaty, 2005), pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian diare (Simatupang, 2003), hubungan riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare (Cahyono, 2003).

Di samping itu, penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada hubungan kondisi SAB dengan kejadian diare (Suhardiman, 2007), pengolahan air minum berhubungan dengan kejadian diare (Rosa, 2011), dan hubungan keberadaan bakteri E.Coli dalam air minum kejadian diare (Wardani, 2013).

Daerah kelurahan Sumur batu termasuk dalam kawasan tempat penanganan akhir sampah yang dikirim dari Bekasi dan Jakarta. Menurut Ruspianto (2012), zona 5 TPA Sumurbatu berjarak sekitar 5 meter dari pemukiman warga.

Di daerah ini kondisi sarana sanitasi air, terutama akses terhadap pelayanan air bersih dan air minum masih tergolong rendah. Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, beberapa pemukiman warga dan pemukiman pemulung yang berada di sekitar TPA memiliki sarana sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat. diantaranya adalah, 9 dari 10 responden yang diwawancara memiliki sumber air bersih dengan jarak kurang dari 10 m dari sumber pencemaran (tangki septik). Selain itu, data dari Puskesmas Bantar Gebang menunjukkan hasil inspeksi sanitasi sarana air bersih (SAB) masih banyak SAB masyarakat yang memiliki tingkat resiko pencemaran sedang. Hal ini menunjukkan kondisi sarana air masih tergolong rendah.

Oleh karena itu, pencegahan diare sangat diperlukan dengan melakukan pengendalian faktor risiko. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada balita di kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013.

Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan desain studi cross secsional, karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu (periode) bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua balita usia 10-59 bulan yang berada di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013.

Sampel dalam penelitian ini adalah balita, sedangkan responden adalah orang tua dari anak. Besar sampel dihitung menggunakan rumus uji beda dua proporsi dengan arah uji statistik dua arah (two tail) adalah 52 sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik Purposive Sampling.

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara univariat yaitu menjelaskan karakteristik masing-masing variabel. Kelompok variabel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.; analisis bivariat menggunakan uji chai square untuk mengetahui hubungan faktor individu balita (umur balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak) dan sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum, dan E.Coli dalam air minum) dengan kejadian diare.

Hasil dan PembahasanAnalisis bivariat digunakan untuk

mengetahui hubungan faktor individu balita (umur balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak) dan sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum, dan E.Coli dalam air minum) dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut.

1. Hubungan umur balita dengan kejadian diare pada balita

Variabel umur dalam penelitian ini adalah lama hidup yang dialami oleh balita di Kelurahan Sumurbatu. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar balita yang diteliti memiliki umur > 24 bulan.

Hasil bivariat menunjukkan bahwa distribusi balita yang mengalami kejadian diare sebagian besar berumur 25-59 bulan yaitu sebanyak 16 balita. sedangkan balita yang berumur 10-24 bulan dan mengalami diare sebanyak 7 balita. dari uji chai square, diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur balita dengan kejadian diare, dengan (p=0,392).

Walaupun demikian terdapat 35% balita yang berumur 10-24 bulan menderita kejadian diare, yang artinya tidak semua balita yang berumur 10-24 bulan pada penelitian ini tidak mengalami diare. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kelompok umur 6-12 bulan biasanya balita sudah mendapat makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung bisa terjadi, kontaminasi

Page 14: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

dari peralatan makan dan atau intololeransi makanan itu yang dapat menyebabkan tingginya risiko terkena diare (Sinthamurniwaty, 2004).

2. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita

Pemberian ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi selama enam bulan, tanpa menambahkan dengan makanan atau minuman lain. Dari tabel 5.14 diketahui bahwa dari 52 balita, terdapat 31 balita (59.6%) yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, sedangkan 21 balita lainnya (40.4%) mendapatkan ASI eksklusif.

Hasil uji bivariat, dapat diketahui bahwa responden yang memberikan ASI eksklusif sebagian kecil mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 6 responden (28,6%) sedangkan responden yang memberikan ASI eksklusif sebagian besar mengalami kejadian diare pada balitanya yaitu sebanyak 15 responden (71,4%). Dari hasil uji statisik chai square diketahui pemberian ASI eksklusif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita.

Tabel 1. Distribusi hubungan variabel faktor individu (umur balita, pemberian asi eksklusif dan imunisasi campak) dengan kejadian diare di kelurahan Sumurbatu kecamatan Bantargebang kota Bekasi tahun 2013

Walaupun begitu, dalam penelitian ini secara presentase balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan mengalami kejadian diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan oleh kebiasaan ibu yang memberikan pisang, bubur dan makanan lain pada bayi yang baru lahir. Beberapa responden menyatakan saat melahirkan tidak memberi ASI karena pada saat itu ASI tidak keluar. Di samping itu, beberapa responden lainnya juga mengatakan bahwa bayi tidak mau diberi ASI sehingga oleh responden

No Variabel Kategori Kejadian diare Total P Value

Diare Tidak diare

N % N % n %

1 Umur Balita 10-24 bulan25 – 59 bulan

716

3550

1316

6550

2032

100100

0,392

2 Pemberian ASI eksklusif

Tidak Ya

176

54,828,6

1415

45,271,4

3121

100100

0,089

3 Imunisasi Campak Belum Sudah

1310

54,235,7

1118

45,864,3

2428

100100

0,263

diberi makanan lain seperti bubur biskuit kepada bayinya.

Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.

3. Hubungan imunisasi campak dengan kejadian diare

Imunisasi campak dalam penelitian ini merupakan riwayat imunisasi campak yang diperoleh balita. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari 52 balita, 24 balita (46.2%) belum mendapatkan imunisasi campak dan 28 balita lainnya (53.8%) sudah mendapatkan imunisasi campak.

Hasil analisis hubungan imunisasi campak dengan kejadian diare menunjukkan bahwa kejadian diare lebih banyak terjadi pada balita yang belum diimunisasi campak yaitu sebanyak 54,2 % (13 balita). Dari hasil uji chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita karena nilai Pvalue sebesar 0,263 lebih besar dari α 5%.

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare (Kalista, 2012). Imunisasi (termasuk imunisasi campak) merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pada balita, termasuk diare yang biasanya merupakan komplikasi dari penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak pada balia sangat bermanfaat.

4. Hubungan kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare

Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air bersih di tempat tinggal balita meliputi pemeriksaan kualitas fisik air yang digunakan, persyaratan kontruksi dan jarak minimal dengan sumber pencemar. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.10, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kondisi sarana sanitasi yang buruk yaitu sebanyak 39 (75%) responden. Sedangkan responden yang memiliki kondisi saranaair bersih yang baik sebanyak 13 (25%) responden.

Hasil penelitian pada tabel 5.10 menunjukkan

Page 15: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

sebagian besar responden memiliki kondisi sarana air bersih yang buruk yaitu sebanyak 39 responden (78,8%) dan responden dengan kondisi sarana air bersih yang baik sebanyak 13 responden (25%).

Berdasarkan hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebi banyak mengalami kejadian diare pada balitanya adalah balita dengan presentase kondisi sarana air bersih yang buruk, yaitu sebanyak 21 responden (53,8%). Sedangkan balita dengan presentase kondisi sarana air bersih yang baik dan menderita diare hanya sebanyak 2 responden (15,4%).

Hasil analisis bivariat menunjukkan Pvalue sebesar 0,023 artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara kondisi sarana airbersih dengan kejadian diare pada balita dengan. Kejadian diare berisiko 6,417 kali terjadi pada balita dengan kondisi sarana air bersih yang buruk dibandingkan dengan balita dengan kondisi sarana air bersih yang baik.

Tabel 2. Distribusi balita menurut hubungan variabel karakteristik sanitasi air (kondisi sab, pengolahan air minum dan e.coli dalam air minum) dengan kejadian diare di kelurahan Sumurbatu kecamatan Bantargebang kota Bekasi tahun 2013

Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit melalui mikroorganisme yang ditularkan lewat jalur air (water borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed disease). Sebagian besar besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah telah dicuci dengan air tercemar (Suhardiman, 2007).

5. Hubungan pengolahan air minum dengan diare

Pengolahan air minum dalam penelitian

No Variabel Kategori Kejadian diare Total P Value

Diare Tidak diare

N % N % N %

1 Kondisi Sarana Air Bersih

BurukBaik

212

53,815,4

1811

46,284,6

3913

100100

0,023

2 Pengolahan Air Minum

Tidak mengolahMerebus

149

53,834,5

1217

46,265,4

2626

100100

0,264

3 E.Coli Dalam Air Minum

AdaTidak Ada

914

7535

326

2565

1240

100100

0,021

ini merupakan cara pengolahan air minum yang dikonsumsi balita. berdasarkan hasil penelitian, dikeahui bahwa responden yang tidak melakukan pengolahan air minum dan responden yang melakukan pengolahan air minum dengan cara merebus masing-masing sebanyak 26 reponden (50%).

Dari hasil analisis chai square menunjukkan bahwa 34,5% ibu yang tidak melakukan pengolahan air minum memiliki balita yang mengalami kejadian diare, sedangkan 53,8% ibu melakukan pengolahan air minum dengan merebusnya. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita dengan Pvalue sebesar 0,264.

Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3 (Chandra, 2007).

6. E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare

Variabel E.Coli dalam air minum pada penelitian ini diukur dengan pemeriksaan mikrobiologis. Berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi dan uji statistik pada tabel 5.13 didapatkan bahwa 23,1% responden yang memiliki balita yang diteliti terdapat E.Coli dalam air minumnya.

Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa 9% responden yang terdeteksi ada E.Coli dalam air minumnya mengalami kejadian diare. Sementara 14% responden yang terdeteksi tidak ada E.Coli dalam air minumnya tidak mengalami kejadian diare pada balitanya. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui E.Coli dalam air minum memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diara terlihat dari Pvalue sebesar 0,021. Kejadian diare berisiko 5,571 kali terjadi pada responden yang terdeteksi ada E.Coli dalam air minumnya.

Dalam peraturan menteri kesehatan nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum mensyaratkan E.Coli harus nol dalam 100 ml sampel air.

Adanya E.Coli dalam air minum dapat menjadi penyebab terjadinya diare karena setelah air minum tersebut dikonsumsi oleh manusia,

Page 16: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

E.Coli bersama-sama air minum masuk ke dalam saluran pencernaan manusia. Di dalam saluran pencernaan, terutama di usus, E.Coli akan menghasilkan enterotoksin. Enterotoksin ini akan menginfeksi usus halus atau usus besar dan mengakibatkan terjadinya diare, baik disertai dehidrasi, maupun tidak (Zein, 2004).

Kesimpulan1. Tidak ada hubungan antara faktor individu balita (umur balita, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campka) dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013.

2. Hubungan antara faktor sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam air minum) dengan kejadian diare di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 yaitu ada hubungan yang bermakna antara kondisi sarana air bersih dan E.Coli dalam air minum serta tidak ada hubungan antara pengolahan air minum dengan kejadian diare.

SaranSaran yang dapat diberikan adalah

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare, mensosialisasikan prinsip tatalaksana diare yaitu LINTAS DIARE, meningkatkan penyuluhan tentang pencegahan diare, meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dan meningkatkan sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang baik bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

1. Achmadi, Umar Fachmi. 2008. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali Press: Jakarta

2. Cahyono, Imron. 2003. Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi Tahun 2003. Tesis. Universitas Indonesia

3. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

4. Fardani, Sekar Astrika. 2013. Hubungan Eschericia Coli dalam air minum dan Kondisi Sarana Sanitasi Dasar dengan Diare Akut pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok. Skripsi: Universitas Indonesia

5. Kalista, Endri. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 6 – 12 Bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Semarang

6. WHO. The top 10 causes of death diakses dari http://www.who.int pada tanggal 8 Januari 2013

7. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita Untuk Petugas Kesehatan. Dirjen P2 & PL Kemenkes RI. Jakarta

8. ______________________. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

9. ______________________. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Bulletin Diare Jendela Data dan Informasi Kesehatan.

10. Marlini, Yusti. 2004. Hubungan Sanitasi Dasar Dan Praktek Hygienis Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 1 ~ 4 Tahun Di Lingkungan Sri Ratu Safiatuddin Kelurahan Peuniti Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh Provinsin Naggroe Aceh Darussalam Tahun 2000. Skripsi Universitas Sumatera Utara

11. Sardjana & Nisa, Hairun. 2007. Epidemiologi Penyakit menular. UIN Jakarta Press: Jakarta

12. Sinthamurniwaty. 2005. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus Di Kabupaten Semarang). Tesis: Universitas Diponegoro, semarang

13. Simatupang, M. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Tesis Universitas Sumatra Utara.

14. Suhardiman. 2007. Hubungan Eschericia Coli (E.Coli) dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Kota Tangerang tahun 2007. Tesis: Universitas Indonesia

15. Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius pada Dewasa. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Page 17: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Artikel Penelitian

Studi Analitik: Standar Kompetensi Dokter MuslimPSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

H.M. Ridwan Lubis, Francisca A. Tjakradidjaja, Ahmad Azwar Habibi Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract

Background: Moslem doctor is one of competency that must be possessed by graduates from Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (PSPD FKIK UINSH) Jakarta. Current definition regarding moslem doctor are still have wide variety in every Islamic faculty of medicine in Indonesia. In PSPD FKIK UINSH itself has not been cleared.

Objective: to compile Standard of Moslem Doctor Competencies (SKDM: Standar Kompetensi Dokter Muslim) so it can facilitate the curriculum of moslem doctor and clarify the hallmark of medical education curriculum in PSPD FKIK UINSH.

Methods: The approach used in this study is a qualitative approach. Focus group discussions conducted on 9 students, 11 lecturers, 4 faculty members, 2 officers of ministry of religion affairs, and 4 community members. Depth interview conducted on three persons (rector, dean, and founder of PSPD FKIK UINSH). Field observations conducted in five Islamic faculty of medicine.

Results: From the analysis of the obtained data collection, drafted the SKDM which is a standard of a student who graduated into decent doctor declared a moslem doctor. Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) used as a reference to develop the SKDM. SKDM developed to perform the integration of Islamic values (Akidah, Shari’a and Akhlak). SKDM also includes a list of religious knowledge, medical topic within Islamic issues, chosen verse/letter of the Koran and Hadith, chosen dzikir and prayer worship and skills.

Conclusion: SKDM that had been developed needs to be described in the curriculum to facilitate the evaluation of competency achievement in each year, each semester or each module/block. Furthermore, to achieve that competencies, need several aspecs namely student selection process that considers the background of Islam, the teaching staff who understand Islamic values so it can be a role model, the establishment of moslem doctor education managers, and management support from the rector and faculty.

Key words: moslem doctor, competence, fkik uin

PendahuluanProgram Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (PSPD FKIK UINSH) Jakarta diharapkan dapat menghasilkan lulusan dokter yang berkualitas, beriman dan bertaqwa, memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dalam persaingan global, mampu mengintegrasikan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan islam, serta berkontribusi secara nyata dalam peningkatan

kualitas hidup bangsa. Para dokter lulusan UIN secara tidak langsung dinyatakan sebagai dokter muslim. Tidak hanya oleh kalangan masyarakat namun juga para pendidik, pejabat dan semua stakeholder lainnya. Masyarakat tentu mengharapkan dokter lulusan UIN lebih islami dari pada dokter lain, lebih santun, lebih berilmu, lebih beramal, lebih mengerti tentang agama Islam dan dapat mengintegrasikan nilai keislaman dengan profesinya dalam pengembangan ilmu

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 18: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

kedokteran dan demikian juga sebaliknya yaitu melakukan pengayaan terhadap ilmu keislaman melalui pendekatan ilmu kedokteran. Hal inilah sebenarnya sejalan dengan cita-cita didirikannya FKIK UIN.

Dokter muslim adalah salah satu kompetensi PSDP. Saat ini kompetensi mengenai dokter muslim masih beragam dan di FKIK PSPD UIN Jakarta sendiri belum terinci dengan baik. Dokter muslim sebagai salah satu area kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan FKIK UIN sampai saat ini belum memiliki penjabaran yang jelas. Area kompetensi sebagai dokter muslim belum mempunyai kompetensi inti maupun komponen kompetensi yang harusnya ada sebagai acuan menyusun kurikulum dalam pencapaian menuju dokter muslim lulusan UIN. Meskipun area kompetensi ini belum dijabarkan, namun proses pendidikan untuk menghasilkan dokter muslim lulusan UIN bukan berarti tidak ada. Dalam upaya mewujudkan kompetensi tersebut dilaksanakanlah modul dokter muslim pada semester 2 sampai semester 10.

Meskipun ada fakultas kedokteran Islam selain UIN, namun hingga saat ini belum ada standar kompetensi dokter muslim yang hendak dicapai. Visi dan misi maupun tujuan beberapa institusi masih belum dilanjutkan dengan penjabaran kompetensi yang standar. Melalui penelitian ini, akan disusun standar kompetensi dokter muslim lulusan UIN. Diharapkan dengan adanya standar kompetensi, memudahkan pembuatan kurikulum modul dokter muslim dan memperjelas ciri khas kurikulum pendidikan dokter di FKIK UIN. Sehingga lulusan UIN baik dari pesantren maupun sekolah umum memiliki standar yang sama tidak hanya dalam aspek ilmu kedokteran sebagaimana diatur dalam SKDI, namun juga merata dalam taraf pemahaman, ketrampilan dan juga perilaku sebagai seorang dokter muslim sebagai lulusan universitas Islam terbesar di Indonesia.

MetodePendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk menjaring informasi yang memadai agar dapat menemukan suatu model Standar Kompetensi Dokter Muslim, maka semua informasi akan digali langsung dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas, pejabat rektorat, para pendiri PSPD FKIK UIN-SH, masyarakat umum, pemangku kebijakan kesehatan serta obervasi ke fakultas kedokteran Islam. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tehnik

wawancara, observasi dan studi literatur dengan tujuan mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Wawancara dilakukan dalam bentuk Focus Grup Discussion (FGD) yang terdiri dari 5-10 orang dipimpin oleh seorang fasilitator/moderator (peneliti) dengan memperhatikan pedoman FGD. Wawancara langsung dilakukan dengan tehnik wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara. Sebelum melakukan wawancara disampaikan tujuan, pokok bahasan diskusi dan mekanismenya kemudian dilakukan perekaman dan pencatatan tertulis terhadap diskusi yang dilakukan.

Observasi dalam bentuk studi lapangan dilakukan dengan melakukan kunjungan ke institusi dan atau diskusi langsung dengan narasumber. Pada setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat ke dalam lembar catatan lapangan (field notes) yang merupakan hasil temuan lapangan. Lembar catatan lapangan ini berisi: (1) teknik yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data, (3) tempat kegiatan atau wawancara, (4) paparan resume hasil dan catatan, dan (5) kesan dan komentar. Studi literatur dengan pendekatan hermeneutik yaitu menginterpretasikan tulisan dan ungkapan dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya.

Analisis dataAnalisis data sudah dimulai saat pengumpulan

data dengan memilah data yang penting atau tidak. Ukuran penting atau tidak mengacu pada kontribusi data untuk menjawab fokus penelitian. Pola analisis data kualitatif yang digunakan dalam menganalisis data yang terkumpul adalah dari catatan di lapangan kemudian dilakukan pengorganisasian data, menjabarkannya dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun dalam pola, memilah kembali hal-hal penting dan yang akan dipelajari, serta menarik kesimpulan.

Hasil dan PembahasanDistribusi peserta FGD dapat dilihat pada

table 1. Peserta dari mahasiswa yang semula direncakanakan 11 orang, hanya hadir 9 orang dikarenakan dua orang yang lainnya berhalangan. Data FGD masyarakat merupakan data sekunder dari tim pengembangan kurikulum yang juga salah satu tujuannya adalah menjaring gambaran dokter muslim. Perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan pada keseluruhan peserta FGD seimbang yaitu masing-masing 17 orang. Depth Interview dilakukan pada tiga narasumber yaitu perintis berdirinya PSPD FKIK UIN, Rektor

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 19: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

UIN dan Dekan FKIK UIN. Kegiatan kunjungan lapangan dilakukan ke lima tempat yaitu FK UISU, FK YARSI, FK UINISMA, FK UMY dan FK UMM. Selain itu dilakukan pula kegiatan workshop untuk mendapatkan masukan mengenai hasil penelitian yang diikuti oleh 11 peserta yang mewakili satf pengajar, pimpinan fakultas dan ketua program studi keperawata dan ilmu kesehatan masyarakat.

Tabel 1. Distribusi peserta FGD

Dari wawancara, FGD dan studi kepustakaan maka dapat ditemukan bahwa persoalan utama dalam proses untuk melahirkan dokter muslim. Terdapat beberapa definisi mengenai dokter muslim maupun penjabaran kompetensinya. Dokter Muslim dapat dilihat dari empat aspek yaitu pertama, identitas sebagai lulusan Program Studi Pendidikan Dokter FKIK dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta maka lulusannya tentulah harus membawa identtas sebagai seorang muslim. Kedua, seorang Dokter Muslim adalah yang melengkapi dirinya selain dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) juga terintegrasi didalamnya dengan nilai-nilai keislaman yang kemudian disebut Standar Kompetensi Dokter Muslim (SKDM) sehingga profesi kedokteran juga terintegrasi didalamnya dengan tugas pengembangan dakwah Islam. Ketiga, Dokter Muslim juga merupakan identitas bagi para dokter lulusan UIN Syarif Hidayatullah yang diprioritaskan sebagai dokter di perdesaan sebagai komunitas terbesar dari umat Islam Indonesia yang belum terjangkau oleh pelayanan dokter umum. Keempat, Dokter Muslim diharapkan untuk dapat menjadikan ilmu kedokteran dengan Islam dalam keadaan saling berinteraksi yaitu ilmu kedokteran memperluas wawasan implementasi nilai-nilai normatif keislaman dan juga memperkaya khazanah ilmu kedokteran dengan merumuskan keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman. Demikianlah

Kategori peserta Jumlah peserta

Laki-laki Perempuan

MahasiswaDosenPimpinanan di lingkungan UIN SHKementerian agamaMasyarakatTotal

91146434

5434117

4712317

kedudukan sebagai Dokter Muslim diharapkan akan ikut memikul sebagian tanggungjawab perkembangan Islam di Indonesia di masa depan. Dalam kaitan inilah Dokter Muslim diharapkan memiliki wawasan, perilaku dan keterampilan yang memadukan profesi kedokteran dengan nilai-nilai Islam.

Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai pendapat yang berbeda tentang profil kompetensi lulusan dokter muslim. Kelompok pertama, berpendapat seorang Dokter Muslim selayaknya memiliki wawasan pengetahuan, penghayatan dan keterampilan. Pengertian keterampilan disini tidak hanya berkenaan dengan disiplin ilmu kedokteran itu sendiri tetaqpi juga dalam hal praktik ‘ubudiyah baik yang wajib maupun sunat. Selain itu juga berkenaan dengan praktik ibadah ini selayaknya Dokter Muslim dapat menghafal seluruh ayat yang terdapat dalam Al Quran yang dilakukan secara bertahap dan untuk pelaksanaannya dapat diatur jadwal tugas penyetoran hafalan kepada seorang doswen yang ditugaskan untuk itu. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa profil seorang Dokter Muslim diharapkan untuk merujuk kepada kepribadian Dokter-Dokter yang dihasilkan pada masa kejayaan Islam khususnya antara abad ketujuh sampai ketiga belas Masehi.

Pendapat kedua mengatakan bahwa inti keberadaan seorang Dokter Muslim adalah terletak pada profesi kedokterannya sedang yang lain sebagai landasan etik dan spiritnya. Oleh karena itu, kewajiban hafalan tersebut hendaklah tidak terlalu berat cukup pada hafalan ayat-ayat pendek agar tidak mengganggu konsentrasi mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan yang demikian besar intensitasnya baik jumlah minggu kuliah pada setiap semester maupun berbagai bentuk penugasan lainnya.

Dari analisis pengumpulan data yang diperoleh tersebut, disusunlah Standar Kompetensi Dokter Muslim (SKDM) yang merupakan standar atau ukuran seorang mahasiswa yang lulus menjadi dokter layak dinyatakan sebagai dokter muslim. SKDM yang telah tersusun ini menjadikan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) sebagai acuan yang kemudian dikembangkan dengan melakukan integrasi nilai-nilai ajaran Islam yang terhimpun dalam akidah, syariat dan akhlak.

Nilai akidah menjadi pedoman bagi seorang dokter muslim dalam mengambil sikap terhadap berbagai kasus yang berkaitan dengan ketentuan bahwa Allah sebagai Zat Yang Maha Kuasa yang

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 20: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

menentukan segala-galanya secara absolut namun dengan sifat Rahman dan RahimNya memberikan peluang bagi manusia berdasarkan kemauan (masyiah) dan potensi kemampuan (istita’ah) untuk berpartisipasi dalam proses pengobatan manusia. Dengan integrasi nilai akidah maka seorang Dokter Muslim mengetahui batas-batas kemampuan yang diberikan Allah kepadanya untuk mengerahkan segala kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya.

Nilai syari’at adalah menjadi dasar bagi seorang Dokter Muslim untuk menetapkan berbagai tindakan medis yang memperoleh legalitas dari ajaran Islam berdasarkan kepada prinsip-prinsip kaedah-kaedah pemikiran hokum fikh yang terhimpun dalam ushul fikh. Keputusan tindakan medis yang diambil seorang Dokter Muslim diharapkan tidak lagi berdasar pada berbagai praduga akan tetapi telah mengetahui landasan teologis maupun hukumnya.

Sedangkan nilai akhlak merupakan kulminasi prestasi dari keberagamaan seorang muslim yaitu terbentuknya penghayatan yang melahirkan kepribadian sebagai seorang muslim yang selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT karena dengan kedekatan itulah seorang muslim akan berpeluang menjadi muslim paripurna (insan kamil). Integrasi ketiga nilai diatas, akidah, syariat dan akhlak, akan lebih mudah diwujudkan manakala para mahasiwa dibekali dengan sejumlah keterampilan baik hafalan terhadap ayat maupun Hadis maupun yang sifatnya praktik ibadah.

Hal itulah yang menjadi dasar dalam mencetak dokter muslim yang tertuang dalam SKDM. SKDM diharapkan dapat menjadi buku rujukan dalam pelaksanaan proses pendidikan di PSPD dalam mencetak dokter muslim. SKDM juga memuat daftar pengetahuan agama, topic kedokteran dalam bahasan agama, ayat/surat Al Quran dan Hadis pilihan, Dzikir dan doa pilihan serta keterampilan Ibadah.

KesimpulanSKDM yang telah disusun tersebut perlu

dijabarkan dalam bentuk kurikulum untuk memudahkan evaluasi pencapaian kompetensi dalam tiap tahun, tiap semester ataupun tiap modul. Selanjutnya untuk mewujudkan SKDM ini diperlukan beberapa perangkat yaitu proses seleksi mahasiswa yang mempertimbangkan latar belakang keislaman, staf pengajar yang paham dokter muslim sehingga dapat menjadi role model, dibentuknya badan pengelola pendidikan dokter

muslim, serta dukungan manajemen dari pihak rektorat dan fakultas.

Daftar Pustaka

Standar Kompetensi Dokter, Konsil Kedokteran Indonesia, 2006

Buku Pedoman Akademik 2011/2012, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Korespondensi : [email protected]

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 21: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Artikel Penelitian

Pengaruh Tingkat Stres Terhadap Pola Menstruasi Pada Mahasiswi Preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013

Syrojuddin Hadi, Taufik Zain, Fika Ekayanti.Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak: Pada kondisi stres, tubuh memberikan respon fisiologis berupa peningkatan kadar kortisol yang dapat menghambat sekresi pulsatil GnRH sehingga dapat mengganggu siklus menstruasi. Desain penelitian ini adalah cross section dengan mengamati tingkat stres dan durasi siklus menstruasi responden dengan menggunakan kuesioner DASS 42 dan kuesioner tentang menstruasi. Dengan menggunakan teknik simple random sampling pada angkatan 2010, 2011, dan 2012 didapatkan 78 responden, dimana 6 responden dinyatakan masuk kriteria eksklusi sehingga total responden sebanyak 72 responden. Penelitian menunjukkan bahwa dari 15 responden yang mengalami stres, 3 responden mengalami oligomenorrhea, 12 responden mengalami menstruasi yang normal. Uji hipotesis somers’d menunjukkan p value = 0,559 r = 0,064 arah korelasi positif (+) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara tingkat stres dan pola menstruasi.

Kata kunci: Tingkat Stres; Stres pada mahasiswi kedokteran; pola menstruasi; ketidakteraturan pola menstruasi;

PendahuluanMenstruasi merupakan peluruhan

endometrium fungsional secara periodik. Siklus menstruasi menandakan bahwa seorang wanita sedang berada dalam masa reproduksi.1 Siklus menstruasi rata-rata adalah 28 hari yang terbagi kedalam dua fase yaitu fase folikular dan fase luteal.2

Siklus menstruasi diatur oleh interaksi yang kompleks antaara hipotalamus, pituitari dan gonad (HPG Axis).3 Hipotalamus mensekresikan gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang kemudian akan menstrimulus pituitari (hipofisis anterior) untuk mensekresikan folicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Peran FSH dan LH dalam siklus menstruasi sangat penting karena kedua hormon ini berperan dalam pematangan folikel ovarium dan steroidogenesis. 1, 2,3,4

FSH dan LH (terutama FSH) menyebabkan akselerasi pertumbuhan dari 6 sampai 12 folikel primer setiap bulannya. Efek inisial (awal) dari pertumbuhan folikel tersebut adalah proliferasi sel granulosa dengan cepat menyebabkan penambahan

jumlah lapisan dari sel tersebut. Selain itu menyebabkan berkembangnya sel techa.1,2

Pada awal siklus menstruasi, resptor FSH terdapat pada sel granulosa sedangkan resptor LH berada di sel teka (techa cell) sel teka berfungsi untuk menghasilkan androstenedion (androgen) dengan kolesterol sebagai prekursornya sedangkan sel granulosa berfungsi untuk menghasilkan estradiol (E2) dari androstenedion yang berasal dari sel teka.4

Pada wanita yang memiliki siklus menstruasi 28 hari, ovulasi terjadi pada hari ke 14. Hal pertama yang diperlukan adalah lonjakan dari LH (LH surge). Sekitar 2 hari sebelum ovulasi, pituitari mensekresi LH 6-10 kali lipat sedangkan FSH 2-3 kali lipat.1

LH surge menyebabkan sekresi progesteron secara cepat. Dalam beberapa jam, ada dua hal yang dibutuhkan dalam proses ovulasi yaitu sekresi enzim proteolitik oleh sel teka dan pembengkakan folikel akibat transudasi plasma kedalam folikel. Kombinasi dari keduanya menyebabkan folikel pecah dan terjadilah ovulasi.1

Gangguan pada jalur HPG axis baik secara

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 22: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

langusng ataupun secara tidak langsung dapat mengakibatkan gangguan pada pola menstruasi. Salah satu faktor yang dapat mengganggu HPG axis adalah stres.5

Ketika seseorang mengalami stres, maka tubuh akan merespon dengan mengaktifkan sistem HPA Axis (Hipotalamus-pituitari-adrenal axis) stres diterima sebagai stimulus oleh amigdala yang merupakan salah satu bagian dari sistem limbik sehingga hipotalamus akan mensekresikan CRH (corticotrophin-releasing hormone).6

CRH akan merangsang pituitari untuk mensekresikan ACTH (Adrenocorticotropin Hormone ) yang akan menstimulus adrenal untuk mensekresi kortisol. ACTH berasal dari suatu polipeptida yaitu POMC (Preopiomelanocortin). Saat pembentukan ACTH dari POMC, maka akan terbetuk pula beta-endorphin yang dapat menekan (mensupresi) aktivitas elektrofisiologis dari generator pulsasi GnRH.6,7

Pada penelitian yang dilakukan oleh Listiandoko, menunjukkan bahwa 67,5 % mahasiswi yang mengalami stres mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur.8 pada penelitian yang dilakukan oleh Yamamoto, menunjukkan bahwa 63% pelajar mahasiswi di Jepang mengalami menstruasi tidak teratur.8

Metode PenelitianDesain penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah uji korelatif dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang) dengan cara melihat tingkat stres (variabel independent) dan siklus menstruasi (variable dependent) dalam sekali pengambilan data menggunakan teknik simple random sampling.

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner DASS 42 (depression anxiety, stress scale 42) yang telah diterjemahkan dan divalidasi oleh Damanik serta menggunakan kuesioner tentang menstruasi.

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) pre-klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar 187 orang sedangkan mahasiswi yang bersedia menjadi responden sebanyak 78 mahasiswi. Dari 78 responden yang bersedia menjadi responden, 6 diantaranya dimasukkan kedalam kriteria eksklusi sehingga total responden yang masuk kedalam kriteria inklusi sebanyak 72 responden. Penelitian ini menggunakan analisis korelatif kategorik (ordinal) menggunakan uji hipotesis somers’d menggunakan software SPSS

16.0

HasilHasil penelitian menunjukkan 15 responden

(20,8%) mengalami tingkat stres yang bervariasi mulai dari stres ringan hingga stres yang sangat berat seperti yang tercantum dalam tabel 1.

Analisis tingkat stres pada masing-masing angkatan menunjukkan bahwa angkatan 2010 memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibanding dengan angkatan 2011 dan angkatan 2012. Persentase tingkat stres pada angkatan 2010 sebesar 24%. angkatan 2011 memiliki persentase yang paling rendah yaitu sebesar 18,5% sedangkan untuk angkatan 2012 memiliki persentase sebesar 20% seperti tercantum dalam grafik 1.

Grafik 1. Tingkat Stres Responden Berdasakarn Angkatan

Hasil analisis pada angkatan 2010 menunjukkan dari 25 responden terdapat 2 responden yang mengalami stres yang sangat berat, 1 responden mengalami stres sedang, dan 3 responden mengalami stres ringan. Hasil analisis pada angkatan 2011 menunjukkan dari 27 responden terdapat 1 responden mengalami stres sedang dan 4 responden mengalami stres ringan. Hasil analisis pada angkatan 2012 menunjukkan dari 20 responden terdapat 1 responden mengalami stres berat, 2 responden mengalami stres sedang dan 1 responden mengalami stres ringan.

Berdasarkan penelitian, 11 responden

Frekuensi Persentase (%)

Sangat BeratBeratSedangRinganNormalTotal

21485772

2.81.45.611.179.2100.0

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 23: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

mengalami siklus menstruasi yang tidak normal yaitu 8 responden mengalami oligomenorrhea dan 3 responden mengalami polimenorrhea sedangkan 61 responden mengalami siklus menstruasi yang normal (eumenorrhea) seperti tersaji pada grafik 2.Grafik 2. Pola Menstruasi Responden

Tabel 2. Tabel Silang Antara Tingkat Stres dan Pola Menstruasi

Tabel 3. Odds Ratio ketidakteraturan pola menstruasi

Hasil uji somers’d pada variabel yang dinilai menunjukkan hasil yang tidak bermakna (hipotesis 0 diterima dan hipotesis alternatif ditolak) karena nilai p 0,559 (p>0,05) dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah (r= 0,064) dan arah korelasi yang positif.

siklus menstruasiTotal

Oligomenorrhea Polimenorrhea Eumenorrhea

Sangat beratBeratSedangRinganNormal

10025

00003

114649

214857

Total 8 3 61 72

Pola Menstruasi Confidence interval (95%)

Tidak teratur Teratur Total Odds ratio Lower Upper

StresTidak Stres

38

1249

1557 1,5 0,352 6,656

Total 11 61 72

Pembahasan Penelitian sebelumnya di Malaysia pada

tahun 2004 menunjukkan prevalensi mahasiswa yang mengalami stres sebanyak 41,9% sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Thailand pada tahun 2003 menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengalami stres sebanyak 61,4% .9,10 Penelitian di Saudi Arabia pada tahun 2011 menunjukkan bahwa siswa perempuan memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.11 Pada penelitian ini, tingkat stres mahasiswa hanya 20,8%.

Stres diketahui sebagai salah satu etiologi dari berbagai penyakit diantaranya adalah gangguan pada pola menstruasi.12 Stres yang dialami seseorang merangsang amigdala yang merupakan bagian dari sistem limbik sehingga hipotalamus akan mensekresikan corticotropin-releasing hormone (CRH) yang akan merangsang hipofisis anterior untuk menghasilkan adrenocorticotropin hormone (ACTH) yang kemudian merangsang adrenal untuk menghasilkan kortisol. Peningkatan kortisol dalam darah berpengaruh pada pulsasi dari GnRH sehingga dapat mengganggu HPG axis. CRH dapat menginhibisi pulsasi GnRH baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan cara meningkatkan sekresi beta-endorphin sehingga dapat menekan (mensupresi) aktivitas elektrofisiologis dari generator pulsasi GnRH.5, 13-19

Pada beberapa penelitian sebelumnya terdapat perbedaan hasil penelitian. Hasil penelitian Listiandoko (2012) yang menggunnakan uji hipotesis chi square menyimpulkan bahwa pada angkatan 2009 dan 2010 mahasiswi Universitas Lampung terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres dan ketidakteraturan pola menstruasi begitu pula menurut penelitian Michiko Nohara (2011) tingkat stres yang tinggi pada wanita pekerja di Jepang menjadi salah satu penyebab terjadinya ketidakteraturan pola menstruasi sedangkan menurut penelitian Sumi Dwi Antono (2012) dengan menggunakan uji spearman rank menyimpulkan bahwa tingkat stres tidak berpengaruh pada pola menstruasi pada mahasiswi kebidanan politeknik Malang. Penelitian ini memperkuat hasil penelitian oleh Agita Hutomo (2011) dengan menggunakan uji hipotesis chi square untuk menguji hubungan antara tingkat stres dengan ketidakteraturan pola menstruasi mahasiswi kedokteran UMY yang juga tidak menunjukkan hasil yang bermakna. 8,15,16,17,20

Perbedaan hasil dari beberapa penelitian

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 24: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

sebelumnya mungkin disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor responden dan peneliti. Faktor dari responden diantaranya usia responden, status gizi, riwayat kelainan reproduksi dan penyakit lain yang berdampak pada kelainan reproduksi, kondisi psikologis responden, pengetahuan dan kesadaran responden akan pentingnya siklus menstruasi pada perempuan. Sedangkan faktor dari peneliti berupa teknik pengambilan data, instrumen penelitian, penentuan kriteria ekslusi dan inklusi dan pengolahan data.

Kondisi psikologis responden berpengaruh pada hasil penelitian karena durasi / onset stres seorang responden saat penelitian berbeda dengan responden lainnya. Pada stres akut, efek supresi GnRH tidak muncul sedangkan pada stres kronik atau berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hypogonadotropic anovulation atau hypothalamic functional amenorrhea pada beberapa mamalia.17,18

Teknik pengambilan data pada penelitian ini berupa simple random sampling sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan sampel jenuh dan stratified random sampling perbedaan cara pengambilan sampel ini juga dapat menimbulkan perbedaan pada hasil penelitian.

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner DASS 42 yang telah diterjemahkan oleh Damanik dan kuesioner menstruasi sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan BDI questionnaire (Beck Depression Inventory), sehingga perbedaan instrumen bisa jadi dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Kesimpulan Tingkat stres pada mahasiswi pre-klinik

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar 20,8% berbeda dengan beberapa literatur sebelumnya yang menunjukkan tingginya tingkat stres pada mahasiswi Fakultas Kedokteran

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat stres tidak memiliki korelasi terhadap pola menstruasi responden pre-klinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hal ini dibuktikan dengan nilai p = 0,559 (p > 0,005).

Daftar Pustaka1. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Textbook of

Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier. 2006

2. Sherwood Lauralee. Human Physiology from Cell to System.7th ed.USA: Brooks/Cole, Cengage Learning.2007

3. Gardner, David G. Shoback, Dolores. Greenspan’s Basic and Clinical Endocrinology. 8th ed. New york: McGraw Hill.2007

4. Melmed, Sholomo. Polonsky Kenneth S. Larsen, Reed P. Kronenberg, Henry M. Williams Textbook of Endocrinology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier.2011

5. Dobson H, Smith RF. What is Stress, and how does it Affect Reproduction. Anim Reprod Sci. 2000 Jul 2;60-61:743-52

6. Sarafino, Edward P, Timothy W. Smith . Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. 7th ed. USA: John Wiley & Sons, Inc.2008

7. David H. Abbott, Shu C. Foong, Deborah K. Barnett, and Daniel A. Dumesic. Non human Primates Contribute Unique Understanding to Anovulatory Infertility in Women. ILAR Journal. Volume 45, Number 2 2004

8. Listiandoko DW, Berawi Khairunnisa. Perbandingan Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Angkatan 2009 dan Angkatan 2010 Universitas Lampung. Medical journal of Lampung Univesity. 2013

9. Sherina MS, Rampal L, Kaneson N. Psychological Stress Among Undergraduate Medical Students. Med JMalaysia 2004;59:207-11

10. Saipanish R. Stress Among Medical Students in Thai Medical School. Med Teach 2003;25:502-6

11. Abdulghani. Hamza M et al. Stress and its Effect on Medical Student: A Cross-sectional Study at a College of Medicine in Saudi Arabia. Journal of Popular Nutrition.2011

12. Berga S L, Louck T L. Stress Induced Anovulation. USA: Elsevier. 2007

13. Breen KM, Karsch FJ. New Insights Regarding Glucocorticoids, Stress and Gonadotropin

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 25: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Suppression. Front Neuroendocrinol. 2006 Jul;27(2):233-45

14. Blazej Meczekalski et al. Hypothalamic Amenorrhea with Normal Body Weight: ACTH, Allopregnanolone and Cortisol Responses to Corticotropin-Releasing Hormone Test. Clinical Review. European Journal of Endocrinology.2000.142280–285

15. Hutomo Muhammad Agita. Hubungan antara Tingkat Depresi Remaja dengan Keteraturan Siklus Menstruasi Mahasiswi Pendidikan Dokter FKIK UMY. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2011

16. Antono Sumy Dwi, Yani Erna Rahma. Hubungan Hubungan Tingkat Stres Dengan Lama Siklus Menstruasi Pada Tingkat Stres dengan Lama Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Tingkat III Program Studi Kebidanan Kediri Program Studi Kebidanan Kediri Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Tunas-Tunas Riset Kesehatan. 2012.2.112-116

17. David H. Abbott, Shu C. Foong, Deborah K. Barnett, and Daniel A. Dumesic. Nonhuman Primates Contribute Unique Understanding to Anovulatory Infertility in Women. ILAR Journal. Volume 45, Number 2 2004

18. Young Elizabeth A, Korszun Ania. The Hypothalamic–Pituitary–Gonadal Axis in Mood Disorders. Endocrinol Metab Clin N Am 31 (2002) 63–78

19. Sarikaya Esma, et al. Functional Hypothalamic Amenorrhea and Pregnancy in a 32-Year-Old Woman: A Case Report and Literature Rewiev. The New Journal of Medicine 2013;30(Suppl 1):36-39

20. Michiko Nohara. Et al. Menstrual Cycle and Menstrual Pain Problems and Related Risk Factors among Japanese Female Workers.

Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Mukhtar
Highlight
Page 26: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Research Article

Comparison between Faculty and Patient Assessments Using RIME and PSQ for Evaluation of General Medicine Residents

Marita Fadhilah1 and Yasutomo Oda2

1Faculty of Medicine and Health Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta, Indonesia2Education and Research Center for Comprehensive Community Medicine, Saga Medical School, Saga, Japan

Abstract : Beginning 2004, Japan has started to mandatory postgraduate clinical training. Otherwise there is no good evaluation system establish yet. To develop comprehensive evaluation, we administered evaluation based on actual residents’ performance in clinical encounter using RIME (Reporter-Interpreter-Manager-Educator) and PSQ (Patient Satisfaction Questionnaire, developed by American Board of Internal Medicine). The purpose of this study was to implement performance based evaluation and to compare evaluation of General Medicine residents by faculty and patients. Cross sectional study was conducted in General Medicine Clinic of Saga University Hospital, during October 2006 and March 2007. Patients were given ten-item PSQ to evaluate residents’ communication skills after resident-patient encounter, faculty evaluated residents’ clinical performance using RIME during the encounter. We used three way mixed-model ANOVA and Spearman correlation coefficient for statistical analysis. Six residents were evaluated by 163 patients using PSQ and 6 faculty staffs completed RIME. Cronbach’s α of PSQ was 0.96. PSQ and RIME showed significant difference among residents (three way mixed-model ANOVA, p=0.024 and p=0.004, respectively). Spearman correlation coefficient showed correlation between PSQ and RIME (ρ=0.206, p=0.014). Having good correlation between faculty and patient assessment, RIME and PSQ appear reliable to help comprehensive evaluation system establish.

Keywords: faculty assessment, patient assessment, RIME, PSQ, residents’ evaluation

BackgroundIn recent years, Japan has instituted a number

of meaningful reforms in medical education system to improve Japanese medical care. Indeed, in the last years media highlights on medical malpractices, has required Japanese government took those problems seriously.1 The 2004 reforms devoted particularly in post graduate medical education (PGME) in which 2 major changes has implemented. First, the Japanese Residency Match Program (JRMP) was established. Second, the Ministry of Health, Labor and Welfare (MHLW) started to implement a 2-year-long postgraduate clinical training mandatory to practice clinical medicine.1, 2

Concerning PGME reforms, it will require sustaining both curricula and evaluation system for developing meaningful improvements. Unlike USA and UK, accountability and objective assessment of medical school and PGME curricula are

sufficient in Japan1, indeed lacking of evaluation system. In the last years, many assessment tools have been developed entire Japan, however there is no good evaluation system that assess clinical performance of residents established yet. As well as we realize that evaluation system in clinical setting is very difficult to measure. Pangaro listed at least 6 problems in clinical evaluation. It is often a lack of meaningful feedback by evaluators. Likewise there is insufficient definition of the evaluation criteria, what are the teachers should be looking for, rarely state so clear. We can not get run from inter-observer variability which two different attending physicians watching resident may reach different conclusions. There are very sparsely professionalism issues that are addressed in evaluations of residents or students. Finally, we always face late submission of evaluations and certainly a delay in feedback to residents or students.3 Thus residents urgently ask for

Page 27: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

feedback, but usually they receive just a little or none.4

For many years, we have been struggling with those problems and there has not been a lot done in the area what we concern about clinical evaluation, areas that multiple-choice questions are not able to assess.5 To develop comprehensive evaluation which measures not only knowledge and clinical skills but also non cognitive elements such as communication skills and actual residents’ performance within clinical encounter, surely assure providing positive feedback, we administered evaluation what might call work-place based assessment using RIME (Reporter-Interpreter-Manager-Educator) system and PSQ (Patient Satisfaction Questionnaire).

ObjectivesThe purpose of this study was to implement

performance based evaluation (work place based evaluation) for residents’ evaluation and to compare evaluation of general medicine residents by faculty and patients.

MethodsCross sectional study was conducted in

General Medicine Clinic of Saga University Hospital (GMCSUH), during October 2006 and March 2007. For the evaluation we used PSQ scores from 163 new comer patients, who had been interviewed, examined and treated by 6 residents (5 males and 1 female), and also RIME scores which completed by 6 faculty staffs as preceptors. We excluded patients who has cognitive impairment or physically difficult to fill in the PSQ. During resident-patient encounter, faculty evaluated residents’ clinical performance using RIME. Just after residents’ clinical examination, patients were given and asked to fill in ten-item PSQ to evaluate residents’ communication skills.

We used PSQ developed by ABIM (American Board of Internal Medicine) as a validated instrument which able to assess humanistic aspect of physicians by actual patients.6 Three investigators independently translated ABIM-PSQ into Japanese. The content of back translation into English were authorized by the ABIM, and permitted to use as a Japanese version. As shown in table 1, PSQ that we used includes ten items with five-point Likert scale (poor, fair, good, very good and excellent).7

Table 1 Patient Satisfaction Questionnaire1. Telling you everything; being truthful, upfront

and frank; not keeping things from you that you should know.

2. Greeting you warmly; calling you by the name you prefer; being friendly, never crabby or rude.

3. Treating you like you’re on the same level; never “talking down” to you or treating you like a child.

4. Letting you tell your story; listening carefully; asking thoughtful questions; not interrupting you while you’re talking.

5. Showing interest in you as a person; not acting bored or ignoring what you have to say.

6. Warning you during the physical exam about what he/she is going to do and why; telling you what he/she finds.

7. Discussing options with you; asking your opinion; offering choices and letting you help decide what to do; asking what you think before telling you what to do.

8. Encouraging you to ask questions; answering them clearly; never avoiding your questions or lecturing you.

9. Explaining what you need to know about your problems, how and why they occurred, and what to expect next.

10. Using words you can understand when explaining your problems and treatment; explaining any technical medical terms in plain language.

For preceptors, RIME (developed by Dr.Louis Pangaro) was used to assess residents’ clinical performance. In the Department of Medicine, at the Uniformed Services University of the Health Sciences (USUHS), RIME framework (see Table 2) was used to describe a learner’s stage of competency. It had achieved credible evaluation tool which is reliable, valid, and feasible and provided for both formative and summative grading.8 Moreover it provided constructive feedback and well accepted within learners, evaluators and program directors.9Table 2 RIME Framework

Reporter

Interpreter

Manager

Educator

Consistently good in interpersonal skills; reliably obtains and communicates clinical findings

Able to prioritize and analyze patient problems

Consistently proposes reasonable options incorporating patients preference

Consistent level of knowledge of current medical evidence; can critically apply knowledge to specific patients

Page 28: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

GMCSUH used grade 1 until 4 which was assigned to each resident for each encounter. Grade 1 was assigned when resident just performed good reporter. Grade 2 was assigned for resident who able performed as a good reporter and starting on a good interpreter. Grade 3 was assigned when resident was a good reporter and interpreter and started to have good at manager level. And grade 4 was assigned for resident who able performed not only an excellent reporter, interpreter and manager, but also as a good educator. To perceive internal consistency of PSQ, we used alpha coefficient (Cronbach’s α). For obtaining credible difference among residents, we used three way mixed-model ANOVA both for PSQ score (within subject variable: ten items) and RIME score (within subject variable: four grades). And we used Spearman correlation coefficient to acquire correlation between PSQ and RIME score among residents in General Medicine Department.

Results

Table 3 Characteristics of faculty, residents and patients

Table 3 shows characteristics of faculty, residents and patients. Six residents were evaluated by 163 patients by using PSQ and 6 faculty staffs completed RIME evaluation.

Table 4 and Table 5 show all the results of PSQ scores. Table 4 shows average of patient satisfaction rating item scores. If we see in more detail, question no.1, 2, 3, 4, 5, and 10 (which related with communication skills of residents) had higher average score than question no. 6, 7, 8, and 9 (which more related with clinical competency of residents).

Faculty Male (%) Female (%)Resident Male (%) Female (%)Patient Male (%) Female (%) Age (range) Employed (%) Non employed (%)PSQ rating For male resident (%) For female resident (%)

6 (100)0 (0)

5 (83.3)1 (16.7)

66 (40.5)97 (59.5)

53 (16-89)87 (53.4)75 (46)

134 (82.2)29 (17.8)

Table 4 Average (SD) of patient satisfaction rating item scores

Table 5 Average (SD) of PSQ score of each resident

On Table 5 we also checked average of PSQ score for each resident, resident B and resident D gained the highest and the lowest of average PSQ score (3.08+/-0.68 and 3.78+/-0.91). The top of four residents were resident B, E, C, and F (3.78+/-0.91, 3.72+/-0.80, 3.48+/-0.76, and 3.45+/-0.67, respectively). The internal consistency coefficient (Cronbach’s α) of PSQ was 0.96. It means that within the PSQ questions were inter correlated. With ANOVA (Analysis of Variance), PSQ indicated significant difference among residents (p=0.024).

Figure 1 Frequency of total RIME level

Questions Items Score (SD)

No.1No.2No.3No.4No.5No.6No.7No.8No.9No.10

Telling truthfulGreeting and friendlinessRespect for patientsCareful listenerShowing interest personallyTelling what patients should doDiscussing optionsEncouraging and answering questionsExplanation of the problemsClear explanations

3.43 (0.81)3.58 (0.77)3.60 (0.72)3.56 (0.73)3.58 (0.77)3.46 (0.83)3.50 (0.78)3.52 (0.78)3.21 (0.98)3.63 (0.79)

Average 3.50 (0.82)

Average of PSQ Score (SD)

Resident A (n=28)Resident B (n=29)Resident C (n=29)Resident D (n=23)Resident E (n=21)Resident F (n=33)

3.45 (0.87)3.78 (0.91)3.48 (0.76)3.08 (0.68)3.72 (0.80)3.45 (0.67)

Page 29: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Figure 1 and Table 7 show all the results of RIME score. Figure 1 demonstrates frequency of total RIME level. Most of residents were evaluated in Interpreter level by preceptors (57%). And there was no resident who could earn an Educator level in this evaluation.

Table 7 Average (SD) of PSQ and RIME score for each resident

Table 7 demonstrates average of both PSQ and RIME score for each resident. From that table we derived easily that resident F and B reached top of rank for RIME score, resident F and B had high average of RIME score (2.18+/-0.73 and 2.03+/-0.63). From RIME score results, we acquired that RIME have showed significant difference among residents (p=0.004), tested with ANOVA. For total resident B and D earned highest and lowest score for both PSQ and RIME score. For acquiring correlation between faculty (RIME) and patient (PSQ) assessments, we used Spearman correlation coefficient. We divided ten item PSQ into two groups based on related skills, first group is questions related with communication skills of residents (question no.1, 2, 3, 4, 5 and 10), and second group contains questions which expressed clinical competency of residents (question no.6, 7, 8, and 9). Both of first and second group showed positive and significant correlation with RIME (ρ=0.172, p=0.030 and ρ=0.181, p=0.031respectively). For correlation between total PSQ and RIME, it also showed positive and significant correlation with moderate value of Spearman’s correlation coefficient (ρ=0.206, p=0.014).

DiscussionAs shown on Table 4 before that we could

divide PSQ into two groups, questions which related with communication skills of residents (question no.1, 2, 3, 4, 5, and 10) and questions that more expressed clinical competency

PSQ RIME

Resident A (n=28)Resident B (n=29)Resident C (n=29)Resident D (n=23)Resident E (n=21)Resident F (n=33)

3.45 (0.87)3.78 (0.91)3.48 (0.76)3.08 (0.68)3.72 (0.80)3.45 (0.67)

1.71 (0.71)2.03 (0.63)1.76 (0.44)1.61 (0.50)1.76 (0.63)2.18 (0.73)

Average 3.50 (0.82) 1.87 (0.64)

of residents (questions no.6, 7, 8, and 9). Communication skills questions group had higher average score than clinical competency questions group. Communication skills group refers to process skills (how we communicate) and clinical competency group refers to content group (what we communicate).10 In previous study, process skills were more difficult to achieve than content skills among medical students. It required both mastery of clinical competency (content skills) and communication skills (process skills) in the same time. It was complex skills for medical students.11 But in this study, residents achieved process skills better than content skills, it seems their experiences with many patients affected on their way to communicate to patients.

Despite the average score of clinical competency group lower than communication skills group, but Spearman correlation coefficient between clinical competency group and RIME more higher than between communication skills group and RIME. It might cause by both of second group questions and RIME assessed clinical competency of resident, in spite of derived from different evaluators (patients and faculty). Consequently correlation between RIME (faculty) and whole PSQ (patients) assessment though had positive correlation, but just gained moderate correlation. It was natural fact, because basically faculty and patients have different view of point and sometimes didn’t correlate each other.12 Furthermore PSQ (which assessed by patient) appears be able to improve outpatient clinical assessment, because it could assess both of clinical competency and communication skills of residents since patients are expert of their actual life.11

On Figure 1, preceptors evaluated residents’ clinical competency into three levels only (Reporter, Interpreter, and Manager), while most of residents were evaluated in Interpreter level, there was no resident was evaluated in Educator level. This fact showed that in this study RIME assessment had limitation, though it is practical, useful assessment and feedback tool that acceptable to learners and teachers, it appeared too global to address clinical competency of residents13. We need assessment tool which more specifically cover clinical competency of residents. To provide meaningful assessment tool as work based assessment instrument, for further study we suggest other tools such as mini-CEX.14 Other assessment that can cover the weakness of RIME assessment is case presentation assessment. With case presentation, residents have to collect

Page 30: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

all the information from patients and process the reflection skills.15

From Table 7 there were some interesting facts that we can derive due to some residents’ PSQ and RIME score (resident B, F, and D). Resident F earned highest RIME score but PSQ score below than average. On the other hand resident B got highest PSQ score but RIME score even higher than average, not so high compared with resident F score. These phenomena could explain why in this study though had positive and significant correlation but correlation value was not so strong, it might cause by principally there were different view of point between faculty (RIME) and patients (PSQ) assessment. For resident D, both of PSQ and RIME score had lowest score. Thus we suggest resident F to improve communication skills as well as clinical competency.

ConclusionPSQ had proven as a reliable assessment

for work based assessment tool, not only covered communication skills area of residents, but also covered clinical competency of residents. Moreover PSQ showed moderate correlation with RIME assessment. We realize that RIME had limitation in this study, just three levels expressed clinical competency of residents and it was not specifically enough. For more comprehensive evaluation system, we need more specific instrument that covering clinical competency of residents specifically. Thus having good correlation between faculty (RIME) and patient (PSQ) assessments, it appears that both are reliable tools to help establish a comprehensive evaluation system for the performance of residents. Here to fore we are keeping trying to develop PSQ as a 360 degree instrument combining with other clinical skills based assessment tools such as mini-CEX and case presentation assessment.

References:

1. Teo A: The current state of medical education in Japan: a system under reform. Med Educ 2007;41:302-308

2. Teo A.R: Misperceptions of medical education in Japan: How reform is changing the landscape. Keio J Med 2007;56(2):61-63

3. Crozer-Chester Medical Center. Pennsylvania: The “RIME” Method of Resident and Student Evaluation; c2007-2010 [cited 2013 May 1].

Available from: http://www.crozercme.org/courses/cme06-13a/cme06-13a.pdf

4. Norcini J, Burch V: Workplace-based assessment as an educational tool: AMEE Guide No. 31. Med Teach 2007;29(9):855-71

5. Onishi H, Yoshida I: Rapid change in Japanese medical education. Medical Teacher 2004;26(5):403-408

6. PSQ Project Co-Investigators. Final Report on the Patient Satisfaction Questionnaire Project. Philadelphia, PA: American Board of Internal Medicine, 1989

7. Oda Y, Onishi H, Yamashiro S, Koizumi s: The Assessment of Undergraduate Curriculum of Communication Skills Evaluated by Performance Measurement Using Actual Outpatient Satisfaction. Gen Med 2003;1:1-6

8. Pangaro, L: A New Vocabulary and Other Innovations for Improving Descriptive In- training Evaluations. Acad. Med. 1999;74:1203-1207

9. Ogburn T, Espey E: The R-I-M-E method for evaluation of medical students on an obstetrics and gynecology clerkship. Am J Obstet Gynecol September 2003;189(3):666-669

10. Kurtz S, Silverman J, Benson J, Draper J: Marrying Content and Process in Clinical Method Teaching: Enhancing the Calgary-Cambridge Guides. Acad Med 2003;78:802-809

11. Fadhilah M et al: Patient Satisfaction Questionnaire for Medical Students’ Performance in a Hospital Outpatient Clinic: A Cross Sectional Study. Tohoku J Exp Med 2011;225:249-254

12. Joshi R, Ling FW, Jaeger J: Assessment of a 360-Degree Instrument to Evaluate Residents’ Competency in Interpersonal and Communication Skills. Acad Med 2004;79:458-463

13. Sepdham D, Julka M, Hofmann L, Dobbie A: Using RIME Model for Learner Assessment and Feedback. Fam Med 2007;34(3):161-3

Page 31: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

14. Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME), American Board of Medical Specialties. Toolbox of assessment methods, version 1.1. http://www.acgme.org/Outcome/assess/Toolbox.pdf.

15. Onishi H: The Role of Case Presentation for Teaching and Learning Activities. Kaohsiung J Med Sci 2008;24:356-60

Page 32: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Artikel Penelitian

VAKSIN NIKOTIN

Nofiarni Yusril1 dan Mukhtar Ikhsan2

1Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI12Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak: Rokok merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan di dunia.Pada tahun 2020 kematian akibat penggunaan tembakau tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 7,5 juta pertahun yaitu mencakup 10% penyebab semua kematian di dunia. Indonesia menduduki peringkat ketiga dari 10 negara dengan tingkat perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Nikotin merupakan komponen utama dari tembakau.Modalitas terapi untuk program berhenti merokok terbagi atas terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.Vaksin nikotin merupakan terobosan baru dalam terapi farmakologi untuk berhenti merokok.Vaksin nikotin ini bekerja dengan membuat ikatan nikotin dengan protein pembawa. Saat ini vaksin nikotin sudah sampai pada uji klinis tahap III.Efek samping pemberian vaksin nikotin yang dilaporkan selama uji klinis masih dapat ditoleransi.Terapi kombinasi antara terapi farmakologi dan terapi non farmakologi meningkatkan angka keberhasilan berhenti merokok.

Kata kunci : berhenti merokok, nikotin, vaksin nikotin

Pendahuluan

Rokok merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan di dunia.Saat ini merokok merupakan kebiasaan yang sering didapatkan di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakanbahwasaat ini terdapat sekitar 1 milyar perokok di dunia dan perokok aktif tersebut mengkonsumsi sekitar 6 triliun rokok setiap tahunnya.

Data WHO tahun 2013tentang fakta mengenai rokok menyatakan bahwa rokok menyebabkan kematian lebih dari 6 juta orang setiap tahun di seluruh dunia dan >600.000 bukan perokok meninggal akibat pajanan asap rokok lingkungan dan hampir 1 orang meninggal setiap 6 detik akibat rokok. Angka kematian akibat rokok diperkirakan akan meningkat hingga 8 juta orang tiap tahunnya pada tahun 2030.1 Data dari Departemen Kesehatan Indonesia menyatakan sebanyak 10% atau sekitar 200.000 jiwa dari total kematian di Indonesia disebabkan oleh rokok.2

Indonesia menduduki peringkat ketiga dari 10 negara dengan tingkat perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Data Global Adult Tobacco

Survey (GATS)2011 menunjukkan bahwa 59,8 juta penduduk Indonesia >15 tahun adalah perokok atau sekitar 34,8% dan 67% laki-laki dewasa di Indonesia adalah perokok dan 2,7% perempuan dewasa Indonesia adalahperokok.2World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa asap rokok membahayakan si perokok dan juga membahayakan orang-orang di sekitarnya sebagai second hand smoker karena asap rokok yang dihasilkannya dan tidak ada batas ambang aman bagi bukan perokok yang terpajan asap rokok lingkungan.3

Terapi untuk program berhenti merokok terbagi atas terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.Terapi non farmakologi adalah terapi tanpa menggunakan obat. Beberapa terapi non farmakologi yang digunakan pada program berhenti merokok adalah :self help, brief advice, program konseling individu atau kelompok, terapi perilaku dan terapi pelengkap lainnya. Terapi farmakologi adalah terapi dengan menggunakan obat untuk berhenti merokok. Terapi kombinasi baik dengan non farmakologis dan farmakologis dapat dilakukan karena telah terbukti bermakna memberikan tingkat keberhasilan lebih baik

Page 33: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

dibanding terapi tunggal..3Terapi farmakologis saat ini tersedia dalam

berhenti merokok mencakup NRT (Nicotine Replacement Therapy) seperti nikotin gum, patch dan nasal spray, bupropion, dan varenicline. Meskipun pengobatan obat ini memiliki efek klinis yang signifikan, sebaliknya angka tetap berhenti merokok sangat rendah yaitu hanya 15-30. Menunjukkan bahwa pasien berhenti merokok yang diberikan pengobatan farmakologis sekitar70-85 % dari perokok kambuh dalam waktu 1 tahun. Sehingga menyebabkan akan kebutuhan medis yang cukup untuk terapi farmakologi yang lebih efisien. Salah satu pendekatan baru dalam hal ini adalah penggunaan vaksinasi nikotin untuk berhenti merokok.4

NikotinAsap rokok yang dibakar dapat

mengeluarkan sekitar 4000 senyawa kimia, 50 senyawa diantaranya dikenal sebagai karsinogen dan sekitar 400 senyawa lainnya termasuk golongan racun seperti nikotin, tar, karbon monoksida (CO), formaldehid, amonia, hidrogen sianida dan dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT).5 Gangguan kesehatan yang terjadi karena rokok banyak dihubungkan dengan efek pembakaran tembakau dan senyawa berbahaya lainnya dalam rokok yang berbahaya bagi perokok dan lingkungan sekitarnya.

Gambar 1. Senyawa-senyawa kimia dalam rokokDikutip dari (6)

Nikotin merupakan alkaloid alam (1 metil-2{3-piridil}pirolidin)yang bersifat basa (pH>7)yang berbentuk cair, tidak berwarna dan merupakan suatu basa lemah yang mudah menguap serta dapat melewati sawar darah otak. Nikotin pertama kali diisolasi dari tanaman tembakau Nicotana tabacumoleh Posselt dan Reiman pada tahun 1828. Kadar nikotin dalam tembakau hanya berkisar antara 1-2% dan berhubungan dengan karsinogenesis, arteriosklerosis, adhesi trombosit, vasokonstriksi, penyakit jantung koroner dan bersifat toksik yang sangat menimbulkan ketergantungan psikis.Nikotin merupakan senyawa yang menjadi komponen utama dalam asap rokok yang menyebabkan ketergantungan dari konsumsi rokok. Sekitar >75% nikotin dari rokok yang dibakar merupakan asap sampingan yang memberikan kontribusi terhadap asap rokok lingkungan.7,8

Nikotin merupakan bahan paling potensial yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Nikotin 10 kali lebih poten dibandingkan kokain, heroin, dan d- amfetamin. Nikotin pada asap rokok dapat mencapai otak manusia dalam waktu 6 detik setelah seorang perokok sekali menghisap sebatang rokok. Konsentrasi nikotin akan meningkat 10 kali lipat setiap hisapan dalam sirkulasi arteri sistemik. Nikotin berdifusi cepat ke dalam jaringan otak dan terikat dengan reseptor asetilkolin nikotinik (nAChRs) sehingga memicu pelepasan dopamin yang akan memberi efek rasa nyaman. Kadar nikotin akan turun dalam 2 jam, hal ini menyebabkan kadar dopamin juga akan menurun sehingga akan terjadi gejala putus nikotin dan perokok akan ingin mengulangi rasa nyaman tersebut dengan merokok kembali seperti terlihat pada gambar 2.9,10

Gambar 2. Siklus adiksi nikotinDikutip dari (11)

Page 34: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Gejala Putus Nikotin

Pada seorang berhenti merokok,jumlah nikotin yang mencapai reseptor di otak akan menurun dan menyebabkan penurunan pelepasan dopamin dan neurotransmiter lainnya sehingga terjadi gejala putus nikotin (nicotine withdrawal) seperti terlihat pada table 1.9 Gejala putus nikotin biasanya terjadi pada penghentian pemberian nikotin yang akan timbul pada 4-6 jam setelah lepas nikotin pada seorang perokok regular.12,13 Gejalanya akan mencapai puncak dalam waktu beberapa hari pertama dan bisa berlangsung 2-4 minggu selama berhenti merokok. Pada kondisi seperti ini, seorang perokok sering kali tidak sadar akan berusaha mempertahankan kadar nikotin serum minimal untuk mencegah gejala putus nikotin yang terjadi dan untuk mempertahankan efek nyaman dari nikotin dengan cara merokok kembali.10,13

Tabel 1. Gejala putus nikotin

Vaksin Nikotin

Kadar nikotin darah meningkat cepat selama hisapan rokok, oleh sebab itu absorbsi nikotin dari tembakau dapat dengan cepat mencapai berbagai bagian tubuh termasuk otak.Efek nikotin yang dapat menimbulkan kecanduan adalah efeknya yang terjadi pada reseptor kolinergik nikotinik di otak. Nikotin diserap dari asap rokok masuk ke dalam sirkulasi paru, lalu melalui arteri karotis interna kemudian mencapai otak. Di dalam otak, nikotin akan bekerja pada reseptor kolinergik nikotinik dalam waktu 10-15 detik setelah menghisap rokok.14,15Ikatan antara nikotin dengan reseptornya akan menyebabkan pelepasan dopamin, yang akan memberikan rasa nyaman dan meningkatkan kemampuan kognitif seperti terlihat pada gambar 3.

• Ansietas• Iritabilitas, frustasi atau mudah marah• Depresi• Kesulitan berkonsentrasi• Nafsu makan meningkat, berat badan meningkat• Insomnia• Ketagihan untuk merokok kembali• Sering terbangun pada malam hari• Sakit kepala• Konstipasi

Gambar 3. Mekanisme nikotin menginduksi pelepasan dopaminDikutip dari (14)

Nikotin juga menyebabkan pelepasan neurotransmitter lainnya seperti norepinefrin, β endorfin, asetilkolin, dan serotonin yang dapat menimbulkan efek euforia, meningkatkan konsentrasi, serta menurunkan ketegangan dan kecemasan.16 Penggunaan nikotin secara akut maupun kronik dapat menimbulkan toleransi.Toleransi akut terjadi akibat desensitisasi reseptor. Ketika nikotin berikatan dengan reseptor nikotinik, akan terjadi perubahan alosterik dan reseptor menjadi tidak sensitif terhadap nikotin untuk beberapa saat. Pada penggunaan kronik akan meningkatkan jumlah reseptor nikotinik sampai 50% yang kemungkinan diakibatkan dari desensitisasi reseptor. Pada keadaan tersebut jika nikotin tidak tersedia maka pelepasan dopamin akan menurun di bawah kadar normal, sehingga akan menimbulkan efek putus zat.14-16Respons individu terhadap nikotin bervariasi berdasarkan faktor genetik dan faktor lingkungan. Terdapat suatu penelitian yang menunjukkan bahwa semakin muda seseorang mulai merokok maka semakin sangat mudah untuk ketergantungan.17

Terapi farmakologi untuk membantu individu yang ingin berhenti merokok pertama kali diperkenalkan di masyarakat dengan nikoin gumpada tahun 1984.18 Terapi farmakologi lainnya nikotin patch, nikotinlozenges, nikotin nasal spray, inhaler nikotin, bupropion, dan varenicline yang dipublikasikan oleh U.S. Department of Health and Human Services sebagai pedoman terapi untuk berhenti merokok.19 Varenicline adalah agonis parsial reseptor nikotin merupakan obat yang terakhir disetujui oleh Food and Drugs Administration (FDA). Walaupun obat ini memiliki

Page 35: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

angka keberhasilan yang tinggi dalam membantu berhenti merokok, tetapi angka berhenti merokok per tahun rendah (<10% abstinens pada 1 tahun).Hal ini membuat diperlukannya penelitian lebih lanjut.20 Saat ini terdapat terobosan baru terapi untuk berhenti merokok yaitu dengan pemberian vaksin.Vaksin terhadap nikotin saat ini dalam evaluasi klinis tingkat lanjut, tetapi belum sampai pada tahap pemasaran.

Mekanisme kerjaNikotin diserap dari asap rokok masuk ke

dalam sirkulasi paru, lalu melalui arteri karotis interna kemudian mencapai otak. Di dalam otak, nikotin akan bekerja pada reseptor kolinergik nikotinik dalam waktu 10-15 detik setelah menghisap rokok.14,15Pada dasarnya nikotin memiliki molekul yang kecil, oleh sebab itu sulit untuk dikenali sistem daya tahan tubuh. Setelah nikotin berikatan dengan protein pembawa menyebabkan menjadi terbentuk sebuah molekul yang besar sehingga dapat dikenali tubuh.Terdapat beberapa macam protein pembawa untuk berikatan dengan molekul nikotin antara lain 3’-AmNicrEPA.Protein pembawa ini menggunakan sumber dari toksin Pseudomonas aeruginosa.Vaksin ini dibuat dari eksoprotein A Pseudomonas aeruginosa.yang telah dilemahkan (non toxic).Pemberian vaksin dalam aliran darah menghasilkan antibodi spesifik nikotin yang mampu mengikat nikotin yang berasal dari eksogen seperti rokok, terapi pengganti nikotin, dll.Ikatan antara antibodi spesifik nikotin dengan nikotin sebagai antigen menyebabkan nikotin tidak mampu melewati sawar darah otak sehingga membatasi jumlah absorbsi nikotin ke otak. Vaksin 3’- AmNicrEPA memiliki 2,7% reaktivitas silang dengan kotinin yang merupakan metabolit utama nikotin.

Pada orang yang telah divaksinasi, nikotin yang masuk akan berikatan dengan antibodi spesifik nikotin dalam aliran darah sehingga membatasi distribusi nikotin ke otak. Penurunan distribusi nikotin ke otak menyebabkan berkurangnya potensi nikotin.21 Mekanisme kerja vaksin ini dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme kerja vaksin nikotinDikutip dari (22)

Data yang diperoleh dari studi manusia tentang farmakokinetik vaksin ini sangatterbatas.Padaujifase II dilakukanuji imunogenisitas dan keselamatan denganpemberianvaksin 3’- AmNicrEPA ke subyek saat baseline, bulan 1, bulan 2, bulan 6. Setelah injeksi pertama, antibodi nikotin ditemukan dalam tubuh subyek dalam 14 hari pemberian. Konsentrasi puncak antibodi spesifik nikotin dicapai 2 minggu setelah pemberian vaksin dengan dosis 200μg yang ke tigayangberkorelasi dengan rata-rata konsentrasi antibodi spesifik nikotin lebih besar dari 30 ug/ml.23

Afinitas 3’-AmNicrEPA terhadap nikotin dalam serum sangat tinggi.Studi terhadap hewan coba menunjukkan mean + SD ikatan nikotin dalam serum pada hewan yang menerima vaksin 94 + 11% dibanding dengan kelompok kontrol 11 + 8%. Sedangkan kadar nikotin yang tidak berikatan dalam serum yang mendapatkan vaksin 5.1 ±3.2 ng/ml vs 17.7 ±3.8 ng/ml (p<0.001).Pada hewan coba yang mendapat vaksin juga menunjukkan pemanjangan waktu paruh eliminasi nikotin 3-6x.17 Vaksin nikotin mampu mengurangi distribusi nikotin ke otak sampai dengan 65%. 21,24

Respons terhadap vaksin 3’-AmNic-Repa dimaksimalkan pada pasien yang mampu mencapai konsentrasi antibodi-nikotin spesifik yang tinggi.Standar acuan untuk mengklasifikasikan tingkat antibodi nikotin sebagai tinggi atau rendah telah dikembangkan berdasarkan data dari uji klinis.Konsentrasi antibodi >25 μg/ml telah /ditetapkan sebagai target optimal untuk mempeolehefektivitas vaksin.Data dari uji coba terbaru menunjukkan bahwa pada pasien yang menerima setiap kali suntik dosis 400μg sebanyak 5x di waktu

Page 36: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

yang berbeda, terjadi penurunan konsentrasi antibody di bawah ambang batas 25-μg/ml pada minggu 40 dan terjadi sekitar 15 minggu setelah injeksi kelima. Meskipun ditemukan penurunan kadar terapeutik antibodi pada bulan 6 dan 12,angka CAR(Continuousabstinencerate)memperlihatkanhasilyang hampir sama (17,6% dan 15,7%).25

Uji klinisSaatini terdapat uji klinis fase III

penggunaanvaksin 3’-AmNicrEPA yangsedang berjalandenganmetodedouble blind placebo controlledyangmelibatkan 1000 sampel yang berusia 18-65 tahun. Target utama penelitian ini perokok akan berhenti merokok pada bulan 12 yang dilaporkan oleh pasien dan pengukuran kadar karbonmonoksida (CO). Subjekdiberikan injeksi vaksin 3’ AmNicrEPA 400μg atau plasebo setiap bulan selama 6 bulandandijadwalkan tanggal berhenti merokok pada minggu 14. Setelah pemberianvaksin bulan terakhir, pasien tetap dimonitor sampai 6 bulan berikutnya.26,27

Dosis dan pemberian Saat inivaksin belum sampai pada uji

klinis tahap IV yaitu marketingsurveilance.Berdasarkan hasil uji klinis yang sudah dilakukan sampai tahap IIIkemungkinan pemberian vaksinyang direkomendasikan yaitu pemberian secara injeksi intramuskular deltoiddosis 400μgdandilakukansetiapbulan selama 6bulan.Pemberianvaksin dosis 400μg diharapkan abstinencemerokok dapat dicapai pada minggu 14 setelah injeksi pertama.28

KeamananEfek samping yang dilaporkan saat uji

klinis yang dibagimenjadiefek lokal dan sistemik.Efek samping lokal yang dilaporkan antara lain nyeri tekan (67%), nyeri, bengkak (60%), dan indurasi (38%). Efek samping sistemik yang dilaporkan yaitunyeri otot (38%), nyeri kepala (25%)dan ketidaknyamanan umum (25%).Tidak ada perbedaan signifikan efek samping lokal dan sistemik padakelompok plasebo dan kelompok perlakuan yang mendapat vaksin.Berdasarkandata keamanan yang dilaporkan, terdapat satu pelaporan kejadian reaksi anafilaksis terkait subyek dengan riwayat alergi.23

Efikasi klinisStudiefikasipreklinispadahewan coba

(tikus) yangditeliti menunjukkanbahwavaksin menyebabkan penurunan penetrasi nikotin ke otak.Vaksin juga menghambat pelepasan dopamin yangberlebihandinucleus accumbens.Saatiniterdapat 3 vaksin yang telah dikembangkan

dan dievaluasi pada uji klinis tahap I dan II,dua diantaranya menggunakan toksin B kolera. Vaksin CYT002-NicQb menghasilkan Continuous Abstinence Rates (CAR) 12 bulan sebanyak21% hingga42% tergantung pada tingkat responsnya (vs 21% dengan plasebo, P= 0,044). Vaksin TA-Nic menunjukkan CAR 12 bulan 19-38% dengan dosis 250μg dan 1000μg (vs 8%).Vaksin yang ketiga menggunakan eksotoksin A Pseudomonas aeruginosa dengan dosis 200μg memberikanhasil quit rate38%.Subyek mendapatkan suntikan beberapa kali selama 4 sampai 6 minggu sebelum mendapatkan titer antibodi yang cukup.Pencapaian kadar antibodi yang tinggi sangat penting untuk keberhasilan penggunaan vaksin ini. Pada studi ini juga untuk mengevaluasi hubungan antara hasil berhenti merokok dan imunogenisitas pada perokokyangmendapatkansuntikvaksin4x atau 5x dalam jadwal dosis yang berbeda. Perokok yang menerima jadwal 5x vaksin dengan dosis 400 mg menimbulkan respon antibodi tertinggisehinggamemberikantingkat abstinencesignifikan lebih tinggi daripada plasebo. Pada perokokyang divaksinasi tetapi gagal berhenti merokokterjadi penurunan signifikan secara statistik pada konsumsi rokok perhari dibanding kelompok plasebo selama beberapa minggu 19-52.Tidak ada perbedaan dalam gejala penarikan diri dan tidak ada bukti untuk compensatory smokingpada mereka perokok yang menerima suntikan vaksin ini.29

Pemilihan terapi farmakologi berhenti merokok harus berbasis pasien yangsesuaidengankebutuhan, finansial, dan adverse event. Walaupun sudah banyak obat-obat yang telah diteliti dapat mendukung keberhasilan berhenti merokok, kombinasi antara terapi farmakalogi dan terapi non farmakologi merupakan pilhan yang terbaik.Pada terapi non farmakologi dapat dilakukan terapi perilaku, konseling, dll.

Kesimpulan

1. Merokok merupakan penyebab utama timbulnya masalah kesehatan.

2. Nikotin merupakan komponen utama dari tembakau.

3. Modalitas terapi untuk program berhenti merokok terbagi atas terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.

4. Vaksin nikotin merupakan terobosan barudalam terapi farmakologi untuk berhenti merokok.

5. Vaksin nikotin ini bekerja dengan membuat

Page 37: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

ikatan nikotin dengan protein pembawa.6. Vaksin nikotin saat ini sudah sampai pada uji

klinis tahap III.7. Efek samping pemberian vaksin nikotin yang

dilaporkan selama uji klinis masih dapat ditoleransi.

8. Terapi kombinasi antara terapi farmakologi dan terapi non farmakologi meningkatkan angka keberhasilan berhenti merokok.

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Global status report on noncommunicable disease 2010. WHO. 2011.

2. Susanto AD, Fitriani F, Ikhsan M, Antariksa B, Hudoyo A, Mansyur AK, et.al. Berhenti merokok. Pedoman Penatalaksanaan untuk Dokter di Indonesia. Jakarta; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.

3. World Health Organization. Tobacco fact sheet updated May 2013. Available from: www.who.int/mediacentre/factsheet/fs339/en/index.html. Accessed on June 6, 2013.

4. Stead LF, Perera R, Bullen C, mant D, Lancaster T. Nicotine replacement therapy for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2008.

5. Balfour D, Benowitz N, Fagerstrom K, Kunze M, Keil U. Diagnosis and treatment of nicotine dependence with emphasis on nicotine replacement therapy. Eur Heart J 2000; 21:438-45.

6. h t t p : / / l a n g i t a n . n e t / w p - c o n t e n t /uploads/2008/03/racun-rokok.gif

7. Tang EA, Al-Delaimy WK, Ashley DL, Benowitz NL, Bernert JT, Kim S dkk. Assesing secondhand smoke using biological markers. Tobacco Control. 2013; 22: 164-71

8. Global Adult Tobacco Survey Collaborative Group. Global Adult Tobacco Survey (GATS): Indonesia Report 2011. World Health Organization. 2011. p.58

9. Sach, DPL. Tobacco Dependence: Pathophysiology and treatment. In: Hodgkin

JE, Celli BR,Connors GL. Eds. Pulmonary Rehabilitation. Guidelines to Succes.3rd. Edition Philadelphia;Lippincott Williams & Wilkins; 2000.p.261-30.

10. Benowitz NL. Neurobiology of nicotine addiction: Implications for smoking cessation treatment. The American Journal of Med 2008;121:S3-S10.

11. http://2.bp.blogspot.com/mkslo3YCaSQ/U O Z F j G e m H 7 I / A A A A A A A A A PA /pAgGZED_f5o/s1600/InfoTips_rokok_01.jpg

12. Whitley H, Moorman K. Varencline : a review of the literature and place in therapy. Journal of Pharmacy practice. 2007;5:51-8.

13. Benowitz NL. Neurobiology of nicotine addiction: Implications for smoking cessation treatment. The American Journal of Med 2008;121:S3-S10.

14. Galanti M. Tobacco smoking cessation management: intergrating varencline in current practice. Vascular health and risk management 2008;4: 837-45.

15. Brian L, Merz T. Varencline (chantix) for smoking cessation. American family physician .2007;76;261-76.

16. Houzec J, Role of nicotine pharmacokinetics addiction and nicotine replacement therapy : a review. Int J Tuberc lung. 2003;7:811-19.

17. Taioli E, Wynder EL. Effect of the age at which smoking begins on frequency of smoking in adulthood. N Engl J Med 1991;325:968–9.

18. Hu T, Sung HY, Keeler TE, Marciniak M. Cigarette consumption and sales of nicotine replacement products. Tob Control 2000;9:ii60–3.

19. Fiore MC, Bailey WC, Cohen SJ, et al. Treating tobacco use and dependence: 2008 update—clinical practice guidelines. Rockville, MD: U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service, Agency for Healthcare Research and Quality, 2008.

Page 38: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

20. Substance Abuse and Mental Health Services Administration, Office of Applied Studies. The NSDUH report: recent smoking cessation. April 8, 2010.Available fromhttp://www.oas.samhsa.gov/2k10/172/172SmokingCessationHTML.pdf. Accessed Dec 18, 2013.

21. Pentel PR, Malin DH, Ennifar S, et al. A nicotine conjugate vaccine reduces nicotine distribution to brain and attenuates its behavioral and cardiovascular effects in rats. Pharmacol Biochem Behav 2000;65:191–8.

22. http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2010/04/nicvax.jpg

23. Hatsukami DK, Rennard S, Jorenby D, et al. Safety and immunogenicity of a nicotine conjugate vaccine in current smokers. Clin Pharmacol Ther 2005;78:456–67.

24. Keyler DE, Roiko SA, Earley CA, Murtaugh MP, Pentel PR. Enhanced immunogenicity of a bivalent nicotine vaccine. Int Immunopharmacol 2008;8:1589–94.

25. Hatsukami DK, Jorenby DE, Gonzales D, et al. Immunogenicity and smoking-cessation outcomes for a novel nicotine immunotherapeutic. Clin Pharmacol Ther 2011;89:392–9.

26. Nabi Biopharmaceuticals. NicVAX/placebo as an aid for smoking cessation. ClinicalTrials.gov. Bethesda, MD: National Library of Medicine. Available from http://www.clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT00836199?term=NicVAX&rankAccessed October 28, 2010.

27. Nabi Biopharmaceuticals. A second study ofNicVAX/placebo as an aid for smoking cessation. ClinicalTrials.gov. Bethesda, MD: National Library of Medicine. Available from http://www.clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT01102114?term=NicVAX&rank Accessed October 28, 2010.

28. Wagena EJ, de Vos A, Horwith G, van Schayck CP. The immunogenicity and safety of a nicotine vaccine in smokers and nonsmokers: results of a randomized, placebo-controlled phase I–II trial. Nicotine Tob Res 2008;10:213–18.

29. Mitchell N. Update on Pharmacologic Option for Smoking Cessation Treatment.The American Journal of Med 2008;121:S20-S31.

Page 39: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Tinjauan Pustaka

Membangun Pelayanan Prima Rumah Sakit

Ahmad ZaidiFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan , UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Development of customer services system in the hospital is not means in light of human relation aspect only, but service is a system where the entire of component in the system should work together, harmonically and integrated to reach to the one objective goal. Customer Services for hospital starting by the patient enter to the yard of hospital until get out of the hospital. If one of component was obstacle the other element will disturb, so that the system is running well in responding of the customer, all the component of the system shall be conducted by the improving of the employee competence as well as that monitoring system is well manage.

Pendahuluan

Rumah Sakit di era globalisasi saat ini tidak sekedar sebagai fungsi organik pemberi pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif maupun preventif dengan membuat pasien dari sakit menjadi sehat. Rumah sakit tentu tidak hanya berfikir bisnis dan untung dengan memperlambat kesembuhan pasien dan memperlama waktu inap. Pelayanan dokter, perawat dan karyawan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan seorang pasien. Mereka tidak sekedar ingin sembuh tapi perlakuan yang manusiawi dan santun menjadikan pasien yang sakit tak berdaya merasa terhargai dan termotivasi untuk cepat sembuh. Rumah Sakit dewasa ini sudah menjadi semacam industri yang dikelola dengan prinsip prinsip bisnis, dimana semua sumber daya harus direncanakan, diorganisir dan diawasi untuk meningkatkan nilai nilai keekonomian setiap sumber daya yang dipergunakan, dan memberikan manfaat yang optimal dan kepuasan kepada pasien, sehingga rumah sakit dapat bertahan (survive) dari persaingan yang semakin ketat antar pemberi layanan jasa kesehatan.

Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan lebih banyak sumber daya kesehatan (health resources) yang profesional untuk memenuhi kebutuhan peningkatan pelayanan dengan sumber daya (SDM, dana, sarana, ilmu dan teknologi, manajemen, material kesehatan, obat,) yang

terbatas. Hasil penelitian Wiku Rasio masing-masing jenis tenaga kesehatan di Indonesia terhadap 100.000 penduduk adalah sebagai berikut: (1) rasio dokter umum sebesar 7,99; (2) dokter gigi sebesar 2,0; (3) dokter spesialis 2,86; (4) perawat sebesar 49,25; dan (5) apoteker sebesar 3,42. Rasio dokter di Indonesia belum ideal, menurut data penelitian 1 orang dokter di Indonesia harus melayani sekitar 4 juta orang, Malaysia 1 dokter untuk 800 orang, yang sebarannya tidak merata, menumpuk di kota besar, bahkan didaerah terpencil masih belum tersentuh karena selain daya beli masyarakat yang rendah, juga tenaga kesehatan harus bersaing dengan pengobatan alternatif yang marak saat ini.

Dengan fakta itu banyak rumah sakit yang tidak siap untuk bersang dengan kapasistas layanannya. Selanjutnya Wiku Adisasmito mengatakan setiap tahunnya peningkatan jumlah penduduk yang berobat ke luar negeri (Penang/Malaysia dan Singapura), pada tahun 2003 jumlah orang Indonesia yang berobat ke RS Lam Wah Ee sekitar 12.000 orang atau sekitar 32 pasien per hari sedangkan di RS Adventist sekitar 14.000 orang atau 38 pasien per hari. Angka ini meningkatkan sampai dengan Juni 2004 menjadi 10.000 orang atau 55 pasien per hari. Untuk Singapura, angka ini lebih tinggi, sekitar 75.000 orang pergi berobat pada tahun 2003. Lebih lanjut diperkirakan bahwa

Page 40: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

rata-rata 1000 orang warga Medan berobat ke Penang setiap bulannya dan dilaporkan bahwa setiap tahunnya kedua negara itu mendapat devisa sekitar 400 juta dollar AS dari warga yang berobat. Salah satu produk jasa sebagai alat pembeda dan sulit di imitasi oleh pesaing di rumah sakit adalah pelayanan, pelayanan yang bagaimana? yang dapat memberi kenyamanan, ketenangan, kepercayaan yang membebaskan dari rasa ketidakpastian menjadi harapan, yang masuk rumah sakit pada awalnya stress, hopeless ketika keluar, pasien menjadi berbinar karena kesembuhannya dan mendapat harapan baru.

Pengertian Pelayanan

Pemahaman pelayanan seperti umum dikatakan sebagai service adalah kurang tepat, pelayanan adalah sistem yakni suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dan saling ketergantungan satu sama lain dalam proses mencapai tujuan. Seorang pasien yang datang gagal mendapat pelayanan di unit rekam medis, akan mengumpat keseluruh sistem di rumah sakit termasuk kepada dokter dan perawatnya, jadi pelayanan dimulai dari mulai pasien masuk halaman rumah sakit sampai keluar rumah sakit. Apalagi dengan pers bebas dan adanya undang undang konsumen, keterbukaan informasi publik yang sudah diberlakukan saat ini, sedikit saja rumah sakit salah dalam memberi pelayanan, pasien dapat mengadukan ke pihak lain yang dapat melelahkan rumah sakit dalam menangani setiap komplain. Bagaimana situasi dan kondisi tersebut, rumah sakit dapat bertahan dan tetap menjadi primadona pasien serta dapat meminimalisasi konflik dengan dunia hukum dan pers? Menurut hasil penelitian beberapa hal yang harus diperhatikan dan menjadi perioritas utama di rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan adalah:

1. Menjaga janji-janji pelayanan yang akan diberikan

Rumah Sakit yang peduli dengan pelayanan selalu ingat dengan visi dan misi institusi, janji janji pelayanan biasanya tertera dalam brosur, moto yang dipasangan ditempat tempat setrategis untuk dibaca, agar masyarakat mengerti, memahami bahkan tertarik untuk menggunakannya. Semakin banyak janji ditepati semakin handal pelayanan yang diberikan. Setiap pernyataan yang dibuat rumah sakit diartikan pasien sebagai janji yang harus ditetapi. Seperti janji jam praktek dokter telah ditulis jam tertentu, akan tetapi dokter datang

selalu tidak tepat, bahkan membatalkannya karena ditempat lain lebih menguntungkan, dokter akan melakukan tindakan tetapi alatnya belum diseteril dst. Contoh tersebut sangat mengecewakan pelanggan tersebut yang pada gilirannya dapat melemahkan rumah sakit dan merusak citra. Menjaga janji adalah harus dijadikan perioritas utama terutama para supervisor dan Manajer pelayanan yang membidangi sektor customer service.

2. Mengelola pelayanan telepun dengan baik Pekerjaan resepsionis sering dianggap

sepele, malah profesi ini belum dianggap penting, pernah suatu hari dalam sebuah perusahaan di Amerika , seorang resepsionis menerima telepun dari seorang klien tanpa mengecek dulu ke ruang atasan, mengatakan bahwa Bos tidak ada, kontrak milyaran dolar yang harus ditanda tangani akhirnya batal, oleh karena itu seluruh telpun yang masuk harus dijawab dikontektulisasikan dengan kepentingan orang yang ada dalam institusi. Telepun seringkali merupakan kontak pelanggan yang pertama dengan rumah sakit dan bila pasien sebagai pelanggan tidak berkenan dapat merupakan kunjungan yang terakhir. Setiap detik yang terbuang oleh pelanggan yang menunggu dijawab atau terbuang karena nada sibuk, akan mengurangi kredibilitas rumah sakit dan dapat mengakibatkan kehilangan peluang transaksi bisnis. Tidak ada alasan yang dapat diterima, Manajer yang buruk selalu membuat alasan, menjawab telepun secara efektif adalah menjadi keharusan. Membangun komunikasi yang efektif dengan pelanggan adalah pintu pertama permulaan sebuah transaksi yang harus dapat diolah menjadi input dan output yang menguntungkan rumah sakit.

3. Mendokumentasikan setiap respon dari palanggan

Respon yang cepat dan sopan dalam menangani setiap respon pelanggan akan menimbulkan rasa motivasi yang baik dan meningkatkan citra rumah sakit, beribu ribu kali lebih menguntungkan dari pada kelambatan. Nama pelanggan dan ejaannya harus ditulis dengan benar, singkatan nama, gelar dan title digunakan dengan benar. Alamat dan data yang relevan harus dicatat dan ditulis dengan benar. Bahkan dalam dua hari komentar dan saran tentang rumah sakit, baik dengan surat maupun telepun harus dapat ditanggapi secepatnya, bila penangannya memerlukan waktu lebih berikan tanggal terakhir dimana penanganan dapat diselesaikan.

Page 41: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

4. Maksimumkan waktu tunggu pelayananDalam kondisi apapun waktu bagi pelanggan

tidak boleh menunggu lebih dari lima menit untuk dilayani, mungkin konsep tersebut mustahil dilakukan di rumah sakit membaca kalimat” waktu tunggu pelyanan hanya lima menit” menurut penelitian banyak hotel yang dapat menerapkan standar tersebut, mungkin agak sulit diterapakan dirumah sakit karena karakterisik pelanggannya berbeda, menurut penelitian konsep tersebut dapat dicapai dengan cara;• Menerapkan sumber daya yang fleksibel

dengan cara menyiapkan staf cadangan yang sudah terlatih, yang dapat diturunkan seketika bila dibutuhkan, cara ini memerlukan dihilangkannya batas demarkasi, perluasan job discription dan investasi pelatihan.

• Pemecahan antrian, seorang ditugaskan untuk menghitung waktu tunggu pelanggan dan bertindak segera dengan membuka service delivery point baru begitu antrian terlalu panjang.

• Teliti pola yang sedang berkembang, puncak permintaan mengikuti suatu pola sehingga dapat diprediksi, misalnya trend penyakit demam berdarah setiap awal musim hujan, dapat mengakibatkan permintaan rawat inap dan jalan meningkat yang dapat berdampak pada antrian.

• Setiap boking tempat atau jam pelayanan harus dipertimbangkan untuk dapat ditepati, sebab pelanggan yang mengantongi uang tunai dapat dengan mudah mengalihkan ketempat lain, jika janji yang telah disepakati tidak dapat dipenuhi.

Tidak harus memerlukan tambahan sumberdaya yang besar untuk memperbaiki waktu tunggu, kadang dengan sebuah kreatifitas dalam mengatur sumberdaya yang ada secara fleksibel sudah dapat memecahkan masalah.

5. Setiap karyawan harus memiliki sikap yang positif kepada pelanggan

Sikap positif terhadap pelangan harus muncul dari setiap diri karyawan, setiap interaksi dengan pasien harus dilaksanakan dengan sopan, ramah dan cara yang positif dengan menunjukan minat yang sungguh sungguh terhadap setiap penyelesian masalah yang dihadapi pasien. Silahkan percaya, mudah untuk menyenangkan pelanggan tetapi untuk dapat membuat marah pelanggan diperlukan hal hal yang cukup luar biasa. Pelanggan biasanya cukup pemaaf dan bahkan sangat menghargai sikap positif yang

ditunjukan karyawan.

6. Melakukan komunikasi yang proaktifBila ada suatu yang salah datangilah

pelanggan terlebih dahulu sebelum pelanggan mendatangi rumah sakit, bila pelangan bereaksi biasanya sudah terlambat, lebih baik rumah sakit berbicara lebih dahulu dan ambil langkah-langkah yang sesuai. Kesalahan dimana pun bisa terjadi diluar kontrol kita, dengan menjelaskan persoalannya sebelumnya, rumah sakit dapat menguasai situasi, pelanggan akan memaafkan keterlambatan atau kesalahan lain bila diberi tahu sebelum mereka menyadarinya. Apapun kejadiannya, bila tidak dapat memenuhi janji pelanggan, sangatlah penting untuk menghubungi pelanggan sebelum mereka menghubungi rumah sakit. Komunikasi proaktif inilah yang biasanya kurang dapat dipenuhi oleh rumah sakit.

7. Jujur dan terbuka Seluruh komunikasi dari rumah sakit harus

berdasarkan sifat jujur dan terbuka. Tidak boleh ada yang disembunyikan dari pelanggan, namun juga tidak mengatakan seluruhnya, alasan-alasan penyimpangan dari kenyataan, kebohongan untuk mencapai kebaikan. Sebaliknya akan sangat tidak logis menyebut kelemahan, kekurangan dan kegagalan dalam memberi pelayanan. Memang sulit untuk jujur ketika sesuatu berjalan salah, apalagi jika terjadi inkompentensi dan miskomunikasi yang menghasilkan suatu ketidaknyamanan besar bagi pelanggan, namun demikian rumah sakit tetap harus jujur dan terbuka. Ketika rumah sakit dapat menyembunyikan ketidak jujuran, pelanggan tetap akan dapat menemukannya.

8. Ciptakan sistem pelayanan yang handalSistem pelayanan tidak boleh gagal dalam

memberikan pelayanan terhadap pelanggan lebih dari satu perseribu kegagalan, sistem yang melayani pelanggan harus selalu bekerja dengan baik, mesin kasir, sistem elektronik yang terkait dengan penunjang pelayanan, kebersihan sistemnya sering gagal. Penanganan sistem sudah menjadi hal yang tidak bisa ditawar tawar, siapa yang bertugas memastikan sistem berjalan dengan lancar. Siapa yang memastikan bahwa AC disetiap ruangan rumah sakit suhunya selalu tepat ? Siapa yang memastikan informasi yang dikirim ke pelanggan selalu up to date ? Siapa yang memastikan barang dan jasa yang di jual rumah sakit sudah tepat harganya? Barang barang yang dirak unit unit pelayanan sudah kadaluwarsa,

Page 42: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

invoice sudah dibayar? Itulah yang mesti dikontrol, karena hal tersebut merupakan jalur vital pelayanan yang langsung dapat dirasakan oleh pelanggan. Bilapun akhirnya ada yang gagal harus langsung diperbaiki. Rumah Sakit harus memiliki perhatian tinggi dan memperoleh standar tinggi dari reliabilitas sistem pelayanan.

9. Melakukan reparasi secara cepat bila terdapat hambatan

Tindakan yang cepat harus segera dilakukan tanpa keraguan untuk mengatasi setiap kegagalan produk atau penurunan pelayanan kepada pelanggan, tidak ada istilah masalah kecil dalam pelayanan. Begitu rumah sakit tidak segera menangani kesalahannya, rumah sakit akan ditinggalkan. Sebaliknya tindakan segara akan menimbulkan persepsi standar yang tinggi dari para pelanggan. Kita memang tidak hidup dalam dunia yang semmpurna, walaupun sering kesal, kita harus toleran terhadap ketidaksempurnaan sesama mahluk yang bernama manusia, seperti juga manusia lain yang toleran terhadap kesalahan kita.

10. Latihlah karyawan agar mengerti bidang tugasnya

Pelanggan akan tahu bahwa rumah sakit memberi pelayanan terbaik adalah bila karyawan mengerti akan kondisi apa yang harus dilakukan. Karyawan yang menguasai tugas dengan baik akan meningkatkan kepercayaan terhadap pelanggan, sebaliknya karyawan juga akan meningkat motivasinya sejalan dengan dihargainya kecakapan yang dimiliki dan pelanggan akan yakin dan percaya dengan tingkat percaya diri yang ditunjukan oleh karyawan. Tujuan penting dari pelayanan adalah merangsang seluruh karyawan untuk menangkap sebanyak mungkin pengetahuan dan pengalaman untuk melayani permintaan pelanggan. Apa saja yang harus dimengerti oleh karyawan agar mereka selalu siap melayani permintaan pelanggan di rumah sakit antara lain:• Mengerti tentang produk rumah sakit • Mengerti tentang pelayanan• Mengerti tentang seluk beluk perumasakitan• Mengerti bagaimana menyelesaikan setiap

masalah • Mengerti pelanggan tetap dan nama serta

alamatnya.

11. Harus selalu ditanamkan rasa memiliki kepada setiap karyawan.

Seseorang yang berhubungan langsung

dengan pelanggan harus dan mau tanpa takut dituduh /disalahkan oleh manajemen untuk merespon pelanggan secara aktif, untuk itu maka memiliki keleluasaan untuk mengambil keputusan demi kepentingan pelanggan, bagaimanapun kondisinya. Salah satu uji customer service adalah siapapun yang diajak bicara oleh pelanggan harus melaksanakan tanggung jawab yang penuh untuk memastikan pelanggan puas. Karyawan yang menangani pelanggan harus selalu dapat mengambil keputusan atas kepentingan pelanggan. Persoalan sering muncul ketika staf terdepan (front line staff) melempar persoalan ke struktur organisasi seperti saya kan hanya menjalankan tugas, jika staf menjawab seperti hal tersebut maka pelanggan akan kehilangan kesabaran dan hilang waktu. Melempar persoalan atau pertanyaan dari pelanggan dapat terjadi karena;• Front line staf tidak dipercaya membuat

keputusan sendiri;• Tidak adanya prosedur (SOP) atau sistem

tentang bagaimana mengatasi persoalan dari permintaan pelanggan untuk karyawan yang langsung berhadapan dengan pelayanan;

• Kurangnya kerjasama antar unit kerja dengan perioritas pelanggan yang berbeda.

12. Memberi Pelayanan EkstraRumah Sakit dan karyawan harus

senantiasa berusaha menyenangkan pelanggan. Namun pelayanan atau produk standar tidak selalu menyenangkan pelanggan, yang menyenangkan adalah bila pelanggan menerima sesuatu yang baik lebih dari yang diharapkan. Ekspektasi pelanggan perlu sering dilampui dengan adanya pemberian pelayanan yang ekstra. Salah satu aspek yang menarik dalam customer service adalah menemukan berbagai cara yang inovative untuk lebih menyenangkan pelanggan . Kebebasan menyediakan hal hal kecil dapat membuat karyawan tertantang, kreatif dan antusias dan dapat mengekspresikan dirinya tentang bagaimana menyenangkan pelanggan. Hal ini membuat karyawan dapat betul betul mencurahkan perhatiannya kepada pelanggan. Beberapa contoh kecil yang dapat menyenangkan pelanggan yaitu:• Panggil pelanggan dengan menggunakan

namanya;• Gunakan tanda pengenal (badge) nama ;• Sediakan teh atau kopi ditempat menerima

tamu;• Kirim kartu lebaran, natal dan hari besar

keagamaan lain kepada pelanggan tetap;• Telepun setelah pelanggan sampai dirumah

Page 43: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

apakah kondisinya semakin baik , tanyakan kesan kesannya selama menerima pelayanan di rumah sakit;

• Bicarakan hal hal yang ringan ketika pelanggan berbicara mengenai liburan, tentang situasi cuaca dll;

• Sediakan makanan kecil diberbagai tempat jika diperlukan;

• Berikan souvenir kecil;• Antar pelanggan hingga pintu keluar rumah

sakit.

13. Beri perhatian yang detail kepada pelanggan

Perhatian yang detail terhadap kebutuhan pelanggan merupakan bagian dari tes rumah sakit apakah memiliki perhatian terhadap pelanggan secara detail dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan harus selalu mendekati kesempurnaan, dalam hukum pareto dapat berlaku disini bahwa 80% pelanggan pergi karena 20% detail salah. Hal yang sering terjadi dirumah sakit seperti: pena pengisian formuir dimeja macet tidak dapat digunakan, WC kotor dan mengeluarkan bau yang tidak sedap, stock habis tak terkontrol di unit-unit pelayanan vital seperti unit instalasi farmasi atau laboratorium, dalam kebanyakan kasus detail inilah yang membuat pelanggan menilai standar pelayanan rumah sakit. Pelanggan akan mengabaikan standar pelayanan justru akan menilai deviasi dari standar tersebut, walaupun detail tersebut kecil, hal ini akan membuat mereka berfikir pelayanan yang mereka terima lebih buruk dari yang mereka harapkan.

14. Usahakan Rumah Sakit selalu tampil bersih dan rapi

Pelanggan acapkali menilai kemampuan rumah sakit dari penampilannya, penampilan segala sesuatu yang dapat menarik pelanggan harus dapat ditampilkan dalam kondisi bersih dan rapi. Jika suatu tampil buruk, pelanggan sering mengartikan bahwa sesuatu itu memang buruk, walaupun sebetulnya isinya baik. Bila seseorang berpenampilan buruk, pelanggan juga akan mengartikan bahwa orang itu buruk tidak akan baik dalam melayani yang dibutuhkan. Tampilan sangat penting dalam menciptakan keyakinan pelanggan bahwa produk dan service yang diberikan dapat diandalkan dan berkualitas tinggi. Ketika seragam karyawan sudah mulai pudar, cat kantor mulai mengelupas pelanggan akan langsung bertanya-tanya apakah rumah sakit ini memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan yang

seharusnya. Rumah Sakit yang benar benar sukses berjuang untuk memiliki penampilan yang sangat rapi, tanpa cela, dari semua tampilan usahanya. Membangun dan memelihara kebersihan fasilitas resepsi, gedung yang atraktif dan memastikan seluruh karyawan berpenampilan rapi.

SimpulanPersaingan antar rumah sakit yang semakin

sengit terutama didaerah perkotaan, hendaknya memperhatikan kualitas pelayanan yang memandai, terpercaya dan menyakinkan pasien sebagai pelanggan. Pelayanan bukan merupakan penampilan orang perorang dalam hubungan dengan pelanggan, akan tetapi adalah sebuah sistem yang sengaja dibangun untuk merespon kebutuhan pelanggan, agar mereka terpuaskan sesuai yang mereka harapkan. Untuk mencapai pelayanan yang unggul diperlukan sistem monitoring dan supervisi yang berkelanjutan, dimana pendidikan dan pelatihan customer service terutama bagi karyawan yang bertugas sebagai front line staff senantiasa harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dinamika pelayanan. Karyawan dibuat selalu mengerti dan memahami setiap fungsi dan tugas yang harus di berikan kepada pelanggan termasuk secara teknis berkemampuan untuk selalu dapat memecahkan masalah yang timbul atas pertanyaan dari pelanggan. Sistem pelayanan terus diuji apakah masih berjalan sesuai yang diharapkan oleh pelanggan.

Daftar Pustaka

1. David Freemantle ”Incredible Customer Service The Final Test” www.david.yahoo.com.

2. Drs. Budiman Sanusi, MPsi ”Paradigma Service Exellence “ Kwalita Sumber Daya HRD Management Consultan Tahun 2003.

3. Cyltamia, SE “Customer Expectation of Service” makalah workshop 2 hari tanggal 16 September 2003 pada Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan.

4. Makalah Drh, Wiku Adisasmito, M.Sc Ph.D, Konsep rumah sakit dalam menghadapi globalisasi“ Case Studi Dalam Kebijakan Kesehatan” tahun 2008.

Page 44: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Artikel Penelitian

False Thrombocytosis in Β Thalassemia/Hb E Cases

Mery Nitalia,MDProgram Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

β Thalassemia /Hb E ( β thal/HbE) is a double heterozygote of beta thal and HbE that leads moderate to severe anemia. This disorder is the most common combination for south east asian region. In β thal/HbE cases which is clinically similar to homozygote beta thallasemia usually is evaluated routinely by hematology test to examine patient hematology condition.

We reported a child with β thal/HbE which was referred to Cipto Mangunkusumo Hospital Clinical Pathology Laboratory for routinely hematology test. Test was done used Sysmex XE 2100. The result was dimorphic anemia, leukopenia and thrombocytosis. Scattergram result for platelet count with impedance method showed abnormal curve and there was flag of platelet abnormal distribution, thrombocytosis and platelet clump ? Based on the description and flag, thrombocytosis confirmation was performed by platelet-o and peripheral blood smear that showed thrombocytopenia.

Platelet-o method for platelet count is more reliable in condition where there is microcytic erythrocyte and fragmented cell as found in β thal/Hb E. When the laboratory has no automatic cell count with platelet-o method, then manual confirmation can be performed with peripheral blood smear.

Keyword: thal β/HbE,thrombocytosis, impedance, platelet-o, peripheral blood smear

Kasus

An. F, 11 tahun dengan diagnosis thalassemia β-HbE dirujuk ke laboratorium Patologi Klinik pada tanggal 22 November 2011 dari poli thalassemia untuk pemeriksaan hematologi rutin.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 22 November 2011

Hematologi Hasil Nilai rujukan

HemoglobinHematokritEritrositMCVMCHMCHCLeukositTrombosit

5,215,72,5461,820,533,13.830

1218000

13 – 16 g/dL37-49%

3,9-5,3 juta/μl77-95 fL25-33 pg

31-37 g/dL4500– 13500

150000 – 400000/μl

Gambar 1. Scattergram I pemeriksaan hematologi lengkap dengan Sysmex XE-2100

Kesan• Anemia dimorfik• Leukopenia• Trombositosis

Page 45: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

Hasil pemeriksaan laboratoriumdengan platelet-otanggal 22 November 2011

Gambar 2. Scattergram pemeriksaan hematologi lengkap dengan Sysmex XE-2100 (dengan

platelet-o)Kesan

• Anemia dimorfik• Leukopenia• Trombositopeni• Peningkatan Immature Reticulocyte Fraction (IRF)• Penurunan Ret-He

Gambar 4 . Gambaran darah tepi dengan pewarnaan Wright

Hematologi Hasil Nilai rujukan

HemoglobinHematokritEritrositMCVMCH

5,215,82,5861,220,2

13 – 16 g/dL36-46 %

3,9-5,3 juta/L77-95 fL25-33 pg

MCHCLeukositTrombositRDW-CVRetikulosit absolutRetikulosit relatifIRFRet-He

32,93.53089.000

-35,11,3616,814,7

31-37 g/dL4500 – 13500

150000 – 400000/L11- 14 %

24,0 – 110,0 x 103/L0,5 – 2,0%

1,4 – 14,6 %30,2 – 36,7 pg

Gambaran darah tepi :Eritrosit : dimorfik, normositik normokrom, mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, fragmentosit +3, tear drop +2, sel target +1Leukosit : kesan jumlah menurun, morfologi normalHitung jenis: 0/0/4/54/38/4Ditemukan 12 NRBC per 100 leukositTrombosit : kesan jumlah menurun, morfologi normalKesan : pansitopenia dengan gambaran eritrosit dimorfik kemungkinan pasca transfusi

Konfirmasi trombosit manual dengan sediaan apus darah tepi

Ditemukan 87trombosit per 2312eritrosit dalam 10 lapangan pandang minyak imersi. Jumlah trombosit/μl = (jumlah trombosit/jumlah eritrosit) x jumlah eritrosit absolut

= (87/2312)x 2.580.000/μl = 97.084/μl

Resume• Pansitopenia• Peningkatan Immature Reticulocyte Fraction (IRF)• Penurunan RET-He

Kesimpulan Thalassemia β-HbEdengan pansitopenia

Teori SingkatThalassemia β

Thalassemia β adalah kelainan hemoglobin bawaan akibat mutasi genetik yang menyebabkan penurunan atau tidak adanya sintesis rantai globin β. Secara klinis thalassemia β terdiri dari thalassemia β mayor dan minor. 1

Sintesis yang tidak seimbang antara rantai α dan β akan menimbulkan beberapa efek yaitu: penurunan produksi hemoglobin total, eritropoiesis inefektif, dan proses hemolitik kronis. Penurunan produksi rantai β menyebabkan penurunan produksi total hemoglobin eritrosit yang menghasilkan eritrosit kecil (mikrositik) dengan kandungan hemoglobin yang sedikit (hipokrom).1,2,3

Pada thalassemia β, sintesis rantai β menurun atau tidak ada sama sekali yang menghasilkan kelebihan rantai α bebas. Rantai α bebas ini bersifat tidak stabil dan mengalami presipitasi di dalam eritrosit, menyebabkan kerusakan membran dan penurunan deformabilitas eritrosit. Dalam sumsum tulang, eritrosit yang mengandung presipitasi

Page 46: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

rantai α ini akan dihancurkan oleh makrofag sebelum sel dapat dikeluarkan ke sirkulasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya eritropoiesis inefektif.Dalam sirkulasi, eritrosit yang mengandung badan inklusi akan di-“pitting” oleh limpa menghasilkan berbagai eritrosit dengan bentuk abnormal. Banyak dari sel ini dihancurkan dalam waktu dini di limpa. Proses hemolitik kronik ini juga berkontribusi dalam terjadinya anemia pada thalassemia.1,2,3

Hemoglobin E (HbE)HbE termasuk kelompok Hb varian yang

terbentuk sebagai hasil substitusi lysine terhadap asam glutamik pada posisi 26 rantai globin β. Hemoglobin bersifat slightly unstable terhadap oksidan dan kurva disosiasi bergeser ke kanan yang menunjukkan HbE memiliki afinitas oksigen yang rendah. Penyakit HbE homozigot menyerupai thalassemia heterozigot, sementara HbE heterozigot tidak menunjukkan gejala. 1,3,4

Thalassemia β/HbE Heterozigot ganda HbE dan thalassemia

β menyebabkan anemia sedang sampai berat yang dapat menyerupai thalassemia intermedia ataupun thalassemia β homozigot. Ini merupakan kombinasi yang paling sering untuk wilayah Asia Tenggara dimana kedua gen memiliki frekuensi kejadian yang tinggi. Data dari pusat thalassemia Jakarta didapatkan sekitar 48,2% pasien yang datang adalah pasien thalassemia β-HbE.5

Pada thalassemia β-HbE terjadi defisiensi produksi rantai β globin yang bermakna. Perubahan klinis dan hematologi dapat bervariasi. Pasien dengan klinis menyerupai thalassemia β homozigot menunjukkan gejala pucat, gagal tumbuh, berat badan sulit naik, dan pembesaran perut. Hemolisis kronik menyebabkan timbulnya batu empedu, peningkatan asam urat, dan ikterus. Eritrosit abnormal terbendung dan didestruksi dalam limpa sehingga menstimulasi produksi eritrosit yang lebih banyak di sumsum tulang. Leukopenia dan trombositopenia sekunder terjadi karena komponen ini juga terperangkap dalam limpa yang membesar. Pada tulang terjadi perubahan karena sumsum tulang hiperplastik ekstrem. Hematopoiesis ekstramedular pada liver dan limpa terjadi sebagai usaha tubuh meningkatkan konsentrasi eritrosit perifer. 1,2

Pemeriksaan hematologi didapatkan kadar hemoglobin berkisar 4-9 g/dl dengan rerata 6-7 g/dl. Nilai MCV,MCH, dan MCHC rendah. Terdapat sedikit peningkatan retikulosit. Sumsum tulang

menunjukkan hiperplasia eritroid dengan inklusi rantai α pada prekursor eritrosit. Elektroforesis Hb menunjukkan penurunan HbA, peningkatan HbA2 dan HbF, serta terdapatnya fraksi HbE. 1,2,3

Hitung trombosit1. Hitung trombosit pada alat hitung sel darah otomatisHydrodinamic focusing DC detection method (impedance method)

Hitung trombosit dengan metode hydrodynamic focusing membuat sel dalam keadaan berbaris satu-satu melewati bagian sentral yang menyempit untuk dianalisis.DC detection method merupakan metode yang didasari oleh electrical resistance dengan menilai ukuran sel yang melewati aperture yang di kedua sisinya terdapat elektroda. Diantara elektroda mengalir arus searah(direct current). Sel darah yang melewati aperture merubah direct current-resistancediantara elektroda. Ukuran sel darah dideteksi melalui perubahan direct current-resistancetersebut. Metode ini memberikan hasil dengan akurasi yang baik. Namun, bila terdapat sejumlah besar fragmen eritrosit, peningkatan mikrositosis, agregasi trombosit atau trombosit besar, akurasi akan menurun. 6,7,8

Fluorescence-optical platelet count (platelet-o) Metode ini menggunakan fluorescence

dye dan teknologi laser untuk analisis trombosit. RNA dan DNA dari retikulum diwarnai khusus, kemudian dalam flow cell setiap sel tunggal termasuk trombosit melewati aperture yang dikenai pancaran laser.Forward scatter light (FSL) memberikan informasi tentang ukuran trombosit sedangkan Lateral scatter light (LSL) memberikan informasi tentang interior trombosit. 6

Jika cahaya yang dipancarkan mengenai material fluoresen seperti trombosit yang diwarnai, dihasilkan cahaya dengan intensitas fluoresen tertentu. Intensitas cahaya fluoresen meningkat sebanding dengan konsentrasi pewarnaan yang semakin tinggi. Dengan mengukur lateral fluorescence light yang dipancarkan, maka didapatkan informasi derajat pewarnaan sel trombosit. 6,8Penentuan fluorescence-optical platelet (PLT-O) memberikan hasil yang akurat bahkan pada keadaan trombositopeni atau jika terdapat trombosit besar, fragmentosit, dan eritrosit yang sangat kecil. 6,8

Page 47: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

2. Konfirmasi trombosit manualBila suatu laboratorium tidak memiliki

fasilitas hitung trombosit dengan platelet-o dapat melakukan konfirmasi hitung trombosit manual.Jumlah trombosit dapat diperkirakan menggunakan apusan darah tepi dengan menghitung jumlah trombosit minimal 10lapangan pandang minyak imersi dengan jumlah eritrosit > 1000.9Perkiraan jumlah didapat dengan cara:

Jumlah trombosit/μl = (jumlah trombosit/jumlah eritrosit)x jumlah eritrosit/μl

Diskusi Pasien anak lelaki berusia 11 tahun

dengan diagnosis thalassemia β-HbE dirujuk dari poli thalassemia untuk pemeriksaan hematologi rutin. Dari hasil pemeriksaan hematologi rutin ditemukan anemia dimorfik, leukopenia, dan trombositosis. Hasil scattergram alat Sysmex XE 2100 untuk hitung trombosit metode impedance menunjukkan gambaran kurva abnormal dan terdapat flagplatelet abnormal distribution, trombositosis, platelet clump?. Sedangkan pada scattergram RBC menunjukkan gambaran dimorfik disertai flag mikrositosis. Dengan dasar gambaran dan flag yang ada, dilakukan pemeriksaan konfirmasi dengan platelet-o dan apusan darah tepi. Hasil konfirmasi trombosit dengan platelet-o didapatkan jumlah trombosit yang rendah . Apusan darah tepi memperlihatkan gambaran eritrosit dimorfik, mikrositik hipokrom, normositik normokrom, anisopoikilositosis, fragmentosit +3, tear drop cell +2, sel target +1. Terdapat kesan penurunan jumlah leukosit dan trombosit. Hasil konfirmasi perhitungan trombosit manual menghasilkan jumlah trombosit 97.084/μl sesuai trombositopeni.

Trombositosis yang terjadi pada pemeriksaan pertama merupakan peningkatan palsu jumlah trombosit. Hal ini terjadi karena metode pemeriksaan trombosit berdasarkan impedance yang hanya memperhitungkan ukuran sel, sehingga sel yang berukuran mirip dengan trombosit akan terhitung sebagai trombosit. Pasien dengan diagnosis thalassemia β-HbE pada kasus ini memiliki gambaran eritrosit mikrositik hipokrom dengan fragmentosit yang banyak. Dalam blood cell counter, selini dapat terhitung sebagai trombosit sehingga menyebabkan hasil tinggi palsu pada hitung trombosit. Konfirmasi dengan pemeriksaan trombosit berdasarkan platelet-o menunjukkan hasil trombositopeni. Untuk laboratorium yang tidak memiliki fasilitas blood cell counter dengan platelet-o harus berhati-

hati bila menemukan jumlah trombosit yang tinggi pada pasien thalassemia β-HbE. Hal tersebut dapat diatasi dengan hitung trombosit manual menggunakan apusan darah tepi untuk konfirmasi hasil trombosit yang tinggi tersebut.

Hasil laboratorium setelah konfirmasi sesuai dengan diagnosis thalassemiaβ-HbE. Dinyatakan bahwa gambaran klinis dapat menyerupai thalassemia β homozigot seperti pada kasus ini. Kadar hemoglobin pasien rendah yaitu 5,2 g/dl dengan penurunan MCV dan MCH. Gambaran dimorfik pada pasien ini kemungkinan karena pasien rutin mendapatkan transfusi darah, sehingga terdapat populasi eritrosit normal dan eritrosit mikrositik. Anisopoikilositosis dengan fragmentosit, tear drop cell, sel target serta adanya NRBC biasa ditemukan pada pasien thalassemia β mayor. Banyaknya fragmentosit kemungkinan karena terjadinya proses “pitting” eritrosit yang mengandung presipitasi rantai globin alfa yang berlebihan. Eritrosit berinti menunjukkan usaha sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit baru untuk mengkompensasi anemia yang terjadi. Leukopenia dan trombositopenia sekunder terjadi kemungkinan karena telah terjadi hipersplenisme.

Kesimpulan

Telah dikemukakan seorang pasien anak berusia 11 tahun dengan diagnosis thalassemia β-HbE. Dari hasil pemeriksaan hematologi rutin pertama didapatkan anemia dimorfik, leukopeni, dan trombositosis. Hasil hitung trombosit dikonfirmasi dengan metode fluorescence-optical thrombocyte count(platelet-o)dan apusan darah tepi dengan hasil trombositopenia.Penggunaan metode platelet-oatau sediaan apus darah tepi untuk hitung trombosit lebih dapat dipercaya pada kondisi dimana terdapat interferensi eritrosit mikrositik dan fragmentosit seperti yang didapatkan pada pasien dengan thalassemia β-HbE.

Daftar Pustaka

1. Mc Kenzie S B.Textbook of Haematology. 2nd edition. Baltimore: Williams&Wilkins; 1996.p 149-76

2. Mehta RP, Keohane EM. Thalassemias. In: Rodak BF, Fritsma GA, Keohane EM. Hematology Clinical Principles And Applications. 4th edition. St.Louis, Missouri: Elsevier Saunders; 2012.p 390-401

3. Weatherall DJ. Haemoglobin and the inherited

Page 48: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013

disorders of globin synthesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, Tuddenham EGD, editors. Postgraduate Haematology. 5th ed. Oxford: Blackwell Publishing; 2005. p. 96 - 101.

4. Randolph TR. Hemoglobinopathies (Structural defects in Hemoglobin). In: Rodak BF, Fritsma GA, Keohane EM. Hematology Clinical Principles And Applications. 4th edition. St.Louis, Missouri: Elsevier Saunders; 2012.p 366-380

5. Amalia P. Faktor-Faktor Genetik Pengubah Manifestasi Klinis Thalassemia β-HbE: Interaksi Antara Mutasi Thalassemia β, α, Polimorfisme Xmnl Gγ, dan SNPs Pada Klaster Gen Globin β. Disertasi. Jakarta. 2009

6. Sysmex XE-2100 Operation manual. Revisi 2007

7. Pinkowski R.Difference between impedance and optical platelet count methods in patients with microcytosis of red blood cells. Department of Laboratory Diagnostics, Military University of Medicine, Clinical Hospital WAM, Lód´z, Poland. Carden Jennings Publishing Co., Ltd:1999. Laboratory Hematology 5:22–27

8. Saigo K. Automated Hematology Analyzer XT-2000i Clinical Case Report. Blood Transfusion Division, Kobe University Hospital. Sysmex Corporation;2003

9. Wirawan R. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. Hal 85-6.

Page 49: MEDIKA ISLAMIKArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44036/1/MUKHTAR... · Gambaran Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Tahun 2013 ... Indeks Kepuasan Masyarakat

JMI. Vol. 10 No.1, Mei 2013