24
Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan Prof. Dr. Bustanul Arifin [email protected] Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA Dewan Pendiri/Ekonom Senior INDEF, Jakarta Professorial Fellow di InterCAFE dan MB-IPB, Bogor Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIPNAS) X tema Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa dan Negara di Tengah Perubahan Global” tanggal 9-11 November 2011 di Jakarta.

Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan - OPI · PDF fileaksesbilitas beras dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau sepanjang musim dan sepanjang tahun. •Usulan harga

Embed Size (px)

Citation preview

Membangun Kemandirian

dan Kedaulatan Pangan

Prof. Dr. Bustanul Arifin [email protected]

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA

Dewan Pendiri/Ekonom Senior INDEF, Jakarta

Professorial Fellow di InterCAFE dan MB-IPB, Bogor

Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIPNAS) X tema “Pemanfaatan Ilmu

Pengetahuan dalam Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa dan

Negara di Tengah Perubahan Global” tanggal 9-11 November 2011 di Jakarta.

Pangan = Soal Hidup atau Mati

• UU 7/1996 tentang Pangan – sedang direvisi

• PP 68/2002 tentang Ketahanan Pangan

• PP 28/2004 tentang Keamanan Pangan

• Perpres 22/2009 Penganekaragaman Pangan

Konsistensi dan Evolusi Definisi • Ketahanan Pangan: kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai

dengan individu, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (revisi UU7/1996)

• Kemandirian Pangan: kemampuan produksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat individu, baik jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang sesuai dengan potensi dan kearifan lokal (UU 41/2009).

• Kedaulatan Pangan: hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal (UU 41/2009).

Dimensi Ketahanan Pangan di Indonesia

• Ketersediaan: Produksi, distribusi pangan pokok dan

lainnya, berkualitas, aman, bergizi dan berimbang

• Aksesibilitas: Akses pangan, terutama kaum miskin

/marginal: subsidi, penanggulangan bencana, gender;

• Stabilitas (harga): Antar daerah, antar waktu, antar

pelaku, konsep cadangan besi, cadangan penyangga

• Utilisasi: Pengolahan, keamanan, pola makan, higienis,

sanitasi air, kehalalan, keutuhan, kemanfaatan dsb

Ketersediaan: Perdagangan Pangan 1990-2010

0

5

10

15

20

25

30

35

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

USD billion

Agro-food exports Agro-food imports Agro-food balance

Sumber: UN Comtrade, Database 2011

Pangsa Ekspor Indonesia di Dunia, 1990-2010

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Coconuts Palm oil Coffee Cocoa beans Rubber%

Sumber: UN Comtrade Database 2011 dan FAO STAT 2011

0

20

40

60

80

100

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Wheat Soybean Cotton lint Bovine meat Milk - excluding butter%

Pangsa Impor Indonesia di Dunia, 1990-2010

Sumber: FAO FAO STAT 2011

Pangan Domestik: Produktivitas Rendah (Data: Perkembangan produktivitas pangan strategis, 1990-2010)

Sumber: BPS, berbagai tahun

Selama 1996-2010, produktivitas padi hanya tumbuh 0.98% per tahun, jauh di bawah

laju pertumbuhan pendudu k 1.49% per tahun (Hasil Sesnusu Penduduk 2010 )

Jagung

Beras

Gula

Kedelai

CPO

Estimasi Produksi Pangan Strategis 2011

• Padi: Produksi 65,4 juta ton gabah kering giling (GKG) (37 juta ton beras dengan laju konversi 0,57). Jika konsumsi beras 113,5 kg per kapita, maka total konsumsi beras untuk 237,6 juta penduduk Indonesia seharusnya 27 juta ton. Jika data produksi itu benar, maka Indonesia surplus beras 10 juta ton, tidak perlu impor beras. Fakta: Indonesia impor beras sebesar 2 juta ton.

• Jagung: Produksi 17,2 juta ton jagung pipilan kering, turun 6%, dan sebagian besar untuk pakan ternak. Jika industri pakan menyerap jagung 6 juta ton, konsumsi langsung sulit mencapai 12 juta ton, maka estimasi produksi jagung mungkin juga overestimate, karena faktanya industri pakan juga masih impor jagung 1 juta ton.

• Kedelai: Produksi 870 ribu ton kedelai kering, turun 4% persen, jauh dari target swasembada adalah 2,5 juta ton. Impor dari AS.

• Gula: Produksi 2,2 juta ton, jauh dari target 2,8 juta ton. Total konsumsi >4,5 juta ton, terdiri dari 2,5 juta ton gula konsumsi dan 2 juta ton gula rafinasi, berasal dari impor gula mentah.

Perkembagan Produksi Padi (GKG), 2002-2011

Tahun Luas Panen

(Ha)

Produktivitas

(ton/ha)

Produksi

(Ton)

Perkembangan

(%)

2002 11.521.166 4,47 51.489.694 2,04

2003 11.488.034 4,54 52.137.604 1,26

2004 11.922.974 4,54 54.088.468 3,74

2005 11.839.060 4,57 54.151.097 0,12

2006 11.786.430 4,62 54.454.937 0,56

2007 12.147.637 4,71 57.157.435 4,76

2008 12.327.425 4,89 60.325.925 5,46

2009 12.883.576 5,00 64.389.890 6,75

2010 13.244.184 5,01 66.411.469 3,13

2011* 13.224.379 4,94 65.385.183 -1,63

Sumber: BPS (berbagai tahun), Data terakhir: Angka Ramalan Produksi 3, tanggal 1 November 2011

Dominasi Sentra Produksi di Jawa Masih Besar (Data: Produksi Beras per Propinsi,2000-2009)

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

Aksesibilitas: Rawan Pangan Mengintai • Strategi kebijakan kecukupan pangan untuk menjamin

ketersediaan dan aksesbilitas pangan seluruh wilayah Indonesia, yang dapat dijangkau dan aman dikonsumsi masyarakat luas.

• Indonesia memiliki standar AKG yang dihasilkan dari Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) ke-VII, pada Juni 2008, yaitu 2.200 kilokalori (kkal) dan 57 gram protein per kapita per hari.

• Terjadinya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan ini diikuti dengan penurunan persentase rumahtangga yang defisit energi tingkat berat (konsumsi energi < 70% angka kecukupan gizi) yang juga dikenal sebagai sangat rawan pangan.

• Persentase penduduk yang sangat rawan pangan menurun dari 13.1% tahun 2002 menjadi 11.1% tahun 2008. Meski menurun jumlah penduduk yang defisit energi tingkat berat (sangat rawan pangan) diperkirakan sekitar 25.1 juta jiwa. Suatu lampu merah.

• Fokus perhatian: kerawanan pangan NTT, warga mengkonsumsi biji asam, dan ancaman perubahan iklim yang makin nyata.

Trend Kemiskinan di Indonesia 1996-2011

Kemiskinan meningkat pada 2006 karena kenaikan harga BBM

Sumber: BPS

(Data: Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi, Maret 2011)

14

Disparitas Kemiskinan AntarProvinsi Amat Tinggi (Jakarta = 3,75%, Papua = 31,98%, Indonesia = 12,49%)

Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan

Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2010

Disparitas Kemiskinan Antara Kota dan Desa Tinggi

Tidak Bekerja

7%

Pertanian72%

Industri6%

Lainnya15%

Sebagian besar rumah tangga miskin di pedesaan bekerja di pertanian

Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah

2004-2011 Persentase RT Miskin di pedesaan menurut

Sumber Penghasilan Utama, Maret 2010

Peta Kerawanan Pangan karena Perubahan Iklim

Source: DNPI, 2011

Jawa Barat, Bali dan Sumatera Utara merupakan sentra produksi

pangan nasional dan perlu mendapat prioritas penanganan serius

karena memiliki indeks kerentanan cukup besar akibat perubahan iklim

Stabilisasi Harga: Ketegasan Kebijakan?

• Pemerintah perlu secara lebih berimbang, memperhatikan kepentingan petani produsen tanpa melupakan kepentingan konsumen, terutama pada kondisi krisis global dan fluktuasi harga pangan di pasar internasional seperti saat ini.

• Pemerintah perlu menyusun instrumen kebijakan stabilisasi harga gabah yang lebih efektif, misalnya memberikan jaminan harga gabah petani memadai terutama pada musim panen raya.

• Disamping itu, pemerintah perlu menjamin ketersediaan dan aksesbilitas beras dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau sepanjang musim dan sepanjang tahun.

• Usulan harga referensi (HPP) beras di tingkat provinsi mungkin cukup relevan untuk memberikan kepastian kepada petani. Akan tetapi, strategi tersebut perlu dipertimbangkan masak-masak karena akan sangat naif jika memberikan suatu insentif bagi produsen yang tidak meningkatkan kulaitas produksinya.

Pengadaan Beras Domestik & Impor, 1990-2010

0

1

2

3

4

5

6

0

1

2

3

4

5

6

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

%million tonnes

Domestic Import Domestic purchase as % of production(right hand scale)

Sumber: Kementerian Pertanian (berbagai tahun)

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Rp

/Kg

Harga GKP dan Beras Medium Dibanding HPP 2004 - 2011

Beras Medium

HPP Beras

GKP

HPP GKP

Sumber: Bulog, 2011

Evolusi Peran Bulog dalam Ketahanan Pangan

Sebelum 1998 • Sepenuhnya merupakam lembaga parastatal bidang logistik

1998 - 2001 • Masa transisi yang paling sulit, terutama setelah era otonomi daerah

2001- 2003

• Mengukuhkan status LPND untuk melaksanakan tugas umum

pemerintahan dan pembangunan di bidang manajemen logistik

melalui pengelolaan persediaan, distribusi, dan pengendalian harga

beras serta usaha jasa logistik

PP 7/2003 • Menyelenggarakan usaha logistik pangan pokok yang bermutu dan

memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak

Inpres 2/2005

• Menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok

masyarakat miskin, rawan pangan, serta untuk keadaan darurat.

• Menjaga stabilitas harga beras dalam negeri melalui pengelolaan

cadangan beras pemerintah.

Inpres 3/2007 • Mirip Inpres 2/2005, plus harga pembelian pemerintah (HPP) beras

Inpres 1/2008 • Mirip Inpres 3/2007, plus harga pembelian pemerintah (HPP) beras

Inpres 7/2009 • Mirip Inpres 1/2008, plus harga pembelian pemerintah (HPP) beras

Inpres 5/2011 • Lebih general, Rafaksi HPP gabah dan beras diatur dgn Permentan

Sumber: Diikhtisarkan dari beberapa studi dan sumber lain, 2011

Utilisasi: Tantangan Diversifikasi Pangan

• Pengurangan konsumsi beras 1.5% per tahun – Pemberian insentif perpajakan untuk investasi produksi karbohidrat non-beras

– Gerakan “rice-free day” untuk mengurangi ketergantungan pada beras.

• Pengembangan pangan lokal, mulai dari karbohidrat yang berbasis biji-bijian dan umbi-umbian, protein dan vitamin, berbasis peternakan dan hortikultura, apalagi yang bersifat eksotis, sesuai kearifan masyarakat.

• Promosi pangan lokal di daerah, lebih aktif melibatkan stakeholders lain, dan lain-lain.

Uraian Konsumsi per kapita per hari

2005 2006 2007 2008 2009

1. Energi (kkal/kap) 1996 1927 2015 2038 1927

2. Protein (gram/kap) 55.27 53.66 57.65 57.43 54.35

Skor PPH - 74.9 82.8 81.9 75.7

Sumber: Susenas, BPS

1

PETA POTENSI PANGAN SPESIFIK WILAYAH

BADAN KETAHANAN PANGAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

SUMATERA UTARA Kab. Serdang Bedagai

Singkong : Beras singkong*)

R I A U Kab. Pekanbaru

Sagu : mie sagu

Kab. PelelawanJewawut (sokui) : biji, tepung*)

Kab. Indra Giri HilirSagu : Sagu rendang (butiran)

J A M B I Kab. Kerinci

Singkong : Beras singkong*)

SUMATERA SELATAN Kab. Oku Selatan

Pisang : tepung**)

LAMPUNG Kab. Lampung Timur

Singkong : tepung

Kab. Tulang BawangSingkong : tepung

JAWA BARAT Kab. Cimahi

Singkong : beras singkong**)

Kab. BandungSingkong : beras singkong**)

Kab. CiamisSingkong : tepung, oyek**)

Ganyong : tepung, mie**)

Kab. KuninganUbi jalar : chip, tepung***)

pasta

JAWA TENGAH Kab. Cilacap

Sukun : tepung, pati **)

Kab. BoyolaliSingkong : mie basah**)

Kab. BanjarnegaraGanyong : tepung, mie**)

Kab. Magelang, TemanggungJagung : beras jagung**)

Kab. PurbalinggaGanyong : tepung, mie**)

Kab. Sragen : Garut : pati*)

Kebumen ; Oyek

BANGKA BELITUNG Kab. Bangka Barat

Singkong : Beras aruk**)

KALIMANTAN BARAT Kab. Pontianak

Sagu : mie sagu*)

KALIMANTAN TENGAH Kab. Sukamara

Singkong : beras kufu

Kab. SeruyanSukun : tepung, mie*)

Kab. SampitSagu

KALIMANTAN SELATAN Kab. Tanah Laut

Sukun, pisang, bengkuang,sirsak, labu kuning : tepung*)

KALIMANTAN TIMUR Kab. Nunukan

Singkong : iluy

Kab. Kutai KertanegaraPisang : tepung*)

D I Y Kab. Bantul

Singkong : mie kering***)

Kab. Gunung KidulGanyong : tepung**)

Singkong : tiwul, gathot**)

Pisang : tepung*)

Ubi jalar : tepung*)

JAWA TIMUR Kab. Pasuruan

Ubi : tepung, mie***)

Kab. TrenggalekSingkong : tepungGarut : tepung

Kota Malang***)

Singkong : tiwul, gathot

N T T Kab. Lembata

Buah Bakau : tepung*)

Jagung : jagung titi

Kab. Rote NdaoSorghum : biji

Kab. Flores Timurdan Kab. AlorJagung : jagung titi

Kab. EndeJagung : jagung bose

SULAWESI SELATAN Kab. Bone

Sukun : tepung, mie*)

SULAWESI TENGGARA Kota Kendari

Sagu : Soun sagu***)

Keterangan :

*) Produksi TP PKK/KWT

**) Produksi Kelompok Tani/Gapoktan

***) Produksi Kelompok Usaha

SULAWESI BARAT Kab. Polewali Mandar

Jewawut (tareang) : biji, tepung**)

MALUKU UTARA Kab. Halmahera Tengah

Buah bakau : butiran, tepung*)

PAPUA Kab. Keerom

Buah bakau : butiran, tepung *)

MALUKU Kota Ambon

Sagu : tepungHotong/hotoburu

PAPUA BARAT Kab. Manokwari

Buah bakau : tepung *)

Perpres 22/2009 Penganekaragaman Pangan

Penutup: Perubahan Kebijakan ke Depan

• Kemandirian pangan dan kedaulatan pangan mensyaratkan suatu ketahanan pangan yang kuat, yang meliputi dimensi ketersediaan, aksesibilitas, stabilitas harga dan utilisasi (dan keamanan pangan)

• Di bidang produksi, perbaikan manajemen usahatani padi, peningkatan produktivitas dan inovasi kelembagaan dengan memanfaatkan kearifan lokal. Sistem insentif baru yang berbasis inovasi dan teknologi baru wajib dikembangkan.

• Pemanfaatan anggaran negara untuk meningkatkan kapasitas petani dan SDM pertanian, bahkan jika harus memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk memperbaiki infrastruktur produksi pertanian (jaringan irigasi dan drainase) dan pencetakan sawah-sawah baru di luar Jawa, apalagi jika harus menuju food estate.

• Untuk stabilisasi harga pangan di daerah, para gubernur, bupati, dan walikota wajib secara aktif memberdayakan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), melibatkan akademisi di daerah, sebagai salah satu harapan yang masih dapat diandalkan.