Upload
vukiet
View
268
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
MENCINTAI SEJARAH DAN BUDAYA
SOLO MASA LALU UNTUK SOLO MASA DEPAN
Karya ilmiah ini ditulis dan diajukan untuk mengikuti perlombaan karya ilmiah mata
pelajaran Sejarah tingkat SMA oleh Yayasan WWI.
Oleh :
PRARASTO MIFTAHURRISQI
15 / 315854 / XI BAHASA 2
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHARAGA
SMA NEGERI 6 SURAKARTA
Februari 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini ditulis dan diajukan untuk mengikuti perlombaan karya ilmiah mata
pelajaran Sejarah tingkat SMA oleh Yayasan WWI.
Pada Hari : Jum’at Pahing
Tanggal : 31 Mei 2013
Pembimbing 1 Pembimbing 2
( ) ( )
Suwarni, S.Pd Indratmoko Pribadi, S.Pd
NIP: 19700831 200701 2 012 NIP: 19661024 200501 1 003
Wali Kelas XI Bahasa 2 Kepala SMA Negeri 6 Surakarta
( ) ( )
Agus Setiyono, S.Pd Dra. Harminigsih, M.Pd
NIP: 19650811 199512 1 002 NIP: 19671208 199412 2 003
ABSTRAK
Prarasto Miftahurrisqi. 315854. MENCINTAI SEJARAH DAN BUDAYA
SOLO MASA LALU UNTUK SOLO MASA DEPAN. Karya Ilmiah Remaja.
Surakarta: Kelas XI Jurusan Program Bahasa. Sekolah Menengah Atas Negeri 6
Surakarta, Februari 2013.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai sejarah yang ada di KotaSurakarta seperti menjelaskan mengenai gambaran secara deskriptif tentang Pasar GedheHardjonegoro dari masa awal hingga masa sekarang, menanggapi keadaan jenis beberapabangunan kuno di Kota Surakarta dan sekitarnya, menjelaskan bagian - bagian yang termasukdalam bagian Topomini Kota Surakarta, menjelaskan siapa saja pejuang kemerdekaan yangtelah berjasa dalam perjuangannya demi kemerdekaan Indonesia di Kota Surakarta,menjelaskan sosok KH. Samanhoedi, menjelaskan perkembangan Stasiun Jebres mulai darimasa lalu hingga masa sekarang, menjelaskan keadaan bangunan kuno DHC ’45 di KotaSurakarta, menanggapi bangunan apa saja yang termasuk dalam bangunan kuno di sekitartempat tinggal penulis, menjelaskan apa saja yang menjadi benda & bangunan budaya di KotaSurakarta, menanggapi bangunan kuno yang bukan bangunan hunian di Kota Surakarta &masih banyak tentang Kota Surakarta lainnya.
Metode penelitian ini adalah menggunakan berbagai metode dalam karya ilmiah olehpenulis seperti Observasi, Penulis melakukan observasi dengan pengamatan dan pemotretanpada objek objek yang menjadi penelitian dalam membuat suatu metodologi penelitian ini,Wawancara, Penulis melakukan sedikit wawancara dengan berbagai warga atau orang orangyang berkaitan hubungannya dengan objek yang akan diteiliti demi akuratnya informasi, TI(Teknologi Informasi) Penulis dalam melakukan penelitian ini juga memanfaatkan teknologiguna untuk menunjang keberadaan informasi setiap objek penelitian sehingga bisa menambahwawasan dalam membuat laporan penelitian ini seperti Browsing di Internet.
Hasil penelitian ini adalah menunujukan bahwa Kota Surakarta mempunyai banyaknilai nilai potensi sejarah dan budaya yang bisa untuk diangkat ke publik dan diperkenalkansecara luas melalui bangunan bangunan kuno, tempat bersejarah dan tentunya tempat tempatyang belum pernah dikunjungi sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagibangunan seperti Keraton Surakarta Hadiningrat, Museum KH. Samanhoedi, dan masihbanyak yang ada dalam karya ilmiah ini yang bertemakan mencintai Solo masa lalu untukSolo masa depan.
MOTTO
Subhanallah (Maha Suci Allah) Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan.Maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh sungguh dan hanya kepada Allah kami
berharap.
(QS. Al Insyiroh 6 – 8)
Janganlah kamu mengecilkan dari kebaikan walaupun dengan hanya melemparkansenyuman pada saudaramu / kerabatmu.
(HR. Muslim)
Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akanminta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu !
Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak.
(Bung Karno, Presiden pertama RI)
PERSEMBAHAN
1. Yayasan WWI selaku penyelenggara perlombaan
2. Ibu Dra. Harminingsih, S.Pd selaku Kepala SMA N 6 Surakarta
3. Ibu Suwarni, S.Pd selaku Pembimbing 1
4. Bapak Indratmoko, S.Pd selaku Pembimbing 2
5. Bapak Agus Setiyono, S.Pd selaku Wali Kelas XI Bahasa 2
6. Orang Tua beserta Keluarga (Bp. Danang Endarto dan Ibu Arofah Ery Nurmaya)
7. Kawan kawan Kelas XI Bahasa 2 tahun ajaran 2012 / 2013.
8. Masyarakat Kota Solo.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga laporan ini dapat
diselesaikan walaupun masih dalam bentuk yang sebaik mungkin.
Selama proses penyusunan laporan ini, penyusun sekiranya menemui banyak hambatan
maupun kesulitan dalam penysunan laporan ini dikarenakan terbatasnya pemahaman dan
pengetahuan penysun. Namun berkat usaha yang keras dan bantuan dari berbagai pihak,
masalah hambatan dan kesulitan itu pun dapat terselesaikan. Maka dari itulah penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1 Yayasan WWI selaku penyelenggara perlombaan
2 Ibu Dra. Harminingsih, S.Pd selaku Kepala SMA N 6 Surakarta
3 Ibu Suwarni, S.Pd selaku Pembimbing 1
4 Bapak Indratmoko, S.Pd selaku Pembimbing 2
5 Bapak Agus Setiyono, S.Pd selaku Wali Kelas XI Bahasa 2
6 Orang Tua beserta Keluarga (Bp. Danang Endarto dan Ibu Arofah Ery Nurmaya)
7 Kawan kawan Kelas XI Bahasa 2 tahun ajaran 2012 / 2013.
8 Masyarakat Kota Solo
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini sangatlah jauh dari sempurna, baik
dalam penyajiannya, penyusunannya maupun dalam hal lain. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan hasil laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Surakarta, Mei 2013
Prarasto Miftahurrisqi
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... 01
PENGESAHAN ................................................................................................................... 02
ABSTRAK ........................................................................................................................... 03
MOTTO & PERSEMBAHAN ......................................................................................... 04
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 05
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 06
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 08
BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................................. 10
BAB 3 KAJIAN PENELTIAN ......................................................................................... 24
BAB 4 PEMBAHASAN
PROGRAM 1 Sekilas Kehidupan Kota Solo
TUGAS 1 : Pasar Gedhe Hardjonegoro................................................................ 26
TUGAS 2 : Tanggapan Terhadap Bangunan Bangunan Kuno Di Kota Solo .. 27
TUGAS 3 : Deskripsi Topomini Kota Solo .......................................................... 30
TUGAS 4 : Tabel Pahlawan Kemerdekaan Asal Kota Solo .............................. 32
PROGRAM 2 Kota Solo & Kampung Batik Laweyan
TUGAS 5 : Riwayat KH. Samanhoedi ................................................................ 35
TUGAS 6 : Deskripsi Stasiun Jebres ................................................................. 38
TUGAS 7 : Napak Tilas Bangunan Kuno DHC ’45 Surakarta ....................... 39
TUGAS 8 : Tabel Bangunan Kuno Jenis Rumah Hunian ................................ 41
PROGRAM 3 Bangunan Keraton Sebagai Situs Budaya
TUGAS 9 : Informasi Mengenai Budaya & Bangunan Istana Keraton ............ 42
TUGAS 10 : Tabel Bangunan Kuno Di Kota Surakarta ................................... 56
PROGRAM KHUSUS Tentang Kota Solo
KOTA SOLO 1 : Dalam Mata Sejarah & Perjuangan ...................................... 57
KOTA SOLO 2 :Dalam Bingkai Wisata & Kuliner ........................................... 68
KOTA SOLO 3 : Dalam Potret Budaya & Adat ............................................... 104
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................................ 121
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 122
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 123
RIWAYAT PENULIS ...................................................................................................... 140
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Solo merupakan salah satu bagian di antara kota kota bersejarah yang ada di
Indonesia, dimana terdapat berbagai macam peninggalan peninggalan sejarah oleh para
pendahulu masyarakat Kota Solo ini. Salah satu peninggalan sejarah yang ada di Kota Solo
hingga saat ini mungkin masih bisa ditemui walaupun keadaannya telah berubah seiring
dengan perkembangan zaman yaitu bangunan bangunan kuno dan bangunan budaya.
Bangunan bangunan kuno yang masih tetap ada dan terdapat di Kota Solo meliputi benteng
benteng peninggalan penjajahan di era pemerintahan kolonial Belanda dan masjid masjid
kuno yang didirikan semenjak masuknya ajaran ajaran agama Islam di Kota Solo oleh para
penyebar ajaran ajaran Islam seperti para ulama dan para pedagang muslim. Sedangkan untuk
yang bangunan bangunan budaya meliputi keraton kerajaan Kota Solo seperti Mangkunegaran
dan Kasunanan Surakarta.
Maka dari itu, dalam karya laporan ini, penyusun akan membahas tentang perjalanan
sejarah bangunan bangunan kuno dan budaya yang ada di masa lalu untuk bisa dipelajari di
masa sekarang tepatnya di Kota Solo.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana gambaran dan penjelasan secara deskriptif terhadap Pasar Gedhe
Hardjonegoro dari masa awal hingga masa sekarang?
2) Bagaimana tanggapan terhadap beberapa jenis bangunan kuno di Kota Solo dansekitarnya?
3) Apa saja yang menjadi bagian Topomini Kota Surakarta?
4) Siapa sajakah Pejuang Kemerdekaan yang telah berjasa dalam Perjuangannya di KotaSurakarta?
5) Siapakah KH. Samanhoedi itu?
6) Bagaimana perkembangan Stasiun Jebres dari masa lalu & masa sekarang?
7) Bagaimana keadaan bangunan kuno DHC ’45 di Kota Surakarta?
8) Bangunan apa saja yang bersejarah di sekitar tempat tinggal penulis?
9) Apa saja benda dan bangunan budaya yang ada di Keraton Surakarta?
10) Bagaimana tanggapan tentang bangunan kuno yang bukan bangunan hunian di KotaSurakarta?
C. Tujuan Masalah.
1) Menjelaskan mengenai gambaran secara deskriptif tentang Pasar Gedhe Hardjonegorodari masa awal hingga masa sekarang.
2) Menanggapi keadaan jenis beberapa bangunan kuno di Kota Surakarta dan sekitarnya.
3) Menjelaskan bagian - bagian yang termasuk dalam bagian Topomini Kota Surakarta.
4) Menjelaskan siapa saja pejuang kemerdekaan yang telah berjasa dalam perjuangannyademi kemerdekaan Indonesia di Kota Surakarta.
5) Menjelaskan sosok KH. Samanhoedi.
6) Menjelaskan perkembangan Stasiun Jebres mulai dari masa lalu hingga masasekarang.
7) Menjelaskan keadaan bangunan kuno DHC ’45 di Kota Surakarta.
8) Menanggapi bangunan apa saja yang termasuk dalam bangunan kuno di sekitar tempattinggal penulis.
9) Menjelaskan apa saja yang menjadi benda & bangunan budaya di Kota Surakarta.
10) Menanggapi bangunan kuno yang bukan bangunan hunian di Kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Kota Surakarta
Mengetahui sumber sumber sejarah yang ada di Kota Surakarta melaluibangunan bangunan kuno pada masa lalu.
Mengetahui jalannya sejarah yang telah terukir dalam catatan catatan sejarahperjuangan Indonesia yang telah menjadi saksi bisu di Kota Surakarta.
Menjadikan setiap bangunan bangunan kuno sebagai salah satu benda cagarbudaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.
2. Bagi Masyarakat Umum
Mengetahui sumber sejarah di Kota Surakarta melalui peninggalanpeninggalan sejarah seperti bangunan kuno, riwayat perjuangan pejuang KotaSurakarta dan benda cagar budaya.
Menjadikan sumber referensi untuk bisa mendalami sejarah Kota Surakarta.
3. Bagi Sekolah
a. Menjadikan penelitian ini untuk bahan pembelajaran siswa di Sekolah.
b. Membuat penelitian ini sebagai acuan dalam membuat suatu kerangkapenilaian mata pelajaran Sejarah.
c. Mengetahui secara jelas dan pasti akan sejarah Kota Surakarta melaluibangunan bangunan kuno dan lain sebagainya yang terkait dengan isipenelitian ini sesuai dengan kurikulum.
4. Bagi Pelajar
a. Menjadi media pembelajaran mata pelajaran Sejarah yang efektif.
b. Menjadi bahan pembelajaran mata pelajaran Sejarah yang edukatif, menarikdan berkarakter.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Sejaraha. Metode Kajian Sejarah
Ahli-ahli sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah
antara lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M.
Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan
narasi sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi kronologis
yang lebih realistik.
Foto : ATAS (Dari Kiri ke Kanan)Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier,
Geoffrey Rudolf Elton
BAWAH (Dari Kiri ke Kanan) G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor
Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif. Metode ini
menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang
dalam sejarah.
Ahli sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan
sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta
kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya.
Foto : In Defense of History karya Richard J. Evans.
Dalam beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras
mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah. Menurut mereka,
sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah
yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan
Sejarah), Richard J. Evans, seorang profesor bidang sejarah modern dari Universitas
Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk masyarakat.
b. Wawasan Seputar SejarahKata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (ةرجش : šajaratun) yang artinya pohon.
Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (خيرات). Adapun kata tarikh dalam bahasa
Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada
bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa
Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan
tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.
Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam
literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang
mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa
Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman
geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.
Menilik pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa
pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu
penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah
ini dengan membuat periodisasi.
c. Pengertian Sejarah menurut para ahli
Foto : Pengantar Ilmu Sejarah karya Mohammad Ali
Pengertian Sejarah Menurut Mohammad Ali dalam bukunya "Pengantar Ilmu Sejarah"
menyatakan sejarah, yaitu:
1. Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
2. Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di
sekitar kita.
3. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan kejadian dan peristiwa dalam
kenyataan di sekita kita.
Foto : Buku What is History karya Edward Hallet Carr
Pengertian Sejarah Menurut E.H. Carr dalam buku teksnya "What is History", Sejarah
adalah dialog yang tak pernah selesai antara masa sekarang dan lampau, suatu proses interaksi
yang berkesinambungan antara sejarawan dan fakta-fakta yang dimilikinya.
Pengertian Sejarah dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia):
1. asal-usul (keturunan) silsilah
2. kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo:
cerita
3. pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi di
masa lampau
2. Kajian Budaya
A. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal,
kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan
diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsure rohani
dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsure jasmani
sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.
Kebudayaan=cultuur (bahasa belanda)=culture (bahasa inggris)=tsaqafah (bahasa
arab), berasal dari perkataan latin : “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini
berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam”.
Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu diartikan sama
(Koentjaraningrat, 1980:195). Namun dalam IBD dibedakan antara budaya dan kebudayaan,
karena IBD berbicara tentang dunia idea tau nilai, bukan hasil fisiknya. Secara sederhana
pengertian kebudayaan dan budaya dalam IBD mengacu pada pengertian sebagai berikut :
1. Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.
2. Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah budaya atau sering disebut
kultur yang mengandung pengertian keseluruhan sistem gagasan dan tindakan.
Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban, mengandung pengertian luas, meliputi
pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hokum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota
masyarakat (Taylor, 1897:19).
Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan
reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh symbol-simbol yang menyusun
pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya
perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau
paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai. Ketentuan-ketentuan ahli kebudayaan
itu sudah bersifat universal, dapat diterima oleh pendapat umum meskipun dalam praktek, arti
kebudayaan menurut pendapat umum ialah suatu yang berharga atau baik (Bakker, 1984:21).
1. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan
masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
2. Koentjaraningrat
Mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang
harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.
3. A.L. Kroeber dan C.Kluckhohn (1952:34)
Dalam bukunyan Culture, a critical review of concepts and definitions mengatakan
bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti
seluas-luasnya.
4. Malinowski
Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas
berbagai system kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya
yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul
kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu,
seperti lembaga kemasyarakatan.
5. E.B Taylor (1873:30)
Dalam bukunya Primitive Culture kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan
kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hokum, adat-istiadat
dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Hasil buah budi (budaya) manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam:
1. Kebudayaan material (lahir), yaitu kebudayaan yang berwujud kebendaan, misalnya :
rumah, gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin, pakaian dan sebagainya.
2. Kebudayaan immaterial (spiritual=batin), yaitu : kebudayaan, adat istiadat, bahasa, ilmu
pengetahuan dan sebagainya.
B. Unsur Kebudayaan
Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bagian suatu
kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan analisis tertentu. Dengan adanya unsur
tersebut, kebudayaan disini lebih mengandung makna totalitas daripada sekedar penjumlahan
unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Menurut Kluckhohn ada tujuh unsure dalam
kebudayaan universal, yaitu system religi dan upacara keagamaan, system organisasi
kemasyarakatan, system pengetahuan, system mata pencaharian hidup, system tekhnologi dan
peralatan, bahasa, serta kesenian. Untuk lebih jelas, masing-masing diberi uraian sebagai
berikut.
1. Sistem religi dan upacara keagamaan, merupakan produk manusia sebagai homo
religious. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di
atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang Mahabesar yang dapat
“menghitam-putihkan” kehidupannya. Foto : Ragam Kegiatan Keagamaan Masyarakat
Indonesia.
F
Oleh karena itu, manusia takut sehingga menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan
yang sekarang menjadi agama.
Untuk membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kamauan manusia,
dilakukan usaha yang diwujudkan dalam system religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan, merupakan produk dari manusia sebagai homo
socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah. Namun, dengan akalnya manusia membentuk
kekuatan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Foto :
Jajaran pemerintahan yang mengatur kehidupann masyarakat agar hidup sejahtera.
3. Sistem pengetahuan, merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran
orang lain. Kemampuan manusia untuk mengingat apa yang telah diketahui, kemudian
menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa menyebabkan pengetahuan ini menyebar
luas. Foto : Kegiatan Belajar Mengajar Pelajar Indonesia.
4. Sistem mata pencaharian hidup, yang merupakan produk dari manusia sebagai homo
economicus menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat. Foto:
Mata Pencaharian Masyarakat Indonesia yang umumnya berdagang sebagai penghasilan
hidup.
5. Sistem teknologi dan peralatan, merupakan produksi dari manusia sebagai homo
faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat
memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu
alat. Dengan alat-alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya
daripada binatang. Foto : Teknologi untuk kebutuhan dan keinginan setiap manusia.
6. Bahasa, merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia
pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam
bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan. Foto : Konferensi Bahasa yang
dilakukan untuk melestarikan perkembangan bahasa agar tidak punah.
7. Kesenian, merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia
dapat mencukupi kebutuhan fisiknya maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk
memenuhi kebutuhan psikisnya. Foto : Tarian dan Karawitan Jawa yang Adiluhung.
Perlu dimengerti bahwa unsur-unsur kebudayaan yang membentuk struktur
kebudayaan itu tidak berdiri lepas dengan lainnya. Kebudayaan bukan hanya sekedar
merupakan jumlah dari unsur-unsurnya saja, melainkan merupakan keseluruhan dari
unsur-unsur tersebut yang saling berkaitan erat (integrasi), yang membentuk kesatuan yang
harmonis. Masing-masing unsur saling mempengaruhi secara timbale-balik. Apabila terjadi
perubahan pada salah satu unsur, maka akan menimbulkan perubahan pada unsur yang lain
pula.
C. Wujud Kebudayaan
Selain unsur kebudayaan, masalah lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah
wujudnya. Pendapat umum mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan
bendaniah (material) yang memiliki cirri dapat dilihat, diraba, dan dirasa. Sehingga lebih
konkret atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri
dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat lebih abstrak dan lebih sulit
dipahami. Koentjaraningrat dalam karyanya kebudayaan. Mentaliter, dan pembangunan
menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud kebudayaan, yaitu :
1. Sebagai suatu kompeks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya.
2. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia. (koentjaraningrat, 1974:15).
Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan
difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. Ide-ide dan gagasan manusia ini banyak yang
hidup dalam masyarakat dan member jiwa kepada masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak
terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan menjadi suatu system, disebut system
budaya atau culture system, yang dalam bahasa Indonesia disebut adat istiadat.
Wujud kedua adalah yang disebut system social, yaitu mengenai tindakan berpola
manusia itu sendiri. Sistem social ini bersifat konkrit sehingga bias diobservasi, difoto dan
didokumentir.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya
manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bias diraba,
difoto dan dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan masyarakat
tidak terpisah satu dengan yang lainnya.
Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki system nilai. Menurut C.Kluckhohn
(1961:38) dalam karyanya Variations in Value Orientation, system nilai budaya dalam semua
kebudayaan yang ada di dunia sebenarnya berkisar pada lima masalah pokok dalam
kehidupan manusia, yaitu :
1. Hakikat dari hidup manusia (manusia dan hidup, disingkat MH)
2. Hakikat dari karya manusia (manusia dan karya, disingkat MK)
3. Hakikat kedudukan manusia dalam ruang waktu (manusia dan waktu, disingkat MW)
4. Hakikat hubungan manusia dengan sesamanya (manusia dan manusia, disingkat MM).
BAB 3
KAJIAN PENELITIAN
a) Lokasi Penelitian
Pasar Gedhe Hardjonegoro (Jl. Urip Sumohardjo, Solo, Surakarta, JawaTengah)
Benteng Vastenburg (Jl. Mayor Sumarno, Beteng, Solo, Surakarta, JawaTengah)
Kampung Batik Laweyan Solo (Daerah Kampung Batik Laweyan Solo,Surakarta, Jawa Tengah)
Museum KH. Samanhoedi (Daerah Kampung Batik Laweyan Solo, Surakarta,Jawa Tengah)
Stasiun Jebres Surakarta (Jl. Ledoksari No. 1, Purwadiningratan, Jebres, Solo,Surakarta, Jawa Tengah)
Kantor DHC’45 Surakarta (Jl. Mayor Sunaryo No. 4, Solo, Surakarta, JawaTengah)
Komplek perumahan kuno Laweyan (Daerah Laweyan, Solo, Surakarta, JawaTengah)
b) Waktu Penelitian
Jum’at, 8 Februari 2013 di Pasar Gedhe Hardjoegoro Solo
Sabtu, 9 Februari 2013 di Benteng Vastenburg, Kampung Batik Laweyan Solodan Museum KH. Samanhoedi di daerah Laweyan Solo.
Minggu, 10 Februari 2013 di Stasiun Jebres, Kantor DHC’45 dan Komplekperumahan kuno Laweyan Solo.
Rabu - Kamis 22 - 23 Mei 2013 mengunjungi berbagai tempat kuliner danobyek wisata di Kota Solo. (ada di Program Khusus)
Jum’at, 24Februari 2013 di tempat kuliner khas Kota Solo (Gudeg Ceker, &Nasi Liwet)
c) Metode Penelitian
Observasi
Penulis melakukan observasi dengan pengamatan dan pemotretan pada objekobjek yang menjadi penelitian dalam membuat suatu metodologi penelitian ini.
Wawancara
Penulis melakukan sedikit wawancara dengan berbagai warga atau orang orangyang berkaitan hubungannya dengan objek yang akan diteiliti demi akuratnyainformasi.
TI (Teknologi Informasi)
Penulis dalam melakukan penelitian ini juga memanfaatkan teknologi gunauntuk menunjang keberadaan informasi setiap objek penelitian sehingga bisamenambah wawasan dalam membuat laporan penelitian ini seperti Browsingdi Internet.
d) Alat Penelitian
1 Kamera Digital
1 PC Laptop
1 Buku Catatan + 2 Pulpen
Wi Fi Internet Access
1 Printer
1 Handphone Camera
10 Lembar kertas HVS
1 Buku Panduan Modul Pembelajaran Sejarah & Budaya dari Yayasan WarnaWarni Indonesia cetakan 2010, “MENCINTAI SOLO MASA LALU untukSOLO MASA DEPAN”.
1 Card Reader
1 Flash Disk
1 Kendaraan Motor
e) Pembimbing Penelitian
Bp. Indratmoko Pribadi, S.Pd
Ibu Suwarni, S.Pd
f) Latar Belakang Penelitian
Penulis menyadari bahwa mencintai sejarah dan budaya sendiri sangatlahbegitu penting dan tentunya kita harus terus menjaga warisan para pendahulukita terdahulu untuk kemudian dilestarikan dan dirawat hingga masa yangakan mendatang.
Pada jaman sekarang ini banyak sekali generasi muda yang mulai luntur akankecintaan terhadap budaya bangsa sendiri apalagi menyukai sejarah bangsasendiri. Maka dari itu, penulis membuat suatu pembuktian melalui penelitianini untuk kemudian bisa dimanfaatkan dalam mempelajari sejarah dan budayabangsa Indonesia sendiri agar tidak punah.
BAB 4
PEMBAHASAN
PROGRAM 1 SEKILAS KEHIDUPAN KOTA SOLO
TUGAS 1
DESKRIPSI PASAR GEDHE HARDJONEGORO
Pasar Gedhe Hardjonegoro atau secara umum biasa disebut namanya saja Pasar Gedhe
ini, merupakan sentral dari seluruh pasar yang ada di Kota Solo. Pasar Gedhe ini pada
awalnya dibangun dan direnovasi kembali yang sebelumnya hanya pasar pribumi Jawa sekitar
jaman kepemimpinan Paku Buwono yang ke-10 (Abad ke 18). Pasar Gedhe yang ada di Kota
Solo memiliki suatu bangunan bersejarah yang menjadi salah satu ciri khas budaya Kota Solo
yaitu adanya tugu jam yang terpusat di tengah jalan persimpangan pasar. Sejak jaman
kepemimpinan Paku Buwono, Pasar Gedhe telah menjalankan roda perekonomian pribumi,
walaupun pada kenyataannya daerah di sekitar pasar ini dekat dengan kawasan pecinan.
Kawasan Pecinan sendiri merupakan kawasan tempat tinggal atau perkampungan bagi orang
orang yang berdarah Tionghoa. Dalam menjalankan perekonomian terutama perdagangan di
Pasar Gedhe, tentu saja pribumi Jawa senantiasa menjalin kerja sama dengan kaum Tionghoa
yang sebagian besar menguasai perekonomian swasta pada waktu itu yang masih dalam
penjajahan monopoli dagang pemerintahan kolonial Belanda. Selain itu juga, dari dulu
deretan deretan toko perdagangan atau ruko penjualan di Pasar Gedhe hampir sebagian besar
berada dalam penguasaan kaum Tionghoa, meskipun pribumi Jawa sendiri yang waktu itu
sangat miskin hanya bisa menjual dagangannya secara nomaden atau yang dimaksud di sini
adalah tidak mempunyai tempat untuk berjualan secara menetap. Pasar Gedhe telah banyak
mengalami banyak perubahan perubahan dalam aspek bangunan maupun lingkungan
sekitarnya seiring dengan perkembangan zaman.
Tentu saja, Pasar Gedhe yang ada di zaman sekarang ini, telah menjadi salah satu
benda cagar budaya di Kota Solo yang harus dijaga dan dirawat agar generasi selanjutnya bisa
mengambil pelajaran sejarah yang dikandungannya untuk tetap dipertahankan dan
dilestarikan sehingga tidak akan pernah punah atau hilang seiring perkembangan zaman
manusia yang terus maju dan berkembang.
TUGAS 2
TANGGAPAN TERHADAP BANGUNAN BANGUNAN KUNO DI KOTA SOLO
A. TANGGAPAN TERHADAP BANGUNAN KUNO
1. Penyusun makalah menanggapi tentang kasus sebuah perusahaan perumahan
membangun perumahan dengan arsitektur gaya Eropa secara menyeluruh ini.
Penyusun berpendapat bahwa kasus tersebut, sepertinya kurang begitu menghargai
budaya asli dari bangsa sendiri. Dikarenakan hal tersebut sama saja kita seperti hidup
kembali di jaman pemerintahan kolonial Belanda yang sebagian orang orang Belanda
tinggal dengan rumah yang berasitektur Eropa karena bangsa Indonesia sendiri telah
mengalamai trauma dijajah terhadap segala sesuatu hal yang bernuansa asing.
Sehingga penyusun menghimbau, sebaiknya perusahaan perumahan yang
bersangkutan dalam membangun perumahan yang bernuansa Eropa tadi, diganti
dengan nuansa yang sesuai Daerah sekitar, tempat membangun perumahan tersebut.
Hal ini bisa dilakukan agar mampu memperkokoh atau memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa lewat pembanguan perumahan yang bernuansa khas Indonesia itu
tadi.
2. Penyusun makalah menanggapi tentang kasus sebuah rumah bernilai sejarah dan
budaya, namun dibongkar menjadi bangunan sama sekali. Penyusun berpendapat
bahwa kasus tersebut, pihak yang bersangkutan dalam pembangunan tersebut sama
sekali tidak mengerti arti dari bangunan yang memiliki sejarah dan budaya. Setiap
bangunan yang memiliki nilai sejarah ataupun budaya, sudah terbukti jelas untuk bisa
menjadi Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang harus dirawat, dijaga dan dilestarikan.
Sehingga penyusun menghimbau, sebaiknya bagi siapa pun dalam membongkar atau
membangun kembali bangunan yang baru dari bangunan yang memiliki nilai sejarah
dan budaya atau BCB, haruslah meninjau ulang kembali atau melakukan perijinan
terkait pembangunan tersebut terhadap pemerintahan setempat yang bertanggung
jawab mengawasi kawasan BCB tersebut dan jika diperbolehkan, maka hal itu harus
diumumkan dan dipaparkan di mata masyarakat umum supaya nanti masyarakat tidak
bingung atau apatis dalam mengambil sikap maupun pendapat terhadap kebijakan
pemerintah tersebut.
3. Penyusun makalah menanggapi tentang kasus sebuah rumah kuno coret coret dan
menjadi markas tuna wisma. Penyusun berpendapat bahwa kasus tersebut, bukti
bahwa tidak adanya wujud kepedulian dari pemerintahan yang seharusnya
bertanggung jawab atas bangunan kuno tersebut yang memiliki sejarah dan
masyarakat sekitarnya. Bangunan kuno tersebut mungkin sudah sejak dahulu, memang
terbengkalai atau mungkin bisa juga sikap apatis dan perubahan dalam kehidupan
masyarakat sekitar yang terus mengalami perkembangan seiring majunya zaman.
Sehingga penyusun menghimbau, sebaiknya pemerintahan memberikankan suatu
renovasi baru bagi bangunan kuno yang telah rusak atau ternodai dan membuat
peraturan peraturan yang baru tentang perawatan bangunan kuno sebagai salah satu
wujud dari kepedulian pemerintah sendiri terhadap bangunan yang memiliki nilai
sejarah dan bagi masyarkat seharusnya menjaga, merawat dan melestarikan bangunan
kuno tersebut agar nilai sejarah yang terkandung di dalamnya tidak musnah atau
hilang dari pembelajaran sejarah di kehidupan masyarakat.
B. DOKUMENTASI BANGUNAN KUNO
Benteng Vastenburg adalah salah satu benteng peninggalan pemerintahan kolonial
Belanda di abad 18 – abad 19 lamanya di Kota Solo. Mulanya benteng ini digunakan untuk
semacam benteng pertahanan dari serangan luar ataupun para pemberontak dari pribumi dan
sebagai pusat administrasi pemerintahan kolonial Belanda. Benteng ini mulai beralih
fungsinya, semenjak penjajahan Jepang yang masuk ke Indonesia sekitar tahun 1942. Benteng
ini digunakan oleh pihak penjajah Jepang sebagai tempat untuk militer dan gudang senjata
serta tempat penyiksaan yang kejam untuk para pribumi yang tak mau tunduk atau
memberontak. Setelah Indonesia merdeka hingga saat ini kondisi bangunan tersebut
terbengkalai bahkan sangat begitu tidak terawatnya bangunan nampak bagaikan bangunan
tua.
Foto : Vastenburg Kota Solo pada jaman sekarang.
Mungkin sekarang ini kondisinya sangat memperihatinkan, dikarenakan bangunan ini
adalah salah satu bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah yang panjang dan untuk
itu seharusnya ada perhatian khusus dari pemerintah Kota Solo untuk merevitalisasi bangunan
tersebut menjadi bangunan yang bisa diambil pelajaran sejarah oleh masyarakat melalui
wisata sejarah atau refrensi sejarah.
TUGAS 3
DESKRIPSI TOPOMINI KOTA SOLO
1. Kota Solo secara psikologis terbelah menjadi 2 wilayah yaitu Kawedanan Distrik Kota
Surakarta yang terdiri atas onder 4 kecamatan yaitu Jebres, Pasar Kliwon, Serengan
dan Laweyan & Kawedanan Distrik Kota Mangkunegaran yang hanya terdiri atas
onder kecamatan Banjarsari.
2. Pembagian wilayah di Kota Solo berdasarkan identifikasi atau ciri cirinya antara lain:
a. Identifikasi Wilayah Kasunanan
Daerah kekuasannya masih bernuansa tradisional Jawa atau Kejawen.
Bangunan bangunan kekuasaan lebih banyak yang bercorak Jawa.
Toponimi kawasan Kasunanan menggunakan nama nama orang penting dan
terkenal.
Banyak bangunan bangunan kuno yang masih tetap berdiri di sekitar kawasan
wilayah Kasunanan.
Tata letak wilayah Kasunanan terpusat pada keraton sebagai pusat kekuasaan.
b. Identifikasi Wilayah Mankunegaran
Daerah kekuasannya bernuansa Eropa/Belanda atau Plandan.
Bangunan bangunan kekuasaan lebih banyak berasitektur Eropa.
Toponimi kawasan Mangkunegaran menggunakan nama nama jabatan penting
atau pangkat militer yang tinggi.
Tata ruang dan tata letak permukiman di kawasan Mangkunegaran lebih
bercorak kota Eropa dan lebih banyak disesuaikan bagi kepentingan militer.
Adanya taman di setiap sudut permukiman yang berdekatan dengan pos
keamanan Keraton Mangkunegaran dan kantor kelurahan.
3. Nama nama daerah yang sudah tidak ada lagi di daerah Kota Solo yaitu antara lain
Krapyak
Lojiwarung
Ngadisuryan
Pesanggarahan
4. PERBEDAAN WILAYAH SELATAN REL KERETA API DENGAN UTARA
KERETA API
Pertama, Keadaan wilayah selatan rel kereta api dengan wilayah utara kereta api
adalah ada tidaknya suatu tempat yang dijadikan sebagai pusat kegiatan dari masyarakat.
Wilayah Selatan memiliki pusat pusat perbelanjaan dan pasar seperti Pasar Kabangan,
Lumbung Batik Laweyan dan lain lainnya serta banyaknya akses layanan masyarakat seperti
Kantor Pos Kota Solo misalnya. Sedangkan Wilayah Utara kurang memiliki tempat tempat
yang dijadikan untuk kegiatan masyarakat walaupun ada namun tidak selengkap maupun
sebesar yang ada di Wilayah Selatan seperti Pasar Nusukan misalnya sebagai pusat belanja di
wilayah Utara ini.
Kedua, adanya lahan yang dijadikan untuk taman maupun untuk tempat ladang bagi
masyarakat. Wilayah Selatan kurang memiliki lahan untuk taman dikarenakan lahan tersebut
telah terkuras habis untuk lahan industrial seperti pabrik pabrik batik di Laweyan dan
banyaknya bangunan bangunan berdiri di atas lahan yang sekiranya masih bisa untuk
dijadikan taman penghijauan. Untuk Wilayah Utara, masih banyak lahan lahan hijau yang
bisa digunakan untuk taman seperti Taman Balekambang dan belum begitu banyaknya
bangunan bangunan yang bediri di atas lahan hijau.
Ketiga, adanya bangunan bangunan yang memiliki corak atau arsitektur tertentu.
Wilayah Selatan masih memiliki bangunan bangunan kuno peninggalan masa lalu yang rata
rata berasitektur asing seperti bangunan kuno arsitektur Eropa di sekitar perumahan yang
berada di dekat Taman Banjarsari. Wilayah Utara masih tetap mempertahankan bangunan
kuno dengan arsitektur tradisional seperti bangunan kuno Rumah rumah kuno milik para
saudagar batik di sekitar daerah Laweyan di Kota Solo.
TUGAS 4 TABEL PAHLAWAN KEMERDEKAAN ASAL KOTA SOLO
NO NAMA PEJUANG BIDANGPERJUANGAN RIWAYAT SINGKAT PERJUANGAN
01 Dr. Moewardi Kedokteran
Di Solo, Dr.Moewardi mendirikan sekolahkedokteran dan membentuk gerakan rakyat
untuk melawan aksi-aksi PKI (1947).Pada peristiwa Madiun (1948) dia adalah
salah satu tokoh yang dikabarkan hilang dandidiuga dibunuh oleh pemberontak selain
Gubernur Soeryo.
02 R. Maladi Olahraga &Musik
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia,Maladi terlibat langsung dalam Perang
Kemerdekaan Indonesia denganmemimpin Tentara Pelajar dalam pertempuran
melawan Tentara Belanda yang kemudiandikenal sebagai Serangan Umum Empat
Hari di Solo.Pasca pengakuan kedaulatanIndonesia, R Maladi aktif di
dunia musik dan olahraga. Di dunia olaharga,R Maladi adalah mantan
presiden PSSI periode 1950-1959. BahkanMaladi juga pernah menjadi penjaga gawang
PSSI. Di dunia musik, Maladi juga merupakanseorang pencipta lagu keroncong yang handal,
lagunya yang sangat dikenal adalah lagukeroncong Di Bawah Sinar Bulan
Purnama, Nyiur Hijau
03 Soepomo Politik
Soepomo adalah salah satu anggota pentingdari BPUPKI tahun 1945 yang menciptakan
pemikiran pemikiran penting rumusanrumusan negara dalam usaha mencapai
Indonesia merdeka bersama tokoh pentinglainnya (Ir. Soekarno & Moh Yamin).
04 Dr. Soeharso Kedokteran 1939 – Asisten di RSUP Surabaya 1939 – Dokter di Sambas, Kalimantan
Barat 1942 – Dokter di RS Jebres, Kota
Surakarta 1948 – Mendirikan bengkel
pembuatan kaki dan tangan tiruan
(prostesis) di RS Umum Surakarta 1951 – Mendirikan Rehabilitasi
Centrum Penderita Cacat Tubuh diSurakarta
1953 – Mendirikan Rumah SakitOrtopedi dan Yayasan PemeliharaanAnak-anak Cacat di Surakarta(YPAC)
05 Slamet Riyadi Militer Karier&Jabatan
Kegiatan Waktu
Siswa MULOAfd.B
PertahananBumi Putra
1940
Sekolah TinggiPelayaran
RekrutmenPemuda olehtentara Jepang
1943
Navigator kapalkayu
Pemberontakankapal milikJepang
1945
Dan.Yon.Res.I,Divisi I
Perang di SolomelawanJepang &Belanda
1945
Dan.Yon.Res.I,Divisi I
PenumpasanpemberontakanPKI Madiun
1948
Dan.WehrkreiseI
PerangKemerdekaan II& SeranganUmum Solo
1949
WakilPemerintah RI
PenyerahanKota Solo
29/12/1949
KomandoYon.352
MendukungDiv.SiliwangimenumpasAPRA di Jabar.
1949
Wakil.PanglimaTT VII.
PenumpasanPemberontakandi Makasar&RMS Ambon
1950
Wakil.PanglimaTT VII.
Gugur digerbangbentengVictoria, Ambon
4/11/1950
Brigadir JendralAnumerta
Kenaikanpangkat atas
1950
jasa almarhum
06 Radjiman Wedyodiningrat Politik
Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, iamengajukan pertanyaan “apa dasar negara
Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan inidijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila.
Jawaban dan uraian Bung Karno tentangPancasila sebagai dasar negara Indonesia inikemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketuaBPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitanbuku Pancasila yang pertama tahun 1948 di
Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren,Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen
yang berada di Desa Dirgo, KecamatanWidodaren, Kabupaten Ngawi ini menjaditemuan baru dalam sejarah Indonesia yang
memaparkan kembali fakta bahwa Soekarnoadalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.
07 Paku Buwono VI Militer
Pakubuwana VI adalah pendukungperjuangan Pangeran Diponegoro, yang
memberontak terhadap KesultananYogyakarta dan pemerintah Hindia
Belandasejak tahun 1825. Namun, sebagaiseorang raja yang terikat perjanjian
dengan Belanda, Pakubuwana VI berusahamenutupi persekutuannya itu.
Penulis naskah-naskah babad waktu itu seringmenutupi pertemuan rahasia Pakubuwana VIdengan Pangeran Diponegoro menggunakanbahasa simbolis. Misalnya, Pakubuwana VI
dikisahkan pergi bertapa ke GunungMerbabu atau bertapa di Hutan
Krendawahana. Padahal sebenarnya, ia pergimenemuiPangeran Diponegoro secara
diam-diam.Pangeran Diponegoro juga pernah menyusupke dalam keraton Surakarta untuk berunding
dengan Pakubuwana VI seputarsikap Mangkunegaran dan Madura.
Ketika Belanda tiba, mereka pura-purabertikai dan saling menyerang. Konon,
kereta Pangeran Diponegoro tertinggal dansegera ditanam di dalam keraton oleh
Pakubuwana VI.
PROGRAM 2
KOTA SOLO DAN KAMPUNG BATIK LAWEYAN
TUGAS 5
RIWAYAT KH. SAMANHOEDI
Tahun 1900, perdagangan di Indonesia dimonopoli oleh para pedagang Cina karena
banyak mendapatkan bantuan dari pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, pedagang
pribumi banyak mendapat tekanan. Karena ketidakadilan itu, pedagang Indonesia tidak dapat
mengembangkan usahanya. Perlakuan yang tidak adil dan cenderung merendahkan kaum
pribumi itu membuat seorang pedagang batik, KH Samanhudi tergerak untuk membela
kaumnya, para pedagang batik pribumi.
Samanhudi yang juga dikenal dengan nama Wiryowikoro dan atau Sudarno Nadi
dilahirkan di Solo pada tahun 1868. Terbatasnya kesempatan untuk sekolah membuatnya
hanya sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar, itu pun tidak tamat. Sesudah itu ia
memutuskan untuk belajar agama di Surabaya sambil berdagang batik.
Usahanya dalam memperjuangkan nasib pedagang pribumi dilakukannya dengan menyusun
kekuatan di bidang perdagangan dan agama. Ia merasa bahwa pedagang batik pribumi perlu
memiliki organisasi tersendiri untuk membela kepentingan mereka. Maka pada tahun 1911, ia
mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo.
Adapun alasan mendasar yang melatarbelakangi pendirian organisasi tersebut, yakni
pertama, persaingan yang meningkat dalam bidang perdagangan batik terutama dari
orang-orang Cina yang memiliki sifat superior terhadap orang pribumi. Kedua, adanya
tekanan yang datang dari kaum bangsawan.
Keberadaan SDI mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Terbukti dengan
menjamurnya cabang-cabang SDI dalam waktu yang terbilang singkat di luar kota Solo.
Kenyataan tersebut membuat pemerintah Belanda khawatir. Atas dorongan beberapa penurus
dan anggota, SDI pun berubah menjadi sebuah partai politik yang ditandai dengan perubahan
nama dari SDI menjadi SI (Sarekat Islam) pada tanggal 10 September 1912.
Anggota SI setiap tahun bertambah terus. Menjelang kongres pertamanya pada tanggal
25-26 Januari 1913 di Surabaya, anggota SI sekitar 80.000 orang. Lalu meningkat menjadi
360.000 orang, tiga tahun kemudian. Pada tahun 1918, jumlah anggotanya semakin
bertambah lagi menjadi 450.000 orang. Sementara itu, penyusunan anggaran dasar (AD),
mencari pimpinan, dan mengatur hubungan antara organisasi pusat dan daerah diselesaikan
pada periode tahun 1916-1921.
Tujuan organisasi SI sendiri dirumuskan sebagai berikut: "Akan berikhtiar, supaya
anggota-anggotanya satu sama lain bergaul seperti saudara, dan supaya timbullah kerukunan
dan tolong menolong satu sama lain antara sekalian kaum muslimin, dan lagi dengan segala
daya upaya yang halal dan tidak menyalahi wet-wet (undang-undang, hukum-pen) negeri
(Surakarta) dan wet-wet Gouvernement, …berikhtiar mengangkat derajat, agar menimbulkan
kemakmuran, kesejahteraan dan kebesaran negeri".
Melihat perkembangan partai SI yang pesat ke daerah-daerah di Jawa dan setelah
kegiatan-kegiatan para anggotanya di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh penguasa
kolonial, Residen Surakarta membekukan SI. Pembekuan itu menimbulkan berbagai
kerusuhan dan pergolakan rakyat. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Belanda akhirnya
mencabutnya pada tanggal 26 Agustus 1912 dengan beberapa catatan bahwa wilayah
organisasi SI hanya terbatas di Surakarta.
Samanhudi menyadari bahwa untuk membenahi organisasi dan menghadapi
pemerintah kolonial Belanda diperlukan seorang pemimpin yang handal. Haji Oemar Said
Cokroaminoto yang bergabung dengan SI pada Mei 1912 kemudian ditugaskan untuk
menyusun anggaran dasar. Tanpa menghiraukan persyaratan Residen Surakarta,
Cokroaminoto pun kemudian menyusun Anggaran Dasar baru untuk SI di seluruh Indonesia
sekaligus meminta pengakuan pemerintah untuk menghindari "pengawasan preventif dan
represif secara administratif".
Dalam pertemuan SI di Yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914 diputuskan untuk
membentuk pengurus pusat yang terdiri dari Haji Samanhudi sebagai Ketua Kehormatan,
Cokroaminoto sebagai ketua, dan Gunawan sebagai Wakil Ketua. Pengurus Central
(Pusat-pen) Sarekat Islam itu diakui pemerintah Belanda pada tanggal 18 Maret 1916.
Pilihannya tak salah, SI pun semakin mengalami kemajuan pesat dan menjadi partai massa di
bawah kepemimpinan Haji Oemar Said Cokroaminoto. SI tidak hanya memperjuangkan
kepentingan dagang saja, tetapi juga politik bangsanya.
Berhubung kesehatannya mulai terganggu, maka terhitung sejak tahun 1920, Haji
Samanhudi tidak aktif lagi dalam kepengurusan partai. Usaha dagang batiknya pun
mengalami kemerosotan. Namun, hal tersebut tak dapat memadamkan kepeduliannya
terhadap pergerakan nasional. Sesudah kemerdekaan berhasil direngkuh republik ini, ia
kembali melibatkan diri dalam misi mempertahankan kedaulatan negara. Ia mendirikan
Barisan Pemberontakan Indonesia Cabang Solo dan Gerakan Persatuan Pancasila untuk
membela RI yang sedang menghadapi ancaman serangan Belanda. Ketika terjadi Agresi
Militer II yang dilancarkan Belanda, ia membentuk laskar Gerakan Kesatuan Alap-alap yang
bertugas menyediakan perlengkapan, khususnya bahan makanan untuk para prajurit yang
tengah berjuang.
KH Samanhudi tutup usia pada tanggal 28 Desember 1956 di Klaten dan dikebumikan
di Desa Banaran, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukohardjo, Jawa Tengah.Ia adalah seorang
perintis dan pemimpin yang baik. Organisasi yang dirintisnya memberikan sumbangan yang
besar bagi perjuangan bangsa Indonesia. Satu hal yang menarik dalam diri tokoh SI ini adalah
ketika dia memilih Cokroaminoto sebagai penggantinya memimpin SI. Ia bersikap rendah
hati dengan mengakui bahwa organisasi yang dibentuknya memerlukan orang yang lebih
terpelajar. Dan pilihannya memang tepat. Kebesaran seorang pemimpin memang dapat dilihat
dari caranya mempersiapkan pengganti yang meneruskan cita-cita dan perjuangannya.
Atas jasa-jasanya pada negara, KH Samanhudi dianugerahi gelar Pahlawan
Kemerdekaan berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 590 Tahun 1961, tanggal 9
November 1961.
TUGAS 6
DESKRIPSI STASIUN JEBRES
Stasiun Solo Jebres atau Stasiun Solojebres (SK) merupakan stasiun kereta api yang
terletak di Jl. Ledoksari No. 1, Purwadiningratan, Jebres, Surakarta. Stasiun yang terletak
pada ketinggian +97 m dpl ini berada di bawah manajemen PT Kereta Api Daerah Operasi 6
Yogyakarta. Stasiun Solo Jebres terletak ke arah timur dari Jl. Urip Sumoharjo. Di dekat
stasiun ini terdapat sebuah terminal peti kemas yang kini tak lagi aktif.
Stasiun Solo Jebres terletak di daerah kekuasaan Kasunanan Surakarta. Didirikan pada
tahun 1884 oleh Staatsspoorwegen, Stasiun Solo Jebres dahulu adalah stasiun besar untuk
Staatsspoorwegen. Stasiun yang merupakan peninggalan dari zaman pemerintahan kolonial
Belanda ini, sekarang sudah mengalami banyak perubahan atau renovasi dan revitalisasi oleh
pemerintahan Kota Solo. Di setiap sudut bangunan stasiun telah mengalami semacam
pembaharuan seperti warna bangunan yang klasik tempo dulu, pernak pernik bangunan yang
bercorakkan Eropa (Pintu Gerbang, Jendela, Kursi, Lambang – lambang, dll) dan adanya
semacam tugu dari Stasiun Jebres sendiri yang baru.
Penulis berpendapat bahwa perubahan kondisi banguan yang terjadi di Stasiun Jebres
sangat setuju sekali. Dikarenakan hal tersebut, mampu menjadi daya tarik tersendiri di dalam
sejarah Kota Solo agar nantinya bisa menjadi pembelajaran budaya di Kota Bengawan ini.
TUGAS 7
NAPAK TILAS BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA
DHC ’45 SURAKARTA atau kepanjangan dari Dewan Harian Cabang angakatan
1945 di Kota Surakarta ini adalah salah satu perkumpulan yang dibentuk secara resmi dan
diakui oleh pemerintahan dari para veteran perang kemerdekaan Indonesia untuk
menghimpun semua para pensiunan perang atau veteran perang yang ada dan tinggal di
wilayah Surakarta. Bangunan yang digunakan sebagai lokasi atau basecamp para anggota
DHC ‘ 45 ini tepatnya adalah bekas bangunan panti asuhan peninggalan zaman pemerintahan
kolonial Belanda yang diperkirakan dibangun sekitar abad ke 19 sampai sekarang (+150
tahun). Seiring dengan perkembangan zaman, Bangunan DHC’45 telah mengalami banyak
perubahan perubahan maupun renovasi. Kondisi bangunan pada saat ini masih dibilang
terawat karena bangunan tadi dijaga dan dimanfaatkan nilai sejarahnya oleh DHC’45 sendiri
untuk tetap melestarikannya agar tidak berubah.
Tingkat perubahan pada setiap bangunan dipastikan mengalami perubahan seiring
perkembangan zaman seperti bangunan bangunan kuno milik Belanda sudah tidak ada lagi,
warna cat bangunan pun berubah disesuaikan dengan zaman sekarang dan tentunya ada
tambahan beberapa ruang ruang di dalam bangunan kuno yang bernilai sejarah tersebut.
Sekarang bangunan tersebut diperuntukan untuk warisan sejarah perjuangan yang ada di Kota
Solo.
Penyusun laporan menanggapi nasib dari bangunan kuno DHC’45, bahwa sebenarnya
dalam menjaga kelestarian sejarah sebaiknya kita tetap mempertahankan, menjaga dan
memanfaatkannya dengan sebaik baik mungkin seperti bangunan kuno panti asuhan milik
Belanda digunakan sebagai kantor DHC’ 45 sendiri. Ingat! setiap bangsa yang besar adalah
tidak akan pernah lupa sejarah bangsanya sendiri.
TUGAS 8 TABEL BANGUNAN KUNO JENIS RUMAH HUNIAN
NO
NAMABANGUNA
N
LOKASIBANGUNA
N
KONDISIBANGUNA
N
PENGARUH ASING
TANGGAPAN
01 RumahKuno
Banaran,Laweyan,Surakarta
Terawat Eropa
Bangunanmasih bisadihuni &terawatsecara baiksertamengalamirenovasiyang baguspada setiapbangunan.
02 Laweyan ITCenter
Laweyan,Surakarta Terawat Islam
Nuansa khasIslam masih
terasa disetiap
bangunanyang ada
corakkaligrafi
arab.
03 CASA Pajang,Surakarta Terawat Eropa
Bangunanberkhas
Eropa padasetiap
arsitekturnya yang
masih baikdan telah
terrenovasiulang
04 RumahKuno
Kauman,Surakarta Terawat
Campuran(Jawa
&Eropa)
Bangunanini memiliki
corakbangunantradisional
namunberarsitektur asing maka
menjadicampuran
(Jawa –Eropa)
05 RumahKuno
Laweyan,Surakarta
TidakTerawat Eropa
Bangunanini sudah
tidakberpenghuni
lagisehingga
nampak takdiurus.
PROGRAM 3
BANGUNAN KERATON SEBAGAI SITUS BUDAYA
TUGAS 9
INFORMASI LENGKAP MENGENAI BENDA BUDAYA DAN BANGUNAN ISTANAKERATON
A. TEMPAT & BANGUNAN ISTANA
a. Alun-alun Lor
Alun-alun Lor atau Alun-alun Utara ibarat halaman depan yang terletak tepat di depan
istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di sekeliling garis pinggir Alun-alun Lor, ditanami
pohon beringin. Begitu pula dengan bagian tengah tanah lapang di mana di situ juga terdapat
dua pohon beringin. Bedanya, dua pohon beringin yang berada di tengah diberi pagar
pelindung sehingga disebut dengan nama Waringin Sengkeran (beringin yang dikurung),
sedangkan beringin yang ditanam di tepi Alun-alun Lor tidak diberi pagar. Di kompleks
Alun-alun Lor terdapat sebuah tempat bernama Gladhag yang dahulu dipergunakan sebagai
tempat untuk mengikat binatang buruan yang baru saja ditangkap dari hutan. Selain itu,
Alun-alun Lor juga menjadi tempat diselenggarakannya upacara-upacara kerajaan yang
melibatkan rakyat dan menjadi tempat bertemunya Raja dengan rakyat. Orang yang ingin
bertemu Raja untuk mengadukan suatu permasalahan atau meminta permohonan, biasanya
akan menunggu di Alun-alun Lor yang berlokasi tepat di depan kompleks istana.
Alun-alun Lor juga menjadi tempat dilangsungkannya bermacam-macam keramaian,
tempat latihan perang, tempat untuk perlombaan (misalnya olahraga), dan lain sebagainya.
Dahulu, pada setiap hari Sabtu, Alun-alun Lor digunakan sebagai medan latihan perang oleh
para prajurit berkuda dengan bersenjatakan tombak. Latihan ini diiringi dengan
bunyi-bunyian gamelan yang disebut Gamelan Setu karena diadakan setiap hari Sabtu.
Alun-alun Lor juga digunakan untuk arena rampongan, yakni latihan kemahiran
mempergunakan tombak dengan melawan harimau. Di samping itu, kawasan Alun-alun Lor
juga menjadi tempat untuk eksekusi hukuman mati bagi orang yang dinyatakan bersalah di
pengadilan. Setelah hukuman mati dilaksanakan, tubuh orang tersebut diletakkan di sebelah
utara Waringin Sengkeran agar semua rakyat dapat melihat dan tidak meniru kesalahan yang
telah diperbuat si terhukum itu.
Di kawasan Alun-alun Lor Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terdapat beberapa
bangunan yang memiliki ciri khas dan fungsinya masing-masing, antara lain:
Di sebelah barat, utara, dan timur Alun-alun Lor terdapat beberapa bangunan yang
disebut Pakapalan, dari kata kapal yang berarti kuda. Jadi, Pakapalan digunakan
sebagai tempat untuk menambatkan kuda-kuda para abdi dalem dari berbagai daerah
yang akan menghadap Raja pada hari-hari besar.
Di sebelah tenggara Alun-alun Lor berdiri Bangsal Patalon yang berfungsi sebagai
tempat di mana Gamelan Setu dibunyikan untuk mengiringi latihan keprajuritan yang
dilangsungkan pada setiap hari Sabtu.
Di tengah Alun-alun Lor, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, terdapat dua
pohon beringin yang dikurung di dalam pagar atau Waringin Sengkeran. Beringin
yang terletak di sebelah barat bernama Dewandaru yang berarti keluhuran, sedangkan
beringin di sebelah timur bernama Jayandaru yang berarti kemenangan. Kedua pohon
beringin ini dibawa dari Alun-alun Kraton Kartasura yang menjadi pusat
pemerintahan Kerajaan Mataram Islam sebelum dipindahkan ke Surakarta. Di sekitar
Waringin Sengkeran inilah yang menjadi tempat laku pepe (berjemur) untuk orang
yang tidak puas terhadap pemerintahan. Laku pepe dilakukan dengan duduk di bawah
pohon Waringin Sengkeran dengan memakai pakaian serba putih dan memohon
kemurahan hati Raja agar berkenan menemuinya.
Di sebelah barat Alun-alun Lor berdiri Masjid Agung Surakarta yang digunakan
sebagai pusat pengajaran agama Islam dan menjadi tempat dilangsungkannya berbagai
acara keagamaan oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Selain itu, dulu, di sebelah
barat Alun-alun Lor, juga di sebelah timur, terdapat bangunan Bangsal Paretan
sebagai tempat menyimpan kereta kebesaran (kereta kencana) untuk Raja dan para
pangeran pada saat digelarnya upacara-upacara kebesaran.
Di sebelah selatan Alun-alun Lor dahulu ada 3 (tiga) pucuk meriam yang diletakkan
berjajar dari arah barat ke timur. Ketiga meriam itu masing-masing bernama Kyai
Pancawara, Kyai Swuhbrasta, dan Kyai Sagarawana. Namun sekarang, ketiga
meriam tersebut sudah dipindahkan ke sebelah timur Sasana Sumewa. Ketiga meriam
itu bukan digunakan sebagai senjata perang, melainkan sebagai tanda kerajaan di
mana meriam-meriam itu dibunyikan ketika terjadi peristiwa penting, misalnya
kedatangan tamu agung, kelahiran putra-putri Raja dari permaisuri, dan ketika
diadakan ritual Pisowanan Agung. Di sebelah selatan Alun-alun Lor juga ditanam
sepasang pohon beringin yang masing-masing diberi nama Waringin Gung (beringin
yang tinggi besar) dan Waringin Binatur (beringin yang hina/rendah).
Di sebelah Utara Alun-alun Lor berdiri sepasang pohon beringin yang diberi nama
Jenggot (laki-laki) dan Wok (perempuan). Di area ini berdiri juga tugu peringatan
yang didirikan dalam rangka memperingati 200 tahun berdirinya Keraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat
Di sebelah barat daya dan timur laut Alun-alun Lor terdapat pintu gerbang yang
disebut Slompretan dan Batangan. Kedua pintu gerbang ini hanya dibuka pada hari
Rabu Pahing, Suro Je, 1870 atau pada tanggal 8 Maret 1939 dalam penanggalan
Masehi.
b. Sasana Sumewa
Sasana Sumewa merupakan bangsal besar yang berada di tepi jalan sebelah selatan
Alun-alun Lor dan menjadi bangunan utama terdepan dalam rangkaian bangunan keraton.
Bangsal ini dahulu digunakan sebagai tempat menghadap untuk para punggawa (pejabat
menengah ke atas) dalam upacara resmi kerajaan. Selain itu, bangsal besar yang menghadap
ke arah utara ini digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang hendak menghadap Raja.
Fungsi tersebut sesuai dengan makna isitlah Sasana Sumewa berarti tempat menghadap,
terdiri dari kata sasana yang berarti tempat dan sumewa yang berarti menghadap atau sowan.
Sasana Sumewa mulai dibangun pada tahun Jawa 1843 atau tahun 1913 Masehi dan selesai
pada tahun Jawa 1844. Awalnya, lantai Sasana Sumewa masih berupa tanah dan pasir
sedangkan atapnya dari bambu. Oleh karena itu, tempat ini disebut juga dengan nama tratag,
selain dikenal pula dengan sebutan pagelaran, yang berarti “tempat membentangkan
kehendak Raja tentang berbagai hal di kerajaan”. Di kompleks ini terdapat sejumlah meriam,
di antaranya adalah meriam yang diberi nama Kyai Pancawura atau Kyai Sapu Jagad,
keduanya dibuat pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645).
Di tengah-tengah Sasana Sumewa, terdapat sebuah bangsal kecil yang bernama
Bangsal Pangrawit, bangsal berarti tempat, sedangkan pangrawit memiliki makna merawat
atau memperindah. Bangsal peninggalan dari Kartasura ini digunakan sebagai tempat duduk
atau berdiri Raja untuk menyampaikan pesan atau perintah kepada para bawahannya atau
ketika pelantikan pejabat. Di sebelah kanan Sasana Sumewa terdapat Bangsal Pacekotan
yang digunakan sebagai tempat menghadap orang yang akan menerima anugerah dari Raja.
Setiap harinya, Bangsal Pacekotan dijadikan sebagai tempat istirahat bagi abdi dalem yang
bertugas menjaga keamanan istana bagian depan. Sedangkan di sebelah kiri Sasana Sumewa
terdapat Bangsal Pacikeran yang merupakan tempat bagi orang yang akan dijatuhi hukuman
oleh pengadilan.
c. Siti Hinggil Lor
Siti berarti tanah atau tempat, sedangkan hinggil berarti tinggi. Siti Hinggil Lor
merupakan kompleks bangunan yang didirikan di atas sebidang tanah yang lebih tinggi dari
daerah di sekitarnya. Siti Hinggil Lor berlokasi di sebelah selatan Sasana Sumewa dan
dilengkapi dengan pagar batu serta pintu yang berterali besi. Kompleks Siti Hinggil Lor
memiliki dua pintu gerbang, yaitu pintu gerbang di sebelah utara yang disebut dengan Kori
Wijil, dan pintu gerbang di sebelah selatan yang bernama KoriRenteng. Di depan Kori Wijil,
tepatnya di tangga Siti Hinggil Lor sebelah utara, terdapat batu yang dulu digunakan sebagai
tempat pemenggalan kepala orang-orang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati.
Batu ini dikenal dengan nama Selo Pamecat. Di kompleks ini juga terdapat 8 (delapan) pucuk
meriam yang ditempatkan berjajar dari barat ke timur. Masing-masing meriam itu bernama:
Kyai Brising, Kyai Bagus, Kyai Nakula, Kyai Kumbarawa, Kyai Kumbarawi, Kyai Sadewa,
Kyai Alus, dan Kyai Kadhalbutung atau MahesaKumali atau Pamecut.
Bangunan utama di yang ada di kompleks Siti Hinggil Lor adalah Sasana Sewayana.
Tempat ini digunakan oleh para pembesar kerajaan ketika menghadiri upacara kerajaan.
Selain itu, terdapat Bangsal Manguntur Tangkil dan Bangsal Witono. Di tengah-tengah
Bangsal Witono yang menjadi tempat disemayamkannya pusaka kebesaran istana selama
berlangsungnya upacara kerajaan, terdapat bangunan kecil yang disebut dengan Krobongan
Bale Manguneng, yakni tempat persemayaman pusaka istana bernama Kangjeng Nyai Setomi.
Pusaka ini berupa sebuah meriam yang konon dirampas oleh tentara Mataram dari Belanda
saat menyerbu ke Batavia. Keberadaan meriam Kangjeng Nyai Setomi dipercaya dapat
memberikan keselamatan dan mampun menggerakkan jiwa dalam suasana kegembiraan serta
kemeriahan namun tanpa meninggalkan kesopanan dan tata krama.
Sedangkan di Bangsal Manguntur Tangkil terdapat tempat duduk Raja yang digunakan
pada hari Grebeg Mulud tanggal 12 Rabiul Awal, Grebeg Puasa pada tanggal 1 Syawal, dan
Grebeg Besar setiap tanggal 10 Besar. Secara harfiah, Bangsal Manguntur Tangkil berarti
“bangsal di Siti Hinggil yang mulia”. Selain itu, di Sasana Sewayana juga terdapat tempat
duduk untuk para putra sentana dan abdi dalem yang berpangkat tinggi. Mereka duduk di
bangsal itu ketika dilangsungkannya upacara Grebeg. Sedangkan di sisi luar
(timur-selatan-barat) kompleks Siti Hinggil Lor merupakan jalan yang disebut dengan nama
Supit Urang dan boleh dilalui oleh masyarakat umum.Adapun beberapa bangsal lainnya yang
ada di tepi sebelah timur (dari selatan) kompleks Siti Hinggil Lor antara lain:
Bangsal Angun-angun, biasanya digunakan sebagai tempat pacaosanAbdi Dalem
Sarageni Kiwa-tengen.
Bangsal Gandhek Tengen, sebagai tempat yang digunakan ketika membunyikan
gamelan Kodhok Ngorek. Sedangkan pada hari-hari biasa, tempat ini digunakan untuk
pacaosanAbdi Dalem Gandhek Tengen.
Bale Bang, bangunan yang difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan perangkat
gamelan Kodhok Ngorek.
Gandhek Kiwa, yakni tempat untuk menyiapkan pesta yang diselenggarakan istana.
Sedangkan pada hari-hari biasa, tempat ini digunakan untuk pacaosan Abdi Dalem
Gandhek Kiwa.
Bangsal Mertalulut, terletak di sebelah timur tangga Siti Hinggil Lor, dahulu menjadi
tempat Abdi Dalem Mertalulut, punggawa keraton yang bertugas membawa hadiah
kepada mereka yang berjasa. Sekarang, bangsal ini ditempati oleh Abdi Dalem
Meriam Kyai Pancawara.
Bangsal Singanegara, terletak di sebelah barat tangga Siti Hinggil Lor, dahulu
menjadi tempat Abdi Dalem Singanegara yang bertugas melaksanakan keputusan
pengadilan. Sekarang, tempat ini digunakan untuk menyimpan meriam Kyai
Segarawana.
d. Kemandhungan Lor
Setelah Siti Hinggil Lor, bagian Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang
selanjutnya adalah Kemandhungan Lor (Kemandhungan Utara). Sebelum masuk ke
Kemandhungan Lor terlebih dahulu harus melewati pintu gerbang yang disebut Kori
Brajanala atau Kori Gapit. Di bagian luar pintu gerbang, terdapat dua bangsal untuk Abdi
Dalem Brajanala Kiwa dan Abdi Dalem Brajanala Tengen sebagai penjaga luar gerbang.
Sedangkan di bagian dalam pintu terdapat pula dua bangsal untuk Abdi Dalem Wisamarta
Kiwa dan Abdi Dalem Wisamarta Tengen selaku penjaga dalam gerbang. Kori Brajanala
merupakan jalan masuk utama dari arah utara ke dalam halaman Kemandhungan Lor
sekaligus menjadi gerbang Cepuri. Cepuri adalah istilah untuk menyebut kompleks utama di
dalam istana yang dikelililingi oleh dinding pelindung yang disebut Baluwarti. Dinding
Baluwarti juga menjadi penghubung antara jalan Supit Urang denganhalaman dalam istana.
Gerbang cepuri yang didirikan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono III ini
dibangun dengan corak Semar Tinandu. Di sisi kanan dan kiri (barat dan timur) gerbang,
terdapat Bangsal Wisomarto yang dijadikan sebagai pos jaga para pengawal istana. Di sebelah
timur gerbang ini terdapat menara lonceng.
Kemandhungan Lor merupakan lapisan pertama dari rangkaian kompleks di bagian
dalam istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau yang sering disebut sebagai Daerah
Dalem Baluwarti Karaton Surakarta. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, dinding
Baluwarti merupakan dinding yang membentengi istana utama, terbuat dari batu yang kuat
dan tinggi, dengan tebal 2 meter. Baluwarti pernah mengalami kerusakan dan dibangun
kembali dengan bahan batu bata biasa yang bertahan sampai sekarang. Selain Kori Brajanala
di sebelah utara, pada dinding Baluwarti masih terdapat tiga pintu gerbang lainnya. Di
sebelah selatan, terdapat pintu gerbang bernama Kori Brajanala Kidul yang dilengkapi
dengan bangsal untuk Abdi Dalem Nyutra dan Abdi Dalem Mangunudara. Sedangkan untuk
pintu gerbang di sebelah timur dan barat masing-masing diberi nama Kori Batulan Wetan dan
Kori Batulan Kulon. Di tengah-tengah kompleks Kemandhungan Lor tidak terdapat bangunan
yang berdiri, hanya terhampar halaman kosong. Bangunan yang tampak di kompleks ini
hanyalah di bagian tepi halaman. Dari halaman ini, terlihat sebuah menara megah yang
dikenal dengan nama Panggung Sangga Buwana yang berada di kompleks berikutnya, yakni
di Sri Manganti.
e. Sri Manganti
Sri Manganti merupakan lapisan dalam keraton setelah Kemandhungan Lor. Oleh
karena itu, jika memasuki kompleks ini dari arah utara harus melalui sebuah pintu gerbang
yang disebut dengan nama Kori Kemandhungan. Di sisi kanan dan kiri pintu gerbang yang
bernuansa warna biru dan putih ini terdapat dua arca dan cermin besar di mana di atas cermin
tersebut dihiasi dengan senjata dan bendera dengan lambang Kasunanan Surakarta
Hadiningrat. Kompleks Sri Manganti merupakan tempat yang disediakan sebagai ruang
tunggu bagi para tamu yang akan menghadap Raja. Kompleks ini didirikan pada tahun Jawa
1718 atau tahun 1742 dalam penanggalan Masehi. Di beranda luar kompleks Sri Manganti,
terdapat pos penjagaan yang ditempati oleh Abdi Dalem Keparak. Sedangkan di bagian dalam
terdapat tempat pacaosanNyai Regol.
Di halaman bagian dalam kompleks Sri Manganti berdiri dua bangunan utama yaitu
Bangsal Smarakatha yang terletak di sebelah barat dan Bangsal Marcukundha yang berada di
sebelah timur (dibangun pada tanggal 4 April 1814). Dahulu, Bangsal Smarakatha digunakan
sebagai ruang untuk menghadap bagi para pegawai menengah ke atas (dengan pangkat Bupati
Lebet ke atas). Tempat ini juga menjadi tempat penerimaan kenaikan pangkat para pejabat
senior. Namun kini, Bangsal Smarakatha difungsikan sebagai tempat latihan menari dan
mendalang. Sedangkan Bangsal Marcukundha pada zamannya adalah tempat untuk
menghadap bagi para opsir prajurit, tempat penerimaan kenaikan pangkat pegawai dan
pejabat yang lebih rendah levelnya, serta tempat untuk menjatuhkan vonis hukuman bagi
kerabat raja yang dinyatakan bersalah. Kini, Bangsal Smarakatha difungsikan sebagai tempat
penyimpanan Krobongan Madirenggo yang biasanya digunakan ketiika upacara sunat/khitan
para putra Susuhunan. Di dalam kompleks Sri Manganti, tepatnya di sebelah sisi barat daya
Bangsal Marcukundha, terdapat sebuah menara dengan bentuk segi delapan yang disebut
dengan Panggung Sangga Buwana yang artinya “panggung penyangga bumi”. Menara yang
cukup tinggi ini sebenarnya berada di dua tempat sekaligus, yaitu di halaman Sri Manganti
dandihalaman Kedhaton.
f. Kedhaton
Kedhaton merupakan wilayah inti dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Dari arah utara, pintu masuk ke kompleks ini dinamakan Kori Sri Manganti, nama yang
sesuai dengan wilayah kompleks sebelumnya, yakni Sri Manganti. Pintu gerbang yang
didirikan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IV, tepatnya pada tahun 1792
M, ini disebut juga dengan nama Kori Ageng. Secara filosofis, Kori Sri Manganti memiliki
keterikatan dengan Pangung Sangga Buwana. Pintu gerbang yang dibangun dengan gaya
Semar Tinandu ini menjadi tempat untuk menunggu tamu-tamu resmi kerajaan. Di bagian
kanan dan kiri pintu gerbang Kori Sri Manganti, ditempatkan sepasang cermin, sedangkan di
bagian atasnya terdapat ragam hias khas Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Halaman
kompleks Kedhaton dialasi dengan pasir hitam yang didatangkan khusus dari Pantai Selatan
(Samudera Hindia) dan ditanami dengan berbagai macam pohon yang kini mulai langka,
salah satunya adalah Sawo Kecik (Manilkara Kauki) sebanyak 76 batang. Suasana di halaman
Kedathon semakin semarak dengan adanya patung-patung bergaya Eropa.
Di kompleks Kedhaton berdiri sejumlah bangunan utama, antara lain Sasana Sewaka,
nDalem Ageng Prabasuyasa, Sasana Handrawina, dan Panggung SanggaBuwana. Bangunan
Sasana Sewaka sebenarnya merupakan peninggalan pendapa dari Keraton Kartasura. Tempat
ini pernah mengalami kebakaran pada tahun 1985. Di Sasana Sewaka inilah Susuhunan
duduk bertahta ketika diadakan upacara-upacara kebesaran kerajaan seperti Grebeg dan
peringatan hari lahir Raja. Di sebelah barat Sasana Sewaka, terdapat Sasana Parasdya dan di
baratnya lagi berdiri nDalem Ageng Prabasuyasa. Tempat ini merupakan bangunan inti dan
terpenting dari seluruh rangkaian kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di
tempat inilah disemayamkan pusaka-pusaka dan juga tahta raja sebagai simbol kerajaan. Di
nDalem Ageng Prabasuyasa ini pula, seorang raja bersumpah pada saat mulai bertahta
sebelum dilakukan upacara penobatan.
Selanjutnya adalah Sasana Handrawina yang digunakan sebagai tempat perjamuan
makan resmi kerajaan. Kini, Sasana Handrawina sering dimanfaatkan untuk tempat seminar
maupun gala dinner ketika menjamu tamu-tamu dari luar negeri yang datang ke Surakarta.
Bangunan utama lainnya yang ada di kompleks Kedathon adalah Panggung Sangga Buwana.
Dulu, fungsi menara ini adalah sebagai tempat Raja melakukan meditasi sekaligus untuk
mengawasi benteng Belanda yang berada tidak jauh dari keraton. Menara setinggi 35 meter
dengan garis tengah 6 meter ini memiliki 5 lantai dan biasanya juga digunakan untuk melihat
posisi bulan guna menentukan awal bulan. Di puncak teratas terdapat simbol yang
menunjukkan tahun dibangunnya menara tertua di Surakarta ini. Bunyi sengkalan simbolisasi
itu adalah Naga Muluk Tinitihan Janma yang berarti tahun Jawa 1709 atau tahun 1782 dalam
kalender Masehi (Naga=8, Muluk=0, Tinitihan=7, Janma=1). Panggung Sangga Buwana
pernah terbakar pada 19 November 1954 sehingga kemudian direnovasi dan selesai pada
tanggal 15 Mei 1978. Terakhir, di sebelah barat kompleks Kedhaton, merupakan tempat
tertutup bagi masyarakat umum dan terlarang untuk dipublikasikan sehingga tidak banyak
yang mengetahui apa saja sebenarnya yang ada di dalamnya. Kawasan tersebut terlarang
karena merupakan tempat tinggal resmi raja dan keluarga kerajaan yang masih digunakan
hingga sekarang.
g. Kemagangan
Bagian belakang Kedhaton yang merupakan wilayah inti istana adalah kompleks yang
disebut sebagai Kemagangan atau Magangan. Seperti namanya, kompleks Kemagangan pada
zaman dahulu digunakan sebagai tempat penerimaan, berlatih, ujian, dan apel kesetiaan para
calon abdi dalem yang nantinya magang di istana sebelum diterima sebagai abdi dalem tetap.
Di tempat ini terdapat sebuah pendapa yang berada di tengah-tengah halaman. Pendapa ini
dulu digunakan sebagai tempat latihan para calon abdi dalem. Di sekeliling halaman ini
berdiri sejumlah bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan atribut atau
perlengkapan prajurit, seperti keris, pedang, bedil, pistol, dan pakaian seragam prajurit yang
dikenakan pada hari-hari besar keraton. Di tengah-tengah kompleks Kemagangan juga
tersedia tempat untuk menyimpan meriam yang dibunyikan pada hari-hari besar tertentu. Di
sebelah selatan bangunan penyimpanan meriam itu terdapat pelataran di mana di kiri dan
kanannya berdiri gedung perkantoran prajurit, dan sejumlah bangunan lainnya. Selain itu, di
tengah-tengah pendapa Kemagangan terdapat bangsal yang digunakan untuk pisowanan abdi
dalem perempuan atau keputren. Kini, kompleks Kemangangan terkadang juga digunakan
sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara budaya, semisal talkshow atau diskusi budaya.
h. Kemandhungan Kidul
Setelah keluar dari areal Kemagangan melalui pintu gerbang Kori Gadungmlathi yang
juga dikenal dengan nama Saleko atau Sembagi, kompleks yang berikutnya adalah pelataran
Kemandhungan Kidul (Kemandhungan Selatan). Kata Gadungmlathi bermakna simbolis
yang melambangkan relasi antara keraton dengan ratu penguasa Laut Selatan (Nyai Roro
Kidul). Sedangkan istilah Saleko memiliki makna “persatuan dengan Sang Hyang Tunggal
(Tuhan Yang Maha Esa)”, dan kata sembagi berarti “bersatunya semua warna menjadi warna
putih”. Di selatan Kori Gadungmlathi, ada pintu gerbang Kori Kemandhungan Kidul yang
merupakan pintu masuk (pintu belakang) istana dari arah selatan. Pintu gerbang ini dihiasi
dengan perangkat dekoratif yang sarat makna, salah satunya adalah rangkaian melati yang
bermakna kesucian. Di sekitar pintu gerbang ini akan dijumpai lagi pelataran yang bersifat
lebih terbuka untuk umum. Selain itu, kompleks ini juga menjadi tempat yang digunakan
pada saat upacara pemakaman raja maupun permaisuri. Setelah melewati pintu gerbang
KoriKemandhungan Kidul, berikutnya akan dijumpai pintu gerbang Kori Brajanala kidul. Di
sebelah kiri dan kanan Kori Brajanala Kidul terdapat Bangsal Nyutra dan Bangsal
Mangundara. Berikutnya terdapat jalan Supit Urang Wetan dan Supit UrangKulon yang
menjadi penghubung antara kompleks Kemandhungan Kidul dengan Siti Hinggil Kidul.
i. Siti Hinggil Kidul
Akses untuk menuju ke Siti Hinggil Kidul (Siti Hinggil Selatan) dapat dilakukan
melalui pintu gerbang Kori Brajanala Kidul. Kawasan Siti Hinggil Kidul adalah kompleks
bangunan pendapa terbuka yang dikelilingi oleh barisan pagar besi pendek. Bangunan ini
didirikan pada tahun Jawa 1721. Dahulu, terdapat empat meriam di area ini di mana dua di
antaranya kemudian dikelola oleh pemerintah Republik Indonesia dan disimpan di Akademi
Militer Nasional (AMN) Magelang, Jawa Tengah. Berbeda dengan kompleks Siti Hinggil Lor
yang terkesan megah, Siti Hinggil Kidul dan sejumlah bangunan lain yang berada di sebelah
selatan istana berwujud lebih sederhana dan dibuat dari material yang lebih sederhana pula.
Perbedaan ini bukannya tanpa alasan, namun justru memuat filosofi Jawa yakni Donya
Sungsang Walik. Dengan kata lain, bangunan-bangunan di sebelah utara istana yang megah
melambangkan nafsu dan keinginan duniawi yang ada di dalam diri manusia, sementara
kesederhanaan yang terlihat pada bangunan-bangunan di bagian selatan istana melambangkan
perjalanan religi, yakni bersatunya manusia dengan Tuhan sehingga harus meninggalkan
benda-benda dan keinginan duniawi. Artinya, dalam tahap spiritual ini, manusia harus fokus
dan hanya berorientasi kepada Tuhan, Sang Hyang Tunggal.
j. Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul (Alun-alun Selatan) yang terletak di sebelah selatan Siti Hinggil
Kidul dapat diibaratkan sebagai halaman belakang istana. Kawasan yang berupa tanah lapang
ini bersifat lebih pribadi dibandingkan Alun-alun Lor. Pada zaman dahulu, Alun-alun Kidul
digunakan sebagai sarana hiburan bagi keluarga istana dan untuk latihan keprajuritan. Sama
seperti di Alun-alun Lor, Alun-alun Kidul juga memiliki sepasang pohon beringin kembar di
bagian tengahnya. Sepasang pohon beringin tersebut dilindungi oleh dinding dan oleh karena
itu, maka kedua pohon beringin itu disebut dengan nama Waringin Kurung Sakembaran.
Alun-Alun Kidul dikelilingi oleh tembok benteng yang tinggi dan di sekitarnya terdapat
beberapa rumah bangsawan kerajaan. Selain itu, di Alun-alun Kidul juga dapat ditemui
sekumpulan orang yang sedang mencari nafkah, misalnya dengan berjualan, di area tersebut.
Benteng yang mengelilingi Alun-alun Kidul mempunyai pintu gerbang di
tengah-tengah ujung selatan yang diberi nama Gapura Gading. Pada era pemerintahan Sri
Susuhunan Pakubuwono X, tepatnya pada tahun 1932, ditambahkan pintu gerbang di sebelah
selatan Gapura Gading, dengan bentuk mengikuti bentuk gerbang masuk Alun-alun Kidul
dari arah barat dan timur. Gapura terakhir yang ditambahkan oleh Sri Susuhunan
Pakubuwono X inilah yang justru dikenal masyarakat sebagai Gapura Gading. Ketiga
gerbang di Alun-alun Kidul ini dikenal dengan sebutan Tri Gapurendro. Di sebelah barat
Alun-alun Kidul terdapat kandang gajah milik keraton. Raja memelihara hewan-hewan liar
seperti gajah sebagai lambang kebesaran. Di kompleks ini juga terdapat sebuah bangunan
kecil yang digunakan untuk memelihara hewan pusaka keraton lainnya, yakni kebo bule
(kerbau albino) yang diberi nama Kyai Slamet.
B. SEJARAH BENDA PUSAKA BUDAYA
Foto : Keris Pusaka yang digunakan oleh para raja raja di Keraton Surakarta
Hadiningrat pada jaman dahulu.
Pandangan di luar keraton mendefinisikan “pusaka” sebagai senjata yang bersifat sakral.
Sedangkan dalam konteks Kasunanan Surakarta Hadiningrat, istilah “pusaka” dimaknai
sebagai benda-benda peninggalan dari leluhur keraton yang diwariskan secara turun-temurun
kepada dari Raja sebelumnya ke Raja yang selanjutnya. Jadi, yang disebut “pusaka” bukan
hanya berupa senjata saja, melainkan benda-benda lain yang memiliki arti tersendiri bagi
keraton. Namun, dalam konteks ini, akan sedikit dibahas tentang senjata pusaka yang
dipunyai Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Kasunanan Surakarta Hadiningrat mempunyai berbagai jenis senjata pusaka yang hingga
kini masih dirawat dengan baik. Beberapa jenis senjata pusaka yang ada di Kasunanan
Surakarta Hadiningrat antara lain keris, tombak, pedang, trisula, gada besi, meriam, dan
sebagainya. Senjata-senjata pusaka keraton tersebut diyakini menyimpan makna magis
sehingga memiliki kekuatan yang berpengaruh atau prabawa dan dianggap sebagai
benda-benda sakral yang harus dihormati. Keyakinan tersebut bisa dimengerti karena pada
umumnya, senjata pusaka yang sekarang tersimpan di Kasunanan Surakarta Hadiningrat
merupakan benda-benda warisan dari kerajaan-kerajaan Jawa terdahulu, mulai dari Kerajaan
Majapahit, kemudian Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, Kesultanan Mataram Islam,
Kasunanan Kartasura Hadiningrat, hingga sampai ke zaman Kasunanan Surakarta
Hadiningrat.
Senjata-senjata pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat sangat dihormati dan diberi
nama dengan sebutan Kyai dan Nyai, Pada saat-saat tertentu, diadakan ritual untuk merawat
senjata-senjata pusaka tersebut, misalnya dengan diberi sesaji, kemenyan, bunga, serta
mantra-mantra tertentu. Keluarga besar istana beserta segenap rakyat memang sangat
menghormati keberadaan senjata-senjata pusaka warisan leluhur itu. Penghormatan tersebut
diungkapkan dalam baris-baris tembang Dhandhanggula yang mengandung makna tersirat
bagi segenap warga keraton untuk menghormati benda-benda pusaka Karaton. Adapun
tembang yang dimaksud adalah berbunyi sebagai berikut: Dhandhanggula
Ugemana pepelinge Gusti, yen budaya iku ora beda, lan pusaka kedhatone. Manawa dipun
rengkuh, dipunpepundhi hambarkahi, lamun siniya-siya tuwuh haladipun. Marma pra setyeng
budaya, pepetrinen uwohing pangolahing budi, hing salami-laminya. (Ingatlah peringatan
Tuhan, budaya itu tidaklah berbeda, termasuk pusaka yang dimiliki oleh keraton.Apabila
diakui dan dihormati, maka akan memberi berkah. Namun, apabila disia-siakan, akan muncul
pengaruh buruknya. Oleh karena itu, wahai para pecinta budaya, jagalah hasil pengolahan
budi, untuk selama-lamanya).
Satu di antara sekian banyak jenis senjata pusaka yang dimiliki oleh Kasunanan Surakarta
Hadiningrat adalah keris. Konon, bahan yang digunakan untuk membuat beberapa keris
pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah dari meteor yang jatuh pada tahun 1801 di
sekitar daerah Prambanan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IV. Sisa
meteor yang digunakan sebagai bahan pembuat keris tersebut masih tersimpan di Kasunanan
Surakarta Hadiningrat dan diberi nama Kanjeng Kyai Pamor. Beberapa keris milik
Kasunanan Surakarta Hadiningrat ada juga yang disimpan di Museum Radya Pustaka Solo.
Salah satu keris pusaka yang menjadi koleksi Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah
keris yang diberi nama Kanjeng Kyai Pakumpulan, dibuat pada masa pemerintahan Sri
Susuhunan Pakubuwono VI. Dikisahkna, asal mula nama keris ini berawal ketika Sri
Susuhunan Pakubuwono VI memerintahkan untuk membuat sebuah keris pusaka yang
bahannya dikumpulkan dari paku-paku bekas bangunan masjid yang sedang direnovasi.
Paku-paku yang telah dikumpulkan itu kemudian dilebur dan menjadi bahan utama untuk
membuat keris atas perintha Sri Susuhunan Pakubuwono VI. Hingga akhirnya terciptalah
sebuah keris pusaka yang bernama Kanjeng Kyai Pakumpulan itu, di mana nama
“Pakumpulan” diambil dari proses pembuatan keris tersebut yang dibuat dari hasil
pengumpulan paku-paku bekas renovasi masjid itu. Konon, keris pusaka Kanjeng Kyai
Pakumpulan sangat ampuh karena dibuat dari bahan-bahan yang diambil dari tempat suci
(masjid).
Selain itu, ada sepasang keris pusaka di Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dianggap
sangat sakral, yakni keris Kyai Nagasasra dan keris Kyai Sabuk Inten. Kedua keris ini
diyakini berasal dari zaman Kerajaan Majapahit dan menjadi simbol kekuasaan raja-raja
Majapahit yang diperkirakan dibuat pada abad ke-13 M. Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk
Inten harus selalu berpasangan karena menjadi perlambang bersatunya kawula (rakyat)
dengan gusti (raja). Bahkan, pasangan keris pusaka ini seringkali dipercaya sebagai simbol
bersatunya manusia dengan Tuhan (Manunggaling Kawula Gusti).
Pembuat keris Kyai Nagasasra adalah Mpu Supa Madrangki. Dinamakan Kyai Nagasasra
karena di badan keris pusaka ini tergurat gambar seekor ular naga berwarna emas yang
mempunyai banyak sisik. Keris Kyai Nagasasra ini berwarna putih kekuningan dan memiliki
luk sebanyak 13 yang menjadi perlambang kebangunan jiwa dan keselarasan. Sedangkan
keris Kyai Sabuk Inten dibuat oleh Mpu Domas. Disebut dengan nama Sabuk Inten karena
pada bagian bawah keris terdapat selapis garis pamor berwarna putih intan. Keris yang
memiliki warna kebiru-biruan ini dibuat dengan luk sebanyak 11 yang menjadi simbolisasi
perasaan kasih sayang.
Sejarah keberadaan pasangan keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten hingga sampai
ke Kasunanan Surakarta Hadiningrat bermula dari masa keruntuhan Kerajaan Majapahit.
Setelah Kerajaan Majapahit bubar karena perang saudara dan mulai berkembangnya ajaran
Islam di Jawa, keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten dibawa ke istana Kesultanan
Demak, kerajaan penerus Majapahit sekaligus kerajaan Islam pertama di Jawa, oleh Raden
Patah. Kemudian, ketika Kesultanan Demak runtuh, kedua keris tersebut dibawa oleh Jaka
Tingkir yang kemudian menjadi penguasa Kesultanan Pajang. Demikian seterusnya, keris
Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten diwariskan secara turun-temurun seiring dengan usai
dan munculnya kerajaan-kerajaan Dinasti Mataram hingga berdirinya Kasunanan Surakarta
Hadiningrat sebagai salah satu kerajaan keturunan Mataram yang terakhir.
Menurut buku Ensiklopedi Keris karya Bambang Harsrinuksmo, keris Kyai Nagasasra
dan Kyai Sabuk Inten disimpan di keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dan dibuatkan
warangkaNagasasra Sabuk Inten. (sarung) baru yang terbuat dari kayu cendana wangi. Keris
Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten semakin populer ketika SH Mintardja meluncurkan
roman silatnya yang berjudul
Selain keris, Kasunanan Surakarta Hadiningrat juga mempunyai koleksi senjata pusaka
berupa beberapa pucuk meriam. Salah satunya adalah meriam yang diberi nama Kanjeng Nyai
Setomi. Meriam peninggalan Kesultanan Mataram Islam ini disucikan (ritual jasaman pusaka)
pada waktu-waktu tertentu, misalnya untuk menyambut Maulud Nabi Muhammad yang
puncak perayaannya ditandai dengan prosesi Garebeg Maulud di halaman Masjid Agung
Surakarta.
Kasunanan Surakarta Hadiningrat masih memiliki sejumlah meriam lainnya yang
ditempatkan di Sitihinggil, antara lain meriam Kanjeng Kyai Poncoworo yang dibuat pada
tahun 1645 M, Kanjeng Kyai Santri yang dibuat pada tahun 1650 M, Kanjeng Kyai Brinsing
yang berasal Siam (Thailand), juga tiga pucuk meriam peninggalan Mataram bernama
Kanjeng Kyai Kumborowo, Kanjeng Kyai Kumborawi, dan Kanjeng Kyai Kadalbuntung.
Ada pula meriam yang berpasangan seperti sepasang meriam bernama Kanjeng Kyai Bagus
dan Kanjeng Kyai Alus serta Kanjeng Kyai Nakulo dan Kanjeng Kyai Sadewo yang
merupakan pemberian VOC, juga Kanjeng Kyai Syuhbrasto dan Kanjeng Kyai Segorowono
yang melambangkan kesedihan Sri Susuhunan Pakubuwono VII karena kehilangan kekuasaan
atas laut dan hutan.
Sebenarnya masih banyak koleksi senjata pusaka yang dipunyai oleh Kasunanan
Surakarta Hadiningrat, termasuk pedang, tombak, trisula (tombak bermata tiga), gada besi,
perisai (tameng), dan lain sebagainya. Masing-masing dari senjata pusaka itu memiliki
muatan historis dan nuansa magis yang sangat dipercaya dalam tradisi masyarakat Jawa,
khususnya bagi keluarga istana dan masyarakat Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Benda-benda pusaka itu diperlakukan dengan sangat baik dan pada waktu-waktu tertentu
diadakan upacara untuk menghormati benda-benda pusaka tersebut, seperi upacara jamasan
pusaka (penyucian senjata pusaka), upacara kirab pusaka, dan lain sebagainya.
NO NAMA BANGUNAN LOKASIBANGUNAN
KONDISIBANGUNAN
PENGARUHASING TANGGAPAN
01 Masjid Al WusthoMangkunegaran
Mangkunegaran Terawat
Campuran(Jawa –Arab)
Bangunan mesjid kuno initetap kokoh berdiri danterawat karena seringnyabangunan ini digunakankegiatan ibadahmasyarakat yang muslimsekitarnya.
02 Bank IndonesiaSurakarta Gladak Terawat Eropa
Bangunan ini sangatbegitu murni arsitektur
asing dari Eropaseluruhnya dan sangat
begitu dijaga dandilestarikan oleh
pemerintah Kota Solo.
03 Stasiun Solo BalapanSurakarta Banjarsari Terawat
Campuran(Jawa dan
Eropa)
Bangunan ini sudahmengalami renovasi
seiring denganperkembangan zaman dan
sangat begitu terawatyang membuat stasiun inimenjadi bangunan yang
bersejarah.
04 Gereja St. AntoniusSurakarta
Pusat KotaSurakarta Terawat Eropa
Bangunan ini samadengan bangunan
bangunan kuno yangmurni berasitektur asing
dari Eropa dan tetapkokoh berdiri
05 Benteng Vastenburg Pusat KotaSurakarta Tidak Terawat Eropa
Bangunan ini menjaditidak terawat dikarenakan
kurangnya perhatianpemerintahan terhadap
bangunan kunopeninggalan
pemerintahan kolonialBelanda ini.
TUGAS 10 TABEL BANGUNAN KUNO
PROGRAM KHUSUS
TENTANG KOTA SOLO
KOTA SOLO 1
DALAM MATA SEJARAH & PERJUANGAN
SEJARAH BERDIRINYA KOTA SALA
Siapapun mengetahui bahwa hidup dalam penjajahan itu selain terhina, tidak memiliki
kebebasan juga sengsara. Kiranya demikianlah yang dialami oleh Raja Keraton Kasunanan di
Kartasura, Sri Susuhunan Paku Buwana II. Sang Raja tidak memiliki kebebasan sama sekali.
Sampai-sampai untuk memilih calon putra mahkota raja harus terlebih dahulu meminta
persetujuan dari pemerintah penjajah, VOC Belanda. Pemerintah Belanda dan VOC Belanda
dengan politik ‘pecah belah’ terhadap Karaton Mataram itu berhasil menguasai seluruh
kekuasaan raja jajahannya.
Foto : Raja Keraton Kasunanan di Kartasura, Sri Susuhunan Paku Buwana II.
Sementara intrik perebutan kekuasaan kerajaan melanda Karaton Kasunanan di
Kartasura, yang dilakukan dari dalam keluarga keraton keturunan Mataram, telah
menimbulkan kemelut berkepanjangan dan bermusuhan. Di sisi lain pelarian orang-orang
orang-orang Cina yang tertindas oleh kompeni VOC Belanda di Jakarta, mereka melarikan
diri ke Jawa Tengah. Kemarahan orang-orang Cina tertindas itu ditumpahkannya dalam
bentuk pemberontakan orang-orang Cina yang dipimpin oleh Sunan Kuning alias Mas
Garendi di tahun 1742 itu juga memperoleh dukungan dari Pangeran Sambernyawa alias
Raden Mas Said yang memanfaatkan momentum itu. Raden Mas Said sangat marah dan
kecewa terhadap kebijaksanaan Karaton Kartasura yang memangkas daerah Sukowati yang
dulu diberikan oleh Karaton Kartasura kepada Ayahandanya.
Foto : Nama RM. Said yang telah menjadi nama salah satu jalan di Kota Solo sebagai
penghormatan kepada beliau atas jasanya menentang & berani melawan kolonialisme
Belanda yang telah memecah belah kerajaannya.
Serangan gencar prajurit pemberontakan Cina berhasil menjebol benteng pertahanan
Keraton Kartasura dengan menimbulkan banyak korban jiwa. Menghadapi ancaman itu Paku
Buwana II memerintahkan kerabat keraton dan para abdi dalem untuk segera mengungsi ke
ke wilayah jawa Timur bagian barat daya, yaitu pacitan hingga ke Ponorogo. Sementara itu
prajurit pemberontakan Cina menghancurkan keraton Kartasura dan menjarah kekayaan
karaton yang tertinggal.
Pemimpin Prajurit Kompeni VOC Belanda, Mayor Baron Van Hohendorff segera
minta bantuan minta bantuan prajurit Kompeni Belanda di Surabaya. Sementara itu adipati
Bagus Suroto dari kadipaten Ponorogo yang merasa benci terhadap pemberontakan
orang-orang Cina terhadap Keraton Kartasura, lalu menyediakan prajuritnya untuk segera
menumpas prajurit pemberontak orang-orang Cina itu.
Peperangan menumpas pemberontakan orang-orang Cina pimpinan Mas Garendi atau
Sunan Kuning berlangsung dengan seru. Akhirnya pemberontakan orang-orang Cina berhasil
ditumpas. Setelah tertumpasnya pemberontakan orang-orang Cina maka Pangeran
Sambernyawa alis Raden Said berjuang sendiri melawan Kompeni Belanda dan Karaton
Kartasura.
Ketika kerabat Keraton Kartasura kembali ke keratonnya, keraton sudah hancur. Maka
Sri Susuhunan Paku Buwana II memerintahkan para abdi dalemnya untuk membangun
karaton yang baru. Untuk itu Paku Buwana II mengutus petinggi keraton yang terdiri dari
Tumenggung Tirtowiguna, Pangeran Wijil, Tumenggug Honggowongsono dan abdi dalem
lainnya untuk mencari tempat baru untuk lokasi pembangunan Keraton Kasunanan itu.
Mereka memanjatkan doa kepada ALLAH SWT untuk memohon petunjukNya.
Rombongan utusan keraton disertai oleh seekor gajah putih berjalan ke timur. Suatu
kali mereka mencium bau wangi di tanah Kadipolo. DesaTalang Wangi itu sebenarnya cocok
untuk lokasi pembangunan baru, tetapi tanahnya banyak bukitnya. Lalu rombongan menuju
kearah timur lagi. Mereka menyebrabgi sungan Begawan Sala. Mereka tiba di Sonosewu.
Tanahnya datar dan dapat menggunakan sungan Begawan Sala sebagai lau lintas. Namun
secara spiritual Desa Sonosewu banyak dihuni setan prayangan sehingga tidak baik untuk
keraton baru.
Rombongan menuju arah barat, tiba-tiba gajah putih milik keraton berhanti istirahat di
dekat daerah berawa. Para petinggi dan abdi dalem keraton kembali memanjatkan doa kepada
Allah. Dikeheningan malam mereka mendengar ‘suara tanpa rupa’: “Hai...Engkau yang
sedang bertirakat. Kalau Engkau menginginkan sebuah tempat untuk ibukota kerajaan,
pergilah ke Desa Sala. Sebab itu dikehendaki Allah dan nantinya akan menjadi kota yang
besar dan makmur,........”
Tumenggung Tirtowiguna dan Pangeran Wijil kemudian menemui Kepala desa
Dusun, bernama Kyai Sala. Saat pertemuan itu Kyai Sala bercerita , kalau ia mimpi ada
utusan keraton yang mencari tempat untuk membangun keraton. Ia juga menerima wisik
bahwa dusun itu baik, untuk tempat pembangunan keraton. Herannya kok ada persamaan
mimpi, maka Tumenggung Tirtowiguna dan Pangeran Wijil segera melaporkan penemua desa
Sala untuk lokasi pembangunan Keraton pindahan dari Kartasura, dan sang raja
menyetujuinya.
Foto : Bekas bangunan kuno Keraton Kartosuro yang telah menjadi gundukan tanah
di sekitar daerah Kota Solo.
Sri susuhunan Paku Buwana II merasa sudah cocok apabila desa Sala yang penuh
dengan rawa itu untuk ibukota keraton maka disuruhnya para bupati pesisir agar menimbuni
rawa itu dengan tanaman lumbu, dengan maksud untuk menyumbat sumber air besar yang
terus mengalir. Kepala dusun Kyai Sala menyampaikan usul agar dapat menyumbat sumber
air besar didaerah rawa, dengan gong sekar delima. Ketika sang raja dilapori tentang wisik
gaib dari Kyai Sala yang bunyinya “untuk menghentikan mengalirnya sumber air, engkau
harus menutupnya dengan gong merah delima dan kepala penari serta daum lumbu. Maka
oleh Sri Sunan diartikan bahwa gong itu suara paling seru dalam karawitan, maknanya adalah
Kyai Sala sikepala dusun yang menghendaki sadangkan kepala penari terkait dengan wayang
atau ringgit (bahasa jawa) yang berarti uang. Jelaslah sudah bahwa Kyai Sala menghendaki
uang atas tanah halk miliknya, yang akan digunakan untuk karaton. Maka Sri Sunan Paku
Buwana II memberinya uang sebanyak 10.000 gulden Belanda (1744) untuk tanah milik Kyai
Sala yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan karaton baru itu.
Foto : Salah satu peninggalan bekas bangunan kuno Keraton Kartosuro abad ke 18.
Foto : Keraton Kartosuro yang telah berdiri sejak tahun 1680 – 1742 yang telah
hancur, kini telah menjadi salah satu benda cagar budaya.
Pindahnya Karaton Kasunanan warisan Mataram dari Kartasura ke desa Sala itu
merupakan bedol keraton secara total atau menyeluruh, Perpindahan itu dilaksanakan dalam
suasana sedih karena keraton Kartasura dirusak oleh pemerintah Cina. Untuk pindahnya
karaton itu terlebih dahulu para abdi dalem karaton kasunanan harus membabat hutan belukar
, menimbuni rawa digedung lumbu dengan tanah galian dari Tanah Wangi di Kadipolo.
Lubang tanah bekas galian itu membentik danau kecil yang setelah ratusan tahun dijadikan
Balai Kambang Sriwedari. Seluruh bangunan inti karaton kasunanan kartasura diboyong
pindah untuk didirikan kembali di desa Sala.Pada waktu itu pagar kompleks karaton dibuat
dari bambu, secara bertahap bagian-bagian karaton lainnya seperti Masjid Agung di alun-alun
utara pun dibangun oleh generasi Pemerintahan Paku Buwono selanjutnnya, karena
keberadaan bangunan tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan Karaton Surakarta.
MASA REVOLUSI PERJUANGAN
(SERANGAN 4 HARI KOTA SALA 1949)
Foto : Evakuasi Para Pasukan Tentara Kerajaan Belanda yg ada di Poerwosariweg
Solo tahun 1949 (Jl. Slamet Riyadi).
Para pejuang kemerdekaan Kota Solo dengan keberanian luar biasa, dapat mengakhiri
kekuasaan Pemerintah Militer Jepang yang keji dan kejam tak berperikemanusiaan terhadap
rakyat dan pejuang Indonesia, meskipun persenjataan sangat terbatas dan sederhana.
Puncaknya dengan penaklukan terhadap pasukan militer Jepang di timuran ( sekarang Hotel
Cakra di jl. Birg Jend Slamet Riyadi ). Hal tersebut karena keterpaduan perjuangan antara
Tentara Nasional Indonesia, Tentara Pelajar, bersama rakyat. Bukan hanya perjuangan
bersenjata, tetapi diperlukan perjuangan diplomasi seperti dilakukan oleh tokoh pejuang
Soemodiningrat yang kebetulan salah satu bangsawan dari Keraton Kasunanan Surakarta.
Ketika menaklukan Pimpinan Militer Jepang Watanabe dalam perundingan di Balai Kota
Sala. Namun setelah terusirnya kekuasaan Pemerintah Fasis Jepang dari bumi Republik
Indonesia ternyata pasukan Belanda datang dengan menunggangi Sekutu / PBB ke Indonesia.
Belanda berusaha untuk mencengkeramkan kembali kekuasaannya di bumi nusantara, dan
para pejuang kemerdekaan Indonesia melakukan perlawanan bersenjata dengan penuh
keberanian untuk mengusir Tentara dan Pemerintahan Penjajahan Belanda.
Ketika Pasukan Belanda menyerbu Ibukota Republik Indonesia yang dipindahkan
sementara di Yogyakarta pada tanggal, 19 Desember 1948, kemudian pasukan Belanda pun
menyerbu kota Sala dua hari kemudian. Maka rakyat bersama Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia melakukan perlawanan bersenjata untuk mengusir kekuasaan penjajah Belanda.
Dalam kemelut perang kemerdekaan untuk menghindari pasukan militer Belanda menguasai
tempat-tempat penting,maka para pejuang kemerdekaan Indonesia melakukan politik bumi
hangus termasuk gedung balai kota Sala yang merupakan pusat pemerintahan juga dibakar.
Sementara itu rakyat dan para pejuang kemerdekaan republik Indonesia di kota Sala
mengungsi keluar kota, perjuangan itu dilakukan dengan begerilya.
Ada peristiwa penting yang patut dicatat ialah saat terhadap pasukan militer jepang
yang bertahan disebelah barat gedung koperasi Batari ( oktober 1945 ). Saat itu gugur pejuang
Indonesia yang bernama afirin yang ditembak oleh serdadu Jepang yang sedang terkepung.
Jenazah Arifin dalam peti yang diselimuti kain merah putih, lebih dulu diusung ramai-ramai
di keraton Surkarta. Dalam hal ini Karaton menyediakan kereta berkuda untuk mengangkut
jenazah Arifin ke pemakaman di Sekar Pace ( makam pahlawan kusuma bakti ) – Jurug.
Atas perintah panglima Jendral Sudirman maka komandan brigade V divisi II Letkol
Slamet Riyadi mengkonsolidasi dengan membentuk komando pertahanan atau Wehrekreise
wilayah Solo, lalu dibentuk komando pertempuran Panembahan Senapati yang meliputi
daerah karisidenan Sala, Semarang Selatan dan Pacitan. Untuk daerah Solo diberi nama
Wehrekreise Arjuna dipimpin oleh Ahmadi, yang terdiri dari lima rayon masing-masing
dipimpin oleh Kapten Suhendra, Lettu Sumarto, Kapten Prakoso,( pernah menjadi rektor
UNS ) Kapten Abdul Latief, yang ilegal dipimpin oleh Lettu Hartono dengan melakukan
gerilya terhadap Belanda.
Di bidang pemerintahan sipil juga dibentuk pemerintahan kota solo yang wali
kotannya RM. Suharyo Suryopranoto, hasil persetujuan Room Royen direalisasikan dalam
Pemerintahan Penghentian Tembak Menembak oleh Presiden Soekarno tanggal ,3 Agustus
1949, dan ditindak lanjuti oleh Jendral Sudirman dan komando dibawahnya.
Sebelum serangan umum Solo ada beberapa peristiwa yang mendukung keberhasilan pejuang
dalam pertempuran ini, antara lain:
Serangan di Jembatan Cluringan, mendapatkan 1 Bren dan 2 LE.Tentara Belanda yang
selamat dalam peristiwa tersebut akhirnya mengalami gangguan jiwa. Sedang
barang-barang pribadi milik serdadu Belanda yang tewas dikembalikan pihak TP
Brigade XVII kepada komandan Belanda setelah gencatan senjata.
Pembelotan satu kompi TBS ( Teritoriale Batalyon Surakarta) bentukan Belanda
dengan membawa 8 Bren, 30 Sten dan 80 senapan.
Foto : Bung Karno yang telah memerintahkan pemeberintahan penembakan senjata oleh
Tentara Rakyat pada 3 Agustus 1949 dalam upaya menjaga kekondusifan daerah Kota Solo.
Foto : Penandatangan perjanjian gencatan senjata antara Letkol. Slamet Riyadi dari Indonesia
dengan Pihak Belanda pada awal tahun 1949 di Kota Solo. Namun, perjanjian itu gagal
karena Belanda ingkar janji.
Foto : Letnan Jenderal Van Vreeden, peletus serangan ke Markas Gatot Subroto pada
tanggal 3 Agustus 1949
Foto : Kolonel Gatot Subroto dalam masa perjuangan revolusi di Kota Solo tahun 1949.
Selain dua peristiwa di atas pada tanggal 3 Agustus 1949, letnan jenderal Van
Vreeden diam-diam memerintahkan penyerangan ke markas Kolonel Gatot Subroto sekaligus
menghancurkan pemancar RRI di Desa Balong, Kecamatan Jenawi padahal rencana gencatan
senjata sudah diumumkan demi memperkuat posisi tawar pihak militer.[2] Meski tidak sesuai
target karena markas Kolonel Gatot Subroto dan pemancar RRI sudah pindah ke tempat lain,
hal ini mempertebal keyakinan para pejuang bahwa Belanda masih berniat melakukan
pelanggaran gencatan senjata kembali.
Foto : AHJ. Lovink, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda di Indonesia pada
tahun 1949 yang mengeluarkan pendapat tentang sikap Belanda dalam berperang.
Serta Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia AHJ. Lovink ( 11 Agustus 1949 )
dari pengalaman sejarah membuktikan pemerintah Belanda sering ingkar janji, tipu muslihat
sehingga para pejuang selalu waspada serta melakukan perluasan daerah kekuasaan di Solo
dengan melakukan serangan 4 hari, pada tanggal. 7 – 10 agustus 1949 pada saatitu Belanda
bermarkas di Benteng, mendapat bantuan dari batalyon Yogyakarta untuk menyerbu ke Solo,
dan memaksa agar Slamet Riyadi menyerah. Dalam pertempuran ini Belanda mengerahkan
pesawat tempur dengan menyerang pasar nongko, kampung petangpuluhan, srambatan, pasar
kembang yang dianggap kantong pejuang.
Foto : Jajaran Perwira Tinggi Tentara Rakyat Indonesia tahun 1949 di Kota Solo.
150 serdadu Belanda tewas tertembak, sebuah tank milik Belanda berhasil direbut di
kampung Purwo Diningratan. Setelah kewalahan menghadapi pejuang, Belanda menyetujui
Gencatan Senjata, tanggal 11 Agustu 1949 pukul 00.00. walaupun gencatan senjata ditanda
tangani serdadu Belanda ( KNIL ) malah membabi buta menumpahkan kemarahannya dengan
menembaki penduduk sipil di Pasar Kembang dengan menewaskan 23 orang, dimana 13
onggota PMI Surakarta dibantai di markas PMI Padmo Negaran Gading serta 9 orang sipil
juga tertembak, sedangkan Belanda sebanyak 7 orang serdadunya juga tewas.
Foto : Muso, pemimpin pemberontakan PKI pada September 1948 yang menyebar di
Kota Solo & dapat ditumpas oleh Pemerintahan Bung Karno kala itu.
Selagi perjuangan Indonesia lagi memuncak, September 1948 Partai Komunis ( PKI )
di bawah Muso cs dari Madiun melakukan pemberontakan di dalam, namun pemerintah
Indonesia pada waktu itu berhasil menumpasnya dengan korban Kolonel Sutarto yang
tertembak di sebuah gang Kampung Timuran, pada saat itu kota Solo sedang
menyelenggarakan PON I bulan September 1948 yang dibuka oleh presiden Soekarno di
stadion Sriwedari.
Untuk memperingati pejuang kemerdekaan 4 hari di kota Solo, telah dibangun
monumen berupa tugu dihalaman Makorem 74 / Wirastratama Surakarta dan monumen
perjuangan 45 di Banjasari. Wong Solo berhutang budi pada pejuang-pejuang tersebut
PROGRAM KHUSUS
KOTA SOLO 2
BINGKAI WISATA & KULINER
1. WISATA KOTA SOLO
MUSEUM BATIK KUNO DANAR HADI
Foto : House of Danar Hadi, merupakan salah satu Museum Batik terlengkap di Kota Solo.
Museum Batik Terlengkap di Dunia
Batik sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu.
Teknik pewarnaan kain ini menggunakan lilin batik (malam) untuk mencegah masuknya
warna di bagian-bagian tertentu. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik
Indonesia sebagai salah satu Warisan Kebudayaan Dunia. Didorong oleh kecintaannya
terhadap batik, Haji Santosa Doellah yang juga pemilik usaha Batik Danarhadi ini
mengumpulkan batik dari seluruh penjuru negeri. Hingga kini koleksinya sudah mencapai
lebih dari sepuluh ribu lembar kain batik kuno, 600 di antaranya dipamerkan di Museum
Batik Danarhadi.
Foto : Koleksi Batik Museum Batik Danar Hadi
Foto : Tak sekedar koleksi Batik saja, di Museum ini juga terdapat berbagai barang barang
antik kuno lainnya yang berhubungan dengan Batik tersebut.
Dari Batik Kraton, Batik Belanda, hingga Batik Tiga Negeri
Seorang pemandu menyapa dengan ramah dan kemudian mendampingi Penulis
menjelajah museum. Ruang galeri pertama berisi koleksi Batik Belanda yang sebagian besar
berbentuk sarung dengan dominasi motif bunga, dedaunan, hewan terutama burung dan
kupu-kupu. Batik Belanda umumnya tampil dengan warna-warna cerah seperti merah, hijau,
oranye, dan merah jambu. Di dinding terpajang foto-foto orang Belanda yang sedang
mengenakan kain batik.
Ruang galeri kedua dipenuhi dengan koleksi Batik Kraton, baik Kraton Surakarta,
Mangkunegaran, Yogyakarta, maupun Pakualaman. Motif batik dari keempat kraton ini
hampir sama, hanya modifikasi motif dan cara pemakaiannya saja yang berbeda. Ada pula
koleksi yang disebut dengan Batik Tiga Negeri. Batik yang menggunakan tiga warna yaitu
merah, biru, dan coklat ini ternyata dibuat di tiga tempat yang berbeda. Pemberian warna
merah dikerjakan di Lasem, warna biru di Pekalongan, sementara warna coklat di Solo.
Karena itulah jenis batik ini dinamakan Batik Tiga Negeri.
Koleksi lain yang bisa dinikmati adalah Batik China, Batik Jawa Hokokai (batik yang
terpengaruh oleh kebudayaan Jepang), Batik Pesisir (Kudus, Lasem, Pekalongan), Batik
Sumatra, Batik Saudagaran, Batik Petani, Batik Kontemporer, dan berbagai jenis batik
lainnya. Salah satu yang menarik perhatian adalah Batik Cirebon. Selain pengaruh China,
jenis batik ini memiliki motif-motif sayap yang menunjukkan pengaruh budaya Hindu dari
Kerajaan Mataram Kuno.
Yang tidak boleh dilewatkan adalah koleksi spesial museum ini. Ada beberapa koleksi
batik kuno dengan motif unik yang terinspirasi oleh cerita rakyat ataupun cerita legenda.
Salah satunya adalah motif Snow White. Batik ini dibuat dengan motif berupa gambar-gambar
yang bertutur tentang cerita Snow White. Cerita dimulai ketika ibu tiri Snow White diberitahu
oleh cermin ajaib bahwa Snow White adalah wanita tercantik di negeri mereka. Ini membuat
sang ibu tiri marah dan membuangnya ke dalam hutan. Gambar-gambar terus berlanjut
menceritakan kehidupan Snow White di dalam hutan bersama tujuh kurcaci, makan apel
beracun, sampai dengan pertemuannya dengan pangeran yang membangunkannya dari tidur
panjang. Batik Snow White yang termasuk dalam jenis Batik Belanda ini didesain oleh wanita
Indo-Belanda pada pertengahan abad ke 19. Meskipun demikian, pengerjaannya tetaplah
dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Selain itu masih ada beberapa batik dengan motif
yang bercerita tentang Hans and Gretel, Little Red Riding Hood, dan bahkan cerita Perang
Diponegoro.
One Stop Batik Shopping
Pemandu kemudian membawa Penulis ke bagian belakang museum. Suasana kontras
langsung terasa. Keanggunan ruang pameran berganti dengan suasana pabrik yang dinamis.
Di ruang besar tanpa sekat itu ratusan orang sibuk mengerjakan proses pembuatan batik dari
awal sampai akhir. Bila ingin mempelajari teknik pembuatan ini lebih dalam lagi, museum
juga menawarkan paket workshop pembuatan batik tulis satu warna selama 5 hari.
Foto : Salah satu sudut ruangan di dalam Museum Batik Danar Hadi.
Foto : Ruangan di dalam Museum yang penuh dengan barang barang antik selain kain
Batik.
Puas menikmati koleksi batik-batik antik dan menyaksikan proses pembuatan batik
yang rumit, mata kemudian dimanjakan oleh koleksi batik cantik dalam berbagai produk.
Kemeja resmi, gaun-gaun cantik, hingga sarung bantal dan aneka produk lainnya bisa dibeli
disini. Museum Batik Danarhadi dengan konsep One Stop Batik Shopping ini benar-benar
menjadi surga wisata bagi para pecinta batik, baik lokal maupun internasional.
RINCIAN
Jadwal Buka
Senin - Minggu pk 09.00 - 16.30 WIB
Harga Tiket
Pengunjung domestik: Rp. 25.000
Pengunjung mancanegara: Rp. 25.000
Pelajar: Rp. 15.000
KRATON SURAKARTA HADININGRAT
Foto : Keadaan Keraton Surakarta Hadiningrat masa kini.
Istana Jawa Kuno dengan Sentuhan Eropa
Kraton Surakarta Hadiningrat atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kraton
Kasunanan Surakarta telah berdiri sejak ratusan tahun lalu. Kraton ini adalah “penerus” dari
Kerajaan Mataram Islam. Setelah berganti-ganti pusat pemerintahan mulai dari Kotagede,
Pleret hingga Kartasura, pemberontakan kuning oleh etnis Tionghoa memaksa Mataram
untuk memindahkan Kratonnya ke Desa Sala. Konflik internal dan campur tangan Belanda
kemudian memaksa kerajaan ini pecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta pada tahun 1755 melalui perjanjian Giyanti.
Foto : Salah satu Kereta Kuda Keraton Surakarta Hadiningrat pada abad ke 18.
Foto : Saalah satu sudut ruangan di dalam Keraton Surakarta Hadiningrat yang
bernama Handrawina, tempat berkumpulnya keluarga keraton.
Perjalanan diawali dari gerbang Kraton paling utara yaitu gapura Gladag. Gapura ini
dijaga oleh dua arca Dwarapala bersenjata gada. Menyusuri ruas jalan yang teduh dengan
pohon beringin tua di kanan kirinya, Penulis sampai di Alun-Alun Utara. Layaknya gaya khas
sebuah tata kota tua, Kraton Kasunanan Surakarta terletak dalam satu kompleks dengan
Alun-Alun dan Masjid Agung. Sebuah pendapa terbuka besar berdiri megah tepat di seberang
alun-alun, sementara bangunan utama kraton berada di belakangnya. Di dalam bangunan
utama ini terdapat sebuah museum yang dulunya merupakan kompleks perkantoran pada
jaman Paku Buwono X. Bangunan ini terbagi atas 9 ruang pameran yang berisi aneka macam
benda dan pusaka peninggalan Kraton, hingga diorama kesenian rakyat dan upacara pengantin
kerajaan lengkap dengan berbagai macam peralatannya.
Sebuah lorong sempit menghubungkan museum dengan kompleks utama kraton.
Untuk menghormati adat istiadatnya, kita tidak diperbolehkan mengenakan celana pendek,
sandal, kaca mata hitam, dan baju tanpa lengan. Sandal juga dilepas dan kita harus berjalan
tanpa alas kaki di atas pasir pelataran yang konon diambil dari Pantai Selatan. Pohon Sawo
Kecik yang menaungi pelataran membuat udara senantiasa sejuk. Secara jarwa dhosok, nama
pohon itu dimaknai sebagai lambang yang artinya sarwo becik atau serba baik. Yang menarik
adalah patung-patung Eropa yang menghiasi istana sehingga menghasilkan kombinasi apik
arsitektur Jawa Kuno dengan sentuhan Eropa. Patung-patung ini merupakan hadiah dari
Belanda yang dulu memang memiliki hubungan sangat dekat dengan Kasunanan Surakarta.
Sebuah menara tinggi di sebelah selatan pelataran bernama Panggung Songgobuwono
menjadi ciri khas kraton ini.
Foto : Para abdi dalem yang selalu hidup bersama keluarga keraotn di dalam Keraton
Surakarta Hadiningrat.
Belum puas menjelajahi bangunan kraton, Penulis meminta seorang tukang becak
untuk mengantar mengelilingi seluruh kompleks kraton. Duduk santai di dalam becak
menyusuri jalan-jalan di dalam kraton menjadi pengalaman tersendiri. Sampai di Alun-Alun
Selatan, terlihat dua gerbong kereta tua terparkir disana, yaitu Kereta Pesiar Raja dan Kereta
Jenazah. Namun gerbong-gerbong ini sudah tidak lagi berfungsi karena rel-relnya sudah
banyak yang berubah menjadi pemukiman penduduk. Di sisi alun-alun yang lain, sekawanan
kerbau putih yang terkenal dengan sebutan kebo bule Kyai Slamet terlihat asyik merumput.
Kerbau-kerbau ini dianggap keramat oleh masyarakat Solo dan selalu diarak pada kirab
sekatenan ataupun kirab malam 1 Sura.
RINCIAN
Jadwal Buka
Senin - Kamis pk 09.00 - 14.00 WIB
Sabtu - Minggu pk 09.00 - 13.00 WIB
Harga Tiket
Bangsal Pagelaran: Rp 2.500
Museum: Rp 8.000
Ijin kamera/video: Rp 3.500
PASAR KLEWER
Foto : Kondisi Pasar Klewer di Kota Solo pada masa kini.
Pasar Batik Nan Legendaris
Foto : Pasar Klewer yang sudah ada sejak jaman Keraton Surakarta Hadiningrat masih
bertahta.
Foto : Keadaan di dalam Pasar Klewer masa kini.
Menurut cerita, jaman penjajahan dulu Pasar Klewer berfungsi sebagai tempat
pemberhentian kereta. Masyarakat pun memanfaatkannya sebagai tempat untuk menjual
berbagai macam produk kepada para penumpang hingga akhirnya terkenal dengan nama
Pasar Slompretan. Kata slompretan berasal dari slompret (terompet) karena suara kereta yang
akan berangkat mirip dengan suara terompet ditiup. Pasar Slompretan ini juga dijejali dengan
pedagang kecil yang menjual tekstil khususnya batik. Para pedagang ini menjajakan batiknya
dengan cara dipanggul di pundak, sehingga batiknya terlihat berkleweran atau berjuntaian.
Seiring dengan perjalanannya, pasar ini kemudian lebih terkenal dengan nama Pasar Klewer.
Pada tahun 1970an, pasar ini dibangun menjadi sebuah bangunan permanen berlantai
dua yang cukup luas. Pembeli juga akan lebih leluasa berbelanja karena pasar dengan lebih
dari dua ribu unit kios ini memiliki tangga-tangga yang cukup luas sehingga tidak ada kesan
berdesak-desakan.
Foto : Pasar Klewer, Pasar jual beli Batik di Kota Solo.
Pusat Grosir Batik dan Tekstil Murah
Menyusuri lorong-lorong yang cukup lebar dari satu blok ke blok yang lainnya,
beragam jenis pakaian berbahan batik seolah memanggil pengunjung untuk membelinya.
Mulai dari jenis kebaya, kain, baju resmi, hingga kaos batik, daster, blouse cantik dan pakaian
anak-anak. Tak hanya batik Solo, pasar ini juga memiliki koleksi batik Banyumas,
Pekalongan, Madura, Yogyakarta, dan lain-lain. Anda dapat dengan mudah menemukan batik
cap seharga belasan ribu maupun batik tulis kualitas terbaik dengan harga lebih murah dari
pada butik-butik terkenal. Kemahiran menawar akan sangat membantu mendapatkan harga
terbaik. Tak hanya dijual eceran, kebanyakan kios juga melayani pembelian grosir dengan
harga yang jauh lebih murah.
Naik ke lantai dua, Anda akan menemukan aneka jenis tekstil, seperti seragam
sekolah, kaos, jaket, dasi, kain bahan katun hingga sutra. Uniknya, di pasar ini juga terdapat
beberapa orang penjahit yang siap menyulap kain yang baru saja Anda beli menjadi jenis
pakaian yang Anda inginkan dalam waktu kurang dari satu hari.
Lelah berbelanja mengelilingi pasar tekstil ini, Anda bisa berjalan ke depan ataupun
samping pasar. Berbagai warung makanan siap menjadi tempat melepas lelah sekaligus
mencicipi aneka makanan khas Solo. Nasi pecel, nasi liwet, tengkleng, timlo, es dawet, es
gempol dan berbagai jenis makanan dan minuman lainnya siap menjadi penawar dahaga
Anda.
Foto : Batik Batik yang dijual di Pasar Klewer terbilang murah dan harga bisa ditawar
langsung.
Tips merawat batik
Untuk menjaga dan merawat batik Anda agar tetap cantik, ada beberapa tips yang layak
dicoba.
Hindari mencuci batik menggunakan mesin cuci dan deterjen. Cucilah dengan tangan
menggunakan shampo yang telah dilarutkan dalam air atau sabun mandi.
Jemur di tempat yang teduh tanpa diperas terlebih dahulu. Hindari menjemur di bawah
sinar matahari langsung dan biarkan kering secara alami.
Lapisi batik dengan kain lainnya jika hendak disetrika. Hindarkan terkena panas
langsung dari setrikaan.
Hindari menyemprotkan pewangi pakaian, pelembut pakaian ataupun parfum
langsung ke batik.
RINCIAN
Jadwal Buka
Senin - Minggu pk 09.00 - 16.30 WIB
PASAR TRIWINDU
Foto : Pasar Triwindu atau sekarang yang disebut Pasar Windujenar
Berburu Harta Karun di Surga Barang Antik
Sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, Solo memiliki banyak harta karun berupa
barang-barang pusaka dan antik. Pasar Triwindu (sekarang bernama Pasar Windujenar)
adalah salah satu pasar barang antik yang populer di Pulau Jawa. Persis di depan pintu masuk
pasar, Anda akan disambut oleh patung laki-laki dan perempuan Jawa sedang duduk bersila
di atas panggung batu.
Menyusuri lorong-lorong pasar dengan barang-barang antik yang bertaburan di kanan kirinya,
akan membuat kita merasa berada di surga barang antik. Aneka koleksi kain batik, uang dan
koin kuno, cap batik, gramofon tua dari Eropa, wayang-wayang yang terlukis di papan kayu
tua, sepeda dari tahun 1930an, hingga berbagai benda yang diklaim sebagai fosil makhluk
purba dari Sangiran bisa ditemukan disini. Tidak ketinggalan pula lukisan-lukisan tua, lampu
minyak, patung-patung Budha, hingga setrika arang. Tidak hanya itu saja, pasar ini juga akan
memberikan kepuasan tersendiri bagi para kolektor dan penggila otomotif karena bisa
mendapatkan onderdil langka yang sudah tidak diproduksi lagi.
Foto : Bagi para kolektor barang barang antik & kuno bisa langsung datang saja ke Pasar
Triwindu di Kota Solo ini yang menjual ribuan baang antik & kuno.
Foto : Barang barang antik yang dijual di Pasar Triwindu.
Tidak semua barang yang dijual di Pasar Triwindu merupakan barang yang
benar-benar antik. Sebuah barang yang diklaim penjualnya berusia ratusan tahun mungkin
saja baru dibuat beberapa minggu lalu. Namun jika beruntung, Anda bisa mendapatkan
pusaka yang dulunya adalah milik kraton. Berbagai spekulasi berkembang mengenai
keberadaan benda-benda milik kraton di pasar ini. Namun pihak kraton mengatakan bahwa
benda-benda itu kemungkinan adalah benda yang dihadiahkan pada abdi dalem dan kemudian
dijual, atau didapatkan oleh orang yang membeli dari kerabat kraton. Berbelanja di Pasar
Triwindu sungguh membutuhkah ketelitian dan keahlian tawar-menawar, jadi jangan ragu
untuk menawar setengah harga.
Foto : Para pembeli bisa menukar barang antiknya dengan pemilik barang antik yang
berjualan di Pasar Triwindu ini secara bebas dan sah.
Sampai sekarang, Pasar Windujenar masih melayani sistem barter. Anda bisa menukar
koleksi dengan barang antik yang lain, tentu saja dengan negosiasi dan kesepakatan tentang
nilai barang yang ingin dibarter. Jika Anda wisatawan yang ingin membeli oleh-oleh, ataupun
sekedar ingin menikmati suasana kota Solo yang sesungguhnya, Pasar Windujenar layak
menjadi pilihan.
RINCIAN
Jadwal Buka
Senin - Minggu pk 09.00 - 16.00 WIB
BENGAWAN SOLO
Foto : Sungai Bengawan Solo yang menjadi insipirasi (Alhm) Gesang sebagai Maestro
Keroncong Indonesia untuk memnbuat lagu keroncong berjudul “Bengawan Solo”.
Menyusuri Sungai Terpanjang di Pulau Jawa
Foto : Kondisi aliran Sungai Bengawan Solo masa kini
Petualangan Penulis dimulai saat sang mentari masih tertidur nyenyak di balik
cakrawala. Sambil menunggu perahu yang akan mengantar, kami duduk di pinggir sungai
menyaksikan aktivitas warga yang mulai menggeliat. Jalur penyeberangan perahu Kampung
Sewu-Bekonang tempat kami akan memulai petualangan ini mulai ramai. Sebuah perahu
kayu berukuran cukup besar mondar-mandir mengantarkan para pedagang yang akan pergi ke
pasar, ataupun warga yang hendak menyeberang ke kampung tetangga. Sebuah perahu kayu
kecil merapat pelan. Waduh, ternyata perahu inilah yang akan mengantar kami menyusuri
sungai yang terbentuk sekitar empat juta tahun lalu ini. Sedikit saja gerakan akan membuat
perahu bergoyang. Namun setelah beberapa dayungan, perasaan mulai rileks. Dayungan
kayuh yang seirama membawa perahu menyibak air sungai dan meluncur pelan mengikuti
arus yang tenang. Temaram langit fajar mulai menjadi terang.
Beberapa ratus meter pertama, sungai ramai dengan warga dan berbagai aktivitas pagi
mereka. Keramahan khas penduduk desa sangat terasa. Beberapa orang penduduk menyirami
tanaman di pinggiran sungai yang disulap menjadi ladang, menggembala kambing atau bebek,
atau sekedar berkumpul di atas tanggul sambil berbincang dan bersenda gurau. Sesekali
perahu nelayan yang sedang mencari ikan melintas. Dulu Bengawan Solo pernah tersohor
sebagai surga ikan air tawar. Bahkan ada sekitar 30 jenis ikan yang tinggal dan berkembang
biak di sungai ini. Namun sayang, kini hanya beberapa jenis saja yang masih bertahan,
diantaranya ikan jambal, gabus dan ikan putihan.
KAMPOENG BATIK LAWEYAN
Foto : Kampung Batik Laweyan Kota Solo
Menyusuri Kampoeng Batik nan Eksotik
Laweyan, sebuah kampung tua yang memiliki sejarah lebih panjang daripada
Surakarta sendiri. Sudah ada sejak jaman Kerajaan Pajang pada abad XIV, Laweyan dulu
adalah pusat perdagangan pakaian. Namanya berasal dari kata "lawe", berarti benang dari
kapas yang dipintal. Seorang sesepuh desa bernama Kyai Ageng Henis adalah orang yang bisa
dibilang paling berjasa bagi kemajuan daerah ini. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu
agama, namun juga mengajarkan ilmu dan seni membatik pada masyarakat sekitar. Seni batik
ini terus berkembang pesat hingga sekarang.
Foto : Jalan Kampung Batik Laweyan Kota Solo.
Memasuki kampung Laweyan, hampir seluruh rumah penduduk yang umumnya
berukuran besar dan megah merangkap fungsi sebagai showroom batik. Mulai dari batik
seharga puluhan ribu hingga jutaan rupiah bisa dibeli disini. Beberapa tempat bahkan
menawarkan kesempatan untuk melihat langsung proses pembuatannya. Bagi yang ingin
belajar membatik, jangan khawatir karena ada paket kursus singkat yang juga tersedia.
Masuk semakin dalam, tembok-tembok tua dan tinggi berdiri kokoh mengapit gang
sempit. Dibaliknya berdiri istana para saudagar batik tempo dulu. Pada masa kejayaannya
beberapa ratus tahun yang lalu para saudagar batik ini memang kaya raya, bahkan melebihi
kekayaan para bangsawan kraton. Dengan kekayaannya itu, mereka berlomba-lomba
membangun istananya masing-masing. Sebagian besar usaha para saudagar ini masih
diteruskan oleh generasi berikutnya hingga sekarang. Memasuki showroom batik mereka, kita
akan mendapatkan bonus tersendiri. Berbelanja batik sambil menikmati istana megah dengan
arsitektur Jawa Kuno yang indah dalam pengaruh gaya Eropa, China dan Islam.
Foto : Suasana perkampungan di Kampung Batik Laweyan Kota Solo.
Tak hanya itu, Laweyan juga kaya akan situs sejarah. Penulis sempat mengunjungi
masjid tertua di Solo yang dibangun hampir 5 abad yang lalu, serta Museum Samanhudi,
salah satu tokoh pergerakan nasional. Masih terus berbenah, Kampoeng Batik Laweyan
dengan bermacam pesona wisata yang ditawarkan layak menjadi salah satu tujuan wisata
Anda di Solo. Menyusuri kampung tua nan eksotik sambil memanjakan diri dengan aneka
koleksi batik cantik akan menjadi pengalaman wisata yang tidak terlupakan.
2. KULINER KOTA SOLO
GUDEG CEKER MARGOYUDAN
Berburu Kelezatan Kuliner Sebelum Fajar Menyingsing
Wisata kuliner Solo memang tidak ada matinya. Jam tangan menunjukkan pukul
02.00 dini hari ketika Penulis berburu lezatnya gudeg ceker yang terkenal itu. 10 menit
perjalanan terasa sepi, hanya sesekali kami berpapasan dengan kendaraan lain. Namun begitu
memasuki Jalan Monginsidi, deretan mobil dengan plat nomor dari luar kota dan puluhan
sepeda motor telah terparkir rapi di pinggir jalan. Seketika suasana berubah total, dinginnya
malam telah tergantikan dengan hangatnya suasana warung Gudeg Ceker Margoyudan. Dari
luar terlihat kerumunan orang mengantri mengitari seorang wanita tua yang sibuk meracik
porsi demi porsi gudeg cekernya. Sebagian pengunjung memilih menikmati gudeg ceker
mereka di bangku-bangku di dalam warung, dan sebagian anak-anak muda memilih duduk
lesehan beralaskan tikar agar lebih leluasa bercengkrama dengan temannya.
Foto : Gudeg Ceker Bu Kasno Margoyudan Solo yang setiap harinya buka mulai
pukul 2 dini hari.
Foto : Bu Kasno selaku penjual Gudeg Ceker melayani berbagai pesanan
pelanggannya.
Beberapa saat menunggu akhirnya sepiring nasi gudeg dengan sambel kerecek dan
empat cakar ayam sudah di tangan. Ya, cakar ayam yang sering dianggap sebelah mata itu
berhasil disulap menjadi makanan yang luar biasa nikmat. Gudegnya terasa gurih dan asin,
berbeda dengan kebanyakan gudeg yang cenderung manis. Sementara cakar ayamnya, yang
lebih populer dengan sebutan ceker, terasa lembut dan empuk. Dimasak dalam kuah santan
dalam waktu yang lama, kulit dan tulang mudanya akan langsung terlepas hanya dengan
sekali gigitan. Porsinya tidak terlalu besar, pas untuk sarapan kepagian.
Foto : Gudeg Ceker Bu Kasno Margoyudan Solo
Walaupun tidak mengandung daging, ceker merupakan bagian dari tubuh ayam yang
paling gurih. Kulit, tulang, otot, dan kolagen yang terkandung di dalamnya membuat ceker
terasa gurih dan kenyal. Ceker juga kaya akan Omega 3 dan Omega 6. Dalam setiap 100
gramnya, terdapat 187 mg Omega 3 dan 2,571 Omega 6. Kedua zat ini merupakan golongan
asam lemak tak jenuh ganda yang bisa membantu pertumbuhan otak dan relaksasi pembuluh
darah.
Foto : Suasana di Gudeg Ceker Margoyudan Bu Kasno yang selalu ramai pelanggan.
Jadi, beranikah menerima tantangan melawan kantuk dan hawa dingin demi sepiring
gudeg ceker legendaris yang buka pada jam 01.30 pagi ini? Bergegaslah karena setelah jam 4
pagi gudeg ceker yang lezat ini dipastikan sudah habis.
RINCIAN
Jadwal Buka
Senin - Minggu pk 01.30 - 04.00 WIB
Tengkleng Pasar Klewer
Bawah Gapura Pasar Klewer.
Mungkin sebagian orang belum mengenal tengkleng. Sejenis gulai kambing, hanya
saja tidak menggunakan santan dan daging, melainkan tulang dengan sedikit daging yang
menempel. Tengkleng biasanya berisi tulang iga, tulang kaki, jeroan, otak, telinga, pipi, mata,
dan lidah.
Salah satu tempat yang menjual tengkleng lezat adalah Tengkleng Bu Edi yang
berlokasi di Pasar Klewer. Bumbunya pas, dengan aroma kambing yang menggugah.
Penyajiannya juga cukup unik karena tengkleng hanya dipincuk menggunakan daun pisang.
Foto : Suasana Tengkleng Bu Edy Pasar Klewer yang penuh pelanggan di siang hari.
Foto : Tengkleng Bu Edy Pasar Klewer yang nikmat dengan kuah bumbu rempah
pedasnya.
Tengkleng Pasar Klewer Bu Edi buka setiap hari mulai pukul 13.00 WIB. Biasanya
tengkleng ini sudah habis dalam waktu satu jam, jadi jika ingin mencicipi, Anda harus datang
lebih awal. Harga satu porsi tengkleng mulai dari Rp15.000,-.
Serabi Notosuman
Foto : Serabi Notosuman, Produsen Serabi terbaik di Kota Solo.
Jl. Mohammad Yamin no 28.
Kalau sudah ke Solo dan tidak mencicipi serabi, artinya Anda belum sepenuhnya ke
Solo. Rekomendasinya adalah Serabi Notosuman yang sudah ada sejak 1923. Menu paten
Serabi Notosuman ini dibuat oleh perintisnya Hoo Gek Hok.
Foto : Proses pembuatan Serabi Notosuman Kota Solo.
Foto : Serabi Notosuman, Serabi Khas Kota Bengawan / Kota Solo.
Serabi Solo dihidangkan tanpa menggunakan kuah manis. Pilihan rasa yang disajikan
hanya dua. Rasa polos dan topping cokelat. Sayang, serabi ini tidak dapat dijadikan oleh-oleh
karena hanya tahan 24 jam. Warung serabi ini buka dari jam 05.00 hingga 19.00 WIB.
Timlo Solo
Timlo Sastro Balong
Kalau Jogjakarta memiliki kuliner andalan gudeg, Surabaya memiliki lontong balap,
Kudus dengan sotonya, Solo juga pastinya punya Timlo Solo. Salah satu timlo yang cukup
terkenal adalah Timlo Sastro yang tidak boleh terlewatkan jika sedang berburu kuliner di kota
ini. Sudah terkenal sejak tahun 1952-an, Timlo Sastro yang juga dikenal dengan nama Timlo
Sastro Balong ini berlokasi di salah satu sudut Pasar Gedhe Kota Solo (pasar gede timur 1-2).
Meskipun begitu, RM Timlo Sastro ini penuh sesak oleh para pembeli yang datang.
Meski merupakan sebuah rumah makan, tapi tempatnya sangat sederhana dan terlihat
lebih sempit dengan banyaknya pembeli. Di luar memang hanya hujan rintik, tapi di dalam
rumah makan ini terasa begitu panas, pada hal tempatnya semi terbuka. Saat pertama Saya
masuk, hanya terlihat tempat yang penuh sesak, wajah para pegawai serta pemiliknya yang
kelihatan sangat capek dan kelelahan. Bila ada satu tempat yang kosong, kurang dari satu
menit tempat tersebut sudah terisi oleh pembeli lain. Bisa dibilang, siapa cepat dia yang
dapat.
Foto : Suasana di Kedai Timlo Sastro Solo.
Foto : Pelayanan di Timlo Sastro Solo
Setelah ada kesempatan, barulah kami memesan nasi timlo sastro komplit. Meskipun
sangat ramai, tapi untuk masalah penyajiannya cukup cepat. Seporsi timlo sastro komplit ini
hanya terdiri dari potongan hati ampela, telur pindang dan sosis solo dengan kuah yang
bening. Berbeda dengan sosis pada umumnya yang bentuknya bulat dan panjang, sosis solo
lebih mirip dengan telur dadar. Sedangkan untuk rasanya sendiri gurih dan segar, rasanya
lebih nikmat bila ditambah dengan sambal kecap yang sudah tersedia di atas meja.
Foto : Timlo Sastro, Timlo Khas Kota Budaya / Kota Solo.
Di tengah-tengah penuh dan sesaknya suasana di dalam RM Timlo Sastra, kita akan
dihibur dengan live music keroncong dan campur sari. Kalau saja kita memfokuskan sedikit
perhatian pada musik tersebut sambil menikmati kelezatan timlo sastro, maka segala keriuhan
di tempat itu tidak akan terasa. Warung ini hanya menyediakan menu timlo, tapi penyajiannya
cukup bervariasi. Ada telur rempelo ati, sosis rempelo ati, telur sosis, rempelo ati kuah, sosis
kuah, telur kuah dan nasi timlo. Sedangkan untuk harganya juga bervariasi sesuai dengan
isian, mulai dari 6ribu sampai 14ribuan. Kalau untuk timlo komplitnya sendiri dibandrol
dengan harga 14ribu rupiah belum termasuk nasi putih 3ribu. Biasanya warung ini sudah buka
sejak jam setengah 7 pagi sampai jam setengah 4 pagi setiap hari.
RINCIAN
Menu Andalan: Timlo Komplit (Rp. 14.000)
Jam Buka: 06.30 - 15.30
Alamat Lokasi: Jl. Pasar Gede Timur 1-2, Pasar Gede, Solo Telp. 0271-654820
Bakso Alex
Foto : Warung Bakso Alex yang selalu ramai pelanggan setianya.
Foto : Pelayanan Warung Bakso Alex
Bakso merupakan salah satu makanan yang paling umum dan paling mudah untuk
ditemukan, mulai dari pedagang keliling, emperan hingga yang berbentuk rumah makan. Jika
kebetulan sedang berada di kota Solo (Surakarta), ada baiknya untuk mencicipi Bakso Alex
yang berada di jalan Gajah Mada. Akses menuju Bakso Alex cukup mudah, dari Novotel
Hotel ke kiri sampai bertemu dengan lampu merah, tempatnya berada di sebelah kanan jalan,
sehingga kalau ingin menyebrang sebaiknya lebih berhati-hati.
Pada awalnya usaha ini dirintis sekitar tahun 1992 olah Bpk H.A. Saiman dengan
menempati sebuah lapak di depan ILI Optical. Namun setelah beberapa tahun kemudian, Pak
H.A. Saiman yang lebih akrab disapa Pak Alex pindah ke Jl. Gajah Mada No. 62 hingga
sekarang. Tempatnya lebih besar dan lebih luas jika dibandingkan yang sebelumnya. Hingga
sekarang ini, Bakso Alex sudah memiliki beberapa cabang lainnya, ada yang di Jl.
Yosodipuro dan juga di daerah Cemani, Solo. Dibutuhkan sekitar 50 kg daging untuk dapat
memenuhi permintaan bakso semua warungnya.
Foto : Bakso Alex, Bakso Khas Kota Berseri / Kota Solo
Tidak jauh berbeda dengan bakso pada umumnya, Bakso Alex yang terkenal dengan
bakso uratnya juga menyediakan bakso halus. Untuk dapat menikmati keduanya, kita bisa
memesan bakso komplit yang terdiri dari bakso urat, bakso halus, mie, soun, pangsit goreng,
irisan seledri dan taburan bawang merah goreng. Meskipun isiannya sama seperti bakso pada
umumnya, tentu saja soal rasa yang membedakannya. Kuahnya bening dan rasa kaldunya
cukup kuat, baksonya cukup lembut dengan daging giling yang cukup banyak di dalamnya,
sehingga daging baksonya yang dominan. Sedangkan untuk masalah harga, semangkuk bakso
dibandrol dengan harga 8.500 rupiah.
Karena dukungan tempat, rasa dan harganya yang terjangkau, tak heran kalau Bakso
Alex selalu ramai pengunjung. Dengan dibantu ±30 karyawannya, Ibu Hj. Sri Suwanti atau
yang lebih akrab disapa Bu Alex mulai melayani para pengunjungnya setiap hari mulai dari
jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Jika kita ingin memesan bakso ini untuk keperluan acara
pesta atau acara-acara lainnya, mereka juga akan dengan senang hati melayaninya.
RINCIAN
Menu Andalan: Bakso (Rp. 8.500)
Jam Buka: 08.00 - 20.00
Alamat Lokasi: Jl. Gajah Mada No. 62, Solo Telp. 0812.2988.575
Warung Selat Mbak Lies
Foto : Warung Selat Mbak Lies Solo
Selat Solo, jika mendengar kata tersebut kemana arah fikiran Anda tertuju? Apakah
Anda akan membayangkan Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Madura dan selat-selat lainnya
yang ada di Indonesia?. Kalau benar itu jawabannya, Anda sungguh salah dan Anda harus
pergi ke Solo untuk mendatangi Warung Mbak Lies. Lokasinya ada di Serengan Gg. II/ 42
Solo, untuk akses menuju lokasinya cukup mudah, dari perempatan Serengan menuju ke arah
selatan. Setelah bertemu dengan gang 2 kemudian masuk gang tersebut, jalan sebelum masuk
gang sudah ada papan petunjuknya. Dari ujung gang tersebut, warungnya sudah terlihat cukup
jelas. Bisa juga diakses melalui gang dari sebelah timur, setelah melewati Jalan Bima.
Dari jalan utama terlihat sepi-sepi saja, tapi setelah masuk ke dalam gang, ternyata
mobil berplat nomor luar kota sudah tertata rapi di area parkir. Warung Selat Mbak Lies ini
memiliki design interior yang sangat menarik, menyolok dan terlihat penuh, mungkin lebih
mirip dengan sebuah tempat oleh-oleh. Berbagai pernak-pernik ala Eropa bertebaran
menghiasi seluruh ruangan, piring-piring keramik menghiasi dinding bagian depan.
Siang itu, Warung Selat Mbak Lies cukup ramai pengunjung, para karyawannya yang
mengenakan seragam warna hijau-orange terlihat sangat sibuk. Saya pun berusaha untuk bisa
bertemu dengan Mbak Lies secara langsung, tapi karena terlalu sibuk dengan ramainya para
pengunjung yang ingin menikmati makan ditempat dan juga untuk dibawa pulang, sehingga
Saya tidak bisa bertemu secara langsung. Tapi Saya sempat berbincang sebentar dengan salah
satu karyawannya, ternyata Selat Solo Mbak Lies ini sudah berdiri sejak tahun 1987-an.
Sedangkan pernak-pernik ala Eropa yang menghiasi ruangannya, sebagian besar merupakan
barang-barang koleksi Mbak Lies.
Foto : Selat Solo Mbak Lies, Selat Segar Khas Kota Batik / Kota Solo
Dari nama warungnya saja sudah terlihat jelas bahwa selat solo merupakan salah satu
menu andalan Warung Mbak Lies. Ada dua jenis selat yang ada di warung ini, selat solo atau
yang sering disebut selat bestik dan selat galantine. Sedangkan untuk selat galantine dibagi
lagi menjadi 2 macam, ada selat galantin kuah saos dan selat galantine kuah segar.
Setelah menunggu beberapa saat, selat galantine pesanan kami pun sampai di atas
meja. Selat galantine kuah saosnya terdiri dari sayuran, ada buncis, wortel, kentang, telur,
rolade daging, kacang polong dan kuahnya berwarna orange agak kemerahan. Sedikit saus
mustard dan juga irisan bawang merah mentah yang melengkapinya. Sedangkan untuk yang
kuah segar, ada kentang, wortel, telur pindang, rolade daging dan keripik kentang dengan
kuah bening agak kecokelatan. Dan tak lupa, ditambah dengan mustard dan irisan bawang
merah mentah. Untuk menikmatinya, kita harus mengaduk semuanya hingga tercampur,
sehingga kita dapat merasakan perpaduan antara manis, asam dan juga gurihnya.
Selain menyediakan menu selat, Warung Selat Mbak Lies ini juga menyediakan timlo,
gado-gado, acar tahu, stup macaroni dan sop sosis. Warung ini biasanya mulai melayani para
pengunjungnya mulai dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore.
RINCIAN
Menu Andalan: Aneka Selat (Rp. 9.500 – Rp. 29.000)
Jam Buka: 09.00 - 17.00
Alamat Lokasi: Serengan Gg II/ 42, Solo Telp. 0271-653332
Soto Triwindu
Foto : Soto Triwindu Hj. Yoso Sumarto Solo
Selain terkenal dengan batiknya, kuliner Solo juga tak boleh terlewatkan. Seperti Soto
Triwindu, salah satu warung yang menyediakan soto sapi yang cukup digemari, apalagi bagi
mereka yang hobi kuliner nyoto (makan soto). Tak hanya warga Solo, para pelanggannya juga
berasal dari luar kota. Sebuah warung yang berada di Pasar Barang Antik Triwindu, Solo,
atau lebih tepatnya di Jl. Teuku Umar, Keprabon (Banjarsari, Solo).
Foto : Soto Hj. Yoso Sumarto, Soto Khas Kota Keraton / Kota Solo.
Tak jauh berbeda dengan warung soto pada umumnya, warung ini tampak sederhana
dengan interiornya yang berbahan kayu. Biasanya warung ini mulai melayani para
pelanggannya sekitar jam 8 pagi sampai jam 3 sore setiap hari, namun tak jarang sebelum jam
2 juga sudah tutup.
Tak jauh berbeda dengan tempatnya yang sederhana, soto yang disajikan disini juga
sederhana tapi untuk rasa tidak sesederhana tampilannya. Seporsi soto terdiri dari daging sapi
dan taoge yang disiram dengan kuah yang cukup bening. Dan untuk nasinya sudah dicampur
dalam sebuah mangkuk cukup mungil dengan taburan seledri dan bawang goreng. Akan lebih
nikmat lagi kalau ditambahkan perasan jeruk nipis, sambal dan sedikit kecap manis sebelum
disantap. Sebagai lauk pelengkapnya, ada lentho, sate telur puyuh dan beberapa macam
gorengan yang sudah tersedia di meja. Untuk minuman yang tersedia, tak jauh berbeda
dengan minuman ala warung makan pada umumnya.
RINCIAN
Menu Andalan: Soto Sapi
Jam Buka: 08.00 - 15.00
Alamat Lokasi: Jl. Teuku Umar, Keprabon (Banjarsari, Solo)
Gule Goreng dan Sate Buntel Pak Samin
Foto : Warung Sate Kambing Pak Samin Solo
Hampir di setiap kota memiliki makanan khas berupa sate dan gule kambing, tapi
tidak ada salahnya untuk mencoba sate dan gule kambing yang sudah punya nama di kota
yang terkenal dengan Stasiun Solo Balapannya ini. Terkenal dengan nama Gule dan Sate
buntel Pak Samin, namun di kedai pak Samin ini gulenya berbeda dengan gule-gule yang
biasa dijual di tempat lain.
Di sini gule setelah dimasak dagingnya digoreng lagi hingga renyah. Orang
mengenalnya dengan “Gulgor” alias gule goreng. Pilihan dagingnya ada beberapa macam,
mulai dari babat, paru, usus dan daging kambing dengan cara digoreng. Selain gulgor,disini
tersedia juga sate buntel yang perlu untuk dicoba. Sate ini terbuat dari cincangan daging
kambing yang diolah seperti sate lilit, kemudian dibungkus dengan kulit perut kambing. Sate
buntel dibakar dengan menggunakan arang setelah dibalur kecap manis. Sebelum disajikan
disiram kecap manis lagi bersama irisan kol, tomat dan bawang merah mentah. Sedangkan
untuk gule gorengnya disajikan terpisah dengan kuah gulenya. Menu lain yang tersedia,ada
sate kambing, tongseng, nasi goreng kambing dan garang masak.
Foto : Sate Buntel & Gule Goreng Pak Samin yang khas dengan cita rasa bumbu
rempah rempah.
Harga masakan yang dipatok oleh Pak Samin masih terjangkau di kantong, secara
masakan yang disajikan disini cukup membuat perut menjadi kenyang dan buncit,. Kedai ini
bisa kita temukan di jalan Pasar Pon Solo, sebelah bioskop lama atau perempatan Pasar Pon.
Biasanya kedai ini melayani pembeli setiap harinya mulai jam 7 pagi sampai jam setengah 3
sore.
RINCIAN
Menu Andalan: Sate Buntel & Gule Goreng ( Rp. 9.000 – Rp. 17.000 )
Jam Buka: 07.00 – 14.30
Alamat Lokasi: Jl. Pasar Pon, Solo (sebelah bioskop lama) Telp. 0271-639747
NASI LIWET SOLO
Sebagai salah satu makanan khas Solo, nasi liwet memang tak sulit dijumpai di kota
tersebut. Mulai dari mbok-mbok keliling sampai yang mangkal di ujung gang. Ini dia penjual
nasi liwet yang top di Solo. Dianggap masakan paling khas di Solo. Nasi liwet dimasak
dengan santan dan bumbu tanpa proses pengukusan di dandang, sehingga hasilnya adalah nasi
putih yang lebih lembek dan harum. Disajikan dalam pincuk (piring dari daun pisang),
dengan lauk gulai labu siam, telur rebus atau telur dadar, suwiran ayam opor, dan potongan
ati-ampela ayam, ditumpangi kepala santan atau santan kental yang disebut areh. Berbagai
lauk tambahannya seperti tempe atau tahu bacem, kerupuk kulit, dan ayam goreng dapat
diminta sesuai selera. Pendamping wajib adalah rambak atau krupuk kulit. Kebanyakan
disajikan secara lesehan, sambil dihibur oleh para pengamen yang menambah kenikmatan
pengalaman makan malam khas Solo.
Foto : Nasi Liwet Bu Wongso Lemu Keprabon Kulon Solo
Foto : Nasi Liwet Bu Wongso Lemu, Nasi Liwet Khas Kota Revolusi / Kota Solo.
Bu Wongso Lemu > (Bu Cipto Sukani) Jl. Keprabon, 18.00–24.00: Di sepanjang jalan ini
ada tiga penjaja nasi liwet lainnya. Rasanya tidak beda jauh. Ini langganan saya.
Foto : Nasi Liwet Yu Sani Solo Baru
Foto : Nasi Liwet Yu Sani yang menggugah selera makanan khas Jawa.
Yu Sani > Jl. Raya Solo Baru, 0817 441618, 18.00-24.00: Makin banyak penggemarnya.
PROGRAM KHUSUS
KOTA SOLO 3
DALAM POTRET BUDAYA DAN ADAT
Budaya
Foto : Taman Sriwedari Kota Solo
Foto : Wayang Orang yang ditampilkan di Gedung Wayang Orang, Taman Sriwedari Solo
Foto : Suasana layar panggung Wayang Orang Sriwedari Solo
Foto : Suasana di balik layar panggung para pemain Wayang Orang Sriwedari Solo
Surakarta dikenal sebagai salah satu inti kebudayaan Jawa karena secara tradisional
merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan tradisi Jawa. Kemakmuran wilayah ini
sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur berbahasa Jawa, tarian, seni
boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi budaya lainnya. Orang mengetahui
adanya "persaingan" kultural antara Surakarta dan Yogyakarta, sehingga melahirkan apa yang
dikenal sebagai "gaya Surakarta" dan "gaya Yogyakarta" di bidang busana, gerak tarian, seni
tatah kulit (wayang), pengolahan batik, gamelan, dan sebagainya.
Bahasa
Foto : Papan nama jalan di Kota Solo yang ditulis menggunakan aksara Jawa.
Foto : Bp. Ir. Joko Widodo (Jokowi) sebagai pembangkit penggunaan Basa Jawa di semua
aspek kehidupan di Kota Solo seperti salah satunya adalah setiap nama nama jalan.
Bahasa yang digunakan di Surakarta adalah bahasa Jawa Surakarta dialek Mataraman
(Jawa Tengahan) dengan varian Surakarta. Dialek Mataraman/Jawa Tengahan juga dituturkan
di daerah Yogyakarta, Magelang timur, Semarang, Pati, Madiun, hingga sebagian besar
Kediri. Meskipun demikian, varian lokal Surakarta ini dikenal sebagai "varian halus" karena
penggunaan kata-kata krama yang meluas dalam percakapan sehari-hari, lebih luas daripada
yang digunakan di tempat lain. Bahasa Jawa varian Surakarta digunakan sebagai standar
bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname). Beberapa kata juga mengalami
spesifikasi, seperti pengucapan kata "inggih" ("ya" bentuk krama) yang penuh (/iŋgɪh/),
berbeda dari beberapa varian lain yang melafalkannya "injih" (/iŋdʒɪh/), seperti di Yogyakarta
dan Magelang. Dalam banyak hal, varian Surakarta lebih mendekati varian Madiun-Kediri,
daripada varian wilayah Jawa Tengahan lainnya.[rujukan?]
Walaupun dalam kesehariannya masyarakat Solo menggunakan bahasa nasional
bahasa Indonesia, namun sejak kepemimpinan wali kota Joko Widodo maka bahasa Jawa
mulai digalakkan kembali penggunaannya di tempat-tempat umum, termasuk pada plang
nama-nama jalan dan nama-nama instansi pemerintahan dan bisnis swasta.
Foto : (Dari kiri ke kanan) Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr.
Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Beliau beliau inilah yang menegaskan kembali
penggunaan Bahasa Indonesia melalui Kongres Bahasa Indonesia 1 di Kota Solo tahun 1938.
Solo juga berperan dalam pembentukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
Indonesia. Pada tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda,
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri oleh
bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat,
Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam kongres tersebut dihasilkan
beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa
Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain:
mengganti Ejaan van Ophuysen,
mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.
Pernikahan Adat
Foto : Pengantin Adat Jawa yang sudah menjadi tradisi dalam pernikahan di Jawa bagi Orang
Jawa khususnya.
Pernikahan adat Surakarta juga memiliki ciri-ciri yang khusus, mulai dari lamaran,
persiapan pernikahan, hingga upacara siraman dan midodaren.
Upacara perkawinan adat pengantin Jawa sebenarnya bersumber dari tradisi keraton.
Bersamaan dengan itu lahir pula seni tata rias pengantin dan model busana pengantin yang
aneka ragam. Seiring perkembangan zaman, adat istiadat perkawinan tersebut, lambat laun
bergerak keluar tembok keraton. Sekalipun sudah dianggap milik masyarakat, tapi masih
banyak calon pengantin yang ragu-ragu memakai busana pengantin basahan (bahu terbuka)
yang konon hanya diperkenankan bagi mereka yang berkerabat dengan keraton.
Pada dasarnya banyak persamaan yang menyangkut upacara perkawinan maupun tata rias
serta busana kebesaran yang dipakai keraton Yogyakarta, Surakarta dan mengkunegara.
Perbedaan yang ada bisa dikatakan merupakan identitas masing-masing yang menonjolkan
ciri khusus, dan itu justru memperkaya khasanah budaya bangsa kita. Bertolak dari kenyataan
tersebut, sudah sering diselenggarakan sarahsehan yang berkenan dengan adat istiadat
perkawinan oleh kerabat keraton, agar masyarakat merasa mantap mendandani calon
pengantin dengan gaya keraton, sekaligus agar tidak terjadi kekeliruan dalam penerapannya.
Serah-Serahan
Foto : Paningset sebagai barang pengikat mempelai putri dari mempelai putra berupa barang
barang barang kesukaan atau sebagai mahar dalam adat pengantin Jawa.
Setelah dicapai kata sepakat oleh kedua belah pihak orang tua tentang perjodohan
putra-putrinya, maka dilakukanlah 'serah-serahan' atau disebut juga 'pasoj tukon'. Dalam
kesempatan ini pihak keluarga calon mempelai putra menyerahkan barang-barang tertntu
kepada calon mempelai putri sebagai 'peningset', artinya tanda pengikat. Umumnya berupa
pakaian lengkap, sejumlah uang, dan adakalanya disertai cincin emas buat keperluan 'tukar
cincin'.
Pingitan
Saat-saat menjelang perkawinan, bagi calon mempelai putri dilakukan 'pingitan' atau
'sengkeran' selama lima hari, yang ada pada perkembangan selanjutnya hanya cukup tiga hari
saja. Selama itu calon mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan
calon mempelai putra. Seluruh tubuh pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan
dianjurkan pula berpuasa. Tujuannya agar pada saat jadi pengantin nanti, mempelai putri
tampil cantik sehingga membuat pangling orang yang menyaksikannya.
Foto : Calon mempelai putri sebelum melaksanakan pernikahan harus melakukan
pingitan yang selama itu tidak boleh keluar rumah dan harus berias diri untuk calon suami.
Pasang Bleketepe/ Tarup
Upacara pasang 'tarup' diawalkan dengan pemasangan 'bleketepe' (anyaman daun
kelapa) yang dilakukan oleh orangtua calon mempelai putri, yang ditandai pula dengan
pengadaan sesajen. Tarup adalah bangunan darurat yang dipakai selama upacara
berlangsung. Pemasangannya memiliki persyaratan khusus yang mengandung makna religius,
agar rangkaian upacara berlangsung dengan selamat tanpa adanya hambatan. Hiasan tarup,
terdiri dari daun-daunan dan buah-buahan yang disebut 'tetuwuhan' yang memiliki nilai-nilai
simbolik.
Siraman
Makna upacara ini, secara simbolis merupakan persiapan dan pembersihan diri lahir
batin kedua calon mempelai yang dilakukan dirumah masing-masing. Juga merupakan media
permohonan doa restu dari para pinisepuh. Peralatan yang dibutuhkan, kembang setaman,
gayung, air yang diambil dari 7 sumur, kendi dan bokor.
Orangtua calon mempelai putri mengambil air dari 7 sumur, lalu dituangkan ke wadah
kembang setaman. Orangtua calon mempelai putri mengambil air 7 gayung untuk diserahkan
kepada panitia yang akan mengantarnya ke kediaman calon mempelai putra. Upacara ini
dimulai dengan sungkeman kepada orangtua calon pengantin serta para pini sepuh.
Siraman dilakukan pertama kali oleh orangtua calon pengantin, dilanjutkan oleh para
pinih sepuh, dan terakhir oleh ibu calon mempelai mempelai putri, menggunakan kendi yang
kenudian dipecahkan ke lantai sembari mengucapkan, "Saiki wis pecah pamore" ("Sekarang
sudah pecah pamornya").
Foto : Bahan bahan dan alat alat untuk proses Siraman bagi mempelai pengantin.
Foto : Baik mempelai putri maupun putra harus disiram dengan air khsusus terlebih
dahulu sebelum pernikahan guna mendapatkan restu dari orang tua.
Paes/ Ngerik
Setelah siraman, dilakukan upacara ini, yakni sebagai lambang upaya memperindah
diri secara lahir dan batin. 'Paes' (Rias)nya baru pada tahap 'ngalub-alubi' (pendahuluan),
untuk memudahkan paes selengkapnya pada saat akan dilaksanakan temu. Ini dilakukan
dikamar calon mempelai putri, ditunggui oleh para ibu pini sepuh.
Sembari menyaksikan paes, para ibu memberikan restu serta memanjatkan do'a agar
dalam upacara pernikahan nanti berjalan lancar dan khidmat. Dan semoga kedua mempelai
nanti saat berkeluarga dan menjalani kehidupan dapat rukun 'mimi lan mintuno', dilimpahi
keturunan dan rezeki.
Dodol Dawet
Prosesi ini melambangkan agar dalam upacara pernikahan yang akan dilangsungkan,
diknjungi para tamu yang melimpah bagai cendol dawet yang laris terjual. dalam upacara ini,
ibu calon mempelai putri bertindak sebagai penjual dawet, didampingi dan dipayungi oleh
bapak calon mempelai putri, sambil mengucapkan : "Laris...laris". 'Jual dawet' ini dilakukan
dihalaman rumah. Keluarga. kerabat adalah pembeli dengan pembayaran 'kreweng' (pecahan
genteng)
Selanjutnya adalah 'potong tumpeng' dan 'dulangan'. Maknanya, 'ndulang' (menyuapi)
untuk yang terakhir kali bagi putri yang akan menikah. Dianjurkan dengan melepas 'ayam
dara' diperempatan jalan oleh petugas, serta mengikat 'ayam lancur' dikaki kursi mempelai
putri. Ini diartikan sebagai simbol melepas sang putri yang akan mengarungi bahtera
perkawinan.
Upacara berikutnya, 'menanam rikmo' mempelai putri dihalaman depan dan 'pasang
tuwuhan' (daun-daunan dan buah-buahan tertentu). Maknanya adalah 'mendem sesuker', agar
kedua mempelai dijatuhkan dari kendala yang menghadang dan dapat meraih kebahagiaan.
Midodareni
Foto : Sebelum pernikahan dilaksanakan, diadakan pertemuan antara orang tua calon
memepelai putra maupun putri dan para sesepuh guna melangsungkan pernikahan dengan
baik.
Ini adalah malam terakhir bagi kedua calon mempelai sebagai bujang dan dara
sebelum melangsungkan pernikahan ke esokan harinya. Ada dua tahap upacara di kediaman
calon mempelai putri. Tahap pertama, upacara 'nyantrik', untuk meyakinkan bahwa calon
mempelai putra akan hadir pada upacara pernikahan yang waktunya sudah ditetapkan.
Kedatangan calon mempelai putra diantar oleh wakil orangtua, para sepuh, keluarga serta
kerabat untuk menghadap calon mertua.
Tahap kedua, memastikan bahwa keluarga calon mempelai putri sudah siap
melaksanakan prosesi pernikahan dan upacara 'panggih' pada esok harinya. Pada malam
tersebut, calon mempelai putri sudah dirias sebagaimana layaknya. Setelah menerima doa
restu dari para hadirin, calon mempelai putri diantar kembali masuk ke dalam kamar
pengantin, beristirahat buat persiapan upacara esok hari. Sementara para pni sepuh, keluarga
dan kerabat bisa melakukan 'lek-lekan' atau 'tuguran', dimaksudkan untuk mendapat rahmat
Tuhan agar seluruh rangkaian upacara berjalan lancar dan selamat.
Pernikahan
Foto : Sesuai dengan ajaran agama masing masing mempelai pengantin, bisa dilakukan sesuai
dengan ajarannya masing masing seperti misalnya pemeluk Islam (Kiri) & pemeluk Nasrani
(Kanan).
Pernikahan, merupakan upacara puncak yang dilakukan menurut keyakinan agama si
calon mempelai. Bagi pemeluk Islam, pernikahan bisa dilangsungkan di masjid atau di
kediaman calon mempelai putri. Bagi pemeluk Kristen dan Katolik, pernikahan bisa
dilangsungkan di gereja.Ketika pernikahan berlangsung, mempelai putra tidak diperkenankan
memakai keris. Setelah upacara pernikahan selesai, barulah dilangsungkan upacara adat,
yakni upacara 'panggih' atau 'temu'.
Panggih (Temu)
Sudah menjadi tradisi, prosesi ini berurutan secara tetap, tapi dimungkinkan hanya
dengan penambahan variasi sesuai kekhasan daerah di Jawa Tengah. Diawali dengan
kedatangan rombongan mempelai putra yang membawa 'sanggan', berisi 'gedang ayu suruh
ayu', melambangkan keinginan untuk selamat atau 'sedya rahayu'. sanggan tersebut diserahkan
kepada ibu mertua sebagai penebus.
Foto : Seserahan sangan gedang ayu suruh dalam pernikahan adat Jawa yang
melambangkan keselamatan bagi calon pengantin.
Upacara dilanjutkan dengan penukaran 'kembang mayang'. Konon, segala peristiwa
yang menyangkut suatu formalitas peresmian ditengah masyarakat, perlu kesaksian. Fungsi
kembang mayang, konon sebagai saksi dan sebagai penjaga serta penangkal (tolak bala).
Setelah berlangsungnya upacara, kembang mayang tersebut ditaruh di perempatan jalan, yang
bermakna bahwa setiap orang yang melewati jalan itu, menjadi tahu bahwa di daerah itu baru
saja berlangsung upacara perkawinan. 'Panggih' atau 'temu' adalah dipertemukannya
mempelai putri dan mempelai putra, yang berlangsung sebagai berikut :
Balangan gantal/ Sirih
Mempelai putri dan mempelai putra dibimbing menuju 'titik panggih'. Pada jarak lebih
kurang lima langkah, masing-masing mempelai saling melontarkan sirih atau gantal yang
telah disiapkan.Arah lemparan mempelai putra diarahkan ke dada mempelai putri, sedangkan
mempelai putri mengarahkannya ke paha mempelai putra. Ini sebagai lambang cinta kasih
suami terhadap istrinya, dan si istri pun menunjukan baktinya kepada sang suami.
Wijik
Foto : Ritual Wijik dalam pernikahan adat Jawa sebagai lambang bagi Calon mempelai putri
yang kelak menjadi istri yang berbakti bagi calon mempelai putra.
Mempelai putra menginjak telur ayam hingga pecah. Lalu mempelai putri membasuh
kaki mempelai putra dengan air kembang setaman, yang kemudian dikeringkan dengan
handuk. Prosesi ini malambangkan kesetiaan istri kepada suami. Yakni, istri selalu berbakti
dengan sengan hati dan bisa memaafkan segala hal yang kurang baik yang dilakukan suami.
Setelah wijik dilanjutkan dengan 'pageran', maknanya agar suami bisa betah di rumah. Lalu
diteruskan dengan sembah sungkem mempelai putri kepada mempelai putra.
Pupuk
Ibu mempelai putri mengusap ubun-ubun mempelai putra sebanyak tiga kali dengan
air kembang setaman. Ini sebagai lambang penerimaan secara ikhlas terhadap menantunya
sebagai suami dari putrinya.
Sinduran/ Binayang
Foto : Proses Sinduran antara mempelai putra maupun putri diantarkan oleh seorang sesepuh
ke tempat duduk di Pelaminan.
Prosesi ini menyampirkan kain sindur yang berwarna merah ke pundak kedua
mempelai (memperlai putra di sebelah kanan) oleh bapak dan ibu mempelai putri. Saat
berjalan perlaham-lahan menuju pelaminan dengan iringan gending, Paling depan di awali
bapak mempelai putri mengiringi dari belakang dengan memegangi kedua ujung sindur.
Prosesi ini menggambarkan betapa kedua mempelai telah diterima keluarga besar secara utuh,
penuh kasih sayang tanpa ada perbedaan anatara anak kandung dan menantu.
Bobot Timbang
Foto: Proses bobot timbang.
Kedua mempelai duduk dipangkuan bapak mempelai putri. Mempelai putri berada
dipaha sebelah kiri, mempelai putra dipaha sebelah kanan. Upacara ini disertai dialog antara
ibu dan bapak mempelai putri. "Abot endi bapakne?" ("Berat yang mana, Pak) kata sang ibu.
"Podo, podo abote," ("Sama beratnya") sahut sang bapak. Makna dari upacara ini adalah kasih
sayang orangtua terhadap anak dan menantu sama besar dan beratnya.
Guno Koyo - Kacar-kucur
Pemberian 'guno koyo' atau 'kacar-kucur' ini melambangkan pemberian nafkah yang
pertama kali dari suami kepada istri. Yakni berupa : kacang tolo merah, keledai hitam, beras
putih, beras kuning dan kembang telon ditaruh didalam 'klasa bongko' oleh mempelai putra
yang dituangkan ke pangkuan mempelai putri. Di pangkuan mempelai putri sudah disiapkan
serbet atau sapu tangan yang besar. Lalu guno koyo dan kacar-kucur dibungkus oleh
mempelai putri dan disimpan.
Tarian
Tiga orang penari sedang menari di Pura Mangkunegaran
Solo memiliki beberapa tarian daerah seperti Bedhaya (Ketawang, Dorodasih,
Sukoharjo, dll.) dan Srimpi (Gandakusuma dan Sangupati). Tarian ini masih dilestarikan di
lingkungan Keraton Solo. Tarian seperti Bedhaya Ketawang secara resmi hanya ditarikan
sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin
Kota Surakarta.
Foto : Tarian Srimpi Sangupati Keraton Surakarta Hadiningrat.
Foto : Tarian Bedhaya Ketawang sebagai tarian penghormatan terhadap Sri
Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin Keraton Surakarta Hadiningrat.
Batik
Batik adalah kain dengan corak atau motif tertentu yang dihasilkan dari bahan malam
khusus (wax) yang dituliskan atau di cap pada kain tersebut, meskipun kini sudah banyak
kain batik yang dibuat dengan proses cetak. Solo memiliki banyak corak batik khas, seperti
Sidomukti dan Sidoluruh.[55] Beberapa usaha batik terkenal adalah Batik Keris, Batik
Danarhadi, dan Batik Semar. Sementara untuk kalangan menengah dapat mengunjungi pusat
perdagangan batik di kota ini berada di Pasar Klewer, Pusat Grosir Solo (PGS), Beteng Trade
Center (BTC), atau Ria Batik. Selain itu di kecamatan Laweyan juga terdapat Kampung batik
Laweyan, yaitu kawasan sentra industri batik yang sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang
tahun 1546. Kampung batik lainnya yang terkenal untuk para turis adalah Kampung Batik
Kauman. Produk-produk batik Kampung Kauman dibuat menggunakan bahan sutra alam dan
sutra tenun, katun jenis premisima dan prima, rayon. Keunikan yang ditawarkan kepada para
wisatawan adalah kemudahan transaksi sambil melihat-lihat rumah produksi tempat
berlangsungnya kegiatan membatik. Artinya, pengunjung memiliki kesempatan luas untuk
mengetahui secara langsung proses pembuatan batik bahkan untuk mencoba sendiri
mempraktekkan kegiatan membatik.
Batik Solo memiliki ciri pengolahan yang khas: warna kecoklatan (sogan) yang
mengisi ruang bebas warna, berbeda dari gaya Yogya yang ruang bebas warnanya lebih cerah.
Pemilihan warna cenderung gelap, mengikuti kecenderungan batik pedalaman. Jenis bahan
batik bermacam-macam, mulai dari sutra hingga katun, dan cara pengerjaannya pun beraneka
macam, mulai dari batik tulis hingga batik cap.
Foto : Nyamping Batik Sidoluhur Foto: Nyamping Batik Sidomukti
Foto : Nyamping Batik Truntum Foto : Nyamping Batik Wahyu Tumurun
Foto : Nyamping Batik Udan Riris Foto : Nyamping Batik Semen Romo
Foto: Nyamping Batik Parang Kusumo
BAB 5
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diulaskan dapat disimpulkan bahwa bangunan kuno pada
zaman sekarang masih dapat dilihat dan kita jumpai di sekitar wilayah Kota Solo. Tetapi juga
ada sebagian bangunan kuno yang mengalami renovasi maupun revitalisasi dan ada yang
tidak terawat sama sekali.Setiap bangunan kuno memiliki nilai sejarah dan nilai budaya yang
sangat begitu tinggi, Maka dari itu kita sebagai generasi muda harus melestarikan dan ikut
serta dalam merawat setiap bangunan bangunan tersebut agar tidak punah atau hilang dan bisa
untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya.
b. Saran
Kita sebagai generasi penerus bangsa haruslah memiliki sikap membudayakan dan
merawat bangunan bangunan kuno yang memmiliki nilai sejarah maupun nilai budaya yang
tinggi. Mungkin dengan adanya bangunan bangunan tersebut kita akan lebih mengetahui
kilasan pelajaran sejarah yang dapat diambil pada masa lalu. Dengan demikian, marilah kita
menjaga, merawat dan melestarikan setiap bangunan bangunan kuno yang memliki nilai
sejarah dan nilai budaya yang ada di Kota Solo.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harwanto dan Rachmat Bahari, Mencintai Solo Masa Lalu Untuk Solo Masa
Depan,Yayasan Warna Warni Indonesia, 2010.
2. http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/bangunan-bangunan-kuno-Solo/html
3. http://www.stasiun-jebres-indonesia.com.html
4. www.goodreads.com/book/show/2549396.Pasar_Gede.
5. http://info-biografi.blogspot.com/2010/02/KH-Samanhudi.html
6. http://www.warisan-dan-pengaruh-budaya-imperal-belanda.com.html
7. http://www.info-sejarah-banguan-kuno-indonesia.blogspot.com.html
8. http://www.portal-budaya-keraton-surakarta-jawa-tengah.co.id.html
9. http://hadi-historyeducation.blogspot.com/2010/11/perkembangan-sejarah-indonesia.h
tml
10. http://www.para-pahlawan-kota-Solo.blogspot.com.html
11. http://www.Chic-Id.com.html
12. http://www.karatonsurakarta.blogspot.com
13. http://www.wisatakuliner.com
14. http://www.abuhuwaidah.wordpress.com
15. http://www.CintaSolo.com
16. http://germanhistorydocs.ghi-dc.org/images/3344-Leopold%20von%20Ranke%20@
%20530.jpg
17. http://introduccionalahistoriajvg.files.wordpress.com/2013/04/hd_11147495_01.jpg
18. Dokumnetasi Pribadi.
LAMPIRAN
TUGAS 1
PASAR GEDHE (DARI MASA KE MASA)
TAHUN 1930-AN
TAHUN 1960-AN
TAHUN 1990-AN
SEKARANG (TAHUN 2013)
TUGAS 2
PERUMAHAN KUNO DAN BANGUNAN KUNO
KAWASAN PERUMAHAN KUNO BERASITEKTUR BELANDA
BANGUNAN KUNO YANG MENJADI BANGUNAN BARU SAMA SEKALI
RUMAH KUNO YANG BIASA DIJADIKAN TEMPAT BAGI TUNA WISMA
BANGUNAN KUNO BERUPA BENTENG YANG BERNAMA BENTENG VASTENBURG
TUGAS 4
PARA PAHLAWAN KEMERDEKAAN ASAL KOTA SOLO
PAKU BUWONO VI
SOEPOMO Dr. SOEHARSO SLAMET RIYADI
RADJIMAN W. R. MALADI Dr. MUWARDI
TUGAS 5
NAPAK TILAS PERJUANGAN KH. SAMANHUDI
FOTO ASLI KH. SAMANHUDI
FOTO TERAKHIR KH. SAMANHUDI TAHUN 1950-AN
TUGU PERESMIAN MUSEUM HAJI SAMANHUDI OLEH YAYASAN WARNA WARNI INDONESIA (2008)
FOTO DI DALAM MUSEUM HAJI SAMANHUDI
SUASANA DI DALAM MUSEUM HAJI SAMANHUDI
MUSEUM HAJI SAMNHUDI YANG BERLOKASI DI DAERAH LAWEYAN KOTA SOLO
TUGAS 6
NAPAK TILAS STASIUN JEBRES
ARSITEKTUR BANGUNAN STASIUN JBRES YANG MERUPAKAN CORAK DARI EROPA
FOTO STASIUN JEBRES TAHUN 1900-AN
FOTO STASIUN JEBRES TAHUN 1930-AN
FOTO STASIUN JEBRES AWAL TAHUN 2000
FOTO STASIUN JEBRES SEBELUM DI RENOVASI TAHUN 2011
FOTO STASIUN JEBRES YANG TELAH SELESAI DI RENOVASI SAAT DIRESMIKAN OLEH WALIKOTA SOLO,FX HADI RUDYATMO TAHUN 2012
FOTO STASIUN JEBRES PADA SAAT INI TAHUN 2013
TUGAS 7
NAPAK TILAS BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA
BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA YANG DAHULUNYA ADALAH PANTI ASUHAN TAHUN 1900.
KONDISI BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA TAHUN 2013.
BANGUNAN KUNO DHC’45 SURAKARTA YANG NAMPAK MASIH TERAWAT.
KONDISI SEBAGIAN BANGUNAN KUNO DARI DHC’45 SURAKARTA YANG TELAH RAPUH DANAMBRUK.
TUGAS 8
BANGUNAN KUNO BERUPA PERUMAHAN
BANGUNAN KUNO BERCORAK EROPA YANG TERAWAT
BANGUNAN KUNO BERCORAK CAMPURAN (EROPA – JAWA) NAMPAK TERAWAT
BANGUNAN KUNPO BERCORAK EROPA YANG NAMPAK KURANG TERAWAT
TUGAS 10
BANGUNAN KUNO YANG MEMILIKI KARAKTERISTIK KHUSUS
BANGUNAN KUNO BERBENTUK MASJID PENINGGALAN PARA ULAMA KOTASOLO DI MANGKUNEGARAN
BANGUNAN KUNO BERBENTUK GEREJA AKIBAT DARI PENYEBARAN AJARANAGAMA NASRANI DARI KAUM PENJAJAH DI KOTA SOLO
BANGUNAN KUNO BERBENTUK STASIUN YANG HINGGA SAAT INI MASIHTERAWAT DAN DIJADIKAN SEBAGAI STASIUN PUSAT KOTA SOLO
BANGUNAN KUNO BERBENTUK BANK YANG PADA AWALNYA SEBAGAIKANTOR PUSAT PEMERINTAHAN BELANDA DAN KINI MENJADI PUSAT BANK
INDONESIA DI KOTA SOLO.
Riwayat Penulis
Prarasto Miftahurrisqi, asli putra Solo ini sedang menempuh pendidikannya di SMA N6 Surakarta. Putra sulung dari 2 bersaudara dari pasangan Bp. Danang Endarto. S.T, M.Sc dan
Ibu Arofah Ery Nurmaya ini tengah menimba ilmu di Kelas XI Program Bahasa SemesterGenap tahun ini. Kecintaan penulis yang lahir pada 26 November 1995 ini dalam
memperdalam mata pelajaran terutama Sejarah sangat diapresiasi melalui karya tulisan inisehingga tak heran jika ada yang bisa menjunjung tinggi suatu sejarah apalagi itu sejarah
bangsa dan negara kita. Maka oleh sebab itu, penulis berharap perlunya pelestarian terhadapnilai nilai sejarah dan juga budaya bangsa kita agar tidak punah oleh derasnya arus jaman
serta penulis pun tak lupa akan nilai nilai sejarah dengan mengutip kata kata tentang sejarah,
“JASMERAH!” (Jangan Sekali sekali Meninggalkan Sejarah!)
Bung Karno, Proklamator & Presiden Pertama Republik Indonesia -