25
PENDAHULUAN Salah satu paradigma sosiologi yang paling terkenal adalah paradigama fakta sosial, di mana salah satu aliran dalam paradigma ini adalah fungsionalisme-struktural. Rasanya tidak mungkin ketika membicarakan soal model fungsionalisme-struktural kita melupakan salah satu tokoh yang berpengaruh pada teori ini, yakni Robert K. Merton. Dalam tulisan ini akan dibahas siapa sebenarnya Merton, bagaimana pendapatnya mempengaruhi teori struktural- fungsional, dan bagaimana argumentasinya telah mengubah wajah kajian sosiologi selamanya. SOSOK MERTON Robert King Merton lahir di Philadelphia pada tahun 1910 dan wafat pada tahun 2003. Dilahirkan dari kelas pekerja, Merton merupakan imigran Yahudi Eropa Barat. Merton mendapatkan pendidikan di South Philadelphia High School, dan mendapatkan pengarahah serta memulai karir di bidang sosiologi di bawah asuhan George E. Simpson di Temple University pada tahun 1927 hingga 1931, dan Pitirim A. Sorokin di Harvard University pada tahun 1931 hingga 1936. Meskipun dalam bidang akademik Merton banyak menerima anugrah dari berbagai universitas di seluruh dunia, namun karir percintaan Merton tidak lah semulus karir akademiknya. Merton tercatat dua kali menikah dan 1

Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ini tentang teori analisis fungsional dari Merton

Citation preview

Page 1: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

PENDAHULUAN

Salah satu paradigma sosiologi yang paling terkenal adalah

paradigama fakta sosial, di mana salah satu aliran dalam paradigma

ini adalah fungsionalisme-struktural. Rasanya tidak mungkin ketika

membicarakan soal model fungsionalisme-struktural kita melupakan

salah satu tokoh yang berpengaruh pada teori ini, yakni Robert K.

Merton. Dalam tulisan ini akan dibahas siapa sebenarnya Merton,

bagaimana pendapatnya mempengaruhi teori struktural-fungsional,

dan bagaimana argumentasinya telah mengubah wajah kajian

sosiologi selamanya.

SOSOK MERTON

Robert King Merton lahir di Philadelphia pada tahun 1910 dan

wafat pada tahun 2003. Dilahirkan dari kelas pekerja, Merton

merupakan imigran Yahudi Eropa Barat. Merton mendapatkan

pendidikan di South Philadelphia High School, dan mendapatkan

pengarahah serta memulai karir di bidang sosiologi di bawah asuhan

George E. Simpson di Temple University pada tahun 1927 hingga

1931, dan Pitirim A. Sorokin di Harvard University pada tahun 1931

hingga 1936. Meskipun dalam bidang akademik Merton banyak

menerima anugrah dari berbagai universitas di seluruh dunia, namun

karir percintaan Merton tidak lah semulus karir akademiknya. Merton

tercatat dua kali menikah dan memiliki tiga orang anak, salah

satunya adalah penerima Nobel di bidang Ekonomi, Robert C. Merton

(wikipedia, t.t.a).

Sewaktu kecil, Merton sering berkunjung ke Perpustakaan

Carnegie yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Intensitas

kedatangan Merton kecil ini lah yang menarik perhatian George E.

Simpson, dan kemudian menjadikan Merton sebagai asisten dalam

1

Page 2: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

berbagai riset yang dilakukannya. Sorokin menjadi pendorong utama

bagi Merton untuk menyelesaikan studinya di Harvard, dan

menjadikan Merton sebagai asisten utama dalam pengajaran dan

penelitian. Tahun 1931, Merton lulus dari Temple College di

Philadelphia dan langsung mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan

studi di Harvard University. Tahun 1936, Merton mendapatkan gelar

doktor setelah mempertahankan desertasinya di bawah bimbingan

George Sarton dengan tema “Science, Technology, and Society in

Seventeenth-century England” (Sztompka, 2003:13).

Merton banyak mengeksplorasi berbagai isu pada sekitar tahun

1930-an. Pada era itu, Merton lebih banyak memfokuskan pada

konteks sosial dari sains dan teknologi, khususnya wilayah Inggris

pada abad ke-17 (Ritzer dan Goodman 2007). Bidang kajian Merton

semakin bertambah, di mana ia mulai mengeksplorasi berbagai tema

seperti perilaku menyimpang, perilaku birokrasi, dan kompleksitas

komunikasi pada masyarakat modern, dan semua itu ia laksanakan

pada tahun 1940-an. Pada dasawarsa selanjutnya, Merton

mengeksplorasi peran intelektual dalam birokrasi, unit dasar dari

struktur sosial, peran dan status, hingga model dasar yang diadopsi

oleh banyak orang sebagai sumber nilai dan basis untuk penilaian

diri. Kajian Merton mengenai hal-hal tersebut bukan lah sesuatu yang

mengherankan, mengingat ia hidup pada era di mana kajian

fungsionalis a la Parson sedang menjadi trend, meskipun pada era

1960-an kajian fungsionalisme telah kehilangan momentum yang

membuatnya happening pada masa lalu. Model-model fungsionalis-

struktural yang dinisbahkan kepada Parson boleh jadi mencapai

masa keemasan pada era Merton. Hal penting yang harus

diperhatikan adalah fakta bahwa Merton dipengaruhi oleh Parson

karena Merton merupakan salah satu murid Parson. Memang benar

2

Page 3: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

bahwa Merton tidak hanya dipengarhui oleh Parson, namun juga oleh

P.A. Sorokin, L.J Henderson, E.F Gay, dan George Simmel.

Karir akademik Merton dapat dikatakan sangat bagus. Dari

tahun 1936-1939 Merton menjadi pengajar di Harvard, tahun 1939-

1941 menduduki posisi professor di Tulane University di New Orleans.

Tahun 1941, Merton mengajar di Colombia University dan tetap

berada di sana selama 38 tahun. Setelah pensiun pada tahun 1979-

1984, Merton tetap aktif sebagai Special Service Proffessor, dan

mengundurkan diri dari kegiatan mengajar pada tahun 1984.

Sepanjang tahun itu hingga kematiannya tahun 2003, Merton lebih

memfokuskan pada kegiatan di luar mengajar, di samping adanya

fakta yang tidak dapat disangkal bahwa sepanjang hidupnya Merton

telah mendapatkan gelar doktor kehormatan lebih dari 20 universitas

di seluruh dunia.

HASIL KARYA MERTON

Merton cukup banyak menghasilkan karya tulis, baik dalam

bentuk yang ia tulis sendiri maupun yang ia edit dengan orang lain,

dan artikelnya yang tersebar di beberapa jurnal ilmiah. Di antara

karya Merton yang diterbitkan dalam bentuk buku adalah:

1. Science, Technology and Society in Seventeenth Century England. OSIRIS: Studies on the History and Philosophy of Science and on the History of Learning and Culture. Bruges, Belgium: St. Catherine Press, 1938. [New York: Harper & Row, 1980; New York: Howard Fertig, Inc., 1980, 2002]

2. Social Theory and Social Structure. New York: The Free Press, 1949, 1957, 1968.

3. Continuities in Social Research: Studies in the Scope and Method of "The American Soldier" (edited with Paul F. Lazarsfeld). New York: The Free Press., 1950. [New York: Arno Press, 1974]

4. Patterns of Social Life: Explorations in the Sociology of Housing (with Patricia S. West and Marie Jahoda). New York:

3

Page 4: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

Columbia University Bureau of Applied Social Research. Two Volumes. Mimeographed, 1951.

5. Sociology Today: Problems and Prospects (edited with Leonard Broom and Leonard S. Cottrell, Jr.). New York: Basic Books, 1959. [New York: Harper & Row, 1967]

6. On the Shoulders of Giants: A Shandean Postscript. New York: The Free Press., 1965. [New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1967; San Diego: Harcourt Brace Jovanovich, 1985; Chicago: U Chicago Press, 1993]

7. On Theoretical Sociology: Five Essays, Old and New. New York: The Free Press, 1967.

8. The Sociology of Science: Theoretical and Empirical Investigations. Edited by Norman Storer. Chicago: University of Chicago Press, 1973.

9. Sociological Ambivalence. New York: The Free Press, 1976. 10. The Sociology of Science: An Episodic Memoir. Carbondale:

University of Southern Illinois Press, 1979. 11. Sociological Traditions from Generation to Generation:

Glimpses of the American Experience (edited with Matilda White Riley). Norwood, NJ: Ablex Publishing, 1980.

12. Continuities in Structural Inquiry (edited with Peter M. Blau). London: Sage Publications, 1981.

13. Social Research and the Practicing Professions. Cambridge: Abt Books, 1982.

14. The Travels and Adventures of Serendipity: A Study in Sociological Semantics and the Sociology of Science (with Elinor Barber). Bologna: II Mulino, 2002 (Italian).

Dalam makalah ini saya hanya memfokuskan pada buku

“Social Theory and Social Structure (1968)”. Buku ini saya pilih,

meskipun sangat klasik namun merupakan karya utama dari Merton.

Di dalam buku ini merton banyak mengekplorasi berbagai isu yang

kemudian ia kembangkan dalam tulisan-tulisan selanjutnya, dengan

demikian dapat dikatakan bahwa buku ini merupakan kunci dalam

memahami pemikiran Merton. Sebagai catatan tambahan, mengingat

banyak sekali tulisan Merton yang tahun terbitnya antara di bawah

tahun 1990an, maka sangat sulit mendapatkan tulisan-tulisan

tersebut dalam edisi aslinya, meskipun demikian, buku yang saya

4

Page 5: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

pegang dan saya pergunakan dalam makalah ini adalah tulisan

Merton sendiri, bukan tulisan orang lain tentang pikiran Merton.

REALITAS SOSIAL YANG MELAHIRKAN TEORI

Kehidupan Merton berada pada sebagian besar sejarah

Amerika pada era awal abad 20, meskipun ia adalah seorang

akademisi, namun Merton pun bersentuhan dengan kegiatan

ekonomi dan politik. Merton merupakan contoh yang representatif

dalam sejarah Amerika. Sebagai orang yang memulai karirnya dari

bawah, Merton merasakan betul sulitnya menjadi orang yang paling

bawah dalam struktur sosial. Merton menyadari kebebasan di

Amerika atas mobilitas dan keterbukaan terhadap hal itu. Merton pun

menyadari bahwa kemungkinan mobilitas yang lebih bebas boleh jadi

dipengaruhi oleh demokrasi yang berkembang di masyarakat

Amerika (lihat Wikipedia, t.t.a). Merton pun pernah merasakan satu

masa yang disebut sebagai ‘great depression’, sehingga

memunculkan sensitivitas Merton atas isu-isu sosial, diskriminasi

rasial, kemiskinan, deviant dan anomie. Satu hal yang tidak boleh

dilupakan, pada saat Merton hidup penuh pergolakan atas

perlawanan terhadap Nazi yang dibawa oleh Hitler, di mana Nazi

secara brutal melakukan gonisida atas kaum Yahudi, berkobarnya

Perang Dunia II, hingga keruntuhan komunis di Soviet, hal ini lah

yang membuat Merton, mengutip Stzompka (2003:14) “brought him

to a strong condemnation of totalitarianism”.

Merton boleh jadi sangat dipengaruhi oleh kejadian di dunia

politik dan relevansi potensial dari ide-ide ilmiah dalam kehidupan, di

mana hal ini dapat dilihat dari tulisannya mengenai peran intelektuan

dalam birokrasi (terbit tahun 1945), tanggung jawab sosial pada ahli

teknologi (terbit tahun 1947), dan peran aplikasi ilmu sosial dalam

5

Page 6: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

pengambilan kebijakan publik (terbit tahun 1949). Tentu saja kajian

teoritis Merton yang bersifat praktis dan aplikatif seperti

penyimpangan dan anomie, diskriminasi, pola-pola perkawinan,

‘mesin’ politik dan birokrasi. Namun pengaruh yang paling terlihat

terletak dalam lingkungan akademik yang ada di sekeliling Merton.

Kehadiran Merton dapat dikatakan bertepatan dengan kebangkitan

era renaisan sosiologi Amerika (Sztompka, 2003:14). Kehadiran

Merton di tengah diruk-pikuk perdebatan mengenai struktural-

fungsional yang dikemukakan oleh Parson, yang memunculkan

pertentangan sekaligus kritik dari banyak pihak. Hal ini rupanya turut

menyeret Merton untuk turut andil, di samping fakta bahwa Parson

merupakan orang yang berpengaruh besar dalam kehidupan Merton.

ALIRAN PEMIKIRAN DAN/ATAU TEORI YANG

MEMPENGARUHI

Satu hal yang setidaknya dapat dipastikan: Merton sangat

dipengaruhi oleh pemikiran Parson mengenai struktural-fungsional.

Alih-alih memberikan pengaruh dengan hasil berupa dukungan,

Merton justru memberikan kritik atas orang yang pemikirannya

mempengaruhi dirinya. Tentu saja bukan hanya Parson yang

memberikan pengaruh pada Merton. Bagi Sztompka (2003),

sekurangnya terdapat lima orang yang berpanguh besar terhadap

corak pemikiran Merton, mereka adalah Durkheim, Marx, Simmel,

dan Weber. Selain keempat nama tersebut juga harus disebutkan

Parson, Sorokin, dan Sarton. Ketujuh nama ini memberikan andil

yang cukup besar terhadap pemikiran Merton meskipun dengan

kadar yang berbeda.

Barangkali Merton mendapatkan pengaruh yang cukup banyak

dari aliran empirisme, di mana hal ini dapat dilihat dari kritik yang

6

Page 7: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

diajukan Merton terhadap tiga postulat dasar fungsionalisme pada

awal perkembangan karirnya. Merton menyatakan bahwa ketiga

postulat dasar itu tidak lebih dari imaji tingkat tinggi dari para

pemikir kawakan, nonempiris dan hanya berdasarkan sistem teoritis

abstrak (lihat Ritzer dan Goodman 2007). Model empirisme

merupakan model yang mendasarkan diri pada pengamatan dan

bukan sekedar utak-atik logika. Dalam kajian fungsionalisme-

struktural misalnya, Merton berpendapat bahwa setiap objek yang

menjadi sasaran analisis kajian memiliki pola dan berulang. Secara

implisit Merton mengetengahkan suatu gagasan bahwa

fungsionalisme-struktural bukan lah sesuatu yang kelewat abstrak

sehingga tidak dapat dilihat melalui realitas empiris (lihat Maliki

2003). Teori fungsionalisme-struktural yang dikritisi oleh Merton

mengalami banyak perombakan dan perubahan, terutama dalam

revisi postulat dasar (lihat Ritzer 2007).

MIDLLE RANGE THEORY

Merton mengajukan suatu argumentasi dasar bahwa suatu

teori harusnya tidak terlalu jauh dari bumi, dan sebagai jalan keluar

atas kesulitan teori fungsionalisme a la Parson, maka Merton

mengembangkan suatu pendekatan teori tangah atau midlle range

theory. Midlle range theory pada dasarnya berupaya untuk

menjembatani kesenjangan antara teori dan bukti empiris (wikipedia,

t.t.b). Tentu saja hal ini mudah di mengerti, mengingat Merton

mengkritisi para teoritis yang tidak memperhatikan bukti empiris,

dan para peneliti yang hanya mengumpulkan data berupa bukti

empiris tanpa memahami teori, midlle range theory dengan demikian

dimaksudkan sebagai jembatan bagi para teoritisi dan peneliti.

7

Page 8: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

Salah satu aspek penting dari model teori fungsionalisme-

struktural a la Merton adalah pengaruh perbincangan yang hangat

mengenai integrasi dan disintegrasi. Sebagaimana diketahui, Merton

mengkritisi postulat dasar dari fungsionalisme yang berkembang

dalam studi antropologi (lihat Ritzer dan Goodman 2007), di mana

postulat ini berkeyakinan bahwa praktik kultural yang baku memiliki

fungsi atau fungsional bagi masyarakat sebagai suatu kesatuan.

Postulat lainnya yang juga dikritik oleh Merton adalah pandangan

universalisme fungsional dan juga indespensability. Merton misalnya,

memandang bahwa generalisasi mengenai kesatuan masyarakat

hanya dapat terjadi dalam masyarakat dengan skala kecil, di mana

generalisasi tersebut tidak dapat diterapkan pada masyarakat

dengan struktur yang heterogen dan kompleks.

Di satu sisi, model fungsionalisme-struktural banyak

memperbincangkan betapa fungsionalisme membentuk suatu

integrasi sosial di masyarakat, namun di sisi yang lain, model yang

dikembangkan oleh Merton juga banyak memberikan porsi bagi

berkembangnya disintegrasi dalam masyarakat. Merton memberikan

porsi yang cukup berimbang mengenai studi integrasi dan

disintegrasi, meskipun pusat kajian yang dilakukan oleh Merton lebih

bertendensi pada kajian integrasi sosial. Merton dalam beberapa

kesempatan selalu menegaskan bahwa yang menjadi pusat studi

fungsionalisme-struktural seperti pola sosial, peran sosial, pola

institusional, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, dan

lain-lain (lihat Merton 1968).

KEYWORD DAN PROPOSISI

Merton cukup banyak mengeluarkan argumentasi teoritis,

namun setidaknya terdapat dua pokok pikiran Merton yang sangat

8

Page 9: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

terkenal, yakni analisis fungsional dan perilaku menyimpang –

termasuk di dalamnya adalah anomie. Pembahasan kali ini hanya

difokuskan pada anomie dan deviant, di mana penulis akan mencoba

memberikan gambaran mengenai devian dan anomie dalam

kerangka struktural fungsional. Rasanya mustahil untuk

membicarakan Merton tanpa menyinggung sebuah konsep dia yang

paling terkenal, yakni mengenai anomie dan deviant behavior.

Pembahasan deviant behavior memang telah dilakukan jauh sebelum

Merton, seperti yang dilakukan oleh Durkheim mengenai suicide dan

peran institusi dalam meningkatkan kasus suicide. Dalam banyak

pembahasan, Merton selalu mengatakan bahwa teori yang ia

kembangkan adalah midlle-range theory, bukan teori yang besar

yang sulit untuk dilihat dalam realitas yang sebenarnya. Secara

sederhana, konsep Merton mengenai deviant behavior atau perilaku

menyimpang dapat dirumuskan dengan bagan berikut:

Dalam konsepsinya mengenai perilaku menyimpang (deviant

behavior), Merton berpendapat bahwa ‘perilaku menyimpang’ pada

dasarnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk bertindak sesuai

dengan nilai normatif. Perilaku menyimpang adalah kecenderungan

dari adanya ‘anomie’ dalam masyarakat. Anomie terjadi bila ada

keterputusan hubungan antara norma kultural dan tujuan dengan

kapasitas yang terstruktur secara sosial dari anggota kelompok untuk

bertindak sesuai dengan nilai kultural, atau dalam bahasa yang lebih

sederhana, anomie terjadi karena posisi seseorang dalam struktur

sosial masyarakat tidak mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai

9

Disintegrasi Anomie Deviant Behavior

Page 10: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

normatif, di mana kultur menghendaki tipe perilaku tertentu yang

justru dicegah oleh struktur sosial.

Merton menghubungkan antara kultur, struktur dan anomie.

Merton mendefinisikan kultur sebagai “organized set of normative

values governing behavior which is common to members of a

designated society or group” (seperangkat nilai normatif yang

terorganisir, yang menentukan perilaku bersama anggota

masyarakat). Sedangkan struktur merupakan “organized set of social

relationship in which members of the society or group are variously

implicated” (seperangkat hubungan sosial yang terorganisir yang

melibatkan anggota masyarakat terlibat didalamnya) (hlm.216).

Anomie dijelaskan oleh Merton sebagai:

“a breakdown in the cultural structure, occuring particularly when there is an acute disjunction between the cultural norms and goals and the socially structured capacities of members of the group to act in accord with them” (sebuah kerusakan dalam struktur kultur yang terjadi jika ada suatu keterputusan hubungan antara norma kultural dan tujuan dengan kapasitas terstruktur secara sosial dari anggota kelompok untuk bertindak sesuai dengan nilai (kultural) tersebut) (Merton, 1968:216).

Hal ini lah yang membuat Merton berbeda dengan para

pendahulunya. Dalam mengkaji proses integrasi dan disintegrasi

misalnya, Merton percaya bahwa integrasi yang terjadi di masyarakat

tidaklah sama secara kualitas maupun kuantitas, dengan demikian,

integrasi tidaklah baku secara universal (lihat Maliki 2003). Dalam

pandangan Merton, integrasi tidak hanya membawa motif yang

dimaksudkan (intended motif) atau lebih dikenal sebagai fungsi

manifest, namun juga membawa motif yang tidak dimaksudkan

(unintended motif) atau fungsi laten. Dengan demikian, integrasi juga

memberikan sedikit-banyak pengaruh terhadap terjadinya

10

Page 11: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

disintegrasi, di mana disintegrasi ini dapat membawa pada terjadinya

anomie yang berujung pada terjadinya perilaku menyimpang.

Sebenarnya penjelasan Merton mengenai fungsi manifest dan

fungsi laten cukup membingungkan. Barangkali benar bahwa

anggapan bahwa masyarakat terintegrasi secara penuh – dalam teori

makro a la Parson – cuma sekedar mimpi, toh tidak terbukti bahwa

ada masyarakat yang terintegrasi secara penuh, bahkan dalam

masyarakat Amerika sekalipun. Karenanya Merton pun

memperkenalkan satu bentuk lain selain fungsional, yakni

disfungsional. Buku Merton yang berjudul ‘Social Theory and Social

Structure’ membicarakan cukup banyak hal, namun Merton

memfokuskan pada disfungsi, fungsi manifest dan laten, serta

anomie. Sepintas ketiga hal ini terlihat terpisah, namun

sesungguhnya terdapat benang merah antara ketiganya. Pada

halaman 105 misalnya, Merton menjelaskan fungsi, disfungsi, dan

non-fungsi:

“Function are those observed consequences which make for the adaptation or adjustment of a given system; and disfunction, those observed consequences which lessen the adaptation or adjustment of the system. There is also the empirical possibility of non-functional consequences.” (fungsi adalah seluruh konsekuensi yang terlihat yang berguna (menambah) bagi adaptasi atau pengaturan dari sistem yang telah ada; dan disfungsi merupakan konsekuensi yang terlihat yang mengurangi adaptasi atau pengaturan dari satu sistem. Terdapat juga kemungkinan empiris dari konsekuensi non fungsi).

Dalam hal ini lah Merton mencoba untuk melakukan revisi

mengenai fungsi atau pemikiran fungsionalisme awal. Merton

meyakini bahwa struktur atau institusi tidak hanya menyumbangkan

pemeliharan bagian dari sistem sosial, namun struktur atau institusi

11

Page 12: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

pun dapat menyumbangkan akibat negatif bagi sistem sosial, dan hal

ini lah yang dinamakan oleh Merton sebagai disfungsional. Dalam

pandangan Merton, sebuah struktur sosial atau pranata sosial

memiliki fungsi positif terhadap suatu unit sosial tertentu, namun

juga memiliki fungsi negatif terhadap suatu unit sosial yang lain, dan

hal ini disebutnya sebagai disfungsi. Dengan demikian, mau tidak

mau, kita akan berbicara tentang satu konsep lain dari Merton, yakni

dikotomi fungsi itu sendiri. Merton juga membedakan antara fungsi

manifest dan fungsi laten terkait dengan tingkatan analisis

fungsional. Merton mendefinisikan fungsi manifest dan fungsi laten

(hlm. 105) sebagai:

“Manifest function are those objective consequences contributing to the adjustment or adaptation of the system which are intended and recognized by participants in the system....Laten function, corraelatively, being those which are neither intended nor recognized.” (manifest fungsi adalah seluruh konsekuensi objektif yang berpengaruh pada pengaturan atau adaptasi dari sistem yang diinginkan dan diakui oleh seluruh bagian dari sistem....fungsi laten, secara korelatif, merupakan hal yang tidak diinginkan dan diakui)

Dalam hal ini Merton membedakan antara fungsi manifest yang

merupakan konsekuensi objektif yang memiliki peran terhadap

adaptasi dari sistem, yang tentunya diinginkan dan diakui oleh

sistem tersebut; sedangkan fungsi laten merupakan kebalikan dari

hal tersebut, yakni yang tidak diinginkan maupun diakui. Soekanto

(1989:39) membagi konsekuensi yang tidak dikehendaki dalam tiga

cakupan, yakni:

1. konsekuensi yang fungsional bagi suatu sistem, yang

menjadi bagian dari fungsi laten;

12

Page 13: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

2. konsekuensi yang disfungsional bagi suatu sistem, yang

menjadi bagian fungsi laten; dan

3. konsekuensi yang tidak relevan bagi suatu sistem, oleh

karena tidak berpengaruh secara fungsional maupun

disfungsional.

Dalam kasus integrasi misalnya, kajian fungsionalisme-

struktural mengasumsikan semua individu dapat terintgrasi, namun

realitas yang ada justru sebaliknya. Selalu ada individu yang tidak

dapat berintegrasi, di mana mereka, dalam pandangan masyarakat

secara umum adalah anomie, suatu kondisi yang berujung pada

perilaku menyimpang. Disintegrasi ini boleh jadi dikatakan sebagai

suatu kondisi yang disfungsional atau merupakan fungsi laten.

Secara lebih umum, pandangan Merton mengenai deviant terlihat

dalam gambar di bawah ini:

Sumber: wikipedia (t.t.a)

13

Conformity Innovation

Ritualism Retreatism

Rebellion

Page 14: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

Secara sederhana, ‘conformity’ adalah tercapainya tujuan-

tujuan masyarakat dengan cara-cara yang disetujui oleh masyarakat,

‘innovation’ adalah tercapainya tujuan-tujuan dalam masyarakat

dengan cara-cara yang tidak dapat diterima. Kebalikan dengan dua

hal tersebut adalah ‘ritualism’ yang dapat diartikan sebagai cara-cara

yang diterima namun mengorbankan tujuan-tujuan, dan ‘retreatism’

yang dapat diartikan sebagai penolakan terhadap cara-cara yang

digunakan maupun tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Di luar

keempat hal itu, masih terdapat satu point lagi, yakni ‘rebellion’ yang

merupakan dua sisi, satu sisi terkadang menolak baik tujuan maupun

cara dengan menciptakan tujuan dan cara yang baru, dan di sisi yang

lain kadang menerima antara tujuan dan cara (Merton, 1968:230-

246). Kelima hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tujuan Masyarakat(Societal Goals)

Cara yang digunakan

(Societal Means)Conformity + +Innovation + -Ritualism - +Retreatism - -Rebellion ± ±

STRUKTUR VS. AKTOR, BODY VS. MIND, REALITAS

SOSIAL, DAN ASUMSI MENGENAI INDIVIDU DAN

MASYARAKAT

Kajian yang dilakukan oleh Merton jelas merupakan kajian yang

berparadigma fakta sosial. Berbagai kajian Merton seperti peranan

sosial, pengendalian sosial, organisasi kelompok dan sebagainya

merupakan kajian sosiologis mengenai fakta sosial, di mana hampir

seluruh seluruh orang yang mengikuti teori ini cenderung

14

Page 15: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

memperhatikan fungsi dari suatu fakta sosial terhadap fakta sosial

lainnya (Ritzer, 2007:22). Sebagai suatu realitas sosial, fakta sosial

menjadi bagian integral dalam berbagai kajian yang dilakukan oleh

Merton, di mana Merton mencoba untuk memberikan penjelasan (to

explain) mengenai berbagai peristiwa.

Terkait dengan fakta sosial sebagai realitas sosial, maka fakta

sosial jelas mengkaji mengenai sesuatu yang bersifat objektif dan

empirik, dengan demikian, teori fungsionalisme-struktural

menjadikan aktor bergantung pada struktur atau deterministik.

Dalam berbagai kajian Merton, sangat jelas terlihat bahwa Merton

menjadikan struktur sebagai bagian integral, di mana struktur akan

mempengarhuhi aktir untuk beradaptasi dengan struktur tersebut.

Struktur yang deterministik jelas menjadikan aktor tidak memiliki

kebebasan sebagaimana yang diinginkan oleh teori-teori yang

bersifat voluntaristik. Dalam dikotomi ‘body’ versus ‘mind’, maka

jelas bahwa teori fungsionalisme-struktural berada pada sisi ‘mind’.

‘mind’ menjadikan pikiran, gagasan, kesadaran, dan kebudayaan

menjadi bagian integral dari suatu sistem sosial. Dalam pandangan

ini, bukan ‘body’ atau materi yang menjadi fokus kajian, namun

justru ‘mind’ lah yang dijadikan fokus.

Dalam kajian Merton mengenai fungsi dan disfungsi misalnya,

terlihat betapa Merton menjadikan struktur sebagai acuan utama, di

mana masyarakat sebagai aktor diletakkan sebagai pihak yang

bergantung pada struktur, lebih jelas lagi terlihat bagaimana individu

‘diharapkan’ untuk dapat beradaptasi dengan sistem dan struktur

sosial sehingga dapat tercipta equilibrium, dan hal ini jelas merujuk

pada suatu fungsi yang bersifat menifest atau diinginkan. Meskipun

demikian, Merton pun mengakui bahwa selalu ada individu yang

berada di luar struktur, baik karena faktor individu itu sendiri maupun

15

Page 16: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

karena struktur tersebut menghendaki agar individu tersebut berada

dalam posisi itu (wikipedia, t.t.a). Dalam hal ini Merton mengajukan

adanya mode adaptasi berupa tipologi penyimpangan (deviance

typology), yakni conformity, innovation, ritualism, retreatism, dan

rebellion. Tentu saja hal ini bukan berarti Merton secara tegas

meyakini bahwa aktor dapat mengambilalih struktur, namun Merton

hanya memberikan gambaran mengenai derajat penyimpangan yang

terjadi, di mana conformity adalah yang paling sesuai atau yang

paling tidak menyimpang, sedangkan retreatism adalah yang paling

tidak diinginkan atau yang paling meyimpang. Dalam hal ini jelas

Merton meletakkan struktur di atas aktor, dan hal ini pun membawa

implikasi yang lebih jauh mengenai kedudukan ‘mind’.

Dalam kajian fungsionalisme-struktural, suatu ketertiban sosial

atau equilibrium dapat terjadi melalui dua hal utama: kontrol sosial

dan sosialisasi. Kedua tipe tersebut jelas menempatkan mind sebagai

bagian penting, di mana ide, gagasan, kesadaran, kebudayaan,

sistem nilai dan lainnya menjadi faktor utama yang menopang suatu

sistem sosial. Tentunya untuk menjaga suatu keseimbangan, maka

setiap individu harus menjadikan dirinya sebagai bagian yang

memainkan peran dan memiliki kedudukan di masyarakat, dan

mereka harus berperan dengan peranan yang sesuai sehingga

keseimbangan dapat terlaksana. Mereka pun diharapkan untuk

mengetahui dengan benar di mana kedudukan mereka, sehingga

keseimbangan dapat terlaksana. Tentu saja ‘mind’ lah yang

menyebabkan dua hal ini dapat terjadi,

Berbagai kajian fungsionalisme-struktural pada umumnya

mengambil cakupan secara luas atau makro, di mana cakupan ini

dapat berupa masyarakat secara keseluruhan atau pun bagian dalam

masyarakat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Merton

16

Page 17: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

mengkritisi para teoritisi yang menggunakan model fungsionalisme-

struktural yang mengambil fokus kajian secara makro yang terlalu

luas, namun tidak berarti Merton tidak melakukan kajian secara

makro, meskipun makna definitif makro pun sangat relatif. Kajian

yang mengambil paradigma positivis, atau dalam hal ini fakta sosial

acapkali menggunakan kajian yang bersifat makro untuk

menjelaskan apa itu masyarakat.

Upaya untuk menjelaskan apa itu masyarakat jelas

mengasumsikan masyarakat sebagai suatu bagian yang utuh,

sebagai suatu entitas yang tidak terpecah. Masyarakat adalah suatu

entitas yang didalamnya terdapat individu-individu yang saling

berhubungan, saling berhimpun, sesuai dengan peran dan status

yang dimilikinya, bersama seluruh individu-individu tersebut

menciptakan suatu keseimbangan dalam suatu sistem sosial.

Individu dalam hal ini tidak memiliki kebebasan untuk

mengekspresikan diri, meskipun ruang tersebut selalu ada dan

individu-individu tersebut harus rela dikategorikan sebagai

penyimpang (deviant) dan/atau pemberontak (rebellion).

METODOLOGI DAN BIAS

Sebagai suatu teori yang berpijak pada suatu paradigma

positivis, di mana realitas sosial yang diacu adalah fakta sosial,

terlebih dengan ruang lingkup yang bersifat makro, maka jelas

bahwa pilihan metodologinya adalah model kuantitatif. Pada

hakekatnya, penggunaan data kuantitatif berkisar pada masalah

pengukuran atau dalam hal ini adalah jumlah atau kuantitas.

Penelitian kuantitatif mempergunakan masyarakat sebagai suatu

populasi untuk mengambil sampel. Penelitian ini pun seringkali

17

Page 18: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

disebut sebagai penelitian survei atau merupakan studi terhadap

sampel untuk menggambarkan dan menjelaskan populasi.

Sebagai suatu teori, sangat disadari betapa teori tersebut tidak

lah bebas nilai sebagaimana yang diinginkan. Dapat dikatakan bahwa

selalu ada kepentingan terhadap penggunaan suatu teori dan kritik

atas teori tersebut. Sekurangnya terdapat tiga kritik utama terhadap

teori fungsionalisme-struktural, yakni kritik substantif, kritik logika

dan metodelogi, dan teleologi dan tautologi (lihat Ritzer dan

Goodman, 2007:144-147). Para pengguna teori ini pun sering di kritik

sebagai orang yang mengabaikan perubahan sosial dan konflik yang

berkembang di masyarakat (Ritzer, 2007:24), meskipun kritik ini

sudah banyak dijawab bahwa perkembangan fungsionalisme-

struktural pun sudah mempertimbangkan aspek fungsi dan disfungsi.

Barangkali berbagai kritik yang dilontarkan pun terkait erat dengan

tujuan khusus untuk menumbangkan dominasi teori ini, dengan

demikian, bahkan kritik pun tidak dapat melepaskan diri dari

kepentingan-kepentingan tertentu.

Salah satu bias dari kajian Merton yang cukup terlihat terletak

pada penekanannya atas berbagai fenomena sosial. Dalam berbagai

kajiannya, mengutip Sztompka (2003:30-31), bahwa gambaran

Merton mengenai dunia sosial ‘saturated by contradiction, strains,

tensions, ambivalence, dysfunctions, and conflict of all sorts’(penuh

dengan kontradiksi, ketegangan, tensi, ambivalensi,disfungsi, dan

konflik). Keadaan ini barangkali sangat dipengaruhi oleh kisah hidup

Merton yang penuh lika-liku. Sebagai seorang keturunan Yahudi yang

memulai karirnya dari bawah, Merton mengerti betul mengenai

keadaan di sekitarnya, dan hal ini rupanya terbawa dalam dirinya

18

Page 19: Merton on Anomie and Deviant Behavior Theory

sehingga karya-karyanya merupakan refleksi atas diri dan

kehidupannya.

* * * * *

Sumber rujukan utama:

Merton, Robert K. 1968. Social Theory and Social Structure. New York: The Free Press.

Sumber rujukan tambahan:

Maliki, Zainuddin. 2003. Narasi Agung: Tiga Teori Sosial Hegemonik. Surabaya: Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat.

Ritzer, George. 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Edisi pertama. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Edisi keenam. Jakarta: Kencana.

Soekanto, Soerjono. 1989. Robert K. Merton, Analisa Fungsional; Seri Pengenalan Sosiologi 10. Cetakan pertama. Jakarta: Rajawali

Sztompka, Piotr. 2003. “Robert K. Merton” dalam George Ritzer (ed.) The Blackwell Companion to Major Contemporary Social Theorists. Malden, MA: Blackwell Publishing. Hlm. 12-33

Wikipedia, t.t.a. “Robert K. Merton” dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_k

________, t.t.b. “Midlle range theory (sociology)” dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Midlle_range_theory_(sociology)

19