17
Pasien Berusia 30 Tahun mengalami Open Fractur Regio Cruris Dextra 1/3 Ventral Apriandy Pariury 102011299/A3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenaisendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. 1 Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki 1

mklh

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

Pasien Berusia 30 Tahun mengalami Open Fractur Regio Cruris Dextra 1/3 Ventral Apriandy Pariury102011299/A3Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat [email protected] atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantungpada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenaisendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut frakturdislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.1 Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yangpaling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan seringberhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia lanjutprevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon. Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11 per100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.2

SkenarioSeorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS setelah mengalami kecelakaan sepeda motor. Menurut warga, saat sedang mengendarai sepeda motornya, pasien tersebut ditabrak oleh mobil yang melaju dari arah kanan, lalu pasien terlempar dari sepeda motornya dan sempat terguling beberapa meter. Saat mengendarai sepeda motornya, pasien menggunakan helm. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik tampak luka terbuka pada region kruris dekstra 1/3 tengah bagian ventral dengan ukuran 5 x 2 cm, tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tampak jembatan jaringan, tidak adanya perdarahan aktif, tampak adanya penonjolan fragmen tulang. Ekstremitas bawah sebelah kanan terlihat adanya deformitas dan lebih pendek.

Identifikasi Istilah Yang Tidak DiketahuiTidak ada istilah yang tidak diketahui.

Rumusan MasalahLaki-laki usia 30 tahun mengalami kecelakaan sepeda motor. Hasil pemeriksaan fisik: TTV normal, tampak luka terbuka regio cruris dextra 1/3 tengah bagian ventral, ukuran 5 x 2 cm, tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tampak jembatan jaringan, tidak tampak perdarahan aktif, tampak adanya fragmen tulang.

HipotesisPasien ini mengalami open fraktur derajat 2.

PembahasanMenegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.

Anamnesa Anamnesis: ada trauma Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Dari anamnesa saja dapat diduga: Kemungkinan politrauma. Kemungkinan fraktur multipel. Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur supracondylair humerus, fraktur collum femur. Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan. Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur impacted (impaksi tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).3

Gejala KlinisDitemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial danperhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera. Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor,paralysis, paresthesia, pulselessness.4,5

Pemeriksaan Fisik Pasien yang mengalami fraktur diafisis tibia merasakan nyeri di tungkai setelah mengalami kecelakaan. Informasi mengenai mekanisme trauma dan waktu terjadinya, apakah ada reduksi atau manipulasi yang dilakukan pada ekstremitas, dan riwayat medis pasien harus didapatkan dengan lengkap saat terjadi fraktur.6 Inspeksi (Look)Seluruh pakaian yang melekat pada ekstremitas pasien harus dilepaskan dari tungkai. Gambaran dari ekstremitas tersebut harus dicatat adakah luka terbuka, memar, bengkak, dan hangat pada perabaan. Luka harus diperiksa ukurannya, lokasinya, dan derajat kontaminasinya.6a. DeformitasDeformitas sering menunjukkan level dari fraktur. Dari adanya kelainan bentuk, bisa diduga adanya fraktur dari tulang.6b. Membandingkan dengan tungkai yang kontralateralUntuk melihat apakah ada udem di bagian tungkai, maka tungkai yang sakit di bandingkan dengan yang sehat. Beratnya udem juga memperlihatkan tingkat keparahan dari cidera.6c. WarnaWarna dari ekstremitas memberikan informasi mengenai perfusi dari tungkai. Warna yang kemerah-merahan menunjukkan oksigenasi darah di kapiler baik. Warna yang keabu-abuan menunjukkan penurunan dari oksigenasi jaringan.6d. GerakanSetelah melihat tungkai pasien, seorang dokter harus melihat apa yang bisa pasien lakukan dengan tungkainya sebelum melakukan palpasi atau memanipulasinya. Perhatikan saat fleksi, ekstensi dari lutut, ankle, dan ujung kaki. Terkadang pasien merasa sakit pada bagian ini saat pemeriksaan.6 Palpasi (Feel)a. PulsasiJangan lupa untuk meraba A. poplitea, A. dorsalis pedis, dan A. tibialis posterior.6b. Palpasi langsungJika terasa nyeri dan krepitasi pada palpasi, kemungkinan ada fraktur.6 Fraktur TerbukaJika terdapat fraktur terbuka, yang berarti terdapatnya luka terbuka, maka harus direncanakan untuk irigasi dan debridemant. Jika ada luka terbuka yang jaraknya jauh dari fraktur terbuka, perlu diperiksa apakah di bawah luka tersebut ditemukan fraktur terbuka, dan ini dilakukan setelah luka dibersihkan dengan antiseptik dan harus dengan instrumen steril.6

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan RadiologiFoto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Denganpemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja.6 Juga dapat ditentukan apakah frakturbersifat segmental. Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral. CT scan tidakdiperlukan.6

Gambar 1. Gambaran Radiologi Fraktur Tibia6Working Diagnosis (WD)Open fraktur derajat II region cruris dextra 1/3 ventralBerdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami fraktur terbuka pada tibia dextra 1/3 tengah.EtiologiMenurut Apley bahwa penyebab terjadinya fraktur dibedakan menjadi 4 macam yaitu a) fraktur karena trauma langsung (direct violence), b) fraktur karena trauma tak langsung (indirect violence), c) fraktur akibat kelelahan tulang (fatique fracture) dan d) karena kondisi patologis (pathological fracture). Fraktur yang terjadi pada kasus ini adalah fraktur karena trauma langsung pada tibia plateu akibat kecelakaan lalu lintas.Mekanisme traumaFraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikitditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Klasifikasi Fraktur TerbukaKlasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem yang dibuat oleh Gustilo sebagai berikut: Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm. Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas. Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi, contohnya: luka tembak. Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat. Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.Selain klasifikasi di atas, Orthopaedic Trauma Association juga membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu: 1. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.2. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.3. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Gambar di bawah menunjukkan klasifikasi fraktur berdasarkan radiografi, dari sebelah kiri ke arah bawah menunjukkan fraktur tipe simpel, yang terdiri dari spiral, oblik dan transversal. Gambar yang di tengah memperlihatkan fraktur tipe wedge, dari atas ke bawah memperlihatkan tipe spiral, bending, dan fragmen. Gambar sebelah kanan menunjukkan fraktur tipe kompleks, dari atas ke bawah menunjukkan fraktur tipe spiral, segmen dan ireguler.

PenatalaksanaanSecara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4: 1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: # Lokalisasi fraktur # Bentuk fraktur # Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan # Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan. 2. Reduction; Reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah : alignment yang sempurna aposisi yang sempurna 3. Retention; imobilisasi fraktur.4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal.MedikamentosaFraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit: Pembidaian Menghentikan perdarahan dengan perban tekan Menghentikan perdarahan dengan perban klem.Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu. Tindakan terhadap fraktur terbuka: 1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin. Tindakan reposisi terbuka: 1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik. 2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test. 3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur.4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.5. Tutup luka dengan doek steril.6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya.7. Desinfeksi anggota gerak.8. Drapping9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik. 10. Fiksasi: a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable fracture) minimal dengan Kischner wire.b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur terbuka grade 1-2.c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral. Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.e. Buat x-ray setelah tindakan.

Non Medika Mentosaa. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif maupun aktif (Kisher, 1996). Appley (1995) berpendapat bahwa penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini mungkin betujuan untuk mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta memperbaiki fungsi tubuh.Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan berupa:1. Passive movement/ gerakan pasifPasive movement adalah suatu latihan yang dilakukan dengan gerakan yang dihasilkan oleh kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot pasien. Teknik yang digunakan adalahrelaxed passive movement, yaitu pemberian gerak pasif sampai batas nyeri pasien tanpa pemberian kekuatan tambahan dari terapis. Menurut Gartland relaxed passive movementbermanfaat untuk mempertahankan LGS dan mencegah kontraktur otot.2. Active movement/ gerakan aktifActive movementadalah gerakan yang timbul dari kontraksi otot pasien sendiri secara volunteer atau sadar. Dengan gerakan aktif akan menimbulkan kontraksi otot, meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi ke jaringan lunak di sekitar fraktur termasuk fraktur itu sendiri sehingga proses penyambungan tulang akan berlangsung lebih baik.b. Transver dan ambulasi: Salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu mobilisasi dini mungkin untuk mencegah komplikasi tirah baring lama. Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai dari tidur terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua elbow saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga tubuh setelah itu lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang dengan kedua tungkai digeser menuju ketepi bed dan menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh terapis lau gerakan badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang sakit menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan keseimbangan memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan belakang juga kaki yang sakit diayun ayunkan dengan posisi menggantung. Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan jika pasien telah mampu dan keseimbangan telah membaik dengan metodeNon Weight Bearing(NWB), dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada kruk dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.c. Edukasi:1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi.2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin berlatih sesuai program yang diberikan terapis.3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dulu, yang menumpu pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin.4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan metodePartial Weight Bearing(PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan denganFullWeight Bearing(FWB). Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.KomplikasiPatah tulang terbuka adalah cedera serius dan, karena itu, komplikasi serius yang berhubungan dengan mereka. Infeksi merupakan komplikasi yang paling umum dari patah tulang terbuka. Infeksi dapat terjadi lebih awal, selama fase penyembuhan patah tulang, atau bahkan kemudian. Secara umum, semakin besar tingkat kerusakan jaringan lunak, semakin besar risiko infeksi. Jika infeksi menjadi kronis (osteomyelitis), hal itu dapat menyebabkan operasi lebih lanjut dan amputasi. Fraktur terbuka mungkin memiliki kesulitan penyembuhan. Jika fraktur Anda gagal untuk menyembuhkan, operasi lebih lanjut mungkin diperlukan. Pembedahan untuk mempromosikan penyembuhan biasanya mencakup menempatkan graft tulang atas patah, serta komponen baru fiksasi internal. Sindrom kompartemen akut dapat berkembang. Ini adalah kondisi yang menyakitkan yang terjadi ketika tekanan di dalam otot membangun ke tingkat berbahaya. Kecuali tekanan yang lega dengan cepat, cacat permanen dan kematian jaringan dapat mengakibatkan.PrognosisPrognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, danbagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.

KesimpulanFraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia. Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian diafisis. Fraktur diafisis tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya penanganannya juga tidak sederhana. Jangan lupa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap jika terjadi fraktur. Orthopaedic Trauma Association membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:1. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.2. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.3. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular. Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.

Daftar Pustaka1. Torsten B, MoellerMD, Emil RMD.Pocket atlas of radiographic anatomy. 2nd ed. Thieme. New York; 2000.p.164-7.2. Arthur CG, John EH. Textbook of medical physiology. 11th ed. ElsevierInc. Philadelphia; 2006.p.982-3.3. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. EGC. Jakarta; 2005.h.840-841.4. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia sobotta. Edisi ke-23. EGC. Jakarta; 2000.h.284.5. Jon CT. Netters concise orthopaedic anatomy. 2nd ed. Saunders Philadelphia; 2010.p.293-4.6. Brinker. Review of orthopaedic trauma. 11th ed. Saunders Company. Pennsylvania; 2001.p.127-35.

1