208
MODEL PENGENDALIAN LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA BARU BERKELANJUTAN STUDI KASUS PENGEMBANGAN KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI SYAMSUL HADI P-062040214 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

  • Upload
    doxuyen

  • View
    254

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

MODEL PENGENDALIAN LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNANKOTA BARU BERKELANJUTAN

STUDI KASUS PENGEMBANGAN KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI

SYAMSUL HADIP-062040214

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Model

Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru Berkelanjutan. Studi Kasus

Pengembangan Kota Baru Bumi Serpong Damai adalah karya saya sendiri dengan arahan

komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Februari 2012

Syamsul HadiP-062040214

Page 3: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

ABSTRAK

Syamsul Hadi. 2012. Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota BaruBerkelanjutan Studi Kasus Pengembangan Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD). Di bawahbimbingan Bambang Pramudya sebagai ketua dan Surjono Hadi Sutjahjo dan Setiahadi sebagaianggota.

Pembangunan kota baru diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan pengembanganwilayah, namun pada kenyataannya seringkali menimbulkan masalah baru, sehingga menjaditidak berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model pengendalian lingkunganpada pembangunan kota baru berkelanjutan, dengan studi kasus di Kota Baru Bumi SerpongDamai. Pada penelitian menganalisis kualitas air dan kualitas udara dan selanjutnyadibandingkan dengan baku mutu, menganalisis keberlanjutan BSD dengan menggunakan MDS,mencari parameter kunci dengan analisa prospektif dan membuat model pengendalianlingkungan dengan model dinamik serta mencari prioritas kebijakannya. Penelitianmemperlihatkan lingkungan perairan di kawasan Kota Baru BSD tercemar limbah organik yangmudah urai (BOD) dan yang sulit urai (COD), sedangkan atmosfirnya tercemar gas beracun CO,serta tercemar oleh SOx, NOx, ozon (O3) dan TSP. Hasil analisis keberlanjutan memperlihatkanbahwa Kota Baru BSD masuk pada kategori kurang berkelanjutan (46,75), hanya dimensiinfrastruktur dan teknologi (52,20), dimensi ekonomi (53,17) dan dimensi hukum dankelembagaan (59,95) yang cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi (42,22) dan dimensisosial-budaya (26,49) statusnya tidak berkelanjutan. Hasil analisis prosfektif memperlihatkanbahwa di Kota Baru BSD terdapat 22 faktor pengungkit yang harus diperhatikan agar BSDmenjadi berkelanjutan. Model pengendalian lingkungan yang dibangun agar dalampembangunan kota baru dapat dikendalikan lingkungannya dan berkelanjutan harusmemperhatikan limbah cair, kualitas udara, keberadaan IPAL, keberadaan kawasan bisnis,perumahan dan pertokoan, harus memperhatikan budaya lokal dan penegakan hukum serta harusmemperhatikan efektifitas dan efisiensi sarana jalan dan pengadaan transportasi umum.Strategi kebijakan pengembangan kota baru hendaknya dapat menumbuhkan pembangunanIPAL hingga 7%, kewajiban penggunaan katalisator pada kendaraan bermotor, pembatasan umurkendaraan, peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, memperbaiki jalan rusak hingga 30%,peningkatan pajak kendaraan pribadi, pengendalian pertumbuhan penduduk dan pembangunanpemukiman terpadu sehat. Prioritas kebijakan pengembangan kota baru berkelanjutan adalahmengadakan teknologi produksi bersih, membangun IPAL, jaringan jalan dan transportasi yangefektif dan efisien,berikut kendaraan umumnya, peduli terhadap budaya local, dan membentukkelembagaan.

Kata kunci: kota baru, kualitas, air, udara, IPAL, model, strategi, prioritas, kebijakan

Page 4: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

ABSTRACT

Syamsul Hadi. 2012. A Model For Environment Control Of Sustainable New TownDevelopment. (Case Study: New Town Development Of Bumi Serpong Damai. Under thedirection of Bambang Pramudya, Surjono Hadi Sutjahjo and Setiahadi.

Development of new town is expected to solve such problems as migration reduction to largecities, regional economic development, etc., but the reality does not correspond to the objectives.Environment is one of impacts that are not examined carefully when new town was planned anddeveloped. The objective of the study is to formulate a model of environmental control over ofnew town development, in order to achieve its sustainability objective. A case study of theresearch was conducted in a new town Bumi Serpong Damai (BSD) in Banten Province,Indonesia. The study has analyzed the quality of air and water and then comparing both with astandardized environment quality, has analyzed sustainability of BSD using multidimensionalscaling (MDS) tools, has formulated key parameters using Prospective tools, has developed anenvironment control model using system dynamics tools, and then has formulated prioritizedpolicies. The study has revealed that water and land around BSD area is contaminated withorganic waste such as BOD and COD, while the atmosphere contains toxic gas such as CO, SOx,NOx, ozon (O3) and TSP. Using the MDS tools for sustainability analysis, it has been revealedthat BSD city is categorized as less sustainable (46,75), less than 50 points. In both aspects asecology (42,22) and social culture (26,49) BSD city is categorized not sustainable. Only in suchaspects as infrastructure and technology (52,20), economy (53,17) and law and institutions(59,95) are closed to be categorized sustainable. The Prospective tools has identified 22 leveragefactors be considered for BSD city to achieve its sustainability, 5 of which have been identifiedas key parameters, including (1) air pollution, (2) availability of sewerage system facilities, (3)transportation facilities, (4) environment institution, and (5) road infrastructure. The systemdynamics and the forum group discussion have formulated a model of environmental controlover new town development consisting of sub models for environment, social, and economy.Among four alternative scenarios formulated, the realistic one to be implemented is the thirdscenario, consisting of such actions as 5% annual increase on development of sewerage systemfacilities, gas emission control for vehicles, restriction on vehicle age, improvement of roadinfrastructure capacity, 20% increase on upgrading of deteriorated road, extension of roadinfrastructure, population control, and policies on urbanization. Recommended policies toachieve its sustainability include the use of clean production technology, sewerage systemfacilities, road network development, adequate public transportation, admiration towardindigenous local culture, and development of appropriate institutions.

Key words: new town, quality of water and air, sewerage system facilities, model, strategy, andpolicies.

Page 5: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

RINGKASAN

Syamsul Hadi. 2012. Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota BaruBerkelanjutan Studi Kasus Pengembangan Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD). Di bawahbimbingan Bambang Pramudya sebagai ketua dan Surjono Hadi Sutjahjo dan Setiahadi sebagaianggota.

Meningkatnya kepadatan penduduk telah mendorong terjadinya urbanisasi, sehinggaseringkali mengakibatkan terjadinya urban sprawl. Akibat adanya urban sprawl ini seringkalimuncul berbagai permasalahan, diantaranya menurunnya kualitas lingkungan hidup dan kualitashunian, tidak tertatanya fisik kota, terbatasnya kapasitas penyediaan pelayanan prasarana dansarana dasar, terjadinya kesenjangan, munculnya berbagai masalah sosial, merebaknya masalahkriminalitas, tingginya tingkat pengganguran, dsb. Kondisi tersebut mendorong dibangunnyakota baru di kota satelit, namun juga seringkali tidak terlalu merubah keadaan. Penelitianbertujuan untuk mendapatkan model pengendalian lingkungan pada pembangunan kota baruberkelanjutan. Pada penelitian ini dilakukan analisis kualitas lingkungan, analisis keberlanjutan,analisis prospektif, merancang model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baruberkelanjutan dan merumuskan strategi dan alternative kebijakan kota baru berkelanjutan.

Penelitian dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD) dengan mengambil dataprimer dan data sekunder. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data kualitas udara dankualitas air, selain itu juga melakukan wawancara dengan stakeholder yang diambil secarapurposive. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis. Data kualitas udara dan kualitas airdianalisis secara deskriptif. Pada analisis keberlanjutan dilakukan dengan menggunakan MDS,sedangkan untuk mendapatkan parameter kunci dilakukan analisis prospektif dan pembuatanmodel dibuat dalam bentuk model dinamik, dan selanjutnya hasil analisis tersebut di atas, dibuatprioritas kebijakannya.

BOD dan COD baik yang berada di perumahan, pertokoan dan industri semuanya sudahberada di bawah ambang batas nilai yang dipersyaratkan, sedangkan parameter lainnya yakniNitrat-NO3-N, Total Fosfat (PO4-P), Kadmium-Cd, Deterjen, Timah Hitam- Pb, Air Raksa (Hg),Arsen-As dan Fenol yang ada dalam perairan sekitar lokasi penelitian semuanya berada di bawahbaku mutu yang ditetapkan. Kondisi atmosfir di kawasan BSD tercemar gas beracun CO, selainitu juga tercemar oleh SOx, NOx, ozon (O3) dan TSP.

Hasil analisis Rap-KOBA di Kota Baru BSD memperlihatkan bahwa BSD termasukdalam status kurang berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan gabungannya sebesar 46,75.Adapun nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 42,22 % dengan status kurangberkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 53,17 % dengan status cukup berkelanjutan, dimensisosial-budaya sebesar 26,49 % dengan status tidak berkelanjutan, dimensi infrastruktur danteknologi sebesar 52,20 % dengan status cukup berkelanjutan, dan dimensi hukum dankelembagaan sebesar 59,95 % dengan status cukup berkelanjutan.

Hasil analisis prospektif mendapatkan parameter kunci (faktor pengungkit ) untukdimensi ekologi adalah ketersediaan air bersih, manajemen banjir/bencana, permasalahantransportasi, pencemaran udara/emisi dan ketersediaan pengolah limbah cair. Pada dimensiekonomi parameter kuncinya adalah keberadaan kawasan bisnis, tingkat pengangguran,

Page 6: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

keberadaan kawasan industri dan keberadaan pertokoan kawasan. Pada dimensi Sosial-budayaparameter kuncinya adalah pengaruh keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal, keragamanbudaya dalam masyarakat dan konflik dengan masyarakat lokal. Pada dimensi infrastruktur danteknologi parameter kuncinya adalah ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbahdomestik cair, ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair, ketersediaansarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien, dan ketersediaan sarana dan prasaranakomuter. Pada dimensi hukum dan kelembagaan parameter kuncinya adalah kompetensipengelola kawasan kota baru, egosektoral dalam pengelolaan lingkungan, konsistensi penegakanhukum, tersedianya organisasi pengelola lingkungan, intensitas pelanggaran hukum dansinkronisasi peraturan dengan pusat. Parameter kunci tersebut harus segera diperbaiki, sehinggadapat meningkatkan kapasitasnya yang mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilaiindeks keberlanjutan dan menekan sekecil mungkin parameter yang berpeluang menimbulkandampak negatif atau menurunkan nilai indeks keberlanjutan kawasan Kota Baru BSD.

Alternatif kebijakan yang diambil dilakukan secara bertahap, misalnya tahun 2012dilakukan pembuatan IPAL (3%), penggunaan katalisator, uji emisi gas buang kendaraan secaraperiodik dan konsisten, peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan (menambah panjang danmembuat jalan alternatif dan memperbaiki jalan rusak 10%, serta memantapkan programkeluarga berencana. Pada tahun berikutnya upaya tersebut ditingkatkan kembali misalnyapembuatan IPAL menjadi 5%, penggunaan katalisator diketatkan (pada setiap kendaraan), ujiemisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten, pembatasan umur kendaraanpribadi, kapasitas insfrastrutur jalan ditingkatkan lagi, dengan menambah panjang, membuatjalan alternatif atau memperlebar jalan dan tingkat perbaikan jalan rusak dinaikkan menjadi 20%,KB digalakan dan dibuat kebijakan daerah tentang urbanisasi. Pada tahun berikutnya pembuatanIPAL dinaikan 7%, semua kendaraan harus sudah menggunakan katalisator uji emisi gas buangkendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten, pembatasan umur kendaraan pribadi lebihdiketatkan dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan lebih ditangkatkan, perbaikan jalan rusakbertambah 30%, diadakan kebijakan peningkatan pajak kendaraan pribadi, program KB semakindimantapkan, kebijakan daerah tentang urbanisasi lebih diimplementasikan, dan dibuat kebijakantambahan untuk pembangunan pemukiman terpadu sehat. Namun demikian alternatif skenariokebijakan yang disarankan untuk diimplementasikan adalah alternatif ke-3, yakni Alternatifkebijakan berupa kombinasi dari lingkungan berupa pembuatan instalasi pengolahan air limbah(tingkat pertumbuhan 5%) dan penggunaan katalisator pada tiap kendaraan yang ada di KotaTangerang Selatan serta uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten.Khusus untuk ekonomi dilakukan pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitasinsfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebarjalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikanjalan rusak bertambah 20%. Aspek sosialnya berupa pengendalian pertumbuhan pendudukdengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerahtentang urbanisasi.

Page 7: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya

ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk

apapun tanpa izin IPB

Page 8: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

MODEL PENGENDALIAN LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNANKOTA BARU BERKELANJUTAN

STUDI KASUS PENGEMBANGAN KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI

SYAMSUL HADIP-062040214

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 9: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

Penguji luar komisi

Ujian Tertutup

Ujian Terbuka

1. Prof. Dr. Ir. Asep Sape’i2. Dr. Ir. Widiatmaka

1. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto2. Dr. Ir. Hazaddin T. Sitepu

Page 10: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan
Page 11: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas semua berkat yang telah diberikan kepada

penulis, sehingga penulisan disertasi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. sebagai ketua Komisi

Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS., dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS. sebagai

anggota Komisi Pembimbing, yang telah berkenan membimbing, mengarahkan, serta

memberikan masukan, serta memberikan dorongan moril mulai dari perencanaan, pelaksanaan

penelitian hingga selesainya disertasi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada

pimpinan dan staf pengembang Kota Baru Bumi Serpong Damai, Pemerintah Kota Tangerang

Selatan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten atas bantua.n informasi dan data yang telah

diberikan dalam pelaksanaan penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para

responden telah banyak memberikan masukan selama penulis melakukan penelitian di lapangan.

Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. M. Yanuar dan Dr. Etty Riani yang banyak

memberikan masukan-masukan yang berharga saat ujian prakualifikasi; Dr Widiatmaka dan Prof

Dr Asep Syafei yang banyak memberikan masukan-masukan yang berharga pada ujian tertutup;

Dr. Hazaddin TS dan Dr. Yanuar yang banyak memberikan masukan-masukan yang berharga

pada ujian terbuka serta Dr. Etty Riani yang walaupun tidak menjadi penguji tapi telah berkenan

mengoreksi draft disertasi. Kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua PS-PSL juga

dihaturkan terimakasih yang tidak terhingga, karena penulis telah diijinkan kuliah di Program S-

3 PSL IPB. Kepada teman-teman S3 PSL-IPB angkatan IV dan teman-teman di Kantor

Kementerian Pekerjaan Umum yang telah banyak membantu dan menyumbangkan berbagai

pemikiran juga dihaturkan terima kasih yang tidak terhingga. Kepada isteriku Renita Zein serta

anak-anakku Farrel Hadi dan Sindu Hadi yang dengan sabar selalu memberikan dorongan dan

semangat, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

dalam penyusunan disertasi ini juga diucapkan terimakasih.

Akhirnya, “tiada gading yang tak retak “, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya

membangun, sangat diharapkan. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Februari 2012

Penulis

Page 12: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tulungagung, Jawa Timur, pada tanggal 28 September 1955, sebagai

anak pertama dari lima bersaudara, anak dari pasangan bapak Atfali dan ibu Kunasi. Penulis

telah menikah dengan Renita Zein pada tahun 1988, dan dikaruniai dua orang putra yaitu Farrel

Hadi dan Sindu Hadi.

Selesai dari Sekolah Menengah Atas di Tulungagung, penulis kemudian menempuh

pendidikan Sarjana strata satu yang ditempuh di Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil

dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung dan lulus pada tahun 1983. Gelar Master of

Regional Planning diperoleh penulis pada tahun 1994 setelah menyelesaikan pendidikan

pascasarjana pada Department of City and Regional Planning, Cornell University, di New York,

United States of America. Pada tahun 2004 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program

Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mulai bekerja di Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum

pada tahun 1985. Selama bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum, penulis telah mendapat

kesempatan mengikuti berbagai jenjang pendidikan formal maupun pendidikan kedinasan,

didalam negeri maupun di luar negeri, termasuk mengikuti berbagai kegiatan seminar dan

workshop. Bidang keahlian yang penulis pelajari selama bekerja di Kementerian Pekerjaan

Umum adalah bidang perencanaan kota dan regional, pengembangan ekonomi local, arsitektur,

pengembangan kawasan perdesaan, peremajaan kota dan revitalisasi kawasan kota, penanganan

kawasan kumuh perkotaan. Sebagai pegawai pemerintah, penulis banyak belajar dalam

penyiapan peraturan dan perundangan, standar dan pedoman, serta pendalaman fungsi-fungsi

pemerintah dalam pelaksanaan bidang tersebut di atas.

Page 13: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

iv

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. viDAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… vii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 11.1 Latar Belakang..................................................................... 11.2 Perumusan Masalah………………………………………… 51.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………................... 71.4 Kerangka Pemikiran……………………………………… 81.5 Kebaruan Penelitian............................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 112.1 Permukiman……………...................................................... 112.2 Kota Baru…………………………………………………… 12

2.2.1 Beberapa Konsep dan Jenis Kota Baru…………… 142.2.2 Konsep Kota Baru Berkelanjutan………………… 16

2.3 Kebijakan Pengembangan Perkotaan……………………..... 172.4 Perkembangan Penduduk Perkotaan……………………….. 182.5 Kebijakan…………………………………………………… 222.6 Analisis dan Proses Kebijakan……………………………... 242.7 Pelestarian dan Degradasi Lingkungan …...……………….. 272.8 Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Tata Ruang………….. 282.9 Pencemaran………………………………………………… 302.10 Pembangunan Berkelanjutan……………………………….. 332.11 Model Dinamik…………...……………………………....... 352.12 Rapid Appraisal Analysis …..……………………………... 372.13 Analisis Prospektif……… …..……………………………... 39

BAB III METODE PENELITIAN………………………………………… 413.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………... 413.2 Rancangan Penelitian………………………………………. 413.3 Teknik pengumpulan Data…………………………………. 413.4 Metode Pengambilan Sampel………………………………. 413.5 Teknik Analisis Data……………………………………….. 42

a. Analisis Keberlanjutan………………………………….. 42b. Analisis Prospektif……………………………………… 45

3.6 Perancangan Model Pengendalian Lingkungan dalamPembangunan Kota Baru Berkelanjutan……………………. 49

3.7 Pemodelan Sistem…………………………………………. 50a. Analisis Kebutuhan…………………………………….. 50b. Formulasi Masalah……………………………………... 52c. Identifikasi Sistem……………………………………… 52d. Pembuatan Model.……………………………………… 53e. Simulasi Model…...…………………………………….. 53f. Verifikasi dan Validasi Model…...…………………….. 53

Page 14: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

v

BAB IV KONDISI UMUM ……...………………………………………… 554.1 Master Plan BSD ………….. ……………………………... 564.2 Potensi Ekonomi……………………………………………. 594.3 Permukiman ………………………………………………... 604.4 Sosial Budaya ……………………………………………… 62

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………… 635.1 Kualitas Lingkingan BSD………………………………… 635.2. Analisis Keberlanjutan……………………………………… 65

5.2.1. Dimensi Ekologi ………………….………................ 665.2.2. Dimensi Ekonomi…………………………………… 705.2.3. Dimensi Sosial dan Budaya……………………….… 745.2.4. Dimensi Infrastruktur dan Teknologi……………..… 785.2.5. Dimensi Hukum dan Kelembagaan…………………. 845.2.6. Multidimensi………………………………………… 875.2.7. Faktor Kunci Pengelolaan Kawasan ……………...… 93

5.3. Model Pengelolaan Lingkungan Kota Baru BSD…….……. 1055.3.1. Submodel Lingkungan……………………….…….… 1065.3.2. Submodel Ekonomi……………………………..…… 1185.3.3. Submodel Sosial………………………………...…… 1275.3.4. Validitas Model ……………………………...……… 1325.3.5. Skenario……………………………………………… 139

5.4. Prioritas Kebijakan Pengembangan Kota Baru BSD ……… 155

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 159

DAFTAR PUSTAKA…..................................................................................... 161

LAMPIRAN….................................................................................................... 169

Page 15: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Konsep kota baru ................................................................................. 152. Perubahan penggunaan lahan di Wilayah Jabodetabek tahun 1992-

2001...................................................................................................... 213. Beberapa kawasan permukiman skala besar (>500 ha) di Wilayah

Jabotabekjur ......................................................................................... 214. Kualitas air Sungai Ciliwung ............................................................... 225. Jenis informasi pada setiap jenis kebijakan ......................................... 266. Jenis dan sumber data yang diperlukan pada penelitian ...................... 437. Rincian jumlah responden penelitian................................................... 448. Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian

kerusakan lingkungan yang berkelanjutan........................................... 489. Rencana penggunaan lahan dalam pembangunan KB – BSD ............. 5810. Kualitas udara di BSD ......................................................................... 6411. Kualitas air di BSD .............................................................................. 6412. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo dengan

analisis RAP-KOBA ............................................................................ 9113. Hasil analisis RAP-KOBA untuk nilai stress dan koefisien

determinan (R2) .................................................................................... 9114. Hasil analisis Monte Carlo pada selang kepercayaan 95%................. 9215. Faktor pengungkit setiap dimensi pengelolaan lingkungan Kota

Baru BSD ............................................................................................. 9416. Validasi submodel lingkungan, beban pencemaran pada air ............... 13617. Validasi submodel lingkungan, pencemaran pada udara ..................... 13618. Validasi submodel ekonomi, PDRB dari angkutan umum dan

telekomunikasi, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa ................ 13719. Validasi submodel ekonomi, PDRB dari bank sewa dan ekonomi

lain........................................................................................................ 13720. Submodel sosial ................................................................................... 138

Page 16: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka permasalahan penelitian .................................................... 72. Kerangka pemikiran penelitian.......................................................... 103. Perkembangan penduduk perkotaan .................................................. 194. Variasi analisis kebijakan (Parsons, 2005) ........................................ 245. Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah (Dunn,

1998) .................................................................................................. 286. Dimensi pembangunan berkelanjutan (Khanna et al., 1999) ............ 357. Tahapan penelitian............................................................................. 448. Proses aplikasi MDS.......................................................................... 469. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam

sistem ................................................................................................. 4810. Model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota

baru berkelanjutan ............................................................................ 5011. Diagram INPUT-OUTPUT model pengendalian lingkungan

dalam pembangunan kota baru berkelanjutan ................................... 5412. Lokasi BSD sebagai hinterland Provinsi DKI Jakarta....................... 5513. Master plan BSD................................................................................ 5714. Indeks keberlanjutan dimensi ekologi Kota Baru BSD..................... 6615. Peran masing-masing atribut dimensi ekologi yang dinyatakan

dalam bentuk perubahan nilai root mean square (RMS) .................. 6716. Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi Kota Baru BSD................... 7117. Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi yang

dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai root mean square(RMS) ................................................................................................ 72

18. Indeks keberlanjutan dimensi sosial dan budaya Kota BaruBSD ................................................................................................... 75

19. Peran masing-masing atribut dimensi sosial dan budaya yangdinyatakan dalam bentuk perubahan nilai root mean square(RMS) ................................................................................................ 76

20. Indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi KotaBaru BSD........................................................................................... 79

21. Peran masing-masing atribut dimensi infrastruktur danteknologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai rootmean square (RMS)........................................................................... 80

22. Indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan KotaBaru BSD........................................................................................... 85

23. Peran masing-masing atribut dimensi hukum dan kelembagaanyang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai root meansquare (RMS). ................................................................................... 86

24. Indeks keberlanjutan multidimensi permukiman Kota BaruBSD ................................................................................................... 89

25. Diagram layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan KotaBaru BSD........................................................................................... 90

26. Pemetaan faktor pengungkit pada pengelolaan lingkungankawasan Kota Baru BSD ................................................................... 103

Page 17: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

viii

27. Diagram lingkar sebab-akibat pengendalian lingkungan dalampembangunan kota baru berkelanjutan .............................................. 106

28. Diagram stockflow model pengendalian lingkungan dalampembangunan kota baru berkelanjutan .............................................. 107

29. Diagram sebab-akibat submodel lingkungan dalampembangunan kota baru berkelanjutan .............................................. 108

30. Diagram stockflow submodel lingkungan dalam pembangunankota baru berkelanjutan...................................................................... 109

31. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran(ton/hari) parameter BOD, COD, NO3 dan PO4 ................................ 110

32. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran(ton/hari) parameter BOD.................................................................. 110

33. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran(ton/hari) parameter COD.................................................................. 112

34. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran(ton/hari) parameter NO3 .................................................................. 113

35. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran(ton/hari) parameter PO4.................................................................... 114

36. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan kualitas udaraambien (µg/Nm3) parameter NOx, COx dan SOx ............................... 115

37. Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan kualitas udaraambien (µg/Nm3) parameter NOx ..................................................... 115

38. Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan kualitas udaraambien (µg/Nm3) parameter COx ...................................................... 116

39. Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan kualitas udaraambien (µg/Nm3) parameter SOx....................................................... 117

40. Diagram sebab-akibat submodel ekonomi dalam pembangunankota baru berkelanjutan...................................................................... 118

41. Diagram stockflow submodel ekonomi dalam pembangunankota baru berkelanjutan...................................................................... 119

42. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB (Jutaanrupiah)................................................................................................ 120

43. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB dari kegiatantransportasi dan komunikasi (Jutaan rupiah) ..................................... 121

44. Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan PDRB perdaganganhotel dan restoran (Jutaan rupiah)...................................................... 121

45. Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan PDRB jasa-jasa(Jutaan rupiah) ................................................................................... 122

46. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB bank,persewaan dan jasa perusahaan (Jutaan rupiah) ................................ 122

47. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB sektorekonomi lain (jutaan rupiah).............................................................. 123

48. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan infrastruktur, totalpanjang jalan (km) ............................................................................. 124

49. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan infrastruktur(persentase kerusakan jalan) .............................................................. 126

Page 18: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

ix

50. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan persentase tambahanbiaya transportasi yang dikeluarkan oleh pekerja akibatkerusakan jalan .................................................................................. 126

51. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan jumlah kendaraanroda dua dan roda empat.................................................................... 127

52. Diagram sebab-akibat submodel sosial dalam pembangunankota baru berkelanjutan...................................................................... 128

53. Diagram stockflow submodel sosial dalam pembangunan kotabaru berkelanjutan ............................................................................. 128

54. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk danpenduduk usia kerja (15-65), jumlah rumah serta pendudukcommuter ........................................................................................... 130

55. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk ................. 13056. Simulasi submodel sosial berdasarkan penduduk usia kerja

(15-65) ............................................................................................... 13157. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah rumah....................... 13158. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk yang

commuter ........................................................................................... 13259. Beban pencemaran COD (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4................ 14160. Beban pencemaran BOD (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4................ 14261. Beban pencemaran NO3 (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4 ................. 14262. Beban pencemaran PO4 (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4.................. 14363. Emisi COx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4 ...................................... 14464. Emisi NOx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4 ...................................... 14465. Emisi SOx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4 ....................................... 14566. Sub model ekonomi dari kegiatan pengangkutan dan

komunikasi skenario 1, 2, 3 dan 4 ..................................................... 14667. Sub model ekonomi dari kegiatan perdagangan hotel dan

restoran skenario 1, 2, 3 dan 4 ........................................................... 14668. Submodel ekonomi dari kegiatan jasa skenario 1, 2, 3 dan 4........... 14769. Submodel ekonomi dari kegiatan bank, persewaan dan jasa

perusahaan skenario 1, 2, 3 dan 4.................................................... 14770. Submodel ekonomi dari kegiatan ekonomi lain skenario 1, 2, 3

dan 4................................................................................................... 14871. Infrastruktur jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 .......................................... 14872. Infrastruktur kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4......................... 14973. Persentase tambahan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh

pekerja akibat kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 ....................... 14974. Jumlah kendaraan roda dua, skenario 1, 2, 3 dan 4 ........................... 15075. Jumlah kendaraan roda empat, skenario 1, 2, 3 dan 4 ....................... 15076. Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk,

skenario 1, 2, 3 dan 4 ......................................................................... 15177. Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah rumah, skenario

1, 2, 3 dan 4........................................................................................ 15278. Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk

komuter, skenario 1, 2, 3 dan 4.......................................................... 15210. Grafik fluktuasi debit di depan satu rumah .....................................................311. Grafikfluktuasi pengukuran debit outlet .........................................................3

Page 19: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

x

12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Parameter kualitas air yang dianalisa, bakumutu yang ditetapkandan metoda yang digunakan................................................................. 171

2 Formula matematika (stockflow diagram) ........................................... 1723 Hasil simulasi model pengendalian lingkungan dalam

pembangunan kota baru berkelanjutan ................................................ 1764 Skenario model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota

baru berkelanjutan................................................................................ 1795 Hasil simulasi dari setiap skenario model pengendalian lingkungan

dalam pembangunan kota baru berkelanjutan.................................... 181

Page 20: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

xi

Page 21: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus

permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan

kebutuhan ruang untuk penduduk yang terus menerus bertambah setiap tahunnya

(George, 2006). Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran terutama bagi pertumbuhan

wilayah dan kota. Kota dengan kepadatan tinggi akan membawa banyak masalah

terutama berkaitan dengan permasalahan keberlanjutan kawasan perkotaan (Ng, 2010).

Hal yang sama juga terjadi pada kota-kota yang sudah mencapai titik jenuh, perlu

adanya sebuah solusi yang relevan sehingga permasalahan penduduk tidak semakin

meluas ke sektor lainnya.

Hal lain yang akan terjadi dari tingginya tingkat hunian akibat pertumbuhan

penduduk di wilayah kota adalah tumbuhnya wilayah terbangun secara sporadis (urban

sprawl) di pinggiran kota dan di tempat lain, sehingga pertumbuhan kota menjadi tak

terkendali (primacy) dan tidak efisien (Soule, 2006; Squires, 2002; Bruegmann, 2006).

Tingginya tingkat hunian di wilayah perkotaan juga bukan hanya menyebabkan

terjadinya ketidak-seimbangan pertumbuhan kota-desa dan kota besar-kota kecil, namun

juga dapat menimbulkan ketimpangan kawasan, yang berakibat pada terjadinya

polarisasi ekonomi. Terjadinya ketimpangan kawasan juga mengakibatkan terjadinya

perubahan fisik wilayah perkotaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya

kesenjangan yang cukup tinggi1.

Salah satu bentuk pembangunan kawasan perkotaan yang diperkirakan akan

merefleksikan visi pengembangan perkotaan adalah pembangunan dan pengembangan

kota baru. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh Golany (1976) yang

mengatakan bahwa kota baru adalah kota yang sama sekali baru, direncanakan dan

dikembangkan dan dibangun pada suatu wilayah baru yang di dalamnya terkandung

unsur-unsur tempat tinggal yang lengkap dengan berbagai prasarana dan sarana

1Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

494/PRT/M/2005 telah menetapkan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNPK) yang salahsatu kebijakannya adalah memantapkan peran dan fungsi kota dalam pembangunan nasional. Salah satu strategi yangdilakukan adalah menyiapkan dan mengembangkan panduan bagi daerah untuk melakukan pembangunan perkotaanyang berkelanjutan (sustainable cities).

1

Page 22: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

2

pelayanannya, tempat berkarya, tempat rekreasi, serta prasarana penggerakan dan sarana

perhubungan.

Konsep kota baru dirancang untuk dapat menunjang aktivitas pada kota yang

menjadi pusat kegiatan dengan tujuan utama mengatasi masalah kependudukan

(Simmonds dan Hack, 2000). Beberapa kota baru yang dapat diambil contoh dari best

practice negara-negara yang sedang menjalankan konsep yang sama yaitu Kota Baru

Putra Jaya dan Cyberjaya di Malaysia yang dikonsep untuk memecah konsentrasi

permukiman di Kuala Lumpur yang sudah terlalu padat dan Cyberjaya yang dikonsep

khusus sebagai kota baru yang fokus utamanya diperuntukkan sebagai kota industri.

Kota baru telah dikembangkan dan dibangun di beberapa kabupaten/kota yang ada

di Indonesia, diantaranya di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan

sebagainya. Dalam pembangunan kota baru, idealnya termasuk pada kategori sebagai

berikut, yakni (i) kota yang lengkap, yang ditentukan, direncanakan dan dibangun di

suatu wilayah yang belum terdapat konsentrasi penduduk, (ii) kota yang dibangun

lengkap dalam rangka meningkatkan kemampuan dan fungsi permukiman atau kota

kecil yang telah ada di sekitar kota besar utama untuk membantu pengembangan dan

mengurangi kota induk, (iii) kota yang mandiri, mampu memenuhi pelayanan

kebutuhan serta kegiatan usahanya sendiri atau sebagian besar penduduknya (self

contained new town), (iv) lingkungan permukiman skala besar untuk mengatasi

kekurangan perumahan di suatu kota besar secara fungsional umumnya masih

bergantung pada kota induknya (dependent town), sehingga dapat disamakan dengan

kota satelit dari kota utama/kota inti.

Pada kenyataannya, kota baru yang ada di Indonesia tidak sepenuhnya mengikuti

kategori tersebut di atas. Bahkan bukan hanya itu, pada pembangunan kota baru juga

kerap terjadi penyimpangan mulai dari tahap perencanaan, tahap implementasi, dan

kebijakan pengembangannya. Selain itu juga seringkali terjadi ketidak-sesuaian pada

aspek regulasi, misalnya terkait dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)

kabupaten/kota maupun RTRW provinsi beserta rencana rincinya. Dalam prakteknya,

pembangunan kota baru di suatu wilayah kabupaten/kota induk sangat ditentukan oleh

perusahaan pengembang yang memperoleh ijin prinsip untuk pembebasan tanah.

Lokasi kota baru yang akan dikembangkan tergantung kepada lokasi tanah yang

Page 23: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

3

berhasil dibebaskan pengembang, yang tidak harus sama dengan rencana lokasi semula

yang tercantum dalam dokumen ijin prinsip.

Hal lain yang juga sering terjadi adalah masih minimnya peran pemerintah pusat

serta belum diimplementasikannya kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Pada

prakteknya, pemerintah pusat tidak terlibat dalam proses pembangunan kota baru di

Indonesia. Penentuan lokasi suatu rencana kota baru, misalnya, selayaknya

mempertimbangkan lokasi relatif dari kota-kota yang sudah ada, karena kota-kota

tersebut membentuk suatu jaringan kota-kota dalam suatu sistem yang mendukung

jaringan kegiatan sosial ekonomi, distribusi barang dan jasa, serta kegiatan sosial

budaya penduduk. Sebagai suatu sistem kota, dan mencakup beberapa ukuran kota

dengan fungsi masing-masing yang saling tergantung, keberadaan kota-kota tersebut

terletak pada suatu wilayah yang cukup luas, yang melebihi batas-batas wilayah

provinsi untuk ukuran di Indonesia atau bahkan antar pulau. Dengan demikian,

minimnya keterlibatan pemerintah pusat dalam proses pengembangan kota-kota baru di

Indonesia, akan dibayar mahal oleh masyarakat di kawasan kota baru maupun kawasan

di sekitarnya. Permasalahan lingkungan, misalnya berupa bencana banjir yang

frekuensinya makin sering, pencemaran udara dan pencemaran air, penurunan muka air

tanah dan intrusi air laut, adalah beberapa permasalahan lingkungan yang akan dihadapi.

Permasalahannya adalah bahwa bencana lingkungan tersebut akan terjadi dalam suatu

kurun waktu yang cukup panjang, yang memungkinkan para pengambil keputusan tidak

segera menyadarinya.

Model-model kota baru yang ada di Indonesia, diantaranya terdapat di Batam

(Batam Centre), Jakarta (Bumi Serpong Damai), dan Semarang (Bukit Semarang Baru).

Dari berbagai kota baru yang sudah terbangun dan menurut pengamatan telah

dikembangkan dengan relatif baik dan menarik untuk dikaji adalah kota baru Bumi

Serpong Damai (BSD) yang berlokasi di Provinsi Banten.

BSD terletak sekitar 30 km (18,6 mil) ke arah barat daya Jakarta dan telah

diresmikan pada 16 Januari 1989. Pembangunan BSD belum seluruhnya selesai, dari

luas kawasan yang direncanakan 6.000 Ha, baru 25%-nya yang telah dibangun untuk

perumahan, perdagangan, fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Dari

600.000 jiwa orang yang direncanakan bertempat tinggal di BSD, saat ini baru dihuni

oleh 80.000 jiwa. Dari rencana pembangunan rumah sebanyak 140.000 unit, hingga

Page 24: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

4

tahun 2004 baru sebanyak 14.338 unit rumah dengan berbagai tipe yang telah dibangun.

Pembangunan Kota Baru BSD ini direncanakan akan selesai pada tahun 2020 dari target

semula tahun 2014 (Arifin dan Dillon, 2005).

Pembangunan kota baru pada umumnya dan Kota Baru BSD pada khususnya,

mempunyai tujuan utama untuk membangun ekonomi nasional melalui pengembangan

ekonomi lokal. Pembangunan ini juga telah memberi kontribusi dari sisi pertumbuhan

ekonomi nasional dan pertumbuhan penduduk. Namun dilain pihak, aspek lingkungan

(ekologi) belum mendapat perhatian yang lebih serius. Hal ini terlihat dari menurunnya

daya dukung lingkungan yang terjadi di wilayah perkotaan, terjadinya musibah banjir

dengan frekuensi yang lebih sering, terjadinya konflik sosial baik secara vertikal

maupun horizontal, dan permasalahan-permasalahan lainnya. Untuk itu maka

pembangunan kota baru di masa yang akan datang, tidak boleh hanya memperhatikan

aspek ekonomi, namun juga harus memperhatikan aspek ekologi dan aspek sosial-

budaya, sehingga kota baru yang dibangun akan menjadi kota baru yang berkelanjutan.

Dalam rangka menciptakan kota baru yang berkelanjutan, sebenarnya pemerintah

sudah membuat komitmen terhadap kesepakatan internasional Millenium Development

Goals (MDG) 2015, Habitat, serta Protocol Kyoto. Namun demikian, implementasi

kebijakan tersebut sangat sulit dilakukan. Selain itu juga disinyalir ada indikasi salah

memaknai dalam mengartikan lingkungan pada pembangunan perkotaan yang

berkelanjutan, mengingat lingkungan lebih diartikan dalam arti sempit. Oleh karena itu,

maka pembangunan berkelanjutan hingga saat ini masih merupakan slogan yang sudah

dikenal namun maknanya masih belum dimengerti secara baik dan benar. Kondisi yang

sama juga terjadi pada pembangunan dan pengembangan kota-kota baru yang justru

tidak fokus pada permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu permasalahan

kependudukan dan keterbatasan lahan untuk permukiman. Kota-kota baru yang sedang

berkembang ini justru malah menimbulkan permasalahan-permasalahan baru, terutama

terkait dengan masalah lingkungan, masalah banjir, permasalahan penyediaan

infrastruktur, pencemaran air dan udara, dsb. Namun yang paling mengkhawatirkan

dari pembangunan kota baru adalah timbulnya pencemaran air dan udara.

Ada berbagai kemungkinan sulitnya mengimplementasikan kebijakan yang ada

dan sulitnya mencegah terjadinya pencemaran air dan udara akibat dari pembangunan

kota baru, diantaranya adalah kebijakan tersebut dibuat dengan tanpa melihat kondisi

Page 25: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

5

eksisting di lapangan, dan dibuat dengan tanpa melibatkan masyarakat dan stakeholders

yang berkepentingan, serta kebijakan yang dibuat tidak bersifat terpadu (lintas sektoral)

dan belum bersifat holistik. Atas dasar itu, maka dalam rangka menciptakan kota baru

yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta dalam rangka mencegah terjadinya

pencemaran air dan udara serta kerusakan lingkungan akibat dibangunnya kota baru,

maka perlu dicari alternatif kebijakan yang paling ideal untuk kota baru dan parameter

kunci apa yang ada pada pengelolaan kota baru. Perlu dirumuskan model pengendalian

lingkungan dalam pembangunan kota baru yang berkelanjutan, sehingga pembangunan

kota baru akan bermanfaat dari aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, dengan

melibatkan pendapat dan keinginan masyarakat serta pendapat dan keinginan para

stakeholders (lintas departemen terkait) sehingga lebih mudah diimplementasikan.

1.2. Perumusan Masalah

Menurut Golany (1976), yang dimaksud dengan kota baru adalah suatu kota yang

direncanakan, didirikan dan kemudian dikembangkan secara lengkap di atas suatu

wilayah yang sama sekali baru setelah ada kota atau kota-kota lainnya yang telah

tumbuh dan berkembang terlebih dahulu. Idealnya, kota baru merupakan permukiman

yang dibangun di atas lahan dalam skala besar, sehingga memungkinkan untuk

menunjang kebutuhan berbagai jenis dan harga tempat tinggal serta kegiatan kerja bagi

masyarakat di dalam lingkungan kota itu sendiri. Salah satu contoh kota baru yang

hingga saat ini diharapkan akan mendekati definisi tersebut di atas adalah Kota Baru

Bumi Serpong Damai (BSD).

Permasalahan dari pembangunan kota-kota baru adalah relatif belum adanya

konsep yang jelas dan terintegrasi antara kebutuhan perumahan, pengaturan aktivitas

dan fungsi kawasan, serta keseimbangan alam dan adanya kerusakan lingkungan dan

pencemaran akibat terbangunnya kota baru. Sesuai prinsip kota berkelanjutan yang

dikemukakan Fauzi (2004), bahwa keberlanjutan memuat tiga hal yang harus seimbang

yaitu antara ekonomi, lingkungan, dan sosial. Begitu`pula menurut Munasinghe (1993),

pembangunan kota berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi,

tujuan ekologi dan tujuan sosial. Tujuan ekonomi terkait dengan masalah efisiensi dan

pertumbuhan. Tujuan ekologi terkait dengan masalah konservasi sumberdaya alam.

Tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan kemiskinan dan pemerataan. Dengan

Page 26: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

6

demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya

harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial. Dalam hal ini ada

indikasi bahwa terdapat sebuah benang merah yang relatif masih terputus karena

pembangunan kota-kota baru justru melanggar beberapa hal yang terkait dengan

keseimbangan alam dan lingkungan serta mengakibatkan terjadinya pencemaran,

adanya ketidak jelasan fungsi kawasan yang ada pada kota baru tersebut serta orientasi

yang masih lebih menekankan pada profit, dan masih belum menekankan pada prinsip

keberlanjutan kota baru tersebut.

Sesuai dengan tujuan pembangunan ideal, maka pembangunan kota baru mandiri,

diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan pengembangan wilayah, mampu

menampung kelebihan penduduk, menahan arus migrasi yang mengarah ke Jakarta, dan

diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi kawasan. Namun demikian sejalan

dengan pembangunan kota baru mandiri ini seperti yang terjadi di Kota Baru BSD,

muncul berbagai permasalahan, diantaranya muncul berbagai dampak negatif terhadap

lingkungan yang akan merugikan, baik ditinjau dari skala lokal, regional maupun skala

nasional. Selain itu juga muncul kesenjangan sosial antara penghuni BSD dan

masyarakat sekitarnya, muncul berbagai konflik baik konflik horizontal maupun konflik

yang vertikal, serta muncul berbagai permasalahan lainnya seperti adanya bencana

banjir di lokasi sekitar, terjadi pencemaran air dan udara serta berbagai kerusakan

lingkungan lainnya. Untuk lebih jelasnya kerangka permasalahan penelitian tersebut

disajikan pada Gambar 1. Dengan demikian, berdasarkan informasi dan uraian

sebelumnya, maka muncul pertanyaan penelitian pada pembangunan kota baru mandiri

antara lain adalah:

1. Bagaimana kondisi lingkungan di kawasan Kota Baru BSD dan sekitarnya

berdasarkan kondisi (kualitas) air dan udara di kota baru?

2. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD?

3. Faktor apa yang perlu diperhatikan dalam pengendalian lingkungan di Kota Baru

BSD secara berkelanjutan?

4. Bagaimana model pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru BSD

yang berkelanjutan?

5. Apa strategi kebijakan kota baru yang berkelanjutan?

Page 27: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

7

Gambar 1. Kerangka permasalahan penelitian

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model pengendalian lingkungan

pada pembangunan kota baru berkelanjutan, sehingga dari sini akan dapat ditemukan

benang merah antara kebutuhan lahan permukiman, pengaturan aktivitas dan fungsi

kawasan, serta keseimbangan lingkungan dan alam. Dalam rangka mencapai tujuan

tersebut secara spesifik, maka tujuan khusus penelitian ini mencakup:

1. Mengkaji kualitas lingkungan di kawasan kota baru dan sekitarnya dengan

menganalisis kualitas lingkungan di kawasan Kota Baru BSD dan sekitarnya

2. Melakukan analisis terhadap status keberlanjutan pengelolaan lingkungan di

Kota Baru BSD

3. Melakukan analisis terhadap faktor yang perlu diperhatikan dalam pengendalian

lingkungan di Kota Baru BSD agar berkelanjutan

4. Merancang model pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru

BSD berkelanjutan

5. Merumuskan prioritas kebijakan Kota Baru BSD berkelanjutan

Ketidakjelasan KonsepKota Baru Secara Aktifitasdengan Fungsi Kawasan

Ketidaksinkronan KebijakanRencana Pembangunan

Kota Baru dan Rencana TataRuang Wilayah dan Kota

Kota Baru MasihBerorientasi Profit BelumMemikirkan Keberlanjutan

Lingkungan dan Alam

Kerusakan lingkungandan kerentanan

terhadap bencanabanjir dan kekeringan

Pencemaran air danudara

Terganggunya aktivitasekonomi masyarakat

Kota baru yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungandan sumber daya alam (keberlanjutan dari sisi ekologi dan sosial)

Page 28: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

8

Manfaat dari penelitian ini adalah:

• Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menambah pengetahuan bagi ilmu

lingkungan terutama dalam penerapan aplikasi cara berfikir sistem, dalam

merumuskan pengendalian lingkungan pada pembangunan kota baru berkelanjutan

dan pada penerapan metode simulasi dinamika sistem untuk analisis kebijakan,

sehingga akan memperkaya metodologi ilmu lingkungan sekaligus akan menjadi

salah satu alternatif pilihan model strategi kebijakan pembangunan kota baru

mandiri yang berkelanjutan.

• Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dalam

menyusun kebijakan rencana pembangunan dan pengelolaan kotabaru yang

berkelanjutan.

• Bagi pengembang, penelitian ini bermanfaat untuk memahami strategi dan prospek

pengembangan usaha, sehingga terbangun kemitraan (partnership) dengan berbagai

pihak terkait, atas dasar prinsip saling menguntungkan.

• Bagi penduduk setempat dan sekitarnya, penelitian ini bermanfaat untuk membantu

memahami proses perencanaan pembangunan wilayah kota baru, sehingga

masyarakat bisa ikut berpartisipasi aktif dalam pengelolaannya, terutama dalam

mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran.

1.4. Kerangka Pemikiran

Meningkatnya jumlah penduduk dan ketidak mampuan sektor pertanian dalam

menyediakan lapangan pekerjaan di perdesaan, telah mendorong masyarakat desa

melakukan urbanisasi, sehingga pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan

meningkat dan telah mengakibatkan tingginya kebutuhan akan lahan hunian dan

merupakan faktor-faktor penggerak utama terjadinya perkembangan wilayah pinggiran

kota yang tidak terkendali yang disebut dengan urban sprawl (tumbuhnya wilayah

terbangun secara sporadis di pinggiran kota dan di tempat lain). Adapun penyebab

terjadinya urban sprawl diantaranya adalah karena lambatnya langkah-langkah

antisipatif perencanaan dan masih terbatasnya kemampuan pemerintah dalam

menyediakan pelayanan prasarana dan sarana, masih belum ketatnya pemerintah dalam

melakukan pengendalian tata ruang dan tata guna lahan, khususnya untuk mendukung

fungsi optimum pelayanan kepada masyarakat perkotaan. Akibat adanya urban sprawl

Page 29: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

9

ini seringkali muncul berbagai permasalahan, diantaranya menurunnya kualitas

lingkungan hidup dan kualitas hunian, tidak tertatanya fisik kota, terbatasnya kapasitas

penyediaan pelayanan prasarana dan sarana dasar, serta munculnya berbagai

permasalahan sosial ekonomi perkotaan seperti terjadinya kesenjangan, munculnya

berbagai masalah sosial, merebaknya masalah kriminalitas, tingginya tingkat

pengangguran, dan sebagainya.

Sebenarnya telah dilakukan penelitian pada kota baru mandiri BSD, namun

penelitian tersebut masih bersifat parsial, yakni lebih terfokus pada aspek sosial saja,

aspek ekonomi saja, serta penelitian pada aspek teknis saja; sedangkan penelitian yang

bersifat holistik yang menggabungkan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi yang dikemas

menjadi Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru

Berkelanjutan masih belum dilakukan. Oleh karena itu, dalam rangka menjawab

permasalahan tersebut di atas maka diperlukan kebijakan yang bersifat holistik

(berdasarkan penglihatan secara menyeluruh) dengan melibatkan berbagai departemen

(lintas sektoral), masyarakat dan semua stakeholders, serta para pakar yang terkait di

dalamnya. Selain itu juga diperlukan adanya skenario yang optimal dalam memprediksi

semua kemungkinan keadaan yang akan terjadi di masa yang akan datang serta

pengelolaannya, sehingga akan meminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan. Untuk

lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

1.5. Kebaruan Penelitian

Kebaruan (novelty) penelitian ini dapat dilihat dari aspek pendekatan (research

approach) yang digunakan. Pendekatan sistem dinamik untuk merancang model

interaksi di antara berbagai variabel dalam subsistem ekologi, ekonomi dan sosial di

wilayah kotabaru dalam rangka melakukan pengendalian terhadap terjadinya kerusakan

lingkungan dan pencemaran, dan akan menghasilkan formulasi strategi kebijakan

pengelolaan kotabaru mandiri yang terintegrasi dalam suatu sistem perkotaan di

sekitarnya, dan berkelanjutan yang applicable sesuai kebutuhan stakeholders dan

masyarakat di masa yang akan datang. Oleh karena itu maka hasil penelitian ini dapat

membantu mengidentifikasi berbagai permasalahan yang akan menjadi bahan

pertimbangan untuk mencari solusi agar suatu kota baru dapat berkelanjutan.

Page 30: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

10

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian

Angka pertumbuhan ekonomi yangtak sebanding dengan pertumbuhan

penduduk

Pertumbuhan penduduk

Angka pengangguran yangcukup tinggi di daerah

pedesaan

Meningkatnya angkakemiskinan, penganggurandan gangguan kamtibmas

Meningkatnya migrasi pendudukmenuju kota

Over urbanisasiKepadatan lalulintas,

meningkatnya kemacetanpenurunan kualitas

lingkungan

Aglomerasi aktivitas

Terbatasnya pelayanan kebutuhanmasyarakat kota

Maraknya bangunan liar danmenurunnya sanitasi lingkungan

Kebutuhan rumah, sarana prasarana,daya dukung lingkungan yang

meningkat cukup tinggi

Ketimpangan kawasan

Penurunan kesejahteraan

Pembangunan kota baru

Kota baru Bumi Serpong Damai (BSD)

Kota baru Bumi Serpong Damai yang mandiri dan berkelanjutan

Permen PU No. 494/PRT/M/2005

Kajian kondisi eksistingkota baru BSD

Potret kondisi eksisting dariaspek ekologi, ekonomi dan

sosial

Rancangan model pengendalianlingkungan variabel dalam

subsistem ekologi, ekonomi&sosial

Kualitas air dan kualitasudara

Analisis model dinamis

Simulasi model dinamis

Uji validasi dan sensitifitasmodel

Analisis sosial

Analisis kondisi ekonomi

Analisis kondisi ekologi

Analisis kondisi transportasi

Analisis keberlanjutan

Analisis prospektif

Tidakvalid

Alternatif pengendalianlingkungan

Valid

Konsep pengendalianlingkungan kota baru

Skenario pengendalianlingkungan kota baru

Model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan

Strategi kebijakan pembangunan kota baru yang berkelanjutan

Page 31: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Permukiman

Menurut Undang-undang Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 1 Tahun

2011 permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik

yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan

dan perikehidupan dan penghidupan. Adapun yang dimaksud dengan tempat tinggal di

sini adalah tempat tinggal untuk seseorang atau satu keluarga yang terdiri dari rumah

dan pekarangannya, dengan demikian maka salah satu komponen permukiman adalah

perumahan.

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia setelah pangan

dan sandang, sehingga berperan sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya

dan nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan bentuk manifestasi jati diri. Pada

hubungan ekologis antara manusia dan permukimannya, kualitas sumber daya manusia

dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman tempat tinggalnya.

Pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman juga diyakini mampu

mendorong kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan

permukiman, sehingga penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat berpotensi

dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya penciptaan lapangan kerja produktif.

Bagi kebanyakan masyarakat golongan menengah ke bawah, rumah juga merupakan

barang modal (capital goods), karena dengan asset rumah dapat dilakukan kegiatan

ekonomi yang mendukung kehidupan dan penghidupannya. Oleh karena itu, maka

permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan

fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai persoalan yang berkaitan

dengan semua dimensi kehidupan di dalam masyarakat. Sebenarnya upaya untuk

merangkum pandangan-pandangan di atas telah dirumuskan secara konseptual dalam

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,

yang menyatakan bahwa perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana

dan sarana lingkungan.

Page 32: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

12

2.2. Kota Baru

Perkotaan didefinisikan sebagai kawasan yang kegiatan utamanya bukan di sektor

pertanian dengan susunan fungsi-fungsi kawasan permukiman perkotaan, pemusatan

dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi

(Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Hal ini sesuai dengan

pendapat Richardson (1977) yang mengatakan bahwa kota merupakan wilayah

administratif yang ditetapkan oleh pemerintah dengan kepadatan penduduk yang sangat

tinggi dan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah terbangun yang dilengkapi

dengan sarana dan prasarana lalulintas dan transportasi, dan kegiatan perekonomian

utamanya adalah kegiatan perekonomian non pertanian. Menurut Gallion (1986) kota

adalah wilayah geografis tertentu yang merupakan tempat terkonsentrasinya manusia,

dan manusia-manusia tersebut melakukan berbagai kegiatan ekonomi.

Berdasarkan definisi tersebut, maka perkotaan bisa dikatakan sebagai suatu

ekosistem yang terbentuk oleh kegiatan manusia. Ekosistem kota sangat tergantung

pada ekosistem lain dalam hal pemenuhan kebutuhan materi dan energi. Menurut azas

lingkungan yang dikemukakan oleh Soeriaatmadja (1977) ekosistem yang kuat (mantap)

akan mengeksploitasi ekosistem yang lebih lemah (tidak mantap). Oleh karena itu

maka jika tidak ada aturan dan kebijakan yang baik, maka akan terjadi eksploitasi

berbagai sumberdaya alam dari ekosistem pedesaan oleh ekosistem kota.

Perkembangan wilayah perkotaan dan tingginya tingkat urbanisasi ke wilayah

perkotaan menyebabkan meningkatnya kepadatan penduduk serta tingginya kebutuhan

lahan hunian. Tingginya lahan hunian ini menjadi faktor penggerak utama terjadinya

perkembangan wilayah pinggiran kota yang tidak terkendali, yaitu urban sprawl. Urban

sprawl ini terjadi karena lambatnya langkah antisipatif perencanaan dan terbatasnya

kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan prasarana dan sarana serta dalam

pengendalian tata ruang dan tata guna lahan yang dapat mendukung fungsi optimum

pelayanan kepada masyarakat perkotaan. Terjadinya urban sprawl ini memunculkan

berbagai permasalahan seperti menurunnya kualitas lingkungan hidup dan kualitas

hunian, tidak tertatanya fisik kota, terbatasnya kapasitas penyediaan pelayanan

prasarana dan sarana dasar, munculnya masalah-masalah sosial ekonomi perkotaan

seperti kesenjangan sosial, kriminalitas dan pengangguran.

Page 33: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

13

Dalam beberapa waktu belakangan ini di dalam kota atau di sekitar kota, atau

malah di lokasi hinterland perkotaan sering terbentuk kota baru baik yang sebelumnya

memang sudah direncanakan, maupun yang tumbuh dengan sendirinya. Visi

pengembangan perkotaan ini juga terlihat dari definisi kota baru yaitu kota yang sama

sekali baru direncanakan dan dikembangkan dan dibangun pada suatu wilayah baru

yang di dalamnya terkandung unsur-unsur tempat tinggal yang lengkap dengan berbagai

prasarana dan sarana pelayanannya, tempat berkarya, tempat rekreasi serta prasarana

penggerak dan sarana perhubungan (Golany, 1976). Definisi tersebut, memberi

beberapa pengertian kota baru, yaitu (i) Kota yang lengkap, yang ditentukan,

direncanakan dan dibangun di suatu wilayah yang belum terdapat konsentrasi penduduk,

(ii) Kota yang dibangun lengkap dalam rangka meningkatkan kemampuan dan fungsi

permukiman atau kota kecil yang telah ada di sekitar kota besar utama untuk membantu

pengembangan dan mengurangi kota induk, (iii) Kota yang mandiri, mampu memenuhi

pelayanan kebutuhan serta kegiatan usahanya sendiri atau sebagian besar penduduknya

(self-contained new town), (iv) Lingkungan permukiman skala besar yang dimaksudkan

untuk mengatasi kekurangan perumahan di suatu kota besar secara fungsional umumnya

masih bergantung pada kota induknya (dependent town). Kota baru ini dapat disamakan

dengan “kota satelit” dari kota utama/kota inti.

Menurut Urban Land Institute (ULI) kota baru merupakan suatu proyek

pembangunan lahan yang luasnya mampu menyediakan unsur-unsur lengkap yang

mencakup perumahan, perdagangan, industri, yang secara keseluruhan dapat

memberikan kesempatan hidup dan bekerja di dalam lingkungan tersebut. Pada kota

baru terdapat spektrum jenis dan harga rumah lengkap, ruang terbuka bagi kegiatan

pasif dan aktif yang permanen dan ruang terbuka yang melindungi kawasan tempat

tinggal dan dampak kegiatan industri, pengendalian, dan estetika yang kuat. Oleh

karena itu maka untuk keperluan pembangunan awal, diperlukan biaya dan investasi

yang cukup besar (Sudjarto, 1993).

Menurut Advisory Commission on Intergovernmental Relation (Sudjarto, 1993),

kota baru adalah:

• Kota yang memungkinkan untuk menunjang berbagai jenis rumah tinggal dan

kegiatan ekonomi sebagai lapangan kerja bagi penduduk di dalam lingkungan itu

sendiri.

Page 34: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

14

• Daerahnya dikelilingi jalur hijau yang menghubungkan secara langsung dari

wilayah pertanian di sekitarnya juga sebagai pembatas perkembangan kota dari segi

jumlah penduduk dan luas wilayahnya.

• Dengan mempertimbangkan kendala dan limitasi yang ada dapat menentukan suatu

proporsi yang peruntukan lahannya sesuai untuk kegiatan industri, perdagangan,

fasilitas, dan utilitas umum, serta ruang terbuka pada proses perencanaannya.

Tujuan pembangunan kotabaru antara lain adalah untuk menampung kelebihan

jumlah penduduk yang tinggal di suatu kota induk yang sudah berkembang dan untuk

menahan terjadinya perpindahan penduduk dari kota-kota sekitar kota induk yang telah

berkembang. Tujuan lainnya adalah untuk mengembangkan wilayah sekitar kota induk,

karena pembangunan kota baru merupakan bagian dari sistem perkotaan yang ditujukan

untuk memantapkan fungsi kota serta keterkaitannya secara fungsional dan spasial agar

dapat berfungsi optimal dalam penyediaan fasilitas sosial dan ekonomi, penyediaan

kebutuhan perumahan dan fasilitas sosial ekonomi.

2.2.1. Beberapa Konsep dan Jenis Kota Baru

Pada dasarnya berdasarkan masanya ada empat jenis kota baru yakni kota baru

masa pra revolusi industri, kota baru masa revolusi industri, kota baru pasca revolusi

industri dan kota baru masa kini. Ke-empat jenis kota baru ini mempunyai konsep

pengembangan yang berbeda antara satu dengan lainnya, begitupun dengan tujuan

pembentukan kota baru tersebut. Untuk lebih jelasnya jenis kota baru, konsep

pengembangan dan tujuan pembentukan kota baru tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Menurut Soegijoko dan Tjahjati (1997), berdasarkan permasalahan kebutuhan dan

perkembanganya, maka kota baru modern yang dikembangkan pada umumnya ada tiga

jenis antara lain:

Kota baru yang dikembangkan sebagai suatu upaya penyelesaian masalah perkotaan

dan internal yang berupa program rehabilitasi, peningkatan kualitas lingkungan, atau

peremajaan bagian kota berskala besar yang sudah tumbuh dan berkembang.

Kedua suatu pembangunan skala besar dari suatu kota kecil sehingga memiliki

kelengkapan setara kota.

Ketiga pembangunan secara desentralisasi melalui pengembangan permukiman baru

setara kota baik yang khusus menyediakan perumahan yang umumnya berada di

Page 35: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

15

wilayah pinggiran kota maupun pada lokasi yang berjarak dekat dengan kota induk

atau suatu permukiman baru yang mandiri pada suatu wilayah yang sama sekali baru

dibuka.

Tabel 1. Konsep kota baru

MasaPengembangan

Kota Baru

Konsep Perkembangan KotaBaru

Tujuan PembentukanKota Baru

Kota Baru masaPra revolusiIndustri

Invasi Migrasi

Penguasaan Kolonial

Eksploitasi Sumber daya alam

Prestise kekuasaanpemerintahan

Pertahanan tanah jajahn Kolonisasi Eksploitasi SDA Migrasi

Kota Baru masarevolusi Industri

Perkembangan teknologi

Industrialisasi besarbesaran

Urbanisasi

Ekonomi Kapitalistik

Peningkatan Produktivitas

Eksploitasi SDA dan Manusia

Industrialisasi Urbanisasi Kapitalisme Eksploitasi SDA dan

Manusia

Kota Baru pascarevolusi Industri Industrialisasi dan urbanisasi

Degradasi Kualitas kehidupan di KotaIndustri

Mengembalikan Kehidupan yang layak danmanusiawi

Meningkatkan kualitaskehidupan yangmanusiawi denganlandasan:

Pembatsan kepadatanpenduduk

Pembentukan lingkunganyang layak dan mandiri

Keserasian lingkungansosisal dan lingkunganfisik

Pengendalian penggunaanKota Baru masakini

Urbanisasi dan indutrialisasi

Perkembangan metropolis dan wilayahmetropolitan

Degradasi kualitas kehidupan kota besarPerkembangan kota secara sporadis dan

kontinu

Menghambat arus urbanisasi danmemperbaiki kualitas kehidupan

Keseimbangan kota desa Pemerataan

pembangunan Menghambat urbanisasi Pemecahan masalah

kebutuhan permukiman Pembangunan kota yang

berwawasan lingkungan

Sumber: Sudjarto, 1993a;1993b.

Page 36: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

16

Selanjutnya secara fungsional Soegijoko dan Tjahjati (1997) membagi

berdasarkan ketiga jenis kotabaru dalam dua kategori berikut ini:

1. Kotabaru Penunjang, yakni kota baru yang tidak mempunyai kekuatan ekonominya

sendiri, sehingga:

secara ekonomis dan fisik tergantung pada kota induknya.

kotabaru sebagai tempat tinggal, kommuter ke induk

pelayanan dari kota induk

jarak dengan kota induk 20 - 40 km

kota yang masuk kota baru penunjang adalah kota baru satelit, kotabaru dalam

kota dan kawasan permukiman skala besar di kota induk

2. Kotabaru Mandiri, yakni kota baru yang secara ekonomis dan fisik memiliki

kemandirian, sehingga merupakan kota baru yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan berkembang secara mandiri

berperan sebagai pusat pengembangan di suatu wilayah

penduduk bermukim dan mencari kehidupan di kotabaru

penduduk bukan “kommuter”

jarak dari kota induk ≥ 40 - 60 km

Kota yang termasuk ke dalam kota baru mandiri adalah kotabaru umum, kotabaru

industri, kotabaru perusahaan (pertambangan, perkebunan), kota baru pusat

pemerintahan dan kota baru instalasi khusus (militer, riset, universitas),

2.2.2 Konsep Kota Baru Berkelanjutan

Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks,

sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-interpretasi.

Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini para ahli sepakat untuk

sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang

menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi

kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004).

Selain definisi operasional di atas, Fauzi (2004) melihat bahwa konsep kota

berkelanjutan dapat diidentikan dengan konsep keberlanjutan itu sendiri sehingga

diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu:

Page 37: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

17

1. Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu

menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan

pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidak seimbangan sektoral yang dapat

merusak produksi pertanian dan industri

2. Keberlanjutan lingkungan, sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus

mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya

alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan

keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungis ekosistem lainnya yang

tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi

3. Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang

mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan,

pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

Menurut Munasinghe (1993), pembangunan kota berkelanjutan mempunyai tiga

tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi, tujuan ekologi, dan tujuan sosial. Tujuan ekonomi

terkait dengan masalah efisiensi dan pertumbuhan. Tujuan ekologi terkait dengan

masalah konservasi sumberdaya alam. Tujuan sosial terkait dengan masalah

pengurangan kemiskinan dan pemerataan. Oleh karena itu, maka tujuan pembangunan

berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara tujuan ekonomi,

tujuan ekologi, dan tujuan sosial.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka setidaknya pembangunan kota baru harus

mengikuti peraturan dan tatanan yang berlaku, sehingga kaidah pembangunan kota

berkelanjutan dapat dipenuhi untuk memperoleh model kebijakan dalam mewujudkan

kota mandiri berkelanjutan.

2.3. Kebijakan Pengembangan Perkotaan

Saat ini pembangunan perkotaan diupayakan untuk ditingkatkan dan

diselenggarakan secara berencana dan terpadu dengan memperhatikan rencana tata

ruang, pertumbuhan penduduk, lingkungan permukiman, lingkungan kerja, serta

kegiatan ekonomi dan sosial lainnya, agar terwujud pengelolaan perkotaan yang efisien,

dan tercipta lingkungan yang sehat, aman, dan nyaman. Sejalan dengan terjadinya

pembangunan kota dan dalam rangka memenuhi kebutuhan penduduk yang ada di

dalamnya, maka pembangunan perumahan dan permukiman di lokasi perkotaan pun

Page 38: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

18

lebih ditingkatkan dan diperluas hingga dapat makin merata dan menjangkau

masyarakat berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan permukiman

tersebut, tetap memperhatikan rencana tata ruang dan keterkaitan serta keterpaduannya

dengan lingkungan sosial di sekitarnya.

Kaitan dengan terjadinya pembangunan kota secara pesat ini, maka air, tanah dan

lahan yang mempunyai nilai ekonomi dan fungsi sosial, pemanfaatannya perlu diatur

dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi bagi sebesar-besarnya

kesejahteraan rakyat melalui berbagai penggunaan, terutama untuk kepentingan

permukiman, pertanian, kehutanan, industri, pertambangan, dan kelistrikan serta

prasarana pembangunan lainnya.

2.4. Perkembangan Penduduk Perkotaan

Hingga saat ini kota masih merupakan tempat tujuan untuk memperjuangkan

harapan, oleh karena itu maka pertumbuhan penduduk di perkotaan lebih pesat

dibanding di pedesaan. Hal ini dapat terjadi karena adanya:

a. Pertumbuhan penduduk alamiah, yang berasal dari selisih antara jumlah penduduk

yang dilahirkan dengan jumlah penduduk yang meninggal dunia.

b. Migrasi penduduk yang merupakan selisih jumlah penduduk yang masuk ke suatu

kota dengan jumlah penduduk yang pergi meninggalkan kota.

c. Reklasifikasi status kawasan yakni perbedaan dalam definisi perkotaan antara satu

sensus dengan sensus lain, selain itu juga terjadi karena adanya perluasan batas

wilayah kawasan perkotaan atau berubahnya status kawasan dari pedesaan menjadi

perkotaan.

Diantara ketiga hal yang penyebab pertumbuhan penduduk perkotaan, yang

pengaruhnya paling kecil adalah pertumbuhan penduduk secara alami; sedangkan faktor

yang paling dominan dalam pertumbuhan penduduk perkotaan adalah migrasi dan

reklasifiksi status kawasan. Hal ini terjadi karena ada faktor pendorong dan faktor

penarik yang menyebabkan masyarakat melakukan migrasi menuju perkotaan. Adapun

yang dimaksud dengan faktor pendorong di sini adalah kekuatan dari luar perkotaan

(kekuatan eksternal), sedangkan faktor penarik adalah kekuatan yang berasal dari dalam

perkotaan itu sendiri (kekuatan internal). Ada berbagai kekuatan eksternal yang

mempengaruhi perkembangan perkotaan, salah satu diantaranya adalah urbanisasi

berupa migrasi penduduk perdesaan ke kawasan perkotaan akibat sektor pertanian tidak

Page 39: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

19

mampu lagi menyediakan lapangan kerja. Faktor eksternal ini diperkuat oleh faktor

internal berupa ketersediaan infrastruktur yang relatif lengkap dan ketersediaan moda

angkutan yang relatif mudah dan murah, yang mengakibatkan konsentrasi kegiatan

ekonomi di perkotaan semakin besar; sehingga semakin memperkuat dalam menarik

penduduk pedesaan untuk bermigrasi ke perkotaan. Hal ini tentu saja akan semakin

memicu terjadinya reklasifikasi kawasan dalam bentuk perluasan wilayah kota dan

munculnya kawasan perkotaan baru. Untuk lebih jelasnya perkembangan penduduk

perkotaan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perkembangan penduduk perkotaan

Sumber: Hasil Sensus Penduduk 1980-2010 (Badan Pusat Statistik)

Perkembangan kawasan perkotaan pada umumnya akan terjadi apabila di wilayah

perkotaan dan wilayah sekitarnya terjadi perubahan penggunaan lahan. Contoh untuk

hal ini adalah wilayah Jabodetabek pada kurun waktu 1992-2001, dalam hal ini pada

kurun waktu tersebut terjadi penurunan luasan lahan hutan dan pertanian kurang-lebih

19% (Djakapermana, 2004). Terjadinya penurunan luasan lahan hutan dan pertanian

tersebut diduga karena adanya alih fungsi dari kawasan hutan dan pertanian menjadi

lahan yang kurang dapat menyerap air dan mengakibatkan meluasnya lahan terbuka dan

kawasan permukiman yang luasnya mecapai 13,70%. Kondisi ini pada akhirnya akan

memperbesar terjadinya run off yang dapat mengakibatkan sering terjadinya banjir.

Adapun sisa lahan yang tidak digunakan untuk permukiman (sebesar 4,99%) merupakan

1980 1990 2000 2010 2015

Penduduk Kota 32.85 54.06 85 117.5 150

Penduduk Nasional 147.09 182.1 207.32 228.66 250

0

50

100

150

200

250

300

JumlahPenduduk

Kota (Juta)

Tahun

Page 40: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

20

lahan bervegetasi campuran dan lahan lainnya, yang diduga akan memperbesar

terjadinya run off .

Meningkatnya penggunaan lahan permukiman berkaitan dengan perkembangan

perkotaan, telah melahirkan banyak perumahan baru, baik berskala kecil maupun

berskala besar (Hidayat, 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa pembangunan

permukiman skala besar (>500 ha) mulai terjadi pada tahun 1990-an, yang tidak lain

merupakan era mulai dibangunnya kota-kota baru oleh pengembang swasta.

Dibangunnya beberapa kawasan perumahan di wilayah perkotaan, mengakibatkan

terjadinya perubahan penggunaan lahan, karena lahan tersebut dijadikan kawasan

perumahan, sebagai contoh perubahan yang terjadi di wilayah Jabodetabekjur yang

dapat dilihat pada Tabel 2. Adapun lokasi perumahan, luasnya serta pengembang yang

membangunnya di lokasi tersebut dan kawasan permukiman skala besar (>500 Ha) di

Wilayah Jabotabekjur dapat dilihat pada Tabel 3.

Aktivitas penduduk perkotaan (rumah tangga, industri, transportasi, perdagangan

dan lain-lain) menghasilkan berbagai macam limbah. Namun padatnya penduduk yang

ada diperkotaan mengakibatkan melimpahnya sampah dan limbah cair yang ada di

perkotaan (The Study on Urban Drainage and Waste Water Disposal Project In The

City of Jakarta, 1990) sebagai contoh, sampah rumah tangga di DKI Jakarta mencapai

70% dari seluruh sampah yang dihasilkan dan jumlahnya tidak kurang dari dari

12.000m3 (Sutjahjo et al., 2005). Melimpahnya sampah ini mengakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan antara jumlah materi (berupa limbah/sampah) yang perlu diproses

dengan kemampuan decomposer dalam memprosesnya. Akibatnya maka proses

dekomposisi tidak dapat berlangsung sempurna, sehingga dari bahan organik akan

dihasilkan berbagai gas beracun dan berbagai bahan yang akan mencemari lingkungan

(Martin et al., 1985). Limbah itu sebagian masuk ke badan air dan terjadi akumulasi

bahan pencemar. Kemampuan alam untuk memurnikan air sangat terbatas dan

membutuhkan waktu yang sangat lama (Riani et al., 2005). Selanjutnya dikatakan

bahwa perkembangan perkotaan yang pesat, menyebabkan kemampuan badan air untuk

memurnikan limbah menjadi semakin rendah, akibatnya terjadi pencemaran berat di

beberapa badan air yang melewati daerah perkotaan.

Page 41: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

21

Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan di Wilayah Jabodetabek tahun 1992-2001

No.Jenis penggunaan

LahanTahun 1992 Tahun 2001 Perubahan

(Ha) (%) (Ha) (%) (%)1 Lahan terbuka 142.718,90 19,94 169.276,80 23,65 + 3,712 Lahan pertanian 104.186,40 14,55 104.108,90 14,54 - 0,01

3 Lahan bervegetasicampuran 179.614,70 24,67 183.534,80 25,64 + 0,97

4 Hutan 197.792,00 27,63 64.084,14 8,95 - 18,685 Permukiman 68.169,24 9,52 139.684,10 19,51 + 9,99

6 Lahan lainnya 26.351,64 3,68 55.144,35 7,70 + 4,02

Jumlah 715.832,90 100,00 715.832,90 100,00Sumber: Djakapermana,2004

Tabel 3. Beberapa kawasan permukiman skala besar (>500 Ha) di Wilayah Jabotabekjur

Keterangan : **= tidak ada data.Sumber : * Hidayat (2005)

No. Nama Luas (Ha) Lokasi1 Lipo Cikarang* 5000 Kab. Bekasi

2 Cikarang Baru* 2000 Kab. Bekasi

3 Kota Legenda (Bekasi 2000)* 2000 Kab & Kodya Bekasi

4 Harapan Indah* 800 Kab. Bekasi

5 Bukit Jonggol Asri* 30000 Kab. Bogor

6 Citra Indah* 1000 Kab. Bogor

7 Kota Taman Metropolitan* 600 Kab. Bogor

8 Kota Wisata* 1000 Kab. Bogor

9 Bukit Sentul* 2000 Kab. Bogor

10 Rancamaya* 550 Kab. Bogor

11 Kota Cileungsi* 2000 Kab.Bogor

12 Resort Danau Lido* 1700 Kab. Bogor

13 Taruma Resort* 1100 Kab. Bogor

14 Talaga Kahuripan* 750 Kab. Bogor

15 Maharani Citra Pertiwi * 1679 Kab. Bogor

16 Kotabaru Tigaraksa * 3000 Kab. Tangerang

18 Puri Jaya * 7145 Kab. Tangerang

19 Citra Raya * 3000 Kab. Tangerang

20 Lippo Karawaci* 2000 Kab. Tangerang

21 Gading serpong * 1500 Kab. Tangerang

22 Bintaro Jaya * 2321 Kab. Tangerang

23 Bumi Serpong Damai* 6000 Kab. Tangerang

24 Pantai Indah Kapuk* 800 DKI Jakarta

25 Bukit Harmoni ** Cianjur

26 Kota Bunga ** Cianjur

27 Green Apple Village ** Cianjur

28 Mutiara Depok ** Depok

29 Depok Asri ** Depok

Page 42: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

22

Besarnya beban pencemaran pada air dapat dicermati dari kualitasnya. Kualitas

air dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

a. Kelas I dapat digunakan sebagai bahan baku air minum;

b. Kelas II dapat digunakan untuk prasarana dan sarana rekreasi air dan perikanan;

c. Kelas III dapat digunakan untuk pertanian dan budidaya ikan air tawar;

d. Kelas IV untuk mengairi pertamanan.

Berdasarkan pembagian segmennya, kualitas badan air, dalam hal ini sungai

menjadi beberapa kelas. Sebagai contoh klasifikasi di Sungai Ciliwung berkisar dari

kelas II hingga kelas IV. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 (Kompas, 18

November 2005).

Tabel 4. Kualitas air Sungai Ciliwung

Segmen Lokasi Kualitas air

1 Cisarua kabupaten Bogor Kelas II

2 Kota Bogor Kelas IV

3 Cibinong Kabupaten Bogor Kelas III

4. Kota Depok Kelas IV

5. DKI Jakarta Tidak masuk pada kelas manapunSumber : KLH (Kompas 18 November 2005)

Tabel 4 memperlihatkan bahwa kualitas air di wilayah perkotaan seperti Kota

Bogor dan Depok buruk (kulitas IV), dan hanya layak untuk dipakai mengairi

pertamanan, atau tidak layak untuk bahan baku air minum. Bahkan di DKI Jakarta

kualitas air Sungai Ciliwung sangat buruk, sehingga tidak layak untuk pertamanan

sekalipun. Kualitas air Sungai Ciliwung yang buruk di wilayah perkotaan diduga

berkaitan dengan besarnya limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Berdasarkan

data dari Urban and Regional Development Institute (URDI), di wilayah Bodetabek,

sampah yang dapat dikelola hanya 20 -30 % dari total volume produksi sampah per hari,

sisanya dibuang ke sungai, selokan atau kanal (URDI, 2000 dalam Djakapermana,

2004).

2.5. Kebijakan

Kebijakan (policy) adalah suatu tindakan untuk mencapai tujuan tertentu, yang

dikaitkan dengan pertanyaan yang harus dijawab dan juga harus dihubungkan dengan

institusi atau lembaga yang diamati atau dipelajari. Kebijakan merupakan keputusan

Page 43: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

23

tetap yang dicirikan konsistensi dan pengulangan perilaku dalam rangka memecahkan

persoalan dan mematuhi keputusan yang telah ditetapkan (Jones, 1984). Dengan

demikian, kebijakan bersifat dinamis, sebagai akibat adanya konsistensi dan

pengulangan perilaku untuk memecahkan masalah umum.

Menurut Davis et al. (1993) kebijakan tidak berdiri sendiri (single decision)

tetapi merupakan bagian dari proses antar hubungan. Kebijakan merupakan salah satu

alat pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran. Oleh karena itu maka pembuatan

kebijakan harus dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan tepat. Karena pembuatan

kebijakan yang dilakukan dengan sekedarnya akan menghasilkan kebijakan yang tidak

tepat. Menurut Caiden (1971) kesulitan membuat kebijakan yang tepat disebabkan oleh

sulitnya mendapatkan informasi yang cukup, sehingga sulit disimpulkan. Selain itu

juga dapat disebabkan oleh adanya berbagai macam kepentingan pada setiap sektor dan

instansi, adanya umpan balik keputusan bersifat sporadis, dan pembuat kebijakan tidak

terlalu faham dengan perumusan kebijakan. Oleh karena itu untuk terciptanya

kebijakan yang tepat (appropriateness), pemerintah harus bekerja secara seksama mulai

dari membuat rancangan atau rencana kebijakan, formulasi rencana kebijakan,

pelaksanaan di lapangan, dan proses evaluasi sebagai umpan balik terhadap proses

rancangan kebijakan. Dalam proses kebijakan itu sendiri diberikan seperangkat metode,

strategi dan teknik dalam penyusunan kebijakan dengan melibatkan semua pihak terkait.

Agar tercapai keinginan, tujuan dan sasaran. Kebijakan dapat berbentuk negatif seperti

larangan atau berbentuk positif seperti pengarahan untuk melaksanakan atau

menganjurkan.

Menurut Rees (1990), pelaksanaan kebijakan formal sangat tergantung pada

bagaimana kebijakan itu diinterpretasikan, diimplementasikan dan diberlakukannya

keputusan tersebut kepada masyarakat. Dalam implementasinya supaya kebijakan yang

dibuat tampak sangat dinamis, maka penyusunan kebijakan sangat dipengaruhi oleh

seberapa jauh wewenang yang diberikan oleh badan eksekutif, bagaimana karakteristik

badan eksekutif, metode apa yang digunakan untuk menggunakan sumberdaya alam dan

peraturan apa yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut.

Prinsip-prinsip pembuatan kebijakan yang ideal harus mengikuti tahapan (Rees,

1990). Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan juga seringkali tampak irasional, karena

kebijakan yang diterima suatu masyarakat belum tentu dapat diterima oleh masyarakat

Page 44: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

24

1Analisis

DeterminasiKebijakan

Monitoring danEvaluasi

Kebijakan

Informasi untukKebijakan

AnalisisIsi Kebijakan

AdvokasiKebijakan

AnalisisKebijakan

Analisis untukKebijakan

2 3 4 5

yang lain. Oleh karena itu kebijakan perlu diformulasikan sedemikian rupa sesuai

dengan fungsinya sebagai pengarah, penyelia dan sekaligus sebagai kontrol kewenangan

dan tanggung jawab masing-masing pelaku kebijakan.

Menurut Abidin (2002) pemilihan kebijakan yang baik dan tepat akan terjadi

apabila memenuhi kriteria:

1. Efektifitas (efectiveness), mengukur apakah pemilihan sasaran dapat menghasilkan

tujuan akhir yang diinginkan. Oleh karena itu maka strategi kebijakan yang dipilih

idealnya dilihat dari kapasitasnya dalam memenuhi tujuan dalam rangka

memecahkan masalah yang ada di masyarakat.

2. Efisiensi (economic rationality), mengukur besarnya pengorbanan atau ongkos yang

harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan atau efektifitas tertentu;

3. Cukup (adequacy), mengukur pencapaian hasil yang diharapkan dengan

sumberdaya yang ada;

4. Adil (equity), mengukur hubungan dengan penyebaran atau pembagian hasil dan

ongkos atau pengorbanan diantara berbagai pihak dalam masyarakat;

5. Terjawab (responsiveness), dapat memenuhi kebutuhan atau dapat menjawab

permasalahan tertentu dalam masyarakat;

6. Tepat (appropriateness), merupakan kombinasi dari kriteria yang disebutkan

sebelumnya.

2.6. Analisis dan Proses Kebijakan

Analisis mengandung tujuan dan relasi yang berbeda dengan proses kebijakan.

Jenis analisis kebijakan terdiri dari rangkaian aktivitas pada spektrum pengetahuan

dalam proses kebijakan, pengetahuan untuk proses kebijakan dan pengetahuan tentang

proses kebijakan. Parsons (2005) secara definitif menetapkan variasi ini di sepanjang

sebuah kontinum seperti disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4. Variasi analisis kebijakanSumber: Parsons, 2005

Page 45: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

25

Gambar 4 di atas menerangkan bahwa dalam analisis kebijakan mencakup

determinasi kebijakan dan isi kebijakan. Determinasi kebijakan ini adalah analisis yang

berkaitan dengan cara pembuatan kebijakan, mengapa, kapan dan untuk siapa kebijakan

tersebut dibuat. Adapun isi kebijakan adalah analisis yang mencakup deskripsi tentang

kebijakan tertentu dan bagaimana kebijakan tersebut berkembang dalam hubungannya

dengan kebijakan sebelumnya. Analisis isi kebijakan ini bisa juga didasari oleh

informasi yang disediakan oleh kerangka nilai teoritis yang mencoba memberikan kritik

terhadap kebijakan. Monitoring dan evaluasi kebijakan adalah analisis yang bertujuan

untuk mengkaji bagaimana kinerja kebijakan dengan mempertimbangkan tujuan

kebijakan, dan apa dampak kebijakan terhadap suatu persoalan tertentu. Variasi

terakhir dari kontinum di atas adalah analisis untuk kebijakan yang mencakup advokasi

kebijakan berupa riset dan argumen yang dimaksudkan untuk mempengaruhi agenda

kebijakan di dalam dan atau di luar pemerintahan. Informasi untuk kebijakan adalah

analisis yang bertujuan untuk memberi informasi bagi aktivitas pembuatan kebijakan,

sehingga bisa berbentuk anjuran atau riset eksternal/internal yang terperinci tentang

aspek kualitatif dan judgemental dari suatu kebijakan.

Menurut Quade (1976) analisis kebijakan terkait erat dengan penggunaan beragam

teknik untuk rneningkatkan atau merasionalkan proses pembuatan kebijakan misalnya,

mengekspresikan pandangan bahwa tujuan utama analisis ini adalah untuk membantu

pembuat keputusan dalam membuat pilihan yang lebih baik ketimbang yang dibuat

pihak lain. Dengan demikian maka analisis ini berhubungan dengan manipulasi efektif

dunia nyata. Ada tiga tahap yang harus dilalui oleh analisis ini yakni pertama,

penemuan, yaitu usaha untuk menemukan alternatif yang memuaskan dan terbaik di

antara alternatif-alternatif yang tersedia; kedua penerimaan, yakni mengupayakan agar

temuan itu bisa diterima dan dimasukkan ke dalam kebijakan atau keputusan; ketiga

implementasi, yakni menerapkan keputusan kebijakan tanpa ada perubahan terlalu

banyak, namun dapat membuat alternatif tersebut menjadi tidak memuaskan.

Pada dasarnya ada tiga jenis analisis kebijakan yaitu analisis kebijakan yang

bersifat prospektif yang menganalisis tentang kebijakan yang berlangsung sebelum aksi

kebijakan. Analisis ini meliputi tahap-tahap identifikasi masalah,

prakiraan, identifikasi alternatif-alternatif strategis kebijakan, pilihan dan rekomendasi

kebijakan. Kedua, analisis kebijakan restrospektif yaitu analisis yang dilakukan sesudah

Page 46: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

26

aksi kebijakan. Analisis ini digunakan untuk menilai sesudah dilakukan aksi kebijakan

atau menilai proses pelaksanaan dan hasilnya, contoh dari analisis ini adalah monitoring

dan evaluasi. Jenis analisis ketiga, adalah integrasi dan analisis prospektif dan

restrospektif. Analisis ini dapat dilakukan baik sebelum aksi kebijakan maupun

sesudah dilakukan aksi kebijakan (Dunn, 1998).

Menurut Abidin (2002) agar pada setiap tahap analisis memberikan hasil yang

relevan, maka identifikasi masalah idealnya harus dapat menghasilkan informasi tentang

rumusan masalah, prakiraan memberikan gambaran masa depan yang masuk akal, dan

masa depan yang dikehendaki. Identifikasi alternatif memberikan informasi tentang

strategi pemecahan masalah. Pilihan strategis akan menghasilkan informasi

rekomendasi untuk dimanfaatkan oleh yang berwenang, sehingga pada akhirnya

menghasilkan aksi kebijakan. Monitoring akan menghasilkan informasi tentang proses

pelaksanaan dalam hubungan dengan kinerja pada setiap waktu, sedangkan evaluasi

kebijakan akan memberi informasi tentang dampak secara keseluruhan akibat

diterapkannya suatu kebijakan. Selanjutnya dikatakan bahwa dari ketiga analisis

kebijakan di atas, jenis informasi dan bentuk kebijakan pada setiap jenis kebijakan dapat

dibeda-bedakan. Untuk lebih jelasnya perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Menurut Dunn (1998) metoda analisis kebijakan menyediakan informasi yang

berguna untuk menjawab lima pertanyaan. Adapun pertanyaan tersebut adalah apa

hakekat permasalahannya, kebijakan apa yang pernah ada atau pernah dibuat untuk

mengatasi masalah dan apa hasilnya dan seberapa bermakna hasil tersebut dalam

memecahkan masalah, alternatif kebijakan apa yang tersedia untuk menjawab, dan

hasil apa yang dapat diharapkan. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut

akan membuahkan informasi tentang masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi

kebijakan, hasil kebijakan dan kinerja kebijakan.

Tabel 5. Jenis informasi pada setiap jenis kebijakan

Sumber : KLH (Kompas 18 November 2005)

No. Jenis kebijakan Jenis informasi

1. Prospektif Prediksi Evaluasi Preskripsi -

2. Retropspektif Deskripsi Evaluasi - -

3. Integratif Deskripsi Prediksi Evaluasi Preskripsi

Page 47: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

27

Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim

dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu definisi, prediksi, preskripsi,

deskripsi, dan evaluasi. Perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi

mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. Peramalan (prediksi)

menyediakan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah

kebijakan. Peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa

mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu.

Rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif

dari konsekuensi di masa depan dari suatu permasalahan. Pemantauan (deskripsi)

menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya

alternatif kebijakan. Evaluasi akan menyediakan informasi mengenai nilai atau

kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengentasan masalah. Kelima prosedur

analisis tersebut disajikan pada Gambar 5.

2.7. Pelestarian dan Degradasi Lingkungan

Menurut Undang-undang No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,

pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara

kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung

lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan mahluk

hidup, dan daya tampung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan kedalamnya.

Daya tampung lingkungan juga disebut daya lenting yaitu kemampuan suatu sistem

untuk pulih setelah terkena gangguan (Sumarwoto, 1989). Semakin tinggi daya

tampungnya, maka semakin besar pula daya dukungnya. Daya dukung dinyatakan

dalam jumlah maksimum mahluk yang dapat didukung dalam suatu lingkungan atau

daerah tertentu tanpa adanya degradasi sumber daya alam yang dapat menurunkan

populasi maksimumnya di masa datang (Odum, 2004). Degradasi sumber daya alam

dapat terjadi secara alami maupun oleh kegiatan manusia. Pencemaran oleh sampah dan

air limbah domestik maupun industri berhubungan dengan pengelolaan lahan perkotaan

dan industri yang tidak memadai (Barrow, 1991).

Page 48: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

28

Gambar 5. Analisis

2.8. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Tata Ruang

Terjadinya pertambahan jumlah penduduk disertai dengan perkembangan kota

dan desa menyebabkan penggunaan lahan menjadi bersaing.

yang subur, akan mendapat ancaman dan tekanan yang lebih besar

digunakan untuk perluasan f

seperti perumahan, jalan raya, pasar dan lapangan terbang (Sitorus, 2004).

itu maka perencanaan pengembangan sumberdaya lahan (

planning) merupakan hal penting dala

Perencanaan penggunaan lahan adalah merencanakan penggunaan lahan lingkungan

hidup manusia mulai dari skala kecil sampai

sumberdaya lahan dapat dilakukan secara intensif

Hal ini sejalan dengan pernyataan

perencanaan penggunaan lahan merupakan proses inventarisasi dan penilaian keadaan

(status), potensi dan pembatas

yang berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang yang menaruh

perhatian terhadap daerah tersebut dalam menentukan kebutuhan mereka, keinginan dan

aspirasinya untuk masa

penggunaan lahan adalah untuk memberikan pengarahan dalam proses pengambilan

keputusan tentang penggunaan lahan

HasilKebijakan

Pemantauan

Evaluasi

Perumusan

Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalahSumber: Dunn, 1998

gelolaan Sumberdaya Lahan dan Tata Ruang

ertambahan jumlah penduduk disertai dengan perkembangan kota

dan desa menyebabkan penggunaan lahan menjadi bersaing. Bahkan l

mendapat ancaman dan tekanan yang lebih besar

luasan fasilitas atau sarana dalam memenuhi ke

seperti perumahan, jalan raya, pasar dan lapangan terbang (Sitorus, 2004).

itu maka perencanaan pengembangan sumberdaya lahan (land resource development

) merupakan hal penting dalam pemanfaatan sumberdaya lahan berkelanjutan.

erencanaan penggunaan lahan adalah merencanakan penggunaan lahan lingkungan

hidup manusia mulai dari skala kecil sampai skala besar. Tujuannya agar penggunaan

sumberdaya lahan dapat dilakukan secara intensif dan efisien secara berkesinambungan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Soil Conservation Society of America

perencanaan penggunaan lahan merupakan proses inventarisasi dan penilaian keadaan

(status), potensi dan pembatas-pembatas dari suatu daerah tertentu dan sumberdayanya,

yang berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang yang menaruh

perhatian terhadap daerah tersebut dalam menentukan kebutuhan mereka, keinginan dan

aspirasinya untuk masa yang akan datang. Adapun fungsi utama pe

penggunaan lahan adalah untuk memberikan pengarahan dalam proses pengambilan

keputusan tentang penggunaan lahan, sehingga sumberdaya lahan dan lingkungan

MasalahKebijakan

KinerjaKebijakan

Masa DepanKebijakan

AksiKebijakan

Peramalan

Rekomendasi

Perumusanmasalah

Perumusanmasalah

Perumusanmasalah

Perumusanmasalah

ada masalah

ertambahan jumlah penduduk disertai dengan perkembangan kota

Bahkan lahan pertanian

mendapat ancaman dan tekanan yang lebih besar karena akan

kebutuhan umum

seperti perumahan, jalan raya, pasar dan lapangan terbang (Sitorus, 2004). Untuk

and resource development

m pemanfaatan sumberdaya lahan berkelanjutan.

erencanaan penggunaan lahan adalah merencanakan penggunaan lahan lingkungan

agar penggunaan

dan efisien secara berkesinambungan.

ciety of America (1982) bahwa

perencanaan penggunaan lahan merupakan proses inventarisasi dan penilaian keadaan

aerah tertentu dan sumberdayanya,

yang berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang yang menaruh

perhatian terhadap daerah tersebut dalam menentukan kebutuhan mereka, keinginan dan

ungsi utama perencanaan

penggunaan lahan adalah untuk memberikan pengarahan dalam proses pengambilan

sehingga sumberdaya lahan dan lingkungan

Masa DepanKebijakan

Peramalan

Rekomendasi

Page 49: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

29

ditempatkan pada penggunaan yang paling menguntungkan bagi manusia, sekaligus

mengkonservasinya untuk penggunaan di masa yang akan datang (Sitorus, 2004).

Menurut Sitorus (2004) dalam operasionalnya perencanaan penggunaan lahan

bertujuan untuk (1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat dalam

mengupayakan terciptanya penggunaan lahan yang optimal, (2) mencegah adanya salah

urus yang menyebabkan lahan rusak, sehingga penggunaan lahan tidak

berkesinambungan, (3) mencegah adanya tuna kendali dalam mengupayakan

penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali, (4) menyediakan

lahan untuk keperluan pembangunan yang terus meningkat, dan (5) memanfaatkan

lahan sebesar-besarnya untuk kemakmuran manusia.

Menurut Sitorus (2004) pengelolaan diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu

untuk mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan,

pengelolaan lingkungan dapat diartikan sebagai upaya terpadu untuk mengembangkan

strategi untuk menghadapi, menghindari dan menyelesaikan penurunan kualitas

lingkungan dan untuk mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan

pembangunan yang berwawasan lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa pengelolaan

sumberdaya lahan adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang

lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut secara

berkelanjutan. Pada dasarnya terdapat dua fungsi dalam pengelolaan sumberdaya lahan

secara garis besar, yaitu (1) tujuan fisik yang dinyatakan atau diukur dalam satuan-

satuan fisik seperti produksi per hektar dan lain-lain dan dinyatakan dalam satuan-

satuan volume atau berat dari hasil yang diperoleh, dan (2) tujuan ekonomis, yakni

diukur dalam terminologi ekonomi seperti pendapatan bersih maksimum. Lebih lanjut

dikatakan bahwa sistem pengelolaan lahan mencakup lima unsur, yang dalam sistem

pengelolaan lahan harus dilihat sebagai suatu deretan unsur yang satu sama lain saling

mengisi, yaitu: (1) Perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, (2)

Tindakan-tindakan khusus konservasi tanah dan air, (3) Menyiapkan tanah dalam

keadaan olah yang baik, (4) Menggunakan sistem pergiliran tanaman yang tersusun

baik, dan (5) Menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi pertumbuhan

tanaman.

Lal dan Pierce (1991) menyatakan bahwa manajemen sumberdaya lahan di masa

depan harus mampu: (1) mempertahankan dan memperbaiki kualitas sumberdaya lahan,

Page 50: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

30

(2) memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan kualitas sumberdaya lahan, air

dan udara, serta (3) menyediakan kebutuhan makanan dan serat secara ekonomis dan

sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa prinsip manajemen di masa depan adalah

mengelola lahan dalam ruang (space) dan waktu (time). Dalam kerangka ini diusulkan

tiga prinsip manajemen spesifik yaitu: (1) berusaha tani dengan soilscape (tanah dan

landscape), (2) mengelola zona di lapangan, dan (3) mengelola periode bera/tidak

ditanami (non crop).

Masalah yang sering terkait dengan tata ruang adalah ketidaktaatan azas

(inconsistencies) antara rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan apa yang terjadi

dalam pelaksanaannya. Sesungguhnya RTRW dimaksudkan sebagai alat koordinasi

pembangunan sektor, artinya pembangunan sektor-sektor harus mengacu kepada

RTRW. Menurut Djakapermana (2004) penataan ruang mencakup proses perencanaan

tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata

ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi rencana tata ruang wilayah (RTRW)

Nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Pemanfaatan ruang merupakan wujud

operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan. Pengendalian

pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap

pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW. Penataan ruang bertujuan

agar pemanfaatan ruang menjadi berwawasan lingkungan, pengaturan pemanfaatan

ruang pada kawasan lindung dan budidaya dapat terlaksana, dan pemanfaatan ruang

yang berkualitas dapat tercapai. Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk

menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan pertumbuhan

ekonomi dan pemerataannya.

2.9. Pencemaran

Semakin meningkatnya kegiatan antropogenik, maka semakin meningkat pula

tingkat pencemaran (Fardiaz, 1992). Selanjutnya dikatakan bahwa pencemaran akan

terjadi baik di perairan, udara maupun tanah. Pada pencemaran perairan seperti pada

sungai, secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan saja. Pada sungai

yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah bahan pencemar akan mengalami

pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah, namun pada sungai

yang arusnya lemah dan pergantian airnya tidak banyak, seringkali mengalami

Page 51: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

31

pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang cukup tinggi.

Selain itu arus yang lemah juga mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen

terlarut.

Menurut Odum (1971) pencemaran adalah perubahan sifat-sifat fisik, kimia

maupun biologi yang tidak dikehendaki yang dapat terjadi baik pada udara, tanah

maupun air. Menurut Sutamihardja (1982) berdasarkan sumbernya bahan pencemar

atau zat pencemar terbagi menjadi dua, yaitu yang berasal dari alam dan yang berasal

dari kegiatan manusia.

Ada berbagai parameter yang merupakan penanda bahwa suatu perairan telah

tercemar. Namun demikian indikator pencemaran air yang umum dilihat dapat

diketahui melalui: perubahan suhu, pH, warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan,

koloidal, bahan terlarut, jumlah padatan, nilai BOD, COD, mikroorganisme, kandungan

minyak, logam berat dan meningkatnya radioaktivitas air lingkungan (Manahan, 2002).

Bahan buangan (limbah) dikelompokkan sebagai berikut: limbah padat, limbah organik,

limbah anorganik, limbah olahan bahan makanan, limbah cairan berminyak, limbah zat

kimia, dan limbah berupa panas.

Pada dasarnya perairan tidak memiliki batas-batas yang jelas, sehingga

pencemaran air dapat berakibat sangat luas (Sutamihardja 1982). Selanjutnya dikatakan

bahwa terjadinya pencemaran (perubahan-perubahan) tersebut sebagian besar berasal

dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, baik di darat maupun di

pesisir. Keadaan demikian juga dipengaruhi pula oleh adanya pergerakan massa air,

angin dan arus yang terjadi di perairan atau di perairan laut terjadi di sepanjang pantai.

Aktivitas manusia merupakan sumber terbesar dari pencemaran, karena itu

pengendaliannya harus dilakukan dengan mengendalikan aktivitas manusia itu sendiri,

di samping pengendalian sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas alam

seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain. Beberapa sumber pencemar dapat pula

berasal dari aktivitas alam (terjadi secara alami) seperti letusan gunung berapi dan angin

ribut. Khusus untuk terjadinya pencemaran alami, sangat sulit untuk menghindarinya.

Pada umumnya pencemaran di negara berkembang seperti halnya Indonesia

paling banyak beasal dari kegiatan industri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian El-

Fadel et al. (2001) yang memperlihatkan bahwa industri-industri di negara berkembang

seperti Lebanon menghasilkan limbah padat sebanyak 346.730 ton/tahun, limbah cair

Page 52: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

32

sebanyak 20.169.600 m3/tahun, dan limbah B3 sebanyak 3000 - 15000 ton/tahun.

Meskipun pertumbuhan sektor industri di Lebanon memberi kontribusi secara signifikan

terhadap perkembangan sosial- ekonomi negara tersebut (17% dari produk domestik

kasar), tetapi tanpa adanya rencana pengelolaan lingkungan yang komprehensif, maka

keberlanjutan perkembangan industri tidak dapat mencapai millenium yang akan datang.

Antisipasi ekspansi industri diperkirakan akan meningkatkan dampak negatif

lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas industri akibat peningkatan volume limbah

serta penanganan dan pembuangan limbah yang tidak tepat. Dampak-dampak negatif

ini kemudian diperparah dengan kurangnya kerangka institusi, minimnya hukum

lingkungan, dan kurangnya pemberdayaan peraturan tentang pengelolaan limbah

industri.

Pertumbuhan populasi yang pesat, serta perkembangan teknologi dan industri

yang cepat mengakibatkan sejumlah besar masalah dan degradasi lingkungan, oleh

karenanya diperlukan perhatian yang sangat serius terhadap kerusakan lingkungan

tersebut. Menurut Najm et al. (2002) adanya perhatian yang terus meningkat terhadap

lingkungan serta pemulihan materi dan energi secara berangsur-angsur telah relatif

dapat mengubah orientasi pengelolaan dan perencanaan limbah padat. Selanjutnya

Najm et al. (2002) memperkenalkan model pengelolaan limbah padat hemat biaya yang

berkelanjutan dengan memperhitungkan laju penambahan limbah padat, komposisi,

pengoleksian, perlakuan, pembuangan serta dampak lingkungan potensil dari berbagai

teknik pengelolaan limbah padat. Khusus untuk limbah cair juga harus diperhatikan

secara seksama, untuk itu Al Yaqout (2003) memberikan solusi bagi pembuangan

limbah cair industri di Kuwait yang memiliki iklim kering dengan membuat kolam

evaporasi. Namun demikian menurut Muthukumaran1and Ambujam (2003)

pengumpulan dan penanganan limbah cair perkotaan merupakan masalah kritis pada

negara yang sedang berkembang seperti India.

Mengingat limbah cair perkotaan merupakan masalah kritis pada negara yang

sedang berkembang, maka Nhapi (2004) menyarankan bahwa untuk mengontrol muatan

pencemaran dan untuk menghilangkan kontaminan yang telah terakumulasi selama

bertahun-tahun (khususnya pengurangan aliran nutrien ke dalam danau) di Danau

Chivero, India, diperlukan pendekatan strategi tiga tahapan untuk pengelolaan air

limbah. Tahapan pendekatan ini meliputi: 1) pencegahan/penurunan pencemaran pada

Page 53: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

33

sumber, 2) treatment air penggunaan ulang, dan 3) pembuangan dengan stimulasi

kapasitas purifikasi alami dari badan air penerima limbah. Ketiga tahapan ini harus

dilakukan secara berurutan. Lebih lanjut Nhapi (2004) menjelaskan bahwa

pendekatannya difokuskan kepada pengolahan air limbah dan penggunaan ulang air

danau secara desentralisasi dan sentralisasi. Aggregasi dari pilihan-pilihan tahapan ini

menghasilkan solusi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu,

hasil pengolahan tertier aliran buangan yang dibuang ke dalam Danau Chivero dapat

juga mengurangi masa retensi hidraulik sampai kurang dari lima tahun, sehingga

meningkatkan pencucian nutrien. Oleh karena itu Nhapi (2004) menyimpulkan bahwa

masalah kualitas dan kuantitas air Danau Chivero dapat dikurangi secara signifikan

melalui peningkatan pengelolaan air limbah yang dipadukan dengan pengendalian

sumber pencemaran baik yang bersifat point sources maupun non-point sources.

2.10. Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat

memenuhi kebutuhan generasi saat ini dengan tanpa mengorbankan kepentingan

generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan

mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi yang

berhubungan dengan pemeliharaan jasa dan kualitas sumberdaya alam setiap waktu.

Oleh sebab itu pembangunan ekonomi tidak hanya mencakup peningkatan pendapatan

per kapita riil, tetapi juga mencakup elemen-elemen lain dalam kesejahteraan sosial

(Pearce dan Turner, 1990). Hal ini sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan

yang dikemukakan oleh Serageldin (1994) yakni pembangunan yang memungkinkan

generasi sekarang dapat meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kesempatan

generasi yang akan datang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu

maka konsep pembangunan berkelanjutan adalah mengintegrasikan tiga aspek

kehidupan (ekonomi, sosial dan ekologi) dalam satu hubungan yang sinergis, sehingga

makna keberlanjutan dalam konsep tersebut juga didefinisikan sebagai keberlanjutan

ekonomi, sosial dan lingkungan.

Pada beberapa dekade terakhir, konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable

development) semakin sering digunakan oleh banyak negara di dunia untuk

mengimplementasikan kebijakan pembangunan baik pada level nasional maupun

Page 54: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

34

internasional. Keberlanjutan (sustainability) saat ini telah menjadi elemen inti (core

element) bagi banyak kebijakan pemerintah negara-negara di dunia dan lembaga-

lembaga strategis lainnya. Menurut Khanna et al. (1999) pembangunan keberlanjutan

berimplikasi pada keseimbangan dinamik antara fungsi maintenance (sustainability) dan

transformasi (development) dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.

Menurut Cornelissen et al. (2001) sustainability memiliki implikasi pada dinamika

pembangunan yang sedang berlangsung dan dikendalikan oleh ekspektasi tentang

berbagai kemungkinan di masa yang akan datang. Untuk memulai dan memantau

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan diperlukan kerangka kerja terstandardisasi

(standardized framework) yang terbagi dalam empat tahap, yaitu: 1. Mendeskripsikan

permasalahan sesuai dengan konteksnya; 2. Mendeterminasi permasalahan dengan

context-dependent pada dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial; 3. Menterjemahkan

permasalahan ke dalam indikator keberlanjutan yang terukur; 4. Menilai kontribusi

indikator-indikator tersebut pada pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh.

Menurut Khanna et al. (1999) perencanaan pembangunan berkelanjutan perlu

mempertimbangkan secara mendalam adanya trade-off antara level produksi-konsumsi

dengan kapasitas asimilasi ekosistem. Sesuai dengan konsep daya dukung (carrying

capacity), peningkatan kualitas hidup hanya bisa dilakukan apabila pola dan level

produksi-konsumsi memiliki kompatibilitas dengan kapasitas lingkungan biofisik dan

sosial. Melalui proses perencanaan berbasis daya-dukung (carrying capacity-based

planning process) kondisi ini bisa dicapai dengan mengintegrasikan ekspektasi sosial

dan kapabilitas ekologi ke dalam proses pembangunan. Dalam perencanaan

pembangunan berkelanjutan, Khanna et al. (1999) menambahkan bahwa ekonomi

dipandang sebagai sebuah subsistem dari sebuah ekosistem regional. Tidak mungkin

terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak terbatas. Dalam perspektif makroekonomi, hal

ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi harus selalu berada di dalam batas daya

dukung wilayah dan berada pada trade-off antara jumlah penduduk dan penggunaan

sumberdaya per kapita di dalam wilayah yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya,

dimensi pembangunan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 55: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

Gambar

Gambar 6 memperlihatkan bahwa dimensi pembangunan yang berkelanjutan

meliputi aspek ekonomi (pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisien), aspek sosial

(keadilan, keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat) dan

aspek ekologi (keutuhan eko

keanekaragaman hayati).

pembangunan harus diukur dari

2.11. Model Dinamik

Menurut Anderson dan Johnson (1997) sistem

komponen yang saling berinteraksi, interrelasi, atau interdependensi dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen sebuah sistem dapat berupa objek

fisik yang dapat disentuh dengan ind

sebuah mobil). Komponen sebuah sistem dapat juga bersifat

informasi, kebijakan perusahaan, interaksi interpersonal, bahkan apa yang menjadi

of minds dalam diri seseorang seperti:

Johnson (1997) mengatakan bahwa sistem memiliki ciri khas yaitu tujuannya spesifik;

bagian-bagian penyusunnya lengkap, utuh, dan tersusun secara spesifik; mampu

memelihara stabilitas diri melalui fluktuasi dan pengaturan; dan memi

umpan balik (feedback mechanism).

SocialEquity

Social cohessionParticipation

Empowerment

Gambar 6. Dimensi pembangunan berkelanjutan

Sumber: Khanna et al., 1999

memperlihatkan bahwa dimensi pembangunan yang berkelanjutan

meliputi aspek ekonomi (pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisien), aspek sosial

(keadilan, keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat) dan

aspek ekologi (keutuhan ekosistem, sumberdaya alam, daya dukung lingkungan,

keanekaragaman hayati). Oleh sebab itu maka keberhasilan dan kemajuan

pembangunan harus diukur dari kriteria ekonomi, sosial dan lingkungan.

Menurut Anderson dan Johnson (1997) sistem adalah kumpulan dari komponen

komponen yang saling berinteraksi, interrelasi, atau interdependensi dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen sebuah sistem dapat berupa objek

yang dapat disentuh dengan indra (misalnya berbagai spare parts

Komponen sebuah sistem dapat juga bersifat intangible

informasi, kebijakan perusahaan, interaksi interpersonal, bahkan apa yang menjadi

dalam diri seseorang seperti: feeling, values, dan beliefs.

Johnson (1997) mengatakan bahwa sistem memiliki ciri khas yaitu tujuannya spesifik;

bagian penyusunnya lengkap, utuh, dan tersusun secara spesifik; mampu

memelihara stabilitas diri melalui fluktuasi dan pengaturan; dan memi

(feedback mechanism).

Economic:Sustainable Growth

Efficiency

Ecological:Ecosystem IntegrityNatural Resources

BiodiversityCarrying capacity

Social:Equity

Social cohessionParticipation

Empowerment

35

memperlihatkan bahwa dimensi pembangunan yang berkelanjutan

meliputi aspek ekonomi (pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisien), aspek sosial

(keadilan, keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat) dan

sistem, sumberdaya alam, daya dukung lingkungan,

keberhasilan dan kemajuan

kriteria ekonomi, sosial dan lingkungan.

adalah kumpulan dari komponen-

komponen yang saling berinteraksi, interrelasi, atau interdependensi dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen sebuah sistem dapat berupa objek

yang menyusun

intangible seperti aliran

informasi, kebijakan perusahaan, interaksi interpersonal, bahkan apa yang menjadi state

beliefs. Anderson dan

Johnson (1997) mengatakan bahwa sistem memiliki ciri khas yaitu tujuannya spesifik;

bagian penyusunnya lengkap, utuh, dan tersusun secara spesifik; mampu

memelihara stabilitas diri melalui fluktuasi dan pengaturan; dan memiliki mekanisme

Page 56: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

36

System dynamics digunakan untuk mencari penjelasan tentang berbagai

permasalahan jangka panjang yang terjadi secara berulang-ulang di dalam struktur

internal. Mekanisme umpan balik merupakan konsep inti yang digunakan dalam system

dynamics untuk memahami struktur sistem. Diasumsikan bahwa keputusan secara

sosial atau individual dibuat berdasarkan informasi tentang keadaan sistem atau

lingkungan di sekitar pengambil keputusan berada. Model-model sistem dinamik

dibentuk oleh banyak lingkar simpal kausal (causal loop diagram) yang saling

berhubungan satu sama lain.

Diagram simpal kausal pada dasarnya merupakan representasi grafik dari

pemahaman tentang struktur yang sistemik. Diagram ini sangat penting karena

memberi panduan tentang bagaimana sistem itu dibangun dan bagaimana sistem itu

berperilaku (Kim dan Anderson, 1998). Diagram ini pada dasarnya menggambarkan

sistem tertutup. Sebagian besar variabel berhubungan melalui mekanisme umpan balik

dan berupa variabel indigenous. Apabila ada beberapa faktor yang dipercaya

mempengaruhi sistem dari luar tanpa dipengaruhi oleh dirinya sendiri, faktor tersebut

dipertimbangkan sebagai variabel exogenous di dalam model. Diagram simpal kausal

memainkan peranan penting dalam studi tentang system dynamics. Selama

pengembangan model, diagram simpal kausal dapat dijadikan sebagai preliminary

sketches dari hipotesis kausal yang dibangun. Selain itu diagram simpal kausal juga

dapat dianggap sebagai simplifikasi model (Goodman, 1980).

Diagram simpal kausal dan diagram alir (flow diagram) sangat penting untuk

memahami struktur sistem sebelum mengembangkannya ke dalam persamaan sistem.

Diagram alir tersusun dari elemen rate, level, dan auxiliary yang diorganisasikan dalam

sebuah network. Level adalah akumulasi atau persediaan (stok) material atau informasi.

Elemen-elemen sistem yang menunjukkan keputusan, tindakan, atau perubahan di

dalam suatu level disebut rate. Rate adalah aliran material atau informasi ke atau dari

level.

Simpal kausal dibedakan menjadi dua macam; yaitu simpal positif (reinforcing

feedback loop) dan simpal negatif (balancing feedback loop). Simpal positif cenderung

untuk memperkuat gangguan dan menghasilkan pertumbuhan atau peluruhan

eksponensial. Simpal negatif cenderung meniadakan gangguan dan membawa sistem

pada keadaan kesetimbangan atau mencapai tujuan. Kombinasi dari kedua jenis simpal

Page 57: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

37

kausal tersebut sering terjadi dan memungkinkan pengguna system dynamics

merumuskan sejumlah generalisasi atau teorema yang berguna sehubungan dengan

struktur sistem pada kecenderungan perilaku dinamik.

2.12. Rapid Apraissal Analysis

Analisis keberlanjutan pengelolaan suatu kawasan atau keberlanjutan

pembangunan wilayah secara multidisipliner dapat dilakukan dengan berbagai cara,

diantaranya dengan pendekatan multidimensional scaling (MDS) dengan analisis rapid

apraissal analysis yang dikenal dengan istilah Rapfish. Dalam MDS ini pada umumnya

dilihat keberlanjutan dari beberapa dimensi yang menyangkut berbagai aspek. Setiap

dimensi ini akan memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan

pembangunan kawasan. Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status

masing-masing dimensi pengelolaan lingkungan apakah mendukung atau tidak terhadap

keberlanjutan sumberdaya dalam suatu wilayah tertentu untuk jenis kegiatan yang

spesifik. Dasar dari penentuan status ini pada akhirnya akan menjadi barometer dalam

penentuan kebijakan yang harus dilakukan guna terjaminnya keberlanjutan pengelolaan

suatu kawasan.

Penggunaan teknik MDS mempunyai berbagai keunggulan diantaranya adalah

sederhana, mudah dinilai, cepat serta biaya yang diperlukan relatif murah (Pitcher,

1999). Selain itu, teknik ini dapat menjelaskan hubungan dari berbagai aspek

keberlanjutan, dan juga mendefenisikan pembangunan kawasan yang fleksibel. Pada

pendekatan MDS, data yang diperoleh pada umumnya dianalisis dengan menggunakan

software pendukung MDS yang dimodifikasi dari software Rapfish (rapid assesment

techniques for fisheries)

Rapid apraissal (RAP) sebenarnya merupakan teknik yang digunakan untuk

mengevaluasi keberlanjutan sumberdaya perikanan secara multidisiplin yang

dikembangkan oleh University of British Columbia, Canada (Pitcher, 1999 serta Fauzi

dan Anna, 2005). Saat ini RAP dimodifikasi untuk mengevaluasi keberlanjutan

berbagai pembangunan yang saat ini dilakukan, karena pada dasarnya RAP merupakan

teknik yang bersifat multidisiplin dan dengan sedikit modifikasi dapat digunakan untuk

mengevaluasi comparative sustainability dari sejumlah atribut/indikator yang mudah

untuk dibuat skor-nya. Oleh karena itu maka aplikasi dari RAP ini juga dapat

Page 58: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

38

digunakan untuk melihat keberlanjutan dari pembangunan kota baru beserta

infrastrukturnya. Adapun yang dimaksud dengan atribut/indikator di sini adalah

variabel atau komponen ekosistem serta variabel dan komponen pengelolaan yang

digunakan untuk menyimpulkan status kriteria.

Penggunaan analisis RAP ini bisa mencakup berbagai aspek seperti ekologi,

ekonomi, sosial, teknologi, hukum, kelembagaan, dan sebagainya, sehingga dari sini

akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi saat tersebut. Sebagai contoh

kaitannya dengan pembangunan kota baru beserta infrastrukturnya, hasil analisis RAP-

nya akan memperoleh gambaran situasi pembangunan kota baru beserta

infrastrukturnya yang ada saat ini sekaligus akan dapat dibuat kebijakannya yang tepat

dalam rangka menciptakan pembangunan kota baru beserta infrastrukturnya yang

berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan ini dapat

dilanjutkan dengan analisis keterkaitan dan ketergantungan antar faktor, sehingga dari

sini akan dapat ditentukan urutan prioritas kebijakannya, dan selanjutnya dari faktor-

faktor dominannya akan dibangun model pembangunan kota baru beserta

infrastrukturnya yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (Kavanagh, 2001).

Menurut Kavanagh (2001) serta Fauzi dan Anna (2005) ada lima tahapan yang

harus dilalui dalam prosedur RAP indeks keberlanjutan sumberdaya, yakni:

1. Menganalisis data yang diteliti, baik data statistik maupun data yang berasal

dari studi literatur maupun data yang berasal dari hasil pengamatan di lapang

(kondisi eksisting)

2. Membuat skoring yang mengacu pada literatur yang sudah ada, untuk keperluan

ini biasanya menggunakan excel)

3. Melakukan analisis multi dimentional scalling (MDS) dengan menggunakan

software SPSS, sehingga dari sini akan dapat ditentukan ordinasi dan nilai

stress melalui ALSCAL algoritma

4. Melakukan rotasi, sehingga akan dapat ditentukan posisi sumberdayanya pada

ordinasi bad dan good. Untuk keperluan ini biasanya digunakan excell dan

visual basic

5. Melakukan analisis sensitifitas (analisis leverage) dan analisis montecarlo

sehingga dapat memperhitungkan aspek ketidak pastiannya.

Page 59: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

39

2.13. Analisis Prospektif

Analisis prospektif adalah analisis yang digunakan untuk mengeksplorasi

kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Hasil dari analisis prospektif ini akan

diperoleh informasi mengenai faktor kunci yang berperan dalam sistem berdasarkan

kebutuhan stakeholders yang terlibat dalam sistem tersebut. Untuk keperluan analisis

prospektif ini akan ditentukan faktor kunci dan tujuan strategis. Pada penentuan faktor

kunci dan tujuan strategis tersebut sepenuhnya didasarkan pada pendapat dari pihak

yang berkompeten sebagai stakeholders yang terkait dengan sistem yang akan dikaji

dengan cara melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview) di wilayah

studi melalui bantuan kuesioner (Trayer, 2000).

Menurut Bourgeois dan Jesus (2004) tahapan analisis prospektif ada tiga yaitu:

(1) Mengidentifikasi faktor kunci penentu untuk masa depan dari sistem yang dikaji.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi semua faktor penting dengan menggunakan kriteria

faktor variabel, menganalisis pengaruh dan kebergantungan seluruh faktor dengan

melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks dan menggambarkan

pengaruh dan kebergantungan dari masing-masing faktor ke dalam empat kuadran

utama; (2) Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama; dan (3)

Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini

dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan

keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi

bersamaan, dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan

terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem.

Analisis prospektif juga akan menentukan faktor kunci keberlanjutan

pengelolaan suatu sistem. Pada tahap penentuan faktor kunci ini seluruh faktor penting

dengan menggunakan kriteria faktor pengungkit yang sudah didapat dari hasil analisis

MDS. Pada analisis prospektif ini, digunakan data-data yang berasal dari pendapat

pakar dan stakeholder yang terlibat dengan pengelolaan sistem tersebut. Adapun cara

yang dilakukan pada pengumpulan data tersebut adalah wawancara mendalam dengan

bantuan kuesioner dan melalui diskusi. Pada analisis prospektif ini akan dilihat

pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor serta akan melihat pengaruh timbal

baliknya yang digambarkan dengan menggunakan matriks yang memperlihatkan

pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor pada empat kuadran utama.

Page 60: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

40

Page 61: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai, Provinsi Banten,

serta di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – September 2011.

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini melibatkan banyak stakeholder untuk berbagai kepentingan dan

merupakan penelitian yang cukup kompleks. Oleh karenanya maka penelitian ini

memerlukan pendekatan secara holistik, sehingga dari sini akan dapat memecahkan

masalah, tidak secara parsial, namun akan memecahkan masalah secara lebih tuntas.

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dengan pendekatan sistem. Adapun

alasan pemilihan tersebut disebabkan pendekatan sistem merupakan salah satu metode

yang dapat menyelesaikan permasalahan dengan kompleksitas yang cukup tinggi,

sehingga dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini akan dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder.

Data primer dikumpulkan secara langsung dari lokasi penelitian melalui pengamatan,

diskusi serta wawancara langsung dengan para pakar dan stakeholder. Data sekunder

diperoleh dengan cara menelusuri berbagai sumber seperti hasil penelitian dan berbagai

dokumen dari instansi terkait. Adapun jenis dan sumber data yang dikumpulkan pada

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

3.4. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini dalam rangka

menggali informasi dan pengetahuan (akuisisi pendapat pakar), ditentukan/dipilih

secara sengaja (purposive sampling) diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

yang didasarkan pada kebutuhan penelitian. Adapun yang dimaksud dengan pakar di

sini adalah pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli dalam model pengelolaan

kota baru mandiri. Dasar pertimbangan dalam penentuan atau pemilihan pakar untuk

dijadikan sebagai responden menggunakan kriteria, sebagai berikut:

1. Keberadaan responden dan kesediaanya untuk dijadikan responden.

Page 62: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

42

2. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai

ahli atau pakar pada bidang yang diteliti.

3. Memiliki latar belakang pendidikan tinggi di bidang yang dikaji dan atau telah

memiliki pengalaman dalam bidangnya minimal 2 tahun.

Adapun stakeholders yang diwawancara di sini adalah penghuni perumahan BSD,

developer/pengembang BSD, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, Dinas

PU Kabupaten Tanggerang, perwakilan/asosiasi pengusaha, perguruan tinggi,

lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan pengelolaan lingkungan, dan (5)

tokoh masyarakat sekitar. Untuk lebih jelasnya Jenis dan sumber data yang

diperlukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6, dan responden keseluruhan

disajikan pada Tabel 7.

3.5. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini dilakukan berbagai analisis yakni analisis deskriptif untuk

melihat kondisi lingkungan eksisting, analisis keberlanjutan, analisis prospektif dan

permodelan. Untuk lebih jelasnya tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

a Analisis Keberlanjutan

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap status keberlanjutan

pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD. Analisis terhadap status keberlanjutan

kawasan dilakukan dengan mengkaji kondisi lima dimensi pengelolaan lingkungan

yakni dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan. Hasil analisis ini

diperoleh faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD

untuk setiap dimensi. Faktor ini penting untuk diperhatikan dalam rangka mencapai

pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru BSD yang berkelanjutan.

Keberlanjutan kawasan kota baru akan dianalisis melalui pendekatan multidimensional

scaling (MDS) dengan analisis Rapfish. MDS adalah teknik analisis yang digunakan

untuk mengetahui keberlanjutan pembangunan wilayah secara multidisipliner. Dimensi

dalam MDS menyangkut berbagai aspek. Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator

yang terkait dengan keberlanjutan pembangunan kawasan.

Page 63: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

43

Tabel 6. Jenis dan sumber data yang diperlukan pada penelitian

Data Indikator Unit Sumber

Luas kota baru Luas kawasan Kota Baru terbangun ha PT. BSD

Kualitas udara Konsentrasi ambien polusi udara padakawasan kotabaru BSD dan Jakarta(CO2, NOx, SOx)

ppm Pengukuran/pengambilansample dilapang&analisis di lab

Kws. permukiman Persentase luas kws. Permukiman dr.luas total BSD % PT. BSD

Kws. terbangun Persentase luas kws. Terbangun dariluas total BSD % PT. BSD

Kawasan lindung Persentase luas kws.Lindung dr. luastotal BSD ha Bappeda

Pengelolaanlimbah

Persentase limbah domestik danindustri yang mendapat treatment. ton PT. BSD

Bapedalda

Pencemaran airKonsentrasi limbah B3 (logam beratHg, Cd, Pb, As, Cr) dan phenol)dalam air

ppm Bapedalda

BanjirPersentase kawasan banjir dariseluruh lahan daratan BSDFrekuensi banjir yang terjadi di BSD

%

Kali/th

PT. BSDBappedaBappeda

Persampahan Persentase sampah BSD terangkut keTPA % PT. BSD

Kualitas dankuantitas airbersih

BOD, COD, amoniak, nitrit, nitrat,posfat, detergen,H2S dan coliform ppm Observasi

Jumlah air tanah dan air permukaanyang dikonsumsi per tahun. BPS

Jumlah penduduk Jumlah penduduk yang tinggal BPSPertumbuhanpenduduk

Pertumbuhan penduduk per tahun diBSD BPS

Kepadatanpenduduk Kepadatan penduduk per hektar BPS

Pendapatan perKK Besar pendapatan per kapita % BPS

Mata pencaharian Jenis mata pencaharian penduduk BPS

Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk BPSFactor pengungkitKeberlanjutankota baru

Terumuskannya faktor pengungkitpada aspek sosial, ekonomi, ekologi,teknologi, hokum dan kelembagaan

satuan Wawancara mendalam(Expert/Pakar)

Parameter kuncikeberlanjutan kotabaru

Terumuskannya parameter kuncikeberlanjutan pada aspek sosial,ekonomi, ekologi, teknologi, hokumdan kelembagaan

satuan Wawancara mendalamdengan Expert/Pakar

Kebutuhan sistem

Tujuan sistem

Identifikasi faktorstrategis sistem.

Perumusanskenario sistem.

Penentuanprioritas

Kebutuhan dari setiap stakeholderterkait permasalahan pengendalianpencemaran

Pengkajian masalah dimulai darianalisis kebutuhan hingga dapatsistem operasional yang efektif

Pernyataan kebutuhan dari masalahyang akan diselesaikan untukmencukupi kebutuhan

Terumuskannya skenario-skenariopengendalian kerusakan lingkungan

Terumuskannya prioritas utamadalam pengendalian kerusakanlingkungan

Expert/Pakar

Expert/Pakar

Expert/Pakar

Expert/Pakar

Expert/Pakar

Page 64: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

44

Tabel 7. Rincian jumlah responden penelitian

No. RespondenTeknik Pengambilan

SampelJumlah

Pakar

1 Kepala LH Kab.Tangerang Purposive 1 orang

2 Kepala Dinas PU Purposive 1 orang

3 Pengembang BSD Purposive 1 orang

4 Akademisi Purposive 2 orang

5 LSM peduli lingkungan rusunawa purposive 1 orang

6 Asosiasi perumahan purposive 1 orang

7 Penghuni BSD purposive 2 orang

8 Tokoh masyarakat sekitar purposive 2 orang

Jumlah 11 orang

Gambar 7. Tahapan penelitian

IndikatorKeberlanjutan

Model Pengendalianlingkungan dalam

pembangunan kota baru

FaktorPengungkit

Penentuan KualitasLingkungan

(kondisi eksisting)

Analisis statuskualitas lingkungan

StatusKeberlanjutan

Prioritas Kebijakandan StrategiImplementasi

FaktorKunci

Wawancara&Pustaka

Analisis Prospektif

KuesionerWawancara

MDS

FGD

PembangunanKota Baru BSD

Page 65: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

45

Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status masing-masing dimensi

pengelolaan lingkungan apakah mendukung atau tidak terhadap keberlanjutan

sumberdaya dalam suatu wilayah tertentu untuk jenis kegiatan yang spesifik. Dasar dari

penentuan status ini menjadi barometer dalam penentuan kebijakan yang harus

dilakukan guna terjaminnya keberlanjutan kota baru. Teknik MDS ini akan

menjelaskan hubungan dari berbagai aspek keberlanjutan, dan juga mendefenisikan

pembangunan kawasan yang fleksibel.

Data yang diperoleh dari penelitian ini selanjutnya akan dianalisis dengan

software Rapfish (rapid assesment techniques for fisheries) yang dikembangkan oleh

Fisheries Center University of British Columbia, Kanada. Pada analisis MDS ini, data

yang diperoleh diberi skor sesuai dengan status sumberdaya tersebut dengan skala 0

sampai 100%. Ordinasi MDS dibentuk oleh aspek ekologi, ekonomi, sosial,

kelembagaan, dan teknologi. Adapun tatacara melakukannya disajikan pada Gambar 7.

b Analisis Prospektif

Analisis prospektif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang

berpengaruh pada pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru BSD yang

berkelanjutan saat ini. Faktor-faktor kunci hasil analisis tersebut kembali dianalisis

tingkat pengaruh dan kebergantungannya, yang selanjutnya dijadikan sebagai variabel

untuk membangun model pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru

BSD yang berkelanjutan. Model yang dibangun mengacu pada variabel yang kuantitatif

dan kualitatif. Analisis prospektif ini akan memberikan kombinasi faktor-faktor

dominan dan didefinisikan kemungkinan keadaannya di masa depan dan dirumuskan

berbagai masukan pada pengembangan model pengendalian lingkungan dalam

pembangunan Kota Baru BSD yang berkelanjutan. Selain itu juga untuk merumuskan

skenario yang mungkin terjadi dalam pengembangan model. Skenario disusun dengan

melibatkan stakeholder terkait. Teknik perumusan skenario menggunakan pendekatan

prospektif dan focus group discussion (FGD).

Pada penelitian ini keberlanjutan dinilai dari lima dimensi. Setiap dimensi

tersebut dilengkapi dengan atribut yang digunakan untuk menilai kondisi di masa lalu

dan saat ini. Penentuan skor setiap atribut dilakukan dengan berbagai teknik yaitu:

untuk atribut yang datanya tersedia dalam bentuk numerik, maka menggunakan data

Page 66: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

46

dokumentasi. Atribut yang datanya berupa persepsi atau pandangan maka dilakukan

wawancara terhadap responden yang mengetahui dengan tepat kondisi atribut tersebut.

Gambar 8. Proses aplikasi MDS

Output dari hasil analisis ini adalah berupa status keberlanjutan untuk ke-lima

dimensi dalam bentuk skor dengan skala 0 – 100. Adapun kategori keberlanjutannya

menggunakan skor yang diadopsi dari Kavanagh (2001), yakni jika didapat skor 0-24,99

menunjukan bahwa dimensi tersebut buruk, skor 25-49,99 menunjukkan kurang

berkelanjutan; jika didapat skor 50 – 74,99 menunjukkan cukup berkelanjutan; dan jika

skor 75-100 menunjukkan bahwa dimensi tersebut berkelanjutan atau baik.

MULAI

Review Atribut(meliputi berbagai kategori

dan skoring kriteria)

Identifikasi danPendefinisian Keberlanjutan

(kriteria yang konsisten)

Skoring Kawasan(konstruksi angka referensiuntuk good, bad & anchor)

Simulasi Monte Carlo(analisis ketidakpastian)

Leveraging Factor(Analisis anomali)

Multidimensional ScalingOrdination

(untuk setiap atribut)

Analisis Keberlanjutan(Asses sustainability)

Page 67: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

47

Pada penelitian ini juga akan didapatkan faktor pengungkit (leverage factors)

yakni faktor-faktor strategis yang harus diperhatikan dalam pengembangan kota baru di

masa mendatang. Faktor pengungkit selanjutnya dilihat kembali faktor mana yang

merupakan faktor sensitifnya atau faktor mana yang dapat mengintervensi hal-hal yang

akan membuat pengembangan kota baru menjadi berkelanjutan.

Dalam rangka mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan

nilai ordinasi pengembangan kota baru berbasis budidaya kota baru, digunakan analisis

"Monte Carlo", sehingga dari sini akan diketahui hal-hal sebagai berikut (Kanvanagh,

2001, serta Fauzi dan Anna, 2002):

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman

kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemanaman terhadap

atribut atau cara pembuatan skor atribut;

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti

yang berbeda;

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi);

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data).

Analisis prospektif ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor

kunci dan tujuan strategis apa saja yang berperan dalam pengendalian kerusakan

lingkungan yang berkelanjutan. Analisis ini juga dapat mengeksplorasi kemungkinan di

masa yang akan datang, sesuai kebutuhan para pelaku (stakeholders) yang terlibat dan

akan diperoleh melalui bantuan kuesioner dan wawancara langsung di wilayah studi.

Adapun faktor kunci yang didapat akan digunakan untuk mendeskripsikan

kemungkinan masa depan bagi pengendalian kerusakan lingkungan yang berkelanjutan.

Pada analisis ini akan dihimpun pendapat pakar dan stakeholder yang terlibat

dalam pengendalian kerusakan lingkungan yang berkelanjutan. Adapun tahapan yang

dilakukan pada analisis prospektif (Bourgeois dan Jesus, 2004) adalah sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi faktor kunci penentu untuk masa depan dari sistem yang dikaji.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi semua faktor penting dengan menggunakan kriteria

faktor variabel, menganalisis pengaruh dan kebergantungan seluruh faktor dengan

melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks dan menggambarkan

pengaruh dan kebergantungan dari masing-masing faktor ke dalam empat kuadran

Page 68: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

48

utama; (2) Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama; dan (3)

Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan.

Tabel 8. Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendaliankerusakan lingkungan yang berkelanjutan

Dari

TerhadapA B C D E F G

ABCDEFG

Sumber: Godet et al. (1999). Keterangan: A - I = Faktor penting dalam sistem

Gambar 9. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem

Pada tahap tersebut dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah

dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana

yang dapat terjadi bersamaan, dan menggambarkan skenario dengan memasangkan

perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya

terhadap sistem. Adapun untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem,

MDS

Pengaruh

Ketergantungan

Page 69: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

49

pada tahap pertama digunakan matriks seperti yang terlihat pada Tabel 8. Tingkat

pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem disajikan pada Gambar 9.

Berdasarkan hasil analisis tersebut selanjutnya akan dibuat skenario pengendalian

kerusakan lingkungan yang berkelanjutan. Selanjutnya setelah didapat faktor kunci

dirumuskan prioritas kebijakan pengendalian kerusakan lingkungan yang berkelanjutan.

3.6. Perancangan Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan KotaBaru Berkelanjutan

Perancangan model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kotabaru

berkelanjutan dilakukan berdasarkan hasil faktor-faktor penting yang harus dikelola dari

hasil studi yang telah dilakukan berdasarkan kajian deskriptif, keberlanjutan, dan

prospektif. Selain itu juga dilakukan berdasarkan hubungan sebab akibat yang akan

terjadi dari faktor-faktor yang terpilih. Hubungan sebab akibat dapat dibedakan menjadi

dua macam, yaitu hubungan positif dan hubungan negatif. Hubungan positif adalah

hubungan yang makin besar nilai faktor penyebabnya akan makin besar pula nilai faktor

akibat, sedangkan hubungan negatif adalah hubungan yang semakin besar nilai faktor

penyebab akan makin kecil nilai dari faktor akibat. Dampak atau akibat dari suatu

sebab dapat mempengaruhi balik sebab tersebut, sehingga terdapat hubungan sebab

akibat yang memiliki arah berlawanan dengan hubungan sebab akibat yang lain. Dalam

hal ini terbentuk suatu umpan balik tertutup, yang sering kali disebut sebagai loop.

Loop adalah suatu akibat yang dibalikkan ke penyebabnya, sehingga terbentuk apa yang

dinamakan umpan balik atau feed back loop (Aminullah et al., 2001).

Umpan balik dapat dibedakan atas dua macam yaitu umpan balik positif dan

umpan balik negatif. Suatu umpan balik disebut positif bila perkalian tanda dari

hubungan sebab akibat yang membentuknya adalah positif, sedangkan bila hasilnya

negatif maka umpan balik tersebut disebut umpan balik negatif. Umpan balik dapat

terjadi secara alamiah atau terjadi karena adanya kebijakan yang diterapkan pada

sistemnya.

Suatu umpan balik menyatakan mekanisme perubahan nilai faktor secara otomatis.

Umpan balik positif memberikan penguatan terhadap perubahan yang terjadi, sehingga

nilai perubahan tersebut makin lama makin besar. Sebaliknya umpan balik negatif

memberikan pelemahan terhadap perubahan yang terjadi, sehingga nilai perubahan

Page 70: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

50

tersebut makin lama makin kecil dan akhirnya hilang.

umum penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 10. Model pengendalian lingkungan dalam pembangunberkelanjutan

3.7. Pemodelan Sistem

Pemodelan sistem dilakukan melalui pendekatan sistem, yak

menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis

dilakukan (1) analisis kebutuhan antar pelaku, (2) formulasi permasalahan, (3)

identifikasi sistem, (4) permode

implementasi model. Adapun tahapan

adalah sebagai berikut:

a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui gambaran awal terhadap

sistem yang akan terjadi dan

tersebut, antara lain :

n lama makin kecil dan akhirnya hilang. Untuk lebih jelasnya model

ini dapat dilihat pada Gambar 10.

endalian lingkungan dalam pembangunan kota baru

dilakukan melalui pendekatan sistem, yakni pendekatan yang

ciri sistem sebagai titik tolak analisisnya. Pada pen

analisis kebutuhan antar pelaku, (2) formulasi permasalahan, (3)

identifikasi sistem, (4) permodelan sistem, (5) verifikasi dan validasi model serta (5)

Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui gambaran awal terhadap

dan dilakukan pada semua pelaku yang terlibat dalam sistem

Untuk lebih jelasnya model

kota baru

pendekatan yang

nya. Pada pendekatan sistem

analisis kebutuhan antar pelaku, (2) formulasi permasalahan, (3)

lan sistem, (5) verifikasi dan validasi model serta (5)

pada penelitian ini

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui gambaran awal terhadap perilaku

terlibat dalam sistem

Page 71: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

51

1. Masyarakat di lokasi penelitian

Terjaganya kondisi kesehatan masyarakat

Pencemaran lingkungan akibat terbangunnya kota baru menjadi minimal

Biaya hidup menjadi lebih terjangkau

Tersedianya sarana dan prasarana

2. Pemerintah

Memberikan perlindungan kepada masyarakat dan lingkungan.

Pelayanan dan penyediaan sarana dan prasarana dapat terpenuhi

Pencemaran air akibat limbah perkotaan menurun

Pencemaran udara akibat transportasi dan industri menurun

Peran serta masyarakat dan swasta meningkat

Pengaturan pengolahan limbah teratasi

Tidak ada masalah sampah

Sampah dapat di daur ulang/produksi bersih (bernilai ekonomis)

Terjadi peningkatan PDB dan PDRB

3. Akademisi

Membuat alternatif/teknologi pengendalian pencemaran limbah, emisi dan

sampah yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.

Membuat alternatif model pengelolaan lingkungan yang dapat meningkatkan

daya dukung lingkungan

Membuat alternatif teknologi pemanfaatan kembali limbah yang ekonomis

4. Lingkungan Hidup

Ditaatinya RTRW

Lingkungan tidak rusak sehingga aman bagi semua mahluk hidup.

Kondisi air, lahan dan udara yang tidak tercemari sehingga mampu

mempertahankan keseimbangan ekologisnya

5. Pengembang

Tarif pengelolaan lingkungan berdasarkan biaya operasional

Produktifitas kegiatan tetap berlangsung

Iklim investasi sehat dan kompetitif

Sumberdaya manusia yang handal dan bertanggung jawab

Disiplin memelihara instalasi pengolah limbah dan sampah

6. LSM

Lingkungan tidak rusak dan aman bagi semua makhluk hidup.

Kondisi air, lahan dan udara yang tidak tercemari sehingga mampu

mempertahankan keseimbangan ekologisnya

Tetap tingginya porsi RTH

Page 72: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

52

Pengelolaan lingkungan lebih diutamakan dari pada kepentingan ekonomi dan

sosial

b. Formulasi Masalah

Pada pendekatan sistem, pertama-tama dilakukan identifikasi permasalahan awal

secara mendasar, sehingga ke depannya diharapkan akan diperoleh alternatif

penyelesaian masalah sesuai dengan tingkat permasalahan yang diangkat. Adapun

permasalahan dasar tersebut, secara sistematis diuraikan sebagai berikut :

1. Meningkatnya jumlah (kebutuhan) perumahan

2. Menurunnya ruang terbuka hijau

3. Tidak ditaatinya RTRW yang sudah disahkan

4. Masih minimnya instalasi pengolah air limbah dan penggunaan alat untuk

menurunkan emisi

5. Masih minimnya kinerja instalasi pengolah limbah yang sudah dibangun

6. Tingginya biaya operasional IPAL dan TPA sampah

7. Masih adanya keterbatasan pendanaan untuk membiayai kinerja instalasi pengolah

limbah domestik yang sudah dibangun

8. Relatif rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan lingkungan

9. Meningkatnya jumlah bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan di

kawasan kotabaru

10. Menurunkan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan

11. Perencanaan yang bersifat sektoral yang berakibat pada rendahnya koordinasi dan

kerjasama lintas sektor yang kurang sinergi

12. Adanya ketidak sesuaian regulasi dari pemerintah mengenai tingkat pencemaran di

perairan dan atmosfir

13. Belum teratasinya masalah pencemaran.

c. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem adalah rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan

dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan. Hasil identifikasi

sistem dinyatakan dalam diagram input-output atau diagram lingkar sebab-akibat.

Menurut Manecth dan Park (1977) secara garis besar ada enam kelompok variabel yang

akan mempengaruhi kinerja sistem yang digambarkan dalam bentuk diagram input-

output yakni:

Page 73: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

53

Variabel output yang dikehendaki yang ditentukan berdasarkan analisis

kebutuhan

Variabel output yang tidak dikehendaki

Variabel input yang terkontrol

Variabel input yang tidak terkontrol

Variabel input lingkungan

Variabel umpan balik sistem

Diagram input-output penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.

d. Pembuatan Model

Disain model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kotabaru

berkelanjutan dibangun berdasarkan hasil identifikasi sistem. Setelah modelnya dibuat,

selanjutnya dilakukan simulasi, verifikasi dan validasi model.

e. Simulasi Model

Model yang sudah dibuat selanjutnya dibuat simulasinya, yakni untuk melihat

pola kecenderungan perilaku model. Hasil simulasi ini selanjutnya akan dianalisis dan

ditelusuri faktor-faktor penyebab terjadinya pola dan kecenderungan tersebut. Hasil

simulasi ini selanjutnya dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan yang diperlukan

dalam perbaikan kinerja sistem.

f. Verifikasi dan Validasi Model

Model yang valid adalah model yang struktur dasarnya dapat menggambarkan

perilaku, dan polanya dapat menggambarkan perilaku sistem nyata dan dapat mewakili

data yang dikumpulkan dengan cukup akurat. Validasi model juga dibatasi oleh mental

model dari penyusun model. Validasi ini perlu dilakukan agar dapat memenuhi kaidah

keilmuan pada model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru

berkelanjutan.

Page 74: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

54

Gambar 11. Diagram INPUT-OUTPUT model pengendalian lingkungan dalampembangunan kota baru berkelanjutan

Input Tak Terkontrol

Jumlah penduduk Pemukiman penduduk Migrasi penduduk Laju pertumbuhan penduduk Jaringan dan debit air Jenis dan konsentrasi limbah domestic,

industri dan rumah sakit Penerimaan masyarakat iklim

Input Terkontrol

Teknologi proses dan peralatan pengendalian limbah Tata ruang kawasan perumahan Tata pemanfaatan air Volume air limbah Pengolahan limbah Jumlah kendaraan Tahun pembuatan kendaraan Emisi transportasi Emisi industri Tarif retribusi Lapangan pekerjaan Sosial dan ekonomi penduduk Pergerakan penduduk Sarana&prasaranan pendidikan dan perkotaan

Output yang Tidak di inginkan

Tingkat pencemaran limbah domestic danindustri yang tinggi (lingkungan terganggu)

Kasus pencemaran meningkat RTH menurun Menurunnya daya dukung lingkungan Tidak taatnya masyarakat terhadap kebijakan

Output yang di inginkan

Teratasinya masalah pencemaranlingkungan

Meningkatnya daya dukungLingkungan

Meningkatnya kualitas lingkungan Efisien dan efektif-nya pengolahan

limbah Perbaikan sistem pengolah limbah Meningkatnya RTH Meningkatnya kesadara penduduk

terhadap lingkungan Ditaatinya RTRW

Model PengendalianLingkungan dalam

Pembangunan Kota BaruBerkelanjutan

Manajemen PengelolaanKota Baru

Input Lingkungan

Kebijakan Pemerintahterkait kota baru

RTRW Kebijakan pemerintah

terkait pencemaran

Page 75: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

BAB IV. KONDISI UMUM

Kota Baru BSD terletak di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Kota Tangerang Selatan ini terletak tepat di sebelah barat Jakarta dan berbatasan

dengan Laut Jawa di sebelah utara, Provinsi DKI Jakarta di sebelah timur,

Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak di sebelah selatan, serta Kabupaten

Serang di sebelah timur. Kota Tangerang Selatan pada umumnya merupakan

dataran rendah (Gambar 12)

Gambar 12. Lokasi BSD sebagai hinterland Provinsi DKI JakartaSumber: Software Map of Jakarta (2004)

Kota Baru BSD terletak kurang lebih 20 km dari Provinsi Daerah Khusus

Ibu Kota Negara (DKI Jakarta) atau tepatnya terletak di sebelah barat daya DKI

Jakarta. Lahan pengembangan BSD disiapkan seluas kurang lebih 6000 ha dan

dari awal pembangunannya direncanakan akan dihuni sebanyak kurang lebih

530.000 penduduk dalam waktu 20-25 tahun. Kota Baru BSD pada dasarnya

merupakan hinterland DKI Jakarta, sehingga BSD diperuntukkan bagi kurang

Page 76: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

56

lebih 40% penglaju dari DKI Jakarta dan sekitarnya. Konsep awal

pengembangan Kota Baru BSD ini berorientasi pada penyediaan unit hunian

yang representatif sebagai cikal bakal perkembangan kota tersebut. Adapun visi

dari PT. Bumi Serpong Damai dalam melakukan pembangunan tersebut adalah

mewujudkan kota mandiri (new city development), sedangkan misinya antara

lain mencakup: (1). melaksanakan pembangunan nyata; (2). investasi

berkesinambungan; (3). Tanggung jawab dan komitmen terhadap nasabah dan;

(4). kontribusi terhadap pengembangan wilayah

4.1. Master Plan BSD

Kota Baru Bumi Serpong Damai merupakan salah satu kota baru atau

kota terencana yang direncanakan sebagai kota mandiri di Indonesia. BSD

terletak di Serpong, Kota Tangerang Selatan. BSD diresmikan pada tanggal 16

Januari1984. Perencana BSD adalah Pasific Consultant International, Japan City

Planning Inc., Nihon Architect Engineer and Consultant Inc., dan Doxiadis;

sedangkan pengembangnya adalah Kelompok Sinar Mas. Kota Baru BSD

didirikan pada tanggal 16 Januari 1984 oleh pemegang saham dalam bentuk

perseroan, dalam bentuk pengembang properti. BSD mendapatkan SK ijin

lokasi seluas 5.950 hektar dan usaha pembebasan lahan bagi proyek BSD.

Pemegang saham pendiri BSD adalah PT.Serasi Niaga Sakti, PT. Anangga

Pertiwi Megah, PT. Nirmala Indah Sakti, PT. Supra Veritas, PT. Bhinneka

Karya Pratama, PT. Simas Tunggal Centre, PT. Apra Citra Universal, PT. Aneka

Karya Amarta, PT. Metropolitan Transcities Indonesia, dan PT. Pembangunan

Jaya (Gambar 13).

Master plan Kota Baru BSD dibuat pada tahun 1985, pembuatan master

plan ini membutuhkan waktu hingga lima tahun mengingat proyek tersebut besar

dan diduga akan menimbulkan dampak yang besar dan penting. Oleh karena itu

maka ijin yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Tangerang pada tahun 1987

memerlukan ijin dan persetujuan dari pemerintah pusat. Selanjutnya pada tahun

1989 Pemda Kabupaten Tangerang memberi ijin, sehingga perseroan dapat

melaksanakan konstruksi, oleh karena itu maka pada awal tahun 1989 dilakukan

peresmian, sesuai dengan RUTRK Serpong 1996.

Page 77: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

57

Gambar 13. Master plan BSDSumber: Peta Rupa Bumi Indonesia, 2000; Masterplan BSD (www.bsd.com).

Pada perkembangan selanjutnya BSD berpartisipasi aktif pada daerah

sekitarnya, khususnya dalam mekukan pemeliharaan berbagai infrastruktur

seperti jalan, listrik, telepon dan lainnya, dengan tetap mengacu kepada

Permendagri No.1 tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan,

Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah.

Berdasarkan master plan BSD tersebut, BSD yang merupakan kota mandiri,

menggabungkan komunitas permukiman dan Central Business District (CBD).

Selain itu juga menggabungkannya dengan kawasan industri yang mampu

menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat dan dilengkapi dengan berbagai

fasilitas.

Pembangunan Kota Baru BSD dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:

Tahap pertama (persiapan) dimulai tahun 1989 sudah dilakukan

pembangunan, pada saat itu juga sudah dipasarkan unit hunian dan area

komersial yang mudah dicapai dari daerah hunian (sub-pusat kota) dengan

dukungan akses jalan tol ke Jakarta. Tujuan pembangunan akses jalan tol

tersebut adalah untuk membangun ekonomi dasar yang terpusat di sub

Page 78: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

58

pusat kota sebagai model pembangunan kota baru, pembangunan tersebut

seluruhnya dilakukan di sisi timur Sungai Cisadane.

Tahap kedua dilakukan percepatan jalannya pembangunan area komersial,

pengoperasian industri di Taman Tekno BSD dan penambahan jumlah

populasi BSD dalam kurun waktu 10 tahun (2004-2014).

Tahap ketiga atau pemantapan,yang melakukan pembangunan area CBD

dan unit hunian 2.135 hektar, karena pada tahap tersebut aktivitas ekonomi

di Kota Baru BSD lebih mantap karena pembangunan CBD dan Taman

Tekno BSD telah selesai. Tahap pemantapan ini dimulai tahun 2009 dan

diperkirakan akan selesai pada tahun 2019.

Perencanaan pengembangan lahan dalam tahapan pembangunan Kota

Baru BSD dapat dilihat pada Tabel 9

Tabel 9. Rencana penggunaan lahan dalam pembangunan KB-BSD

Penggunaan Lokasi Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3Jumlah

(ha)Kawasan hunian 1.050 1.461 2.135 4.646Kawasan komersial Sub pusat

kota150 141 145 436

CBD - 223 225 448TamanKota CBD

- 75 75 150

Kawasan industri 100 100 70 270Jumlah 1.300 2.000 2.650 5.950

Sumber: Divisi Perencanaan BSD (2006)

Pada saat ini, Kota Baru BSD dikembangkan dengan prioritas pada

sektor pelayanan berupa penyediaan fasilitas sosial dan umum berskala besar

(regional). Hal ini untuk mengantisipasi pengembangan BSD sebagai cikal

bakal pengembangan permukiman di Kabupaten Tangerang yang tidak dapat

dilepaskan kaitannya dengan wilayah yang lebih luas dan kompleks yaitu

Kawasan Metropolitan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi).

Pengembangan Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD), merupakan

salah satu dari empat program prioritas pembangunan kota baru pada

pelaksanaan Repelita V, sedang tiga kota baru lainnya yang dikembangkan pada

masa tersebut adalah Kota Baru Bekasi, Kota Baru Driyorejo, dan Kota Baru

Page 79: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

59

Cibinong. Namun kondisinya saat ini BSD relatif lebih berkembang dibanding

kota baru lainnya. Inisiatif pembangunan BSD dilakukan oleh sektor swasta,

oleh karena itu maka pihak pemerintah hanya membimbing dalam hal

administratif dan penyiapan rencana. Oleh karena itu dalam proses pelaksanaan

programnya hanya dilakukan oleh pihak swasta yang membangun BSD tersebut.

Sebenarnya kondisi tersebut dirasakan kurang tepat, mengingat pemerintah

sebagai regulator seharusnya punya peran dalam pelaksanaan program-program

yang dilakukan oleh BSD, terutama keterlibatannya dalam proses pelaksanaan

pelayanan umum.

4.2. Potensi Ekonomi

BSD dapat dikatakan sebagai pelopor pembangunan kota mandiri di

Jabodetabek yang telah menyelesaikan pembangunan tahap pertama dan tahap

kedua bagi perumahan, komersial, dan industri. Hingga saat ini penduduk BSD

ada yang bekerja pada kegiatan di sekitar BSD dan selebihnya yang telah

bekerja di Kota Jakarta dan sekitarnya.

Kota Serpong sendiri saat ini telah menjadi sumbu atau jantung utama

wilayah Tangerang, dalam hal ini Jalan Raya Serpong telah menjadi jalan kelas

provinsi yang menghubungkan Wilayah Tangerang dengan Wilayah Bogor dan

dukungan bisa diakses dari jalan Tol Merak-Jakarta (dengan jalur Serpong-

Tomang) dan jalan Tol BSD-Pondok Indah, bahkan saat ini telah dibuka Tol

JORR (Jakarta Outer Ring Road).

Mudahnya akses ke arah Serpong dan BSD ini, telah membantu BSD

untuk menjadi salah satu bagian wilayah di Kota Tangerang Selatan (awalnya

Kabupaten Tangerang, namun dipecah dari Kabupaten Tangerang pada tahun

2009) yang menjadi kawasan bisnis yang berkembang cukup pesat dan cukup

banyak diincar investor serta pengembang. Oleh karena itu maka kawasan

bisnis yang terdapat di BSD berkembang cukup pesat yang ditandai dengan

semakin banyak bermunculannya ruko (rumah-toko), restoran dan kawasan

niaga di sepanjang Jalan Raya Serpong dan di kawasan BSD sendiri, diantaranya

Plaza Niaga, Serpong Plaza, Sutera Niaga, WTC Matahari Serpong, Giant (Grup

Hero), Depo Bangunan yang diproyeksikan menjadi pusat grosir dan ritel

terbesar di Tangerang dan Kawasan Niaga Golden Road di Kawasan BSD, yaitu:

Page 80: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

60

ruko dengan gaya arsitektur mediterania yang berlokasi di depan kawasan

German Center di Sektor VII BSD. BSD sendiri selain meluncurkan kawasan

Niaga Golden Road, juga sudah memiliki Sentra Niaga di Sektor I, VI, dan VII,

yang selalu habis terjual. Selain itu juga terdapat lokasi pergudangan seperti

Taman Teknos; pusat onderdil mobil BSD Autoparts, dsb.

Kehadiran WTC Matahari di tepi Jalan Raya Serpong serta ratusan ruko,

rumah makan dan pusat bisnis lainnya di sepanjang jalan tersebut membuat

kawasan tersebut menjadi kawasan yang ramai dan roda kehidupan boleh

dikatakan berdenyut hingga 24 jam. Oleh karena itu maka tidak heran jika

banyak yang berpendapat bahwa Jalan Raya Serpong di masa mendatang akan

menjadi Jalan Fatmawati kedua, karena di sepanjang jalan tersebut dipenuhi

dengan ruko dan kawasan niaga yang hampir selalu ramai dikunjungi pembeli.

Oleh karena itu, maka dengan adanya dukungan lokasi bisnis yang berada pada

tempat strategis dan pengunjung yang semakin ramai, maka nilai investasi ruko

dan bisnis lainnya cenderung terus meningkat setiap tahun. Potensi ekonomi

kota tersebut sudah pasti akan mendukung pemasukan PAD bagi Kota

Tangerang Selatan dan Provinsi Banten, saat ini dan di masa yang akan datang.

4.3. Permukiman

Pada awal pengembangannya, pembangunan Kota Baru BSD merupakan

alih fungsi lahan dari bekas perkebunan karet, sehingga untuk keperluan

pembangunannya telah dibebaskan lahan sebanyak kurang lebih 1.300 ha.

Status lahan yang dibangun menjadi Kota Baru BSD ini sebagian besar milik

Pemda, yang awalnya merupakan lahan kosong yang tidak produktif dengan

tingkat hunian 10 orang per hektar. Lokasi BSD meliputi tiga kecamatan yaitu

Kecamatan Serpong, Legok dan Pagedangan. Sesuai dengan konsepnya sebagai

Kota Mandiri yang heterogen, BSD menawarkan berbagai produk untuk

berbagai permintaan pasar, yakni selain menawarkan untuk industri dan bisnis

(niaga), BSD juga menawarkan perumahan baik skala kecil, skala menengah

maupun skala kecil.

Pada awal pembangunban kota baru ini telah direncanakan melakukan

pembangunan secara kontinyu, dan perencanaan selama kurun waktu 30 tahun

akan dibangun 13.900 unit hunian yang terdiri dari 60% rumah murah, 30%

Page 81: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

61

rumah kelas menengah, dan 10% rumah mewah. Namun pada saat penulis

melakukan survay ke lapangan dilihat dari kondisi rumah yang ada ada indikasi

melenceng dari rencana semula. Dalam hal ini rumah yang terbangun pada

umumnya merupakan rumah menengah dan mewah, sehingga ada indikasi

bahwa perbandingan 60% rumah murah, 30% rumah kelas menengah, dan 10%

rumah mewah seolah-olah menjadi terbalik, yakni rumah murahnya mendekati

25%, sedangkan rumah kelas menengah dan rumah mewahnya apabila digabung

cenderung mendekati 75%.

Adapun tahapan pembangunan perumahan di BSD seperti diuraikan di

bawah ini:

Tahap I (Persiapan) seluas 1.300 ha (tahun 1998-1999): dibangun

perumahan di Sektor I dekat transit Shutle Bus dan Kolam Renang BSD.

Perumahan Tahap I terdiri dari rumah-rumah bertipe kecil dengan luas

area sampai 70 m2 yang cocok untuk masyarakat berpenghasilan

menengah, lengkap dengan sekolah, pasar dan toko-toko, taman dan

sarana olah raga seperti lapangan basket. Rumah pada kategori ini

berjumlah 8.961 unit.

Tahap II (Percepatan pertumbuhan) luas pembangunan 2.000 ha (1996-

2006): perumahan yang dibangun pada tahap II ditujukan untuk menarik

pembeli dari kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas

dengan luas 70-250 m2 dan rumah-rumah yang dibangun umumnya

adalah rumah bertingkat. Hal ini juga terlihat dari produk-produk

perumahan yang bernuansa kebarat-baratan seperti The Green, Vermont

Parkland, Virginia Lagoon, De Latinos. Pada tahap II juga dibangun

pusat perbelanjaan.

Tahap III (Penggabungan) luas pembangunan mencapai 2.700 ha (2003-

2013): pada pembangunan tahap III ini dibangun rumah-rumah mewah

yang luas bangunannya diatas 250 m2 dan umumnya merupakan

bangunan bertingkat.

Kondisi perumahan yang ada di BSD pada umumnya merupakan

kawasan yang tertata rapih dan relatif sudah memperhatikan aspek lingkungan

cukup baik. Dalam hal ini permukiman tersebut bukan hanya tertata dengan

Page 82: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

62

baik, namun juga terlihat asri, karena ditumbuhi oleh beragam pepohonan

(tanaman keras) yang umumnya cukup banyak di sepanjang jalan. Selain itu

hampir sebagian besar rumah juga memiliki lahan pekarangan yang umumnya

juga terbuka hijau dan cukup asri. Selain adanya lahan pekarangan di lokasi

perumahan juga pada umumnya dilengkapi dengan ruang terbuka hijau yang

diperkirakan memenuhi ketentuan pemerintah, yakni diperkirakan lahan

permukiman tersebut yang digunakan untuk kawasan permukiman mendekati

30%.

Di BSD juga terdapat cukup banyak fasilitas yang mendukung aktifitas

warga yang tinggal di dalamnya. Fasilitas yang ada di lokasi tersebut antara lain

adalah sarana pendidikan dari terutama mulai dari tingkat pra sekolah,

pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selain itu juga terdapat fasilitas

kesehatan, fasilitas peribadatan serta fasilitas tempat bermain yang masuk ke

dalam kategori baik dan memadai. Selain itu juga terdapat akses jalan dan

fasilitas yang memudahkan untuk dicapai dari dan ke Kota Jakarta, yakni

terdapat Jalan Tol Kebun Jeruk Serpong, Jalan Tol Pondok Indah Serpong, Jalan

Tol JORR, stasiun kereta api, fasilitas feeder busway, dsb.

4.4. Sosial budaya

Penduduk Kota Baru BSD pada umumnya adalah penduduk pendatang

(dari luar Kota Tangerang Selatan) atau pada umumnya adalah masyarakat

perantau. Namun demikian mereka telah berinteraksi dalam kelompok

permukiman dengan sistem cluster dalam sistem RT/RW. Proses sosialisasi

antar penghuni diduga terjadi di ruang terbuka di lingkungan kawasan

permukiman dan di kawasan perdagangan dan jasa kota (CBD).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang penduduk yang ada

di sekitar BSD, terungkap bahwa penduduk di sekitar BSD pada umumnya

cukup banyak membantu warga BSD, bahkan beberapa diantaranya ikut

mewarnai kehidupan kota termasuk pada sektor transportasi lokal (ojek atau

supir angkot) dan beberapa sektor informal (warung tegal atau warung klontong,

dsb) yang ditata atau dialokasikan pada lahan tertentu secara terencana.

Page 83: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan penduduk menimbulkan berbagai implikasi yang bersifat

multidimensi dan multisektor, seperti mengakibatkan pesatnya pertumbuhan wilayah

perkotaan yang pada akhirnya berakibat pada peningkatan kebutuhan perumahan.

Namun di lain pihak, peruntukan lahan untuk perumahan di wilayah perkotaan tidak

mengalami penambahan, namun malah cenderung semakin berkurang, sehingga

menyebabkan terjadinya aglomerasi, dan pada akhirnya akan berdampak pada

timbulnya kawasan permukiman baru dan kota baru. Kondisi ini terjadi di kota-kota

besar seperti DKI Jakarta. Oleh karena itu di sekitar DKI Jakarta bermunculan

permukiman baru dan kota baru. Permukiman baru muncul di berbagai lokasi dengan

jumlah yang cukup banyak, sedangkan kota baru yang ada di sekitar DKI Jakarta ada

dua yakni Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD) dan Kota Baru Cibinong. Namun

demikian dilihat dari morfologinya Kota Baru BSD mempunyai berbagai keunikan dan

kelebihan dibanding Kota Baru Cibinong, sehingga Kota Baru BSD menarik untuk

dikaji lebih jauh. Adapun salah satu cara untuk memotret kota baru ini dapat dilakukan

dengan melihat kualitas lingkungannya yang dilihat dari kualitas air dan kualitas udara,

melihat keberlanjutannya serta membuat model pengelolaan lingkungan di Kota Baru

BSD.

5.1. Kualitas Lingkungan BSD

Pertumbuhan penduduk di perkotaan yang tinggi berakibat pada meningkatnya

kebutuhan akan rumah dan kebutuhan untuk hidup layak serta pada tuntutan untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Akibatnya, kegiatan di dalam kota dan

pinggiran kota besar (kota satelit) menimbulkan berbagai implikasi negatif yang

mendorong pada terjadinya penurunan kualitas lingkungan seperti terjadinya polusi

udara dan air. Adapun kualitas udara dan kualitas air tersebut dapat dilihat pada Tabel

10 dan 11. Kondisi atmosfir di Kawasan Kota Baru BSD tercemar gas beracun CO,

serta tercemar oleh SOx, NOx, ozon (O3) dan TSP. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan

mengingat udara merupakan kebutuhan semua mahluk hidup, termasuk di dalamnya

manusia, adanya bahan pencemar tersebut akan mengakibatkan kondisi kesehatan

manusia dan mahluk hidup lainnya yang melakukan pernafasan akan terganggu

kesehatannya. Disamping hal tersebut tingginya SOx, NOx dan CO juga akan

Page 84: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

64

mengakibatkan terjadinya hujan asam yang dapat mengakibatkan berbagai masalah

muncul seperti terjadinya kerusakan bangunan, kerusakan ekosistem daratan dan

kerusakan ekosistem perairan.

Tabel 10. Kualitas udara di BSD

LokasiParameter kualitas udara (µg/m3)

SO2 NO2 O3 CO TSP Pb

Permukiman 23.45 1.12 20.4 295 25 < 1Pertokoan 32.14 2.11 22.1 317 30 < 1Industri 26.4 1.43 21.5 309 25 < 1

Baku mutu* 900 400 235 30.000 230 2

Keterangan: * = PP No.41 Thn. 1999

Tabel 11. Kualitas air di BSD

No Parameter SatuanLokasi

Perumahanluar

PerumahanBSD

Pertokoan IndustriBMII*

Fisika1 suhu oC 26 26 27 28 dev. 3

Kimia1 pH *) - 6.0 6.5 6.5 6.5 6 - 92 BOD5 mg/l 5.13 4.94 5.22 11.71 33 COD + mg/l 20.68 92.26 93.84 98.58 254 Nitrat-

NO3-Nmg/l 0.076 0.170 0.111 1.903 10

5 TotalFosfat(PO4-P)

mg/l 0.034 0.090 0.052 0.140 0.2

6 Kadmium-Cd

mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0.01

7 Deterjen mg/l 0.010 0.008 0.007 0.009 0.28 Timah

Hitam- Pbmg/l <0,005 <0,005 <0,005 <0,005

0.03

9 Air Raksa(Hg)

mg/l 0.0005 0.0005 0.0006 0.0006 0.002

10 Arsen-As mg/l 0.0003 0.0003 0.0004 0.0004 111 Fenol mg/l 0.0009 0.0009 <0,0001 0.0009 0.001

BM II*= Baku Mutu Air kelas II

Berdasakan baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lampiran 1)

memperlihatkan bahwa BOD dan COD baik yang berada di perumahan, pertokoan dan

Page 85: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

65

industri semuanya sudah berada di bawah ambang batas nilai yang dipersyaratkan.

Sedangkan parameter lainnya yakni nitrat-NO3-N, total fosfat (PO4-P), kadmium (Cd),

deterjen, timah hitam (Pb), air raksa (Hg), arsen (As) dan fenol yang ada dalam

perairan sekitar lokasi penelitian semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan

(Lampiran 1).

5.2. Analisis Keberlanjutan

Keberlanjutan pembangunan di kota baru ini merupakan hal yang menarik

untuk dikaji, mengingat keberlanjutan kota baru dapat berpengaruh pada berbagai hal

seperti pada peningkatan pembangunan fisik dan ekonomi. Walau dampak dari

pembangunan ekonomi tersebut pada akhirnya akan semakin menarik para migran yang

ingin mencari penghidupan yang lebih layak di perkotaan. Selain hal tersebut

pembangunan fisik juga dapat berdampak negatif pada berbagai hal, terutama yang ada

kaitannya dengan lingkungan. Bahkan tidak hanya itu akibat pembangunan fisik,

malah dapat terbentuk lokasi-lokasi yang mungkin malah menjadi rawan terjadinya

bencana, dapat mengganggu kestabilan lingkungan seperti menimbulkan masalah

banjir, dsb.

Analisis keberlanjutan Kota Baru BSD ini dilakukan berdasarkan modifikasi

dari metode Rapfish yang digunakan untuk menilai status keberlanjutan. Hasil analisis

keberlanjutan Kota Baru BSD dinyatakan dalam indeks keberlanjutan Kota Baru BSD

(ikb-KOBA). Adapun hasil dari analisis yang dinyatakan sebagai indeks keberlanjutan

ini mencerminkan status keberlanjutan pada Kota Baru BSD berdasarkan kondisi

eksisting. Nilai tersebut ditentukan dari pendapat pakar, dengan kisaran nilai antara

0 – 100 %. Kriteria tidak berkelanjutan atau buruk, jika nilai indeks terletak antara

0 – 24,99 %. Kriteria kurang berkelanjutan apabila nilai indeksnya terletak antara

25 – 49,99 %. Kriteria cukup berkelanjutan apabila nilai indeksnya terletak antara

50 – 74,99 %. Kriteria berkelanjutan atau baik, jika nilai indeksnya 75 – 100 %

(Kavanagh, 2001).

Pada analisis keberlanjutan ini, yang dianalisis adalah dimensi ekologi,

ekonomi, sosial-budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan. Pada analisis

keberlanjutan Kota Baru BSD, sifatnya multidimensi, karena menggabungkan seluruh

atribut yang ada pada enam dimensi penentuan indeks keberlanjutan yaitu dimensi

Page 86: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

66

ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan

kelembagaan.

5.2.1. Dimensi Ekologi

Hasil analisis keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 14. Pada Gambar 14

terlihat bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah 42,22 % (dengan

skala sustainabilitas 0 – 100, dan nilai indeks < 50). Hal ini memperlihatkan bahwa

berdasarkan kriteria Kavanagh (2001), maka status keberlanjutan untuk dimensi ekologi

di Kota Baru BSD termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan.

Gambar 14. Indeks keberlanjutan dimensi ekologi Kota Baru BSD

Gambar 14 memperlihatkan bahwa walaupun Kota Baru BSD masuk ke dalam

kota baru yang relatif hijau dan relatif asri, namun aspek lingkungan masih harus

mendapat perhatian yang lebih serius, sehingga harus dicari upaya-upaya agar dimensi

ekologi menjadi berkelanjutan. Adapun peran masing-masing aspek pada atribut

ekologi ini dianalisis dengan menggunakan analisis leverage yang bertujuan untuk

melihat atribut yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan

dimensi ekologinya, hasil analisis leverage ini dapat dilihat pada Gambar 15.

Berdasarkan wawancara terhadap pakar, agar nilai indeks ini di masa yang akan

datang dapat terus meningkat sampai mencapai status berkelanjutan, perlu perbaikan-

perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks

RAPPERUMTES Ordination

GoodBad

Up

Down-60

-40

-20

0

20

40

60

-20 0 20 40 60 80 100 120

Status Permukiman

42,22 %

Page 87: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

67

dimensi ekologi. Atribut-atribut yang diperkirakan dapat memberikan pengaruh

terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi di Kota Baru BSD ada lima dari

sebelas atribut. Adapun ke sebelas atribut tersebut adalah: (1) keadaan perumahan, (2)

ketersediaan instalasi pengolah limbah cair, (3) ketersediaan TPS sampah, (4) kondisi

drainase, (5) ketersediaan RTH, (6) ketersediaan air bersih, (7) kondisi jalan Kota Baru

BSD, (8) pencemaran udara/emisi, (9) penggunaan lahan BSD, (10) manajemen

banjir/bencana dan (11) permasalahan transportasi. Untuk lebih jelasnya atribut-atribut

dimensi ekologi dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Peran masing-masing atribut dimensi ekologi yang dinyatakandalam bentuk perubahan nilai root mean square (RMS)

Pada Gambar 15 terlihat adanya atribut-atribut sensitif yang dapat memberikan

pengaruh besar terhadap nilai indek keberlanjutan dimensi ekologi (hasil analisis

laverage). Berdasarkan hasil analisis laverage tersebut diperoleh lima atribut yang

sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi yaitu (1) ketersediaan air

bersih, (2) manajemen banjir/bencana, (3) permasalahan transportasi, (4) pencemaran

udara/emisi, dan (5) ketersediaan pengolah limbah cair. Hasil analisis laverage dapat

dilihat pada Gambar 16.

Ketersediaan air bersih di Kota Baru BSD merupakan hal yang harus

diutamakan, mengingat di kota baru terjadi alih fungsi lahan yang cukup drastis, dalam

Leverage of Attributes

0.78

3.01

0.39

1.55

0.99

4.94

2.17

3.21

1.47

3.55

3.36

0 1 2 3 4 5 6

Permasalahan transportasi

Managemen Banjir/bencana

Psnggnaan lahan BSD

Pencemaran udara/emisi

Kondisi jalan Kota baru BSD

Ketersediaan air bersih

Ketersediaan RTH

Kondisi drainase

Ketersediaan TPS Sampah

Ketersediaan instalasi pengolah limbah cair

Keadaan perumahan

Attribute

Root mean square Change % in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Status scale 0 to 100)

Page 88: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

68

hal ini lahan yang tadinya terbuka, menjadi kawasan terbangun sehingga

memungkinkan terjadinya run off air pada saat hujan, sehingga air yang masuk ke

dalam tanah, untuk menjadi air tanah menjadi minimal, oleh karena itu maka air tanah

yang umumnya relatif bersih akan menjadi masalah dilokasi ini. Selain air tanah, di

Kota Baru BSD juga terdapat air sungai, namun kondisi air sungai dan air drainase di

lokasi penelitian juga kurang menggembirakan mengingat di lokasi ini apabila dilihat

dari bau dan warnanya, memberikan indikasi sudah tercemar berat, sehingga

ketersediaan air bersih menjadi masalah di kota baru. Di lain pihak, kebutuhan air di

Kota Baru akan cenderung semakin meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah

penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga kelangkaan air

bersih akan semakin meningkat. Oleh karena itu maka sumberdaya air harus dikelola,

dipelihara, dimanfaatkan, dilindungi dan dijaga kelestariannya, untuk melakukan hal

tersebut, agar semuanya dapat terlaksana dengan baik, maka hal yang lebih ideal adalah

dengan cara memberikan peran kepada masyarakat dalam setiap tahapan pengelolaan

sumberdaya air.

Atribut sensitif ke dua adalah harus memperhatikan manajemen banjir/bencana.

Hal ini sangat mungkin terjadi, mengingat dari hasil survay terlihat bahwa wilayah di

sekitar Kota Baru BSD relatif pemanfaatan ruangnya masih belum terkendali dengan

baik, sehingga kondisi ini memungkinkan terjadinya bencana, seperti bencana banjir,

sehingga apabila pengelolaan dan pemanfaatan ruang tidak terkendali akan dapat

menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan tersebut, yang pada akhirnya akan

berdampak ke Kota Baru BSD. Oleh karena itu maka kesesuaian lahan di kota baru

yang diperuntukan untuk berbagai kepentingan harus benar-benar memperhatikan dan

mengimplementasikan Rencana Tata Ruang Wilayah, seperti yang tercantum pada

Undang-undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pada

pasal 29 ayat(1) dijelaskan bahwa: ”Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau

publik dan ruang terbuka hijau privat” dan selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa:

”Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas

wilayah kota”. Pada ayat (3) disebutkan bahwa ruang terbuka hijau publik pada wilayah

kota paling sedikit 20 % dari luas wilayah kota.

Atribut sensitif ketiga adalah permasalahan transportasi. Permasalahan

transportasi tersebut nampak jelas terutama pada saat pagi hingga menjelang malam,

Page 89: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

69

yakni di beberapa lokasi terjadi antrian kendaraan yang cukup panjang. Walau

kendaraan-kendaraan berat sudah dialihkan ke pinggir kota, masalah transportasi di

Kota Baru BSD ternyata masih menjadi masalah yang masih harus dipecahkan dengan

baik, mengingat selain akan terjadi kemacetan, juga akan mengakibatkan terjadinya

pencemaran dan terjadinya peningkatan GRK terutama NOx, SOx dan CO2.

Terjadinya pembakaran bahan bakar fosil (BBF) yang aktif pada kegiatan

transportasi ini pada akhirnya akan menyumbang terjadinya pemanasan global, yang

pada akhirnya berujung pada terjadinya perubahan iklim global, sehingga menimbulkan

berbagai bencana. Selain menyumbang GRK, dari pembakaran BBF transportasi ini

juga akan dihasilkan logam berat terutama timbal atau Pb (Volesky, 2000). Di lain

pihak adanya pencemaran juga dapat berimplikasi terhadap berkurangnya pendapatan

sebagai akibat adanya masalah kesehatan, sehingga akan dikeluarkan biaya ekstra untuk

menanggulanginya (Syahril et al. 2002). Berdasarkan hal tersebut, maka dengan

meningkatnya transportasi, bukan saja akan meningkatkan pembakaran BBF, namun

logam berat Pb yang berasal dari pembakaran BBF tersebut juga akan memberikan

dampak yang buruk bagi kesehatan masyarakat.

Atribut sensitif keempat adalah pencemaran udara/emisi. Terjadinya

pencemaran atau emisi GRK di Kota Baru harus menjadi perhatian yang serius,

mengingat di wilayah ini transportasi belum dapat dikelola secara baik, apalagi jika di

lokasi tersebut terjadi kemacetan, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan

terjadinya peningkatan GRK terutama NOx, SOx dan CO2. Selain adanya pencemaran

yang berasal dari Kota Baru, pencemaran udara ini juga ditambah dengan bahan

pencemar dan emisi dari lokasi lain, terutama dari jaringan jalan yang berada di

pinggiran Kota Baru BSD, mengingat kendaraan dari kota baru di alihkan ke pinggir

kota, namun mengingat udara bersifat dinamis, maka udara yang berasal dari pinggiran

kota tersebut, dengan adanya angin, pada akhirnya akan masuk ke dalam wilayah Kota

Baru BSD.

Atribut sensitif kelima adalah ketersediaan pengolah limbah cair. Limbah cair

pada dasarnya dapat dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti dari pertokoan, industri,

perhotelan, rumah sakit, permukiman, dsb. Namun sayangnya walaupun Kota Baru

BSD adalah hunian hijau, namun limbah domestik yang ada di lokasi kajian

mengindikasikan tidak pernah dilakukan pengelolaan, sehingga limbah cair domestik

Page 90: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

70

akan masuk ke dalam sungai tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Kondisi

yang sama juga terjadi pada limbah lain seperti limbah industri dan limbah perkotaan,

limbah rumah sakit, dsb yang hampir semuanya langsung masuk ke dalam badan air

tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu maka ketersediaan

instalasi pengolah limbah cair (IPAL) harus mendapat perhatian yang sangat serius.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kemungkinan terjadinya kerentanan

dan kerawanan ekologis di lokasi penelitian yang merupakan lokasi yang relatif asri

menjadi tidak terhindarkan dalam pengembangan kawasan Kota Baru BSD. Oleh

karena itu, maka perlu dilakukan penataan daerah, baik di dalam kota baru itu sendiri,

maupun di wilayah sekitar kawasan Kota Baru BSD secara terpadu, sesuai fungsi lahan.

5.2.2. Dimensi Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan terhadap dimensi ekonomi

memperlihatkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 53,17

(Gambar 16). Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi ini lebih besar dibanding

nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi. Selain itu besarnya nilai indeks

keberlanjutan ekonomi lebih besar dari 50. Hal ini mengandung arti bahwa dimensi

ekonomi pada pengelolaan kawasan Kota Baru BSD masuk pada kategori cukup

berkelanjutan (Kavanagh, 2001). Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengelolaan

kawasan Kota Baru BSD lebih memberikan manfaat secara ekonomi dibanding aspek

ekologi.

Indeks keberlanjutan pada dimensi ekonomi cukup berkelanjutan, namun

demikian pada dimensi ekonomi juga masih terdapat berbagai kelemahan yang masih

perlu diperbaiki, sehingga menjadi sangat berlanjut. Adapun perbaikan-perbaikan

tersebut, idealnya harus dilakukan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh

terhadap nilai indeks dimensi ekonomi, sehingga nilai indeks ini dimasa yang akan

datang dapat terus meningkat sampai mencapai status sangat berkelanjutan.

Adapun atribut-atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap

tingkat keberlanjutan pada dimensi ekonomi terdiri dari delapan atribut, yaitu: (1)

peluang usaha, (2) kelayakan lingkungan usaha, (3) kemampuan daya beli masyarakat,

(4) tingkat pengangguran, (5) kawasan industri, (6) tingkat pendapatan, (7) keberadaan

pertokoan, dan (8) keberdaaan kawasan bisnis.

Page 91: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

71

53.17

GOODBAD

UP

DOWN

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Gambar 16. Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi Kota Baru BSD

Besarnya nilai indeks keberlanjutan ekonomi dipengaruhi oleh atribut-atribut

keberlanjutan seperti telah disebutkan di atas, namun demikian atribut-atribut tersebut

memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap besarnya nilai indeks keberlanjutan.

Dalam rangka melihat atribut-atribut yang lebih sensitif memberikan kontribusi

terhadap nilai indek keberlanjutan ekonomi, dilakukan analisis laverage. Hasil analisis

laverage diperoleh empat atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan

dimensi ekonomi yaitu (1) keberadaan kawasan bisnis, (2) tingkat pengangguran, (3)

keberadaan kawasan industri, dan (4) keberadaan pertokoan kawasan. Hasil analisis

laverage dapat dilihat seperti Gambar 17.

Atribut sensitif pertama adalah keberadaan kawasan bisnis. Pada kota baru,

selain adanya zonasi perumahan masyarakat identik, juga harus terdapat kawasan bisnis,

mengingat dengan tersedianya kawasan bisnis, maka di perumahan tersebut juga identik

dengan relatif dapat terpenuhinya tuntutan-tuntutan dari penghuni perumahan tersebut

untuk berusaha dan untuk mencari nafkah ke lokasi yang tidak terlalu jauh. Keberadaan

kawasan bisnis yang strategis akan memudahkan masyarakat untuk mendapat barang-

barang kebutuhannya, untuk menjual barang-barang yang diproduksinya atau untuk

bertransaksi di berbagai bidang. Selain hal tersebut dengan adanya kawasan bisnis yang

Page 92: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

72

berkembang di kota baru ini berarti ada tempat usaha yang baik, mudah ditemukan dan

dijangkau, sehingga akan menarik baik bagi konsumen perumahan kota baru itu sendiri

maupun untuk penghuni yang mata pencahariannya atau yang hobbinya berbisnis.

Keberadaan kawasan bisnis di area kota baru yang relatif dekat dengan kawasan

permukiman tentunya akan memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat, namun

juga keberadaan kawasan bisnis tersebut juga harus memperhatikan aspek lingkungan

sekitar, sehingga kawasan kota baru tetap berkelanjutan walau dalam kondisi apapun.

Gambar 17. Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi yang dinyatakandalam bentuk perubahan nilai root mean square (RMS)

Atribut sensitif ke dua adalah tingkat pengangguran. Walaupun Kota Baru BSD

adalah kota baru yang sudah modern dengan kondisi keberlanjutan yang masuk pada

kategori cukup, namun ternyata juga tidak pernah terlepas dari masalah pengangguran.

Berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat diketahui bahwa pada umumnya

masyarakat yang ada di lokasi tersebut mempunyai pekerjaan tetap, namun demikian

diantara masyarakat tersebut terutama yang berada di sekitar perumahan terencana

cukup banyak yang tidak mempunyai pekerjaan tetap (pengangguran), sehingga dapat

mengganggu ketentraman. Berdasarkan wawancara juga terungkap bahwa penganggur

yang paling banyak terutama berasal dari masyarakat pendatang yang datang ke kota

baru untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu maka terjadinya urbanisasi dari desa ke

Leverage of Attributes

0.44

0.66

0.48

1.81

1.19

0.31

1.48

2.57

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Kawasan bisnis

Keberadaan industri

Tingkat pendapatan

Pertokoan kawasan

Tingkat pengangguran

Kemampuan daya beli masy

Kelayakan lingk usaha

Peluang usaha

Attribute

Root mean square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (onStatus scale 0 to 100)

Page 93: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

73

kota merupakan salah satu aspek yang perlu diwaspadai mengingat urbanisasi seringkali

meningkatkan jumlah penganggur, di lain pihak meningkatnya jumlah penganggur ini

seringkali berdampak pada ketidak kondusifan di dalam kawasan.

Hingga saat ini pengangguran masih menjadi masalah besar di berbagai lokasi,

bahkan di kota besar sekalipun, oleh karena itu maka harus dicari jalan keluar yang

tepat, mengingat pengangguran dapat menjadi persoalan yang berakibat pada

terganggunya stabilitas sosial, politik dan ekonomi. Oleh karenanya apabila masalah

pengangguran tidak dapat terpecahkan, maka suatu saat akan sangat membahayakan

kelangsungan pemerintahan suatu negara, mengingat pengangguran akan

mengakibatkan timbulnya kerawanan sosial.

Atribut sensitif ke tiga adalah keberadaan kawasan industri. Pada dasarnya Kota

Baru BSD merupakan kota baru mandiri, dalam arti masalah ekonomi dan sosial,

berupaya untuk dipecahkan sendiri, termasuk di dalamnya masalah pengangguran.

Dalam rangka menunjang Kota Baru BSD menjadi wilayah yang mandiri, maka selain

harus terdapat kawasan bisnis. Hal yang juga sangat perlu ada adalah terdapatnya

kawasan industri, mengingat kawasan industri merupakan kawasan yang dapat

menggairahkan kondisi ekonomi kawasan, dapat meningkatkan PAD, dan PDRB serta

akan membantu pemerintah untuk mengurangi pengangguran. Oleh karena itu maka

kawasan industri mutlak harus ada di kota baru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Miranti (2007) yang mengatakan bahwa industri ini merupakan sektor yang mampu

menyerap tenaga kerja cukup besar. Pada 2006, industri ini memberikan kontribusi

sebesar 11,7 % terhadap total ekspor nasional, 20,2 % terhadap surplus perdagangan

nasional, dan 3,8 % terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional.

Selain hal tersebut di atas, keberadaan kawasan industri juga perlu mendapat

perhatian yang cukup serius, mengingat di lokasi ini akan terjadi aktifitas antropogenik

yang begitu tinggi, termasuk di dalamnya pembakaran BBF, pembuangan sampah dan

pembuangan limbah cair. Hal ini akan menimbulkan masalah yang cukup serius karena

menurut Abou et al. (2002) pada limbah industri ditemukan limbah B3 dengan jumlah

umumnya lebih tinggi dibanding kegiatan lain. Namun demikan limbah B3 dari industri

pada lokasi yang terkonsentrasi di kawasan industri (point source) seperti yang terjadi

di Kota Baru BSD, relatif lebih mudah untuk dilakukan pengawasan dan

penanganannya karena dapat dibuat IPAL komunal (Allenby, 1999).

Page 94: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

74

Atribut sensitif ke empat adalah keberadaan pertokoan di kawasan kota baru. Di

pertokoan banyak transaksi yang terjadi, dan di kawasan pertokoan pula peredaran uang

sangat besar, sehingga pertokoan idealnya harus mengikuti pusat permukiman berada,

begitu pula dengan kebalikannya. Hal ini terjadi karena masyarakat merupakan faktor

penting dalam penentuan keberadaan pertokoan, mengingat keberadaan pertokoan

disamping dapat memberi manfaat tapi juga dapat menimbulkan kerugian bagi

masyarakat, terutama yang tinggal berdekatan dengan pertokoan pada khususnya. Oleh

karena itu penerimaan masyarakat akan keberadaan pertokoan menjadi sangat penting

untuk diperhatikan, mengingat bukan tidak mungkin di lokasi tersebut dapat terjadi

konflik dengan masyarakat.

5.2.3. Dimensi Sosial dan Budaya

Pada penelitian ini didapatkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya

sebesar 26,49 %. Nilai dimensi sosial budaya ini jauh di bawah nilai 50, sehingga

termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan (Kavanagh, 2001). Selain hal itu nilai

dimensi sosial budaya ini juga berada di bawah indeks keberlanjutan dimensi ekologi

maupun dimensi ekonomi. Hal ini memperlihatkan bahwa di kawasan kota baru

terdapat indikasi bahwa adanya kegiatan yang mendekati gaya metropolitan di kota baru

mengakibatkan relatif melunturnya aspek sosial budaya, yang terlihat dari tidak terdapat

lagi budaya asli wilayah tersebut, sehingga budaya masyarakat setempat sudah luntur

dan tidak didapati lagi di kawasan Kota Baru BSD. Selain itu masyarakat di Kota Baru

BSD juga relatif lebih bersifat individual, sehingga perlu dilakukan berbagai hal untuk

meningkatkan status nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya ini, terutama

dalam hal perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif yang akan mempengaruhi

nilai indeks tersebut secara nyata. Untuk lebih jelasnya nilai indeks keberlanjutan untuk

dimensi sosial dan budaya dapat dilihat pada Gambar 18.

Adapun peran masing-masing aspek pada atribut sosial budaya ini dianalisis

dengan menggunakan analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 19. Pada Gambar 19

terlihat bahwa atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat

keberlanjutan pada dimensi sosial-budaya terdiri dari lima atribut, yaitu: (1) kepedulian,

dan tanggung jawab masyarakat terhadap sumberdaya, (2) status kesehatan masyarakat,

(3) pengaruh keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal, (4) keragaman budaya

dalam masyarakat dan (5) konflik dengan masyarakat lokal.

Page 95: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

75

Gambar 18. Indeks keberlanjutan dimensi sosial dan budaya Kota Baru BSD

Berdasarkan hasil analisis laverage diperoleh tiga atribut yang paling sensitif

terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya yaitu (1) pengaruh

keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal, (2) keragaman budaya dalam

masyarakat, dan (3) konflik dengan masyarakat lokal. Atribut-atribut tersebut perlu

dikelola dan terus ditingkatkan dengan baik agar nilai indeks keberlanjutan dimensi

sosial-budaya ini meningkat di masa yang akan datang. Pengelolaan atribut dilakukan

dengan cara meningkatkan peran setiap atribut yang memberikan dampak positif dan

menekan setiap atribut yang dapat berdampak negatif terhadap indeks keberlanjutan

dimensi sosial-budaya dalam pengembangan permukiman tepi sungai di Jakarta. Hasil

analisis laverage dapat dilihat seperti Gambar 19.

Pada Gambar 19 terlihat bahwa atribut yang paling sensitif yang harus benar-

benar diperhatikan adalah adanya pengaruh keberadaan Kota Baru BSD pada nilai

sosial budaya lokal, keragaman budaya dalam masyarakat, dan konflik antara

masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman Kota Baru BSD dengan masyarakat

lokal. Hal ini dapat dimengerti mengingat masyarakat yang tinggal di suatu kawasan

perumahan perkotaan, seperti halnya di BSD pada umumnya terdiri dari beragam etnik,

adat juga latar belakang yang berbeda-beda. Oleh karena itu maka keragaman tersebut

26,49 %

RAPPERUMTES Ordination

Down

Up

BadGood

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Status Permukiman

26,49 %

Page 96: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

76

harus menjadi modal dasar untuk melakukan pembangunan, mengingat apabila

keragaman itu tidak dikelola dengan baik, pada umumnya akan memudahkan terjadinya

konflik.

Gambar 19. Peran masing-masing atribut dimensi sosial dan budaya yang dinyatakandalam bentuk perubahan nilai root mean square (RMS)

Dalam rangka menjaga agar tidak terjadi konflik, maka masyarakat yang

mempunyai karakter multi-etnis dan multi-agama seperti yang terjadi di Kota Baru BSD

harus selalu menggali wawasan kebangsaan, sehingga dapat menghindari adanya

berbagai ketegangan dan dapat menghindarkan terjadinya konflik masyarakat. Konflik

horisontal antar kelompok masyarakat tertentu di kawasan permukiman seharusnya bisa

dihindari apabila ada rasa toleransi yang tinggi terhadap perbedaan yang ada.

Kondisi tersebut terjadi karena adanya toleransi antara etnis yang satu dengan

etnis yang lain tidak pernah hadir dengan sendirinya. Dalam hal ini toleransi baru akan

muncul jika dari lubuk hati masing-masing terdapat empati. Adapun yang dimaksud

dengan empati di sini adalah hati nurani manusia untuk ikut serta merasakan apa yang

dirasakan oleh orang lain; seperti turut bergembira pada saat melihat orang lain

bahagia, dan turut berduka apabila orang lain ada yang sedang mendapatkan

masalah/musibah/kedukaan atau dengan kata lain empati merupakan rasa kepedulian

terhadap sesama. Oleh karena itu maka apabila masing-masing anggota masyarakat

Leverage of Attributes

2.39

1.88

3.72

3.70

3.87

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

Kepedulian&tg.jawab

Pada sumberdaya

Status kesehatan

masyarakat

Keragaman budaya

dlm masyarakat

Konflik dengan

Masyarakat lokal

Keberadaan BSD

pada sosial budaya

Attribute

Root mean square Change % in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Status scale 0 to 100)

Page 97: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

77

memiliki rasa empati terhadap orang lain, maka akan terbangun rasa untuk saling

menerima dan menghargai orang lain, sehingga nilai toleransi akan terbangun dengan

baik.

Pada suatu kawasan permukiman yang terdapat di perkotaan, kemungkinan

adanya keranekaragaman etnis sangat tinggi, mengingat masyarakat yang ada di kota

baru berasal dari berbagai daerah, dengan adat istiadat dan bahkan mungkin agama yang

beranekaragam. Oleh karena itu maka pada kawasan permukiman baru, seperti halnya

di Kota Baru BSD, potensi bahaya konflik selalu tinggi. Adapun konflik yang

mungkin muncul di kawasan kota baru antara lain adalah konflik ketenaga kerjaan,

konflik agama, konflik budaya (adat istiadat dan kebiasaan), konflik pertanahan (walau

awalnya lebih ke antara pengembang dan masyarakat lokal), konflik atas sumber daya

alam, dsb. Satu jenis atau berbagai jenis konflik tersebutpada umumnya akan muncul

ke permukaan dalam bentuk konflik antar etnis dan konflik antar agama. Adanya

ketidak adilan baik dalam hal aspek sosial, budaya, maupun ekonomi seringkali menjadi

lahan subur untuk terjadinya konflik. Oleh karena itu dalam satu kawasan permukiman

di kota baru seperti BSD harus selalu dijaga agar masyarakat yang ada di dalamnya

merasa diperlakukan adil, dan jangan sampai membiarkan terjadinya kepentingan dari

luar yang sengaja memanaskan suasana dalam kawasan permukiman tersebut, sehingga

akan meredam terjadinya konflik.

Kenyataan yang ada saat ini, baik di kota baru, maupun di seluruh peloksok

perkotaan, cenderung terdapat kesenjangan yang diakibatkan oleh kebijakan

pembangunan ekonomi yang kurang mendukung. Hal ini terjadi karena adanya

perubahan yang sangat cepat, sementara kondisi budaya bangsa belum dapat

mengimbangi perubahan yang sangat cepat tersebut. Hal ini pada akhirnya

mengakibatkan krisis ekonomi merambah ke aspek-aspek lainnya, sehingga krisis

ekonomi tersebut akhirnya berkembang menjadi krisis moral, krisis sosial, krisis politik,

dan krisis multidimensional yang mengakibatkan terbentuknya konflik sosial, bahkan

malah pada akhirnya mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh karena itu

maka agar hal tersebut tidak sampai terjadi, maka hal yang harus benar-benar

diperhatikan sedini mungkin adalah melakukan pengelolaan terhadap keragaman

budaya yang ada pada suatu kawasan permukiman dan kota baru sebaik dan secermat

mungkin.

Page 98: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

78

Dalam rangka menciptakan terwujudnya masyarakat yang merasa diperlakukan

adil dan damai serta terwujudnya masyarakat yang kondusif di kawasan kota baru

dengan masyarakat sekitarnya, adalah harus memahami adanya ragam budaya atau

multikulturalisme, yakni mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan,

baik secara individual maupun secara kebudayaan. Oleh karena itu maka masyarakat

harus dipandang sebagai pemilik sebuah kebudayaan, dan kebudayaan sendiri

merupakan modal dasar pembangunan, sehingga adanya kebudayaan yang

beranekaragam menjadi modal pembangunan yang sangat besar untuk memajukan

sebuah kota baru, bahkan bangsa dan negara. Selain hal tersebut pada konteks

keragaman budaya, multikulturalisme jangan diartikan sebagai konsep keanekaragaman

secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa, mengingat multikulturalisme

menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Oleh karena itu maka

pemahaman multikulturalisme harus mengedepankan kesederajatan dan keadilan

dengan memperhatikan dan menekankan pada proses penegakan hukum,

memungkinkan terbukanya kesempatan untuk bekerja dan berusaha, mengedepankan

HAM, mengakui hak budaya komunitas dan golongan minoritas, mengedepankan

prinsip-prinsip etika dan moral, namun tetap menekankan pada mutu dan produktivitas.

5.2.4. Dimensi Infrastruktur dan Teknologi

Analisis terhadap keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi pada Kota

Baru BSD menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi

yang cukup tinggi, yakni sebesar 52,20 %. Nilai tersebut memperlihatkan bahwa

keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi pada pengelolaan Kota Baru BSD

masuk pada kategori cukup berkelanjutan (Kavanagh, 2001).

Adapun atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat

keberlanjutan pada dimensi infrastruktur dan teknologi terdiri dari tiga belas atribut,

yaitu: (1) ketersediaan sarana dan prasarana penanganan bencana, (2) ketersediaan

sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair, (3) ketersediaan sarana dan

prasarana pengolahan limbah industri cair, (4) ketersediaan sarana dan prasarana

pengolahan limbah padat, (5) ketersediaan sarana dan prasarana monitoring kualitas

perairan, (6) ketersediaan sarana dan prasarana monitoring kualitas udara, (7)

ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas sosial, (8) penggunaan sarana transportasi,

(9) ketersediaan sarana dan prasarana menurunkan emisi GRK, (10) ketersediaan sarana

Page 99: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

79

dan prasarana jalan yang efektif dan efisien, (11) akses masyarakat terhadap utilitas

ekonomi, (12) ketersediaan sarana dan prasarana komuter, dan (13) ketersediaan sarana

dan prasarana early warning system.

Gambar 20. Indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi Kota Baru BSD

Adapun peran masing-masing aspek pada atribut infrastruktur dan teknologi ini

dianalisis dengan menggunakan analisis leverage. Atribut-atribut yang lebih sensitif

yang memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur

dan teknologi hasil analisis laverage ini diperoleh empat atribut yang paling sensitif

terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu (1)

ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair, (2) ketersediaan

sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair, (3) ketersediaan sarana dan

prasarana jalan yang efektif dan efisien, dan (4) ketersediaan sarana dan prasarana

komuter. Dalam rangka meningkatkan keberlanjutan dimensi infrastruktur dan

teknologi, maka atribut-atribut tersebut perlu dikelola dengan baik agar nilai indeks

keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi ini meningkat untuk masa yang akan

datang, dengan cara meningkatkan peran setiap atribut yang memberikan dampak

positif dan menekan setiap atribut yang dapat berdampak negatif terhadap indeks

keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi. Hasil analisis laverage tersebut

dapat dilihat seperti Gambar 21.

52,20 %

RAPPERUMTES Ordination

Down

Up

Bad Good

-60

-40

-20

0

20

40

60

-20 0 20 40 60 80 100 120

Status Permukiman

52,20 %

Page 100: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

80

Atribut yang paling penting dari dimensi infrastruktur dan teknologi adalah

ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair. Hal ini merupakan

satu petunjuk bahwa dalam rangka melestarikan lingkungan Kota Baru BSD sarana

pendukung seperti pengolahan limbah domestik cair di suatu kawasan kota baru tidak

dapat diabaikan bahkan harus mendapatkan perhatian yang sangat serius, karena hampir

setiap aktivitas masyarakat di permukiman akan menghasilkan limbah domestik cair.

Selain itu dalam satu kawasan permukiman, jumlah rumah yang ada di dalamnya tidak

mungkin jumlahnya sedikit, sehingga limbah domestik yang akan dihasilkan juga

jumlahnya akan sangat banyak.

Gambar 21. Peran masing-masing atribut dimensi infrastruktur dan teknologi yangdinyatakan dalam bentuk perubahan nilai root mean square (RMS).

Menurut Sitepu (2009) pada limbah domestik ini tidak sekedar hanya terdapat

limbah organik mudah urai (BOD), TSS, Minyak dan lemak, namun dapat

mengakibatkan tercemarnya lingkungan adalah H2S, orthofosfat, ammonia, nitrit, DO,

BOD, COD, phenol dan detergen serta fecal coli. Selanjutnya disarankan agar dalam

rangka menghindari terjadinya pencemaran akibat limbah domestik di kawasan

perumahan yang dibutuhkan bukan hanya persepsi semata, namun perlu tindakan nyata

untuk mewujudkan persepsi tersebut dalam berbagai aksi, seperti aksi melakukan

Leverage of Attributes

3.43

1.67

1.23

1.03

1.11

2.74

4.54

8.18

0.52

0.69

3.21

0.24

2.46

0 2 4 6 8 10

Sarana penurun emisi GRK

Sarana pengolah limbah padat

Jalan yang efektif&efisien

Akses terhadap utilitas ekonomi

Penggunaan sarana transportasi

Sarana monitoring kualitas air

Sarana pengolah limbah industry cair

Sarana Pengolah limbah domestic cair

Sarana penanganan bencana

Sarana fasilitas sosial

Ketersediaan sarana komuter

Sarana early warning

Sarana monitoring kualitas udarak

Attribute

Root mean square Change % in Ordination when Selected AttributeRemoved (on Status scale 0 to 100)

Page 101: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

81

pembangunan IPAL domestik, melakukan pengolahan limbah domestik cair yang

efisien dan efektif sehingga dapat menurunkan bahan pencemar dalam limbah cair yang

jenisnya semakin beragam. Oleh karena itu maka tersedianya sarana dan prasarana

pengolahan limbah domestik cair yang memadai di suatu kawasan permukiman atau di

kota baru tentunya bukan hanya akan menciptakan suasana yang nyaman bagi

penghuninya, namun juga akan dapat menyelamatkan lingkungan dan menjaga

kelestarian lingkungan secara makro.

Dalam kota baru selain harus tersedia sarana dan prasarana pengolahan limbah

domestik cair, juga perlu disediakan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri

cair, mengingat di kota baru selain terdapat permukiman juga terdapat kawasan bisnis,

yang di dalamnya terdapat kegiatan industri. Pada kawasan industri hal yang paling

sering terjadi adalah sangat sulitnya menghilangkan limbah. Hal ini terjadi karena

industri yang ada di kota baru pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya, belum

menerapkan konsep produksi bersih, seperti yang diinginkan oleh masyarakat dunia

yang tertuang pada Agenda 21 yang menganjurkan dilaksanakannya teknologi bersih,

sehingga dapat mengurangi jumlah limbah dan memudahkan pembuangan limbah

secara aman (Memahami KTT Bumi, 1992).

Limbah industri seringkali banyak disoroti oleh berbagai kalangan, karena

limbah industri pada umumnya mengandung berbagai senyawa baik dalam bentuk padat,

gas maupun cair yang mengandung senyawa organik dan anorganik yang umumnya

termasuk ke dalam limbah yang di dalamnya mengandung bahan berbahaya dan

beracun (B3) dengan jumlah yang seringkali melebihi batas yang ditentukan. Kondisi

tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya pencemaran, sehingga akan

menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan.

Industri pada umumnya berpotensi untuk mencemari lingkungan. Oleh karena

itu maka salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian di kawasan industri yang

ada di Kota Baru BSD adalah belum terdapatnya pengolah air buangan (limbah cair

industri). Dalam pengolahan air buangan ini, berdasarkan pengamatan di lapang, ada

indikasi bahwa perusahaan yang memiliki IPAL di lokasi penelitian relatif hampir tidak

ada. Hal ini disebabkan operasional IPAL dan pemeliharaannya membutuhkan

keterampilan tenaga-tenaga pelaksana dan biaya pengoperasian IPAL tersebut relatif

Page 102: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

82

sangat mahal, sehingga menjadi kendala bukan hanya untuk kota baru, namun juga di

kawasan industri lainnya yang tersebar di seluruh peloksok tanah air.

Kesadaran masyarakat industri dalam melakukan pengelolaan terhadap

lingkungan, dalam hal ini terhadap limbah cair yang dihasilkannya juga pada umumnya

masih minim. Bahkan tidak hanya itu masih ada beberapa perusahaan (secara umum

terjadi di Indonesia) yang beranggapan bahwa program lingkungan dianggap sebagai

penghalang oleh perusahaan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Kondisi ini

terjadi karena pengetahuan dan kesadaran para pelaku industri yang relatif minim.

Selain hal tersebut, khusus untuk perusahaan yang sudah melakukan program

lingkungan, pada umumnya perusahaan tersebut juga sangat tertutup dalam hal

informasi kualitas air buangannya. Oleh karenanya, maka perusahaan-perusahaan

seringkali tidak mau memberikan informasi yang sebenarnya tentang kondisi kualitas

limbah cairnya. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan seringkali relatif tidak

melaksanakan pengelolaan terhadap lingkungan, atau kalaupun melakukan pengelolaan,

maka pengelolaan yang dilakukan relatif tidak optimal, sehingga kualitas limbah cair

yang dihasilkannya dan selanjutnya dibuang ke perairan masih relatif jelek.

Relatif tidak adanya IPAL di industri-industri Kota Baru BSD diduga karena

tingginya biaya investasi dan biaya operasional IPAL. Pada saat ini sebenarnya sudah

ada aturan (namun bersifat sukarela) untuk industri-industri yang mengekspor

produknya ke berbagainegara. Dalam hal ini apabila industri tersebut melakukan ekspor

produknya ke negara-negara Eropa. Negara Eropa umumnya sudah menerapkan agar

perusahaan pengekspor ecolabelling sudah menerapkan ecolabelling, sehingga mulai

dari input, proses dan out put tidak akan menghasilkan bahan pencemar dan tidak akan

merusak lingkungan. Oleh karena itu, maka berapapun mahalnya instalasi dan

operasionalnya, industri tersebut pada umumnya akan berupaya membangun IPAL dan

melaksanakan produksi bersih, sehingga produknya dapat diekspor. Oleh karena itu,

maka ada baiknya jika perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Kota Baru BSD

didorong agar melakukan ekspor ke negara-negara Eropa, sehingga perusahaan tersebut

dituntut oleh konsumennya untuk melaksanakan program ecolabelling secara sukarela.

Atribut sensitif lain yang harus diperhatikan pada pengelolaan lingkungan di kota

baru adalah ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien, dan

ketersediaan sarana dan prasarana komuter. Hal ini disebabkan keberadaan sarana

Page 103: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

83

transportasi yang memadai dan sistem transportasi dan terutama infrastruktur jalan raya

yang efektif dan efisien merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai standar

kehidupan yang tinggi, tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karenanya

sangat wajar jika pada akhirnya membawa konsekuensi penggunaan teknologi baru

yang lebih canggih, seperti interchanges, jalan-jalan layang (fly overs), jalan bebas

hambatan (freeways), jalur kereta layang (elevated railways track). Adapun tanda-tanda

lalu lintas yang terkoordinasi, dan sebagainya untuk menampung kecepatan yang lebih

tinggi dan aliran (jumlah) lalu lintas yang lebih besar, terutama di daerah perkotaan,

sehingga efektifitas tersebut tidak terlalu mengakibatkan terjadinya kemacetan lalu

lintas dan pencemaran udara dan kebisingan.

Dalam rangka menciptakan jaringan jalan yang efektif dan efisien, maka harus

dibuat perencanaan tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasisedemikian

rupa, sehingga dapat mencapai keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna

lahan dengan kemampuan transportasi. Selain hal tersebut dalam melakukan

pengembangan teknologi di bidang transportasi juga hendaknya adalah teknologi

prasarana transportasi berupa jaringan jalan, mengingat sistem transportasi yang

berkembang semakin cepat menuntut perubahan tata jaringan jalan yang dapat

menampung kebutuhan lalu lintas yang berkembang tersebut.

Transportasi juga memegang peran strategis untuk berfungsinya suatu

metropolitan, yang di dalamnya bukan hanya metropolitan semata sebagai kota induk,

namun juga terdapat kota di sekitarnya yang bersifat satelit, yang mandiri atau masih

erat terkait dengan kota induknya. Adapun kota tersebut, tidak lain adalah kota baru.

Jaringan transportasi penumpang untuk menghubungkan antara kawasan permukiman di

kota baru dengan tempat kerja merupakan fungsi yang amat menentukan struktur

transportasi antara kota induk dan kota satelitnya.

Tingginya peradaban masyarakat kota metropolitan yang didukung oleh tingginya

pendapatan, pada umumnya akan mendorong meningkatnya penggunaan kendaraan

pribadi. Hal ini disebabkan penggunaan kendaraan pribadi merupakan cerminan

peningkatan taraf hidup seseorang, sekaligus memenuhi kebutuhan mobilitas yang

tinggi di perkotaan. Pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang disatu sisi

merupakan keberhasilan dari penyediaan sistem jaringan transportasi (jalan) dengan

peningkatan kemakmuran dan mobilitas penduduk, disisi lain menimbulkan kerusakan

Page 104: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

84

kualitas kehidupan karena terjadinya kemacetan, polusi udara dan polusi suara (Tamin,

2005). Oleh karena itu maka untuk menghindari pemakaian kendaraan pribadi yang

berlebihan maka perlu diciptakan kendaraan pengangkut penumpang masal yang aman,

nyaman dan cepat. Khusus untuk masyarakat Kota Baru BSD yang umumnya bekerja

di kota utama atau di kota satelit lainnya, dalam rangka menjaga efisiensi dan efektitas

serta untuk menghindari terjadinya pencemaran maka harustersedia sarana dan

prasarana komuter, atau dengan kata lainperlu tersedia kendaraan yang dapat

mengangkut penumpang yang jumlahnya banyak dan mobilitasnya tinggi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Dardak (2006) yang mengatakan bahwa diperlukan jaringan

transportasi massal (mass transit) yang beragam jenis dan kombinasinya dengan ongkos

yang mampu dibayar oleh masyarakat dan tidak terlalu membebani anggaran daerah.

Oleh karena itu maka kapasitas sistem jaringan transportasi komuter harus didesain

sedemikian rupa untuk dapat menampung bangkitan lalu lintas dari sistem kegiatan

sehingga tidak terjadi kemacetan.

5.2.5. Dimensi Hukum dan Kelembagaan

Hasil analisis terhadap dimensi hukum dan kelembagaan (Gambar 22)

mendapatkan hasil bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan

adalah 59,95 % (Kavanagh, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa status keberlanjutan

untuk dimensi hukum dan kelembagaan adalah cukup berkelanjutan. Seperti pada

dimensi lainnya, peran masing-masing aspek pada atribut hukum dan kelembagaan ini

dianalisis dengan menggunakan analisis leverage seperti yang terlihat pada Gambar 23.

Walaupun dimensi hukum dan kelembagaan sudah cukup berkelanjutan, maka perlu

dilakukan lagi upaya agar dimensi hukum dan kelembagaan menjadi sangat

berkelanjutan. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut

yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi hukum dan kelembagaan sangat

perlu dilakukan sehingga nilai indeks ini dimasa yang akan datang dapat terus

meningkat sampai mencapai status berkelanjutan. Atribut-atribut yang dinilai oleh para

pakar didasarkan pada kondisi eksisting wilayah.

Page 105: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

85

Gambar 22. Indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan Kota BaruBSD

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat

keberlanjutan pada dimensi hukum dan kelembagaan terdiri dari delapan atribut, yaitu:

(1) tersedianya organisasi pengelola lingkungan, (2) keberadaan peraturan perundang-

undangan tentang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di lingkup kawasan

kota baru, (3) kompetensi pengelola kawasan kota baru, (4) sinkronisasi peraturan

dengan pusat, (5) kelengkapan dokumen pengelolaan lingkungan, (6) intensitas

pelanggaran hukum, (7) egosektoral dalam pengelolaan lingkungan, dan (8) konsistensi

penegakan hukum.

Dalam rangka melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi

terhadap nilai indek keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan dilakukan analisis

laverage. Berdasarkan hasil analisis laverage diperoleh enam atribut yang sensitif

terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan yaitu (1)

kompetensi pengelola kawasan kota baru, (2) egosektoral dalam pengelolaan

lingkungan, (3) konsistensi penegakan hukum, (4) tersedianya organisasi pengelola

lingkungan, (5) intensitas pelanggaran hukum, dan (6) sinkronisasi peraturan dengan

pusat. Atribut-atribut tersebut perlu dikelola dengan baik agar nilai indeks

RAPPERUMTES Ordination

Down

Up

Bad Good

-60

-40

-20

0

20

40

60

-20 0 20 40 60 80 100 120

Status Permukiman

59,95 %

Page 106: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

86

keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan ini meningkat untuk masa yang akan

datang. Adapun hasil analisis laverage dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 23.

Gambar 23. Peran masing-masing atribut dimensi hukum dan kelembagaan yangdinyatakan dalam bentuk perubahan nilai root mean square (RMS).

Pada dasarnya terdapat berbagai hal yang sangat penting untuk memelihara dan

mempertahankan kelestarian lingkungan di kawasan kota baru, baik di kawasan

permukimannya maupun di lokasi lain di kota baru. Adapun hal-hal yang sangat

penting tersebut adalah kompetensi pengelola kawasan kota baru. Hal ini sangat

penting untuk diperhatikan, mengingat keberhasilan pengelolaan lingkungan akan

sangat tergantung pada kompetensi pengelolanya. Pengelola yang kompeten di

bidangnya pada umumnya akan memahami apa yang harus dilakukan dalam melakukan

pengelolaan lingkungan sekaligus akan mengetahui parameter kunci dan trik-trik

implementasi pengelolaan lingkungan, sehingga pengelolaan dapat dilakukan dengan

baik dan relatif akan berhasil dengan baik.

Pada pengelolaan lingkungan, termasuk di kota baru, seringkali egosektoral

dalam pengelolaan lingkungan sangat kental terjadi terutama antara dinas-dinas di

kabupaten atau kota yang berkepentingan. Kondisi ini seringkali mengakibatkan

gagalnya pengelolaan lingkungan di satu wilayah. Selain adanya egosektoral, hal yang

juga tidak kalah pentingnya adalah konsistensi penegakan hukum. Ada indikasi bahwa

Leverage of Attributes

4.02

1.45

1.51

4.24

3.61

4.82

4.68

4.48

0 1 2 3 4 5 6

Intensitas pelanggaran hukum

Keberadaan peraturan pengelolaan SDA

Kelengkapan dokumen pengelolaan lingkungan

Organisasi pengelola lingkungan

Sinkronisasi peraturan dgn pusat

Kompetensi pengelola kota baru

Egosektoral dalam pengelolaan lingkungan

Konsistensi penegakan hukum

Attribute

Root mean square Change % in Ordination when Selected Attribute Removed (on

Status scale 0 to 100)

Page 107: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

87

penegakan hukum di Indonesia belum berjalan dengan baik, sehingga kondisi ini

mengakibatkan tidak menariknya masyarakat atau perusahaan untuk berpartisipasi

melakukan pengelolaan lingkungan. Untuk itu maka hal ini harus menjadi perhatian

yang cukup serius bukan hanya di lokasi penelitian namun untuk Indonesia secara

keseluruhan.

Atribut sensitif yang harus diperhatikan agar dimensi hukum dan kelembagaan

berlanjut dengan baik atau bahkan sangat baik adalah tersedianya organisasi pengelola

lingkungan. Adanya kelembagaan ini secara tidak langsung juga akan membangun

“wadah” jaringan kerjasama antara stakeholders yang berfungsi sebagai jaringan

kerjasama dan koordinasi. Pihak yang membentuk wadah tersebut dapat terdiri dari

beberapa unit seperti masyarakat, pengembang, pemerintah dan instansi terkait.

Adapun prinsip organisasi tersebut adalah pelibatan stakeholders yang peduli dan

berkepentingan terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan, danketerlibatan

stakeholder akan lebih bersifat terbuka, berdasarkan kesetaraan dan partisipasi,

mekanisme negosiasi yang saling menguntungkan, berkeadilan, keputusan berdasarkan

prinsip demokrasi.

Atribut sensitif yang harus diperhatikan agar dimensi hukum dan kelembagaan

berlanjut dengan baik adalah masih tingginya intensitas pelanggaran hukum. Hal ini

terjadi karena kompetensi pengelola kawasan kota baru, para penegak hukum serta

pihak eksekutif dan legislatif yang relatif belum mempunyai kompetensi yang baik

dalam melakukan pengelolaan lingkungan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan relatif

kurang dapat membedakan mana yang betul-betul benar dan mana yang sesungguhnya

salah/keliru/kurang pas.

Atribut sensitif yang harus diperhatikan agar dimensi hukum dan kelembagaan

berlanjut dengan baik adalah sinkronisasi peraturan dengan pusat. Dalam hal ini

seringkali tata tertib dalam masyarakat dan di kawasan kotabaru dapat saja tidak

sinkron, sehingga akan membuat kebingungan masyarakat bawah yang pada akhirnya

berujung pada gagalnya pengelolaan lingkungan di kawasan kota baru.

5.2.6. Multidimensi

Hasil analisis Rap-KOBA multidimensi pengelolaan lingkungan kota baru

yang keberlanjutan dilakukan berdasarkan kondisi eksisting, diperoleh nilai indeks

keberlanjutan sebesar 46,75 % dan termasuk dalam status kurang berkelanjutan. Nilai

Page 108: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

88

ini diperoleh berdasarkan penilaian 45 atribut dari lima dimensi keberlanjutan yaitu

dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, dan infrastruktur dan teknologi, serta hukum

dan kelembagaan. Hasil analisis multidimensi dengan Rap-KOBA mengenai

pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD memperlihatkan bahwa diantara kelima

dimensi tersebut, dimensi yang mempunyai indeks keberlanjutan paling tinggi adalah

dimensi hukum dan kelembagaan, diikuti dimensi ekonomi dan infrastruktur dan

teknologi yang keduanya masuk pada kategori berkelanjutan. Hasil analisis

memperlihatkan bahwa dimensi hukum dan kelembagaan, dimensi ekonomi dan

infrastruktur serta dimensi teknologi dan ketiga dimensi tersebut masuk pada kategori

cukup berkelanjutan. Namun dimensi ekologi masuk pada kategori belum berlanjut,

serta dimensi sosial budaya masuk pada kategori buruk

Atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks

keberlanjutan multidimensi berdasarkan hasil analisis laverage masing-masing dimensi

sebanyak 22 atribut. Atribut-atribut ini perlu dilakukan perbaikan ke depan untuk

meningkatkan status keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD.

Perbaikan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas atribut yang mempunyai

dampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dan menekan sekecil

mungkin atribut yang berpeluang menimbulkan dampak negatif atau menurunkan nilai

indeks keberlanjutan kawasan.

Hasil analisis dengan menggunakan Rap-KOBA (MDS) diperoleh nilai indeks

keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 42,22 % dengan status kurang

berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 53,17 % dengan status cukup berkelanjutan,

dimensi sosial-budaya sebesar 26,49 % dengan status tidak berkelanjutan, dimensi

infrastruktur dan teknologi sebesar 52,20 % dengan status cukup berkelanjutan, dan

dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 59,95 % dengan status cukup berkelanjutan.

Atribut-atribut yang dinilai oleh para pakar tersebut didasarkan pada kondisi eksisting

wilayah. Adapun nilai indeks lima dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap-KOBA

dapat dilihat pada Gambar 24.

Pada konsep pembangunan berkelanjutan harus mengintegrasikan setidaknya

aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Konsep ini pada dasarnya telah disepakati secara

global sejak diselenggarakannya United Nation Conference on The Human Environment

di Stockholm tahun 1972, dengan harapan agar dapat memenuhi kebutuhan generasi

Page 109: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

89

sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi

kebutuhannya (WCED, 1987). Selain hal tersebut menurut Komisi Burtland,

pembangunan berkelanjutan bukanlah kondisi yang kaku mengenai keselarasan, tetapi

lebih merupakan suatu proses perubahan agar eksploitasi sumberdaya, arah investasi,

orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan institusi dibuat konsisten dengan

masa depan seperti halnya kebutuhan saat ini. Kaitan pernyataan tersebut di atas

dengan nilai keberlanjutan pada setiap dimensi pada penelitian ini, bahwa semua nilai

indeks keberlanjutan dari setiap dimensi tersebut tidak harus memiliki nilai yang sama

besar.

Gambar 24. Indeks keberlanjutan multidimensi permukiman Kota Baru BSD

Hal ini disebabkan kawasan Kota Baru BSD memiliki masalah yang berbeda-

beda, sehingga prioritas dimensi apa yang lebih dominan untuk menjadi perhatian pun

juga akan berbeda. Pada prinsipnya nilai indeks keberlanjutan gabungan dari kelima

dimensi yang dilihat di sini masih berada pada kategori kurang berlanjut. Oleh karena

itu maka dalam rangka meningkatkan keberlanjutan pada setiap dimensi harus benar-

benar memperhatikan atribut-atribut sensitif terutama pada dimensi ekologi dan sosial

budaya. Namun demikian pada dimensi lainnya pun tetap harus ditingkatkan status

keberlanjutannya, dengan cara memperhatikan atribut-atribut sensitif yang dapat

meningkatkan status keberlanjutan dari semua dimensi pada Rap-KOBA tersebut.

46,75 %

RAPPERUMTES Ordination

Down

Up

Bad Good

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Status Permukiman Multidimensi

46,75 %

Page 110: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

90

Gambar 25. Diagram layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan KotaBaru BSD

Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD pada taraf kepercayaan 95 %, memperlihatkan

hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis Rap-KOBA

(multidimensional scaling). Hal ini mengandung arti bahwa kesalahan dalam analisis

dapat diperkecil baik dalam hal pemberian skoring setiap atribut, variasi pemberian

skoring akibat terjadinya perbedaan opini relatif kecil, dan proses analisis data yang

dilakukan secara berulang-ulang stabil, serta kesalahan dalam menginput data dan data

hilang dapat dihindari. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte

Carlo seperti pada Tabel 12.

Hasil analisis Rap-KOBA tersebut di atas, juga menunjukkan bahwa semua

atribut yang dikaji terhadap status keberlanjutan pengelolaan lingkungan Kota Baru

BSD, cukup akurat, sehingga memberikan hasil analisis yang semakin baik dan dapat

dipertanggung jawabkan. Hal ini terbukti dari nilai stress yang hanya antara 13 sampai

14 % dan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh antara 0,94 dan 0,97. Hal ini

sesuai dengan pendapat Fisheries (1999), yang menyatakan bahwa hasil analisis cukup

memadai apabila nilai stress lebih kecil dari ketetapan yang ada, yakni nilai 0,25 (25 %).

(42,22 %)

(53,17%)

(26,49 %)(52,20 %)

(59,95 %) 0

20

40

60

80

100Ekologi

Ekonomi

Sosial dan BudayaInfrastruktur dan Teknologi

Hukum dan Kelembagaan

(42,22 %)

(59,95 %)

(52,20 %) (26,49 %)

(53,17 %)

Page 111: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

91

Tabel 12. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo dengananalisis Rap-KOBA

Dimensi KeberlanjutanNilai Indeks Keberlanjutan (%)

PerbedaanMDS Monte Carlo

Ekologi 42,22 42,29 0,07

Ekonomi 43,71 43,24 0,47

Sosial-Budaya 26,49 27,02 0,53

Infrastruktur dan Teknologi 52,20 46,46 5,74

Hukum dan Kelembagan 59,95 58,23 1,72

Multi-Dimensi 46,69 45,05 1,64

Nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dari penelitian ini mendekati

nilai 1,0. Berdasarkan kesepakatan terhadap nilai koefisien determinasi bahwa kualitas

hasil analisis dikatakan semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar

(mendekati 1). Hal ini memperlihatkan bahwa kualitas hasil analisis berdasarkan nilai

R2-nya semakin baik. Dengan demikian berdasarkan dua parameter (nilai “stress” dan

R2) tersebut menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis

keberlanjutan pengelolaan lingkungan kota baru di kawasan Kota Baru BSD, Kabupaten

Tangerang Selatan masuk pada kategori yang relatif baik dalam menerangkan kelima

dimensi pembangunan yang dianalisis. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi

seperti Tabel 13.

Tabel 13. Hasil analisis Rap-KOBA untuk nilai stress dan koefisien determinasi (R2)

ParameterDimensi keberlanjutan

A B C D E F

Stress 0,14 0,13 0,13 0,14 0,13 0,13

R2 0,94 0,96 0,97 0,94 0,97 0,94

Iterasi 3 3 3 3 3 3Keterangan : A = Dimensi Ekologi, B = Dimensi Ekonomi, C = Dimensi Sosial-Budaya,

D = Dimensi Infrastruktur-Teknologi, E = Dimensi Hukum-Kelembagaan,dan F = Multidimensi

Pada penelitian ini selanjutnya dilakukan pengujian terhadap tingkat

kepercayaan nilai indeks multidimensi serta pada setiap dimensi yang digunakan,

dengan analisis Monte Carlo. Adapun yang dimaksud dengan analisis Monte Carlo

Page 112: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

92

adalah analisis berbasis komputer yang dikembangkan pada tahun 1994 dengan

menggunakan teknik random number dan didasarkan pada teori statistika, sehingga dari

sini akan didapatkan dugaan peluang suatu solusi persamaan atau model matematis

(EPA 1997). Pada penelitian ini penggunaan analisis Montecarlo dimaksudkan untuk

melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut pada setiap dimensi

yang digunakan pada penelitian ini, terutama untuk melihat pengaruh kesalahan yang

disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi

pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda,

stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukkan data atau ada data yang hilang

(missing data), dan nilai “stress” yang terlalu tinggi. Adanya analisis Montecarlo ini,

harapannya agar hasil akhir analisis keberlanjutan ini dapat mempunyai tingkat

kepercayaan yang tinggi (Kanvanagh, 2001 serta Fauzi dan Anna, 2002).

Berdasarkan hasil analisis Monte Carlo (Tabel 14) terlihat bahwa nilai status

indeks keberlanjutan pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD ada pada selang

kepercayaan 95% dengan hasil antara analisis MDS dengan analisis Monte Carlo yang

hampir mirip. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kesalahan dalam pembuatan skor

setiap atribut dapat dikatakan relatif kecil; variasi pemberian skor akibat perbedaan

opini juga relatif kecil. Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa proses analisis yang

dilakukan pada penelitian ini mempunyai ulangan yang cukup dan relatif stabil pada

setiap ulangan; serta dapat dikatakan terhindar dari kesalahan pemasukan data dan data

yang hilang (Kanvanagh, 2001).

Tabel 14. Hasil analisis Monte Carlo pada selang kepercayaan 95%.

Status IndeksHasil analisis

PerbedaanMDS Monte Carlo

Multidimensi 36,86 36,43 0,43Ekologi 36,14 36,44 0,30Ekonomi 53,18 52,74 0,44Sosial-Budaya 40,42 41,38 0,96Infrastruktur danTeknologi

23,17 24,04 0,87

Hukum danKelembagaan

26,07 27.10 1,03

Perbedaan yang relatif kecil ini juga memperlihatkan bahwa hasil analisis

keberlanjutan pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD dengan menggunakan metode

Page 113: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

93

MDS memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (Pitcher, 1999). Oleh karena itu maka

hasil analisis ini dapat direkomendasikan untuk dijadikan salah satu alat evaluasi dalam

menilai secara cepat (rapid appraisal) keberlanjutan dari sistem pengelolaan lingkungan

kota baru di suatu wilayah/daerah.

5.2.7. Faktor Kunci Pengelolaan Kawasan

Pada proses pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD ini, semua atribut sensitive

yang merupakan faktor pengungkit ini harus diperhatikan dengan seksama dan harus

dilakukan berbagai upaya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan faktor pengungkit

tersebut, sehingga status keberlanjutan dari setiap dimensi dapat ditingkatkan dan

pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD menjadi berkelanjutan. Dalam arti dalam

melakukan pembangunan kota baru ini secara ekonomi akan sangat menguntungkan,

secara ekologi akan membuat lingkungan kawasan kota baru menjadi lestari, namun

tetap berkeadilan dan memberikan kemakmuran dan tidak terdapat konflik pada

masyarakat yang ada di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Munasinghe (1993)

bahwa dalam pembangunan berkelanjutan, paling tidak harus menjabarkan konsep

pembangunan berkelanjutan yakni secara ekonomi harus menguntungkan, berkeadilan,

namun tidak mengakibatkan rusaknya lingkungan. Untuk lebih jelasnya faktor

pengungkit setiap dimensi pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD dapat dilihat pada

Tabel 15.

Secara operasional, seluruh faktor pengungkit tersebut memiliki keterkaitan

dalam bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan

dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD secara

berkelanjutan. Namun mengingat cukup banyak faktor pengungkit yang didapat, dan

pasti ada yang lebih dominan yang akan menentukan keberlanjutan pengelolaan

lingkungan Kota Baru BSD, maka pada penelitian ini dilakukan analisis lanjutan dalam

rangka menentukan faktor dominan penentu keberlanjutan pengelolaan lingkungan Kota

Baru BSD dengan menggunakan analisis prospektif. Untuk selanjutnya faktor dominan

yang dihasilkan dari analisis prospektif tersebut digunakan sebagai basis dalam

perumusan prioritas kebijakan dalam pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD.

Page 114: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

94

Tabel 15 Faktor pengungkit setiap dimensi pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD

Dimensi Faktor pengungkit

Ekologi 1. ketersediaan air bersih

2. manajemen banjir/bencana

3. permasalahan transportasi

4. pencemaran udara/emisi

5. ketersediaan pengolah limbah cair

Ekonomi 6. keberadaan kawasan bisnis

7. tingkat pengangguran

8. keberadaan kawasan industri

9. keberadaan pertokoan kawasan

Sosial-

budaya

10. pengaruh keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal

11. keragaman budaya dalam masyarakat

12. konflik dengan masyarakat lokal

Infrastruktur

dan

Teknologi

13. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik

cair

14. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri

cair

15. ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien

16. ketersediaan sarana dan prasarana komuter

Hukum dan

Kelembagaan

17. kompetensi pengelola kawasan kota baru

18. egosektoral dalam pengelolaan lingkungan

19. konsistensi penegakan hukum

20. tersedianya organisasi pengelola lingkungan

21. intensitas pelanggaran hukum

22. sinkronisasi peraturan dengan pusat

Pada penelitian ini penentuan faktor dominan didasarkan pada faktor pengungkit

yang mempunyai pengaruh besar, namun tingkat ketergantungannya rendah. Hasil

analisis prospektif yang dilakukan pada penelitian ini, diperoleh lima faktor kunci

(faktor penentu) keberhasilan pengelolaan pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD

yaitu faktor-faktor yang mempunyai pengaruh yang besar dengan tingkat

ketergantungan yang kecil (Bourgeois dan Jesus, 2004). Adapun faktor-faktor kunci

tersebut adalah (1) pencemaran udara/emisi, (2) ketersediaan pengolah limbah cair, (3)

ketersediaan sarana dan prasarana komuter, (4) tersedianya organisasi pengelola

Page 115: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

95

lingkungan, dan (5) ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien.

Untuk lebih jelasnya hasil analisis prospektif ini dapat dilihat pada Gambar 26.

Mengingat ke lima faktor tersebut di atas merupakan faktor kunci keberhasilan

pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD, maka faktor-faktor tersebut perlu sangat

diperhatikan dan ditindaklanjuti, seperti pada uraian di bawah ini.

Pencemaran Udara/Emisi

Kota metropolitan DKI Jakarta dengan kota satelitnya, seperti Kota Baru BSD

merupakan kota-kota yang melaksanakan pembangunan ekonomi cukup pesat. Di lain

pihak peningkatan pembangunan ekonomi tersebut selalu diikuti dengan meningkatnya

kegiatan industri dan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor. Peningkatan

kedua hal tersebut, umumnya tidak hanya memberikan kesejahteraan kepada

masyarakat, namun juga menyebabkan menurunnya kualitas udara terutama di wilayah

perkotaan, termasuk di dalamnya di Kota Baru BSD. Menurunnya kualitas udara

wilayah perkotaan dari sektor transportasi dan industri ini, disebabkan tingginya

pembakaran bahan bakar fosil (BBF). Bahkan menurut Lvovsky et al. (2000), dari

sektor transportasi saja di wilayah kota baru dapat terjadi peningkatan penggunaan BBF

hingga 53 persen. Tingginya penggunaan bahan bakar fosil (BBF) tersebut

menyebabkan kontribusi sektor transportasi terhadap turunnya kualitas udara di

berbagai kota besar di dunia yang rata-rata mencapai 70 persen atau lebih (Tietenberg ,

2003).

Selain adanya peningkatan transportasi yang signifikan dari kegiatan di kota, di

kota metropolitas dan kota satelitnya seringkali untuk mempercepat terjadinya

pertumbuhan ekonomi, maka aktivitas industri atau aktivitas ekonomi lainnya juga

semakin meningkat. Bahkan bukan hanya itu kawasan perkotaan (dan daerah manapun)

pada umumnya selalu berupaya untuk mencari investor yang akan berinvestasi di

bidang industri. Namun kenyataannya karena sarana dan prasarana di perkotaan cukup

mendukung, maka kegiatan industri dan kegiatan ekonomi lainnya lebih terpusat di

kota-kota besar dan kota satelitnya. Di lain pihak dampak dari terkonsentrasinya

pembangunan ekonomi dan industri di perkotaan ini adalah tingginya arus urbanisasi.

Tingginya urbanisasi di perkotaan juga seringkali tidak diimbangi dengan penyediaan

sarana transportasi umum yang memadai menyebabkan meningkatnya penggunaan

kendaraan yang berdampak pada meningkatnya kemacetan dan degradasi kualitas udara

Page 116: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

96

(Panyacosit, 2000). Oleh karenanya maka kegiatan ekonomi dan industri yang terdapat

di wilayah perkotaan dan kota satelitnya seperti Kota Baru BSD seringkali menanggung

masalah tingginya pencemaran udara dan emisi gas rumah kaca (GRK).

Adapun jenis polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dan industri

akibar dari pembakaran BBM sangat bergantung pada kondisi mesin industri, kondisi

kendaraan dan kualitas bahan bakar yang digunakannya. Mesin yang menggunakan

bahan bakar bensin sebagian berkontribusi terhadap gas buang Karbon monoksida (CO),

Nitrogen oksida (NOx), dan Hidrokarbon (HC) serta logam berat timbal (Pb), sedangkan

mesin yang menggunakan bahan bakar solar mengemisikan debu/partikulat dan Sulfur

dioksida (SO2) (Volesky, 1990). Dampak terparah dari menurunnya kualitas udara

adalah pada kesehatan masyarakat, baik secara sosial maupun ekonomi (Ostro, 1994;

Small dan Kazimi, 1995; Lvovsky et al., 2000). Mengingat tingginya pembakaran BBF

akibat tingginya kegiatan transportasi dan industri serta telah memberi dampak negatif

pada lingkungan dan dampak negatif pada aspek sosial, terutama kesehatan, maka

pencemaran udara dari emisi mesin kendaraan bermotor dan industri tersebut harus

ditanggulangi sebaik mungkin baik maupun oleh pemerintah Kota Metropolitan DKI

Jakarta, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Tanggerang Selatan dan pengelola Kota

Baru BSD maupun secara nasional, dengan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk

pengendalian pencemaran.

Ketersediaan Pengolah Limbah Cair.

Air merupakan sumber kehidupan sehingga tidak akan ada kehidupan yang tidak

membutuhkan air. Namun seiring dengan laju pembangunan yang sangat pesat yang

menghasilkan limbah cair dan di dalamnya terdapat berbagai bahan pencemar, telah

mengakibatkan langkanya sumberdaya air yang kualitasnya baik. Idealnya bahwa

walaupun air ada dalam jumlah yang tetap, namun kualitasnya telah menurun, sehingga

terjadinya kelangkaan air yang sudah jadi masalah yang cukup serius. Di sisi lain,

rendahnya kualitas air ini dapat membawa dampak negatif baik pada biota yang hidup

di dalamnya, maupun untuk manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.

Salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas air tersebut disebabkan oleh

adanya limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan antropogenik seperti dari

kawasan permukiman, kegiatan perkotaan, industri, rumah sakit, rumah makan yang

Page 117: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

97

umumnya tidak melakukan pengolahan terlebih dahulu, namun langsung membuangnya

ke badan air seperti ke sungai. Oleh karena itu maka kualitas badan air seperti sungai,

situ, kolam dan lain sebagainya di kota-kota besar berada jauh di bawah persyaratan

yang diijinkan, yang dapat dilihat secara kasat mata berupa perubahan warna, tingkat

kekeruhan air dan dari baunya, serta seringkali setelah dibuktikan di laboratorium,

kualitas berbagai parameter kualitas air, menjadi buruk (di luar ambang batas yang

sudah ditentukan) yang dikenal dengan istilah pencemaran.

Pencemaran air terjadi sebagai akibat adanya dampak negatif karena masuknya

zat pencemar ke dalam suatu perairan, sehingga berpengaruh terhadap kehidupan biota,

sumberdaya dan ekosistem peairan serta kesehatan manusia yang hidup di sekitar

perairan tersebut (Sutamiharja 1978). Selanjutnya Sutamiharja (1978) menyatakan

bahwa bahan pencemar atau zat pencemar menurut sumbernya terbagi menjadi dua

yaitu yang berasal dari alam dan yang berasal dari kegiatan manusia. Pencemaran yang

diakibatkan oleh kegiatan manusia diantaranya adalah pemanfaatan sumberdaya alam

pada proses pertambangan, perindustrian dan pertanian. Dalam rangka mengetahui

apakah suatu badan air sudah tercemar atau belum dan bagaimana tingkat

pencemarannya, perlu diuji sifat-sifat air, dan disesuaikan dengan baku mutu air sesuai

dengan kriterianya yang umumnya dilakukan baik secara langsung dilakukan

pengukuran di lapangan maupun dengan cara terlebih dahulu dibawa ke laboratorium.

Di daerah perkotaan, tercemarnya sumberdaya air ini umumnya terjadi sebagai

akibat adanya aktivitas pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini terjadi karena seringkali

manusia hanya berorientasi pada proses produksi dan konsumsi saja. Dalam hal ini

setelah selesai memproduksi atau mengkonsumsi suatu barang, pada umumnya manusia

tidak peduli lagi dengan limbah yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Terjadinya

pencemaran badan air di perkotaan ini umumnya terjadi karena manusia seringkali

membuang limbahnya secara langsung ke dalam saluran air atau kalaupun mengalami

pengolahan, maka pengolahan yang dilakukan umumnya hanya bersifat alakadarnya.

Air tercemar ini selanjutnya akan mengalir ke dalam parit, untuk kemudian terbawa

masuk ke dalam badan air (sungai maupun danau). Bahkan apabila turun hujan, bahan

pencemar ini akan terbawa hingga ke laut.

Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan antropogenik yang langsung dibuang

ke dalam badan air tersebut seringkali mengakibatkan menjadi sangat tercemarnya

Page 118: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

98

badan air baik oleh bahan organik maupun oleh bahan berbahaya dan beracun (B3).

Oleh karenanya maka air buangan ini tidak boleh dibuang begitu saja karena akan

mengganggu ekosistem air penerimanya. Berdasarkan hal tersebut, maka keberadaan

instalasi pengolah air limbah (IPAL) di kawasan kota baru sangat diperlukan

keberadaannya dalam rangka mempertahankan atau bahkan memperbaiki kualitas

lingkungan ekosistem air penerima limbah cair dari kegiatan kegiatan antropogenik

tersebut.

Kondisi tersebut di atas terjadi karena kurang terencananya kondisi infrastruktur

pembuangan air limbah cair untuk pengolah limbah cair dari industri, domestik, rumah

sakit, rumah makan, hotel, dsb. Selain itu jika infrastruktur ada, pada umumnya belum

mempertimbangkan kapasitas dan spesifikasi yang sesuai menyebabkan rendahnya

kualitas output air limbah di perkotaan. Melihat kondisi tersebut maka perlu dipikirkan

kembali suatu sistim penanganan air limbah domestik yang memenuhi baku mutu yang

ditentukan, dengan meminimalkan tingkat bahan pencemar hingga berada di bawah

ambang maksimal. Penanganan air limbah cair tersebut tidak saja dilakukan dengan

memperbaiki teknik penanganan air limbah namun termasuk sistim pengelolaan air

secara terpadu yang dikenal dengan waste water treatment plant. Dengan adanya

pengelolaan secara terpadu tersebut diharapkan kualitas badan air dapat dikembalikan

pada ambang normal dan meminimalkan polusi yang timbul. Berdasarkan hal tersebut

maka maka pencemaran badan air tersebut harus ditanggulangi sebaik mungkin baik

maupun oleh pemerintah Kota Metropolitan DKI Jakarta, oleh Pemerintah Daerah

Tingkat II Tanggerang Selatan dan pengelola Kota Baru BSD maupun secara nasional,

dengan cara menyediakan pengolah limbah cair, baik limbah cair yang berasal dari

kegiatan kawasan permukiman, industri, rumah sakit, perkantoran, perhotelan,

pertokoan, rumah makan dan kegiatan ekonomi lainnya.

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Komuter

Pengembangan jaringan transportasi pada awalnya merupakan usaha untuk

memfasilitasi pergerakan dari asal (origin) ke tujuan (destination) yang timbul akibat

kegiatan sosial dan ekonomi. Pergerakan transportasi merupakan salah satu kegiatan

ekonomi yang mencoba untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu barang. Oleh karena

itu kebutuhan sistem transportasi yang efisien dan efektif menjadi dasar dalam

Page 119: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

99

melakukan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengawasan dan pengembangan

sistem transportasi.

Dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang efisien dan efektif tersebut,

hal yang pertama harus digaris bawahi dan perlu dibuat dengan sebaik mungkin adalah

perencanaan transportasi, baik yang menyangkut tata ruang pada zona wilayah maupun

pada penyediaan sarana transportasinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kenworthy

dan Laube (2002) yang menyatakan bahwa ada korelasi antara pola tata guna lahan

dengan sistem transportasi dan kepadatan penduduk. Selain itu perencanaan

transportasi juga sangat berkaitan dengan perencanaan atau sistem ekonomi dari suatu

wilayah. Oleh karena itu maka perencanaan, pengembangan dan pembangunan

prasarana dan sarana transportasi merupakan implikasi dari proses pemenuhan

kebutuhan manusia dan peningkatan nilai ekonomis dari suatu barang.

Adapun salah satu sarana dan prasarana transportasi yang perlu direncanakan

dengan baik untuk kota satelit seperti halnya Kota Baru BSD yang merupakan kota

satelit pada wilayah metropolitan DKI Jakarta adalah tersedianya sarana dan prasarana

untuk angkutan umum yang memuat banyak penumpang dan melayani hampir seluruh

lokasi perkotaan yang disebut komuniter (selanjutnya disebut komuter). Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian JICA (2001) yang mengatakan bahwa jumlah keseluruhan

perjalanan oleh komuter yang terjadi di dalam DKI Jakarta sebanyak 16 juta orang

setiap hari dan 25% diantaranya adalah komuniter komuter dari Kota Satelit Bogor,

Depok, Tangerang dan Bekasi. Hal ini juga sangat wajar, mengingat hasil penelitian

Luo (2007) di tiga negara kota metropolitan di Asia yang mempunyai income tinggi,

memperlihatkan bahwa rata-rata panjang perjalanan yang dilakukan masyarakat di kota

metropolitan dari tiga negara yang diteliti untuk Kota Kuala Lumpur-Malaysia 2,7 km,

untuk masyarakat Kota Manila-Filipina 4 km, dan panjang perjalanan masyarakat Kota

Chengdu-Cina mencapai 9 km.

Khusus untuk Kota Metropolitan DKI Jakarta, saat ini telah tersedia moda

angkutan umum penumpang komuter berupa BRT Transjakarta. Khusus untuk kota

satelit, pada umumnya tidak terjangkau oleh komuter berupa BRT Transjakarta, namun

beberapa kota satelit sudah menyediakan feeder untuk Transjakarta tersebut. Mengingat

kinerja angkutan umum penumpang harus memenuhi syarat dan mencakup berbagai hal

yang meliputi daerah pelayanan dan jangkauan rute, struktur dan ruang rute, rute secara

Page 120: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

100

langsung dan mudah, panjang rute, duplikasi rute, headway, frekuensi, standar muatan,

dan kecepatan perjalanan (NCHRP, 1980).

Mengingat tingginya calon penumpang dari kota satelit dan di kota utama,

maka semuanya harus dilayani dengan baik, dengan tetap mengikuti konsep

pembangunan berkelanjutan, yakni pembangunan untuk memenuhi kebutuhan

manusia pada saat ini tanpa merusak kemampuan generasi yang akan datang untuk

memenuhi kebutuhannya (WCED, 1987). Adapun konsep pembangunan

berkelanjutan pada bidang transportasi, harus dapat memberikan kenyamanan bagi

warga kota dan lingkungan dengan beberapa kriteria. Kriteria-kriterianya antara lain

pengoperasian transportasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas udara, mengurangi

pencemaran, mengurangi kebisingan dan mengurangi dampak lalu lintas, meningkatkan

keselamatan, mengurangi kecelakaan lalu lintas, dan mengurangi konsumsi energi.

Transportasi berkelanjutan dalam arti yang lebih luas merupakan usaha untuk

menurunkan tingkat kemacetan, menghemat biaya fasilitas, meningkatkan keselamatan,

meningkatkan pergerakan non kendaraan, menggunakan lahan secara efisien, sehingga

menghasilkan mobilitas yang tinggi untuk setiap kendaraan (Litman, 2004).

Berdasarkan hal tersebut maka masalah transportasi harus ditanggulangi sebaik

mungkin baik maupun oleh pemerintah Kota Metropolitan DKI Jakarta, oleh

Pemerintah Daerah Tingkat II Tanggerang Selatan dan pengelola Kota Baru BSD

dengan tetap mengikuti konsep pembangunan transportasi yang berkelanjutan, yang

salah satu caranya dapat dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana komuter

sebaik mungkin.

Tersedianya Organisasi Pengelola Lingkungan,

Pada pengelolaan lingkungan, harus ada yang mengerakan agar dilakukan

pengelolaan lingkungan. Hal ini berlaku untuk berbagai lokasi, termasuk di dalamnya

untuk Kota Baru BSD. Agar pengelolaan lingkungan berjalan dengan baik, dan untuk

menjamin kelestarian lingkungan, maka di lokasi kota baru harus tersedia organisasi

pengelola lingkungan, atau dengan kata lain harus dibentuk kelembagaannya.

Dalam rangka mensukseskan kegiatan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota

Baru BSD, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kelembagaan

pengelolaan lingkungan kawasan kota baru yaitu: (1) pengelolaan kegiatan pengelolaan

Page 121: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

101

lingkungankawasan memerlukan hubungan antar lembaga yang terintegrasi, (2)

pengelolaan kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan memerlukan partisipasi

stakeholder, (3) pengelolaan kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan memerlukan

sumber dana yang memadai, (4) memerlukan media konsultatif antara stakeholder

kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan, (5) memerlukan kepedulian masyarakat dan

institusi masyarakat lokal untuk mengontrol jalannya kelembagaan kegiatan

pengelolaan lingkungan kawasan, (6) memerlukan perangkat hukum yang jelas agar

pengelolaan lingkungan berjalan dengan baik, dan (7) memerlukan kolaborasi dengan

pemerintah setempat dan pemerintah pusat serta dengan pihak lain, misalnya perguruan

tinggi, kalangan industri dan pengelola kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan

lainnya. Untuk itu maka dalam rangka mensukseskan kegiatan pengelolaan lingkungan

di kawasan Kota Baru BSD, maka hal yang harus diperhatikan dan harus segera

diadalkan adalah membentuk struktur organisasi kegiatan pengelolaan lingkungan

kawasan Kota Baru BSD.

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Jalan yang Efektif dan Efisien

Pada sistem transportasi hal yang ideal dilakukan adalah menyesuaikan dengan

tujuan proyek transportasi, tetapi harus tetap mengacu pada aspek ekologi, sosial dan

ekonomi, sehingga sistem transportasi tersebut menjadi berkelanjutan, dan mampu

mewujudkan agar orang tidak bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi. Oleh

karena itu maka keberlanjutan transportasi harus dapat memenuhi beberapa tujuan: 1)

dapat meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan transportasi umum; 2) tersedia

lokasi untuk berjalan dan bersepeda yang lebih menarik; 3) dapat mengurangi

kebutuhan perjalanan; 4) dapat mengurangi bahkan membuang hambatan psikologi dan

mendukung kebijakan publik untuk menggunakan kendaraan alternatif; dan 5) membuat

image bahwa transportasi menjadi sebuah komponen penting untuk strategi perencanaan

ruang suatu wilayah (Paulley dan Pedler, 2000). Oleh karena itu maka harus ada

pelayanan sebaik mungkin pada penumpang. Adapun faktor penting dalam menentukan

kualitas pelayanan adalah perceived quality yaitu tingkat kualitas pelayanan yang

dirasakan oleh pengguna, dimana kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pengguna

dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman layanan sebelumnya (Cronin dan Taylor,

1992).

Page 122: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

102

Pada dasarnya menciptakan transportasi berkelanjutan tidaklah mudah, dan tidak

hanya sekedar keberadaan jalan padat atau tidak padat. Hal ini sesuai dengan pendapat

Cook et al. (2004) yang mengatakan bahwa kriteria evaluasi masyarakat terhadap sistem

transportasi berkelanjutan adalah: 1) teknologi baru; 2) sangat cepat; 3) langsung; 4)

tidak menunggu; 5) antrian sedikit; 6) dapat memilih perjalanan sendiri; 7) tidak

mengalami frustasi; 8) baik bagi lingkungan; 9) tidak berdebat dengan supir; 10) tidak

kuatir seorang diri berada di angkutan; 11) mudah dinaiki; 12) tidak ada supir; dan 13)

lebih dapat diakses dari pada moda angkutan umum lain. Hal ini sejalan dengan

pendapat (Jeon dan Amekudzi, 2005) yang mengatakan bahwa sistem transportasi

dikatakan berkelanjutan apabila dapat memberikan penyelesaian yang efektif dan

efisien kepada pemakainya seperti adil dan aman mengakses pelayanan ekonomi dan

sosial mendasar, harus meningkatkan pembangunan ekonomi dan tidak

membahayakan lingkungan.

Menurut Litman (2008) keberlanjutan mobilitas tersebut dapat dicapai dengan

cara: 1) meningkatkan aksesibilitas dan memaksimalkan penggunaan ruang; 2)

meningkatkan bagian moda transportasi yang bersahabat secara lingkungan misalnya

angkutan umum, sepeda, berjalan dan lain-lain; 3) mengurangi kemacetan; 4)

meningkatkan keselamatan; 5) mengurangi pencemaran udara, kebisingan dan

gangguan pemandangan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pada konsep

transportasi berkelanjutan, kegiatan manusia yang berkaitan dengan pergerakan

manusia dan barang seharusnya terjadi dengan cara-cara yang berkelanjutan baik

secara lingkungan, sosial dan ekonomika. Berdasarkan hal tersebut maka dalam

rangka membuat transportasi yang berkelanjutan, sehingga dapat mendukung

pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD yang baik, maka hal yang harus

diperhatikan dan harus segera diadakan adalah menyediakan sarana dan prasarana jalan

yang efektif dan efisien di kawasan Kota Baru BSD dan menuju ke atau dari kota utama

dan kota satelit lainnya.

Pada penelitian ini, selain terdapat lima parameter kunci seperti diuraikan di atas,

pada analisis prospektif juga diperoleh enam buah faktor penghubung yakni faktor yang

mempunyai pengaruh yang besar namun juga ketergantungannya juga besar (Bourgeois

dan Jesus, 2004). Adapun ke enam faktor penghubung yang mempunyai pengaruh yang

besar terhadap keberhasilan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD,

Page 123: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

103

namun memiliki ketergantungan pada faktor lainnya yang cukup besar. Mengingat ke

enam faktor pengungkit tersebut mempunyai pengaruh yang besar, maka jika kita

menginginkan keberhasilan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, ke

enam faktor pengungkit tersebut juga harus diperhatikan dengan seksama. Adapun

faktor-faktor tersebut adalah keberadaan kawasan bisnis, keberadaan kawasan industri,

ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair, ketersediaan sarana

dan prasarana pengolahan limbah industri cair, kompetensi pengelola kawasan kota baru

dan egosektoral dalam pengelolaan lingkungan (Gambar 26).

Gambar 26. Pemetaan faktor pengungkit pada pengelolaan lingkungan kawasanKota Baru BSD

5 6

3

1316

710

81820

14

12

15

4

912

17

2122

11

Page 124: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

104

Keterangan gambar:

1. ketersediaan air bersih

2. manajemen banjir/bencana

3. permasalahan transportasi

4. pencemaran udara/emisi

5. ketersediaan pengolah limbah cair

6. keberadaan kawasan bisnis

7. tingkat pengangguran

8. keberadaan kawasan industri

9. keberadaan pertokoan kawasan

10. pengaruh keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal

11. keragaman budaya dalam masyarakat

12. konflik dengan masyarakat lokal

13. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair

14. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair

15. ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien

16. ketersediaan sarana dan prasarana komuter

17. kompetensi pengelola kawasan kota baru

18. egosektoral dalam pengelolaan lingkungan

19. konsistensi penegakan hukum

20. tersedianya organisasi pengelola lingkungan

21. intensitas pelanggaran hukum

22. sinkronisasi peraturan dengan pusat

Berdasarkan hasil analisis prospektif tersebut diatas, memperlihatkan bahwa

hasil analisis prospektif pada dasarnya telah sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi

tersebut, pada saat dilakukan penelitian. Ke lima faktor kunci tersebut harus benar-

benar diperhatikan dalam pengembangan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru

BSD. Hal ini diperlukan mengingat kondisi eksisting pengelolaan lingkungan di

kawasan Kota Baru BSD memperlihatkan kurang berkelanjutan, dan hanya dimensi

ekonomi, dimensi infrastruktur dan teknologi serta dimensi hukum dan kelembagaan

Page 125: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

105

yang memperlihatkan status yang cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi sosial

budaya dan dimensi ekologi masih ada dalam status yang kurang berkelanjutan. Upaya-

upaya untuk meningkatkan status berkelanjutan kawasan kota baru ini sangat perlu

dilakukan mengingat kawasan Kota Baru BSD dalam kondisi seperti ini saja sudah

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya .

5.3. Model Pengelolaan Lingkungan Kota Baru BSD

Pertumbuhan kota metropolitan dan kota satelitnya seperti kota baru yang cepat

seringkali menimbulkan berbagai implikasi negatif, seperti kurang mampunya

infrastruktur perkotaan dalam menampung aktivitas warga, pelayanan publik yang

kurang baik akibat dari minimnya SDM yang tersedia, timbulnya masalah sosial seperti

pengangguran, kriminalitas dan kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan berupa

terjadinya polusi udara, tanah dan air, dsb. Adapun salah satu permasalahan rendahnya

kualitas lingkungan seringkali berhubungan erat dengan besarnya jumlah penduduk,

besarnya kegiatan bisnis seperti industri, pertokoan, dsb serta tingginya kegiatan

pembakaran BBF terutama pada kegiatan transportasi dan kegiatan industri. Dalam

rangka mensukseskan pengelolaan lingkungan yang baik di kotabaru, maka terlebih

dahulu dibuatmodel dinamikpengelolaan lingkungan kota baruyang berkelanjutan, yang

nantinya diharapkan akan memberikan arah pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan

di kota baru.

Pada pembuatan model ini terlebih dahulu dilakukan identifikasi sistem yakni

suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari

masalah yang harus dipecahkan. Hasil identifikasi sistem dengan menggunakan model

diagram input output atau diagram lingkar sebab-akibat. Adapun diagram sebab akibat

model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru dapat dilihat pada

Gambar 27 sedangkan stockflow diagram-nya dapat dilihat pada Gambar 28.

Model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru pada penelitian

ini dibedakan atas dua submodel yaitu (1) submodel lingkungan, (2) submodel ekonomi

dan sub model sosial. Ketiga sub model tersebut merupakan rangakian dari beberapa

variabel-variabel yang saling berhubungan dan berinteraksi antara satu elemen dengan

elemen lainnya sehingga terbentuk suatu model pengelolaan lingkungan yang

berkelanjutan di kota baru.

Page 126: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

106

5.3.1. Submodel lingkungan

Submodel lingkungan dalam model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan

di kota baru, merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-

variabel dalam model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baruterhadap

keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sistem kemudian

disajikan dalam diagram sebab akibat (causal loop) pada Gambar 27.

Gambar 27. Diagram lingkar sebab-akibat pengendalian lingkungan dalampembangunan kota baru berkelanjutan

Page 127: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

107

JasaPHRAngkKom

BankSewa

EkLain

PDRBAngKom PDRBPHRPDRBJasa

PDRBBankSewa

PDRBEkLain

PDRB Tangsel

PangsaJasa

PangsaPHRPangsaAngkKom

penduduk pekerja

PangsaBankSewa

PangsaEkLain

infrastrukfur

Kapasitas Jalan

Drainase

kerusakanperbaikan

pengurangan

Populasi Tangsel

pertumbuhan

fraksi pertumbuhan fraksi pengurangan

jumlah rumah

pendidikan

kesadaran l ingkungan %

IPAL diperlukan

kepedulian lingkungan %

penduduk komuter

bebanNO3

KonsPO4perHari

bebanPO4

KonsNO3perhari

emisi udara

emisiSOx

emisiCOx

emisiNOx

biaya pekerja

kendaraan bermotor

roda duaroda empat

limbah cair

bebanCOD

KonsCODperHari

bebanBOD

KonsBODperhari

Gambar 28. Diagram stock-flow model pengendalian lingkungan dalam pembangunankota baru berkelanjutan

Page 128: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

108

Gambar 29. Diagram sebab-akibat submodel lingkungan dalam pembangunan kotabaru berkelanjutan

Berdasarkan diagram sebab akibat (causal loop) di atas diketahui bahwa pada sub

model lingkungan, tingginya penduduk kota baru menyebabkan tingginya kegiatan

antropogenik. Di lain pihak tingginya kegiatan antropogenik mengakibatkan tingginya

limbah cair dan tingginya emisi gas, yang mengakibatkan tingginya pencemaran

lingkungan. Tingginya pencemaran lingkungan ini pada akhirnya akan berdampak

terhadap tingginya biaya pengelolaan dan memburuknya kualitas lingkungan.

Pencemaran sendiri akan terjadi apabila total bahan pencemar yang masuk ke

lingkungan baik yang berasal dari limbah cair maupun yang berasal dari emisi gas

tinggi. Tingginya biaya pengelolaan lingkungan akibat adanya pencemaran ini pada

akhirnya akan mempengaruhi masyarakat yang ada di dalamnya. Sebagai contoh

apabila biaya pengelolaan tersebut ada pada sisi industri, maka biaya pengelolaan

tersebut akan dibebankan pada masyarakat, karena biaya tersebut akan dimasukan

sebagai ongkos produksi. Di lain pihak terjadinya pencemaran di kota baru juga akan

berdampak langsung pada masyarakat misalnya dapat mengganggu terjadinya kesehatan

pada masyarakat yang ada di dalam kota baru tersebut. Model pengelolaan lingkungan

yang berkelanjutan di kota barukhususnya sub model lingkungan yang selanjutnya

digambarkan dalam bentuk stock flow diagram (SFD) dapat dilihat pada Gambar 30.

Page 129: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

109

bebanNO3

KonsPO4perHari

bebanPO4

KonsNO3perhari

emisi udara

emisiSOx

emisiCOx

emisiNOx

pengurangan

Populasi Tangsel

pertumbuhan

fraksi pertumbuhan fraksi pengurangan

limbah cair

bebanCOD

KonsCODperHari

bebanBOD

KonsBODperhari

Gambar 30. Diagram stock-flow submodel lingkungan dalam pembangunan kota baruberkelanjutan

Pada Gambar 30 terlihat bahwa berdasarkan diagram alir sub model lingkungan

di atas, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk berdampak pada terjadinya peningkatan

bahan pencemar perairan yang dicerminkan oleh terjadinya peningkatan bahan

pencemar organik seperti terjadinya peningkatan BOD, COD, posfat, dan nitrat.

Pertumbuhan penduduk juga berdampak pada terjadinya peningkatan bahan pencemar

udara yang dicerminkan dari terjadinya peningkatan emisi gas di udara dan peningkatan

konsentrasi COx, NOx dan SOx.

Pada penelitian ini, untuk mendapat gambaran kondisi lingkungan kaitannya

dengan jumlah masyarakat dan kegiatan antropogenik di Kota Baru BSD dibuat

simulasinya yang didasarkan pada data lima tahun sebelumnya dan pada kondisi

eksisting. Simulasi yang disusun ke dalam model, dilakukan interpretasi kondisi faktor

ke dalam peubah model. Dalam hal ini dilakukan beberapa perubahan pada peubah

tertentu di dalam model, sehingga data yang bersangkutan dapat disimulasikan.

Simulasi model dilakukan melalui kajian data yang disusun, diketahui bahwa

terdapat faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap model pengelolaan lingkungan

Page 130: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

110

yang berkelanjutan di kota baru antara lain pertumbuhan penduduk, beban pencemaran

perairan dankualitas udara. Kondisi (state) faktor-faktor tersebut di masa yang akan

datang, disusun pada simulasi yang mungkin terjadi. Adapun Submodel lingkungan

mengenai kondisi di masa datang disajikan pada Gambar 31 sampai dengan Gambar 39.

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

10

35

60

0

15

30

0

0

0

0

0

1

1: bebanCOD 2 2: bebanBOD 2 3: bebanNO3 2 4: bebanPO4 2

1

1

1

1

22

2

2

3

3

3

3

4

4

4

4

Gambar 31. Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban pencemaran (ton/hari)parameter BOD, COD, NO3 dan PO4

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

5

15

25

1: bebanBOD

1

1

1

1

Gambar 32. Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban pencemaran (ton/hari)parameter BOD

Page 131: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

111

Pada Gambar 31 dan 32 terlihat bahwa bahan pencemar organik mudah urai atau

bahan pencemar organik yang dapat diuraikan secara biologi (BOD) yang masuk ke

dalam perairan memperlihatkan terjadinya peningkatan dari tahun ke tahun. Pada

Lampiran 3 terlihat bahwa beban pencemar organik yang dapat diuraikan secara biologi

(BOD) pada tahun 2008 sebesar 6,17 ton per hari, pada saat dilaksanakan penelitian

mencapai 9,53 ton/hari, dan pada tahun 2016 berdasarkan hasil simulasi akan menjadi

19,67 ton/hari. Hal ini disebabkan kegiatan apapun pada akhirnya akan menghasilkan

limbah berupa limbah padat atau sampah dan limbah cair. Di lain pihak, baik limbah

padat maupun limbah cair masih banyak yang membuang ke dalam sungai/badan

air/perairan umum. Selain itu setiap orang dan setiap kegiatan juga akan menyumbang

bahan organik ke dalam badan air tempat bermuaranya limbah cair baik yang berasal

dari kegiatan domestik, kegiatan industri atau kegiatan perkotaan lainnya, sehingga

sangat wajar jika jumlah penduduk makin meningkat maka nilai BOD akan semakin

meningkat. Kondisi ini juga akan semakin diperparah akibat meningkatnya

kemakmuran dan peradaban. Hal ini sesuai dengan pendapat Metcalf dan Eddy (1991)

yang mengatakan bahwa semakin meningkat gaya hidup dan semakin makmur, maka

sisa bahan organik yang terbuang ke lingkungan juga akan semakin meningkat.

Pada sub model lingkungan dan pada simulasinya juga terlihat bahwa selain

adanya peningkatan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologi, bahan organik

yang sulit terurai dan hanya dapat diuraikan secara kimia juga (COD) juga akan terjadi

peningkatan. Untuk lebih jelasnya besarnya peningkatan COD dari tahun ke tahun

dapat dilihat pada Gambar 33 dan pada Lampiran 3. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa

pada tahun 2008 nilai beban pencemaran COD pada perairan di lokasi penelitian adalah

14,41 ton/hari, namun pada saat dilakukan penelitian meningkat menjadi 23,41 ton/hari,

dan dari hasil simulasi pada tahun 2016 beban COD menjadi 52,08 ton/hari. Terjadinya

peningkatan COD ini dari tahun ke tahun juga disebabkan karena semakin banyaknya

masyarakat dan kegiatan antropogenik lainnya di perkotaan terutama pada kegiatan

industry, dan pada kegiatan bisnis lainnya yang menggunakan produk bahan organik

yang sulit terurai, sehingga dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, akan

semakin meningkatkan kegiatan antropogenik, maka semakin meningkat pula bahan

organik sulit terurai sehingga meningkatkan nilai COD (Metcalf dan Eddy, 1991).

Page 132: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

112

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

10

35

60

1: bebanCOD

1

1

1

1

Gambar 33. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran (ton/hari)parameter COD

Pada sub model lingkungan dan pada simulasinya juga terlihat adanya

peningkatan bahan organik yang tercermin dari konsentrasi nitrat (NO3) yang terdapat

pada perairan. Seperti pada parameter bahan organik lainnya, konsentrasi nitrat juga

terjadi peningkatan dari waktu ke waktu. Untuk lebih jelasnya besarnya peningkatan

nitrat dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 34 dan pada Lampiran 3. Pada

Lampiran 3 terlihat bahwa pada tahun 2008 nilai beban pencemaran nitrat pada perairan

di lokasi penelitian adalah 0,05 ton/hari, namun pada saat dilakukan penelitian

meningkat menjadi 0,08 ton/hari, dan dari hasil simulasi pada tahun 2016 beban COD

menjadi 0,33 ton/hari. Terjadinya peningkatan nitrat dari tahun ke tahun juga

disebabkan oleh semakin banyaknya masyarakat dan kegiatan antropogenik yang

dilakukan di kota baru, sehingga dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, akan

semakin meningkatkan kegiatan antropogenik, maka semakin meningkat pula nitrat

yang terbuang ke dalam perairan.

Page 133: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

113

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

0

0

0

1: bebanNO3

1

1

1

1

Gambar 34. Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban pencemaran (ton/hari)parameter NO3

Hasil pemodelan dan simulasi yang dilakukan pada penelitian ini juga

memperlihatkan kandungan posfat yang cenderung semakin meningkat. Hal ini

ditunjukkan nilai beban pencemaran fosfat pada tahun 2008 sebesar 0,14 ton/hari

menjadi 0,22 ton/hari pada tahun 2011 (saat dilakukan penelitian), kemudian

peningkatan juga terjadi pada tahun-tahun berikutnya hingga perkiraan tahun 2016

mencapai 0,44 ton/hari. Kondisi ini sangat membahayakan kehidupan badan air

penerimanya (Martin, 1985) mengingat menurut Odum (1971) kandungan posfor yang

tinggi dalam ekosistem akan mengakibatkan terjadinya blooming fitoplankton yang

dapat memfiksasi nitrogen secara langsung dari atmosfir. Untuk lebih jelasnya hasil

pemodelan dan simulasi beban pencemaran posfat dapat dilihat pada Gambar 35 dan

Lampiran 3.

Kota Metropolitan DKI Jakarta merupakan ibukota negara yang dikelilingi

oleh kota satelit Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok. Mengingat DKI Jakarta

merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian maka dinamika di kota

utama dan kota satelitnya akan sangat tinggi. Dalam hal ini akan semakin

meningkatkan perjalanan antar kota yang pada umumnya saling bergantung satu sama

lain. Di lain pihak perjalanan ini merupakan aktivitas setiap manusia untuk melakukan

berbagai kebutuhan misalnya kegiatan usaha harian seperti kegiatan dasar (basic

activity) dan kegiatan jasa (services activity) serta kegiatan sosial, yang merupakan

kegiatan berkala (periodic activity). Tingginya dinamika di kota metropolitan dan di

Page 134: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

114

kota baru ini akan semakin meningkatkan terjadinya pencemaran udara yang

terutama berasal dari sisa pembakaran BBF seperti NOx, SOx dan COx (Gambar 36).

Oleh karena itu maka tidak mengherankan jika dari tahun ke tahun terjadi

peningkatan bahan pencemar udara seperti tersebut di atas, seiring dengan

meningkatnya jumlah manusia dan kegiatan antropogenik yang dilakukannya.

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

0

0

1

1: bebanPO4

1

1

1

1

Gambar 35. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran (ton/hari)parameter PO4

Pada sub model lingkungan dan pada simulasinya juga terlihat adanya

peningkatan pencemaran udara yang tercermin dari konsentrasi NOx yang terdapat pada

atmosfir. Adapun peningkatan konsentrasi NOx di atmosfir ini juga dapat dilihat pada

Gambar 36 dan pada Lampiran 3. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa pada tahun 2008

nilai konsentrasi NOx di atmosfir 53,38 µg/ Nm3, namun pada saat dilakukan penelitian

meningkat menjadi 81,14 µg/ Nm3, dan dari hasil simulasi pada tahun 2016

konsentrasinya akan meningkat menjadi 163,12 µg/ Nm3. Terjadinya peningkatan NOx

di atmosfir dari tahun ke tahun juga disebabkan karena semakin banyaknya masyarakat

dan kegiatan antropogenik terutama dari kegiatan pembakaran BBF yang dilakukan di

kota baru, sehingga dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, akan semakin

meningkatkan kegiatan antropogenik, maka semakin meningkat pula NOx di atmosfir.

Page 135: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

115

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

100

250

400

2000

5000

8000

50

150

250

1: emisiSOx 2: emisiCOx 3: emisiNOx

1

1

1

1

2

2

2

2

3

3

3

3

Gambar 36. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan kualitas udara ambien(µg/Nm3) parameter NOx, COx dan SOx

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

50

150

250

1: emisiNOx

1

1

1

1

Gambar 37. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan kualitas udara ambien(µg/Nm3) parameter NOx

Pada submodel lingkungan dan pada simulasinya juga terlihat adanya

peningkatan pencemaran udara yang tercermin dari konsentrasi COx yang terdapat pada

atmosfir. Adapun peningkatan konsentrasi COx di atmosfir ini juga dapat dilihat pada

Gambar 38 dan pada Lampiran 3. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa pada tahun 2008

Page 136: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

116

nilai konsentrasi COx di atmosfir 2316,96 µg/ Nm3, namun pada saat dilakukan

penelitian meningkat menjadi 3523,77 µg/ Nm3, dan dari hasil simulasi pada tahun 2016

konsentrasinya akan meningkat menjadi 7087,59 µg/Nm3. Terjadinya peningkatan COx

di atmosfir dari tahun ke tahun juga disebabkan karena semakin banyaknya masyarakat

dan kegiatan antropogenik terutama dari kegiatan pembakaran BBF yang dilakukan di

kota baru, sehingga dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, akan semakin

meningkatkan kegiatan antropogenik, maka semakin meningkat pula COx di atmosfir.

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

2000

5000

8000

1: emisiCOx

1

1

1

1

Gambar 38. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan kualitas udara ambien(µg/Nm3) parameter COx

Pada sub model lingkungan dan pada simulasinya juga terlihat adanya

peningkatan pencemaran udara yang tercermin dari konsentrasi SOx yang terdapat pada

atmosfir. Adapun peningkatan konsentrasi SOx di atmosfir ini juga dapat dilihat pada

Gambar 39 dan pada Lampiran 3. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa pada tahun 2008

nilai konsentrasi SOx di atmosfir 106,58 µg/ Nm3, namun pada saat dilakukan penelitian

meningkat menjadi 162,09 µg/ Nm3, dan dari hasil simulasi pada tahun 2016

konsentrasinya akan meningkat menjadi 326,03 µg/ Nm3. Terjadinya peningkatan SOx

di atmosfir dari tahun ke tahun juga disebabkan oleh semakin banyaknya masyarakat

dan kegiatan antropogenik terutama dari kegiatan pembakaran BBF yang dilakukan di

kota baru, sehingga dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, akan semakin

meningkatkan kegiatan antropogenik, maka semakin meningkat pula SOx di atmosfir.

Page 137: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

117

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

100

250

400

1: emisiSOx

1

1

1

1

Gambar 39. Simulasi submodel lingkungan berdasarkan kualitas udara ambien(µg/Nm3) parameter SOx

Kota besar merupakan kota yang mempunyai anekaragam kegiatan ekonomi yang

tercermin dari tingginya kegiatan antropogenik. Tingginya kegiatan antropogenik ini

mengakibatkan tingginya motorisasi, bahkan hasil penelitian Jraiw (2003) di negara

yang sedang berkembang seperti Indonesia menunjukkan bahwa laju motorisasi lebih

tinggi dari laju peningkatan penduduk. Oleh karena itu maka dapat dimengerti jika

kepadatan lalu lintas di kota besar terutama yang ada pada negara sedang berkembang

menyebabkan emisi karbon dan menghasilkan bahan pencemar udara yang luar biasa.

Oleh karena itu maka sumber pencemaran udara di negara berkembang 81 % -nya

berasal dari sektor transportasi. Hal ini juga ditunjukkan oleh terus bertambahnya laju

kemacetan di negara berkembang, juga di Kota Baru BSD yang merupakan lokasi

penelitian penulis. Oleh karena itu maka sangat wajar jika dari penelitian ini terlihat

adanya kenaikan bahan pencemar udara baik dilihat dari parameter NOx, COx maupun

SOx. Bahan-bahan pencemar tersebut cenderung akan naik terus pada masa-masa

mendatang seperti ditunjukan oleh hasil simulasi penelitian ini. Hal ini sesuai dengan

laporan WHO (2000) bahwa di pusat-pusat kota,dari proses pembakaran bahan bakar

fosil di dalam mesin kendaraan akan dihasilkan 95% CO, 70% NOx, 60% tembaga dan

50% hidrokarbon (HC). Kondisi ini tentu akan sangat mengganggu lingkungan

mengingat bahan-bahan tersebut termasuk ke dalam GRK yang nantinya akan

menyumbang terjadinya pemanasan global dan pada akhirnya akan mengakibatkan

terjadinya perubahan iklim global. Di lain pihak bahan-bahan tersebut juga jika tercuci

oleh air hujan akan mengakibatkan terjadinya hujan asam.

Page 138: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

118

5.3.2. Submodel Ekonomi

Komponen-komponen yang saling berhubungan dalam sub model ekonomi pada

model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baruadalah infrastruktur,

jumlah perumahan/rumah, jumlah industri, dan aktifitas ekonomi yang akan

berpengaruh terhadap komponen pendapatan kota baru. Adanya kegiatan-kegiatan

tersebut yang pada umumnya merupakan aktifitas ekonomi di kota baru, pada akhirnya

akan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Tangerang Selatan.

Adapun sub model ekonomi dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di Kota

Baru BSD dapat dilihat pada Gambar 40. Model pengelolaan lingkungan yang

berkelanjutan di kota baru khususnya sub model ekonomi tersebut selanjutnya

digambarkan dalam bentuk stock flow diagram (SFD) dapat dilihat lebih jelas pada

Gambar 41.

Gambar 40. Diagram sebab-akibat submodel ekonomi dalam pembangunan kota baruberkelanjutan

Page 139: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

119

JasaPHRAngkKom

BankSewa

EkLain

PDRBAngKom PDRBPHRPDRBJasa

PDRBBankSewa

PDRBEkLain

PDRB Tangsel

PangsaJasa

PangsaPHRPangsaAngkKom

penduduk pekerja

PangsaBankSewa

PangsaEkLain

infrastrukfur

Jalan

Drainase

kerusakanperbaikan

biaya pekerja

kendaraan bermotor

roda duaroda empat

Gambar 41. Diagram stock-flow submodel ekonomi dalam pembangunan kota baruBerkelanjutan

Berdasarkan informasi yang dirilis oleh Pemerintah Daerah Tangerang Selatan

(2009), sektor ekonomi yang berkembang di Tangerang Selatan sebenarnya bukan

berasal dari kegiatan bisnis yang terdapat di dalamnya seperti dari industri, namun

berasal dari sektor ekonomi tersier. Dalam hal ini hampir 60% PDRB di Kabupaten

Tangerang Selatan disumbangkan oleh sektor pengangkutan, sektor komunikasi serta

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selanjutnya berasal dari sektor jasa (13%) dan

sektor bank, persewaan dan jasa perusahaan, dan sisanya adalah sektor ekonomi lain.

Adapun keterkaitan antara PDRB yang terdapat di Tangerang Selatan pada umumnya

dan di Kota Baru BSD pada umumnya dapat dilihat pada SFD.

Pada penelitian ini, untuk mendapat gambaran kondisi ekonomi kaitannya dengan

PDRB dan kegiatan yang menyumbang PDRB di Kota Baru BSD dibuat simulasinya

yang didasarkan pada data lima tahun sebelumnya. Simulasi yang disusun ke dalam

model, dilakukan interpretasi kondisi faktor ke dalam peubah model. Simulasi model

dilakukan melalui kajian data yang disusun, diketahui bahwa terdapat faktor-faktor yang

paling berpengaruh terhadap sub model ekonomi pada pengelolaan lingkungan yang

Page 140: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

120

berkelanjutan di kota baru. Adapun sub model ekonomi mengenai kondisi di masa

datang secara keseluruhan disajikan pada Gambar 42.

Pada Gambar 42 dan Lampiran 3 terlihat kurva pertumbuhan pendapatan yang

diperoleh dari kegiatan transportasi dan komunikasi lebih tajam dibandingkan dengan

pendapatan dari hasil lainnya. Namun demikian kurva peningkatan pendapatan yang

berasal dari perdagangan dan hotel merupakan penyumbang PDRB ke dua, sedang

penyumbang PDRB ke tiga adalah dari sektor jasa, diikuti dari kegiatan bank sewa dan

terakhir dari kegiatan ekonomi lainnya.

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

1500000

3500000

5500000

1000000

3000000

5000000

500000

2000000

3500000

500000

1500000

2500000

1: PDRBAngKom 2: PDRBPHR 3: PRDBJasa 4: PDRBBankSewa 5: PDRBEkLain

1

1

1

1

2

2

2

2

3

3

3

3

4

4

4

4

5

5

5

5

Gambar 42. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB (jutaan rupiah)

Pada Gambar 42 dan 43 terlihat bahwa PDRB yang berasal dari kegiatan

transportasi dan kegiatan telekomunikasi di lokasi penelitian. Hal ini juga terlihat lebih

jelas pada Lampiran 3 yang memperlihatkan terjadinya peningkatan PDRB dari

berbagai kegiatan yang ada di lokasi penelitian dari tahun ke tahun. Pada Lampiran 3

terlihat bahwa beban besarnya PDRB yang berasal dari kegiatan transportasi dan

telekomunikasi pada tahun 2008 jumlahnya mencapai Rp. 1.504.093.710.000,-. PDRB

pada saat dilaksanakan penelitian dari kegiatan transportasi dan tekomunikasi besarnya

mencapai Rp. 2.287.538.520.000,- dan dari hasil simulasi PDRB tahun 2016

diperkirakan akan mencapai Rp. 4.601.057.050.000,-.

Page 141: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

121

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

1500000

3500000

5500000

1: PDRBAngKom

1

1

1

1

Gambar 43. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB dari kegiatan transportasidan komunikasi (jutaan rupiah)

Penyumbang ke dua terbesar PDRB Tangerang Selatan berasal dari sektor hotel

dan restoran (Gambar 44). Hal ini juga terlihat lebih jelas pada Lampiran 3 yang

memperlihatkan terjadinya peningkatan PDRB dari kegiatan hotel dan restoran yang ada

di lokasi penelitian dari tahun ke tahun. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa beban

besarnya PDRB yang berasal dari kegiatan hotel dan restoran pada tahun 2008

jumlahnya mencapai Rp. 1.344.914.560.000. PDRB pada saat dilaksanakan penelitian

dari kegiatan hotel dan restoran besarnya mencapai Rp. 2.045.446.920.000,- dan dari

hasil simulasi PDRB tahun 2016 diperkirakan bahwa PDRB dari kegiatan hotel dan

restoran akan melonjak secara tajam mencapai Rp. 4.114.124.370.000,-.

Penyumbang ke tiga terbesar PDRB Tangerang Selatan berasal dari sektor jasa

(Gambar 44). Hal ini juga terlihat lebih jelas pada Lampiran 5 yang memperlihatkan

terjadinya peningkatan PDRB dari kegiatan jasa yang ada di lokasi penelitian dari tahun

ke tahun. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa beban besarnya PDRB yang berasal dari

kegiatan jasa pada tahun 2008 jumlahnya relatif rendah yakni Rp. 924.479.450.000.

PDRB pada saat dilaksanakan penelitian dari kegiatan jasa besarnya mencapai Rp.

406.017.690.000,- dan dari hasil simulasi PDRB tahun 2016 diperkirakan bahwa PDRB

dari kegiatan jasa mencapai Rp. 2.828.003.790.000,-.

Page 142: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

122

0:51 27 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

1000000

3000000

5000000

1: PDRBPHR

1

1

1

1

Gambar 44. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB perdagangan hotel danrestoran (jutaan rupiah)

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

500000

2000000

3500000

1: PDRBJasa

1

1

1

1

Gambar 45. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB jasa-jasa (jutaan rupiah)

Penyumbang PDRB Tangerang Selatan lainnya berasal dari sektor bank,

persewaan dan jasa perusahaan (Gambar 46). Hal ini juga terlihat lebih jelas pada

Lampiran 3 yang memperlihatkan terjadinya peningkatan PDRB dari kegiatan jasa yang

ada di lokasi penelitian dari tahun ke tahun. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa beban

besarnya PDRB yang berasal dari kegiatan jasa pada tahun 2008 jumlahnya relatif

rendah yakni Rp. 820.289.460.000. PDRB pada saat dilaksanakan penelitian dari

kegiatan jasa besarnya mencapai Rp. 1.247.557.740.000,- dan dari hasil simulasi PDRB

Page 143: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

123

tahun 2016 diperkirakan bahwa PDRB dari kegiatan jasa mencapai Rp.

2.509.284.220.000,-.

0:50 27 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

500000

2000000

3500000

1: PDRBBankSewa

1

1

1

1

Gambar 46. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB bank, persewaan dan jasaperusahaan (jutaan rupiah)

Penyumbang PDRB Tangerang Selatan lainnya berasal dari sektor ekonomi

lainnya (Gambar 47). Hal ini juga terlihat lebih jelas pada Lampiran 3 yang

memperlihatkan terjadinya peningkatan PDRB dari kegiatan ekonomi lainnya yang ada

di lokasi penelitian dari tahun ke tahun. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa beban

besarnya PDRB yang berasal dari kegiatan ekonomi lainnya pada tahun 2008 jumlahnya

relatif rendah yakni Rp. 561.422.350.000. PDRB pada saat dilaksanakan penelitian

dari kegiatan ekonomi lainnya besarnya mencapai Rp. 853.853.220.000,- dan dari hasil

simulasi PDRB tahun 2016 diperkirakan bahwa PDRB dari kegiatan ekonomi lainnya

mencapai Rp. 1.717.403.810.000,-.

Pada kota baru, jalan merupakan salah satu infrastruktur terpenting sebagai salah

satu faktor daya tarik investasi di suatu daerah. Jalan kota Tangerang Selatan

berdasarkan kompilasi data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan (2008)

memiliki total panjang 115,81 km dengan 70,36% dari panjang total tersebut dalam

kondisi baik, 18,37% dalam kondisi sedang dan 11,28% dalam kondisi rusak. Data ini

berbeda dengan data Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Selatan yang menyatakan

bahwa total panjang jalan kota adalah 137,773 km dan diperkirakan 5% rusak ringan,

5% rusak sedang dan 20% rusak berat. Berdasarkan kewenangannya, di Kota

Page 144: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

124

Tangerang Selatan terdapat satu ruas jalan negara dengan panjang 9.160 km, kemudian

jalan provinsi sebanyak 12 ruas dengan panjang 48.900 km dan jalan kota sebanyak

1175 ruas dengan panjang 640.929 km. Total panjang jalan di Tangerang Selatan

adalah 698.989 km. Salah satu kondisi yang menyebabkan kemacetan adalah kerusakan

jalan serta proses perbaikan jalan. Perbaikan jalan yang tidak tuntas juga menjadi

penyebab kembali rusaknya jalan di Tangerang Selatan.

Gambar 47. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB sektor ekonomi lain(jutaan rupiah)

Seperti halnya di kota-kota besar dan pada kota satelit lainnya, di kawasan

Tangerang Selatan juga terdapat titik-titik rawan kemacetan. Titik rawan kemacetan

utama di Tangerang Selatan terdapat pada 12 titik yang umumnya terdapat pada sekitar

persimpangan jalan atau pasar. Stasiun kereta rel listrik (KRL) berjumlah lima buah

dan tersebar di tiga kecamatan yaitu Serpong, Ciputat dan Ciputat Timur. Titik rawan

kemacetan dan titik lokasi stasiun KRL didapatkan dari Kompilasi Data untuk

Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan (2008). Di lokasi penelitian terdapat tiga

buah yaitu Sungai Cisadane, Angke dan Pasanggrahan sepanjang 178 kilometer.

Sementara untuk anak sungai sebanyak sembilan buah dengan panjang 38,5 kilometer.

Mengingat di Tangerang Selatan sektor transportasi dan telekomunikasi merupakan

kegiatan yang menyumbang PDRB paling tinggi, maka pada penelitian ini juga dilihat

simulasi pada sub model ekonomi berdasarkan infrastruktur, total panjang jalan seperti

terlihat pada Gambar 48, serta berdasarkan kerusakan jalan. Berdasarkan infrastruktur

0:51 27 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

500000

1500000

2500000

1: PDRBEkLain

1

1

1

1

Page 145: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

125

dan total panjang jalan terlihat bahwa PDRB akan dibantu meningkat apabila

perumbuhan infrastrukturnya meningkat dan jalan yang dibangun semakin banyak.

Namun demikian apabila jalannya rusak, maka dapat berakibat pada

menurunnya PDRB, karena kerusakan jalan sangat besar pengaruhnya pada kemacetan

lalulintas dan lamanya daya tempuh perjalanan. Oleh karena itu maka pada penelitian

ini juga dilihat simulasi kerusakan jalan dengan maka persentase tambahan biaya

transportasi yang dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan jalan seperti yang

tercantum pada Gambar 49. Adapun besarnya persentase tambahan biaya transportasi

yang dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan jalan dapat dilihat pada Gambar 50.

Seiring dengan waktu dan relatif murahnya kendaraan dan baiknya akses jalan, maka

akan terjadi peningkatan jumlah kendaraan baik yang roda dua maupun kendaraan roda

empat. Untuk lebih jelasnya simulasi pertumbuhan kendaraan roda dua dan roda empat

dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 51 dan Lampiran 3.

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

700

702

704

1: Jalan

1

1

1

1

Gambar 48. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan infrastruktur, total panjang jalan(km)

Page 146: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

126

23:14 31 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

29

30

31

1: kerusakan jalan

1

1

1

1

Gambar 49. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan infrastruktur (persentasekerusakan jalan)

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

5

6

6

1: biay a tambahan transport

1

1

1

1

Gambar 50. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan persentase tambahan biayatransportasi yang dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan jalan.

Page 147: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

127

15:57 31 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

17500

19500

21500

10000

25000

40000

1: roda empat 2: roda dua

1

1

1

1

2

2

2

2

Gambar 51. Simulasi submodel ekonomi berdasarkan jumlah kendaraan roda dua danroda empat

Berdasarkan pemodelan yang dibuat, kondisi jalan (panjang total) adalah tetap,

sedangkan kerusakan dan perbaikan jalan selalu dilakukan sehingga berpotensi

meningkatkan kemacetan jalan yang akan dilintasi oleh pekerja yang sebagian besar

komuter, yakni tinggal di kawasan Tangerang Selatan tetapi berkerja di wilayah utama

yakni DKI Jakarta. Adanya kemacetan tersebut akan meningkatkan biaya konsumsi

bahan bakar yang berakibat pada peningkatan biaya transportasi serta meningkatkan

buangan gas (COx, NOx dan SOx) yang sifatnya akan merusak lingkungan. Hal ini akan

semakin diperparah oleh tingginya pertumbuhan pembelian kendaraan bermotor baik

roda empat maupun roda dua, yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan/pembuatan

jalan di Tangerang Selatan. Tingkat pertumbuhan sepeda motor adalah yang paling

tinggi. Hal ini merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat kecelakaan yang

terutama disebabkan oleh rendahnya tingkat kedisiplinan pengendara sepeda motor,

ditambah lagi dengan rendahnya tingkat kedisiplinan pengendara moda kendaraan lain

seperti truk, mobil pribadi, dan angkutan umum.

5.3.3. Submodel Sosial

Submodel sosial dalam model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota

baru, merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel dalam

model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru terhadap keberlanjutan

sistem. Pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sistem tersebut disajikan dalam

diagram sebab akibat (causal loop) pada Gambar 52. Pada Gambar 52 terlihat bahwa

Page 148: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

128

pertumbuhan penduduk, pendidikan dan penduduk komuter akan mempengaruhi

penduduk kota baru, selanjutnya sub model sosial ini digambarkan dalam bentuk stock

flow diagram (SFD) (Gambar 53).

Gambar 52. Diagram sebab-akibat submodel sosial dalam pembangunan kota baruberkelanjutan

penduduk pekerja

infrastrukfur

pengurangan

Populasi Tangsel

pertumbuhan

fraksi pertumbuhan fraksi pengurangan

jumlah rumah

pendidikan

kesadaran lingkungan %

IPAL diperlukan

kepedulian lingkungan %

penduduk komuter

Gambar 53. Diagram stock-flow submodel sosial dalam pembangunan kota baruberkelanjutan

Page 149: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

129

Pada Gambar 52 dan 53 terlihat bahwa berdasarkan diagram alir sub model sosial

di atas, terlihat bahwa pengurangan dan penambahan populasi berdampak pada

pertumbuhan penduduk kota baru. Penduduk komuter juga akan mempengaruhi

penduduk kota baru, dalam hal ini jika semua fasilitas komuter baik, diduga dapat

meningkatkan penduduk kota baru dan sebaliknya. Selain hal itu pendidikan penduduk

kota baru juga akan mempengaruhi kesadaran penduduk itu sendiri terhadap kesadaran

lingkungan. Dalam hal ini semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka kecenderungan

kesadaran lingkungannya akan semakin meningkat, sehingga bukan tidak mungkin

masyarakat sendiri yang akan meminta kota baru untuk melestarikan lingkungannya

secara lebih baik lagi, misalnya dengan cara melakukan pembangunan IPAL untuk

limbah cair bagi berbagai kegiatan antropogenik, sehinggapada akhirnyaakan

berdampak positif pada penduduk kota baru itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori

Kuznet yang mengatakan bahwa semakin meningkat kesejahteraan, semakin tinggi

kepeduliannya terhadap lingkungan.

Adapun populasi Tangerang Selatan berdasarkan hasil simulasi, penduduk usia

kerja, jumlah rumah dan penduduk komuter mulai tahun 2008 hingga tahun 2016 dapat

dilihat pada Gambar 54. Pada sub model sosial berdasarkan jumlah penduduk, besarnya

peningkatan populasi Tangerang Selatan dari tahun ke tahun juga dapat dilihat pada

Gambar 55 dan pada Lampiran 3 yakni pada tahun 2008 besarnya populasi Tangerang

Selatan 918.783 orang, namun pada saat dilakukan penelitian meningkat menjadi

1.397.354 dan pada tahun 2016 diperkirakan menjadi 2.810.578 orang.

Pada sub model sosial berdasarkan simulasi jumlah penduduk usia kerja (15-65

tahun), besarnya peningkatan penduduk usia kerja diTangerang Selatan dari tahun ke

tahun juga dapat dilihat pada Gambar 55 dan pada Lampiran 3 yakni pada tahun 2008

besarnya penduduk usia kerja (15-65)Tangerang Selatan 459.392 orang, yakni

setengahnya dari jumlah populasi yang ada di Tangerang Selatan. Pada saat dilakukan

penelitian meningkat menjadi 698.677 orang dan pada tahun 2016 diperkirakan

menjadi 1.405.289 orang.

Pada submodel sosial berdasarkan simulasi jumlah rumah, besarnya peningkatan

jumlah rumah di Tangerang Selatan dari tahun ke tahun juga dapat dilihat pada Gambar

57 dan pada Lampiran 3 yakni pada tahun 2008 jumlah rumah di Tangerang Selatan

Page 150: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

130

321.574 rumah. Pada saat dilakukan penelitian meningkat menjadi 489.074 rumah dan

pada tahun 2016 diperkirakan menjadi 983.702 rumah.

17:52 30 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

500000

2000000

3500000

450000

950000

1450000

300000

650000

1000000

300000

700000

1100000

1: Populasi Tangsel 2: penduduk pekerja 3: jumlah rumah 4: penduduk commuter

1

1

1

1

2

2

2

2

3

3

3

3

4

4

4

4

Gambar 54. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk dan pendudukusia kerja (15-65), jumlah rumah serta penduduk komuter

0:53 27 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

500000

2000000

3500000

1: Populasi Tangsel

1

1

1

1

Gambar 55. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk

Page 151: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

131

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

450000

950000

1450000

1: penduduk pekerja

1

1

1

1

Gambar 56. Simulasi submodel sosial berdasarkan penduduk usia kerja (15-65)

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.001:

1:

1:

300000

650000

1000000

1: jumlah rumah

1

1

1

1

Gambar 57. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah rumah

Pada submodel sosial berdasarkan simulasi jumlah penduduk yang commuter,

besarnya peningkatan jumlah penduduk yang komuter di Tangerang Selatan dari tahun

ke tahun juga dapat dilihat pada Gambar 58 dan pada Lampiran 3 yakni pada tahun

2008 besarnya jumlah penduduk yang komuter Tangerang Selatan 328.465 orang, yakni

jumlahnya mencapai 2/3 dari dari jumlah penduduk usia kerja yang ada di Tangerang

Selatan. Pada saat dilakukan penelitian meningkat menjadi 499.554 orang dan pada

tahun 2016 diperkirakan menjadi 1.004.782 orang yakni mencapai tiga kali lipat dari

tahun 2008.

Page 152: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

132

17:52 30 Okt 2011Page 1

2008.00 2010.00 2012.00 2014.00 2016.00

Years

1:

1:

1:

300000

700000

1100000

1: penduduk commuter

1

1

1

1

Gambar 58. Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk yang komuter

5.3.4. Validitas Model

Seperti dijelaskan di atas bahwa validasi model dalam sistem dinamik dapat

dilakukan atas dua yaitu validasi struktur model dan validasi kinerja model.

(1). Validasi Struktur Model

Validitas atau keabsahan merupakan kriteria penilaian keobyektifan dari suatu

pekerjaan ilmiah yang dalam pemodelan ditunjukkan dari sejauhmana model dapat

menirukan fakta. Validasi model ini akan dapat menyimpulkan apakah model dari

sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga

dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 1999). Dalam pemodelan,

hasil simulasi adalah perilaku variabel yang diinteraksikan dengan bantuan komputer.

Tampilan perilaku variabel tersebut dapat bersifat terukur yang disusun menjadi data

simulasi dan bersifat tidak terukur yang disusun menjadi pola simulasi. Keserupaan

dunia model dengan dunia nyata ditunjukkan dari sejauhmana data simulasi dan pola

simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual. Adapun proses melihat

keserupaan tersebut dikenal sebagai validasi output atau kinerja model.

Validasi struktur model merupakan proses validasi utama dalam berpikir sistem.

Pada saat melakukan perancangan dan justifikasi, pembuat model dituntut untuk

mengumpulkan informasi sebanyak mungkin atas sistem yang menjadi obyek penelitian.

Informasi ini dapat berupa pengalaman dan pengetahuan dari orang yang memahami

Page 153: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

133

mekanisme kerja pada sistem atau berasal dari studi literatur. Pada proses ini bertujuan

untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata, karena

pada uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menguji apakah struktur model tidak

berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur dari sistem nyata dan apakah

struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan (Sushil, 1993). Hal ini akan

meningkatkan tingkat kepercayaan atas ketepatan dari struktur model.

(2). Validasi Kinerja/Output Model

Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat

kesalahan dapat digunakan: 1) Absolute Mean Error (AME) adalah penyimpangan

(selisih) antara nilai rata-rata (mean) hasil simulasi terhadap nilai aktual, 2) Absolute

Variation Error (AVE) adalah penyimpangan nilai variasi (variance) simulasi terhadap

aktual.

a. Sub Model Lingkungan

Pada validasi dari sub model lingkungan, dibagi lagi menjadi dua, yakni validasi

untuk lingkungan perairan yang dilihat dari beban pencemaran perairan diwilayah yang

dikaji, dengan hasil validasi dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil uji menunjukkan bahwa

keluaran model pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD, untuk sub model lingkungan

pada perairan memiliki nilai Absolute Mean Error (AME) untuk beban pencemaran

BOD menyimpang 0,167% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang sebesar

0,5%. Pada sub model lingkungan di perairanuntuk beban pencemaran CODmemiliki

nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang 0.0625% dan Absolute Variation Error

(AVE) menyimpang sebesar 0.125%. Pada sub model lingkungan di perairanuntuk

beban pencemaran NO3 memiliki nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang

0.0526% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang sebesar 0.632%. Pada sub

model lingkungan di perairan untuk beban pencemaran PO4 memiliki nilai Absolute

Mean Error (AME) menyimpang 0.0426% dan Absolute Variation Error (AVE)

menyimpang sebesar 0.462%. Nilai validasi dari sub model lingkungan, dilihat dari

beban pencemaran perairan total diwilayah yang dikaji memiliki nilai Absolute Mean

Error (AME) menyimpang 0.0426% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang

sebesar 0.461%. Adapun validasi kinerja model untuk pencemaran air yang dilihat dari

beban pencemarannya dapat dilihat pada Tabel 16 .

Page 154: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

134

Hasil uji menunjukkan bahwa keluaran model pengelolaan lingkungan Kota Baru

BSD, untuk sub model lingkungan pada pencemaran udara, pencemaran COx memiliki

nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang 0.03% dan Absolute Variation Error

(AVE) menyimpang sebesar 0.07%. Khusus untuk sub model lingkungan pada

pencemaran udara, pencemaran SOx memiliki nilai Absolute Mean Error (AME)

menyimpang 0.02% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang sebesar 0.81%.

Pada pencemaran udara, pencemaran NOx memiliki nilai Absolute Mean Error (AME)

menyimpang 0.06% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang sebesar 4.25%.

Nilai validasi dari sub model lingkungan, dilihat dari pencemaran udara total di wilayah

yang dikaji memiliki nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang 0.06% dan

Absolute Variation Error (AVE) menyimpang sebesar 4.25%. Adapun validasi kinerja

model untuk pencemaran air yang dilihat dari beban pencemarannya dapat dilihat pada

Tabel 17 dan Tabel 18.

Pada validasi dari sub model ekonomi, dibagi lagi menjadi dua, yakni validasi

untuk ekonomi lingkungan yang dilihat dari PDRB dari angkutan umum dan

telekomunikasi, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa di wilayah yang dikaji, dan

dilihat berdasarkan PDRB dari bank sewa dan ekonomi lain, dengan hasil validasi dapat

dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20. Khusus untuk sub model ekonomi pada PDRB dari

angkutan umum dan telekomunikasi, perdagangan, hotel dan restoran serta jasamemiliki

nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang 0.01% dan Absolute Variation Error

(AVE) menyimpang sebesar 0.97%. Adapun nilai total PDRB dari PDRB dari

angkutan umum dan telekomunikasi, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa

memiliki nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang 0.06% dan Absolute Variation

Error (AVE) menyimpang 0.76%

Pada sub model ekonomi pada PDRB dari bank sewa memiliki nilai Absolute

Mean Error (AME) menyimpang 0.05% dan Absolute Variation Error (AVE)

menyimpang sebesar 0.50%. Pada sub model ekonomi pada PDRB dari ekonomi lain

memiliki nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang 0% dan Absolute Variation

Error (AVE) menyimpang sebesar 0.33%. Adapun nilai total PDRB dari bank sewa

dan ekonomi lain memiliki nilai Absolute Mean Error (AME) menyimpang 0.04% dan

Absolute Variation Error (AVE)menyimpang 0.07%. Adapun validasi kinerja model

untuk ekonomi dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20.

Page 155: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

135

Pada sub model sosial pada jumlah penduduk memiliki nilai Absolute Mean

Error (AME) menyimpang 0.0149% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang

sebesar 0.343%. Pada sub model sosial pada usia kerja memiliki nilai Absolute Mean

Error (AME) menyimpang 0.0429% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang

sebesar 0.195%. Adapun untuk jumlah rumah memiliki nilai Absolute Mean Error

(AME) menyimpang 0.0103% dan Absolute Variation Error (AVE) menyimpang

0.377%. Adapun validasi kinerja model untuk ekonomi dapat dilihat pada Tabel 20.

Page 156: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

136

Tabel 16. Validasi submodel lingkungan, beban pencemaran pada air

Tahun

Beban (Ton/hari)

BOD COD NO3 PO4

Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi

2008 5.32 6.17 14.36 14.41 0.04 0.05 0.14 0.142009 6.88 7.13 15.95 16.95 0.06 0.07 0.15 0.162010 8.76 8.25 19.93 19.93 0.09 0.08 0.18 0.19

Mean 6.986666667 7.183333333 16.74666667 17.09666667 0.063333333 0.066666667 0.156666667 0.163333333AME 0.166666667 0.0625 0.052631579 0.042553191Varian 2.966933333 1.083733333 8.232233333 7.633733333 0.000633333 0.000233333 0.000433333 0.000633333AVE 0.5 0.125 0.631578947 0.461538462

Tabel 17. Validasi submodel lingkungan, pencemaran pada udara

Tahun

Udara Ambien (µg/ Nm3)

COx SOx NOx

Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi

2008 2021 2,316.96 105 106.58 44 53.382009 2594 2,664.49 113 122.57 67 61.382010 2980 3,064.15 155 140.95 71 70.57

Mean 2787.00 2864.32 134.00 131.76 69.00 65.98AME 0.03 0.02 0.06Varian 74498.00 79864.06 882.00 168.91 8.00 42.23AVE 0.07 0.81 4.25

136

Page 157: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

137

Tabel 18. Validasi submodel ekonomi, PDRB dari angkutan umum dan telekomunikasi, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa

Tahun

Produk Domestik Regional Bruto (Juta Rupiah)

Angkutan & Komunikasi PHR Jasa

Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi

2008 1,508,827.17 1,504,093.71 1,496,249.28 1,344,914.56 908,703.88 924,479.452009 1,795,403.91 1,729,707.77 1,586,935.03 1,546,651.74 1,013,260.29 1,063,151.372010 1,980,050.97 1,989,163.93 1,786,129.34 1,778,649.50 1,133,417.77 1,222,624.08

Mean 1,887,727.44 1,859,435.85 1,686,532.18 1,662,650.62 1,073,339.03 1,142,887.73AME 0.01 0.01 0.06Varian 17047267171.65 33658749480.97 19839186837.07 26911480322.51 7218909460.34 12715772617.37AVE 0.97 0.36 0.76

Tabel 19. Validasi submodel ekonomi, PDRB dari bank sewa dan ekonomi lain

Tahun

Produk Domestik Regional Bruto (Juta Rupiah)

Bank Sewa Ekonomi Lain Total

Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi

2008 831,165.50 820,289.46 526,917.33 561,422.35 5,275,215.92 5,155,199.532009 869,902.65 943,332.88 636,658.83 645,635.70 5,710,165.72 5,928,479.462010 1,070,088.81 1,084,832.81 755,009.61 742,481.06 6,568,208.87 6,817,751.38

Mean 969,995.73 1,014,082.85 695,834.22 694,058.38 6,139,187.29 6,373,115.42AME 0.05 0.00 0.04Varian 20037249909.87 10011115095.00 7003453533.47 4689511876.76 368119026353.00 395402273850.25AVE 0.50 0.33 0.07

137

Page 158: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

138

Tabel 20. Submodel sosial

Tahun

Penduduk

Jumlah Usia Kerja Jumlah Rumah

Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi

2008 918,783 918,783 448,816 459,392 315,688 321,5742009 1,055,215 1,056,600 500,434 528,300 366,548 369,8102010 1,250,780 1,215,091 588,737 607,545 436,843 425,282

Mean 1,152,997 1,135,846 544,586 567,923 401,696 397,546AME 0.014876014 0.042852815 0.010328732Varian 19,122,844,430 12,559,698,541 3,898,778,891 3,139,885,013 2,470,722,978 1,538,571,392AVE 0.34320971 0.194649119 0.377278875

138

Page 159: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

139

5.3.5. Skenario

Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, pada penelitian ini dibuat

skenario dan simulasinya. Skenario yang diambil di sini berupa empat alternatif

kebijakan yang diikuti dengan pelaksanaan serta pengawasan yang tepat yaitu :

1. Alternatif kebijakan untuk tidak mengadakan perubahan (skenario do

nothing)

Alternatif ini diambil sebagai pembanding dalam pengambilan alternatif

kebijakan lainnya, juga sebagai alternatif kebijakan apabila kebijakan

lainnya kenyataannya tidak lebih baik dari yang sudah ada sekarang.

Dalam pemilihan alternatif kebijakan ini tidak ada perubahan parameter

yang dilakukan

2. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari

a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah (tingkat

pertumbuhan 3%) dan penggunaan katalisator pada tiap

kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas

buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten

sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih

dari 20%

b. Ekonomi: peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan

menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau

memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas

jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak

bertambah 10%.

c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan

pemantapan program keluarga berencana.

3. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari

a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah (tingkat

pertumbuhan 5%) dan penggunaan katalisator pada tiap

kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas

buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten

Page 160: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

140

sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih

dari 40%

b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan

kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan,

membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga

diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik.

Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20%.

c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan

pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan

pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi.

4. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari

a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah (tingkat

pertumbuhan 7%) dan penggunaan katalisator pada tiap

kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas

buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten

sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih

dari 50%

b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan

kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan,

membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga

diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik.

Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 30%. Pada kebijakan

ini juga Kebijakan peningkatan pajak kendaraan pribadi

c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan

pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan

pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. Kebijakan

tambahan untuk pembangunan pemukiman terpadu sehat

Adapun hasil simulasi dari setiap skenario tersebut dapat dilihat pada

Gambar 59 sampai dengan Gambar 78 dan pada Lampiran 5.

Page 161: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

141

Simulasi skenario submodel lingkungan

Pada penelitian ini dibuat simulasi dari skenario submodel lingkungan

yang terdiri dari kualitas air dan kualitas udara.

Kualitas Air

Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban COD dapat dilihat

pada Gambar 59. Pada Gambar 59 terlihat trend penurunan COD pada skenario 2,

3 dan 4. Adapun skenario terbaik (optimis) terjadi pada skenario 4 yang

menghasilkan penurunan COD yang sangat signifikan.

Gambar 59. Beban pencemaran COD (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Beban pencemaran BOD (ton/hari)

Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban BOD dapat dilihat

pada Gambar 60. Pada Gambar 60 terlihat trend penurunan BOD pada skenario 2,

3 dan 4. Adapun skenario terbaik (optimis) terjadi pada skenario 4 yang

menghasilkan penurunan BOD yang sangat signifikan, sehingga akan sangat

mengurangi pencemaran bahan organik.

Page 162: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

142

Gambar 60. Beban pencemaran BOD (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Beban pencemaran NO3 (ton/hari)

Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban NO3 dapat dilihat pada

Gambar 61. Pada Gambar 61 terlihat trend penurunan NO3 pada skenario 2, 3 dan

4. Adapun skenario terbaik (optimis) terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan

penurunan NO3 yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi

pencemaran bahan organik yang dapat menyuburkan perairan kelewat subur,

seperti terjadinya blooming plankton

Gambar 61. Beban pencemaran NO3 (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Page 163: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

143

Beban pencemaran PO4 (ton/hari)

Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban PO4 dapat dilihat pada

Gambar 62. Pada Gambar 62 terlihat trend penurunan PO4 pada skenario 2, 3 dan

4. Adapun skenario terbaik (optimis) terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan

penurunan PO4 yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi

pencemaran bahan organik yang dapat menyuburkan perairan dan mengurangi

adanya faktor pembatas akibat unsur phosphor yang meningkat.

Gambar 62. Beban pencemaran PO4 (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Kualitas Udara

Pada penelitian ini juga dilakukan simulasi terhadap kualitas udara pada

skenario 1, 2, 3 dan 4. Sebagai contoh hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4

tentang emisi COx (µg/ Nm3) dapat dilihat pada Gambar 63. Pada Gambar 63

terlihat trend penurunan COx pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik

(optimis) terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan COx yang sangat

signifikan, sehingga akan sangat mengurangi pencemaran udara, sekaligus akan

menyumbang gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan

iklim global.

Page 164: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

144

Gambar 63. Emisi COx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4

Emisi NOx (µg/ Nm3)

Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang emisi NOx (µg/Nm3) dapat

dilihat pada Gambar 64. Pada Gambar 64 terlihat trend penurunan COx pada

skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik (optimis) terjadi pada skenario 4

yang menghasilkan penurunan NOx yang sangat signifikan, sehingga akan sangat

mengurangi pencemaran udara, sekaligus akan menyumbang gas rumah kaca yang

dapat mengakibatkan terjadinya perubahan iklim global.

Gambar 64. Emisi NOx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4

Page 165: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

145

Emisi SOx (µg/Nm3)

Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang emisi SOx (µg/Nm3) dapat

dilihat pada Gambar 65. Pada Gambar 65 terlihat trend penurunan SOx pada

skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik (optimis) terjadi pada skenario 4

yang menghasilkan penurunan SOx yang sangat signifikan, sehingga akan sangat

mengurangi pencemaran udara, sekaligus akan menyumbang gas rumah kaca yang

dapat mengakibatkan terjadinya perubahan iklim global.

Gambar 65. Emisi SOx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4

Simulasi skenario submodel ekonomi

Pada penelitian ini juga dilakukan simulasi terhadap sub model ekonomi

pada skenario 1, 2, 3 dan 4. Sebagai contoh hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4

dapat dilihat pada Gambar 66. Pada Gambar 66 terlihat trend peningkatan PDRB

pengangkutan dan komunikasi pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik

(optimis) terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan PDRB pengangkutan dan

komunikasi yang meningkat secara sangat signifikan, sehingga akan sangat

membantu meningkatkan PDRB Kota Tangsel. Kondisi yang sama juga terjadi

kegiatan ekonomi lainnya seperti yang tersaji pada Gambar 66-70.

Page 166: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

146

Gambar 66. Sub model ekonomi dari kegiatan pengangkutan dankomunikasi skenario 1, 2, 3 dan 4

Gambar 67. Submodel ekonomi dari kegiatan perdagangan hotel danRestoran skenario 1, 2, 3 dan 4

PDRB Jasa : jasa-jasa

Di Kota Tangerang Selatan, selain terdapat kegiatan ekonomi seperti

tersebut di atas, juga terdapat penelirimaan PDRB yang berasal dari bidang jasa

yang hasil simulasi skenario 1, 2, 3 dan 4 nya seperti ditunjukan oleh Gambar 68.

Selain itu PDRB juga dapat berasal dari bank, persewaan dan jasa perusahaan

Page 167: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

147

(Gambar 69) serta dari kegiatan ekonomi lainnya yang skenarionya dapat dilihat

pada Gambar 70.

Gambar 68. Submodel ekonomi dari kegiatan jasa skenario 1, 2, 3 dan 4

Gambar 69. Submodel ekonomi dari kegiatan bank, persewaan dan jasaperusahaan skenario 1, 2, 3 dan 4

Page 168: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

148

Gambar 70. Submodel ekonomi dari kegiatan ekonomi lain skenario 1, 2, 3 dan 4

Infrastruktur, total panjang jalan (km)

Hasil simulasi skenario 1, 2, 3 dan 4 dalam hal infrastruktur panjang jalan

dari tahun 2008 hingga 2016 dapat dilihat pada Gambar 71, sedangkan simulasi

kerusakan jalannya dapat dilihat pada Gambar 72.

Gambar 71. Infrastruktur jalan skenario 1, 2, 3 dan 4

Page 169: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

149

Gambar 72. Infrastruktur kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4

Adapun hasil simulasi persentase tambahan biaya transportasi yang

dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan jalan dengan skenario 1, 2, 3 dan 4

tersaji pada Gambar 73.

Gambar 73. Persentase tambahan biaya transportasi yang dikeluarkan olehpekerja akibat kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4

Hasil simulasi jumlah kendaraan roda dua pada skenario 1, 2, 3 dan 4

dapat dilihat pada Gambar 74. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik pada

skenario 1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kenaikan kendaraan roda dua, namun dengan

kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario.

Page 170: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

150

Gambar 74. Jumlah kendaraan roda dua, skenario 1, 2, 3 dan 4

Hasil simulasi jumlah kendaraan roda empat pada skenario 1, 2, 3 dan 4

dapat dilihat pada Gambar 75. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik pada

skenario 1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kondisi yang sama dengan pada kendaraan

roda dua, namun dengan kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario.

jumlah kendaraan roda empat, namun dengan kecepatan peningkatan yang

berbeda-beda antar skenario. Selain itu kenaikan jumlah kendaraan roda empat

lebih rendah dibanding roda dua.

Gambar 75. Jumlah kendaraan roda empat, skenario 1, 2, 3 dan 4

Page 171: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

151

Simulasi skenario submodel sosial

Hasil simulasi terhadap jumlah penduduk pada skenario 1, 2, 3 dan 4 dapat

dilihat pada Gambar 76.

Gambar 76. Skenario sub model sosial berdasarkan jumlah penduduk, skenario1, 2, 3 dan 4

Hasil simulasi terhadap jumlah rumah pada skenario 1, 2, 3 dan 4 dapat

dilihat pada Gambar 77. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik pada skenario

1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kondisi yang sama dengan pada simulasi lainnya yakni

akan terjadi peningkatan jumlah rumah seiring dengan meningkatnya jumlah

penduduk, namun dengan kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar

skenario.

Hasil simulasi terhadap jumlah penduduk komuter pada skenario 1, 2, 3

dan 4 dapat dilihat pada Gambar 78. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik

pada skenario 1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kondisi yang sama dengan pada simulasi

lainnya yakni akan terjadi peningkatan jumlah jumlah penduduk komuter seiring

dengan meningkatnya jumlah penduduk di Tangerang Selatan, namun dengan

kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario.

Page 172: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

152

Gambar 77. Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah rumah, skenario 1, 2,3 dan 4

Gambar 78. Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk komuter,skenario 1, 2, 3 dan 4

Berdasarkan skenario yang dibangun seperti tersebut di atas, idealnya

skenario yang sebaiknya diimplementasikan adalah skenario ke 3 yakni

melakukan pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan tingkat

pertumbuhan 5%. Pada dasarnya pertumbuhan instalasi pengolah air limbah

sebanyak 5% didasarkan pada hasil penelitian Sitepu (2009) yang mengatakan

bahwa kawasan permukiman umumnya belum mempunyai IPAL dan penelitian

Napitupulu (2009) yang mengatakan bahwa setelah ada undang-undang yang

mengatur pencemaran, ternyata pertumbuhan IPAL hanya kurang dari 5%.

Page 173: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

153

Nilai tingkat pertumbuhan IPAL 5% masih dimungkinkan untuk terjadi,

mengingat kesadaran masyarakat dengan semakin baik dengan semakin

meningkatnya kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan Teori Kuznet yang

mengatakan bahwa semakin makmur, kesadaran terhadap lingkungan semakin

meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Iwami (2001); Bartz dan Kelly

(2004); Susandi (2004) yang memperlihatkan bahwa terdapat relasi antara tingkat

pencemaran dan pendapatan, yakni membuktikan bahwa pencemaran dan emisi

akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan, namun pencemaran

dan emisi juga akan menurun pada tingkat pendapatan tertentu yang digambarkan

dalam bentuk environmental kuznets curve (EKC). Selanjutnya Bartz dan Kelly

(2004) juga mengatakan bahwa meningkatnya pendapatan akan menurunkan

tingkat pencemaran, karena pada tingkat pendapatan tertentu marginal abatement

cost akan meningkat sehingga kontrol terhadap lingkungan seperti pencemaran

dan emisi juga meningkat. Oleh karena itu maka dengan adanya kesadaran

masyarakat terhadap lingkungan yang semakin membaik, diduga akan

meningkatkan paksaan terhadap kegiatan antropogenik seperti kegiatan industri

untuk membangun IPAL juga akan semakin meningkat, dan nilai 5% dirasa cukup

wajar.

Pada skenario ini Pemda juga idealnya mewajibkan setiap kendaraan yang

ada di Kota Tangerang Selatan memakai katalisator, yakni alat yang dipasang

pada kendaraan dengan tujuan untuk menurunkan pencemaran dan menurunkan

emisi gas buang. Setelah dilakukan aturan yang mewajibkan penggunaan

katalisator, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap setiap kendaraan yang

ada di Kota Tangerang apakah mereka sudah menggunakan katalisator atau belum.

Berdasarkan hal tersebut, maka Pemda Tangerang Selatan idealnya melakukan

pemeriksaan terhadap kendaraan bermotor. Pemeriksaan terhadap katalisator

kendaraan ini dapat dilakukan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan.

Selain itu Pemda juga hendaknya melakukan uji emisi gas buang kendaraan secara

periodik dan konsisten. Apabila hal tersebut dilakukan secara tertib, teratur dan

mengikat pada seluruh warga tanpa pandang bulu, maka diharapkan akan dapat

menekan emisi gas buang kendaraan lebih dari 40%. Apabila emisi gas buang di

Tangerang Selatan dapat diturunkan sebanyak 40%. Hal ini mengandung arti

Page 174: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

154

bahwa Pemda Tangerang Selatan telah ikut serta membantu pemerintah pusat

dalam mengimplementasikan janji pemerintah untuk menurunkan GRK sebanyak

26%.

Pada skenario ke tiga ini selain dilakukan hal tersebut di atas, juga

dilakukan pembatasan umur kendaraan pribadi. Hal ini dapat dilakukan misalnya

dengan mengenakan pajak pada kendaraan pribadi yang umurnya tua, yakni

pajaknya relatif lebih tinggi (progressive taxation). Hal ini juga dimaksudkan

untuk mengurangi pencemaran dan mengurangi emisi gas buang, mengingat pada

kendaraan yang sudah tua, apalagi jika tidak terurus, umumnya pembakaran bahan

bakarnya kurang sempurna, sehingga seringkali dihasilkan bahan pencemaran

atmosfir yang cukup tinggi, begitu pula halnya dengan gas rumah kaca yang

dihasilkannya.

Selain itu dapat dilakukan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan,

dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan

sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat

perbaikan jalan rusak bertambah 20%. Perbaikan jalan 20% ini didasarkan pada

hasil studi literature di beberapa kabupaten dan kota sekitar DKI Jakarta yang

memperlihatkan bahwa perbaikan jalan yang dilakukan selama ini pada umumnya

maksimal 20%.

Adanya infrastruktur yang baik akan memperbaiki kualitas lingkungan.

Hal ini disebabkan pada kondisi normal kendaraan dapat melaju dengan cepat

apabila jalan yang dilalui dalam kondisi mulus, apalagi jika lebar jalan tersebut

diperluas dan panjang jalan ditambah, sehingga dari situ akan terdapat jalan

alternatif yang akan menjadi pilihan pengemudi kendaraan. Selain hal tersebut di

atas, peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan,

membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan yang memperlancar perjalanan

seringkali juga berdampak positif pada terjadinya peningkatkan kegiatan ekonomi.

Hal yang tidak kalah pentingnya jika akan mengimplementasikan skenario

ke tiga adalah melakukan pengendalian pertumbuhan penduduk dengan

pemantapan program keluarga berencana (KB). Hal ini dilakukan mengingat

munculnya berbagai masalah lingkungan, ada indikasi bahwa penyebab utamanya

adalah akibat ketidak mampuan pemerintah untuk menurunkan kecepatan

Page 175: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

155

pertumbuhan penduduk. Untuk itu, Pemda harus segera mencanangkan kembali

program KB, dan membentuk kembali Dinas atau Subdit yang menangani khusus

KB dan aktif mensosialisasikan ke seluruh peloksok Kabupaten Tangerang

Selatan.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong Pemda dan

Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan daerah tentang urbanisasi, dan

mendorong pemerintah pusat untuk mengadakan berbagai program yang dapat

mencegah terjadinya urbanisasi seperti dengan menggalakan program

pengembangan perdesaan, program agropolitan, program minapolitan, program

agrowisata, dan sebagainya. Salah satu contoh program agropolitan atau

minapolitan, merupakan satu program pemerintah untuk membuat pusat

pertumbuhan ekonomi baru di kawasan perdesaan. Adanya pertumbuhan

ekonomi baru ini pada akhirnya dapat menurunkan tingkat urbanisasi, mengingat

masyarakat desa yang umumnya sulit mencari penghidupan di desa dengan

adanya pertumbuhan ekonomi di pusat pertumbuhan baru yang ada di desa inti

atau di hinterland-nya, akan mendorong masyarakat tersebut untuk berupaya di

kampungnya sendiri.

5.4. Prioritas Kebijakan Pengembangan Kota Baru BSD

Berdasarkan hasil analisis MDS dan hasil pembuatan model selanjutnya

dibuat prioritas kebijakan. Hasil analisis MDS yang dilakukan pada penelitian ini

diperoleh 22 buah faktor pengungkit dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya,

infrastruktur dan teknologi dan hukum kelembagaan. Ke 22 faktor pengungkit

tersebut selanjutnya dianalisis lagi dengan menggunakan analisis prospektif,

sehingga diperoleh lima buah faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan

pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD ditambah dengan enam buah

faktor penghubung yang juga mempunyai pengaruh yang besar. Berdasarkan

faktor kunci dan faktor penghubung ini digabung dengan hasil pemodelan dengan

memperhatikan alternatif skenario kebijakan ke-3, yakni alternatif kebijakan

berupa kombinasi dari lingkungan berupa pembuatan instalasi pengolahan air

limbah (tingkat pertumbuhan 5%) dan penggunaan katalisator pada tiap kendaraan

yang ada di Kota Tangerang Selatan serta uji emisi gas buang kendaraan

dilakukan secara periodik dan konsisten. Khusus untuk ekonomi dilakukan

Page 176: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

156

pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan,

dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan

sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat

perbaikan jalan rusak bertambah 20%. Aspek sosialnya berupa pengendalian

pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi

dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. Maka disusun prioritas

kebijakan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, yakni:

1. Dalam rangka meningkatkan produktifitas pengelolaan lingkungan di

kawasan Kota Baru BSD, keefisienan dan keefektipan proses

pengelolaan lingkungan, maka kegiatan pengelolaan lingkungan di

kawasan Kota Baru BSD harus mampu mengadakan teknologi produksi

bersih yang dapat menurunkan pencemaran udara dan terlepasnya emisi

gas buang yang merupakan salah satu penyumbang yang cukup dominan

untuk gas rumah kaca, sehingga masalah pencemaran udara dan emisi

GRK dapat tertanggulangi dengan baik.

2. Kawasan Kota Baru BSD juga harus membangun instalasi pengolahan

air limbah (IPAL) komunal untuk masing-masing kegiatan sehingga

dapat mengolah limbah cair yang dihasilkan dari proses kegiatan

antropogenik dan tidak membuangnya ke lingkungan secara langsung.

Adanya pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan

antropogenik ini relatif akan menjaga kualitas air, sehingga tidak terjadi

pencemaran air pada ekosistem air penerimanya

3. Pada pembangunan kawasan kota baru juga harus dicari berbagai upaya

agar pencemaran udara dan terlepasnya GRK tidak semakin tinggi.

Untuk ini hal yang dapat dilakukan antara lain adalah mengurangi

sedapat mungkin penggunaan kendaraan pribadi, dengan menyediakan

moda transportasi umum yang dapat menjangkau semua lokasi baik

yang ada di pusat kota maupun ke kota satelit lainnya di kawasan

metropolitan DKI Jakarta. Selain itu moda transportasi tersebut harus

dibuat senyaman mungkin dan dapat berjalan secara cepat sehingga akan

menjadi pilihan bagi para pengguna jasa transportasi. Untuk itu maka

sarana dan prasarana komuter harus tersedia dengan baik, baik di Kota

Page 177: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

157

Baru BSD, kota utama maupun di kota satelit lainnya yang semuanya

berhubungan dengan Kota Baru BSD.

4. Selain itu hal yang juga tidak kalah pentingnya untuk menurunkan

pencemaran udara dan GRK di Kota Baru BSD dan sekitarnya adalah

sosialisasi kepada masyarakat dan seluruh stakeholder untuk selalu

berupaya mengurangi pencemaran udara dan emisi GRK, sehingga

kesehatan akan terjamin dan berbagai musibah yang mungkin terjadi

akibat adanya pencemaran dan terjadinya pemanasan global dan

perubahan iklim global dapat diminimalkan.

5. Dalam kegiatan pengelolaan Kota Baru BSD, harus dibuat standar

mutu pelayanan transportasi, baik dalam penyediaan sarana maupun

prasarananya, sehingga kegiatan transportasi baik di dalam kota baru,

maupun menuju ke kota utama dan ke kota satelit lainnya akan dapat

berjalan secara efektif dan efisien, akan terhindar dari terjadinya

kemacetan dan akan mengurangi terjadinya pencemaran udara dan

terlepasnya GRK.

6. Sosialisasi kepada masyarakat yang ada di kawasan kota baru dan para

stakeholder-nya , juga hendaknya mempunyai pemahaman, kepedulian,

dan tanggung jawab yang tinggi terhadap sumberdaya alam dan

lingkungan yang ada di kawasan Kota Baru BSD dan sekitarnya,

sehingga mereka akan cenderung untuk menjaga sumberdaya dan

lingkungan yang ada di kawasan kota baru tersebut,

7. Semua pihak (pemerintah, pengusaha, perguruan tinggi dan masyarakat)

hendaknya selalu mencari atau menemukan inovasi-inovasi baru teknik

pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam dan menjauhkan diri

dari sifat egosektoral, sehingga akan didapatkan teknik pengelolaan dan

pelestarian lingkungan yang paling efisien dan efektif. Begitu pula

halnya dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan kondisi sosial dengan

tanpa mengganggu kelestarian lingkungan.

8. Di kawasan kota baru, khususnya dan di kota metropolitan pada

umumnya, hendaknya segera dibuat kelembagaan lengkap dengan

organisasi dan peraturan perundang-undangan serta melakukan

Page 178: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

158

penegakan hukum tentang pengelolaan sumberdaya alam dan

pelestarian lingkungan, terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan

kota baru, sehingga daya dukung lingkungan tidak terlampaui,

lingkungan tetap terjaga, serta memunculkan rasa kebersamaan dan

keadilan.

9. Di Tanggerang Selatan pada umumnya dan di kawasan Kota Baru BSD

pada khususnya, yang umumnya penduduknya adalah penduduk

pendatang dari berbagai daerah dan mempunyai budaya yang berbeda-

beda, hendaknya kebijakan pemerintah menjamin bahwa budaya lokal

tetap dilestarikan, misalnya dengan membuat program-program yang

melibatkan budaya lokal sebagai bagian dari budaya di kota baru,

penyelenggaraan festival budaya lokal, dan sebagainya.

Page 179: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan:

1. Lingkungan perairan di kawasan Kota Baru BSD tercemar limbah organic yang

mudah urai (BOD) dan yang sulit urai (COD), sedangkan atmosfirnya tercemar

gas beracun CO, serta tercemar oleh SOx, NOx, ozon (O3) dan TSP

2. Nilai indeks keberlanjutan Kota Baru BSD sebesar 46,75 % dan termasuk dalam

status kurang berkelanjutan, dan hanya dimensi infrastruktur dan teknologi

(52,20), dimensi ekonomi (53,17) dan dimensi hukum dan kelembagaan (59,95)

yang cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi (42,22) dan dimensi

sosial-budaya (26,49) statusnya tidak berkelanjutan

3. Terdapat 22 faktor pengungkit pada pengelolaan lingkungan dan pengembangan

Kota Baru BSD, agar berkelanjutan

4. Model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan

harus memperhatikan limbah cair, kualitas udara, keberadaan IPAL, keberadaan

kawasan bisnis, dan penegakan hukum

5. Prioritas kebijakan pengembangan kota baru berkelanjutan adalah mengadakan

teknologi produksi bersih, membangun IPAL, jaringan jalan dan transportasi

yang efektif dan efisien, memperhatikan budaya lokal yang hampir punah dan

membentuk kelembagaan.

Saran:

1. Penelitian perlu dilanjutkan dengan melihat kualitas air dan kualitas udara yang

komprehensif dan melihat eksternalitas dari bahan-bahan pencemar tersebut

2. Strategi kebijakan pengembangan kota baru hendaknya dapat menumbuhkan

pembangunan IPAL hingga 5%, kewajiban penggunaan katalisator pada

kendaraan bermotor, yang ada di Kota Tangerang Selatan serta uji emisi gas

buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten. Selain itu juga

dilakukan pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas

Page 180: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

160

insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif

atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan

secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20%. Hal lain yang

juga perlu dilakukan adalah pengendalian pertumbuhan penduduk dengan

pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan

daerah tentang urbanisasi.

Page 181: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

DAFTAR PUSTAKA

Abidin S.Z. 2002. Kebijakan publik. Penerbit Yayasan Pancur Siwah. Jakarta.

Abou N., El-Fadel M., Ayoub M., El-Taha M., Al-Awar F. 2002. An optimisationmodel for regional integrated solid waste management I. Modelformulation. Waste Management & Research, 20(1): 37-45

Al Yaqout A.F. 2003. Assessment and analysis of industrial liquid waste andsludge disposal at unlined landfill sites in arid climate. WasteManagement, 23(9): 817-824

Allenby B.R. 1999. Industrial Ecology. Policy Framework and Implementation.Prentice-Hall Inc. New Jersey. USA.Anderson, V. dan Johnson, L.1997. Systems Thinking Basics: From Concepts to Causal Loops.Pegasus communication. Williston ISBN 1-883823-12-9.

Al-Yaqout A.F. 2003. Evaluation of landfill leachate in arid climate-a case study.Environment International, 29 (5) :593-600

Aminullah E. 2001. Studi Kebijakan Melalui Analisis Sistemik. Bahan AnalisisKebijakan. LAN RI. Jakarta.

Anderson W., Johnson L. 1997. Systems Thinking Basics: From Concepts toCausal Loops. Pegasus Communication INC. Williston. AmerikaSerikat

Arifin A., Dillon H.S.S. 2005 dalam Budhy Tjahjati Sugijanto Soegijoko et. al.(2005). Bunga Rampai, Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21.Buku 1, Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia.Yayasan Sugijanto Soegijoko dan Urban and Regional DevelopmentInstiute (URDI). Jakarta.

Barrow C.J. 1991. Land Degradation, Development and Breakdown of TerrestrialEnvironments. Cambridge University Press, Cambridge, New York,Port Chester, Melbourne, Sydney.

Bartz S, Kelly D.L. 2004. Economic Growth and the Environment: Theory andFacts. Resource and Energy Economics vol. 30. p.115-49.

Bourgeois R., Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analisys. Exploring andAnticipating Challenges with Stakeholders. UNESCAP-CAPSA.Bogor.Brand,P. dan Thomas,M. J.2005. Urban Environmentalism:Global Change and The Mediation Of Local Conflict. New York:Routlege.

Bruegmann R. 2006. Sprawl: a compact history. Chicago: The University ofChicago Press.

Caiden G.E. 1971. The Dynamics of Public Administration: Guidelines to CurrentTransformation in Theory and Practice, New York, Holt, Rinehart andWinston, Inc.,

Page 182: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

162

Cook C., Fereday D., Lowson M., Teychenné R. 2004. Passenger response to aPRT system. Proceedings of the Transportation Research Board (TRB)83rd Annual Meeting. Washington, D.C. 11–15 Jan 2004. Corden, M.C.1975. Urban Planning Theory. Dowden, Hutchinson & Ross Inc.,Pennsylvania, USA

Cornelissen A.M.G., van den Bergb J., Koopsa W. J., Grossmanc M., Udoa H. M.J. 2001. Assessment of the Contribution of Sustainability Indicators toSustainable Development: a Novel Approach Using Fuzzy SetTheory.Elsevier Science B.V.

Cronin J.C.Jr., Taylor S.A. 1992. Measuring Service Quality: A Reexaminationand Extension. The Journal of Marketing. Vol. 56, No. 3 (Jul., 1992),pp. 55-68

Dardak H., 2006, Ruang Terbuka Hijau, Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota(Green Space as Main Component of City Planning), DirectorateGeneral of Spatial Planning Department of Public Works, Jakarta

Davis G.J., Warhurst W.J., Weller P. 1993. Public Policy in Australia, Ed ke-2. St.Leonards: Allen and Unwin.

de Vreese C.H., Peter J., Semetko H.A. 2000. Framing the euro: Across-nationalcomparative study of frames in the news. Paper presented at theInternational CommunicationAssociation, Acapulco, Mexico.

Djakapermana R.D. 2004. Degradasi Lahan di Kawasan Jabodetabek danImplikasinya Terhadap Bahaya Banjir dan Kerusakan Lingkungan,Buletin Tata Ruang , Edisi Khusus Hari Habitat Dunia, Sekretariat TimTeknis Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN).

Dunn W.N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.

Ng E. 2010. Designing High-Density Cities For Social & EnvironmentalSustainability. London: Earthscan.

El-Fadel M., Zeinati M, El-Jisr K., Jamali D. 2001. Industrial-waste managementin developing countries: The case of Lebanon. Journal ofenvironmental, 61(4): 281-300

EPA. 1997. Environmental Protection Act. Amerika Serikat

EPA. 2007. Review of the National Ambient Air Quality Standards for ParticulateMatter, www.epa.gov/fedrgstr/EPA-AIR, [4 Mei 2007].

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen JilidI Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem;Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid I. “Ed ke-3”.IPBPress. Bogor.

Fadel M., Zeinati M., Jamali D. 2001 Water resources management in Lebanon:institutional capacity and policy options. Water Policy 3, 425–448.

Page 183: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

163

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Departemen Pendidikan danKebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi,

Fauzi A., Anna S. 2002. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untukAnalisis Kebijakan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.

Fisheries. 1999. Rapfish Project. http:/fisheries.com/project/rapfish.htm. Diaksespada Tanggal 10 September 2007.

Forrester J.W. 1968. The Industrial Dynamics, the MIT Press – John Wiley andSons, Inc., New York.

Galantay E. 1980. I: Definition and Typology, II: Goals, Policies, and Strategies.New Town in National Development. IFHP Working Party, UnitedKingdom.

Gallion A.B. 1986. The Urban Pattern: City Planning and Design. New York: VanNostrand Reinhold

George H. 2006. Progress & Poverty. London: Elibron Classics.

Golany G. 1976. New Town Planning: Principles and Practice. John Wiley &Sons, Toronto, Canada.

Goodman J.C. 1980. The regulation of medical care: Is the price too high? (Catopublic policy research monograph). CATO Institute. Massachusetts.Amerika Serikat

Hague M. 1980. III: Instruments for Achieving New Town Development, IV:Means of Planning New Towns, V: Implementation of New TownDevelopment. IFHP Working Party, United Kingdom.

Hall R.E., Jones C.I. 1996. "The Productivity of Nations," NBER Working Papers5812, National Bureau of Economic Research, Inc.

Hardjasoemantri. 1991 .Hukum Perlindungan Lingkungan, KonservasiSumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Gajah Mada UniversityPress. Yogyakarta.

Herrington J. 1984. The Outer City. Harper & Row Publisher, London.

Hettne B. 2001. Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Hidayat T. 2005. Identifikasi Preferensi Masyarakat dalam Sistem PengelolaanPersampahan Permukiman(Studi Kasus: Kecamatan Harjamukti, KotaCirebon. Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro).

Hokkanen J., Lahdelma R., Slaminen P. 1999. A Multiple Criteria DecisionModel for Analyzing and Choosing Among Different DevelopmentPatterns for the Helsinki Cargo Harbour. Socio-Economic PlanningSciences 33, 1-23.

Page 184: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

164

Iwami T. 2001. Economic development and environment in Southeast Asia: anintroductory note. International Journal of Social Economics. Vol. 28Iss: 8, pp.605 – 622

Jeon C., Amekudzi A. 2005. Addressing Sustainability in Transportation Systems:Definitions,. Indicators and Metrics. ASCE Journal of InfrastructureSystems, Vol. 11, No. 1, March, 2005, pp. 31-50

JICA (Japan International Coorporation Agency dan National DevelopmentPlanning Agency). 2001. The Study on Integrated TransportationMaster Plan (SITRAMP) for the Jabotabek Phase 1. Final Report. PCIand ALMEC Corporation. Jakarta. Republic of Indonesia.Jones, G.W.1984. Links Between Urbanization and Sectoral Shift in Employment inJava. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. XX No. 3.

Jones C.O. 1996. Pengantar kebijakan publik (public policy) Istamto R,Penerjemah. Budiman N, editor. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Terjemahan dari : An Introduction o the Study of Public Policy.

Jraiw K. 2003. Urban road transport in Asia Developing Countries: safety andefficiency strategy. Transport Research Record.1846: 19-25.

Kavanagh P. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries (Rapfish) Project. RapfishSoftware Description (for Microsoft Exel). University of BritishColumbia, Fisheries Centre, Vancouver.

Kenworthy J., Laube, F. 2002. Travel Demand Management: The potential forenhancing urban rail opportunities & reducing automobile dependencein cities. World Transport Policy & Practice 8(3): 20-36.

Khanna P., Babu P.R., George M.S. 1999. Carrying-Capacity as a Basis forSustainable Development a Case Study of National Capital Region inIndia. National Environmental Engineering Research Institute, NehruMarg, Nagpur 440 020, India: Elsevier Ltd.

Kim D.H., Anderson V. 1998. Systems archetype basics: from story to structure.Pegasus Communications INC. Williston. Amerika Serikat

Kompas, 18 November 2005. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Lal R., Pierce F.J. 1991. Soil Management for Sustainability. Ankeny, Iowa: Soiland Water Conservation Soc. in Coop. with World Assoc. of Soil andWater Conservation and Soil Sci. Soc. of Amer.

Litman T.A. 2004. The online TDM Encyclopedia: Mobility ManagementInformation Gateway. Transport Policy. 10(3): 245-249.

Litman T.A. 2008. Well Measured Developing Sustainable Transport Indicators.Victoria Transport Policy Institute. [www.vtpi.org].

Luo Y.F., Khan S., Cui Y.L., Feng Y.H., Li Y.L. 2007. Modeling the WaterBalance for Aerobic Rice: A System Dynamic Approach. AgriculturalWater Management. 74:1860-1866

Page 185: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

165

Lvovsky K., Hudges G., Maddison D., Ostro B., Pearce D. 2000. EnvironmentalCost of Fossil Fuels. Pollution Management Series. The World BankEnvironment Department Memahami KTT Bumi, 1992

Manahan S.E. 2002. Environmental Chemistry. Seventh Edition. Lewis Publisher.Inc. NewYork.

Manecth T.J., Park G.L. 1977. System Analysis and simulation with applicationto economic and social system Part I. The third edition. Department ofelectric engineering and system science. Michigan State Univ. EastLansing. Michigan.

Martin D.W. 1985. Biokimia. I. Darmawan (Penerjemah). CV. EGC. Jakarta

Memahami KTT Bumi. 1992. Konferensi PBB tentang Pembangunan danLingkungan Hidup. Rio De Janeiro. Brazil. SKEPHI. Indonesia.

Metcalf, Eddy. 1991. Wastewater Engineering. Treatmeant, Disposal and Reuse(Revised) Mc. Graw Hill. New York

Munasinghe M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development.Washington: The World Bank.

Muthukumaran N., Ambujam N.K. 2003. Wastewater Treatment and Managementin Urban Areas—A Case Study of Mysore City, Karnataka, India.Journal of Water Resource and Protection. Vol.2 No.8. PP.717-726

Najm M.A., El-Fadel M., Ayoub G. 2002. An optimisation model for regionalintegrated solid waste management I. Model formulation. WasteManage Res vol 20: 37–45

Napitupulu A. 2009. Pengembangan Model Kebijakan Pengelolaan LingkunganBerkelanjutan Pada PT (Persero) Kawasan Berikat Nusantara.Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor

NCHRP (National Cooperative Highway Research Program). 1980. SUMMARYOF PROGRESS THROUGH 1980. NCHRP Summary of Progress.Washington. Amerika Serikat

Nhapi I. 2004. Options for wastewater management in Harare, Zimbabwe. PhDthesis. Wageningen University Dissertation. 179 p

Odum E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Brooks Cole. Amerika Serikat

Odum H.T. 1976. Ecological and General Systems: An Introduction to SystemsEcology. University Press of Colorado. Rev Sub edition. AmerikaSerikat

Osborn F.J., Whittic A. 1963. The New Towns, The Answer to Megalopolis. Mc.Graw Hill Book Company, London.

Ostro B. 1994. Estimating the Health Effects of Air Pollutans: A Method With anApplication to Jakarta. Policy Research Working Paper No. 1303.http://wdsbeta.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/IW3P/IB/1994/05/01/000009265_3970716141007/Rendered/PDF/multi0page.pdf. [1-Jan-11].

Page 186: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

166

Panyacosit L. 2000. A Review of Particulate Matter and Health: Focus onDeveloping Countries.http://www.iiasa.ac.at/Publications/Documents/IR-00-005.pdf, [11-Jan-11].

Parson W. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan.Jakarta: Prenada Media.

Paulley N., Pedler A. 2000. Integration of Transport and Land Use Planning: Finalreport of the TRANSLAND project, Deliverable 4 of the projectTRANSLAND (Integration of Transport and Land Use Planning).

Pearce D.W., Turner R.K. 1990. Economics of Natural Resources and TheEnvironment, Hemel Hempstead : Harvester Wheatsheaf.

Pemerintah Daerah Tangerang Selatan. 2009. Kabupaten Tangerang Selatandalam Angka. BPS

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 494/PRT/M/2005. Tentang Kebijakandan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP Kota).

Pitcher T.J. 1999. Rapfish : A Rapid Appraisal Technique for Fisheries and ItsApplication to The Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAOUN. Rome.

Ratcliffe J. 1977. An Introduction to Town and Country Planning. Hutchinson,London.

Rees W. 1990. Sustainable development and the biosphere. Teilhard StudiesNumber 23. American Teilhard Association for the Study of Man

Reismann L. 1970. The Urban Process, Cities in Industrial Societies. New York:The Free Press.

Riani E., Sutjahjo S.H., Firmansyah. 2004. Analisis Beban Pencemaran danKapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. Kerjasama LPPM IPB – Pemprov.DKI Jakarta..

Richardson H.W. 1977. City Size and National Spatial Strategies in DevelopingCountries. World Bank Staff Working Paper, No. 252, WashingtonD.C., USA.

RTRW Kota Tangerang Selatan. 2008. Kota Tangerang Selatan

Saaty T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta:Gramedia.

Serageldin I., Steer A. (Ed.). 1994. Making Development Sustainable: FromConcepts to Action (Environmentally Sustainable DevelopmentOccasional Paper Series, No. 2).Washington, D.C: World Bank.

Simmonds R., Hack G. (Ed.). 2000. Global City Regions Their Emerging Forms.New York: Spon Press.

Sitepu H.T. 2009. Disain Kebijakan Pengelolaan Permukiman Berkelanjutanyang Berbasis Instalasi Pengolahan Air Limbah Mandiri. DisertasiSekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Page 187: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

167

Sitorus S.R.P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. EdisiKetiga. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya LahanDepartemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Small K.A., Kazimi C. 1995. On the costs of air pollution from motor vehicles.http://www.socsci.uci.edu/~ksmall/Small-Kazimi.pdf [11-Jan-11].

Soegijoko, Tjahjati B. 1997. Arah Pengembangan Kotabaru Dalam PerpsektifKebijakan Tata Ruang. Jakarta: Penerbit BPPT

Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung:Djambatan.

Soeriaatmaja R.E. 1977. Ilmu Lingkungan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Soil Conservation Society of America (ed). 1982. Resource ConservationGlossary 3rd edn. Ankeny, IA: Soil Conservation Society of America.

Soule D.C. (Ed.). 2006. Urban Sprawl: a comprehensive references guide.Westport: Greenwood Press.

Squires G.D. (Ed.). 2002. Urban Sprawl: causes, consequences & policyresponses. Washington DC: Urban Institute Press.

Sudjarto D. 1993a. Perkembangan KotaBaru. Jurnal Perencanaan Wilayah danKota No 9. september.

Sudjarto D. 1993b. Kota Baru Indonesia. Jurnal Perencanaan Wilayah dan KotaNo 9. september

Sugijoko S. 1974. Toward an Urban Development Strategy for Indonesia.UNCRD, Nagoya.

Sumaryanto, Friyanto S. 1995. Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawahke Penggunaan Non Pertanian. Makalah pada Workshop HasilPenelitian ARMP, 4 April, Cisarua. Bogor.

Susandi A. 2004. The impact of international greenhouse gas emissions reductionon Indonesia. Hamburg: Reports on Earth System Science. Jerman

Sushil. 1993. System Dynamics for Management Support. Wiley Eastern Limited.New Delhi.

Sutamihardja R.T.M. 1978. Inventarisasi dan Evaluasi Kualitas LingkunganHidup Pulau Bali. Kantor Menteri negara PPLH. Jakarta.

Syahril S., Resosudarmo B.P., Tomo H.S. 2002. Study on the Air Quality inJakarta, Indonesia. Future Trends, Health Impacts, Economic value andPolicy Options,.

Tamin R.D., Rachmatunisa A. 2007. Integrated Air Quality Management inIndonesia. Ministry of Environment. Jakarta.

Tietenberg T. 2003. Environmental and Natural Resource Economics. Ed-6.Eddison Wesley. Boston.

Page 188: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

168

Treyer S.P. 2000. Prospective Analysis on Agricultural Water Use in TheMediterranean. http: www.Engref.fr/rgt/doc-pdf/Treyer-polagwat-metodology proposal.

Tunjung W.S. 1988. Aspek-Aspek Perencanaan dan Pembangunan Kota BaruMetropolitan. Tesis, Program Perencanaan Wilayah dan Kota, FakultasPasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007. Tentang PenataanRuang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992. Tentang Perumahandan Permukiman.

Volesky B. 1990. Biosorption of Heavy Metals. Volesky (editor). CRC Press.Inc. Boca Raton, Florida

WHO. 2000. The world health report. WHO: 2000 Press Releases

World Commission on Environment and Development. 1987. Our CommonFuture. United Nations World Commission on Environment andDevelopment.Oxford Univ. Press. New York. London.

Yeates M. 1980. The North American City. New York: Longman.

Page 189: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

LAMPIRAN

Page 190: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

170

Page 191: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

171

Lampiran 1. Parameter kualitas air yang dianalisa, bakumutu yang ditetapkan dan

metoda yang digunakan

NO. Parameter Satuan Baku Mutu **) Metoda/Alat

Kelas

I II III IV

I FISIKA

1 Suhu *) oC dev.3

dev.3

dev.3

dev.3

Temperatur Meter

II KIMIA

1 pH *) - 6 - 9 6 - 9 6 - 9 5 - 9 pH Meter

2 BOD5 mg/l 2 3 6 12 APHA, ed. 21, 2005,5210-B

3 COD + mg/l 10 25 50 100 APHA, ed.21,2005,5220-D

4 Nitrat (NO3-N) mg/l 10 10 20 20 APHA, ed. 21,2005,4500-NO3-E

5 Total Fosfat mg/l 0.2 0.2 1 5 APHA, ed. 21, 20054500-P-E & B

6 Kadmium (Cd) mg/l 0.01 0.01 0.01 0.01 APHA, ed. 21, 2005,3110

7 Deterjen mg/l 0.2 0.2 0.2 (-) APHA, ed. 21,2005,5540-C

8 Timah Hitam (Pb) mg/l 0.03 0.03 0.03 1 APHA, ed. 21, 2005,3110

9 Air Raksa (Hg) mg/l 0.001 0.002 0.002 0.005 APHA, ed.19,1995,3500-Hg-B

10 Arsen (As) mg/l 0.05 1 1 1 APHA, ed. 21,2005,3500-As-B

11 Fenol mg/l 0.001 0.001 0.001 (-) APHA, ed. 21,2005,5530-C

**) : Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Page 192: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

172

Lampiran 2. Formula matematika (stockflow diagram)

Rumus dari masing-masing fraksi diperoleh dari analisis data dengan menggunakan

software CurveExpert 1.3.

Submodel Lingkungan

Populasi_Tangsel(t) = Populasi_Tangsel(t - dt) + (pertumbuhan) * dt

INIT Populasi_Tangsel = 918783

INFLOWS:

pertumbuhan = Populasi_Tangsel*fraksi_pertumbuhan

UNATTACHED:

pengurangan = Populasi_Tangsel*fraksi_pengurangan

bebanBOD = limbah_cair*(KonsBODperhari/10000000000)

bebanCOD = limbah_cair*(KonsCODperHari/1000000000)

bebanNO3 = limbah_cair*(KonsNO3perhari/1000000000)

bebanPO4 = limbah_cair*(KonsPO4perHari/10000000000)

emisiCOx = 7047.2186+(-

7.0070411*TIME)+0.0017417749*TIME^2+emisi_udara/(2.3*10^4)

emisiNOx = (337.60228+(-

0.33671982*TIME)+0.000083982683*TIME^2)+emisi_udara/10^6

emisiSOx = 2*(5.1750577+(-10260.716/TIME)+emisi_udara)/10^6

emisi_udara = Populasi_Tangsel*58

fraksi_pengurangan = 4.02/100

fraksi_pertumbuhan = 5.1/100

IPAL_diperlukan = jumlah_rumah/10000

kendaraan_bermotor = penduduk_pekerja*(3.923479+(-1.0260716/TIME)

kepedulian_lingkungan_% = SQRT((kesadaran_lingkungan_%))

KonsBODperhari = (-53296.234+7096.4652*LOGN(TIME))

KonsCODperHari = -54184.112+7145.5301*LOGN(TIME)

KonsNO3perhari = 95.674974E-71*TIME^(0.01037*TIME)

KonsPO4perHari = -416.32265+56.788021*LOGN(TIME)

limbah_cair = Populasi_Tangsel*100

Page 193: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

173

Submodel Ekonomi

Populasi_Tangsel(t) = Populasi_Tangsel(t - dt) + (pertumbuhan) * dt

INIT Populasi_Tangsel = 918783

INFLOWS:

pertumbuhan = Populasi_Tangsel*fraksi_pertumbuhan

UNATTACHED:

pengurangan = Populasi_Tangsel*fraksi_pengurangan

AngkKom = penduduk_pekerja*0.29

BankSewa = penduduk_pekerja*0.16

biaya_tambahan_transport = sqrt(kerusakan_jalan)

Drainase = infrastrukfur+178

EkLain = penduduk_pekerja*0.11

fraksi_pengurangan = 4.02/100

fraksi_pertumbuhan = 5.1/100

infrastrukfur = Populasi_Tangsel*0.15/10^5

Jalan = (698.989+infrastrukfur)

Jasa = penduduk_pekerja*0.18

kendaraan_bermotor = penduduk_pekerja*(3.923479+(-1.0260716/TIME)

kepedulian_lingkungan_% = SQRT((kesadaran_lingkungan_%))

kerusakan_jalan = (-35079.04+35.065718*TIME+-0.0087554106*TIME^2)-(Jalan-

Jalan)

PangsaAngkKom = 0.29

PangsaBankSewa = 0.16

PangsaEkLain = 0.11

PangsaJasa = 0.18

PangsaPHR = 0.26

penduduk_commuter = penduduk_pekerja*(71.5/100)

penduduk_pekerja = Populasi_Tangsel*0.5

perbaikan_jalan = (-16411.361+16.446121*TIME+-0.004112553*TIME^2)-(Jalan-

Jalan)

PHR = penduduk_pekerja*0.26

roda_dua = ((logn(TIME)+kendaraan_bermotor*0.025678)/10)*10

roda_empat = (1200+((logn(TIME)+sqrt(kendaraan_bermotor*0.02))/0.18495))*10

PDRBAngKom = (AngkKom*11)+(PangsaAngkKom*AngkKom)

PDRBBankSewa = BankSewa*11+BankSewa*PangsaBankSewa

PDRBEkLain = EkLain*11+EkLain*PangsaEkLain

PDRBJasa = Jasa*11+PangsaJasa*Jasa

PDRBPHR = (PHR*11)+(PangsaPHR*PHR)

Page 194: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

174

PDRB_Tangsel =

PDRBAngKom+PDRBBankSewa+PDRBEkLain+PDRBPHR+PDRBJasa

Page 195: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

175

Submodel Sosial

Populasi_Tangsel(t) = Populasi_Tangsel(t - dt) + (pertumbuhan) * dt

INIT Populasi_Tangsel = 918783

INFLOWS:

pertumbuhan = Populasi_Tangsel*fraksi_pertumbuhan

UNATTACHED:

pengurangan = Populasi_Tangsel*fraksi_pengurangan

biaya_tambahan_transport = sqrt(kerusakan_jalan)

Drainase = infrastrukfur+178

fraksi_pengurangan = 4.02/100

fraksi_pertumbuhan = 5.1/100

infrastrukfur = Populasi_Tangsel*0.15/10^5

IPAL_diperlukan = jumlah_rumah/10000

Jalan = (698.989+infrastrukfur)

jumlah_rumah = Populasi_Tangsel*0.35

kendaraan_bermotor = penduduk_pekerja*(3.923479+(-1.0260716/TIME)

kepedulian_lingkungan_% = SQRT((kesadaran_lingkungan_%))

kerusakan_jalan = (-35079.04+35.065718*TIME+-0.0087554106*TIME^2)-(Jalan-

Jalan)

kesadaran_lingkungan_% = (pendidikan*0.5)/10000

pendidikan = (penduduk_pekerja*0.9)

penduduk_commuter = penduduk_pekerja*(71.5/100)

penduduk_pekerja = Populasi_Tangsel*0.5

perbaikan_jalan = (-16411.361+16.446121*TIME+-0.004112553*TIME^2)-(Jalan-

Jalan)

PHR = penduduk_pekerja*0.26

roda_dua = ((logn(TIME)+kendaraan_bermotor*0.025678)/10)*10

roda_empat = (1200+((logn(TIME)+sqrt(kendaraan_bermotor*0.02))/0.18495))*10

Page 196: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

176

Lampiran 3. Hasil simulasi model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota

baru berkelanjutan

Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran (ton/hari) parameter

BOD, COD, NO3 dan PO4

TahunBeban (Ton/hari)

BOD COD NO3 PO4

2008 6.17 14.41 0.05 0.14

2009 7.13 16.95 0.07 0.16

2010 8.25 19.93 0.08 0.19

2011 9.53 23.41 0.1 0.22

2012 11.02 27.5 0.13 0.25

2013 12.74 32.28 0.16 0.29

2014 14.72 37.87 0.21 0.33

2015 17.02 44.42 0.26 0.38

2016 19.67 52.08 0.33 0.44

Simulasi submodel lingkungan berdasarkan kualitas udara ambien (µg/Nm3) parameter

NOx, COx dan SOx

Tahun Udara Ambien (µg/Nm3)

COx SOx NOx

2008 2,316.96 106.58 53.38

2009 2,664.49 122.57 61.38

2010 3,064.15 140.95 70.57

2011 3,523.77 162.09 81.14

2012 4,052.33 186.41 93.3

2013 4,660.19 214.37 107.28

2014 5,359.22 246.52 123.36

2015 6,163.11 283.5 141.85

2016 7,087.59 326.03 163.12

Page 197: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

177

Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB (Jutaan Rupiah)

Tahun Produk Domestik Regional Bruto (Juta Rupiah)

Angkom PHR Jasa BankSewa EkLain Total

2008 1,504,093.71 1,344,914.56 924,479.45 820,289.46 561,422.35 5,155,199.53

2009 1,729,707.77 1,546,651.74 1,063,151.37 943,332.88 645,635.70 5,928,479.46

2010 1,989,163.93 1,778,649.50 1,222,624.08 1,084,832.81 742,481.06 6,817,751.38

2011 2,287,538.52 2,045,446.92 1,406,017.69 1,247,557.74 853,853.22 7,840,414.09

2012 2,630,669.30 2,352,263.96 1,616,920.34 1,434,691.40 981,931.20 9,016,476.21

2013 3,025,269.69 2,705,103.56 1,859,458.40 1,649,895.11 1,129,220.88 10,368,947.64

2014 3,479,060.15 3,110,869.09 2,138,377.16 1,897,379.37 1,298,604.02 11,924,289.78

2015 4,000,919.17 3,577,499.45 2,459,133.73 2,181,986.28 1,493,394.62 13,712,933.25

2016 4,601,057.05 4,114,124.37 2,828,003.79 2,509,284.22 1,717,403.81 15,769,873.24

Keterangan sektor

Angkom : pengangkutan dan komunikasi

PHR : perdagangan hotel dan restoran

Jasa : jasa-jasa

BankSewa : bank, persewaan dan jasa perusahaan

EkLain : sektor ekonomi lain

Simulasi submodel ekonomi berdasarkan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat

Tahun Kendaraan

Roda dua Roda Empat

2008 11.804 17.594

2009 13.573 17.969

2010 15.608 18.371

2011 17.948 18.803

2012 20.639 19.265

2013 23.734 19.761

2014 27.293 20.294

2015 31.386 20.864

2016 36.093 21.476

Page 198: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

178

Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk dan penduduk usia kerja (15-65

tahun)

Tahun Jumlah Penduduk jumlahrumahtotal usia kerja commuter

2008 918,783 459,392 328,465 321,5742009 1,056,600 528,300 377,735 369,8102010 1,215,091 607,545 434,395 425,2822011 1,397,354 698,677 499,554 489,0742012 1,606,957 803,479 574,487 562,4352013 1,848,001 924,000 660,660 646,8002014 2,125,201 1,062,600 759,759 743,8202015 2,443,981 1,221,991 873,723 855,3932016 2,810,578 1,405,289 1,004,782 983,702

Page 199: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

179

Lampiran 4. Skenario model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru

berkelanjutan

Terdapat empat alternatif skenario yang dipergunakan dalam penelitian ini. Hal ini

berdasarkan pertimbagan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Skenario ini

termasuk

1. Skenario untuk tidak mengadakan perubahan (skenario do nothing).

2. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari

a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah (tingkat

pertumbuhan 3%) dan penggunaan katalisatorpada tiap kendaraan yang

ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas buang kendaraan

dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas

buang kendaraan berkurang lebih dari 20%

b. Ekonomi: peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah

panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga

diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodic. Tingkat

perbaikan jalan rusak bertambah 10%.

c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan

program keluarga berencana.

3. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari

a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah (tingkat

pertumbuhan 5%) dan penggunaan katalisatorpada tiap kendaraan yang

ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas buang kendaraan

dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas

buang kendaraan berkurang lebih dari 40%

b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan

kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat

jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan

kapasitas jaringan jalan secara periodic. Tingkat perbaikan jalan rusak

bertambah 20%.

Page 200: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

180

c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan

program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah

tentang urbanisasi.

4. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari

a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah (tingkat

pertumbuhan 7%) dan penggunaan katalisatorpada tiap kendaraan yang

ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas buang kendaraan

dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas

buang kendaraan berkurang lebih dari 50%

b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan

kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat

jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan

kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak

bertambah 30%. Pada kebijakan ini juga Kebijakan peningkatan pajak

kendaraan pribadi

c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan

program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah

tentang urbanisasi. Kebijakan tambahan untuk pembangunan

pemukiman terpadu sehat

Page 201: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

181

Lampiran 5. Hasil simulasi dari setiap skenario model pengendalian lingkungan dalam

pembangunan kota baru berkelanjutan

Beban pencemaran COD (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Beban pencemaran BOD (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario BOD (ton/hari)

satu dua tiga empat

2008 6.17 6.17 6.17 6.17

2009 7.13 7.13 7.13 7.13

2010 8.25 8.25 8.25 8.25

2011 9.53 9.53 9.53 9.53

2012 11.02 10.47 9.92 8.82

2013 12.74 10.68 9.72 8.64

2014 14.72 11.75 9.82 8.47

2015 17.02 12.92 9.92 8.30

2016 19.67 14.21 10.01 8.13

Tahun Skenario COD (ton/hari)

satu dua tiga empat

2008 14.41 14.41 14.41 14.41

2009 16.95 16.95 16.95 16.95

2010 19.93 19.93 19.93 19.93

2011 23.41 23.41 23.41 23.41

2012 27.5 26.13 24.75 22.00

2013 32.28 26.65 24.26 21.56

2014 37.87 29.31 24.50 21.13

2015 44.42 32.24 24.74 20.71

2016 52.08 35.47 24.99 20.29

Page 202: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

182

Beban pencemaran NO3 (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario NO3 (ton/hari)

satu dua tiga empat

2008 0.05 0.05 0.05 0.05

2009 0.07 0.07 0.07 0.07

2010 0.08 0.08 0.08 0.08

2011 0.1 0.1 0.1 0.1

2012 0.13 0.12 0.12 0.10

2013 0.16 0.13 0.11 0.10

2014 0.21 0.14 0.12 0.10

2015 0.26 0.15 0.12 0.10

2016 0.33 0.17 0.12 0.10

Beban pencemaran PO4 (ton/hari) skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario PO4 (ton/hari)

satu dua tiga empat

2008 0.14 0.14 0.14 0.14

2009 0.16 0.16 0.16 0.16

2010 0.19 0.19 0.19 0.19

2011 0.22 0.22 0.22 0.22

2012 0.25 0.24 0.23 0.20

2013 0.29 0.24 0.22 0.20

2014 0.33 0.27 0.22 0.19

2015 0.38 0.29 0.22 0.19

2016 0.44 0.32 0.23 0.18

Emisi COx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario COx(µg/Nm3)

satu dua tiga empat

2008 2,316.96 2316.96 2316.96 2316.96

2009 2,664.49 2664.49 2664.49 2664.49

2010 3,064.15 3064.15 3064.15 3064.15

2011 3,523.77 3523.77 3523.77 3523.77

2012 4,052.33 3849.71 3647.10 3241.86

2013 4,660.19 3926.71 3574.16 3177.03

2014 5,359.22 4319.38 3609.90 3113.49

2015 6,163.11 4751.32 3646.00 3051.22

2016 7,087.59 5226.45 3682.46 2990.19

Page 203: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

183

Emisi COx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario COx (µg/ Nm3)

satu dua tiga empat

2008 2,316.96 2316.96 2316.96 2316.96

2009 2,664.49 2664.49 2664.49 2664.49

2010 3,064.15 3064.15 3064.15 3064.15

2011 3,523.77 3523.77 3523.77 3523.77

2012 4,052.33 3849.71 3647.10 3241.86

2013 4,660.19 3926.71 3574.16 3177.03

2014 5,359.22 4319.38 3609.90 3113.49

2015 6,163.11 4751.32 3646.00 3051.22

2016 7,087.59 5226.45 3682.46 2990.19

Emisi SOx (µg/Nm3) skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario SOx(µg/ Nm3)

satu dua tiga empat

2008 106.58 106.58 106.58 106.58

2009 122.57 122.57 122.57 122.57

2010 140.95 140.95 140.95 140.95

2011 162.09 162.09 162.09 162.09

2012 186.41 177.09 167.77 149.13

2013 214.37 180.63 164.41 146.15

2014 246.52 198.69 166.06 143.22

2015 283.5 218.56 167.72 140.36

2016 326.03 240.42 169.40 137.55

Submodel ekonomi dari kegiatan pengangkutan dan komunikasi skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun

Skenario

satu dua tiga empat

2008 1,504,093.71 1,504,093.71 1,504,093.71 1,504,093.71

2009 1,729,707.77 1,729,707.77 1,729,707.77 1,729,707.77

2010 1,989,163.93 1,989,163.93 1,989,163.93 1,989,163.93

2011 2,287,538.52 2,287,538.52 2,287,538.52 2,287,538.52

2012 2,630,669.30 2,735,896.07 2,876,899.95 2,975,897.29

2013 3,025,269.69 3,146,280.48 3,308,434.93 3,422,281.88

2014 3,479,060.15 3,618,222.56 3,804,700.18 3,935,624.17

2015 4,000,919.17 4,160,955.94 4,375,405.20 4,525,967.79

2016 4,601,057.05 4,785,099.33 5,031,715.99 5,204,862.97

Page 204: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

184

Submodel ekonomi dari kegiatan perdagangan hotel dan restoran

skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 1,344,914.56 1,344,914.56 1,344,914.56 1,344,914.56

2009 1,546,651.74 1,546,651.74 1,546,651.74 1,546,651.74

2010 1,778,649.50 1,778,649.50 1,778,649.50 1,778,649.50

2011 2,045,446.92 2,045,446.92 2,045,446.92 2,045,446.92

2012 2,352,263.96 2,453,411.31 2,575,524.39 2,669,053.46

2013 2,705,103.56 2,821,423.01 2,961,853.05 3,069,411.49

2014 3,110,869.09 3,244,636.46 3,406,131.01 3,529,823.20

2015 3,577,499.45 3,731,331.93 3,917,050.66 4,059,296.68

2016 4,114,124.37 4,291,031.72 4,504,608.26 4,668,191.19

Submodel ekonomi dari kegiatan jasa skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 924,479.45 924,479.45 924,479.45 924,479.45

2009 1,063,151.37 1,063,151.37 1,063,151.37 1,063,151.37

2010 1,222,624.08 1,222,624.08 1,222,624.08 1,222,624.08

2011 1,406,017.69 1,406,017.69 1,406,017.69 1,406,017.69

2012 1,616,920.34 1,697,766.36 1,867,542.99 2,147,674.44

2013 1,859,458.40 1,952,431.32 2,147,674.45 2,469,825.62

2014 2,138,377.16 2,245,296.02 2,469,825.62 2,840,299.46

2015 2,459,133.73 2,582,090.42 2,840,299.46 3,266,344.38

2016 2,828,003.79 2,969,403.98 3,266,344.38 3,756,296.03

Page 205: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

185

Submodel ekonomi dari kegiatan bank, persewaan dan jasa perusahaan skenario 1, 2, 3

dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 820,289.46 820,289.46 820,289.46 820,289.46

2009 943,332.88 943,332.88 943,332.88 943,332.88

2010 1,084,832.81 1,084,832.81 1,084,832.81 1,084,832.81

2011 1,247,557.74 1,247,557.74 1,247,557.74 1,247,557.74

2012 1,434,691.40 1,496,383.13 1,570,862.26 1,627,907.46

2013 1,649,895.11 1,720,840.60 1,806,491.60 1,872,093.58

2014 1,897,379.37 1,978,966.68 2,077,465.34 2,152,907.61

2015 2,181,986.28 2,275,811.69 2,389,085.14 2,475,843.75

2016 2,509,284.22 2,617,183.44 2,747,447.91 2,847,220.31

Submodel ekonomi dari kegiatan ekonomi lain skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 561,422.35 561,422.35 561,422.35 561,422.35

2009 645,635.70 645,635.70 645,635.70 645,635.70

2010 742,481.06 742,481.06 742,481.06 742,481.06

2011 853,853.22 853,853.22 853,853.22 853,853.22

2012 981,931.20 1,024,154.24 1,075,129.24 1,114,172.10

2013 1,129,220.88 1,177,777.38 1,236,398.62 1,281,297.91

2014 1,298,604.02 1,354,443.99 1,421,858.42 1,473,492.61

2015 1,493,394.62 1,557,610.59 1,635,137.18 1,694,516.49

2016 1,717,403.81 1,791,252.17 1,880,407.76 1,948,693.96

Page 206: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

186

Infrastruktur jalan skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 700.37 700.37 700.37 700.37

2009 700.71 700.71 700.71 700.71

2010 701.14 701.14 701.14 701.14

2011 701.68 701.68 701.68 701.68

2012 702.35 705.37 708.67 710.78

2013 703.19 706.21 709.52 711.63

2014 704.25 707.28 710.59 712.70

2015 705.56 708.59 711.91 714.03

2016 707.20 710.24 713.56 715.69

Infrastruktur kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 30.55 30.55 30.55 30.55

2009 30.44 30.44 30.44 30.44

2010 30.32 30.32 30.32 30.32

2011 30.18 30.18 30.18 30.18

2012 30.02 28.73 27.41 26.65

2013 29.85 28.57 27.25 26.50

2014 29.65 28.38 27.07 26.32

2015 29.44 28.17 26.88 26.13

2016 29.22 27.96 26.68 25.94

Persentase tambahan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan

jalan skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat2008 5.53 5.53 5.53 5.53

2009 5.52 5.52 5.52 5.52

2010 5.51 5.51 5.51 5.51

2011 5.49 5.49 5.49 5.49

2012 5.48 5.24 5.00 4.86

2013 5.46 5.23 4.98 4.85

2014 5.45 5.22 4.98 4.84

2015 5.43 5.20 4.96 4.82

2016 5.41 5.18 4.94 4.80

Page 207: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

187

Jumlah kendaraan roda dua, skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun

Skenario

satu dua tiga empat

2008 11804 11804 11804 11804

2009 13573 13573 13573 13573

2010 15608 15608 15608 15608

2011 17948 17948 17948 17948

2012 20639 19813 19743 18845

2013 23734 21361 20933 19788

2014 27293 24564 22107 20777

2015 31386 28247 25423 21816

2016 36093 32484 29235 22907

Jumlah kendaraan roda empat, skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 17594 17594 17594 175942009 17969 17969 17969 179692010 18371 18371 18371 183712011 18803 18803 18803 188032012 19265 19072 18991 188012013 19761 19465 19181 188932014 20294 19929 19373 190242015 20864 20447 19566 191752016 21476 20832 19762 19367

Page 208: Model Pengendalian Lingkungan Dalam Pembangunan Kota … · Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru ... sarana dasar, terjadinya ... pencemaran udara/emisi dan ketersediaan

188

Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk, skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 918,783 918,783 918,783 918,783

2009 1,056,600 1,056,600 1,056,600 1,056,600

2010 1,215,091 1,215,091 1,215,091 1,215,091

2011 1,397,354 1,397,354 1,397,354 1,397,354

2012 1,606,957 1,537,858 1,467,012 1,426,515

2013 1,848,001 1,768,537 1,687,064 1,640,492

2014 2,125,201 2,033,817 1,940,124 1,886,566

2015 2,443,981 2,338,890 2,231,142 2,169,551

2016 2,810,578 2,689,723 2,565,813 2,494,983

Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah rumah,skenario 1, 2, 3 dan 4

Tahun Skenario

satu dua tiga empat

2008 321,574 321,574 321,574 321,574

2009 369,810 369,810 369,810 369,810

2010 425,282 425,282 425,282 425,282

2011 489,074 489,074 489,074 489,074

2012 562,435 538,250 513,454 499,280

2013 646,800 618,988 590,472 574,172

2014 743,820 711,836 679,043 660,298

2015 855,393 818,611 780,899 759,342

2016 983,702 941,403 898,034 873,244

Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk komuter,skenario 1, 2, 3 dan 4

TahunSkenario

satu dua tiga empat

2008 328,465 328,465 328,465 328,465

2009 377,735 377,735 377,735 377,735

2010 434,395 434,395 434,395 434,395

2011 499,554 499,554 499,554 499,554

2012 574,487 549,784 524,457 509,979

2013 660,660 632,252 603,125 586,476

2014 759,759 727,089 693,594 674,447

2015 873,723 836,153 797,633 775,614

2016 1,004,782 961,576 917,279 891,957