Upload
rifatul-jannah
View
50
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
Makalah Modul 2
PENTINGNYA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM
KOMUNIKASI KESEHATAN DAN TRANSAKSI
TERAPEUTIK
KELOMPOK K
Tutor : Moh. Yogiartono, drg., M.Kes
Intan Safira 021411131112 Anis Setyaningrum 021411131119
Hasna Shabrina 021411131113 Danny Hadisaputra 021411131120
Leviena M. Leo 021411131114 Arseto Tri Baskoro 021411131121
Aufalia R. Maula 021411131115 Mok Li Wen 021411133042
Anggun Citra R. 021411131116 Raihan Jamilah 021411133043
Daniel Hadinata 021411131117 Denis Sherly A. 021411133044
Rifatul Jannah 021411131118 Gde Djodi S. Rurus 021411133045
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Kami juga ingin berterima kasih kepada Moh. Yogiartono, drg., MKes.
yang telah menjadi tutor kami.
Makalah ini akan membahas tentang pentingnya komunikasi interpersonal
dalam komunikasi kesehatan dan transaksi terapeutik. Kami berharap dengan
ditulisnya makalah ini pembaca dapat mengetahui dan menyadari pentingnya
komunikasi interpersonal dalam komunikasi kesehatan dan transaksi terapeutik.
Sebelumnya kami meminta maaf jika ada kesalahan di dalam makalah ini.
Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk membuat makalah ini
semakin baik.
Surabaya, 13 Mei 2015
Kelompok PBL K
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……...……………………………….………..……....…...i
Daftar Isi……………………………………………………..……...…....ii
Abstrak……………………………………………..……………..…......iii
Bab 1 Pendahuluan…………….………………………………….….…..1
1.1 Latar Belakang…….…………………………………..….…..1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………...….….2
1.3 Tujuan Penelitian………………………………...……....…...2
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………...….2
1.5 Metode Penelitian…………………………………..................2
Bab 2 Tinjauan Pustaka……………………………………………....…...3
2.1 Definisi Komunikasi Intepersonal………………………....….3
2.1.1 Komunikasi……………………………………...….3
2.2.2 Komunikasi Interpersonal………………………......3
2.2 Komponen Komunikasi Interpersonal…………………...…...4
2.3 Tujuan Komunikasi Interpersonal………………………….…5
2.4 Karakteristik Komunikasi Interpersonal………...…….....…...5
2.5 Proses Komunikasi Interpersonal…...……………………..….8
2.6 Komunikasi Kesehatan…………………………………..…..10
BAB 3 Concept of Mapping………...……………………………..…….13
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………...14
4.1 Komunikasi Interpersonal………………………………...…14
4.2 Komunikasi Interpersonal dalam Kedokteran Gigi………….15
BAB 5 DISKUSI…….…………………………………………………..16
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………..…...23
6.1 Kesimpulan…………………………..……………………...23
6.2 Saran………………………...……………………………….23
DAFTAR PUSTAKA…………………...………………………………24
ABSTRAK
Komunikasi interpersonal merupakan hal penting yang perlu dimiliki seseorang dalam
membangun hubungan interpersonal. Dalam hubungan antara dokter dan pasien, keterampilan
komunikasi yang baik juga diperlukan dokter untuk membangun hubungan interpersonal yang
baik dengan pasien. Karena itu, penting bagi tenaga kesehatan dan calon tenaga kesehatan untuk
mengetahui dan memiliki komunikasi interpersonal yang baik untuk dapat diterapkan dalam
komunikasi kesehatan dan transaksi terapeutik.
Interpersonal communications is an important thing that needs to be owned by a person in building
an interpersonal relationships. In the relationship between doctor and patient, good
communication skills are needed to establish good interpersonal relationships with patients. That’s
why it is important for health workers and health professionals to know and to have a good
interpersonal communication to be applied in health communication and therapeutic transaction.
Kata kunci : komunikasi interpersonal, hubungan interpersonal.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan komunikasi
dalam berinteraksi dengan sesama. Pada dasarnya manusia diciptakan dengan
berbagai macam kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Salah satunya
adalah manusia mampu berinteraksi dengan baik untuk menyampaikan dan
menerima suatu pesan melalui suatu kegiatan yang dinamakan komunikasi.
Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan sehari-hari yang paling banyak
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Sebagian besar waktu digunakan
untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Dengan demikian kemampuan
berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang paling dasar dan diperlukan
pengetahuan mengenai bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan efektif.
Persyaratan untuk keberhasilan komunikasi adalah mendapat perhatian
dari lawan bicara. Jika pesan yang disampaikan diabaikan oleh penerima pesan,
maka usaha komunikasi tersebut gagal. Keberhasilan komunikasi juga tergantung
pada pemahaman dari penerima pesan. Jika penerima tidak memahami pesan
yang diberikan, maka proses pemberian informasi tersebut tidak berhasil.
Kemampuan berkomunikasi interpersonal yang baik dan efektif sangat
diperlukan untuk dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik. Terutama
ketika seseorang melakukan aktivitas dalam situasi yang formal seperti dalam
lingkungan kerja. Dalam bidang kedokteran gigi, komunikasi interpersonal
berperan penting dalam komunikasi kesehatan dan transaksi terapeutik. Agar
komunikasi antara dokter dengan pasien dapat berjalan lancar dibutuhkan
keahlian dalam berkomunikasi (communication skill). Tidak semua orang
memiliki communication skill yang baik sehingga harus diperhatikan dalam
penerapan sehari-hari. Dalam komunikasi kesehatan dan transaksi terapeutik
diperlukan sikap saling percaya. Sikap saling percaya akan tumbuh apabila
terjalin komunikasi secara terbuka antara dokter dan pasien, sehingga komunikasi
kesehatan dan transaksi terapeutik berjalan dengan lancar.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal?
2. Bagaimanakah komunikasi interpersonal yang baik?
3. Bagaimana menciptakan komunikasi interpersonal yang baik?
4. Bagaimana penerapan komunikasi interpersonal dalam komunikasi
kesehatan dan transaksi terapeutik?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Memahami cara melakukan komunikasi interpersonal yang baik.
2. Memahami penerapan komunikasi interpersonal dalam komunikasi
kesehatan dan transaksi terapeutik.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mengerti cara melakukan komunikasi interpersonal yang baik.
2. Dapat menerapkan komunikasi interpersonal dalam komunikasi kesehatan
dan transaksi terapeutik.
1.5. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah pendalaman teori
mengenai konsep komunikasi interpersonal dan perannya dalam komunikasi di
bidang kesehatan melalui studi literatur dan diskusi kelompok. Pada tahap ini
dirancang cara melakukan komunikasi interpersonal dengan baik. Pada tahap
kedua dilakukan percobaan komunikasi interpersonal dengan seorang narasumber
asing dengan 15 orang anggota kelompok secara bergantian. Kemudian dilakukan
identifikasi faktor-faktor yang dapat menciptakan komunikasi interpersonal yang
baik dan faktor-faktor penghambat dalam melakukan komunikasi interpersonal.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Komunikasi Intepersonal
2.1.1 Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yaitu kata dean yang berarti
dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari
kedua kata itu terbentuk kata benda cummunio yang dalam bahasa Inggris menjadi
communion dan berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan,
pergaulan, hubungan. Karena ber-communio diperlukan usaha dan kerja, dari kata
itu dibuat kata kerja communicare yang berarti membagi sesuatu dengan
seseorang, memberikan sebagian kepada seseorang, tukar-menukar,
membicarakan sesuatu dengan seseorang, memberitahukan sesuatu kepada
seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman. Kata kerja
communicare itu pada akhirnya dijadikan kata kerja benda communicatio, atau
bahasa Inggris communication, dan dalam bahasa Indonesia diserap menjadi
komunikasi (Hardjana 2007, hal. 10).
Berdasarkan berbagai arti kata communicare yang menjadi asal kata
komunikasi maka secara harfiah komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan,
percakaan, pertukaran pikiran, atau hubungan (Hardjana 2007, hal. 10).
2.1.2 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal diterjemahkan sebagai komunikasi yang terjadi
antara dua orang atau lebih dimana komunikator sebagai sumber komunikasi yang
mengirim pesan dan komunikate sebagai penerima pesan. Pesan tersebut diterima
oleh komunikate sebagai stimulus dan komunikate memberikan jawaban berupa
respons, demikian juga bisa terjadi sebaliknya (Soelarso dkk. 2005, hal.124).
2.2 Komponen Komunikasi Interpersonal
Menurut Suranto Aw (dalam Londa, 2014) Komponen komunikasi
meliputi:
1. Sumber/Komunikator : Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik
yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan
ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada
keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.
2. Encoding, adalah suatu aktivitas internal pada komunikator dalam menciptakan
pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan nonverbal, yang disusun
berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik
komunikan. Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran
kedalam simbol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator
merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.
3. Pesan, merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol
baik verbal maupun nonva pihak lain.
4. Saluran, merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima
atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum.
5. Penerima/Komunikan; Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan
menginterpretasi pesan.
6. Decoding, merupakan kegiatan internal dalam diri penerima.Melalui indera,
penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa
kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah kedalam pengalaman-
pengalaman yang mengandung makna.
7. Respon, yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima pesan untuk dijadikan
sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral,
maupun negatif.
8. Gangguan (noise) atau barier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan
dan dianalisis.Noise dapat terjadi didalam komponen-komponen manapun dari
sistem komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau mebuat
kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan
phsikis.
9. Konteks komunikasi, komunikasi selalu terjadi dalam konteks tertentu, paling
tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu, dan nilai.
2.3 Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut Effendi yang dikutip oleh Lilliweri (1997, hal.12) menyatakan
pengertian komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara seorang
komunikator dengan komunikan yang sangat efektif dalam hal upaya mengubah
sikap, pendapat dan perilaku seseorang karena sifatnya dialogis berupa
percakapan dengan arus balik yang bersifat langsung dimana komunikator
mengetahui tanggapan komunikan pada saat komunikasi dilakukan.
Komunikasi dapat membantu pertumbuhan manusia dan komunikasi amat
erat kaitannya dengan perilaku dan keadaan manusia (Rakhmat 1995, hal.2).
Menurut Cassagrande (dalam Lilliweri 1997, hal.45) mengemukakan bahwa
manusia berkomunikasi karena memerlukan orang lain untuk saling mengisi
kekurangan dan membagi kelebihan, ingin terlibat dalam proses yang relative
tetap, mengantisipasi masa depan dan ingin menciptakan hubungan baru.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
adalah sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan hubungan untuk saling
mengisi kekurangan dan membagi kelebihan dengan orang lain.
2.4 Karakteristik Komunikasi Interpersonal
Komunikasi bersifat transaksional, Komunikasi pada dasarnya menuntut
dua tindakan; memberi dan menerima. Komunikasi menembus faktor ruang dan
waktu Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para
peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu
serta tempat yang sama (Wiryanto 2004, hal 22).
Tabel karakteristik komunikasi interpersonal, massa, dan interaktif tersebut
dikembangkan oleh Evrett M. Roger. Everett M. Rogers (1986) membedakan
karakteristik komunikasi sebagai berikut: komunikasi antarpribadi, komunikasi
interaktif dan komunikasi media massa yang berdasarkan pada faktor-faktor arus
informasi, segmentasi khalayak, derajat interaktif, dan control terhadap arus
informasi. Karakterstik-karakteristik komunikasi tersebut dapat dijelaskan berikut
ini (Wiryanto 2004, hal 22).
Tabel 1. Karakteristik Komunikasi Interpersonal, Interaktif, dan Massa
Sifat Saluran
Komunikasi
Komunikasi
antarpribadi
Komunikasi
interaktif
Komunikasi
media massa
Arus
informasi
One to few Many to many One to many
Sumber
khalayak
Individu Peserta
komunikasi
interaktif
Organisasi
media
Segmentasi
khalayak
Tinggi
(demassifikasi)
Tinggi
(demassifikas)
Rendah
(demassifikasi)
Tingkat
interaktif
Tinggi Tinggi Rendah
Arus balik Cepat Bisa cepat,
Bias tunda
Cepat / tunda
Asynchronicity Rendah Tinggi untuk
media baru
Rendah / tinggi
Emosi sosial
vs. Task-
related
content
Tinggi
emosional –
sosial
Rendah Rendah
Non-verbal Sult Bias untuk
media baru
Media visual
bias, media
audio tidak.
kontrol arus
informasi
Oleh peserta
komunikasi
Peserta
komunikasi
Kontrol
khalayak kecil
Kebebasan
pribadi
Rendah Biasanya rendah Tinggi
Sumber: Everett M. Rogers. Communication Technology, The New Media In
Society. New York: The Free Press. 1986
Menurut tabel tersebut, komunikasi interaktif adalah bentuk komunikasi
melalui media massa yang memiliki arus informasi bersifat dua arah dan
segmentasi khalayak bersifat demassifikasi.
Demassifikasi berarti arus informasi yang diterima oleh khalayak bersifat
pribadi. Sedangkan media massa seperti siaran televisi atau radio bersifat
massifikasi, karena semua orang dapat menerima pesan media tersebut (Wiryanto
2004, hal 23).
Asynchronous diartikan sebagai proses komunikasi terus berlangsung,
meskipun pihak penerima tidak berada di tempat, seperti pengiriman e-mail, SMS
atau pemakaian answering machine pada pesawat telepon (Wiryanto 2004, hal
23).
2.5 Proses Komunikasi Interpersonal
Gambar 1. Bagan Proses Komunikasi Interpersonal (Devito, 1996)
Sebelum masuk ke dalam proses komunikasi dengan orang lain, di dalam
pikiran pengirim terjadi semacam rangsangan atau stimulus. Peristiwa rangsangan
dan pengolahan isi pikiran menimbulkan kebutuhan pada diri pengirim dan
mendorongnya untuk menyampaikan gagasannya kepada orang lain. Sebelum
mengirim pesan, terlebih dahulu mengemasnya dalam bentuk yang dapat diterima
dan dimengerti oleh penerima. Pengemasan disebut encoding. Dengan encoding
pengirim memasukkan pesannya ke dalam kode dalam bentuk kata-kata atau non-
kata. Pengirim dapat mengendalikan macam pesan yang mau disampaikan, bentuk
kemasan yang digunakan dan media yang akan dipakai untuk menyampaikan
(Hardjana, 2007, hal. 13-14).
Bagaimana suatu pesan terkodifikasi amat tergantung pada keterampilan,
sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya yang mempengaruhi. Proses
kodifikasi mengandung unsur penafsiran subjektif dari perspektif sosial budaya
bisa menimbulkan distorsi. Distorsi atau gangguan terjadi oleh perbedaan persepsi
yang dilandasi motivasi kebudayaan yang berbeda. Distorsi merintangi sumber
dalam mengirim pesan dan merintangi penerima dalam menerima pesan.
Gangguan dapat berupa fisik, psikologis dan semantik. Dalam berkomunikasi
pesan simbol-simbol patut diterjemahkan ke dalam simbol tertentu oleh penerima.
Inilah pengkodean kembali (dekoding). Seperti halnya encoding, pengkodean di
pihak penerima dibatasi oleh keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial
budaya yang dianut (Devito, 1996).
Umpan balik merupakan pengecekan tentang sejauh mana kesuksesan
dicapai dalam mentransfer makna pesan. Setelah penerima pesan melaksanakan
pengkodean kembali, maka yang bersangkutan sesungguhnya telah berubah
menjadi sumber. Yakni memberikan respon atas pesan yang diterima, dan harus
melakukan pengkodean sebuah pesan dan mengirimkannya kepada pihak yang
semula bertindak sebagai pengirim. Umpan balik menentukan apakan suatu pesan
telah benar-benar dipahami atau belum dan adakah suatu perbaikan perbaikan
perlu dilakukan (Devito, 1996).
Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non verbal. Dipandang
dari efektifitas komunikasi dan akibat komunikasi pada penerima, umpan balik
dapat menjadi negatif dan positif. Umpan balik negatif adalah umpan balik yang
menunjukkan bahwa penerima pesan tidak dapat menerima dengan baik pesan
yang diterimanya. Umpan balik negatif dapat benar dan salah. Umpan balik
negatif dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengirim pesan untuk
memperbaiki isi dan cara penyampaian pesan, atau membatalkan pesan sama
sekali. Umpan balik positif, bila tanggapan penerima menunjukkan kesediaan
untuk menerima dan mengerti pesan dengan baik serta memberi tanggapan
sebagaimana diinginkan oleh pengirim. Umpan balik positif membuat komunikasi
bisa berlanjut, dan hubungan antara pengirim dan penerima tetap atau bertambah
baik. Baru sesudah umpan balik diterima oleh pengirim itulah komunikasi secara
penuh terjadi (Hardjana, 2007, hal. 18-19).
2.6 Komunikasi Kesehatan
2.6.1 Definisi Umum
Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan kesehatan oleh
komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan untuk
mendorong perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai kekuatan yang
mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan
sosial (Alo 2008, hal 104).
Komunikasi kesehatan lebih sempit daripada komunikasi manusia pada
umumnya. Komunikasi kesehatan berkaitan erat dengan bagaimana individu
dalam masyarakat berupaya menjaga kesehatannya, berurusan dengan berbagai
isu yang berhubungan dengan kesehatan. Dalam komunikasi kesehatan, fokusnya
meliputi transaksi hubungan kesehatan secara spesifik, termasuk berbagai faktor
yang ikut berpengaruh terhadap transaksi yang dimaksud (Alo 2008, hal 104).
Dalam tingkat komunikasi, komunikasi kesehatan merujuk pada bidang-
bidang seperti program – program kesehatan nasional dan dunia, promosi
kesehatan, dan rencana kesehatan publik (Alo 2008, hal 104).
Dalam konteks kelompok kecil, komunikasi kesehatan merujuk pada bidang
-bidang seperti rapat – rapat membahas perencanaan pengobatan, laporan staf, dan
interaksi tim medis (Alo 2008, hal 104).
Dalam konteks interpersonal, komunikasi kesehatan termasuk dalam
komunikasi manusia yang secara langsung mempengaruhi profesional-profesional
dan profesional dengan klien. Komunikalevasi kesehatan dipandang sebagai
bagian dari bidang-bidang ilmu yang relevan, fokusnya lebih spesifik dalam hal
pelayanan kesehatan (Alo 2008, hal 104).
2.6.2 Jenis-Jenis Komunikasi Kesehatan
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga
tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Komunikasi interpersonal
yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan
keputusan, dan pertumbuhan personal. Menurut Potter dan Perry (1993),
Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi
yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proporsional yang mengarah pada
tujuan yaitu penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
untuk personal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar petugas
kesehatan dengan pasien.
2.6.3 Karakteristik Komunikasi Kesehatan
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu
sebagai berikut: (Arwani 2003, hal 54)
1. Ikhlas (Genuineness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan
kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
2. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3. Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa
mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
2.6.4 Fase-fase dalam komunikasi kesehatan
1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang
terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini
dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust,
identification of problems and goals, clarification of roles and contract
formation.
2. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan
yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk
berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan.
Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses
komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang
mendukung untuk proses perubahan.
3. Penyelesaian (Termination)
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas
tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling
menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian
pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani 2003, hal 61).
2.6.5 Manfaat Komunikasi Kesehatan
Manfaat komunikasi kesehatan adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta evaluasi
adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati 2003, hal 50).
BAB 3 CONCEPT OF MAPPING
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal Komunikasi interpersonal diterjemahkan
sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih, di mana komunikator
sebagai sumber komunikasi yang mengirim pesan dan komunikate sebagai
penerima pesan. Pesan tersebut diterima oleh komunikate sebagai stimulus dan
komunikate memberikan jawaban berupa respons, demikian juga bisa terjadi
sebaliknya. Menurut Rakhmat, karakteristik komunikasi interpersonal adalah
proses komunikasi terjadi tanpa melalui media komunikasi, sehingga dalam
proses komunikasi interpersonal mempunyai ciri sebagai berikut:
1) Pesan dari komunikator tidak terbatas pada pesan verbal tetapi juga pesan
nonverbal seperti ekspresi wajah, gerakan anggota tubuh, sehingga pesan
tersebut mempunyai makna yang beragam, selanjutnya dapat menimbulkan
respons yang beragam pula. Sangat mungkin stimulus yang paling menonjol
yang diterima komunikan adalah ekspresi wajah (nonverbal) tanpa disadari
oleh komunikator, sehingga respons yang diterima komunikator tidak sesuai
dengan isi yang diinginkannya
2) Komunikan dapat berganti peran sebagai komunikator pada saat yang
bersamaan (selama proses komunikasi berlangsung). Pergantian peran secara
bersamaan merupakan suatu mekanisme umpan balik (feedback mechanism),
sehingga kemungkinan hambatan komunikasi tidak dapat segera diketahui oleh
kedua belah pihak. Secara psikologis selama proses komunikasi interpersonal
berlangsung maka dalam diri komunikan akan terjadi proses sensasi, memori,
persepsi, dan berpikir. Keempat proses ini merupakan tahapan ketika seorang
menerima pesan hingga menghasilkan respons. Sensasi adalah saat stimulus
ditangkap oleh indera manusia (senses) selanjutnya dirubah menjadi impuls
melalui syaraf dan dipahami oleh otak manusia.
4.2 Komunikasi Interpersonal dalam Kedokteran Gigi
Komunikasi disini membicarakan tentang terjalinnya hubungan kerjasama
antara dokter gigi dan pasien. Komunikasi disini sangat bergantung pada
efektifitas komunikasi dua arah dan sedikitnya akan melibatkan seorang sender
(pemberi pesan yaitu dokter gigi) dan seorang receiver (pasien)
Telah diketahui bahwa karakteristik pendekatan (approach) layanan medik
gigi dan mulut secara perorangan (individual) terjadi proses komunikasi
interpersonal, melalui beberapa episode yaitu: episode adminisitrasi medik,
diagnosis, rencana perawatan, perawatan, dan pasca perawatan. Kualitas proses
komunikasi interpersonal antara dokter gigi dengan penderitanya merupakan salah
satu instumen penting agar proses maupun hasil layanan medik gigi dan mulut
menjadi optimal. Pendapat ini didasari oleh beberapa fakta sebagai berikut:
dinyatakan bahwa optimalisasi proses dan hasil layanan medik gigi dan mulut
sebagian besar tergantung pada respons penderitanya, beberapa bentuk respons
penderita yang dimaksud adalah:
a) jawaban penderita terhadap pertanyaan dokter giginya dalam rangka episode
administrasi medik, diagnosis, penetapan rencana perawatan, proses perawatan
maupun dalam kerangka membangun peran serta penderita;
b) informasi dari penderita tentang status dan riwayat penyakit gigi dan mulut,
pertanyaan tentang rencana dan proses perawatan, proses kesembuhan hasil
perawatan;
c) peran serta dan sifat kooperatif penderita terhadap seluruh proses perawatan
gigi dan mulut.
BAB 5 DISKUSI
Konsep diri adalah pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri.
Pandangan terhadap diri sendiri tidak hanya meliputi kelebihan/kekuatan individu,
tetapi juga kekurangan/kelemahan.
Ada 3 alasan mengapa konsep diri penting:
1. Konsep diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keseluruhan
batin. Apabila timbul perasaan, pikiran dan persepsi yang tidak seimbang
atau saling bertentangan satu sama lain, maka akan terjadi situasi
psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menyeimbangkan dan
menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah
perilakunya.
2. Seluruh sikap, pandangan individu terhadap dirinya akan mempengaruhi
individu dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan
ditafsirkan berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya
dikarenakan masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan
yang berbeda terhadap dirinya.
3. Konsep diri menentukan pengharapan individu. Pengharapan ini
merupakan inti dari konsep diri. Sikap dan pandangan negatif terhadap
kemampuan diri akan menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi
untuk mencapai prestasi yang gemilang
Menurut Brooks dan Emmart (1976), konsep diri dibagi menjadi 2, positif
dan negatif. Individu yang memiliki konsep diri positif menunjukkan karakteristik
sebagai berikut:
1. Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan
subyektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi.
2. Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan
tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan
kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup.
Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau
kurang terhadap orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau
penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa
yang telah dikerjakan sebelumnya.
4. Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses
refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.
Sedangkan individu yang memiliki konsep diri yang negatif menunjukkan
karakteristik sebagai berikut:
1. Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari
orang lain sebagai proses refleksi diri.
2. Bersikap responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap
tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu
mendapat penghargaan.
3. Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa
setiap orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif.
4. Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara
berlebihan terhadap orang lain.
5. Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya.
Merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.
Dengan mengetahui konsep diri, maka:
1. Dapat membandingkan antara teori dengan realitas diri (termasuk positif
atau negatif).
2. Muncul keingintahuan terhadap diri sendiri
3. Mengetahui penilaian orang lain terhadap diri sendiri
4. Lebih sering melakukan introspeksi diri
5. Muncul persepsi tentang diri sendiri
Konsep diri dapat dinilai dengan cara:
1. Membuat kuisioner
2. bertanya keapda teman terdekat
3. Membandingkan pendapat diri sendiri dengan pendapat orang lain.
Diberikan suatu contoh kasus:
Seorang pasien perempuan usia 25 tahun datang ke dokter gigi untuk
memperbaiki gigi anteriornya yang patah dan tidak pernah sakit. Setelah
pemeriksaan, pasien diberi alternative perawatannya, dan dokter gigi
menyarankan untuk dibuatkan mahkota porselen agar kuat namun butuh waktu
dan biaya untuk pembuatannya. Dengan berbagai alasan pasien meminta ditumpat
saat itu juga. Akhirnya permintaan pasien dipenuhi karena dokter gigi merasa
sudah memberi penjelasan untung ruginya. Sebulan kemudian pasien tersebut
menghubungi dokter gigi melalui telepon, mengeluh kalau tambalannya patah dan
menyalahkan dokter gigi.
Pada skenario di atas ditemukan suatu gap komunikasi antara dokter gigi dengan
pasien. Hal ini dapat terjadi karena:
1. Kurang pendekatan
2. Kurang kepercayaan antara pasien dengan dokter gigi
3. Dokter gigi kurang persuasif
4. Dokter gigi kurang memberikan alternatif
Secara umum setiap komponen komunikasi dapat menghasilkan suatu gap
komunikasi:
1. Komunikan : Kurang bisa menyampaikan informasi dengan jelas
2. Informasi : Pengolahan informasi yang kurang tepat/salah
paham
3. Media : Kurang memanfaatkan/menggunakan media
dengan tepat
4. Penerima pesan : Tidak bisa menerima informasi dengan baik
5. Umpan balik : Respon penerima informasi negatif/tidak diterima
6. Latar belakang pendidikan : Adanya perbedaan intelektual
7. Bahasa : Adanya perbedaan Bahasa
Cara mengatasi gap komunikasi:
1. Keterbukaan : Kemampuan menanggapi informasi yang diterima
dengan baik
2. Empati : Merasakan yang dirasakan orang lain
3. Dukungan : Situasi yang terbuka mendukung komunikasi
berlangsung efektif
4. Perilaku positif : Menciptakan situasi komunikasi yang kondusif
5. Kesetaraan : Kedua belah pihak saling menghargai, dan
mempunyai sesuatu penting untuk disumbangkan
6. Kebersamaan : Membawa rasa kebersamaan dalam berkomunikasi
dapat meningkatkan efektivitas
Cara mengatasi gap komunikasi menggunakan konsep persepsi, sensasi serta
berbicara dan pendengar efektif:
1. Berbicara dengan jelas dan pelan, dan memperhatikan intonasi, serta
volume suara.
2. Mengulangi kalimat yang sulit, sehingga pendengar memiliki waktu untuk
memahaminya.
3. Gunakan kata yang mudah, sederhana dan dalam bentuk aktif.
4. Logis dan jelas.
5. Hati-hati menggunakan ungkapan yang tidak dimengerti pendengar
Proses komunikasi interpersonal
Gambar 5.1 Bagan Proses Komunikasi Interpersonal (Devito, 1996)
Peran komponen komunikasi interpersonal:
1. Komunikator :Kedua belah pihak saling memberikan informasi secara
aktif
2. Pesan :Informasi yang disampaikan (dapat berupa verbal/non-
verbal)
3. Gangguan :Gangguan dalam komunikasi (budaya, suara luar,
kurang fokus)
4. Timbal balik :Reaksi dari komunikan baik
5. Konteks :Meliputi tempat komunikasi
6. Media :Cara menyampaikan pesan, bisa berupa suara, gambar,
atau keduanya
Faktor yang berpengaruh pada proses komunikasi interpersonal:
1. Intrinsik:
a. Ciri diri
b. Ciri pihak lain
c. Latar belakang
2. Ekstrinsik
a. Lingkungan fisik
b. Lingkungan sosial
c. Kondisi
5.1 Latar Belakang Model Peraga
Nama : Bapak Sukartono
Tempat tinggal: Surabaya
Pekerjaan : Penjual makanan di warung dekat tempat hiburan malam di Jl.
Kedung Doro
Aktivitas lain : Olahraga
5.2 Hambatan dalam Komunikasi
a. Hambatan fisik
Model peraga memiliki suara yang halus sehingga kurang bisa didengar dengan
jelas.
b. Hambatan prasangka
Mahasiswa yang melakukan wawancara takut menanyakan hal-hal tertentu
dikarenakan khawatir akan membuat model peraga tersinggung, seperti
menanyakan latar belakang pendidikan. Perbedaan gender juga menjadi
penyebab hambatan komunikasi karena timbulnya rasa canggung antara
mahasiswa dan model peraga.
c. Hambatan latar belakang
Latar belakang yang berbeda antara mahasiswa dan model peraga yang
memiliki pengetahuan dan lingkungan sosial berbeda memicu hambatan
komunikasi interpersonal saat peragaan.
d. Hambatan lain-lain
Hambatan yang lain seperti kesalahan mahasiswa yang tidak menentukan topik
pembicaraan dari awal sehingga ada saat dimana mahasiswa kehilangan bahan
pembicaraan.
5.3 Cara Membina Hubungan Interpersonal
a. Saling memperkenalkan diri
b. Bersikap sopan dan santun
c. Menetapkan topik pembicaraan yang tepat
d. Menggunakan tekanan suara dan bahasa yang cukup jelas
e. Tidak mendominasi pembicaraan
f. Tidak menimbulkan perbedaan persepsi
g. Mendengarkan dengan seksama apa yang dikemukakan lawan bicara
h. Tidak memotong pembicaraan
i. Membuat suasana menyenangkan agar lawan bicara ikut aktif berbicara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang
atau lebih dimana ada seorang komunikator atau sumber komunikasi yang
mengirim pesan kepada komunikate atau penerima pesan. Di kedokteran gigi,
komunikasi interpersonal berperan sangat penting dalam hubungan antara dokter
dan pasien. Dengan adanya keterampilan komunikasi yang baik, dokter bisa
membangun hubungan interpersonal yang baik juga dengan pasien.
6.2 Saran
Jika kedua belah pihak bisa menguasai komunikasi interpersonal, maka
hubungan interpersonal pun akan berjalan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, W.D., Emmert, P. 1976. Interpersonal Community. Iowa. Brow
Company Publisher.
DeVito, JA. 1996. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Books.
Hardjana, AM. 2007. Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. hal. 10, 13-14, 18-19.
Liliweri, Alo.1997. Komunikasi Antar Pribadi.Bandung:Citra Aditya, hal. 12-45
Londa BN. dkk. 2014. Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam Meningkatkan
Kesuksesan Sparkle Organizer. Vol. 3. available from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=157328&val=1021&title=EFEKTIVITAS%20KOMUNIKASI
%20ANTAR%20PRIBADI%20DALAM%20MENINGKATKAN
%20KESUKSESAN%20SPARKLE%20ORGANIZER. Accessed May
13, 5 2015
Rakhmat J. 1986. Psikologi komunikasi. Edisi II. Bandung: CV Remaja Karya;
hal. 2, 16, 61–86, 100–114
Santosa LM. 1998. Komunikasi interpersonal antara dokter gigi dan pasien di
ruang praktek. Majalah Kedokteran Gigi UNAIR
Soelarso, H., Soebekti, R. H., & Mufid, A. 2005. Peran komunikasi interpersonal
dalam pelayanan kesehatan gigi. Maj Ked Gigi (Dent J), 38(3), 124.
Available from: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-3-06.pdf.
Accessed May 13, 2015
Wiryanto, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta PT: Gramedia, hal. 22-23