Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAYA SAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
MINYAK KELAPA INDONESIA
Munawaroh Tuddohiyah
1113092000018
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
DAYA SAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
MINYAK KELAPA INDONESIA
Munawaroh Tuddohiyah
1113092000018
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Munawaroh Tuddohiyah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal
Lahir
: Bogor, 28 April 1996
Agama : Islam
Alamat : Ds. Cibinong Kp. Rawa
Lembang Rt. 03/11 Kec.
Gunung Sindur Kab. Bogor
No. HP : 085775796476
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2001 – 2007 : SDN Cibinong 01
2007 – 2010 : MTs Nurul Furqon
2010 – 2013 : SMA An-Najah
2013 – 2018 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2011-2012 : Ketua OSIS SMA An-Najah
2011-2012 : Sekretaris ROHIS SMA An-Najah
2011-2012 : Bendahara IP3MA
(Ikatan Pelajar Pondok Pesantren Modern An- Najah)
2015-2016 : Humas LSO (Lembaga Seni Otonom) Saman Agribisnis
UIN Syarif Hidayatullah
2015-2016 : Ketua Departemen Infokom HMJ Agribisnis UIN Syarif
Hidayatullah
2016 : Volunteer Youth’s Act For Indonesia (YAFI)
2017 : Volunteer Program Gerakan Indonesia 2030
PENGALAMAN KERJA
2015 : Tenaga Pengajar Privat Mengaji
2016 : Praktik Kerja Lapang di UD. Sabila Farm
PENDIDIKAN NON-FORMAL
2017 : Kursus Bahasa Jerman Level A1
RINGKASAN
Munawaroh Tuddohiyah, Daya Saing dan Strategi Pengembangan Minyak
Kelapa Indonesia. Di bawah bimbingan Nunuk Adiarni dan Akhmad Mahbubi
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui kondisi industri minyak
kelapa Indonesia, 2) menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif minyak
kelapa Indonesia, 3) merumuskan strategi peningkatan daya saing minyak kelapa
Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini mencakup bahasan daging kelapa dan
perdagangan minyak kelapa Indonesia secara nasional dan internasional. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan wawancara dan
kuesioner serta data sekunder berupa data panel yakni time series dan cross
section mulai tahun 2006 hingga tahun 2015. Data primer bersumber wawancara
dengan berbagai narasumber dari Kementerian Pertanian, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Asian and Pacific Coconut Community
(APCC). Adapun data sekunder bersumber dari UN Comtrade, APCC,
Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan
dan lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem
Agribisnis untuk mengetahui kondisi agribisnis kelapa Indonesia, Revealed
Comparative Advantage (RCA) untuk mengukur keunggulan komparatif, Berlian
Porter untuk mengukur keunggulan kompetitif serta Analisis SWOT untuk
merumuskan strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia.
Hasil pendekatan Sistem Agribisnis diperoleh bahwa industri minyak
kelapa Indonesia dihadapkan dengan kondisi kekurangan bahan baku. Hal ini
dikarenakan banyak tanaman kelapa yang rusak dan tua yang berpengaruh
terhadap produksi dan produktivitas kelapa, ekspor buah kelapa illegal menjadi
legal dan terjadinya pergeseran industri yang membuat antar industri bersaing
mendapatkan bahan baku. Sebesar 91% minyak kelapa diekspor dengan pasar
tujuan utama 93% ke China.
Berdasarkan analisis daya saing minyak menggunakan RCA, Indonesia
kalah jauh dibandingkan Filipina dengan perolehan nilai RCA rata-rata (2006-
2015) secara berurutan 36.4 dan 162.5 untuk minyak kelapa mentah (151311)
serta 22.3 dan 103.3 untuk minyak kelapa yang dimurnikan maupun tidak
dimurnikan dan turunannya (151319). Secara kompetitif, minyak kelapa
Indonesia belum berdaya saing secara kompetitif.
Berdasarkan analisis SWOT, posisi strategi yang mendukung daya saing
minyak kelapa Indonesia adalah strategi agresif dengan fokus pada strategi SO
maka didapatkan tiga strategi peningkatan daya saing minyak kelapa, yaitu :
meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa, memperluas pasar serta
menjamin standar kualitas ekspor minyak kelapa dan menjamin ketersediaan
bahan baku industri.
Kata Kunci : Minyak kelapa, Keunggulan komparatif, Keunggulan kompetitif,
Daya Saing
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Daya Saing
dan Strategi Pengembangan Minyak Kelapa Indonesia”. Selama penulisan
penelitian ini, penulis menghadapi beberapa permasalahan dan kendala. Namun
penulis mendapatkan banyak bantuan baik berupa materi, wawasan, motivasi dan
bimbingan yang diberikan sehingga sangat membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya terutama pada:
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Amin Rafidin dan Ibu Marwiyah yang
selalu memberikan doa dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir program studi strata-1.
2. Putri Maharani dan Fitri Adila yang telah menjadi penyemangat bagi
penulis.
3. Ibu Dr. Nunuk Adiarni, MM dan Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM
selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan,
motivasi dan arahan selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Iwan Aminudin, M. Si selaku
ketua dan sekretasris program studi Agribisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
6. Seluruh staf pengajar program studi Agribisnis yang telah memberikan
bekal ilmu yang bermanfaat sebagai pedoman yang memudahkan penulis
dalam penelitian ini.
7. Ibu Trisunar Prasetyanti selaku Kepala Seksi Sarana Pengolahan
Direktorat Jenderal Perkebunan (Kementerian Pertanian), Bapak
Jeffrinaldy selaku Staf Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan
Perikanan (Kementerian Perindustrian), Ibu Endah Triwiningsih Staf
Direktorat Tanaman Pangan dan Hortikultura (Kementerian Perdagangan),
Bapak Alit Pirmansah selaku Market Development Officer (Asian and
Pacific Cococnut Community) dan Bapak Katrun selaku staf Dewan
Kelapa Indonesia (Dekindo), terimakasih telah memberikan kesempatan
dan bersedia meluangkan waktu untuk menjadi informan yang membantu
memberikan data yang penulis butuhkan dalam proses penyusunan skripsi
ini.
8. Rekan seperjuangan Kika, Nopi, Wulan,Elma, Izza, Millah, Rizki,
Husnan, Ririn serta keluarga besar Agribisnis angkatan 2013 yang
senantiasa memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi dan
menemani selama masa perkuliahan.
9. Sepupu seperjuangan, Rifko dan Mutia yang telah memberikan motivasi
bagi penulis.
10. Teman-teman KKN ON FIRE, yang telah memberikan dukungan dan
semangat dalam penyelesaian skripsi.
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. Penulis berharap skripsi ini
bermanfaat dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.
Jakarta, 18 Januari 2018
Munawaroh Tuddohiyah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9
2.1 Tinjauan Teoritis ............................................................................. 9
2.1.1 Kelapa (Cocos nucifera)......................................................... 9
2.1.2 Minyak Kelapa ............................................................... ....... 12
2.1.3 Sistem Agribisnis ................................................................... 14
2.1.4 Perdagangan Internasional ..................................................... 17
2.1.5 Teori Perdagangan Internasional ............................................ 18
2.1.6 Konsep Daya Saing ................................................................ 21
2.1.7 Analisis IFAS dan EFAS ....................................................... 25
2.1.8 Analisis SWOT ...................................................................... 26
2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 28
2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 30
2.3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ............................................ 30
2.3.2 Kerangka Pemikiran Operasional........................................... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 34
3.1 Waktu Penelitian .............................................................................. 34
3.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 35
3.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 35
xi
3.4 Metode Analisis Data ....................................................................... 36
3.4.1 Sistem Agribisnis ................................................................... 36
3.4.2 Analisis Berlian Porter ........................................................... 37
3.4.3 Revealed Comparative Advantage (RCA) ............................. 38
3.4.4 Analisis SWOT ..................................................................... 39
BAB IV GAMBARAN UMUM MINYAK KELAPA INDONESIA ............... 46
4.1 Minyak Kelapa .............................................................................. 46
4.2 Teknologi Proses Pengolahan Minyak Kelapa .............................. 47
4.2.1 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Basah ................................ 48
4.2.2 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Kering ............................... 49
4.2.3 Proses Pemurnian Minyak Goreng ......................................... 50
4.3 Industri Minyak Kelapa ................................................................ 51
4.4 Perdagangan Minyak Kelapa Dunia .............................................. 53
4.4.1 Konsumsi Minyak Kelapa Dunia ........................................... 53
4.4.2 Ekspor dan Impor Minyak Kelapa Dunia .............................. 55
4.4.3 Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa ... 57
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 59
5.1 Kondisi Industri Kelapa Indonesia ................................................. 59
5.1.1 Subsistem Hulu .................................................................... 59
5.1.2 Subsistem Budidaya ............................................................. 69
5.1.3 Subsistem Pengolahan ......................................................... 71
5.1.4 Subsistem Pemasaran ........................................................... 82
5.1.5 Subsistem Lembaga Penunjang ........................................... 83
5.2 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Kelapa
Indonesia ........................................................................................... .85
5.2.1 Keunggulan Komparatif di Pasar Internasional ................... 85
5.2.2 Keunggulan Kompetitif Minyak Kelapa Indonesia ............. 94
5.3 Strategi Peningkatan Daya Saing Minyak Kelapa Indonesia ...... 103
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 112
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 112
6.2 Saran .............................................................................................. 113
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114
LAMPIRAN ....................................................................................................... 118
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Estimasi Perkiraan Produksi Produk Olahan Kelapa (MT) .......................... 3
2. Volume Ekspor Produk Kelapa Tahun 2015 ................................................ 4
3. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Kelapa Indonesia Tahun 2006- 2015 ..... 6
4. Kandungan Zat Gizi Daging Buah Kelapa.................................................. 11
5. Daftar Narasumber ....................................................................................... 36
6. Matriks IFAS ............................................................................................... 41
7. Matriks EFAS .............................................................................................. 42
8. Matriks SWOT ............................................................................................. 44
9. Ketentuan Mengenai Macam-Macam Kualitas Kopra................................. 46
10. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa .................................................... 47
11. Industri Minyak Kelapa di Indonesia ........................................................... 53
12. Negara Eksportir dan Importir Minyak Kelapa Dunia Tahun 2015 ............ 57
13. Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa .......................... 58
14. Varietas Kelapa Unggul Nasional ................................................................. 62
15. Varietas Kelapa Unggul Lokal ...................................................................... 63
16. Potensi Benih Kelapa Dalam Unggul ........................................................... 64
17. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Tahun 2006-
2015 ............................................................................................................... 66
18. Pengembangan Peremajaan Tanaman Kelapa Tahun 2017 .......................... 67
19. Karakteristik Umum Produsen Kelapa Berdasarkan Status Pengusahaan .... 70
xi
20. Perkembangan industri pengolahan daging kelapa skala menengah besar 2010-
2014 ................................................................................................................. 79
21. Ekspor Minyak Kelapa ke Negara Tujuan Tahun 2015 ................................ 81
22. Nilai RCA Minyak Kelapa Mentah (151311) Tahun 2006-2015 ................. 87
23. Nilai RCA Minyak Kelapa Yang Dimurnikan Maupun Tidak Dimurnikan dan
Turunuannya (151319) Tahun 2006-2015 .................................................... 88
24. Perbandingan Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina .................................. 89
25. Wilayah Sentra Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2015.......................... 95
26. Permintaan Minyak Kelapa Domestik .......................................................... 99
27. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ........................ 104
28. Matriks IFAS ............................................................................................... 105
29. Matriks EFAS ............................................................................................. 107
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Produsen Kelapa Dunia Tahun 2011-2015 (setara kopra) .......................... 1
2. Volume Permintaan Minyak Kelapa Dunia Tahun 2011-2015
(1000 MT) ....................................................................................................... 5
3. Eksportir Minyak Kelapa Dunia ................................................................... 5
4. Pohon Industri Kelapa ................................................................................ 12
5. Sistem Agribisnis ........................................................................................ 16
6. The National Diamond Porter’s System ..................................................... 25
7. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................ 32
8. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 33
9. Diagram Analisis SWOT ............................................................................ 42
10. Proses Produksi Minyak Secara Basah ....................................................... 49
11. Investasi Industri Pengolahan Kelapa ......................................................... 52
12. Diagram Pendekatan Sistem Agribisnis Kelapa ......................................... 60
13. Presentase Penggunaan Buah Kelapa ......................................................... 72
14. Proporsi Industri Pengolahan Kelapa ......................................................... 76
15. Jalur Tataniaga Minyak Kelapa Indonesia ................................................. 83
16. Struktur Organisasi Balitpalma..................................................................... 84
17. Pangsa Pasar Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina ................................... 92
18. Proporsi Jumlah Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kelapa Tahun 2014 .... 97
19. Diagram SWOT Minyak Kelapa Indonesia ................................................ 108
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Definisi Operasional ................................................................................. 120
2. Daftar Pertanyaan Wawancara ................................................................. 123
3. Kuesioner Penelitian ................................................................................. 125
4. Perhitungan Rata-Rata Bobot ................................................................... 127
5. Perhitungan Rata-Rata Rating .................................................................. 128
6. Matriks SWOT.......................................................................................... 129
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang potensial dalam
mengembangkan komoditas kelapa. Data dari Asian and Pacific Coconut
Community (APCC) menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi pertama
sebagai produsen kelapa dari tahun 2011-2015 (gambar 1). Pada tahun 2015,
produksi kelapa Indonesia mencapai 2.960.851 MT dengan luas areal 3.5 juta Ha,
India di posisi kedua dengan produksi 2.725.000 MT luas areal 2 juta Ha dan
diikuti oleh Filipina dengan produksi sebesar 2.258.000 MT dan luas areal 3.5
juta.
Gambar 1. Produsen Kelapa Dunia Tahun 2011-2015 (setara kopra) Sumber : Asian and Pacific Coconut Community (APCC) (2017)
Sebagai negara produsen utama kelapa, Indonesia telah mengembangkan
produk basis kelapa yang berasal dari seluruh bagian dari kelapa dari mulai
daging kelapa, air kelapa, tempurung kelapa, sabut kelapa hingga kayu kelapa.
Tahun
(000)
MT
Indonesia
Filipina India Indonesia
2
Terdapat 16 produk basis kelapa yang telah dikembangkan yaitu kopra, minyak
kelapa, santan kelapa, dessicated coconut, serat sabut kelapa, serbuk sabut kelapa,
gabus sabut kelapa, arang tempurung kelapa, karbon aktif, asap cair, nata de coco,
sirup air kelapa, kecap air kelapa, minuman isotonik, gula kelapa dan industri
kerajinan (Prabowati dkk, 2011: 2).
Daging buah merupakan komponen kelapa yang paling luas
penggunaannya, baik untuk produk pangan maupun non pangan. Pengolahan
daging buah kelapa dapat berupa segar atau kopra (kering). Selanjutnya dari
produk ini dapat diturunkan beberapa produk hilir. Berdasarkan tabel 1, produk
basis daging kelapa yang telah dikembangkan di Indonesia yaitu kopra, minyak
kelapa, copra meal, kelapa kering dan santan. Produk industri yang paling banyak
diproduksi yaitu kopra dengan volume rata-rata sebesar 1.421.714 MT. Kopra
akan menghasilkan berbagai produk olahan kelapa, namun paling banyak
digunakan untuk minyak kelapa. Besarnya produksi kopra berpengaruh terhadap
volume produksi minyak kelapa. Adapun rata-rata produksi minyak kelapa
Indonesia sebesar 884.702 MT. Selain itu, terdapat pengembangan produk copra
meal dengan produksi sebesar 518.630 MT, dessicated coconut sebesar 72.241
MT dan santan sebesar 15.714 MT. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia
telah mampu melakukan pengembangan agribisnis kelapa bernilai tambah.
3
Tabel 1. Estimasi Perkiraan Produksi Produk Olahan Kelapa (MT)
Tahun Kopra Minyak
Kelapa
Copra
Meal
Kelapa
Kering
(Dessicated
Coconut)¹
Santan¹
2011 1.358.000 840.200 505.000 51.065 1.394
2012 1.491.750 926.500 541.685 61.511 18.297
2013 1.481.174 919.931 537.845 75.930 19.212
2014 1.461.919 907.972 527.853 86.797 19.440
2015 1.315.727 828.908 480.767 85.902 20.229
Rata-Rata 1.421.714 884.702 518.630 72.241 15.714 ¹ hanya data ekspor
Sumber : APCC (2017)
Pengembangan agribisnis kelapa didukung oleh kondisi alam Indonesia
yang berpotensi sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian
Perindustrian (2010), terdapat beberapa kendala dalam mengembangkan
agribisnis kelapa seperti : terbatasnya bahan baku dari segi jumlah dan mutu,
kapasitas industri pengolahan yang masih rendah sekitar 40%, pemasaran dengan
ekspor produk kelapa sebesar 50.366 juta US$ pada tahun 2015 masih dalam
bentuk primer dan masih terbatasnya infrastruktur di wilayah pengembangan
kelapa. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia perlu memperbaiki kondisi tersebut
agar produk basis kelapa di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif sehingga
layak bersaing di pasar ekspor.
Salah satu produk olahan kelapa yang telah diekspor adalah minyak kelapa.
Tabel 2 menunjukkan bahwa minyak kelapa diekspor dengan volume yang paling
besar diantara produk olahan kelapa ekspor lainnya yaitu sebesar 760.072 ton atau
91% dari total produksi minyak kelapa domestik pada tahun 2015. Pangsa pasar
minyak kelapa mentah sebesar 35% dan minyak kelapa yang telah dimurnikan
sebesar 29% (Abdulsamad, 2016: 15). Berdasarkan data tersebut, Indonesia
4
memiliki pangsa pasar yang cukup besar untuk produk minyak kelapa sehingga
Indonesia memiliki potensi dalam membangun daya saing yang tinggi.
Tabel 2. Volume Ekspor Produk Kelapa Tahun 2015
No. Jenis Produk Volume (Ton)
1. Kelapa Butir 420.561
2. Kopra 48.350
3. Minyak Kelapa 760.072
4. Copra Meal 281.482
5. Kelapa Kering 85.902
6. Santan Cair/Krim 20.229
7. Arang Tempurung 330.012
8. Karbon Aktif 25.713
9. Produk Serabut 36.171 Sumber : Asia Pasific Coconut Community (APCC) (2017)
Potensi untuk membangun daya saing juga dapat dilihat dari jumlah
permintaan minyak kelapa dunia. Rata-rata permintaan dunia terhadap minyak
kelapa pada tahun 2011-2015 yaitu sebesar 5.719.000 MT. Grafik permintaan
minyak kelapa dunia pada gambar 2 menunjukkan permintaan minyak kelapa
cenderung menurun namun penurunan tidak terlalu signifikan. Permintaan
terbesar ada di tahun 2012 yaitu 6.112.000 MT. Faktor yang mendorong besarnya
permintaan produk minyak kelapa dunia disebabkan karena kandungan asam
laurat yang tinggi, terutama untuk keperluan industri detergen dan kosmetik serta
kecenderungan akan produk-produk ramah lingkungan (Kementerian
Perindustrian, 2010). Selain itu, minyak kelapa juga dimanfaatkan oleh negara
importir sebagai bahan bakar yang sering disebut dengan coco diesel. Beberapa
negara eksportir juga telah memproduksi bahan bakar dari minyak kelapa, seperti
Filipina. Besarnya permintaan minyak kelapa dunia juga mempengaruhi
persaingan di pasar global. Karena besarnya permintaan minyak kelapa dunia
akan berdampak pada peluang pasar bagi negara-negara eksportir minyak kelapa.
5
Gambar 2. Volume Permintaan Minyak Kelapa Dunia Tahun 2011-2015
(1000 MT)
Sumber : Asian and Pacific Coconut Community (APCC)
Adapun negara-negara eksportir minyak kelapa yang bersaing dengan
Indonesia yaitu Filipina, Malaysia dan negara-negara yang tergabung dalam Asia
and Pacific Coconut Community (APCC). Berdasarkan grafik pada gambar 3,
Filipina menempati posisi eksportir utama minyak kelapa, diikuti oleh Malaysia
dan negara-negara yang tergabung dalam APCC. Kemampuan bersaing setiap
negara perlu ditingkatkan, salah satunya adalah dengan melakukan peningkatan
terhadap kemampuan ekspor.
Gambar 3. Eksportir Minyak Kelapa Dunia
Sumber : Asian and Pacific Coconut Community (2017)
59786122
5607 5635
5254
4500
5000
5500
6000
6500
2011 2012 2013 2014 2015
(000)
MT
Indonesia Filipina Malaysia Negara APCC
lainnya
6
Pengembangan minyak kelapa Indonesia ditandai dengan kemampuan
ekspor minyak kelapa ke pasar dunia. Berdasarkan tabel 3, selama kurun waktu 10
tahun (2006-2015), volume ekspor minyak kelapa Indonesia relatif stabil karena
hanya meningkat sebesar 2.7%, sedangkan nilai ekspor minyak kelapa Indonesia
mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu 13.6%. Kenaikan volume ekspor
minyak kelapa ini belum mencapai target pemerintah dalam sasaran jangka
menengahnya tahun 2010-2014. Salah satu sasarannya yaitu meningkatkan ekspor
produk pengolahan kelapa rata-rata 5% per tahun sedangkan kenaikan minyak
kelapa hanya sebesar 2.7%. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor minyak kelapa
Indonesia belum sesuai dengan sasaran pemerintah sehingga perlu diketahui
penyebab kenaikan yang hanya 2.7% apakah mengalami kendala atau mungkin
terserap ke industri basis kelapa lainnya yang lebih bernilai tambah dibandingkan
minyak kelapa.
Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Kelapa Indonesia Tahun 2006-2015
Tahun Volume Ekspor
(Kg)
Kenaikan Per
Tahun (%)
Nilai Ekspor
(US$)
Kenaikan
Per Tahun
(%)
2005 752.071.607 - 413.761.830 -
2006 519.972.982 (30.8) 270.674.034 (34.5)
2007 739.923.226 42.3 570.409.849 52.5
2008 649.361.826 (12.2) 769.133.601 34.8
2009 571.156.558 (12).0 387.359.778 (49.6)
2010 567.497.354 (0.06) 566.067.998 46.1
2011 569.800.636 0.04 937.756.244 65.6
2012 802.946.621 40.9 947.743.887 0.9
2013 630.567.741 (21.4) 527.533.937 (44.3)
2014 771.418.679 22.3 943.659.524 78.8
2015 759.381.371 (1.5) 811.980.648 (13.9)
Rata-
rata
666.736.237 2.7 649.643.757 13.6
Sumber : UN Comtrade (2017) (diolah)
7
Pemerintah telah menentukan sasaran untuk mengembangkan industri
minyak kelapa. Terdapat sasaran jangka menengah (2010-2014) dan jangka
panjang (2015-2025) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.
Sasaran ini ditujukan untuk membangun industri pengolahan kelapa yang secara
terpadu di Indonesia sehingga produk olahan kelapa Indonesia membangun sistem
industrialisasi pengolahan kelapa dengan baik dan dapat bersaing serta menguasai
pasar global. Berdasarkan hal tersebut, informasi mengenai daya saing industri
minyak kelapa serta strategi peningkatan minyak kelapa Indonesia diperlukan
untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana kondisi industri minyak kelapa Indonesia?
2. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif minyak kelapa
Indonesia?
3. Bagaimana strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan
yang terdiri dari :
1. Mengetahui kondisi industri minyak kelapa Indonesia
8
2. Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif minyak kelapa
Indonesia
3. Merumuskan strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai media untuk memperkaya dan
memperdalam wawasan serta ilmu mengenai daya saing minyak kelapa
Indonesia.
2. Bagi lembaga pendidikan, memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
mengenai daya saing minyak kelapa Indonesia.
3. Bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait lainnya diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait
dengan daya saing minyak kelapa di era globalisasi dan strategi
pengembangannya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang minyak kelapa dengan kode HS 151311
(minyak kelapa mentah) dan 151319 (minyak kelapa yang dimurnikan). Adapun
untuk strategi peningkatan daya saing, penentuan kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman) berdasarkan komponen-komponen yang ada dalam sistem
agribisnis, Revealed Comparative Advantage (RCA) dan teori berlian porter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Kelapa (Cocos nucifera)
Tanaman kelapa dikelompokkan ke dalam famili yang sama dengan sagu
(Metroxylon sp), salak (Salaca edulis), aren (Arenga pinata) dan lain-lain.
Penggolongan varietas kelapa umumnya didasarkan pada perbedaan umur pohon
mulai berbuah, bentuk dan ukuran buah, warna buah serta sifat-sifat khusus yang
lain. Kelapa memiliki berbagai nama daerah. Secara umum, buah kelapa dikenal
sebagai coconut, orang Belanda Manyebutnya kokosnoot atau klapper, sedangkan
orang Perancis menyebutnya cocotier. Di Indonesia, kelapa biasa disebut krambil
atau klapa (Warisno, 2003:15).
Seluruh bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan sehingga kelapa sering
disebut sebagai tree of life. Buah kelapa dapat dimanfaatkan air kelapa dan daging
kelapa, tempurung kelapa dan sabut kelapa sehingga menghasilkan produk-
produk industri yang bernilai tambah. Sedangkan untuk batang kelapa dapat
dijadikan berbagai furnitur dan bahan bangunan serta lidi yang dapat
dimanfaatkan untuk barang kerajinan. Adapun produk-produk yang dihasilkan
dari tanaman kelapa dapat dilihat pada pohon industri di bawah ini (gambar 3).
Daun muda dipergunakan sebagai pembungkus ketupat dan sebagai bahan
baku obat tradisional, sedangkan daun tua dapat dianyam dan dipergunakan
sebagai atap, kemudian lidinya sebagai bahan pembuat sapu lidi. Batang kelapa
dapat digunakan sebagai bahan baku perabotan atau bahan bangunan dan
10
jembatan darurat. Akar kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bir
atau bahan baku pembuatan zat warna. Buah kelapa terdiri dari sabut, tempurung,
daging buah dan air kelapa. Airnya untuk minuman segar atau dapat diproses
lebih lanjut menjadi nata de coco, atau kecap. Sabut untuk bahan baku tali,
anyaman keset, matras, jok kendaraan. Tempurungnya secara tradisional dibuat
sebagai gayung air, mangkuk, atau diolah lebih lanjut nenjadi bahan baku obat
nyamuk bakar, arang, briket arang, dan karbon aktif. Hasil samping ampas kelapa
atau bungkil kelapa merupakan salah satu bahan baku pakan ternak. Cairan nira
kelapa dapat diproses menjadi gula kelapa. Ketandan buah yang baru tumbuh
sampai posisi tegak diambil cairannya dan menghasilkan nira. Nira ini dapat
diproduksi sebagai minuman dan gula kelapa. Setiap pohon kelapa terdapat 2
buah ketandan bunga, bisa diambil niranya sampai 35 hari dan selanjutnya akan
muncul ketandan bunga baru lagi. Selanjutnya, bagian terpenting dari buah kelapa
yang bernilai komersial yaitu daging buah kelapa.
Daging buahnya dapat langsung dikonsumsi atau sebagai bahan bumbu
berbagai masakan atau diproses menjadi santan kelapa, kelapa parutan kering
(desicated coconut) serta minyak kelapa (ILO – PCdP2 UNDP, 2013). Daging
buah kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk membuat kopra yang merupakan
komoditas ekspor. Kopra diolah untuk diambil minyaknya. Minyak kelapa
merupakan bahan baku dalam pembuatan margarin dan sabun, serta digunakan
sebagai minyak makan. Limbah kopra yang berupa bungkil kelapa dapat
digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Daging buah kelapa yang masih
muda (degan) dimanfaatkan untuk membuat minuman segar yang sangat digemari
11
masyarakat, misalnya es kelapa, es setrup degan dan lainnya. Sebagai bahan
makanan, daging buah kelapa memiliki nilai gizi yang cukup tinggi (Warisno,
2003) . Adapun kandungan zat-zat gizi dalam daging buah kelapa, baik kelapa
muda, kelapa setengah tua maupun kelapa yang sudah tua ditunjukkan pada tabel
4.
Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Daging Buah Kelapa
Jenis Zat Kelapa Muda Kelapa Setengah
Tua
Kelapa Tua
Kalori (kal)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Karbohidrat (gr)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vit. A (SI)
Vit. B 1 (mg)
Vit. C (mg)
Air (gr)
Bdd (%)*)
68.00
1.00
0.90
14.00
7.00
30.00
1.00
0.00
0.06
4.00
83.30
53.00
180.00
4.00
15.00
10.00
8.00
58.00
1.30
10.00
0.05
4.00
70.00
53.00
359.0
3.4
34.7
14.0
21.0
98.0
2.0
0.0
0.1
2.0
46.9
53.0
*) Bagian yang dapat dimakan
Sumber : Iwan (1991)
Daging buah kelapa segar kaya akan lemak dan karbohidrat serta protein
dalam jumlah cukup. Lemak pada daging kelapa merupakan komponen terbesar
kedua setelah air. Lemak merupakan cadangan energi bagi pertumbuhan embrio
tanaman kelapa. kadar lemak daging buah kelapa sangat bervariasi menurut
pemanenan dan varietas tanaman kelapa. pada saat berumur 8 bulan, kadar lemak
12
daging buah kelapa sebanyak 31% berat kering dan mencapai 71% berat kering
saat berumur 12 bulan. Berdasarkan varietasnya, kadar lemak bervariasi antara
68.57-70.64%. Kadar lemak pada daging buah kelapa meningkat dengan semakin
bertambahnya umur buah dan mencapai maksimal pada 12 bulan. Daging buah
kelapa yang sudah matang dapat dijadikan kopra, minyak kelapa dan bahan
makanan lainnya. Daging buah merupakan sumber protein yang penting dan
mudah dicerna.
Gambar 4. Pohon Industri Kelapa Sumber : ILO – PCdP2 UNDP (2013)
2.1.2 Minyak Kelapa
Salah satu produk olahan dari buah kelapa adalah minyak kelapa yang
merupakan salah satu komponen dari sembilan bahan pokok produksi bangsa
13
Indonesia. Minyak kelapa pernah popular di Amerika Serikat sampai terjadi krisis
impor minyak goreng pada Perang Dunia II. Hal tersebut menimbulkan
peningkatan kebutuhan terhadap minyak lokal seperti minyak kedelai dan minyak
jagung. Sejak itu, minyak tak jenuh menjadi semakin popular di Amerika Serikat
yang kemudian menyebabkan peningkatan kasus obesitas, tingkat kolesterol dan
penuaan dini. Akibat yang ditimbulkan dari penggunaan minyak tak jenuh justru
bersebrangan dengan minyak kelapa yang bersifat jenuh. Minyak kelapa telah
terbukti dapat mengurangi gejala gangguan pencernaan, mendukung fungsi
kekebalan tubuh, dan membantu mencegah infeksi bakteri virus ataupun jamur
(Alamsyah, 2005).
Kandungan minyak kelapa pada daging buah kelapa tua diperkirakan
mencapai 30%-50% atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63%-72%.
Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa
trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya
merupakan asam lemak jenuh. Selain itu, minyak kelapa juga mengandung
sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida, gum, sterol (0.06%-
0.08%), tokoferol (0.003%) dan asam lemak bebas (<5%) dan sedikit protein dan
karoten (Ketaren, 1986). Berdasarkan pada tingkat ketidakjenuhan minyak dapat
dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa kelapa
dimasukkan kedalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak
tersebut berkisar antara 7.5-10.5.
Pengolahan minyak kelapa menggunakan bahan baku kopra. Buah kelapa
terlebih dahulu dijemur menjadi kopra. Selanjutnya kopra yang dihasilkan di
14
press dan menghasilkan minyak kelapa mentah. Untuk memperoleh mutu minyak
kelapa yang lebih baik, biasanya dilakukan proses refined, bleaced, deodorized,
penambahan bahan penyerap warna, biasanya menggunakan arang aktif agar
dihasilkan minyak yang jernih (anonim, 2010). Umumnya minyak kelapa yang
diperdagangkan baik di pasar domestik maupun ekspor yaitu minyak kelapa
mentah dan minyak kelapa yang dimurnikan. Biasanya minyak kelapa digunakan
sebagai bahan baku produk pangan non-pangan seperti minyak goreng, margarin,
kosmetik, detergen, cocodiesel an lainnya.
2.1.3 Sistem Agribisnis
a. Setiap subsistem dalam sistem agribisnis mempunyai keterkaitan ke
belakang dan ke depan. Tanda panah ke belakang (kiri) pada subsistem
pengolahan menunjukkan bahwa subsistem III akan berfungsi dengan baik
apabila di tunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh
subsistem II. Tanda panah ke depan (ke kanan) pada subsistem III
menunjukkan bahwa subsistem pengolahan produksi primer akan berhasil
dengan baik jika menemukan pasar untuk produknya.
b. Agribisnis memerlukan lembaga penunjang seperti lembaga pemerintah,
pembiayaan, pendidikan, penelitian dan infrastruktur.
c. Agribisnis melibatkan pelaku dari berbagai pihak (BUMN, swasta dan
koperasi) dengan profesi sebagai penghasil produk primer, pengolahan,
pedagang, distributor, importir, eksportir dan lainnya. Kualitas sumber
daya manusia di atas sangat menetukan berfungsinya susbsistem-
15
subsistem dalam sistem agribisnis dan dalam memelihara kelancaran arus
komoditas dari produsen ke konsumennya.
Agroindustri hulu mencakup industri penghasil input pertanian seperti
pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan perusahaan penghasil bibit. Di pihak lain,
agroindustri hilir adalah industri pengolahan hasil-hasil pertanian primer dan
bahkan lebih luas lagi mencakup industri sekunder dan tersier yang mengolah
lebih lanjut dari produk olahan hasil pertanian primer.
Kajian sistem agribisnis dan agroindustri dapat dilakukan dengan dua
pendekatan analisis, yaitu analisis makro dan analisis mikro. Pendekatan analisis
makro memandang agribisnis sebagai suatu unit sistem industri dari suatu
komoditas tertentu, yang membentuk sektor ekonomi secara regional maupun
nasional.Pendekatan analisis mikro memndang agribisnis sebagai suatu unit
perusahaan yang bergerak, baik hanya satu subsistem agribisnis atau lebih dalam
satu lini komoditas atau lebih.
Sistem agribisnis juga memiliki dua integrasi yaitu keterpaduan sistem
komoditas secara integrasi vertikal dan horizontal. Keterpaduan sistem komoditas
secara vertikal membentuk suatu rangkaian pelaku-pelaku yang terlibat dalam
sistem komoditas tersebut, mulai dari produsen/penyedia, input/sarana produksi
pertanian, usaha tani, pedagang pengumpul pedagang besar, usaha pengolahan
hasil pertanian (agroindustri), pedagang pengecer, eksportir sampai dengan
konsumen domestik dan luar negeri. Integrasi vertikal hanya dapat terselenggara
apabila terdapat hubungan yang saling menguntungkan secara proporsional dan
saling mendukung antar pelaku dalam sistem komoditas secara vertikal tersebut.
16
Keterkaitan yang saling menguntungkan secara proporsional tersebut merupakan
pondasi yang kuat untuk membangun integrasi vertikal karena terdapatnya
jaminan pemenuhan hak-hak dan kebutuhan para pelaku. Namun demikian
keterkaitan yang saling mendukung tidak kalah pentingnya sebagai pondasi
tegaknya sistem integrasi vertikal karena kekuatan sinergis yang terjadi dalam
berbagai hubungan semakin tingginya kinerja pihak-pihak yang bekerja sama
salam sistem tersebut. Sedangkan integrasi horizontal terjadi apabila terdapat
keterkaitan yang erat antar lini komoditas pada tingkat usaha yang sama atau para
pelaku dalam suatu komoditas yang ama. Integrasi horizontal tersebut juga dapat
terjadi apabila suatu perusahaan menggunakan strategi produk yang handal, baik
strategi lini, lebar maupun kedalaman produk (Faqih, 2010: 9-10).
Gambar 5. Sistem Agribisnis Sumber : Faqih (2010:9)
Lembaga Penunjang Agribisnis
(Pemerintah, Keuangan,
Penelitian, dan lainnya)
Sub sistem
II
Produksi
Primer
Sub sistem I
Hulu/Pengadaan
dan Penyaluran
Sarana Produksi
Sub sistem
III
Pengolahan
Sub sistem
IV
Pemasaran
Sub Sistem
II
Usahatani/
Produksi
Primer
17
2.1.4 Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai hubungan tukar
menukar barang atau jasa yang saling menguntungkan antara suatu negara dengan
negara lain. Ruang lingkup perdagangan internasional jauh lebih besar dan sistem
birokrasi yang berlaku jauh lebih kompleks seperti alat pembayaran yang
digunakan dan jenis barang atau jasa yang diperdagangkan (Deliarnov, 2006: 41).
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
perdagangan internasional (Deliarnov, 2006: 42-43) :
1. Perbedaan sumber daya alam yang dimiliki
Sumber daya alam yang dimiliki setiap negara masing-masing berbeda. Untuk
mendapatkan sumber daya alam yang dibutuhkan, masing-masing negara perlu
melakukan pertukaran. Pertukaran tersebut yang menyebabkan terjadinya
perdagangan internasional.
2. Efisiensi (penghematan biaya produksi)
Suatu negara dapat memasarkan hasil produksinya kepada beberapa negara di
dunia dengan adanya perdagangan internasional. Negara memproduksi suatu
barang dalam jumlah besar sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Barang
yang diproduksi dalam jumlah besar akan lebih murah daripada barang yang
diproduksi dalam jumlah kecil.
3. Tingkat teknologi yang digunakan
Beberapa negara telah menggunakan teknologi modern sementara negara
lainnya masih menggunakan teknologi sederhana. Pada umumnya, negara yang
18
telah menggunakan teknologi modern dapat menjual barang dengan harga lebih
murah daripada negara yang belum menggunakan teknologi modern.
4. Selera
Bagi sebagian masyarakat, suatu produk yang dihasilkan oleh negara lain
terkadang lebih menarik dibandingkan dengan produk yang dihasilkan oleh
negaranya sendiri sehingga hal tersebut dapat terjadi dengan adanya
perdagangan internasional.
2.1.5 Teori Perdagangan Internasional
Secara umum, teori perdagangan internasional yang tradisional
memperlihatkan bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan kesejahteraan
negara-negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut dengan asumsi setiap
negara mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan negara lainnya.
Perdagangan antar negara akan membawa dunia pada penggunaan sumber daya
langka secara lebih efisien dan setiap negara dapat melakukan perdagangan bebas
yang menguntungksn dengan melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan
keunggulan komparatif yang dimiliki tersebut (Arifin, 2004: 2).
Selanjutnya, perkembangan teori perdagangan internasional menurut
Tambunan (2004: 43-91) adalah sebagai berikut :
1. Merkantilisme
Teori ini menekankan pada pentingnya perdagangan internasional untuk
meningkatkan kemakmuran masyarakat atau kekayaan negara, khususnya pada
ekspor. Suatu negara akan kuat dan makmur apabila negara tersebut dapat
mengumpulkan logam murni atau emas sebanyak mungkin. Selain itu,
19
kekayaan suatu negara diukur oleh jumlah logam murni yang dimiliki dan ini
hanya bisa didapat melalui ekspor neto yang positif. Namun, kekurangan teori
ini adalah tidak menjelaskan bagaimana suatu negara bisa unggul dibandingkan
negara lain dalam perdagangan.
2. Teori Keunggulan Absolut
Teori keunggulan absolut pertama kali dicetuskan oleh Adam Smith dan sering
disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar dari pemikiran
teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan ekspor terhadap suatu
barang jika negara tersebut dapat memproduksi dengan lebih efisien
dibandingkan negara lain.
3. Teori Komparatif
Teori ini dicetuskan oleh John S. Mill dan David Ricardo untuk
menyempurnakan teori yang dicetuskan sebelumnya oleh Adam Smith. Dasar
pemikiran ini adalah cara pengukuran keunggulan suatu negara dilihat dari
komparatif biayanya. J.S. Mill beranggapan bahwa suatu negara akan
mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif terbesar dan akan impor barang tertentu bila negara
tersebut memiliki keunggulan komparatif terendah. Sedangkan menurut David
Ricardo, perdagangan antara dua negara akan terjadi apabila masing-masing
negara memiliki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda.
Jadi, penekanan ini pada perbedaan efisiensi atau produktivitas relatif antar
negara dalam memproduksi dua atau lebih jenis barang yang menjadi dasar
terjadinya perdagangan internasional.
20
4. Teori Heckscher-Ohlin
Teori Heckscher-Ohlin mempunyai dua kondisi penting sebagai dasar dari
munculnya perdagangan internasional, yaitu ketersediaan faktor produksi dan
intensitas dalam pemakaian faktor produksi atau proporsi faktor produksi. Oleh
karena itu, teori H-O sering juga disebut teori proporsi atau ketersediaan faktor
produksi. Produk yang berbeda membutuhkan jumlah atau proporsi yang
berbeda dari faktor-faktor produksi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
teknologi yang menentukan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi
yang berbeda untuk membuat suatu produk. Jadi dalam teori H-O, keunggulan
komparatif dijelaskan oleh perbedaan kondisi penawaran dalam negeri
antarnegara.
5. Teori Berlian dari Michael Porter
Pemikiran porter dianggap sebagai suatu paradigma baru mengenai persaingan
didalam perdagangan internasional dan globalisasi. Porter berpendapat bahwa
ada empat variabel domestik penting yang menetukan daya saing suatu negara,
yakni sebagai berikut :
a. Kondisi faktor (TK, modal, tanah, iklim, teknologi, kewirausahaan, faktor-
faktor produk lainnya, SDA dan infrastruktur)
b. Kondisi permintaan
c. Industri terkait dan industri pendukung
d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan
21
2.1.6 Konsep Daya Saing
Menurut The Institute for Management Development (IMD) dalam Zuhal
(2010: 278), daya saing merupakan suatu kemampuan suatu bangsa dalam
membuat dan menjaga lingkungan daya saing perusahaan secara
berkesinambungan. Sedangkan World Economic Forum (WEI) dalam Zuhal
(2010:278) mendefinisikan sebagai sekumpulan institusi dan kebijakan ekonomi
guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada jangka medium.
1. Teori Keunggulan Komparatif
Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan
negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat
diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor
komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Konsep keunggulan
komparatif yang dipopulerkan oleh David Ricardo (1823) menyatakan bahwa
”sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk
memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun
perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang
kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor pada
komoditi yang mempunyai kerugian absolut kecil. Dari komoditi ini negara
tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor komoditi yang
kerugian absolutnya lebih besar. Dari komoditi inilah negara mengalami
kerugian komparatif” (Salvatore, 1997).
22
2. Keunggulan Kompetitif
Menurut Michael E Porter dalam bukunya yang berjudul Competitive
Advantage of Nations terdapat empat faktor utama yang menentukan keunggulan
bersaing industri nasional, yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi
permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung (related
and supporting industry), dan struktur, persaingan dan strategi industri (firm
strategy, structure, and rivalry). Selain keempat faktor tersebut terdapat dua
faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor
kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara
bersamaan, faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan
daya saing yang disebut Teori Berlian Porter. Berikut ini merupakan penjelasan
lebih lanjut mengenai Teori Berlian Porter:
1. Kondisi Faktor (Factor Condition)
Kondisi faktor merupakan suatu gambaran faktor sumberdaya yang dimiliki
suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri. Peran faktor
sumberdaya sangat penting dalam proses industri, karena faktor sumberdaya
merupakan modal utama dalam membangun keunggulan kompetitif suatu industri.
Menurut Porter (1990), faktor sumberdaya diklasifikasikan menjadi lima
kelompok yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), modal, dan infrastruktur. Kelima kelompok tersebut akan
menggambarkan keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara dan segala potensi
yang dapat dikembangkan oleh negara tersebut.
2. Kondisi Permintaan (Demand Condition)
23
Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi posisi
daya saing nasional. Menurut Widayunita (2007) mutu produk dan produktivitas
suatu negara akan mempengaruhi kondisi permintaan dan pada akhirnya akan
berpengaruh pada keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu persaingan di tingkat
global memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya
saingnya. Dalam pengembangan mutu, perusahaan-perusahaan akan melakukan
inovasi serta peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan permintaan
konsumen.
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung
Industri terkait dan industri pendukung merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi posisi daya saing suatu industri. Untuk itu perlu dijaga
hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga dan
memelihara rantai nilai produksi dari industri hulu hingga industri hilir.
Keberadaan industri hulu mampu menyediakan bahan baku untuk proses produksi
suatu industri sedangkan industri hilir menggunakan bahan baku tersebut untuk
diproses menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah. Rantai nilai produksi
antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung dengan baik akan
menciptakan keunggulan kompetitif bagi suatu negara.
4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan
Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan
produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya,
mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Pada
akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan
24
untuk mencari pasar internasional (berorientasi ekspor). Globalisasi ekonomi akan
menyebabkan terjadinya ketergantungan antar negara. Masing-masing negara
membangun perekonomiannya berdasarkan kekayaan yang dimiliki, yang
merupakan keunggulan komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan
tersebut lebih ditentukan pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada
pesaing-pesaing yang dekat, yaitu negara lain yang membangun keunggulan
perekonomian mereka di sektor atau jenis industri yang sama dengan strategi
serupa.
5. Peran Pemerintah
Peran pemerintah merupakan faktor yang menentukan posisi daya saing
suatu industri. Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung,
secara tidak langsung pemerintah dapat mempengaruhi permintaan melalui
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan peran pemerintah secara
langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk dan jasa. Pemerintah
juga dapat mempengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia, berperan sebagai
pembuat kebijakan yang menyangkut tenaga kerja, pendidikan, pembentukan
modal, sumber daya alam dan standar produk. Dalam penerapan kebijakan peran
pemerintah tidak selamanya baik, masih terdapat kemungkinan kegagalan yang
dapat dilakukan pemerintah atau biasa disebut government failure.
6. Peran Kesempatan
Kesempatan memainkan peranan dalam membentuk lingkungan bersaing
karena peluang merupakan peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan,
industri dan pemerintah, seperti terobosan besar dalam teknologi, pergeseran
25
dramatik yang tiba-tiba terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan seperti
krisis minyak, atau perubahan dramatis dalam kurs mata uang. Selain itu
terjadinya peningkatan permintaan produk serta kondisi politik yang stabil juga
merupakan kesempatan yang dapat diambil oleh para pelaku usaha.
Gambar 6. The National Diamond Porter’s System Sumber : Tambunan (2004)
2.1.7 Analisis IFAS dan EFAS
Matriks Internal Factor Analysis Strategy (IFAS) digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dianggap penting. Menurut David (2004), matriks IFAS
merupakan alat peruusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha dan matriks
juga memberikan dasar untuk mengenali dan mengevaluasi hubungan diantara
bidang.
Persaingan, Struktur dan
Strategi
Kondisi
Permintaan
Industri Terkait dan
Industri Pendukung
Kondisi Faktor
Sumberdaya
Peran
Pemerintah
Kesempatan
26
Adapun Matriks External Factor Analysis Strategy (EFAS) digunakan
untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan yang berkaitan dengan
peluang dan ancaman yang dianggap penting. Data eksternal dikumpulkan untuk
menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan dalam lingkungan
bermasyarakat dan tugas. Rangkuti (2006) menyatakan bahwa jika manajer
strategis melakukan analisis lingkungan eksternal, maka manajer harus
menentukan masalah strategis yang mungkin dapat mempengaruhi perusahaan di
masa yang akan datang.
2.1.8 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekurangan (Strenght) dan peluang (Oppurtunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelamahan (Weakness) dan ancaman
(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian
perencana strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman)
dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model
yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Analisis SWOT
membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman
(threats) dengan faktor internal yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness). Berikut ini merupakan empat komponen dasar komponen dalam
SWOT :
27
1. Kekuatan atau strengths (S), merupakan suatu kelebihan khusus yang
memberikan keunggulan kompetitif di dalam suatu industri yang berasal dari
perusahaan. Kekuatan perusahaan akan mendukung perkembangan usaha
dengan cara memperlihatkan sumber dana, citra, kepemimpinan pasar,
hubungan dengan konsumen ataupun pemasok serta faktor-faktor lainnya.
2. Kelemahan atau weaknesses (W), merupakan keterbatasan dan kekurangan
dalam hal sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang secara nyata
menghambat aktivitas keragaan perusahaan. Fasilitas, sumberdaya keuangan,
kemampuan manajerial, keahlian pemasaran dan pandangan orang terhadap
merek dapat menjadi sumber kelemahan.
3. Peluang atau opportunities (O), merupakan situasi yang diinginkan
perusahaan. Segmen pasar, perubahan dalam persaingan, perubahan
teknologi, peraturan dalam persaingan, peraturan baru atau yang ditinjau
kembali dapat menjadi sumber peluang bagi perusahaan.
4. Ancaman atau threats (T), merupakan situasi yang paling tidak disukai dalam
lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan penghalang bagi posisi yang
diharapkan oleh perusahaan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar
yang lambat, meningkatnya posisi penawaran pembeli dan pemasok,
perubahan teknologi, peraturan baru yang ditinjau kembali dapat menjadi
sumber ancaman bagi perusahaan.
28
2.2 Penelitian Terdahulu
Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian-
penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah
dilakukan sebelum penelitian ini dimulai. Penelitian tersebut menjadi bahan
rujukan dalam penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian yang dijadikan acuan,
yaitu :
Nurunisa (2011), penelitian ini menggunakan alat analisis sistem
agribisnis, teori berlian porter dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sistem agribisnis teh Indonesia dari subsistem hulu terjadi
kelangkaan pupuk dikalangan produsen, subsistem budidaya menunjukkan bahwa
perkebunan teh masih didominasi oleh Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 46.25%,
subsistem pengolahan menunjukkan teh yang sebagian besar diekspor yaitu teh
hitam dan subsistem pemasaran yang dijalankan masih merugikan petani.
Berdasarkan analisis daya saing dengan analisis berlian porter, terdapat
keterkaitan yang saling mendukung antar komponen utama telah terlihat pada
komponen faktor sumberdaya dengan komponen komposisi permintaan domestik
dan komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri
pendukung. Adapun strategi peningkatan daya saing yang dihasilkan melalui
Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh
rakyat.
Afiifah (2016), penelitian ini menggunakan alat analisis Herfindahl Index
(HI) dan Concentration Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), Export
Product Dynamic, X-Model Produk Ekspor Potensial, Indeks Spesialisasi
29
Perdagangan (ISP), dan teori berlian porter. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Indonesia nilai HI dan CR memiliki nilai konsentrasi pasar yang tinggi
sehingga struktur pasar minyak atsiri di pasar internasional yaitu berstruktur
oligopoli. Nilai RCA juga menunjukkan nilai sebesar 7.4 untuk negara Indonesia.
Nilai ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang
kuat dibandingkan negara eksportir minyak atsiri lainnya sehingga Indonesia
terspesialisasi dalam mengekspor minyak atsiri. Selain itu, berdasarkan analisis
dengan X-Model Produk Ekspor Potensial, nilai EPD menunjukkan bahwa
Indonesia berada pada posisi rising star di 12 negara tujuan ekspor, falling star di
7 negara tujuan ekspor dan lost opportunity di 1 negara tujuan ekspor dan ketika
di uji dengan x-model, potensi pengembangan ekspor disetiap negara tujuan
berbeda-beda. Adapun nilai ISP sebesar 0.7, yang berarti komoditas minyak atsiri
Indonesia di perdagangan internasioanal berada pada tahap pematangan atau
memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional.
Rahmanu (2009), penelitian ini menggunakan alat analisis Revealed
Comparative Advantage (RCA), Berlian Porter dan Ordinary Least Square
(OLS). Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa kakao olahan
Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada tahun 1988 sampai dengan
tahun 1995 dengan nilai RCA di bawah satu dan memiliki keunggulan komparatif
pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dengan nilai RCA diatas satu.
Sedangkan menurut hasil Berlian Porter menunjukkan bahwa industri pengolahan
kakao nasional kurang kompetitif. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi daya saing hasil olahan kakao adalah harga ekspor
30
kakao olahan, volume ekspor kakao olahan, dan krisis ekonomi, sedangkan
faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil olahan kakao
Indonesia adalah produktivitas industri pengolahan kakao.
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
Sebagai negara produsen utama kelapa dunia, Indonesia telah
mengembangkan industri pengolahan kelapa dengan melakukan berbagai macam
diversifikasi produk. Menurut Prabowati dkk (2010), terdapat 16 diversifikasi
produk yang telah dihasilkan dan produk yang berasal dari bagian daging kelapa
merupakan bagian yang paling sering digunakan dan bernilai tambah tinggi.
Namun agribisnis kelapa Indonesia masih banyak menghadapi kendala, seperti
keterbatasan bahan baku, kapasitas produksi rendah, produk ekspor masih dalam
bnetuk primer dan infrastruktur yang masih terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia masih perlu untuk meningkatkan potensi industrinya sehingga dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif. Salah satu produk turunan kelapa yaitu
minyak kelapa. Minyak kelapa merupakan produk yang paling banyak diekspor
oleh Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir kedua
setelah Filipina. Selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2006-2015, peningkatan
rata-rata per tahun minyak kelapa Indonesia hanya 2.7%. Berdasarkan hal
tersebut, indonesia mengalami peningkatan yang tidak berarti (stabil). Selain itu,
kenaikan tersebut belum mencapai sasaran pemerintah. Kementerian Perindustrian
telah menetapkan sasaran jangka menegah (2010-2014) dan jangka panjang
31
(2015-2025). Salah satu sasarannya yaitu meningkatkan produk industri
pengolahan kelapa dengan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 5%. Hal ini
menunjukkan bahwa sasaran tersebut belum bisa dicapai oleh industri minyak
kelapa mengingat peningkatan akan ekspor hanya sebesar 2.7%. Maka dari itu,
Indonesia perlu mengetahui tingkat daya saing dan strategi peningkatan daya
saing minyak kelapa Indonesia.
Terdapat beberapa tujuan dan metode analisis untuk mengetahui tingkat
daya saing dan strategi peningkatannya. Untuk mengetahui kondisi industri
minyak kelapa, akan dilakukan analisis menggunakan sistem agribisnis kelapa
Indonesia. Setelah diketahui kondisi industri minyak kelapa, akan diketahui
keunggulan kompetitif dan komparatif minyak kelapa Indonesia. Adapun
keunggulan kompetitif minyak kelapa Indonesia dianalisis menggunakan teori
berlian porter dan keunggulan komparatif menggunakan metode analisis RCA.
Setelah diketahui secara keseluruhan kondisi minyak kelapa secara nasional
maupun internasional, diperlukan suatu perumusan strategi untuk meningkatkan
daya saing. Untuk mengetahui strategi apa yang cocok untuk meningkatkan daya
saing, dilakukan analisis dengan menggunakan analisis SWOT, sehingga akan
dihasilkan alternatif strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia.
32
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Konseptual
2.3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan pada kerangka pemikiran konseptual, alur penelitian secara
terperinci dalam pengambilan data dapat dilihat pada gambar 8.
Pengembangan agribisnis
kelapa masih mengalami
kendala : terbatasnya bahan
baku, kapasitas industri masih
rendah, produk ekspor masih
dalam bentuk primer dan
infrastruktur yang terbatas
Peningkatan volume ekspor
minyak kelapa yang sebesar 2.7%
belum mampu mencapai target
pemerintah dengan sasaran
jangka menengah
Kondisi industri
minyak kelapa
Indonesia)
Daya Saing Minyak Kelapa
Indonesia
Analisis
Sistem
Agribisnis
Strategi Peningkatan Daya Saing
Minyak Kelapa Indonesia
Analisis
SWOT
Keunggulan
Komparatif
Keunggulan
Kompetitif
Analisis
RCA
Analisis
Berlian
Porter
33
\
Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional
Pengembangan agribisnis
kelapa masih mengalami
kendala : terbatasnya bahan
baku, kapasitas industri masih
rendah, produk ekspor masih
dalam bentuk primer dan
infrastruktur yang terbatas
Peningkatan volume ekspor
minyak kelapa yang sebesar 2.7%
belum mampu mencapai target
pemerintah dengan sasaran
jangka menengah
Kondisi industri
minyak kelapa
Indonesia
(daging kelapa)
Strategi Peningkatan Daya Saing Minyak Kelapa Indonesia
RCA
- Luas lahan, produksi
dan produktivitas
- Peremajaan Tanaman
- Ketersediaan Bahan
Baku
- Pangsa Pasar
- Kelembagaan
Berlian Porter
- Faktor kondisi
sumberdaya
- Kondisi permintaan
- Industri terkait dan
industri pendukung
- Struktur, persaingan
dan strategi
- Peran pemerintah
- Peran kesempatan
Menentukan Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
(Analisis SWOT)
Kunggulan
Komparatif
Keunggulan
Kompetitif
- Wawancara
- Desk Research
Sistem Agribisnis
- Subsistem Hulu
- Subsistem Usahatani
- Subsistem
Pengolahan
- Subsistem Pemasaran
- Subsistem Penunjang
- Wawancara
- Desk Research
Indonesia Negara
Pesaing
- Wawancara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan cross-sectional.
Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai masing-masing variabel.
Variabel tersebut dapat menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai
kondisi atau bidang tertentu. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kondisi industri minyak kelapa Indonesia, keunggulan kompetitif, keunggulan
komparatif dan strategi peningkatan daya saing. Penelitian cross-sectional
dilakukan dengan mengambil waktu tertentu yang relatif pendek dan tempat
tertentu. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder dengan mengumpulkan data berupa catatan atau dokumen yang telah
dipublikasikan dan berkaitan dengan penelitian daya saing sedangkan data primer
diperoleh melakukan wawancara dan kuesioner kepada berbagai pihak yang
ditentukan dengan tujuan tertentu (purposive). Adapun tabel definisi operasional
dari penelitian ini terdapat pada lampiran 1.
3.1 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan Juli-
September 2017 dengan mengakses beberapa website yang berkaitan di internet
dan wawancara kepada berbagai pihak yang telah ditentukan.
35
3.2 Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan
kuesioner sedangkan data sekunder menggunakan data time series dari tahun
2006-2015 dan data cross section seperti negara-negara eksportir minyak kelapa,
negara tujuan ekspor minyak kelapa, permintaan minyak kelapa dunia dan lain-
lain. Adapun sumber data diperoleh dari UN Comtrade, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Asian Pasific
Coconut Community (APCC), jurnal, artikel ataupun internet.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari lapangan
dengan melakukan wawancara dan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan
berbagai pihak yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan
Kementerian Perdagangan dan Asian and Pacific Coconut Community (APCC).
Adapun daftar pertanyaan wawancara terdapat pada lampiran 2. Pengumpulan
data juga dilakukan dengan menyebar kuesioner dari para professional judgment
untuk perumusan strategi, kuesioner penelitian yang digunakan terdapat pada
lampiran 3. Selain itu, data didapatkan dengan mengikuti Diskusi Nasional
dengan tema “Mengembalikan Kejayaan Kelapa Nasional” yang diselenggarakan
di Kementerian Pertanian. Narasumber wawancara dan responden kuesioner
terdapat pada tabel 5. Adapun data sekunder yang digunakan berupa studi pustaka
36
dan pencarian data diberbagai literatur mengenai indikator-indikator yang terkait
serta pencarian data di berbagai website.
Tabel 5. Daftar Narasumber
No. Nama Jabatan Instansi
1. Tri Sunar Prasetyanti Kepala Seksi Sarana
Pengolahan Direktorat
Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian
2. Jeffrinaldy Staf Direktorat Industri
Makanan, Hasil Laut
dan Perikanan
Kementerian
Perindustrian
3. Endah Triwiningsih Staf Direktorat
Tanaman Pangan dan
Hortikultura
Kementerian
Perdagangan
4. Alit Pirmansah Market Development
Officer
Asian and Pacific
Coconut Community
(APCC)
3.4 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data sistem agribisnis untuk
mengetahui kondisi industri minyak kelapa Indonesia, Teori Berlian Porter untuk
mengetahui keunggulan kompetitif minyak kelapa Indonesia, Revealed
Comparative Advantage (RCA) untuk mengetahui keunggulan komparatif dan
Analisis SWOT untuk mengetahui strategi peningkatan daya saing minyak kelapa
Indonesia.
3.4.1 Sistem Agribisnis
Analisis ini dilakukan pada tiap komponen yang terdapat pada sistem
agribisnis. Komponen tersebut meliputi :
1. Subsistem hulu (SS I), yaitu kegiatan pengadaan dan penyaluran sasaran
produksi
37
2. Subsistem budidaya/usahatani (SS II), yaitu segala kegiatan yang
menghasilkan produk berbasis bahan baku (hasil pertanian)
3. Subsistem pengolahan (SS III), yaitu kegiatan yang mengubah bahan
mentah menjadi bahan yang memiliki nilai tambah
4. Subsistem pemasarn (SS IV), yaitu pendistribusian produk olahan untuk
dipasarkan dan menghasilkan pendapatan bagi produsen
5. Subsistem penunjang (SS V), yaitu keberadaan pihak-pihak yang terkait
dengan kegiatan produksi dari hulu hingga hilir
3.4.2 Analisis Berlian Porter
Analisis ini dilakukan pada tiap komponen yang tedapat pada teori Berlian
Porter. Komponen tersebut meliputi :
1. Kondisi faktor, yaitu suatu gambaran faktor sumberdaya yang dimiliki
suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri
2. Faktor Permintaan, yaitu keadaan permintaan atas barang atau jasa
dalam suatu negara
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung, yaitu keadaan para penyalur
dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan
4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan, yaitu yaitu strategi yang
dapat dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan
kompetisi dalam suatu industri domestik.
Selain itu, ada beberapa komponen lain yang saling terkait dengan keempat
komponen utama tersebut, yaitu faktor pemerintah dan kesempatan. Keempat
faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut saling berinteraksi. Dari hasil
38
analisis komponen penentu daya saing dapat ditentukan komponen yang menjadi
keunggulan dan kelemahan daya saing minyak kelapa di Indonesia. Hasil
keseluruhan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan
perkembangan yang dapat menjadi keunggulan kompetitif dari suatu industri.
Porter menerangkan bahwa suatu negara secara nasional dapat meraih keunggulan
kompetitif apabila dipenuhi empat persyaratan komponen utama yang saling
terkait yang membentuk empat titik sudut seperti berlian serta didukung oleh dua
komponen pendukung.
3.4.3 Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis RCA merupakan sejumlah indikator atau metode yang digunakan
untuk mengukur tingkat daya saing. Cara perhitungan nilai RCA adalah sebagai
berikut :
RCA =
Keterangan
RCA : Keunggulan komparatif Indonesia
Xik : Nilai ekspor minyak kelapa Indonesia ke negara tujuan tahun 2006-2015
Xim : Nilai ekspor Indonesia ke negera tujuan tahun 2006-2015
Xwk : Nilai ekspor minyak kelapa dunia ke negara tujuan tahun 2006-2015
Xwm : Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2006-2015
Jika ekspor dari suatu negara dari suatu jenis barang sebagai suatu
presentase dari jumlah ekspor dari negara tersebut lebih tinggi daripada pangsa
dari barang yang sama didalam jumlah ekspor dunia, berarti negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut.
39
Nilai indeks RCA adalah antara 0 dan lebih besar 0. Sehingga nilai dari RCA
adalah sebagai berikut :
1. Jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif
diatas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki keunggulan
komparatif yang kuat.
2. Jika nilai RCA < 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif
dibawah rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki
keunggulan komparatif yang lemah.
3.4.4 Analisis SWOT
Tahap identifikasi faktor internal dan faktor eksternal dengan cara
membuat matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan matriks EFAS
(External Factor Analysis Summary). Matriks IFAS bertujuan untuk mengetahui
apakah kekuatan yang dimiliki lebih besar dari kelemahan, sedangkan matriks
EFAS bertujuan untuk mengetahui apakah stakeholder industri minyak kelapa
telah mampu memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman yang ada.
Tahapan dalam menganalisis faktor-faktor kunci matriks IFAS dan EFAS
adalah sebagai berikut (David, 2004):
1. Identifikasi Faktor-Faktor Internal dan Eksternal
Tahap identifikasi faktor-faktor internal, yaitu dengan cara mendaftarkan
semua kekuatan dan kelemahan. Dalam penyajiannya, faktor yang bersifat positif
(kekuatan) ditulis sebelum faktor yang bersifat negatif (kelemahan). Begitu pula
dengan tahap identifikasi faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal dan
40
eksternal yang didaftar harus spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau
angka perbandingan yang selanjutnya akan diberi bobot.
2. Menentukan Bobot Terhadap Setiap Variabel
Penentuan bobot pada analisa internal dan eksternal perusahaan dilakukan
dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak manajemen atau ahli strategi.
Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap
faktor penentu internal dan eksternal. Bobot yang diberikan berkisar 0,0 (tidak
penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang
diberikan kepada masing-masing faktor mengindikasikan tingkat penting relatif
dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri tanpa memandang
apakah faktor kunci itu adalah kekuatan dan kelemahan internal, faktor yang
dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam kinerja perusahaan harus
diberikan bobot yang paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.
3. Penentuan Rating
Untuk mengukur masing-masing variabel terhadap kondisi internal dan
eksternal perusahaan digunakan skala 1, 2, 3 dan 4. Skala nilai rating untuk
matriks IFAS adalah 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan kecil, 3 = kekuatan
kecil, 4 = kekuatan besar. Sedangkan untuk pemberian rating matriks EFAS,
peluang yang semakin besar diberi nilai 4 dan jika peluang kecil diberi nilai rating
1. Sebaliknya untuk nilai rating ancaman.
4. Penentuan Skor
Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan
rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor
41
pembobotan berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor
pembobotan IFAS dibawah 2,5 maka kondisi internal perusahaan lemah
sedangkan jumlah skor bobot faktor eksternal berkisar 1,0 – 4,0 dengan rata-rata
2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFAS 1,0 artinya perusahaan tidak dapat
memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4,0
menunjukkan perusahaan merespon peluang maupun ancaman yang dihadapi
sangat baik. Tabel 6 dan 7 menunjukkan penilaian peringkat terhadap faktor
internal dan eksternal.
Tabel 6. Matriks IFAS
Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan
1. ....................
2. ....................
3. ....................
........................
Total
Kelemahan
1. ...................
2. ...................
3. ...................
.......................
Total Sumber : David (2004)
42
Tabel 7. Matriks EFAS
Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang
1. ....................
2. ....................
3. ....................
........................
Total
Ancaman
1. ...................
2. ...................
3. ...................
.......................
Total Sumber : David (2004)
Nilai dari analisis IFAS dan EFAS akan menentukan posisi strategi
perusahaan melalui diagram SWOT. Gambar 9 menunjukkan diagram SWOT
yang untuk posisi strategi.
Gambar 9. Diagram Analisis SWOT Sumber : Rangkuti, 2006: 18
II
Mendukung
strategi turn
around
III
Mendukung strategi
defensif
IV
Mendukung
strategi
diversifikasi
I
Mendukung strategi
agresif
BERBAGAI
PELUANG
KEKUATAN
INTERNAL
KELEMAHAN
INTERNAL
BERBAGAI
ANCAMAN
43
Menurut Rangkuti (2006), matriks SWOT memiliki empat kuadran
kemungkinan strategi yang berbeda, yaitu :
Kuadran I : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan
dalam kondisi ini adalah mendukung kebikan pertumbuhan yang
agresif (Growth oriented strategy).
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan
adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi
juga menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus
strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah
internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang
lebih baik.
Kuadran 4 : Ini merupakan sesuatu yang sangat tidak menguntungkan.
Perusahaan tersebut mengalami berbagai ancaman dan kelemahan
internal.
Selanjutnya, alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis
perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Tabel 8
44
menunjukkan matriks SWOT yang menghasilkan empat kemungkinan alternatif
strategi.
Tabel 8. Matriks SWOT
Strenghts (S)
Tentukan 5-10
faktor-faktor
kekuatan internal
Weakness (W)
Tentukan 5-10
faktor-faktor
kelemahan
internal
Opportunities (O)
Tentukan 5-10
faktor-faktor
peluang
eksternal
Strategi SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Treaths (T)
Tentukan 5-10
faktor-faktor
ancaman
eksternal
Strategi ST
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi
ancaman
Strategi WT
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti (2006)
Matriks SWOT yang menggambarkan berbagai alternatif strategi yang dapat
dilakukan oleh perusahaan :
a. Strategi SO (Strength-Opportunities) adalah strategi yang digunakan
perusahaan dengan memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan yang
dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada.
b. Strategi WO (Weakness-Opportinities) adalah strategi yang digunakan
perusahaan yang seoptimal mungkin meminimalisir kelemahan yang ada
untuk memanfaarkan berbagai peluang.
c. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi yang digunakna perusahaan
dengan memanfaatkan atau mengotimalkan kekuatan untuk mengurangi
berbagai ancaman yang mungkin melingkupi perusahaan.
Eksternal
Internal
45
d. Strategi WT (Weakness-Threats) aadalah strategi untuk mengurangi
kelemahan guna meminimalisir ancaman yang ada.
BAB IV
GAMBARAN UMUM MINYAK KELAPA INDONESIA
4.1 Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan jenis minyak yang memenuhi lebih dari 10%
kebutuhan minyak nabati dunia. Secara fisik, minyak kelapa berwarna kuning
kecoklatan muda. Minyak kelapa dihasilkan dari pengolahan langsung daging
kelapa yang dikeringkan yaitu kopra. Melalui proses pengeringan, kadar air dalam
daging kelapa sebesar ± 50% diturunkan menjadi hanya 5-6%. Kopra yang
kualitasnya baik berasal dari buah yang telah masak dengan umur buah 11-12
bulan. Kualitas kopra bergantung pada perlakuan penyimpanan buah yang masih
utuh sela ma waktu tertentu sebelum buah diolah menjadi kopra. Terdapat lima
grade kopra untuk menentukan kualitas kopra. Kualitas kopra tentunya akan
sangat mempengaruhi hasil olahan lanjutan dari kopra, yaitu minyak kelapa.
Ketentuan mengenai macam-macam kualitas kopra ditunjukkan pada tabel 9.
Tabel 9. Ketentuan Mengenai Macam-Macam Kualitas Kopra
Macam Kualitas Keterangan
Supergrade Sama rata, keras, bersih, warna putih, bebas dari
semua kotoran dari luar yang dapat merusak
Highgrade Sama rata, keras, bersih, warna putih-kelabu, tidak
ada bagian yang berwarna jelek atau rusak
Fairmerchantable Campuran kopra kering kualitas rendah, tidak ada
bagian-bagian yang putih keras, tetapi banyak yang
masih lembek
Mixed Copra Kopra yang tidak cukup kering, dengan kualitas tidak
tentu
Lowgrade Kopra yang tidak cukup kering, semuanya gosong,
terlalu banyak kena asap, busuk, dimakan serangga,
lembek dan berlendir, banyak yang pecah dan
potongan-potongan kecil. Sumber : Setyamidjaja (2008)
47
Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam
minyak asam laurat karena komposisi tersebut paling besar diantara asam lemak
lainnya. Minyak kelapa berbeda dengan lemak dan minyak pada umumnya karena
mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Minyak kelapa
mengandung lebih kurang 90% asam lemak jenuh yang terdiri atas asam laurat,
miristat dan palmitat (tabel 10). Kandungan asam lemak jenuh dalam minyak
kelapa didominasi oleh asam lemak laurat dan asam miristat, sedangkan
kandungan asam lemak lainnya lebih rendah. Tingginya asam lemak jenuh
menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap proses ketengikan akibat oksidasi.
Tabel 10. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
Asam Lemak Jumlah
Asam Lemak Jenuh
Asam kaproat 0.4-0.6
Asam kaprilat 6.9-9.4
Asam kaprat 6.2-7.8
Asam laurat 45.9-50.3
Asam miristat 16.8-19.2
Asam palmitat 7.7-9.7
Asam stearate 2.3-3.2
Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam Oleat 5.4-7.4
Asam linoleat 1.3-2.1 Sumber : Hui (1996) dalam Hambali dkk (2007)
4.2 Teknologi Proses Pengolahan Minyak Kelapa
Menurut MAPI (2006), secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa
dapat dilakukan dengan dengan dua cara yaitu dengan pengolahan minyak kelapa
cara basah dan pengolahan minyak kelapa cara kering.
48
4.2.1 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Basah
Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa segar, atau dikenal dengan
proses basah. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu :
a. Cara Basah Tradisional
Mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut. Santan dipanaskan
untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan minyak yang
disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak dan blondo diperas untuk
mengeluarkan sisa minyak.
b. Cara Basah Fermentasi
Santan didiamkan untuk memisahkan skim dari krim. Krim difermentasi
untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan minyak (terutama protein)
dari minyak pada waktu pemanasan. Asam yang dihasilkan menyebabkan
protein santan mengalami penggumpalan dan mudah dipisahkan pada saat
pemanasan.
c. Cara basah Sentrifugasi
Santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500 rpm.
Sehingga terjadi pemisahan fraksi kaya minyak (krim) dari fraksi miskin
minyak (skim). Selanjutnya krim diasamkan dengan menambahkan asam
asetat, sitrat, atau HCI sampai pH 4.
d. Cara Basah dengan Penggorengan
Pengolahan minyak dengan cara penggorengan, proses ekstraksi minyak
dilakukan dari hasil penggilingan atau parutan daging kelapa dengan langkah
49
pada gambar 10. Untuk memperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik,
biasanya dilakukan proses refined, bleached, deodorized (RBD). Proses-
proses ini dapat dilakukan dengan (1) Penambahan senyawa alkali (KOH atau
NaOH) untuk netralisasi asam lemak bebas, (2) Penambahan bahan penyerap
warna, biasanya menggunakan arang aktif agar dihasilkan minyak yang
jernih., (3) Pengaliran uap air panas ke dalam minyak untuk menguapkan dan
menghilangkan senyawa-senyawa yang menyebabkan bau yang tidak
dikehendaki.
e.
Gambar 10. Proses Produksi Minyak Secara Basah Sumber : Bank Indonesia (2004)
4.2.2 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Kering
Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra)
atau dikenal proses kering. Untuk menghasilkan minyak dari proses ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
Daging Kelapa
Daging Kelapa Gilingan
Potongan Kelapa Panas
Minyak kelapa mentah
Minyak Kelapa
Penggilingan
Penggorengan
n
Pengepresan
Kethak/Bungkil Pengendapan
50
a. Ekstraksi Secara Mekanis (Cara Press)
Kopra dihaluskan menjadi serbuk kasar dengan menggunakan mesin. Serbuk
kopra dipanaskan, kemudian di pres sehingga mengeluarkan minyak. Minyak
hasil penyaringan diberi perlakuan dengan menambahkan senyawa alkali
(KOH atau NaOH) untuk netralisasi (menghilangkan asam lemak bebas),
penambahan bahan penyerap (absorben) warna. Setelah itu, minyak yang
telah bersih, jernih dan tidak berbau dikemas di dalam kotak kaleng, botol
plastik atau botol kaca.
b. Cara Ekstraksi Pelarut
Pelarut yang digunakan bertitik didih rendah, mudah menguap, tidak
berinteraksi secara kimia dengan minyak dan residunya tidak beracun. Serbuk
kopra ditempatkan pada ruang ekstraksi, sedangkan pelarut pada ruang
penguapan. Pelarut dipanaskan sampai menguap. Proses ini berlangsung terus
menerus sampai 3 jam. Uap dialirkan ke tempat penampungan pelarut.
Pelarut ini dapat digunakan lagi untuk ekstraksi. Penguapan ini dilakukan
sampai diperkirakan tidak ada lagi residu pelarut pada minyak. Selanjutnya,
minyak dapat diberi perlakuan netralisasi, pemutihan dan penghilangan bau.
4.2.3 Proses Pemurnian Minyak Goreng
Pemurnian (refining) minyak goreng meliputi tahapan netralisasi,
pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorising). Netralisasi dilakukan
untuk mengurangi FFA untuk meningkatkan rasa dan penampakan minyak.
Netralisasi dilakukan dengan mereaksikan NaOH dengan FFA sehingga
membentuk endapan minyak tak larut yang dikenal sabun (soapstock).
51
Pemucatan (bleaching) menghilangkan sebagian besar bahan pewarna tak terlarut
atau bersifat koloid yang memberi warna pada minyak. Pemucatan dapat
dilakukan dengan menggunakan karbon aktif atau bleaching earth (misalnya
bentonit) 1% sampai 2 % atau kombinasi keduanya yang dic
- filter press. Proses
deodorisasi akan menghilangkan bau dan flavours yang bersifat menguap, pada
saat miny -
steam yang kontak dengan minyak pada kondisi vacuum dengan tekanan 29 Psig.
4.3 Industri Minyak Kelapa
Usaha minyak kelapa sudah ada sejak puluhan tahun lalu di Indonesia,
karena tersedianya bahan baku dari tumbuhan kelapa yang secara alamiah tumbuh
di Indonesia. Sumber daya alam kelapa yang melimpah menarik minat para
investor, baik domestik maupun luar negeri untuk mendirikan pabrik minyak
kelapa di Indonesia. Total investasi industri pengolahan kelapa nasional selama 25
tahun terakhir mencapai Rp.35 trilyun. Gambar 11 menunjukkan bahwa investasi
terbesar di industri pengolahan kelapa terdapat pada industri minyak kelapa
sebesar Rp.21 trilyun. Sedangkan industri lainnya seperti Dessicated Coconut
sebesar 3.8 trilyun, industri pengolahan terpadu Rp.0.2 trilyun dan industri sabut
dan tempurung Rp.10 trilyun. Hal ini industri minyak kelapa di Indonesia
berkembang pesat karena didukung oleh investasi yang besar.
52
Gambar 11. Investasi Industri Pengolahan Kelapa
Sumber : HIPKI dan Kementerian Perindustrian (2017)
Industri minyak kelapa tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Namun,
kebanyakam masih di wilayah Sumatera, Riau dan Sulawesi. Tabel 11
menunjukkan 21 industri skala menengah-besar minyak kelapa yang beroperasi di
Indonesia. Data dari tabel tersebut belum mencakup seluruh perusahaan minyak
kelapa di Indonesia. Industri tersebut terdiri dari perusahaan yang bersifat parsial
dan terpadu. Industri yang bersifat parsial hanya memproduksi single product
seperti minyak kelapa saja. Sedangkan perusahaan bersifat terpadu memproduksi
kelapa menjadi multiple product seperti santan, desiccated coconut dan lainnya.
Industri pengolahan kelapa terbesar di dunia terdapat di Indonesia yaitu PT. Pulau
Sambu Guntung yang juga memproduksi minyak kelapa. Ada juga perusahaan
besar minyak kelapa Filipina yang beroperasi di Indonesia yaitu PT. Cargill
Indonesia. Perusahaan minyak kelapa dalam skala besar ini biasanya
memproduksi untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Perusahaan minyak kelapa
telah memiliki pangsa pasarnya masing-masing di pasar ekspor. Namun minyak
kelapa Indonesia kebanyakan di ekspor ke negara China, Eropa dan Amerika.
53
Tabel 11. Industri Minyak Kelapa di Indonesia
No. Nama Perusahaan Jenis Usaha
1. PT. Pulau Sambu Guntung Santan, air kelapa, ampas
kelapa kering, sabut
kelapa, coco peat, bungkil,
arang
2. PT. Pulau Sambu Kuala Enok Minyak kelapa dan
bungkil
3. PT. RSUP (Riau Sakti United Plantation) Minyak Kelapa, santan,
dessicated coconut
4. PT. Sapat Pulau Mas Minyak Kelapa dan
bungkil
5. CV. AE Brothers, Co. Minyak Kelapa dan
bungkil
6. PT. Tunas Baru Lampung Minyak Kelapa
7. PT. Kuang Argo Industri Minyak Kelapa dan
bungkil
8. PT. Agro Makmur Raya Minyak kelapa
9. PT. Cargil Indonesia Minyak Kelapa
10. PT. Salim Ivomas Pratama Minyak Kelapa, bungkil,
minyak kelapa sawit
11. PT. Sari Mas Permai Minyak Kelapa
12. CV. Trijaya Minyak Kelapa
13. CV. Alam Subur Minyak Kelapa
14. PT. Indo Surya Minyak Kelapa
15. PT. Sahati Hamparan Tangguh Minyak Kelapa
16. PT. Palko Sari Eka Minyak Kelapa
17. PT. Perry Masterindo Minyak Kelapa
18. CV. Serat Samudera Mas Sabut kelapa, kopra, gula
jawa, dessicated coconut,
arang aktif
19. PT. Sinar Meadow Internasional Minyak Kelapa
20. PT. Santigi Minyak Kelapa dan
bungkil
21. PT. Inhil Sarimas Kelapa Minyak Kelapa Sumber : Kementerian Perindustrian (2016)
4.4 Perdagangan Minyak Kelapa Dunia
4.4.1 Konsumsi Minyak Kelapa Dunia
Tiga bentuk yang paling penting dari konsumsi buah kelapa adalah kelapa
segar (termasuk untuk diminum dan santan), minyak kelapa dan kelapa kering.
Konsumsi global kelapa segar tumbuh pada kecepatan yang luar biasa untuk air
54
kelapa dan santan (sekitar 30 % dari konsumsi kelapa). Air kelapa semakin
populer di seluruh dunia sebagai minuman yang sehat dan santan yang digunakan
dalam sejumlah produk makanan. Permintaan kelapa untuk memenuhi pasar yang
berkembang adalah menempatkan tekanan pada pasokan. Dengan pembelian dua
industri pengolahan air kelapa Brasil, satu oleh Pepsi Cola dan lainnya oleh Coca
Cola, air kelapa memasuki pasar minuman ringan utama. Disamping itu, hampir
setiap supermarket di Eropa dan Australia menjual lebih dari dua merek santan
kelapa. Minyak kelapa merupakan bentuk yang paling penting dari konsumsi
kelapa. Sekitar 27 negara kelompok Uni Eropa adalah konsumen terbesar minyak
kelapa di dunia, saat ini memanfaatkan sekitar 743.000 metrik ton per tahun.
Sebagian besar dari 3.5 juta ton minyak diproduksi setiap tahunnya telah
digunakan. Minyak kelapa digunakan secara unik untuk ekstraksi asam lemak dan
digunakan dalam produksi margarin dan sabun. Namun demikian, pemanfaatan
minyak kelapa tercatat kurang di bawah 2 % dari konsumsi minyak nabati global
dan kontribusi ini menurun sebagai akibat dari peningkatan konsumsi minyak
nabati lainnya.
Adanya peningkatan perhatian yang diberikan untuk menggunakan minyak
kelapa untuk pembangkit energi, baik dicampur dengan solar atau sebagai
pengganti solar (bio-fuels). Berbagai insentif dan subsidi telah diberikan untuk
pengembangan bio-fuels menyebabkan bio-fuels menjadi semakin popular di
Amerika Serikat dan Eropa dan ini sekarang sedang didorong di negara-negara
lain seperti Malaysia. Adanya perbedaan harga antara minyak bumi dan minyak
55
nabati umumnya menjadi daya tarik untuk menggunakan minyak nabati sebagai
bahan bakar alternatif.
Ekspor minyak kelapa telah meningkat selama dekade terakhir terutama
karena kebutuhan global yang lebih besar untuk karakteristik penting dari minyak
kelapa. Pada tahun 2008, lebih dari 2 juta ton minyak kelapa yang diperdagangkan
di pasar dunia. Filipina adalah eksportir terbesar minyak kelapa pada tahun 2008,
dengan 42% dari ekspor dunia. Sementara Indonesia merupakan negara dengan
jumlah terbanyak kedua yang mengekspor minyak kelapa, selain kelapa dalam
buah segar. Pasar tujuan utama minyak adalah Amerika Serikat dan Eropa dengan
nilai untuk masing-masing 24% dan 25% dari impor.
Disamping aspek kesehatan, minyak kelapa dapat menjadi sumber utama
pengganti bahan bakar minyak diesel fosil. Bahkan Filipina telah
mengembangkan campuran biodiesel kelapa 10 % (B-10) sejak tahun 2002 dan
telah digunakan untuk kendaraan dinas beberapa instansi pemerintah. Salah satu
kelebihan minyak kelapa di daerah tropis adalah dapat digunakan sebagai
pengganti solar tanpa proses esterifikasi dan tanpa campuran (B-100)
sebagaimana yang telah digunakan di Marshall Island sejak awal 2005 tanpa
modifikasi dan gangguan pada mesin. Prosesnya pun sederhana sehingga mudah
dan cocok dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya terbatas seperti daerah
kepulauan yang harga kopranya selalu rendah.
4.4.2 Ekspor dan Impor Minyak Kelapa Dunia
Negara-negara eksportir minyak kelapa dunia didominasi oleh negara-
negara di kawasan Asia-Pasifik, seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka
56
dan beberapa negara lainnya. Jumlah ekspor minyak kelapa dunia mencapai 53%
dari total produksi minyak kelapa dunia di tahun 2014. Hingga saat ini, Filipina
dan Indonesia merupakan negara yang menguasai perdagangan minyak kelapa
dunia. Hal tersebut dikarenakan kedua negara tersebut merupakan negara
penghasil kelapa terbesar didunia dan salah satu produk olahan unggulan
ekspornya adalah minyak kelapa. Jika dilihat pada tabel 11, Filipina dan Indonesia
mendominasi pasar ekspor dengan memiliki volume ekspor yang cukup besar
dibandingkan negara lainnya. Volume ekspor Filipina 765.558 MT dan Indonesia
sebesar 760.072 MT. Filipina menempati posisi pertama dengan volume ekspor
terbesar, namun tidak berbeda secara signifikan terhadap volume ekspor
Indonesia. Negara eksportir minyak kelapa lainnya diikuti oleh Belanda, Malaysia
dan negara lainnya. Namun volume ekspor dari negara-negara tersebut jauh lebih
rendah dibandingkan ekspor minyak kelapa dari Filipina dan Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa pengadaan minyak kelapa dunia sangat dipengaruhi oleh
ekspor dari Filipina dan Indonesia.
Negara-negara yang tidak mampu menghasilkan minyak kelapa karena
keterbatasan sumber daya alam akan sangat bergantung pada supply minyak
kelapa dari negara penghasil kelapa. Adapun negara importir minyak kelapa dunia
didominasi oleh negara-negara di kawasan Amerika dan Eropa. Negara-negara
importir tersebut adalah USA, Belanda, Jerman, Malaysia, China, Italia, Perancis,
Belgium, Korea dan Rusia. Negara Impotir utama yaitu negara USA dengan
volume ekspor yang mencapai 549.334 MT di tahun 2015 (tabel 12). USA
merupakan negara yang memiliki banyak industri maju dan beberapa industri
57
yang menggunakan minyak kelapa sebagai bahan baku di supply dari impor
karena USA memiliki sumber daya alam yang terbatas dalam menghasilkan
minyak kelapa. Hal serupa juga dilakukan oleh negara importir terbesar lainnya,
seperti Belanda dan Jerman. Kawasan tersebut membutuhkan impor minyak
kelapa untuk membangun industri pangan maupun non pangan. Pembangunan
industri dilakukan secara maksimal sesuai HACCP dan GMP. Maka dari itu,
negara-negara tersebut juga memiliki standar khusus dalam melakukan impor
sehingga produk yang diterima hanya produk yang memenuhi standarnya tersebut.
Hal ini dilakukan agar keamanan produk terjaga dan tentunya menjadi tantangan
tersendiri bagi negara-negara eksporti minyak kelapa dunia.
Tabel 12. Negara Eksportir dan Importir Minyak Kelapa Dunia Tahun 2015
Negara Volume Ekspor
(MT)
Negara Volume Impor
(MT)
Filipina 765.558 USA 549.334
Indonesia 760.072 Belanda 340.133
Belanda 234.046 Jerman 233.099
Malaysia 152.091 Malaysia 200.098
USA 52.229 China 144.553
Jerman 20.113 Italia 69.171
Papua New
Guinea
18.467 Perancis 50.767
Vietnam 10.773 Belgium 48.643
Sri Lanka 8.679 Korea 46.710
India 7.725 Rusia 42.973 Sumber : APCC (2015)
4.4.3 Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa
Ekspor minyak kelapa di pasar internasional memiliki kode ekspor yang
dinamakan Harmonized System (HS). Kode HS adalah suatu nomenklatur
kelompok barang yang disusun oleh World Customs Organization (WCO) untuk
keperluan perdagangan internasional. Sistem nomenklatur HS terdiri dari empat
58
(4) digit angka disebut pos dan enam (6) digit angka disebut sebagai subpos.
Berikut kode HS untuk komoditi minyak kelapa.
Tabel 13. Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa
Pos Tarif Uraian Barang
151311 Minyak kelapa mentah
151319 Minyak kelapa dan turunannya, baik
yang dimurnikan atau tidak, selain
minyak kelapa mentah
- 1513191 Minyak kelapa yang dimurnikan
- 1513199 Minyak kelapa yang telah melalui
proses Refining (pemurnian),
Bleaching (pemutihan), Deodorizing
(penghilangan bau busuk) Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2016)
Tabel 13 menjelaskan bahwa kode pos induk untuk minyak kelapa dibagi
menjadi dua, yaitu 151311 dan 151319. Kode pos 151311 adalah kode untuk
minyak kelapa dengan jenis minyak kelapa mentah. Produk minyak kelapa
mentah ini digunakan untuk bahan baku teknis dan industri non-pangan (farmasi,
pembuatan sabun, kosmetika, bahan baku biodiesel dan lainnya) dan industri
pangan. Sedangkan 151319 adalah kode pos untuk minyak kelapa dan turunannya
baik yang melalui proses pemurnian maupun tidak. Kode pos induk 151319
dibagi menjadi 2 subpos, dengan 1513191 yaitu minyak kelapa yang hanya
melalui proses pemurnian dan 1513199 yaitu minyak kelapa yang telah melalui
proses Refining (pemurnian), Bleaching (pemutihan), Deodorizing (penghilangan
bau busuk). Adapun produk turunan dari jenis minyak kelapa ini yaitu minyak
goreng, Virgin Coconut Oil (VCO) dan produk sejenis lainnya.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Industri Minyak Kelapa Indonesia
Kondisi industri minyak kelapa dalam pembahasan ini akan diuraikan dari
sisi hulu hingga hilir melalui pendekatan sistem agribisnis yang terdiri atas 4
subsistem yaitu hulu, budidaya, pengolahan dan pemasaran juga didukung dengan
lembaga penunjang. Pada subsistem hulu, pembahasan akan terfokus pada kondisi
perbenihan. Terdapat 2 dimensi yang akan dibahas yaitu mengenai penyediaan
benih dan kondisi tanaman kelapa. Subsistem budidaya membahas mengenai tipe
kepemilikan perkebunan kelapa. Subsistem pengolahan membahas 2 dimensi
yaitu penggunaan kelapa domestik serta struktur industri. Subsistem pemasaran
membahas jalur tataniaga kelapa. Pembahasan dimensi dan sub-dimensi terdapat
pada diagram pendekatan sistem agribisnis yang ditunjukkan pada gambar 12.
Selain 4 subsistem diatas, terdapat subsistem penunjang yang mendukung
kegiatan perkelapaan nasional. Pada subsistem penunjang, akan dibahas mengenai
lembaga terkait perkelapaan nasional dan bagaimana peranan masing-masing
lembaga tersebut.
5.1.1 Subsistem Hulu
Pengadaan benih merupakan salah satu sarana produksi yang perlu
diperhatikan ketersediaannya. Benih akan menentukan kualitas produksi tanaman
kelapa yang juga berpengaruh terhadap bahan baku industri minyak kelapa.
Pembahasan dibawah ini akan menjelaskan mengenai varietas benih, sumber dan
60
teknik penyediaan benih serta pengaruhnya terhadap kondisi tanaman kelapa saat
ini.
Gambar 12. Diagram Pendekatan Sistem Agribisnis Kelapa
A. Penyediaan Benih
Kegiatan budidaya kelapa dimulai dengan penanaman benih kelapa. Benih
kelapa dapat dihasilkan melalui 2 teknik yaitu secara konvensional dengan
menggunakan buah kelapa dan non-konvensional dengan kultur jaringan. Saat ini,
teknik konvensional merupakan satu-satunya cara yang masih dilakukan oleh
Indonesia untuk memperbanyak benih kelapa mengingat teknik non-konvensional
belum dikembangkan. Penyediaan benih dilakukan melalui penetapan Blok
Penghasil Tanaman dan Pohon Induk Terpilih. Blok merupakan kebun kelapa
yang tanamannya berada dalam satu hamparan luas (tidak terpencar) dengan luas
minimal 2.5 ha dan maksimal 25 ha. Jika luas lebih dari 25 ha maka blok harus
dibagi masing-masing seluas 25 ha. Dengan cara ini, dipilih blok-blok tanaman
61
kelapa yang berasal dari pertanaman kelapa milik rakyat yang berproduksi tinggi
dan dapat menghasilkan benih yang bermutu tinggi. Pengadaan sumber benih
dengan cara blok ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan sumber benih kelapa di
daerah. Benih yang telah diidentifikasi dan memiliki potensi produksi dan
produktivitas yang baik akan ditetapkan sebagai varietas unggul. Adapun varietas
benih terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Varietas Unggul Nasional
Badan Penelitian Palma (Balitpalma) telah menetapkan benih varietas
unggul nasional. Varietas tersebut terdiri dari 3 jenis kelapa yaitu kelapa dalam,
kelapa genjah dan kelapa hibrida. Tabel 14 menunjukkan berbagai varietas benih
kelapa dalam, kelapa genjah dan kelapa hibrida. Varietas benih ditentukan
berdasarkan wilayah atau provinsi yang potensial dalam menghasilkan benih
unggulan tersebut. Produksi benih varietas unggulan yang telah ditetapkan ini
umumnya lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya dan memiliki karakteristik
masing-masing. Benih varietas kelapa dalam memiliki potensi produksi 2.8-3.3
ton kopra/ha/tahun. Sementara benih varietas kelapa genjah umumnya cepat
berbuah namun pertumbuhan tinggi tanaman cenderung lambat. Tanaman mulai
berbuah mulai umur 2-3 tahun dengan tingkat produksi 80-120 butir/pohon/tahun.
Selain itu, terdapat kelapa hibrida yang merupakan hasil persilangan antara kelapa
dalam dan kelapa genjah. Kelapa hibrida adalah benih yang dikeluarkan pada
tahun 1984 yang disebut dengan Kelapa Hibrida Indonesia (KHINA). Tiga
varietas KHINA yang telah ditetapkan menjadi unggulan nasional mulai berbuah
pada umur 3-3.5 tahun dengan potensi produksi lebih dari 3 ton kopra/ha/tahun.
62
Tabel 14. Varietas Kelapa Unggul Nasional
Kelapa Dalam Kelapa Genjah Kelapa Hibrida
Kelapa Dalam Tenga
(DTA)
Kuning Nias
(GKN)
KHINA-1
(GKN x DTA)
Kelapa Dalam Mapanget
(DMT)
Genjah Kuning Bali
(GKB)
KHINA-2
(GKN x DBI)
Kelapa Dalam Bali
(DBI)
Kelapa Genjah Salak
GSK)
KHINA-3
(GKN x DPU)
Kelapa Dalam Palu
(DPU)
Kelapa Genjah Raja
(GRA)
Kelapa Dalam Sawarna
(DSA) Sumber : Balitpalma (2017) (diolah)
2. Varietas Unggul Lokal
Selain benih varietas unggul nasional, terdapat benih varietas unggul lokal
yang menjadi benih unggulan di sentra produksi kelapa. Teknis penyediaan benih
unggul lokal ini adalah ketika terdapat populasi bagus dan spesifik yang memiliki
produksi tinggi, Balitpalma akan melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah
(pemda) untuk merekomendasikannya sebagai benih kelapa unggulan. Varietas
unggulan lokal yang telah dilepas oleh balitpalma terdapat pada tabel 15.
Tabel 15. Varietas Kelapa Unggul Lokal
Varietas Karakteristik
Kelapa dalam molowahu Asal : Gorontalo
Potensi : produktivitas 2.4-3.4 ton
kopra/ha/tahun
Kelapa dalam adonara Asal : Nusa Tenggara Timur
Potensi : Produksi 8.400-10.500
butir/ha
Kelapa dalam buol ST-1 Asal : Sulawesi Tengah
Potensi : produksi >3 ton
kopra/ha/tahun
Kelapa dalam sri gemilang Asal : Indragili Hilir
Potensi : produksi >3 ton
kopra/ha/tahun Sumber : Badan Penelitian Palma (2017)
63
Dalam realisasinya, ketersediaan benih kelapa mengalami beberapa kendala.
Banyaknya varietas benih yang telah ditetapkan oleh Balitpalma belum
dimanfaatkan secara optimal. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2017),
benih yang ada disetiap daerah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
Namun belum didukung oleh sertifikasi benih. Pada Diskusi Nasional, Bapak
Ismail Maskromo (Kelapa Balitpalma) (2017) juga mengatakan bahwa
ketersediaan benih saat ini dapat dikatakan ada, namun tidak ada. Hal ini
dikarenakan setiap daerah memiliki potensi benih kelapa tapi belum dilegalkan
dan bersertifikat. Tabel 16 menunjukkan bahwa potensi varietas benih unggul
nasional telah mencapai benih bersertifikat. Namun varietas benih unggul lokal
yang bersertifikat baru mencapai 34.5% dari keseluruhan potensi yang ada sebesar
2.030.000 butir/tahun, diikuti oleh varietas benih bersertifikat dari BPT baru
mencapai 28.1% dari potensi benih 13.650.000 butir/tahun.
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2016), upaya guna meningkatkan
produksi dan produktivitas tanaman kelapa salah satunya dengan penggunaan
benih unggul bermutu, didukung dengan sarana produksi yang tepat sesuai sesuai
rekomendasi dan penerapan sistem manajemen usahatani yang sesuai. Kegiatan
penyediaan benih unggul tanaman kelapa dilaksanakan dengan mengacu pada
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 322/Kpts/KB.020/10/2015 tentang pedoman
produksi, sertifikasi, peredaran dan pengwasan benih tanaman kelapa. Adapun
prosedur pemuliaan varietas kelapa dalam unggul lokal yang telah ditetapkan
sebagai berikut :
64
a. Identifikasi potensi keunggulan populasi
b. Pengamatan produksi dan karakter lainnya selama 3 tahun (Output : SK
Pelepasan Varietas)
c. Pengamatan produksi populasi pengembangan
d. Penentuan Pohon Induk Terpilih (PIT) sebagai sumber benih (Output SK
Sumber benih
Tabel 16. Potensi Benih Kelapa Dalam Unggul
Varietas Jumlah Potensi
Produksi
(Butir/Tahun)
Benih
Bersertifikat
Presentase
Benih
Bersertifkat
(%)
Benih Unggul
Nasional
11 Varietas 300.000 300.000 100
Benih Unggul
Lokal
13 Varietas 2.030.000 700.458 34.5
Pohon Induk
Terpilih dari Blok
Penghasil
Tanaman (BPT)
30 Provinsi 13.650.000 3.839.652 28.1
Total 15.980.000 4.878.110 30.5 Sumber : Badan Penelitian Palma (2017)
B. Kondisi Tanaman Kelapa
Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2017), tanaman kelapa di
Indonesia dapat ditemukan hampir di semua wilayah Indonesia dengan luas areal
yang paling besar di dunia, berada di Sumatera yang mencapai 32.43% dari total
areal kelapa Indonesia dan diikuti oleh Jawa (23%), Sulawesi (19.65), Bali dan
Nusa Tenggara Barat (7.28%), Maluku dan Papua (9.7%) dan Kalimantan (7.3%).
Saat ini, luas areal perkebunan kelapa yaitu 3.571.376 ha. Berdasarkan
kondisinya, luas areal perkebunan kelapa terbagi menjadi 3 kondisi tanaman yang
terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan (TM)
65
dan tanaman tidak menghasilkan atau tanaman rusak (TTM/TR). Kondisi tanaman
kelapa di Indonesia seluas 489.366 (13.7%) ha untuk TBM, 2.618.163 (73.3%) ha
termasuk TM dan 463.847 (13%) ha termasuk TTM/TR. Adapun jumlah
produksi kelapa Indonesia sebesar 2.960.851 ton setara kopra dan produktivitas
sebesar 1 ton/ha.
Tabel 17 menunjukkan bahwa luas areal perkebunan selama 10 tahun
terakhir mengalami penurunan sebesar 5.75% per tahun. Penurunan luas areal ini
diikuti oleh produksi kelapa sebesar 5.44% per tahun. Adapun produktivitas
tanaman kelapa hanya meningkat sebesar 1%. Ibu Tri Sunar Prasetyanti (Kelapa
Seksi Sarana Pengolahan Direktorat Jenderal Perkebunan) (2017) mengatakan
bahwa penurunan luas areal perkebunan dan produksi kelapa disebabkan karena
banyaknya tanaman yang tua dan rusak. Terdapat sekitar 13% tanaman yang rusak
dari keseluruhan luas areal. Selain itu menurut Balitpalma (2017), penurunan luas
areal dan produksi kelapa juga dipicu oleh beberapa hal seperti : minimnya
pemeliharaan tanaman, penggunaan benih asalan, bencana alam, tata air kurang
baik, hama dan penyakit serta terjadi konversi lahan. Menurunnya produksi kelapa
berdampak pada produktivitas kelapa. Berdasarkan Diskusi Nasional, Bapak
Bambang selaku Direktur Jenderal Perkebunan (2017) mengungkapkan bahwa
tingkat produktivitas masih jauh dibawah potensi yang ada. Seharusnya
produktivitas kelapa bisa mencapai 2-3 ton/ha, namun saat ini produktivitas masih
dibawah 1 ton/ha sehingga masih ada potensi besar yang perlu ditingkatkan.
66
Tabel 17. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Tahun 2006-
2015
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (ton) Produktivitas
(Kg/Ha)
2006 3.788.892 3.131.158 1.119
2007 3.787.989 3.193.266 1.145
2008 3.783.074 3.239.672 1.169
2009 3.799.124 3.257.969 1.175
2010 3.739.350 3.166.666 1.159
2011 3.767.704 3.174.379 1.158
2012 3.781.649 3.189.897 1.157
2013 3.654.478 3.051.585 1.130
2014 3.609.812 3.005.916 1.136
2015*) 3.571.376 2.960.851 1.131
Kenaikan
Rata-Rata
(%)
-5.74 -5.44 1.07
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2016) & Pusdatin (2014)
Keterangan : *) Angka Sementara
Dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kelapa,
pemerintah melakukan replanting tanaman kelapa yang telah rusak. Terdapat 51
provinsi dengan total 54 kabupaten dan 11.725 Ha yang telah diremajakan dengan
Anggaran Penggunaan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan data yang
ditunjukkan pada tabel 18, peremajaan tanaman kelapa yang paling luas di daerah
Sulawesi Tenggara dengan luas 1.250 Ha. Hal ini mengingat bahwa Sulawesi
Tenggara merupakan salah satu wilayah sentra produksi kelapa. Upaya
peremajaan ini dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi tanaman kelapa.
Selain itu, pemerintah juga mempunyai target bahwa Indonesia akan memiliki
luas areal perkebunan seluas 5 juta Ha. Walaupun luas areal perkebunan kelapa
hingga saat ini masih seluas 3.5 juta Ha.
67
Tabel 18. Pengembangan Peremajaan Tanaman Kelapa tahun 2017
Provinsi Jumlah Kabupaten Peremajaan (Ha)
Jawa Barat 2 300
Jawa Tengah 2 300
DI Yogyakarta 2 350
Jawa Timur 1 150
Aceh 1 200
Sumatera Barat 3 700
Riau 2 700
Kalimantan Tengah 2 400
Sulawesi Utara 4 1.200
Sulawesi Tengah 4 975
Sulawesi Tenggara 5 1.250
Maluku 3 750
Bali 3 600
NTB 3 600
NTT 7 850
Papua 1 150
Maluku 4 950
Banten 2 200
Gorontalo 3 750
Papua Barat 2 200
Sulawesi Barat 1 150
Total 54 11.725 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2017)
Berdasarkan uraian, dapat disimpulkan bahwa pada subsistem hulu
penyediaan benih dan pertanaman kelapa merupakan hal yang saling berkaitan.
Penyediaan benih yang masih menggunakan teknik konvensional merupakan
suatu tantangan bagi Indonesia karena dengan pengadaan benih secara
konvensional memerlukan banyak kelapa butiran. Menurut Bapak Ismail
Maskromo sebagai Kepala Balitpalma (2017), untuk penyediaan benih
menggunakaan kelapa butiran, dari segi ketersediaan tidak cukup. Hal ini juga
didukung dengan data yang ada bahwa produksi kelapa semakin menurun,
sehingga apabila tetap dilakukan penyediaan benih secara konvensional,
Indonesia akan mengalami kekurangan buah kelapa untuk dikonsumsi. Berkaitan
68
dengan bab 2 yang telah diuraikan sebelumnya bahwa subsistem pengolahan
(minyak kelapa) akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang oleh ketersediaan
bahan baku yang dihasilkan melalui subsistem hulu (salah satunya pengadaan
benih). Hal ini menunjukkan bahwa sebagai penunjang ketersediaan bahan baku,
teknik penyediaan benih perlu diperhatikan sehingga tidak mengurangi
ketersediaan buah kelapa. Teknik non-konvensional menjadi solusi yang tepat
untuk permasalahan ini. Pengadaan benih melalui teknik kultur jaringan ini sudah
berhasil dilakukan di negara Mexico. Teknik ini sudah dilakukan terhadap
komoditas kelapa sawit. Namun, untuk implementasi terhadap komoditas kelapa
belum dikembangkan karena masih mengalami keterbatasan baik dari segi biaya,
teknologi dan lainnya, sehingga diperlukan kerjasama antar pemerintah maupun
swasta untuk mengembangkan teknik kultur jaringan ini.
Benih varietas unggul nasional yang telah ditetapkan juga masih terbatas.
Saat ini, belum banyak penangkar benih kelapa sehingga Balitpalma
memanfaatkan kebun percobaan sebagai lokasi untuk mengembangkan benih
varietas unggul tersebut. Pengembangan benih di kebun percobaan ini masih
terbatas sedangkan permintaan terhadap benih tinggi sehingga ketika ada
permintaan, tidak bisa terpenuhi. Maka perlu dibangun kebun induk disetiap
daerah agar mempermudah proses pembenihan.
Selain itu, penggunaan benih asalan menjadi salah satu penyebab rendahnya
produksi dan produktivitas kelapa. Sebenarnya, tiap daerah memiliki potensi
mengembangkan benih kelapa namun belum dilegalkan. Prosedur untuk
mendapatkan sertifikasi yang cenderung mengambil waktu hingga 2-3 tahun,
69
membuat petani memilih menggunakan benih asalan. Berdasarkan hasil Diskusi
Nasional, Bapak Bambang selaku Direktur Jenderal Perkebunan (2017)
mengungkapkan bahwa hal ini terjadi karena ketidaktahuan petani terhadap benih.
Rendahnya produksi kelapa juga dipicu oleh banyaknya tanaman yang tua dan
rusak sehingga diperlukan upaya peremajaan, perluasan dan rehabilitasi.
Peremajaan tanaman kelapa dilakukan dengan menggunakan benih varietas
unggul yang memiliki potensi produksi dan produktivitas tinggi. Pemerintah
sedang melakukan peremajaan tanaman kelapa di 51 provinsi dengan 54
kabupaten seluas 11.725 ha. Langkah peremajaan tanaman kelapa ini didukung
dengan ketersediaan sumber benih varietas unggul yang siap tanam sebesar
2.676.616 benih. Namun upaya peremajaan ini belum sebanding dengan jumlah
luas areal tanaman yang rusak. Dari 13% luas tanaman yang rusak, hanya sekitar
2% yang saat ini dalam upaya peremajaan. Hal ini menunjukkan masih rendahnya
upaya peremajaan tanaman kelapa.
5.1.2 Subsistem Budidaya
Kondisi industri minyak kelapa sangat berkaitan dengan keberadaan
perkebunan kelapa di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan teori sistem agribisnis
bahwa subsistem pengolahan akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang
dengan ketersediaan bahan baku yang dihasilkan pada subsistem usahatani.
Perkebunan kelapa Indonesia terbagi atas 3 tipe status pengusahaan, yaitu
Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Swasta (PBS) dan Perkebunan Negara
(PBN). Perkebunan kelapa didominasi oleh Perkebunan Rakyat dengan presentase
70
98.16%, Perkebunan Swasta 1.69% dan Perkebunan Negara 0.14%. Berikut ini
akan dijelaskan masing-masing karakteristik PR, PBS dan PBN (tabel 19).
Tabel 19. Karakteristik Umum Produsen Kelapa Berdasarkan Status Pengusahaan
No. Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar
Negara
Perkebunan Besar
Swasta
1. Luas areal
perkebunan sebesar
3.533.300 ha
Luas areal 3.986
perkebunan ha
Luas areal perkebunan
34.089 ha
2. Produksi mencapai
2.924.080 ton
Produksi mencapai
2.740 ton
Produksi mencapai
34.030 ton
3. Produktivitas
mencapai 1.126 kg/ha
Produktivitas
mencapai 1.417 kg/ha
Produktivitas mencapai
1.283 kg/ha
4. Belum diusahakan
secara komersial
Diusahakan secara
komersial
Diusahakan secara
komersial
5. Akses terhadap modal
sulit
Akses terhadap modal
mudah
Akses terhadap modal
mudah
6. Luas kebun per petani
kurang dari 0,5 ha
Luas kebun mencapai
ribuan ha
Luas kebun mencapai
ribuan ha Sumber : Kementerian Pertanian (2015)
Menurut Kementerian Pertanian (2006), perkebunan rakyat dikelola secara
monokultur atau kebun campur dengan melibatkan sekitar 20 juta jiwa keluarga
petani atau buruh tani. Pengelolaan usahatani kelapa masih dilakukan secara
tradisional. Selain itu, belum ada perawatan atau penanganan khusus dalam
membudidayakan tanaman kelapa. Meskipun luas areal perkebunan rakyat paling
mendominasi perkebunan kelapa di Indonesia, usahatani kelapa belum mampu
menjadi sumber pendapatan utama petani. Ukuran kebun petani kelapa yang
cenderung kecil ini salah satu penyebab rendahnya pendapatan petani kelapa.
Luas kebun petani umumnya kurang dari 0,5 hektar.
Sementara Perkebunan Besar Negara (PBS) dan Perkebunan Besar Swasta
(PBS) umumnya memiliki karakteristik yang sama. Perkebunan ini biasanya
memiliki luas perkebunan dengan hamparan luas hingga mencapai ribuan hektar
71
sehingga diusahakan secara komersial. Akses terhadap modal pun mudah karena
status perkebunan ini berbadan hukum. Selain itu, perkebunan ini dikelola secara
modern dan menggunakan tenaga ahli. Pemupukan dan perawatan tanaman
dilakukan secara intensif sehingga hasil produksi lebih berkualitas dibandingkan
hasil produksi dari perkebunan rakyat yang dikelola secara tradisional dan
tanaman masih dibiarkan tanpa pupuk.
Perkebunan Rakyat yang mendominasi perkebunan kelapa di Indonesia
membuat industri minyak kelapa bergantung pada hasil produksi perkebunan ini.
Menurut Daulay dan Madya (2015:9), kondisi industri minyak kelapa tidak
terlepas dari kondisi yang terdapat pada perkebunan rakyat sebagai pemasok
bahan baku. Pendapatan petani pada perkebunan rakyat sangat rendah karena
petani cenderung menjual langsung buah kelapa tanpa melalui proses pengolahan
sehingga nilai jual juga rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan
petani kelapa adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari produk yang selama
ini dijual oleh petani dalam bentuk kelapa butiran atau kopra menjadi minyak
kelapa yang dikelola sendiri oleh para petani. Tingkat harga minyak kelapa yang
lebih tinggi dari produk kelapa butiran atau kopra akan menghasilkan tambahan
penghasilan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri.
5.1.3 Subsistem Pengolahan
A. Penggunaan Buah Kelapa
Menurut Kementerian Perindustrian (2017), buah kelapa dalam bentuk
butiran terbagi menjadi beberapa penggunaan untuk konsumsi domestik. Gambar
13 menunjukkan bahwa penggunaan buah kelapa untuk industri paling besar
72
dibandingkan konsumsi rumah tangga, ekspor ataupun kebutuhan lainnya .
Sebagian besar kebutuhan buah kelapa untuk industri digunakan sebagai bahan
baku minyak kelapa. Penggunaan buah kelapa untuk industri yang sebesar 9.60
milyar butir terserap untuk industri minyak kelapa 7.08 milyar butir dan 2.52
milyar butir kelapa sisanya digunakan untuk industri pengolahan kelapa lain.
Sebanyak 7.08 milyar butir buah kelapa yang digunakan dalam pembuatan
minyak kelapa disebut kapasitas produksi. Namun kapasitas produksi yang ada
belum memenuhi kapasitas terpasang industri minyak kelapa yang sebesar 15.51
milyar butir. Hal ini menunjukkan bahwa utilitas industri minyak kelapa masih
rendah karena hanya terpenuhi 45.7%. Rendahnya utilitas industri minyak kelapa
dipengaruhi oleh total produksi kelapa sebesar 14.80 milyar butir yang belum
mampu memenuhi kebutuhan kelapa domestik. Menurut BPS dan Himpunan
Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (2017), kebutuhan bahan baku (buah
kelapa) secara nasional sebesar 21.80 miliar butir. Itu berarti terjadi defisit buah
kelapa sebesar 7.20 miliar butir.
Gambar 13. Presentase Penggunaan Buah Kelapa Sumber : Kementerian Pertanian dan BPS (2015)
73
Di saat terjadi ketimpangan antara supply (produksi) dan kebutuhan buah
kelapa, terdapat arus ekspor buah kelapa yang cukup besar. Ekspor ini dilakukan
secara legal maupun illegal. Bapak Jeffrinaldy, Staf Direktorat Industri Makanan,
Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian (2017) mengatakan bahwa
banyak terjadi penyeludupan ekspor buah kelapa illegal di wilayah produsen
kelapa terutama pantai timur pulau Sumatera. Wilayah tersebut sangat dekat
dengan sungai besar sehingga penyeludupan mudah terjadi. Ekspor illegal ini
biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memenuhi prosedur ekspor secara
legal. Buah kelapa dijatuhkan ke pari-pari lalu dialirkan ke sungai. Kemudian
telah ada orang-orang yang menyediakan alat angkut yang bersiap mengambil
buah kelapa yang akan dijual ke negara importir. Buah kelapa diperdagangkan
terlalu bebas, bahkan agen negara importir dapat membeli hingga ke tingkat
petani disentra-sentra produksi. Menurut Himpunan Industri Pengolahan Kelapa
Indonesia (2017), ekspor buah kelapa butiran yang terus berlangsung selama ini
telah menimbulkan dampak negatif, antara lain:
a. Supply buah kelapa untuk konsumsi rumah tangga berkurang sehingga
mengakibatkan kenaikan harga di tingkat konsumen dan dapat memicu
inflasi.
b. Kelangkaan bahan baku industri yang dapat mengakibatkan penurunan
utilitas industri, memicu efisiensi tenaga kerja (PHK), penurunan
penerimaan pajak, penurunan daya saing di pasar global dan penurunan
daya tarik investasi.
74
Ekspor buah kelapa membuat industri minyak kelapa dihadapkan pada
persoalan ketidakpastian ketersediaan bahan baku. Kecenderungan ekspor kelapa
terus meningkat untuk memasok kebutuhan industri pengolahan kelapa di negara
lain terutama China, Malaysia dan Thailand. Secara langsung maupun tidak
langsung, Indonesia mendorong untuk membesarkan negara pesaing bisnis kelapa
di pasar global. Sebagai contoh di kota Haikou Provinsi Hainan, Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) telah mendeklarasikan diri sebagai Coconut Country (Kota
Kelapa), padahal 99% kelapa di Hainan merupakan kelapa impor, dan 70% bahan
baku industri pengolahan kelapa di Kota Haikou didatangkan dari lndonesia
(Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat dan provinsi lainnya).
Kondisi ini dapat menyebabkan lndonesia menjadi pengimpor produk olahan
kelapa seperti minyak goreng, santan, VCO, nata de coco dan lainnya dari Kota
Haikou (Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia, 2017).
Indonesia merupakan negara produsen kelapa yang paling banyak
mengekspor buah kelapa dibandingkan negara produsen kelapa lainnya. Indonesia
mengekspor buah kelapa hingga 2.02 milyar butir. Sedangkan India haya
mengekspor buah kelapa sebesar 263.60 juta butir dan Filipina 12.37 juta butir.
Hal ini disebabkan belum adanya regulasi khusus yang mengatur perkelapaan
membuat arus ekspor kelapa semakin tidak terkontrol. Hal ini diungkapkan oleh
Ibu Endah Triwiningsih, Staf Direktorat Ekspor Produk Pertanian Kementerian
Perdagangan (2017) bahwa belum ada kebijakan khusus tentang perkelapaan
sehingga ekspor masih dilakukan secara bebas. Kemungkinan pelarangan ekspor
75
pun tidak akan dilakukan mengingat masih banyaknya potensi yang belum
dimanfaatkan di berbagai wilayah Indonesia.
Menurut Bapak Alit Pirmansah, Market Development Officer Asian Pacific
Coconut Community (2017), buah kelapa tersebar di seluruh wilayah Indonesia
dari Sabang sampai Merauke tetapi industri hanya fokus pada wilayah barat,
seperti Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, produksi buah
kelapa tinggi namun belum dimanfaatkan secara maksimal karena industri
pengolahan kelapa masih terbatas. Tetapi untuk memenuhi kekurangan bahan
baku di wilayah barat, biaya pengiriman cenderung tinggi karena masih
terbatasnya pelabuhan disetiap sentra produksi kelapa dibagian timur. Biaya
pengiriman untuk memindahkan buah kelapa dari wilayah timur ke barat bahkan
lebih mahal daripada biaya pengiriman ke China.
Keberadaan industri yang terkonsentrasi di bagian barat lndonesia membuat
tingkat kompetisi untuk mendapatkan akses dan pasokan bahan baku di daerah ini
sangat tinggi. Pada saat yang sama, kebutuhan buah kelapa untuk konsumsi rumah
tangga juga sangat tinggi mengingat besarnya jumlah penduduk yang berdomisili
di kawasan ini, sehingga sebagian industri di kawasan ini terpaksa mencari akses
untuk mendapat pasokan bahan baku dari sentra-sentra produksi lain dengan
konsekuensi biaya logistik yang jauh lebih tinggi. Sentra produksi kelapa seperti
Nusa Tenggara, Maluku dan Papua belum banyak industri pengolahan kelapa.
Potensi kelapa di sentra produksi ini umumnya mengolah kopra dan
diperdagangkan antar pulau untuk memasok kebutuhan bahan baku minyak
kelapa di wilayah Jawa dan Sulawesi.
76
B. Struktur Industri
Pengembangan industri pengolahan kelapa sudah cukup baik karena sudah
beragam produk olahan kelapa yang dihasilkan. Gambar 14 menunjukkan
proporsi industri pengolahan kelapa sebagian besar proporsi produk berasal dari
pemanfaatan daging kelapa. Minyak kelapa mentah dan minyak kelapa
merupakan produk turunan kelapa yang menjadi komoditas unggulan di sektor
kelapa. Kontribusi nilai ekspor minyak kelapa mentah selama enam tahun terakhir
mencapai rata-rata sebesar 41,4% dengan rata-rata nilai ekspor sebesar 470 juta
US$, sedangkan minyak kelapa mencapai rata-rata sebesar 29,4% dengan nilai
334 juta US$. Selain itu, terdapat pengembangan produk lain seperti dessicated
coconut dengan proporsi sebesar 9.37%, kopra sebesar 2.18%, copra meal sebesar
4.03% dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini daging kelapa merupakan
komponen dari buah kelapa yang menghasilkan kontribusi yang cukup besar bagi
industri pengolahan kelapa dan minyak kelapa menjadi produk unggulan dengan
proporsi industri yang paling besar.
Gambar 14. Proporsi Industri Pengolahan Kelapa
Sumber : Kementerian Perindustrian (2017)
Minyak Kelapa
Mentah
41.45%
Minyak Kelapa
29.49%
Copra Meal
4.03%
Karbon Aktif
2.74%
Arang Batok
4.64%
Sabut Kelapa
1.01%
Floor Covering
0.01%
Dessicated
Coconut 9.37%
Lainnya 5.08%
Kopra
2.18%
77
Menurut Kementerian Perindustrian (2017), keberadaan industri pengolahan
kelapa di lndonesia telah berlangsung lama, yang diawali dengan sistem
pengolahan konvensional di tingkat petani kelapa atau masyarakat bukan petani
tetapi tinggal di wilayah sentra-sentra produksi kelapa. lndustri pengolahan kelapa
yang telah ada sejak lama di lndonesia yaitu industri kopra untuk pembuatan
minyak kelapa. Selama dua dasawarsa terakhir, struktur industri pengolahan
kelapa nasional telah mengalami pergeseran.
Menurut teori ekonomi industri, struktur industri menentukan tingkat
kompetisi dan merupakan faktor yang berpengaruh pada perilaku dan kinerja dari
suatu industri (perusahaan-perusahaan yang ada dalam industri). Kini industri
tidak lagi hanya bertumpu pada pengolahan kopra untuk memproduksi minyak
kelapa. Produk-produk baru berbasis kelapa terus bermunculan seiring dengan
perkembangan teknologi di bidang pengolahan hasil pertanian sehingga menjadi
produk yang bermilai tambah. Adapun produk-produk yang dikembangkan seperti
dessicated coconut, santan, copra meal dan lainnya. Pergeseran struktur industri
ini semakin menempatkan posisi buah kelapa sebagai komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi.
Semakin banyaknya produk olahan kelapa yang bermunculan, menarik
perhatian para pelaku usaha. Dampaknya, buah kelapa menjadi rebutan di pasar
domestik maupun global. Terjadi persaingan antar industri dalam mendapatkan
buah kelapa untuk memenuhi ketersediaan bahan baku. Kondisi ini berpengaruh
terhadap keberlangsungan industri minyak kelapa sebagai produk unggulan
ekspor. Seperti yang telah dijelaskan pada bab 1 bahwa selama 10 tahun (2006-
78
2015), ekspor minyak kelapa Indonesia mengalami fluktuasi dan meningkat hanya
sebesar 2.7%. Menurut Bapak Alit Pirmansah, Market Development Officer Asian
Pacific Coconut Community (2017), hal ini disebabkan semakin berkembangnya
produk olahan kelapa selain minyak kelapa yang membuat supply bahan baku
minyak kelapa berkurang karena permintaan terhadap produk lain pun semakin
berkembang. Permintaan terhadap produk olahan kelapa lainnya membuat industri
membutuhkan ketersediaan bahan baku untuk memenuhi permintaan domestik
maupun ekspor.
Industri pengolahan kelapa di Indonesia didominasi oleh industri kopra dan
minyak kelapa. Pada industri skala kecil dan rumah tangga, terdapat ±1.500.000
industri yang beroperasi. Sedangkan industri pengolahan kelapa skala menengah
besar yang berjumlah 126 perusahaan memiliki industri kopra sebanyak 50 unit
dan minyak kelapa sebanyak 48 unit (tabel 20). Data ini semakin mendukung
bahwa keberadaan industri minyak kelapa masih menjadi unggulan untuk
komoditas kelapa. Namun, industri minyak kelapa merupakan industri yang
bersifat parsial sehingga hanya dapat menghasilkan satu produk saja (single
product). Dalam teori sistem agribisnis terdapat pendekatan analisis makro yang
memandang agribisnis sebagai suatu sistem industri dari suatu komoditas tertentu
sehingga dapat membentuk suatu sektor ekonomi secara regional maupun
nasional. Hal ini tentu berkaitan dengan industri pengolahan terpadu yang
mengubah produk primer (buah kelapa) menjadi produk sekunder dan tersier
(multiple product) sehingga terjadi efisiensi penggunaan bahan baku pada
industri. Meskipun jumlahnya masih relatif sedikit dibandingkan industri minyak
79
kelapa, namun pertumbuhan industri-industri baru berbasis kelapa sekaligus
menandai adanya pergeseran konsepsi dari industri konvensional yang hanya
menghasilkan satu produk kearah industri yang menghasilkan produk olahan yang
lebih beragam. Pergeseran konsepsi industri ini menjadikan struktur industri
pengolahan kelapa lebih terkonsolidasi sehingga memungkinkan semua
komponen buah kelapa diolah secara optimal. Sedangkan pertumbuhan industri
pengolahan kelapa terpadu yang mengolah kelapa keseluruhan komponen kelapa
masih sangat terbatas. Pelaku usaha di Indonesia belum mampu mengembangkan
industri pengolahan terpadu karena karakteristik akan industri ini sangat padat
modal, membutuhkan bahan baku dalam jumlah besar serta kapasitas dan
kompetensi sumberdaya manusia yang relatif tinggi.
Tabel 20. Perkembangan industri pengolahan daging kelapa skala menengah besar
2010-2014
Klasifikasi Industri 2010 2011 2012 2013 2014
Kopra 72 73 59 51 50
Minyak Kelapa
Mentah
9 18 17 17 15
Minyak Kelapa 30 24 30 33 33
Tepung Kelapa 11 15 13 11 17
Produk Masak 8 10 8 13 11
Total 130 140 127 125 126 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2017)
Berdasarkan pada teori sistem agrisbisnis yang memiliki keterkaitan ke
belakang dan kedepan, subsistem pengolahan yang menghasilkan produk olahan
kelapa akan berhasil jika menemukan pasar untuk produknya. Tabel 21
menunjukkan bahwa masing-masing jenis minyak kelapa memiliki pasarnya
tersendiri untuk ekspor. Hal tersebut disebabkan permintaan yang tinggi dari
negara-negara importir.
80
Negara tujuan utama ekspor minyak kelapa mentah Indonesia adalah
Belanda dengan volume ekspor 193.041.988 Kg, diikuti oleh Malaysia
110.206.731 Kg, Amerika Serikat 86.353.188 dan Rep. Rakyat Cina 22.661.977.
Negara tujuan minyak kelapa mentah Indonesia selanjutnya yaitu Thailand, India,
Ukraina, Trinidad dan Tobago, Tunisia dan Moroko, namun volume ekspor di
negara tersebut tidak terlalu besar. Sedangkan negara tujuan utama ekspor minyak
kelapa yang dimurnikan maupun tidak dan turunannya yaitu Rep. Rakyat Cina
dengan volume ekspor 112.797.119 Kg, diikuti oleh Amerika Serikat 65.661.211,
Korea Selatan 47.229.897 Kg, Federasi Rusia 25.579.557 dan negara lainnya.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa produk minyak kelapa yang lebih
banyak diekspor yaitu jenis minyak kelapa mentah. Adapun negara yang
konsisten mengimpor dua jenis minyak kelapa dari Indonesia yaitu Rep. Rakyat
Cina, Amerika Serikat dan Malaysia. Negara-negara tersebut merupakan negara
maju yang tidak memiliki sumberdaya alam yang mendukung dalam
pengembangan minyak kelapa.
81
Tabel 21. Ekspor Minyak Kelapa ke Negara Tujuan Tahun 2015
Minyak Kelapa Mentah (151311) Minyak Kelapa yang dimurnikan atau
tidak dan turunannya (151319)
Negara Volume Ekspor
(Kg)
Negara Volume Ekspor
(Kg)
Belanda 193.041.988 Rep.Rakyat Cina 112.797.119
Malaysia 110.206.731 Amerika Serikat 65.661.211
Amerika Serikat 86.353.188 Korea Selatan 47.229.897
Rep. Rakyat
Cina 22.661.977 Federasi Rusia 25.579.557
Thailand 6.099.500 Singapura 23.545.397
India 4.836.000 Malaysia 21.496.173
Ukraina 4.700.012 Iran 3.538.130
Trinidad dan
Tobago 1.591.000 Tunisia 3.142.702
Tunisia 599.943 Mesir 2.641.624
Maroko 499.999 Turki 2.439.300 Sumber : Kementerian Perdagangan (2017)
Berdasarkan analisis subsistem pengolahan, dapat diketahui bahwa kondisi
industri minyak kelapa Indonesia mengalami kendala supply bahan baku. Hal ini
terjadi karena banyak kondisi tanaman rusak dan tua sehingga produksi kelapa
menurun. Selain itu, penggunaan benih asalan juga menjadi penyebab terjadinya
tanaman rusak dan produktivitas rendah. Ditambah lagi dengan maraknya ekspor
buah kelapa yang seharusnya menjadi pasokan bahan baku industri. Hal ini
menyebabkan utilitas industri minyak kelapa hanya sebesar 45.7%.
Minyak kelapa merupakan produk olahan unggulan ekspor komoditas
kelapa dan keberadaan industri minyak kelapa telah berlangsung sejak lama di
Indonesia. Terjadi pergeseran struktur pada industri pengolahan kelapa. Kini
industri tidak hanya tertumpu pada industri minyak kelapa. Produk baru
bermunculan seiring dengan berkembangnya teknologi sehingga menghasilkan
produk bernilai tambah. Hal ini menunjukkan perkembangan industri pengolahan
82
kelapa yang baik. Namun, terjadi rebutan bahan baku antar industri yang
berpengaruh terhadap produk minyak kelapa sebagai produk unggulan ekspor.
Sebagai negara eksportir minyak kelapa, negara tujuan utama minyak kelapa
mentah yaitu Belanda dan minyak kelapa yang dimurnikan maupun tidak dan
turunannya yaitu Rep. Rakyat Cina. Adapun negara yang terus memasok dua jenis
minyak kelapa adalah Rep. Rakyat Cina, Amerika Serikat dan Malaysia.
5.1.4 Subsistem Pemasaran
A. Jalur Tataniaga Minyak Kelapa
Distribusi produk minyak kelapa dibedakan berdasarkan jenis produk yang
dipasarkan, yaitu produk minyak kelapa sebagai bahan baku maupun retail.
Produsen minyak kelapa dari Indonesia dapat menghubungi langsung pedagang
pengecer, pengusaha industri, importir dan agen penyalur. Pedagang pengecer
akan menyalurkan produk minyak kelapa ke konsumen akhir. Industri akan
mengolah minyak kelapa menjadi produk hilir seperti produk makanan maupun
non-makanan. Pada tingkat importir dan agen penyalur, biasanya produk minyak
kelapa akan disalurkan ke industri permurnian minyak terlebih dahulu sebelum
masuk ke industri makanan dan industri lainnya. Produk yang disalurkan melalui
jalur ini biasanya masih berupa minyak kelapa mentah dan dikemas dalam
kuantitas besar dan membutuhkan proses lanjutan untuk menambahkan nilai jual
sebelum dipasarkan ke konsumen. Adapun jalur tataniaga minyak kelapa terdapat
pada gambar 15.
83
Gambar 15. Jalur Tataniaga Minyak Kelapa Indonesia
Sumber : Kementerian Perdagangan (2013)
5.1.5 Subsistem Lembaga Penunjang
Lembaga penunjang merupakan lembaga-lembaga yang mendukung
kegiatan agribisnis kelapa Indonesia. Secara keseluruhan, belum ada lembaga
khusus yang menangani kegiatan kelapa dari hulu hingga hilir. Namun, terdapat
beberapa lembaga yang berperan penting dalam kelangsungan agribisnis kelapa
indonesia, seperti lembaga riset, keuangan asosiasi dan lainnya.
1. Lembaga Riset dan Pengembangan
Lembaga khusus yang berperan khusus sebagai lembaga penelitian kelapa
yaitu Balai Penelitian Tanaman Palma (Balitpalma). Hasil yang telah dicapai oleh
balitpalma yaitu melepas 30 varietas kelapa unggul, menetapkan Blok Penghasil
Tinggi (BPT) di sentra kelapa seluruh Indonesia, menghasilkan teknologi
pendukung (peta kesesuaian lahan dan iklim, jarak tanam kelapa 6x6,
rekomendasi pemupukan, peremajaan kelapa sistem tebang bertahap,
pengendalian hama dan penyakit terpadu yang ramah lingkungan serta inovasi
84
teknologi pasca panen dan alsin untuk menghasilkan produk kelapa yang bernilai
tambah tinggi dan lainnya). Balitpalma merupakan lembaga dibawah
Kementerian Pertanian yang berlokasi di Manado. Adapun struktur organisasi
balitpalma dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Struktur Organisasi Balitpalma Sumber : Balitpalma (2017)
2. Lembaga Keuangan
Menurut Tohier (2017), kelapa merupakan salah satu komoditi yang
memerlukan pembiyaan lebih dari 8 tahun. Hal ini menyebabkan perbankan
enggan untuk masuk ke dalam usaha berbasis komoditi kelapa. Selain itu,
ketersediaan benih juga menjadi masalah. Perbankan enggan untuk menerima
benih yang belum bersertifikat. Hal ini berdampak pada petani, fasilitas kredit
masih sulit diperoleh. Maka dari itu, belum ada perbakan yang memfasilitasi
akses modal untuk industri pengolahan kelapa.
Kementerian Pertanian
Balai Penelitian dan pengembangan Pertanian
Pusat Penelitian dan pengembangan Perkebunan
Balai Penelitian Tanaman Palma
85
3. Asosiasi-Asosiasi
Terdapat beberapa asosiasi atau perkumpulan yang mendukung kegiatan
agribisnis kelapa. Adapun asosiasi yang telah berkembang di Indonesia yaitu
Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) dan Asosiasi Industri Sabut Kelapa
Indonesia (AISKI). Selain asosiasi, terdapat Perhimpunan Petani Kelapa
Indonesia (PERPEKINDO), Perhimpinan Pengusaha Arang Kelapa Indonesia
(PERPAKI) dan Himpunan Industi Pengolahan Kelapa (HIPKI).
4. Pemerintah
Pemerintah memberntuk Dewan Kelapa Indonesia (DEKINDO) yang
dideklarasikan pada tanggal 12 September 2007. Dewan Kelapa Indonesia
didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah petani kelapa dengan
memproses buah kelapa secara terpaduk. Menurut Widyantar dkk (2012), Dewan
Kelapa Indonesia (DEKINDO) didirikan untuk membantu pemerintah dalam
mengembangkan perkelapaan Indonesia tetapi pada kenyataan DEKINDO belum
dapat berperan secara maksimal dan selama ini hanya memberikan saran-saran
kepada pemerintah dalam seminar atau pertemuan resmi dalam rangka
pengembangan kelapa Indonesia.
5.2 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Kelapa Indonesia
Minyak kelapa merupakan produk olahan unggulan ekspor kelapa. Selain
dipasarkan di pasar domestik, minyak kelapa juga telah dipasarkan di pasar
ekspor. Saat ini, Indonesia menempati urutan sebagai eksportir kedua minyak
kelapa setelah Filipina. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia dalam
86
mengembangkan produk minyak kelapa agar dapat bersaing dengan negara
eksportir lainnya. Salah satu hal yang dilakukan untuk mengembangkan industri
minyak kelapa yaitu dengan mengetahui tingkat daya saing minyak kelapa. Daya
saing minyak kelapa Indonesia akan dilihat secara komparatif dan kompetitif
untuk mengukur tingkat daya saing minyak kelapa Indonesia di pasar
internasional.
5.2.1 Keunggulan Komparatif di Pasar Internasional
Berdasarkan hasil perhitungan RCA, Indonesia memiliki keunggulan
komparatif yang kuat karena nilai RCA lebih 1. Namun dibandingkan dengan
negara-negara eksportir minyak kelapa di dunia, keunggulan komparatif Indonesia
sangat rendah. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 22, Indonesia memiliki nilai
RCA yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina bahkan di tahun 2015
Indonesia kalah dengan Sri Lanka. Tabel 22 menunjukkan dari 4 negara eksportir
minyak kelapa mentah dengan kode HS 151311, Filipina sebagai negara eksportir
utama minyak kelapa memiliki nilai RCA rata-rata (2006-2015) sebesar 162.5.
Indonesia menempati posisi kedua setelah Filipina dengan nilai RCA sebesar
36.4, Sri Lanka sebesar 22.56 dan Malaysia sebesar 1.95.
87
Tabel 22. Nilai RCA Minyak Kelapa Mentah (151311) Tahun 2006-2015
Tahun Filipina Indonesia Sri Lanka Malaysia
2006 144.6 33.3 0.5 3.5
2007 126.3 51.2 0.8 2.2
2008 146.3 44.5 3.5 2.7
2009 165.8 35.9 7.9 1.8
2010 195.9 23.3 8.2 0.8
2011 202.6 26.3 6.4 1.8
2012 155.4 42.2 11.7 2
2013 193.1 33.1 24.8 0.8
2014 156.8 38.4 54.7 1.9
2015 137.9 35.2 106.6 1.6
Rata-Rata 162.5 36.4 22.56 1.95 Sumber : UN Comtrade (2017) (diolah)
Selain mengekspor minyak kelapa mentah, Indonesia juga mengekpor
minyak kelapa dan turunannya termasuk yang dimurnikan atau tidak dimurnikan.
Tabel 23 menunjukkan hasil perhitungan RCA minyak kelapa dengan kode HS
151319. Adapun negara eksportir minyak kelapa yang dimurnikan atau tidak
dimurnikan dan turunannya yaitu Filipina, Indonesia, Belanda dan Malayasia.
Hasil perhitungan RCA menunjukkan bahwa Indonesia memiliki nilai RCA
sebesar 22.35. Pesaing utama minyak kelapa dan turunannya adalah negara
Filipina. Filipina memiliki nilai RCA yang jauh lebih besar dari Indonesia yaitu
103.36.
88
Tabel 23. Nilai RCA Minyak Kelapa Yang Dimurnikan Maupun Tidak
Dimurnikan dan Turunuannya (151319) Tahun 2006-2015
Tahun Filipina Indonesia Belanda Malaysia
2006 94.7 18.6 5.3 9.9
2007 104.2 21.2 4.3 12.4
2008 121.8 23.7 6.2 9.8
2009 97.7 20.6 5.5 11.8
2010 94 22.3 5.8 10.7
2011 111.4 23.1 7 11.1
2012 102.3 23.1 7.3 9
2013 120.7 18.2 7.2 8.2
2014 105. 25.9 5.1 9.6
2015 81.3 26.3 6.1 8.2
Rata-Rata 103.3 22.3 5.4 10.1 Sumber : UN Comtrade (2017) (diolah)
Semakin besar nilai RCA yang dihasilkan, maka keunggulan komparatif
yang dimiliki oleh negara tersebut semakin besar. Hasil analisis RCA
menunjukkan bahwa keunggulan komparatif minyak kelapa Indonesia sangat
kalah jauh dibandingkan dengan Filipina. Ketika nilai RCA Indonesia mencapai
22.5, Filipina telah mencapai nilai 103.3. Maka dari itu, perlu diketahui penyebab
rendahnya komparatif minyak kelapa Indonesia dengan melihat pengelolaan
industri minyak kelapa di Indonesia dan Filipina. Hal ini dapat dijelaskan pada
tabel 24 berdasarkan beberapa variabel yang telah ditentukan seperti luas lahan
perkebunan, produksi dan produktivitas kelapa, ketersediaan bahan baku, pangsa
pasar dan kelembagaan.
89
Tabel 24. Perbandingan Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina
No. Variabel Indonesia Filipina
1. Luas Areal - Luas areal 3.571.376 ha
- Mengalami penyusutan luas
sebesar 5.74% per tahun
- Luas areal 3.517.000 ha
- Mengalami kenaikan luas areal sebesar
0.8% per tahun
2. Produksi Kelapa - 2.960.851 ton
- Penurunan 5.44% per tahun
- 2.258.000 ton
- Mengalami kenaikan rata-rata per tahun
sebesar 0.2%
3. Produktivitas - 1 ton/ha - 2-3 ton/ha
4. Peremajaan Tanaman - 11.725 ha - 38.900 ha
5. Ketersediaan Bahan Baku - Kapasitas industri sebesar
2.012.614 MT
- Produksi minyak kelapa
884.702 MT
- Utilitas industri 45.7%
- Kapasitas industri sebesar 4.826.000
MT
- Produksi minyak kelapa 2.003.000 MT
- Utilitas industri 44.9%
6. Pangsa Pasar Dunia - Minyak kelapa mentah 32.8%
- Minyak kelapa yang
dimurnikan 24.6%
- Negara tujuan ekspor utama
yaitu China
- Minyak kelapa mentah 50%
- Minyak kelapa yang dimurnikan 29.5%
- Negara tujuan ekspor utama yaitu USA
7. Kelembagaan - Kementerian Pertanian
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian Perdagangan
- Philippines Coconut Community (PCA)
- United Coconut Association of the
Philippines, Inc (UCAP) Sumber : APCC, HIPKI, PCA, Wawancara
90
a. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa
Luas areal perkebunan kelapa Indonesia yang pernah mencapai 3.8 juta ha
kini tetap lebih unggul dari Filipina, begitupun dengan produksi kelapa. Namun,
produktivitas kelapa Indonesia sebesar 1 ton/ha kalah unggul dibandingkan
Filipina yang mencapai 2-3 ton/ha. Luas areal dan produksi kelapa Indonesia
mengalami penyusutan sebesar 5% selama 10 tahun terakhir. Hal ini dipicu oleh
rendahnya produktivitas, kondisi tanaman kelapa banyak yang sudah tua dan
rusak, tanaman dibiarkan tumbuh tanpa menggunakan pupuk, penggunaan benih
asalan, serangan hama dan penyakit serta masih rendahnya tingkat peremajaan
tanaman kelapa. Upaya peremajaan tanaman kelapa baru dilakukan 11.725 ha
(2%) dari jumlah tanaman yang rusak. Sedangkan di Filipina, peremajaan dan
perluasan tanaman kelapa secara besar-besaran. Pada tahun 2010, pemerintah
Filipina memiliki target peremajaan tanaman kelapa seluas 38.900 ha dan
terealisasi seluas 37.519 ha. Luas areal peremajaan Filipina lebih besar
dibandingkan Indonesia, padahal tingkat kerusakan tanaman lebih tinggi di
Indonesia. Berikut ini beberapa hal yang telah diterapkan Filipina dan belum
diterapkan di Indonesia :
a. Menyediakan benih untuk petani yang berasal dari kebun-kebun khusus
ataupun kebun milik petani sendiri.
b. Memberikan insentif benih. Pemerintah Filipina memberikan insentif sebesar
$0.35 per benih. Sekali ditanam di kebun, pemerintah akan memberikan
tambahan $ 0.40 per benih sehingga totalnya menjadi $ 0.75 per benih.
c. Melakukan program tumpangsari tanaman kelapa dengan tanaman lainnya.
91
d. Melakukan rehabilitasi melalui aplikasi pupuk yang diberikan secara gratis
untuk petani dan diaplikasikan 2 kg per pohon.
Saat ini, Indonesia tengah merencanakan program tumpangsari untuk
pertanaman kelapa seperti yang telah dilakukan oleh Filipina. Hal ini diungkapkan
oleh Bapak Bambang sebagai Direktur Jenderal Perkebunan (2017) bahwa
Indonesia juga akan melakukan upaya perluasan dan peremajaan tanaman dengan
sistem tumpangsari menggunakan tanaman kakao dan kopi. Terdapat tanaman
kakao sekitar 1.7 juta ha dan tanaman kopi sekitar 1.3 juta ha dan hampir
semuanya tidak ada naungan.
b. Ketersediaan Bahan Baku
Dibandingkann Filipina, kapasitas industri dan produksi minyak kelapa
Indonesia jauh lebih rendah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
ketersediaan buah kelapa sebagai bahan baku belum mencukupi kebutuhan
industri domestik sehingga berpengaruh terhadap keberlangsung industri minyak
kelapa. Hal ini dipicu oleh produksi kelapa yang menurun dan buah kelapa yang
banyak diekspor sehingga kontinuitas bahan baku belum terjamin. Ditambah lagi,
bahan baku minyak kelapa berkurang karena permintaan terhadap produk kelapa
lain juga semakin berkembang, sehingga bahan baku minyak kelapa juga terserap
untuk produk lain seperti desiccated coconut, santan dan produk olahan kelapa
lainnya. Sedangkan di Filipina, kontinuitas bahan baku cukup terjamin karena
fokus pada pembangunan industri sehingga buah kelapa dipelihara untuk
kebutuhan industri domestik, bukan ke pasar ekspor.
92
c. Pangsa Pasar
Indonesia menguasai pangsa pasar sebesar 32.8% dibandingkan Filipina
sebesar 50% untuk minyak kelapa mentah (151311) dan sebesar 24.6%
dibandingkan Filipina 29.5% dengan untuk minyak kelapa yang dimurnikan
maupun tidak dan turunannya (151319) (Gambar 17). Hal ini menunjukkan
bahwa Indonesia secara komparatif kalah dibandingkan Filipina. Pasar terbesar
minyak kelapa Indonesia yaitu negara China sebesar 93% sedangkan Filipina ke
Amerika Serikat sebesar 62%. Terdapat perbedaan yang spesifik diantara dua
pasar tersebut. Pasar di Amerika lebih sulit karena memiliki standar kualitas yang
tinggi dibandingkan China. Dewi (2012) menjelaskan bahwa dalam hal kebijakan
pemerintah, China lebih mengungguli dalam kelonggaran kebijakan pemerintah
maupun peraturan dari negaranya. China merupakan negara yang dalam
mengimpor produk pangan dari Indonesia, tidak memiliki syarat-syarat khusus
dalam kualitasnya, sementara negara-negara Amerika umumnya memiliki
standar-standar kualitas khusus untuk produk pangan yang akan masuk ke
negaranya.
Gambar 17. Pangsa Pasar Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina Sumber : Asian Pacific Coconut Community (APCC) (2017)
0
50
100
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Pangsa Pasar Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina ke Pasar
Dunia (%)
Indonesia Indonesia Filipina Filipina
93
b. Kelembagaan
Terdapat perbedaan dalam pengelolaan industri berbasis kelapa antara
Indonesia dan Filipina. Pengelolaan Indonesia dipisah pada tiga kementerian yaitu
Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian
Perdagangan. Sedangkan di Filipina fokus pada PCA (Philippine Coconut
Authority). Hal ini menimbulkan beberapa kebijakan yang tidak sinergi. Pada
Kementerian Pertanian, kelapa belum terlalu diperhatikan pengembangannya
karena kelapa bukan komoditas unggulan Indonesia sehingga kebijakan yang
dikeluarkan belum mendukung pembangunan kelapa secara nasional.
Kementerian Perindustrian, belum ada kebijakan yang mengatur tentang
pengembangan dan pencapaian standar produk global untuk industri berbasis
kelapa. Kementerian Perdagangan, belum mengatur secara khusus tentang
perdagangan produk kelapa secara keseluruhan. Produk kelapa masih dijual secara
bebas baik buah kelapa, kopra ataupun produk kelapa yang bernilai tambah. Hal
inilah yang menyebabkan terjadi kekurangan bahan baku di industri minyak
kelapa. Banyak petani yang memilih menjual buah kelapa sebagai bahan baku
industri ke pasar ekspor daripada ke industri lokal.
Banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dan belum terselesaikan
membuat Indonesia perlu membentuk suatu badan khusus yang menangani
perkelapaan. Tantangannya adalah bagaimana mengintegrasikan seluruh
stakeholder untuk menciptakan industri yang maju sehingga tidak ada gap antar
pembuat kebijakan di masing-masing sektor, juga antar pembuat kebijakan dan
pelaku usaha.
94
5.2.2 Keunggulan Kompetitif Minyak Kelapa Indonesia
Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan yang diperoleh melalui
karakteristik dan sumberdaya suatu perusahaan untuk memiliki kinerja yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan lain pada pasar yang sama. Pembahasan kali ini
akan dibahas daya saing minyak kelapa Indonesia berdasarkan pada Analisis
Berlian Porter. Komponen-komponen tersebut adalah komponen kondisi faktor
sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dukungan industri terkait dan industri
pendukung minyak kelapa serta kondisi struktur, strategi dan persaingan yang
dihadapi oleh minyak kelapa Indonesia. Selain itu ditinjau pula sejauh apa
peranan pemerintah dan kesempatan-kesempatan yang ada dalam meningkatkan
posisi daya saing minyak kelapa Indonesia.
Hasil analisis Berlian Porter menunjukkan bahwa minyak kelapa Indonesia
belum berdaya saing secara kompetitif. Pada kondisi faktor sumber daya, sumber
daya alam yang dinilai belum dimanfaatkan secara optimal, kondisi infrastruktur
yang belum merata di sejumlah wilayah menghambat rantai agribisnis kelapa.
Kondisi permintaan domestik menunjukkan kenaikan dan belum terpenuhi dan
pada kondisi permintaan luar negeri, Indonesia belum memenuhi standar kualitas
yang ketat di negara importir. Sinergitas antara industri terkait dan pendukung
belum cukup mampu mendukung, terutama pada pasokan bahan baku. Hal ini
disebabkan belum ada kerjasama yang baik antar petani dan industri sebagai
pelaku usaha. Tingkat persaingan minyak kelapa di Indonesia cenderung tidak
kompetitif karena utilitas industri yang rendah karena kurangnya pasokan bahan
baku. Peran pemerintah belum cukup mendukung kondisi industri minyak kelapa.
95
Belum ada regulasi tentang pemenuhan permintaan ekspor sesuai standar kualitas
yang baik. Berdasarkan uraian tersebut, maka peran kesempatan diharapkan dapat
dioptimalkan oleh Indonesia karena peluang pasar minyak kelapa sangat besar.
Adapun uraian lebih rinci pada analisis Berlian Porter dapat dilihat penjelasan
dibawah ini.
A. Kondisi Faktor Suberdaya
1. Sumber Daya Alam
Tanaman kelapa tersebar diseluruh wilayah Indonesia ditunjukkan oleh
tabel 25. Sumatera memiliki wilayah perkebunan kelapa yang paling luas diantara
wilayah lainnya. Luas perkebunan mencapai 1.142.645 dengan produksi 943.396
ton. Sentra produksi kelapa terbesar di wilayah ini berada pada provinsi Riau
dengan luas areal mencapai 515.167 Ha dan produksi 419.616 ton. Dari seluruh
provinsi yang tersebar di Indonesia, Riau merupakan provinsi yang memiliki
lahan yang paling luas. Sentra produksi kelapa di Riau berada di Kabupaten
Indragili Hilir dengan luas areal 429.694 ha, 12, 17% dari luas areal secara
nasional.
Tabel 25. Wilayah Sentra Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2015
Wilayah Luas Areal (Ha) Produksi (ton)
Sumatera 1.142.645 943.396
Jawa 818.492 643.156
Nusa Tenggara + Bali 272.089 188.478
Kalimantan 201.904 134.379
Sulawesi 775.467 651.118
Maluku + Papua 375.002 360.138
Total 3.585.599 2.920.665 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2017)
Menurut Porter, faktor produksi harus diciptakan bukan diperoleh dari
warisan. Kelangkaan sumberdaya seringkali membantu negara menjadi
96
kompetitif, terlalu banyak sumberdaya kemungkinan akan disia-siakan. Potensi
produksi kelapa yang dimiliki Indonesia tentunya diharapkan dapat menyokong
aktivitas industri berbasis kelapa. Akan tetapi hal tersebut belum menjadi faktor
pendorong pertumbuhan industri. Utilitas industri pengolahan kelapa masih
rendah sekitar 40% karena terbatasnya bahan baku. Kelebihan faktor sumberdaya
alam yang dimiliki oleh Indonesia hanya keunggulan statis yang belum dapat
dimanfaatkan untuk menciptakan produk olahan kelapa yang berdaya saing tinggi
karena masih banyaknya ekspor dalam bentuk primer (buah kelapa). Hal ini
menunjukkan bahwa faktor sumberdaya alam belum dapat membangun
keunggulan kompetitif industri berbasis kelapa.
2. Sumber Daya Manusia
Keterlibatan masyarakat pada sektor kelapa nasional mampu menyediakan
lapangan kerja dan usaha yang cukup berarti bagi masyarakat lndonesia. Menurut
Statistik Perkebunan Komoditas Kelapa 2014-2016, pada tahun 2015 perkebunan
rakyat komoditas kelapa mampu melibatkan sekitar 6.55 juta keluarga tani
(household), baik sebagai mata pencaharian utama maupun sebagai usaha
sampingan. Pada 2015, terdapat sebanyak 107 perusahaan perkebunan besar
negara dan perkebunan besar swasta komoditas kelapa. Perkebunan besar negara
dan perkebunan besar swasta tersebut mampu menyerap tenaga kerja dari
berbagai jenjang pendidikan lebih dari 22.170 orang (Kementerian Perindustrian,
2017).
Total tenaga kerja pada industri pengolahan kelapa menengah-besar yaitu
20.313 orang. Sekitar 50.000 orang bekerja langsung pada industri pengolahan
97
kelapa skala IKM (Industri Kecil-Menengah). Pada industri skala menengah-
besar, industri minyak kelapa menyerap tenaga kerja sebesar 29% dari total
tersebut. Jumlah tenaga kerja industri minyak kelapa 3.416 orang dengan industri
minyak kelapa mentah dan 2.589 orang untuk industri minyak goreng. Jumlah
tenaga kerja yang terserap seluruhnya berjumlah 6.005 orang (gambar 18).
Gambar 18. Proporsi Jumlah Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kelapa Tahun
2014 Sumber : BPS dan Kementerian Perindustrian (2017)
3. Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Saat ini Balitpalma sedang mengembangkan teknologi kultur jaringan untuk
pembenihan kelapa yang bertujuan memperbanyak sumber benih dengan efisien
dan meningkatkan produktivitas tanaman kelapa. Di sisi hilir, belum ada lembaga
khusus yang mengembangkan teknologi industri. Mayoritas teknologi yang
digunakan dalam mengolah produk hilir menggunakan mesin, salah satunya
minyak kelapa. Menurut Bank Indonesia (2003), teknologi yang digunakan
industri minyak kelapa adalah teknologi penggorengan kelapa (hot oil immersion
drying technology/HOID). Sementara dari penggunaan mesin dan peralatan,
98
teknologi pengolahan tersebut tergolong pada taraf sedang (madya) dan dari
proses produksinya dapat dikatakan sebagai intensif. Selain itu, menurut
Jeffrinaldy (2017), secara keseluruhan teknologi mesin pengolahan minyak kelapa
di Indonesia masih dapat dikatakan dalam keadaan baik untuk waktu 5-10 tahun
ke depan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Alit Pirmansah (2017) bahwa
teknologi pengolahan minyak kelapa umumnya sama dengan yang digunakan oleh
industri minyak kelapa yang lebih maju, yaitu negara Filipina. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengembangan teknologi dari segi mesin masih memadai.
4. Sumber Daya Modal
Modal merupakan salah aspek penting dalam mengembangkan industri,
dengan modal yang memadai tentunya industri akan berkembang dengan baik dan
dapat bersaing di pasar internasional. Namun kepemilikan modal para pelaku
industri relatif rendah. Jauhnya sentra perkebunan kelapa dengan industri
pengolahan membentuk jaringan tersendiri yang melibatkan banyak pelaku
ekonomi, sehingga biaya input menjadi lebih mahal. Saat ini banyak industri
minyak kelapa yang tidak berproduksi akibat sulit mendapatkan bahan baku
berupa buah kelapa, karena banyaknya buah kelapa yang diekspor ke luar negeri.
Pola kemitraan dengan pembentukan pembiayaan bersama (modal ventura)
sedang diwujudkan oleh pemerintah namun baru sekitar 10-15% dari total wilayah
sentra produksi kelapa.
5. Sumber Daya Infrastuktur
Menurut Tri Sunar Prasetyanti (2017), secara umum kondisi infrastruktur
berbeda di setiap lokasinya. Sebaran infrastuktur untuk menunjang industri
99
berbasis kelapa masih belum merata. Industri berbasis kelapa masih terfokus
diwilayah Indonesia bagian barat dan tengah, namun belum di bagian timur.
Padahal ketersediaan bahan baku untuk diwilayah timur melimpah, tetapi belum
dimanfaatkan karena minimnya industri berbasis kelapa diwilayah ini dan
tingginya biaya produksi bagi industri diwilayah barat apabila memasok bahan
baku dari wilayah timur. Hal ini menunjukkan sumberdaya infrastruktur belum
cukup mendukung industri secara kompetitif.
B. Kondisi Permintaan
1. Permintaan Domestik
Kondisi permintaan domestik terhadap minyak kelapa selama 5 tahun
terakhir mengalami kenaikan sebesar 4.9% (tabel 26). Namun sebagian besar
produksi minyak kelapa ditujukan untuk ekspor. Pada tahun 2015, produksi
minyak kelapa sebesar 828.908 MT dan sebesar 760.072 MT untuk ekspor
sehingga total penawaran domestik hanya 68.836 MT. Sedangkan permintaan
minyak kelapa domestik sebesar 300.000. Hal ini menunjukkan kebutuhan
domestik belum tercukupi sebesar 231.164 MT. Meningkatnya permintaan
domestik minyak kelapa disebabkan kandungan asam laurat yang tinggi sehingga
baik untuk kesehatan.
Tabel 26. Permintaan Minyak Kelapa Domestik
Tahun Jumlah (MT)
2011 261.000
2012 374.000
2013 225.000
2014 220.000
2015 300.000
Kenaikan Rata-Rata/Tahun (%) 4.9 Sumber : APCC (2017)
100
2. Permintaan Luar Negeri
Pada posisi pemenuhan permintaan di pasar global, Indonesia masih belum
mampu memiliki daya saing dibandingkan negara eksportir minyak kelapa
lainnya, terutama Filipina. Tingginya standar minyak kelapa yang ditetapkan oleh
negara importir terutama Amerika dan Eropa, Indonesia menduduki peringkat ke-
22 dibandingkan Filipina dengan peringkat ke-3 dalam pemenuhan standar
kualitas di negara importir, terutama di Eropa. Peraturan yang ditetapkan
mengenai keamanan makanan oleh negara-negara di Eropa terdapat di Rapid Alert
System for Food and Feed (RASFF). Untuk minyak kelapa, Eropa membatasi
tingkat kadar asam erusat sebesar 5% dari total produk karena berdampak pada
kesehatan manusia apabila dikonsumsi secara berlebihan. Selain itu, pelarut
ekstraksi diperbolehkan namun terbatas, misalnya ethylmethylketone sebesar 5
mg/kg dan hexane sebesar 1 mg/kg. Seperti yang telah dibahas pada bab 2, Porter
dalam teorinya menyatakan bahwa mutu di persaingan global memberikan
tantangan tersendiri bagi produsen sehingga produsen perlu melakukan inovasi
dan peningkatan mutu agar sesuai permintaan konsumen. Hal ini menunjukkan
daya saing minyak kelapa Indonesia belum cukup kompetitif dibandingkan
dengan negara eksportir lainnya dalam pemenuhan standar kualitas.
C. Industri Terkait dan Pendukung
Daya saing minyak kelapa Indonesia akan terwujud apabila tercipta interaksi
dan kerjasama yang saling mendukung antara industri inti dengan industri terkait
dan pendukungnya. Indonesia masih belum berdaya saing secara kompetitif. Hal
ini ditunjukkan dengan petani yang enggan memasok buah kelapa ke industri
101
karena menganggap harga buah kelapa yang ditawarkan industri cendrung rendah.
Sedangkan industri menganggap bahwa buah kelapa yang dipasok petani
memiliki kualitas rendah (Jeffrinaldy, 2017). Berikut ini merupakan industri
terkait dan pendukung industri minyak kelapa Indonesia :
a. Industri Kopra
Industri kopra berperan sebagai pemasok bahan baku minyak kelapa. Kopra
merupakan bahan baku utama dalam pembuatan minyak kelapa. Tingginya
permintaan dunia terhadap minyak kelapa juga menunjukkan pentingnya pasokan
bahan baku kopra. Menurut Kementerian Perindustrian (2017), saat ini terdapat
jutaan industri kopra skala kecil-menengah dan 50 industri kopra skala menegah-
besar. Semakin berkembangnya industri kopra, makan peluang pengembangan
minyak kelapa dan produk olahan kelapa lainnya juga semakin besar.
b. Industri Makanan dan Non-Makanan
Minyak kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan
dan non-makanan. Perkembangan industri tersebut tentunya merupakan suatu
peluang bagi industri minyak kelapa sebagai penyedia bahan baku utama. Adapun
industri makanan yang dimaksud yaitu margarin, mentega maupun produk
lainnya. Sedangkan untuk industri non-makanan banyak dimanfaatkan untuk
pembuatan bahan bakar bio diesel, farmasi, sabun, kosmetik dan lainnya.
D. Persaingan, Struktur Pasar dan Strategi
Struktur industri minyak kelapa telah cukup baik karena mayoritas industri
berorientasi pada pasar ekspor. Namun, rendahnya utilitas industri minyak kelapa
membuat persaingan menjadi tidak kompetitif. Pasokan bahan baku yang belum
102
terpenuhi membuat industri bersaing memperebutkan bahan baku untuk
keberlangsungan industri. Kurangnya pasokan baku mengakibatkan beberapa
perusahaan memilih strategi mengimpor bahan baku buah kelapa dari negara
produsen lain.
E. Peran Pemerintah
Peran pemerintah dalam pengembangan industri dinilai belum maksimal.
Diperlukan sinergitas antara tiga kementerian (Pertanian, Perindustrian dan
Perdagangan) untuk meningkatkan daya saing industri minyak kelapa. Tingginya
standar kualitas dan permintaan minyak kelapa di negara selain China menjadi
peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. Sampai saat ini, Indonesia masih
menduduki peringkat ke-22 untuk pemenuhan standar kualitas di negara Amerika
dan Eropa. Selain itu, terjadi penurunan utilitas pabrik karena kekurangan pasokan
akibat mengalirnya ekspor buah kelapa secara illegal. Belum adanya kebijakan
khusus yang mengatur tentang perkelapaan sehingga kelapa masih
diperdagangkan secara bebas. Hal ini berpengaruh terhadap keunggulan
kompetitif minyak kelapa Indonesia.
F. Peran Kesempatan
Para ilmuwan telah memprediksikan semakin menipisnya cadangan energi
dunia. Hal tersebut perlu ditangani dengan menggunakan sumber energi alternatif,
salah satunya dengan minyak nabati. Sejak 2009, Uni Eropa menerapkan
penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar pengganti solar. Penggunaan bio
energi di Eropa telah diakui oleh negara-negara lain. Itulah yang memprioritaskan
minyak kelapa sebagai aset terpenting saat ini. Minyak kelapa adalah produk yang
103
tidak pernah kehilangan pasar karena menentukan arah dan masa depan energi
dunia. Dengan demikian, terbuka pasar yang luas bagi negara-negara yang
menghasilkan minyak nabati, termasuk Indonesia.
5.3 Strategi Peningkatan Daya Saing Minyak Kelapa Indonesia
Setelah melakukan analisis daya saing minyak kelapa Indonesia, maka
langkah selanjutnya adalah merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing
tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Sumber informasi yang digunakan
berasal pembahasan di sub-bab sebelumnya. Identifikasi mengenai strengths,
weaknesses, opportunities dan threaths tersebut dapat dilihat pada tabel 27.
104
Tabel 27. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Identifikasi SWOT Faktor SWOT
Kekuatan Indonesia merupakan negara potensial dalam
menghasilkan kelapa
Minyak kelapa merupakan produk unggulan ekspor
kelapa
Kelemahan Banyaknya tanaman kelapa yang tua dan rusak
Produktivitas kelapa rendah
Upaya peremajaan tanaman kelapa hanya sebesar 2%,
dari tanaman yang rusak
Infrastruktur belum merata
Industri pengolahan kelapa bersifat parsial sehingga
tidak efisien dalam penggunaaan bahan baku
Utilitas industri minyak kelapa masih rendah
Belum terdapat sinergi antar petani dan industri serta
pembuat kebijakan
Peluang Adanya kontribusi penelitian dari Balitpalma untuk
pengembangan benih varietas unggul dengan produksi
dan produktiviitas kelapa yang tinggi
Pemanfaatan lahan kakao dan kopi untuk peremajaan
kelapa dengan sistem tumpang sari
Pemerintah mulai fokus pada pembangunan
infrastruktur di Indonesia
Terdapat peluang pasar yang belum terpenuhi
Pemerintah mulai melakukan upaya hilirisasi produk
kelapa
Ancaman Industri kekurangan bahan baku
Manajemen industri minyak kelapa di negara pesaing
lebih unggul
Negara importir menetapkan standar mutu yang ketat
Ekspor bahan baku (kelapa utuh)
Berdasarkan identifikasi SWOT pada tabel diatas, selanjutnya akan
diketahui pengaruh faktor-faktor SWOT secara internal dan eksternal terhadap
kondisi industri minyak kelapa Indonesia melalui matriks IFAS dan EFAS.
Matriks IFAS dan EFAS diperoleh melalui penilaian pakar dengan menggunakan
kuesioner. Penilaian pakar tersebut kemudian diambil nilai rata-rata dari seluruh
105
penilaian para pakar. Adapun perhitungan rata-rata bobot terdapat pada lampiran 4
dan perhitungan rata-rata rating terdapat pada lampiran 5.
Tabel 28. Matriks IFAS
No. Faktor Strategis Internal Bobot
(a)
Rating
(b)
Skor
(a x b)
Kekuatan
1. Indonesia merupakan negara
potensial dalam menghasilkan kelapa 0,55 3,83 2,09
2. Minyak kelapa merupakan produk
unggulan ekspor kelapa 0,45 3,33 1,50
Total 1.00 3,60
Kelemahan
1. Banyaknya tanaman kelapa yang tua
dan rusak 0,13 1,33 0,17
2. Produktivitas kelapa rendah 0,14 1,16 0,16
3. Upaya peremajaan tanaman kelapa
hanya sebesar 2%, dari tanaman yang
rusak 0,14 1,33 0,19
4. Infrastruktur belum merata 0,11 1,33 0,14
5. Industri pengolahan kelapa bersifat
parsial sehingga tidak efisien dalam
penggunaaan bahan baku 0,15 1,50 0,22
6. Utilitas industri minyak kelapa masih
rendah 0,14 1,33 0,19
7. Belum terdapat sinergi antar petani
dan industri serta pembuat kebijakan 0,18 1,16 0,20
Total 1.00 1,29
Sumbu X 2,30
Tabel 28 analisis pada matriks IFAS menunjukkan bahwa kondisi minyak
kelapa Indonesia saat ini memiliki kekuatan utama yaitu Indonesia merupakan
negara potensial dalam menghasilkan kelapa. Kekuatan ini menghasilkan skor
paling besar yaitu 2.09. Melalui kekuatan ini, Indonesia berpotensi
mengembangkan produk-produk basis kelapa termasuk minyak kelapa karena
ketersediaan bahan baku melimpah. Namun, kelemahan utama dalam
106
pengembangan minyak kelapa Indonesia yaitu infrastuktur belum merata dengan
nilai skor 0.14, diikuti oleh produktivitas kelapa yang rendah dengan nilai skor
0.16 dan banyaknya tanaman kelapa yang tua dan rusak dengan skor 0.17. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi pengembangan minyak kelapa Indonesia sangat baik
karena sebagai negara terbesar penghasil kelapa dunia, namun kemampuan
Indonesia dalam mengelola sumberdaya alam yang ada belum optimal sehingga
masih ada beberapa kelemahan seperti banyak tanaman yang tua dan rusak serta
produktivitas rendah yang disebabkan oleh rendahnya upaya peremajaan tanaman
kelapa.
Sedangkan hasil analisis matriks EFAS pada tabel 29 menunjukkan bahwa
dalam pengembangan utama minyak kelapa Indonesia, yang menjadi peluang
utama adalah pemerintah mulai melakukan upaya hilirisasi produk kelapa dengan
total skor sebesar 0.63. Hal ini dapat ditunjukkan dengan semakin banyaknya
produk kelapa yang bermunculan seperti minyak kelapa, dessicated coconut,
santan dan lainnya yang juga telah tersedia peluang pasar eskpornya. Sedangkan
untuk ancaman utama yang dihadapi adalah ekspor bahan baku (kelapa utuh)
dengan total skor 0.44. Ekspor kelapa yang diekspor menyebabkan industri
kekurangan bahan baku sehingga menyebabkan utilitas industri pengolahan
kelapa rendah, termasuk.
107
Tabel 29. Matriks EFAS
No. Faktor Strategis Internal Bobot
(a)
Rating
(b)
Skor
(a x b)
Peluang
1. Adanya kontribusi penelitian dari
Balitpalma untuk pengembangan
benih varietas unggul dengan produksi
dan produktiviitas kelapa yang tinggi 0,22 2,83 0,62
2. Pemanfaatan lahan kakao dan kopi
untuk peremajaan kelapa dengan
sistem tumpang sari 0,19 2,50 0,47
3. Pemerintah mulai fokus pada
pembangunan infrastruktur di
Indonesia 0,19 3 0,57
4. Terdapat peluang pasar yang belum
terpenuhi 0,19 3 0,57
5. Pemerintah mulai melakukan upaya
hilirisasi produk kelapa 0,21 3 0,63
Total 1.00 2,86
Ancaman
1. Industri kekurangan bahan baku
0,30 1,83 0,54
2. Manajemen industri di negara pesaing
lebih unggul 0,30 2,5 0,75
3. Negara importir menetapkan standar
mutu yang ketat 0,19 2,5 0,47
4. Ekspor bahan baku (kelapa utuh) 0,21 2 0,44
Total 1.00 2,21
Sumbu Y 0,65
Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS, selanjutnya akan diketahui posisi
strategi pengembangan minyak kelapa Indonesia. Nilai total pada faktor internal
minyak kelapa Indonesia sebesar 2.30 didapat dari nilai kekuatan sebesar 3.60 dan
nilai kelemahan sebesar 1.29 sedangkan untuk nilai total eksternal minyak kelapa
Indonesia sebesar 0.65 dari nilai peluang 2.86 dan nilai ancaman sebesar 2.21.
Selanjutnya tahap menetukan titik koordinat, titik koordinat untuk mengetahui
108
posisi strategi pengembangan minyak kelapa Indonesia dari hasil faktor internal
dan eksternal. Adapun nilai untuk menentukan titik koordinat sebagai berikut :
1. Sumbu horizontal (X) sebagai faktor internal (kekuatan dan kelemahan)
diperoleh hasil nilai koordinat X = 3.60-1.29 = 2.30
2. Sumbu vertikal (Y) sebagai faktor eksternal (peluang dan ancaman) diperoleh
dari hasil koordinat Y = 2.86-2.21 = 0.65
Hasil perhitungan dari koordinat diagram SWOT, sumbu X dan sumbu Y
menunjukkan nilai positif. Diagram SWOT minyak kelapa Indonesia dapat dilihat
pada gambar 19.
Gambar 19. Diagram SWOT Minyak Kelapa Indonesia Sumber : Rangkuti (2006) (Diolah)
S X
T
IV
I
4
(2.30, 0.65)
2.30
O
Strategi Agresif Strategi Turn
Around
Strategi Defensif Strategi Diversifikasi
0.65 II
III
W
Y
109
Berdasarkan diagram SWOT, posisi minyak kelapa Indonesia berada pada
kuadran I. Menurut Rangkuti (2006), posisi ini menunjukkan situasi yang sangat
menguntungkan. Indonesia memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini
adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented
strategy). Pada kondisi ini, strategi pertumbuhan agresif akan difokuskan pada
segala aspek yang memaksimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang
ada sehingga strategi pertumbuhan agresif yang cocok untuk diterapkan yaitu
strategi SO (Strenght-Opportunity).
Berdasarkan matriks SWOT, dapat dirumuskan alternatif-alternatif strategi
yang dapat digunakan untuk peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia
berdasarkan kondisi pengembangan kelapa saat ini yang digambarkan pada
diagram SWOT yaitu pada posisi kuadran I. Alternatif strategi yang dihasilkan
melalui matriks SWOT disusun dengan menggunakan kombinasi antara faktor-
faktor strategis internal dan eskternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman yang mana faktor-faktor tersebut diperoleh berdasarkan studi
pustaka, literatur internet, dan diskusi serta wawancara pakar. Adapun matriks
SWOT terdapat pada lampiran 6. Alternatif strategi SO (Strenght-Opportunity)
untuk meningkatkan daya saing minyak kelapa Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahsan sebelumnya, bahwa selama 5
tahun terakhir luas areal dan produksi kelapa Indonesia mengalami penurunan
sebesar 5.75% dan 5.44%. Ditambah lagi dengan produktivitas kelapa yang masih
110
rendah, hanya 1 kg/ha. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan melakukan
peremajaan tanaman kelapa sedangkan peningkatan produktivitas dapat dilakukan
dengan menggunakan varietas benih unggul bersertifikat yang telah ditetapkan
oleh Balitpalma. Kementerian Pertanian telah mengatur program peremajaaan di
sejumlah daerah potensial tahun terkahir hasil kelapa. Namun, peremajaan
tanaman kelapa yang dilakukan belum sebanding dengan jumlah tanaman kelapa
yang tua dan rusak serta belum mencapai target peremajaan yang ditetapkan.
Program ssperemajaan tanaman kelapa perlu ditingkatkan untuk memenuhi
kebutuhan kelapa domestik. Hal ini telah didukung oleh berkembangnya benih
varietas unggul yang memiliki potensi produksi dan produktivitas kelapa yang
tinggi dan tersedianya lahan untuk penanaman kelapa secara tumpangsari.
2. Memperluas pasar serta menjamin standar kualitas ekspor minyak kelapa
Hingga saat ini, Indonesia menjadi eksportir minyak kelapa terbesar setelah
Filipina. Peluang pasar semakin besar karena permintaan dunia terhadap minyak
kelapa semakin tinggi. Standar kualitas pun harus dipenuhi karena masing-
masing negara importir memiliki standard khusus untuk minyak kelapa yang
masuk ke negaranya. Menurut Kementerian Perdagangan (2016), Indonesia
berada diperingkat ke-22 dalam memasok kebutuhan minyak kelapa ke negara
imporitr, terutama di Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih kalah
tertinggal dibanding negara eksportir minyak kelapa lainnya dari segi kualitas.
Pasokan minyak kelapa di Indonesia hanya unggul secara kuantitas namun belum
didukung oleh standar kualitas yang baik. Padahal negara yang menetapkan
standar ketat tersebut menjadi peluang pasar bagi Indonesia.
111
3. Menjamin ketersediaan bahan baku industri
Minyak kelapa merupakan salah satu ekspor unggulan produk kelapa.
Maka perlu penjaminan ketersediaan bahan baku dengan mendukung program
upaya hiliriasasi produk olahan kelapa. Upaya hilirisasi produk olahan kelapa ini
diharapkan dapat meminimalisir penggunaan buah kelapa sebagai bahan baku
untuk non-industri, terutama ekspor.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh
adalah sebagai berikut :
1. Industri minyak kelapa Indonesia dihadapkan dengan kondisi kekurangan
bahan baku. Hal ini dikarenakan banyak tanaman kelapa yang rusak dan tua
yang berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas kelapa, ekspor buah
kelapa illegal menjadi legal dan terjadinya pergeseran industri yang membuat
antar industri bersaing mendapatkan bahan baku. Sebesar 91% minyak kelapa
diekspor dengan pasar tujuan utama 93% ke China.
2. Berdasarkan analisis daya saing minyak menggunakan RCA, Indonesia kalah
jauh dibandingkan Filipina dengan perolehan nilai RCA rata-rata (2006-2015)
secara berurutan 36.4 dan 162.5 untuk minyak kelapa mentah (151311) serta
22.3 dan 103.3 untuk minyak kelapa yang dimurnikan maupun tidak
dimurnikan dan turunannya (151319). Secara kompetitif, minyak kelapa
Indonesia belum berdaya saing secara kompetitif.
3. Berdasarkan Analisis SWOT, dengan fokus pada strategi SO maka didapatkan
tiga strategi peningkatan daya saing minyak kelapa, yaitu : meningkatkan
produksi dan produktivitas kelapa, memperluas pasar serta menjamin standar
kualitas ekspor minyak kelapa dan menjamin ketersediaan bahan baku
industri.
113
6.2 Saran
Adapun saran yang yang diajukan untuk pengembangan minyak kelapa
Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah perlu melakukan peremajaan tanaman kelapa, rehabilitasi dan
perluasan tanaman kelapa secara intensif, melakukan pengendalian ekspor
dengan membangun pelabuhan di sentra produksi kelapa.
2. Pengembangan dan pencapaian standar kualitas minyak kelapa, sebagai salah
satu upaya untuk menjamin kualitas dan meningkatkan daya saing minyak
kelapa Indonesia.
3. Mengoptimalkan potensi sumber daya alam melalui peluang yang ada dengan
membangun sistem industri pengolahan kelapa terpadu.
114
DAFTAR PUSTAKA
Afiifah, Iffah Nur. 2016. Daya Saing Minyak Atsisi Indonesia di Pasar
Internasional [Skripsi]. Fakultas Sains Dan Teknologi. (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah)
Alamsyah, Andi Nur. 2005. Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka
Penyakit. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka
Arifin, Sjamsul. Rae, Dian Ediana. Joseph, Charles P.R. 2004. Kerja Sama
Perdagangan Internasional: Peluang Dan Tantangan bagi Indonesia.
Jakarta: Elex Media Komputindo
Asian and Pacific Coconut Community (APCC). 2017. Coconut Statistical
Yearbook 2015. Jakarta: APCC
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kelapa. Edisi Kedua. Departemen Pertanian:
Jakarta
Bank Indonesia. 2004. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Industri minyak
kelapa. Jakarta: Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
David, Fred R. 2004. Manajemen Strategi Konsep-Konsep. PT Indeks Kelompok:
Jakarta
Deliarnov. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi. Jakarta: Erlangga
Dewi, Agita Puspa (2011). Strategi Pemasaran Produk Agroindustri pengolahan
kelapa Berorientasi Ekspor [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
(Bogor:Institut Pertanian Bogor)
Faqih, Achmad. 2010. Manajemen Agribisnis. Dee Publish:Yogyakarta
Hambali, Erliza. Mujdalipah, Siti. Tambunan, Armansyah Halomoan. Pattiwiri,
Abdul Waries. Hendroko, Roy. 2008. Teknologi Bioenergi. PT. Agromedia
Pustaka:Tangerang
Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia. 201. Naskah Akademis:
Kebijakan Pengembangan Produksi dan Pengendalian Ekspor Buah Kelapa.
Jakarta: Kementerian Perindustrian
Hubeis, Musa. Najib, Mukhamad. 2008. Manajemen Strategik dalam
Pengembangan Daya Saing Organisasi. Kompas Gramedia : Jakarta
115
ITPC lyon. 2015 Market Brief Komoditas Kelapa dan Produk Olahannya di
Perancis. Kementerian Perdagangan
Kementerian Perindustrian. 2010. Roadmap Industri Pengolahan kelapa. Jakarta:
Direktorat Jenderal Industri Agro
Kementerian Pertanian. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016. Jakarta:
Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017. Jakarta:
Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian. 2016. Statistik Pertanian 2016. Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian & Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta:
Kementerian Pertanian
Nurunisa, Venty Fitriany. 2011. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan
Agribisnis Teh Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
(Bogor: Institut Pertanian Bogor)
Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press
Prabowati, Banun Diyah. Arkeman, Yandra. Mangunwidjaja, Djumali. 2011.
Penentuan Produk Prospektif Untuk Pengembangan Agroindustri pengolahan
kelapa Secara terintegrasi. Jurnal. Hal 2. Oktober
Rahmanu, Riza. 2009. Analisis Daya Saing Industri Pengolahan dan Hasil Olahan
Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. (Bogor: Institut
Pertanian Bogor)
Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Rinaldi, Salman Farisi. Karyani, Tuti. 2015. Analisis Daya Saing Ekspor Komoditas
Kopra Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal Seminar Nasional
Pembangunan Inklusif di Sektor Pertanian II. Hlm 6. 9-10 September
Salvator. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima Jilid I. Munandar H,
penerjemah; Sumiharti Y, editor. Erlangga: Jakarta
Setyamidjaja, Djoehana. 2008. Bertanam Kelapa. Yogyakarta: Kanisius
Sumber Sinabutar. 2016. Market Brief Peluang Pasar Produk Coconut Copra ,
Palm Kernel or Babassu Oil (HS 1513) di Italia. Atase Perdagangan
Kedutaan Besar Republik Indonesia Roma : Jakarta
116
Suwarto. Octavianty, Yuke. Hermawati, Silvia. 2014. Top 15 Tanaman
Perkebunan. Penebar Swadaya: Jakarta
Tambunan, Tulus. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia
Turukay, Martha. 2008. Analisis Permintaan Ekspor Kopra Indonesia Di Pasar
Dunia. Jurnal Agroforestri. Volume III No. 2. Hlm 1. Juni
Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Yogyakarta: Kanisisus IKAPI
Zuhal. 2010. Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Daya Saing. Jakarta:
Pt. Gramedia Pustaka Utama
Asian and Pacific Coconut Community (APCC). 2017. Country Profile.
http://www.apccsec.org. Diakses pda tanggal 25 Januari pk 15.15 WIB
Broaddus, Hannah. 2016. Supply and Demand In The Coconut Oil Market
[Market Update]. www.centrafoods.com/blog/supply-and-demand-in-the-
coconut-oil-market-market-update. Diakses pada 16 Februari 2017 pk.
20.00 WIB
Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia. 2016. Industri Pengolahan
Kelapa Kekurangan Bahan Baku. http://www.hipki.org. Diakses pada
tanggal 27 Januari pk 10.10 WIB
Balitpalma. 2017. Balitbangtan Siapkan Benih Sumber Varietas Unggul Kelapa.
www.perkebunan.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 20
September pk. 00.31 WIB
Kementerian Perdagangan. 2014. Laporan Akhir: Kajian Kebijakan
Pengembangan Diversifikasi Pasar dan Produk Ekspor.
http://www.kemendag.go.id. Diakses pada 26 Februari 2017 pk. 23.41
Kementerian Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Kelapa, Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian & Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
http://kementan.go.id. 25 Januari, pk. 17.01 WIB
PT. Sari Mas Permai. 2017. www.sarimas.com. Diakses pada tanggal 22 Sepetember
2017 pk 15.56 WIB
UN Comtrade. 2017. International Trade in Goods based on UN Comtrade data.
http://www.comtade.un.org. Diakses pada tanggal 23 Februari 2017 pk
21.01 WIB
117
World Atlas. 2016. 10 Negara dengan Produksi Kelapa Terbesar di Dunia.
http://www.databoks.katadata.co.id. Diakses pada tanggal 25 Januari, pk
22.00 WIB
118
Lampiran 1. Definisi Operasional
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Instrumen
Wawancara Data
Sekunder
Sistem Agribisnis
Subsistem Hulu Pembibitan Suatu proses penanaman
bibit dari bentuk biji hingga
menjadi tanaman dan
menghasilkan buah
Pembibitan tanaman kelapa
Teknologi budidaya kelapa
Peremajaan tanaman kelapa
Subsistem Usahatani Bahan baku Bahan baku merupakan
bahan yang digunakan
dalam membuat produk
dimana bahan tersebut
secara menyeluruh tampak
pada produk jadinya
Luas areal, produksi dan
produktivitas
Karakteristik produsen kelapa
berdasarkan tipe kepemilikan
usaha
Ekspor butir kelapa
Kebutuhan butir kelapa
domestik
Subsistem
Pengolahan
Produk Bahan baku kelapa yang
telah diolah menjadi sesuatu
yang bernilai tambah untuk
dikonsumsi pasar
Jenis produk olahan kelapa
yang diproduksi di Indonesia
Produksi tahunan produk
olahan kelapa yang dihasilkan
Indonesia
Subsistem
Pemasaran
Pasar Pasar merupakan tempat
penyaluran produk olahan
kelapa, baik dalam lingkup
Alur pemasaran produk
olahan kelapa
Produk kelapa yang terserap
119
domestik maupun untuk
ekspor
di pasar ekspor
Volume dan nilai ekspor
produk olahan kelapa
Negara tujuan ekspor produk
minyak kelapa Indonesia
Volume dan nilai ekspor
produk olahan kelapa
Indonesia di negara tujuan
Presentase pasar yang
dikuasai oleh negara ekspor
minyak kelapa melalui nilai
ekspor di negara tujuan
Subsistem
Penunjang
Riset dan
Pengembangan
Suatu lembaga yang
mengembangkan produk
baru atau menyempurnakan
produk yang telah ada
Peranan masing-masing
lembaga penunjang agribisnis
kelapa
Keuangan Badan usaha yang
mengumpulkan asset dalam
bentuk dana dari masyarakat
dan disalurkan untuk
pendanaan kegiatan
ekonomi yang diperoleh
berdasarkan besarnya dana
yang disalurkan
Pemerintah Organisasi yang memiliki
wewenang untuk membuat
dan menerapkan huku serta
Lampiran 1. Lanjutan
120
undang-undang
Asosiasi Suatu perkumpulan yang
dibuat oleh sekelompok
orang yang mendasari
terbentuknya lembaga-
lembaga social
Berlian Porter
Faktor Kondisi Sumber Daya
Fisik/Alam
Segala sesuatu yang berasal
dari alam untuk kepentingan
dan kebutuhan hidup
manusia
Kesesuaian iklim dalam
budidaya tanaman kelapa
Kondisi perkebunan kelapa
Indonesia
Sebaran wilayah pabrik
minyak kelapa di Indonesia
Akses industri minyak kelapa
terhadap input (bahan baku)
Sumberdaya
Manusia
Individu yang bekerja pada
sebuah organisasi sebagai
penggerak tujuan dari
organisasi tersebut
Tenaga kerja yang tersedia di
bagian hulu maupun hilir
Bentuk kerjasama antar
petani, perusahaan dan
pemasar
Sumberdaya
IPTEK
Ketersediaan sumber-
sumber pengetahuan dan
teknologi terhadap suatu
kegiatan bisnis
Teknologi yang diterapkan
dalam memproduksi minyak
kelapa
Ketersediaan lembaga
penelitian
Sumberdaya Modal yang digunakan Jenis pembiayaan (sumber
Lampiran 1. Lanjutan
121
Modal dalam suatu kegiatan proses
produksi
modal) untuk industri minyak
kelapa
Minat investor terhadap
industri minyak kelapa di
Indonesia
Sumberdaya
Infrastruktur
Fasilitas sarana dan
prasarana sebagai penunjang
utama suatu kegiatan bisnis
Kondisi sarana dan prasarana
Pengangkutan bahan baku ke
lokasi pabrik
Pengangkutan minyak kelapa
ke pelabuhan (kapal) untuk
ekspor
Kondisi Permintaan Permintaan Jumlah barang diminta dan
diinta pada suatu waktu
tertentu oleh konsumen
Permintaan minyak kelapa
domestic
Jumlah permintaan dan pola
pertumbuhan
Kontribusi Indonesia dalam
pemenuhan minyak kelapa
dunia
Industri Terkait dan
Pendukung
Industri Kegiatan pengolahan bahan
mentah menjadi barang jadi
yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan
keuntungan
Industri pemasok bahan baku
Industri jasa tata niaga
Persaingan, Struktur
dan Strategi
Persaingan sebagai faktor
pendorong untuk
berkompetisi, struktur pasar
untuk mengetahui tipe pasar
dan strategi merupakan
Persaingan dengan produk
sejenis
Tipe pasar minyak kelapa
Pesaing utama minyak kelapa
Indonesia
Lampiran 1. Lanjutan
122
langkah yang diambil untuk
jangka panjang
Peran Pemerintah Kebijakan Arah tindakan yang
dirumuskan untuk
kepentingan bersama
Kebijakan pemerintah yang
paling berpengaruh terhadap
industri minyak kelapa
Peran
Kesempatan/Peluang
Peluang Situasi terbaik yang sedang
dihadapi yang akan menjadi
sebab pendukung dari suatu
kejadian
Kejadian yang dapat
dijadikan peluang dalam
mengembangkan minyak
kelapa Indonesia
Lampiran 1. Lanjutan
123
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan Informan
1. Menurut data statistik Kementerian Pertanian, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir luas areal kelapa
mengalami penyusutan. Apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?
2. Apa yang menyebabkan butir kelapa sebagai bahan baku banyak diekspor? 3. Apakah terdapat butir kelapa yang diekspor secara illegal? Bagaimana mengatasi hal tersebut?
4. Berapa kebutuhan butir kelapa secara nasional?
5. Apakah telah mampu tercukupi atau terjadi kekurangan? 6. Berdasarkan data, tanaman kelapa telah berumur kisaran 20-40 tahun, apakah terdapat peremajaan
terhadap tanaman kelapa? Jika ada, bagaimana sistem peremajaan tanaman kelapa tersebut? 7. Bagaimana alur distribusi butir kelapa ke pabrik pengolahan kelapa dan eksportir?
8. Bagaimana perbandingan tingkat keuntungan petani dalam menjual butir kelapa ke pabrik pengolahan
kelapa dan eksporir? 9. Apa upaya perintah dalam meningkatkan kualitas tanaman kelapa?
10. Apa kebijakan pemerintah yang paling berpengaruh tentang perkelapaan di Indonesia?
11. Bagaimana realisasi kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tentang perkelapaan nasional dan
apa tantangan dalam merealisasikan kebijakan tersebut serta cara mengatasinya?
Direktorat
Jenderal
Perkebunan
1. Berapa kebutuhan butir kelapa sebagai bahan baku industri pengolahan kelapa secara nasional?
2. Bagaimana pemenuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan tersebut? Apakah menggunakan
bahan baku domestik atau impor?
3. Apa produk olahan kelapa yang paling diminati oleh pasar domestik dan pasar luar negeri?
4. Minyak kelapa sebagai produk yang paling diekspor, apakah menjadi kekuatan atau kelemahan bagi
perekonomian indonesia?
5. Bagaimana akses industri minyak kelapa terhadap bahan baku sebagai input?
6. Bagaimana bentuk kerjasama antara petani, pabrik industri minyak kelapa dan pemasar?
7. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana (jalan, pengangkutan dll) dari petani ke pabrik pengolahan
industri?
8. Bagaimana sistem pengangkutan minyak kelapa ke pelabuhan (kapal) untuk di ekspor?
Direktorat
Jenderal Industri
Agro
124
9. Industri terkait apa saja yang mendukung industri minyak kelapa?
10. Bagaimana potensi pengembangan industri minyak kelapa di Indonesia?
11. Bagaimana standar mutu minyak kelapa untuk ekspor?
12. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi keterbatasan industri minyak kelapa?
13. Apa kebijakan pemerintah yang paling berpengaruh terhadap industri minyak kelapa Indonesia?
1. Bagaimana jalur tata niaga minyak kelapa Indonesia?
2. Bagaimana prosedur/teknis ekpor minyak kelapa Indonesia?
3. Apa kebijakan pemerintah yang paling berpengaruh terhadap perdagangan ekspor minyak kelapa?
4. Bagaimana peluang ekspor minyak kelapa di pasar internasional?
5. Bagaimana standar mutu minyak kelapa yang telah ditetapkan secara internasional?
Direktorat
Jenderal
Perdagangan Luar
Negeri
1. Bagaimana persaingan minyak kelapa Indonesia dengan negara pesaing?
2. Adakah suatu kondisi di pasar internasional yang dapat menjadi suatu peluang/kesempatan bagi
minyak kelapa Indonesia?
3. Bagaimana potensi pengembangan minyak kelapa di negara pesaing?
4. Bagaimana posisi tawar pembeli (eksportir) terhadap minyak kelapa Indonesia?
5. Bagaimana posisi indonesia di pasar luar negeri? apakah sebagai market leader atau market follower?
6. Apa perbedaan yang paling signifikan dari pengelolaan industri minyak kelapa di Indonesia dengan di
negara pesaing?
7. Bagaimana regulasi di negara pesaing terkait pengembangan industri minyak kelapa?
8. Jika terdapat sesuatu yang perlu dicontoh dari negara pesaing terkait industri perkelapaan, apa yang
bisa dicontoh dan dapat diterapkan di Indonesia?
Asia and Pacific
Coconut
Community
(APCC)
Lampiran 2. Lanjutan
125
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
FAKTOR KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DAN ANCAMAN
MINYAK KELAPA INDONESIA
No. Faktor-Faktor Bobot Rating
A. Faktor Internal
A.1 Kekuatan
A.1.1 Indonesia merupakan negara potensial dalam menghasilkan kelapa
A.1.2 Minyak kelapa merupakan produk unggulan ekspor kelapa, sebesar 760.072 MT minyak kelapa
di ekspor tahun 2015 (Asian and Pacific Coconut Community)
A.2 Kelemahan
A.2.1 Seluas 463.847 ha (13% dari keseluruhan luas areal) tanaman kelapa yang tua dan rusak
(Kementerian Pertanian)
A.2.2 Produktivitas kelapa rendah sebesar rata-rata 1 ton/ha (Kementerian Pertanian)
A.2.3 Upaya peremajaan tanaman kelapa baru dilakukan 2%, dari tanaman yang rusak (Kementerian
Pertanian)
A.2.4 Infrastruktur belum merata, terutama di wilayah Indonesia bagian timur (Kementerian
Perindustrian)
A.2.5 Industri minyak kelapa bersifat parsial sehingga tidak efisien dalam penggunaaan bahan baku
(Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia)
A.2.6 Utilitas industri minyak kelapa masih rendah, hanya sebesar 45.7% (Himpunan Industri
Pengolahan Kelapa Indonesia)
A.2.7 Belum mampu memenuhi standar kualitas pasar Eropa dan Amerika (Kementerian Perdagangan)
A.2.8 Belum terdapat sinergi antar petani dan industri serta pembuat kebijakan (Kementerian
Perindustrian)
B. Faktor Eksternal
126
B.1 Peluang
B.1.1 Kontribusi penelitian Balitpalma yang memproduksi benih varietas unggul dapat meningkatkan
produksi dan proktivitas tanaman kelapa
B.1.2 Pemanfaatan lahan kakao dan kopi untuk peremajaan kelapa dengan sistem tumpangsari
(Direktorat Jenderal Perkebunan)
B.1.3 Pemerintah mulai fokus pada pembangunan infrastruktur di Indonesia (Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat)
B.1.4 Terdapat peluang pasar yang belum terpenuhi, selain negara China sebagai Negara tujuan utama
ekspor minyak kelapa (UN Comtrade)
B.1.5 Pemerintah mulai melakukan upaya hilirisasi produk kelapa (Himpunan Industri Pengolahan
Kelapa Indonesia)
B.2 Ancaman
B.2.1 Industri kekurangan bahan baku. Kapasitas industri terpasang 15.51 milyar butir baru terpenuhi
sebesar 7.08 milyar butir kelapa (Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia)
B.2.2 Manajemen industri di negara pesaing (Filipina) lebih unggul
B.2.3 Negara importir menetapkan standar mutu yang ketat (Kementerian Perdagangan)
B.2.4 Ekspor bahan baku dalam jumlah yang besar yaitu 2.02 milyar butir (Himpunan Industri
Pengolahan Kelapa Indonesia)
127
Lampiran 4. Perhitungan Rata-Rata Bobot
Perhitungan Rata-Rata Bobot Faktor Internal Faktor
Internal
Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata
Kekuatan
1 0,571428571 0,571428571 0,571428571 0,5 0,5 0,571429 0,547619
2 0,428571429 0,428571429 0,428571429 0,5 0,5 0,428571 0,452381
Kelemahan
1 0,153846154 0,153846154 0,1 0,1 0,1 0,190476 0,133028
2 0,153846154 0,115384615 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,143681
3 0,153846154 0,115384615 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,143681
4 0,115384615 0,153846154 0,1 0,1 0,1 0,095238 0,110745
5 0,153846154 0,153846154 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,150092
6 0,115384615 0,153846154 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,143681
7 0,153846154 0,153846154 0,2 0,2 0,2 0,142857 0,175092
Perhitungan Rata-Rata Bobot Faktor Eksternal Faktor
Eksternal
Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata
Peluang
1 0,22 0,1875 0,222222222 0,285714 0,166667 0,25 0,22
2 0,17 0,1875 0,222222222 0,214286 0,166667 0,1875 0,19
3 0,17 0,1875 0,222222222 0,142857 0,222222 0,1875 0,19
4 0,22 0,1875 0,166666667 0,142857 0,222222 0,1875 0,19
5 0,22 0,25 0,166666667 0,214286 0,222222 0,1875 0,21
Ancaman
1 0,285714286 0,25 0,25 0,333333 0,333333 0,333333 0,30
2 0,285714286 0,25 0,25 0,333333 0,333333 0,333333 0,30
3 0,214285714 0,25 0,333333333 0,111111 0,111111 0,111111 0,19
4 0,214285714 0,25 0,166666667 0,222222 0,222222 0,222222 0,22
128
Lampiran 5. Perhitungan Rata-Rata Rating
Perhitungan Rata-Rata Rating Faktor Internal Faktor
Internal
Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata
Kekuatan
1 4 4 4 3 4 4 3,833333
2 3 4 3 3 4 3 3,333333
Kelemahan
1 1 1 2 2 1 1 1,333333
2 1 2 1 1 1 1 1,166667
3 1 1 1 2 1 2 1,333333
4 1 1 1 2 1 2 1,333333
5 1 2 2 1 1 2 1,5
6 2 1 2 1 1 1 1,333333
7 2 1 1 1 1 1 1,166667
Perhitungan Rata-Rata Rating Faktor Eksternal Faktor
Eksternal
Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata
Peluang
1 3 3 3 1 4 3 2,833333
2 2 2 4 2 3 2 2,5
3 2 3 3 3 4 3 3
4 2 3 3 3 4 3 3
5 3 4 2 3 4 3 3,166667
Ancaman
1 2 1 3 2 1 2 1,833333
2 3 3 2 3 1 3 2,5
3 3 3 4 2 1 2 2,5
4 2 1 4 2 1 2 2
129
Lampiran 6. Matriks SWOT
Kekuatan (Strenghts-S)
1. Indonesia merupakan negara potensial
dalam menghasilkan kelapa
2. Minyak kelapa merupakan produk
unggulan ekspor kelapa
Kelemahan (Weaknesses-W)
1. Banyaknya tanaman kelapa yang tua
dan rusak
2. Produktivitas kelapa rendah
3. Upaya peremajaan tanaman kelapa
hanya sebesar 2%, dari tanaman yang
rusak
4. Infrastruktur belum merata
5. Industri pengolahan kelapa kelapa
bersifat parsial sehingga tidak efisien
dalam penggunaaan bahan baku
6. Utilitas industri minyak kelapa masih
rendah
7. Belum terdapat sinergi antar petani dan
industri serta pembuat kebijakan
Peluang (Opportunities-O)
1. Adanya kontribusi penelitian dari
Balitpalma untuk pengembangan
benih varietas unggul dengan
produksi dan produktiviitas kelapa
yang tinggi
2. Terdapat tanaman kakao seluas 1.7
juta ha dan tanaman kopi 1.3 juta ha
yang tidak ada naungan sehingga
Strategi SO
1. Meningkatkan produksi dan
produkivitas kelapa (S1, O1)
2. Memperluas pasar serta menjamin
standar kualitas ekspor minyak
kelapa (S2, O4, O5)
3. Menjamin ketersediaan bahan baku
(S1, S2, O4)
Strategi WO
1. Melakukan percepatan peremajaan
tanaman kelapa (W1, W2, W3, O1,
O2)
2. Percepatan pembangunan infrastruktur
(W4, O3)
3. Menjamin ketersediaan bahan baku
(W6, O5)
4. Memenuhi standar kualitas minyak
Internal
Eksternal
130
peremajaan tanaman kelapa dapat
dilakukan dengan memanfaatkan
lahan tersebut dengan sistem
tumpangsari
3. Pemerintah mulai fokus pada
pembangunan infrastruktur di
Indonesia
4. Terdapat peluang pasar yang belum
terpenuhi
5. Pemerintah mulai melakukan upaya
hilirisasi produk kelapa
kelapa di negara importir (W6, O4)
5. Membangun sinergitas antar
stakeholder (W8, O5)
Ancaman (Threats-T)
1. Industri kekurangan bahan baku
2. Manajemen industri di negara
pesaing lebih unggul
3. Negara importir menetapkan
standar mutu yang ketat
4. Ekspor bahan baku (kelapa utuh)
Strategi ST
1. Pengendalian ekspor buah kelapa
melalui penetapan pelabuhan ekspor
(S1,S2, O1, O4)
2. Memenuhi standar kualitas minyak
kelapa di negara importir (S2, O2, O3)
Strategi WO
1. Pengendalian ekspor bahan baku
melalui penetapan pelabuhan ekspor
(W4, T4)
2. Pembelian kelapa dengan harga yang
menguntungkan petani dan industri
dengan kontrak usaha dan penerapan
manajemen rantai pasok (W6, W8, T1,
T4)
Lampiran 6. Lanjutan