146
DAYA SAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK KELAPA INDONESIA Munawaroh Tuddohiyah 1113092000018 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1439 H

Munawaroh Tuddohiyah 1113092000018

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DAYA SAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

MINYAK KELAPA INDONESIA

Munawaroh Tuddohiyah

1113092000018

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H

DAYA SAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

MINYAK KELAPA INDONESIA

Munawaroh Tuddohiyah

1113092000018

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Munawaroh Tuddohiyah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal

Lahir

: Bogor, 28 April 1996

Agama : Islam

Alamat : Ds. Cibinong Kp. Rawa

Lembang Rt. 03/11 Kec.

Gunung Sindur Kab. Bogor

No. HP : 085775796476

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

2001 – 2007 : SDN Cibinong 01

2007 – 2010 : MTs Nurul Furqon

2010 – 2013 : SMA An-Najah

2013 – 2018 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI

2011-2012 : Ketua OSIS SMA An-Najah

2011-2012 : Sekretaris ROHIS SMA An-Najah

2011-2012 : Bendahara IP3MA

(Ikatan Pelajar Pondok Pesantren Modern An- Najah)

2015-2016 : Humas LSO (Lembaga Seni Otonom) Saman Agribisnis

UIN Syarif Hidayatullah

2015-2016 : Ketua Departemen Infokom HMJ Agribisnis UIN Syarif

Hidayatullah

2016 : Volunteer Youth’s Act For Indonesia (YAFI)

2017 : Volunteer Program Gerakan Indonesia 2030

PENGALAMAN KERJA

2015 : Tenaga Pengajar Privat Mengaji

2016 : Praktik Kerja Lapang di UD. Sabila Farm

PENDIDIKAN NON-FORMAL

2017 : Kursus Bahasa Jerman Level A1

RINGKASAN

Munawaroh Tuddohiyah, Daya Saing dan Strategi Pengembangan Minyak

Kelapa Indonesia. Di bawah bimbingan Nunuk Adiarni dan Akhmad Mahbubi

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui kondisi industri minyak

kelapa Indonesia, 2) menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif minyak

kelapa Indonesia, 3) merumuskan strategi peningkatan daya saing minyak kelapa

Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini mencakup bahasan daging kelapa dan

perdagangan minyak kelapa Indonesia secara nasional dan internasional. Data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan wawancara dan

kuesioner serta data sekunder berupa data panel yakni time series dan cross

section mulai tahun 2006 hingga tahun 2015. Data primer bersumber wawancara

dengan berbagai narasumber dari Kementerian Pertanian, Kementerian

Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Asian and Pacific Coconut Community

(APCC). Adapun data sekunder bersumber dari UN Comtrade, APCC,

Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan

dan lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem

Agribisnis untuk mengetahui kondisi agribisnis kelapa Indonesia, Revealed

Comparative Advantage (RCA) untuk mengukur keunggulan komparatif, Berlian

Porter untuk mengukur keunggulan kompetitif serta Analisis SWOT untuk

merumuskan strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia.

Hasil pendekatan Sistem Agribisnis diperoleh bahwa industri minyak

kelapa Indonesia dihadapkan dengan kondisi kekurangan bahan baku. Hal ini

dikarenakan banyak tanaman kelapa yang rusak dan tua yang berpengaruh

terhadap produksi dan produktivitas kelapa, ekspor buah kelapa illegal menjadi

legal dan terjadinya pergeseran industri yang membuat antar industri bersaing

mendapatkan bahan baku. Sebesar 91% minyak kelapa diekspor dengan pasar

tujuan utama 93% ke China.

Berdasarkan analisis daya saing minyak menggunakan RCA, Indonesia

kalah jauh dibandingkan Filipina dengan perolehan nilai RCA rata-rata (2006-

2015) secara berurutan 36.4 dan 162.5 untuk minyak kelapa mentah (151311)

serta 22.3 dan 103.3 untuk minyak kelapa yang dimurnikan maupun tidak

dimurnikan dan turunannya (151319). Secara kompetitif, minyak kelapa

Indonesia belum berdaya saing secara kompetitif.

Berdasarkan analisis SWOT, posisi strategi yang mendukung daya saing

minyak kelapa Indonesia adalah strategi agresif dengan fokus pada strategi SO

maka didapatkan tiga strategi peningkatan daya saing minyak kelapa, yaitu :

meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa, memperluas pasar serta

menjamin standar kualitas ekspor minyak kelapa dan menjamin ketersediaan

bahan baku industri.

Kata Kunci : Minyak kelapa, Keunggulan komparatif, Keunggulan kompetitif,

Daya Saing

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Daya Saing

dan Strategi Pengembangan Minyak Kelapa Indonesia”. Selama penulisan

penelitian ini, penulis menghadapi beberapa permasalahan dan kendala. Namun

penulis mendapatkan banyak bantuan baik berupa materi, wawasan, motivasi dan

bimbingan yang diberikan sehingga sangat membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih sebesar-besarnya terutama pada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Amin Rafidin dan Ibu Marwiyah yang

selalu memberikan doa dan motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir program studi strata-1.

2. Putri Maharani dan Fitri Adila yang telah menjadi penyemangat bagi

penulis.

3. Ibu Dr. Nunuk Adiarni, MM dan Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM

selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan,

motivasi dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Dr. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Iwan Aminudin, M. Si selaku

ketua dan sekretasris program studi Agribisnis Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

viii

6. Seluruh staf pengajar program studi Agribisnis yang telah memberikan

bekal ilmu yang bermanfaat sebagai pedoman yang memudahkan penulis

dalam penelitian ini.

7. Ibu Trisunar Prasetyanti selaku Kepala Seksi Sarana Pengolahan

Direktorat Jenderal Perkebunan (Kementerian Pertanian), Bapak

Jeffrinaldy selaku Staf Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan

Perikanan (Kementerian Perindustrian), Ibu Endah Triwiningsih Staf

Direktorat Tanaman Pangan dan Hortikultura (Kementerian Perdagangan),

Bapak Alit Pirmansah selaku Market Development Officer (Asian and

Pacific Cococnut Community) dan Bapak Katrun selaku staf Dewan

Kelapa Indonesia (Dekindo), terimakasih telah memberikan kesempatan

dan bersedia meluangkan waktu untuk menjadi informan yang membantu

memberikan data yang penulis butuhkan dalam proses penyusunan skripsi

ini.

8. Rekan seperjuangan Kika, Nopi, Wulan,Elma, Izza, Millah, Rizki,

Husnan, Ririn serta keluarga besar Agribisnis angkatan 2013 yang

senantiasa memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi dan

menemani selama masa perkuliahan.

9. Sepupu seperjuangan, Rifko dan Mutia yang telah memberikan motivasi

bagi penulis.

10. Teman-teman KKN ON FIRE, yang telah memberikan dukungan dan

semangat dalam penyelesaian skripsi.

ix

Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak

kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. Penulis berharap skripsi ini

bermanfaat dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.

Jakarta, 18 Januari 2018

Munawaroh Tuddohiyah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9

2.1 Tinjauan Teoritis ............................................................................. 9

2.1.1 Kelapa (Cocos nucifera)......................................................... 9

2.1.2 Minyak Kelapa ............................................................... ....... 12

2.1.3 Sistem Agribisnis ................................................................... 14

2.1.4 Perdagangan Internasional ..................................................... 17

2.1.5 Teori Perdagangan Internasional ............................................ 18

2.1.6 Konsep Daya Saing ................................................................ 21

2.1.7 Analisis IFAS dan EFAS ....................................................... 25

2.1.8 Analisis SWOT ...................................................................... 26

2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 28

2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 30

2.3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ............................................ 30

2.3.2 Kerangka Pemikiran Operasional........................................... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 34

3.1 Waktu Penelitian .............................................................................. 34

3.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 35

3.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 35

xi

3.4 Metode Analisis Data ....................................................................... 36

3.4.1 Sistem Agribisnis ................................................................... 36

3.4.2 Analisis Berlian Porter ........................................................... 37

3.4.3 Revealed Comparative Advantage (RCA) ............................. 38

3.4.4 Analisis SWOT ..................................................................... 39

BAB IV GAMBARAN UMUM MINYAK KELAPA INDONESIA ............... 46

4.1 Minyak Kelapa .............................................................................. 46

4.2 Teknologi Proses Pengolahan Minyak Kelapa .............................. 47

4.2.1 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Basah ................................ 48

4.2.2 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Kering ............................... 49

4.2.3 Proses Pemurnian Minyak Goreng ......................................... 50

4.3 Industri Minyak Kelapa ................................................................ 51

4.4 Perdagangan Minyak Kelapa Dunia .............................................. 53

4.4.1 Konsumsi Minyak Kelapa Dunia ........................................... 53

4.4.2 Ekspor dan Impor Minyak Kelapa Dunia .............................. 55

4.4.3 Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa ... 57

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 59

5.1 Kondisi Industri Kelapa Indonesia ................................................. 59

5.1.1 Subsistem Hulu .................................................................... 59

5.1.2 Subsistem Budidaya ............................................................. 69

5.1.3 Subsistem Pengolahan ......................................................... 71

5.1.4 Subsistem Pemasaran ........................................................... 82

5.1.5 Subsistem Lembaga Penunjang ........................................... 83

5.2 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Kelapa

Indonesia ........................................................................................... .85

5.2.1 Keunggulan Komparatif di Pasar Internasional ................... 85

5.2.2 Keunggulan Kompetitif Minyak Kelapa Indonesia ............. 94

5.3 Strategi Peningkatan Daya Saing Minyak Kelapa Indonesia ...... 103

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 112

6.1 Kesimpulan .................................................................................... 112

6.2 Saran .............................................................................................. 113

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114

LAMPIRAN ....................................................................................................... 118

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Estimasi Perkiraan Produksi Produk Olahan Kelapa (MT) .......................... 3

2. Volume Ekspor Produk Kelapa Tahun 2015 ................................................ 4

3. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Kelapa Indonesia Tahun 2006- 2015 ..... 6

4. Kandungan Zat Gizi Daging Buah Kelapa.................................................. 11

5. Daftar Narasumber ....................................................................................... 36

6. Matriks IFAS ............................................................................................... 41

7. Matriks EFAS .............................................................................................. 42

8. Matriks SWOT ............................................................................................. 44

9. Ketentuan Mengenai Macam-Macam Kualitas Kopra................................. 46

10. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa .................................................... 47

11. Industri Minyak Kelapa di Indonesia ........................................................... 53

12. Negara Eksportir dan Importir Minyak Kelapa Dunia Tahun 2015 ............ 57

13. Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa .......................... 58

14. Varietas Kelapa Unggul Nasional ................................................................. 62

15. Varietas Kelapa Unggul Lokal ...................................................................... 63

16. Potensi Benih Kelapa Dalam Unggul ........................................................... 64

17. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Tahun 2006-

2015 ............................................................................................................... 66

18. Pengembangan Peremajaan Tanaman Kelapa Tahun 2017 .......................... 67

19. Karakteristik Umum Produsen Kelapa Berdasarkan Status Pengusahaan .... 70

xi

20. Perkembangan industri pengolahan daging kelapa skala menengah besar 2010-

2014 ................................................................................................................. 79

21. Ekspor Minyak Kelapa ke Negara Tujuan Tahun 2015 ................................ 81

22. Nilai RCA Minyak Kelapa Mentah (151311) Tahun 2006-2015 ................. 87

23. Nilai RCA Minyak Kelapa Yang Dimurnikan Maupun Tidak Dimurnikan dan

Turunuannya (151319) Tahun 2006-2015 .................................................... 88

24. Perbandingan Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina .................................. 89

25. Wilayah Sentra Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2015.......................... 95

26. Permintaan Minyak Kelapa Domestik .......................................................... 99

27. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ........................ 104

28. Matriks IFAS ............................................................................................... 105

29. Matriks EFAS ............................................................................................. 107

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produsen Kelapa Dunia Tahun 2011-2015 (setara kopra) .......................... 1

2. Volume Permintaan Minyak Kelapa Dunia Tahun 2011-2015

(1000 MT) ....................................................................................................... 5

3. Eksportir Minyak Kelapa Dunia ................................................................... 5

4. Pohon Industri Kelapa ................................................................................ 12

5. Sistem Agribisnis ........................................................................................ 16

6. The National Diamond Porter’s System ..................................................... 25

7. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................ 32

8. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 33

9. Diagram Analisis SWOT ............................................................................ 42

10. Proses Produksi Minyak Secara Basah ....................................................... 49

11. Investasi Industri Pengolahan Kelapa ......................................................... 52

12. Diagram Pendekatan Sistem Agribisnis Kelapa ......................................... 60

13. Presentase Penggunaan Buah Kelapa ......................................................... 72

14. Proporsi Industri Pengolahan Kelapa ......................................................... 76

15. Jalur Tataniaga Minyak Kelapa Indonesia ................................................. 83

16. Struktur Organisasi Balitpalma..................................................................... 84

17. Pangsa Pasar Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina ................................... 92

18. Proporsi Jumlah Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kelapa Tahun 2014 .... 97

19. Diagram SWOT Minyak Kelapa Indonesia ................................................ 108

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Definisi Operasional ................................................................................. 120

2. Daftar Pertanyaan Wawancara ................................................................. 123

3. Kuesioner Penelitian ................................................................................. 125

4. Perhitungan Rata-Rata Bobot ................................................................... 127

5. Perhitungan Rata-Rata Rating .................................................................. 128

6. Matriks SWOT.......................................................................................... 129

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang potensial dalam

mengembangkan komoditas kelapa. Data dari Asian and Pacific Coconut

Community (APCC) menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi pertama

sebagai produsen kelapa dari tahun 2011-2015 (gambar 1). Pada tahun 2015,

produksi kelapa Indonesia mencapai 2.960.851 MT dengan luas areal 3.5 juta Ha,

India di posisi kedua dengan produksi 2.725.000 MT luas areal 2 juta Ha dan

diikuti oleh Filipina dengan produksi sebesar 2.258.000 MT dan luas areal 3.5

juta.

Gambar 1. Produsen Kelapa Dunia Tahun 2011-2015 (setara kopra) Sumber : Asian and Pacific Coconut Community (APCC) (2017)

Sebagai negara produsen utama kelapa, Indonesia telah mengembangkan

produk basis kelapa yang berasal dari seluruh bagian dari kelapa dari mulai

daging kelapa, air kelapa, tempurung kelapa, sabut kelapa hingga kayu kelapa.

Tahun

(000)

MT

Indonesia

Filipina India Indonesia

2

Terdapat 16 produk basis kelapa yang telah dikembangkan yaitu kopra, minyak

kelapa, santan kelapa, dessicated coconut, serat sabut kelapa, serbuk sabut kelapa,

gabus sabut kelapa, arang tempurung kelapa, karbon aktif, asap cair, nata de coco,

sirup air kelapa, kecap air kelapa, minuman isotonik, gula kelapa dan industri

kerajinan (Prabowati dkk, 2011: 2).

Daging buah merupakan komponen kelapa yang paling luas

penggunaannya, baik untuk produk pangan maupun non pangan. Pengolahan

daging buah kelapa dapat berupa segar atau kopra (kering). Selanjutnya dari

produk ini dapat diturunkan beberapa produk hilir. Berdasarkan tabel 1, produk

basis daging kelapa yang telah dikembangkan di Indonesia yaitu kopra, minyak

kelapa, copra meal, kelapa kering dan santan. Produk industri yang paling banyak

diproduksi yaitu kopra dengan volume rata-rata sebesar 1.421.714 MT. Kopra

akan menghasilkan berbagai produk olahan kelapa, namun paling banyak

digunakan untuk minyak kelapa. Besarnya produksi kopra berpengaruh terhadap

volume produksi minyak kelapa. Adapun rata-rata produksi minyak kelapa

Indonesia sebesar 884.702 MT. Selain itu, terdapat pengembangan produk copra

meal dengan produksi sebesar 518.630 MT, dessicated coconut sebesar 72.241

MT dan santan sebesar 15.714 MT. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia

telah mampu melakukan pengembangan agribisnis kelapa bernilai tambah.

3

Tabel 1. Estimasi Perkiraan Produksi Produk Olahan Kelapa (MT)

Tahun Kopra Minyak

Kelapa

Copra

Meal

Kelapa

Kering

(Dessicated

Coconut)¹

Santan¹

2011 1.358.000 840.200 505.000 51.065 1.394

2012 1.491.750 926.500 541.685 61.511 18.297

2013 1.481.174 919.931 537.845 75.930 19.212

2014 1.461.919 907.972 527.853 86.797 19.440

2015 1.315.727 828.908 480.767 85.902 20.229

Rata-Rata 1.421.714 884.702 518.630 72.241 15.714 ¹ hanya data ekspor

Sumber : APCC (2017)

Pengembangan agribisnis kelapa didukung oleh kondisi alam Indonesia

yang berpotensi sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Perindustrian (2010), terdapat beberapa kendala dalam mengembangkan

agribisnis kelapa seperti : terbatasnya bahan baku dari segi jumlah dan mutu,

kapasitas industri pengolahan yang masih rendah sekitar 40%, pemasaran dengan

ekspor produk kelapa sebesar 50.366 juta US$ pada tahun 2015 masih dalam

bentuk primer dan masih terbatasnya infrastruktur di wilayah pengembangan

kelapa. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia perlu memperbaiki kondisi tersebut

agar produk basis kelapa di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif sehingga

layak bersaing di pasar ekspor.

Salah satu produk olahan kelapa yang telah diekspor adalah minyak kelapa.

Tabel 2 menunjukkan bahwa minyak kelapa diekspor dengan volume yang paling

besar diantara produk olahan kelapa ekspor lainnya yaitu sebesar 760.072 ton atau

91% dari total produksi minyak kelapa domestik pada tahun 2015. Pangsa pasar

minyak kelapa mentah sebesar 35% dan minyak kelapa yang telah dimurnikan

sebesar 29% (Abdulsamad, 2016: 15). Berdasarkan data tersebut, Indonesia

4

memiliki pangsa pasar yang cukup besar untuk produk minyak kelapa sehingga

Indonesia memiliki potensi dalam membangun daya saing yang tinggi.

Tabel 2. Volume Ekspor Produk Kelapa Tahun 2015

No. Jenis Produk Volume (Ton)

1. Kelapa Butir 420.561

2. Kopra 48.350

3. Minyak Kelapa 760.072

4. Copra Meal 281.482

5. Kelapa Kering 85.902

6. Santan Cair/Krim 20.229

7. Arang Tempurung 330.012

8. Karbon Aktif 25.713

9. Produk Serabut 36.171 Sumber : Asia Pasific Coconut Community (APCC) (2017)

Potensi untuk membangun daya saing juga dapat dilihat dari jumlah

permintaan minyak kelapa dunia. Rata-rata permintaan dunia terhadap minyak

kelapa pada tahun 2011-2015 yaitu sebesar 5.719.000 MT. Grafik permintaan

minyak kelapa dunia pada gambar 2 menunjukkan permintaan minyak kelapa

cenderung menurun namun penurunan tidak terlalu signifikan. Permintaan

terbesar ada di tahun 2012 yaitu 6.112.000 MT. Faktor yang mendorong besarnya

permintaan produk minyak kelapa dunia disebabkan karena kandungan asam

laurat yang tinggi, terutama untuk keperluan industri detergen dan kosmetik serta

kecenderungan akan produk-produk ramah lingkungan (Kementerian

Perindustrian, 2010). Selain itu, minyak kelapa juga dimanfaatkan oleh negara

importir sebagai bahan bakar yang sering disebut dengan coco diesel. Beberapa

negara eksportir juga telah memproduksi bahan bakar dari minyak kelapa, seperti

Filipina. Besarnya permintaan minyak kelapa dunia juga mempengaruhi

persaingan di pasar global. Karena besarnya permintaan minyak kelapa dunia

akan berdampak pada peluang pasar bagi negara-negara eksportir minyak kelapa.

5

Gambar 2. Volume Permintaan Minyak Kelapa Dunia Tahun 2011-2015

(1000 MT)

Sumber : Asian and Pacific Coconut Community (APCC)

Adapun negara-negara eksportir minyak kelapa yang bersaing dengan

Indonesia yaitu Filipina, Malaysia dan negara-negara yang tergabung dalam Asia

and Pacific Coconut Community (APCC). Berdasarkan grafik pada gambar 3,

Filipina menempati posisi eksportir utama minyak kelapa, diikuti oleh Malaysia

dan negara-negara yang tergabung dalam APCC. Kemampuan bersaing setiap

negara perlu ditingkatkan, salah satunya adalah dengan melakukan peningkatan

terhadap kemampuan ekspor.

Gambar 3. Eksportir Minyak Kelapa Dunia

Sumber : Asian and Pacific Coconut Community (2017)

59786122

5607 5635

5254

4500

5000

5500

6000

6500

2011 2012 2013 2014 2015

(000)

MT

Indonesia Filipina Malaysia Negara APCC

lainnya

6

Pengembangan minyak kelapa Indonesia ditandai dengan kemampuan

ekspor minyak kelapa ke pasar dunia. Berdasarkan tabel 3, selama kurun waktu 10

tahun (2006-2015), volume ekspor minyak kelapa Indonesia relatif stabil karena

hanya meningkat sebesar 2.7%, sedangkan nilai ekspor minyak kelapa Indonesia

mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu 13.6%. Kenaikan volume ekspor

minyak kelapa ini belum mencapai target pemerintah dalam sasaran jangka

menengahnya tahun 2010-2014. Salah satu sasarannya yaitu meningkatkan ekspor

produk pengolahan kelapa rata-rata 5% per tahun sedangkan kenaikan minyak

kelapa hanya sebesar 2.7%. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor minyak kelapa

Indonesia belum sesuai dengan sasaran pemerintah sehingga perlu diketahui

penyebab kenaikan yang hanya 2.7% apakah mengalami kendala atau mungkin

terserap ke industri basis kelapa lainnya yang lebih bernilai tambah dibandingkan

minyak kelapa.

Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Kelapa Indonesia Tahun 2006-2015

Tahun Volume Ekspor

(Kg)

Kenaikan Per

Tahun (%)

Nilai Ekspor

(US$)

Kenaikan

Per Tahun

(%)

2005 752.071.607 - 413.761.830 -

2006 519.972.982 (30.8) 270.674.034 (34.5)

2007 739.923.226 42.3 570.409.849 52.5

2008 649.361.826 (12.2) 769.133.601 34.8

2009 571.156.558 (12).0 387.359.778 (49.6)

2010 567.497.354 (0.06) 566.067.998 46.1

2011 569.800.636 0.04 937.756.244 65.6

2012 802.946.621 40.9 947.743.887 0.9

2013 630.567.741 (21.4) 527.533.937 (44.3)

2014 771.418.679 22.3 943.659.524 78.8

2015 759.381.371 (1.5) 811.980.648 (13.9)

Rata-

rata

666.736.237 2.7 649.643.757 13.6

Sumber : UN Comtrade (2017) (diolah)

7

Pemerintah telah menentukan sasaran untuk mengembangkan industri

minyak kelapa. Terdapat sasaran jangka menengah (2010-2014) dan jangka

panjang (2015-2025) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.

Sasaran ini ditujukan untuk membangun industri pengolahan kelapa yang secara

terpadu di Indonesia sehingga produk olahan kelapa Indonesia membangun sistem

industrialisasi pengolahan kelapa dengan baik dan dapat bersaing serta menguasai

pasar global. Berdasarkan hal tersebut, informasi mengenai daya saing industri

minyak kelapa serta strategi peningkatan minyak kelapa Indonesia diperlukan

untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian

ini adalah :

1. Bagaimana kondisi industri minyak kelapa Indonesia?

2. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif minyak kelapa

Indonesia?

3. Bagaimana strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan

yang terdiri dari :

1. Mengetahui kondisi industri minyak kelapa Indonesia

8

2. Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif minyak kelapa

Indonesia

3. Merumuskan strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai media untuk memperkaya dan

memperdalam wawasan serta ilmu mengenai daya saing minyak kelapa

Indonesia.

2. Bagi lembaga pendidikan, memberikan sumbangan ilmu pengetahuan

mengenai daya saing minyak kelapa Indonesia.

3. Bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait lainnya diharapkan

dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait

dengan daya saing minyak kelapa di era globalisasi dan strategi

pengembangannya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang minyak kelapa dengan kode HS 151311

(minyak kelapa mentah) dan 151319 (minyak kelapa yang dimurnikan). Adapun

untuk strategi peningkatan daya saing, penentuan kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman) berdasarkan komponen-komponen yang ada dalam sistem

agribisnis, Revealed Comparative Advantage (RCA) dan teori berlian porter.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Kelapa (Cocos nucifera)

Tanaman kelapa dikelompokkan ke dalam famili yang sama dengan sagu

(Metroxylon sp), salak (Salaca edulis), aren (Arenga pinata) dan lain-lain.

Penggolongan varietas kelapa umumnya didasarkan pada perbedaan umur pohon

mulai berbuah, bentuk dan ukuran buah, warna buah serta sifat-sifat khusus yang

lain. Kelapa memiliki berbagai nama daerah. Secara umum, buah kelapa dikenal

sebagai coconut, orang Belanda Manyebutnya kokosnoot atau klapper, sedangkan

orang Perancis menyebutnya cocotier. Di Indonesia, kelapa biasa disebut krambil

atau klapa (Warisno, 2003:15).

Seluruh bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan sehingga kelapa sering

disebut sebagai tree of life. Buah kelapa dapat dimanfaatkan air kelapa dan daging

kelapa, tempurung kelapa dan sabut kelapa sehingga menghasilkan produk-

produk industri yang bernilai tambah. Sedangkan untuk batang kelapa dapat

dijadikan berbagai furnitur dan bahan bangunan serta lidi yang dapat

dimanfaatkan untuk barang kerajinan. Adapun produk-produk yang dihasilkan

dari tanaman kelapa dapat dilihat pada pohon industri di bawah ini (gambar 3).

Daun muda dipergunakan sebagai pembungkus ketupat dan sebagai bahan

baku obat tradisional, sedangkan daun tua dapat dianyam dan dipergunakan

sebagai atap, kemudian lidinya sebagai bahan pembuat sapu lidi. Batang kelapa

dapat digunakan sebagai bahan baku perabotan atau bahan bangunan dan

10

jembatan darurat. Akar kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bir

atau bahan baku pembuatan zat warna. Buah kelapa terdiri dari sabut, tempurung,

daging buah dan air kelapa. Airnya untuk minuman segar atau dapat diproses

lebih lanjut menjadi nata de coco, atau kecap. Sabut untuk bahan baku tali,

anyaman keset, matras, jok kendaraan. Tempurungnya secara tradisional dibuat

sebagai gayung air, mangkuk, atau diolah lebih lanjut nenjadi bahan baku obat

nyamuk bakar, arang, briket arang, dan karbon aktif. Hasil samping ampas kelapa

atau bungkil kelapa merupakan salah satu bahan baku pakan ternak. Cairan nira

kelapa dapat diproses menjadi gula kelapa. Ketandan buah yang baru tumbuh

sampai posisi tegak diambil cairannya dan menghasilkan nira. Nira ini dapat

diproduksi sebagai minuman dan gula kelapa. Setiap pohon kelapa terdapat 2

buah ketandan bunga, bisa diambil niranya sampai 35 hari dan selanjutnya akan

muncul ketandan bunga baru lagi. Selanjutnya, bagian terpenting dari buah kelapa

yang bernilai komersial yaitu daging buah kelapa.

Daging buahnya dapat langsung dikonsumsi atau sebagai bahan bumbu

berbagai masakan atau diproses menjadi santan kelapa, kelapa parutan kering

(desicated coconut) serta minyak kelapa (ILO – PCdP2 UNDP, 2013). Daging

buah kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk membuat kopra yang merupakan

komoditas ekspor. Kopra diolah untuk diambil minyaknya. Minyak kelapa

merupakan bahan baku dalam pembuatan margarin dan sabun, serta digunakan

sebagai minyak makan. Limbah kopra yang berupa bungkil kelapa dapat

digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Daging buah kelapa yang masih

muda (degan) dimanfaatkan untuk membuat minuman segar yang sangat digemari

11

masyarakat, misalnya es kelapa, es setrup degan dan lainnya. Sebagai bahan

makanan, daging buah kelapa memiliki nilai gizi yang cukup tinggi (Warisno,

2003) . Adapun kandungan zat-zat gizi dalam daging buah kelapa, baik kelapa

muda, kelapa setengah tua maupun kelapa yang sudah tua ditunjukkan pada tabel

4.

Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Daging Buah Kelapa

Jenis Zat Kelapa Muda Kelapa Setengah

Tua

Kelapa Tua

Kalori (kal)

Protein (gr)

Lemak (gr)

Karbohidrat (gr)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Besi (mg)

Vit. A (SI)

Vit. B 1 (mg)

Vit. C (mg)

Air (gr)

Bdd (%)*)

68.00

1.00

0.90

14.00

7.00

30.00

1.00

0.00

0.06

4.00

83.30

53.00

180.00

4.00

15.00

10.00

8.00

58.00

1.30

10.00

0.05

4.00

70.00

53.00

359.0

3.4

34.7

14.0

21.0

98.0

2.0

0.0

0.1

2.0

46.9

53.0

*) Bagian yang dapat dimakan

Sumber : Iwan (1991)

Daging buah kelapa segar kaya akan lemak dan karbohidrat serta protein

dalam jumlah cukup. Lemak pada daging kelapa merupakan komponen terbesar

kedua setelah air. Lemak merupakan cadangan energi bagi pertumbuhan embrio

tanaman kelapa. kadar lemak daging buah kelapa sangat bervariasi menurut

pemanenan dan varietas tanaman kelapa. pada saat berumur 8 bulan, kadar lemak

12

daging buah kelapa sebanyak 31% berat kering dan mencapai 71% berat kering

saat berumur 12 bulan. Berdasarkan varietasnya, kadar lemak bervariasi antara

68.57-70.64%. Kadar lemak pada daging buah kelapa meningkat dengan semakin

bertambahnya umur buah dan mencapai maksimal pada 12 bulan. Daging buah

kelapa yang sudah matang dapat dijadikan kopra, minyak kelapa dan bahan

makanan lainnya. Daging buah merupakan sumber protein yang penting dan

mudah dicerna.

Gambar 4. Pohon Industri Kelapa Sumber : ILO – PCdP2 UNDP (2013)

2.1.2 Minyak Kelapa

Salah satu produk olahan dari buah kelapa adalah minyak kelapa yang

merupakan salah satu komponen dari sembilan bahan pokok produksi bangsa

13

Indonesia. Minyak kelapa pernah popular di Amerika Serikat sampai terjadi krisis

impor minyak goreng pada Perang Dunia II. Hal tersebut menimbulkan

peningkatan kebutuhan terhadap minyak lokal seperti minyak kedelai dan minyak

jagung. Sejak itu, minyak tak jenuh menjadi semakin popular di Amerika Serikat

yang kemudian menyebabkan peningkatan kasus obesitas, tingkat kolesterol dan

penuaan dini. Akibat yang ditimbulkan dari penggunaan minyak tak jenuh justru

bersebrangan dengan minyak kelapa yang bersifat jenuh. Minyak kelapa telah

terbukti dapat mengurangi gejala gangguan pencernaan, mendukung fungsi

kekebalan tubuh, dan membantu mencegah infeksi bakteri virus ataupun jamur

(Alamsyah, 2005).

Kandungan minyak kelapa pada daging buah kelapa tua diperkirakan

mencapai 30%-50% atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63%-72%.

Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa

trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya

merupakan asam lemak jenuh. Selain itu, minyak kelapa juga mengandung

sejumlah kecil komponen bukan lemak seperti fosfatida, gum, sterol (0.06%-

0.08%), tokoferol (0.003%) dan asam lemak bebas (<5%) dan sedikit protein dan

karoten (Ketaren, 1986). Berdasarkan pada tingkat ketidakjenuhan minyak dapat

dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa kelapa

dimasukkan kedalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak

tersebut berkisar antara 7.5-10.5.

Pengolahan minyak kelapa menggunakan bahan baku kopra. Buah kelapa

terlebih dahulu dijemur menjadi kopra. Selanjutnya kopra yang dihasilkan di

14

press dan menghasilkan minyak kelapa mentah. Untuk memperoleh mutu minyak

kelapa yang lebih baik, biasanya dilakukan proses refined, bleaced, deodorized,

penambahan bahan penyerap warna, biasanya menggunakan arang aktif agar

dihasilkan minyak yang jernih (anonim, 2010). Umumnya minyak kelapa yang

diperdagangkan baik di pasar domestik maupun ekspor yaitu minyak kelapa

mentah dan minyak kelapa yang dimurnikan. Biasanya minyak kelapa digunakan

sebagai bahan baku produk pangan non-pangan seperti minyak goreng, margarin,

kosmetik, detergen, cocodiesel an lainnya.

2.1.3 Sistem Agribisnis

a. Setiap subsistem dalam sistem agribisnis mempunyai keterkaitan ke

belakang dan ke depan. Tanda panah ke belakang (kiri) pada subsistem

pengolahan menunjukkan bahwa subsistem III akan berfungsi dengan baik

apabila di tunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh

subsistem II. Tanda panah ke depan (ke kanan) pada subsistem III

menunjukkan bahwa subsistem pengolahan produksi primer akan berhasil

dengan baik jika menemukan pasar untuk produknya.

b. Agribisnis memerlukan lembaga penunjang seperti lembaga pemerintah,

pembiayaan, pendidikan, penelitian dan infrastruktur.

c. Agribisnis melibatkan pelaku dari berbagai pihak (BUMN, swasta dan

koperasi) dengan profesi sebagai penghasil produk primer, pengolahan,

pedagang, distributor, importir, eksportir dan lainnya. Kualitas sumber

daya manusia di atas sangat menetukan berfungsinya susbsistem-

15

subsistem dalam sistem agribisnis dan dalam memelihara kelancaran arus

komoditas dari produsen ke konsumennya.

Agroindustri hulu mencakup industri penghasil input pertanian seperti

pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan perusahaan penghasil bibit. Di pihak lain,

agroindustri hilir adalah industri pengolahan hasil-hasil pertanian primer dan

bahkan lebih luas lagi mencakup industri sekunder dan tersier yang mengolah

lebih lanjut dari produk olahan hasil pertanian primer.

Kajian sistem agribisnis dan agroindustri dapat dilakukan dengan dua

pendekatan analisis, yaitu analisis makro dan analisis mikro. Pendekatan analisis

makro memandang agribisnis sebagai suatu unit sistem industri dari suatu

komoditas tertentu, yang membentuk sektor ekonomi secara regional maupun

nasional.Pendekatan analisis mikro memndang agribisnis sebagai suatu unit

perusahaan yang bergerak, baik hanya satu subsistem agribisnis atau lebih dalam

satu lini komoditas atau lebih.

Sistem agribisnis juga memiliki dua integrasi yaitu keterpaduan sistem

komoditas secara integrasi vertikal dan horizontal. Keterpaduan sistem komoditas

secara vertikal membentuk suatu rangkaian pelaku-pelaku yang terlibat dalam

sistem komoditas tersebut, mulai dari produsen/penyedia, input/sarana produksi

pertanian, usaha tani, pedagang pengumpul pedagang besar, usaha pengolahan

hasil pertanian (agroindustri), pedagang pengecer, eksportir sampai dengan

konsumen domestik dan luar negeri. Integrasi vertikal hanya dapat terselenggara

apabila terdapat hubungan yang saling menguntungkan secara proporsional dan

saling mendukung antar pelaku dalam sistem komoditas secara vertikal tersebut.

16

Keterkaitan yang saling menguntungkan secara proporsional tersebut merupakan

pondasi yang kuat untuk membangun integrasi vertikal karena terdapatnya

jaminan pemenuhan hak-hak dan kebutuhan para pelaku. Namun demikian

keterkaitan yang saling mendukung tidak kalah pentingnya sebagai pondasi

tegaknya sistem integrasi vertikal karena kekuatan sinergis yang terjadi dalam

berbagai hubungan semakin tingginya kinerja pihak-pihak yang bekerja sama

salam sistem tersebut. Sedangkan integrasi horizontal terjadi apabila terdapat

keterkaitan yang erat antar lini komoditas pada tingkat usaha yang sama atau para

pelaku dalam suatu komoditas yang ama. Integrasi horizontal tersebut juga dapat

terjadi apabila suatu perusahaan menggunakan strategi produk yang handal, baik

strategi lini, lebar maupun kedalaman produk (Faqih, 2010: 9-10).

Gambar 5. Sistem Agribisnis Sumber : Faqih (2010:9)

Lembaga Penunjang Agribisnis

(Pemerintah, Keuangan,

Penelitian, dan lainnya)

Sub sistem

II

Produksi

Primer

Sub sistem I

Hulu/Pengadaan

dan Penyaluran

Sarana Produksi

Sub sistem

III

Pengolahan

Sub sistem

IV

Pemasaran

Sub Sistem

II

Usahatani/

Produksi

Primer

17

2.1.4 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai hubungan tukar

menukar barang atau jasa yang saling menguntungkan antara suatu negara dengan

negara lain. Ruang lingkup perdagangan internasional jauh lebih besar dan sistem

birokrasi yang berlaku jauh lebih kompleks seperti alat pembayaran yang

digunakan dan jenis barang atau jasa yang diperdagangkan (Deliarnov, 2006: 41).

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

perdagangan internasional (Deliarnov, 2006: 42-43) :

1. Perbedaan sumber daya alam yang dimiliki

Sumber daya alam yang dimiliki setiap negara masing-masing berbeda. Untuk

mendapatkan sumber daya alam yang dibutuhkan, masing-masing negara perlu

melakukan pertukaran. Pertukaran tersebut yang menyebabkan terjadinya

perdagangan internasional.

2. Efisiensi (penghematan biaya produksi)

Suatu negara dapat memasarkan hasil produksinya kepada beberapa negara di

dunia dengan adanya perdagangan internasional. Negara memproduksi suatu

barang dalam jumlah besar sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Barang

yang diproduksi dalam jumlah besar akan lebih murah daripada barang yang

diproduksi dalam jumlah kecil.

3. Tingkat teknologi yang digunakan

Beberapa negara telah menggunakan teknologi modern sementara negara

lainnya masih menggunakan teknologi sederhana. Pada umumnya, negara yang

18

telah menggunakan teknologi modern dapat menjual barang dengan harga lebih

murah daripada negara yang belum menggunakan teknologi modern.

4. Selera

Bagi sebagian masyarakat, suatu produk yang dihasilkan oleh negara lain

terkadang lebih menarik dibandingkan dengan produk yang dihasilkan oleh

negaranya sendiri sehingga hal tersebut dapat terjadi dengan adanya

perdagangan internasional.

2.1.5 Teori Perdagangan Internasional

Secara umum, teori perdagangan internasional yang tradisional

memperlihatkan bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan kesejahteraan

negara-negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut dengan asumsi setiap

negara mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan negara lainnya.

Perdagangan antar negara akan membawa dunia pada penggunaan sumber daya

langka secara lebih efisien dan setiap negara dapat melakukan perdagangan bebas

yang menguntungksn dengan melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan

keunggulan komparatif yang dimiliki tersebut (Arifin, 2004: 2).

Selanjutnya, perkembangan teori perdagangan internasional menurut

Tambunan (2004: 43-91) adalah sebagai berikut :

1. Merkantilisme

Teori ini menekankan pada pentingnya perdagangan internasional untuk

meningkatkan kemakmuran masyarakat atau kekayaan negara, khususnya pada

ekspor. Suatu negara akan kuat dan makmur apabila negara tersebut dapat

mengumpulkan logam murni atau emas sebanyak mungkin. Selain itu,

19

kekayaan suatu negara diukur oleh jumlah logam murni yang dimiliki dan ini

hanya bisa didapat melalui ekspor neto yang positif. Namun, kekurangan teori

ini adalah tidak menjelaskan bagaimana suatu negara bisa unggul dibandingkan

negara lain dalam perdagangan.

2. Teori Keunggulan Absolut

Teori keunggulan absolut pertama kali dicetuskan oleh Adam Smith dan sering

disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar dari pemikiran

teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan ekspor terhadap suatu

barang jika negara tersebut dapat memproduksi dengan lebih efisien

dibandingkan negara lain.

3. Teori Komparatif

Teori ini dicetuskan oleh John S. Mill dan David Ricardo untuk

menyempurnakan teori yang dicetuskan sebelumnya oleh Adam Smith. Dasar

pemikiran ini adalah cara pengukuran keunggulan suatu negara dilihat dari

komparatif biayanya. J.S. Mill beranggapan bahwa suatu negara akan

mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki

keunggulan komparatif terbesar dan akan impor barang tertentu bila negara

tersebut memiliki keunggulan komparatif terendah. Sedangkan menurut David

Ricardo, perdagangan antara dua negara akan terjadi apabila masing-masing

negara memiliki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda.

Jadi, penekanan ini pada perbedaan efisiensi atau produktivitas relatif antar

negara dalam memproduksi dua atau lebih jenis barang yang menjadi dasar

terjadinya perdagangan internasional.

20

4. Teori Heckscher-Ohlin

Teori Heckscher-Ohlin mempunyai dua kondisi penting sebagai dasar dari

munculnya perdagangan internasional, yaitu ketersediaan faktor produksi dan

intensitas dalam pemakaian faktor produksi atau proporsi faktor produksi. Oleh

karena itu, teori H-O sering juga disebut teori proporsi atau ketersediaan faktor

produksi. Produk yang berbeda membutuhkan jumlah atau proporsi yang

berbeda dari faktor-faktor produksi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh

teknologi yang menentukan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi

yang berbeda untuk membuat suatu produk. Jadi dalam teori H-O, keunggulan

komparatif dijelaskan oleh perbedaan kondisi penawaran dalam negeri

antarnegara.

5. Teori Berlian dari Michael Porter

Pemikiran porter dianggap sebagai suatu paradigma baru mengenai persaingan

didalam perdagangan internasional dan globalisasi. Porter berpendapat bahwa

ada empat variabel domestik penting yang menetukan daya saing suatu negara,

yakni sebagai berikut :

a. Kondisi faktor (TK, modal, tanah, iklim, teknologi, kewirausahaan, faktor-

faktor produk lainnya, SDA dan infrastruktur)

b. Kondisi permintaan

c. Industri terkait dan industri pendukung

d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan

21

2.1.6 Konsep Daya Saing

Menurut The Institute for Management Development (IMD) dalam Zuhal

(2010: 278), daya saing merupakan suatu kemampuan suatu bangsa dalam

membuat dan menjaga lingkungan daya saing perusahaan secara

berkesinambungan. Sedangkan World Economic Forum (WEI) dalam Zuhal

(2010:278) mendefinisikan sebagai sekumpulan institusi dan kebijakan ekonomi

guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada jangka medium.

1. Teori Keunggulan Komparatif

Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan

negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat

diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor

komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Konsep keunggulan

komparatif yang dipopulerkan oleh David Ricardo (1823) menyatakan bahwa

”sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk

memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun

perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang

kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor pada

komoditi yang mempunyai kerugian absolut kecil. Dari komoditi ini negara

tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor komoditi yang

kerugian absolutnya lebih besar. Dari komoditi inilah negara mengalami

kerugian komparatif” (Salvatore, 1997).

22

2. Keunggulan Kompetitif

Menurut Michael E Porter dalam bukunya yang berjudul Competitive

Advantage of Nations terdapat empat faktor utama yang menentukan keunggulan

bersaing industri nasional, yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi

permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung (related

and supporting industry), dan struktur, persaingan dan strategi industri (firm

strategy, structure, and rivalry). Selain keempat faktor tersebut terdapat dua

faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor

kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara

bersamaan, faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan

daya saing yang disebut Teori Berlian Porter. Berikut ini merupakan penjelasan

lebih lanjut mengenai Teori Berlian Porter:

1. Kondisi Faktor (Factor Condition)

Kondisi faktor merupakan suatu gambaran faktor sumberdaya yang dimiliki

suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri. Peran faktor

sumberdaya sangat penting dalam proses industri, karena faktor sumberdaya

merupakan modal utama dalam membangun keunggulan kompetitif suatu industri.

Menurut Porter (1990), faktor sumberdaya diklasifikasikan menjadi lima

kelompok yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK), modal, dan infrastruktur. Kelima kelompok tersebut akan

menggambarkan keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara dan segala potensi

yang dapat dikembangkan oleh negara tersebut.

2. Kondisi Permintaan (Demand Condition)

23

Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi posisi

daya saing nasional. Menurut Widayunita (2007) mutu produk dan produktivitas

suatu negara akan mempengaruhi kondisi permintaan dan pada akhirnya akan

berpengaruh pada keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu persaingan di tingkat

global memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya

saingnya. Dalam pengembangan mutu, perusahaan-perusahaan akan melakukan

inovasi serta peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan permintaan

konsumen.

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung

Industri terkait dan industri pendukung merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi posisi daya saing suatu industri. Untuk itu perlu dijaga

hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga dan

memelihara rantai nilai produksi dari industri hulu hingga industri hilir.

Keberadaan industri hulu mampu menyediakan bahan baku untuk proses produksi

suatu industri sedangkan industri hilir menggunakan bahan baku tersebut untuk

diproses menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah. Rantai nilai produksi

antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung dengan baik akan

menciptakan keunggulan kompetitif bagi suatu negara.

4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan

Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan

produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya,

mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Pada

akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan

24

untuk mencari pasar internasional (berorientasi ekspor). Globalisasi ekonomi akan

menyebabkan terjadinya ketergantungan antar negara. Masing-masing negara

membangun perekonomiannya berdasarkan kekayaan yang dimiliki, yang

merupakan keunggulan komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan

tersebut lebih ditentukan pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada

pesaing-pesaing yang dekat, yaitu negara lain yang membangun keunggulan

perekonomian mereka di sektor atau jenis industri yang sama dengan strategi

serupa.

5. Peran Pemerintah

Peran pemerintah merupakan faktor yang menentukan posisi daya saing

suatu industri. Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung,

secara tidak langsung pemerintah dapat mempengaruhi permintaan melalui

kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan peran pemerintah secara

langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk dan jasa. Pemerintah

juga dapat mempengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia, berperan sebagai

pembuat kebijakan yang menyangkut tenaga kerja, pendidikan, pembentukan

modal, sumber daya alam dan standar produk. Dalam penerapan kebijakan peran

pemerintah tidak selamanya baik, masih terdapat kemungkinan kegagalan yang

dapat dilakukan pemerintah atau biasa disebut government failure.

6. Peran Kesempatan

Kesempatan memainkan peranan dalam membentuk lingkungan bersaing

karena peluang merupakan peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan,

industri dan pemerintah, seperti terobosan besar dalam teknologi, pergeseran

25

dramatik yang tiba-tiba terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan seperti

krisis minyak, atau perubahan dramatis dalam kurs mata uang. Selain itu

terjadinya peningkatan permintaan produk serta kondisi politik yang stabil juga

merupakan kesempatan yang dapat diambil oleh para pelaku usaha.

Gambar 6. The National Diamond Porter’s System Sumber : Tambunan (2004)

2.1.7 Analisis IFAS dan EFAS

Matriks Internal Factor Analysis Strategy (IFAS) digunakan untuk

mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dianggap penting. Menurut David (2004), matriks IFAS

merupakan alat peruusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan

kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha dan matriks

juga memberikan dasar untuk mengenali dan mengevaluasi hubungan diantara

bidang.

Persaingan, Struktur dan

Strategi

Kondisi

Permintaan

Industri Terkait dan

Industri Pendukung

Kondisi Faktor

Sumberdaya

Peran

Pemerintah

Kesempatan

26

Adapun Matriks External Factor Analysis Strategy (EFAS) digunakan

untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan yang berkaitan dengan

peluang dan ancaman yang dianggap penting. Data eksternal dikumpulkan untuk

menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan dalam lingkungan

bermasyarakat dan tugas. Rangkuti (2006) menyatakan bahwa jika manajer

strategis melakukan analisis lingkungan eksternal, maka manajer harus

menentukan masalah strategis yang mungkin dapat mempengaruhi perusahaan di

masa yang akan datang.

2.1.8 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekurangan (Strenght) dan peluang (Oppurtunities), namun

secara bersamaan dapat meminimalkan kelamahan (Weakness) dan ancaman

(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian

perencana strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman)

dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model

yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Analisis SWOT

membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman

(threats) dengan faktor internal yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan

(weakness). Berikut ini merupakan empat komponen dasar komponen dalam

SWOT :

27

1. Kekuatan atau strengths (S), merupakan suatu kelebihan khusus yang

memberikan keunggulan kompetitif di dalam suatu industri yang berasal dari

perusahaan. Kekuatan perusahaan akan mendukung perkembangan usaha

dengan cara memperlihatkan sumber dana, citra, kepemimpinan pasar,

hubungan dengan konsumen ataupun pemasok serta faktor-faktor lainnya.

2. Kelemahan atau weaknesses (W), merupakan keterbatasan dan kekurangan

dalam hal sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang secara nyata

menghambat aktivitas keragaan perusahaan. Fasilitas, sumberdaya keuangan,

kemampuan manajerial, keahlian pemasaran dan pandangan orang terhadap

merek dapat menjadi sumber kelemahan.

3. Peluang atau opportunities (O), merupakan situasi yang diinginkan

perusahaan. Segmen pasar, perubahan dalam persaingan, perubahan

teknologi, peraturan dalam persaingan, peraturan baru atau yang ditinjau

kembali dapat menjadi sumber peluang bagi perusahaan.

4. Ancaman atau threats (T), merupakan situasi yang paling tidak disukai dalam

lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan penghalang bagi posisi yang

diharapkan oleh perusahaan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar

yang lambat, meningkatnya posisi penawaran pembeli dan pemasok,

perubahan teknologi, peraturan baru yang ditinjau kembali dapat menjadi

sumber ancaman bagi perusahaan.

28

2.2 Penelitian Terdahulu

Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian-

penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah

dilakukan sebelum penelitian ini dimulai. Penelitian tersebut menjadi bahan

rujukan dalam penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian yang dijadikan acuan,

yaitu :

Nurunisa (2011), penelitian ini menggunakan alat analisis sistem

agribisnis, teori berlian porter dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa sistem agribisnis teh Indonesia dari subsistem hulu terjadi

kelangkaan pupuk dikalangan produsen, subsistem budidaya menunjukkan bahwa

perkebunan teh masih didominasi oleh Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 46.25%,

subsistem pengolahan menunjukkan teh yang sebagian besar diekspor yaitu teh

hitam dan subsistem pemasaran yang dijalankan masih merugikan petani.

Berdasarkan analisis daya saing dengan analisis berlian porter, terdapat

keterkaitan yang saling mendukung antar komponen utama telah terlihat pada

komponen faktor sumberdaya dengan komponen komposisi permintaan domestik

dan komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri

pendukung. Adapun strategi peningkatan daya saing yang dihasilkan melalui

Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh

rakyat.

Afiifah (2016), penelitian ini menggunakan alat analisis Herfindahl Index

(HI) dan Concentration Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), Export

Product Dynamic, X-Model Produk Ekspor Potensial, Indeks Spesialisasi

29

Perdagangan (ISP), dan teori berlian porter. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Indonesia nilai HI dan CR memiliki nilai konsentrasi pasar yang tinggi

sehingga struktur pasar minyak atsiri di pasar internasional yaitu berstruktur

oligopoli. Nilai RCA juga menunjukkan nilai sebesar 7.4 untuk negara Indonesia.

Nilai ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang

kuat dibandingkan negara eksportir minyak atsiri lainnya sehingga Indonesia

terspesialisasi dalam mengekspor minyak atsiri. Selain itu, berdasarkan analisis

dengan X-Model Produk Ekspor Potensial, nilai EPD menunjukkan bahwa

Indonesia berada pada posisi rising star di 12 negara tujuan ekspor, falling star di

7 negara tujuan ekspor dan lost opportunity di 1 negara tujuan ekspor dan ketika

di uji dengan x-model, potensi pengembangan ekspor disetiap negara tujuan

berbeda-beda. Adapun nilai ISP sebesar 0.7, yang berarti komoditas minyak atsiri

Indonesia di perdagangan internasioanal berada pada tahap pematangan atau

memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional.

Rahmanu (2009), penelitian ini menggunakan alat analisis Revealed

Comparative Advantage (RCA), Berlian Porter dan Ordinary Least Square

(OLS). Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa kakao olahan

Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada tahun 1988 sampai dengan

tahun 1995 dengan nilai RCA di bawah satu dan memiliki keunggulan komparatif

pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dengan nilai RCA diatas satu.

Sedangkan menurut hasil Berlian Porter menunjukkan bahwa industri pengolahan

kakao nasional kurang kompetitif. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi daya saing hasil olahan kakao adalah harga ekspor

30

kakao olahan, volume ekspor kakao olahan, dan krisis ekonomi, sedangkan

faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil olahan kakao

Indonesia adalah produktivitas industri pengolahan kakao.

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual

Sebagai negara produsen utama kelapa dunia, Indonesia telah

mengembangkan industri pengolahan kelapa dengan melakukan berbagai macam

diversifikasi produk. Menurut Prabowati dkk (2010), terdapat 16 diversifikasi

produk yang telah dihasilkan dan produk yang berasal dari bagian daging kelapa

merupakan bagian yang paling sering digunakan dan bernilai tambah tinggi.

Namun agribisnis kelapa Indonesia masih banyak menghadapi kendala, seperti

keterbatasan bahan baku, kapasitas produksi rendah, produk ekspor masih dalam

bnetuk primer dan infrastruktur yang masih terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa

Indonesia masih perlu untuk meningkatkan potensi industrinya sehingga dapat

meningkatkan keunggulan kompetitif. Salah satu produk turunan kelapa yaitu

minyak kelapa. Minyak kelapa merupakan produk yang paling banyak diekspor

oleh Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir kedua

setelah Filipina. Selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2006-2015, peningkatan

rata-rata per tahun minyak kelapa Indonesia hanya 2.7%. Berdasarkan hal

tersebut, indonesia mengalami peningkatan yang tidak berarti (stabil). Selain itu,

kenaikan tersebut belum mencapai sasaran pemerintah. Kementerian Perindustrian

telah menetapkan sasaran jangka menegah (2010-2014) dan jangka panjang

31

(2015-2025). Salah satu sasarannya yaitu meningkatkan produk industri

pengolahan kelapa dengan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 5%. Hal ini

menunjukkan bahwa sasaran tersebut belum bisa dicapai oleh industri minyak

kelapa mengingat peningkatan akan ekspor hanya sebesar 2.7%. Maka dari itu,

Indonesia perlu mengetahui tingkat daya saing dan strategi peningkatan daya

saing minyak kelapa Indonesia.

Terdapat beberapa tujuan dan metode analisis untuk mengetahui tingkat

daya saing dan strategi peningkatannya. Untuk mengetahui kondisi industri

minyak kelapa, akan dilakukan analisis menggunakan sistem agribisnis kelapa

Indonesia. Setelah diketahui kondisi industri minyak kelapa, akan diketahui

keunggulan kompetitif dan komparatif minyak kelapa Indonesia. Adapun

keunggulan kompetitif minyak kelapa Indonesia dianalisis menggunakan teori

berlian porter dan keunggulan komparatif menggunakan metode analisis RCA.

Setelah diketahui secara keseluruhan kondisi minyak kelapa secara nasional

maupun internasional, diperlukan suatu perumusan strategi untuk meningkatkan

daya saing. Untuk mengetahui strategi apa yang cocok untuk meningkatkan daya

saing, dilakukan analisis dengan menggunakan analisis SWOT, sehingga akan

dihasilkan alternatif strategi peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia.

32

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Konseptual

2.3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Berdasarkan pada kerangka pemikiran konseptual, alur penelitian secara

terperinci dalam pengambilan data dapat dilihat pada gambar 8.

Pengembangan agribisnis

kelapa masih mengalami

kendala : terbatasnya bahan

baku, kapasitas industri masih

rendah, produk ekspor masih

dalam bentuk primer dan

infrastruktur yang terbatas

Peningkatan volume ekspor

minyak kelapa yang sebesar 2.7%

belum mampu mencapai target

pemerintah dengan sasaran

jangka menengah

Kondisi industri

minyak kelapa

Indonesia)

Daya Saing Minyak Kelapa

Indonesia

Analisis

Sistem

Agribisnis

Strategi Peningkatan Daya Saing

Minyak Kelapa Indonesia

Analisis

SWOT

Keunggulan

Komparatif

Keunggulan

Kompetitif

Analisis

RCA

Analisis

Berlian

Porter

33

\

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional

Pengembangan agribisnis

kelapa masih mengalami

kendala : terbatasnya bahan

baku, kapasitas industri masih

rendah, produk ekspor masih

dalam bentuk primer dan

infrastruktur yang terbatas

Peningkatan volume ekspor

minyak kelapa yang sebesar 2.7%

belum mampu mencapai target

pemerintah dengan sasaran

jangka menengah

Kondisi industri

minyak kelapa

Indonesia

(daging kelapa)

Strategi Peningkatan Daya Saing Minyak Kelapa Indonesia

RCA

- Luas lahan, produksi

dan produktivitas

- Peremajaan Tanaman

- Ketersediaan Bahan

Baku

- Pangsa Pasar

- Kelembagaan

Berlian Porter

- Faktor kondisi

sumberdaya

- Kondisi permintaan

- Industri terkait dan

industri pendukung

- Struktur, persaingan

dan strategi

- Peran pemerintah

- Peran kesempatan

Menentukan Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman

(Analisis SWOT)

Kunggulan

Komparatif

Keunggulan

Kompetitif

- Wawancara

- Desk Research

Sistem Agribisnis

- Subsistem Hulu

- Subsistem Usahatani

- Subsistem

Pengolahan

- Subsistem Pemasaran

- Subsistem Penunjang

- Wawancara

- Desk Research

Indonesia Negara

Pesaing

- Wawancara

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan cross-sectional.

Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai masing-masing variabel.

Variabel tersebut dapat menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai

kondisi atau bidang tertentu. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kondisi industri minyak kelapa Indonesia, keunggulan kompetitif, keunggulan

komparatif dan strategi peningkatan daya saing. Penelitian cross-sectional

dilakukan dengan mengambil waktu tertentu yang relatif pendek dan tempat

tertentu. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data

sekunder dengan mengumpulkan data berupa catatan atau dokumen yang telah

dipublikasikan dan berkaitan dengan penelitian daya saing sedangkan data primer

diperoleh melakukan wawancara dan kuesioner kepada berbagai pihak yang

ditentukan dengan tujuan tertentu (purposive). Adapun tabel definisi operasional

dari penelitian ini terdapat pada lampiran 1.

3.1 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan Juli-

September 2017 dengan mengakses beberapa website yang berkaitan di internet

dan wawancara kepada berbagai pihak yang telah ditentukan.

35

3.2 Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan

kuesioner sedangkan data sekunder menggunakan data time series dari tahun

2006-2015 dan data cross section seperti negara-negara eksportir minyak kelapa,

negara tujuan ekspor minyak kelapa, permintaan minyak kelapa dunia dan lain-

lain. Adapun sumber data diperoleh dari UN Comtrade, Kementerian Pertanian,

Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Asian Pasific

Coconut Community (APCC), jurnal, artikel ataupun internet.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari lapangan

dengan melakukan wawancara dan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan

berbagai pihak yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan

Kementerian Perdagangan dan Asian and Pacific Coconut Community (APCC).

Adapun daftar pertanyaan wawancara terdapat pada lampiran 2. Pengumpulan

data juga dilakukan dengan menyebar kuesioner dari para professional judgment

untuk perumusan strategi, kuesioner penelitian yang digunakan terdapat pada

lampiran 3. Selain itu, data didapatkan dengan mengikuti Diskusi Nasional

dengan tema “Mengembalikan Kejayaan Kelapa Nasional” yang diselenggarakan

di Kementerian Pertanian. Narasumber wawancara dan responden kuesioner

terdapat pada tabel 5. Adapun data sekunder yang digunakan berupa studi pustaka

36

dan pencarian data diberbagai literatur mengenai indikator-indikator yang terkait

serta pencarian data di berbagai website.

Tabel 5. Daftar Narasumber

No. Nama Jabatan Instansi

1. Tri Sunar Prasetyanti Kepala Seksi Sarana

Pengolahan Direktorat

Jenderal Perkebunan

Kementerian Pertanian

2. Jeffrinaldy Staf Direktorat Industri

Makanan, Hasil Laut

dan Perikanan

Kementerian

Perindustrian

3. Endah Triwiningsih Staf Direktorat

Tanaman Pangan dan

Hortikultura

Kementerian

Perdagangan

4. Alit Pirmansah Market Development

Officer

Asian and Pacific

Coconut Community

(APCC)

3.4 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data sistem agribisnis untuk

mengetahui kondisi industri minyak kelapa Indonesia, Teori Berlian Porter untuk

mengetahui keunggulan kompetitif minyak kelapa Indonesia, Revealed

Comparative Advantage (RCA) untuk mengetahui keunggulan komparatif dan

Analisis SWOT untuk mengetahui strategi peningkatan daya saing minyak kelapa

Indonesia.

3.4.1 Sistem Agribisnis

Analisis ini dilakukan pada tiap komponen yang terdapat pada sistem

agribisnis. Komponen tersebut meliputi :

1. Subsistem hulu (SS I), yaitu kegiatan pengadaan dan penyaluran sasaran

produksi

37

2. Subsistem budidaya/usahatani (SS II), yaitu segala kegiatan yang

menghasilkan produk berbasis bahan baku (hasil pertanian)

3. Subsistem pengolahan (SS III), yaitu kegiatan yang mengubah bahan

mentah menjadi bahan yang memiliki nilai tambah

4. Subsistem pemasarn (SS IV), yaitu pendistribusian produk olahan untuk

dipasarkan dan menghasilkan pendapatan bagi produsen

5. Subsistem penunjang (SS V), yaitu keberadaan pihak-pihak yang terkait

dengan kegiatan produksi dari hulu hingga hilir

3.4.2 Analisis Berlian Porter

Analisis ini dilakukan pada tiap komponen yang tedapat pada teori Berlian

Porter. Komponen tersebut meliputi :

1. Kondisi faktor, yaitu suatu gambaran faktor sumberdaya yang dimiliki

suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri

2. Faktor Permintaan, yaitu keadaan permintaan atas barang atau jasa

dalam suatu negara

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung, yaitu keadaan para penyalur

dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan

4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan, yaitu yaitu strategi yang

dapat dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan

kompetisi dalam suatu industri domestik.

Selain itu, ada beberapa komponen lain yang saling terkait dengan keempat

komponen utama tersebut, yaitu faktor pemerintah dan kesempatan. Keempat

faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut saling berinteraksi. Dari hasil

38

analisis komponen penentu daya saing dapat ditentukan komponen yang menjadi

keunggulan dan kelemahan daya saing minyak kelapa di Indonesia. Hasil

keseluruhan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan

perkembangan yang dapat menjadi keunggulan kompetitif dari suatu industri.

Porter menerangkan bahwa suatu negara secara nasional dapat meraih keunggulan

kompetitif apabila dipenuhi empat persyaratan komponen utama yang saling

terkait yang membentuk empat titik sudut seperti berlian serta didukung oleh dua

komponen pendukung.

3.4.3 Revealed Comparative Advantage (RCA)

Analisis RCA merupakan sejumlah indikator atau metode yang digunakan

untuk mengukur tingkat daya saing. Cara perhitungan nilai RCA adalah sebagai

berikut :

RCA =

Keterangan

RCA : Keunggulan komparatif Indonesia

Xik : Nilai ekspor minyak kelapa Indonesia ke negara tujuan tahun 2006-2015

Xim : Nilai ekspor Indonesia ke negera tujuan tahun 2006-2015

Xwk : Nilai ekspor minyak kelapa dunia ke negara tujuan tahun 2006-2015

Xwm : Nilai ekspor dunia ke negara tujuan tahun 2006-2015

Jika ekspor dari suatu negara dari suatu jenis barang sebagai suatu

presentase dari jumlah ekspor dari negara tersebut lebih tinggi daripada pangsa

dari barang yang sama didalam jumlah ekspor dunia, berarti negara tersebut

memiliki keunggulan komparatif atas produksi dan ekspor dari barang tersebut.

39

Nilai indeks RCA adalah antara 0 dan lebih besar 0. Sehingga nilai dari RCA

adalah sebagai berikut :

1. Jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif

diatas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki keunggulan

komparatif yang kuat.

2. Jika nilai RCA < 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif

dibawah rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki

keunggulan komparatif yang lemah.

3.4.4 Analisis SWOT

Tahap identifikasi faktor internal dan faktor eksternal dengan cara

membuat matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan matriks EFAS

(External Factor Analysis Summary). Matriks IFAS bertujuan untuk mengetahui

apakah kekuatan yang dimiliki lebih besar dari kelemahan, sedangkan matriks

EFAS bertujuan untuk mengetahui apakah stakeholder industri minyak kelapa

telah mampu memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman yang ada.

Tahapan dalam menganalisis faktor-faktor kunci matriks IFAS dan EFAS

adalah sebagai berikut (David, 2004):

1. Identifikasi Faktor-Faktor Internal dan Eksternal

Tahap identifikasi faktor-faktor internal, yaitu dengan cara mendaftarkan

semua kekuatan dan kelemahan. Dalam penyajiannya, faktor yang bersifat positif

(kekuatan) ditulis sebelum faktor yang bersifat negatif (kelemahan). Begitu pula

dengan tahap identifikasi faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal dan

40

eksternal yang didaftar harus spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau

angka perbandingan yang selanjutnya akan diberi bobot.

2. Menentukan Bobot Terhadap Setiap Variabel

Penentuan bobot pada analisa internal dan eksternal perusahaan dilakukan

dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak manajemen atau ahli strategi.

Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap

faktor penentu internal dan eksternal. Bobot yang diberikan berkisar 0,0 (tidak

penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang

diberikan kepada masing-masing faktor mengindikasikan tingkat penting relatif

dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri tanpa memandang

apakah faktor kunci itu adalah kekuatan dan kelemahan internal, faktor yang

dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam kinerja perusahaan harus

diberikan bobot yang paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.

3. Penentuan Rating

Untuk mengukur masing-masing variabel terhadap kondisi internal dan

eksternal perusahaan digunakan skala 1, 2, 3 dan 4. Skala nilai rating untuk

matriks IFAS adalah 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan kecil, 3 = kekuatan

kecil, 4 = kekuatan besar. Sedangkan untuk pemberian rating matriks EFAS,

peluang yang semakin besar diberi nilai 4 dan jika peluang kecil diberi nilai rating

1. Sebaliknya untuk nilai rating ancaman.

4. Penentuan Skor

Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan

rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor

41

pembobotan berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor

pembobotan IFAS dibawah 2,5 maka kondisi internal perusahaan lemah

sedangkan jumlah skor bobot faktor eksternal berkisar 1,0 – 4,0 dengan rata-rata

2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFAS 1,0 artinya perusahaan tidak dapat

memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4,0

menunjukkan perusahaan merespon peluang maupun ancaman yang dihadapi

sangat baik. Tabel 6 dan 7 menunjukkan penilaian peringkat terhadap faktor

internal dan eksternal.

Tabel 6. Matriks IFAS

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan

1. ....................

2. ....................

3. ....................

........................

Total

Kelemahan

1. ...................

2. ...................

3. ...................

.......................

Total Sumber : David (2004)

42

Tabel 7. Matriks EFAS

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang

1. ....................

2. ....................

3. ....................

........................

Total

Ancaman

1. ...................

2. ...................

3. ...................

.......................

Total Sumber : David (2004)

Nilai dari analisis IFAS dan EFAS akan menentukan posisi strategi

perusahaan melalui diagram SWOT. Gambar 9 menunjukkan diagram SWOT

yang untuk posisi strategi.

Gambar 9. Diagram Analisis SWOT Sumber : Rangkuti, 2006: 18

II

Mendukung

strategi turn

around

III

Mendukung strategi

defensif

IV

Mendukung

strategi

diversifikasi

I

Mendukung strategi

agresif

BERBAGAI

PELUANG

KEKUATAN

INTERNAL

KELEMAHAN

INTERNAL

BERBAGAI

ANCAMAN

43

Menurut Rangkuti (2006), matriks SWOT memiliki empat kuadran

kemungkinan strategi yang berbeda, yaitu :

Kuadran I : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan

tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan

dalam kondisi ini adalah mendukung kebikan pertumbuhan yang

agresif (Growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan

adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi

juga menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus

strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah

internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang

lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan sesuatu yang sangat tidak menguntungkan.

Perusahaan tersebut mengalami berbagai ancaman dan kelemahan

internal.

Selanjutnya, alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis

perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Tabel 8

44

menunjukkan matriks SWOT yang menghasilkan empat kemungkinan alternatif

strategi.

Tabel 8. Matriks SWOT

Strenghts (S)

Tentukan 5-10

faktor-faktor

kekuatan internal

Weakness (W)

Tentukan 5-10

faktor-faktor

kelemahan

internal

Opportunities (O)

Tentukan 5-10

faktor-faktor

peluang

eksternal

Strategi SO

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang

meminimalkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang

Treaths (T)

Tentukan 5-10

faktor-faktor

ancaman

eksternal

Strategi ST

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk mengatasi

ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang

meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2006)

Matriks SWOT yang menggambarkan berbagai alternatif strategi yang dapat

dilakukan oleh perusahaan :

a. Strategi SO (Strength-Opportunities) adalah strategi yang digunakan

perusahaan dengan memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan yang

dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada.

b. Strategi WO (Weakness-Opportinities) adalah strategi yang digunakan

perusahaan yang seoptimal mungkin meminimalisir kelemahan yang ada

untuk memanfaarkan berbagai peluang.

c. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi yang digunakna perusahaan

dengan memanfaatkan atau mengotimalkan kekuatan untuk mengurangi

berbagai ancaman yang mungkin melingkupi perusahaan.

Eksternal

Internal

45

d. Strategi WT (Weakness-Threats) aadalah strategi untuk mengurangi

kelemahan guna meminimalisir ancaman yang ada.

BAB IV

GAMBARAN UMUM MINYAK KELAPA INDONESIA

4.1 Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan jenis minyak yang memenuhi lebih dari 10%

kebutuhan minyak nabati dunia. Secara fisik, minyak kelapa berwarna kuning

kecoklatan muda. Minyak kelapa dihasilkan dari pengolahan langsung daging

kelapa yang dikeringkan yaitu kopra. Melalui proses pengeringan, kadar air dalam

daging kelapa sebesar ± 50% diturunkan menjadi hanya 5-6%. Kopra yang

kualitasnya baik berasal dari buah yang telah masak dengan umur buah 11-12

bulan. Kualitas kopra bergantung pada perlakuan penyimpanan buah yang masih

utuh sela ma waktu tertentu sebelum buah diolah menjadi kopra. Terdapat lima

grade kopra untuk menentukan kualitas kopra. Kualitas kopra tentunya akan

sangat mempengaruhi hasil olahan lanjutan dari kopra, yaitu minyak kelapa.

Ketentuan mengenai macam-macam kualitas kopra ditunjukkan pada tabel 9.

Tabel 9. Ketentuan Mengenai Macam-Macam Kualitas Kopra

Macam Kualitas Keterangan

Supergrade Sama rata, keras, bersih, warna putih, bebas dari

semua kotoran dari luar yang dapat merusak

Highgrade Sama rata, keras, bersih, warna putih-kelabu, tidak

ada bagian yang berwarna jelek atau rusak

Fairmerchantable Campuran kopra kering kualitas rendah, tidak ada

bagian-bagian yang putih keras, tetapi banyak yang

masih lembek

Mixed Copra Kopra yang tidak cukup kering, dengan kualitas tidak

tentu

Lowgrade Kopra yang tidak cukup kering, semuanya gosong,

terlalu banyak kena asap, busuk, dimakan serangga,

lembek dan berlendir, banyak yang pecah dan

potongan-potongan kecil. Sumber : Setyamidjaja (2008)

47

Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam

minyak asam laurat karena komposisi tersebut paling besar diantara asam lemak

lainnya. Minyak kelapa berbeda dengan lemak dan minyak pada umumnya karena

mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Minyak kelapa

mengandung lebih kurang 90% asam lemak jenuh yang terdiri atas asam laurat,

miristat dan palmitat (tabel 10). Kandungan asam lemak jenuh dalam minyak

kelapa didominasi oleh asam lemak laurat dan asam miristat, sedangkan

kandungan asam lemak lainnya lebih rendah. Tingginya asam lemak jenuh

menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap proses ketengikan akibat oksidasi.

Tabel 10. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa

Asam Lemak Jumlah

Asam Lemak Jenuh

Asam kaproat 0.4-0.6

Asam kaprilat 6.9-9.4

Asam kaprat 6.2-7.8

Asam laurat 45.9-50.3

Asam miristat 16.8-19.2

Asam palmitat 7.7-9.7

Asam stearate 2.3-3.2

Asam Lemak Tidak Jenuh

Asam Oleat 5.4-7.4

Asam linoleat 1.3-2.1 Sumber : Hui (1996) dalam Hambali dkk (2007)

4.2 Teknologi Proses Pengolahan Minyak Kelapa

Menurut MAPI (2006), secara garis besar proses pembuatan minyak kelapa

dapat dilakukan dengan dengan dua cara yaitu dengan pengolahan minyak kelapa

cara basah dan pengolahan minyak kelapa cara kering.

48

4.2.1 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Basah

Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa segar, atau dikenal dengan

proses basah. Untuk menghasilkan minyak dari proses basah dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu :

a. Cara Basah Tradisional

Mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut. Santan dipanaskan

untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan minyak yang

disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak dan blondo diperas untuk

mengeluarkan sisa minyak.

b. Cara Basah Fermentasi

Santan didiamkan untuk memisahkan skim dari krim. Krim difermentasi

untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan minyak (terutama protein)

dari minyak pada waktu pemanasan. Asam yang dihasilkan menyebabkan

protein santan mengalami penggumpalan dan mudah dipisahkan pada saat

pemanasan.

c. Cara basah Sentrifugasi

Santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500 rpm.

Sehingga terjadi pemisahan fraksi kaya minyak (krim) dari fraksi miskin

minyak (skim). Selanjutnya krim diasamkan dengan menambahkan asam

asetat, sitrat, atau HCI sampai pH 4.

d. Cara Basah dengan Penggorengan

Pengolahan minyak dengan cara penggorengan, proses ekstraksi minyak

dilakukan dari hasil penggilingan atau parutan daging kelapa dengan langkah

49

pada gambar 10. Untuk memperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik,

biasanya dilakukan proses refined, bleached, deodorized (RBD). Proses-

proses ini dapat dilakukan dengan (1) Penambahan senyawa alkali (KOH atau

NaOH) untuk netralisasi asam lemak bebas, (2) Penambahan bahan penyerap

warna, biasanya menggunakan arang aktif agar dihasilkan minyak yang

jernih., (3) Pengaliran uap air panas ke dalam minyak untuk menguapkan dan

menghilangkan senyawa-senyawa yang menyebabkan bau yang tidak

dikehendaki.

e.

Gambar 10. Proses Produksi Minyak Secara Basah Sumber : Bank Indonesia (2004)

4.2.2 Pengolahan Minyak Kelapa Cara Kering

Minyak kelapa diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan (kopra)

atau dikenal proses kering. Untuk menghasilkan minyak dari proses ini dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

Daging Kelapa

Daging Kelapa Gilingan

Potongan Kelapa Panas

Minyak kelapa mentah

Minyak Kelapa

Penggilingan

Penggorengan

n

Pengepresan

Kethak/Bungkil Pengendapan

50

a. Ekstraksi Secara Mekanis (Cara Press)

Kopra dihaluskan menjadi serbuk kasar dengan menggunakan mesin. Serbuk

kopra dipanaskan, kemudian di pres sehingga mengeluarkan minyak. Minyak

hasil penyaringan diberi perlakuan dengan menambahkan senyawa alkali

(KOH atau NaOH) untuk netralisasi (menghilangkan asam lemak bebas),

penambahan bahan penyerap (absorben) warna. Setelah itu, minyak yang

telah bersih, jernih dan tidak berbau dikemas di dalam kotak kaleng, botol

plastik atau botol kaca.

b. Cara Ekstraksi Pelarut

Pelarut yang digunakan bertitik didih rendah, mudah menguap, tidak

berinteraksi secara kimia dengan minyak dan residunya tidak beracun. Serbuk

kopra ditempatkan pada ruang ekstraksi, sedangkan pelarut pada ruang

penguapan. Pelarut dipanaskan sampai menguap. Proses ini berlangsung terus

menerus sampai 3 jam. Uap dialirkan ke tempat penampungan pelarut.

Pelarut ini dapat digunakan lagi untuk ekstraksi. Penguapan ini dilakukan

sampai diperkirakan tidak ada lagi residu pelarut pada minyak. Selanjutnya,

minyak dapat diberi perlakuan netralisasi, pemutihan dan penghilangan bau.

4.2.3 Proses Pemurnian Minyak Goreng

Pemurnian (refining) minyak goreng meliputi tahapan netralisasi,

pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorising). Netralisasi dilakukan

untuk mengurangi FFA untuk meningkatkan rasa dan penampakan minyak.

Netralisasi dilakukan dengan mereaksikan NaOH dengan FFA sehingga

membentuk endapan minyak tak larut yang dikenal sabun (soapstock).

51

Pemucatan (bleaching) menghilangkan sebagian besar bahan pewarna tak terlarut

atau bersifat koloid yang memberi warna pada minyak. Pemucatan dapat

dilakukan dengan menggunakan karbon aktif atau bleaching earth (misalnya

bentonit) 1% sampai 2 % atau kombinasi keduanya yang dic

- filter press. Proses

deodorisasi akan menghilangkan bau dan flavours yang bersifat menguap, pada

saat miny -

steam yang kontak dengan minyak pada kondisi vacuum dengan tekanan 29 Psig.

4.3 Industri Minyak Kelapa

Usaha minyak kelapa sudah ada sejak puluhan tahun lalu di Indonesia,

karena tersedianya bahan baku dari tumbuhan kelapa yang secara alamiah tumbuh

di Indonesia. Sumber daya alam kelapa yang melimpah menarik minat para

investor, baik domestik maupun luar negeri untuk mendirikan pabrik minyak

kelapa di Indonesia. Total investasi industri pengolahan kelapa nasional selama 25

tahun terakhir mencapai Rp.35 trilyun. Gambar 11 menunjukkan bahwa investasi

terbesar di industri pengolahan kelapa terdapat pada industri minyak kelapa

sebesar Rp.21 trilyun. Sedangkan industri lainnya seperti Dessicated Coconut

sebesar 3.8 trilyun, industri pengolahan terpadu Rp.0.2 trilyun dan industri sabut

dan tempurung Rp.10 trilyun. Hal ini industri minyak kelapa di Indonesia

berkembang pesat karena didukung oleh investasi yang besar.

52

Gambar 11. Investasi Industri Pengolahan Kelapa

Sumber : HIPKI dan Kementerian Perindustrian (2017)

Industri minyak kelapa tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Namun,

kebanyakam masih di wilayah Sumatera, Riau dan Sulawesi. Tabel 11

menunjukkan 21 industri skala menengah-besar minyak kelapa yang beroperasi di

Indonesia. Data dari tabel tersebut belum mencakup seluruh perusahaan minyak

kelapa di Indonesia. Industri tersebut terdiri dari perusahaan yang bersifat parsial

dan terpadu. Industri yang bersifat parsial hanya memproduksi single product

seperti minyak kelapa saja. Sedangkan perusahaan bersifat terpadu memproduksi

kelapa menjadi multiple product seperti santan, desiccated coconut dan lainnya.

Industri pengolahan kelapa terbesar di dunia terdapat di Indonesia yaitu PT. Pulau

Sambu Guntung yang juga memproduksi minyak kelapa. Ada juga perusahaan

besar minyak kelapa Filipina yang beroperasi di Indonesia yaitu PT. Cargill

Indonesia. Perusahaan minyak kelapa dalam skala besar ini biasanya

memproduksi untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Perusahaan minyak kelapa

telah memiliki pangsa pasarnya masing-masing di pasar ekspor. Namun minyak

kelapa Indonesia kebanyakan di ekspor ke negara China, Eropa dan Amerika.

53

Tabel 11. Industri Minyak Kelapa di Indonesia

No. Nama Perusahaan Jenis Usaha

1. PT. Pulau Sambu Guntung Santan, air kelapa, ampas

kelapa kering, sabut

kelapa, coco peat, bungkil,

arang

2. PT. Pulau Sambu Kuala Enok Minyak kelapa dan

bungkil

3. PT. RSUP (Riau Sakti United Plantation) Minyak Kelapa, santan,

dessicated coconut

4. PT. Sapat Pulau Mas Minyak Kelapa dan

bungkil

5. CV. AE Brothers, Co. Minyak Kelapa dan

bungkil

6. PT. Tunas Baru Lampung Minyak Kelapa

7. PT. Kuang Argo Industri Minyak Kelapa dan

bungkil

8. PT. Agro Makmur Raya Minyak kelapa

9. PT. Cargil Indonesia Minyak Kelapa

10. PT. Salim Ivomas Pratama Minyak Kelapa, bungkil,

minyak kelapa sawit

11. PT. Sari Mas Permai Minyak Kelapa

12. CV. Trijaya Minyak Kelapa

13. CV. Alam Subur Minyak Kelapa

14. PT. Indo Surya Minyak Kelapa

15. PT. Sahati Hamparan Tangguh Minyak Kelapa

16. PT. Palko Sari Eka Minyak Kelapa

17. PT. Perry Masterindo Minyak Kelapa

18. CV. Serat Samudera Mas Sabut kelapa, kopra, gula

jawa, dessicated coconut,

arang aktif

19. PT. Sinar Meadow Internasional Minyak Kelapa

20. PT. Santigi Minyak Kelapa dan

bungkil

21. PT. Inhil Sarimas Kelapa Minyak Kelapa Sumber : Kementerian Perindustrian (2016)

4.4 Perdagangan Minyak Kelapa Dunia

4.4.1 Konsumsi Minyak Kelapa Dunia

Tiga bentuk yang paling penting dari konsumsi buah kelapa adalah kelapa

segar (termasuk untuk diminum dan santan), minyak kelapa dan kelapa kering.

Konsumsi global kelapa segar tumbuh pada kecepatan yang luar biasa untuk air

54

kelapa dan santan (sekitar 30 % dari konsumsi kelapa). Air kelapa semakin

populer di seluruh dunia sebagai minuman yang sehat dan santan yang digunakan

dalam sejumlah produk makanan. Permintaan kelapa untuk memenuhi pasar yang

berkembang adalah menempatkan tekanan pada pasokan. Dengan pembelian dua

industri pengolahan air kelapa Brasil, satu oleh Pepsi Cola dan lainnya oleh Coca

Cola, air kelapa memasuki pasar minuman ringan utama. Disamping itu, hampir

setiap supermarket di Eropa dan Australia menjual lebih dari dua merek santan

kelapa. Minyak kelapa merupakan bentuk yang paling penting dari konsumsi

kelapa. Sekitar 27 negara kelompok Uni Eropa adalah konsumen terbesar minyak

kelapa di dunia, saat ini memanfaatkan sekitar 743.000 metrik ton per tahun.

Sebagian besar dari 3.5 juta ton minyak diproduksi setiap tahunnya telah

digunakan. Minyak kelapa digunakan secara unik untuk ekstraksi asam lemak dan

digunakan dalam produksi margarin dan sabun. Namun demikian, pemanfaatan

minyak kelapa tercatat kurang di bawah 2 % dari konsumsi minyak nabati global

dan kontribusi ini menurun sebagai akibat dari peningkatan konsumsi minyak

nabati lainnya.

Adanya peningkatan perhatian yang diberikan untuk menggunakan minyak

kelapa untuk pembangkit energi, baik dicampur dengan solar atau sebagai

pengganti solar (bio-fuels). Berbagai insentif dan subsidi telah diberikan untuk

pengembangan bio-fuels menyebabkan bio-fuels menjadi semakin popular di

Amerika Serikat dan Eropa dan ini sekarang sedang didorong di negara-negara

lain seperti Malaysia. Adanya perbedaan harga antara minyak bumi dan minyak

55

nabati umumnya menjadi daya tarik untuk menggunakan minyak nabati sebagai

bahan bakar alternatif.

Ekspor minyak kelapa telah meningkat selama dekade terakhir terutama

karena kebutuhan global yang lebih besar untuk karakteristik penting dari minyak

kelapa. Pada tahun 2008, lebih dari 2 juta ton minyak kelapa yang diperdagangkan

di pasar dunia. Filipina adalah eksportir terbesar minyak kelapa pada tahun 2008,

dengan 42% dari ekspor dunia. Sementara Indonesia merupakan negara dengan

jumlah terbanyak kedua yang mengekspor minyak kelapa, selain kelapa dalam

buah segar. Pasar tujuan utama minyak adalah Amerika Serikat dan Eropa dengan

nilai untuk masing-masing 24% dan 25% dari impor.

Disamping aspek kesehatan, minyak kelapa dapat menjadi sumber utama

pengganti bahan bakar minyak diesel fosil. Bahkan Filipina telah

mengembangkan campuran biodiesel kelapa 10 % (B-10) sejak tahun 2002 dan

telah digunakan untuk kendaraan dinas beberapa instansi pemerintah. Salah satu

kelebihan minyak kelapa di daerah tropis adalah dapat digunakan sebagai

pengganti solar tanpa proses esterifikasi dan tanpa campuran (B-100)

sebagaimana yang telah digunakan di Marshall Island sejak awal 2005 tanpa

modifikasi dan gangguan pada mesin. Prosesnya pun sederhana sehingga mudah

dan cocok dilakukan di daerah yang aksesibilitasnya terbatas seperti daerah

kepulauan yang harga kopranya selalu rendah.

4.4.2 Ekspor dan Impor Minyak Kelapa Dunia

Negara-negara eksportir minyak kelapa dunia didominasi oleh negara-

negara di kawasan Asia-Pasifik, seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka

56

dan beberapa negara lainnya. Jumlah ekspor minyak kelapa dunia mencapai 53%

dari total produksi minyak kelapa dunia di tahun 2014. Hingga saat ini, Filipina

dan Indonesia merupakan negara yang menguasai perdagangan minyak kelapa

dunia. Hal tersebut dikarenakan kedua negara tersebut merupakan negara

penghasil kelapa terbesar didunia dan salah satu produk olahan unggulan

ekspornya adalah minyak kelapa. Jika dilihat pada tabel 11, Filipina dan Indonesia

mendominasi pasar ekspor dengan memiliki volume ekspor yang cukup besar

dibandingkan negara lainnya. Volume ekspor Filipina 765.558 MT dan Indonesia

sebesar 760.072 MT. Filipina menempati posisi pertama dengan volume ekspor

terbesar, namun tidak berbeda secara signifikan terhadap volume ekspor

Indonesia. Negara eksportir minyak kelapa lainnya diikuti oleh Belanda, Malaysia

dan negara lainnya. Namun volume ekspor dari negara-negara tersebut jauh lebih

rendah dibandingkan ekspor minyak kelapa dari Filipina dan Indonesia. Hal ini

menunjukkan bahwa pengadaan minyak kelapa dunia sangat dipengaruhi oleh

ekspor dari Filipina dan Indonesia.

Negara-negara yang tidak mampu menghasilkan minyak kelapa karena

keterbatasan sumber daya alam akan sangat bergantung pada supply minyak

kelapa dari negara penghasil kelapa. Adapun negara importir minyak kelapa dunia

didominasi oleh negara-negara di kawasan Amerika dan Eropa. Negara-negara

importir tersebut adalah USA, Belanda, Jerman, Malaysia, China, Italia, Perancis,

Belgium, Korea dan Rusia. Negara Impotir utama yaitu negara USA dengan

volume ekspor yang mencapai 549.334 MT di tahun 2015 (tabel 12). USA

merupakan negara yang memiliki banyak industri maju dan beberapa industri

57

yang menggunakan minyak kelapa sebagai bahan baku di supply dari impor

karena USA memiliki sumber daya alam yang terbatas dalam menghasilkan

minyak kelapa. Hal serupa juga dilakukan oleh negara importir terbesar lainnya,

seperti Belanda dan Jerman. Kawasan tersebut membutuhkan impor minyak

kelapa untuk membangun industri pangan maupun non pangan. Pembangunan

industri dilakukan secara maksimal sesuai HACCP dan GMP. Maka dari itu,

negara-negara tersebut juga memiliki standar khusus dalam melakukan impor

sehingga produk yang diterima hanya produk yang memenuhi standarnya tersebut.

Hal ini dilakukan agar keamanan produk terjaga dan tentunya menjadi tantangan

tersendiri bagi negara-negara eksporti minyak kelapa dunia.

Tabel 12. Negara Eksportir dan Importir Minyak Kelapa Dunia Tahun 2015

Negara Volume Ekspor

(MT)

Negara Volume Impor

(MT)

Filipina 765.558 USA 549.334

Indonesia 760.072 Belanda 340.133

Belanda 234.046 Jerman 233.099

Malaysia 152.091 Malaysia 200.098

USA 52.229 China 144.553

Jerman 20.113 Italia 69.171

Papua New

Guinea

18.467 Perancis 50.767

Vietnam 10.773 Belgium 48.643

Sri Lanka 8.679 Korea 46.710

India 7.725 Rusia 42.973 Sumber : APCC (2015)

4.4.3 Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa

Ekspor minyak kelapa di pasar internasional memiliki kode ekspor yang

dinamakan Harmonized System (HS). Kode HS adalah suatu nomenklatur

kelompok barang yang disusun oleh World Customs Organization (WCO) untuk

keperluan perdagangan internasional. Sistem nomenklatur HS terdiri dari empat

58

(4) digit angka disebut pos dan enam (6) digit angka disebut sebagai subpos.

Berikut kode HS untuk komoditi minyak kelapa.

Tabel 13. Kode Harmonized System (HS) Komoditi Minyak Kelapa

Pos Tarif Uraian Barang

151311 Minyak kelapa mentah

151319 Minyak kelapa dan turunannya, baik

yang dimurnikan atau tidak, selain

minyak kelapa mentah

- 1513191 Minyak kelapa yang dimurnikan

- 1513199 Minyak kelapa yang telah melalui

proses Refining (pemurnian),

Bleaching (pemutihan), Deodorizing

(penghilangan bau busuk) Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2016)

Tabel 13 menjelaskan bahwa kode pos induk untuk minyak kelapa dibagi

menjadi dua, yaitu 151311 dan 151319. Kode pos 151311 adalah kode untuk

minyak kelapa dengan jenis minyak kelapa mentah. Produk minyak kelapa

mentah ini digunakan untuk bahan baku teknis dan industri non-pangan (farmasi,

pembuatan sabun, kosmetika, bahan baku biodiesel dan lainnya) dan industri

pangan. Sedangkan 151319 adalah kode pos untuk minyak kelapa dan turunannya

baik yang melalui proses pemurnian maupun tidak. Kode pos induk 151319

dibagi menjadi 2 subpos, dengan 1513191 yaitu minyak kelapa yang hanya

melalui proses pemurnian dan 1513199 yaitu minyak kelapa yang telah melalui

proses Refining (pemurnian), Bleaching (pemutihan), Deodorizing (penghilangan

bau busuk). Adapun produk turunan dari jenis minyak kelapa ini yaitu minyak

goreng, Virgin Coconut Oil (VCO) dan produk sejenis lainnya.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Industri Minyak Kelapa Indonesia

Kondisi industri minyak kelapa dalam pembahasan ini akan diuraikan dari

sisi hulu hingga hilir melalui pendekatan sistem agribisnis yang terdiri atas 4

subsistem yaitu hulu, budidaya, pengolahan dan pemasaran juga didukung dengan

lembaga penunjang. Pada subsistem hulu, pembahasan akan terfokus pada kondisi

perbenihan. Terdapat 2 dimensi yang akan dibahas yaitu mengenai penyediaan

benih dan kondisi tanaman kelapa. Subsistem budidaya membahas mengenai tipe

kepemilikan perkebunan kelapa. Subsistem pengolahan membahas 2 dimensi

yaitu penggunaan kelapa domestik serta struktur industri. Subsistem pemasaran

membahas jalur tataniaga kelapa. Pembahasan dimensi dan sub-dimensi terdapat

pada diagram pendekatan sistem agribisnis yang ditunjukkan pada gambar 12.

Selain 4 subsistem diatas, terdapat subsistem penunjang yang mendukung

kegiatan perkelapaan nasional. Pada subsistem penunjang, akan dibahas mengenai

lembaga terkait perkelapaan nasional dan bagaimana peranan masing-masing

lembaga tersebut.

5.1.1 Subsistem Hulu

Pengadaan benih merupakan salah satu sarana produksi yang perlu

diperhatikan ketersediaannya. Benih akan menentukan kualitas produksi tanaman

kelapa yang juga berpengaruh terhadap bahan baku industri minyak kelapa.

Pembahasan dibawah ini akan menjelaskan mengenai varietas benih, sumber dan

60

teknik penyediaan benih serta pengaruhnya terhadap kondisi tanaman kelapa saat

ini.

Gambar 12. Diagram Pendekatan Sistem Agribisnis Kelapa

A. Penyediaan Benih

Kegiatan budidaya kelapa dimulai dengan penanaman benih kelapa. Benih

kelapa dapat dihasilkan melalui 2 teknik yaitu secara konvensional dengan

menggunakan buah kelapa dan non-konvensional dengan kultur jaringan. Saat ini,

teknik konvensional merupakan satu-satunya cara yang masih dilakukan oleh

Indonesia untuk memperbanyak benih kelapa mengingat teknik non-konvensional

belum dikembangkan. Penyediaan benih dilakukan melalui penetapan Blok

Penghasil Tanaman dan Pohon Induk Terpilih. Blok merupakan kebun kelapa

yang tanamannya berada dalam satu hamparan luas (tidak terpencar) dengan luas

minimal 2.5 ha dan maksimal 25 ha. Jika luas lebih dari 25 ha maka blok harus

dibagi masing-masing seluas 25 ha. Dengan cara ini, dipilih blok-blok tanaman

61

kelapa yang berasal dari pertanaman kelapa milik rakyat yang berproduksi tinggi

dan dapat menghasilkan benih yang bermutu tinggi. Pengadaan sumber benih

dengan cara blok ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan sumber benih kelapa di

daerah. Benih yang telah diidentifikasi dan memiliki potensi produksi dan

produktivitas yang baik akan ditetapkan sebagai varietas unggul. Adapun varietas

benih terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Varietas Unggul Nasional

Badan Penelitian Palma (Balitpalma) telah menetapkan benih varietas

unggul nasional. Varietas tersebut terdiri dari 3 jenis kelapa yaitu kelapa dalam,

kelapa genjah dan kelapa hibrida. Tabel 14 menunjukkan berbagai varietas benih

kelapa dalam, kelapa genjah dan kelapa hibrida. Varietas benih ditentukan

berdasarkan wilayah atau provinsi yang potensial dalam menghasilkan benih

unggulan tersebut. Produksi benih varietas unggulan yang telah ditetapkan ini

umumnya lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya dan memiliki karakteristik

masing-masing. Benih varietas kelapa dalam memiliki potensi produksi 2.8-3.3

ton kopra/ha/tahun. Sementara benih varietas kelapa genjah umumnya cepat

berbuah namun pertumbuhan tinggi tanaman cenderung lambat. Tanaman mulai

berbuah mulai umur 2-3 tahun dengan tingkat produksi 80-120 butir/pohon/tahun.

Selain itu, terdapat kelapa hibrida yang merupakan hasil persilangan antara kelapa

dalam dan kelapa genjah. Kelapa hibrida adalah benih yang dikeluarkan pada

tahun 1984 yang disebut dengan Kelapa Hibrida Indonesia (KHINA). Tiga

varietas KHINA yang telah ditetapkan menjadi unggulan nasional mulai berbuah

pada umur 3-3.5 tahun dengan potensi produksi lebih dari 3 ton kopra/ha/tahun.

62

Tabel 14. Varietas Kelapa Unggul Nasional

Kelapa Dalam Kelapa Genjah Kelapa Hibrida

Kelapa Dalam Tenga

(DTA)

Kuning Nias

(GKN)

KHINA-1

(GKN x DTA)

Kelapa Dalam Mapanget

(DMT)

Genjah Kuning Bali

(GKB)

KHINA-2

(GKN x DBI)

Kelapa Dalam Bali

(DBI)

Kelapa Genjah Salak

GSK)

KHINA-3

(GKN x DPU)

Kelapa Dalam Palu

(DPU)

Kelapa Genjah Raja

(GRA)

Kelapa Dalam Sawarna

(DSA) Sumber : Balitpalma (2017) (diolah)

2. Varietas Unggul Lokal

Selain benih varietas unggul nasional, terdapat benih varietas unggul lokal

yang menjadi benih unggulan di sentra produksi kelapa. Teknis penyediaan benih

unggul lokal ini adalah ketika terdapat populasi bagus dan spesifik yang memiliki

produksi tinggi, Balitpalma akan melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah

(pemda) untuk merekomendasikannya sebagai benih kelapa unggulan. Varietas

unggulan lokal yang telah dilepas oleh balitpalma terdapat pada tabel 15.

Tabel 15. Varietas Kelapa Unggul Lokal

Varietas Karakteristik

Kelapa dalam molowahu Asal : Gorontalo

Potensi : produktivitas 2.4-3.4 ton

kopra/ha/tahun

Kelapa dalam adonara Asal : Nusa Tenggara Timur

Potensi : Produksi 8.400-10.500

butir/ha

Kelapa dalam buol ST-1 Asal : Sulawesi Tengah

Potensi : produksi >3 ton

kopra/ha/tahun

Kelapa dalam sri gemilang Asal : Indragili Hilir

Potensi : produksi >3 ton

kopra/ha/tahun Sumber : Badan Penelitian Palma (2017)

63

Dalam realisasinya, ketersediaan benih kelapa mengalami beberapa kendala.

Banyaknya varietas benih yang telah ditetapkan oleh Balitpalma belum

dimanfaatkan secara optimal. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2017),

benih yang ada disetiap daerah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.

Namun belum didukung oleh sertifikasi benih. Pada Diskusi Nasional, Bapak

Ismail Maskromo (Kelapa Balitpalma) (2017) juga mengatakan bahwa

ketersediaan benih saat ini dapat dikatakan ada, namun tidak ada. Hal ini

dikarenakan setiap daerah memiliki potensi benih kelapa tapi belum dilegalkan

dan bersertifikat. Tabel 16 menunjukkan bahwa potensi varietas benih unggul

nasional telah mencapai benih bersertifikat. Namun varietas benih unggul lokal

yang bersertifikat baru mencapai 34.5% dari keseluruhan potensi yang ada sebesar

2.030.000 butir/tahun, diikuti oleh varietas benih bersertifikat dari BPT baru

mencapai 28.1% dari potensi benih 13.650.000 butir/tahun.

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2016), upaya guna meningkatkan

produksi dan produktivitas tanaman kelapa salah satunya dengan penggunaan

benih unggul bermutu, didukung dengan sarana produksi yang tepat sesuai sesuai

rekomendasi dan penerapan sistem manajemen usahatani yang sesuai. Kegiatan

penyediaan benih unggul tanaman kelapa dilaksanakan dengan mengacu pada

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 322/Kpts/KB.020/10/2015 tentang pedoman

produksi, sertifikasi, peredaran dan pengwasan benih tanaman kelapa. Adapun

prosedur pemuliaan varietas kelapa dalam unggul lokal yang telah ditetapkan

sebagai berikut :

64

a. Identifikasi potensi keunggulan populasi

b. Pengamatan produksi dan karakter lainnya selama 3 tahun (Output : SK

Pelepasan Varietas)

c. Pengamatan produksi populasi pengembangan

d. Penentuan Pohon Induk Terpilih (PIT) sebagai sumber benih (Output SK

Sumber benih

Tabel 16. Potensi Benih Kelapa Dalam Unggul

Varietas Jumlah Potensi

Produksi

(Butir/Tahun)

Benih

Bersertifikat

Presentase

Benih

Bersertifkat

(%)

Benih Unggul

Nasional

11 Varietas 300.000 300.000 100

Benih Unggul

Lokal

13 Varietas 2.030.000 700.458 34.5

Pohon Induk

Terpilih dari Blok

Penghasil

Tanaman (BPT)

30 Provinsi 13.650.000 3.839.652 28.1

Total 15.980.000 4.878.110 30.5 Sumber : Badan Penelitian Palma (2017)

B. Kondisi Tanaman Kelapa

Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2017), tanaman kelapa di

Indonesia dapat ditemukan hampir di semua wilayah Indonesia dengan luas areal

yang paling besar di dunia, berada di Sumatera yang mencapai 32.43% dari total

areal kelapa Indonesia dan diikuti oleh Jawa (23%), Sulawesi (19.65), Bali dan

Nusa Tenggara Barat (7.28%), Maluku dan Papua (9.7%) dan Kalimantan (7.3%).

Saat ini, luas areal perkebunan kelapa yaitu 3.571.376 ha. Berdasarkan

kondisinya, luas areal perkebunan kelapa terbagi menjadi 3 kondisi tanaman yang

terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan (TM)

65

dan tanaman tidak menghasilkan atau tanaman rusak (TTM/TR). Kondisi tanaman

kelapa di Indonesia seluas 489.366 (13.7%) ha untuk TBM, 2.618.163 (73.3%) ha

termasuk TM dan 463.847 (13%) ha termasuk TTM/TR. Adapun jumlah

produksi kelapa Indonesia sebesar 2.960.851 ton setara kopra dan produktivitas

sebesar 1 ton/ha.

Tabel 17 menunjukkan bahwa luas areal perkebunan selama 10 tahun

terakhir mengalami penurunan sebesar 5.75% per tahun. Penurunan luas areal ini

diikuti oleh produksi kelapa sebesar 5.44% per tahun. Adapun produktivitas

tanaman kelapa hanya meningkat sebesar 1%. Ibu Tri Sunar Prasetyanti (Kelapa

Seksi Sarana Pengolahan Direktorat Jenderal Perkebunan) (2017) mengatakan

bahwa penurunan luas areal perkebunan dan produksi kelapa disebabkan karena

banyaknya tanaman yang tua dan rusak. Terdapat sekitar 13% tanaman yang rusak

dari keseluruhan luas areal. Selain itu menurut Balitpalma (2017), penurunan luas

areal dan produksi kelapa juga dipicu oleh beberapa hal seperti : minimnya

pemeliharaan tanaman, penggunaan benih asalan, bencana alam, tata air kurang

baik, hama dan penyakit serta terjadi konversi lahan. Menurunnya produksi kelapa

berdampak pada produktivitas kelapa. Berdasarkan Diskusi Nasional, Bapak

Bambang selaku Direktur Jenderal Perkebunan (2017) mengungkapkan bahwa

tingkat produktivitas masih jauh dibawah potensi yang ada. Seharusnya

produktivitas kelapa bisa mencapai 2-3 ton/ha, namun saat ini produktivitas masih

dibawah 1 ton/ha sehingga masih ada potensi besar yang perlu ditingkatkan.

66

Tabel 17. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Tahun 2006-

2015

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (ton) Produktivitas

(Kg/Ha)

2006 3.788.892 3.131.158 1.119

2007 3.787.989 3.193.266 1.145

2008 3.783.074 3.239.672 1.169

2009 3.799.124 3.257.969 1.175

2010 3.739.350 3.166.666 1.159

2011 3.767.704 3.174.379 1.158

2012 3.781.649 3.189.897 1.157

2013 3.654.478 3.051.585 1.130

2014 3.609.812 3.005.916 1.136

2015*) 3.571.376 2.960.851 1.131

Kenaikan

Rata-Rata

(%)

-5.74 -5.44 1.07

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2016) & Pusdatin (2014)

Keterangan : *) Angka Sementara

Dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kelapa,

pemerintah melakukan replanting tanaman kelapa yang telah rusak. Terdapat 51

provinsi dengan total 54 kabupaten dan 11.725 Ha yang telah diremajakan dengan

Anggaran Penggunaan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan data yang

ditunjukkan pada tabel 18, peremajaan tanaman kelapa yang paling luas di daerah

Sulawesi Tenggara dengan luas 1.250 Ha. Hal ini mengingat bahwa Sulawesi

Tenggara merupakan salah satu wilayah sentra produksi kelapa. Upaya

peremajaan ini dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi tanaman kelapa.

Selain itu, pemerintah juga mempunyai target bahwa Indonesia akan memiliki

luas areal perkebunan seluas 5 juta Ha. Walaupun luas areal perkebunan kelapa

hingga saat ini masih seluas 3.5 juta Ha.

67

Tabel 18. Pengembangan Peremajaan Tanaman Kelapa tahun 2017

Provinsi Jumlah Kabupaten Peremajaan (Ha)

Jawa Barat 2 300

Jawa Tengah 2 300

DI Yogyakarta 2 350

Jawa Timur 1 150

Aceh 1 200

Sumatera Barat 3 700

Riau 2 700

Kalimantan Tengah 2 400

Sulawesi Utara 4 1.200

Sulawesi Tengah 4 975

Sulawesi Tenggara 5 1.250

Maluku 3 750

Bali 3 600

NTB 3 600

NTT 7 850

Papua 1 150

Maluku 4 950

Banten 2 200

Gorontalo 3 750

Papua Barat 2 200

Sulawesi Barat 1 150

Total 54 11.725 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2017)

Berdasarkan uraian, dapat disimpulkan bahwa pada subsistem hulu

penyediaan benih dan pertanaman kelapa merupakan hal yang saling berkaitan.

Penyediaan benih yang masih menggunakan teknik konvensional merupakan

suatu tantangan bagi Indonesia karena dengan pengadaan benih secara

konvensional memerlukan banyak kelapa butiran. Menurut Bapak Ismail

Maskromo sebagai Kepala Balitpalma (2017), untuk penyediaan benih

menggunakaan kelapa butiran, dari segi ketersediaan tidak cukup. Hal ini juga

didukung dengan data yang ada bahwa produksi kelapa semakin menurun,

sehingga apabila tetap dilakukan penyediaan benih secara konvensional,

Indonesia akan mengalami kekurangan buah kelapa untuk dikonsumsi. Berkaitan

68

dengan bab 2 yang telah diuraikan sebelumnya bahwa subsistem pengolahan

(minyak kelapa) akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang oleh ketersediaan

bahan baku yang dihasilkan melalui subsistem hulu (salah satunya pengadaan

benih). Hal ini menunjukkan bahwa sebagai penunjang ketersediaan bahan baku,

teknik penyediaan benih perlu diperhatikan sehingga tidak mengurangi

ketersediaan buah kelapa. Teknik non-konvensional menjadi solusi yang tepat

untuk permasalahan ini. Pengadaan benih melalui teknik kultur jaringan ini sudah

berhasil dilakukan di negara Mexico. Teknik ini sudah dilakukan terhadap

komoditas kelapa sawit. Namun, untuk implementasi terhadap komoditas kelapa

belum dikembangkan karena masih mengalami keterbatasan baik dari segi biaya,

teknologi dan lainnya, sehingga diperlukan kerjasama antar pemerintah maupun

swasta untuk mengembangkan teknik kultur jaringan ini.

Benih varietas unggul nasional yang telah ditetapkan juga masih terbatas.

Saat ini, belum banyak penangkar benih kelapa sehingga Balitpalma

memanfaatkan kebun percobaan sebagai lokasi untuk mengembangkan benih

varietas unggul tersebut. Pengembangan benih di kebun percobaan ini masih

terbatas sedangkan permintaan terhadap benih tinggi sehingga ketika ada

permintaan, tidak bisa terpenuhi. Maka perlu dibangun kebun induk disetiap

daerah agar mempermudah proses pembenihan.

Selain itu, penggunaan benih asalan menjadi salah satu penyebab rendahnya

produksi dan produktivitas kelapa. Sebenarnya, tiap daerah memiliki potensi

mengembangkan benih kelapa namun belum dilegalkan. Prosedur untuk

mendapatkan sertifikasi yang cenderung mengambil waktu hingga 2-3 tahun,

69

membuat petani memilih menggunakan benih asalan. Berdasarkan hasil Diskusi

Nasional, Bapak Bambang selaku Direktur Jenderal Perkebunan (2017)

mengungkapkan bahwa hal ini terjadi karena ketidaktahuan petani terhadap benih.

Rendahnya produksi kelapa juga dipicu oleh banyaknya tanaman yang tua dan

rusak sehingga diperlukan upaya peremajaan, perluasan dan rehabilitasi.

Peremajaan tanaman kelapa dilakukan dengan menggunakan benih varietas

unggul yang memiliki potensi produksi dan produktivitas tinggi. Pemerintah

sedang melakukan peremajaan tanaman kelapa di 51 provinsi dengan 54

kabupaten seluas 11.725 ha. Langkah peremajaan tanaman kelapa ini didukung

dengan ketersediaan sumber benih varietas unggul yang siap tanam sebesar

2.676.616 benih. Namun upaya peremajaan ini belum sebanding dengan jumlah

luas areal tanaman yang rusak. Dari 13% luas tanaman yang rusak, hanya sekitar

2% yang saat ini dalam upaya peremajaan. Hal ini menunjukkan masih rendahnya

upaya peremajaan tanaman kelapa.

5.1.2 Subsistem Budidaya

Kondisi industri minyak kelapa sangat berkaitan dengan keberadaan

perkebunan kelapa di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan teori sistem agribisnis

bahwa subsistem pengolahan akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang

dengan ketersediaan bahan baku yang dihasilkan pada subsistem usahatani.

Perkebunan kelapa Indonesia terbagi atas 3 tipe status pengusahaan, yaitu

Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Swasta (PBS) dan Perkebunan Negara

(PBN). Perkebunan kelapa didominasi oleh Perkebunan Rakyat dengan presentase

70

98.16%, Perkebunan Swasta 1.69% dan Perkebunan Negara 0.14%. Berikut ini

akan dijelaskan masing-masing karakteristik PR, PBS dan PBN (tabel 19).

Tabel 19. Karakteristik Umum Produsen Kelapa Berdasarkan Status Pengusahaan

No. Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar

Negara

Perkebunan Besar

Swasta

1. Luas areal

perkebunan sebesar

3.533.300 ha

Luas areal 3.986

perkebunan ha

Luas areal perkebunan

34.089 ha

2. Produksi mencapai

2.924.080 ton

Produksi mencapai

2.740 ton

Produksi mencapai

34.030 ton

3. Produktivitas

mencapai 1.126 kg/ha

Produktivitas

mencapai 1.417 kg/ha

Produktivitas mencapai

1.283 kg/ha

4. Belum diusahakan

secara komersial

Diusahakan secara

komersial

Diusahakan secara

komersial

5. Akses terhadap modal

sulit

Akses terhadap modal

mudah

Akses terhadap modal

mudah

6. Luas kebun per petani

kurang dari 0,5 ha

Luas kebun mencapai

ribuan ha

Luas kebun mencapai

ribuan ha Sumber : Kementerian Pertanian (2015)

Menurut Kementerian Pertanian (2006), perkebunan rakyat dikelola secara

monokultur atau kebun campur dengan melibatkan sekitar 20 juta jiwa keluarga

petani atau buruh tani. Pengelolaan usahatani kelapa masih dilakukan secara

tradisional. Selain itu, belum ada perawatan atau penanganan khusus dalam

membudidayakan tanaman kelapa. Meskipun luas areal perkebunan rakyat paling

mendominasi perkebunan kelapa di Indonesia, usahatani kelapa belum mampu

menjadi sumber pendapatan utama petani. Ukuran kebun petani kelapa yang

cenderung kecil ini salah satu penyebab rendahnya pendapatan petani kelapa.

Luas kebun petani umumnya kurang dari 0,5 hektar.

Sementara Perkebunan Besar Negara (PBS) dan Perkebunan Besar Swasta

(PBS) umumnya memiliki karakteristik yang sama. Perkebunan ini biasanya

memiliki luas perkebunan dengan hamparan luas hingga mencapai ribuan hektar

71

sehingga diusahakan secara komersial. Akses terhadap modal pun mudah karena

status perkebunan ini berbadan hukum. Selain itu, perkebunan ini dikelola secara

modern dan menggunakan tenaga ahli. Pemupukan dan perawatan tanaman

dilakukan secara intensif sehingga hasil produksi lebih berkualitas dibandingkan

hasil produksi dari perkebunan rakyat yang dikelola secara tradisional dan

tanaman masih dibiarkan tanpa pupuk.

Perkebunan Rakyat yang mendominasi perkebunan kelapa di Indonesia

membuat industri minyak kelapa bergantung pada hasil produksi perkebunan ini.

Menurut Daulay dan Madya (2015:9), kondisi industri minyak kelapa tidak

terlepas dari kondisi yang terdapat pada perkebunan rakyat sebagai pemasok

bahan baku. Pendapatan petani pada perkebunan rakyat sangat rendah karena

petani cenderung menjual langsung buah kelapa tanpa melalui proses pengolahan

sehingga nilai jual juga rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan

petani kelapa adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari produk yang selama

ini dijual oleh petani dalam bentuk kelapa butiran atau kopra menjadi minyak

kelapa yang dikelola sendiri oleh para petani. Tingkat harga minyak kelapa yang

lebih tinggi dari produk kelapa butiran atau kopra akan menghasilkan tambahan

penghasilan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri.

5.1.3 Subsistem Pengolahan

A. Penggunaan Buah Kelapa

Menurut Kementerian Perindustrian (2017), buah kelapa dalam bentuk

butiran terbagi menjadi beberapa penggunaan untuk konsumsi domestik. Gambar

13 menunjukkan bahwa penggunaan buah kelapa untuk industri paling besar

72

dibandingkan konsumsi rumah tangga, ekspor ataupun kebutuhan lainnya .

Sebagian besar kebutuhan buah kelapa untuk industri digunakan sebagai bahan

baku minyak kelapa. Penggunaan buah kelapa untuk industri yang sebesar 9.60

milyar butir terserap untuk industri minyak kelapa 7.08 milyar butir dan 2.52

milyar butir kelapa sisanya digunakan untuk industri pengolahan kelapa lain.

Sebanyak 7.08 milyar butir buah kelapa yang digunakan dalam pembuatan

minyak kelapa disebut kapasitas produksi. Namun kapasitas produksi yang ada

belum memenuhi kapasitas terpasang industri minyak kelapa yang sebesar 15.51

milyar butir. Hal ini menunjukkan bahwa utilitas industri minyak kelapa masih

rendah karena hanya terpenuhi 45.7%. Rendahnya utilitas industri minyak kelapa

dipengaruhi oleh total produksi kelapa sebesar 14.80 milyar butir yang belum

mampu memenuhi kebutuhan kelapa domestik. Menurut BPS dan Himpunan

Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (2017), kebutuhan bahan baku (buah

kelapa) secara nasional sebesar 21.80 miliar butir. Itu berarti terjadi defisit buah

kelapa sebesar 7.20 miliar butir.

Gambar 13. Presentase Penggunaan Buah Kelapa Sumber : Kementerian Pertanian dan BPS (2015)

73

Di saat terjadi ketimpangan antara supply (produksi) dan kebutuhan buah

kelapa, terdapat arus ekspor buah kelapa yang cukup besar. Ekspor ini dilakukan

secara legal maupun illegal. Bapak Jeffrinaldy, Staf Direktorat Industri Makanan,

Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian (2017) mengatakan bahwa

banyak terjadi penyeludupan ekspor buah kelapa illegal di wilayah produsen

kelapa terutama pantai timur pulau Sumatera. Wilayah tersebut sangat dekat

dengan sungai besar sehingga penyeludupan mudah terjadi. Ekspor illegal ini

biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memenuhi prosedur ekspor secara

legal. Buah kelapa dijatuhkan ke pari-pari lalu dialirkan ke sungai. Kemudian

telah ada orang-orang yang menyediakan alat angkut yang bersiap mengambil

buah kelapa yang akan dijual ke negara importir. Buah kelapa diperdagangkan

terlalu bebas, bahkan agen negara importir dapat membeli hingga ke tingkat

petani disentra-sentra produksi. Menurut Himpunan Industri Pengolahan Kelapa

Indonesia (2017), ekspor buah kelapa butiran yang terus berlangsung selama ini

telah menimbulkan dampak negatif, antara lain:

a. Supply buah kelapa untuk konsumsi rumah tangga berkurang sehingga

mengakibatkan kenaikan harga di tingkat konsumen dan dapat memicu

inflasi.

b. Kelangkaan bahan baku industri yang dapat mengakibatkan penurunan

utilitas industri, memicu efisiensi tenaga kerja (PHK), penurunan

penerimaan pajak, penurunan daya saing di pasar global dan penurunan

daya tarik investasi.

74

Ekspor buah kelapa membuat industri minyak kelapa dihadapkan pada

persoalan ketidakpastian ketersediaan bahan baku. Kecenderungan ekspor kelapa

terus meningkat untuk memasok kebutuhan industri pengolahan kelapa di negara

lain terutama China, Malaysia dan Thailand. Secara langsung maupun tidak

langsung, Indonesia mendorong untuk membesarkan negara pesaing bisnis kelapa

di pasar global. Sebagai contoh di kota Haikou Provinsi Hainan, Republik Rakyat

Tiongkok (RRT) telah mendeklarasikan diri sebagai Coconut Country (Kota

Kelapa), padahal 99% kelapa di Hainan merupakan kelapa impor, dan 70% bahan

baku industri pengolahan kelapa di Kota Haikou didatangkan dari lndonesia

(Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat dan provinsi lainnya).

Kondisi ini dapat menyebabkan lndonesia menjadi pengimpor produk olahan

kelapa seperti minyak goreng, santan, VCO, nata de coco dan lainnya dari Kota

Haikou (Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia, 2017).

Indonesia merupakan negara produsen kelapa yang paling banyak

mengekspor buah kelapa dibandingkan negara produsen kelapa lainnya. Indonesia

mengekspor buah kelapa hingga 2.02 milyar butir. Sedangkan India haya

mengekspor buah kelapa sebesar 263.60 juta butir dan Filipina 12.37 juta butir.

Hal ini disebabkan belum adanya regulasi khusus yang mengatur perkelapaan

membuat arus ekspor kelapa semakin tidak terkontrol. Hal ini diungkapkan oleh

Ibu Endah Triwiningsih, Staf Direktorat Ekspor Produk Pertanian Kementerian

Perdagangan (2017) bahwa belum ada kebijakan khusus tentang perkelapaan

sehingga ekspor masih dilakukan secara bebas. Kemungkinan pelarangan ekspor

75

pun tidak akan dilakukan mengingat masih banyaknya potensi yang belum

dimanfaatkan di berbagai wilayah Indonesia.

Menurut Bapak Alit Pirmansah, Market Development Officer Asian Pacific

Coconut Community (2017), buah kelapa tersebar di seluruh wilayah Indonesia

dari Sabang sampai Merauke tetapi industri hanya fokus pada wilayah barat,

seperti Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, produksi buah

kelapa tinggi namun belum dimanfaatkan secara maksimal karena industri

pengolahan kelapa masih terbatas. Tetapi untuk memenuhi kekurangan bahan

baku di wilayah barat, biaya pengiriman cenderung tinggi karena masih

terbatasnya pelabuhan disetiap sentra produksi kelapa dibagian timur. Biaya

pengiriman untuk memindahkan buah kelapa dari wilayah timur ke barat bahkan

lebih mahal daripada biaya pengiriman ke China.

Keberadaan industri yang terkonsentrasi di bagian barat lndonesia membuat

tingkat kompetisi untuk mendapatkan akses dan pasokan bahan baku di daerah ini

sangat tinggi. Pada saat yang sama, kebutuhan buah kelapa untuk konsumsi rumah

tangga juga sangat tinggi mengingat besarnya jumlah penduduk yang berdomisili

di kawasan ini, sehingga sebagian industri di kawasan ini terpaksa mencari akses

untuk mendapat pasokan bahan baku dari sentra-sentra produksi lain dengan

konsekuensi biaya logistik yang jauh lebih tinggi. Sentra produksi kelapa seperti

Nusa Tenggara, Maluku dan Papua belum banyak industri pengolahan kelapa.

Potensi kelapa di sentra produksi ini umumnya mengolah kopra dan

diperdagangkan antar pulau untuk memasok kebutuhan bahan baku minyak

kelapa di wilayah Jawa dan Sulawesi.

76

B. Struktur Industri

Pengembangan industri pengolahan kelapa sudah cukup baik karena sudah

beragam produk olahan kelapa yang dihasilkan. Gambar 14 menunjukkan

proporsi industri pengolahan kelapa sebagian besar proporsi produk berasal dari

pemanfaatan daging kelapa. Minyak kelapa mentah dan minyak kelapa

merupakan produk turunan kelapa yang menjadi komoditas unggulan di sektor

kelapa. Kontribusi nilai ekspor minyak kelapa mentah selama enam tahun terakhir

mencapai rata-rata sebesar 41,4% dengan rata-rata nilai ekspor sebesar 470 juta

US$, sedangkan minyak kelapa mencapai rata-rata sebesar 29,4% dengan nilai

334 juta US$. Selain itu, terdapat pengembangan produk lain seperti dessicated

coconut dengan proporsi sebesar 9.37%, kopra sebesar 2.18%, copra meal sebesar

4.03% dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini daging kelapa merupakan

komponen dari buah kelapa yang menghasilkan kontribusi yang cukup besar bagi

industri pengolahan kelapa dan minyak kelapa menjadi produk unggulan dengan

proporsi industri yang paling besar.

Gambar 14. Proporsi Industri Pengolahan Kelapa

Sumber : Kementerian Perindustrian (2017)

Minyak Kelapa

Mentah

41.45%

Minyak Kelapa

29.49%

Copra Meal

4.03%

Karbon Aktif

2.74%

Arang Batok

4.64%

Sabut Kelapa

1.01%

Floor Covering

0.01%

Dessicated

Coconut 9.37%

Lainnya 5.08%

Kopra

2.18%

77

Menurut Kementerian Perindustrian (2017), keberadaan industri pengolahan

kelapa di lndonesia telah berlangsung lama, yang diawali dengan sistem

pengolahan konvensional di tingkat petani kelapa atau masyarakat bukan petani

tetapi tinggal di wilayah sentra-sentra produksi kelapa. lndustri pengolahan kelapa

yang telah ada sejak lama di lndonesia yaitu industri kopra untuk pembuatan

minyak kelapa. Selama dua dasawarsa terakhir, struktur industri pengolahan

kelapa nasional telah mengalami pergeseran.

Menurut teori ekonomi industri, struktur industri menentukan tingkat

kompetisi dan merupakan faktor yang berpengaruh pada perilaku dan kinerja dari

suatu industri (perusahaan-perusahaan yang ada dalam industri). Kini industri

tidak lagi hanya bertumpu pada pengolahan kopra untuk memproduksi minyak

kelapa. Produk-produk baru berbasis kelapa terus bermunculan seiring dengan

perkembangan teknologi di bidang pengolahan hasil pertanian sehingga menjadi

produk yang bermilai tambah. Adapun produk-produk yang dikembangkan seperti

dessicated coconut, santan, copra meal dan lainnya. Pergeseran struktur industri

ini semakin menempatkan posisi buah kelapa sebagai komoditas yang bernilai

ekonomi tinggi.

Semakin banyaknya produk olahan kelapa yang bermunculan, menarik

perhatian para pelaku usaha. Dampaknya, buah kelapa menjadi rebutan di pasar

domestik maupun global. Terjadi persaingan antar industri dalam mendapatkan

buah kelapa untuk memenuhi ketersediaan bahan baku. Kondisi ini berpengaruh

terhadap keberlangsungan industri minyak kelapa sebagai produk unggulan

ekspor. Seperti yang telah dijelaskan pada bab 1 bahwa selama 10 tahun (2006-

78

2015), ekspor minyak kelapa Indonesia mengalami fluktuasi dan meningkat hanya

sebesar 2.7%. Menurut Bapak Alit Pirmansah, Market Development Officer Asian

Pacific Coconut Community (2017), hal ini disebabkan semakin berkembangnya

produk olahan kelapa selain minyak kelapa yang membuat supply bahan baku

minyak kelapa berkurang karena permintaan terhadap produk lain pun semakin

berkembang. Permintaan terhadap produk olahan kelapa lainnya membuat industri

membutuhkan ketersediaan bahan baku untuk memenuhi permintaan domestik

maupun ekspor.

Industri pengolahan kelapa di Indonesia didominasi oleh industri kopra dan

minyak kelapa. Pada industri skala kecil dan rumah tangga, terdapat ±1.500.000

industri yang beroperasi. Sedangkan industri pengolahan kelapa skala menengah

besar yang berjumlah 126 perusahaan memiliki industri kopra sebanyak 50 unit

dan minyak kelapa sebanyak 48 unit (tabel 20). Data ini semakin mendukung

bahwa keberadaan industri minyak kelapa masih menjadi unggulan untuk

komoditas kelapa. Namun, industri minyak kelapa merupakan industri yang

bersifat parsial sehingga hanya dapat menghasilkan satu produk saja (single

product). Dalam teori sistem agribisnis terdapat pendekatan analisis makro yang

memandang agribisnis sebagai suatu sistem industri dari suatu komoditas tertentu

sehingga dapat membentuk suatu sektor ekonomi secara regional maupun

nasional. Hal ini tentu berkaitan dengan industri pengolahan terpadu yang

mengubah produk primer (buah kelapa) menjadi produk sekunder dan tersier

(multiple product) sehingga terjadi efisiensi penggunaan bahan baku pada

industri. Meskipun jumlahnya masih relatif sedikit dibandingkan industri minyak

79

kelapa, namun pertumbuhan industri-industri baru berbasis kelapa sekaligus

menandai adanya pergeseran konsepsi dari industri konvensional yang hanya

menghasilkan satu produk kearah industri yang menghasilkan produk olahan yang

lebih beragam. Pergeseran konsepsi industri ini menjadikan struktur industri

pengolahan kelapa lebih terkonsolidasi sehingga memungkinkan semua

komponen buah kelapa diolah secara optimal. Sedangkan pertumbuhan industri

pengolahan kelapa terpadu yang mengolah kelapa keseluruhan komponen kelapa

masih sangat terbatas. Pelaku usaha di Indonesia belum mampu mengembangkan

industri pengolahan terpadu karena karakteristik akan industri ini sangat padat

modal, membutuhkan bahan baku dalam jumlah besar serta kapasitas dan

kompetensi sumberdaya manusia yang relatif tinggi.

Tabel 20. Perkembangan industri pengolahan daging kelapa skala menengah besar

2010-2014

Klasifikasi Industri 2010 2011 2012 2013 2014

Kopra 72 73 59 51 50

Minyak Kelapa

Mentah

9 18 17 17 15

Minyak Kelapa 30 24 30 33 33

Tepung Kelapa 11 15 13 11 17

Produk Masak 8 10 8 13 11

Total 130 140 127 125 126 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2017)

Berdasarkan pada teori sistem agrisbisnis yang memiliki keterkaitan ke

belakang dan kedepan, subsistem pengolahan yang menghasilkan produk olahan

kelapa akan berhasil jika menemukan pasar untuk produknya. Tabel 21

menunjukkan bahwa masing-masing jenis minyak kelapa memiliki pasarnya

tersendiri untuk ekspor. Hal tersebut disebabkan permintaan yang tinggi dari

negara-negara importir.

80

Negara tujuan utama ekspor minyak kelapa mentah Indonesia adalah

Belanda dengan volume ekspor 193.041.988 Kg, diikuti oleh Malaysia

110.206.731 Kg, Amerika Serikat 86.353.188 dan Rep. Rakyat Cina 22.661.977.

Negara tujuan minyak kelapa mentah Indonesia selanjutnya yaitu Thailand, India,

Ukraina, Trinidad dan Tobago, Tunisia dan Moroko, namun volume ekspor di

negara tersebut tidak terlalu besar. Sedangkan negara tujuan utama ekspor minyak

kelapa yang dimurnikan maupun tidak dan turunannya yaitu Rep. Rakyat Cina

dengan volume ekspor 112.797.119 Kg, diikuti oleh Amerika Serikat 65.661.211,

Korea Selatan 47.229.897 Kg, Federasi Rusia 25.579.557 dan negara lainnya.

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa produk minyak kelapa yang lebih

banyak diekspor yaitu jenis minyak kelapa mentah. Adapun negara yang

konsisten mengimpor dua jenis minyak kelapa dari Indonesia yaitu Rep. Rakyat

Cina, Amerika Serikat dan Malaysia. Negara-negara tersebut merupakan negara

maju yang tidak memiliki sumberdaya alam yang mendukung dalam

pengembangan minyak kelapa.

81

Tabel 21. Ekspor Minyak Kelapa ke Negara Tujuan Tahun 2015

Minyak Kelapa Mentah (151311) Minyak Kelapa yang dimurnikan atau

tidak dan turunannya (151319)

Negara Volume Ekspor

(Kg)

Negara Volume Ekspor

(Kg)

Belanda 193.041.988 Rep.Rakyat Cina 112.797.119

Malaysia 110.206.731 Amerika Serikat 65.661.211

Amerika Serikat 86.353.188 Korea Selatan 47.229.897

Rep. Rakyat

Cina 22.661.977 Federasi Rusia 25.579.557

Thailand 6.099.500 Singapura 23.545.397

India 4.836.000 Malaysia 21.496.173

Ukraina 4.700.012 Iran 3.538.130

Trinidad dan

Tobago 1.591.000 Tunisia 3.142.702

Tunisia 599.943 Mesir 2.641.624

Maroko 499.999 Turki 2.439.300 Sumber : Kementerian Perdagangan (2017)

Berdasarkan analisis subsistem pengolahan, dapat diketahui bahwa kondisi

industri minyak kelapa Indonesia mengalami kendala supply bahan baku. Hal ini

terjadi karena banyak kondisi tanaman rusak dan tua sehingga produksi kelapa

menurun. Selain itu, penggunaan benih asalan juga menjadi penyebab terjadinya

tanaman rusak dan produktivitas rendah. Ditambah lagi dengan maraknya ekspor

buah kelapa yang seharusnya menjadi pasokan bahan baku industri. Hal ini

menyebabkan utilitas industri minyak kelapa hanya sebesar 45.7%.

Minyak kelapa merupakan produk olahan unggulan ekspor komoditas

kelapa dan keberadaan industri minyak kelapa telah berlangsung sejak lama di

Indonesia. Terjadi pergeseran struktur pada industri pengolahan kelapa. Kini

industri tidak hanya tertumpu pada industri minyak kelapa. Produk baru

bermunculan seiring dengan berkembangnya teknologi sehingga menghasilkan

produk bernilai tambah. Hal ini menunjukkan perkembangan industri pengolahan

82

kelapa yang baik. Namun, terjadi rebutan bahan baku antar industri yang

berpengaruh terhadap produk minyak kelapa sebagai produk unggulan ekspor.

Sebagai negara eksportir minyak kelapa, negara tujuan utama minyak kelapa

mentah yaitu Belanda dan minyak kelapa yang dimurnikan maupun tidak dan

turunannya yaitu Rep. Rakyat Cina. Adapun negara yang terus memasok dua jenis

minyak kelapa adalah Rep. Rakyat Cina, Amerika Serikat dan Malaysia.

5.1.4 Subsistem Pemasaran

A. Jalur Tataniaga Minyak Kelapa

Distribusi produk minyak kelapa dibedakan berdasarkan jenis produk yang

dipasarkan, yaitu produk minyak kelapa sebagai bahan baku maupun retail.

Produsen minyak kelapa dari Indonesia dapat menghubungi langsung pedagang

pengecer, pengusaha industri, importir dan agen penyalur. Pedagang pengecer

akan menyalurkan produk minyak kelapa ke konsumen akhir. Industri akan

mengolah minyak kelapa menjadi produk hilir seperti produk makanan maupun

non-makanan. Pada tingkat importir dan agen penyalur, biasanya produk minyak

kelapa akan disalurkan ke industri permurnian minyak terlebih dahulu sebelum

masuk ke industri makanan dan industri lainnya. Produk yang disalurkan melalui

jalur ini biasanya masih berupa minyak kelapa mentah dan dikemas dalam

kuantitas besar dan membutuhkan proses lanjutan untuk menambahkan nilai jual

sebelum dipasarkan ke konsumen. Adapun jalur tataniaga minyak kelapa terdapat

pada gambar 15.

83

Gambar 15. Jalur Tataniaga Minyak Kelapa Indonesia

Sumber : Kementerian Perdagangan (2013)

5.1.5 Subsistem Lembaga Penunjang

Lembaga penunjang merupakan lembaga-lembaga yang mendukung

kegiatan agribisnis kelapa Indonesia. Secara keseluruhan, belum ada lembaga

khusus yang menangani kegiatan kelapa dari hulu hingga hilir. Namun, terdapat

beberapa lembaga yang berperan penting dalam kelangsungan agribisnis kelapa

indonesia, seperti lembaga riset, keuangan asosiasi dan lainnya.

1. Lembaga Riset dan Pengembangan

Lembaga khusus yang berperan khusus sebagai lembaga penelitian kelapa

yaitu Balai Penelitian Tanaman Palma (Balitpalma). Hasil yang telah dicapai oleh

balitpalma yaitu melepas 30 varietas kelapa unggul, menetapkan Blok Penghasil

Tinggi (BPT) di sentra kelapa seluruh Indonesia, menghasilkan teknologi

pendukung (peta kesesuaian lahan dan iklim, jarak tanam kelapa 6x6,

rekomendasi pemupukan, peremajaan kelapa sistem tebang bertahap,

pengendalian hama dan penyakit terpadu yang ramah lingkungan serta inovasi

84

teknologi pasca panen dan alsin untuk menghasilkan produk kelapa yang bernilai

tambah tinggi dan lainnya). Balitpalma merupakan lembaga dibawah

Kementerian Pertanian yang berlokasi di Manado. Adapun struktur organisasi

balitpalma dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Struktur Organisasi Balitpalma Sumber : Balitpalma (2017)

2. Lembaga Keuangan

Menurut Tohier (2017), kelapa merupakan salah satu komoditi yang

memerlukan pembiyaan lebih dari 8 tahun. Hal ini menyebabkan perbankan

enggan untuk masuk ke dalam usaha berbasis komoditi kelapa. Selain itu,

ketersediaan benih juga menjadi masalah. Perbankan enggan untuk menerima

benih yang belum bersertifikat. Hal ini berdampak pada petani, fasilitas kredit

masih sulit diperoleh. Maka dari itu, belum ada perbakan yang memfasilitasi

akses modal untuk industri pengolahan kelapa.

Kementerian Pertanian

Balai Penelitian dan pengembangan Pertanian

Pusat Penelitian dan pengembangan Perkebunan

Balai Penelitian Tanaman Palma

85

3. Asosiasi-Asosiasi

Terdapat beberapa asosiasi atau perkumpulan yang mendukung kegiatan

agribisnis kelapa. Adapun asosiasi yang telah berkembang di Indonesia yaitu

Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) dan Asosiasi Industri Sabut Kelapa

Indonesia (AISKI). Selain asosiasi, terdapat Perhimpunan Petani Kelapa

Indonesia (PERPEKINDO), Perhimpinan Pengusaha Arang Kelapa Indonesia

(PERPAKI) dan Himpunan Industi Pengolahan Kelapa (HIPKI).

4. Pemerintah

Pemerintah memberntuk Dewan Kelapa Indonesia (DEKINDO) yang

dideklarasikan pada tanggal 12 September 2007. Dewan Kelapa Indonesia

didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah petani kelapa dengan

memproses buah kelapa secara terpaduk. Menurut Widyantar dkk (2012), Dewan

Kelapa Indonesia (DEKINDO) didirikan untuk membantu pemerintah dalam

mengembangkan perkelapaan Indonesia tetapi pada kenyataan DEKINDO belum

dapat berperan secara maksimal dan selama ini hanya memberikan saran-saran

kepada pemerintah dalam seminar atau pertemuan resmi dalam rangka

pengembangan kelapa Indonesia.

5.2 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Kelapa Indonesia

Minyak kelapa merupakan produk olahan unggulan ekspor kelapa. Selain

dipasarkan di pasar domestik, minyak kelapa juga telah dipasarkan di pasar

ekspor. Saat ini, Indonesia menempati urutan sebagai eksportir kedua minyak

kelapa setelah Filipina. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia dalam

86

mengembangkan produk minyak kelapa agar dapat bersaing dengan negara

eksportir lainnya. Salah satu hal yang dilakukan untuk mengembangkan industri

minyak kelapa yaitu dengan mengetahui tingkat daya saing minyak kelapa. Daya

saing minyak kelapa Indonesia akan dilihat secara komparatif dan kompetitif

untuk mengukur tingkat daya saing minyak kelapa Indonesia di pasar

internasional.

5.2.1 Keunggulan Komparatif di Pasar Internasional

Berdasarkan hasil perhitungan RCA, Indonesia memiliki keunggulan

komparatif yang kuat karena nilai RCA lebih 1. Namun dibandingkan dengan

negara-negara eksportir minyak kelapa di dunia, keunggulan komparatif Indonesia

sangat rendah. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 22, Indonesia memiliki nilai

RCA yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina bahkan di tahun 2015

Indonesia kalah dengan Sri Lanka. Tabel 22 menunjukkan dari 4 negara eksportir

minyak kelapa mentah dengan kode HS 151311, Filipina sebagai negara eksportir

utama minyak kelapa memiliki nilai RCA rata-rata (2006-2015) sebesar 162.5.

Indonesia menempati posisi kedua setelah Filipina dengan nilai RCA sebesar

36.4, Sri Lanka sebesar 22.56 dan Malaysia sebesar 1.95.

87

Tabel 22. Nilai RCA Minyak Kelapa Mentah (151311) Tahun 2006-2015

Tahun Filipina Indonesia Sri Lanka Malaysia

2006 144.6 33.3 0.5 3.5

2007 126.3 51.2 0.8 2.2

2008 146.3 44.5 3.5 2.7

2009 165.8 35.9 7.9 1.8

2010 195.9 23.3 8.2 0.8

2011 202.6 26.3 6.4 1.8

2012 155.4 42.2 11.7 2

2013 193.1 33.1 24.8 0.8

2014 156.8 38.4 54.7 1.9

2015 137.9 35.2 106.6 1.6

Rata-Rata 162.5 36.4 22.56 1.95 Sumber : UN Comtrade (2017) (diolah)

Selain mengekspor minyak kelapa mentah, Indonesia juga mengekpor

minyak kelapa dan turunannya termasuk yang dimurnikan atau tidak dimurnikan.

Tabel 23 menunjukkan hasil perhitungan RCA minyak kelapa dengan kode HS

151319. Adapun negara eksportir minyak kelapa yang dimurnikan atau tidak

dimurnikan dan turunannya yaitu Filipina, Indonesia, Belanda dan Malayasia.

Hasil perhitungan RCA menunjukkan bahwa Indonesia memiliki nilai RCA

sebesar 22.35. Pesaing utama minyak kelapa dan turunannya adalah negara

Filipina. Filipina memiliki nilai RCA yang jauh lebih besar dari Indonesia yaitu

103.36.

88

Tabel 23. Nilai RCA Minyak Kelapa Yang Dimurnikan Maupun Tidak

Dimurnikan dan Turunuannya (151319) Tahun 2006-2015

Tahun Filipina Indonesia Belanda Malaysia

2006 94.7 18.6 5.3 9.9

2007 104.2 21.2 4.3 12.4

2008 121.8 23.7 6.2 9.8

2009 97.7 20.6 5.5 11.8

2010 94 22.3 5.8 10.7

2011 111.4 23.1 7 11.1

2012 102.3 23.1 7.3 9

2013 120.7 18.2 7.2 8.2

2014 105. 25.9 5.1 9.6

2015 81.3 26.3 6.1 8.2

Rata-Rata 103.3 22.3 5.4 10.1 Sumber : UN Comtrade (2017) (diolah)

Semakin besar nilai RCA yang dihasilkan, maka keunggulan komparatif

yang dimiliki oleh negara tersebut semakin besar. Hasil analisis RCA

menunjukkan bahwa keunggulan komparatif minyak kelapa Indonesia sangat

kalah jauh dibandingkan dengan Filipina. Ketika nilai RCA Indonesia mencapai

22.5, Filipina telah mencapai nilai 103.3. Maka dari itu, perlu diketahui penyebab

rendahnya komparatif minyak kelapa Indonesia dengan melihat pengelolaan

industri minyak kelapa di Indonesia dan Filipina. Hal ini dapat dijelaskan pada

tabel 24 berdasarkan beberapa variabel yang telah ditentukan seperti luas lahan

perkebunan, produksi dan produktivitas kelapa, ketersediaan bahan baku, pangsa

pasar dan kelembagaan.

89

Tabel 24. Perbandingan Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina

No. Variabel Indonesia Filipina

1. Luas Areal - Luas areal 3.571.376 ha

- Mengalami penyusutan luas

sebesar 5.74% per tahun

- Luas areal 3.517.000 ha

- Mengalami kenaikan luas areal sebesar

0.8% per tahun

2. Produksi Kelapa - 2.960.851 ton

- Penurunan 5.44% per tahun

- 2.258.000 ton

- Mengalami kenaikan rata-rata per tahun

sebesar 0.2%

3. Produktivitas - 1 ton/ha - 2-3 ton/ha

4. Peremajaan Tanaman - 11.725 ha - 38.900 ha

5. Ketersediaan Bahan Baku - Kapasitas industri sebesar

2.012.614 MT

- Produksi minyak kelapa

884.702 MT

- Utilitas industri 45.7%

- Kapasitas industri sebesar 4.826.000

MT

- Produksi minyak kelapa 2.003.000 MT

- Utilitas industri 44.9%

6. Pangsa Pasar Dunia - Minyak kelapa mentah 32.8%

- Minyak kelapa yang

dimurnikan 24.6%

- Negara tujuan ekspor utama

yaitu China

- Minyak kelapa mentah 50%

- Minyak kelapa yang dimurnikan 29.5%

- Negara tujuan ekspor utama yaitu USA

7. Kelembagaan - Kementerian Pertanian

- Kementerian Perindustrian

- Kementerian Perdagangan

- Philippines Coconut Community (PCA)

- United Coconut Association of the

Philippines, Inc (UCAP) Sumber : APCC, HIPKI, PCA, Wawancara

90

a. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa

Luas areal perkebunan kelapa Indonesia yang pernah mencapai 3.8 juta ha

kini tetap lebih unggul dari Filipina, begitupun dengan produksi kelapa. Namun,

produktivitas kelapa Indonesia sebesar 1 ton/ha kalah unggul dibandingkan

Filipina yang mencapai 2-3 ton/ha. Luas areal dan produksi kelapa Indonesia

mengalami penyusutan sebesar 5% selama 10 tahun terakhir. Hal ini dipicu oleh

rendahnya produktivitas, kondisi tanaman kelapa banyak yang sudah tua dan

rusak, tanaman dibiarkan tumbuh tanpa menggunakan pupuk, penggunaan benih

asalan, serangan hama dan penyakit serta masih rendahnya tingkat peremajaan

tanaman kelapa. Upaya peremajaan tanaman kelapa baru dilakukan 11.725 ha

(2%) dari jumlah tanaman yang rusak. Sedangkan di Filipina, peremajaan dan

perluasan tanaman kelapa secara besar-besaran. Pada tahun 2010, pemerintah

Filipina memiliki target peremajaan tanaman kelapa seluas 38.900 ha dan

terealisasi seluas 37.519 ha. Luas areal peremajaan Filipina lebih besar

dibandingkan Indonesia, padahal tingkat kerusakan tanaman lebih tinggi di

Indonesia. Berikut ini beberapa hal yang telah diterapkan Filipina dan belum

diterapkan di Indonesia :

a. Menyediakan benih untuk petani yang berasal dari kebun-kebun khusus

ataupun kebun milik petani sendiri.

b. Memberikan insentif benih. Pemerintah Filipina memberikan insentif sebesar

$0.35 per benih. Sekali ditanam di kebun, pemerintah akan memberikan

tambahan $ 0.40 per benih sehingga totalnya menjadi $ 0.75 per benih.

c. Melakukan program tumpangsari tanaman kelapa dengan tanaman lainnya.

91

d. Melakukan rehabilitasi melalui aplikasi pupuk yang diberikan secara gratis

untuk petani dan diaplikasikan 2 kg per pohon.

Saat ini, Indonesia tengah merencanakan program tumpangsari untuk

pertanaman kelapa seperti yang telah dilakukan oleh Filipina. Hal ini diungkapkan

oleh Bapak Bambang sebagai Direktur Jenderal Perkebunan (2017) bahwa

Indonesia juga akan melakukan upaya perluasan dan peremajaan tanaman dengan

sistem tumpangsari menggunakan tanaman kakao dan kopi. Terdapat tanaman

kakao sekitar 1.7 juta ha dan tanaman kopi sekitar 1.3 juta ha dan hampir

semuanya tidak ada naungan.

b. Ketersediaan Bahan Baku

Dibandingkann Filipina, kapasitas industri dan produksi minyak kelapa

Indonesia jauh lebih rendah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

ketersediaan buah kelapa sebagai bahan baku belum mencukupi kebutuhan

industri domestik sehingga berpengaruh terhadap keberlangsung industri minyak

kelapa. Hal ini dipicu oleh produksi kelapa yang menurun dan buah kelapa yang

banyak diekspor sehingga kontinuitas bahan baku belum terjamin. Ditambah lagi,

bahan baku minyak kelapa berkurang karena permintaan terhadap produk kelapa

lain juga semakin berkembang, sehingga bahan baku minyak kelapa juga terserap

untuk produk lain seperti desiccated coconut, santan dan produk olahan kelapa

lainnya. Sedangkan di Filipina, kontinuitas bahan baku cukup terjamin karena

fokus pada pembangunan industri sehingga buah kelapa dipelihara untuk

kebutuhan industri domestik, bukan ke pasar ekspor.

92

c. Pangsa Pasar

Indonesia menguasai pangsa pasar sebesar 32.8% dibandingkan Filipina

sebesar 50% untuk minyak kelapa mentah (151311) dan sebesar 24.6%

dibandingkan Filipina 29.5% dengan untuk minyak kelapa yang dimurnikan

maupun tidak dan turunannya (151319) (Gambar 17). Hal ini menunjukkan

bahwa Indonesia secara komparatif kalah dibandingkan Filipina. Pasar terbesar

minyak kelapa Indonesia yaitu negara China sebesar 93% sedangkan Filipina ke

Amerika Serikat sebesar 62%. Terdapat perbedaan yang spesifik diantara dua

pasar tersebut. Pasar di Amerika lebih sulit karena memiliki standar kualitas yang

tinggi dibandingkan China. Dewi (2012) menjelaskan bahwa dalam hal kebijakan

pemerintah, China lebih mengungguli dalam kelonggaran kebijakan pemerintah

maupun peraturan dari negaranya. China merupakan negara yang dalam

mengimpor produk pangan dari Indonesia, tidak memiliki syarat-syarat khusus

dalam kualitasnya, sementara negara-negara Amerika umumnya memiliki

standar-standar kualitas khusus untuk produk pangan yang akan masuk ke

negaranya.

Gambar 17. Pangsa Pasar Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina Sumber : Asian Pacific Coconut Community (APCC) (2017)

0

50

100

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pangsa Pasar Minyak Kelapa Indonesia dan Filipina ke Pasar

Dunia (%)

Indonesia Indonesia Filipina Filipina

93

b. Kelembagaan

Terdapat perbedaan dalam pengelolaan industri berbasis kelapa antara

Indonesia dan Filipina. Pengelolaan Indonesia dipisah pada tiga kementerian yaitu

Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian

Perdagangan. Sedangkan di Filipina fokus pada PCA (Philippine Coconut

Authority). Hal ini menimbulkan beberapa kebijakan yang tidak sinergi. Pada

Kementerian Pertanian, kelapa belum terlalu diperhatikan pengembangannya

karena kelapa bukan komoditas unggulan Indonesia sehingga kebijakan yang

dikeluarkan belum mendukung pembangunan kelapa secara nasional.

Kementerian Perindustrian, belum ada kebijakan yang mengatur tentang

pengembangan dan pencapaian standar produk global untuk industri berbasis

kelapa. Kementerian Perdagangan, belum mengatur secara khusus tentang

perdagangan produk kelapa secara keseluruhan. Produk kelapa masih dijual secara

bebas baik buah kelapa, kopra ataupun produk kelapa yang bernilai tambah. Hal

inilah yang menyebabkan terjadi kekurangan bahan baku di industri minyak

kelapa. Banyak petani yang memilih menjual buah kelapa sebagai bahan baku

industri ke pasar ekspor daripada ke industri lokal.

Banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dan belum terselesaikan

membuat Indonesia perlu membentuk suatu badan khusus yang menangani

perkelapaan. Tantangannya adalah bagaimana mengintegrasikan seluruh

stakeholder untuk menciptakan industri yang maju sehingga tidak ada gap antar

pembuat kebijakan di masing-masing sektor, juga antar pembuat kebijakan dan

pelaku usaha.

94

5.2.2 Keunggulan Kompetitif Minyak Kelapa Indonesia

Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan yang diperoleh melalui

karakteristik dan sumberdaya suatu perusahaan untuk memiliki kinerja yang lebih

tinggi dibandingkan perusahaan lain pada pasar yang sama. Pembahasan kali ini

akan dibahas daya saing minyak kelapa Indonesia berdasarkan pada Analisis

Berlian Porter. Komponen-komponen tersebut adalah komponen kondisi faktor

sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dukungan industri terkait dan industri

pendukung minyak kelapa serta kondisi struktur, strategi dan persaingan yang

dihadapi oleh minyak kelapa Indonesia. Selain itu ditinjau pula sejauh apa

peranan pemerintah dan kesempatan-kesempatan yang ada dalam meningkatkan

posisi daya saing minyak kelapa Indonesia.

Hasil analisis Berlian Porter menunjukkan bahwa minyak kelapa Indonesia

belum berdaya saing secara kompetitif. Pada kondisi faktor sumber daya, sumber

daya alam yang dinilai belum dimanfaatkan secara optimal, kondisi infrastruktur

yang belum merata di sejumlah wilayah menghambat rantai agribisnis kelapa.

Kondisi permintaan domestik menunjukkan kenaikan dan belum terpenuhi dan

pada kondisi permintaan luar negeri, Indonesia belum memenuhi standar kualitas

yang ketat di negara importir. Sinergitas antara industri terkait dan pendukung

belum cukup mampu mendukung, terutama pada pasokan bahan baku. Hal ini

disebabkan belum ada kerjasama yang baik antar petani dan industri sebagai

pelaku usaha. Tingkat persaingan minyak kelapa di Indonesia cenderung tidak

kompetitif karena utilitas industri yang rendah karena kurangnya pasokan bahan

baku. Peran pemerintah belum cukup mendukung kondisi industri minyak kelapa.

95

Belum ada regulasi tentang pemenuhan permintaan ekspor sesuai standar kualitas

yang baik. Berdasarkan uraian tersebut, maka peran kesempatan diharapkan dapat

dioptimalkan oleh Indonesia karena peluang pasar minyak kelapa sangat besar.

Adapun uraian lebih rinci pada analisis Berlian Porter dapat dilihat penjelasan

dibawah ini.

A. Kondisi Faktor Suberdaya

1. Sumber Daya Alam

Tanaman kelapa tersebar diseluruh wilayah Indonesia ditunjukkan oleh

tabel 25. Sumatera memiliki wilayah perkebunan kelapa yang paling luas diantara

wilayah lainnya. Luas perkebunan mencapai 1.142.645 dengan produksi 943.396

ton. Sentra produksi kelapa terbesar di wilayah ini berada pada provinsi Riau

dengan luas areal mencapai 515.167 Ha dan produksi 419.616 ton. Dari seluruh

provinsi yang tersebar di Indonesia, Riau merupakan provinsi yang memiliki

lahan yang paling luas. Sentra produksi kelapa di Riau berada di Kabupaten

Indragili Hilir dengan luas areal 429.694 ha, 12, 17% dari luas areal secara

nasional.

Tabel 25. Wilayah Sentra Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2015

Wilayah Luas Areal (Ha) Produksi (ton)

Sumatera 1.142.645 943.396

Jawa 818.492 643.156

Nusa Tenggara + Bali 272.089 188.478

Kalimantan 201.904 134.379

Sulawesi 775.467 651.118

Maluku + Papua 375.002 360.138

Total 3.585.599 2.920.665 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2017)

Menurut Porter, faktor produksi harus diciptakan bukan diperoleh dari

warisan. Kelangkaan sumberdaya seringkali membantu negara menjadi

96

kompetitif, terlalu banyak sumberdaya kemungkinan akan disia-siakan. Potensi

produksi kelapa yang dimiliki Indonesia tentunya diharapkan dapat menyokong

aktivitas industri berbasis kelapa. Akan tetapi hal tersebut belum menjadi faktor

pendorong pertumbuhan industri. Utilitas industri pengolahan kelapa masih

rendah sekitar 40% karena terbatasnya bahan baku. Kelebihan faktor sumberdaya

alam yang dimiliki oleh Indonesia hanya keunggulan statis yang belum dapat

dimanfaatkan untuk menciptakan produk olahan kelapa yang berdaya saing tinggi

karena masih banyaknya ekspor dalam bentuk primer (buah kelapa). Hal ini

menunjukkan bahwa faktor sumberdaya alam belum dapat membangun

keunggulan kompetitif industri berbasis kelapa.

2. Sumber Daya Manusia

Keterlibatan masyarakat pada sektor kelapa nasional mampu menyediakan

lapangan kerja dan usaha yang cukup berarti bagi masyarakat lndonesia. Menurut

Statistik Perkebunan Komoditas Kelapa 2014-2016, pada tahun 2015 perkebunan

rakyat komoditas kelapa mampu melibatkan sekitar 6.55 juta keluarga tani

(household), baik sebagai mata pencaharian utama maupun sebagai usaha

sampingan. Pada 2015, terdapat sebanyak 107 perusahaan perkebunan besar

negara dan perkebunan besar swasta komoditas kelapa. Perkebunan besar negara

dan perkebunan besar swasta tersebut mampu menyerap tenaga kerja dari

berbagai jenjang pendidikan lebih dari 22.170 orang (Kementerian Perindustrian,

2017).

Total tenaga kerja pada industri pengolahan kelapa menengah-besar yaitu

20.313 orang. Sekitar 50.000 orang bekerja langsung pada industri pengolahan

97

kelapa skala IKM (Industri Kecil-Menengah). Pada industri skala menengah-

besar, industri minyak kelapa menyerap tenaga kerja sebesar 29% dari total

tersebut. Jumlah tenaga kerja industri minyak kelapa 3.416 orang dengan industri

minyak kelapa mentah dan 2.589 orang untuk industri minyak goreng. Jumlah

tenaga kerja yang terserap seluruhnya berjumlah 6.005 orang (gambar 18).

Gambar 18. Proporsi Jumlah Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kelapa Tahun

2014 Sumber : BPS dan Kementerian Perindustrian (2017)

3. Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Saat ini Balitpalma sedang mengembangkan teknologi kultur jaringan untuk

pembenihan kelapa yang bertujuan memperbanyak sumber benih dengan efisien

dan meningkatkan produktivitas tanaman kelapa. Di sisi hilir, belum ada lembaga

khusus yang mengembangkan teknologi industri. Mayoritas teknologi yang

digunakan dalam mengolah produk hilir menggunakan mesin, salah satunya

minyak kelapa. Menurut Bank Indonesia (2003), teknologi yang digunakan

industri minyak kelapa adalah teknologi penggorengan kelapa (hot oil immersion

drying technology/HOID). Sementara dari penggunaan mesin dan peralatan,

98

teknologi pengolahan tersebut tergolong pada taraf sedang (madya) dan dari

proses produksinya dapat dikatakan sebagai intensif. Selain itu, menurut

Jeffrinaldy (2017), secara keseluruhan teknologi mesin pengolahan minyak kelapa

di Indonesia masih dapat dikatakan dalam keadaan baik untuk waktu 5-10 tahun

ke depan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Alit Pirmansah (2017) bahwa

teknologi pengolahan minyak kelapa umumnya sama dengan yang digunakan oleh

industri minyak kelapa yang lebih maju, yaitu negara Filipina. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pengembangan teknologi dari segi mesin masih memadai.

4. Sumber Daya Modal

Modal merupakan salah aspek penting dalam mengembangkan industri,

dengan modal yang memadai tentunya industri akan berkembang dengan baik dan

dapat bersaing di pasar internasional. Namun kepemilikan modal para pelaku

industri relatif rendah. Jauhnya sentra perkebunan kelapa dengan industri

pengolahan membentuk jaringan tersendiri yang melibatkan banyak pelaku

ekonomi, sehingga biaya input menjadi lebih mahal. Saat ini banyak industri

minyak kelapa yang tidak berproduksi akibat sulit mendapatkan bahan baku

berupa buah kelapa, karena banyaknya buah kelapa yang diekspor ke luar negeri.

Pola kemitraan dengan pembentukan pembiayaan bersama (modal ventura)

sedang diwujudkan oleh pemerintah namun baru sekitar 10-15% dari total wilayah

sentra produksi kelapa.

5. Sumber Daya Infrastuktur

Menurut Tri Sunar Prasetyanti (2017), secara umum kondisi infrastruktur

berbeda di setiap lokasinya. Sebaran infrastuktur untuk menunjang industri

99

berbasis kelapa masih belum merata. Industri berbasis kelapa masih terfokus

diwilayah Indonesia bagian barat dan tengah, namun belum di bagian timur.

Padahal ketersediaan bahan baku untuk diwilayah timur melimpah, tetapi belum

dimanfaatkan karena minimnya industri berbasis kelapa diwilayah ini dan

tingginya biaya produksi bagi industri diwilayah barat apabila memasok bahan

baku dari wilayah timur. Hal ini menunjukkan sumberdaya infrastruktur belum

cukup mendukung industri secara kompetitif.

B. Kondisi Permintaan

1. Permintaan Domestik

Kondisi permintaan domestik terhadap minyak kelapa selama 5 tahun

terakhir mengalami kenaikan sebesar 4.9% (tabel 26). Namun sebagian besar

produksi minyak kelapa ditujukan untuk ekspor. Pada tahun 2015, produksi

minyak kelapa sebesar 828.908 MT dan sebesar 760.072 MT untuk ekspor

sehingga total penawaran domestik hanya 68.836 MT. Sedangkan permintaan

minyak kelapa domestik sebesar 300.000. Hal ini menunjukkan kebutuhan

domestik belum tercukupi sebesar 231.164 MT. Meningkatnya permintaan

domestik minyak kelapa disebabkan kandungan asam laurat yang tinggi sehingga

baik untuk kesehatan.

Tabel 26. Permintaan Minyak Kelapa Domestik

Tahun Jumlah (MT)

2011 261.000

2012 374.000

2013 225.000

2014 220.000

2015 300.000

Kenaikan Rata-Rata/Tahun (%) 4.9 Sumber : APCC (2017)

100

2. Permintaan Luar Negeri

Pada posisi pemenuhan permintaan di pasar global, Indonesia masih belum

mampu memiliki daya saing dibandingkan negara eksportir minyak kelapa

lainnya, terutama Filipina. Tingginya standar minyak kelapa yang ditetapkan oleh

negara importir terutama Amerika dan Eropa, Indonesia menduduki peringkat ke-

22 dibandingkan Filipina dengan peringkat ke-3 dalam pemenuhan standar

kualitas di negara importir, terutama di Eropa. Peraturan yang ditetapkan

mengenai keamanan makanan oleh negara-negara di Eropa terdapat di Rapid Alert

System for Food and Feed (RASFF). Untuk minyak kelapa, Eropa membatasi

tingkat kadar asam erusat sebesar 5% dari total produk karena berdampak pada

kesehatan manusia apabila dikonsumsi secara berlebihan. Selain itu, pelarut

ekstraksi diperbolehkan namun terbatas, misalnya ethylmethylketone sebesar 5

mg/kg dan hexane sebesar 1 mg/kg. Seperti yang telah dibahas pada bab 2, Porter

dalam teorinya menyatakan bahwa mutu di persaingan global memberikan

tantangan tersendiri bagi produsen sehingga produsen perlu melakukan inovasi

dan peningkatan mutu agar sesuai permintaan konsumen. Hal ini menunjukkan

daya saing minyak kelapa Indonesia belum cukup kompetitif dibandingkan

dengan negara eksportir lainnya dalam pemenuhan standar kualitas.

C. Industri Terkait dan Pendukung

Daya saing minyak kelapa Indonesia akan terwujud apabila tercipta interaksi

dan kerjasama yang saling mendukung antara industri inti dengan industri terkait

dan pendukungnya. Indonesia masih belum berdaya saing secara kompetitif. Hal

ini ditunjukkan dengan petani yang enggan memasok buah kelapa ke industri

101

karena menganggap harga buah kelapa yang ditawarkan industri cendrung rendah.

Sedangkan industri menganggap bahwa buah kelapa yang dipasok petani

memiliki kualitas rendah (Jeffrinaldy, 2017). Berikut ini merupakan industri

terkait dan pendukung industri minyak kelapa Indonesia :

a. Industri Kopra

Industri kopra berperan sebagai pemasok bahan baku minyak kelapa. Kopra

merupakan bahan baku utama dalam pembuatan minyak kelapa. Tingginya

permintaan dunia terhadap minyak kelapa juga menunjukkan pentingnya pasokan

bahan baku kopra. Menurut Kementerian Perindustrian (2017), saat ini terdapat

jutaan industri kopra skala kecil-menengah dan 50 industri kopra skala menegah-

besar. Semakin berkembangnya industri kopra, makan peluang pengembangan

minyak kelapa dan produk olahan kelapa lainnya juga semakin besar.

b. Industri Makanan dan Non-Makanan

Minyak kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan

dan non-makanan. Perkembangan industri tersebut tentunya merupakan suatu

peluang bagi industri minyak kelapa sebagai penyedia bahan baku utama. Adapun

industri makanan yang dimaksud yaitu margarin, mentega maupun produk

lainnya. Sedangkan untuk industri non-makanan banyak dimanfaatkan untuk

pembuatan bahan bakar bio diesel, farmasi, sabun, kosmetik dan lainnya.

D. Persaingan, Struktur Pasar dan Strategi

Struktur industri minyak kelapa telah cukup baik karena mayoritas industri

berorientasi pada pasar ekspor. Namun, rendahnya utilitas industri minyak kelapa

membuat persaingan menjadi tidak kompetitif. Pasokan bahan baku yang belum

102

terpenuhi membuat industri bersaing memperebutkan bahan baku untuk

keberlangsungan industri. Kurangnya pasokan baku mengakibatkan beberapa

perusahaan memilih strategi mengimpor bahan baku buah kelapa dari negara

produsen lain.

E. Peran Pemerintah

Peran pemerintah dalam pengembangan industri dinilai belum maksimal.

Diperlukan sinergitas antara tiga kementerian (Pertanian, Perindustrian dan

Perdagangan) untuk meningkatkan daya saing industri minyak kelapa. Tingginya

standar kualitas dan permintaan minyak kelapa di negara selain China menjadi

peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. Sampai saat ini, Indonesia masih

menduduki peringkat ke-22 untuk pemenuhan standar kualitas di negara Amerika

dan Eropa. Selain itu, terjadi penurunan utilitas pabrik karena kekurangan pasokan

akibat mengalirnya ekspor buah kelapa secara illegal. Belum adanya kebijakan

khusus yang mengatur tentang perkelapaan sehingga kelapa masih

diperdagangkan secara bebas. Hal ini berpengaruh terhadap keunggulan

kompetitif minyak kelapa Indonesia.

F. Peran Kesempatan

Para ilmuwan telah memprediksikan semakin menipisnya cadangan energi

dunia. Hal tersebut perlu ditangani dengan menggunakan sumber energi alternatif,

salah satunya dengan minyak nabati. Sejak 2009, Uni Eropa menerapkan

penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar pengganti solar. Penggunaan bio

energi di Eropa telah diakui oleh negara-negara lain. Itulah yang memprioritaskan

minyak kelapa sebagai aset terpenting saat ini. Minyak kelapa adalah produk yang

103

tidak pernah kehilangan pasar karena menentukan arah dan masa depan energi

dunia. Dengan demikian, terbuka pasar yang luas bagi negara-negara yang

menghasilkan minyak nabati, termasuk Indonesia.

5.3 Strategi Peningkatan Daya Saing Minyak Kelapa Indonesia

Setelah melakukan analisis daya saing minyak kelapa Indonesia, maka

langkah selanjutnya adalah merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing

tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Sumber informasi yang digunakan

berasal pembahasan di sub-bab sebelumnya. Identifikasi mengenai strengths,

weaknesses, opportunities dan threaths tersebut dapat dilihat pada tabel 27.

104

Tabel 27. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman

Identifikasi SWOT Faktor SWOT

Kekuatan Indonesia merupakan negara potensial dalam

menghasilkan kelapa

Minyak kelapa merupakan produk unggulan ekspor

kelapa

Kelemahan Banyaknya tanaman kelapa yang tua dan rusak

Produktivitas kelapa rendah

Upaya peremajaan tanaman kelapa hanya sebesar 2%,

dari tanaman yang rusak

Infrastruktur belum merata

Industri pengolahan kelapa bersifat parsial sehingga

tidak efisien dalam penggunaaan bahan baku

Utilitas industri minyak kelapa masih rendah

Belum terdapat sinergi antar petani dan industri serta

pembuat kebijakan

Peluang Adanya kontribusi penelitian dari Balitpalma untuk

pengembangan benih varietas unggul dengan produksi

dan produktiviitas kelapa yang tinggi

Pemanfaatan lahan kakao dan kopi untuk peremajaan

kelapa dengan sistem tumpang sari

Pemerintah mulai fokus pada pembangunan

infrastruktur di Indonesia

Terdapat peluang pasar yang belum terpenuhi

Pemerintah mulai melakukan upaya hilirisasi produk

kelapa

Ancaman Industri kekurangan bahan baku

Manajemen industri minyak kelapa di negara pesaing

lebih unggul

Negara importir menetapkan standar mutu yang ketat

Ekspor bahan baku (kelapa utuh)

Berdasarkan identifikasi SWOT pada tabel diatas, selanjutnya akan

diketahui pengaruh faktor-faktor SWOT secara internal dan eksternal terhadap

kondisi industri minyak kelapa Indonesia melalui matriks IFAS dan EFAS.

Matriks IFAS dan EFAS diperoleh melalui penilaian pakar dengan menggunakan

kuesioner. Penilaian pakar tersebut kemudian diambil nilai rata-rata dari seluruh

105

penilaian para pakar. Adapun perhitungan rata-rata bobot terdapat pada lampiran 4

dan perhitungan rata-rata rating terdapat pada lampiran 5.

Tabel 28. Matriks IFAS

No. Faktor Strategis Internal Bobot

(a)

Rating

(b)

Skor

(a x b)

Kekuatan

1. Indonesia merupakan negara

potensial dalam menghasilkan kelapa 0,55 3,83 2,09

2. Minyak kelapa merupakan produk

unggulan ekspor kelapa 0,45 3,33 1,50

Total 1.00 3,60

Kelemahan

1. Banyaknya tanaman kelapa yang tua

dan rusak 0,13 1,33 0,17

2. Produktivitas kelapa rendah 0,14 1,16 0,16

3. Upaya peremajaan tanaman kelapa

hanya sebesar 2%, dari tanaman yang

rusak 0,14 1,33 0,19

4. Infrastruktur belum merata 0,11 1,33 0,14

5. Industri pengolahan kelapa bersifat

parsial sehingga tidak efisien dalam

penggunaaan bahan baku 0,15 1,50 0,22

6. Utilitas industri minyak kelapa masih

rendah 0,14 1,33 0,19

7. Belum terdapat sinergi antar petani

dan industri serta pembuat kebijakan 0,18 1,16 0,20

Total 1.00 1,29

Sumbu X 2,30

Tabel 28 analisis pada matriks IFAS menunjukkan bahwa kondisi minyak

kelapa Indonesia saat ini memiliki kekuatan utama yaitu Indonesia merupakan

negara potensial dalam menghasilkan kelapa. Kekuatan ini menghasilkan skor

paling besar yaitu 2.09. Melalui kekuatan ini, Indonesia berpotensi

mengembangkan produk-produk basis kelapa termasuk minyak kelapa karena

ketersediaan bahan baku melimpah. Namun, kelemahan utama dalam

106

pengembangan minyak kelapa Indonesia yaitu infrastuktur belum merata dengan

nilai skor 0.14, diikuti oleh produktivitas kelapa yang rendah dengan nilai skor

0.16 dan banyaknya tanaman kelapa yang tua dan rusak dengan skor 0.17. Hal ini

menunjukkan bahwa potensi pengembangan minyak kelapa Indonesia sangat baik

karena sebagai negara terbesar penghasil kelapa dunia, namun kemampuan

Indonesia dalam mengelola sumberdaya alam yang ada belum optimal sehingga

masih ada beberapa kelemahan seperti banyak tanaman yang tua dan rusak serta

produktivitas rendah yang disebabkan oleh rendahnya upaya peremajaan tanaman

kelapa.

Sedangkan hasil analisis matriks EFAS pada tabel 29 menunjukkan bahwa

dalam pengembangan utama minyak kelapa Indonesia, yang menjadi peluang

utama adalah pemerintah mulai melakukan upaya hilirisasi produk kelapa dengan

total skor sebesar 0.63. Hal ini dapat ditunjukkan dengan semakin banyaknya

produk kelapa yang bermunculan seperti minyak kelapa, dessicated coconut,

santan dan lainnya yang juga telah tersedia peluang pasar eskpornya. Sedangkan

untuk ancaman utama yang dihadapi adalah ekspor bahan baku (kelapa utuh)

dengan total skor 0.44. Ekspor kelapa yang diekspor menyebabkan industri

kekurangan bahan baku sehingga menyebabkan utilitas industri pengolahan

kelapa rendah, termasuk.

107

Tabel 29. Matriks EFAS

No. Faktor Strategis Internal Bobot

(a)

Rating

(b)

Skor

(a x b)

Peluang

1. Adanya kontribusi penelitian dari

Balitpalma untuk pengembangan

benih varietas unggul dengan produksi

dan produktiviitas kelapa yang tinggi 0,22 2,83 0,62

2. Pemanfaatan lahan kakao dan kopi

untuk peremajaan kelapa dengan

sistem tumpang sari 0,19 2,50 0,47

3. Pemerintah mulai fokus pada

pembangunan infrastruktur di

Indonesia 0,19 3 0,57

4. Terdapat peluang pasar yang belum

terpenuhi 0,19 3 0,57

5. Pemerintah mulai melakukan upaya

hilirisasi produk kelapa 0,21 3 0,63

Total 1.00 2,86

Ancaman

1. Industri kekurangan bahan baku

0,30 1,83 0,54

2. Manajemen industri di negara pesaing

lebih unggul 0,30 2,5 0,75

3. Negara importir menetapkan standar

mutu yang ketat 0,19 2,5 0,47

4. Ekspor bahan baku (kelapa utuh) 0,21 2 0,44

Total 1.00 2,21

Sumbu Y 0,65

Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS, selanjutnya akan diketahui posisi

strategi pengembangan minyak kelapa Indonesia. Nilai total pada faktor internal

minyak kelapa Indonesia sebesar 2.30 didapat dari nilai kekuatan sebesar 3.60 dan

nilai kelemahan sebesar 1.29 sedangkan untuk nilai total eksternal minyak kelapa

Indonesia sebesar 0.65 dari nilai peluang 2.86 dan nilai ancaman sebesar 2.21.

Selanjutnya tahap menetukan titik koordinat, titik koordinat untuk mengetahui

108

posisi strategi pengembangan minyak kelapa Indonesia dari hasil faktor internal

dan eksternal. Adapun nilai untuk menentukan titik koordinat sebagai berikut :

1. Sumbu horizontal (X) sebagai faktor internal (kekuatan dan kelemahan)

diperoleh hasil nilai koordinat X = 3.60-1.29 = 2.30

2. Sumbu vertikal (Y) sebagai faktor eksternal (peluang dan ancaman) diperoleh

dari hasil koordinat Y = 2.86-2.21 = 0.65

Hasil perhitungan dari koordinat diagram SWOT, sumbu X dan sumbu Y

menunjukkan nilai positif. Diagram SWOT minyak kelapa Indonesia dapat dilihat

pada gambar 19.

Gambar 19. Diagram SWOT Minyak Kelapa Indonesia Sumber : Rangkuti (2006) (Diolah)

S X

T

IV

I

4

(2.30, 0.65)

2.30

O

Strategi Agresif Strategi Turn

Around

Strategi Defensif Strategi Diversifikasi

0.65 II

III

W

Y

109

Berdasarkan diagram SWOT, posisi minyak kelapa Indonesia berada pada

kuadran I. Menurut Rangkuti (2006), posisi ini menunjukkan situasi yang sangat

menguntungkan. Indonesia memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini

adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented

strategy). Pada kondisi ini, strategi pertumbuhan agresif akan difokuskan pada

segala aspek yang memaksimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang

ada sehingga strategi pertumbuhan agresif yang cocok untuk diterapkan yaitu

strategi SO (Strenght-Opportunity).

Berdasarkan matriks SWOT, dapat dirumuskan alternatif-alternatif strategi

yang dapat digunakan untuk peningkatan daya saing minyak kelapa Indonesia

berdasarkan kondisi pengembangan kelapa saat ini yang digambarkan pada

diagram SWOT yaitu pada posisi kuadran I. Alternatif strategi yang dihasilkan

melalui matriks SWOT disusun dengan menggunakan kombinasi antara faktor-

faktor strategis internal dan eskternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman yang mana faktor-faktor tersebut diperoleh berdasarkan studi

pustaka, literatur internet, dan diskusi serta wawancara pakar. Adapun matriks

SWOT terdapat pada lampiran 6. Alternatif strategi SO (Strenght-Opportunity)

untuk meningkatkan daya saing minyak kelapa Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahsan sebelumnya, bahwa selama 5

tahun terakhir luas areal dan produksi kelapa Indonesia mengalami penurunan

sebesar 5.75% dan 5.44%. Ditambah lagi dengan produktivitas kelapa yang masih

110

rendah, hanya 1 kg/ha. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan melakukan

peremajaan tanaman kelapa sedangkan peningkatan produktivitas dapat dilakukan

dengan menggunakan varietas benih unggul bersertifikat yang telah ditetapkan

oleh Balitpalma. Kementerian Pertanian telah mengatur program peremajaaan di

sejumlah daerah potensial tahun terkahir hasil kelapa. Namun, peremajaan

tanaman kelapa yang dilakukan belum sebanding dengan jumlah tanaman kelapa

yang tua dan rusak serta belum mencapai target peremajaan yang ditetapkan.

Program ssperemajaan tanaman kelapa perlu ditingkatkan untuk memenuhi

kebutuhan kelapa domestik. Hal ini telah didukung oleh berkembangnya benih

varietas unggul yang memiliki potensi produksi dan produktivitas kelapa yang

tinggi dan tersedianya lahan untuk penanaman kelapa secara tumpangsari.

2. Memperluas pasar serta menjamin standar kualitas ekspor minyak kelapa

Hingga saat ini, Indonesia menjadi eksportir minyak kelapa terbesar setelah

Filipina. Peluang pasar semakin besar karena permintaan dunia terhadap minyak

kelapa semakin tinggi. Standar kualitas pun harus dipenuhi karena masing-

masing negara importir memiliki standard khusus untuk minyak kelapa yang

masuk ke negaranya. Menurut Kementerian Perdagangan (2016), Indonesia

berada diperingkat ke-22 dalam memasok kebutuhan minyak kelapa ke negara

imporitr, terutama di Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih kalah

tertinggal dibanding negara eksportir minyak kelapa lainnya dari segi kualitas.

Pasokan minyak kelapa di Indonesia hanya unggul secara kuantitas namun belum

didukung oleh standar kualitas yang baik. Padahal negara yang menetapkan

standar ketat tersebut menjadi peluang pasar bagi Indonesia.

111

3. Menjamin ketersediaan bahan baku industri

Minyak kelapa merupakan salah satu ekspor unggulan produk kelapa.

Maka perlu penjaminan ketersediaan bahan baku dengan mendukung program

upaya hiliriasasi produk olahan kelapa. Upaya hilirisasi produk olahan kelapa ini

diharapkan dapat meminimalisir penggunaan buah kelapa sebagai bahan baku

untuk non-industri, terutama ekspor.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh

adalah sebagai berikut :

1. Industri minyak kelapa Indonesia dihadapkan dengan kondisi kekurangan

bahan baku. Hal ini dikarenakan banyak tanaman kelapa yang rusak dan tua

yang berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas kelapa, ekspor buah

kelapa illegal menjadi legal dan terjadinya pergeseran industri yang membuat

antar industri bersaing mendapatkan bahan baku. Sebesar 91% minyak kelapa

diekspor dengan pasar tujuan utama 93% ke China.

2. Berdasarkan analisis daya saing minyak menggunakan RCA, Indonesia kalah

jauh dibandingkan Filipina dengan perolehan nilai RCA rata-rata (2006-2015)

secara berurutan 36.4 dan 162.5 untuk minyak kelapa mentah (151311) serta

22.3 dan 103.3 untuk minyak kelapa yang dimurnikan maupun tidak

dimurnikan dan turunannya (151319). Secara kompetitif, minyak kelapa

Indonesia belum berdaya saing secara kompetitif.

3. Berdasarkan Analisis SWOT, dengan fokus pada strategi SO maka didapatkan

tiga strategi peningkatan daya saing minyak kelapa, yaitu : meningkatkan

produksi dan produktivitas kelapa, memperluas pasar serta menjamin standar

kualitas ekspor minyak kelapa dan menjamin ketersediaan bahan baku

industri.

113

6.2 Saran

Adapun saran yang yang diajukan untuk pengembangan minyak kelapa

Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah perlu melakukan peremajaan tanaman kelapa, rehabilitasi dan

perluasan tanaman kelapa secara intensif, melakukan pengendalian ekspor

dengan membangun pelabuhan di sentra produksi kelapa.

2. Pengembangan dan pencapaian standar kualitas minyak kelapa, sebagai salah

satu upaya untuk menjamin kualitas dan meningkatkan daya saing minyak

kelapa Indonesia.

3. Mengoptimalkan potensi sumber daya alam melalui peluang yang ada dengan

membangun sistem industri pengolahan kelapa terpadu.

114

DAFTAR PUSTAKA

Afiifah, Iffah Nur. 2016. Daya Saing Minyak Atsisi Indonesia di Pasar

Internasional [Skripsi]. Fakultas Sains Dan Teknologi. (Jakarta: UIN

Syarif Hidayatullah)

Alamsyah, Andi Nur. 2005. Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka

Penyakit. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka

Arifin, Sjamsul. Rae, Dian Ediana. Joseph, Charles P.R. 2004. Kerja Sama

Perdagangan Internasional: Peluang Dan Tantangan bagi Indonesia.

Jakarta: Elex Media Komputindo

Asian and Pacific Coconut Community (APCC). 2017. Coconut Statistical

Yearbook 2015. Jakarta: APCC

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah

Pengembangan Agribisnis Kelapa. Edisi Kedua. Departemen Pertanian:

Jakarta

Bank Indonesia. 2004. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Industri minyak

kelapa. Jakarta: Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

David, Fred R. 2004. Manajemen Strategi Konsep-Konsep. PT Indeks Kelompok:

Jakarta

Deliarnov. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi. Jakarta: Erlangga

Dewi, Agita Puspa (2011). Strategi Pemasaran Produk Agroindustri pengolahan

kelapa Berorientasi Ekspor [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(Bogor:Institut Pertanian Bogor)

Faqih, Achmad. 2010. Manajemen Agribisnis. Dee Publish:Yogyakarta

Hambali, Erliza. Mujdalipah, Siti. Tambunan, Armansyah Halomoan. Pattiwiri,

Abdul Waries. Hendroko, Roy. 2008. Teknologi Bioenergi. PT. Agromedia

Pustaka:Tangerang

Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia. 201. Naskah Akademis:

Kebijakan Pengembangan Produksi dan Pengendalian Ekspor Buah Kelapa.

Jakarta: Kementerian Perindustrian

Hubeis, Musa. Najib, Mukhamad. 2008. Manajemen Strategik dalam

Pengembangan Daya Saing Organisasi. Kompas Gramedia : Jakarta

115

ITPC lyon. 2015 Market Brief Komoditas Kelapa dan Produk Olahannya di

Perancis. Kementerian Perdagangan

Kementerian Perindustrian. 2010. Roadmap Industri Pengolahan kelapa. Jakarta:

Direktorat Jenderal Industri Agro

Kementerian Pertanian. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016. Jakarta:

Direktorat Jenderal Perkebunan

Kementerian Pertanian. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017. Jakarta:

Direktorat Jenderal Perkebunan

Kementerian Pertanian. 2016. Statistik Pertanian 2016. Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian & Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta:

Kementerian Pertanian

Nurunisa, Venty Fitriany. 2011. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan

Agribisnis Teh Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(Bogor: Institut Pertanian Bogor)

Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press

Prabowati, Banun Diyah. Arkeman, Yandra. Mangunwidjaja, Djumali. 2011.

Penentuan Produk Prospektif Untuk Pengembangan Agroindustri pengolahan

kelapa Secara terintegrasi. Jurnal. Hal 2. Oktober

Rahmanu, Riza. 2009. Analisis Daya Saing Industri Pengolahan dan Hasil Olahan

Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. (Bogor: Institut

Pertanian Bogor)

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT.

Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Rinaldi, Salman Farisi. Karyani, Tuti. 2015. Analisis Daya Saing Ekspor Komoditas

Kopra Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal Seminar Nasional

Pembangunan Inklusif di Sektor Pertanian II. Hlm 6. 9-10 September

Salvator. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima Jilid I. Munandar H,

penerjemah; Sumiharti Y, editor. Erlangga: Jakarta

Setyamidjaja, Djoehana. 2008. Bertanam Kelapa. Yogyakarta: Kanisius

Sumber Sinabutar. 2016. Market Brief Peluang Pasar Produk Coconut Copra ,

Palm Kernel or Babassu Oil (HS 1513) di Italia. Atase Perdagangan

Kedutaan Besar Republik Indonesia Roma : Jakarta

116

Suwarto. Octavianty, Yuke. Hermawati, Silvia. 2014. Top 15 Tanaman

Perkebunan. Penebar Swadaya: Jakarta

Tambunan, Tulus. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor:

Penerbit Ghalia Indonesia

Turukay, Martha. 2008. Analisis Permintaan Ekspor Kopra Indonesia Di Pasar

Dunia. Jurnal Agroforestri. Volume III No. 2. Hlm 1. Juni

Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Yogyakarta: Kanisisus IKAPI

Zuhal. 2010. Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Daya Saing. Jakarta:

Pt. Gramedia Pustaka Utama

Asian and Pacific Coconut Community (APCC). 2017. Country Profile.

http://www.apccsec.org. Diakses pda tanggal 25 Januari pk 15.15 WIB

Broaddus, Hannah. 2016. Supply and Demand In The Coconut Oil Market

[Market Update]. www.centrafoods.com/blog/supply-and-demand-in-the-

coconut-oil-market-market-update. Diakses pada 16 Februari 2017 pk.

20.00 WIB

Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia. 2016. Industri Pengolahan

Kelapa Kekurangan Bahan Baku. http://www.hipki.org. Diakses pada

tanggal 27 Januari pk 10.10 WIB

Balitpalma. 2017. Balitbangtan Siapkan Benih Sumber Varietas Unggul Kelapa.

www.perkebunan.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 20

September pk. 00.31 WIB

Kementerian Perdagangan. 2014. Laporan Akhir: Kajian Kebijakan

Pengembangan Diversifikasi Pasar dan Produk Ekspor.

http://www.kemendag.go.id. Diakses pada 26 Februari 2017 pk. 23.41

Kementerian Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Kelapa, Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian & Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

http://kementan.go.id. 25 Januari, pk. 17.01 WIB

PT. Sari Mas Permai. 2017. www.sarimas.com. Diakses pada tanggal 22 Sepetember

2017 pk 15.56 WIB

UN Comtrade. 2017. International Trade in Goods based on UN Comtrade data.

http://www.comtade.un.org. Diakses pada tanggal 23 Februari 2017 pk

21.01 WIB

117

World Atlas. 2016. 10 Negara dengan Produksi Kelapa Terbesar di Dunia.

http://www.databoks.katadata.co.id. Diakses pada tanggal 25 Januari, pk

22.00 WIB

118

Lampiran 1. Definisi Operasional

Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Instrumen

Wawancara Data

Sekunder

Sistem Agribisnis

Subsistem Hulu Pembibitan Suatu proses penanaman

bibit dari bentuk biji hingga

menjadi tanaman dan

menghasilkan buah

Pembibitan tanaman kelapa

Teknologi budidaya kelapa

Peremajaan tanaman kelapa

Subsistem Usahatani Bahan baku Bahan baku merupakan

bahan yang digunakan

dalam membuat produk

dimana bahan tersebut

secara menyeluruh tampak

pada produk jadinya

Luas areal, produksi dan

produktivitas

Karakteristik produsen kelapa

berdasarkan tipe kepemilikan

usaha

Ekspor butir kelapa

Kebutuhan butir kelapa

domestik

Subsistem

Pengolahan

Produk Bahan baku kelapa yang

telah diolah menjadi sesuatu

yang bernilai tambah untuk

dikonsumsi pasar

Jenis produk olahan kelapa

yang diproduksi di Indonesia

Produksi tahunan produk

olahan kelapa yang dihasilkan

Indonesia

Subsistem

Pemasaran

Pasar Pasar merupakan tempat

penyaluran produk olahan

kelapa, baik dalam lingkup

Alur pemasaran produk

olahan kelapa

Produk kelapa yang terserap

119

domestik maupun untuk

ekspor

di pasar ekspor

Volume dan nilai ekspor

produk olahan kelapa

Negara tujuan ekspor produk

minyak kelapa Indonesia

Volume dan nilai ekspor

produk olahan kelapa

Indonesia di negara tujuan

Presentase pasar yang

dikuasai oleh negara ekspor

minyak kelapa melalui nilai

ekspor di negara tujuan

Subsistem

Penunjang

Riset dan

Pengembangan

Suatu lembaga yang

mengembangkan produk

baru atau menyempurnakan

produk yang telah ada

Peranan masing-masing

lembaga penunjang agribisnis

kelapa

Keuangan Badan usaha yang

mengumpulkan asset dalam

bentuk dana dari masyarakat

dan disalurkan untuk

pendanaan kegiatan

ekonomi yang diperoleh

berdasarkan besarnya dana

yang disalurkan

Pemerintah Organisasi yang memiliki

wewenang untuk membuat

dan menerapkan huku serta

Lampiran 1. Lanjutan

120

undang-undang

Asosiasi Suatu perkumpulan yang

dibuat oleh sekelompok

orang yang mendasari

terbentuknya lembaga-

lembaga social

Berlian Porter

Faktor Kondisi Sumber Daya

Fisik/Alam

Segala sesuatu yang berasal

dari alam untuk kepentingan

dan kebutuhan hidup

manusia

Kesesuaian iklim dalam

budidaya tanaman kelapa

Kondisi perkebunan kelapa

Indonesia

Sebaran wilayah pabrik

minyak kelapa di Indonesia

Akses industri minyak kelapa

terhadap input (bahan baku)

Sumberdaya

Manusia

Individu yang bekerja pada

sebuah organisasi sebagai

penggerak tujuan dari

organisasi tersebut

Tenaga kerja yang tersedia di

bagian hulu maupun hilir

Bentuk kerjasama antar

petani, perusahaan dan

pemasar

Sumberdaya

IPTEK

Ketersediaan sumber-

sumber pengetahuan dan

teknologi terhadap suatu

kegiatan bisnis

Teknologi yang diterapkan

dalam memproduksi minyak

kelapa

Ketersediaan lembaga

penelitian

Sumberdaya Modal yang digunakan Jenis pembiayaan (sumber

Lampiran 1. Lanjutan

121

Modal dalam suatu kegiatan proses

produksi

modal) untuk industri minyak

kelapa

Minat investor terhadap

industri minyak kelapa di

Indonesia

Sumberdaya

Infrastruktur

Fasilitas sarana dan

prasarana sebagai penunjang

utama suatu kegiatan bisnis

Kondisi sarana dan prasarana

Pengangkutan bahan baku ke

lokasi pabrik

Pengangkutan minyak kelapa

ke pelabuhan (kapal) untuk

ekspor

Kondisi Permintaan Permintaan Jumlah barang diminta dan

diinta pada suatu waktu

tertentu oleh konsumen

Permintaan minyak kelapa

domestic

Jumlah permintaan dan pola

pertumbuhan

Kontribusi Indonesia dalam

pemenuhan minyak kelapa

dunia

Industri Terkait dan

Pendukung

Industri Kegiatan pengolahan bahan

mentah menjadi barang jadi

yang memiliki nilai tambah

untuk mendapatkan

keuntungan

Industri pemasok bahan baku

Industri jasa tata niaga

Persaingan, Struktur

dan Strategi

Persaingan sebagai faktor

pendorong untuk

berkompetisi, struktur pasar

untuk mengetahui tipe pasar

dan strategi merupakan

Persaingan dengan produk

sejenis

Tipe pasar minyak kelapa

Pesaing utama minyak kelapa

Indonesia

Lampiran 1. Lanjutan

122

langkah yang diambil untuk

jangka panjang

Peran Pemerintah Kebijakan Arah tindakan yang

dirumuskan untuk

kepentingan bersama

Kebijakan pemerintah yang

paling berpengaruh terhadap

industri minyak kelapa

Peran

Kesempatan/Peluang

Peluang Situasi terbaik yang sedang

dihadapi yang akan menjadi

sebab pendukung dari suatu

kejadian

Kejadian yang dapat

dijadikan peluang dalam

mengembangkan minyak

kelapa Indonesia

Lampiran 1. Lanjutan

123

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara

Pertanyaan Informan

1. Menurut data statistik Kementerian Pertanian, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir luas areal kelapa

mengalami penyusutan. Apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?

2. Apa yang menyebabkan butir kelapa sebagai bahan baku banyak diekspor? 3. Apakah terdapat butir kelapa yang diekspor secara illegal? Bagaimana mengatasi hal tersebut?

4. Berapa kebutuhan butir kelapa secara nasional?

5. Apakah telah mampu tercukupi atau terjadi kekurangan? 6. Berdasarkan data, tanaman kelapa telah berumur kisaran 20-40 tahun, apakah terdapat peremajaan

terhadap tanaman kelapa? Jika ada, bagaimana sistem peremajaan tanaman kelapa tersebut? 7. Bagaimana alur distribusi butir kelapa ke pabrik pengolahan kelapa dan eksportir?

8. Bagaimana perbandingan tingkat keuntungan petani dalam menjual butir kelapa ke pabrik pengolahan

kelapa dan eksporir? 9. Apa upaya perintah dalam meningkatkan kualitas tanaman kelapa?

10. Apa kebijakan pemerintah yang paling berpengaruh tentang perkelapaan di Indonesia?

11. Bagaimana realisasi kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tentang perkelapaan nasional dan

apa tantangan dalam merealisasikan kebijakan tersebut serta cara mengatasinya?

Direktorat

Jenderal

Perkebunan

1. Berapa kebutuhan butir kelapa sebagai bahan baku industri pengolahan kelapa secara nasional?

2. Bagaimana pemenuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan tersebut? Apakah menggunakan

bahan baku domestik atau impor?

3. Apa produk olahan kelapa yang paling diminati oleh pasar domestik dan pasar luar negeri?

4. Minyak kelapa sebagai produk yang paling diekspor, apakah menjadi kekuatan atau kelemahan bagi

perekonomian indonesia?

5. Bagaimana akses industri minyak kelapa terhadap bahan baku sebagai input?

6. Bagaimana bentuk kerjasama antara petani, pabrik industri minyak kelapa dan pemasar?

7. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana (jalan, pengangkutan dll) dari petani ke pabrik pengolahan

industri?

8. Bagaimana sistem pengangkutan minyak kelapa ke pelabuhan (kapal) untuk di ekspor?

Direktorat

Jenderal Industri

Agro

124

9. Industri terkait apa saja yang mendukung industri minyak kelapa?

10. Bagaimana potensi pengembangan industri minyak kelapa di Indonesia?

11. Bagaimana standar mutu minyak kelapa untuk ekspor?

12. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi keterbatasan industri minyak kelapa?

13. Apa kebijakan pemerintah yang paling berpengaruh terhadap industri minyak kelapa Indonesia?

1. Bagaimana jalur tata niaga minyak kelapa Indonesia?

2. Bagaimana prosedur/teknis ekpor minyak kelapa Indonesia?

3. Apa kebijakan pemerintah yang paling berpengaruh terhadap perdagangan ekspor minyak kelapa?

4. Bagaimana peluang ekspor minyak kelapa di pasar internasional?

5. Bagaimana standar mutu minyak kelapa yang telah ditetapkan secara internasional?

Direktorat

Jenderal

Perdagangan Luar

Negeri

1. Bagaimana persaingan minyak kelapa Indonesia dengan negara pesaing?

2. Adakah suatu kondisi di pasar internasional yang dapat menjadi suatu peluang/kesempatan bagi

minyak kelapa Indonesia?

3. Bagaimana potensi pengembangan minyak kelapa di negara pesaing?

4. Bagaimana posisi tawar pembeli (eksportir) terhadap minyak kelapa Indonesia?

5. Bagaimana posisi indonesia di pasar luar negeri? apakah sebagai market leader atau market follower?

6. Apa perbedaan yang paling signifikan dari pengelolaan industri minyak kelapa di Indonesia dengan di

negara pesaing?

7. Bagaimana regulasi di negara pesaing terkait pengembangan industri minyak kelapa?

8. Jika terdapat sesuatu yang perlu dicontoh dari negara pesaing terkait industri perkelapaan, apa yang

bisa dicontoh dan dapat diterapkan di Indonesia?

Asia and Pacific

Coconut

Community

(APCC)

Lampiran 2. Lanjutan

125

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

FAKTOR KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DAN ANCAMAN

MINYAK KELAPA INDONESIA

No. Faktor-Faktor Bobot Rating

A. Faktor Internal

A.1 Kekuatan

A.1.1 Indonesia merupakan negara potensial dalam menghasilkan kelapa

A.1.2 Minyak kelapa merupakan produk unggulan ekspor kelapa, sebesar 760.072 MT minyak kelapa

di ekspor tahun 2015 (Asian and Pacific Coconut Community)

A.2 Kelemahan

A.2.1 Seluas 463.847 ha (13% dari keseluruhan luas areal) tanaman kelapa yang tua dan rusak

(Kementerian Pertanian)

A.2.2 Produktivitas kelapa rendah sebesar rata-rata 1 ton/ha (Kementerian Pertanian)

A.2.3 Upaya peremajaan tanaman kelapa baru dilakukan 2%, dari tanaman yang rusak (Kementerian

Pertanian)

A.2.4 Infrastruktur belum merata, terutama di wilayah Indonesia bagian timur (Kementerian

Perindustrian)

A.2.5 Industri minyak kelapa bersifat parsial sehingga tidak efisien dalam penggunaaan bahan baku

(Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia)

A.2.6 Utilitas industri minyak kelapa masih rendah, hanya sebesar 45.7% (Himpunan Industri

Pengolahan Kelapa Indonesia)

A.2.7 Belum mampu memenuhi standar kualitas pasar Eropa dan Amerika (Kementerian Perdagangan)

A.2.8 Belum terdapat sinergi antar petani dan industri serta pembuat kebijakan (Kementerian

Perindustrian)

B. Faktor Eksternal

126

B.1 Peluang

B.1.1 Kontribusi penelitian Balitpalma yang memproduksi benih varietas unggul dapat meningkatkan

produksi dan proktivitas tanaman kelapa

B.1.2 Pemanfaatan lahan kakao dan kopi untuk peremajaan kelapa dengan sistem tumpangsari

(Direktorat Jenderal Perkebunan)

B.1.3 Pemerintah mulai fokus pada pembangunan infrastruktur di Indonesia (Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat)

B.1.4 Terdapat peluang pasar yang belum terpenuhi, selain negara China sebagai Negara tujuan utama

ekspor minyak kelapa (UN Comtrade)

B.1.5 Pemerintah mulai melakukan upaya hilirisasi produk kelapa (Himpunan Industri Pengolahan

Kelapa Indonesia)

B.2 Ancaman

B.2.1 Industri kekurangan bahan baku. Kapasitas industri terpasang 15.51 milyar butir baru terpenuhi

sebesar 7.08 milyar butir kelapa (Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia)

B.2.2 Manajemen industri di negara pesaing (Filipina) lebih unggul

B.2.3 Negara importir menetapkan standar mutu yang ketat (Kementerian Perdagangan)

B.2.4 Ekspor bahan baku dalam jumlah yang besar yaitu 2.02 milyar butir (Himpunan Industri

Pengolahan Kelapa Indonesia)

127

Lampiran 4. Perhitungan Rata-Rata Bobot

Perhitungan Rata-Rata Bobot Faktor Internal Faktor

Internal

Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata

Kekuatan

1 0,571428571 0,571428571 0,571428571 0,5 0,5 0,571429 0,547619

2 0,428571429 0,428571429 0,428571429 0,5 0,5 0,428571 0,452381

Kelemahan

1 0,153846154 0,153846154 0,1 0,1 0,1 0,190476 0,133028

2 0,153846154 0,115384615 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,143681

3 0,153846154 0,115384615 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,143681

4 0,115384615 0,153846154 0,1 0,1 0,1 0,095238 0,110745

5 0,153846154 0,153846154 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,150092

6 0,115384615 0,153846154 0,15 0,15 0,15 0,142857 0,143681

7 0,153846154 0,153846154 0,2 0,2 0,2 0,142857 0,175092

Perhitungan Rata-Rata Bobot Faktor Eksternal Faktor

Eksternal

Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata

Peluang

1 0,22 0,1875 0,222222222 0,285714 0,166667 0,25 0,22

2 0,17 0,1875 0,222222222 0,214286 0,166667 0,1875 0,19

3 0,17 0,1875 0,222222222 0,142857 0,222222 0,1875 0,19

4 0,22 0,1875 0,166666667 0,142857 0,222222 0,1875 0,19

5 0,22 0,25 0,166666667 0,214286 0,222222 0,1875 0,21

Ancaman

1 0,285714286 0,25 0,25 0,333333 0,333333 0,333333 0,30

2 0,285714286 0,25 0,25 0,333333 0,333333 0,333333 0,30

3 0,214285714 0,25 0,333333333 0,111111 0,111111 0,111111 0,19

4 0,214285714 0,25 0,166666667 0,222222 0,222222 0,222222 0,22

128

Lampiran 5. Perhitungan Rata-Rata Rating

Perhitungan Rata-Rata Rating Faktor Internal Faktor

Internal

Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata

Kekuatan

1 4 4 4 3 4 4 3,833333

2 3 4 3 3 4 3 3,333333

Kelemahan

1 1 1 2 2 1 1 1,333333

2 1 2 1 1 1 1 1,166667

3 1 1 1 2 1 2 1,333333

4 1 1 1 2 1 2 1,333333

5 1 2 2 1 1 2 1,5

6 2 1 2 1 1 1 1,333333

7 2 1 1 1 1 1 1,166667

Perhitungan Rata-Rata Rating Faktor Eksternal Faktor

Eksternal

Responden I Responden II Responden III Responden IV Responden V Responden VI Rata-Rata

Peluang

1 3 3 3 1 4 3 2,833333

2 2 2 4 2 3 2 2,5

3 2 3 3 3 4 3 3

4 2 3 3 3 4 3 3

5 3 4 2 3 4 3 3,166667

Ancaman

1 2 1 3 2 1 2 1,833333

2 3 3 2 3 1 3 2,5

3 3 3 4 2 1 2 2,5

4 2 1 4 2 1 2 2

129

Lampiran 6. Matriks SWOT

Kekuatan (Strenghts-S)

1. Indonesia merupakan negara potensial

dalam menghasilkan kelapa

2. Minyak kelapa merupakan produk

unggulan ekspor kelapa

Kelemahan (Weaknesses-W)

1. Banyaknya tanaman kelapa yang tua

dan rusak

2. Produktivitas kelapa rendah

3. Upaya peremajaan tanaman kelapa

hanya sebesar 2%, dari tanaman yang

rusak

4. Infrastruktur belum merata

5. Industri pengolahan kelapa kelapa

bersifat parsial sehingga tidak efisien

dalam penggunaaan bahan baku

6. Utilitas industri minyak kelapa masih

rendah

7. Belum terdapat sinergi antar petani dan

industri serta pembuat kebijakan

Peluang (Opportunities-O)

1. Adanya kontribusi penelitian dari

Balitpalma untuk pengembangan

benih varietas unggul dengan

produksi dan produktiviitas kelapa

yang tinggi

2. Terdapat tanaman kakao seluas 1.7

juta ha dan tanaman kopi 1.3 juta ha

yang tidak ada naungan sehingga

Strategi SO

1. Meningkatkan produksi dan

produkivitas kelapa (S1, O1)

2. Memperluas pasar serta menjamin

standar kualitas ekspor minyak

kelapa (S2, O4, O5)

3. Menjamin ketersediaan bahan baku

(S1, S2, O4)

Strategi WO

1. Melakukan percepatan peremajaan

tanaman kelapa (W1, W2, W3, O1,

O2)

2. Percepatan pembangunan infrastruktur

(W4, O3)

3. Menjamin ketersediaan bahan baku

(W6, O5)

4. Memenuhi standar kualitas minyak

Internal

Eksternal

130

peremajaan tanaman kelapa dapat

dilakukan dengan memanfaatkan

lahan tersebut dengan sistem

tumpangsari

3. Pemerintah mulai fokus pada

pembangunan infrastruktur di

Indonesia

4. Terdapat peluang pasar yang belum

terpenuhi

5. Pemerintah mulai melakukan upaya

hilirisasi produk kelapa

kelapa di negara importir (W6, O4)

5. Membangun sinergitas antar

stakeholder (W8, O5)

Ancaman (Threats-T)

1. Industri kekurangan bahan baku

2. Manajemen industri di negara

pesaing lebih unggul

3. Negara importir menetapkan

standar mutu yang ketat

4. Ekspor bahan baku (kelapa utuh)

Strategi ST

1. Pengendalian ekspor buah kelapa

melalui penetapan pelabuhan ekspor

(S1,S2, O1, O4)

2. Memenuhi standar kualitas minyak

kelapa di negara importir (S2, O2, O3)

Strategi WO

1. Pengendalian ekspor bahan baku

melalui penetapan pelabuhan ekspor

(W4, T4)

2. Pembelian kelapa dengan harga yang

menguntungkan petani dan industri

dengan kontrak usaha dan penerapan

manajemen rantai pasok (W6, W8, T1,

T4)

Lampiran 6. Lanjutan