Upload
faizkanwar
View
11
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Perbandingan pH saliva antara siswa perokok dan bukan perokok
Citation preview
NAMA JURNAL VOL./NO./BULAN/TAHUN (DIKOSONGKAN)
1
Perbandingan pH Saliva dan Derajat Karies Gigi Antara Siswa Perokok dan Bukan Perokok di SMK Warga Surakarta
Comparison score of pH Saliva and the Degree of Dental Caries Among Smoking Students and non-Smoking Students in the Warga Vocational High School of Surakarta
M. Faiz K. Anwar, Risya Cilmiaty, Pradipto SubiyantoroFaculty of Medicine, Sebelas Maret University
ABSTRACT
Background : Smoking as it is known nowadays is one of the causes of the occurrence of oral disease especially dental caries. Increased accumulation of plaque on the smokers can increase the production of acid by bacteria so that the pH decreases. The research aims to compare the pH of saliva and caries indexes between student smokers and non-smokers in the Warga Vocational High School of Surakarta.
Method : This research is non-experimental with cross sectional design. Samples areWarga Vocational High School of Surakarta students that taken as many as 60 people were randomly divided into 2 groups with criteria of smokers as a sample of the research and non smokers as control research then pH saliva and caries index using DMF degreesmeasured. Data analysed using SPSS 20.0 for Windows with comparisons Mann-Whitney test and Spearman correlation test ( = 0.05).
Result : There was no statistically meaningful difference in pH saliva and the degree of dental caries among students of smokers compared by non smokers which is shown by the correlation value is 0.25 at pH, and 0.222 in degree of caries (p > 0.05). But in the direction of the correlation obtained results showed decreased the pH of saliva and increase the degree of dental caries in students smokers compared with controls.
Summary : There is a pH saliva decreases coupled with an increase of the degree of dental caries in smoker students compared with controls even though the difference was not statistically meaningful.
PENDAHULUANSaat ini, sekitar 1,1 milyar orang
dewasa (29% orang dewasa) merupakan
perokok aktif di seluruh dunia. Bahkan di
negara berkembang lebih dari 50% pria
merupakan perokok aktif (Vellappally et
al., 2007). Hal ini seakan menjadi ironi di
tengah masyarakat dengan
berkembangnya informasi global tentang
bahaya rokok, namun tidak diiringi dengan
penurunan jumlah perokok secara
signifikan.
Secara umum, telah banyak
informasi di pelbagai media tentang rokok
yang bisa menyebabkan penyakit kronis
seperti kelainan jantung, kanker, gangguan
saluran pernapasan, gangguan kehamilan,
dan merupakan salah satu penyebab
terjadinya penyakit gigi dan mulut terutama
karies gigi.
Persentase terjadinya karies pada
perokok yang mengonsumsi rokok antara
10-20 batang perhari adalah 42 % lebih
berisiko dibanding yang bukan perokok
NAMA JURNAL VOL./NO./BULAN/TAHUN (DIKOSONGKAN)
2
yaitu 30%. Karies gigi yang khas pada
perokok adalah 4,3 kali lebih banyak
dibandingkan bukan perokok (Natamiharja
dan Butar, 2001).
Kebiasaan merokok dapat
menyebabkan peningkatan akumulasi plak
sebagai media pelekat bakteri pada
polisakarida, yang dapat meningkatkan
produksi asam bakteri, sehingga pH saliva
menjadi menurun (Cawson, 1994).
Penurunan efek buffering serta pH
perokok yang lebih rendah dan tingginya
jumlah Lactobacilli dan Streptococcus
mutans dapat mengindikasikan
kecenderungan terhadap karies gigi
(Vellappally et al., 2007).
Dalam keadaan normal, gigi geligi
selalu dibasahi oleh saliva. Saliva di dalam
rongga mulut mempunyai pH yang dapat
berubah setiap saat, hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain irama
siang dan malam, diet, dan perangsangan
kecepatan sekresi. pH saliva juga dapat
dipengaruhi oleh berubahnya polisakarida
menjadi asam di dalam rongga mulut
(Dikri et al., 2003). pH saliva yang rendah
dan mencapai suatu angka kritis dapat
menyebabkan terjadinya karies gigi,
sehingga penurunan pH yang berulang
ulang dalam waktu tertentu akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan
gigi. Proses terjadinya karies gigi
disebabkan oleh 4 faktor yang saling
mempengaruhi dan berinteraksi satu sama
lain. Keempat faktor tersebut adalah gigi
dan saliva, mikroorganisme, substrat
terutama sukrosa yang menyebabkan
turunnya pH saliva serta waktu lamanya
makanan berkontak dengan gigi. Pada
lingkungan asam, proliferasi dari zat asam
dan bakteri kariogenik akan menyebabkan
hilangnya struktur dari gigi yang biasa
disebut karies gigi. (Tarigan, 1993).
Atas dasar uraian di atas, penulis
kemudian mengangkat sebuah topik
penelitian tentang hubungan antara nilai pH
saliva dan peningkatan derajat penyakit
karies gigi pada perokok.
SUBJEK DAN METODEPenelitian ini bersifat observative
dengan desain penelitian cross sectional.
Sampel penelitian menggunakan 2
kelompok sampel yakni siswa yang punya
kebiasaan merokok, dan siswa yang tidak
mempunyai kebiasaan merokok.
Preparasi sampel dilakukan dengan
cara pemisahan sampel dari populasi SMK
Warga Surakarta dengan teknik Purposive
Random Sampling dengan kriteria inklusi:
pria, 16 18 tahun, memiliki kebiasaan
merokok, tidak sedang dalam kondisi sakit,
dan tidak makan, minum, selama 1 jam
sebelum pemeriksaan. Populasi akan
dikeluarkan dari sampel jika terdapat salah
satu kriteria eksklusi : menderita penyakit
mulut, mengalami kelainan morfologi
mulut, dan memakai alat orthodnti maupun
gigi palsu.
Responden sebagai sampel
penelitian yang telah didapat kemudian
NAMA JURNA
dilakukan wawancara singkat mengenai
identitas dan kesehatan umum, serta
riwayat kesehatan mulut. Sampel yang
telah memenuhi persyaratan kemudian
diminta untuk menampung saliva dalam
suatu tempat tertentu kemudian diukur
pH salivanya menggunakan pH indicator
strip. Responden yang telah selesai
penampungan saliva kemudian
dikondisikan untuk kemudian diperiksa
derajat karies giginya menggunakan
indeks penghitungan DMF.
pengukuran pH saliva dan indeks DMF
kemudian dianalisa secara statistik
menggunakan program SPSS 20.0
Windows. Metode uji statistika yang
digunakan adalah uji normalitas
menentukan uji parametrik yang dipakai,
kemudian dilakukan uji komparasi
Mann-Whitney, lalu yang terakhir diuji
korelasinya dengan uji korelasi
Spearman.
HASILHasil pengumpulan data yang
didapat pada pemeriksaan pH saliva dan
derajat karies gigi menunjukkan sebaran
nilai pH dan indeks DMF tidak merata.
Sebagaimana ditunjukkan pada tabel
berikut.
RNAL VOL./NO./BULAN/TAHUN (DIKOSONGKAN)
dilakukan wawancara singkat mengenai
identitas dan kesehatan umum, serta
an mulut. Sampel yang
telah memenuhi persyaratan kemudian
diminta untuk menampung saliva dalam
suatu tempat tertentu kemudian diukur
pH salivanya menggunakan pH indicator
strip. Responden yang telah selesai
penampungan saliva kemudian
mudian diperiksa
derajat karies giginya menggunakan
indeks penghitungan DMF. Hasil
pengukuran pH saliva dan indeks DMF
kemudian dianalisa secara statistik
menggunakan program SPSS 20.0 for
. Metode uji statistika yang
digunakan adalah uji normalitas untuk
menentukan uji parametrik yang dipakai,
kemudian dilakukan uji komparasi
Whitney, lalu yang terakhir diuji
korelasinya dengan uji korelasi
pengumpulan data yang
didapat pada pemeriksaan pH saliva dan
menunjukkan sebaran
nilai pH dan indeks DMF tidak merata.
Sebagaimana ditunjukkan pada tabel
Tabel 1. Distribusi nilai pH saliva pada sampel
penelitian
Tabel 2. Distribusi indeks DMF pada sampel penelitian
Dari hasil uji normalitas nilai p yang
didapat menunjukkan angka kurang dari
0.05 yang bermakna distribusi data tidak
normal sehingga uji statistik non parametrik
yang dipakai adalah Mann-Whitney dan uji
korelasi spearman untuk pengolahan data
menjadi suatu informasi.
Tabel 3. Hasil uji normalitas data primer
Penghitungan statistik selanjutnya
adalah uji komparasi Mann Whitney yaitu
perbandingan pH saliva dan indeks DMF
antara sampel perokok dan kontrol bukan
perokok.
Tabel 4. Hasil uji komparasi pH saliva
Tabel 5. Hasil uji komparasi indeks DMF
Tabel 4 dan tabel 5 di atas
menunjukkan bagaimana nilai rerata dari
penghitungan masing-masing variabel dan
ketika dibandingkan, nampak perbedaan
Tabel 1. Distribusi nilai pH saliva pada sampel
pada sampel
Dari hasil uji normalitas nilai p yang
didapat menunjukkan angka kurang dari
0.05 yang bermakna distribusi data tidak
non parametrik
Whitney dan uji
untuk pengolahan data
Hasil uji normalitas data primer
Penghitungan statistik selanjutnya
adalah uji komparasi Mann Whitney yaitu
perbandingan pH saliva dan indeks DMF
antara sampel perokok dan kontrol bukan
komparasi pH saliva
Hasil uji komparasi indeks DMF
Tabel 4 dan tabel 5 di atas
menunjukkan bagaimana nilai rerata dari
masing variabel dan
ketika dibandingkan, nampak perbedaan
NAMA JURNA
hasil rata-rata yang didapatkan. Pada nilai
rata-rata pH saliva didapatkan hasil nilai
rata-rata sebesar 7,127 0,4623
bukan perokok, dan 6,947 0,4547
sampel perokok. Pada nilai indek DMF
yang didapatkan nilai rata-
sebesar 0,90 1,423 pada kontrol bukan
perokok, dan 1,37 1,45 pada sampel
perokok.
Hasil yang telah diuraikan di atas
menunjukkan terdapat perbedaan nilai
rata-rata pH saliva dan indeks DMF
ketika dibandingkan antara siswa
perokok dengan siswa bukan perokok.
Namun ketika diuji korelasinya dengan
uji korelasi spearman, didapatkan
perbedaan derajat kemaknaan antara
perokok dan bukan perokok tidak
bermakna secara statistik. Hal ini
ditunjukkan oleh tabel berikut
Tabel 6. Hasil uji korelasi perokok dan bukan
perokok
Interpretasi hasil uji korelasi
Spearman untuk variabel pH saliva
penelitian ini adalah p = 0,054
memenuhi syarat p < 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa korelasi
dan kebiasaan merokok adalah
signifikan. Kemudian untuk variabel
indeks DMF juga menunjukkan
signifikansi sebesar 0,088 sehingga
RNAL VOL./NO./BULAN/TAHUN (DIKOSONGKAN)
rata yang didapatkan. Pada nilai
rata pH saliva didapatkan hasil nilai
7,127 0,4623 pada
6,947 0,4547 pada
sampel perokok. Pada nilai indek DMF
-rata DMF
pada kontrol bukan
pada sampel
Hasil yang telah diuraikan di atas
menunjukkan terdapat perbedaan nilai
rata pH saliva dan indeks DMF
ketika dibandingkan antara siswa
perokok dengan siswa bukan perokok.
Namun ketika diuji korelasinya dengan
man, didapatkan
perbedaan derajat kemaknaan antara
perokok dan bukan perokok tidak
bermakna secara statistik. Hal ini
Hasil uji korelasi perokok dan bukan
Interpretasi hasil uji korelasi
Spearman untuk variabel pH saliva pada
54 dan belum
memenuhi syarat p < 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa korelasi pH saliva
adalah tidak
Kemudian untuk variabel
indeks DMF juga menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0,088 sehingga
korelasi antara kenaikan indeks DMF
tidak berpengaruh secara statistik dengan
kebiasaan merokok.
PEMBAHASANHasil penelitian nilai pH saliva dan
indeks karies gigi di SMK Warga Surakarta
pada bulan April 2014 menunjukkan bahwa
secara statistik tidak terdapat perbedaan
bermakna ketika dinilai pH saliva antara
siswa perokok dan siswa bukan perokok di
SMK Warga Surakarta. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai signifikansi sebesar
nilai p > 0,05.
Secara statistik memang tidak
terdapat perbedaan berarti pada hasil
pemeriksaan pH saliva, namun ketika
dinilai reratanya terdapat perbedaan nilai
pH saliva antara perokok dan bukan
perokok yang bisa dilihat dari jumlah
sampel perokok yang pH salivanya kur
dari 7 yaitu 15 orang atau 50% dari sampel
perokok dibandingkan dengan 6 orang atau
hanya 20% sampel kontrol bukan perokok.
Dari gambaran tersebut menunjukkan
bahwa peran dari konsumsi rokok secara
terus menerus dengan durasi lebih dari 1
tahun terhadap penurunan pH saliva dapat
berpengaruh terhadap keseimbangan asam
basa dalam rongga mulut. Hal ini
menimbulkan efek yang tidak hanya
mempengaruhi suasana asam yang terjadi
dalam rongga mulut, namun lebih jauh bisa
mempengaruhi kesehatan mulut secara
umum meskipun pada kenyataannya
banyak faktor yang mempengaruhi
ntara kenaikan indeks DMF
tidak berpengaruh secara statistik dengan
BAHASANHasil penelitian nilai pH saliva dan
indeks karies gigi di SMK Warga Surakarta
menunjukkan bahwa
secara statistik tidak terdapat perbedaan
bermakna ketika dinilai pH saliva antara
siswa perokok dan siswa bukan perokok di
SMK Warga Surakarta. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai signifikansi sebesar 0,054 atau
Secara statistik memang tidak
terdapat perbedaan berarti pada hasil
pemeriksaan pH saliva, namun ketika
dinilai reratanya terdapat perbedaan nilai
pH saliva antara perokok dan bukan
perokok yang bisa dilihat dari jumlah
sampel perokok yang pH salivanya kurang
dari 7 yaitu 15 orang atau 50% dari sampel
perokok dibandingkan dengan 6 orang atau
hanya 20% sampel kontrol bukan perokok.
Dari gambaran tersebut menunjukkan
bahwa peran dari konsumsi rokok secara
terus menerus dengan durasi lebih dari 1
p penurunan pH saliva dapat
berpengaruh terhadap keseimbangan asam
basa dalam rongga mulut. Hal ini
menimbulkan efek yang tidak hanya
mempengaruhi suasana asam yang terjadi
dalam rongga mulut, namun lebih jauh bisa
mempengaruhi kesehatan mulut secara
meskipun pada kenyataannya
banyak faktor yang mempengaruhi
NAMA JURNAL VOL./NO./BULAN/TAHUN (DIKOSONGKAN)
5
keseimbangan asam basa saliva itu sendiri
seperti perangsangan saliva dan irama
sirkadian dari tubuh (Hutagalung, 2007).
Nilai signifikansi dari perbedaaan
pH saliva antara perokok dan kontrol
(bukan perokok) yang tidak signifikan
membuktikan bahwa tidak hanya
konsumsi rokok yang mempengaruhi
keseimbangan asam basa dari saliva.
Meskipun hal ini sudah diminimalisir
dengan pembatasan-pembatasan sampel
dengan kriteria inklusi dan eksklusi,
namun tetap saja ada kemungkinan adanya
variabel perancu seperti irama sikardian
dari sampel (sampel diambil pada pagi
hari), konsumsi makanan atau obat
sebelumnya, maupun perangsangan
sekresi saliva (Amerongen, 1992). Selain
kemungkinan tersebut, besar sampel yang
relatif kecil juga mempengaruhi hasil
signifikansi perhitungan (Arief, 2008)
Pada penilaian karies gigi dengan
penghitungan indeks DMF diperoleh hasil
signifikansi sebesar 0,088 atau nilai p >
0,05 yang bermakna bahwa perbedaan
secara statistik dari indeks karies gigi yang
didapat antara siswa perokok dan bukan
perokok tidak signifikan. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
faktor kebersihan mulut, konsumsi makan
sehari-hari, durasi lamanya merokok,
struktur anatomis gigi, serta faktor agen
pejamu atau mikroorganisme (Kidd,
1992).
Pada variabel indeks karies gigi ini,
faktor-faktor lain bisa secara statistik
membuat penilaian menjadi rancu. Namun
jika diteliti lebih jauh lewat tabel 4.2 di
atas, nampak bahwa nilai karies positif
(negatif ditunjukkan dengan angka 0) pada
perokok lebih tinggi dibandingkan pada
bukan perokok, meskipun terdapat
pengecualian pada nilai 6 pada DMF.
Perbedaan ini salah satunya bisa
diakibatkan oleh konsumsi rokok yang
dikonsumsi lebih dari 1 tahun pada sampel
siswa perokok.
Pada analisis lebih lanjut tentang
korelasi dari nilai signifikansi pH saliva dan
indeks DMF pada sampel perokok maupun
kontrol bukan perokok, tidak ditemukan
korelasi kuat antara penurunan nilai pH
saliva dengan kenaikan indeks DMF pada
sampel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
korelasi sebesar 0,222 atau r0,05 (H0
diterima H1 ditolak). Nilai korelasi yang
lemah tersebut tidak sesuai dengan teori
yang telah ada bahwa konsumsi rokok
secara terus menerus dapat mempengaruhi
keseimbangan pH dalam saliva (Loos,
2003) dan keseimbangan pH dari saliva
secara langsung mempengaruhi proses
demineralisasi dari gigi yang
mengakibatkan karies gigi (Amerongen,
1992). Hal ini bisa dipengaruhi oleh banyak
faktor diantaranya tidak meratanya durasi
serta intensitas merokok dari sampel yang
diperiksa, kondisi kesehatan umum dan
NAMA JURNAL VOL./NO./BULAN/TAHUN (DIKOSONGKAN)
6
juga terbatasnya pengendalian perlakuan
sampel dikarenakan penelitian memang
didesain secara cross sectional, sehingga
ada keterbatasan dalam perlakuan sampel
serta kontrol.
Namun untuk arah korelasi yang
didapatkan dalam penelitian ini, sudah
sesuai dengan hipotesa awal dari penulis
bahwa terdapat penurunan pH saliva
disertai dengan peningkatan indeks DMF
pada siswa perokok dibandingkan dengan
siswa bukan perokok yang ditunjukkan
dengan arah korelasi yang sesuai meski
nilai korelasi yang dihasilkan tidak
signifikan.
SIMPULAN
Meskipun terdapat penurunan pH
saliva disertai dengan peningkatan derajat
karies gigi pada siswa perokok ketika
dibandingkan dengan siswa bukan
perokok, namun secara statistik nilai
kemaknaan dari perbedaan tersebut tidak
signifikan yang ditunjukkan dengan nilai p
> 0,05 (0,054 pada pH saliva, dan 0,888
pada derajat karies
Perlunya penelitian lebih lanjut
mengenai korelasi antara pH saliva dan
indeks karies gigi pada perokok dengan
desain penelitian yang lebih akurat dalam
pengendalian sampel serta besaran sampel
yang lebih besar agar faktor perancu dapat
lebih ditekan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Widia Susanti,drg.,M.Kes dan
Margono, dr., M.Kes. yang telah
memberikan bimbingan, kritik, dan saran
yang sangat membantu selama penelitian
hingga penulisan naskah publikasi ini.
DAFTAR PUSTAKAAmerongen, A.V.N. 1991. Ludah dan
Kelenjar Ludah. Arti Bagi Kesehatan Gigi. Alih Bahasa : Prof.drg.Rafiah Abyono. Ed-1.UGM. Yogyakarta. Hal.2,3,23,36,37
Annex, L. 1998. Scientific Committee on Tobacco and Health Technical Advisory Group Review of Emissions in Cigarette Smoke. [cited 2010 mar. 17] Available from:http:/www.archive.officialdocuments.co.uk.
Arief, Mochammad T.Q. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: LPP UNS
Armstrong, S. 1995. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan. Alih Bahasa : Meitasari Tjandiasa. penerbit ARCAN. Jakarta. Didalam Rokok. [cited 2013 aug. 28] Available from : http://.moh.gov.bn.
Cawson, R. A. 1994. Atlas Bantu kedokteran Gigi : Patologi. Alih Bahasa : Sherley, Hipokrates. Jakarta. Hal.2-3.
Darussalam. 2004. Bahan-Bahan Lain Didalam Rokok. [cited 2010 nov. 8] Available from : http://www.moh.gov.bn/prmo/tembakau/tembakau2.htm.
Dewi D..Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Mukosa Mulut.Dentika Dental Jurnal,vol 10,no.2,2005,Hal.132-133,135
NAMA JURNAL VOL./NO./BULAN/TAHUN (DIKOSONGKAN)
7
Dikri, I., Soetanto, S., Widjiastuti, I. 2003. Kelarutan Kalsium Pada Enamel Setelah Direndam Saliva Buatan pH 5,5 dan Ph 6,5. Dental Jurnal.Vol. 36. No.1. Hal.7.
Guyton, A.C., Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa : Irawati dll. Cetakan-1. EGC. Jakarta. Hal.835-836.
Hastono S.P, Sabri L., 2006, Statistik kesehatan, Jakarta: Radja grafindo persada
Hutagalung, Rossa N., 2007. Perbandingan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Kumur-Kumur Dengan Larutan Sukrosa, Sorbitol, dan Xylitol Pada Mahasiswa FKG USU. USU e-Repository
Kelley, L.L., Petersen, C. M. 2007. Sectional Anatomy for Imaging Professionals. Second Edition. Mosby. Elsevier. USA. Hal.242.
Kidd, E.A.M., Bechal, S.J. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulanganya. Alih Bahasa : Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk. EGC. Jakarta. Hal.2,65-67.
Martin, T. 2008. The Effects of Smoking on Human Health Smoking Effect. [cited 2010 mar. 17] Available from: http:// quitsmoking.about.com.
Natamiharja, L., Gronyeke. 2004. Indeks Periodontal dan Hubunganya Dengan Kebiasaan Merokok Pada Pegawai Dinas Pertanian Tingkat I Sumatera Utara. Dentika Dental Jurnal. Vol. 9. No. 1. Hal.6-12.
Roeslan, B.U. 2002. Imunologi Oral. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta. Hal.114-116.
Sari, Ni Nyoman. 2011. Permen Karet Xylitol Yang Dikunyah selama 5 Menit Meningkatkan dan
Mempertahankan pH Saliva Perokok Selama 3 Jam
Sherwood, L. 2001. Fisologi Manusia. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Ed-2. EGC. Jakarta. Hal.545-548.
Tarigan, R. 1995. Karies Gigi. cetakan IV. Hipokrates. Jakarta. Hal.17-18.
Vellappally S., Fiala, Z., Smejkalova, J., Jacob, V., Shriharsa, P. 2007. Influence of Tobacco Use in Dental Caries Development. Cent Eur J Public Healh. Vol. 15. No. 3. Hal.116-120.