Upload
vulien
View
246
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
1
NASKAH PUBLIKASI
STUDI KASUS PADA PREMAN DI KAWASAN INDUSTRI
KARAWANG - JAWA BARAT
Oleh :
Karina Nur Regina
Emi Zulaifah
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2005
2
NASKAH PUBLIKASI
STUDI KASUS PADA PREMAN DI KAWASAN INDUSTRI
KARAWANG - JAWA BARAT
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing
Emi Zulaifah, Dra., Msc,.
3
Studi Kasus Pada Preman Di Kawasan Industri Karawang- Jawa Barat
Karina Nur Regina
Emi Zulaifah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Intisari
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui sosok preman di kawasan industri. Pertanyaan yang hendak diajukan adalah: Aktivitas apa saja yang dilakukan preman?(1) Bagaimana penghayatan preman terhadap aktivitas yang dilakukannya?(2) Faktor-faktor apa saja yang melingkupi keberadaan preman? (3). Responden penelitian adalah tiga orang preman dari tiga kawasan indusri di kabupaten Karawang, responden adalah mereka yang disebut sebagai preman kawasan, merupakan seseorang ataupun sekelompok orang yang berada dalam suatu kawasan industri, berjenis kelamin laki-laki, aktivitas mereka bukan aktivitas legal formal artinya dia bekerja tanpa dibentuk oleh perusahaan berada diluar sistem yang diberlakukan perusahaan namun mampu mempengaruhi sistem yang ada dalam perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi, analisis data dilakukan melalui analisis data kualitatif yang terdiri dari reduksi data da sajian data, desain penelitian dilakukan dengan studi kasus di mana dimaksudkan untuk memahami secara utuh kasus tersebut.
Hasil penelitian menggambarkan empat faktor yang terdiri dari dua puluh satu kategori: 1)faktor penyebab kehadiran atau keberadaan preman, hal ini dapat dijabarkan dengan pendidikan rendah, sulitnya mencari sumber penghasilan yang layak, menafkahi keluarga, secara otomatis ada dikawasan dan depency terhadap kelompok. 2)Nilai sikap dan perilaku yang berkembang dari aktivitasnya: Ragam cara pemaksaan kolektif, kebahagiaan dimaknai sebatas materi, persepsi bahwa bekerja tidak perlu berletih-letih, preman kawasan bukanlah masalah, pengakuan statusnya sebagai preman, keterlibatannya dengan pihak berwajib karena aktivitasnya, tumbuhnya tanggung jawab dan harapan dari aktivitasnya. 3)Faktor pendukung keberadaanya: Ragam aktivitas yang dilakukan, melihat peluang lain di kawasan yang dapat diciptakannya, hubungan informal dengan pihak perusahaan/ kontraktor/ kawasan, keterlibatan masyarakat dan aparat desa disekitar kawasan, perolehan secara finansial dan non finansial. 4)Faktor penghambat keberadaanya: penanganan (perhatian) perusahaan/ kontraktor/ kawasan, penaganan aparat ddan masyarakat desa sekitar kawasan, penanganan internal kelompok. Kata Kunci : Preman kawasan industri, faktor penyebab, nilai sikap dan perilaku yang berkembang, faktor pendukung dan faktor penghambat keberadaannya.
4
Studi Kasus Pada Preman Di Kawasan Industri Karawang- JawaBarat
Latar Belakang Masalah
Akibat dari tidak seimbangnya antara penawaran dan permintaan tenaga
kerja adalah pengangguran. Angka pengangguran sering menjadi indikator
keberhasilan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan, pemerintah dianggap
berhasil jika mampu menurunkan angka pengangguran pada titik yang rendah,
selain sebagai sinyal yang perlu mendapatkan perhatian karena dikhawatirkan
akan berdampak pada masalah sosial seperti masalah-masalah kriminal (Hatmaji
dan Wiyono, 2004). Seda (2004) menggambarkan di daerah perkotaan besar
terutama di pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Semarang dan Bandung.
Kelompok-kelompok perempuan dan anak-anak yang menjadi penganggur penuh,
pekerja seks komersil, gelandangan, maupun anak-anak jalanan banyak terdapat
di kota-kota ini. Sebagai kabupaten yang dekat dengan daerah khusus ibu kota
Jakarta maka Karawang termasuk didalamnya yang mengalami persoalan-
persoalan ini. Jakarta sebagai ibu kota negara, menjadi pusat pemerintahan, pusat
perekonomian dan pusat pembangunan disegala sektor. Pembangunan kota
Jakarta disadari maupun tidak, sedikit maupun banyak, memiliki dampak sangat
signifikan menuju arah positif dan negatif bagi Karawang. Laju pertambahan
penduduk yang menunjukan tren meningkat merupakan salah satu dampak yang
diterima kabupaten Karawang. Badan Pusat Statistik kabupaten Karawang
mencatat pada tahun 2002 jumlah penduduk kabupaten Karawang mencapai
1.862.829 Jiwa, menunjukan prosentase kenaikan sebesar 3,94 % dari tahun 2001
sebesar 1.789.525 Jiwa.
5
Secara geografis kabupaten Karawang berada disebelah utara provinsi
Jawa Barat, Karawang memiliki potensi besar pada sumber daya alam dibidang
agraris lahannya yang subur dialiri sungai-sungai besar dapat menghidupi kurang
lebih 30 % masyarakat di sektor pertanian, sektor yang membawa Karawang
menjadi kota padi. Secara administratif Karawang berada sebelah Barat
berbatasan dengan Bekasi yang bersebelahan dengan Jakarta. Jakarta sebagai
pusat segala sektor pembangunan memiliki prasarana yang dapat di akses oleh
Karawang dengan cukup baik, sehingga Karawang memiliki comparative
advantage terutama pada industri pengolahan, menjadikan industri ini
berkembang begitu pesat, bahkan memiliki kontribusi terbesar dalam struktur
perekonomian Karawang (PDRB, 2004).
Data dinas tenaga kerja mencatat tanah di Karawang khusus untuk zona
kawasan industri tersedia seluas 4.139.57 ha, areal tanah ini tersebar dalam tujuh
kecamatan. Hingga akhir tahun 2001 daerah untuk kawasan industri tercatat enam
kawasan dan dapat menampung 106 lebih unit perusahaan. KIIC sebagai kawasan
industri terbesar di Karawang dengan kapasitas daya tampung 50 unit perusahaan.
Perusahaan sebanyak ini belum mampu menampung angkatan kerja secara
signifikan, di mana jumlah pengangguran berdasarkan klasifikasi pendidikan yang
masih cukup tinggi. Tahun 2002 sebanyak 30.248 orang pencari kerja, dan hanya
2.236 orang saja yang sudah ditempatkan, artinya bila diamati dari banyaknya
jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan maka tingkat pengangguran di
Karawang masih relatif besar (BPS, 2002).
6
Kesempatan untuk bersaing dalam dunia kerja perindustrian Karawang
dengan mengerahkan seluruh kemampuan yang ada dalam diri, ternyata tidak
digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang, banyak diantaranya karena
minim skill maupun pengetahuan. Mencuri, memeras, memaksa, mengancam dan
menggunakan kekerasan hingga melukai korban jika tidak memberi atau
menyerahkan apa yang diminta, merupakan perilaku-perilaku yang sedianya
menjadi pekerjaan bagi mereka. Gambaran seperti ini kemudian membawa
masyarakat akrab dengan sebutan preman, meski mungkin seseorang atau
sekelompok orang ini enggan disebut-sebut sebagai preman (Rahmawati, 2002).
Berita preman mewarnai berita-berita di koran maupun TV, menyebutnya
akhir-akhir ini, sebagai pelaku utama ataupun pelaku suruhan. Aksi Preman
Merajalela di Pantura menjadi Pak Ogah, judul yang menunjukan aksi
gerombolan preman yang sering memeras atau memalak kendaraan di Jalur
Pantura (Kompas, Mei 2003). Aksi Premanisme di kawasan Industri tetap Marak
dan Memprihatinkan, dilakukan sekelompok buruh bongkar muat yang
menetapkan sepihak biaya bongkar muat barang sehingga sangat membebani
pengusaha (Kompas, Oktober 2003).
Penelitian ini sebagai bagian kecil dari kontribusi aktivitas intelektual
tentang manusia di bidang psikologi agar tumbuh pemahaman pada masyarakat,
di mana saat pemahaman itu tumbuh maka lebih jauh lagi diharapkan mampu
memberikan solusi bagaimana seharusnya mengatasi preman ini. Sejalan dengan
pemikiran Rosenzweig (Danim, 2004) bahwa bukti empiris, general dan objektif
diperlukan selain untuk merumuskan sebuah teori tentang perilaku manusia selain
7
untuk memahami, menjelaskan dan mengontrol secara cermat dan sistematik agar
perilaku dapat dijelaskan mana sebab, bagaimana keadaannya sekarang, apa efek
yang muncul di masa depan dari perilaku manusia itu.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini kemudian bertujuan untuk melihat
apa saja aktivitasnya sebagai preman, bagaimana preman memberikan
penghayatan kepada kehidupannya dengan memfokuskan pada keseharian preman
bekerja, dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keberadaan preman.
Manfaat Penelitian
Diharapkan dapat memperkaya khasanah dan memperluas wacana
penelitian dibidang ilmu sosial, manfaat teoritis bagi penulis dan peneliti lainnya
adalah memperoleh pemahaman fenomena sosial preman secara psikologis.
Diharapkan dapat mengungkap bagaimana sebenarnya preman industri ini.
Sebagai penelitian khas daerah hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada pemerintah dan masyarakat kabupaten Karawang
Jawa Barat di mana penelitian ini dilakukan.
Pengertian Preman
Definisi preman sesungguhnya belum banyak dikemukakan oleh para ahli,
Rahmawati (2002) menerangkan preman adalah kelompok masyarakat kriminal,
mereka berada dan tumbuh di dalam masyarakat karena rasa takut yang diciptakan
8
dari penampilan secara fisik juga dari kebiasaan-kebiasaan mereka
menggantungkan kesehariannya pada tindakan-tindakan negatif seperti percaloan,
pemerasan, pemaksaan dan pencurian yang berlangsung secara cepat dan spontan.
Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan pengertian preman sebagai
kata dasar dari premanisme. Kata dasar preman itu sendiri memiliki dua arti, arti
pertama berasal dari kata “partikelir” yang berarti bukan milik pemerintah, bukan
untuk umum, melainkan swasta seperti orang (orang sipil bukan militer) atau
mobil (mobil pribadi bukan mobil dinas), arti kedua berasal dari kalimat “kicak”
yang berarti sebutan untuk orang jahat (penodong, perampok, pemeras dan
sejenisnya).
Sebutan preman agaknya merupakan bantuan dari bahasa Belanda dan
Inggris (www.suaramerdeka.com/03.03.05 dan www.dki.go.id/03.03.05). Dalam
bahasa Belanda berasal dari dua suku kata yakni Vrije Man dengan kata dasar Vrij
yang berarti bebas, merdeka, libur, kosong, swasta, tanpa bayar, porno. Kedua
kata Vrije berarti orang yang bebas (bukan budak) sedangkan Man diartikan
sebagai orang, orang lelaki, awak kapal, suami, prajurit jantan
(Rahajoekoesoemah, 1995). Sedang dalam bahasa Inggris yaitu Free Man, Free
yang berarti leluasa, bebas, dan memerdekakan lalu Man itu sendiri berarti orang,
orang laki-laki (Wojowasito dan Wasito, 1991).
Kusumo (www.bisnis.com/03.03.05) menuturkan bahwa premanisme
dengan kata dasar preman dalam sejarah Indonesia berawal pada zaman
penjajahan Belanda dan pada mulanya tidak berkonotasi negatif. Pada
perkembangannya premanisme kemudian berkonotasi negatif karena cenderung
9
menunjukkan sikap-sikap yang berlawanan, mengabaikan dan melanggar
peraturan yang berlaku. Sejalan dengan gambaran Santoso
(www.suaramerdeka.com/03.03.05) preman dimasa lalu adalah preman (vrije
man) pelindung masyarakat dari tindakan sewenang-wenang kaki tangan penjajah.
Vrije man juga sering muncul sebagai pembela para buruh kontrak asal Jawa,
China, India yang disiksa para centeng. Setiap warga yang mendapat kesulitan
dari suruhan belanda atau tukang kebun (centeng), sering mendapat perlindungan
dari para vrije man. Nasution (tokoh preman Medan) menandaskan bahwa
perbuatan mencuri, merampok dan jenis lain kejahatan, haram bagi preman.
Banyak cara terhormat untuk menghidupi diri, yang penting preman bukan bandit.
Aktivitas dan Makna Hidup
Nash dan Ni’mah (Wardani, 2001) menggambarkan aktivitas tertentu yang
berhubungan dengan pemenuhan fisik dan sosial dengan cara memproduksi dan
mengkomunikasi barang maupun jasa sebagai pekerjaan. Bekerja merupakan
bagian dari usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan sosial
identik dengan bekerja sebagai faktor dalam penghargaan diri dan bagaimana
orang memandang dirinya, sedangkan kebutuhan fisik lebih dikaitkan dengan
kebutuhan ekonomi. Lebih lanjut, Steward (Kuntadi, 1996) memandang bahwa
manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan beradaptasi paling
tinggi, di mana manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dalam situasi apa pun.
Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan usaha manusia untuk beradaptasi
dengan lingkungan disekitarnya.
10
Berbicara aktivitas sama artinya berbicara tentang perilaku. Aktivitas,
aksi, perbuatan, jawaban, menjawab dan reaksi dari seseorang merupakan arti
daripada perilaku. Perilaku itu sendiri diartikan secara sederhana oleh Martin dan
Pear (1996) sebagai esensi dari apa saja yang seseorang lakukan dan apa saja yang
seseorang katakan. Walgito (2003) perilaku atau aktivitas-aktivitas dalam
pengertian luas meliputi perilaku yang tampak (overt behavior) dan tidak tampak
(covert behavior), demikian pula halnya dengan aktivitas berupa aktivitas
motorik, aktivitas emosional dan aktivitas kognitif.
Diawal Rahmawati (2002) menerangkan preman adalah kelompok
masyarakat kriminal, di mana mereka berada dan tumbuh di dalam masyarakat
karena rasa takut yang diciptakan dari penampilan secara fisik juga dari
kebiasaan-kebiasaan mereka dengan menggantungkan kesehariannya pada
tindakan-tindakan negatif seperti percaloan, pemerasan, pemaksaan, pencurian,
mengancam dan tindak kekerasan. Pemaksaan kehendak kepada orang lain,
tindakan atau cara yang menyakitkan disebut sebagai agresi yang merupakan
pelanggaran hak azasi orang lain Berkowitz (2003). Selanjutnya, Baron dan
Richardson (Krahe, 2001) mendefinisikan perilaku agresi dengan segala bentuk
perilaku yang bermaksud untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang
terdorong untuk menghindari perlakuan itu. Preman yang disebut sebagai
kelompok masyarakat kriminal (Rahmawati, 2001) pada perspektif hukum dalam
etiologi kriminal memandang kriminal lebih kepada adanya Differential-
association, learning theory of criminal behavior, psikologi dan sosio psikologi
seorang penjahat. Anomie dipandang sebagai suatu ketiadaan norma atau suatu
11
gejala konflik norma yang dapat dikembalikan pada suatu kondisi kepribadian
seseorang (Atmasasmita, 1997). Bartol dan Bartol (1994) menganalisis tiga faktor
penjelasan perilaku kriminal, (1) merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungan sosial sekitar (2) pengaruh kekuatan dari keinginan-keinginannya (3)
proses kognitif dari individu itu sendiri.
Melihat wacana di atas tidak mengherankan jika kemudian di Karawang
muncul berbagai tindakan kriminal. Dilain pihak timbulnya kejahatan tidak selalu
dapat dikembalikan kepada masalah industrialisasi, urbanisasi, perubahan
teknologi maupun pengangguran. Faktor sosial-psikologis dan masyarakat
setempat dapat juga menjadi penentu (Atmasasmita, 1997). Elliot (Purnianti &
Darmawan, 1994) melihat bahwa suatu kejahatan sebagai masalah masyarakat,
psikologis, psycho-social dan masalah hukum dalam arti legal social problem.
Bartol dan Bartol (1994) juga Kartono (2003) keduanya berpendapat
bahwa kejahatan atau kriminal bukan merupakan herediter bawaan sejak lahir atau
warisan secara biologis melainkan inherediter. Nicaso dan Lamothe (2003)
memandang hal yang sama bahwa kejahatan tidak bersifat genetis, kejahatan juga
bukan ciri kebangsaan seseorang. Tidak ada kelompok yang memiliki
kecenderungan untuk menjadi penjahat atau menyimpan perilaku menyimpang.
Sejalan dengan Maslow (Koeswara, 1991) bahwa pada dasarnya manusia itu baik,
tepatnya netral. Perspektif Maslow atau dalam hal ini perspektif humanistik
memandang manusia yang memiliki kekuatan jahat atau merusak yang ada pada
manusia itu merupakan hasil dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan
bawaan.
12
Preman sangat identik dengan perilaku atau tindakan yang khas
menyimpang dari perilaku masyarakat pada umumnya. Tindakan berkaitan sekali
dengan makna, tindakan dapat juga berarti perilaku, sedianya manusia mampu
memahami perilaku dengan begitu manusia akan mampu memaknai hidupnya.
Sejalan dengan apa yang diungkapkan Adler (2004) jika manusia tidak memahami
tindakan yang dilakukannya maka manusia tersebut tidak akan menemukan
makna hidup baik dalam konteks pribadi, sikap, gerakan, ekspresi, gaya, ambisi,
kebiasaan dan ciri pembawaan lain.
Makna hidup adalah hal-hal yang oleh seseorang diangggap penting,
dirasakan berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan
tujuan hidupnya (Bastaman, 1995). Makna hidup menurut Frankl (Bastaman,
1995) merupakan salah satu dari tiga komponen kebermaknaan hidup. Disini
makna hidup memiliki arti sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan
serta memberikan nilai yang khusus bagi seseorang. Bila makna hidup ini
ditemukan dan dipenuhi akan membuat kehidupan dirasakan berarti dan berharga
terkandung juga tujuan hidup yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi dalam
hidup. Begitu juga menurut Crumbaug dan Maholick (Koeswara, 1992) dari enam
komponen kebermaknaan hidup satu diantaranya adalah makna hidup dengan
definisi sama yakni sesuatu yang dipandang penting dan berharga oleh seseorang,
di mana memberikan nilai khusus serta dapat dijadikan tujuan hidupnya.
Lebih lanjut Adler (2004) mengungkapkan bahwa makna yang diberikan
pada hidup bukan saja makna secara pribadi melainkan makna hidup dengan
memperhatikan manusia seluruhnya dan yang mencoba mengembangkan
13
perhatian terhadap sosial dan cinta. Dengan kata lain makna yang diberikan tidak
hanya untuk diri sendiri melainkan adanya suatu pengakuan dengan
memberikannya pada lingkungan sekitar. Bahkan untuk dapat memahami makna
dalam hidup seorang manusia harus memahami tentang dirinya sendiri terlebih
dahulu melalui pengetahuan diri sendiri, mempelajari pengetahuan ini dengan cara
mengawasi diri sendiri yang sedang menghendaki apa, bagaimana tindakannya,
apa yang dipikirkan dan dirasakan, kemudian meneliti semua makna tersebut
(Suryomentaram, 2003)
Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menggali fenomena preman
disebuah kota yang memiliki kawasan industri di mana tumbuh preman dan
perilaku premanisme dari preman-preman tersebut, pertanyaan yang hendak
diajukan adalah:
1. Aktivitas apa sajakah yang dilakukan preman?
2. Bagaimana penghayatan preman terhadap aktivitas yang dilakukannya?
3. Faktor-faktor apa saja yang melingkupi keberadaan preman?
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Patton (1980) data kualitatif
adalah data mendetail, deskriptif, diperoleh dari analisis mendalam yang
menggambarkan perspektif dan pengalaman pribadi ragam individu. Alsa (2003)
metode kualitatif hasil penelitiannya berupa kata maupun gambar untuk
14
menguraikan fenomena sentral penelitian sehingga menjadi deskripsi yang
panjang. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan rancangan atau desain penelitian studi kasus, Poerwandari (2001)
membagi tiga jenis studi kasus (a) Studi kasus intrinsik; studi kasus ini dilakukan
karena ketertarikan atau kepedulian pada kasus khusus. (b) Studi kasus
instruumental; penelitian pada suatu kasus unik tertentu, dilakukan untuk
memahami isu dengan lebih baik. (c) Studi kasus kolektif; suatu studi kasus
instrumental yang diperluas sehingga mencakup beberapa kasus.
Responden Penelitian
Kriteria pemilihan responden telah jelas, sesuai dengan judul penelitian
yaitu individu-individu yang berada dalam suatu kawasan industri, berjenis
kelamin laki-laki aktivitas mereka bukan aktivitas legal formal artinya bekerja
tanpa dibentuk oleh perusahaan namun mampu mempengaruhi sistem yang ada
didalam perusahaan. Responden penelitian tiga orang preman berasal dari tiga
wilayah kawasan industri Karawang, penetapan responden akan dilakukan dengan
cara observasi dan diskusi yang akan dilakukan peneliti bersama pihak-pihak
terkait seperti pihak kawasan itu sendiri.
Metode Pengumpulan Data
Moleong (1989) mendefinisikan wawancara sebagai percakapan dengan
maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
15
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Penelitian ini menggunakan wawancara
konversasional informal digunakan pada informan penelitian dan wawancara
dengan pedoman umum pada responden penelitian. Metode wawancara ini akan
meliput informasi-informasi subjek, yakni:
a. Berkaitan dengan aktivitas kehidupannya sehari-hari;
b. Berkaitan dengan persepsi atau penghayatan atas kehidupannya sehari-hari;
c. Berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan keberadaannya sebagai
preman di kawasan industri.
Perekaman wawancara akan dilakukan dengan menggunakan tape
recorder hal ini akan menghasilkan data wawancara yang lengkap dan terinci.
Seperti yang diungkapkan Bogdan (1993) bahwa amat mungkin sekali tanpa
rekaman banyak segi penting dari kisah hidup yan tidak tertangani. Alat perekam
lainnya adalah kamera yang menghasilkan foto-foto.
Narbuko dan Ahmadi (2003) Alat observasi diantaranya adalah anecdotal
record, catatan berkala, rating scale, dan Mechanical devices. Penelitian ini
menggunakan anecdotal record catatan yang dibuat oleh peneiti mengenai
kelakuan yang luar biasa yang dianggap penting oleh peneliti. Guba dan Lincoln
(dalam Moleong, 1989) memberikan beberapa petunjuk penting dalam
pembuatannya, diantaranya yang digunakan peneliti adalah catatan lapangan,
catatan ini digunakan dalam situasi pengamatan tak berperan serta di mana
pengamat relatif bebas membuat catatan biasanya dilakukan setelah pengamatan
selesai dilakukan.
16
Metode Analisis Data
Analisis data terdiri dari reduksi data dan sajian data. Reduksi data
merupakan kegiatan yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus,
membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data sehingga kesimpulan
penelitian dapat dilakukan (Patton, 1980). Reduksi data dilakukan dengan
membuat koding dan kategori. Staruss dan Corbin (2003) membagi koding dalam
tiga tahap Koding terbuka dengan melakukan identifikasi terhadap kategori dan
dimensi-dimensi, pengkodean berporos dengan mengorganisasikan data dengan
cara baru dengan memulai dihubungkannya diantara kategori-kategori. Koding
berpilih, secara sistematis dihubungkan dengan kategori-kategori yang lain dan
memvalidasi hubungan tersebut.
Validitas Penelitian
Pada penelitian kualitatif konsep validitas sama artinya dengan konsep
kredibilitas dalam mengartikan dan merangkum bahasan yang menyangkut
kualitas penelitian. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya
mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses,
kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2001).
Johnson (Patten, 2000) mengutarakan beberapa jenis validitas, yakni: a)
Descriptive Validity: mengacu kepada akurasi antara fakta yang didapati
dilapangan dengan hasil penelitian yang dilaporkan peneliti. b) Interpretative
Validity: menekankan pada kesesuaian antara penggambaran maksud penelitian
dengan tujuan penelitian. c) Theoretical Validity: teori digunakan untuk
17
menjelaskan bagaimana suatu fenomena terjadi dan mengapa bisa terjadi. d)
Internal Validity: yang digunakan pada penelitian kualitatif adalah dengan
menekankan pada pembenaran (Justified) terhadap suatu hubungan antara objek
observasi dengan penyebabnya. e) External Validity: penting saat peneliti
melakukan generalisasi penelitian dengan orang lain, latar belakang dan waktu
yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan interpretative validity dan theoretical validity
jika memungkinkan akan digunakan descriptive validity. Kedua validitas itu
dicapai dengan menggunakan participant feedback yaitu melakukan pengecekan
dengan subjek penelitian, peer review yaitu mendiskusikan hasil penelitian
dengan orang yang dirasa lebih ahli dalam hal ini dosen pembimbing skripsi.
Hasil Penelitian Wawancara
Responden dalam penelitian ini adalah seseorang, seseorang tersebut bisa
sebagai seorang kuli, supir tembak, pengelola limbah, penjaga keamanan, calo
tenaga kerja bahkan bisa menjadi semuanya. Aktivitas mereka merupakan peluang
kerja yang ‘diada-adakan’ oleh seseorang untuk tetap survive ditanah
kelahirannya, membawa mereka pada sebutan ‘preman kawasan’. Hasil penelitian
pada saat wawancara didapat dua puluh satu kategori yang dapat disimpulkan
kedalam empat faktor yang menggambarkan keberadaan preman di kawasan
industri, adalah faktor penyebab keberadaannya sebagai preman, faktor nilai sikap
dan perilaku yang berkembang dari aktivitasnya, faktor yang mendukung
keberadaannya, dan faktor yang menghambat keberadaannya.
18
Pembahasan
Penelitian ini dikenakan pada sumber daya masyarakat yang mengalami
peralihan dari masyarakat sektor pertanian menjadi perindustrian, sebagian
masyarakat yang ingin tetap eksis didaerahnya tanpa mampu untuk berkompetisi.
Penelitian ini untuk mengetahui sosok yang sering dikatakan sebagai preman
kawasan industri, kawasan yang pada awalnya merupakan tanah pertanian, kota
lumbung padi. Mereka berada di kawasan industri secara terus menerus tanpa
kejelasan peran, bisa sebagai seorang kuli, supir tembak, pengelola limbah,
penjaga keamanan, calo tenaga kerja bahkan bisa menjadi semuanya, hal ini
merupakan peluang kerja yang ‘diada-adakan’ oleh mereka untuk tetap survive
ditanah kelahirannya (lihat: halaman 54). Ketidakberdayaan mencari sumber
penghasilan yang layak merupakan kategori dari faktor penyebab keberadaan
mereka. Bagi para preman di kawasan yang terpenting adalah adanya kegiatan
meski jelas ini bukan suatu pekerjaan, bagaimana dikatakan suatu pekerjaan jika
sebenarnya tidak ada pihak yang mempekerjakan preman ini, meskipun ada hal ini
disebabkan mereka mengada-adakan pekerjaan tersebut. Pekerjaan bagi mereka
sudah tidak ada lagi bahkan tidak ada yang bisa mempekerjakannya, mereka
merasa sudah tidak ada pilihan pekerjaan lain, mereka juga mengatakan ‘daripada
bekerja yang tidak benar’ sehingga mereka memiliki anggapan bahwa aktivitas
mereka adalah aktivitas yang benar (lihat: halaman 40). Menariknya, satu diantara
tiga responden mengatakan bahwa ditawarkan kepadanya pekerjaan, tetapi
ditolaknya, menurutnya dia merasa tidak bebas jika terikat sebagai pekerja
(JN.brs444&1480). Ketidakberdayaan lainnya adalah faktor keluarga, keluarga
19
bagi para preman ini adalah yang paling penting, apapun akan dilakukan demi
keluarganya. Begitu pula keberadaan para preman di kawasan ini ketiga
responden menyatakan alasan yang serupa, alasan paling krusial mengapa mereka
menjadi preman adalah alasan keharusan mereka menafkahi keluarganya,
bagaimana mereka mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan semata-mata
untuk keluarganya, niatnya keluar dari rumah adalah untuk bekerja dibutuhkan
tenaganya untuk menafkahi keluarga (lihat: halaman 41).
Perolehan secara finansial dari aktivitasnya tentu saja dinikmatinya, dari
muatan barang yang paling kecil seperti paku bahkan yang paling besar seperti
kendaraan bermotor, atau bahkan sama sekali tidak bekerja tetapi tetap
mendapatkan upah, hal ini yang disebut para preman sebagai ‘uang kompensasi’
atau ‘uang nonton’ uang ini merupakan hak para preman industri ini sepenuhnya,
(JN.brs320.hal96 & AAB.brs206.hal125). Selain itu, perolehan lainnya secara non
finansial didapat dengan menjadi pimpinan kelompok, keuntungannya akan
mendekatkan para preman ini pada pihak-pihak yang berkepentingan di kawasan
dan memudahkan akses mereka untuk meluluskan kepentingan-kepentingan
mereka secara pribadi, secara kelompok bahkan instansi seperti pemasukan bagi
desanya (lihat halaman: 58). Pada nilai sikap dan perilaku yang berkembang dari
aktivitasnya para preman ini menggambarkan bahwa mereka sebagai preman
kawasan, meski mereka preman tetapi mereka tak menganggap itu negatif,
baginya preman yang mereka lakukan adalah sebagai preman positif. Hal ini
karena mereka mencoba untuk mengatur diri dan kelompoknya didalam kawasan
saat beraktivitas untuk tidak terjadi keributan, menurutnya jika memang mereka
20
para preman ini negatif, buktinya kenapa tidak ada aparat polisi atau keamanan
maupun pihak kawasan itu sendiri yang menindak aktivitas-aktivitas yang selama
ini mereka lakukan di kawasan (lihat halaman: 47) pernyataan ini tentu saja
menjadi pekerjaan rumah bagi para aparat.
Faktor yang menghambat aktivitas mereka sehingga meminimalkan
keberadaan mereka adalah penanganan-penanganan yang dilakukan pihak yang
berada didalam kawasan maupun disekitar kawasan. Sejauh ini yang terjadi, dua
dari tiga kawasan pada penelitian ini mendasarkan kesepakatan dan tata tertib
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Namun satu kawasan lainnya telah
jauh melangkah dengan menggunakan aparat berwajib yakni aparat kepolisian
untuk menindak para preman ini, hal ini dilakukan karena semakin menjamurnya
pungutan-pungutan liar yang dilakukan para preman ini terhadap para supir yang
akan memasuki kawasan industri (informan:HoDkk.brs46). Penanganan lainnya
dengan memberdayakan para preman ini dengan memberikannya pekerjaan
seadanya. Aparat desa biasanya menangani dengan ikut menjadi penengah antara
pihak kawasan dengan para preman ini seperti membuat draft perjanjian tabel
harga muat bongkar (AAB.brs48.hal122). Penanganan pada tataran internal
kelompok para preman itu sendiri, sejauh ini dengan memberlakukan sangsi
berupa tidak diperkenankannya mereka yang melanggar aturan kelompok, datang
ke kawasan untuk beberapa hari atau bulan (AAB.brs325.hal127).
Preman di kawasan ini kiranya menarik untuk dikaji, sebagai masyarakat
yang terpinggirkan diantara hiruk pikuk pembangunan industri di suatu kota yang
pada awal pembangunan dalam sektor pertanian. Proses preman di kawasan ini
21
menggambarkan proses bagaimana mereka berusaha untuk survive diantara
ketidak berdayaan dan keterpaksaan, nilai sikap dan perilaku yang kemudian
berkembang dari aktivitasnya, di mana ada banyak hal juga yang mendukung
sehingga menguatkan keberadaan mereka dan bagaimana pula pihak-pihak terkait
seperti pihak perusahaan kontraktor dan pihak kawasan pemerintah daerah bahkan
aparat desa mencoba untuk menghambat dengan meminimalisir keberadaannya.
Menyitir pendapat Steward (Kuntadi, 1996) yang memandang bahwa
manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan beradaptasi paling
tinggi, di mana manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dalam situasi apapun,
dan mata pencaharian atau pekerjaan atau aktivitas merupakan usaha-usaha
manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Menyitir pendapat ini
dan melihat hasil penelitian dimungkinkan sekali bahwa menjadi preman
merupakan suatu pola dari adaptasinya dengan lingkungan.
Kesimpulan
Hasil analisis data penelitian sebagai berikut:
1. Para preman ini memiliki ragam aktivitas, menjadi para kuli bongkar muat
barang yang masuk maupun keluar dari kawasan industri, mereka pun mampu
melihat dan menciptakan peluang seperti menjadi calo tenaga kerja. Aktivitas
lainnya adalah beragamnya cara pemaksaan kolektif dari pernyataan kehendak
hingga tindak kekerasan, keterlibatannya dengan pihak berwajib karena
aktivitasnya seperti di penjara.
22
Kesimpulan
Hasil analisis data penelitian sebagai berikut:
2. Para preman ini memiliki ragam aktivitas, menjadi para kuli bongkar muat
barang yang masuk maupun keluar dari kawasan industri, mereka pun mampu
melihat dan menciptakan peluang seperti menjadi calo tenaga kerja. Aktivitas
lainnya adalah beragamnya cara pemaksaan kolektif dari pernyataan kehendak
hingga tindak kekerasan, keterlibatannya dengan pihak berwajib karena
aktivitasnya seperti di penjara.
3. Penghayatan atas aktivitas dan kehidupannya sebagai preman, tergambar
dalam kategori nilai sikap dan perilaku yang berkembang dari aktivitasnya.
Memaknai atau mengartikan kehidupannya hanya sebatas materi seperti duka
adalah tidak memiliki uang, mempresepsikan bahwa bekerja tidak perlu
berletih-letih, merasa apa yang dilakukannya sebagai preman bukanlah
masalah di mana mereka mengakui statusnya sebagai preman, tumbuhnya rasa
tanggung jawab dan harapan lebih lagi dalam finansial
4. Keberadaan para preman pada awalnya didorong karena ketidakberdayaan
atas pendidikannya yang rendah, kesulitanya mencari sumber penghasilan
yang layak, bagaimana ia harus menafkahi keluarganya, secara otomatis
berada di kawasan dan dependency terhadap kelompoknya. Faktor pendukung
keberadaannya adalah kategori beragamnya aktivitas yang dilakukan, melihat
peluang lain di kawasan yang dapat diciptakannya, hubungan informal dengan
perusahaan /kontraktor maupun pihak kawasan, keterlibatan masyarakat
23
maupun aparat desa dalam aktivitasnya tersebut, perolehan secara finansial
maupun non finansial.
5. Faktor penghambat yang dapat meminimalisir keberadaannya melalui
penanganan dari berbagai pihak seperti perusahaan /kontraktor maupun pihak
kawasan pengelola industri, penanganan aparat desa dan kepolisian, dan
penanganan internal kelompok itu sendiri. Adanya kecemburuan sosial
berdasarkan rasa kesukuan yang kental dan rasa memiliki wilayah, rasa bahwa
para preman ini adalah pribumi dan sudah selayaknya mendapat tempat di
daerahnya sendiri. Point 4 ini merupakan temuan lainnya dalam penelitian ini.
Saran- Saran
Beberapa saran dapat peneliti kemukakan dari hasil penelitian, antara lain:
1. Bagi para preman di kawasan industri kemungkinan apapun dapat terjadi
karena aktivitas yang dilakukan di kawasan industri diluar sistem yang
diberlakukan oleh para pihak terkait. Peneliti mengharapkan para preman ini
mampu mengkomunikasikan segalanya pada pihak terkait dengan lebih baik,
selain itu para preman ini dapat memotivasi dirinya untuk beralih profesi
dengan memperkaya diri melalui kursus-kursus tepat guna.
2. Bagi pihak kontaktor/ perusahaan/ maupun kawasan, aparat kemanan,
masyarakat maupun perangkat desa hingga pemerintah daerah diharapkan
dengan sungguh-sungguh menangani para preman ini, peraturan yang
sebijaksana mungkin, pendekatan yang komprehensif akan berdampak baik
bagi kelangsungan perindustrian di Karawang.
24
3. Bagi peneliti selanjutnya, sedikit sekali penelitian tentang para preman ini
termasuk kajian secara psikologis. Kajian lebih lanjut akan memperkaya
khasanah ini masih sangat diperlukan, kajian ini dapat diarahkan pada isu
yang tergambar seperti rasa kesukuan yang kental dan rasa memiliki wilayah
di mana para preman ini lahir dan tinggal. Diberdayakannya para preman
industri sebagai masyarakat yang terpinggirkan masih sangat layak untuk
digali lebih lanjut sehingga diperoleh penjelasan lebih baik lagi. Selain itu
responden yang lebih banyak lagi memungkinkan penelitian menjadi lebih
baik dan lebih mewakili dari responden yang diambil dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adler, A. 2004. What Life Should Mean To You. Penerjemah: Mely Septiani.
Yogyakarta: Alenia Alsa, A. 2003. Pendekatan Kuantitatif Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam
Penelitian Psikologi. Cetakan satu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, offset. Atmasasmitta, R. 1997. Kriminologi. Bandung: Mandar Maju. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Karawang. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karawang Menurut Lapangan Usaha. Karawang: Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2002. Karawang Dalam Angka. Karawang: Badan Pusat
Statistik Bartol, C. R. & Bartol, A. M. 1994. Psychology and Law: Research and
Aplication. Second Edition. California: Wadsworth, Inc. Bastaman, H. D. 1995. integrai Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islami.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bogdan, R & Taylor, S. 1993. Kualitatif (Dasar-Dasar Penelitian). Terjemahan
Surabaya: Usaha Nasional.
25
Berkowitz, L. 2003. Emotional Behavior. Jakarta: PPM. Danim, S. 2004. Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi
Aksara PT Hatmadji, S.H. & Wiyono, N. H. 2004. Karakteristik Penganggur dan Prospek
Penawaran Tenaga Kerja di Indonesia. Jurnal Dinamika Masyarakat, Vol. III. No.2. Jakarta
Koswara, E. 1992. Logterapi: Psikoterafi Viktor Frankl. Bandung: Eresco, PT. Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Kuntadi, H. 1996. Makelar Tanah: Suatu Alternatif Pekerjaan. Studi Kasus Tiga
Makelar TanahDi Banyuraden Gamping Sleman Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Martin, G. & Pear, J. 1992. Behavior Modification: What Is and How To Do It.
New York: Prentice Hall International Editions Moleong, L. J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya,
CV. Narbuko, C. & Ahmadi, A. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, PT. Nicaso, L. & Lamothe, L. 2003. Mafia Global. Jakarta: Grafitipers. Patten, M,L. 2000. Understanding Research Methods. America: Pyrczak
Publishing Patton, M,Q. 1980. Qualitative Evaluations Methods. Beverly Hills, CA: Sage
Publications. Poerwandari, K. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta: LPSP3. Fakultas Psikologi, UI. Purniati & Darmawan, M.K. 1994. Madzhab dan Penggolongan teori dalam
kriminologi. Bandung: Citra Aditya Bakti, PT. Rahajoekoesoemah, D. 1995. Kamus Belanda – Indonesia. Cetakan 1. Jakarta:
IKAPI, Rineka Cipta, PT. Rahmawati, L. 2002. Pengaruh Perkembangan Bidang Industri Terhadap
Premanisme di Kabupaten Karawang (Studi Sosio Kriminologi). Skripsi. Karawang: Fakutas Hukum Universitas Singaperbangsa.
26
Salim, P. 1993. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press
Seda, F. 2004. Pengangguran dan Kelompok-kelompok yang Termarjinalisasi di
Indonesia. Jurnal Dinamika Masyarakat, Vol. III. No.2. Jakarta Strauss, C. & Corbin, J. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Pstaka Pelajar Offset Suryomentaram, KA. 2003. Falsafah Hidup Bahagia. Jakarta: Grassindo. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
ketiga. Cetakan kesatu. Jakarta: Balai Pustaka Tobing, E. 1995. Daily Perspective. www.suaramerdeka.com
Wardani, I. S. 2001. Kehidupan Sosial Ekonomi Orang-orang Terjepit: Studi
Kasus Tukang Tambal Ban Di Kampung Pogung Kidul Sinduadi Mlati Sleman Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
www.cyberkomaps.com www.dki.go.id www.bisnis.com