Upload
nguyennguyet
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditi obat-obatan
yang potensial. Beraneka ragam jenis tanaman obat-obatan telah diproduksi, yang
biasanya digunakan sebagai bahan dasar atau bahan baku pembuatan obat modern
ataupun tradisional. Prospek pengembangan produksi tanaman obat-obatan di
Indonesia dilihat dari beberapa faktor seperti potensi dari flora, keadaan tanah dan
iklim, pengembangan industri obat-obatan modern serta tradisional, serta
peningkatan harga komoditi obat (Santoso, 2008).
Pengembangan obat tradisional ditunjang oleh berbagai faktor diantaranya
kecenderungan semakin berkembangnya masyarakat di dunia untuk “back to
nature” dalam memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai obat-obatan, serta untuk
perawatan kecantikan dan kesehatan. Meningkatnya penggunaan obat tradisional
di kalangan masyarakat dapat dilihat dari meningkatnya jumlah industri obat-
obatan di Indonesia. Pada tahun 2010 terdapat 10 perusahaan farmasi besar di
Indonesia, 9 diantaranya adalah perusahaan farmasi lokal, salah satunya adalah
Kimia Farma, sehingga, industri obat-obatan akan terus mengalami peningkatan.
Diantara beberapa jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia, terdapat
salah satunya yaitu rambutan rapiah (Nephelium lappaceum L.) yang dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit antara lainnya Diabetes millitus
2
(Savitri, 2006). Seluruh bagian tanaman ini bisa digunakan sebagai obat, yang
diduga menghasilkan suatu metabolit sekunder bersifat alelopati (Taiz dan Zeiger,
1991), dan berifat toksik baik terhadap serangga maupun tanaman.
Rambutan merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon yang
tergolong famili Sapindaceae. Rambutan rapiah mengandung senyawa alelopati
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman disekitarnya, hanya tanaman
tertentu saja yang dapat tumbuh di sekitar lahan rambutan. Untuk peningkatan
produksi dan kontinyuitas produk perlu dilakukan usaha penanaman tanaman
rambutan dalam skala besar. Hal tersebut tentu membutuhkan lahan yang luas
dengan jarak tanam umumnya sekitar 12x12 meter untuk pertumbuhan tanaman
yang optimal. Salah satu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang
ditanami dengan sistem tumpang sari atau penanaman tanaman sela di sekitar
tanaman rambutan (Warsana,2009)
Dalam penelitian ini tanaman sela yang digunakan adalah kunyit
(Curcuma domestica Val.) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) yang
tergolong famili Zingiberaceae. Pemilihan kedua temu-temuan tersebut
dikarenakan dapat ditanam dalam pola tanam monokultur maupun
tumpangsari/ganda, baik dengan tanaman semusim maupun tanaman tahunan.
Penanaman anggota temu-temuan, selain sebagai tanaman sela juga dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman obat (TOGA). Peluang pengembangan temu-
temuan diantara pohon rambutan cukup besar, karena intensitas naungan yang
dapat ditolerir komoditas temu-temuan dapat mencapai 40% (Pribadi et al., 2000).
3
Dalam pemilihan tanaman sela, tingkat intensitas naungan dan intensitas
radiasi harus diperhatikan karena penurunan intensitas radiasi menyebabkan
lambatnya proses pertumbuhan tanaman temu-temuan yang termasuk ke dalam
famili Zingiberaceae. Fenomena alelopati merupakan salah satu bentuk interaksi
tanaman yang satu dengan tanaman lain melalui senyawa kimia. Alelopati
merupakan suatu peristiwa dimana individu tanaman menghasilkan senyawa
kimia yang dapat menghambat jenis tanaman lain yang tumbuh di sekitarnya
(Gardner, 1993). Zat alelopati dapat berupa gas atau cairan yang dapat
dikeluarkan melalui akar, batang maupun daun, pengaruh negatif dari alelopati
tergantung dari konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya (Putnam, 1998).
Waler (1987) menyatakan hasil-hasil metabolit sekunder seperti senyawa phenol,
alkaloid, terpenoid, asam lemak, steroid dan polyacetylene dapat berfungsi
sebagai alelokimia. Zat-zat alelopati suatu tanaman paling banyak terlokalisasi di
daun. Pelepasan zat alelopati ke lingkungan secara alamiah terjadi melalui
peristiwa eksudasi akar, basuhan batang dan daun oleh air hujan. Pelepasan atau
penarikan zat aktif juga dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, dengan air atau
pelarut organik lain yang sesuai. Teknik paling sederhana adalah dengan cara
maserasi (perendaman) atau dengan pemanasan.
Senyawa alelopati yang dapat menghambat pembelahan sel-sel akar,
menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel, selain itu
juga terhambatnya respirasi akar, sintesis protein, aktivitas enzim, serta dapat
menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tanaman. Penghambatan dari
seyawa alelopati pada organisme target dapat terjadi secara langsung maupun
4
secara tidak langsung, namun penghambatan yang terjadi belum diketahui secara
pasti (Inderjit, 1996). Hal ini dikarenakan selain alelokimia terdapat faktor lain
yang dapat menghambat pertumbuhan yaitu kompetisi, faktor biotik dan abiotik
sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari
alelokimia itu sendiri. Sehingga perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui
kandungan senyawa aktif dari daun rambutan rapiah.
Penelitian pemanfaatan tanaman obat sebagai tanaman sela telah dilakukan
sebelumnya yaitu oleh Januwati dan Yusron (2000), pada tanaman kencur dan
kunyit dapat dikembangkan di bawah tegakan tanaman sengon yang telah
berumur 3 tahun. Produktivitas kencur 4-5 ton/ha lahan tanaman sengon
sedangkan kunyit 4-7 ton/ha.
Penelitian lain yaitu tumpangsari kunyit dan kencur dengan tanaman
legum (kacang tanah, kacang hijau dan kacang tunggak) di bawah sengon umur 3
tahun di Boyolali, diperoleh produktivitas kencur ±8.8 ton/ha, kacang tanah 1.24
ton/ha dan kacang hijau 1.15 ton/ha. Pendapatan petani tertinggi diperoleh pada
pola tanam kencur dan kacang tanah, yaitu 1.68 ton/ha (Januwati dan Pribadi,
2000).
Penelitian Suardani (1996), menggunakan biji jagung dan kedelai yang
diberikan penyiraman ekstrak daun tanaman perindang seperti akasia, angsana,
flamboyan dan asam keranji. Dijelaskan bahwa ekstrak beberapa jenis tanaman
perindang tersebut menurunkan persentase kecambah pada kedelai dan jagung
dengan pemberian konsentrasi ekstrak 20%, sedangkan penelitian Nurmansyah
5
et.al (2003), mengenai tumpang sari gambir dengan beberapa jenis temu-temuan
memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik.
Pemilihan konsentrasi ekstrak pada penelitian ini berdasarkan acuan dari
penelitian Nurmasyah (2003), yang menjelaskan bahwa tumpang sari temu-
temuan dengan pemberian konsentrasi ekstrak 20% sudah memperlihatkan adanya
pertumbuhan yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari tesis ini adalah
1. Senyawa apa sajakah yang terkandung pada daun rambutan rapiah ?
2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan
tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong familia Zingiberaceae ?
3. Tanaman manakah yang paling cocok tumbuh dan dapat digunakan
sebagai tanaman sela di bawah pohon rambutan rapiah ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari tesis ini adalah
1. Untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terkandung pada daun
rambutan rapiah dengan melakukan uji fitokimia.
2. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap
pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong familia
Zingiberaceae
6
3. Untuk menentukan tanaman yang paling cocok tumbuh dan dapat
digunakan sebagai tanaman sela dibawah pohon rambutan rapiah.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari tesis ini adalah
1. Dapat memberikan informasi mengenai kandungan senyawa aktif dari
daun rambutan rapiah.
2. Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh daya hambat ekstrak
daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan
temulawak yang tergolong familia Zingiberaceae.
3. Dapat memberikan informasi dalam pemilihan jenis tanaman sela dalam
pemanfaatan lahan sekitar pohon rambutan rapiah sehingga dapat
mengoptimalkan penggunaan lahan guna meningkatkan nilai tambah lahan
yang ditanami.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Rambutan Rapiah
Pohon rambutan dalam taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Comber, 1949) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Nephelium
Spesies : Nephelium lappaceum L.
Gambar 2.1 Pohon Rambutan Rapiah
(Rukmana, 2002)
Rambutan rapiah berupa pohon dengan batang berkayu, batang berbentuk
silindris, permukaan batang kasar, batang berwarna coklat dengan bercak-bercak
8
putih, percabangan simpodial. Arah tumbuh batang tegak lurus, arah tumbuh
cabang ada yang condong ke atas ada yang mendatar. Rambutan merupakan
tanaman tropis yang tergolong ke dalam famili lerak-lerakan atau Sapindaceae
yang berasal dari daerah kepulauan di Asia Tenggara. Kata "rambutan" berasal
dari bentuk buahnya yang mempunyai kulit menyerupai rambut. Rambutan
sebagian besar terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Kamboja, Karibia,
Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Sri Lanka.
Pohon rambutan tumbuh dengan baik pada suhu rata-rata 25oC, tinggi
dapat mencapai 8 m namun biasanya tajuknya melebar hingga jari-jari 4 m.
Pertumbuhan rambutan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air. Setelah masa
berbuah selesai, pohon rambutan akan bersemi (flushing) dan akan menghasilkan
cabang dan daun baru. Tahap ini sangat jelas teramati dengan warna pohon yang
hijau muda karena didominasi oleh daun muda. Pertumbuhan ini akan berhenti
ketika ketersediaan air terbatas. Pohon rambutan memerlukan iklim lembab untuk
tumbuh dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2.000 mm. Rambutan
merupakan sebagian tanaman yang memiliki banyak manfaat, mulai kulit, daun,
biji, hingga akar, dapat dimanfaatkan sebagai obat. Kandungan senyawa kimia
daun rambutan sesuai dengan uji fitokimia yang telah dilakukan terdiri dari tanin,
saponin, flavonoid, dan steroid.
Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah kulit buah
untuk mengatasi disentri dan demam, kulit kayu untuk mengatasi sariawan, daun
dapat mengatasi diare, menghitamkan rambut, akar untuk mengatasi demam, dan
biji digunakan untuk mengatasi kencing manis.
9
Dilihat dari potensi produksi rambutan, Indonesia menduduki tempat
kedua terbesar setelah Thailand (Silitonga, 2000), sebagai salah satu komoditi
ekspor. Perkembangan ekspor rambutan Indonesia periode tahun 1999-2007
mengalami peningkatan volume sebesar 24,52 persen pertahun, yaitu dari 230.706
kilogram pada tahun 1999 menjadi 396.093 kilogram pada tahun 2007.
Tabel 2.1.Perkembangan ekspor rambutan Indonesia tahun 1999-2007
Tahun Rambutan
Volume
(kg)
Pertumbuhan(%) Nilai ekspor (USS) Pertumbuhan (%)
1999 230.706
2000 233.055
2001 202.934
2002 366.436
2003 604.006
2004 134.772
2005 262.113
2006 328.417
2007 396.093
-
1.02
-12.92
80.57
64.83
-77.69
94.49
25.30
20.61
419.894
327.907
174.803
588.14
985.58
117.36
312.628
394.236
293.756
-
-21.91
-49.69
236.46
63.03
-87.76
166.44
26.10
-25.49
Rata-rata 24.5 38.77
Sumber : Badan Pusat Statistik (1999-2007).
Dari survey yang telah dilakukan, terdapat 22 jenis rambutan baik yang
berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis
dengan galur yang berbeda. Adapun ciri-ciri yang membedakan setiap jenis
rambutan dilihat yaitu dilihat dari sifat buah seperti daging buah, kandungan air,
10
bentuk, warna kulit, panjang rambut. Dari beberapa jenis rambutan diatas hanya
beberapa varietas rambutan yang banyak digemari masyarakat dan dibudidayakan
diantaranya:
1. Rambutan Rapiah, buahnya tidak terlalu lebat namun memiliki mutu
buahnya tinggi, kulit berwarna hijau-kuning-merah tidak merata dengan
berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal,
ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai 6
hari setelah dipetik.
2. Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan
hasil rata-rata 160-170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning,
halus, rasanya segar manis-asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4
hari setelah dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan.
3. Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170
ikat perpohon, kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua,
rambut kasar dan agak jarang, rasa manis, sedikit berair tetapi kurang
tahan dalam pengangkutan.
2.2 Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit merupakan tanaman obat berupa terna yang bersifat tahunan
(perenial) tersebar di daerah tropis, tumbuh subur dan liar di sekitar hutan/bekas
kebun. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang
termasuk batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau
kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk
11
bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm pangkal daun
meruncing, berwarna hijau seragam. Perbungaan muncul langsung dari rimpang,
terletak di tengah-tengah batang, ibu tangkai bunga berambut kasar dan rapat, saat
kering tebalnya 2-5 mm, panjang 16-40 cm, daun kelopak berambut berbentuk
lanset panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm (Sudarsono et al., 1996).
Klasifikasi tanaman kunyit yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val.
(Backer, 1968)
Gambar 2.2 Tanaman Kunyit
(Hariana, 2006)
Tanaman kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, yang dicangkul dengan
baik akan menghasilkan rimpang yang berlimpah. Jenis tanah yang baik
12
digunakan yaitu jenis tanah latosol tanah lempung berpasir dengan bahan organik
tinggi. Tanaman kunyit tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya penuh atau
sedang, sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tempat-tempat
terbuka dan sedikit naungan. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun
dengan suhu udara optimum antara 19-30o C (Nugroho, 1998).
Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan
tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut,
penyakit hati, karminatif, stimulan, gatal-gatal, gigitan serangga, diare, rematik.
Kandungan utama di dalam rimpangnya terdiri dari minyak atsiri, kurkumin,
resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom,
lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Zat warna kuning yang biasa disebut
dengan kurkumin umum dimanfaatkan sebagai pewarna untuk pangan dan pakan
ternak (Chattopadhyay et al., 2004).
Kunyit mempunyai banyak aktivitas farmakologi salah satunya yaitu
sebagai antiinflamasi. Menurut Jain et al. (2007), ekstrak kunyit mempunyai
aktivitas sebagai antialergi melalui penghambatan pelepasan antihistamin oleh sel
mast, dan fraksi etil asetat mempunyai potensi yang paling tinggi dibandingkan
dengan fraksi lain. Pandya (1995), mengatakan bahwa serbuk kunyit mempunyai
aktivitas penyembuhan luka pada pasien Diabetes dan terbukti mempunyai
aktivitas antimikroba dan antifungi yang signifikan. Kunyit seperti halnya
tanaman obat lain mengandung senyawa aktif yang mungkin menyebabkan
timbulnya efek samping dan interaksi dengan herbal lain, suplemen, atau obat.
Kunyit dan kurkuminoid diketahui aman apabila diberikan sesuai dengan dosis
13
yang direkomendasikan. Berdasarkan studi evaluasi keamanan yang dilakukan
Chattopadhyay et al. (2004) kunyit tidak memberikan efek toksik pada dosis
tinggi, tetapi pada penggunaan berlebihan kurkumin murni dapat menyebabkan
gangguan lambung.
2.3. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.)
Temulawak merupakan tanaman terna berbatang semu dengan tinggi
hingga lebih dari 1 m tetapi tidak lebih dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap.
Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan memiliki cabang yang kuat,
berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk
bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan. Memiliki panjang
daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm (Herman, 1985).
Klasifikasi tanaman temulawak adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
14
Gambar 2.3 Tanaman Temulawak
(Hariana, 2006)
Bagian dari tanaman temulawak yang paling banyak dimanfaatkan adalah
bagian umbinya. Bagian pinggir penampangnya berwarna kuning muda,
sedangkan bagian tengahnya berwarna kuning tua, memiliki aroma tajam dan rasa
yang pahit (Darwis et al., 1992). Bagian rimpang ini biasanya dipanen setelah
berumur 8 – 12 bulan. Secara alami temulawak tumbuh dengan baik pada lahan
yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami tanaman
ini dapat tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati.
Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
berbagai cuaca di daerah beriklim tropis. Tanaman memerlukan curah hujan
tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun. Perakaran temulawak dapat beradaptasi
dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir
maupun latosol. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal
diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian
pemupukan secara anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara
yang cukup dan dapat menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang
15
mengandung bahan organik ini diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah
tergenang oleh air (Sardiantho, 1997).
Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman temulawak ini berkisar
antara 19-30 oC. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl
dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Temulawak merupakan
tanaman obat berupa tanaman rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat
temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura biasanya disebut
dengan lobak (Rukmana, 1995).
Rimpang temulawak segar mengandung air sekitar 75%, mengandung
minyak atsiri (volatile oil), lemak (fixed oil), zat warna/pigmen, protein, resin,
selulosa, pentosan, pati, mineral, zat-zat penyebab rasa pahit dan sebagainya.
Kandungan berbagai komponen tersebut sangat tergantung pada umur rimpang
pada saat dipanen, temulawak memiliki kandungan minyak atsiri yang tinggi
dibandingkan denga curcuma yang lain. Temulawak merupakan tanaman yang
banyak digunakan untuk obat atau bahan obat. Temulawak merupakan komponen
penyusun hampir setiap jenis obat tradisional yang dibuat di Indonesia. Dalam
konteks penggunaan obat tradisional, temulawak digunakan untuk mengatasi
penyakit tertentu, atau juga digunakan sebagai penguat daya tahan tubuh dari
serangan penyakit (Moelyono, 2007).
2.4 Tanaman TOGA
Tanaman obat keluarga (TOGA) merupakan beberapa jenis tanaman obat
pilihan yang ditanam di pekarangan rumah atau lingkungan sekitar rumah.
16
Tanaman obat yang dipilih biasanya yang dapat digunakan untuk pertolongan
pertama atau obat-obat ringan seperti demam dan batuk. Tanaman obat yang
sering ditanam di pekarangan rumah antara lain sirih, kunyit, temulawak,
kembang sepatu dan sambiloto (Gunawan, 2004). Tanaman obat keluarga selain
digunakan sebagai obat juga memiliki berapa manfaat lain yaitu :
1. Dapat dimanfaatkan sebagai penambah gizi keluarga seperti pepaya, timun
dan bayam.
2. Dapat dimanfaatkan sebagai bumbu atau rempah-rempah masakan seperti
kunyit, kencur, jahe, serai, dan daun salam.
3. Dapat menambah keindahan (estetis) karena di tanam di pekarangan
rumah seperti mawar, melati, bunga matahari, kembang sepatu, tapak dara
dan kumis kucing.
Tanaman obat-obatan dapat ditanam dalam pot-pot atau di lahan sekitar rumah.
Apabila lahan yang dapat ditanami cukup luas, maka sebagian hasil panen dapat
dijual dan untuk menambah penghasilan keluarga.
2.5 Alelopati
Kepadatan populasi semakin meningkat terus menerus sehingga suatu
ekosistem persaingan atau kompetisi akan timbul antara organisme satu dengan
organisme lainnya terhadap unsur pertumbuhan seperti unsur hara, air, cahaya
matahari dan tempat tumbuh tidak dapat terpenuhi (Deshmukh, 1992). Kesuburan
lahan merupakan lingkungan tumbuh biotik dan abiotik yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Kesuburan lahan dipengaruhi oleh unsur hara
17
makro dan mikro serta unsur toksik yang ada di dalam tanah. Senyawa toksik
yang dihasilkan oleh tanaman dan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
lain atau tanaman itu sendiri disebut dengan senyawa alelopati. Senyawa alelopat
biasanya berasal dari eksudasi atau ekskresi dari akar, volatilasi dari daun yang
berupa gas melalui stomata, larut atau leaching dari daun segar melalui air hujan
atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi, dan transformasi dari
mikroorganisme tanah.
Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tanaman
menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang
tumbuh bersaing dengan tanaman tersebut. Keuntungan tanaman yang
mengeluarkan senyawa alelopati yaitu keuntungan dalam persaingan sebab
tanaman lawannya dilemahkan terlebih dahulu oleh adanya senyawa kimia
tersebut (Tjitrosoedirjo dkk.,1984). Tyasmoro (1991), mengemukakan bahwa
alelopati merupakan suatu pengaruh yang berbahaya dari suatu tanaman terhadap
tanaman lain yang tumbuh di sekitarnya melalui produksi racun atau senyawa
penghambat pertumbuhan yang dilepas di lingkungan sekitarnya.
Rice (1974) berpendapat bahwa alelopati adalah pengaruh yang langsung
ataupun tidak langsung dari suatu tanaman lain melalui produksi senyawa-
senyawa yang dilepas ke lingkungannya. Selain itu Moral dan Gates (1971),
menyatakan bahwa senyawa alelopati dapat menimbulkan hambatan pada
perkecambahan, pertumbuhan atau pada metabolisme suatu tanaman lain yang
disebabkan oleh pelepasan senyawa-senyawa organik oleh suatu tanaman.
18
2.6 Sumber Senyawa Alelopati
Sumber senyawa alelopati yang bersifat racun tersebut dapat terjadi
melalui beberapa cara yaitu diantaranya eksudasi dari akar, larut dari daun segar
melalui air hujan atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi dan
transformasi dari mikroorganisme tanah. Pada umumnya konsentrasi senyawa
alelopati yang berasal dari daun segar jauh lebih rendah dibandingkan yang
berasal dari serasah yang telah terdekomposisi (Hasanuzaman, 1995).
Moenandir (1988), menyatakan sumber senyawa kimia yang mempunyai
sifat alelopati dapat berasal dari bagian-bagian tanaman seperti :
1. Akar
Akar dari tanaman Chaenopodium album dapat mengeluarkan senyawa
beracun bagi tanaman lain sejenis asam oksalat pada saat stadium
pembungaan.
2. Batang
Batang juga dapat mengeluarkan senyawa alelopati, meskipun jumlahnya
tidak sebanyak daun. Namun demikian, batang seperti jerami yang
dilapukkan mengandung senyawa alelopati sehingga dapat sebagai sumber
terjadinya alelopati.
3. Daun
Daun merupakan tempat terbesar bagi senyawa alelopati beracun yang
mengganggu tanaman tetangganya atau tanaman yang berada di
sekitarnya.
19
4. Buah
Beberapa jenis buah mengandung senyawa alelopati walaupun
konsentrasinya kecil tetapi bisa menghambat perkecambahan biji dari buah
tersebut.
5. Bunga dan biji
Dalam bunga juga dikenal sejumlah senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan.
2.7 Mekanisme Alelopati
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antara tanaman,
mikroorganisme, atau antara tanaman dan mikroorganisme. Menurut Rice (1984),
interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau
tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme
(tanaman, hewan atau mikroba) terhadap pertumbuhan dan perkembangan
organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut
alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis
organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).
Alelokimia pada tanaman dibentuk di berbagai organ, akar, batang, daun,
bunga atau biji, dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap jenis. Pada
umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan
menjadi 14 golongan, yaitu terdiri dari : asam organik larut air, lakton, asam
lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan
derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam
20
amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. Pelepasan alelokimia pada umumnya
terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres
biotik maupun abiotik.
Alelokimia pada tanaman dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme
sasaran melalui penguapan, eksudasi akar dan dekomposisi. Setiap jenis
alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ
pembentuknya atau sifat kimianya. Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya
yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme
(khususnya tanaman) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks,
namun menurut Einhellig (1995), proses tersebut diawali di membran plasma
dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau
hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan
dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata
dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses
sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa
fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada
terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran.
Alelokimia dilepas ke lingkungan dengan berbagai cara diantaranya
dengan pencucian daun dan batang yang disebabkan oleh hujan, kabut, embun,
gugurnya daun dan bagian tanaman lain ke tanah yang kemudian akan mengalami
pelapukan, penguapan yang timbul dari bagian tanaman yang ada diatas tanah dan
pelepasan dari bagian tanaman yang ada dibawah tanah. Pelapukan bagian
21
tanaman di tanah, seperti mulsa mengeluarkan senyawa yang sangat beracun dan
menghambat pertumbuhan tanaman lain dalam sistem rotasi. Demikian pula sisa-
sisa tanaman yang tak terangkat dari lahan akan mengalami perombakan oleh
mikroorganisme di dalam tanah dan dapat berpengaruh negatif pada tanaman lain.
Alelopati tentunya menguntungkan bagi tanaman yang menghasilkannya,
namun merugikan bagi tanaman sasaran. Oleh karena itu, tanaman yang
menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu,
sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tanaman penghasil
alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air
dapat terkonsenterasi pada tanaman penghasil alelokimia dan tanaman tertentu
yang toleran terhadap senyawa ini.
Proses pembentukan senyawa alelopati sungguh merupakan proses
interaksi antarjenis atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan
suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi
dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Senyawa Alelopati
Tanaman bervariasi didalam mengahsilkan senyawa kimia penyebab alelopati,
tergantung pada keadaan lingkungan tempat tumbuhnya. Sastroutomo (1990)
mengemukakan bahwa hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Kuantitas, kualitas dan lamanya penyinaran merupakan faktor yang sangat
penting mempengaruhi pembentukan senyawa alelopati. Semakin banyak
22
dan semakin lama suatu tanaman terkena sinar matahari kandungan
alelopatinya semakin banyak.
2. Kekurangan unsur hara dapat juga mempengaruhi produksi alelopati.
Kekurangan boron, kalsium, magnesium, nitrogen, fosfor, kalium, dan
sulfur diketahui dapat memacu prduksi senyawa alelopati pada beberapa
jenis tanaman.
3. Jenis dan umur jaringan tanaman memiliki pengaruh yang penting karena
senyawa alelopati tersebar tidak merata dalam tanaman. Makin tua umur
jaringan tanaman kandungan senyawa alelopatinya semakin besar.
4. Jenis tanaman yang menghasilkan senyawa kimia dan jenis tanaman yang
dipengaruhi juga memegang peranan penting karena senyawa kimia yang
bersifat alelopati tidak berpengaruh pada semua jenis tanaman. Selain itu,
daya hambat senyawa kimia penyebab alelopati dapat dipengaruhi oleh
keadaan pada waktu sisa tanaman mengalami pelapukan dan lamanya sisa
tanaman mengalami pelapukan.
2.9 Ekstraksi
Ekstraksi adalah salah satu cara untuk mengambil atau menarik komponen
kimia yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Ekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur dan
kandungan air bahan tanaman yang akan diekstraksi (Harborne, 1996). Dalam
mengekstraksi suatu tanaman sebaiknya menggunakan jaringan tanaman yang
masih segar, namun kadang-kadang tanaman yang akan dianalisis tidak tersedia
23
sehingga untuk itu jaringan tanaman dapat dikeringkan terlebih dahulu sebelum di
ekstraksi. Ektraksi serbuk kering jaringan tanaman dapat dilakukan secara
maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang
tingkat kepolarannya berbeda-beda.
Pada penelitian ini teknik ekstraksi yang digunakan adalah teknik
maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel untuk menarik
komponen yang diinginkan dan merupakan cara ekstraksi yang sederhana.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk daun rambutan menggunakan
pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel.
24
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Pohon rambutan rapiah merupakan salah satu tanaman buah yang
mempunyai nilai komoditi yang cukup tinggi. Dalam budidaya tanaman rambutan
terdapat ruang kosong antar tanaman yang memiliki peluang untuk dimanfaatkan
sebagai tanaman tumpang sari. Pola tanam tumpang sari merupakan salah satu
usaha untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal. Apabila sumber daya
lahan dimanfaatkan secara optimal, maka akan terjadi keseimbangan biologis.
Dengan demikian penganekaragaman hasil dan total produksi menjadi lebih
tinggi, jika dibandingkan dengan sistem monokultur.
Tanaman kunyit dan temulawak merupakan tanaman yang tergolong ke
dalam famili Zingiberaceae atau temu-temuan. Tanaman ini termasuk kedalam
tanaman obat keluarga (TOGA) dimana dalam penelitian ini tanaman kunyit dan
temulawak digunakan sebagai tanaman tumpang sari di bawah pohon rambutan,
dan penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh daun rambutan rapiah yang
dikatakan mengandung alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman
yang tumbuh disekitarnya.
Pemilihan tanaman kunyit dan temulawak karena dapat dimanfaatkan
sebagai obat tradisional, dan mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik pada
tingkat naungan sampai 45%. Penelitian alelopati oleh Drajad dkk. (2000), pada
ekstrak daun kleresede (Gliricidia sp.) diperlakukan pada biji sawi dan bayam
25
memperlihatkan penurunan persentase perkecambahan biji sawi dan bayam pada
konsentrasi 20%. Penghambatan perkecambahan mulai terlihat pada konsentrasi
5%. Maka berdasarkan penelitian diatas, diharapkan pada penelitian ini
didapatkan tanaman tumpang sari yang cocok dibawah pohon rambutan rapiah.
Penelitian Bustos dkk. (2008), tanaman Mentha sp. yang ditumpangsarikan
dengan kopi arabika dapat menyerap senyawa alelopati di dalam tanah yang
dihasilkan oleh tanaman kopi arabika berupa senyawa caffeine. Djazuli (2002)
menambahkan bahwa dari hasil analisis senyawa fenolik diperoleh informasi
bahwa ada empat senyawa yang bersifat alelopatik dan toksik seperti asam
kumarat, asam adifat, asam sinapat dan asam hidroksi bensoat di dalam daun
nilam segar cukup tinggi, tetapi setelah mengalami proses penyulingan dan
pengomposan, kadar senyawa racun tersebut menurun secara nyata.
Dari hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa dampak racun
dari alelopati tanaman nilam dapat berkurang dengan perlakuan pengapuran,
pemanasan tanah dengan autoklaf dan aplikasi pola tumpang gilir dengan
tanaman Mentha piperita (Djazuli 2002).
26
3.2 Konsep
Konsep dari usulan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini :
Gambar 3.1 Konsep Usulan Penelitian
Pohon Rambutan Rapiah (Nephelium lappaceum L.)
Dapat digunakan sebagai obat antidiabetes
Mengandung senyawa alelopati sehingga tanaman
disekitarnya sulit untuk tumbuh
Dipilih tanaman yang cocok tumbuh dibawah pohon
rambutan
Solusi dengan menanam bibit kunyit dan temulwak dan
diberikan perlakuan ekstrak daun rambutan
Bibit yang tumbuh diamati dari segi morfologi dan dilakukan uji
fitokimia pada ekstrak daun rambutan
Analisa morfologi :
• Tinggi tanaman
• Panjang daun
• Lebar daun
• Jumlah daun
• Jumlah tunas
• Berat rimpang
Uji fitokimia :
• Triterpenoid
• Steroid
• Flavonoid
• Alkaloid
• Polifenol
• Saponin
• Tanin
• Antrakuinon
Tanaman tumpang sari (Agroforestry)
27
3.3 Hipotesis
Hipotesis dari usulan penelitian ini adalah
H0 = pemberian ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%
dan 20% tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kunyit
dan temulawak yang tergolong kedalam familia Zingiberaceae.
H1 = pemberian ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%
dan 20% memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan
temulawak yang tergolong kedalam familia Zingiberaceae
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu pemberian ekstrak daun rambutan
rapiah dengan konsentrasi ekstrak yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Masing-
masing perlakuan terdiri dari 5 kali ulangan dan setiap kali ulangan diulang
sebanyak 3 kali. Sehingga tiap konsentrasi terdiri dari 15 unit percobaan. Dengan
demikian ada 5x5x3 = 75 unit percobaan untuk masing-masing jenis tanaman.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian daya hambat ekstrak daun rambutan rapiah dilaksanakan di
Greenhouse Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Udayana, analisis
fitokimia ekstrak daun rambutan dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Jurusan
Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Udayana dan analisis tanah dilakukan di Lab Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Udayana. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2013 sampai
April 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian, peneliti membatasi
pembahasan hanya pada kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak daun
29
rambutan rapiah terhadap respon pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak.
Respon tanaman yang telah diberi perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah dilihat
melalui karakter morfologi yang meliputi : tinggi tanaman, panjang daun, lebar
daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Pada akhir penelitian akan
dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada
ekstrak daun rambutan rapiah.
4.4 Penentuan Sumber Data
Sampel kunyit dan temulawak dengan berat kurang lebih 30-50 gram dengan
panjang 3-10 cm dan memiliki 3-5 mata tunas. Dipilih bibit rimpang dengan berat
dan ukuran yang sama, dalam 1 pot plastik berisi 1 buah bibit rimpang. Untuk
pengamatan morfologi tanaman variabel yang diamati adalah tinggi tanaman,
panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Untuk
mengetahui kandungan senyawa aktif pada daun rambutan rapiah dilakukan uji
fitokimia.
4.5 Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi pemberian ekstrak
daun rambutan rapiahyang berbeda yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Variabel
tergantungnya adalah respon tanaman pada pertumbuhan dari tanaman kunyit dan
temulawak yang diamati dari segi morfologi.
30
4.5.1 Morfologi tanaman Zingiberaceae
Variabel yang diamati untuk mengetahui ciri morfologi dari tanaman
kunyit dan temulawak yaitu : tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah
daun, jumlah tunas dan berat rimpang yang diberi perlakuan ekstrak daun
rambutan rapiah dengan konsentrasi 0%,5%,10%,15% dan 20%.
4.6 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada usulan penelitian ini adalah bibit rimpang
kunyit dan temulawak dengan berat 30-50 gram dengan panjang 3-10 cm dan
mata tunas maksimal 3-5, daun rambutan rapiah, aquades,metanol 95%, tanah
berpasir sebagai media tanam, ekstrak daun rambutan rapiah.
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen pada usulan penelitian ini adalah, timbangan analitik, botol
kaca, batang pengaduk, cawan porselen, vaccum rotary evaporator, gelas beker,
gelas ukur, plastik, pot plastik ukuran 20 cm, erlemeyer, camera, gunting, blender,
penggaris dan label.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Pengumpulan dan preparasi sampel
Sampel daun rambutan rapiah diperoleh di wilayah Ketewel, Perumahan
Candra Asri No. 1, bibit rimpang diperoleh dari Balai Pusat Pembibitan Tanaman
31
Pertanian (BPPTP) Luwus. Sampel daun rambutan rapiah dikumpulkan, kemudian
dicuci dan dikering anginkan selama 2 hari. Daun yang sudah kering angin
diblender hingga diperoleh serbuk, kemudian dibungkus dan disimpan di tempat
kering.
4.8.2 Pembuatan ekstrak daun rambutan rapiah
Daun rambutan rapiah diekstrak dengan menggunakan metode ekstraksi
dari Oyun (2006), dengan cara sebagai berikut : bubuk daun rambutan rappiah
dimaserasi dengan menggunakan 100 mL metanol 95% selama satu hari, lalu
disaring. Ampasnya dimaserasi kembali dengan 2 kali pengulangan masing-
masing menggunakan 100 mL metanol 95% selama satu hari, sehingga total
jumlah metanol yang digunakan sebanyak 200 mL. Filtrat yang diperoleh melalui
penyaringan ditampung dan diuapkan dengan vaccum rotary evaporator untuk
mendapatkan ekstrak kental. Setelah didapatkan ekstrak kental, kemudian
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitis sesuai dengan konsentrasi
yang telah ditentukan.
4.8.3 Prosedur penyiapan bibit rimpang kunyit dan temulawak
Penyemaian bibit rimpang dapat dilakukan dengan peti kayu atau
diletakkan di atas bedengan. Rimpang kunyit dan temulawak yang baru dipanen
dari kebun dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan.
Selanjutnya patahkan rimpang tersebut dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata
tunas (berat dan ukuran rimpang seragam). Potongan bakal bibit tersebut di kemas
32
kedalam karung beranyaman jarang, selanjutnya dicelupkan kedalam larutan
fungisisda sekitar satu menit kemudian dikeringkan. Setelah itu dimasukan ke
dalam peti kayu berukuran sekitar 40x40 cm. Cara penyemaian dengan
menggunakan peti kayu ini dilakukan dengan bagian dasar peti kayu diletakan
bakal bibit selapis, kemudian diatasnya diberi abu gosok atau sekam padi yang
berfungsi sebagai pertukaran udara serta mempertahankan kelembaban. Demikian
seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi. Setelah
2-4 minggu, rimpang kunyit dan temulawak siap disemai (Nugroho, 1998).
4.8.4 Pembuatan Media Pertumbuhan
Media pertumbuhan yang digunakan adalah tanah dengan campuran pasir
dengan perbandingan 1 : 1 sebanyak 2 kg untuk masing-masing pot. Pot hitam
yang digunakan berdiameter 20 cm sebanyak 75 buah untuk masing-masing
spesies, sehingga keseluruhan ada 150 pot.
4.8.4.1 Penanaman bibit rimpang kunyit dan temulawak
Penanaman dilakukan di dalam pot hitam dengan cara memasukan satu buah
bibit rimpang kunyit atau temulawak dengan posisi tunas menghadap ke atas,
kemudian ditutup dengan tanah kurang lebih setebal 5 cm.
4.8.4.2 Pemberian perlakuan
Setelah semua pot diisi bibit kemudian tiap-tiap pot diberi ekstrak daun
rambutan rapiah sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan yaitu 0%, 5%,
10%, 15% dan 20%. Ekstrak yang diberikan kurang lebih sebanyak 75 ml, setiap
33
tiga hari sekali selama tiga bulan kemudian dilakukan penyiraman dengan
aquades setiap harinya.
4.8.5 Pengamatan morfologi
Pengamatan morfologi tanaman rimpang kunyit dan temulawak dilakukan 2
hari setelah perlakuan awal diberikan, dan selanjutnya dilakukan setiap satu bulan
sekali. Pengamatan morfologi meliputi tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun,
jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Panjang daun, lebar daun, tinggi
daun, diukur dari pangkal ruas tanaman yang diamati setiap minggunya dan
diukur dengan penggaris. Jumlah daun dihitung jumlah yang muncul setiap
bulannya. Berat rimpang serta jumlah tunas diukur pada awal dan akhir
pengamatan.
4.8.6 Uji fitokimia ekstrak daun rambutan rapiah
Uji fitokimia terhadap ekstrak daun rambutan rapiah antara lain meliputi
pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, antrakuinon dan
triterpenoid.
A.Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 2 g sampel daun rambutan rapiah diekstraksi dengan
menggunakan pelarut kloroform. Hasil ekstraksi berupa filtrat dipisahkan dari
residu, kemudian dimasukkan kedalam corong pemisah disertai dengan
penambahan 10 ml asam sulfat 2N sehingga akan membentuk dua lapisan yaitu
lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas (lapisan asam) dimasukkan ke dalam
34
tabung reaksi dan terakhir ditambahkan dengan pereaksi Mayer. Adanya
kandungan alkaloid ditandai dengan adanya endapan berwarna putih yang
terbentuk dari pereaksi Mayer. (Farnsworth, 1996).
B.Pemeriksaan steroid dan triterpenoid
Kandungan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan cara serbuk daun
rambutan rapiah ditambahkan dengan kloroform kemudian dipanaskan kemudian
setelah dipanaskan aduk dan tuangkan pada pring tetes sampai menguap,
kemudian diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchad untuk mengetahui ada
tidaknya senyawa steroid dan triterpenoid yang terkandung. Warna merah dan
ungu yang terbentuk menunjukkan positif mengandung triterpenoid, serta warna
biru dan hijau menunjukkan positif kandungan steroid (Ciulei, 1984)
C.Pemeriksaan saponin
Uji ini dilakukan dengan cara menambahkan air pada residu hasil ekstraksi
sampel dengan pelarut etanol kemudian dikocok hingga membentuk busa stabil
selama 30 menit. Busa yang terbentuk dihidrolisis dengan asam klorida 2N
sebanyak 4 ml, hasil hidrolisis disaring kemudian mendapatkan endapan.
Selanjutnya diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchad. Warna hijau dan biru
yang terbentuk menandakan adanya kandungan saponin dan steroid, sedangkan
apabila warna merah atau ungu yang terbentuk menandakan adanya kandungan
saponin dan triterpen (Ciulei, 1984)
D.Pemeriksaan tanin dan polifenol
Larutkan serbuk daun rambutan rapiah dalam aquades lalu dipanaskan.
Filtrat dan residu yang didapatkan, dipisah dan diletakkan kedalam gelas kimia.
35
Filtrat selanjutnya dibagi kedalam dua tabung berbeda, tabung 1 yaitu filtrat
ditetesi dengan larutan FeCl3 sedangkan pada tabung 2 filtrat ditetesi dengan
larutan gelatin sebanyak dua hingga tiga tetes. Perubahan warna menjadi biru
hingga kehitaman pada tabung 1 menunjukkan adanya kandungan tannin atau
polifenol, dan apabila terbentuk endapan putih pada tabung 2 menunjukkan
adanya kandungan tanin (Robinson, 1991).
E.Pemeriksaan flavonoid
Serbuk daun rambutan rapiah diekstraksi dengan menggunakan aquades
hingga didapatkan filtrat dan residu. Residu hasil ekstraksi kemudian disaring,
sedangkan filtrat diuapkan untuk diekstraksi kembali membentuk residu. Residu
kemudian diekstraksi dengan 10 ml etanol 80% dan ditambahkan 0,5 gram logam
magnesium, hasil ekstraksi residu dengan etanol 80% ditempatkan pada dua
tabung terpisah. Tabung 1 ditambahkan HCl pekat sebanyak 0,5 ml, sedangkan
tabung 2 digunakan sebagai kontrol. Adanya kandungan flavonoid ditandai
dengan perubahan warna yang terjadi menjadi merah muda atau ungu (Markham,
1988).
F.Antrakuinon
Serbuk sampel daun rambutan rapiah diekstraksi dengan pelarut benzen,
kemuudian kocok selama 5 menit. Lalu ekstrak hasil esktraksi benzen (bagian
atas) pindahkan ke tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan amonia. Jika
berwarna merah positif mengandung antrakuinon (Markham,1988).
36
4.9 Pengolahan Data
4.9.1 Pengumpulan Data
Setelah 12 minggu atau kurang lebih 3 bulan diperoleh hasil pengamatan
seperti tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun, lebar daun, jumlah tunas dan
berat rimpang dirata-ratakan dari masing-masing perlakuan untuk setiap jenis
tanaman.
4.10 Analisis Data
Data yang telah diperoleh diolah secara kuantitatif yaitu dengan mengukur
tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat
rimpang pada akhir dan awal pengamatan. Data kuantitatif yang telah diperoleh
dianalisis secara statistik dengan menggunakan ANOVA (uji sidik ragam) dan
jika berbeda sangat nyata (P<0,01) serta berbeda nyata (P<0,05) akan dilanjutkan
dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan tabel dan
grafik (Steel dan Torrie, 1993 dan Gasperz, 1995). Analisis dengan menggunakan
program SPSS versi 17.0 (Statistical Program for Social Sciences). Data
kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara deskriptif.
37
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan Rapiah
Uji fitokimia pada ekstrak daun rambutan rapiah dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.)
Uji Fitokimia Pereaksi Perubahan
warna
Keterangan
Triterpenoid Liebermann-Burchard hijau-biru (-) triterpen
Steroid Liebermann-Burchard hijau-biru (+) steroid
Flavonoid Wilstater hijau-kuning
kemerahan
(+) flavonoid
Alkaloid Meyer tidak ada endapan (-) alkaloid
Polifenol FeCl3 coklat-biru (+) fenolat
Saponin Akuades, dipanaskan
kocok
timbul busa stabil (+) saponin
Tanin NaCl 10%+ gelatin coklat-ada
endapan
(+) tanin
Antrakuinon Brontrager coklat-bening (-) antrakuinon
Keterangan :
+ artinya mengandung (+,++, dan ++ menunjukan intensitas
warna/banyak endapan)
- artinya tidak mengandung
Berdasarkan data hasil uji fitokimia menunjukan bahwa ekstrak daun
rambutan rapiah mengandung senyawa steroid, flavonoid, fenolat, saponin dan
tanin. Hal ini sesuai dengan uji fitokimia yang telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya dimana golongan kandungan kimia dari daun rambutan rapiah adalah
flavonoid, saponin, tanin, fenol dan steroid (Asiah, 2008). Penelitian Asiah
(2008), mengatakan bahwa ekstrak alkohol dari daun rambutan rapiah efektif
untuk membunuh larva Aedes aegepty.
38
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Rambutan Rapiah
Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun serta
jumlah daun, dari analisis satistik ANOVA menunjukkan pengaruh yang sangat
nyata (P<0,01) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.2
Tabel 5.2
Signifikansi Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Rambutan Rapiah Terhadap
Parameter yang Diamati Pada Tanaman Kunyit dan Temulawak
Parameter yang
diamati
Kunyit Temulawak
Bulan ke- Bulan ke-
1 2 3 1 2 3
Tinggi tanaman ** ** ** ** ** **
Panjang daun ** ** ** ** ** **
Lebar daun ** ** ** ** ** **
Jumlah daun ** ** ** ** ** **
Jumlah tunas - - tn - - tn
Berat Rimpang - - tn - - *
Keterangan :
tn : tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% ( P<0,05)
* : berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0,05)
** : berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (P<0,01)
Hasil uji Anova menunjukan hasil bahwa ekstrak daun rambutan rapiah
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman kunyit
dan temulawak, sehingga dapat dilakukan uji Duncan (Lampiran 1).
39
a.Tinggi Tanaman
Pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tinggi
tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan konsentrasi
5%,10%,15% dan 20% pada bulan pertama, kedua dan ketiga memberikan
pengaruh yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol (0%). Pada tanaman
kunyit, tinggi tanaman tertinggi yaitu pada kontrol dengan tinggi 76 cm dan
terendah pada konsentrasi 20% dengan tinggi 33,5 cm, mengalami penurunan
tinggi tanaman sekitar 55,9% pada kunyit. Pada tanaman temulawak tinggi
tanaman tertinggi terdapat pada kontrol dengan tinggi 110,5 cm dan terendah pada
konsentrasi 20% dengan tinggi 61 cm, mengalami penurunan sekitar 44,5% pada
tanaman temulawak.
Gambar 5.1 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap
tinggi tanaman kunyit dan temulawak dengan pemberian konsentrasi ekstrak 0%,
5%, 10%, 15% dan 20% selama 3 bulan pengamatan.
40
Gambar 5.1 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap tinggi tanaman
kunyit dan temulawak.
Hasil ANOVA menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan
pengaruh terhadap tinggi tanaman kunyit dan temulawak (P<0,01). Ekstrak daun
rambutan rapiah menghambat tinggi tanaman kunyit dan temulawak. Hambatan
tertinggi yaitu pada konsentrasi 20% dibandingkan dengan kontrol.
b. Panjang Daun
Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhdap panjang daun tanaman kunyit
dan temulawak setelah diberi perlakuan ekstrak dengan konsentrasi 5%, 10%,
15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit panjang daun terpanjang yaitu
pada kontrol dengan panjang daun 30,5 cm dan terpendek pada konsentrasi
ekstrak 20% dengan panjang 18,3 cm, pada panjang daun mengalami penurunan
sekitar 40% pada kunyit Sedangkan pada temulawak panjang daun terpanjang
terdapat pada kontrol dengan panjang 57,5 cm dan terendah pada konsentrasi 15%
dengan panjang daun 29,8 cm, mengalami penurunan sekitar 48 % pada
temulawak.
Gambar 5.2 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap
panjang daun tanaman kunyit dan temulawak.
41
Gambar 5.2 Pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap panjang daun
kunyit dan temulawak
Berdasarkan data yang diperoleh setelah 12 minggu pengamatan terhadap
panjang daun kunyit dan temulawak mengalami perbedaan panjang daun jika
dibandingkan dengan kontrol. Hasil ANOVA menunjukan bahwa ekstrak daun
rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap panjang daun kunyit dan
temulawak (P< 0,01). Dengan panjang daun terpanjang yaitu temulawak pada
kontrol dan terpendek pada kunyit dengan konsentrasi 20%. Dari hasil uji Duncan
terlihat perbedaan yang sangat nyata antara kontrol dan pemberian perlakuan (P<
0,01).
c. Lebar Daun
Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar daun kunyit dan
temulawak setelah diberi perlakuan ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi
0%,5%, 10%, 15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit lebar daun
paling besar terdapat pada kontrol dengan lebar daun 7,7 cm dan terkecil pada
konsentrasi 20% dengan lebar 4,8 cm, mengalami penurunan sekitar 37% pada
42
kunyit. Sedangkan pada tanaman temulawak lebar daun terbesar terdapat pada
kontrol dengan lebar 11,5 cm dan terkecil pada konsentrasi 15% dengan lebar 6,8
cm, mengalami penurunan sekitar 39% pada temulawak. Hasil ANOVA
menunjukan ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh yang sangat
nyata (P < 0,01) terhadap lebar daun kuyit dan temulawak. Sehingga bisa
dilanutkan ke uji selanjutnya yaitu uji Duncan yang menunjukan hasil terlihat
perbedaan antara kontrol dan pemberian perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah.
Dengan lebar daun terbesar yaitu pada tanaman temulawak pada kontrol (0%) dan
terendah pada tanaman kunyit dengan konsentrasi 20%
Gambar 5.3 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap
lebar daun tanaman kunyit dan temulawak dengan konsentrasi ekstrak 0%, 5%
10%, 15% dan 20%
Gambar 5.3 Pengaruh pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar
daun kunyit dan temulawak.
43
d. Jumlah Daun
Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah daun kunyit dan
temulawak menunjukan hasil pada tanaman kunyit jumlah daun tertinggi yaitu
pada kontrol dengan jumlah daun 10 buah dan terendah yaitu pada konsentrasi
10% dengan jumlah daun 6 buah, mengalami penurunan sekitar 40% pada kunyit.
Sedangkan pada tanaman temulawak jumlah daun tertinggi terdapat pada kontrol
dengan jumlah 7 buah dan terendah pada konsentrasi 5% dengan jumlah daun 4
buah, mengalami penurunan sekitar 42% pada temulawak.
Berdasarkan data yang diperoleh setelah 12 minggu pengamatan terhadap
jumlah daun tanaman kunyit dan temulawak antara pemberian perlakuan dan jenis
tanaman hasil ANOVA menunjukan hasil ekstrak memberikan pengaruh terhadap
jumlah daun kunyit dan temulawak ( P < 0,01) sehingga dilanjutkan ke uji Duncan
dimana hasil menunjukan antara pemberian konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15%
dan 20% tidak terlalu menujukan perbedaan yang nyata.
Gambar 5.4 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan terhadap jumlah
daun kunyit dan temulawak dengan pemberian konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%
dan 20%.
44
Gambar 5.4 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah daun kunyit
dan temulawak
e. Jumlah Tunas
Pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah tunas kunyit dan
temulawak setelah diberi perlakuan deengan konsentrai 0%, 5%, 10%, 15% dan
20% menunjukan hasil pada tanaman kunyit jumlah tunas tertinggi yaitu pada
kontrol dengan jumlah tunas pada akhir pengamatan sebanyak 6 buah dan
terendah pada konsentrasi 20% dengan jumlah tunas 5 buah, mengalami
penurunan sekitar 16% pada kunyit. Sedangkan pada temulawak jumlah tunas
tertinggi pada konsentrasi ekstrak 10% dengan jumlah tunas 9 buah dan terendah
pada konsentrasi 20% dengan jumlah tunas sebanyak 7 buah, mmengalami
penurunan sekitar 22% pada temulawak.
Gambar 5.5 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap
jumlah tunas tanaman kunyit dan temulawak dengan konsentrasi ekstrak 0%, 5%,
10%, 15% dan 20%.
45
Gambar 5.5 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah tunas kunyit
dan temulawak
Hasil ANOVA menunjukan ekstrak daun rambutan rapiah tidak memberikan
pengaruh terhadap jumlah tunas kunyit dan temulawak (P > 0,01). Dengan jumlah
tunas tertinggi pada akhir pengamatan yaitu pada tanaman temulawak dengan
konsentrasi 10% dan terendah pada tanaman kunyit konsentrasi 20%. Adapun
faktor yang menyebabkan ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah
tunas kunyit dan temulawak yaitu disebabkan oleh beberapa faktor menurut
Steinsik et al.,(1982) yang mengemukakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak,
temperatur ruangan dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.
f. Berat Rimpang
Pengaruh pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang
tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan konsentrasi 0%,
5%, 10%, 15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit berat rimpang
46
tertinggi yaitu pada kontrol dengan berat 43,5 gram dan terendah pada konsentrasi
10% dengan berat 35,8 gram, mengalami penurunan sekitar 17% pada kunyit.
Sedangkan pada temulawak berat rimpang tertinggi terdapat pada kontrol dengan
berat 98,5 gram sedangkan terendah pada konsentrasi 15% dengan berat 63,5
gram, mengalami penurunan sekitar 35% pada temulawak.
Hasil ANOVA menunjukan ekstrak daun rambutan tidak memberikan
pengaruh terhadap berat rimpang kunyit (P > 0,01) tetapi memberikan pengaruh
terhadap berat rimpang temulawak ( P < 0,05) jika dibandingkan dengan kontrol.
Gambar 5.6 menunjukan pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap
berat rimpang tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan
konsetrasi ekstrak 0%, 5% 10%, 15% dan 20%.
Gambar 5.6 Pengaruh ektrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang kunyit
dan temulawak
Setelah 12 minggu pengamatan atau 3 bulan dapat dilihat perbedaan berat
rimpang pada masing-masing tanaman dan konsentrasi pada berat rimpang
47
temulawak. Namun pada kunyit antara kontrol dan pemberian perlakuan tidak
terlihat adanya pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang.
Pada kontrol tanaman temulawak menunjukan berat rimpang tertinggi
dibandingkan dengan tanaman kunyit. Hal ini disebabkan semakin banyak mata
tunas, maka stolon yang terbentuk semakin banyak dan meningkatnya jumlah
stolon maka produksi rimpang semakin banyak.
48
Gambar 5.7 Hasil akhir pengamatan (a) Tinggi Kunyit Setelah 12 Minggu
Pengamatan (b) Tinggi Temulawak Setelah 12 Minggu
Pengamatan (c) Rimpang Tanaman Kunyit saat pemanenan (d)
Rimpang Tanaman Temulawak setelah pemanenan
A B
C D
49
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Senyawa Yang Terkandung Pada Ekstrak Daun Rambutan Rapiah
Pada hasil uji fitokimia, diketahui bahwa ekstrak daun rambutan rapiah
tidak mengandung senyawa alkaloid. Hal ini terlihat tidak adanya endapan yang
terbentuk. Jika mengandung senyawa alkaloid pereaksi Meyer akan bereaksi
dengan alkaloid dan membentuk endapan berwarna putih. Alkaloid merupakan
senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Peranan fisiologis senyawa alkaloid
ditanaman masih belum diketahui secara pasti. Meskipun demikian alkaloid
diketahui berfungsi untuk melindungi tanaman (Keeler,1975). Sebagai contoh
tanaman yang mengandung alkaloid tertentu akan dijauhi oleh hewan dan
serangga pemakan daun.
Hasil skrining fitokimia ekstrak daun rambutan rapiah menunjukkan
adanya flavonoid yang ditandai dengan warna kuning kemerahan setelah diberi
pereaksi Wilstater. Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang sangat potensial
sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai antioksidan. Senyawa-
senyawa ini dapat ditemukan di batang, daun, buah dan bunga. Flavonoid dapat
berfungsi sebagai antimikroba, antivirus, antioksidan, antihipertensi, merangsang
pembentukan estrogen dan mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995).
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa
jika dikocok dalam air. Hal tersebut terjadi karena saponin memiliki gugus polar
50
dan non polar yang akan membentuk misel. Pada saat misel terbentuk maka gugus
polar akan menghadap ke luar, gugus nonpolar menghadap ke dalam dan keadaan
inilah yang tampak seperti busa (Sangi,2008). Pada hasil uji fitokimia ekstrak
daun rambutan rapiah mengandung senyawa saponin ditandai dengan timbulnya
busa yang stabil.
Pada uji tanin dan polifenol ini dimana filtrat yang diperoleh dibagi dalam
dua tabung. Tabung yang pertama untuk pengujian tanin dan tabung kedua untuk
pengujian polifenol. Ekstrak daun rambutan rapiah positif mengandung senyawa
tanin yang ditandai dengan warna coklat dan terdapat endapan setelah
ditambahkan gelatin dan positif mengandung polifenol setelah ditambahkan FeCl3
yang ditandai dengan warna coklat kebiru-biruan. Tanin dalam tanaman dianggap
memiliki fungsi utama sebagai penolak hewan pemakan tanaman karena rasanya
yang sepat dan dalam bidang farmasi digunakan sebagai antioksidan (Sangi dkk.,
2008). Diduga senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun rambutan rapiah
yaitu tanin, flavonoid yang termasuk kedalam senyawa fenol yang menghambat
pertumbuhan tanaman disekitarnya, sehingga tanaman tertentu saja yang dapat
tumbuh.
Pada uji steroid dan triterpenoid dari ekstrak rambutan rapiah dengan
menggunakan metode Liebermann-Burchard yang nantinya akan memberikan
warna jingga atau ungu kehijauan untuk terpenoid dan warna biru untuk steroid.
Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk
warna oleh H2SO4 pekat pada pelarut asetat glasial yang membentuk warna
jingga. Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan ekstrak daun
51
rambutan mengandung senyawa steroid. Hal ini dapat dilihat dari perubahan
warna yang terjadi setelah penambahan asam sulfat pekat, yaitu warna hijau
kebiruan. Pada uji triterpenoid menunjukkan hasil negatif, karena tidak terjadi
perubahan warna jingga atau ungu
Steroid yang tersebar luas di alam dan mempunyai fungsi biologis yang
sangat penting misalnya untuk antiinflamasi. Triterpenoid adalah senyawa yang
tidak berwarna, berbentuk kristal. Senyawa ini merupakan komponen aktif dalam
tanaman obat yang telah digunakan untuk penyakit Diabetes, gangguan
menstruasi, beberapa senyawa triterpenoida menunjukkan aktivitas antibakteri
atau antivirus (Sangi et al., 2008).
Pada pengujian antrakuinon ekstrak daun rambutan rapiah dengan
menggunakan pereaksi Brontager disini terlihat setelah skrining uji fitokimia
esktrak daun rambutan rapiah negatif antrakuinon. Hal ini dapat dilihat tidak
adanya perubahan warna menjadi hijau atau ungu (Harborne, 1987). Dalimarta
(2003) mengatakan bahwa kandungan senyawa kimia daun rambutan rapiah terdiri
dari tanin dan saponin. Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang
terkondensasi dan tanin yang terhidrolisis.
Tanin terdapat pada berbagai tanaman berkayu dan herbal. Sifat senyawa
saponin yaitu mempunyai rasa pahit, larut dalam air. membentuk busa yang stabil,
dan merupakan racun kuat untuk ikan (Gunawan et al, 2005). Selain itu, saponin
merupakan golongan senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai insektisida.
Saponin dan tanin terdapat pada tanaman yang apabila kemudian dikonsumsi oleh
serangga, mempunyai mekanisme kerja dapat menurunkan aktivitas enzim
52
pencernaan dan penyerapan makanan, sehingga saponin dan tanin bersifat sebagai
racun perut (Nursal et al, 2003).
Pada tanaman, kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak daun
rambutan rapiah ini bersifat menghambat pertumbuhan dimana dengan
penyiraman ekstrak daun rambutan pada tanaman kunyit dan temulawak terlihat
adanya pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap pertumbuhan tanaman
kunyit dan temulawak.
6.2 Pengaruh Pemberian Estrak Daun Rambutan Rapiah Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kunyit dan Temulawak
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
statistik anova menunjukan pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap
pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak memberikan pengaruh yang nyata.
Hal ini dapat dilihat pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi ekstrak 5%,
10%, 15% dan 20%, dimana semakin tinggi konsentrasi ektrak yang diberikan
maka penghambatan yang terjadi semakin besar. Hal ini disebabkan oleh senyawa
aktif yang terkandung dalam daun rambutan rapiah. Berdasarkan uji fitokimia
yang telah dilakukan daun rambutan rapiah mengandung senyawa kimia dari
golongan flavonoid, saponin, tanin, fenol dan steroid. Begitu juga dengan uji
fitokimia yang dilakukan sebelumnya oleh Asrianti (2006) bahwa daun rambutan
rapiah mengandung senyawa kimia dari golongan flavonoid, tanin, fenol.
Green dan Corcoran (1975), menyatakan bahwa zat alelopati berasal dari
golongan saponin dan polifenol. Golongan polifenol yang sangat dikenal adalah
53
tanin. Tanin memiliki daya racun yang kuat dimana hal ini terbukti menghambat
aktivitas enzim selulase, pepsin, proteinase, dehidrogenase dan dekarboksilase
(Einhellig,1995). Tanin juga terbukti menghambat perkecambahan Sorghum
bicolor (Harris and Burns, 1970) dimana tanin menghambat aktivitas enzim-
enzim germinasi seperti amilase, protease dan lipase.
Nilai rerata pada seluruh variabel antara kontrol dan pemberian perlakuan
ekstrak daun rambutan rapiah pada tanaman temulawak lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kunyit. Hal ini disebabkan karena sifat genetik dari tanaman
itu sendiri. Rimpang temulawak memiliki ukuran rimpang yang lebih besar
dibandingkan dengan kunyit, sehingga tanaman temulawak lebih tahan terhadap
pemberian ekstrak daun rambutan rapiah yang mengandung senyawa alelopati
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Rimpang bersifat dorman yang
dapat menyimpan cadangan makanan yang ada didalamnya, semakin besar
ukuran rimpang maka semakin besar pula cadangan makanan yang disimpan.
Berdasarkan Tabel 5.2 pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terjadi
perbedaan antara kontrol dan pemberian perlakuan terhadap masing-masing
parameter. Tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang daun pada kontrol
memiliki ukuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian perlakuan
ekstrak daun rambutan rapiah
Gambar 5.1 menunjukan parameter tinggi tanaman mengalami perbedaan
tinggi antara kontrol dan pemberian perlakuan. Dimana hasil statistik anova
menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap
tinggi tanaman kunyit dan temulawak. Pertumbuhan tinggi tanaman pada kunyit
54
yaitu pada kontrol dan hambatan tertinggi ditunjukan pada konsentrasi 20%.
Sedangkan pada tanaman temulawak tinggi tanaman tertinggi yaitu pada kontrol
dan tinggi tanaman terendah pada konsentrasi 20%. Pertumbuhan tinggi tanaman
ini disebabkan oleh adanya proses pembelahan sel, sedangkan aktivitas
pembelahan sel ini sangat dipengaruhi oleh adanya hormon auksin, giberelin dan
sitokinin. Einhelling (1996), mengatakan tanin bersifat antagonis terhadap hormon
giberelin (GA) pada penelitian kecambah Pisum sativus (Corcoran, 1972),
sehingga dengan adanya kandungan tanin pada ekstrak daun rambutan rapiah
pertumbuhan tinggi pada tanaman kunyit dan temulawak terhambat.
Senyawa alelokimia yang terdapat pada ekstrak daun rambutan rapiah
terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme sasaran melalui seragkaian
yang cukup kompleks. Proses tersebut diawali dengan kerusakan struktur di
membran sel, modifikasi saluran membran atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase.
Hambatan berikutnya terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa
karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon dimana salah satunya yaitu
hormon auksin (Einhellig, 1995).
Hormon auksin ditemukan pada ujung batang dan akar berfungsi di dalam
perpanjangan sel. Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah
meristem apikal tunas ujung. IAA diproduksi di tunas ujung tersebut kemudian
diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong perpanjangan sel batang.
Dengan pemberian ekstrak daun rambutan rapiah, aktivitas hormon auksin dan
giberelin ini menjadi terganggu, sehingga terhambatnya pembelahan sel dan
pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan
55
tanaman (Gunawan,1987), sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang
diberikan maka pertumbuhan dan perkembangan sel-sel meristem pucuk akan
terhambat.
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun rambutan rapiah
memberikan pengaruh terhadap panjang daun kunyit dan temulawak jika
dibandingkan dengan kontrol. Namun pada tanaman temulawak dengan
konsentrasi ekstrak 5% dan 10% tidak terlihat memberikan pengaruh yang nyata.
Dimana panjang daun terpanjang yaitu pada kontrol tanaman temulawak dan
terendah pada konsentrasi 20%. Jika kontrol dibandingkan antara kunyit dan
temulawak, panjang daun terpanjang yaitu pada tanaman temulawak.
Pada konsentrasi tinggi senyawa alelokimia dapat menghambat dan
mengurangi hasil pada proses-proses utama tanaman. Hambatan yang terjadi
misalnya yaitu terjadi pada pembentukan asam nukleat, protein, dan ATP.
Dimana jumlah ATP yang berkurang dapat menekan hampir seluruh proses
metabolisme yang terjadi, sehingga sintesis zat-zat lain yang dibutuhkan oleh
tanaman berkurang (Rice, 1984).
Gambar 5.3 dan 5.4 menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara
pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar dan jumlah daun
dibandingkan dengan kontrol, dimana lebar daun dan jumlah daun tertinggi yaitu
terlihat pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan konsentrasi ektrak
20%. Rice (1974), menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak yang
diberikan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan akan semakin terhambat
akibat adanya senyawa alelopati yang tekandung di daun rambutan tersebut.
56
Penurunan ukuran panjang, lebar, dan jumlah daun ini disebabkan karena
ekstrak daun rambutan mengandung senyawa tanin yang termasuk kedalam
golongan fenol. Senyawa fenol pada konsentrasi tinggi akan menghambat
pertumbuhan tanaman. Selain karena kandungan senyawa aktif, penghambatan
dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti
temperatur ruangan yang terlalu tinggi yang mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dimana temperatur merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi temperatur
maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan
mengakibatkan kematian.
Menurut Ratnawati (1988), bahwa keefektifan zat tumbuh eksogen hanya
terjadi pada konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi terlalu tinggi akan merusak dan
pada konsentrasi terlalu rendah tidak efektif. Dari 81 jenis tanaman obat yang
diuji, 66 jenis diantaranya telah mengindikasikan adanya kandungan senyawa
alelopati yang menghambat perkecambahan benih selada air (Gillani, et al, 2010).
Gambar 5.5 menunjukkan konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh
terhadap jumlah tunas tanaman kunyit dan temulawak. Pada akhir pengamatan
konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas . Hal ini
ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan
konsentrasi ekstrak dengan kontrol. Pertumbuhan tunas ini diakibatkan oleh
aktivitas sitokinin pada tanaman. Dimana sitokinin yang lebih tinggi
meningkatkan pembentukan tunas. Selain itu karbohidrat yang tersimpan pada
umbi tanaman kunyit dan temulawak berperan dalam pembentukan tunas sehingga
57
ektrak daun rambutan tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah
tunas (Setiade, 2000). Hal ini sesuai dengan penjelasan diatas yaitu ada faktor lain
yang mempengaruhi yaitu diantaranya bibit ungul atau aktivitas hormon pada
tanaman tersebut (Suwena, 2008).
Gambar 5.6 menunjukan konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh
terhadap berat rimpang kunyit, namun memberikan pengaruh terhadap berat
rimpang temulawak. Berat rimpang temulawak tidak menunjukan perbedaan yang
nyata pada masing-masing konsentrasi yang diberikan. Berat rimpang tertinggi
terlihat pada tanaman temulawak dibandingkan dengan tanaman kunyit. Hal ini
disebabkan oleh sifat genetik tanaman. Walaupun rimpang yang digunakan
berbeda yaitu rimpang tanaman kunyit dan temulawak, namun sifat dari rimpang
sama, sehingga perlakuan antara konsentrasi ekstrak tidak menunjukan perbedaan
yang nyata.
Sutopo (1984), menyatakan semakin besar ukuran rimpang maka kandungan
protein semakin banyak, dimana besar bibit rimpang berpengaruh terhadap
kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena besarnya bibit menentukan besarnya
calon rimpang pada saat permulaan dan berat tanaman saat dipanen. Salah satu
faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah
penyerapan zat hara yang penting (esensial). Dalam proses pertumbuhan tanaman
menyerap unsur hara sehingga terjadi proses metabolisme antara lain
pertumbuhan sel dipenuhi, disamping itu melalui berat rimpang berarti
ketersedian makanan untuk pertumbuhan tanaman semakin meningkat. Sedangkan
tingkat pemberian unsur hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan
58
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Novizan,
2002).
6.3 Tanaman Yang Paling Cocok Digunakan Sebagai Tanaman Sela Di
bawah Pohon Rambutan Rapiah
Hasil pengamatan setelah 12 minggu menunjukan hasil tanaman yang cocok
digunakan sebagai tanaman sela untuk pemanfaatan kebun TOGA dibawah pohon
rambutan rapiah yaitu temulawak (Curcuma xantorrhiza ROXB.). Hal ini terbukti
dari beberapa parameter yang diamati tanaman temulawak memiliki rata-rata
tertinggi dibandingkan dengan tanaman kunyit. Selain itu dari segi pengamatan
morfologi, tanaman ini juga menunjukan hasil yang baik, dari segi jumlah daun,
tinggi tanaman, panjang daun, berat rimpang dan lebar daun dibandingkan dengan
tanaman kunyit. Pemilihan tanaman temulawak sebagai tanaman sela yang paling
cocok digunakan dibawah pohon rambutan ini dapat dilihat dari tinggi tanaman
dengan pemberian konsentrasi ekstrak tertinggi yaitu 20% terdapat pada tanaman
temulawak yaitu 61 cm. Terhadap panjang daun dan lebar daun, temulawak juga
memperlihatkan panjang dan lebar daun terpanjang yaitu dengan rata-rata panjang
daun 57,5 cm dan lebar 11,5 cm.
Terhadap jumlah daun dan jumlah tunas, pemberian konsentrasi ekstrak 20%
tanaman temulawak memiliki tunas terbanyak dibandingkan dengan kunyit.
Kemudian terhadap berat rimpang dengan pemberian konsenstrasi 20%, berat
umbi tertinggi yaitu pada tanaman temulawak dimana memiliki berat rata-rata
68,6 gram dan kunyit 36,73 gram. Sehingga dari penjelasan diatas dapat
59
disimpulkan tanaman yang cocok tumbuh dibawah naungan pohon rambutan yaitu
temulawak. Umbi temulawak ini memang tumbuh dengan baik pada lahan yang
teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Herman (1985), menyatakan
tanaman ini dapat tumbuh subur dibawah naungan pohon bambu dan jati. Menurut
Tharir dan Hadmadi (1984) tanaman yang sesuai untuk dimasukkan dalam pola
tumpang sari adalah tanaman tipe pendek, mahkota daun kecil, tidak banyak
cabang, umur tahunan, tahan serangan hama dan penyakit, hasil tinggi dan tidak
peka terhadap lamanya penyinaran matahari.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
60
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Senyawa yang terkandung pada daun rambutan rapiah yaitu : steroid,
flavonoid, polifenol, saponin, dan tanin.
2. Pemberian ekstrak daun rambutan rapiah dengan konsentrasi 5%, 10%,
15% dan 20% memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman,
panjang daun, lebar daun, jumlah daun kunyit dan temulawak. Sedangkan
tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas dan berat rimpang
kunyit, namun memberikan pengaruh terhadap berat rimpang temulawak.
3. Tanaman yang paling cocok tumbuh dan dapat digunakan sebagai tanaman
sela dibawah pohon rambutan rapiah yaitu temulawak, dimana terbukti
pada beberapa parameter yang diamati seperti : tinggi tanaman, panjang
daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang bahwa
tanaman temulawak memiliki nilai rata-rata yang terbesar terhadap
pemberian ekstrak daun rambutan pada akhir pengamatan. Selain itu
temulawak memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
temulawak terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
7.2 Saran
61
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat
diberikan adalah :
1. Untuk pemberian ekstrak daun rambutan rapiah disarankan agar
menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi dan menggunakan tanaman
jenis TOGA yang lain.
2. Untuk lebih memastikan efek alelopati dari daun rambutan rapiah
dilakukan penelitian dengan menggunakan daun rambutan rapiah yang
berasal dari daun rambutan yang sudah gugur.
DAFTAR PUSTAKA
62
Al-Hakimi, A.M.A. 2008. Effect of salicylic acid on biochemical changes in
wheat plants under khat leaves residues. Plant Soil Environment 54(27):
288-293
Backer, C.A. dan R.C. Bakhuizen. 1968. Flora of Java vol I. Noordhoff Press.
Netherland. hal 166-167
Bustos, P.A., J. Pohlan, and M. Schulz. 2008. Interaction between coffee (Coffea
arabica L) and intercropped herbs under field conditions in the Sierra
Norte of Peubla, Mexico. Journal of Agriculture and Rura Development
in the Tropic and Sub Tropics 109(1): 85-94
Campbell N.A. Mitchell LG, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ. 2006. Biology, 5th
ed. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword City,
England
Ciulei, J. 1984. Metodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Bucharest:
Faculty of Pharmacy. Pp. 11-26.
Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI
Deshmukh,I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Terjemahan Kuswata
Kartawinata dan Sarkat Danimiharja. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Dinata, K.,1985. Peranan Alelopati Dalam Kompetisi Intraspesifik. Laporan
Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar
Duke J.A. 2008. US. Department of Agriculture Phytochemistry an
Ethnobotanical Database. http//www.arsgrin.gov/duke/index/html
Djazuli, M., 2002. Alelopati Pada Tanaman Nilam (Pogostemon cablinL.). Jurnal
Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. 8 (2):163-172.
Einhelig, F.A. 1996. Interactions involving allelopathy in cropping system. Agron
J. 88:886-893.Fagliano, V. 1999. Method for measuring antioxsidant
activity and its application to monitoring the antioxsidant capacity of
wine. Jurnal Agricultur. Food.Chem. 4:1035-1040.
Gilani, SA., Y. Fujii, Z K Shinwari, M. Adnan, A.Kikuchi. and KN. Watanabe.
2010. Phytotoxic studies of medicinal plant species of Pakistan. Pak. J.
Bot. 42(2): 987-996.
63
Green, F.B. and M.R. Corcoran. 1975. Inhibitory Action of Five Tannins on
Growth Induced by Several Gibberellin. Plant Physiol. 56 ; 801 – 806
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan
PAU Bioteknologi IPB.Bogor.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.
Penebar Swadaya. Jakarta. 140 hlm
Harborne, J.B. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro. ITB,
Bandung.1987
Hariana, H.A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 3. Jakarta: Swadaya. ISBN
979-002-008-2. Hal 5-9.
Harris, H.B. and R.E. Burns 1970. Influence of Tannnin Content on Preharvest
Seed Germination in sorghum. Agron. P.T. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Herman, A.S., 1985. Berbagai Macam Penggunaan Temulawak dalam Makanan
dan Minuman dalam Simposium Nasional Temulawak, 17-18
September 1985, Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung.
Hernani. 2001. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) tumbuhan obat
Indonesia. Penggunaan dan khasiatnya. Pustaka Populer Obor, Jakarta.
pp. 130-132.
Heddy, S. 2002. Ekofisiologi tanaman, suatu kajian kuantitatif pertumbuhan
tanaman. Divisi Buku Perguruan Tingga. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 97 hal.
Inderjit. 1996. Plant Phenolic in Allelopathy. Botanical Review. (62) : 186-202.
Januwati, M. dan E.R. Pribadi. 2000. Usahatani pola tumpangsari temu-temuan
dan kacang-kacangan di bawah tegakan hutan rakyat. Makalah Temu
Usaha Tanaman Obat. Diselenggarakan oleh Ditjen Rehabilitasi dan
Perhutanan Sosial di Semarang, 8 Nopember 2000. I8p.
Jain, P.K. and R.K. Agrawal. 2008. High Permoformance Liquid
Chromatographic Analysis of Asiaticoside in Centella asiatica (L.) Urban.
Chiang Mi J. Sci., Vol.. 35(3): p. 521 – 525
Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya tanaman berkhasiat obat: kunyit (kunir).
Jakarta, PT. Rineka Cipta: 60
64
Lankau, R. 2009. Soil microbial communities alter allelopathic competition
between Alliria petiolata and native species. Biol. Invasion. Springer
Scence Busines Media B.V. 10 p
Lipinska, H. And W. Lipinski. 2009. Initial growth of Phleum pratense under the
influence of leaf water extracts from selected grass species and the same
extract improved with MgSO4.7H2O. J. Elementol 14(1):101-110
Markham, K.R. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavonoid.Bandung : Penerbit ITB.
Moenandir, J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press.
Jakarta. 122 hal.
Moenandir J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma (Ilmu Gulma:
Buku III). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit.
Ungaran,Trubus Agriwidya. 86 hal.
Oyun, M. B. 2006. Allelopathic potentialities of Gliricidia sepium and Acacia
auriculiformis on the germination ang seedling vigour of maize (Zea
mays L.). American Journal of Agricultural and Biological Science. 1(3):
44-47.
Pribadi, E.R., M. Januwati dan M. Yusron. 2000. Potensi tanaman obat sebagai
tanaman sela di bawah tegakan hutan rakyat. Prosiding Simposium
Nasional dan Kongres VII PERAGI, Bogor, 21-23 Maret 200. pp. 336-
344.
Putnam, A.R. 1988. Allelopathy: Problem and opportunities in weed management.
In: M.A. Altieri and M. Liebman (eds). Weed Management in
Agroecosystem: Ecological Approaches. Florida: CRC Press. pp.77-88.
Ramaiah, Savitri, 2006. Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksinya
Sejak Dini, Jakarta: BIP.
Ratawati, K. 1988. Pengaruh Hasil Atonik dan Dosis Pupuk N Terhadap Hasil
Tanaman Sawi Kembang (Brassica juncea L.) Denpasar : Falkutas
Pertanian Universitas Udayana
R. Rukmana. 2002. Komunitas Unggulan dan Prospek Agrobisnis. Penerbit
Kanisius. Jogjakarta
Rice, E. L. 1984. Allelopty Basic Edition : Academic Press. Inc. London.
65
Rios JL. & Rico MC. 2005. Medicinal Plants and Antimicrobial Activity.
Respective paper.
Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke–6. a.b.
Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.
Robinson, T. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan
oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. ITB, Bandung.1995
Rukmana, R dan Saputra Sugandi., 1995. Hama Tanaman dan Teknik
Pengendalian, Bumi aksara, Jakarta.
Sangi, M.; Runtuwene, M.R.J.; Simbala, H.E.I. dan Makang, V.M.A. Analisis
Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara.Chemistry
Progress. 2008, 1,47-53.
Santososo, H.B. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta Selatan.
Agromedia Pustaka. Hal.50
Sastroutomo, S.S 1990. Ekologi Gulma. Edisi 5,.Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Savitri.2006. Diabetes Cara Mengetahui Gejala Diabetes danMendeteksinya
Sejak Dini. Jakarta:BIP
Setiadi dan Surya Fittri, N. 2000. Kentang dan Pembudidayaan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Penerbit Suatu
Pendekatan Biometrik. Penerjemah Bambang Sumantri. P.T. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Suardani. 1996. Pengaruh Ekstrak Daun Dari Tanaman Perindang Terhadap
Perkecambahan Biji Jagung dan Kedele. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Denpasar
(Tidak dipublikasikan)
Suwena, M. 2002. Peningkatan produktivitas lahan dalam system pertanian akrab
lingkungan. Institut Pertanian Bogor. 20 April 2008).
Taiz, L. dan Zeiger, E. 1991. Plant Physiology Third Edition. Sinauer Associates
inc Publishers. Sunderland, Massachusetts.
66
Taiz L. dan Zeiger, 2003. Plant Physiology .The Benyaming/ Cumming
Publishing Company. Inc New York
Tanaya, I.M.D, I.D.G Raka dan I.D.G Agung. 1985. Bahan Kuliah Perancangan
Percobaan I Rancangan Dasar. Laboratorium Statistik Fakultas Pertanian
Universitas Udayana.
Tharir, M dan Hadmadi. 1984. Populasi Gilir (Multiple Croping). Yasaguna,
Jakarta
Thitilertdecha, N., Teerawutgulrag, A., Rakariyatham, N,.Antioxidant and
Antibacterial Activities of Nephelium lappaceum L.extracts., Food Science
and Technology, Elsevier,2008
Tian, Y., Y. Feng, and C. Liu. 2007. Addition of activated charcoal to soil after
clearing Ageratina adenophora stimulates growth of forbs and grasses in
China. Tropical Grassland 41:285-291
Tjitrosoedirjo, S. Is. H, Utomo dan J. Wiroatmojo. 1984. Pengelolaan Gulma
Diperkebunan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Tyasmoro, S.Y., 1991. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
Waller, G. R. 1987. Allelochemical: Role in Agriculture and Forestry.
Washington DC: American Chemicaln Society. Taipei, R.O.C: Academia
Sinica.
Wahid, P. 1992. Peningkatan intensitas tanaman melalui tanaman sela dan
campuran. Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Jakarta, 2-3 Desember 1992, Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat
Warsana.2009. Introduksi teknologi tumpangsari jagung dan kacang tanah.BPTP.
Jawa Tengah.
Wiroatmodjo, J. 1992. Alelopati pada tanaman jahe. Buletin Agronomi 10 (3):1-6.
67
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Anova dan Duncan
Tabel 1. Hasil analisis varian (ANOVA) terhadap tanaman kunyit
Sumber
Keragaman Variabel Dependen Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F-hitung
F-tabel
5% 1%
Konsentrasi
Tinggi Tanaman 1 665.542 4 166.385 20.308** 2.87 4.43
Tinggi Tanaman 2 2578.012 4 644.503 40.650** 2.87 4.43
Tinggi Tanaman 3 5654.205 4 1413.551 111.190** 2.87 4.43
Panjang Daun 1 233.487 4 58.372 33.944** 2.87 4.43
Panjang Daun 2 442.208 4 110.552 44.580** 2.87 4.43
Panjang Daun 3 531.610 4 132.902 24.532** 2.87 4.43
Galat
Tinggi Tanaman 1 163.865 20 8.193
Tinggi Tanaman 2 317.099 20 15.855
Tinggi Tanaman 3 254.259 20 12.713
Panjang Daun 1 34.393 20 1.720
Panjang Daun 2 49.597 20 2.480
Panjang Daun 3 108.348 20 5.417
Total
Tinggi Tanaman 1 829.406 24
Tinggi Tanaman 2 2895.111 24
Tinggi Tanaman 3 5908.464 24
Panjang Daun 1 267.879 24
Panjang Daun 2 491.804 24
Panjang Daun 3 639.958 24
68
Tabel 2. Hasil analisis varian (ANOVA) terhadap tanaman kunyit (lanjutan)
Sumber
Keragaman Variabel Dependen Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F-hitung
F-tabel
5% 1%
Konsentrasi
Lebar Daun 1 40.132 4 10.033 24.360** 2.87 4.43
Lebar Daun 2 29.220 4 7.305 23.317** 2.87 4.43
Lebar Daun 3 24.512 4 6.128 11.168** 2.87 4.43
Jumlah Daun 1 3.004 4 .751 12.065** 2.87 4.43
Jumlah Daun 2 17.885 4 4.471 10.704** 2.87 4.43
Jumlah daun 3 47.524 4 11.881 7.294** 2.87 4.43
Jumlah Tunas Awal 1.803 4 0.451 2.670 tn 2.87 4.43
Jumlah Tunas Akhir 8.684 4 2.171 2.571 tn 2.87 4.43
Berat Umbi Awal 6.330 4 1.582 0.282 tn 2.87 4.43
Berat Umbi Akhir 747.095 4 186.774 14.031** 2.87 4.43
Galat
Lebar Daun 1 8.237 20 0.412
Lebar Daun 2 6.266 20 0.313
Lebar Daun 3 10.974 20 0.549
Jumlah Daun 1 1.245 20 0.062
Jumlah Daun 2 8.354 20 0.418
Jumlah daun 3 32.579 20 1.629
Jumlah Tunas Awal 3.378 20 0.169
Jumlah Tunas Akhir 16.889 20 0.844
Berat Rimpang Awal 112.357 20 5.618
Berat Rimpang Akhir 266.229 20 13.311
Total
Lebar Daun 1 48.369 24
Lebar Daun 2 35.485 24
Lebar Daun 3 35.486 24
Jumlah Daun 1 4.249 24
Jumlah Daun 2 26.240 24
Jumlah daun 3 80.103 24
Jumlah Tunas Awal 5.181 24
Jumlah Tunas Akhir 25.573 24
Berat Rimpang Awal 118.687 24
Berat Rimpang Akhir 1013.324 24
Keterangan:
tn : tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
* : berbeda nyata pada taraf uji 5%
** : berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%
69
Tabel 3. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Tanaman Kunyit
Variabel Tinggi Tanaman Bulan 1
Konsentras
i
Subset
1 2 3
P1 23.2000a
P2 18.0666b
P3 17.0666b
P4 15.8668b
P5 7.2666c
Variabel Tinggi Tanaman Bulan 2
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3 4
P1 45.66660 a
P2 35.93320 b
P3 32.26660 32.26660 bc
P4 27.20000 c
P5 14.86660 d
Variabel Tinggi Tanaman Bulan 3
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3 4 5
P1 71.00000 a
P2 51.53340 b
P3 43.20000 c
P4 36.86640 d
P5 26.40000 e
Variabel Panjang Daun Bulan 1
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3
P1 11.53320 a
P2 10.00000 a
P3 9.73320 a
P4 7.73320 b
P5 2.73320 c
Variabel Panjang Daun Bulan 2
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3 4
P1 19.26680 a
P2 16.73320 b
P3 16.13340 b
P4 13.6000 c
P5 6.93300 d
70
Variabel Panjang Daun Bulan 3
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3 4
P1 27.20000 a
P2 22.66640 b
P3 21.66680 21.66680 bc
P4 19.26660 c
P5 13.13340 d
Variabel Lebar Daun Bulan 1
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3
P1 4.20000 a
P2 4.20000 a
P3 3.60000 a
P4 2.33320 b
P5 0.91340 c
Variabel Lebar Daun Bulan 2
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3 4
P1 5.66660 a
P2 4.93360 4.93360 ab
P3 4.46680 4.46680 bc
P4 3.86680 c
P5 2.46660 d
Variabel Lebar Daun Bulan 3
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3 4
P1 7.66660 a
P2 7.33320 7.33320 ab
P3 6.40000 6.40000 bc
P4 5.86680 5.86680 cd
P5 4.93340 d
Variabel Jumlah Daun Bulan 1
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3
P1 2.13320 a
P2 1.53340 b
P3 1.39980 1.39980 bc
P4 1.26680 1.26680 bc
P5 1.13320 c
71
Variabel Jumlah Daun Bulan 2
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3
P1 5.73340 a
P2 4.26660 b
P3 3.86680 3.86680 bc
P4 3.86680 3.86680 bc
P5 3.20000 c
Variabel Jumlah Daun Bulan 3
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2
P1 9.93320 A
P2 7.60020 B
P3 6.46680 B
P4 6.53340 B
P5 6.20000 B
Variabel Berat Rimpang Akhir
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2
P1 50.06640 A
P2 48.06680 A
P3 38.93360 B
P4 38.60020 B
P5 36.73340 B
72
Tabel 4. Hasil Analisis Varian (ANOVA) Terhadap Tanaman Temulawak
Sumber
Keragaman Variabel Dependen Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F hitung
F – tabel P-value
5% 1%
Konsentrasi
Tinggi Tanaman 3189.029 4 797.257 52.552** 2.87 4.43 0.000
Tinggi Tanaman 10642.658 4 2660.665 131.081** 2.87 4.43 0.000
Tinggi Tanaman 16145.978 4 4036.494 202.949** 2.87 4.43 0.000
Panjang Daun 515.352 4 128.838 19.421** 2.87 4.43 0.000
Panjang Daun 744.182 4 186.045 21.292** 2.87 4.43 0.000
Panjang Daun 812.965 4 203.241 26.014** 2.87 4.43 0.000
Lebar Daun 52.291 4 13.073 20.078** 2.87 4.43 0.000
Lebar Daun 59.749 4 14.937 26.462** 2.87 4.43 0.000
Lebar Daun 69.303 4 17.326 31.821** 2.87 4.43 0.000
Jumlah Daun 1 .240 4 .060 2.250 tn 2.87 4.43 0.100
Jumlah Daun 2 14.460 4 3.615 6.508** 2.87 4.43 0.002
Jumlah Daun 3 10.605 4 2.651 7.060** 2.87 4.43 0.001
Jumlah Tunas Awal 4.001 4 1.000 2.308 tn 2.87 4.43 0.093
Jumlah Tunas Akhir 6.962 4 1.741 6.524** 2.87 4.43 0.002
Berat Rimpang Awal 89.557 4 22.389 0.816 tn 2.87 4.43 0.530
Berat RimpangAkhir 4004.068 4 1001.017 22.915** 2.87 4.43 0.000
Galat
Tinggi Tanaman 303.415 20 15.171
Tinggi Tanaman 405.956 20 20.298
Tinggi Tanaman 397.783 20 19.889
Panjang Daun 132.678 20 6.634
Panjang Daun 174.757 20 8.738
Panjang Daun 156.255 20 7.813
Lebar Daun 13.022 20 .651
Lebar Daun 11.290 20 .564
Lebar Daun 10.890 20 .544
Jumlah Daun 1 .532 20 .027
Jumlah Daun 2 11.110 20 .555
Jumlah Daun 3 7.511 20 .376
Jumlah Tunas Awal 8.668 20 .433
Jumlah Tunas Akhir 5.336 20 .267
Berat Rimpang Awal 548.888 20 27.444
Berat RimpangAkhir 873.688 20 43.684
Corrected
Total
Tinggi Tanaman 3492.444 24
Tinggi Tanaman 11048.614 24
73
Tinggi Tanaman 16543.761 24
Panjang Daun 648.030 24
Panjang Daun 918.939 24
Panjang Daun 969.220 24
Lebar Daun 65.312 24
Lebar Daun 71.039 24
Lebar Daun 80.193 24
Jumlah Daun 1 .772 24
Jumlah Daun 2 25.570 24
Jumlah Daun 3 18.115 24
Jumlah Tunas Awal 12.668 24
Jumlah Tunas Akhir 12.298 24
Berat Umbi Awal 638.444 24
Berat Umbi Akhir 4877.756 24
Keterangan:
tn : tidak berbeda nyata pada taraf alpha 5%
* : berbeda nyata pada taraf alpha 5%
** : berbeda sangat nyata pada taraf alpha 1%
74
Tabel 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Tanaman Temulawak
Variabel tinggi tanaman bulan 1
Konsentrasi Subset
Notasi 1 2 3 4 5
P5 22.2000 e
P4 34.93340 d
P3 41.53340 c
P2 47.06680 b
P1 55.60000 a
Variabel tinggi tanaman bulan 2
Konsentrasi Subset
1 2 3 4 5 Notasi
P5 40.9998 e
P4 58.93320 d
P3 69.06680 c
P2 83.93340 b
P1 101.2002 a
Variabel tinggi tanaman bulan 3
Konsentrasi Subset
1 2 3 4 5 Notasi
P5 49.0000 e
P4 69.39980 d
P3 80.53340 c
P2 93.39980 b
P1 125.1332 a
Variabel panjang daun bulan 1
Konsentrasi Subset
1 2 3 4 Notasi
P4 8.00000 d
P3 14.0002 c
P5 14.2666 c
P2 17.86660 b
P1 21.66660 a
Variabel panjang daun bulan 2
Konsentrasi Subset
1 2 3 Notasi
P4 18.8668 C
P3 24.93360 B
P5 25.66680 B
P2 28.40000 B
P1 35.66660 A
75
Variabel panjang daun bulan 3
Konsentrasi Subset
1 2 3 4 Notasi
P4 25.0000 d
P3 30.66660 c
P5 32.13320 32.13320 bc
P2 34.66660 b
P1 42.46680 a
Variabel lebar daun bulan 1
Konsentrasi Subset
1 2 3 Notasi
P5 2.60000 C
P4 2.73340 C
P3 4.73340 B
P2 5.73320 5.73320 Ab
P1 6.00000 A
Variabel lebar daun bulan 2
Konsentrasi Subset
1 2 3 Notasi
P4 4.40000 C
P5 4.66680 C
P3 6.53340 B
P2 7.40000 B
P1 8.40000 A
Variabel lebar daun bulan 3
Konsentrasi Subset
1 2 3 4 Notasi
P4 5.40000 d
P5 7.20000 c
P3 7.93320 7.93320 bc
P2 8.33340 b
P1 10.5332 a
Variabel jumlah daun bulan 2
Konsentrasi Subset
1 2 3 Notasi
P5 2.33340 C
P2 3.39980 B
P3 3.46660 B
P4 3.46660 B
P1 4.73320 A
Variabel jumlah daun bulan 3
Konsentrasi Subset
1 2 Notasi
P5 3.93340 b
P4 4.13320 b
P2 4.46660 b
P3 4.53340 b
P1 5.80000 a
76