76
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditi obat-obatan yang potensial. Beraneka ragam jenis tanaman obat-obatan telah diproduksi, yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar atau bahan baku pembuatan obat modern ataupun tradisional. Prospek pengembangan produksi tanaman obat-obatan di Indonesia dilihat dari beberapa faktor seperti potensi dari flora, keadaan tanah dan iklim, pengembangan industri obat-obatan modern serta tradisional, serta peningkatan harga komoditi obat (Santoso, 2008). Pengembangan obat tradisional ditunjang oleh berbagai faktor diantaranya kecenderungan semakin berkembangnya masyarakat di dunia untuk “back to nature” dalam memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai obat-obatan, serta untuk perawatan kecantikan dan kesehatan. Meningkatnya penggunaan obat tradisional di kalangan masyarakat dapat dilihat dari meningkatnya jumlah industri obat- obatan di Indonesia. Pada tahun 2010 terdapat 10 perusahaan farmasi besar di Indonesia, 9 diantaranya adalah perusahaan farmasi lokal, salah satunya adalah Kimia Farma, sehingga, industri obat-obatan akan terus mengalami peningkatan. Diantara beberapa jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia, terdapat salah satunya yaitu rambutan rapiah (Nephelium lappaceum L.) yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit antara lainnya Diabetes millitus

(Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditi obat-obatan

yang potensial. Beraneka ragam jenis tanaman obat-obatan telah diproduksi, yang

biasanya digunakan sebagai bahan dasar atau bahan baku pembuatan obat modern

ataupun tradisional. Prospek pengembangan produksi tanaman obat-obatan di

Indonesia dilihat dari beberapa faktor seperti potensi dari flora, keadaan tanah dan

iklim, pengembangan industri obat-obatan modern serta tradisional, serta

peningkatan harga komoditi obat (Santoso, 2008).

Pengembangan obat tradisional ditunjang oleh berbagai faktor diantaranya

kecenderungan semakin berkembangnya masyarakat di dunia untuk “back to

nature” dalam memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai obat-obatan, serta untuk

perawatan kecantikan dan kesehatan. Meningkatnya penggunaan obat tradisional

di kalangan masyarakat dapat dilihat dari meningkatnya jumlah industri obat-

obatan di Indonesia. Pada tahun 2010 terdapat 10 perusahaan farmasi besar di

Indonesia, 9 diantaranya adalah perusahaan farmasi lokal, salah satunya adalah

Kimia Farma, sehingga, industri obat-obatan akan terus mengalami peningkatan.

Diantara beberapa jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia, terdapat

salah satunya yaitu rambutan rapiah (Nephelium lappaceum L.) yang dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit antara lainnya Diabetes millitus

Page 2: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

2

(Savitri, 2006). Seluruh bagian tanaman ini bisa digunakan sebagai obat, yang

diduga menghasilkan suatu metabolit sekunder bersifat alelopati (Taiz dan Zeiger,

1991), dan berifat toksik baik terhadap serangga maupun tanaman.

Rambutan merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon yang

tergolong famili Sapindaceae. Rambutan rapiah mengandung senyawa alelopati

yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman disekitarnya, hanya tanaman

tertentu saja yang dapat tumbuh di sekitar lahan rambutan. Untuk peningkatan

produksi dan kontinyuitas produk perlu dilakukan usaha penanaman tanaman

rambutan dalam skala besar. Hal tersebut tentu membutuhkan lahan yang luas

dengan jarak tanam umumnya sekitar 12x12 meter untuk pertumbuhan tanaman

yang optimal. Salah satu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang

ditanami dengan sistem tumpang sari atau penanaman tanaman sela di sekitar

tanaman rambutan (Warsana,2009)

Dalam penelitian ini tanaman sela yang digunakan adalah kunyit

(Curcuma domestica Val.) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) yang

tergolong famili Zingiberaceae. Pemilihan kedua temu-temuan tersebut

dikarenakan dapat ditanam dalam pola tanam monokultur maupun

tumpangsari/ganda, baik dengan tanaman semusim maupun tanaman tahunan.

Penanaman anggota temu-temuan, selain sebagai tanaman sela juga dapat

dimanfaatkan sebagai tanaman obat (TOGA). Peluang pengembangan temu-

temuan diantara pohon rambutan cukup besar, karena intensitas naungan yang

dapat ditolerir komoditas temu-temuan dapat mencapai 40% (Pribadi et al., 2000).

Page 3: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

3

Dalam pemilihan tanaman sela, tingkat intensitas naungan dan intensitas

radiasi harus diperhatikan karena penurunan intensitas radiasi menyebabkan

lambatnya proses pertumbuhan tanaman temu-temuan yang termasuk ke dalam

famili Zingiberaceae. Fenomena alelopati merupakan salah satu bentuk interaksi

tanaman yang satu dengan tanaman lain melalui senyawa kimia. Alelopati

merupakan suatu peristiwa dimana individu tanaman menghasilkan senyawa

kimia yang dapat menghambat jenis tanaman lain yang tumbuh di sekitarnya

(Gardner, 1993). Zat alelopati dapat berupa gas atau cairan yang dapat

dikeluarkan melalui akar, batang maupun daun, pengaruh negatif dari alelopati

tergantung dari konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya (Putnam, 1998).

Waler (1987) menyatakan hasil-hasil metabolit sekunder seperti senyawa phenol,

alkaloid, terpenoid, asam lemak, steroid dan polyacetylene dapat berfungsi

sebagai alelokimia. Zat-zat alelopati suatu tanaman paling banyak terlokalisasi di

daun. Pelepasan zat alelopati ke lingkungan secara alamiah terjadi melalui

peristiwa eksudasi akar, basuhan batang dan daun oleh air hujan. Pelepasan atau

penarikan zat aktif juga dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, dengan air atau

pelarut organik lain yang sesuai. Teknik paling sederhana adalah dengan cara

maserasi (perendaman) atau dengan pemanasan.

Senyawa alelopati yang dapat menghambat pembelahan sel-sel akar,

menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel, selain itu

juga terhambatnya respirasi akar, sintesis protein, aktivitas enzim, serta dapat

menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tanaman. Penghambatan dari

seyawa alelopati pada organisme target dapat terjadi secara langsung maupun

Page 4: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

4

secara tidak langsung, namun penghambatan yang terjadi belum diketahui secara

pasti (Inderjit, 1996). Hal ini dikarenakan selain alelokimia terdapat faktor lain

yang dapat menghambat pertumbuhan yaitu kompetisi, faktor biotik dan abiotik

sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari

alelokimia itu sendiri. Sehingga perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui

kandungan senyawa aktif dari daun rambutan rapiah.

Penelitian pemanfaatan tanaman obat sebagai tanaman sela telah dilakukan

sebelumnya yaitu oleh Januwati dan Yusron (2000), pada tanaman kencur dan

kunyit dapat dikembangkan di bawah tegakan tanaman sengon yang telah

berumur 3 tahun. Produktivitas kencur 4-5 ton/ha lahan tanaman sengon

sedangkan kunyit 4-7 ton/ha.

Penelitian lain yaitu tumpangsari kunyit dan kencur dengan tanaman

legum (kacang tanah, kacang hijau dan kacang tunggak) di bawah sengon umur 3

tahun di Boyolali, diperoleh produktivitas kencur ±8.8 ton/ha, kacang tanah 1.24

ton/ha dan kacang hijau 1.15 ton/ha. Pendapatan petani tertinggi diperoleh pada

pola tanam kencur dan kacang tanah, yaitu 1.68 ton/ha (Januwati dan Pribadi,

2000).

Penelitian Suardani (1996), menggunakan biji jagung dan kedelai yang

diberikan penyiraman ekstrak daun tanaman perindang seperti akasia, angsana,

flamboyan dan asam keranji. Dijelaskan bahwa ekstrak beberapa jenis tanaman

perindang tersebut menurunkan persentase kecambah pada kedelai dan jagung

dengan pemberian konsentrasi ekstrak 20%, sedangkan penelitian Nurmansyah

Page 5: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

5

et.al (2003), mengenai tumpang sari gambir dengan beberapa jenis temu-temuan

memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik.

Pemilihan konsentrasi ekstrak pada penelitian ini berdasarkan acuan dari

penelitian Nurmasyah (2003), yang menjelaskan bahwa tumpang sari temu-

temuan dengan pemberian konsentrasi ekstrak 20% sudah memperlihatkan adanya

pertumbuhan yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari tesis ini adalah

1. Senyawa apa sajakah yang terkandung pada daun rambutan rapiah ?

2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan

tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong familia Zingiberaceae ?

3. Tanaman manakah yang paling cocok tumbuh dan dapat digunakan

sebagai tanaman sela di bawah pohon rambutan rapiah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari tesis ini adalah

1. Untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terkandung pada daun

rambutan rapiah dengan melakukan uji fitokimia.

2. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap

pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong familia

Zingiberaceae

Page 6: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

6

3. Untuk menentukan tanaman yang paling cocok tumbuh dan dapat

digunakan sebagai tanaman sela dibawah pohon rambutan rapiah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tesis ini adalah

1. Dapat memberikan informasi mengenai kandungan senyawa aktif dari

daun rambutan rapiah.

2. Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh daya hambat ekstrak

daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan

temulawak yang tergolong familia Zingiberaceae.

3. Dapat memberikan informasi dalam pemilihan jenis tanaman sela dalam

pemanfaatan lahan sekitar pohon rambutan rapiah sehingga dapat

mengoptimalkan penggunaan lahan guna meningkatkan nilai tambah lahan

yang ditanami.

Page 7: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Rambutan Rapiah

Pohon rambutan dalam taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut (Comber, 1949) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Genus : Nephelium

Spesies : Nephelium lappaceum L.

Gambar 2.1 Pohon Rambutan Rapiah

(Rukmana, 2002)

Rambutan rapiah berupa pohon dengan batang berkayu, batang berbentuk

silindris, permukaan batang kasar, batang berwarna coklat dengan bercak-bercak

Page 8: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

8

putih, percabangan simpodial. Arah tumbuh batang tegak lurus, arah tumbuh

cabang ada yang condong ke atas ada yang mendatar. Rambutan merupakan

tanaman tropis yang tergolong ke dalam famili lerak-lerakan atau Sapindaceae

yang berasal dari daerah kepulauan di Asia Tenggara. Kata "rambutan" berasal

dari bentuk buahnya yang mempunyai kulit menyerupai rambut. Rambutan

sebagian besar terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Kamboja, Karibia,

Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Sri Lanka.

Pohon rambutan tumbuh dengan baik pada suhu rata-rata 25oC, tinggi

dapat mencapai 8 m namun biasanya tajuknya melebar hingga jari-jari 4 m.

Pertumbuhan rambutan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air. Setelah masa

berbuah selesai, pohon rambutan akan bersemi (flushing) dan akan menghasilkan

cabang dan daun baru. Tahap ini sangat jelas teramati dengan warna pohon yang

hijau muda karena didominasi oleh daun muda. Pertumbuhan ini akan berhenti

ketika ketersediaan air terbatas. Pohon rambutan memerlukan iklim lembab untuk

tumbuh dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2.000 mm. Rambutan

merupakan sebagian tanaman yang memiliki banyak manfaat, mulai kulit, daun,

biji, hingga akar, dapat dimanfaatkan sebagai obat. Kandungan senyawa kimia

daun rambutan sesuai dengan uji fitokimia yang telah dilakukan terdiri dari tanin,

saponin, flavonoid, dan steroid.

Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah kulit buah

untuk mengatasi disentri dan demam, kulit kayu untuk mengatasi sariawan, daun

dapat mengatasi diare, menghitamkan rambut, akar untuk mengatasi demam, dan

biji digunakan untuk mengatasi kencing manis.

Page 9: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

9

Dilihat dari potensi produksi rambutan, Indonesia menduduki tempat

kedua terbesar setelah Thailand (Silitonga, 2000), sebagai salah satu komoditi

ekspor. Perkembangan ekspor rambutan Indonesia periode tahun 1999-2007

mengalami peningkatan volume sebesar 24,52 persen pertahun, yaitu dari 230.706

kilogram pada tahun 1999 menjadi 396.093 kilogram pada tahun 2007.

Tabel 2.1.Perkembangan ekspor rambutan Indonesia tahun 1999-2007

Tahun Rambutan

Volume

(kg)

Pertumbuhan(%) Nilai ekspor (USS) Pertumbuhan (%)

1999 230.706

2000 233.055

2001 202.934

2002 366.436

2003 604.006

2004 134.772

2005 262.113

2006 328.417

2007 396.093

-

1.02

-12.92

80.57

64.83

-77.69

94.49

25.30

20.61

419.894

327.907

174.803

588.14

985.58

117.36

312.628

394.236

293.756

-

-21.91

-49.69

236.46

63.03

-87.76

166.44

26.10

-25.49

Rata-rata 24.5 38.77

Sumber : Badan Pusat Statistik (1999-2007).

Dari survey yang telah dilakukan, terdapat 22 jenis rambutan baik yang

berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis

dengan galur yang berbeda. Adapun ciri-ciri yang membedakan setiap jenis

rambutan dilihat yaitu dilihat dari sifat buah seperti daging buah, kandungan air,

Page 10: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

10

bentuk, warna kulit, panjang rambut. Dari beberapa jenis rambutan diatas hanya

beberapa varietas rambutan yang banyak digemari masyarakat dan dibudidayakan

diantaranya:

1. Rambutan Rapiah, buahnya tidak terlalu lebat namun memiliki mutu

buahnya tinggi, kulit berwarna hijau-kuning-merah tidak merata dengan

berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal,

ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai 6

hari setelah dipetik.

2. Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan

hasil rata-rata 160-170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning,

halus, rasanya segar manis-asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4

hari setelah dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan.

3. Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170

ikat perpohon, kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua,

rambut kasar dan agak jarang, rasa manis, sedikit berair tetapi kurang

tahan dalam pengangkutan.

2.2 Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Kunyit merupakan tanaman obat berupa terna yang bersifat tahunan

(perenial) tersebar di daerah tropis, tumbuh subur dan liar di sekitar hutan/bekas

kebun. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang

termasuk batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau

kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk

Page 11: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

11

bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm pangkal daun

meruncing, berwarna hijau seragam. Perbungaan muncul langsung dari rimpang,

terletak di tengah-tengah batang, ibu tangkai bunga berambut kasar dan rapat, saat

kering tebalnya 2-5 mm, panjang 16-40 cm, daun kelopak berambut berbentuk

lanset panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm (Sudarsono et al., 1996).

Klasifikasi tanaman kunyit yaitu :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domestica Val.

(Backer, 1968)

Gambar 2.2 Tanaman Kunyit

(Hariana, 2006)

Tanaman kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, yang dicangkul dengan

baik akan menghasilkan rimpang yang berlimpah. Jenis tanah yang baik

Page 12: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

12

digunakan yaitu jenis tanah latosol tanah lempung berpasir dengan bahan organik

tinggi. Tanaman kunyit tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya penuh atau

sedang, sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tempat-tempat

terbuka dan sedikit naungan. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun

dengan suhu udara optimum antara 19-30o C (Nugroho, 1998).

Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan

tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut,

penyakit hati, karminatif, stimulan, gatal-gatal, gigitan serangga, diare, rematik.

Kandungan utama di dalam rimpangnya terdiri dari minyak atsiri, kurkumin,

resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom,

lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Zat warna kuning yang biasa disebut

dengan kurkumin umum dimanfaatkan sebagai pewarna untuk pangan dan pakan

ternak (Chattopadhyay et al., 2004).

Kunyit mempunyai banyak aktivitas farmakologi salah satunya yaitu

sebagai antiinflamasi. Menurut Jain et al. (2007), ekstrak kunyit mempunyai

aktivitas sebagai antialergi melalui penghambatan pelepasan antihistamin oleh sel

mast, dan fraksi etil asetat mempunyai potensi yang paling tinggi dibandingkan

dengan fraksi lain. Pandya (1995), mengatakan bahwa serbuk kunyit mempunyai

aktivitas penyembuhan luka pada pasien Diabetes dan terbukti mempunyai

aktivitas antimikroba dan antifungi yang signifikan. Kunyit seperti halnya

tanaman obat lain mengandung senyawa aktif yang mungkin menyebabkan

timbulnya efek samping dan interaksi dengan herbal lain, suplemen, atau obat.

Kunyit dan kurkuminoid diketahui aman apabila diberikan sesuai dengan dosis

Page 13: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

13

yang direkomendasikan. Berdasarkan studi evaluasi keamanan yang dilakukan

Chattopadhyay et al. (2004) kunyit tidak memberikan efek toksik pada dosis

tinggi, tetapi pada penggunaan berlebihan kurkumin murni dapat menyebabkan

gangguan lambung.

2.3. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.)

Temulawak merupakan tanaman terna berbatang semu dengan tinggi

hingga lebih dari 1 m tetapi tidak lebih dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap.

Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan memiliki cabang yang kuat,

berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk

bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan. Memiliki panjang

daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm (Herman, 1985).

Klasifikasi tanaman temulawak adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.

Page 14: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

14

Gambar 2.3 Tanaman Temulawak

(Hariana, 2006)

Bagian dari tanaman temulawak yang paling banyak dimanfaatkan adalah

bagian umbinya. Bagian pinggir penampangnya berwarna kuning muda,

sedangkan bagian tengahnya berwarna kuning tua, memiliki aroma tajam dan rasa

yang pahit (Darwis et al., 1992). Bagian rimpang ini biasanya dipanen setelah

berumur 8 – 12 bulan. Secara alami temulawak tumbuh dengan baik pada lahan

yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami tanaman

ini dapat tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati.

Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

berbagai cuaca di daerah beriklim tropis. Tanaman memerlukan curah hujan

tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun. Perakaran temulawak dapat beradaptasi

dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir

maupun latosol. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal

diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian

pemupukan secara anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara

yang cukup dan dapat menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang

Page 15: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

15

mengandung bahan organik ini diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah

tergenang oleh air (Sardiantho, 1997).

Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman temulawak ini berkisar

antara 19-30 oC. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl

dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Temulawak merupakan

tanaman obat berupa tanaman rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat

temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura biasanya disebut

dengan lobak (Rukmana, 1995).

Rimpang temulawak segar mengandung air sekitar 75%, mengandung

minyak atsiri (volatile oil), lemak (fixed oil), zat warna/pigmen, protein, resin,

selulosa, pentosan, pati, mineral, zat-zat penyebab rasa pahit dan sebagainya.

Kandungan berbagai komponen tersebut sangat tergantung pada umur rimpang

pada saat dipanen, temulawak memiliki kandungan minyak atsiri yang tinggi

dibandingkan denga curcuma yang lain. Temulawak merupakan tanaman yang

banyak digunakan untuk obat atau bahan obat. Temulawak merupakan komponen

penyusun hampir setiap jenis obat tradisional yang dibuat di Indonesia. Dalam

konteks penggunaan obat tradisional, temulawak digunakan untuk mengatasi

penyakit tertentu, atau juga digunakan sebagai penguat daya tahan tubuh dari

serangan penyakit (Moelyono, 2007).

2.4 Tanaman TOGA

Tanaman obat keluarga (TOGA) merupakan beberapa jenis tanaman obat

pilihan yang ditanam di pekarangan rumah atau lingkungan sekitar rumah.

Page 16: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

16

Tanaman obat yang dipilih biasanya yang dapat digunakan untuk pertolongan

pertama atau obat-obat ringan seperti demam dan batuk. Tanaman obat yang

sering ditanam di pekarangan rumah antara lain sirih, kunyit, temulawak,

kembang sepatu dan sambiloto (Gunawan, 2004). Tanaman obat keluarga selain

digunakan sebagai obat juga memiliki berapa manfaat lain yaitu :

1. Dapat dimanfaatkan sebagai penambah gizi keluarga seperti pepaya, timun

dan bayam.

2. Dapat dimanfaatkan sebagai bumbu atau rempah-rempah masakan seperti

kunyit, kencur, jahe, serai, dan daun salam.

3. Dapat menambah keindahan (estetis) karena di tanam di pekarangan

rumah seperti mawar, melati, bunga matahari, kembang sepatu, tapak dara

dan kumis kucing.

Tanaman obat-obatan dapat ditanam dalam pot-pot atau di lahan sekitar rumah.

Apabila lahan yang dapat ditanami cukup luas, maka sebagian hasil panen dapat

dijual dan untuk menambah penghasilan keluarga.

2.5 Alelopati

Kepadatan populasi semakin meningkat terus menerus sehingga suatu

ekosistem persaingan atau kompetisi akan timbul antara organisme satu dengan

organisme lainnya terhadap unsur pertumbuhan seperti unsur hara, air, cahaya

matahari dan tempat tumbuh tidak dapat terpenuhi (Deshmukh, 1992). Kesuburan

lahan merupakan lingkungan tumbuh biotik dan abiotik yang sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman. Kesuburan lahan dipengaruhi oleh unsur hara

Page 17: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

17

makro dan mikro serta unsur toksik yang ada di dalam tanah. Senyawa toksik

yang dihasilkan oleh tanaman dan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

lain atau tanaman itu sendiri disebut dengan senyawa alelopati. Senyawa alelopat

biasanya berasal dari eksudasi atau ekskresi dari akar, volatilasi dari daun yang

berupa gas melalui stomata, larut atau leaching dari daun segar melalui air hujan

atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi, dan transformasi dari

mikroorganisme tanah.

Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tanaman

menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang

tumbuh bersaing dengan tanaman tersebut. Keuntungan tanaman yang

mengeluarkan senyawa alelopati yaitu keuntungan dalam persaingan sebab

tanaman lawannya dilemahkan terlebih dahulu oleh adanya senyawa kimia

tersebut (Tjitrosoedirjo dkk.,1984). Tyasmoro (1991), mengemukakan bahwa

alelopati merupakan suatu pengaruh yang berbahaya dari suatu tanaman terhadap

tanaman lain yang tumbuh di sekitarnya melalui produksi racun atau senyawa

penghambat pertumbuhan yang dilepas di lingkungan sekitarnya.

Rice (1974) berpendapat bahwa alelopati adalah pengaruh yang langsung

ataupun tidak langsung dari suatu tanaman lain melalui produksi senyawa-

senyawa yang dilepas ke lingkungannya. Selain itu Moral dan Gates (1971),

menyatakan bahwa senyawa alelopati dapat menimbulkan hambatan pada

perkecambahan, pertumbuhan atau pada metabolisme suatu tanaman lain yang

disebabkan oleh pelepasan senyawa-senyawa organik oleh suatu tanaman.

Page 18: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

18

2.6 Sumber Senyawa Alelopati

Sumber senyawa alelopati yang bersifat racun tersebut dapat terjadi

melalui beberapa cara yaitu diantaranya eksudasi dari akar, larut dari daun segar

melalui air hujan atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi dan

transformasi dari mikroorganisme tanah. Pada umumnya konsentrasi senyawa

alelopati yang berasal dari daun segar jauh lebih rendah dibandingkan yang

berasal dari serasah yang telah terdekomposisi (Hasanuzaman, 1995).

Moenandir (1988), menyatakan sumber senyawa kimia yang mempunyai

sifat alelopati dapat berasal dari bagian-bagian tanaman seperti :

1. Akar

Akar dari tanaman Chaenopodium album dapat mengeluarkan senyawa

beracun bagi tanaman lain sejenis asam oksalat pada saat stadium

pembungaan.

2. Batang

Batang juga dapat mengeluarkan senyawa alelopati, meskipun jumlahnya

tidak sebanyak daun. Namun demikian, batang seperti jerami yang

dilapukkan mengandung senyawa alelopati sehingga dapat sebagai sumber

terjadinya alelopati.

3. Daun

Daun merupakan tempat terbesar bagi senyawa alelopati beracun yang

mengganggu tanaman tetangganya atau tanaman yang berada di

sekitarnya.

Page 19: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

19

4. Buah

Beberapa jenis buah mengandung senyawa alelopati walaupun

konsentrasinya kecil tetapi bisa menghambat perkecambahan biji dari buah

tersebut.

5. Bunga dan biji

Dalam bunga juga dikenal sejumlah senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan.

2.7 Mekanisme Alelopati

Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antara tanaman,

mikroorganisme, atau antara tanaman dan mikroorganisme. Menurut Rice (1984),

interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau

tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme

(tanaman, hewan atau mikroba) terhadap pertumbuhan dan perkembangan

organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut

alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis

organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996).

Alelokimia pada tanaman dibentuk di berbagai organ, akar, batang, daun,

bunga atau biji, dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap jenis. Pada

umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan

menjadi 14 golongan, yaitu terdiri dari : asam organik larut air, lakton, asam

lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan

derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam

Page 20: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

20

amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. Pelepasan alelokimia pada umumnya

terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres

biotik maupun abiotik.

Alelokimia pada tanaman dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme

sasaran melalui penguapan, eksudasi akar dan dekomposisi. Setiap jenis

alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ

pembentuknya atau sifat kimianya. Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya

yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme

(khususnya tanaman) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks,

namun menurut Einhellig (1995), proses tersebut diawali di membran plasma

dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau

hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan

dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata

dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses

sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa

fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada

terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat

pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran.

Alelokimia dilepas ke lingkungan dengan berbagai cara diantaranya

dengan pencucian daun dan batang yang disebabkan oleh hujan, kabut, embun,

gugurnya daun dan bagian tanaman lain ke tanah yang kemudian akan mengalami

pelapukan, penguapan yang timbul dari bagian tanaman yang ada diatas tanah dan

pelepasan dari bagian tanaman yang ada dibawah tanah. Pelapukan bagian

Page 21: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

21

tanaman di tanah, seperti mulsa mengeluarkan senyawa yang sangat beracun dan

menghambat pertumbuhan tanaman lain dalam sistem rotasi. Demikian pula sisa-

sisa tanaman yang tak terangkat dari lahan akan mengalami perombakan oleh

mikroorganisme di dalam tanah dan dapat berpengaruh negatif pada tanaman lain.

Alelopati tentunya menguntungkan bagi tanaman yang menghasilkannya,

namun merugikan bagi tanaman sasaran. Oleh karena itu, tanaman yang

menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu,

sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tanaman penghasil

alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air

dapat terkonsenterasi pada tanaman penghasil alelokimia dan tanaman tertentu

yang toleran terhadap senyawa ini.

Proses pembentukan senyawa alelopati sungguh merupakan proses

interaksi antarjenis atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan

suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi

dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Senyawa Alelopati

Tanaman bervariasi didalam mengahsilkan senyawa kimia penyebab alelopati,

tergantung pada keadaan lingkungan tempat tumbuhnya. Sastroutomo (1990)

mengemukakan bahwa hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor :

1. Kuantitas, kualitas dan lamanya penyinaran merupakan faktor yang sangat

penting mempengaruhi pembentukan senyawa alelopati. Semakin banyak

Page 22: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

22

dan semakin lama suatu tanaman terkena sinar matahari kandungan

alelopatinya semakin banyak.

2. Kekurangan unsur hara dapat juga mempengaruhi produksi alelopati.

Kekurangan boron, kalsium, magnesium, nitrogen, fosfor, kalium, dan

sulfur diketahui dapat memacu prduksi senyawa alelopati pada beberapa

jenis tanaman.

3. Jenis dan umur jaringan tanaman memiliki pengaruh yang penting karena

senyawa alelopati tersebar tidak merata dalam tanaman. Makin tua umur

jaringan tanaman kandungan senyawa alelopatinya semakin besar.

4. Jenis tanaman yang menghasilkan senyawa kimia dan jenis tanaman yang

dipengaruhi juga memegang peranan penting karena senyawa kimia yang

bersifat alelopati tidak berpengaruh pada semua jenis tanaman. Selain itu,

daya hambat senyawa kimia penyebab alelopati dapat dipengaruhi oleh

keadaan pada waktu sisa tanaman mengalami pelapukan dan lamanya sisa

tanaman mengalami pelapukan.

2.9 Ekstraksi

Ekstraksi adalah salah satu cara untuk mengambil atau menarik komponen

kimia yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Ekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur dan

kandungan air bahan tanaman yang akan diekstraksi (Harborne, 1996). Dalam

mengekstraksi suatu tanaman sebaiknya menggunakan jaringan tanaman yang

masih segar, namun kadang-kadang tanaman yang akan dianalisis tidak tersedia

Page 23: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

23

sehingga untuk itu jaringan tanaman dapat dikeringkan terlebih dahulu sebelum di

ekstraksi. Ektraksi serbuk kering jaringan tanaman dapat dilakukan secara

maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang

tingkat kepolarannya berbeda-beda.

Pada penelitian ini teknik ekstraksi yang digunakan adalah teknik

maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel untuk menarik

komponen yang diinginkan dan merupakan cara ekstraksi yang sederhana.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk daun rambutan menggunakan

pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel.

Page 24: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

24

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Pohon rambutan rapiah merupakan salah satu tanaman buah yang

mempunyai nilai komoditi yang cukup tinggi. Dalam budidaya tanaman rambutan

terdapat ruang kosong antar tanaman yang memiliki peluang untuk dimanfaatkan

sebagai tanaman tumpang sari. Pola tanam tumpang sari merupakan salah satu

usaha untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal. Apabila sumber daya

lahan dimanfaatkan secara optimal, maka akan terjadi keseimbangan biologis.

Dengan demikian penganekaragaman hasil dan total produksi menjadi lebih

tinggi, jika dibandingkan dengan sistem monokultur.

Tanaman kunyit dan temulawak merupakan tanaman yang tergolong ke

dalam famili Zingiberaceae atau temu-temuan. Tanaman ini termasuk kedalam

tanaman obat keluarga (TOGA) dimana dalam penelitian ini tanaman kunyit dan

temulawak digunakan sebagai tanaman tumpang sari di bawah pohon rambutan,

dan penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh daun rambutan rapiah yang

dikatakan mengandung alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman

yang tumbuh disekitarnya.

Pemilihan tanaman kunyit dan temulawak karena dapat dimanfaatkan

sebagai obat tradisional, dan mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik pada

tingkat naungan sampai 45%. Penelitian alelopati oleh Drajad dkk. (2000), pada

ekstrak daun kleresede (Gliricidia sp.) diperlakukan pada biji sawi dan bayam

Page 25: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

25

memperlihatkan penurunan persentase perkecambahan biji sawi dan bayam pada

konsentrasi 20%. Penghambatan perkecambahan mulai terlihat pada konsentrasi

5%. Maka berdasarkan penelitian diatas, diharapkan pada penelitian ini

didapatkan tanaman tumpang sari yang cocok dibawah pohon rambutan rapiah.

Penelitian Bustos dkk. (2008), tanaman Mentha sp. yang ditumpangsarikan

dengan kopi arabika dapat menyerap senyawa alelopati di dalam tanah yang

dihasilkan oleh tanaman kopi arabika berupa senyawa caffeine. Djazuli (2002)

menambahkan bahwa dari hasil analisis senyawa fenolik diperoleh informasi

bahwa ada empat senyawa yang bersifat alelopatik dan toksik seperti asam

kumarat, asam adifat, asam sinapat dan asam hidroksi bensoat di dalam daun

nilam segar cukup tinggi, tetapi setelah mengalami proses penyulingan dan

pengomposan, kadar senyawa racun tersebut menurun secara nyata.

Dari hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa dampak racun

dari alelopati tanaman nilam dapat berkurang dengan perlakuan pengapuran,

pemanasan tanah dengan autoklaf dan aplikasi pola tumpang gilir dengan

tanaman Mentha piperita (Djazuli 2002).

Page 26: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

26

3.2 Konsep

Konsep dari usulan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini :

Gambar 3.1 Konsep Usulan Penelitian

Pohon Rambutan Rapiah (Nephelium lappaceum L.)

Dapat digunakan sebagai obat antidiabetes

Mengandung senyawa alelopati sehingga tanaman

disekitarnya sulit untuk tumbuh

Dipilih tanaman yang cocok tumbuh dibawah pohon

rambutan

Solusi dengan menanam bibit kunyit dan temulwak dan

diberikan perlakuan ekstrak daun rambutan

Bibit yang tumbuh diamati dari segi morfologi dan dilakukan uji

fitokimia pada ekstrak daun rambutan

Analisa morfologi :

• Tinggi tanaman

• Panjang daun

• Lebar daun

• Jumlah daun

• Jumlah tunas

• Berat rimpang

Uji fitokimia :

• Triterpenoid

• Steroid

• Flavonoid

• Alkaloid

• Polifenol

• Saponin

• Tanin

• Antrakuinon

Tanaman tumpang sari (Agroforestry)

Page 27: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

27

3.3 Hipotesis

Hipotesis dari usulan penelitian ini adalah

H0 = pemberian ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%

dan 20% tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kunyit

dan temulawak yang tergolong kedalam familia Zingiberaceae.

H1 = pemberian ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%

dan 20% memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan

temulawak yang tergolong kedalam familia Zingiberaceae

Page 28: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

28

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu pemberian ekstrak daun rambutan

rapiah dengan konsentrasi ekstrak yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Masing-

masing perlakuan terdiri dari 5 kali ulangan dan setiap kali ulangan diulang

sebanyak 3 kali. Sehingga tiap konsentrasi terdiri dari 15 unit percobaan. Dengan

demikian ada 5x5x3 = 75 unit percobaan untuk masing-masing jenis tanaman.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian daya hambat ekstrak daun rambutan rapiah dilaksanakan di

Greenhouse Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Udayana, analisis

fitokimia ekstrak daun rambutan dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Jurusan

Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Udayana dan analisis tanah dilakukan di Lab Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Udayana. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2013 sampai

April 2014.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian, peneliti membatasi

pembahasan hanya pada kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak daun

Page 29: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

29

rambutan rapiah terhadap respon pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak.

Respon tanaman yang telah diberi perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah dilihat

melalui karakter morfologi yang meliputi : tinggi tanaman, panjang daun, lebar

daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Pada akhir penelitian akan

dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada

ekstrak daun rambutan rapiah.

4.4 Penentuan Sumber Data

Sampel kunyit dan temulawak dengan berat kurang lebih 30-50 gram dengan

panjang 3-10 cm dan memiliki 3-5 mata tunas. Dipilih bibit rimpang dengan berat

dan ukuran yang sama, dalam 1 pot plastik berisi 1 buah bibit rimpang. Untuk

pengamatan morfologi tanaman variabel yang diamati adalah tinggi tanaman,

panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Untuk

mengetahui kandungan senyawa aktif pada daun rambutan rapiah dilakukan uji

fitokimia.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi pemberian ekstrak

daun rambutan rapiahyang berbeda yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Variabel

tergantungnya adalah respon tanaman pada pertumbuhan dari tanaman kunyit dan

temulawak yang diamati dari segi morfologi.

Page 30: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

30

4.5.1 Morfologi tanaman Zingiberaceae

Variabel yang diamati untuk mengetahui ciri morfologi dari tanaman

kunyit dan temulawak yaitu : tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah

daun, jumlah tunas dan berat rimpang yang diberi perlakuan ekstrak daun

rambutan rapiah dengan konsentrasi 0%,5%,10%,15% dan 20%.

4.6 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada usulan penelitian ini adalah bibit rimpang

kunyit dan temulawak dengan berat 30-50 gram dengan panjang 3-10 cm dan

mata tunas maksimal 3-5, daun rambutan rapiah, aquades,metanol 95%, tanah

berpasir sebagai media tanam, ekstrak daun rambutan rapiah.

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen pada usulan penelitian ini adalah, timbangan analitik, botol

kaca, batang pengaduk, cawan porselen, vaccum rotary evaporator, gelas beker,

gelas ukur, plastik, pot plastik ukuran 20 cm, erlemeyer, camera, gunting, blender,

penggaris dan label.

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Pengumpulan dan preparasi sampel

Sampel daun rambutan rapiah diperoleh di wilayah Ketewel, Perumahan

Candra Asri No. 1, bibit rimpang diperoleh dari Balai Pusat Pembibitan Tanaman

Page 31: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

31

Pertanian (BPPTP) Luwus. Sampel daun rambutan rapiah dikumpulkan, kemudian

dicuci dan dikering anginkan selama 2 hari. Daun yang sudah kering angin

diblender hingga diperoleh serbuk, kemudian dibungkus dan disimpan di tempat

kering.

4.8.2 Pembuatan ekstrak daun rambutan rapiah

Daun rambutan rapiah diekstrak dengan menggunakan metode ekstraksi

dari Oyun (2006), dengan cara sebagai berikut : bubuk daun rambutan rappiah

dimaserasi dengan menggunakan 100 mL metanol 95% selama satu hari, lalu

disaring. Ampasnya dimaserasi kembali dengan 2 kali pengulangan masing-

masing menggunakan 100 mL metanol 95% selama satu hari, sehingga total

jumlah metanol yang digunakan sebanyak 200 mL. Filtrat yang diperoleh melalui

penyaringan ditampung dan diuapkan dengan vaccum rotary evaporator untuk

mendapatkan ekstrak kental. Setelah didapatkan ekstrak kental, kemudian

ditimbang dengan menggunakan timbangan analitis sesuai dengan konsentrasi

yang telah ditentukan.

4.8.3 Prosedur penyiapan bibit rimpang kunyit dan temulawak

Penyemaian bibit rimpang dapat dilakukan dengan peti kayu atau

diletakkan di atas bedengan. Rimpang kunyit dan temulawak yang baru dipanen

dari kebun dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan.

Selanjutnya patahkan rimpang tersebut dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata

tunas (berat dan ukuran rimpang seragam). Potongan bakal bibit tersebut di kemas

Page 32: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

32

kedalam karung beranyaman jarang, selanjutnya dicelupkan kedalam larutan

fungisisda sekitar satu menit kemudian dikeringkan. Setelah itu dimasukan ke

dalam peti kayu berukuran sekitar 40x40 cm. Cara penyemaian dengan

menggunakan peti kayu ini dilakukan dengan bagian dasar peti kayu diletakan

bakal bibit selapis, kemudian diatasnya diberi abu gosok atau sekam padi yang

berfungsi sebagai pertukaran udara serta mempertahankan kelembaban. Demikian

seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi. Setelah

2-4 minggu, rimpang kunyit dan temulawak siap disemai (Nugroho, 1998).

4.8.4 Pembuatan Media Pertumbuhan

Media pertumbuhan yang digunakan adalah tanah dengan campuran pasir

dengan perbandingan 1 : 1 sebanyak 2 kg untuk masing-masing pot. Pot hitam

yang digunakan berdiameter 20 cm sebanyak 75 buah untuk masing-masing

spesies, sehingga keseluruhan ada 150 pot.

4.8.4.1 Penanaman bibit rimpang kunyit dan temulawak

Penanaman dilakukan di dalam pot hitam dengan cara memasukan satu buah

bibit rimpang kunyit atau temulawak dengan posisi tunas menghadap ke atas,

kemudian ditutup dengan tanah kurang lebih setebal 5 cm.

4.8.4.2 Pemberian perlakuan

Setelah semua pot diisi bibit kemudian tiap-tiap pot diberi ekstrak daun

rambutan rapiah sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan yaitu 0%, 5%,

10%, 15% dan 20%. Ekstrak yang diberikan kurang lebih sebanyak 75 ml, setiap

Page 33: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

33

tiga hari sekali selama tiga bulan kemudian dilakukan penyiraman dengan

aquades setiap harinya.

4.8.5 Pengamatan morfologi

Pengamatan morfologi tanaman rimpang kunyit dan temulawak dilakukan 2

hari setelah perlakuan awal diberikan, dan selanjutnya dilakukan setiap satu bulan

sekali. Pengamatan morfologi meliputi tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun,

jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Panjang daun, lebar daun, tinggi

daun, diukur dari pangkal ruas tanaman yang diamati setiap minggunya dan

diukur dengan penggaris. Jumlah daun dihitung jumlah yang muncul setiap

bulannya. Berat rimpang serta jumlah tunas diukur pada awal dan akhir

pengamatan.

4.8.6 Uji fitokimia ekstrak daun rambutan rapiah

Uji fitokimia terhadap ekstrak daun rambutan rapiah antara lain meliputi

pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, antrakuinon dan

triterpenoid.

A.Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 2 g sampel daun rambutan rapiah diekstraksi dengan

menggunakan pelarut kloroform. Hasil ekstraksi berupa filtrat dipisahkan dari

residu, kemudian dimasukkan kedalam corong pemisah disertai dengan

penambahan 10 ml asam sulfat 2N sehingga akan membentuk dua lapisan yaitu

lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas (lapisan asam) dimasukkan ke dalam

Page 34: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

34

tabung reaksi dan terakhir ditambahkan dengan pereaksi Mayer. Adanya

kandungan alkaloid ditandai dengan adanya endapan berwarna putih yang

terbentuk dari pereaksi Mayer. (Farnsworth, 1996).

B.Pemeriksaan steroid dan triterpenoid

Kandungan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan cara serbuk daun

rambutan rapiah ditambahkan dengan kloroform kemudian dipanaskan kemudian

setelah dipanaskan aduk dan tuangkan pada pring tetes sampai menguap,

kemudian diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchad untuk mengetahui ada

tidaknya senyawa steroid dan triterpenoid yang terkandung. Warna merah dan

ungu yang terbentuk menunjukkan positif mengandung triterpenoid, serta warna

biru dan hijau menunjukkan positif kandungan steroid (Ciulei, 1984)

C.Pemeriksaan saponin

Uji ini dilakukan dengan cara menambahkan air pada residu hasil ekstraksi

sampel dengan pelarut etanol kemudian dikocok hingga membentuk busa stabil

selama 30 menit. Busa yang terbentuk dihidrolisis dengan asam klorida 2N

sebanyak 4 ml, hasil hidrolisis disaring kemudian mendapatkan endapan.

Selanjutnya diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchad. Warna hijau dan biru

yang terbentuk menandakan adanya kandungan saponin dan steroid, sedangkan

apabila warna merah atau ungu yang terbentuk menandakan adanya kandungan

saponin dan triterpen (Ciulei, 1984)

D.Pemeriksaan tanin dan polifenol

Larutkan serbuk daun rambutan rapiah dalam aquades lalu dipanaskan.

Filtrat dan residu yang didapatkan, dipisah dan diletakkan kedalam gelas kimia.

Page 35: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

35

Filtrat selanjutnya dibagi kedalam dua tabung berbeda, tabung 1 yaitu filtrat

ditetesi dengan larutan FeCl3 sedangkan pada tabung 2 filtrat ditetesi dengan

larutan gelatin sebanyak dua hingga tiga tetes. Perubahan warna menjadi biru

hingga kehitaman pada tabung 1 menunjukkan adanya kandungan tannin atau

polifenol, dan apabila terbentuk endapan putih pada tabung 2 menunjukkan

adanya kandungan tanin (Robinson, 1991).

E.Pemeriksaan flavonoid

Serbuk daun rambutan rapiah diekstraksi dengan menggunakan aquades

hingga didapatkan filtrat dan residu. Residu hasil ekstraksi kemudian disaring,

sedangkan filtrat diuapkan untuk diekstraksi kembali membentuk residu. Residu

kemudian diekstraksi dengan 10 ml etanol 80% dan ditambahkan 0,5 gram logam

magnesium, hasil ekstraksi residu dengan etanol 80% ditempatkan pada dua

tabung terpisah. Tabung 1 ditambahkan HCl pekat sebanyak 0,5 ml, sedangkan

tabung 2 digunakan sebagai kontrol. Adanya kandungan flavonoid ditandai

dengan perubahan warna yang terjadi menjadi merah muda atau ungu (Markham,

1988).

F.Antrakuinon

Serbuk sampel daun rambutan rapiah diekstraksi dengan pelarut benzen,

kemuudian kocok selama 5 menit. Lalu ekstrak hasil esktraksi benzen (bagian

atas) pindahkan ke tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan amonia. Jika

berwarna merah positif mengandung antrakuinon (Markham,1988).

Page 36: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

36

4.9 Pengolahan Data

4.9.1 Pengumpulan Data

Setelah 12 minggu atau kurang lebih 3 bulan diperoleh hasil pengamatan

seperti tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun, lebar daun, jumlah tunas dan

berat rimpang dirata-ratakan dari masing-masing perlakuan untuk setiap jenis

tanaman.

4.10 Analisis Data

Data yang telah diperoleh diolah secara kuantitatif yaitu dengan mengukur

tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat

rimpang pada akhir dan awal pengamatan. Data kuantitatif yang telah diperoleh

dianalisis secara statistik dengan menggunakan ANOVA (uji sidik ragam) dan

jika berbeda sangat nyata (P<0,01) serta berbeda nyata (P<0,05) akan dilanjutkan

dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan tabel dan

grafik (Steel dan Torrie, 1993 dan Gasperz, 1995). Analisis dengan menggunakan

program SPSS versi 17.0 (Statistical Program for Social Sciences). Data

kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara deskriptif.

Page 37: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

37

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan Rapiah

Uji fitokimia pada ekstrak daun rambutan rapiah dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.)

Uji Fitokimia Pereaksi Perubahan

warna

Keterangan

Triterpenoid Liebermann-Burchard hijau-biru (-) triterpen

Steroid Liebermann-Burchard hijau-biru (+) steroid

Flavonoid Wilstater hijau-kuning

kemerahan

(+) flavonoid

Alkaloid Meyer tidak ada endapan (-) alkaloid

Polifenol FeCl3 coklat-biru (+) fenolat

Saponin Akuades, dipanaskan

kocok

timbul busa stabil (+) saponin

Tanin NaCl 10%+ gelatin coklat-ada

endapan

(+) tanin

Antrakuinon Brontrager coklat-bening (-) antrakuinon

Keterangan :

+ artinya mengandung (+,++, dan ++ menunjukan intensitas

warna/banyak endapan)

- artinya tidak mengandung

Berdasarkan data hasil uji fitokimia menunjukan bahwa ekstrak daun

rambutan rapiah mengandung senyawa steroid, flavonoid, fenolat, saponin dan

tanin. Hal ini sesuai dengan uji fitokimia yang telah dilakukan pada penelitian

sebelumnya dimana golongan kandungan kimia dari daun rambutan rapiah adalah

flavonoid, saponin, tanin, fenol dan steroid (Asiah, 2008). Penelitian Asiah

(2008), mengatakan bahwa ekstrak alkohol dari daun rambutan rapiah efektif

untuk membunuh larva Aedes aegepty.

Page 38: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

38

5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Rambutan Rapiah

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun serta

jumlah daun, dari analisis satistik ANOVA menunjukkan pengaruh yang sangat

nyata (P<0,01) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.2

Tabel 5.2

Signifikansi Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Rambutan Rapiah Terhadap

Parameter yang Diamati Pada Tanaman Kunyit dan Temulawak

Parameter yang

diamati

Kunyit Temulawak

Bulan ke- Bulan ke-

1 2 3 1 2 3

Tinggi tanaman ** ** ** ** ** **

Panjang daun ** ** ** ** ** **

Lebar daun ** ** ** ** ** **

Jumlah daun ** ** ** ** ** **

Jumlah tunas - - tn - - tn

Berat Rimpang - - tn - - *

Keterangan :

tn : tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% ( P<0,05)

* : berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0,05)

** : berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (P<0,01)

Hasil uji Anova menunjukan hasil bahwa ekstrak daun rambutan rapiah

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman kunyit

dan temulawak, sehingga dapat dilakukan uji Duncan (Lampiran 1).

Page 39: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

39

a.Tinggi Tanaman

Pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tinggi

tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan konsentrasi

5%,10%,15% dan 20% pada bulan pertama, kedua dan ketiga memberikan

pengaruh yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol (0%). Pada tanaman

kunyit, tinggi tanaman tertinggi yaitu pada kontrol dengan tinggi 76 cm dan

terendah pada konsentrasi 20% dengan tinggi 33,5 cm, mengalami penurunan

tinggi tanaman sekitar 55,9% pada kunyit. Pada tanaman temulawak tinggi

tanaman tertinggi terdapat pada kontrol dengan tinggi 110,5 cm dan terendah pada

konsentrasi 20% dengan tinggi 61 cm, mengalami penurunan sekitar 44,5% pada

tanaman temulawak.

Gambar 5.1 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap

tinggi tanaman kunyit dan temulawak dengan pemberian konsentrasi ekstrak 0%,

5%, 10%, 15% dan 20% selama 3 bulan pengamatan.

Page 40: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

40

Gambar 5.1 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap tinggi tanaman

kunyit dan temulawak.

Hasil ANOVA menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan

pengaruh terhadap tinggi tanaman kunyit dan temulawak (P<0,01). Ekstrak daun

rambutan rapiah menghambat tinggi tanaman kunyit dan temulawak. Hambatan

tertinggi yaitu pada konsentrasi 20% dibandingkan dengan kontrol.

b. Panjang Daun

Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhdap panjang daun tanaman kunyit

dan temulawak setelah diberi perlakuan ekstrak dengan konsentrasi 5%, 10%,

15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit panjang daun terpanjang yaitu

pada kontrol dengan panjang daun 30,5 cm dan terpendek pada konsentrasi

ekstrak 20% dengan panjang 18,3 cm, pada panjang daun mengalami penurunan

sekitar 40% pada kunyit Sedangkan pada temulawak panjang daun terpanjang

terdapat pada kontrol dengan panjang 57,5 cm dan terendah pada konsentrasi 15%

dengan panjang daun 29,8 cm, mengalami penurunan sekitar 48 % pada

temulawak.

Gambar 5.2 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap

panjang daun tanaman kunyit dan temulawak.

Page 41: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

41

Gambar 5.2 Pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap panjang daun

kunyit dan temulawak

Berdasarkan data yang diperoleh setelah 12 minggu pengamatan terhadap

panjang daun kunyit dan temulawak mengalami perbedaan panjang daun jika

dibandingkan dengan kontrol. Hasil ANOVA menunjukan bahwa ekstrak daun

rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap panjang daun kunyit dan

temulawak (P< 0,01). Dengan panjang daun terpanjang yaitu temulawak pada

kontrol dan terpendek pada kunyit dengan konsentrasi 20%. Dari hasil uji Duncan

terlihat perbedaan yang sangat nyata antara kontrol dan pemberian perlakuan (P<

0,01).

c. Lebar Daun

Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar daun kunyit dan

temulawak setelah diberi perlakuan ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi

0%,5%, 10%, 15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit lebar daun

paling besar terdapat pada kontrol dengan lebar daun 7,7 cm dan terkecil pada

konsentrasi 20% dengan lebar 4,8 cm, mengalami penurunan sekitar 37% pada

Page 42: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

42

kunyit. Sedangkan pada tanaman temulawak lebar daun terbesar terdapat pada

kontrol dengan lebar 11,5 cm dan terkecil pada konsentrasi 15% dengan lebar 6,8

cm, mengalami penurunan sekitar 39% pada temulawak. Hasil ANOVA

menunjukan ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh yang sangat

nyata (P < 0,01) terhadap lebar daun kuyit dan temulawak. Sehingga bisa

dilanutkan ke uji selanjutnya yaitu uji Duncan yang menunjukan hasil terlihat

perbedaan antara kontrol dan pemberian perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah.

Dengan lebar daun terbesar yaitu pada tanaman temulawak pada kontrol (0%) dan

terendah pada tanaman kunyit dengan konsentrasi 20%

Gambar 5.3 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap

lebar daun tanaman kunyit dan temulawak dengan konsentrasi ekstrak 0%, 5%

10%, 15% dan 20%

Gambar 5.3 Pengaruh pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar

daun kunyit dan temulawak.

Page 43: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

43

d. Jumlah Daun

Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah daun kunyit dan

temulawak menunjukan hasil pada tanaman kunyit jumlah daun tertinggi yaitu

pada kontrol dengan jumlah daun 10 buah dan terendah yaitu pada konsentrasi

10% dengan jumlah daun 6 buah, mengalami penurunan sekitar 40% pada kunyit.

Sedangkan pada tanaman temulawak jumlah daun tertinggi terdapat pada kontrol

dengan jumlah 7 buah dan terendah pada konsentrasi 5% dengan jumlah daun 4

buah, mengalami penurunan sekitar 42% pada temulawak.

Berdasarkan data yang diperoleh setelah 12 minggu pengamatan terhadap

jumlah daun tanaman kunyit dan temulawak antara pemberian perlakuan dan jenis

tanaman hasil ANOVA menunjukan hasil ekstrak memberikan pengaruh terhadap

jumlah daun kunyit dan temulawak ( P < 0,01) sehingga dilanjutkan ke uji Duncan

dimana hasil menunjukan antara pemberian konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15%

dan 20% tidak terlalu menujukan perbedaan yang nyata.

Gambar 5.4 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan terhadap jumlah

daun kunyit dan temulawak dengan pemberian konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%

dan 20%.

Page 44: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

44

Gambar 5.4 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah daun kunyit

dan temulawak

e. Jumlah Tunas

Pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah tunas kunyit dan

temulawak setelah diberi perlakuan deengan konsentrai 0%, 5%, 10%, 15% dan

20% menunjukan hasil pada tanaman kunyit jumlah tunas tertinggi yaitu pada

kontrol dengan jumlah tunas pada akhir pengamatan sebanyak 6 buah dan

terendah pada konsentrasi 20% dengan jumlah tunas 5 buah, mengalami

penurunan sekitar 16% pada kunyit. Sedangkan pada temulawak jumlah tunas

tertinggi pada konsentrasi ekstrak 10% dengan jumlah tunas 9 buah dan terendah

pada konsentrasi 20% dengan jumlah tunas sebanyak 7 buah, mmengalami

penurunan sekitar 22% pada temulawak.

Gambar 5.5 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap

jumlah tunas tanaman kunyit dan temulawak dengan konsentrasi ekstrak 0%, 5%,

10%, 15% dan 20%.

Page 45: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

45

Gambar 5.5 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah tunas kunyit

dan temulawak

Hasil ANOVA menunjukan ekstrak daun rambutan rapiah tidak memberikan

pengaruh terhadap jumlah tunas kunyit dan temulawak (P > 0,01). Dengan jumlah

tunas tertinggi pada akhir pengamatan yaitu pada tanaman temulawak dengan

konsentrasi 10% dan terendah pada tanaman kunyit konsentrasi 20%. Adapun

faktor yang menyebabkan ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah

tunas kunyit dan temulawak yaitu disebabkan oleh beberapa faktor menurut

Steinsik et al.,(1982) yang mengemukakan bahwa pertumbuhan dan

perkembangan tanaman tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak,

temperatur ruangan dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.

f. Berat Rimpang

Pengaruh pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang

tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan konsentrasi 0%,

5%, 10%, 15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit berat rimpang

Page 46: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

46

tertinggi yaitu pada kontrol dengan berat 43,5 gram dan terendah pada konsentrasi

10% dengan berat 35,8 gram, mengalami penurunan sekitar 17% pada kunyit.

Sedangkan pada temulawak berat rimpang tertinggi terdapat pada kontrol dengan

berat 98,5 gram sedangkan terendah pada konsentrasi 15% dengan berat 63,5

gram, mengalami penurunan sekitar 35% pada temulawak.

Hasil ANOVA menunjukan ekstrak daun rambutan tidak memberikan

pengaruh terhadap berat rimpang kunyit (P > 0,01) tetapi memberikan pengaruh

terhadap berat rimpang temulawak ( P < 0,05) jika dibandingkan dengan kontrol.

Gambar 5.6 menunjukan pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap

berat rimpang tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan

konsetrasi ekstrak 0%, 5% 10%, 15% dan 20%.

Gambar 5.6 Pengaruh ektrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang kunyit

dan temulawak

Setelah 12 minggu pengamatan atau 3 bulan dapat dilihat perbedaan berat

rimpang pada masing-masing tanaman dan konsentrasi pada berat rimpang

Page 47: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

47

temulawak. Namun pada kunyit antara kontrol dan pemberian perlakuan tidak

terlihat adanya pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang.

Pada kontrol tanaman temulawak menunjukan berat rimpang tertinggi

dibandingkan dengan tanaman kunyit. Hal ini disebabkan semakin banyak mata

tunas, maka stolon yang terbentuk semakin banyak dan meningkatnya jumlah

stolon maka produksi rimpang semakin banyak.

Page 48: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

48

Gambar 5.7 Hasil akhir pengamatan (a) Tinggi Kunyit Setelah 12 Minggu

Pengamatan (b) Tinggi Temulawak Setelah 12 Minggu

Pengamatan (c) Rimpang Tanaman Kunyit saat pemanenan (d)

Rimpang Tanaman Temulawak setelah pemanenan

A B

C D

Page 49: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

49

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Senyawa Yang Terkandung Pada Ekstrak Daun Rambutan Rapiah

Pada hasil uji fitokimia, diketahui bahwa ekstrak daun rambutan rapiah

tidak mengandung senyawa alkaloid. Hal ini terlihat tidak adanya endapan yang

terbentuk. Jika mengandung senyawa alkaloid pereaksi Meyer akan bereaksi

dengan alkaloid dan membentuk endapan berwarna putih. Alkaloid merupakan

senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam

gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Peranan fisiologis senyawa alkaloid

ditanaman masih belum diketahui secara pasti. Meskipun demikian alkaloid

diketahui berfungsi untuk melindungi tanaman (Keeler,1975). Sebagai contoh

tanaman yang mengandung alkaloid tertentu akan dijauhi oleh hewan dan

serangga pemakan daun.

Hasil skrining fitokimia ekstrak daun rambutan rapiah menunjukkan

adanya flavonoid yang ditandai dengan warna kuning kemerahan setelah diberi

pereaksi Wilstater. Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang sangat potensial

sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai antioksidan. Senyawa-

senyawa ini dapat ditemukan di batang, daun, buah dan bunga. Flavonoid dapat

berfungsi sebagai antimikroba, antivirus, antioksidan, antihipertensi, merangsang

pembentukan estrogen dan mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995).

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa

jika dikocok dalam air. Hal tersebut terjadi karena saponin memiliki gugus polar

Page 50: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

50

dan non polar yang akan membentuk misel. Pada saat misel terbentuk maka gugus

polar akan menghadap ke luar, gugus nonpolar menghadap ke dalam dan keadaan

inilah yang tampak seperti busa (Sangi,2008). Pada hasil uji fitokimia ekstrak

daun rambutan rapiah mengandung senyawa saponin ditandai dengan timbulnya

busa yang stabil.

Pada uji tanin dan polifenol ini dimana filtrat yang diperoleh dibagi dalam

dua tabung. Tabung yang pertama untuk pengujian tanin dan tabung kedua untuk

pengujian polifenol. Ekstrak daun rambutan rapiah positif mengandung senyawa

tanin yang ditandai dengan warna coklat dan terdapat endapan setelah

ditambahkan gelatin dan positif mengandung polifenol setelah ditambahkan FeCl3

yang ditandai dengan warna coklat kebiru-biruan. Tanin dalam tanaman dianggap

memiliki fungsi utama sebagai penolak hewan pemakan tanaman karena rasanya

yang sepat dan dalam bidang farmasi digunakan sebagai antioksidan (Sangi dkk.,

2008). Diduga senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun rambutan rapiah

yaitu tanin, flavonoid yang termasuk kedalam senyawa fenol yang menghambat

pertumbuhan tanaman disekitarnya, sehingga tanaman tertentu saja yang dapat

tumbuh.

Pada uji steroid dan triterpenoid dari ekstrak rambutan rapiah dengan

menggunakan metode Liebermann-Burchard yang nantinya akan memberikan

warna jingga atau ungu kehijauan untuk terpenoid dan warna biru untuk steroid.

Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk

warna oleh H2SO4 pekat pada pelarut asetat glasial yang membentuk warna

jingga. Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan ekstrak daun

Page 51: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

51

rambutan mengandung senyawa steroid. Hal ini dapat dilihat dari perubahan

warna yang terjadi setelah penambahan asam sulfat pekat, yaitu warna hijau

kebiruan. Pada uji triterpenoid menunjukkan hasil negatif, karena tidak terjadi

perubahan warna jingga atau ungu

Steroid yang tersebar luas di alam dan mempunyai fungsi biologis yang

sangat penting misalnya untuk antiinflamasi. Triterpenoid adalah senyawa yang

tidak berwarna, berbentuk kristal. Senyawa ini merupakan komponen aktif dalam

tanaman obat yang telah digunakan untuk penyakit Diabetes, gangguan

menstruasi, beberapa senyawa triterpenoida menunjukkan aktivitas antibakteri

atau antivirus (Sangi et al., 2008).

Pada pengujian antrakuinon ekstrak daun rambutan rapiah dengan

menggunakan pereaksi Brontager disini terlihat setelah skrining uji fitokimia

esktrak daun rambutan rapiah negatif antrakuinon. Hal ini dapat dilihat tidak

adanya perubahan warna menjadi hijau atau ungu (Harborne, 1987). Dalimarta

(2003) mengatakan bahwa kandungan senyawa kimia daun rambutan rapiah terdiri

dari tanin dan saponin. Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang

terkondensasi dan tanin yang terhidrolisis.

Tanin terdapat pada berbagai tanaman berkayu dan herbal. Sifat senyawa

saponin yaitu mempunyai rasa pahit, larut dalam air. membentuk busa yang stabil,

dan merupakan racun kuat untuk ikan (Gunawan et al, 2005). Selain itu, saponin

merupakan golongan senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai insektisida.

Saponin dan tanin terdapat pada tanaman yang apabila kemudian dikonsumsi oleh

serangga, mempunyai mekanisme kerja dapat menurunkan aktivitas enzim

Page 52: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

52

pencernaan dan penyerapan makanan, sehingga saponin dan tanin bersifat sebagai

racun perut (Nursal et al, 2003).

Pada tanaman, kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak daun

rambutan rapiah ini bersifat menghambat pertumbuhan dimana dengan

penyiraman ekstrak daun rambutan pada tanaman kunyit dan temulawak terlihat

adanya pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap pertumbuhan tanaman

kunyit dan temulawak.

6.2 Pengaruh Pemberian Estrak Daun Rambutan Rapiah Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Kunyit dan Temulawak

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan

statistik anova menunjukan pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap

pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak memberikan pengaruh yang nyata.

Hal ini dapat dilihat pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi ekstrak 5%,

10%, 15% dan 20%, dimana semakin tinggi konsentrasi ektrak yang diberikan

maka penghambatan yang terjadi semakin besar. Hal ini disebabkan oleh senyawa

aktif yang terkandung dalam daun rambutan rapiah. Berdasarkan uji fitokimia

yang telah dilakukan daun rambutan rapiah mengandung senyawa kimia dari

golongan flavonoid, saponin, tanin, fenol dan steroid. Begitu juga dengan uji

fitokimia yang dilakukan sebelumnya oleh Asrianti (2006) bahwa daun rambutan

rapiah mengandung senyawa kimia dari golongan flavonoid, tanin, fenol.

Green dan Corcoran (1975), menyatakan bahwa zat alelopati berasal dari

golongan saponin dan polifenol. Golongan polifenol yang sangat dikenal adalah

Page 53: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

53

tanin. Tanin memiliki daya racun yang kuat dimana hal ini terbukti menghambat

aktivitas enzim selulase, pepsin, proteinase, dehidrogenase dan dekarboksilase

(Einhellig,1995). Tanin juga terbukti menghambat perkecambahan Sorghum

bicolor (Harris and Burns, 1970) dimana tanin menghambat aktivitas enzim-

enzim germinasi seperti amilase, protease dan lipase.

Nilai rerata pada seluruh variabel antara kontrol dan pemberian perlakuan

ekstrak daun rambutan rapiah pada tanaman temulawak lebih tinggi jika

dibandingkan dengan kunyit. Hal ini disebabkan karena sifat genetik dari tanaman

itu sendiri. Rimpang temulawak memiliki ukuran rimpang yang lebih besar

dibandingkan dengan kunyit, sehingga tanaman temulawak lebih tahan terhadap

pemberian ekstrak daun rambutan rapiah yang mengandung senyawa alelopati

yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Rimpang bersifat dorman yang

dapat menyimpan cadangan makanan yang ada didalamnya, semakin besar

ukuran rimpang maka semakin besar pula cadangan makanan yang disimpan.

Berdasarkan Tabel 5.2 pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terjadi

perbedaan antara kontrol dan pemberian perlakuan terhadap masing-masing

parameter. Tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang daun pada kontrol

memiliki ukuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian perlakuan

ekstrak daun rambutan rapiah

Gambar 5.1 menunjukan parameter tinggi tanaman mengalami perbedaan

tinggi antara kontrol dan pemberian perlakuan. Dimana hasil statistik anova

menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap

tinggi tanaman kunyit dan temulawak. Pertumbuhan tinggi tanaman pada kunyit

Page 54: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

54

yaitu pada kontrol dan hambatan tertinggi ditunjukan pada konsentrasi 20%.

Sedangkan pada tanaman temulawak tinggi tanaman tertinggi yaitu pada kontrol

dan tinggi tanaman terendah pada konsentrasi 20%. Pertumbuhan tinggi tanaman

ini disebabkan oleh adanya proses pembelahan sel, sedangkan aktivitas

pembelahan sel ini sangat dipengaruhi oleh adanya hormon auksin, giberelin dan

sitokinin. Einhelling (1996), mengatakan tanin bersifat antagonis terhadap hormon

giberelin (GA) pada penelitian kecambah Pisum sativus (Corcoran, 1972),

sehingga dengan adanya kandungan tanin pada ekstrak daun rambutan rapiah

pertumbuhan tinggi pada tanaman kunyit dan temulawak terhambat.

Senyawa alelokimia yang terdapat pada ekstrak daun rambutan rapiah

terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme sasaran melalui seragkaian

yang cukup kompleks. Proses tersebut diawali dengan kerusakan struktur di

membran sel, modifikasi saluran membran atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase.

Hambatan berikutnya terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa

karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon dimana salah satunya yaitu

hormon auksin (Einhellig, 1995).

Hormon auksin ditemukan pada ujung batang dan akar berfungsi di dalam

perpanjangan sel. Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah

meristem apikal tunas ujung. IAA diproduksi di tunas ujung tersebut kemudian

diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong perpanjangan sel batang.

Dengan pemberian ekstrak daun rambutan rapiah, aktivitas hormon auksin dan

giberelin ini menjadi terganggu, sehingga terhambatnya pembelahan sel dan

pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan

Page 55: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

55

tanaman (Gunawan,1987), sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang

diberikan maka pertumbuhan dan perkembangan sel-sel meristem pucuk akan

terhambat.

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun rambutan rapiah

memberikan pengaruh terhadap panjang daun kunyit dan temulawak jika

dibandingkan dengan kontrol. Namun pada tanaman temulawak dengan

konsentrasi ekstrak 5% dan 10% tidak terlihat memberikan pengaruh yang nyata.

Dimana panjang daun terpanjang yaitu pada kontrol tanaman temulawak dan

terendah pada konsentrasi 20%. Jika kontrol dibandingkan antara kunyit dan

temulawak, panjang daun terpanjang yaitu pada tanaman temulawak.

Pada konsentrasi tinggi senyawa alelokimia dapat menghambat dan

mengurangi hasil pada proses-proses utama tanaman. Hambatan yang terjadi

misalnya yaitu terjadi pada pembentukan asam nukleat, protein, dan ATP.

Dimana jumlah ATP yang berkurang dapat menekan hampir seluruh proses

metabolisme yang terjadi, sehingga sintesis zat-zat lain yang dibutuhkan oleh

tanaman berkurang (Rice, 1984).

Gambar 5.3 dan 5.4 menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara

pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar dan jumlah daun

dibandingkan dengan kontrol, dimana lebar daun dan jumlah daun tertinggi yaitu

terlihat pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan konsentrasi ektrak

20%. Rice (1974), menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak yang

diberikan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan akan semakin terhambat

akibat adanya senyawa alelopati yang tekandung di daun rambutan tersebut.

Page 56: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

56

Penurunan ukuran panjang, lebar, dan jumlah daun ini disebabkan karena

ekstrak daun rambutan mengandung senyawa tanin yang termasuk kedalam

golongan fenol. Senyawa fenol pada konsentrasi tinggi akan menghambat

pertumbuhan tanaman. Selain karena kandungan senyawa aktif, penghambatan

dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti

temperatur ruangan yang terlalu tinggi yang mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dimana temperatur merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi temperatur

maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan

mengakibatkan kematian.

Menurut Ratnawati (1988), bahwa keefektifan zat tumbuh eksogen hanya

terjadi pada konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi terlalu tinggi akan merusak dan

pada konsentrasi terlalu rendah tidak efektif. Dari 81 jenis tanaman obat yang

diuji, 66 jenis diantaranya telah mengindikasikan adanya kandungan senyawa

alelopati yang menghambat perkecambahan benih selada air (Gillani, et al, 2010).

Gambar 5.5 menunjukkan konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh

terhadap jumlah tunas tanaman kunyit dan temulawak. Pada akhir pengamatan

konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas . Hal ini

ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan

konsentrasi ekstrak dengan kontrol. Pertumbuhan tunas ini diakibatkan oleh

aktivitas sitokinin pada tanaman. Dimana sitokinin yang lebih tinggi

meningkatkan pembentukan tunas. Selain itu karbohidrat yang tersimpan pada

umbi tanaman kunyit dan temulawak berperan dalam pembentukan tunas sehingga

Page 57: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

57

ektrak daun rambutan tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah

tunas (Setiade, 2000). Hal ini sesuai dengan penjelasan diatas yaitu ada faktor lain

yang mempengaruhi yaitu diantaranya bibit ungul atau aktivitas hormon pada

tanaman tersebut (Suwena, 2008).

Gambar 5.6 menunjukan konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh

terhadap berat rimpang kunyit, namun memberikan pengaruh terhadap berat

rimpang temulawak. Berat rimpang temulawak tidak menunjukan perbedaan yang

nyata pada masing-masing konsentrasi yang diberikan. Berat rimpang tertinggi

terlihat pada tanaman temulawak dibandingkan dengan tanaman kunyit. Hal ini

disebabkan oleh sifat genetik tanaman. Walaupun rimpang yang digunakan

berbeda yaitu rimpang tanaman kunyit dan temulawak, namun sifat dari rimpang

sama, sehingga perlakuan antara konsentrasi ekstrak tidak menunjukan perbedaan

yang nyata.

Sutopo (1984), menyatakan semakin besar ukuran rimpang maka kandungan

protein semakin banyak, dimana besar bibit rimpang berpengaruh terhadap

kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena besarnya bibit menentukan besarnya

calon rimpang pada saat permulaan dan berat tanaman saat dipanen. Salah satu

faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah

penyerapan zat hara yang penting (esensial). Dalam proses pertumbuhan tanaman

menyerap unsur hara sehingga terjadi proses metabolisme antara lain

pertumbuhan sel dipenuhi, disamping itu melalui berat rimpang berarti

ketersedian makanan untuk pertumbuhan tanaman semakin meningkat. Sedangkan

tingkat pemberian unsur hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan

Page 58: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

58

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Novizan,

2002).

6.3 Tanaman Yang Paling Cocok Digunakan Sebagai Tanaman Sela Di

bawah Pohon Rambutan Rapiah

Hasil pengamatan setelah 12 minggu menunjukan hasil tanaman yang cocok

digunakan sebagai tanaman sela untuk pemanfaatan kebun TOGA dibawah pohon

rambutan rapiah yaitu temulawak (Curcuma xantorrhiza ROXB.). Hal ini terbukti

dari beberapa parameter yang diamati tanaman temulawak memiliki rata-rata

tertinggi dibandingkan dengan tanaman kunyit. Selain itu dari segi pengamatan

morfologi, tanaman ini juga menunjukan hasil yang baik, dari segi jumlah daun,

tinggi tanaman, panjang daun, berat rimpang dan lebar daun dibandingkan dengan

tanaman kunyit. Pemilihan tanaman temulawak sebagai tanaman sela yang paling

cocok digunakan dibawah pohon rambutan ini dapat dilihat dari tinggi tanaman

dengan pemberian konsentrasi ekstrak tertinggi yaitu 20% terdapat pada tanaman

temulawak yaitu 61 cm. Terhadap panjang daun dan lebar daun, temulawak juga

memperlihatkan panjang dan lebar daun terpanjang yaitu dengan rata-rata panjang

daun 57,5 cm dan lebar 11,5 cm.

Terhadap jumlah daun dan jumlah tunas, pemberian konsentrasi ekstrak 20%

tanaman temulawak memiliki tunas terbanyak dibandingkan dengan kunyit.

Kemudian terhadap berat rimpang dengan pemberian konsenstrasi 20%, berat

umbi tertinggi yaitu pada tanaman temulawak dimana memiliki berat rata-rata

68,6 gram dan kunyit 36,73 gram. Sehingga dari penjelasan diatas dapat

Page 59: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

59

disimpulkan tanaman yang cocok tumbuh dibawah naungan pohon rambutan yaitu

temulawak. Umbi temulawak ini memang tumbuh dengan baik pada lahan yang

teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Herman (1985), menyatakan

tanaman ini dapat tumbuh subur dibawah naungan pohon bambu dan jati. Menurut

Tharir dan Hadmadi (1984) tanaman yang sesuai untuk dimasukkan dalam pola

tumpang sari adalah tanaman tipe pendek, mahkota daun kecil, tidak banyak

cabang, umur tahunan, tahan serangan hama dan penyakit, hasil tinggi dan tidak

peka terhadap lamanya penyinaran matahari.

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

Page 60: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

60

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Senyawa yang terkandung pada daun rambutan rapiah yaitu : steroid,

flavonoid, polifenol, saponin, dan tanin.

2. Pemberian ekstrak daun rambutan rapiah dengan konsentrasi 5%, 10%,

15% dan 20% memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman,

panjang daun, lebar daun, jumlah daun kunyit dan temulawak. Sedangkan

tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas dan berat rimpang

kunyit, namun memberikan pengaruh terhadap berat rimpang temulawak.

3. Tanaman yang paling cocok tumbuh dan dapat digunakan sebagai tanaman

sela dibawah pohon rambutan rapiah yaitu temulawak, dimana terbukti

pada beberapa parameter yang diamati seperti : tinggi tanaman, panjang

daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang bahwa

tanaman temulawak memiliki nilai rata-rata yang terbesar terhadap

pemberian ekstrak daun rambutan pada akhir pengamatan. Selain itu

temulawak memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

temulawak terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.

7.2 Saran

Page 61: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

61

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat

diberikan adalah :

1. Untuk pemberian ekstrak daun rambutan rapiah disarankan agar

menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi dan menggunakan tanaman

jenis TOGA yang lain.

2. Untuk lebih memastikan efek alelopati dari daun rambutan rapiah

dilakukan penelitian dengan menggunakan daun rambutan rapiah yang

berasal dari daun rambutan yang sudah gugur.

DAFTAR PUSTAKA

Page 62: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

62

Al-Hakimi, A.M.A. 2008. Effect of salicylic acid on biochemical changes in

wheat plants under khat leaves residues. Plant Soil Environment 54(27):

288-293

Backer, C.A. dan R.C. Bakhuizen. 1968. Flora of Java vol I. Noordhoff Press.

Netherland. hal 166-167

Bustos, P.A., J. Pohlan, and M. Schulz. 2008. Interaction between coffee (Coffea

arabica L) and intercropped herbs under field conditions in the Sierra

Norte of Peubla, Mexico. Journal of Agriculture and Rura Development

in the Tropic and Sub Tropics 109(1): 85-94

Campbell N.A. Mitchell LG, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ. 2006. Biology, 5th

ed. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword City,

England

Ciulei, J. 1984. Metodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Bucharest:

Faculty of Pharmacy. Pp. 11-26.

Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta

Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta:

Perpustakaan Nasional RI

Deshmukh,I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Terjemahan Kuswata

Kartawinata dan Sarkat Danimiharja. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Dinata, K.,1985. Peranan Alelopati Dalam Kompetisi Intraspesifik. Laporan

Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar

Duke J.A. 2008. US. Department of Agriculture Phytochemistry an

Ethnobotanical Database. http//www.arsgrin.gov/duke/index/html

Djazuli, M., 2002. Alelopati Pada Tanaman Nilam (Pogostemon cablinL.). Jurnal

Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. 8 (2):163-172.

Einhelig, F.A. 1996. Interactions involving allelopathy in cropping system. Agron

J. 88:886-893.Fagliano, V. 1999. Method for measuring antioxsidant

activity and its application to monitoring the antioxsidant capacity of

wine. Jurnal Agricultur. Food.Chem. 4:1035-1040.

Gilani, SA., Y. Fujii, Z K Shinwari, M. Adnan, A.Kikuchi. and KN. Watanabe.

2010. Phytotoxic studies of medicinal plant species of Pakistan. Pak. J.

Bot. 42(2): 987-996.

Page 63: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

63

Green, F.B. and M.R. Corcoran. 1975. Inhibitory Action of Five Tannins on

Growth Induced by Several Gibberellin. Plant Physiol. 56 ; 801 – 806

Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan

PAU Bioteknologi IPB.Bogor.

Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.

Penebar Swadaya. Jakarta. 140 hlm

Harborne, J.B. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro. ITB,

Bandung.1987

Hariana, H.A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 3. Jakarta: Swadaya. ISBN

979-002-008-2. Hal 5-9.

Harris, H.B. and R.E. Burns 1970. Influence of Tannnin Content on Preharvest

Seed Germination in sorghum. Agron. P.T. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Herman, A.S., 1985. Berbagai Macam Penggunaan Temulawak dalam Makanan

dan Minuman dalam Simposium Nasional Temulawak, 17-18

September 1985, Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung.

Hernani. 2001. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) tumbuhan obat

Indonesia. Penggunaan dan khasiatnya. Pustaka Populer Obor, Jakarta.

pp. 130-132.

Heddy, S. 2002. Ekofisiologi tanaman, suatu kajian kuantitatif pertumbuhan

tanaman. Divisi Buku Perguruan Tingga. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta. 97 hal.

Inderjit. 1996. Plant Phenolic in Allelopathy. Botanical Review. (62) : 186-202.

Januwati, M. dan E.R. Pribadi. 2000. Usahatani pola tumpangsari temu-temuan

dan kacang-kacangan di bawah tegakan hutan rakyat. Makalah Temu

Usaha Tanaman Obat. Diselenggarakan oleh Ditjen Rehabilitasi dan

Perhutanan Sosial di Semarang, 8 Nopember 2000. I8p.

Jain, P.K. and R.K. Agrawal. 2008. High Permoformance Liquid

Chromatographic Analysis of Asiaticoside in Centella asiatica (L.) Urban.

Chiang Mi J. Sci., Vol.. 35(3): p. 521 – 525

Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya tanaman berkhasiat obat: kunyit (kunir).

Jakarta, PT. Rineka Cipta: 60

Page 64: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

64

Lankau, R. 2009. Soil microbial communities alter allelopathic competition

between Alliria petiolata and native species. Biol. Invasion. Springer

Scence Busines Media B.V. 10 p

Lipinska, H. And W. Lipinski. 2009. Initial growth of Phleum pratense under the

influence of leaf water extracts from selected grass species and the same

extract improved with MgSO4.7H2O. J. Elementol 14(1):101-110

Markham, K.R. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavonoid.Bandung : Penerbit ITB.

Moenandir, J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press.

Jakarta. 122 hal.

Moenandir J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma (Ilmu Gulma:

Buku III). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit.

Ungaran,Trubus Agriwidya. 86 hal.

Oyun, M. B. 2006. Allelopathic potentialities of Gliricidia sepium and Acacia

auriculiformis on the germination ang seedling vigour of maize (Zea

mays L.). American Journal of Agricultural and Biological Science. 1(3):

44-47.

Pribadi, E.R., M. Januwati dan M. Yusron. 2000. Potensi tanaman obat sebagai

tanaman sela di bawah tegakan hutan rakyat. Prosiding Simposium

Nasional dan Kongres VII PERAGI, Bogor, 21-23 Maret 200. pp. 336-

344.

Putnam, A.R. 1988. Allelopathy: Problem and opportunities in weed management.

In: M.A. Altieri and M. Liebman (eds). Weed Management in

Agroecosystem: Ecological Approaches. Florida: CRC Press. pp.77-88.

Ramaiah, Savitri, 2006. Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksinya

Sejak Dini, Jakarta: BIP.

Ratawati, K. 1988. Pengaruh Hasil Atonik dan Dosis Pupuk N Terhadap Hasil

Tanaman Sawi Kembang (Brassica juncea L.) Denpasar : Falkutas

Pertanian Universitas Udayana

R. Rukmana. 2002. Komunitas Unggulan dan Prospek Agrobisnis. Penerbit

Kanisius. Jogjakarta

Rice, E. L. 1984. Allelopty Basic Edition : Academic Press. Inc. London.

Page 65: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

65

Rios JL. & Rico MC. 2005. Medicinal Plants and Antimicrobial Activity.

Respective paper.

Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke–6. a.b.

Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Robinson, T. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan

oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. ITB, Bandung.1995

Rukmana, R dan Saputra Sugandi., 1995. Hama Tanaman dan Teknik

Pengendalian, Bumi aksara, Jakarta.

Sangi, M.; Runtuwene, M.R.J.; Simbala, H.E.I. dan Makang, V.M.A. Analisis

Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara.Chemistry

Progress. 2008, 1,47-53.

Santososo, H.B. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta Selatan.

Agromedia Pustaka. Hal.50

Sastroutomo, S.S 1990. Ekologi Gulma. Edisi 5,.Penerbit PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Savitri.2006. Diabetes Cara Mengetahui Gejala Diabetes danMendeteksinya

Sejak Dini. Jakarta:BIP

Setiadi dan Surya Fittri, N. 2000. Kentang dan Pembudidayaan. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Penerbit Suatu

Pendekatan Biometrik. Penerjemah Bambang Sumantri. P.T. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

Suardani. 1996. Pengaruh Ekstrak Daun Dari Tanaman Perindang Terhadap

Perkecambahan Biji Jagung dan Kedele. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Denpasar

(Tidak dipublikasikan)

Suwena, M. 2002. Peningkatan produktivitas lahan dalam system pertanian akrab

lingkungan. Institut Pertanian Bogor. 20 April 2008).

Taiz, L. dan Zeiger, E. 1991. Plant Physiology Third Edition. Sinauer Associates

inc Publishers. Sunderland, Massachusetts.

Page 66: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

66

Taiz L. dan Zeiger, 2003. Plant Physiology .The Benyaming/ Cumming

Publishing Company. Inc New York

Tanaya, I.M.D, I.D.G Raka dan I.D.G Agung. 1985. Bahan Kuliah Perancangan

Percobaan I Rancangan Dasar. Laboratorium Statistik Fakultas Pertanian

Universitas Udayana.

Tharir, M dan Hadmadi. 1984. Populasi Gilir (Multiple Croping). Yasaguna,

Jakarta

Thitilertdecha, N., Teerawutgulrag, A., Rakariyatham, N,.Antioxidant and

Antibacterial Activities of Nephelium lappaceum L.extracts., Food Science

and Technology, Elsevier,2008

Tian, Y., Y. Feng, and C. Liu. 2007. Addition of activated charcoal to soil after

clearing Ageratina adenophora stimulates growth of forbs and grasses in

China. Tropical Grassland 41:285-291

Tjitrosoedirjo, S. Is. H, Utomo dan J. Wiroatmojo. 1984. Pengelolaan Gulma

Diperkebunan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tyasmoro, S.Y., 1991. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya, Malang

Waller, G. R. 1987. Allelochemical: Role in Agriculture and Forestry.

Washington DC: American Chemicaln Society. Taipei, R.O.C: Academia

Sinica.

Wahid, P. 1992. Peningkatan intensitas tanaman melalui tanaman sela dan

campuran. Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat. Jakarta, 2-3 Desember 1992, Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat

Warsana.2009. Introduksi teknologi tumpangsari jagung dan kacang tanah.BPTP.

Jawa Tengah.

Wiroatmodjo, J. 1992. Alelopati pada tanaman jahe. Buletin Agronomi 10 (3):1-6.

Page 67: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

67

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Anova dan Duncan

Tabel 1. Hasil analisis varian (ANOVA) terhadap tanaman kunyit

Sumber

Keragaman Variabel Dependen Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas

Kuadrat

Tengah F-hitung

F-tabel

5% 1%

Konsentrasi

Tinggi Tanaman 1 665.542 4 166.385 20.308** 2.87 4.43

Tinggi Tanaman 2 2578.012 4 644.503 40.650** 2.87 4.43

Tinggi Tanaman 3 5654.205 4 1413.551 111.190** 2.87 4.43

Panjang Daun 1 233.487 4 58.372 33.944** 2.87 4.43

Panjang Daun 2 442.208 4 110.552 44.580** 2.87 4.43

Panjang Daun 3 531.610 4 132.902 24.532** 2.87 4.43

Galat

Tinggi Tanaman 1 163.865 20 8.193

Tinggi Tanaman 2 317.099 20 15.855

Tinggi Tanaman 3 254.259 20 12.713

Panjang Daun 1 34.393 20 1.720

Panjang Daun 2 49.597 20 2.480

Panjang Daun 3 108.348 20 5.417

Total

Tinggi Tanaman 1 829.406 24

Tinggi Tanaman 2 2895.111 24

Tinggi Tanaman 3 5908.464 24

Panjang Daun 1 267.879 24

Panjang Daun 2 491.804 24

Panjang Daun 3 639.958 24

Page 68: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

68

Tabel 2. Hasil analisis varian (ANOVA) terhadap tanaman kunyit (lanjutan)

Sumber

Keragaman Variabel Dependen Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas

Kuadrat

Tengah F-hitung

F-tabel

5% 1%

Konsentrasi

Lebar Daun 1 40.132 4 10.033 24.360** 2.87 4.43

Lebar Daun 2 29.220 4 7.305 23.317** 2.87 4.43

Lebar Daun 3 24.512 4 6.128 11.168** 2.87 4.43

Jumlah Daun 1 3.004 4 .751 12.065** 2.87 4.43

Jumlah Daun 2 17.885 4 4.471 10.704** 2.87 4.43

Jumlah daun 3 47.524 4 11.881 7.294** 2.87 4.43

Jumlah Tunas Awal 1.803 4 0.451 2.670 tn 2.87 4.43

Jumlah Tunas Akhir 8.684 4 2.171 2.571 tn 2.87 4.43

Berat Umbi Awal 6.330 4 1.582 0.282 tn 2.87 4.43

Berat Umbi Akhir 747.095 4 186.774 14.031** 2.87 4.43

Galat

Lebar Daun 1 8.237 20 0.412

Lebar Daun 2 6.266 20 0.313

Lebar Daun 3 10.974 20 0.549

Jumlah Daun 1 1.245 20 0.062

Jumlah Daun 2 8.354 20 0.418

Jumlah daun 3 32.579 20 1.629

Jumlah Tunas Awal 3.378 20 0.169

Jumlah Tunas Akhir 16.889 20 0.844

Berat Rimpang Awal 112.357 20 5.618

Berat Rimpang Akhir 266.229 20 13.311

Total

Lebar Daun 1 48.369 24

Lebar Daun 2 35.485 24

Lebar Daun 3 35.486 24

Jumlah Daun 1 4.249 24

Jumlah Daun 2 26.240 24

Jumlah daun 3 80.103 24

Jumlah Tunas Awal 5.181 24

Jumlah Tunas Akhir 25.573 24

Berat Rimpang Awal 118.687 24

Berat Rimpang Akhir 1013.324 24

Keterangan:

tn : tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

* : berbeda nyata pada taraf uji 5%

** : berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

Page 69: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

69

Tabel 3. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Tanaman Kunyit

Variabel Tinggi Tanaman Bulan 1

Konsentras

i

Subset

1 2 3

P1 23.2000a

P2 18.0666b

P3 17.0666b

P4 15.8668b

P5 7.2666c

Variabel Tinggi Tanaman Bulan 2

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3 4

P1 45.66660 a

P2 35.93320 b

P3 32.26660 32.26660 bc

P4 27.20000 c

P5 14.86660 d

Variabel Tinggi Tanaman Bulan 3

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3 4 5

P1 71.00000 a

P2 51.53340 b

P3 43.20000 c

P4 36.86640 d

P5 26.40000 e

Variabel Panjang Daun Bulan 1

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3

P1 11.53320 a

P2 10.00000 a

P3 9.73320 a

P4 7.73320 b

P5 2.73320 c

Variabel Panjang Daun Bulan 2

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3 4

P1 19.26680 a

P2 16.73320 b

P3 16.13340 b

P4 13.6000 c

P5 6.93300 d

Page 70: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

70

Variabel Panjang Daun Bulan 3

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3 4

P1 27.20000 a

P2 22.66640 b

P3 21.66680 21.66680 bc

P4 19.26660 c

P5 13.13340 d

Variabel Lebar Daun Bulan 1

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3

P1 4.20000 a

P2 4.20000 a

P3 3.60000 a

P4 2.33320 b

P5 0.91340 c

Variabel Lebar Daun Bulan 2

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3 4

P1 5.66660 a

P2 4.93360 4.93360 ab

P3 4.46680 4.46680 bc

P4 3.86680 c

P5 2.46660 d

Variabel Lebar Daun Bulan 3

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3 4

P1 7.66660 a

P2 7.33320 7.33320 ab

P3 6.40000 6.40000 bc

P4 5.86680 5.86680 cd

P5 4.93340 d

Variabel Jumlah Daun Bulan 1

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3

P1 2.13320 a

P2 1.53340 b

P3 1.39980 1.39980 bc

P4 1.26680 1.26680 bc

P5 1.13320 c

Page 71: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

71

Variabel Jumlah Daun Bulan 2

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3

P1 5.73340 a

P2 4.26660 b

P3 3.86680 3.86680 bc

P4 3.86680 3.86680 bc

P5 3.20000 c

Variabel Jumlah Daun Bulan 3

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2

P1 9.93320 A

P2 7.60020 B

P3 6.46680 B

P4 6.53340 B

P5 6.20000 B

Variabel Berat Rimpang Akhir

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2

P1 50.06640 A

P2 48.06680 A

P3 38.93360 B

P4 38.60020 B

P5 36.73340 B

Page 72: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

72

Tabel 4. Hasil Analisis Varian (ANOVA) Terhadap Tanaman Temulawak

Sumber

Keragaman Variabel Dependen Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas

Kuadrat

Tengah F hitung

F – tabel P-value

5% 1%

Konsentrasi

Tinggi Tanaman 3189.029 4 797.257 52.552** 2.87 4.43 0.000

Tinggi Tanaman 10642.658 4 2660.665 131.081** 2.87 4.43 0.000

Tinggi Tanaman 16145.978 4 4036.494 202.949** 2.87 4.43 0.000

Panjang Daun 515.352 4 128.838 19.421** 2.87 4.43 0.000

Panjang Daun 744.182 4 186.045 21.292** 2.87 4.43 0.000

Panjang Daun 812.965 4 203.241 26.014** 2.87 4.43 0.000

Lebar Daun 52.291 4 13.073 20.078** 2.87 4.43 0.000

Lebar Daun 59.749 4 14.937 26.462** 2.87 4.43 0.000

Lebar Daun 69.303 4 17.326 31.821** 2.87 4.43 0.000

Jumlah Daun 1 .240 4 .060 2.250 tn 2.87 4.43 0.100

Jumlah Daun 2 14.460 4 3.615 6.508** 2.87 4.43 0.002

Jumlah Daun 3 10.605 4 2.651 7.060** 2.87 4.43 0.001

Jumlah Tunas Awal 4.001 4 1.000 2.308 tn 2.87 4.43 0.093

Jumlah Tunas Akhir 6.962 4 1.741 6.524** 2.87 4.43 0.002

Berat Rimpang Awal 89.557 4 22.389 0.816 tn 2.87 4.43 0.530

Berat RimpangAkhir 4004.068 4 1001.017 22.915** 2.87 4.43 0.000

Galat

Tinggi Tanaman 303.415 20 15.171

Tinggi Tanaman 405.956 20 20.298

Tinggi Tanaman 397.783 20 19.889

Panjang Daun 132.678 20 6.634

Panjang Daun 174.757 20 8.738

Panjang Daun 156.255 20 7.813

Lebar Daun 13.022 20 .651

Lebar Daun 11.290 20 .564

Lebar Daun 10.890 20 .544

Jumlah Daun 1 .532 20 .027

Jumlah Daun 2 11.110 20 .555

Jumlah Daun 3 7.511 20 .376

Jumlah Tunas Awal 8.668 20 .433

Jumlah Tunas Akhir 5.336 20 .267

Berat Rimpang Awal 548.888 20 27.444

Berat RimpangAkhir 873.688 20 43.684

Corrected

Total

Tinggi Tanaman 3492.444 24

Tinggi Tanaman 11048.614 24

Page 73: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

73

Tinggi Tanaman 16543.761 24

Panjang Daun 648.030 24

Panjang Daun 918.939 24

Panjang Daun 969.220 24

Lebar Daun 65.312 24

Lebar Daun 71.039 24

Lebar Daun 80.193 24

Jumlah Daun 1 .772 24

Jumlah Daun 2 25.570 24

Jumlah Daun 3 18.115 24

Jumlah Tunas Awal 12.668 24

Jumlah Tunas Akhir 12.298 24

Berat Umbi Awal 638.444 24

Berat Umbi Akhir 4877.756 24

Keterangan:

tn : tidak berbeda nyata pada taraf alpha 5%

* : berbeda nyata pada taraf alpha 5%

** : berbeda sangat nyata pada taraf alpha 1%

Page 74: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

74

Tabel 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Tanaman Temulawak

Variabel tinggi tanaman bulan 1

Konsentrasi Subset

Notasi 1 2 3 4 5

P5 22.2000 e

P4 34.93340 d

P3 41.53340 c

P2 47.06680 b

P1 55.60000 a

Variabel tinggi tanaman bulan 2

Konsentrasi Subset

1 2 3 4 5 Notasi

P5 40.9998 e

P4 58.93320 d

P3 69.06680 c

P2 83.93340 b

P1 101.2002 a

Variabel tinggi tanaman bulan 3

Konsentrasi Subset

1 2 3 4 5 Notasi

P5 49.0000 e

P4 69.39980 d

P3 80.53340 c

P2 93.39980 b

P1 125.1332 a

Variabel panjang daun bulan 1

Konsentrasi Subset

1 2 3 4 Notasi

P4 8.00000 d

P3 14.0002 c

P5 14.2666 c

P2 17.86660 b

P1 21.66660 a

Variabel panjang daun bulan 2

Konsentrasi Subset

1 2 3 Notasi

P4 18.8668 C

P3 24.93360 B

P5 25.66680 B

P2 28.40000 B

P1 35.66660 A

Page 75: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

75

Variabel panjang daun bulan 3

Konsentrasi Subset

1 2 3 4 Notasi

P4 25.0000 d

P3 30.66660 c

P5 32.13320 32.13320 bc

P2 34.66660 b

P1 42.46680 a

Variabel lebar daun bulan 1

Konsentrasi Subset

1 2 3 Notasi

P5 2.60000 C

P4 2.73340 C

P3 4.73340 B

P2 5.73320 5.73320 Ab

P1 6.00000 A

Variabel lebar daun bulan 2

Konsentrasi Subset

1 2 3 Notasi

P4 4.40000 C

P5 4.66680 C

P3 6.53340 B

P2 7.40000 B

P1 8.40000 A

Variabel lebar daun bulan 3

Konsentrasi Subset

1 2 3 4 Notasi

P4 5.40000 d

P5 7.20000 c

P3 7.93320 7.93320 bc

P2 8.33340 b

P1 10.5332 a

Variabel jumlah daun bulan 2

Konsentrasi Subset

1 2 3 Notasi

P5 2.33340 C

P2 3.39980 B

P3 3.46660 B

P4 3.46660 B

P1 4.73320 A

Variabel jumlah daun bulan 3

Konsentrasi Subset

1 2 Notasi

P5 3.93340 b

P4 4.13320 b

P2 4.46660 b

P3 4.53340 b

P1 5.80000 a

Page 76: (Nephelium lappaceum L.) ON PLANT GROWTH Zingiberaceae

76