Upload
gandi-mahardika-mukti
View
12
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan
masyarakat, perubahan paradigma pendidikan dan anatomi daerah membawa
dampak pada pendidikan, sehingga kurikulum Taman Kanak - Kanak ( TK) perlu
di kembangkan untuk menyikapi perubahan - perubahan tersebut.
Pada umumnya, pendidikan berlangsung dalam tiga jalur yakni
pendidikan formal, non formal dan pendidikan informal (UU SISDIKNAS pasal
13,14, dan 15 ayat 1). Pendidikan wajib pun tidak hanya sembilan tahun, tetapi
pemerintah pun menganjurkan untuk melangsungkan pendidikan mulai dari usia
0-6 tahun yang dikenal dengan Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Menurut
UU No. 20 tahun 2003 : Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan anak untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dengan di keluarkannya peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dan perarturan mentri
pendidikan nasional nomor 58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia
dini. Direktur pembinaan TK dan SD perlu menjabarkan dalam bentuk pedoman
pengembangan yang terdiri dari pedoman pengembangan - pengembangan
program pembelajaran atau kurikulum TK.
1
2
Anak usia TK memiliki sifat relatif spontan dalam mengekspresikan
perilakunya, bersifat aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu dan antusias yang
tinggi terhadap berbagai objek, bersifat eksploratif dan berjiwa petualang, kaya
akan imajinasi, serta merupakan masa yang potensial untuk mengembangkan
seluruh aspek perkembangannya.Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang
unik dengan karakteristik khas, baik secara fisik, psikis, sosial dan moral. Usia
taman kanak-kanak memiliki kemampuan belajar luar biasa khususnya pada awal
kanak-kanak. Keinginan anak untuk belajar menjadikan anak aktif. Anak belajar
dengan seluruh panca inderanya untuk memahami sesuatu dan dalam waktu
singkat anak beralih ke hal lain untuk di pelajari.
Salah satu kemampuan anak yang sedang berkembang di usia taman
kanak-kanak adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa lisan adalah
aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya kemampuan berbahasa
lisan yang baik seseorang akan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan
lingkungan sosialnya. Penguasaan bahasa sangat erat kaitannya dengan
kemampuan kognitif anak.
Pengembangan kemampuan dasar berbahasa lisan melalui metode
bercerita dapat mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikologis bagi
anak. Salah satu pengembangan kemampuan berbahasa lisan yang di kembangkan
di kelompok B TK Cendrawasih Samarinda adalah melalui metode bercerita.
Pendekatan pembelajaran baik klasikal maupun individual adalah salah
satu alternatif agar anak dapat memiliki perbendaharaan kata yang di butuhkan
untuk berkomunikasi sehari-hari, sehingga dapat meningkatkan prestasi anak.
3
Bertolak dari uraian di atas, maka di lakukan penelitian tindakan kelas
dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berbahasa Lisan Anak Melalui Metode
Bercerita pada kelompok B TK Cendrawasih Samarinda”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan keterampilan berbahasa lisan
anak melalui metode bercerita pada kelompok B Taman Kanak - Kanak
Cendrawasih Samarinda”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan
keterampilan berbahasa lisan anak melalui metode bercerita pada kelompok B
Taman Kanak - Kanak Cendrawasih Samarinda.
D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang di harapkan
adalah sebagai berikut :
a. Bagi Sekolah
Dapat memberikan masukan dalam kualitas pembelajaran khususnya
dengan metode bercerita untuk meningkatkan keterampilan berbahasa lisan
anak dan dapat di gunakan sebagai alat pertimbangan dalam memotivasi guru
4
untuk melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan memperbaiki serta
meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
b. Bagi Guru
Dapat di jadikan sarana untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran
yang sudah berlangsung dan untuk mengembangkan inovasi dalam
pembelajaran di sekolah secara khusus dalam penggunaan metode bercerita.
c. Bagi Siswa
Dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak sehingga anak didik
memiliki minat dalam pembelajaran.
d. Bagi Peneliti
Sebagai praktek nyata penerapan ilmu yang telah penulis peroleh
selama berada di bangku perkuliahan, dan untuk memperoleh pengetahuan
praktis tentang metodologi penelitian sehingga dengan penelitian ini di
harapkan dapat memberikan pengalaman empiris dalam melakukan penelitian
di lapangan.
5
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Anak Usia Dini
a. Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun
(Undang-undang Sisdiknas tahun 2003) dan 0-8 tahun menurut para pakar
pendidikan.Menurut Mansur (2005:88) anak usia dini adalah kelompok anak
yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat
unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Pada masa ini merupakan masa emas atau golden age, karena anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak
tergantikan pada masa mendatang. Menurut berbagai penelitian di bidang
neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu
4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun, perkembangan otaknya
mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% .(Slamet
Suyanto,2005 :6).
Sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14,
upaya pembinaan yang di tujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut di
lakukan melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pendidikan anak usia
dini dapat di laksanakan melalui pendidikan formal, non formal dan informal.
Pendidikan anak usia dini melalui jalur formal berbentuk Taman Kanak-
5
6
Kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk yang lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk Kelompok Bermain
(KB), Taman Penitipan Anak(TPA), sedangkan PAUD pada jalur pendidikan
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang di
selenggarakan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu yang
terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan Satuan PAUD Sejenis (SPS).
Dari uraian di atas, Penulis menyimpulkan bahwa anak usia dini
adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, sehingga di perlukan
stimulasi yang tepat agar dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal.
Pemberian stimulasi tersebut harus di berikan melalui lingkungan keluarga,
PAUD jalur non formal seperti Tempat Penitipan Anak (TPA) atau
Kelompok Bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan RA.
b. Karakteristik Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang
dewasa, karena anak usia dini tumbuh dan berkembang dengan cara unik dan
berbeda. Karakteristik anak usia dini di kemukakan oleh Sofia Hartati
(2005:8-9) sebagai berikut : a) memiliki rasa ingin tahu yang besar, b)
merupakan pribadi yang unik, c) suka berfantasi dan berimajinasi, d) masa
potensial untuk belajar, e) memiliki sikap egosentris, f) memiliki rentan daya
konsentrasi yang pendek, dan g) merupakan bagian dari makhluk sosial.
Sementara itu, Rusdinal (2005:16) berpendapat bahwa karakteristik
anak usia 5-7 tahun adalah sebagai berikut : a) anak pada masa pra
7
operasional. Belajar melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi dan
tujuan sesaat, b) anak suka menyebut nama - nama benda yang ada di
sekitarnya dan mendefinisikan kata, c) anak belajar melalui bahasa lisan dan
pada masa ini berkembang pesat, d) anak memerlukan struktur kegiatan yang
lebih jelas dan spesifik.
c. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini
a. Perkembangan Fisik/Motorik
Perkembangan fisik/motorik akan mempengaruhi kehidupan anak
baik secara langsung maupun tidak langsung (Hurlock, 1978 :114).
Hurlock menambahkan bahwa secara langsung, perkembangan fisik akan
menentukan kemampuan dalam bergerak. Secara tidak langsung,
pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi bagaiman
anak memandang dirinya sendiri dan orang lain.
Perkembangan fisik meliputi perkembangan badan, otot kasar dan
otot halus, yanng selanjutnya lebih di sebut dengan motorik kasar dan
motorik halus (Slamet Suryanto,2005:49). Perkembangan motorik kasar
berhubungan dengan gerakan dasar yang terkoordinasi dengan otal
seperti berlari, berjalan, melompat, memukul dan menarik. Sedangkan
motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan yang lebih spesifik
seperti menulis, melipat, menggunting, mengancing baju dan mengikat
tali sepatu.
Pada usia kanak - kanak 4-6 tahun, keterampilan dalam
menggunakan otot tangan dan otot kaki sudah mulai berfungsi.
8
Keterampilan yang berhubungan dengan tangan adalah kemampuan
memasukkan sendok ke dalam mulut, menyisir rambut, mengikat tali
sepatu sendiri, mengancing baju, melempar dan menangkap bola,
menggunting, menggores pensil atau krayon, melipat kertas, membentuk
dengan lilin serta mengcap gambar dengan pola tertentu.
Dari kajian tentang perkembangan fisik-motorik di atas dapat di
ketahui bahwa pada anak usia 5-5 tahun (kelompok B) otot kasar atau
otot halus anak sedah berkembang. Anak memiliki banyak tenaga untuk
melakukan kegiatan dan umumnya mereka sangat aktif. Anak sudah
dapat melakukan gerakan yang terkordinasi. Keterampilan yang
menggunakan otot kaki dan tangan sudah berkembang dengan baik, anak
sudah dapat menggunakan tenaganya untuk menggoreskan pensil atau
krayon sehingga anak dapat membuat gambar yang di inginkannya.
b. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak
berkembang dan berfungsi sehingga anak dapat berpikir (Mansur,
2005 :33). Keat menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan
proses mental yang mencakup pemahaman tentang dunia, penemuan
pengetahuan, pembuatan perbandingan, berpikir dan mengerti ( Endang
Purwanti dan Nur Widodo,2005:40). Proses mental yang di maksud
adalah proses pengolahan informasi yang menjangkau kegiatan kognisi,
intelegensi, belajar, pemecahan masalah dan pembentukan konsep.Hal ini
juga menjangkau kreativitas, imajinasi dan ingatan.
9
Anak usia 5-6 tahun berada pada tahapan praoperasional. Pada
tahap ini anak mulai menunjukkan proses berpikir yang jelas. Anak mulai
mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar
Penguasaan bahasa anak sudah sistematis, anak dapat melakukan
permainan simbolis. Namun, pada tahap ini anak masih egosentris
(Slamet Suryanto, 2005:55).
Sementara itu Santrock(2007:253) menyatakan bahwa pada tahap
pra operasional, anak mulai mempresentasikan dunianya dengan kata-
kata, bayangan dan gambar - gambar. Anak mulai berpikir simbolik,
pemikiran-pemikiran mental muncul, egosentrisme tumbuh dan
keyakinan magis mulai terkonstruksi. Pada tahap praoperasional dapat di
bagi dalam sub-sub tahap, yaitu sub tahapan fungsi simbolok dan sub
tahapan pemikiran intunitif.
Sub tahapan fungsi simbolik terjadi antara usia 2 sampai 4 tahun.
Dalam sub tahap ini anak mulai dapat menggambarkan secara mental
sebuah objek yang tidak ada. Menurut DeLoache, kemampuan ini akan
sangat memperluas dunia anak. Pada usia ini anak-anak mulai
menggunakan desain-desain acak untuk menggambarkan orang, rumah,
mobil, awan dan sebagainya(Suntrock, 2007:253). Mereka mulai
menggunakan bahasa dan melakukan permainan “pura_pura”. Namun
pada sub tahap ini anak masih berpikir egosentris dan animisme. Anak
belum mampu membedakan prespektif diri sendiri an prespektif orang
lain.
10
Sub tahapan pemikiran intunitif, terjadi antara usia 4 sampai 7
tahun. Anak mulai mempraktikkan penalaran primitif dan ingin
mengetahui jawaban dari berbagai pertanyaan. Namun anak masih
berpikir secara sentralisasi, yaitu pemusatan perhatian pada suatu
karakteristik dan pengabaian karakteristik lain. Cara berpikir anan pada
tahap ini masih irreversible(tidak dapat di balik). Anak belum mampu
meniadakan suatu tindakan dari arah sebaliknya
Dari kajian mengenai perkembangan kognitif anak di ketahui
bahwa unsur yang menonjol pada tahap pra-operasional adalah mulai di
gunakannya bahasa simbolis yang berupa gambaran atau bahasa ucapan.
Anak dapat berbicara tanpa di batasi waktu sekarang dan dapat
membicarakan satu hal bersama-sama. Dengan bahasa anak dapat
mengenal bermacam benda dan mengetahui nama-nama benda yang di
kenal melalui pendegaran dan pengelihatannya.
c. Perkembangan Bahasa
Penguasaan bahasa anak berkembang menurut hukum alami,
yaitu mengikuti bakat, kodrat dan ritme yang alami. Menurut Lanneberg,
perkembangana bahasa anak berjalan sesuai jadwal biologisnya(Eni
Zubadiah, 2003:13). Hal ini dapat di gunakan sebagai dasar mengapa
anak pada umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan pada umur
tertenu belum dapat berbicara. Perkembangan bahasa tidak di tentukan
pada umur, namum mengarah pada perkembangan motoriknya. Namun
perkembangan tersebut sangat di pengaruhi oleh lingkungan. Bahasa
11
anak akan muncul dan berkembang melalui berbagai situasi interaksi
sosial dengan orang dewasa(Kartini Kartono, 1995:127).
Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari.(Suhartono(2005:13-14) menyatakan bahwa peranan bahasa
bagi anak usia dini di antaranya sebagai sarana untuk berpikir, sarana
untuk mendengarkan, sarana untuk berbicara dan sarana agar anak
mampu membaca dan menulis. Melalui bahasa seseorang dapat
menyampaikan keinginan dan pendapatnya kepada orang lain.
Anak usia 5 tahun telah mampu menghimpun 8000 kosakata.
Mereka dapat membuat kalimat pertanyaan, kalimat negatif, kalimat
tunggal, kalimat majemuk, serta bentuk penyusunan lainnya. Mereka
telah belajar menggunakan bahasa dalam situasi yang berbeda(Gleason
dalam Slamet Suryanto, 2005:74).
Mansur (2005:36), menyatakan bahwa kemampuan bahasa
berkaitan erat dengan kemampuan kognituf anak, walaupun mulanya
bahasa dan pikiran merupakan dua aspek yang berbeda. Namun sejalan
dengan perkembangan kognitif anak, bahasa menjadi ungkapan dari
pikiran.
Menurut Caroll Seefelt dan Baraba A.Wasik(2008:74)
karakteristik perkembangan bahasa anak adalah sebagai berikut :
a. Anak pada usia 4 tahun :
1) Menguasai 4.000-6.000 kata.
2) Mampu berbicara dalam kalimat 5-6 kata.
12
3) Dapat berpartisipasi dalam percakapan, sudah mampu
mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapinya.
4) Dapat belajar tentang kata mana yang di terima secara sosial dan
mana yang tidak.
b. Anak pada usia 5 tahun :
1) perbendaharaan kosakata mencapai 5.000-8.000 kata.
2) Struktur kalimat menjadi lebih rumit.
3) Berbicara dengan lancar, benar dan jelas tata bahasa kecuali
pada beberapa kesalahan pelafalan.
4) Dapat menggunakan kata ganti orang dengan benar.
5) Mampu mendengarkan orang yang sedang berbicara.
6) Senang menggunakan bahasa untuk permainan dan cerita.
Berdasarkan kajian mengenai perkembangan bahasa anak di
ketahui bahwa perkembangan bahasa anak terjadi dalam interaksi dengan
lingkungan. Bahasa merupakan ungkapan dari apa yang di pikirkan anak,
sehingga bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
d. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan perasaan atau afeksi yang melibatkan perpaduan
antara gejolak fisiologis dan gejala perilaku yang terlihat (Mansur,2005:56).
Perkembangan emosi memainkan peranan yang penting dalam kehidupan
terutaman dalam hal penyesuaian pribadi dan sosial anak dengan lingkungan.
Adapun dampak perkembangan emosi adalah sebagai berikut : a) Emosi
13
menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari, b) emosi menyiapkan
tubuh untuk melakukan tindakan, c) emosi merupakan suatu bentuk
komunikasi, d) emosi mengganggu aktivitas mental, dan e) reaksi emosi yang
di ulang-ulang akan mejadi kebiasaan (Soemantri, 2004:142-143).
Menurut Caroll Seefelt dan Barbara A. Wasik (2008:71-72), ada
beberapa karakteristik perkembangan sosial emosional anak usia 5 tahun
antara lain :
a) Dapat mengetur emosi dan mengungkapkan perasaan dengan cara yang
bisa diterima secara sosial.
b) Anak mampu memisahkan perasaan dengan tindakan mereka.
c) Menghayati perilaku sosial yang pantas.
d) Kekerasan emosi dan ledakan fisik mulai berkurang karena anak telah
mampu mengungkapkan perasaan melalui kata-kata.
e) Dapat melucu atau membuat lelucon.
B. Keterampilan Berbahasa Lisan
a. Pengertian Keterampilan Berbahasa Lisan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (dalam Eko Handayani, M.Psi
224:11.13) Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang berartikulasi yang di
pakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran;
perkataan - perkataan yang di pakai oleh suatu bangsa ; serta
percakapan(perkataan) yang baik, sopan santun, tingkah laku yang baik.
14
Dengan kata lain bahasa adalah alat komunikasi yang berupa lambang bunyi
sehingga berbentuk kata - kata yang berupa pikiran dan perasaan seseorang.
Sedangkan menurut Huliyt & Howard 1997 (dalam Eko Handayani,
M.Psi 2004:11.3) sesungguhnya bahasa adalah ekspresi kemampuan manusia
yang bersifat bawaan. Sejak lahir kita telah di lengkapi dengan kapasitas
untuk menggunakan bahasa, yaitu bahasa yang bersifat naluri, namun
kapasitas setiap orang berbeda, tergantung jenis bahasa yang mereka
gunakan.
Menurut Owen, Freman, Muscow (1991:17), anak pada masa periode
ini (usia taman kanak-kanak) telah menguasai kata-kata 200-2000 kata.
Berbahasa yang banyak dan benar sangat menunjang peningkatan
perkembangan berpikir anak. Menciptakan situasi yang memungkinkan anak
berbahasa dengan baik dan benar, dapat membantu perkembangan bahasa
anak.
Menurut Nelson (dalam brewer.1995:24) mengklasifikasi bahasa anak
sebagai referensi dan ekspresif. Kata-kata benda umumnya di golongkan
dalam refensial, sedangkan kata-kata sosial di golongkan sebagai ekspresif.
Kemampuan berbahasa pada anak tidaklah tiba-tiba, melainkan
bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan
perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosialnya. Oleh karena itu
perkembangan bahasa anak di tandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu
rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang
sederhana menuju tuntutan yang lebih kompleks. Bahasa mencakup segala
15
bentuk komunikasi, apakah itu bahasa lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa
tubuh, ekspresi wajah dan seni. Sejalan dengan perkembangan otot-otot yang
berkaitan dengan proses berbicara, pada tahun kedua umumnya bayi sudah
bisa berkomunikasi melalui bahasa lisan yang dapat di mengerti oleh
lingkungannya sekalipun masih sangat sederhana.
Menurut Deny Sugono,(1997 :14) Bahasa lisan merupakan bentuk
kata dan susunan kalimat dalam bentuk lafal dan tataan bahasa, hal ini yang
membedakan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Berbahasa
Para ahli berbeda pendapat tentang faktor - faktor yang mempengaruhi
kemampuan berbahasa individu. Beberapa ahli menyatakan bahwa bahasa
merupakan kemampuan yang di peroleh sejak lahir. Sedangkan para ahli lain
berpendapat bahwa bahasa mempunyai pengaruh faktor eksternal terhadap
kemampuan bahasa maupun interaksi antara kedua faktor tersebut.
Kesimpulan tentang cara individu belajar bahasa sangat penting bagi pendidik
dalam kaitannya dengan pembelajaran pada anak. Bromley (1991:3:20) di
kutip dalam buku Metode Pengembangan Bahasa menjelaskan beberapa jenis
faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa anak, yaitu : a) Faktor
menyimak; b) faktor situasi ; c) faktor pembicara.
Faktor menyimak berkaitan erat dengan tujuan, tingkat pemahaman,
pengalaman dan strategi anak dalam memonitor pemahaman mereka terhadap
informasi yang di sampaikan. Faktor situasi berkaitan erat dengan lingkungan
sekitar anak dan stimulasi visual yang di berikan. Faktor pembicaraan
16
berkaitan dengan berbagai cara dalam mengkomunikasikan pesan sehingga
anak dapat menyimak secara efektif yang dapat di perkuat antara lain dengan
gerakan, ekspresi wajah dan bahasa tubuh.
c. Fungsi Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Sehubungan dengan peranan penting bahasa dalam kehidupan
manusia, Halliday (1974:41) mengemukakan beberapa fungsi bahasa anak
yaitu sebagai berikut :
1) Keterampilan berbahasa; dapat ditunjukkan oleh anak dalam prilaku :
menyapa, memperkenalkan diri, bertanya, mendiskripsikan melaporkan
kejadian, menyatakan suka/tidak suka, meminta izin bantuan,
mengemukakan alasan, memerintah atau menolak sesuatu.
2) Keterampilan mendengar; dapat di tunjukkan oleh anak dalam prilaku :
mendengarkan perintah, mendengarkan pertanyaan, mendengarkan orang
yang sedang berbicara dan mendengarkan orang yang memberikan
petunjuk.
3) Keterampilan berbicara ; dapat di tunjukkan oleh anak dalam prilaku :
mengembangkan keterampilan bertanya, menyiapkan kegiatan yang
dapat di lakukan di dalam maupun di luar kelas, menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan menggunakan berbagai kegiatan yang
bervariasi.
17
C. Metode Bercerita
a. Pengertian Metode Bercerita
Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran.
Sedangkan bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan atau suatu kejadian dan di sampaikan secara lisan dengan tujuan
membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar
bagi anak usia dini dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan.
Cerita yang di bawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak.
b. Aspek-Aspek Yang Perlu di Kembangkan Melalui Bercerita
Aspek - aspek yang perlu di kembangkan dalam sebuah cerita
meliputi: a) aspek perkembangan bahasa, b) aspek perkembangan sosial, c)
aspek perkembangan moral dan d) aspek perkembangan kognisi. Kelima
aspek tersebut tidak pilah benar. Kesemuanya saling terkait dab saling
mempengaruhi. (Tadkiroatun Musfiroh,S.Pd, M.Hum 2005:55).
c. Tujuan Bercerita
Hidayat (dalam Dra. Moeslichatoen R,M.pd,2005:11) mengemukakan
bahwa tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam
program kegiatan adalah :
1. Mengembangkan kemampuan dasar untuk pengembangan daya
cipta, dalam pengertian membuat anak kreatif, lancar, fleksibel dan
orisinil dalam bertutur kata, berpikir serta berolah tangan dan
berolah tubuh sebagai latihan motorik halus maupun kasar
18
2. Pengembangan kemampuan dasar dalam pengembangan bahasa agar
anak didik mampu berkomunikasi lisan dengan lingkungan.
Sedengkan manfaat bercerita untuk anak adalah :
a. Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral dan
agama
b. Memberi sejumlah pengetahuan dan pengalaman
c. Mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
d. Mengembangkan imajinasi anak
e. Mengembangkan dimensi perasaan anak
f. Membantu anak membangun bermacam peran yang mungkin di
pilih anak sesuai karakter yang di inginkan
g. Mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku anak karena
senang mendengarkan cerita walaupun cerita di bacakan
berulang-ulang.
D. Teknik Penyajian Cerita
a. Penyajian Cerita
Anak TK pada umumnya belum dapat membaca, kosa katanya juga
masih sangat terbatas. Daya nalarnya juga sangat dangkal sehingga untuk
membedakan antara yang nyata dan yang fantasi pun belum mampu. Adapun
bentuk-bentuk penyajian cerita pada anak TK adalah sebagai berikut :
19
a. Kartu Cerita
Kartu cerita adalah sebuah cerita yang berbentuk teks berisi
catatan singkat dari bagian-bagian cerita secara beruntun.
b. Gambar Seri
Gambar seri adalah kumpulan beberapa gambar dimana ringkasan
cerita di tuliskan pada kertas tersendiri sebagai bahan bercerita.
c. Buku Cerita
Buku cerita adalah sebuah bentuk cerita yang berbentuk buku di
mana terdapat cerita-cerita yang saling berkaitan.
Untuk menyajikan cerita menarik, di perlukan beberapa persiapan,
mulai dari penyiapan tempat, penyiapan alat peraga, hingga penyajian cerita.
Penerapan teknik penyajian cerita di pengaruhi oleh kondisi pendengar dan
kultur ( budaya ) yang melingkupi cerita. Sesuatu yang di rencanakan, kadang
mengalami perubahan ketika proses penceritaan terjadi.
Persiapan cerita terkait erat dengan teknik penyajian cerita, yakni cara
- cara dan alat - alat yang di gunakan guru dalam menyampaikan cerita.
Teknik dalam arti ini mengandung pengertian daya upaya, usaha - usaha, atau
cara - cara yang di gunakan guru untuk mencapai tujuan langsung dalam
pelaksanaan kegiatan bercerita. Adapun teknik- teknik penyajian cerita adalah
sebagai berikut :
b. Memilih dan Memperisapkan tempat
Aktivitas bercerita tidak harus di lakukan di dalam kelas. Kegiatan
cerita dapat di lakukan di manapun asal memenuhi kriteria kebersihan,
20
keamanan, dan kenyamanan. Apabila jumlah anak relatif banyak sebaiknya di
pilih tempat yang luas. Ruangan kelas merupakan tempat yang paling
representatif (memenuhi persyaratan). Tempat yang di pilih musti di tata
sedemikian rupa sehingga semua anak dapat melihat kepada guru mereka.
Apabila ruangan yang di sediakan relatif besar dan jumlah anak
relatif banyak, tempet di tata semi melingkar, setengah oval, separuh empat
persegi panjang. Penataan ini memungkinkan anak lebih dekat dengan
pencerita sehingga komunikasi dapat berjalan lancar. Sedapat mungkin
kapasitas ruangan di sesuaikan dengan jangkauan suara. Oleh karena itu,
kehadiran pengeras suara akan sangat membantu kelancaran proses
penceritaan. (Tadkiroatun Musfiroh,S.Pd, M.Hum 2005:137-138).
Adapun langkah-langkah yang harus di lakukan dalam persiapan
bercerita adalah :
1. Menetapkan tujuan dan tema. Guru mengawali dengan menceritakan
suatu cerita yang berkaitan dengan materi yang di bahas.
2. Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih. Siswa yang di tunjuk
menceritakan cerita sesuai dengan cerita yang ingin di sampaikan.
3. Menetapkan alat dan bahan yang di perlukan dalam kegiatan bercerita.
4. Menetapkan langkah-langkah kegiatan bercerita.
5. Mengatur tempat duduk
6. Melaksanakan kegiatan bercerita.
7. Mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita
8. Menetapkan rancangan penilaian kegiatan bercerita.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
a. Jenis Penelitian
Sesuai dengan judul skripsi ini, maka jenis penelitian yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan yang sengaja di munculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama. (Arikunto :2008 :2). Penelitian ini di rencanakan dalam tiga
siklus. Setiap siklus di laksanakan selama 2 kali pertemuan. Hasil dari satu
siklus di sempurnakan pada skilus berikutnya sampai mendapatkan hasil
belajar yang maksimal.
b. Waktu dan Tempat
Penelitian di laksanaka pada bulan Maret s/d April 2014 di Kelompok
B TK Cendrawasih Samarinda Jl. Biola Prevab Segiri Samarinda.
c. Objek dan Subjek
Subjek penelitian ini adalah guru dan anak didik kelompok B TK
Cendrawasih Samarinda Semester II tahun pembelajaran 2013/2014 dengan
jumlah anak 19 anak terdiri dari 5 anak laki-laki dan 14 anak perempuan. Dan
yang menjadi objek penelitian ini adalah media buku cerita.
21
22
B. Pelaksanaan Tindakan
a. Tindakan Prasiklus
Pada kegiatan prasiklus, peneliti melakukan pengamatan awal untuk
mengiventarisasi permasalah dalam pembelajaran, selanjutnya peneliti
menemukan satu masalah yang di anggap penting dan dapat segera di atasi,
yaitu mmasalah kurangnys peran aktif anak dalam proses pembelajaran,
sehingga prestasi belajar bahasa melalui bercerita relatif rendah. Hal ini di
sebabkan karena selama ini pembelajaran melalui bercerita kurang di minati
anak. Untuk melakukan tindakan lanjutan, peneliti menyusun suatu metode
pembelajaran yang menarik dengan memulai bercerita yang mudah di pahami
oleh anak.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan program pengajaran di lakukan dalam tiga siklus, pada
siklusnya di adakan dua kali pertemuan, dengan rincian pertemuan pertama
adalah proses kegiatan belajar mengajar dan pertemuan kedua evaluasi atau
penelitian. Pada tahap ini di laksanakan pembelajaran dengan pendekatan
pengembangan bahasa melalui bercerita sesuai dengan yang di rencanakan
pada tahap perencanaan. Secara lengkap, pada pertemuan dalam proses
belajar mengajar di lakukan sebagai berikut :
1. Guru membuka pelajaran, dengan membentuk posisi duduk
melingkar.
23
2. Guru mrnyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi anak dengan
menguraikan pentingnya belajar bercerita, serta menjelaskan tenteng
pelaksanaan pembelajaran kepada anak.
3. Guru meminta semua anak untuk mendengarkan ceritanya dan di
dengarkan dengan seksama sampai selesai.
4. Mengingat kembali tentang apa yang di ceritakan pada guru melalui
pertanyaan - pertanyaan.
C. Prosedur dan Rancangan Penelitian
a. Prosedur Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:16), prosedur penelitian tindakan
kelas meliputi empat tahapan yaitu :
a) Pencana tindakan
b) Pelaksanaan tindakan
c) Observasi
d) Refleksi.
Secara rinci prosedur penelitian di uraikan sebagai berikut :
a. Siklus I
Siklus ini merupakan tindakan awal dalam peningkatan pelaksanaan
pembelajaran sesuai dengan tema. Siklus I terdiri dari empat tahapan yaitu,
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
24
1. Perencanaan
Siklus I di awali dengan tahapan perencanaan dengan
melaksanakan skenario atau langkah - langkah pembelajaran dengan
berpedoman pada RKM (Rencana Kegiatan Mingguan) dan RKH
(Rencana Kegiatan Harian) sesuai dengan tema. Peneliti juga harus
menyiapkan media pembelajaran dan format observasi anak dan format
observasi tindak guru pada tindakan siklus I.
2. Pelaksanaan
Pada tahapan pelaksanaan siklus ini rencana pembelajaran yang
telah di rancang bersama kolaborator akan di laksanakan. Kegiatan ysng
akan di laksanakan peneliti pada tahapan pelaksanaan ini yaitu sebagai
berikut :
a) Mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam
dan mengajak anak berdoa bersama sebelum memulai kegiatan
pembelajaran. Kemudian guru mengajak anak bercakap - cakap
mengenai tema yang ingin di sampaikan kepada anak pada hari
tersebut.
b) Membagi anak dalam empat kelompok kecil untuk masuk ke
dalam empat area yang telah di persiapkan sebelumnya dan
menjelaskan aturan dalam kegiatan pembelajaran.
c) Membagi media pembelajaran dan mengarahkan anak untuk
melaksanakan kegiatan.
25
d) Memberi penguatan dan motivasi pada anak selama kegiatan
pembelajaran.
e) Setelah anak selesai melakukan kegiatan, guru meminta anak
untuk menceritakan pengalaman yang di perolah anak selama
melakukan kegiatan.
3. Observasi
Tahapan observasi di laksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan penelitian menggunakan format observasi anak dengan aspek
penilaian.
4. Refleksi
Pada tahapan refleksi di laksanakan diskusi antara peneliti dan
kolaborator untuk menilai aspek yang belum tercapai pada tindakan
siklus I dan mengevaluasi kekurangan yang terjadi pada kegiatan
pembelajaran. Jika permasalahan belum dapat teratasi pada siklus I maka
perlu untuk di lanjutkan dan di perbaiki pada siklus selanjutnya yaitu
siklus II maupun III.
b. Siklus II
Siklus ini merupakan tindakan awal dalam peningkatan pelaksanaan
pembelajaran sesuai dengan tema. Siklus II terdiri dari empat tahapan yang
meliputi, tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
1. Perencanaan
Siklus I di awali dengan tahapan perencanaan dengan
melaksanakan skenario atau langkah - langkah pembelajaran dengan
26
berpedoman pada RKM (Rencana Kegiatan Mingguan) dan RKH
(Rencana Kegiatan Harian) sesuai dengan tema. Peneliti juga harus
menyiapkan media pembelajaran dan format observasi anak dan format
observasi tindak guru pada tindakan siklus II.
2. Pelaksanaan
Pada tahapan pelaksanaan siklus ini rencana pembelajaran yang
telah di rancang bersama kolaborator akan di laksanakan. Kegiatan ysng
akan di laksanakan peneliti pada tahapan pelaksanaan ini yaitu sebagai
berikut :
a) Mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam
dan mengajak anak berdoa bersama sebelum memulai kegiatan
pembelajaran. Kemudian guru mengajak anak bercakap - cakap
mengenai tema yang ingin di sampaikan kepada anak pada hari
tersebut.
b) Membagi anak dalam empat kelompok kecil untuk masuk ke
dalam empat area yang telah di persiapkan sebelumnya dan
menjelaskan aturan dalam kegiatan pembelajaran.
c) Membagi media pembelajaran dan mengarahkan anak untuk
melaksanakan kegiatan.
d) Memberi penguatan dan motivasi pada anak selama kegiatan
pembelajaran.
27
e) Setelah anak selesai melakukan kegiatan, guru meminta anak
untuk menceritakan pengalaman yang di perolah anak selama
melakukan kegiatan.
3. Observasi
Tahapan observasi di laksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan penelitian menggunakan format observasi anak dengan aspek
penilaian.
4. Refleksi
Pada tahapan refleksi di laksanakan diskusi antara peneliti dan
kolaborator untuk menilai aspek yang belum tercapai pada tindakan
siklus I dan mengevaluasi kekurangan yang terjadi pada kegiatan
pembelajaran. Jika permasalahan belum dapat teratasi pada siklus II
maka perlu untuk di lanjutkan dan di perbaiki pada siklus selanjutnya
yaitu siklus III.
b. Siklus III
Apabila siklus kedua belum mencapai minimal 80%, maka akan di
laksanakan dengan siklus ketiga yang metodenya sama, namun
mengembangkan aspek- aspek yang kurang berdasarkan hasil evaluasi pada
siklus kedua kemudian di akhiri dengan mengevaluasi hasil dari pembelajaran
tersebut. Adapun aspek penilaian anak yang di laksanakan pada tindakan
kelas antara lain :
28
1. Perhatian anak pada cerita
2. Ketepatan pengucapan kata dan kalimat
3. Keaktifan anak dalam menjawab pertanyaan dari isi cerita.
4. Ketepatan intonasi
Siklus ini merupakan tindak lanjut dari siklus II dalam rangka
peningkatan kemampuan berbahasa lisan. Siklus III terdiri dari empat tahapan
yang meliputi, tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
1. Pelaksanaan
Pada tahapan pelaksanaan siklus ini rencana pembelajaran yang
telah di rancang bersama kolaborator akan di laksanakan. Kegiatan ysng
akan di laksanakan peneliti pada tahapan pelaksanaan ini yaitu sebagai
berikut :
a) Mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam
dan mengajak anak berdoa bersama sebelum memulai kegiatan
pembelajaran. Kemudian guru mengajak anak bercakap - cakap
mengenai tema yang ingin di sampaikan kepada anak pada hari
tersebut.
b) Membagi anak dalam empat kelompok kecil untuk masuk ke
dalam empat area yang telah di persiapkan sebelumnya dan
menjelaskan aturan dalam kegiatan pembelajaran.
c) Membagi media pembelajaran dan mengarahkan anak untuk
melaksanakan kegiatan.
29
d) Memberi penguatan dan motivasi pada anak selama kegiatan
pembelajaran.
e) Setelah anak selesai melakukan kegiatan, guru meminta anak
untuk menceritakan pengalaman yang di perolah anak selama
melakukan kegiatan.
2. Observasi
Tahapan observasi di laksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan penelitian menggunakan format observasi anak dengan aspek
penilaian.
3. Refleksi
Pada tahapan refleksi di laksanakan diskusi antara peneliti dan
kolaborator untuk menilai aspek yang belum tercapai pada tindakan
siklus III dan mengevaluasi kekurangan yang terjadi pada kegiatan
pembelajaran. Jika permasalahan belum dapat teratasi pada siklus III
maka tidak perlu lagi untuk di lanjutkan dan di perbaiki pada siklus
selanjutnya.
Berdasarkan uraian mengenai prosedur dalam penelitian tindakan
kelas di atas dapat di gambarkan pada bagan di bawah ini sebagai
berikut:
30
TAHAPAN SIKLUS
Bagan 1. Tahapan siklus
D. Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan
Perencanaan SIKLUS I
Pengamatan
Refleksi
Pelaksanaan
Perencanaan SIKLUS II
Pengamatan
Refleksi
Pelaksanaan
Perencanaan SIKLUS III
Pengamatan
Refleksi
31
Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah menggunakan metode :
a. Metode Observasi ( pengamatan)
Observasi yaitu salah satu cara untuk mendapatkan data dengan
melaksanakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
atau data yang berhubungan dengan rencana penelitian.
Pengamat melakukan observasi pada saat pembelajaran berlangsung.
Kegiatan yang di lakukan pengamat adalah mengamati aktivitas anak selama
mengikuti pembelajaran dengan mencatat hasil pengamatannya dalam lembar
pengamatan yang telah di sediakan.
b. Metode Evaluasi
Evaluasi merupakan cara yang di lakukan di akhir kegiatan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan suatu penelitian atau metode. Evaluasi ini di
lakukan pada setiap akhir siklus, data hasil evaluasi di gunakan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar anak setelah di ajar dengan
pembelajaran bahasa dengan menggunakan metode bercerita.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data yang di gunakan adalah analisis data
kuantitatif. Analisis data kuantitatif adalah analisis data yang memanfaatkan
teknik-teknik pengolahan data dengan menggunakan tabulasi, menghitung rata-
rata dan skorsing.
Data yang di analisis dengan analisis kuantitatif meliputi :
32
a. Data hasil observasi di analisis berdasarkan skor yang di peroleh masing-
masing siswa berdasarkan kategori :
- SB = Sangat Baik, artinya anak sudah mampu melakukan kegiatan
bercerita dengan bahasa lisan dengan intonasi yang baik dan
benar.
- B = Baik, artinya anak sudah mampu melaksanakan kegiatan
bercerita dengan bahasa lisan.
- C = Cukup, artinya anak cukup mampu melaksanakan kegiatan
bercerita dengan bahasa lisan.
- K = Kurang, artinya anak belum mampu melaksanakan kegiatan
bercerita dengan bahasa lisan.
b. Skala sikap untuk mengungkapkan sikap siswa melalui tugas.
c. Cara menghitung nilai berdasarkan kurikulum yang berlaku. Mutu
pembelajaran di ukur dengan besarnya angka ketuntasan belajar siswa
sebesar ≥ 80 %.
F. Kriteria Keberhasilan Siswa
Data hasil observasi analisis, selain berdasarkan skor yang di peroleh
masing-masing siswa berdasarkan kategori, juga di lakukan analisis berdasarkan
kriteria sebagai berikut :
0 - 25 Rendah Sekali
26 - 50 Rendah
51 - 75 Tinggi
33
76 - 100 Tinggi Sekali
G. Instrumen Penelitian
Instrumen- instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Lembar observasi aktivitas belajar anak
Instrumen ini di gunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas
anak selama mengikuti pembelajaran, di dalam instrumen ini pengamat
akan memberikan skor pada aspek aktivitas yang di lakukan anak.
b. Lembar Evaluasi
Instrumen ini di gunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar
anak pada kompetensi dasar dan berkomunikasi.
H. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian adalah apabila :
1. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan dan siswa dapat berperan serta dalam kegiatan belajar
mengajar, sehingga dalam kegiatan belajar mengajar tidak ada kesan
terpaksa.
2. Hasil belajar siswa tentang keterampilan berbahasa lisan mengalami
peningkatan.
3. Siswa dapat memahami tentang keterampilan berbahasa lisan melalui
metode bercerita.
DAFTAR PUSTAKA
34
Djago Taringan, Prof. Dr. H.G Taringan, 1986, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Bandung : Angkasa
Eli Tohonan Tua Pane, S,Pd. Implementasi Bahasa Anak Usia Dini, http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=73&idStatus=0
Eko Handayani, M.Psi, 2004, Karakteristik Anak Usia Dini, Bandung : Remaja Rosdakarya
Hidayah Nur, 2013, Panduan Praktis Penyusunan dan Pelaporan Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : PT.Prestasi Pustaka Karya
Prof.Dr.Susilo, S.pd.,Mpd, 2013 Metode Penelitian Bidang Pendidikan, Samarinda : Kanwa Publisher
Rita Eka Izzaty, S. Psi. Psi, 2005 Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak Usia TK, Jakarta
Slamet Suyanto, M.Ed, 2005, Dasar - Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta : Hikayat
Siti Aisyha, Mengembangkan Karakter Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Bercerita, http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG311.pdf
Soemantri 2004, Perkembangan Anak Usia Dini, Jakarta : Bumi Aksara
Tadkiroatun Musfiroh, S.Pd. M.Hum 2005, Bercerita Untuk Anak Usia Dini, Jakarta