Upload
rendy-ivaniar-sh
View
55
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Esai yang dibuat untuk mengikuti lomba Esai yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Brawijaya
Citation preview
NILAI PENTING LEMBAGA YUDIKATIF DALAM MEWUJUDKAN
SUPREMASI KONSTITUSI
(GAGASAN PEMBENTUKAN MAHKAMAH MAHASISWA)
Oleh
Rendy Ivaniar, Awal M.Rizki, Ignatius Arga Nuswantoro
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Konstitusi adalah sebuah dokumen formal hasil perjuangan bangsa diwaktu
lampau, yang merupakan hukum tertinggi hasil pemikiran filosofis dan
kesepakatan para pendiri bangsa yang merupakan cita hukum yang menjadi
panduan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1
Pada negara hukum, materi muatan dari hukumnya sendiri dituangkan dan diakui dalam
kesepakatan bersama dalam bentuk tertentu terlepas dari bentuk written constitutions (tertulis)
maupun unwritten constitution (tidak tertulis) yang ditempatkan dalam struktur tertinggi yang
berupa konstitusi. Negara yang berdasarkan hukum dapat dipastikan Negara tersebut memiliki
konstitusi. Dalam sistem ketatanegaraan Lembaga Mahasiswa di Universitas Brawijaya,
peraturan tertinggi atau konstitusi yang kita kenal adalah AD-ART LKM UB (Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Kedaulatan Mahasiswa Univesitas Brawijaya) yang
digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan mahasiswa di Universitas Brawijaya.
Berkaitan dengan hal tersebut dan tidak dapat dikesampingkan ungkapan Andrew
Heywood yang mengatakan bahwa suatu Negara menganut paham konstitusionalisme jika
seluruh lembaga Negara dan proses perpolitikan dalam sebuah Negara dibatasi oleh konstitusi.2
Dalam konsepsi tentang lembaga Negara atau yang dalam bahasa belanda disebut staatsorgan,
dikenal adanya konsepsi trias politica yang biasa dinisbat dengan tokoh montesque3 yang
mengandaikan bahwa tiga fungsi kekuasaan negara harus selalu tercermin didalam tiga jenis
organ Negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam paham konstitusionalisme trias
1 Hardjono SH.MH, legitimasi Perubahan Konstitusi, Yogyakarta, 2009, hlm 152 Andrew Heywood, Politics, New York: Palgrave. Maksud dari kata lembaga negara yang diucapkan oleh andrew Heywood adalah lembaga negaa baik dalam tataran eksekutif, legislative dan yudikatif. 20023 Jimly Ashidiqie. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta. 2010 hlm 29
Page | 1
politica haruslah menerapkan dan menjalankan sistem check and balances antara ketiga organ
tersebut dalam setiap tata kelola pemerintahan agar iklim demokratis terwujud.4
Menjadi sebuah kesalahan fatal apabila dalam sebuah konsep kelembagaan mahasiswa
tidak memiliki sebuah entitas/ lembaga yang bertugas untuk menegakan aturan tertinggi dan
keadilan bagi mahasiswa. Dalam kenyataannya di AD-ART UB kita hanya mengenal lembaga
eksekutif dan legislatif yaitu Eksekutif Mahasiswa sebagai lembaga Eksekutif dan Dewan
Perwakilan Mahasiswa sebagai lembaga legislative, sedangkan lembaga yudikatif seperti
mahkamah mahasiswa tidak ada. Tentu ini menimbulkan banyak hambatan dalam penyelesaian
suatu permasalahan.
Selama ini jika terjadi permasalahan baik ditingkat pusat maupun fakultas selalu
diselesaikan oleh rektorat atau dekanat sehingga dapat mengganggu kedaulatan pemerintahan
mahasiswa. Lebih dari pada itu permasalahan mendasar ada pada kurang ditegakannya supremasi
konstitusi itu sendiri, konstitusi terkesan selalu dipersalahkan dan diinjak-injak. Menjadi sebuh
kenyataan tanpa mahkamah mahasiswa sebagai lembaga yudikatif maka tidak akan ada
supremasi konstitusi dan kedaulatan mahasiswa, dalam hal ini konsistensi untuk menegakkan
supremasi konstitusi harus berjalan seiring dengan kesadaran berkonstitusi.
Atas dasar kenyataan tersebut penulis akan memaparkan beberapa alasan-alasan penting
yang mendasari perlunya dibentuk sebuah lembaga yudikatif bernama mahkamah mahasiswa
sebagai The guardian of constitution, yang dalam hal ini berangkat dari beberapa poin yang
penulis anggap sebagai sebuah kelemahan dalam AD/ART LKM UB, yaitu :
1. Tidak Terlampirkannya Penjelasan Dalam AD/ART LKM UB
Selama ini dalam AD-ART tidak dilampirkan penjelasannya pasal per pasal. Padahal
secara teori suatu undang-undang seharusnya melampirkan penjelasan butir-butir pasal. Hal
ini jelas sangat menghambat salah satu tujuan dari hukum yaitu kepastian hukum, karena
setiap mahasiswa dapat menafsirkan secara bebas setiap pasalnya. Seperti tidak ada
penjelasan mengenai fungsi dan tujuan diselenggarakannya sidang khusus yang ada dalam
pasal 16 ART LKM UB. Untuk mewujudkan supremasi konstitusi maka perlu sebuah
4 Ilha mahendra, http://ilhamendra.files.wordpress.com/2009/02/konstitusionalisme.pdf (diakses 16 Maret 2012)
Page | 2
lembaga yang berwenang sebagai penafsir final peraturan tertinggi (AD/ART) dalam hal ini
adalah mahkamah mahasiswa.
2. Tidak Ada Keseragaman Istilah Jabatan Top Leader Di Tiap BEMF.
Beberapa fakultas disebut ‘ketua’, kemudian di BEM Fakultas lain ada yang
menyebut ‘presiden’. Artinya menurut teori ketatanegaraan, hal tersebut sangat tidak ideal
sebab tidak pernah ada 2 (dua) orang presiden dalam sebuah Negara. Selain itu hal ini juga
berpengaruh bagi mahkamah mahasiswa dalam konteks nama objek kasus penyelesaian
sengketa antar lembaga kedaulatan mahasiswa.
3. GBH LKM UB selama ini tidak pernah menjadi acuan bagi Eksekutif Mahasiswa UB.
Dalam merancang program kerja, padahal dijelaskan dalam Pasal 14 ART LKM UB
bahwa Presiden dapat dibebas tugaskan apabila terbukti melanggar AD/ART serta GBH
LKM UB, hal ini berhubungan dengan gagasan penulis terkait Mahkamah Mahasiswa,
sebelum dibebastugaskan oleh Kongres, maka perlu sebuah forum hukum untuk
membuktikan kesalahan Presiden yang tidak menjalankan GBH LKM UB.
4. Tidak Menjelaskan Tata Urut Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Di LKM UB
Rancunya tata urutan perundang-undangan dapat menyebabkan saling tumpang tindih dan
tidak sinergisnya peraturan yang ada. Sudah menjadi suatu keharusan bahwa penjelasan
terkait tata urutan peraturan haruslah ada. Sehingga mahkamah mahasiswa dapat menguji
produk hukum dibawah AD/ART UB dengan AD/ART LKM UB agar terjadi sinergisitas dan
harmonisasi peraturan perundang-undangan.
Dari beberapa koreksi yang dilakukan oleh penulis maka perlu dilakukan perubahan atau
amandemen AD-ART LKM UB mengingat amandemen baru satu kali dilakukan dan masyarakat
terus mengalami perkembangan. Amandemen tidak semata-mata untuk menghilangkan rasa
penghormatan terhadap landasan suatu Negara, akan tetapi lebih kepada memperbaiki sistem
ketatanegaraan yang ada saat ini.
Page | 3
Penambahan lembaga baru berupa lembaga yudikatif bernama Mahkamah Mahasiswa
perlu diberi beberapa kewenangan demi terjaminnya supremasi AD/ART, yaitu : (1) Menguji
Peraturan dibawah AD/ART UB dengan AD/ART UB, (2) Penyelesaian sengketa antar lembaga
kedaulatan mahasiswa, (3) Penyelesaian sengketa hasil pemira, dan (4) memutus dugaan DPM
terhadap penyimpangan, pengabaian, dan tidak dilaksanakannya GBHK oleh Presiden EM,
sebelum dibebastugaskan oleh Kongres.
Oleh karena AD/ART LKM merupakan piagam yang menyatakan cita-cita bersama
mahasiswa dan menjadi dasar organisasi ketatanegaraan di universitas brawijaya, juga menjadi
blueprint tentang kesepakatan seluruh mahasiswa, sehingga penulis menyebut AD-ART LKM
UB sebagai suatu frame work of the nation.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Abdulkadir Besar, Perubahan UUD 1945 Tanpa Paradigma (amandemen bukan,
konstitusi baru setengah hati), Jakarta: Pusat Studi Pancasila, 2002
Andrew Heywood, 2002, Politics, New York: Palgrave.
Hardjono SH.MH, 2009, legitimasi Perubahan Konstitusi, Yogyakarta
Jimly Ashidiqie. Perkembangan dan KOnsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta.
2010
Sumber Internet
http://ilhamendra.files.wordpress.com/2009/02/konstitusionalisme.pdf
Sumber Peraturan
Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga LKM UB
Garis Besar Haluan Kerja LKM UB 2011/2012
Page | 4