Upload
dinhhanh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBERIAN MASSAGE PUNGGUNG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI GRADE II DI
RUANG ANYELIR RUMAH SAKIT Dr.SOEDIRAN MANGUN
SOEMARSO WONOGIRI
DISUSUN OLEH :
ELLYASTIKA DINOVA
NIM. P.12 082
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN MASSAGE PUNGGUNG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI GRADE II DI
RUANG ANYELIR RUMAH SAKIT Dr.SOEDIRAN MANGUN
SOEMARSO WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ELLYASTIKA DINOVA
NIM. P.12 082
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul ”Pemberian Massage Punggung Terhadap Tekanan Darah
Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Hipertensi Grade II Di Ruang Anyelir
Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII
Keperawatan sekaligus sebagai penguji II yang telah memberikan kelancaran
untuk dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah di STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
3. Joko Kismanto, S.Kp., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji
yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.
4. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
5. Anissa Cindy N.A, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji I yang telah memberikan
masukan, saran, dan bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
6. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
vi
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 3
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUTAKA
A. TinjauanTeori ......................................................................... 5
1. Hipertensi ........................................................................ 5
2. Tekanan Darah ................................................................ 21
3. Terapi Masase Punggung ................................................ 23
B. Kerangka Teori ....................................................................... 25
C. Kerangka Konsep ................................................................... 26
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi ...................................................................... 27
B. Tempat dan Waktu ................................................................. 27
C. Media Dan Alat Yang Digunakan .......................................... 27
D. Prosedur Tindakan .................................................................. 27
E. Alat Ukur Evaluasi ................................................................. 28
viii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian .............................................................................. 29
B. Rumusan Masalah Keperawatan ............................................ 37
C. Perencanaan............................................................................ 38
D. Implementasi .......................................................................... 41
E. Evaluasi .................................................................................. 50
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 55
B. Perumusan Masalah Keperawatan ......................................... 61
C. Perencanaan............................................................................ 68
D. Implementasi .......................................................................... 70
E. Evaluasi .................................................................................. 81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 86
B. Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah > 18 Tahun ..................................... 6
x
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 2.1 Skema Kerangka Teori ............................................................ 25
Skema 2.2 Skema Kerangka Konsep .......................................................... 26
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Gambar Kerangka Teori ........................................................ 25
Gambar 2.2 Gambar Kerangka Konsep .................................................... 26
Gambar 4.1 Gambar Genogram ................................................................ 31
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Usulan judul
Lampiran 2 : Lembar konsultasi
Lampiran 3 : Surat pernyataan
Lampiran 4 : Daftar riwayat hidup
Lampiran 5 : Jurnal
Lampiran 6 : Asuhan keperawatan
Lampiran 7 : Lembar observasi
Lampiran 8 : Log book
Lampiran 9 : Pendelegasian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan hal yang sudah tidak asing lagi di masyarakat,
banyak orang membicarakan hipertensi. Terkadang orang mengabaikan tanda
dan gejala hipertensi, namun hipertensi merupakan salah satu penyebab
terbesar dari stroke dan penyakit jantung. Hipertensi adalah kelainan jantung
dan pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (Agro,
2009). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011, penderita
hipertensi mencapai 40% di dunia.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikedas, 2013), menunjukkan prevalensi
penderita hipertensi di Indonesia yang berumur ≥18 tahun sebesar 25,8%,
sedangkan penderita hipertensi di Jawa Tengah sebesar 77,8%. Berdasarkan
data rekam medis RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso kota Wonogiri
penderita hipertrensi mencapai 18,5% tahun 2014. Pengendalian tekanan darah
dapat dilakukan dengan terapi non famakologis yaitu perubahan gaya hidup,
menjaga berat badan, dan pengendalian stress dan terapi relaksasi (Kowalski,
2010:136).
Relaksasi merupakan tindakan non farmakologis yang digunakan untuk
terapi anti hipertensi, salah satunya dengan terapi massage (Dalimartha,
2008:28). Terapi massage punggung merupakan manipulasi jaringan lunak
2
yang berfungsi menenangkan stress psikologis dan mengeluarkan hormon
endhorphin dan menurunkan kadar stress hormon (Arovah,2012)
Hasil wawancara yang dilakukan pada perawat Rumah Sakit
Dr.Soediran Mangun Soemarso didapatkan hasil bahwa belum pernah ada yang
menggunakan massage punggung sebagai salah satu tehnik untuk menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi.
Hasil penelitian (Freddy, 2013) pengaruh pemberian massage
punggung terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi menyatakan
bahwa sebelum pemberian massage didapatkan tekanan darah rata rata sebesar
160,78/96,56 mmHg dengan nilai sistol tertinggi 185 mmHg dan terendah 140
mmHg dan nilai diastoliknya 96,56 mmHg dan terendah 90 mmHg. Kemudian
setelah pemberian massage punggung diketahui bahwa responden rata rata
tekanan darah sebesar 143,44 mmHg dengan nilai tertinggi pada sistoliknya
160 mmHg dan nilai terendah 125mmHg, sedangkan diastoliknya rata- rata
86,09 mmHg dengan nilai tertinggi 100 mmHg dan nilai terendah 75mmHg.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Retno & Prawesti (2012), tentang
“Tindakan Slow Stroke Massage Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi” menyatakan bahwa apabila sistem saraf simpatis
mengeluarkan neurotransmiter norepinephrine maka menyebabkan terjadinya
vasodilatasi sistemik dapat menyebabkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tekanan darah.terapi massage dapat menurunkan tekanan darah
jika dilakukan dengan tepat.
3
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan tindakan keperawatan pemberian massage punggung sebagai
bentuk aplikasi riset dalam pengelolaan kasus yang dituangkan dalam Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Massage Punggung pada Asuhan
Keperawatan Ny.S dengan hipertensi grade II di RSUD Dr.Soediran Mangun
Soemarso Wonogiri“
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan hasil Pemberian Massage Punggung pada Asuhan
Keperawatan Ny.S dengan hipertensi grade II di RSUD Dr.Soediran
Mangun Soemarso Wonogiri.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.S dengan hipertensi.
b. Penulis mampu melakukan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan
hipertensi.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.S
dengan hipertensi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.S dengan hipertensi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.S dengan hipertensi.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian massage punggung
terhadap tekanan darah pada asuhan keperawatan dengan Ny.S
hipertensi di Ruang Anyelir.
4
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Memberikan wawasan tindakan keperawatan yang luas mengenai masalah
keperawatan pasien pemberian massage punggung terhadap tekanan darah
pada pasien hipertensi.
2. Bagi Rumah Sakit
Bahan masukan dan memberikan alternatif tindakan keperawatan yang
diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya
pada pemberian massage punggung terhadap tekanan darah pada pasien
hipertensi
3. Bagi Profesi Keperawatan
Menghadirkan laporan aplikasi hasil alternatif tindakan keperawatan
khususnya tentang pemberian massage punggung terhadap tekanan darah
pada Pasien hipertensi yang menjadi salah satu fokus permasalahan dalam
profesi keperawatan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan wawasan dalam praktek keperawatan bagi pengembangan
ilmu selanjutnya di institusi pendidikan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi merupakan kelainan jantung dan pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Agro, 2009), menurut
(Muhammad, 2012:53) Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal,
seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya
lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi juga sering diartikan sebagai
suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg, sedangkan menurut (Herlambang,
2013: 11) Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah diatas
normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik
yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital
lainnya.
b. Klasifikasi
1) Hipertensi dibagi menjadi dua sebagai berikut (Herlambang, 2013:13)
:
a) Hipertensi Primer
6
Adalah suatu peningkatan tekanan darah sebagai akibat
dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Faktor
yang mempengaruhi salah satunya yaitu pola makannya tidak
terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan
obesitas, hal tersebut merupakan pencetus awal untuk terkena
penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula yang berada dalam
lingkungan atau kondisi yang menimbulkan peningkatan stressor
tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi,
termasuk orang orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami
tekanan darah tinggi.
b) Hipetensi Sekunder
Adalah peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat
dari mengalami atau menderita penyakit lainnya seperti gagal
jantung, gagal ginjal, atau kerusakan system hormon tubuh.
Klasifikasi hipertensi pada usia ≥ 18 tahun sebagai berikut
(Muhammad, 2012:63) :
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah ≥ 18 tahun.
Kategori TDD (mmHg) TDS (mmHg)
Normal < 85 <130
Normal tinggi 85-89 130-139
Hipertensi :
Tinggi 1 (ringan) 90-99 140-159
Tinggi 2 (sedang) 100-109 160-179
Tinggi 3 (berat) 110-119 180-210
Tinggi 4 (sangat
berat)
≥120 ≥21o
7
c. Etiologi
Hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor (Prastyaningrum, 2014:12):
1) Usia
Peningkatan hipertensi cenderung terjadi karena pertambahan
usia. Biasanya hipertensi terjadi pada lansia.
2) Ras
Setiap orang berpotensi mengalami hipertensi, tetapi ras afrika
dan amerika lebih rentan terkena hipertensi.
3) Jenis Kelamin
Laki-laki lebih beresiko terkena hipertensi saat usia 45 tahun
dibandingkan dengan wanita, sedangkan wanita lebih rentan terkena
hipetensi pada usia 65 tahun.
4) Obesitas
Seseorang yang mengalami kegemukan akan lebih beresiko
tmengalami hipertensi. Hal itu dapat diukur dari nilai indeks massa
tubuh (IMT) yang menjadi salah satu faktor seseorang mengalami
hipertensi.
5) Kurang Aktivitas Fasik
Aktivitas fisik merupakan salah satu cara untuk menggerakkan
otot anggota tubuh yang memberikan manfaat terhadap jantung dan
paru-paru. Kegiatan fisik contohnya bersepeda, mengerjakan
pekerjaan rumah dll.
8
6) Kebiasaan merokok dan minuman berakohol
Merokok merupakan salah satu pembunuh paling besar. Zat
dalam rokok dapat menganggu fungsi jantung, pembuluh darah, paru-
paru, organ reproduksi, dan sistem pencernaan.
7) Genetik
Faktor keluarga yang mengalami hipertensi juga merupakan
salah satu faktor terbesar terjadinya hipertensi.
d. Manifestasi
Penderita hipertensi memiliki tanda dan gejala meliputi
(Muhammad, 2012:66 ) :
1) Nyeri kepala kadang disertai mual muntah yang disebabkan oleh
tekanan darah intrakranial.
2) Penglihatan kabur karena terjadi retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan.
3) Adanya kerusakan pada otak yang menyebabkan ayunan langkah
kurang mantap yang disebabkan oleh kerusakan susunan sistem saraf
pusat.
4) Adanya nokturia (sering berkemih dimalam hari) yang disebabkan
oleh peningkatan aliran daah dari ginjal dan filtrasi glomerulus.
5) Adanya edema dan pembekakan yang terjadi akibat peningkatan
tekanan kapiler.
9
e. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output
dengan total tahanan perifer. Pengaturan tahanan perifer dipertahankan
oleh saraf otonom dan sirkulasi hormon. Kemudian oleh sistem kontrol
antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh,
sistem renin angiotensin, dan autoregulasi vaskuler yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah. Sistem baroreseptor menimbulkan
peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh
respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus simpatis. Hal tersebut menyebabkan reflex kontrol sirkulasi arteri
sistemik sehingga menaikkan re-setting sensivitas baroreseptor, sehingga
tekanan meningkat dan tidak ada penurunan.
Perubahan volume cairan juga dapat mempengaruhi tekanan arteri
sistemik. Bila tubuh kelebihan air dan garam akan menyebabkan tekanan
darah meningkat melalui mekanisme kompleks yang dapat
mempengaruhi ginjal dan meningkatkan tekanan arteri. Renin dan
angiotensin juga memegang peranan penting dalam tekanan darah. Ginjal
memproduksi renin yaitu enzim yang bertindak memisahkan angiotensin
I kemudian diubah oleh enzim pengubah di paru-paru yang menjadi
angiotensin II, dan menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III
merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosterone.
Aldosteron memiliki peran vital dalam hipetensi terutama aldosterone
pimer. Autoregulasi vaskuler merupakan proses mempertahankan perfusi
10
jaringan dalam tubuh. Apabila aliran berubah maka proses autoregulasi
akan menurunkan tekanan vaskuler dan mengakibatkan pengurungan
aliran. Apabila terjadi sebaliknya jika tekanan vaskuler meningkat maka
akan meningkatkan peningkatan aliran. Hal tersebut menjadi mekanisme
penting dalam timbulnya gejala hipertensi (Muhammad, 2012:66).
f. Komplikasi
Menurut (Muhammad, 2012:67) :
1) Stroke
2) Infark miokardium
3) Gagal ginjal
4) Ensefalopati
g. Penatalaksanaan
Menurut (Muhammad, 2012:67) :
1) Farmakologis
Obat-obatan antihipertensi.
a) Non farmakmologis
(1) Mengurangi berat badan.
(2) Tidak merokok.
(3) Tidak minum minuman keras.
(4) Melakukan relaksasi, seperti relaksasi punggung.
h. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
11
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan data pasien. Pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga
kebutuhan perawatan pada klien dapat teridentifikasi (Rohmah &
Walid, 2012 : 25)
Dalam pemeriksaan riwayat kesehatan pasien, didapatkan
adanya riwayat peningkatan tekanan darah, adanya riwayat keluarga
yang mempunyai riwayat penyakit yang sama, dan riwayat obat
obatan yang dikonsumsi (Muhammad, 2012:70)
2) Dasar-dasar Pengkajian
a) Aktivitas/Istirahat
(1) Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
(2) Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, dan takipnea.
b) Sirkulasi
(1) Gejala : riwayat hipertensi, arteoskerosis, penyakit jantung
koroner, dan penyakit serebrovaskuler.
(2) Tanda : kenaikan tekanan darah diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
(3) Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
perbedaan denyutan.
(4) Frekuensi/irama : takikardia, berbagai disritmia.
12
(5) Murmur stenosis valvuvar.
(6) Desiran vascular terdengar di atas karotis, vemoralis atau
epigastrium (stenosis arteri)
(7) DVJ (distensi vena jugularis dan kongesti vena)
(8) Ekstremitas : perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian
kapiler mungkin lambat/tertunda.
(9) Kulit pucat, sianosis, dan diaphoresis ( kongesti, hipoksemia).
Kulit berwarna kemerahan (feokromositoma).
c) Integitas Ego
(1) Gejala : riwayat kepribadian, ansietas, depresi, atau
marakronik (dapat mengindikasi kerusakan
serebral)
(2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, tangisan yang meledak,
otot muka tegang, gerakan fisik cepat, pernafasan
menghela, dan peningkatan pola bicara.
d) Eliminasi
(1) Gejala : adanya gangguan ginjal saat ini atau yang telah lalu,
seperti infeksi/obstruksi.
e) Mekanisme Cairan
(1) Gejala :
13
(a) Makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol, gula, makanan yang
tinggi kalori.
(b) Mual dan muntah.
(c) Perubahan berat badan (meningkat/menurun).
(d) Riwayat penggunaan obat diuretik.
(2) Tanda :
(a) Berat badan obesitas.
(b) Adanya edema, kongesti vena, DVJ, dan glikosuria.
f) Neurosensori
(1) Gejala : keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala
subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang secara
spontan setelah beberapa jam).
g) Hipertensi
(1) Gejala :
(a) Kebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.
(b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
(c) Epistaksis.
(2) Tanda :
14
(a) Status mental : perubahan keterjagaan orientasi, pola atau
isi bicara, afek, proses pikir atau
memori.
(b) Respon motorik : penuunan kekuatan genggaman tangan,
reflek tendon dalam peubahan retinal
optik (dari penyempitan arteri ringan
sampai berat dan perubahan sklerotik
dengan edema atau papil edema,
eksudat dan hemorogik tegantung pada
berat atau lamanya hipertensi).
h) Nyeri/Ketidaknyamanan
(1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
(2) Nyeri hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah).
(3) Sakit kepala oksipetal berat.
(4) Nyeri abdomen/massa (feokromositoma).
i) Pernapasan
(1) Gejala :
(a) Dyspnea.
(b) Takipnea, ortopnea.
(c) Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum.
(d) Riwayat merokok.
(2) Tanda :
15
(a) Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan
(b) Bunyi nafas tambahan (krakles/mengi).
(c) Sianosis.
j) Keamanan
(1) Gangguan koordinasi/cara berjalan.
(2) Parestesia unilateral transient.
(3) Hipotensi postural.
(4) Pembelajaran/penyuluhan
(5) Faktor-faktor resiko keluarga.
(6) Faktor-faktor resiko etnik.
(7) Penggunaan pil KB.
k) Pemeriksaan diagnostik
(1) Hemoglobin.
(2) Hematokrit.
(3) BUN/kreatinin.
(4) Glukosa.
(5) Kalium serum.
(6) Kolestrol.
(7) Pemeriksaan tiroid.
(8) Kadar aldosterone serum.
(9) Urinalisa.
(10) EKG
(11) CT-Scan
16
3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan actual ataupun potensial sebagai
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat
perawat bertanggung jawab (Rohmah & Walid, 2012 : 63)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
hipertensi adalah sebagai berikut :
a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
b) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan makanan yang berlebihan, akibat kebutuhan
metabolisme, pola hidup yang monoton, serta keyakinan
budaya.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
seperti ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia
miokardia, dan hipertrofi/rigiditas (kekauan) ventrikel.
4) Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan pengembangan strategi
desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-
17
masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan
(Rohmah & Walid, 2012 : 92)
a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskule serebral.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama selama
3x24 jam diharapkan tekanan vaskular serebral tidak
meningkat dengan
Kriteria Hasil :
(1) Nyeri berkurang dan menurunkan tekanan pembuluh darah
otak.
(2) Mampu mengungkapkan metode yang memberikan
pengurangan.
(3) Mengikuti aturan farmakologi yang diberikan.
Intervensi :
(1) Kaji P, Q, R, S, T.
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri pasien.
(2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan
sakit kepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat
punggung, tehnik relaksasi.
Rasional : untuk menurunkan tekanan vaskuler serebral
(3) Berikan pengetahuan tentang cairan, makanan.
Rasional : untuk memberikan pengetahuan.
(4) Kolaborasi pemberian analgesik, antiansietas.
18
Rasional : untuk menurunkan atau mengontrol nyeri dan
mengurangi ketegangan dan ketidaknyamanan
yang diperberat oleh stress.
b) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan makanan yang berlebihan, akibat kebutuhan metabolism,
pola hidup yang monoton, serta keyakinan budaya.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan masukan nutrisi tidak berlebihan dan pola
hidup tidak monoton dengan
Kriteria Hasil :
(1) Mampu mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan
kegemukan.
(2) Menunjukan perubahan pola makan.
(3) Mempertahankan berat badan yang diinginkan.
(4) Melakukan atau mempertahankan program olahraga yang
tepat secara individual.
Intervensi :
(a) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan hipertensi dan
kegemukan.
Rasional : karena kegemukan menjadi factor tamahan dalam
hipertensi.
(b) Kaji masukan kalori.
19
Rasional : untuk mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan
dalam program diet terakhir.
(c) Instruksikan dan bantu pasien memilih makanan yang tepat.
Rasional : untuk menghindari makanan yang tinggi lemak
jenuh dan kolestrol.
(d) Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional : untuk memberikan konseling dan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan diet individu.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, seperti
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien mampu beraktivitas tanpa keluhan
yang beraksi dengan
Kriteria hasil :
(1) Dapat beraktivitas secara toleran yang dapat diukur.
(2) Menunjukkan penurunan dalam tanda tanda intoleransi
fisiologi.
Intervensi :
(a) Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :untuk mengetahui respon fisiologis pasien terhadap
aktivitas.
(b) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas.
Rasional : untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
20
(c) Anjurkan istirahat/tidur tanpa gangguan.
Rasional : memberikan keseimbangan dalam kebutuhan.
(d) Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas
dengan perlahan lahan.
Rasional : untuk kemajuan aktivitas secara bertahap.
d) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia
miokardia, dan hipertrofi/rigiditas (kekauan) ventrikel.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan beban jantung tidak meningkat dengan
Kriteria hasil :
(1) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat menurunkan
tekanan darah.
(2) Mampu mempertahankan tekanan darah dalam rentan individu
yang dapat diterima.
(3) Irama dan denyut jantung dalam atas normal.
Intervensi :
(a) Pantau TTV pasien.
Rasional : untuk mengetahui TTV pasien.
(b) Amati warna kulit, kelembaban, suhu.
Rasional : untuk mengetahuan penurunan curah jantung.
(c) Catat edema umum/tertentu.
21
Rasional : dapat mengidentifikasi gagal jantung, kerusakan
ginjal, atau vaskuler.
(d) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi.
Rasional : dapat menurunkan rasangan yang menimbulkan
stress dan membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan tekanan darah.
(e) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : untuk proses penyembuhan.
2. Tekanan Darah
a. Pengertian
Tekanan darah merupakan kekuatan yang dibutuhkan agar darah
dapat mengalir dalam pembuluh darah dan dapat menyebar keseluruh
jaringan tubuh. Darah berguna untuk mengangkut oksigen keseluruh
tubuh yang akan diedarkan ke setiap sel-sel dalam tubuh dan berguna
untuk mengingkat metabolism dalam tubuh (Lany, 2007:7)
b. Jenis Tekanan Darah
Tekanan darah dibedakan menjadi dua yaitu (Lany, 2007:7) :
1) Tekanan Darah Sistolik
Adalah tekanan darah saat jantung menguncup (sistol)
2) Tekanan Darah Diastolik
Tekanan darah saat jantung mengendor (diastol).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah
22
Menurut parsudi dalam Subagya (2007), tekanan darah sangat
tergantung pada :
1) Olahraga yang menggunakan otot lengan.
2) Latihan kerja yang lama akan menurunkan tekanan sistolik sehingga
menyebabkan mudah lelah.
3) Umur
4) Seks
5) Anemia berat
6) Emosi, cemas,takut
7) Penyakit ginjal
8) Merokok
9) Minuman alcohol
10) Kafein dapat meningkatkan tekanan daah secara cepat.
11) Pemakaian obat-obatan tertentu, misalnya kontasepsi.
12) Faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi tekanan darah,
misalnya suhu ruangan dan kebisingan.
d. Dampak tekanan darah
Menurut Anggara (2012), tekanan darah dapat menyebabkan:
1) Hipotensi
2) Hipertensi
3. Terapi Massage Punggung
a. Pengertian
23
Massage punggung adalah Tehnik pemijatan yang digunakan
untuk meningkatkan kenyamanan, mengurangi stess dan menciptakan
ketenangan (Lynn, 2006: 376)
b. Tehnik massage punggung
Ada 3 tehnik dalam massage punggung yaitu (Wijanarko.et al,
2010 dalam Hikayati, 2011) :
1) Menggosok
Gerakan rapat mencakup otot, gosokan menuju arah jantung dan
dilakukan secara berirama dan continue. Gerakan yang lembut,
melebar mengikuti alur yang bertujuan untuk memperlancar sirkulasi
darah dan fungsi otot kejantung.
2) Menggetarkan
Gerakan ini diberikan melalui ujung jari, dua jari atau tiga jari
dirapatkan. Caranya dengan membengkok siku, jari-jari ditekankan
pada tempat yang dikehendaki kemudian kejangkan lengan tersebut.
3) Memijat
Gerakan ini dilakukan dengan cara satu tangan atau dua tangan
dengan gerakan bergelombang, berirama, dan tidak terputus-putus.
Gerakan ini dilakukan dengan gerakan pendek dan tajam, menekan,
tangan digerakan secara berulang dan cepat. Dan bertujuan untuk
mendorong aliran darah kembali kejantung.
Tehnik tersebut sesuai dengan teori Kozier & erb, 2012: 339
dalam Freddy (2013) tentang “Pengaruh Pemberian Massage
24
Punggung Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi” yang
mengatakan bahwa Massage punggung merupakan tipe massage
yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan, dan halus.
Bedasarkan beberapa riset menunjukkan massage punggung
memiliki kemampuan untuk menghasilkan respon relaksasi.
Gosokan punggung sederhana selama 3-5 menit dapat meningkatkan
kenyamanan dan relaksasi, serta memiliki efek positif pada
parameter kardiovaskuler seperti tekanan darah, denyut jantung, dan
frekuensi pernafasan. Massage punggung bermanfaat untuk
melancarkan peredaran darah.
25
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Gambar Kerangka Teori
Faktor-faktor penyebab:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Obesitas
4. Ras
5. Gaya hidup
Terjadi gangguan
pada jantung
yang
mempengaruhi
tekanan arteri
adi
Peningkatan Tekanan
Darah
Pemberian
massage
punggunng
Tekanan darah
menurun
Tanda dan gejala hipertensi :
1. Nyeri kepala kadang disertai
mual.
2. Penglihatan kabur.
3. Adanya kerusakan pada otak.
4. Adanya nokturia
5. Adanya edema akibat
peningkatan tekanan kapiler.
gejala hip
26
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Gambar Kerangka Konsep
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral b.d
hipertensi
Dilakukan terapi
massage punggung
27
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Tindakan dilakukan pada Ny.S di RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri.
B. Tempat dan waktu
1. Tempat : Di Ruang Anyelir
2. Waktu : Terapi diberikan sebelum pemberian obat siang.
C. Media dan alat yang digunakan
Terapi ini menggunakan media pemijatan menggunakan tangan. Alat
yang digunakan antaralain :
1. Minyak beraroma terapi atau minyak oles, lotion.
2. Handuk
D. Prosedur Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Mengenalkan diri
b. Menjelaskan tujuan tindakan
c. Menjelaskan langkah dan prosedur
d. Menjaga privasi
28
e. Mencuci tangan
2. Fase Kerja
a. Mempersiapkan tempat
b. Menyiapkan alat (lotion/Minyak, handuk)
c. Mengatur posisi/memposisikan pasien
d. Memasang handuk
e. Mengoleskan lotion/minyak
f. Lakukan pemijatan/massage punggung selama 3-10 menit
g. Bersihkan lotion/minyak
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi tindakan/keadaan pasien
b. Akhiri tindakan dan membereskan alat
c. Mencuci tangan
d. Dokumentasi
(Arovah, 2012)
E. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam tindakan keperawatan pemberian
massage punggung ini adalah sphygmomanometer air raksa atau digital,
manset, dan stetoskop.
29
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada BAB ini penulis akan menuliskan laporan kasus asuhan keperawatan
yang dilakukan pada Ny.S selama tiga hari mulai tanggal 10 Maret 2015 sampai 12
Maret 2015 dibangsal Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri. Laporan kasus yang akan dikemukakan pada bab ini adalah pada proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Pengkajian
yang dilakukan dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa melalui
pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis, dan
catatan perawat.
A. Pengkajian
1. Identitas dan Penanggung Jawab Pasien
Pasien masuk rumah sakit tanggal 10 Maret 2015 jam 07.00 WIB dan
pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 11.00 WIB,
didapatkan identitas pasien bernama Ny.S, umur 63 tahun, pendidikan SD,
alamat Gambiran, Gambirananom, Wonogiri. Penanggung jawab Tn.M,
umur 35 tahun, alamat Gambiran, Gambiranom, Wonogiri, pendidikan
SMA, Hubungan dengan pasien adalah anak pasien. Diagnosa Medis
Hipertensi, Stroke Infark Hemiplegia.
30
2. Riwayat Keperawatan dan Kesehatan Pasien
Hasil pengkajian pasien ditemukan riwayat keperawatan yaitu
keluhan utama adalah anggota badan sebelah kiri atas dan bawah lemah sulit
digerakkan, bicara pelo. Riwayat penyakit sekarang keluarga mengatakan
pasien mengeluh badan sebelah kiri atas dan bawah terasa lemah dan lemes
selama 15 hari dan bertambah lemah saat beraktivitas kemudian keluarga
membawa pasien ke RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso dan pasien
masuk keruang IGD pada jam 07.00 WIB tanggal 10 Maret 2015. Di IGD
pasien mendapat terapi infus assering 20 tpm, ranitidine 1 ampul (25mg),
citicoline 1g (250mg). Tekanan Darah: 180/110 mmHg, nadi: 100x/menit,
suhu: 36,50C, pernapasan: 24x/menit. Kemudian dipindah kebangsal
anyelir, setelah berada dibangsal didapatkan hasil pengkajian bahwa pasien
sulit bicara, ekstremitas atas dan bawah sulit digerakkan.
Riwayat penyakit dahulu keluarga mengatakan pasien saat kanak-
kanak pernah sakit batuk, pasien belum pernah mengalami kecelakaan,
keluarga mengatakan pasien pernah dirawat dirumah sakit karena sakit
hipertensi sekali, tidak sampai terjadi stroke pada tahun 2014. Pasien tidak
mempunyai alergi terhadap obat, makanan maupun minuman, pasien sudah
diimunisasi lengkap, pasien tidak mempunyai kebiasaan yang buruk.
Riwayat kesehatan keluarga, keluarga pasien mengatakan didalam
anggota keluarganya mempunyai penyakit menurun yaitu hipertensi tetapi
tidak mempunyai penyakit menurun lainnya seperti DM, Asma, Jantung,
31
dan lain-lain, adapun silsilah keluarga pasien dalam 3 generasi keturunan,
sebagai berikut :
Gambar 4.1
Genogam Ny.S
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
:Meninggal
: pasien
: tinggal dalam satu rumah
Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan lingkungan
dalam keadaan bersih jauh dari polusi, ventilasi ada, jauh dari tempat-
tempat kotor, terdapat air bersih, jauh dari pembuangan sampah, lingkungan
tempat tinggalnya tidak banyak terdapat lalat dan nyamuk.
63 63
an:
63
32
3. Pola Kesehatan Fungsional
Pengkajian pola kesehatan fungsional menurut Gordon, pada pola dan
persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bahwa kesehatan
itu penting, maka apabila sakit pergi kedokter atau kepuskesmas.
Pola nutrisi dan metabolik, sebelum sakit jenis nasi, lauk,sayur,
frekuensi 3x sehari, porsi 1 porsi habis, tidak ada keluhan dan selama sakit
jenis nasi, sayur, lauk, frekuensi 3x sehari, porsi 1porsi habis, tidak ada
keluhan.
Pola eliminasi, sebelum sakit frekuensi BAK 4-5x sehari, warna
kuning, bau khas amoniak, tidak ada keluhan, BAB 1x sehari, warna kuning
kecoklatan, konsistensi padat, tidak ada keluhan, sedangkan selama sakit
frekuensi BAK 5-6x sehari, warna kuning jernih, bau khas amoniak, tidak
ada keluhan, frekuensi BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek,
keluhan tidak ada.
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien dapat melakukan
semua aktivitas secara mandiri (nilai tingkat aktivitas 0), sedangkan selama
sakit aktivitas pasien dibantu orang lain seperti makan/minum, toileting,
berpakaian, berpindah, mobilitas ditempat tidur, dan ambulasi (ROM),
(nilai aktivitas 2).
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidur ±7 jam
sehari, jarang tidur siang, tidur dengan nyenyak dan tanpa obat tidur
sedangkan selama sakit dan dirawat dirumah sakit pasien mengatakan bisa
tidur ± 4-10 jam sehari, tidur siang ± 1 jam, tidur dengan nyenyak.
33
Pola kognitif perseptual, pasien berbicara pelo dan lambat, kata-
katanya tidak terlalu jelas, melihat dan mendengar dengan jelas, dapat
menjawab semua pertanyaan perawat dengan jelas, tidak menggunakan alat
bantu penglihatan, dapat mengidentifikasi tes raba.
Pola persepsi konsep diri, selama sakit gambaran diri pasien bisa
menerima keadaan sakitnya sekarang yang mengalami stroke, dan bisa
menerima keadaan fisiknya, ideal diri pasien mengatakan ingin cepat
sembuh, harga diri pasien merasa diperhatikan dan dihargai oleh keluarga
dan masyarakat atau tetangganya karena dijenguk, peran diri pasien
mengatakan tidak dapat menjalankan hak dan kewajibannya sebagai ibu,
nenek dan istri, identitas diri pasien adalah seorang perempuan sudah
menikah dan mempunyai 3 anak.
Pola hubungan peran, selama sakit pasien mengatakan hubungan
dengan keluarganya harmonis dan dengan masyarakat terjalin baik, selama
sakit pasien mengatakan hubungan dengan pasien lain dengan keluarga dan
dengan petugas kesehatan sangat baik
Pola seksual reproduksi, pasien mengatakan mempunyai suami, 3
orang anak dan 6 orang cucu, selama sakit pasien tidak penah melakukan
hubungan suami istri. Pola mekanisme koping, pasien mengatakan selama
sakit selalu membicarakan masalah kesehatan dengan keluaga dan perawat.
Pola nilai dan keyakinan, selama sakit pasien hanya bisa berdoa dan sholat
sambil berbaring.
4. Pemeriksaan Fisik
34
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan hasil kesadaran composmentis
(kesadaran penuh), jumlah skor Glasgow coma scale (GCS) untuk respon
eyes 4, verbal 3, motorik 6 total 13. Pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit,
pernafasan 20x/menit, suhu 360C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala
bersih, tidak ada ketombe, rambut hitam, tidak berminyak. Muka pucat,
palpebra tidak udem, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, reflek terhadap cahaya
positif kanan dan kiri. Hidung simetris, tidak ada polip, mukosa bibir kering,
gigi kekuningan, terdapat plak gigi, telinga simetris, daun telinga sedikit
kotor, pasien tidak mengalami gangguan pendengaran, leher tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil, inspeksi tidak ada jejas,
bentuk dada simetris, palpasi vocal fremitus kanan kiri sama, perkusi sonor
pada seluruh lapang dada, auskultasi tidak ada suara tambahan. Pada
pemeriksaan jantung, inspeksi ictur cordis tidak tampak, palpasi ictus
cordis teraba di sela intercosta ke lima, perkusi pekak, auskultasi bunyi
jantung satu dan dua murni. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi bentuk
datar, tidak ada jejas, umbilicus tidak menonjol, auskultasi bising usus
36x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan pada seluruh kuadran, perkusi
tymphani. Pada pemeriksaan genetalia(kemaluan) didapatkan hasil, tidak
terpasang kateter (DC). Pada rectum (anus), rectum bersih, tidak ada
keluhan, tidak ada hemoroid.
35
Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan hasil, ekstremitas atas
kekuatan otot kanan baik, kiri lemah, perabaan akral dingin, tangan kanan
terpasang infus, tangan kiri sulit digerakkan, turgor kulit tidak elastis, kulit
pucat, tidak ada edema, capillary refile kembali dalam 2 detik. Ekstremitas
bawah kekuatan otot kanan baik, kiri lemah, menggerakkan anggota gerak
bagian kiri tanpa gravitasi, perabaan akral dingin, tidak ada edema, tidak
cacat, turgor kulit tidak elastis, capillary refile kembali dalam 2 detik, kulit
pucat.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil
hemoglobin 4,0 g/dl normal (12,0-18,0), gula darah sewaktu 388 mg/dl
normal (76-120), ureum 43 mg/dl normal (10-50), kreatinin 0,69mg/dl
normal (0,5-1,3), kolesterol total 208 mg/dl normal (50-200), SGPT 9 u/L
normal (0-29), SGOT 9 u/L normal (0-25), WBC 12,6 k/uL normal (4,1-
10,9), LYM 3,4 %L normal (0,6-4,1), MID 0,6 %M normal (0,0-1,8),
GRAN 8,6 %G normal (2,0-7,8), RBC 2,32 M/uL normal (4,20-6,30) HCT
12,9 % normal (37,0-51,0), MCV 55,5 fL normal (80,0-97,0), MCH 17,2
Pg normal (26,0-32,0), MCHC31,0 g/dl normal (31,0-36,0), RDW 18,6 %
normal (11,5-14,5), PLT 433 k/uL normal (140-440).
Pemeriksaan CT-Scan tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil
lanunar infark cerebri diperiventrikel kanan. Pemeriksaan gambaran darah
tepi (GDT) tanggal 11 Maret 2015, didapatkan hasil anemia gravis.
6. Terapi
36
Pada tanggal 10 Maret 2015 terapi yang diberikan yaitu infus asseing
dengan dosis 20 tpm termasuk golongan larutan elektrolit dan nutris yang
berfungsi mengembalikan cairan pada tubuh dan mencegah dehidrasi,
ranitidine dosis 1x25 mg golongan antasida dan ulkus antibusa berfungsi
pengobatan jangka pendek tungkak duodenum aktif, tukang lambung aktif,
mengurangi gejala refluks esofagitis, Citicoline dosis 1x125 mg golongan
obat kardiovaskuler, berfungsi untuk kehilangan kesadaran akibat
kerusakan otak, trauma kepala/operasi otak dan serebral infark percepatan
rehabilitas ekstremitas atas pasien hemiplegia paksi, apopleksia serebral.
Aspilet dosis 1x 1 (80mg) golongan analgesic,antiemetik, antipirai
berfungsi untuk demam, sakit gigi, rasa nyeri pada otot dan sendi,
Simvastastin 1x1 (10mg) golongan obat kardiovaskuler berfungsi
mengurangi kadar kolestrol total dan LDL sebagai anti kolestrol. Pada
tanggal 11 Maret 2015 mendapatkan terapi infus assering 20 tpm, citicoline
1x125mg, Antalgin dosis 1x500mg golongan analgesik non narkotik
berfungsi untuk sakit kepala, skiatika mialgia, sakit gigi, neuralgia, berbagai
jenis nyeri. Tanggal 12 Maret 2015 mendapatkan terapi infus assering 20
tpm, citicoline 1x125mg, Prosogan dosis 1x15mg golongan antasida dan
ulkus antibusa berfungsi untuk ulkus duodenum benigna, ulkus gaster,
refluks esofagitis.
37
B. Rumusan Masalah Keperawatan
Hasil analisa data dari data pengkajian yang diperoleh maka penulis
berhasil merumuskan beberapa masalah keperawatan dengan dilanjutkan pada
perumusan prioritas diagnosa keperawatan.
Masalah utama yang dikeluhkan oleh pasien dan menjadi prioritas
diagnosa keperawatan yang paling utama yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi. Ditandai dengan data
subyektif : pasien mengatakan anggota tubuh bagian kiri lemah. Data obyektif
didapatkan pasien sulit bicara, ekstremitas atas dan bawah kiri lemah, GCS: E:
4, V:3,M:6, hasil CT-Scan: lacunar infark cerebri diperiventrikel kanan, hb
4,0g/dl, Tanda tanda vital : tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit,
pernafasan 20x/menit, suhu 360C, GDS : 388 mg/dl, kolesterol : 208 mg/dl.
Masalah keperawatan yang kedua yakni hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Ditandai dengan data subyektif
pasien mengatakan tangan dan kaki kiri sulit digerakkan. Data obyektif
didapatkan pasien dibantui dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri terlihat
lemah, kekuatan otot kanan atas 5 bawah 5, kiri atas 2 bawah 3.
Masalah keperawatan yang ketiga yakni hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat. Ditandai dengan data
subyektif keluarga mengatakan pasien berbicara pelo. Data obyektif
didapatkan pasien bicaranya sulit, kata-katanya tidak jelas, GCS: E:4,V:3,M:6,
tanda-tanda vital, tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan
20x/menit, suhu 36 derajat celcius.
38
Masalah keperawatan yang keempat yakni resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke. Ditandai dengan
data subyektif pasien mengatakan badan terasa lemas. Data obyektif
didapatkan pasien BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek,
konjungtiva anemis, pasien terlihat pucat, hasil GDT: anemia gravis, Hb:
4,0g/dl, tekanan darah 160/90mmHg, nadi 89x/menit, suhu 370C, pernafasan
24x/menit, umur pasien diatas 60 tahun, GDS 388 mg/dl, akral dingin, mukosa
bibir kering.
C. Perencanaan
Tujuan yang dibuat penulis berdasarkan masalah keperawatan adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah
dapat teratasi dengan kriteria hasil menggunakaan metode SMART (Spesific,
Measurable, Achieveble, Rasional, and Timing) dan intervensi keperawatan
dengan metode ONEC (Observation, Nursing needed, Education, and
Colaboration), intervensi keperawatan pada Ny.S adalah :
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipertensi. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi, dengan
kriteria hasil tekanan darah dapat mengalami penurunan, tidak ada tanda-tanda
TIK (tekanan intra kranial), tidak ada penurunan kesadaran. Intervensi atau
rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan
umum pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda
39
vital untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien sehingga dapat menentukan
tindakan selanjutnya yang akan diberikan, ajarkan posisi kepala lebih tinggi
30-45 derajat untuk menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan perfusi
serebral, berikan massage punggung untuk pengeluaran hormon endhorpin
sehingga memberikan efek tenang dan rileks pada pasien, kolaborasi dengan
dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan dapat meningkatkan mobilitas fisik, dengan kriteria hasil dapat
beraktivitas secara bertahap, dapat menggerakkan kaki dan tangan kiri secara
bertahap, tangan dan kaki kiri dapat diangkat. Intervensi atau tindakan
keperawatan yang dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan umum untuk
mengetahui keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital untuk
mengetahui tanda-tanda vital setelah melakukan mobilitas, ajarkan pasien
untuk melakukan kekuatan otot/ROM (Range Of Motion) agar tidak terjadi
kekakuan otot, kolaborasi dengan fisioterapi untuk meningkatkan kekuatan
otot, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system
saraf pusat. Tujuanya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan komunikasi mengalami perubahan/perbaikan, dengan
kriteria hasil dapat berkomunikasi secara verbal maupun isyarat, dapat
mengekspresikan perasaannya. Intervensi atau tindakan keperawatan yang
akan dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan umum untuk mengetahui
40
keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui tanda-
tanda vital pasien untuk menentukan tindakan selanjutnya, ajarkan metode
alternative dalam berkomunikasi dengan bahasa isyarat yaitu tulisan untuk
memenuhi kebutuhan komunikasi pasien, anjurkan keluarga untuk tetap
menjaga komunikasi dengan pasien untuk meningkatkan komunikasi yang
efektif, kolaborasi dengan fisioterapis untuk melatih komunikasi, kolaborasi
dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan.
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan
dengan stroke. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawtan
selama 2x 24 jam diharapkan tidak terjadi ketidakefektifan perfusi jaringan
gastrointestinal, dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan tanda-tanda vital,
akral hangat, Hb 5,0-7,0 g/dl, tidak terjadi kekurangan volume cairan, BAB
tidak hitam. Intervensi atau tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada
Ny.S yaitu observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui keadaan umum
pasien, monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien
sehingga dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, pantau
Hb (hemoglobin) untuk mengetahui Hb sehingga dapat mengetahui kekentalan
darah, tranfusi darah untuk meningkatkan Hb sehingga kebutuhan O2 dalam
otak terpenuhi, ajarkan untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat
untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat untuk proses penyembuhan.
41
D. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang
pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipertensi, tanggal 10 Maret 2015 yaitu pukul 12.15 mengobservasi keadaan
umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu
orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20
memonitor tanda-tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan
kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu
360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.25 melakukan massage punggung,
respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif
pasien rileks, pasien merasa nyaman. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital,
respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD:
169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul
13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline
1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon
obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul
13.10 mengajakan posisi kepala lebih tinggi 30-450, respon subyektif pasien
setuju ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam
posisi kepala 450, pasien terlihat nyaman, tidak mual. Pada hari rabu tanggal
11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon
subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri
sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6,
pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral
42
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-
tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S
: 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.15 melakukan massage punggung, respon
subyektif pasien setuju ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 08.30 memonitor tanda-
tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif
TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 09.30
mengajarkan posisi kepala 30-45 derajat, respon subyektif pasien
menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam posisi kepala 45 derajat,
pasien terlihat nyaman. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline
1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak
ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi dengan isyarat tulisan, tidak ada
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.15 melakukan
massage punggung, respon subyektif pasien menganggukan kepala, respon
obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 10.30 memonitor tanda-
tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan
kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR :
43
24x/menit. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
Tindakan keperawatan pada masalah keperawatan yang kedua yaitu
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, pada
tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien
respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain
dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tanda-
tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon
obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C,
pernafasan 20x/menit. Pukul 12.35 mengajarkan pasien untuk melakukan
latihan kekuatan otot/ROM (Range ofr Motion), respon subyektif pasien
menganggukkan kepala, respon obyektif tangan dan kaki kiri lemah sulit
digerakkan, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Pukul 12.40
memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan
20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine
1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada
tanda-tanda alergi. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi
keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa
menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan
kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang
44
diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam.
Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau
diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD :
160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30
memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit.
Pukul 09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan
bicara dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon
subyektif, pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat
citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan
kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui
IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor
tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S
: 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul
45
10.35 mengajarkan pasien untuk melakukan latihan kekuatan otot (ROM),
respon subyektif pasien bersedia dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif pasien bisa menggerakkan tangan kanan dan kiri. Pukul 10.45
kolaborasi dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran,
respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat
kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang
ketiga yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat, pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi
keadaan umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien
dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20
memonitor tanda-tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan
kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu
360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg,
nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi
dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat
masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 13.05
mengajarkan metode alternatif dalam berkomunikasi yaitu berkomunikasi
dengan bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
46
tanda setuju, respon obyektif pasien mulai belajar berkomunikasi dengan
isyarat tulisan. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi
keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa
menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan
kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang
diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam.
Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau
diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD :
160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.25
menganjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, respon
subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga
melaksanakan anjuran. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg,
N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.45 menganjurkan keluarga
untuk menjaga komunikasi kepada pasien, respon subyektif keluarga
mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran. Pukul
08.50 mengajarkan metode alternatif berkomunikasi dalam bahasa isyarat
berupa tulisan, respon subyektif pasien menganggukikan kepala, respon
obyektif pasien menggunakan tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Pukul
09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara
dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon subyektif,
pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif
pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline
47
1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak
ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor
tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S
: 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.25 mengajarkan pasien metode alternatif
dalam bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif pasien mulai terbiasa dengan cara berkomunikasi dalam bahasa
isyarat tulisan. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif
pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD :
149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.45 kolaborasi
dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat
kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang
keempat yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal
48
berhubungan dengan stroke, pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 08.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada
penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa
mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-
tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S
: 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg,
N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.35 memantau Hb, respon
subyektif -, respon obyektif Hb: 4,0g/dl. Pukul 08.40 menganjurkan untuk
mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuyat, respon subyektif keluarga
mengatakan bersedia, respon obyektif pasien terlihat makan dan minum. Pukul
11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul
14.00 memasang tranfusi darah kolf 1, jenis darah fullblood, respon subyektif
pasien menganggukkan kepala, respon obyektif daah masuk pukul 14.00,
golongan darah O, tidak terjadi alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
49
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 09.10 memantau
Hb, respon subyektif -, respon obyektif Hb : 5,0 g/dl. Pukul 10.00 memasang
tranfusi kolf ke-2, jenis darah fullblood, respon subyektif pasien
menganggukkan kepala, respon obyektif darah masuk pukul 10.00, golongan
darah O, tidak ada alergi. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul
10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai
dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N :
88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.40 menganjurkan menjaga
asupan cairan yang adekuat, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia,
respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran, pasien terlihat makan dan
minum. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setelah tindakan keperawatan pada hari itu juga,
penulis melakukan evaluasi dengan metode wawancara dan observasi pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil evaluasi pada diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, hari selasa, 10 Maret 2015,
50
pukul 12.40 WIB diagnosa keperawatan kettidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hipertensi menggunakan metode SOAP
diperoleh hasil data subyektif pasien mengatakan anggota tubuh bagian kiri
lemah. Obyektif pasien sulit bicara, ekstremitas kiri lemah, GCS : E : 4, V : 3,
M : 6, hasil CT-Scan : lacunar infark cerebri diperiventrikel kanan, TD : 169
mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit. Hasil analisa masalah
masalah belum teratasi karena kriteria hasil dan tujuan belum tercapai sama
sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan posisi
kepala 30-400, berikan massage punggung, kolaborasi pemberian obat. Pada
tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan anggota
tubuh sebelah kiri mulai bisa digerakkan. Obyektif pasien bisa sedikit
menggerakkan tangan dan kaki kiri, Hb: 4,0g/dl, TD : 158/89 mmHg, N :
89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit, GCS : E : 4, V :3, M : 6, tidak mual. Hasil
analisa masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian
karena kriteria hasil belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-
tanda vital, berikan massage punggung, ajarkan posisi kepala 30-45 derajat,
kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil
subyektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri bisa digerakkan.
Obyektif Hb : 5,0 g/dl, GCS : E : 4, V : 4, M : 6, TD : 149/80 mmHg, N :
88x/menit, S : 360C, R : 24x/menit, tidak mual. Hasil analisa masalah teratasi
karena kriteria hasil dalam tujuan tercapai. Intervensi dipetahankan yaitu
monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian obat.
51
Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Pada tanggal 10
Maret 2015, hasil subyektif pasien mengatakan kaki dan tangan kii sulit
digerakkan. Obyektif pasien dibantu dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri
lemah, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Hasil analisa
masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena kriteria hasil dalam
tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital,
ajarkan melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis,
kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015,
diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan sebelah kiri lebih bisa
digerakkan dan tidak berat. Obyektif pasien mulai menggerakkan tangan dan
kaki kiri, pasien mulai beraktivitas secaraa bertahap. Hasil analisa masalah
teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai seluruhnya.
Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan untuk
melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal
12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki
kiri bisa digerakkan. Obyektif pasien mulai bisa menganggkat tangan dan kaki
kiri, pasien dapat beraktivitas secara mandiri dan bertahap, pasien bisa duduk
sendiri. Hasil analisa masalah teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan
tercapai. Intervensi dipertahankan monitor tanda-tanda vital, ajarkan latihan
kekuatan otot (ROM), kolaborasi dengan fisioterapis.
Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, hambatan komu
nikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat. Pada tanggal
52
10 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien
bicaranya pelo, obyektif pasien bicaranya sulit, kata-kata tidak jelas, HCS : E :
4, V : 3, M : 6, TD : 169/110 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit.
Hasil analisa masalah hambatan komunikasi verbai belum teratasi karena
kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutrkan yaitu
monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan isyarat tulisan,
anjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, kolaborasi
dengan fisioterapis, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11
Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah mulai
berkomunikasi. Obyektif pasien mulai mengeluarkan suara dan kata-kata yang
sederhana, GCS : E : 4, V : 3, M : 6, pasien mulai bisa menggunakan bahasa
isyarat tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Hasil analisa masalah teratasi
sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan sebagian tercapai. Intervensi
dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan
bahasa isyarat tulisan, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal 12 Maret
2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah bisa
berkomunikasi, obyektif pasien bisa menggunakan bahasa isyarat tulisan untuk
bekomunikasi, dapat mengeluarkan kata sederhana tetapi belum jelas, GCS : E
: 4, V : 3, M : 6. Hasil analisa masalah teratasi. Intervensi dipertahankan yaitu
monitor tanda-tanda vital, kolaborasi dengan fisioterapis.
Hasil evaluasi untuk diagnosa yang keempat yaitu resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke.
Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan bdan
53
terasa lemas, obyektif pasien BAB 2x sehari hitam konsistensi lembek, pasien
terlihat pucat, konjungtiva anemis, hasil GDT : anemia gravis, Hb : 4,0 g/dl,
TD : 158/89 mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24 x/menit, GCS : E :4, V :
3, M : 6 , GDS : 388, capillary refile kembali dalam 2 detik, akral dingin,
mukosa bibir kering. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil
dalam tujuan belum tercapai sama sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor
tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan menjaga kebutuhan
cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015,
diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan lemas, obyektif pasien
BAB 1x sehari berwarna hitam, konjungtiva anemis, akral dingin, pasien
terlihat pucat, Hb: 5,0 g/dl, TD : 149/80 mmHG, N : 88x/menit, S : 360C, RR :
24x/menit, mukosa bibir lembab. Hasil analisa masalah teratasi sebagian
karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai sepenuhnya. Intervensi
dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan
menjaga cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat.
54
BAB V
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membahas tentang aplikatif “Pemberian Massage
Punggung” terhadap Tekanan Darah pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan
Hipertensi di Ruang Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data pasien. Pengkajian merupakan tahap yang
paling menentukan bagi tahap berikutnya. Pengkajian harus dilakukan dengan
teliti dan cermat sehingga kebutuhan perawatan pada klien dapat teridentifikasi
(Rohmah & Walid, 2012 : 25)
Hasil pengkajian yang dilakukan secara observasi dan wawancara, dari
keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh badan sebelah kiri atas dan
bawah terasa lemah dan lemas selama 15 hari dan bertambah lemah saat
beraktivitas, pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
hasil TD : 170/110 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit.
Hal tersebut sesuai dengan teori Harsono (1996) dalam Ariani (2012:43),
yang menyebutkan bahwa hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah,
maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah menyempit maka
55
aliran darah menuju otak akan terganggu dan sel-sel dalam otak akan
mengalami kematian.
Sedangkan teori Baughman (2000) dalam Ariani (2012:42), yang
menyebutkan faktor yang menentukan tanda dan gejala stroke yang paling
potensial atau yang paling berpengaruh adalah hipertensi. Tekanan darah tinggi
yang terus menerus menyebabkan kerja jantung menjadi bekerja lebih keras,
kondisi ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah jantung, otak, ginjal,
dan mata, hipertensi merupakan penyebab terjadinya stroke(Herlambang,
2013:13).
Riwayat kesehatan keluarga, keluarga mengatakan didalam anggota
keluarganya mempunyai penyakit menurun yaitu hipertensi tetapi tidak
mempunyai penyakit menurun lainya seperti DM, asma, jantung, dan lain-lain.
Hal tersebut sesuai dengan teori Muhammad (2012 :59) yang
menyebutkan bahwa penyebab hipertensi salah satunya adalah faktor genetik
atau keturunan apabila individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit ini ketimbang
mereka yang tidak. Hampir sekitar 40% kejadian stroke disebabkan atau
dialami oleh penderita hipertensi (Suiraoka, 2012 :106).
Pola eliminasi saat sakit, BAK 5-6 x sehari, warna kuning jernih, bau
khas amoniak, tidak ada keluhan, frekuensi BAB 2x sehari, warna hitam,
konsistensi lembek, keluhan tidak ada.
Hal tersebut sesuai dengan teori Camp (1976) dalam Anggraini (2010)
yang menyebutkan bahwa hipertensi yang disebabkan oleh thrombosis akan
56
mengakibatkan sirkulasi hepar terbendung sehingga tidak lancar. Komplikasi
yang sering terjadi adalah perdarahan masih yang terjadi di gastroinstestinal
yang disebabkan luka pada duodenum yang akan menyebabkan melena
(Wujoso (2000) dalam Anggraini (2010).
Pola aktivitas dan latihan, selama sakit aktivitas pasien dibantu orang lain
seperti makan/minum, toileting, berpakaian, berpindah, mobilitas ditempat
tidur, dan ambulasi (ROM), (nilai aktivitas 2).Pemeriksaan ekstremitas
didapatkan hasil, ektremitas atas dan bawah kekuatan otot kanan baik, kiri
lemah.
Hal tersebut sesuai dengan teori Susilo & Wulandari (2010 : 73) yang
menyebutkan hipertensi yang tidak terkontrol dapat stroke yang menjurus pada
kerusakan otak atau saraf, stroke biasanya disebabkan oleh suatu gumpalan
darah (thrombosis) dari pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah
keotak, stroke dapat menyebabkan kelemahan, kelumpuhan tangan dan kaki,
kesulitan bicara, dan kondisi mata tidak normal.
Demikian juga teori Farida & Amalia (2009 : 71), yang menyebutkan
bahwa salah satu gejala stroke adalah mati rasa yang mendadak diwajah,
lengan, atau kaki, dan terutama hanya terasa disalah satu sisi saja, kiri atau
kanan sehingga dapat mempengaruhi aktivitas sehari hari.
Pola kognitif perseptual, pasien bicara pelo, lambat, kata-kata tidak jelas,
melihat dan mendengar dengan jelas, dapat menjawab semua pertanyaan
perawat dengan jelas, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, dapat
mengidentifikasi tes raba.
57
Hal tersebut sesuai teori Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012: 47), yang
menyebutkan bahwa tanda dan gejala dari stroke salah satunya afasia yaitu
kesulitan untuk menyampaikan pikiran melalui kata-kata, mampu bicara dalam
respon kata tunggal.
Hal tersebut sesuai dengan teori Farida & Amalia (2012: 54), yang
menyebutkan bahwa factor resiko stroke salah satunya adalah tekanan darah
tinggi (Hipertensi) , hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu
dengan menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel (dinding
pembuluh darah) ditempat yang mengalami tekanan tinggi, maka akan
mempengaruhi suplay oksigen ke otak dan dapat menyebabkan stroke
akibatnya adalah gangguan komunikasi salah satunya adalah afasia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil muka pucat, konjungtiva
anemis, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil
inspeksi bentuk datar, tidak ada jejas, umbilicus tidak menonjol, auskultasi
bising usus 36x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan pada seluruh kuadran,
perkusi tympani.
Hal tersebut sesuai dengan teori Oehadian (2012), yang menyebutkan
bahwa pemeriksaan fisik pada anemia adalah pucat pada wajah, telapak tangan,
kuku, dan konjungtiva anemis
Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan hasil, ekstremitas atas bawah
kanan kiri , kiri lemah , perabaan akral dingin, tangan kanan terpasang infus,
tangan kiri dan kaki kiri sulit digerakkan, kulit pucat, tidak ada edema, capillary
58
refile kembali dalam 2 detik, menggerakkan anggota tubuh bagian kiri tanpa
gravitasi.
Hal tersebut sesuai dengan teori Farida & Amalia (2012 : 78),
menyebutkan bahwa akibat atau dampak dari stroke salah satunya adalah
lumpuh. Kelumpuhan sebelah bagian tubuh adalah cacat yang paling umum
terjadi setelah seseorang terkena stroke. Bila yang terserang otak bagian kanan
yang terjadi maka sebaliknya, yaitu kelumpuhan pada organ tubuh sebelah kiri.
Pasien stroke hemiplegia akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari seperti berjalan, berpakaian, makan, atau mengendalikan
buang air besar atau buang air kecil.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil
Hemoglobin 4,0 g/dl normal (12,0-18,0), kolesterol total 208 mg/dl normal
(50-200), Gula darah sewaktu 388 mg/dl nomal (76-120). Pemeriksaan CT-
Scan tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil Lacunar Infark cerebri di
Periventrikel kanan. Hasil GDT tanggal 11 Maret 2015, didapatkan hasil
anemia gravis.
Hal tesebut sesuai dengan teori Farida & Amalia (2009), menyebutkan
bahwa faktor resiko terjadinya stroke adalah kadar kolestrol yang berlebihan,
diabetes mellitus, Sedangkan menurut Bamford (1992) dalam Misbach
(2011:60), yang menyebutkan bahwa klasifikasi klinis stroke yaitu total
anterior Circulation Infarct (TACI), partial anterior circulation infarct
(PACI), Lacunar Infarct (LACI) yang disebabkan oleh infark pada arteri otak
(small deep infarct) yang lebih sensitif dengan MRI pada CT-Scan otak.
59
Pada tanggal 10 Maret 2015 terapi yang diberikan yaitu infus assering
dengan dosis 20 tpm termasuk golongan larutan elektrolit dan nutrisi yang
berfungsi mengembalikan cairan pada tubuh dan mencegah dehidrasi,
ranitidine dosis 1x25 mg golongan antasida dan ulkus antibusa berfungsi
pengobatan jangka pendek tungkak duodenum aktif, tukang lambung aktif,
mengurangi gejala refluks esofagitis. Citicoline dosis 1x125 mg golongan obat
kardiovaskuler, berfungsi untuk kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak,
trauma kepala/operasi otak dan serebral infark percepatan rehabilitas
ekstremitas atas pasien hemiplegia paksi, apopleksia serebral. Aspilet dosis 1x
1 (80mg) golongan analgesik,antiemetik, antipirai berfungsi untuk demam,
sakit gigi, rasa nyeri pada otot dan sendi. Simvastastin 1x1 (10mg) golongan
obat kardiovaskuler berfungsi mengurangi kadar kolestrol total dan LDL
sebagai anti kolestrol. Pada tanggal 11 Maret 2015 mendapatkan terapi infus
assering 20 tpm, citicoline 1x125mg, Antalgin dosis 1x500mg golongan
analgesic non narkotik berfungsi untuk sakit kepala, skiatika mialgia, sakit gigi,
neuralgia, berbagai jenis nyeri. Tanggal 12 Maret 2015 mendapatkan terapi
infus assering 20 tpm, citicoline 1x125mg, Prosogan dosis 1x15mg golongan
antasida dan ulkus antibusa berfungsi untuk ulkus duodenum benigna, ulkus
gaster, refluks esofagitis (ISO 2012/2013).
60
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan actual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab
(Rohmah & Walid,2012 : 63).
Seseorang dikatakan hipertensi apabila terjadi peningkatan tekanan darah
diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik (Herlambang,
2012: 11). Klasifikasi tekanan darah berdasarkan usia dikatakan hipertensi jika
tekanan darah diatas 160/110 mmHg (Muhammad, 2012: 63). Pada teori yang
dijelaskan di BAB II diagnosa yang muncul pada pasien hipertensi antara lain
: nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral, perubahan
nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang
berlebihanm akibat kebutuhan metabolisme, pola hidup yang monoton, serta
keyakinan budaya, intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia miokardia, dan
hipertrofi/rigiditas (kekakuan) ventrikel (Muhammad, 2012).
Sedangkan penulis tidak mengambil diagnosa sesuai teori yang di
jelaskan pada BAB II tersebut dikarenakan dilapangan tidak ditemukkan tanda
dan gejala yang mengarah ke diagnosa yang disebutkkan diatas. Hal tersebut
mengacu pada teori yang menjelaskan bahwa hipertensi merupakan faktor
resiko utama pada stroke, hipertensi memegang peranan penting pada
61
pathogenesis arterosklerosis pembuluh darah besar yang selanjutnya akan
menyebabkan stroke non hemoragik oleh karena trombotik arteri, emboli dari
arteri ke arteri atau kombinasi keduanya. Hubungan yang jelas juga
ditunjukkan antara hipertensi dan infark lacunar (Aritonang, 2012).
Hal tersebut sesuai dengan teori Aritonang (2012), yang menyebutkan
bahwa hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis (kerusakan vaskuler
yang ditandai dengan hilangnya struktur arteri yang normal, sel busa dan
adanya nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah merupakan sebuah proses
dimana secara perlahan akan menyumbat pembuluh darah yang sudah
menyempit lumennya) dan nekrosis fibrinoid (insudasi dari plasma protein).
Hal tersebut sesuai dengan teori Prasetya (2012) yang meyebutkan
bahwa lipohialinosis terjadi pada hipertensi kronis dan dapat mengalami
penyumbatan dan menimbulkan sindroma klinis infark lacunar, Sedangkan
menurut teori Aritonang (2012), menyebutkan bahwa lipohialinosis dan
nekrosis fibrinoid akan memperlemah dinding pembuluh darah sehingga
penderita hipertensi dengan komplikasi stroke sudah tidak dapat merasakan
nyeri kepala akibat dari peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik,
sehingga penulis tidak mengambil diagnosa nyeri berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Obesitas merupakan suatu kondisi yang kronis dengan karakteristik
kelebihan lemak tubuh dan hal itu merupakan masalah medik yang
prevalensinya terus meningkat yang disebabkan oleh pola makan yang
62
berlebih, kelebihan gizi atau status gizi (Virgianto & Purwaningsih 2005 dalam
Menampiring 2008).
Hal ini sesuai dengan teori Hadju (2003) dalam Menampiring (2008),
yang menyebutkan bahwa obesitas merupakan salah satu penyebab terjadinya
hipertensi meskipun mekanismenya belum dimengerti sepenuhnya, mereka
yang mempunyai berat badan 20 % lebih dari normal mengalami resiko 2 kali
lipat dibanding mereka yang mempunyai berat badan normal, sedangkan pada
kasus ini pasien tidak mengalami kelebihan berat badan dan pola makan tidak
berlebih sehingga penulis tidak mengambil diagnosa perubahan nutrisi lebih
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang berlebihan
akibat kebutuhan metabolisme, pola hidup yang monoton, serta keyakinan
budaya.
Intoleran aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau yang ingin dilakukan dengan batasan kaakteristik respon
tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respon frekuensi jantung abnormal
terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aitmia, perubahan
EKG yang mencerminkan iskemia, ketidaknyamanan setelah beraktivitas,
dispnea setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa
lemah (Herdinan, 2012). Pada kasus ini penulis tidak mengambil diagnosa
intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum karena tidak ada
data yang mengarah dan memperkuat pada batasan karakteristik yang
dijelaskan pada teori diatas.
63
Penurunan curah jantung terjadi akibat adanya kerusakan vaskuler
pembuluh darah yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah sehingga
terjadi vasokontriksi yang menimbulkan gangguan sirkulasi kemudian akan
mempengaruhi pembuluh darah sistemik pada jantung dan jantung tidak
bekerja secara maksimal (Nurarif & Kusuma, 2013).
Hal tersebut sesuai dengan teori Herdinan (2012), yang menyebutkan
bahwa resiko penurunan curah jantung adalah resiko ketidakadekuatan darah
yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
dengan batasan karakteristik perubahan frekuensi atau irama jantung, aritmia,
bradikardi, palpitasi, takikardia, penurunan nadi perifer, edema, keletihan,
murmur, distensi vena jugularis, kenaikan berat badan, dispnea, sedangkan
pada kasus ini pasien tidak mengalami tanda dan gejala untuk memperkuat
diagnosa yang dijelaskan pada teori diatas sehingga penulis tidak mengambil
diagnosa resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia miokardia, dan
hipertrofi/rigiditas.
Menurut Muhammad (2012) menyebutkan komplikasi hipertensi antara
lain : stroke, infark miokardium, gagal ginjal, ensefalopati.
Hal tersebut sesuai dengan teori Muchid (2006), yang menyebutkan
bahwa hipertensi dapat menimbulkan komplikasi antara lain : rusaknya organ
tubuh, mata, otak, ginjal, pembuluh darah besar, penyakit serebrovaskuler yaitu
stroke, penyakit arteri korone yaitu infark miokard, gagal ginjal, dementia,
arterial fibrilasi, gagal jantung, penyakit perfusi, penyakit gastrointestinal.
64
Berdasarkan teori yang dijelaskan diatas, maka penulis mengambil
diagnosa seperti dibawah ini :
Diagnosa pertama kali ditemukan adalah ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, karena pada saat dilakukan
pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan anggota tubuh bagian
kiri lemah. Data obyektif didapatkan pasien sulit bicara, ekstremitas atas dan
bawah kiri lemah, GCS: E: 4, V:3,M:6, hasil CT-Scan: lacunar infark cerebri
diperiventrikel kanan, hb 4,0g/dl, Tanda tanda vital : tekanan darah
170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C, GDS : 388
mg/dl, kolestrol : 208 mg/dl.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan sirkulasi
jaringan otak, dengan batasan karakteristik antara lain :arterosklerosis,
embolisme, hipertensi, hiperkolesterolemia (Nanda, 2012: 330).
Etiologi dari problem (masalah keperawatan) adalah hipertensi (Nanda,
2012: 330). Penyakit ini dapat berbahaya dan merusak otak, otak dapat
terganggu oleh adanya lepuh kecil pada pembuluh darah diotak sehingga
menyebabkan stroke. Stroke biasanya terjadi karena pengumpalan darah
(thrombosis) (Susilo & Wulandari, 2011: 73).
Penulis mengambil diagnosa keetidakefektifan perfusi jaringan serebral
karena pasien hipertensi dapat menimbulkan komplikasi salah satunya adalah
kerusakan otak yaitu stroke (Herlambang, 2013: 30). Hipertensi akan
mempercepat terjadinya arterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan
65
perlukaan secara mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh darah) ditempat
yang mengalami tekanan tinggi (Farida & Amalia, 2009: 54)
Diagnosa kedua yang ditemukan adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, karena saat dilakukan
pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kiri
sulit digerakkan. Data obyektif didapatkan pasien dibantui dalam beraktivitas,
tangan dan kaki kiri terlihat lemah, kekuatan otot kanan atas 5 bawah 5, kiri
atas 2 bawah 3.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah, ditandai
dengan batasan karakteristik kesulitan membolak balik posisi, keterbatasan
kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang
pergerakkan sendi, pergerakkan lambat (Nanda, 2012: 30).
Etiologi dari problem (masalah keperawatan)adalah penurunan kekuatan
otot (Nanda, 2012: 30). Hal ini disebabkan oleh kekuatan otot atau muskular
yang berkurang akibat penurunan sistem neuromuskular (Yulia T, 2013).
Penulis mengambil diagnosa hambatan mobilitas fisik karena dampak dari
stroke salah satunya kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegia) yang akan
berpengaruh pada kesulitan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan
kegiatan sehari-hari (Farida & Amalia, 2009: 78).
Diagnosa ketiga yang ditemukan adalah hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, karena saat dilakukan
pengkajian didapatkan data subyektif keluarga mengatakan pasien berbicara
66
pelo. Data obyektif didapatkan pasien bicaranya sulit, kata-katanya tidak jelas,
GCS: E:4,V:3,M:6, tanda-tanda vital, tekanan darah 170/110mmHg, nadi
100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C.
Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, kelambatan, atau
ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau
menggunakan sistem symbol, ditandai dengan batasan karakteristik kesulitan
mengekspresikan pikiran secara verbal misalnya afasia, kesulitan
menggunakan ekspresi wajah, pelo, sulit bicara, bicara dengan kesulitan
(Nanda, 2012: 366)
Etiologi dari problem (masalah keperawatan) adalah perubahan sistem
saraf pusat (Nanda, 2012: 366). Hal ini disebabkan karena adanya gangguan
pada pusat pengendalian bahasa disisi yang dominan yaitu didaerah broca
(Farida & Amalia, 2009: 81). Penulis mengambil diagnosa hambatan
komunikasi verbal karena tanda dan gejala stroke salah satunya adalah sulit
berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara
berupa pelo, rero, sengau, ngaco, dan kata-kata tidak dapat dimengerti atau
tidak dapat dipahami (afasia), bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata
yang terucap (Suiraoka, 2012: 102).
Diagnosa keempat yang ditemukan adalah resiko keetidakefektifan
perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke, karena pada saat
dilakukan pengkajian didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan badan
terasa lemas. Data obyektif didapatkan pasien BAB 2x sehari, warna hitam,
konsistensi lembek, konjungtiva anemis, pasien terlihat pucat, hasil GDT:
67
anemia gravis, Hh: 4,0g/dl, tekanan darah 160/90mmHg, nadi 89x/menit, suhu
37 derajat celcius, pernafasan 24x/menit, umur pasien diatas 60 tahun, GDS
388 mg/dl, akral dingin, mukosa bibir kering.
Resiko keetidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal adalah resiko
penurunan sirkulasi gastrointestinal, ditandai dengan batasan karakteristik usia
60 tahun, anemia, diabetes mellitus, stroke, jenis kelamin wanita (Nanda, 2012:
322).
Etiologi dari problem (masalah keperawatan) adalah stroke (Nanda,
2012: 322). Hal ini disebabkan oleh hipertensi yang menjadi faktor resiko dari
stroke dapat menyebabkan komplikasi pada hepar yang akan menyebabkan
luka pada lambung (wujoso, 2000 dalam Anggraini, 2010). Penulis mengambil
diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal karena
adanya thrombosis pada vena yang mengakibatkan pembuluh darah menjadi
tidak elastis dan rentan terjadi kebocoran sehingga dapat menyebabkan
perdarahan pada lambung (wujoso, 2000 dalam Anggraini, 2010).
C. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan (Rohmah & Walid, 2012 : 92).
Penulis menyusun intervensi atau perencanaan sesuai dengan kriteria
NIC (Nursing Intervention Clasification). Berdasarkan diagnosa pertama
penulis menyusun perencanaan antara lain: observasi keadaan umum pasien,
68
monitor tanda-tanda vital, ajarkan posisi kepala lebih tinggi 30-450, berikan
massage punggung, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses
penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:554).
Berdasarkan diagnosa kedua, penulis menyusun perencanaan antara lain:
observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital, ajarkan pasien untuk
melakukan kekuatan otot/ROM (Range Of Motion), kolaborasi dengan
fisioterapi untuk meningkatkan kekuatan otot, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat untuk proses penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:517).
Berdasarkan diagnosa ketiga penulis menyusun perencanaan
keperawatan antara lain: observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital,
ajarkan metode alternative dalam berkomunikasi dengan bahasa isyarat yaitu
tulisan, anjurkan keluarga untuk tetap menjaga komunikasi dengan pasien,
kolaborasi dengan fisioterapis untuk melatih komunikasi, kolaborasi dengan
dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:477).
Berdasarkan diagnosa keempat penulis menyusun perencanaan
keperawatan antara lain: observasi keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda
vital, pantau Hb (hemoglobin), tranfusi darah, ajarkan untuk mempertahankan
kebutuhan cairan yang adekuat, kolaborasi dengan dokter pemberian obat
untuk proses penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:499).
D. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data
69
bekelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Walid, 2012 : 99).
Berdasarkan masalah keperawatan tersebut perawat melakukan
implementasi selama 3 hari sesuai dengan intervensi yang telah dibuat. Dalam
pembahasaan ini penulis berusaha menerangkan implementasi tentang
pengaruh pemberian masase punggung terhadap tekanan darah pada pasien
hipertensi hasil riset yang terdapat dalam jurnal.
Menurut Kozier (2002: 339) dalam Freddy (2013) pemberian massage
punggung bermanfaat melancarkan peredaran darah, memberikan efek
relaksasi pada tubuh, serta dapat mengeluarkan homon endhorpin hormon ini
dapat memberikan efek tenang dan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah
sehingga pembuluh darah akan rileks dan berpengaruh pada penurunan tekanan
darah.
Hal ini sesuai dengan teori Cassar (2004) dalam Prawesti Dian & Retno
(2012), yang menyatakan bahwa pijat lembut pada punggung dapat
meningkatkan relaksasi dengan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis
sehingga terjadi vasodilatasi diameter arterioral.
Menurut Muttaqin (2009) dalam Prawesti & Retno (2012), menyatakan
bahwa sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmiter asetilkolin untuk
menghambat aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot
jantung, volume secungkup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian
penurunan tekanan darah.
70
Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah
disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil
dalam rentang yang diinginkan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan
oleh penulis antara lain observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital,
ajarkan posisi kepala lebih tinggi 30-450, berikan massage punggung untuk
pengeluaran hormon endhorpin sehingga memberikan efek tenang dan rileks
pada pasien, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses
penyembuhan.
Dalam implementasi ini, penulis berusaha melaksanakan hasil riset
tentang pengaruh pemberian massage punggung terhadap tekanan darah pada
Ny.S, penulis memberikan massage punggung dengan cara menggosok,
memijat, mengetarkan pada punggung selama 10 menit dengan diolesi minyak
beraroma terapi atau lotion (Wijanarko.et.al, 2010 dalam Hikayati, 2011). Cara
tersebut dilakukan untuk memberikan efek rileks pada tubuh sehingga akan
berpengaruh pada pembuluh darah, memperlancar aliran darah kemudian akan
berpengaruh pada penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi (Freddy,
2013).
Selanjutnya, penulis melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada masalah keperawatan yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, tanggal 10 Maret 2015 yaitu
pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien respon subyektif -, respon
obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien
sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tanda-tanda vital pasien, respon
71
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tekanan darah
170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul
12.25 melakukan massage punggung, respon subyektif pasien menganggukkan
kepala tanda setuju, respon obyektif pasien rileks, pasien merasa nyaman.
Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien
menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit,
suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter
pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif
pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat masuk
melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 13.10 mengajakan
posisi kepala lebih tinggi 30-450, respon subyektif pasien setuju ditandai
dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam posisi kepala
450, pasien terlihat nyaman, tidak mual. Pada hari rabu tanggal 11 Maret 2015,
pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon
obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit,
tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa
mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-
tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S
: 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.15 melakukan massage punggung, respon
subyektif pasien setuju ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 08.30 memonitor tanda-
72
tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif
TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 09.30
mengajarkan posisi kepala 30-45 derajat, respon subyektif pasien
menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam posisi kepala 45 derajat,
pasien terlihat nyaman. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline
1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak
ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi dengan isyarat tulisan, tidak ada
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.15 melakukan
massage punggung, respon subyektif pasien menganggukan kepala, respon
obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 10.30 memonitor tanda-
tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan
kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR :
24x/menit. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
Tindakan keperawatan pada masalah keperawatan yang kedua yaitu
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, pada
tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien
73
respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain
dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tanda-
tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon
obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C,
pernafasan 20x/menit. Pukul 12.35 mengajarkan pasien untuk melakukan
latihan kekuatan otot/ROM (Range ofr Motion), respon subyektif pasien
menganggukkan kepala, respon obyektif tangan dan kaki kiri lemah sulit
digerakkan, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Pukul 12.40
memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan
20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine
1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada
tanda-tanda alergi. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi
keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa
menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan
kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang
diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam.
Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau
diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD :
160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30
memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit.
74
Pukul 09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan
bicara dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon
subyektif, pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat
citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan
kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui
IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor
tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S
: 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul
10.35 mengajarkan pasien untuk melakukan latihan kekuatan otot (ROM),
respon subyektif pasien bersedia dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif pasien bisa menggerakkan tangan kanan dan kiri. Pukul 10.45
kolaborasi dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran,
respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat
kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
75
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang
ketiga yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat, pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi
keadaan umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien
dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20
memonitor tanda-tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan
kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu
360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg,
nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi
dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat
masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 13.05
mengajarkan metode alternatif dalam berkomunikasi yaitu berkomunikasi
dengan bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
tanda setuju, respon obyektif pasien mulai belajar berkomunikasi dengan
isyarat tulisan. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi
keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa
menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan
kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang
diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam.
76
Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau
diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD :
160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.25
menganjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, respon
subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga
melaksanakan anjuran. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg,
N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.45 menganjurkan keluarga
untuk menjaga komunikasi kepada pasien, respon subyektif keluarga
mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran. Pukul
08.50 mengajarkan metode alternatif berkomunikasi dalam bahasa isyarat
berupa tulisan, respon subyektif pasien menganggukikan kepala, respon
obyektif pasien menggunakan tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Pukul
09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara
dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon subyektif,
pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif
pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline
1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak
ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
77
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor
tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S
: 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.25 mengajarkan pasien metode alternatif
dalam bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif pasien mulai terbiasa dengan cara berkomunikasi dalam bahasa
isyarat tulisan. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif
pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD :
149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.45 kolaborasi
dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat
kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang
keempat yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal
berhubungan dengan stroke, pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 08.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada
penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa
mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-
78
tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan
menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S
: 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg,
N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.35 memantau Hb, respon
subyektif -, respon obyektif Hb: 4,0g/dl. Pukul 08.40 menganjurkan untuk
mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuyat, respon subyektif keluarga
mengatakan bersedia, respon obyektif pasien terlihat makan dan minum. Pukul
11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon
subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul
14.00 memasang tranfusi darah kolf 1, jenis darah fullblood, respon subyektif
pasien menganggukkan kepala, respon obyektif daah masuk pukul 14.00,
golongan darah O, tidak terjadi alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00
mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif
pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan
suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab,
capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 09.10 memantau
Hb, respon subyektif -, respon obyektif Hb : 5,0 g/dl. Pukul 10.00 memasang
tranfusi kolf ke-2, jenis darah fullblood, respon subyektif pasien
menganggukkan kepala, respon obyektif darah masuk pukul 10.00, golongan
darah O, tidak ada alergi. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon
79
subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon
obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul
10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai
dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N :
88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.40 menganjurkan menjaga
asupan cairan yang adekuat, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia,
respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran, pasien terlihat makan dan
minum. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala,
respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid, 2012 : 105).
Evaluasi terhadap Ny.S dilakukan dengan menggunakan metode SOAP
(Subjective, Objective, Analysis, and Planning) untuk mengetahui keefektifan
dari tindakan keperawatan yang dilakukan dengan memerhatikan pada tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan sesuai dengan rentang normal.
Hasil evaluasi pada diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, hari selasa, 10 Maret 2015,
pukul 12.40 WIB diagnosa keperawatan kettidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hipertensi menggunakan metode SOAP
80
diperoleh hasil data subyektif pasien mengatakan anggota tubuh bagian kiri
lemah. Obyektif pasien sulit bicara, ekstremitas kiri lemah, GCS : E : 4, V : 3,
M : 6, hasil CT-Scan : lacunar infark cerebri diperiventrikel kanan, TD : 169
mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit. Hasil analisa masalah
masalah belum teratasi karena kriteria hasil dan tujuan belum tercapai sama
sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan posisi
kepala 30-400, berikan massage punggung, kolaborasi pemberian obat. Pada
tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan anggota
tubuh sebelah kiri mulai bisa digerakkan. Obyektif pasien bisa sedikit
menggerakkan tangan dan kaki kiri, Hb: 4,0g/dl, TD : 158/89 mmHg, N :
89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit, GCS : E : 4, V :3, M : 6, tidak mual. Hasil
analisa masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian
karena kriteria hasil belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-
tanda vital, berikan massage punggung, ajarkan posisi kepala 30-45 derajat,
kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil
subyektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri bisa digerakkan.
Obyektif Hb : 5,0 g/dl, GCS : E : 4, V : 4, M : 6, TD : 149/80 mmHg, N :
88x/menit, S : 360C, R : 24x/menit, tidak mual. Hasil analisa masalah teratasi
karena kriteria hasil dalam tujuan tercapai. Intervensi dipetahankan yaitu
monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian obat.
Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Pada tanggal 10
Maret 2015, hasil subyektif pasien mengatakan kaki dan tangan kii sulit
81
digerakkan. Obyektif pasien dibantu dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri
lemah, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Hasil analisa
masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena kriteria hasil dalam
tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital,
ajarkan melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis,
kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015,
diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan sebelah kiri lebih bisa
digerakkan dan tidak berat. Obyektif pasien mulai menggerakkan tangan dan
kaki kiri, pasien mulai beraktivitas secaraa bertahap. Hasil analisa masalah
teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai seluruhnya.
Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan untuk
melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal
12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki
kiri bisa digerakkan. Obyektif pasien mulai bisa menganggkat tangan dan kaki
kiri, pasien dapat beraktivitas secara mandiri dan bertahap, pasien bisa duduk
sendiri. Hasil analisa masalah teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan
tercapai. Intervensi dipertahankan monitor tanda-tanda vital, ajarkan latihan
kekuatan otot (ROM), kolaborasi dengan fisioterapis.
Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, hambatan komu
nikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat. Pada tanggal
10 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien
bicaranya pelo, obyektif pasien bicaranya sulit, kata-kata tidak jelas, HCS : E :
4, V : 3, M : 6, TD : 169/110 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit.
82
Hasil analisa masalah hambatan komunikasi verbai belum teratasi karena
kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutrkan yaitu
monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan isyarat tulisan,
anjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, kolaborasi
dengan fisioterapis, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11
Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah mulai
berkomunikasi. Obyektif pasien mulai mengeluarkan suara dan kata-kata yang
sederhana, GCS : E : 4, V : 3, M : 6, pasien mulai bisa menggunakan bahasa
isyarat tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Hasil analisa masalah teratasi
sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan sebagian tercapai. Intervensi
dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan
bahasa isyarat tulisan, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal 12 Maret
2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah bisa
berkomunikasi, obyektif pasien bisa menggunakan bahasa isyarat tulisan untuk
bekomunikasi, dapat mengeluarkan kata sederhana tetapi belum jelas, GCS : E
: 4, V : 3, M : 6. Hasil analisa masalah teratasi. Intervensi dipertahankan yaitu
monitor tanda-tanda vital, kolaborasi dengan fisioterapis.
Hasil evaluasi untuk diagnosa yang keempat yaitu resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke.
Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan bdan
terasa lemas, obyektif pasien BAB 2x sehari hitam konsistensi lembek, pasien
terlihat pucat, konjungtiva anemis, hasil GDT : anemia gravis, Hb : 4,0 g/dl,
TD : 158/89 mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24 x/menit, GCS : E :4, V :
83
3, M : 6 , GDS : 388, capillary refile kembali dalam 2 detik, akral dingin,
mukosa bibir kering. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil
dalam tujuan belum tercapai sama sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor
tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan menjaga kebutuhan
cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015,
diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan lemas, obyektif pasien
BAB 1x sehari berwarna hitam, konjungtiva anemis, akral dingin, pasien
terlihat pucat, Hb: 5,0 g/dl, TD : 149/80 mmHG, N : 88x/menit, S : 360C, RR :
24x/menit, mukosa bibir lembab. Hasil analisa masalah teratasi sebagian
karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai sepenuhnya. Intervensi
dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan
menjaga cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat.
84
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan Ny.S
dengan Hipertensi Grade II di ruang Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun
Soemarso dengan mengaplikasikan hasil pemberian massage punggung
terhadap tekanan darah, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada Ny.S adalah keluhan utama yang dirasakan
adalah anggota tubuh bagian kiri lemah dan sulit digerakkan. Ny.S
mengatakan anggota tubuh bagian kiri lemah, Tanda tanda vital : tekanan
darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C,
GDS : 388 mg/dl, kolesterol : 208 mg/dl, pasien dibantui dalam
beraktivitas, tangan dan kaki kiri terlihat lemah, kekuatan otot kanan atas
5 bawah 5, kiri atas 2 bawah 3, keluarga mengatakan pasien berbicara pelo,
hasil pengkajian selanjutnya pasien mengatakan badan terasa lemas,
pasien BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, konjungtiva
anemis, pasien terlihat pucat, hasil GDT: anemia gravis, Hb: 4,0g/dl pasien
BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, konjungtiva anemis,
pasien terlihat pucat, hasil GDT: anemia gravis, Hh: 4,0g/dl, umur pasien
diatas 60 tahun, GDS 388 mg/dl, akral dingin, mukosa bibir kering.
85
2. Diagnosa
Berdasarkan hasil perumusan diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada Ny.S adalah pertama, ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hipetensi, kedua yaitu hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, ketiga yaitu hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, dan
diagnosa keempat yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
gastrointestinal berhubungan dengan stroke.
3. Intervensi
Dari diagnosa pertama sampai keempat penulis membuat intervensi
atau rencana keperawatan yang dilakukan pada Ny.S yaitu observasi
keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda, ajarkan posisi kepala lebih
tinggi 30-45 derajat, berikan massage punggung, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat untuk proses penyembuhan.ajarkan pasien untuk
melakukan ROM, kolaborasi dengan fisioterapi, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat, ajarkan metode alternatif dalam berkomunikasi dengan
bahasa isyarat yaitu tulisan, anjurkan keluarga untuk tetap menjaga
komunikasi dengan pasien, kolaborasi dengan fisioterapis, kolaborasi
dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan, pantau Hb
(hemoglobin), tranfusi darah, ajarkan, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat untuk proses penyembuhan.
4. Implementasi
86
Dalam asuhan keperawatan Ny.S dengan hipertensi di ruang Anyelir
Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso telah sesuai dengan
intervensi yang dibuat penulis menekankan pemberian massage punggung
yang diyakini mampu mempengaruhi penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi.
5. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan penulis
memperoleh hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode
SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa, Planning).
Evaluasi pada masalah keperawatan pertama yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi didapatkan hasil
masalah teratasi. Masalah keperawatan yang kedua yaitu hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot didapatkan
hasil masalah teratasi. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat
didapatkan hasil masalah teratasi. Masalah keperawatan yang keempat
yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan
dengan stroke didapatkan hasil masalah teratasi sebagian.
6. Hasil Analisa Pemberian Massage Punggung
Setelah penulis mengaplikasikan tindakan dari jurnal didapatkan
hasil pemberian massage punggung terhadap Ny.S terbukti efektif dalam
penurunan tekanan darah ditandai adanya perubahan pada tekanan darah
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan pemberian massage punggung.
87
Pada hari pertama sebelum dilakukan massage punggung didapatkan hasil
tekanan darah 170/110 mmHg setelah dilakukan terapi tekanan darah
menjadi169/110 mmHg, hari kedua sebelum diberikan terapi massage
punggung tekanan darah 160/90 mmHg setelah diberikan terapi tekanan
darah menjadi 158/89 mmHg, hari ketiga sebelum dilakukan terapi
massage punggung tekanan darah 150/80 mmHg setelah diberikan terapi
tekanan darah menjadi 149/80 mmHg. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian oleh Freddy (2013) dalam jurnal yang menerangkan bahwa
massage punggung mampu menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi penulis memberikan masukan yang positif terutama dalam bidang
kesehatan antara lain :
1. Bagi Rumah Sakit
Bagi instansi rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan
kepada pasien seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit dengan salah satu alternatif pemberian massage punggung
pada pasien hipertensi.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
88
Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu
dikembangkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien dengan
hipertensi yang lebih berkualitas dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, salah satunya pemberian pengaruh pemberian massage
punggung pada pasien hipertensi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan sehingga mampu
menciptakan perawat yang profesional dan berkualitas dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai kode etik yang ada. Memberikan kemudahan
dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi
mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam praktik klinik
dan pembuatan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini R, (2010). Hubungan Antara Usia Dengan Prevalensi Mati Mendadak.
Disertasi.Program Pasca Sarjana. Surabaya.
Anastasi, N.R., & Dian P, (2012). Hipertensi Bukan Untuk di Takuti. Jakarta:
FMedia.
Ardiansyah Muhammad, (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta:
DIVA Press.
Ariani, A.T., (2012). Sistem Narobehavior. Yogyakarta: Salemba Medika.
Aritonang, S., (2012). Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke. Jurnal Kesehatan
RSUD Sultan Immanudin. Kalimantan Tengah.
Arovah, N. I., (2012). Masase Dan PrestasiAtlet. Jurnal Pendidikan dan FIK UNY.
Dalimartha Dkk, (2008). Care Your Self HIpertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Dr. GunawanLany, (2007). Hipertensi, Yogyakarta: Kanisius
Farida I & Amalia N, (2009). Mengantisipasi Stroke. Yogyakarta: Buku Biru.
Fauzi, K dkk., (2012). ISO (Informasi Spesialite Obat) Indonesia Volume 47 ISSN
0854-4492. Jakarta: PT.ISFI.
Febby, H.D.A & Prayitno, N,. (2012). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah di Puskemas Telaga Murni Cikarang Barat. Jurnal
Keperawatan. 12 (1).
Freddy, D.S., (2013). Pengaruh Pemberian Terapi Masase Punggung Terhadap
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi .Jurnal Keperawatan dan
Kebidanan. 4 (1): 1-7.
Gloria, M.B et,al, (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). USA.
Herdinan H, (2012). NANDA. Jakarta: EGC.
Herlambang, (2013).Menaklukakan Hipertensi Dan Diabetes, Jakarta Selatan:
Tugu Publisher.
Hikayati Dkk, (2011). Penatalaksanaan Non Farmakologis Terapi Komplementer
Sebagai Upaya Untuk Mengatasi dan Mencegah Komplikasi Pada
Penderita Hipertensi Primer di Kelurahan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir.
Junal Keperawatan Universitas Sriwijaya.
Kowalsky, R. E., (2010). Terapi Hipertensi Program 8 Minggu. Bandung: Qanita
Lynn, B, dkk., (1995). Theory and Practice of Nursing: An Integrated Approach to
Patien Care, Edinburgh: Campion Press. Terjemahan W. Agung, dkk.,
(2006). Teori dan Praktik Keperawatan: Pendekatan Integral pada
Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC.
Medika, A, (2009). Solusi Sehat Mengatasi Hipertensi.Jakarta: Agromedia Pustaka.
Menampiring, E.A., (2008). Hubungan Status Gizi Dan Tekanan Darah Pada
Penduduk Usia 45 Tahun Keatas di Kelurahan Pakowa Kecamantan
Wanea Kota Manado. Skripsi. Fakultas Kedokteran Sam ratulangi
Manado.
Misbach, J., (2011). Aspek Diagnostik, Patofisiologis, Manajemen Stroke. Jakarta:
Perposi.
Muchid, A,. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jurnal
Direktorat Bina Farmasi Departemen Kesehatan.
Nurarif, H.A.C & Kusuma H., (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA Jilid 1 Edisi Revisi. Yogyakata: MediAction.
Oehandin, A. (2012). Pendekatan Klinis Dan Diagnosis Anemia. Jurnal Continuing
Medical Education. RS Hasan Sadikin Bandung.
Prasetyaningrum, Y. A., (2014). Hipertensi Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: FMedia.
Prasetya Y, (2012). Faktor Resiko yang Berpengauh Terhadap Stroke Non
Hemoragik. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Retno, A. W &Prawesti, D, (2012). Tindakan Slow Stroke Massage dalam
Menurunkan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi.Jurnal STIKes.5
(2):133-143.
Rikedas, (2013).Riset Kesehatan Dasar. Jakarta
Rohmah, N & Saiful W, (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
EGC.
Suiraoka, (2012).Penyakit Degeneratif, Yogyakarta: Nuha Medika.
Susilo Y & Wulandari A, (2010). Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi (Hipertensi).
Yogyakarta: ANDI.
World Health Organization, (2012). A Global Brief on Hypertension.Silent Killer
Global Health Crisis.Switzeland.
www.scrib.com/terapimassage. diakses pada tanggal 13 April 2015 (15.00).
Yulia T, (2013).Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Ibu SM (87 tahun) dengan Masalah Hambatan Mobilitas
Fisik di Wisma Cempaka Sasana Tresna WredhaKarya Bakti
Depok.Jurnal Kesehatan.Univesitas Indonesia