Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PEMAHAMAN INFORMASI MEDIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS WOHA BIMA
Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram
Oleh
Nurfarhati
H1A012043
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2015
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Karya Tulis Ilmiah:Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Informasi Medis pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Woha Bima
Nama Mahasiswa :Nurfarhati
Nomor Mahasiswa :H1A012043
Fakultas :Kedokteran
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
Mataram, 6 Desember 2015
Pembimbing Utama
dr. Hamsu Kadriyan, SpTHT.,M.Kes
NIP. 19730525 200112 1 001
Pembimbing Pendamping
dr. Muthia Cenderadewi
NIP. 19850128 201012 2 003
HALAMAN PENGESAHAN
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Informasi Medis Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Woha Bima
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama Mahasiswa : Nurfarhati
Nomor Mahasiswa : H1A 012 043
Telah dipertahankan
di depan Dewan Penguji
pada tanggal 14 Desember 2015
Ketua :
dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL, M.Kes
NIP. 19730525 200112 1 001
Anggota :
dr. Muthia Cenderadewi
NIP . 19850128 201012 2 003
Anggota :
dr. Yunita Sabrina, M.Sc,Ph.D
NIP.19760624 2001 12 2 001
Mengetahui,
Dekan FK Universitas Mataram,
dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL, M.Kes
NIP. 19730525 200112 1 001
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram untuk meraih gelar Sarjana. Karya tulis ini berjudul: Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Informasi Medis pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Woha Bima
Selama proses penyusunan karya tulis ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan dan dukungan dari pihak baik dalam institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Harta yang sangat berharga Ibu Tercinta Flora dan Bapak Terhebat Syahlan yang telah membesarkan dan mendidik saya. Saya berterima kasih kepada beliau berdua karena dengan dukungan beliau berdualah saya dapat melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Terima kasih banyak atas cinta, kasih sayang dan doa yang tiada henti, juga perhatian, nasihat, motivasi, dan support yang tidak ternilai harganya hingga saya menjadi perempuan mandiri hingga dititik ini. Saya menyadari bahwa tanpa beliau berdua, mustahil saya bisa menjadi seperti sekarang.
3. Kedua saudara yang menemani masa kecil saya dengan cinta dan kasih sayang yang nyata Faisal Rahmah dan Iqhwanul Muslimin. Terima kasih tanpa kalian berdua saya tidak mungkin sekuat ini menghadapi semua ini
4. Prof Ir. H. Sunarpi, Ph.D selaku rektor universitas mataram.
5. dr. Hamsu Kadriyan SpTHT, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
6. dr. Hamsu Kadriyan SpTHT, M.Kes selaku pembimbing utama yang membimbing dan memberi banyak masukan serta saran dengan penuh kesabaran selama proses penyusunan karya tulis ini.
7. dr. Muthia Cenderadewi selaku pembimbing pendamping yang selalu memberi bimbingan, petunjuk, dan masukan dengan penuh kesabaran selama penulisan demi kelancaran proses penyusunan karya tulis ini.
8. dr. Ganis Kristanto, selaku kepala Puskesmas Woha Bima yang telah mempermudah perijinan pelaksanaan penelitian ini.
9. Hartini Ahadiyatur Ru’yi dan Maya Farahiya yang merupakan teman satu tim penelitian dan sahabat seperjuangan dalam menyusun, menjalani, dan menyelesaikan penelitian ini.
10. Teman seperjuangan “Diskotik” (kk Hul, kk Aten, Mbak may, kk yan, kk is) yang telah mewarnai kehidupan penulis selama kuliah di FK Unram
11. Teman sejawat “Dennias” (Dedew, Ana, Nita, Mbak can, Mbak may, Kk is) yang telah mengajari banyak hal baik secara langung maupun tidak langsung kepada penulis selama kuliah di FK Unram
12. Teman seperantaun “Bima-Dompu” (Ainun, Uswa, Mbak Ida, Kk Ardian) yang telah menemani dan mengerti penulis selama kuliah di FK Unram
13. Lis, Erna, Hatma, Subhi sahabat SMA yang selalu setia menemani dan mendengarkan keluh kesah saya hingga sekarang.
14. Abang Vito yang telah membantu mengajarkan SPSS pada kami bertiga
15. Teman-teman seperjuangan FK Unram 2012 MUSKULUS yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama proses perkuliahan.
16. Seluruh dokter dan petugas kesehatan di Puskesmas Woha Bima yang telah bersedia memberikan bantuan tanpa lelah selama pengambilan data.
17. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberikan manfaat bagi pembaca yang memerlukannya.
Mataram, 6 Desember 2015
Penulis
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Mataram, 6 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
PRAKATA
iv
PERNYATAAN
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
ABSTRAK……………………………………………………………..
xv
ABSTRACT
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
4
1.3. Tujuan Penelitian
4
1.4. Manfaat Penelitian
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Hubungan Pasien dengan Dokter
6
2.1.1 Komunikasi Efektif Dokter Pasien
6
2.1.2 Komunikasi Efektif dan Hubungan Pasien dengan Dokter
9
2.2 Kewajiban dan Hak Dokter
11
2.2.1 Kewajiban Profesi Dokter
11
2.1.2 Hak-Hak Profesi Seorang Dokter
11
2.3 Kewajiban dan Hak Pasien
12
2.3.1 Kewajiban Pasien
12
2.3.2 Hak-Hak Pasien
12
2.4 Kewajiban dan Hak Puskesmas
13
2.4.1 Kewajiban Puskesmas
13
2.4.2 Hak Puskesmas
15
2.5 Informasi Medis
18
2.5.1 Definisi Informasi Medis
18
2.5.2 Manfaat Informasi Medis
18
2.5.3 Sumber-Sumber Informasi Medis
19
2.5.4 Bentuk-bentuk Informasi Medis
20
2.5.5 Informasi antar dokter-pasien
25
2.5.6 Masalah dalam penympaian informasi
27
2.5.6.1 Faktor Dokter
27
2.5.6.2 Faktor Pasien
28
2.5.6.3 Faktor Lingkungan
28
2.6 Kerangka Konsep
30
2.7 Hipotesis
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
32
3.1 Rancangan Penelitian
32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
32
3.3 Populasi Penelitian
32
3.4 Sampel
33
3.4.1 Pengambilan Sampel
33
3.4.2 Besar Sampel
33
3.4.3 Kriteria Inklusi
34
3.4.4 Kriteria Eksklusi
34
3.5 Variabel Penelitian
35
3.5.1 Variabel tergantung
35
3.5.2 Variabel bebas
35
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian
35
3.7 Instrumen Penelitian
45
3.8 Pengumpulan Data Penelitian
46
3.9 Analisis Data
46
3.9.1 Analisis Deskriptif
46
3.9.2 Analisis Bivariat
46
3.9.3 Analisis Multivariat
47
3.10 Alur Penelitian
48
3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
50
4.1 Hasil Penelitian
50
4.1.1 Karasteristik Penelitian
50
4.1.2 Analisis Data
54
4.1.2.1 Presentase Variabel
54
4.1.2.2 Uji Chi-Square
57
4.1.2.3 Uji Regresi Logistik
57
4.1.2.4 Koefisien Regresi Logistik
58
4.1.2.5 Kekuatan Faktor Resiko (EXP B)
58
4.2 Pembahasan
59
4.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman
59
4.2.2 Kelemahan Penelitian.........................................................
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
64
5.1 Kesimpulan
64
5.2 Saran
65
5.2.1 Bagi Dokter
65
5.2.2 Bagi Pasien
65
5.2.3 Bagi Peneliti
65
DAFTAR PUSTAKA
67
Lampiran
70
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Teori Komunikasi
6
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
30
Gambar 3.10 Alur Penelitian
48
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.11. Rencana Penelitian
49
Tabel 4.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
50
Tabel 4.2. Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
51
Tabel 4.3. Distribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
51
Tabel 4.4. Distribusi pasien berdasarkan pekerjaan
52
Tabel 4.5. Distribusi tingkat pengetahuan pasien dalam menggali suatu
informasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
52
Tabel 4.6. Distribusi kemampuan dokter dalam berkomunikasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
53
Tabel 4.7. Distribusi keadaan lingkungan berdasarkan kategori baik dan
kurang baik
53
Tabel 4.8. Distribusi tingkat pemahaman pasien berdasarkan kategori baik
dan kurang baik
54
Tabel 4.1.2.1. Persentase Variabel
55
Tabel 4.9. Hasil uji variable dengan chi-square
57
Tabel 4.10. Variabel dengan uji regresi logistik
58
Tabel 4.11 Variables in the equation
58
Tabel 4.11. Nilai OR atau EXP(B)
58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Ijin Ethical Clearence
70
Lampiran 2 Kuesioner
71
Lampiran 3 Hasil input spss....................................................................79
Lampiran 4 Foto-Foto
99
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan/Lambang
Arti dan Keterangan
NTB
Menkes
Permenkes
UU
CUKB
SPSS
OR
EXP(B)
Nusa Tenggara Barat
Menteri Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan
Undang-Undang
Cara Uji Klinik yang Baik
Statistical Product and Service Solution
Odds Ratio
Exponent (B)
ABSTRAK
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PEMAHAMAN INFORMASI MEDIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS WOHA BIMA
Nurfarhati, Hamsu Kadriyan, Muthia Cenderadewi
Latar belakang : Komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh dokter karena komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Pemahaman informasi medis yang diterima pasien sering kali berbeda bahkan ada pasien yang tidak mengerti tentang informasi yang disampaikan tersebut. Oleh sebab itu penelitian ini mencoba mencari faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analytic, sampel dipilih menggunakan teknik convinience sampling dari pasien rawat jalan yg memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisa statistik menggunakan analisa deskriptif, analisa bivariat dengan metode chi square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik untuk menguji kekuatan dari faktor dokter, faktor pasien, dan faktor lingkungan.
Hasil: Persentase pasien dengan tingkat pemahaman baik yang berobat ke Puskesmas Woha Bima adalah sebanyak 32 orang (61%) dan persentase pasien dengan tingkat pemahaman kurang baik sebanyak 20 orang (38%). Faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis (p<0,05) pasien rawat jalan di Puskesmas Woha Bima yaitu faktor variabel pasien.
Kesimpulan: Faktor pasien didapatkan mempengaruhi tingkat pemahaman pasien terhadap informasi medis. Kata kunci : Informasi medis, Tingkat pemahaman, Pasien, Dokter, Lingkungan.
ABSTRACT
INFLUENCING FACTORS OF THE UNDERSTANDING LEVEL OF MEDICAL INFORMATION AT PUSKESMAS WOHA BIMA
Nurfarhati, Hamsu Kadriyan, Muthia Cenderadewi
Background: Communication is one of the competencies that must be mastered by the doctor because it determine the success in helping to resolve the patient's health problems. Patients understending of medical information is often differ from what was meant to be delivered by medical personnel. Therefore the objective of this study is to do determine to determine the factors that can affect the level of understanding in patients at puskesmas Woha Bima. Methods: The research used a cross sectional study design. Samples, who fulfill inclusion criteria, were selected by using convenience sampling technique. Data collected using questionare. Statistical analysis were performed, which included descriptive analysis, bivariate analysis (chi square method), and multivariate analysis (logistic regression) to test the strength of each risk factors. Results: The percentage of patients with good understanding of the medical treatment in the Puskesmas Woha Bima is 61% and the percentage of patients with poor level understending was 38% respondents. Patient factor was found to be correled with level of understanding of medical information outpatient in Puskesmas Woha Bima.
Conclution: Patient factor affect patients level of understanding for medical information.
Key words: Medical Information, Level of Understanding, Patient, Doctor, Environment.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesi dokter merupakan profesi yang mempunyai tujuan mulia bagi masyarakat, karena tujuan dasar ilmu kedokteran adalah meringankan sakit, penderitaan fisik, psikis, dan sosial pada pasien dan masyarakat. Profesi dokter sangat mulia karena berkaitan dengan hal yang berharga dalam hidup seseorang yaitu masalah kesehatan dan kehidupan. Salah satu prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere yaitu yang terpenting adalah tidak merugikan pasien baik secara sosial maupun ekonomi. Di dalam pelayanan kedokteran, terdapat dua pihak yang saling berhubungan, yaitu dokter dan pasien. Jika tidak tercipta hubungan antara dokter dengan pasien, maka tidak akan terjadi suatu pelayanan kedokteran (Hanafiah dan amir, 2012).
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai karena komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan maupun dalam praktik kedokteran/kedokteran gigi. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut
bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk mendapat keterangan dari pasien. Perlu dibangun hubungan saling percaya, keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan ini, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
Salah satu hal yang sangat penting sebelum melakukan pelayanan kedokteran/ pelayanan kesehatan bagi pasien yaitu informed consent/ persetujuan tindakan medis/ persetujuan tindakan kedokteran. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008, persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien (Permenkes, 2008).
Informed consent memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medis tidak ada dasar kebenaran yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya serta memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, dan pada setiap tindakan medis melekat suatu resiko. Menurut Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), suatu persetujuan dianggap sah apabila pasien telah diberi penjelasan/ informasi, pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/ persetujuan, dan persetujuan harus diberikan secara sukarela (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman pasien, mengingat kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan informasi medis terus meningkat. Faktor-faktor tersebut antara lain budaya, kebiasaan dan tingkat pendidikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fong Ha dkk di Royal Perth Australia pada tahun 2010 menunjukan bahwa kebanyakan keluhan tentang dokter terkait dengan masalah komunikasi bukan kompetensi klinis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Putra dkk pada tahun 2011 di RSUP NTB menunjukkan hasil presentase pasien dengan tingkat pemahaman baik yang berobat ke RSUP NTB adalah sebanyak 78 orang (26%), sedangkan pasien dengan tingkat pemahaman buruk sebanyak 222 orang (74 %). Gambaran ini menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk dapat menurunkan tingkat pemahaman pasien terhadap informasi medis (Putra, dkk, 2011; Fong Ha, dkk, 2010).
Kabupaten Bima, memiliki perbedaan dengan Kota Mataram dalam hal demografi, baik dalam hal jumlah penduduk, kepadatan, pendapatan serta pendidikan. Adapun alasan pemilihan lokasi karena tersedianya sampel yang memadai dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai pemahaman informasi medis sebelumnya di Puskesmas wilayah NTB. Oleh karena berbagai permasalahan tersebut maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Informasi Medis pada Pasien Di Puskesmas Woha Bima.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana tingkat pemahaman informasi medis pasien di Puskesmas Woha Bima?
1.2.2 Bagaimana distribusi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima?
1.2.3 Bagaimana pengaruh faktor dokter, faktor pasien, dan faktor lingkungan terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
1.3.2 Mengetahui distribusi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
1.3.3 Mengetahui pengaruh faktor dokter, faktor pasien dan faktor lingkungan terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu
1. Bagi dokter
Dokter dapat lebih memperhatikan pelayanan terhadap pasien terutama kawajibannya memberikan informasi medis secara jelas, lengkap, dan dapat dimengerti sepenuhnya oleh pasien
2. Bagi Puskesmas
Memberikan gambaran faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pemahaman pasien terhadap informasi medis sehingga pelayanan kepada pasien dapat diperbaiki atau ditingkatkan.
3. Bagi Peneliti dan Masyarakat
a. Menambah wawasan peneliti dan pembaca tentang factor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis
b. Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan pasien dengan dokter
2.1.1 Komunikasi efektif dokter pasien
Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut dapat mengerti dengan baik apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi tersebut (Wasisto, 2008). Proses komunikasi yang baik dan efektif terdiri dari beberapa elemen penting seperti digambarkan dalam skema berikut:
Gambar 2.1 (Sumber: David, 1960 dan Wasisto, 2008)
Pesan yang disampaikan pada suatu komunikasi dimulai dari sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga. yang disampaikan dalam bentuk verbal, tulisan, nonverbal, atau bisa juga gabungan dari ketiganya. Pesan ini disampaikan melalui saluran (channel) tertentu yang sesuai dengan kebutuhan saat komunikasi tersebut (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Dalam komunikasi, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang bisa melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yakni berupa media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, spanduk, poster, dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain: radio, film, televisi, komputer, dan sebagainya. Penerima pesan (receiver) akan menerima pesan yang telah disampaikan oleh pengirim pesan dan menerjemahkan (decoding) pesan tersebut sesuai pesan yang dikirim oleh pengirim pesan (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Pengaruh atau efek adalah perbedaan terhadap apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh tersebut bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang, karena pengaruh juga bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. Umpan balik merupakan salah satu bentuk dari pada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti media dan pesan, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim dan alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Umpan balik penting sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi kesalah pahaman (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi dokter-pasien, antara lain:
1. Faktor Pasien: dapat berupa masalah fisik, faktor psikologis, pengalaman perawat medis sebelumnya, dan pengalaman perawat medis saat ini.
2. Faktor Dokter: pelatihan dalam keterampilan berkomunikasi, percaya diri dalam kemampuan berkomunikasi, kepribadian, faktor fisik (contoh : kelelahan), dan faktor psikologis (contoh : cemas).
3. Pengaturan suasana saat anamnesis, misalnya: Privasi, Lingkungan yang nyaman, Pengaturan tempat duduk yang tepat (Effendy, 2004).
Hal-hal yang dapat menghambat komunikasi antara dokter-pasien antara lain, penggunaan istilah-istilah medis/ilmiah, pseudo-komunikasi (tetap berkomunikasi dengan lancar padahal pasien tidak sepenuhnya mengerti atau mempunyai persepsi yang berbeda tentang apa yang dibicarakan), komunikasi non verbal (mimik muka, nada suara, gerakan yang mungkin mempengaruhi pemahaman pesan/ informasi yang diberikan). (Effendy, 2004).
Komunikasi yang baik dilakukan antara dokter dan pasien merupakan faktor pendukung keberhasilan dari informed consent. Seorang dokter yang bisa menjelaskan dengan baik dan diterima oleh pasiennya dengan jelas tentang tindakan medis yang akan dilakukan, akan memudahkan dokter tersebut dalam memperoleh persetujuan tindakan medis (Rumanti, 2002).
Efektifitas komunikasi akan terjadi secara maksimal jika dalam proses tersebut paling tidak harus memenuhi lima komponen berikut:
1. Adanya kesamaan kepentingan antara komunikator dengan komunikan
2. Adanya sikap yang saling mendukung dari kedua belah pihak
3. Terdapat sikap positif dari keduanya, yaitu sikap saling menerima pikiran atau ide yang disampaikan
4. Sikap terbuka antara kedua pihak
5. Masing-masing pihak mencoba menempatkan diri pada mitra wicaranya (Rumanti, 2002).
2.1.2 Komunikasi efektif dan hubungan pasien dengan dokter
Komunikasi dapat efektif apabila pesan dapat diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan diterima oleh penerima pesan dan tidak didapatkan hambatan dalam hal itu. Komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Hardjana, 2003).
Dalam dunia kedokteran ada 2 pendekatan komunikasi yang digunakan:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan dokter mendiagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication style adalah Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakit yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya (Wasisto, 2008).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah menyatukan sudut pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter dan pasien (doctor-patient partnership). Keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien (Wasisto, 2008).
2.2 Kewajiban dan Hak Dokter
2.2.1 Kewajiban – kewajiban Profesi Dokter
Kewajiban-kewajiban dokter (De beroepsplichten van de arts) dapat dibedakan dalam lima kelompok, yaitu :
a. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial dari memelihara kesehatan
b. Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis
c. Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran
d. Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan (proportionaliteits beginsel)
e. Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.2.2 Hak-hak profesi seorang dokter
a. Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis
b. Hak menolak melaksanakan tindakan medis yang ia tidak dapat pertanggung jawabkan secara profesional
c. Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara hatinya (conscienci) tidak baik
d. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika ia menilai bahwa kerjasama antara pasien dia tidak ada lagi gunanya
e. Hak atas privacy dokter
f. Hak atas itikad baik dari pasien dalam melaksanakan kontrak terapeutik
g. Hak atas balas jasa
h. Hak dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadapnya
i. Hak untuk membela diri
j. Hak memilih pasien (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.3 Kewajiban dan Hak Pasien
2.3.1 Kewajiban Pasien
Kewajiban–kewajiban pasien perlu ditaati, Hal ini memang sangat dibutuhkan dalam transaksi terapeutik sebab jika tidak dilaksanakan oleh pasien harapan untuk sembuh tidaklah tercapai. Kewajiban-kewajiban itu harus dipenuhi oleh pasien yakni kesembuhan atas penyakit yang dideritanya. Adapun kewajiban-kewajiban yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi kepada dokter tentang penyakit yang dideritanya dengan lengkap
b. Mematuhi petunjuk-petunjuk dokter
c. Mematuhi privacy dokter
d. Memberikan imbalan / honorarium kepada dokter (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.3.2 Hak-hak Pasien
Hak untuk menentukan diri sendiri adalah dasar dari hak-hak pasien. Dikenal berbagai hak pasien sebagai berikut :
a. Hak atas pelayanan medis dan perawatan
b. Hak atas informasi dan persetujuan
c. Hak atas rahasia kedokteran
d. Hak memilih dokter dan rumah sakit
e. Hak untuk menolak dan menghentikan pengobatan
f. Hak untuk tidak terlalu dibatasi kemerdekaannya selama proses pengobatan pasien boleh melakukan hal-hal yang lain asal tidak membahayakan kesehatannya
g. Hak untuk mengadu dan mengajukan gugatan
h. Hak atas ganti rugi
i. Hak atas bantuan hukum
j. Hak untuk mendapatkan nasehat uintuk ikut serta dalam eksperimen
k. Hak atas perhitungan biaya pengobatan dan perawatan yang wajar dan penjelasan perhitungan tersebut (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.4 Kewajiban dan Hak Puskesmas
2.4.1 Kewajiban Puskesmas
Kewajiban puskesmas belum diatur secara jelas dalam undang-undang. Namun, dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, diatur tentang upaya kesehatan wajib, fungsi dan tugas, dan azas penyelenggaraan puskesmas yang konteksnya hampir mirip dengan kewajiban puskesmas, yakni:
1. Menggerakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Kesehatan
a. Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,
b. Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat :
a. Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat.
b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan.
c. Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat.
4. Melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Posyandu, Polindes dan jaringan pelayanan kesehatan lain dan dalam fungsi pembinaan (Dinkes Kabupaten dan Kantor Kecamatan);
5. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya;
6. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pemerataan kesehatan yang diselenggarakan;
7. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya;
8. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya (Permenkes, 2004).
2.4.2 Hak Puskesmas
Hak puskesmas belum di atur secara khusus dalam perundang-undangan. Namun di dalam Undang-Undang Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 75 tahun 2004 mengatur Penyelenggaran Fungsi Puskesmas, Sebagai Berikut:
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas berwenang untuk:
a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan dan
i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit (Permenkes, 2004).
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi
f. melaksanakan rekam medis
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan
h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan (Permenkes, 2004).
2.5 Informasi Medis
2.5.1 Pengertian Informasi Medis
Informasi Medis merupakan suatu pengelolaan informasi secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat (Sanjoyo R, 2013). Komunikasi kesehatan yang berlangsung positif memberikan dampak penting bagi pasien, dokter, dan orang lain. Seorang dokter lebih cenderung melakukan diagnosis yang lebih akurat dan komprehensif guna mendeteksi tekanan emosional pada pasien, pasien yang memiliki rasa puas dengan perawatan dan kurang cemas, dan setuju dengan mengikuti saran yang diberikan (Lloyd dan Bor, 1996).
Pertukaran informasi (exchange of information) antara dokter dan pasien sangat penting menurut Ong, (1975), Dari sudut pandang kedokteran, dokter harus mendapatkan informasi dari pasien untuk menyakini diagnosis yang tepat dan rencana perawatan. Dari perspektif lain, pasien harus mengetahui dan memahami dan merasa dikenal dan dipahami. Dalam rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini, perlu bergantian antara pemberian informasi dan bertukar informasi.
2.5.2 Manfaat Informasi Medis
Informasi sangat beragam, baik dalam jenis, tingkatan maupun bentuknya. Manfaat informasi bagi setiap orang berbeda-beda. Adapun manfaat dari informasi menurut Sutanta (2003), adalah:
1. Menambah pengetahuan
Dengan informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mendukung proses pengambilan keputusan.
2. Mengurangi ketidakpastian pemakai informasi
Informasi akan mengurangi ketidakpastian terhadap apa yang akan terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga kemungkinan menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan tersebut.
3. Mengurangi resiko kegagalan
Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan terhadap apa yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan cara pengambilan keputusan yang tepat.
4. Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan
Mengurangi keanekaragaman yang tidak perlu akan menghasilkan keputusan yang lebih terarah.
5. Memberikan standar, aturan-aturan, keputusan dan ukuran-ukuran, untuk menentukan pencapaian, sasaran dan tujuan.
2.5.3 Sumber-sumber informasi
Sumber informasi sangat penting bagi seseorang dalam menentukan sikap atau keputusan bertindak. Sumber informasi itu ada di mana-mana, di pasar-pasar, sekolah, rumah, lembaga-lembaga kesehatan dan lain lainnya, buku-buku, majalah, surat kabar, perpustakaan. Intinya dimana suatu benda atau peristiwa berada, di sana bisa tercipta informasi yang kemudian direkam dan disimpan melalui media elektronik ataupun media cetak (Sutanta, 2003).
Menurut Yusup (2009) sumber-sumber informasi banyak jenisnya. Majalah, buku, radio, surat kabar, tape recorder, CD-ROM, disket komputer, brosur, pamplet, dan media rekaman informasi lainnya merupakan tempat terdapatnya informasi.
Menurut WHO 2010, sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari 6 komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara. Keenam komponen sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)
2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan)
3. Health worksforce (tenaga medis)
4. Health system financing (system pembiayaan kesehatan)
5. Health information system (sistem informasi kesehatan)
6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)
2.5.4 Bentuk-bentuk Informasi
2.5.4.1 Informasi Verbal
Informasi verbal merupakan Infromasi yang menggunakan kata-kata, lisan maupun tulisan. Infromasi ini paling banyak digunakan dalam hubungan antar manusia. Melalui beberapa kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan data, fakta, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar (Sutanta, 2003).
Contoh komunikasi verbal yang sering digunakan oleh tenaga kesehatan adalah melakukan diagnosis penyakit, melakukan pemeriksaan fisik seperti inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, melakukan injeksi terhadap pasien, observasi pasien dan lain-lain (Sutanta, 2003).
2.5.4.2 Informasi Non-Verbal
Informasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Dokter perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan oleh pasien (Sutanta, 2003).
Beberapa contoh komunikasi non-verbal adalah sebagai berikut:
1.Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi terhadap hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan suatu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul antara 20 detik sampai 5 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Dokter yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.
3.Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Dokter harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara Pasien
4.Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Dokter sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga Dokter tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Dokter dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan dokter-pasien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.
7. Kontak Mata
Kontak mata merupakan alat komunikasi nonverbal paling penting. Hal ini memungkinkan Anda untuk berhubungan dengan audiens dalam memproyeksikan kesungguhan dan keterbukaan, dan menjaga perhatiannya. Kontak mata memberikan informasi sosial terhadap orang yang Anda ajak mendengarkan dan berbicara. Terlalu banyak kontak mata akan dipandang sebagai seseorang yang agresif, kontak mata Anda yang terlalu sedikit, dapat dipandang sebagai seseorang yang tidak memiliki kepentingan didepan lawan bicara Anda.
9. Paralanguage
Merupakan suara-suara/vokal nonverbal yang merupakan aspek-aspek dari percakapan, seperti kecepatan berbicara: volume, ritme; bentuk-bentuk vokal: tertawa, pekikan, rintihan, uh, ahh, dan sebagainya.
10.Diam
Diam bukan berarti tidak melakukan komunikasi. Diam sapat diartikan sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan berpikir
b. Menyakiti
c. Mengisolasi diri sendiri
d. Mencegah komunikasi
e. Mengkomunikasikan perasaan
f. Tidak menyampaikan sesuatupun (Sutanta, 2003).
2.5.5 Informasi antar Dokter-Pasien
Hak atas informasi disebut dengan The Right of Information. Dalam hal ini, pihak yang bertanggung jawab memberikan informasi mengenai pasien adalah dokter. Artinya bahwa dokter berkewajiban menyampaikan informasi medis kepada pasien baik diminta maupun tidak. Informasi yang harus diberikan dokter kepada pasien tersebut antara lain :
a. Hasil Pemeriksaan atau Diagnosis
Yaitu pengenalan keadaan atau gejala-gejala penyakit. Diagnosa ini harus disusun berdasarkan keterangan dan keluhan yang disampaikan pasien mengenai penyakitnya pada dokter. Setelah itu pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
b. Terapi, atau Cara-cara Pengobatan dan Alternatif Lain
Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter akan menentukan terapi yang sesuai dengan keluhan penyakit pasien tersebut. Selain itu, dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
c. Resiko
Resiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Hal-hal yang dijadikan pedoman adalah sifat risiko, berat ringannya risiko, dan kapan risiko tersebut akan terjadi. Selain itu dokter juga harus menjelaskan risiko jika pasien menolak salah satu atau seluruh pengobatan yang ditawarkan oleh dokter.
d. Penderitaan Sakit dan Ketidaknyamanan
Apabila dalam menjalani pengobatan, kemungkinan pasien akan mengalami suatu perasaan sakit atau perasaan yang lain. Untuk inilah dokter juga harus menjelaskan kemungkinan-kemungkinan tersebut kepada pasien.
e. Prognosis
Merupakan penjelasan atas jalannya penyakit agar pasien benar-benar mengetahui keadaan yang sebenarnya dan apa yang terjadi padanya. Pasien berhak mengetahui
semua prognosis, komplikasi, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun.
f. Keuntungan Pengobatan
Pengobatan yang dianjurkan oleh dokter kepada pasien diharapkan agar terwujud kesembuhan atau setidaknya mengurangi rasa sakit pasien. Maka dari itu jalannya pengobatan tersebut harus memberikan keuntungan, sehingga pasien dapat menentukan tindakan medis apa yang akan dijalani.
Penyampaian informasi pada pasien harus diberikan dengan bahasa yang dapat diterima, dipahami, dimengerti dan sejelasjelasnya oleh pasien (PerMenkes, 2008).
2.5.6 Masalah dalam penyampaian informasi antar Dokter-Pasien
2.5.6.1 Faktor Dokter
Kendala yang umunnya terjadi dalam penyampaian informasi antara lain heterogennya tingkat pengetahuan pasien tentang istilah medis, kondisi pasien yang tidak mendukung terjadinya proses diskusi yang tidak lancar. Faktor dokter juga terdapat kendala yaitu informasi yang diberikan oleh dokter secara tidak lengkap, dan terdapat bagian yang tidak diinformasikan kepada pasien.
Masalah lain yang ditemukan dalam penyampaian informasi yaitu sering terjadi salah tafsir dari dokter bila dalam penyampaiaan informasi seakan-akan beranggapan bahwa:
b. Sudah sepenuhnya memberikan informasi kepada pasien
c. informasi menjadi adekuat setelah memperoleh tanda tangan dari pasie tersebut
d. Menganggap informasi sebagai pelindung dari sentuhan pasien. (Biben, 2005).
2.5.6.2 Faktor Pasien
Kendala yang umumnya terjadi dalam penyampaian informasi adalah tingkat pengetahuan pasien tentang istilah medis, kondisi pasien yang tidak mendukung, proses diskusi yang tidak lancar. Kendala-kendala seperti itu akan mempengaruhi pemahaman pasien atas informasi yang diberikan sehingga pasien sulit memberikan jawaban yang relevan untuk penanganan yang diberikan (Biben, 2005).
Usia juga berpengaruhi terhadap penyampaian infromasi. Sebagian besar pada usia lanjut mempengaruhi tingkat penyerapan dan ingatan informasi yang diterima sehingga akan mengganggu penerimaan informasi yang diberikan. Pada orang dengan usia lanjut paling sering terjadi depresi karena pada usia ini orang akan merasa kehilangan cinta kasih dari orang-orang yang berarti disekitarnya selain itu pada usia tua pasien sudah mulai mengalami gangguan dalam proses komunikasi baik mendengar atau pun mengingat sesuatu . Emosi juga akan tidak stabil karena status sosialnya berubah, misalnya yang biasa dihormati karena jabatannya kini tidak lagi setelah dia sudah pension (Biben, 2005).
2.5.6.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penyampaian informasi seperti sosial budaya, dimana hal ini ditandai masalah adat istiadat seperti harga diri yang tinggi, rasa malu bertanya sehingga penyampaian informasi tidak maksimal. Hal yang sering menjadi kendala juga karena ramainya pasien yang berkunjung sehingga waktu untuk memberikan informasi kurang dan bisa juga oleh karena tempat peraktik yang tidak mendukung seperti tempat yang terlalu sempit, dipinggir jalan yang ramai, atau tempat yang kotor (Soewono, 2005).
2.7 Kerangka Konsep
Keterangan : = variabel yang diteliti ----- = variabel yang tidak diteliti
2.7 Hipotesis
H0 : Tidak terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
H1: Terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional analytic pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Woha Bima. Metode penelitian cross-sectional dipilih karena sampel diambil dalam satu waktu yang kemudian dilakukan analisis. Setiap pasien yang datang ke Puskesmas Woha Bima akan dilakukan wawancara dan ditanya mengenai beberapa hal sesuai dengan pertanyaan yang telah disediakan pada kuesioner.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yaitu di Puskesmas Woha Bima. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga Juli 2015
3.3 Populasi Penelitian
Pasien yang datang di Puskesmas Woha Bima yang termasuk dalam kriteria inklusi. Populasi penelitian ini dianggap sebagai suatu populasi terjangkau.
3.4 Sampel
3.4.1 Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga setiap kasus dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Sampel yang diambil adalah semua pasien rawat jalan yang datang memeriksakan diri di Puskesmas Woha Bima setiap hari sesuai dengan kriteria inklusi.
3.4.2 Besar sampel
Untuk pengambilan minimal jumlah pasien dalam penelitian ini, digunakan konsensus (role of thumb):
a. Hitung besar sampel yang diperkirakan mengalami dengan efek positif yaitu 10 kali jumlah variabel bebas yang diteliti
b. Hitung besar sampel total dengan melakukan koreksi tehadap nilai yang didapatkan pada langkah sebelumnya dengan daktor insiden,dengan menggunakan rumus:
· N’ = besar sampel penelitian prognostik
· N = besar sampel sebelum koreksi
· I = insidensi
Jumlah sampel pada penelitian dengan jumlah variabel 3 dan perkiraan nilai insidensi (I) pada penelitian sebelumnya sebesar 74%
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 40 orang.
3.4.3 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi sampel adalah:
a. Pasien rawat jalan yang datang memeriksakan diri atau melakukan pengobatan di Puskesmas Woha Bima.
b. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dan diwawancarai
c. Setidaknya berumur 17 tahun dan tidak lebih dari 65 tahun.
3.4.4 Kriteria Eksklusi
Yang termasuk dalam kriteria eksklusi sampel :
a. Pasien yang memiliki keterbatasan dalam melakukan komunikasi
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat pemahaman pasien dari informasi medis.
3.5.2 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor dokter, pasien, dan lingkungan.
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Tingkat pemahaman informasi medis
Pemahaman pasien dikatakan baik jika pasien mengerti dan dapat menjelaskan sedikitnya 4 dari informasi medis tersebut serta dikatakan pasien tidak paham jika kurang dari 4 informasi medis tersebut. Tingkat pemahaman informasi medis adalah tingkat pemahaman pesien terhadap 6 informasi yang meliputi Tindakan dokter, Penyakit yang diderita, Resiko tindakan, Tujuan tindakan, prognosis, serta komplikasi dari tindakan medis. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan skala pengukuran menggunakan skala nominal.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman pasien tentang informasi medis yang berasal dari pasien, dokter, dan lingkungan
a. Faktor dokter
Hal-hal yang berperan penting dalam proses penyampaian informasi medis meliputi Persiapan penyampaian berita, persiapan fisik, berbicara kepada pasien dan merespon apa yang disampaikan, feed back dan memberikan informasi seperti yang terangkum dalam 20 pertanyaan kuesioner. Dokter yang baik adalah dokter yang mendapat penilaian positif dari pasien minimal 11 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Dokter yang tidak baik adalah dokter yang mendapat penilaian positif dari pasien kurang dari 11 pertanyaan yang diajukan kuesioner. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan skala pengukuran dengan skala nominal.
Faktor resiko dokter yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Dokter memperkenalkan diri
Menanyakan diri memiliki arti yang sangat besar pengaruhnya dalam percakapan sehari-hari, seperti menandakan kesopanan dan rasa percaya pasien terhadap dokter.
2) Dokter menanyakan nama pasien
Menayakan nama pasien merupakan suatu kewajiban dokter guna melengkapi identitas medis pasien. Selain itu juga merupakan salah satu bentuk sambung rasa dokter dengan pasien.
3) Dokter menanyakan umur pasien
Umur pasien merupakan sesuatu yang penting untuk mengetahui pemahaman, pengetahuan dan untuk kelengkapan informasi medis yang harus ditanyakan oleh dokter
4) Dokter menanyakan pekerjaan pasien
Pekerjaan pasien ditayakan untuk menentukan status sosial serta pada beberapa kasus dapat membantu untuk menjelaskan proses dari penyakit yang diderita oleh pasien.
5) Dokter menanyakan alamat
Alamat pasien dapat digunakan untuk melengkapi identitas dari pasien.
6) Dokter menanyakan keluhan pasien
Keluhan yang dialami pasien merupakan sesuatu yang harus ditanyakan oleh seorang dokter untuk, mengetahui penyebab, melakukan tindakan dan memberikan obat terhadap Diagnosis penyakit yang diderita pasien tersebut.
7) Dokter mendengarkan dengan baik setiap keluhan pesien
Mendengarkan keluhan pasien dengan baik dapat mengarahkan dokter menuju suatu diagnosis yang tepat. Selain itu dokter yang mendengarkan dengan baik keluhan pasien merupakan dokter yang memiliki rasa empati yang baik terhadap pasien.
8) Dokter menjelaskan mekanisme yang mendasari penyakit pasien
Menjelaskan penyebab dan mekanisme gejala dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyebab penyakit yang dialami.
9) Dokter menjelaskan diagnosis dari penyakit yang diderita pasien
Penjelasan tentang diagnosis dari penyakit pasien merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang dokter.
10) Dokter menjelaskan tatacara tindakan yang akan dilakuakan kepada pasien
Penjelasan tatacara tindakan merupakan kewajiban seorang dokter dan hak pasien.
11) Dokter menjelaskan alternatif tindakan medis yang akan dilakukan
Menjelaskan alternatif tindakan merupakan kewajiban dari dokter ketika penyakit yang diderita oleh pasien tersebut memiliki alternatif tindakan lain.
12) Dokter menjelaskan risiko dari tindakan alternatif yang akan dilakukan kepada pasien
Menjelaskan resiko dari setiap tindakan merupakan kewajiban dari seorang dokter kepada pasien.
13) Dokter menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi
Penjelasan komplikasi dari suatu penyakit merupakan kewajiban dari dokter kepada pasien agar pasien mengetahui jika terjadi kemungkinan buruk yang terjadi pada penyakit yang dialami.
14) Dokter menjelaskan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Penjelasan prognosis kepada pasien perlu diberikan oleh dokter kepada pasien untuk mengetahui kemungkinan presentase kesembuhan dan perburukan dari penyakit yang diderita pasien
15) Dokter menggunakan istilah-istilah medis yang tidak pasien pahami
Hal ini penting untuk membentuk suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter dan Untuk mengetahui apakah dokter telah menggunakan bahasa yang mudah pahami pasien atau tidak.
16) Dokter menjelaskan istilah-istilah medis tersebut
Penjelasan tentang istilah medis yang digunakan oleh dokter untuk mengetahui apakah dokter tersebut menggunakan bahasa yang mudah pahami pasien atau tidak.
17) Dokter menjelaskan istilah kedokteran yang berkaitan dengan penyakit pasien
18) Dokter menjelaskan istilah kedokteran yang tidak dimengerti tanpa penjelasan lebih lanjut
19) Dokter memberikan umpan balik atau menanyakan kembali kepada pasien akan sesuatu yang belum dimengerti oleh pasien
Umpan balik merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif dimana kedua pihak melakukan komunikasi dua arah.
20) Dokter melakukan kontak mata atau melihat kearah pasien saat pasien berbicara
Kontak mata Merupakan salah satu sikap profesional dokter dalam menerapkan komunikasi efektif antara pasien dengan dokter yang harus ditunjukkan seorang dokter.
b. Faktor pasien
Karakteristik pasien yang berperan penting dalam proses penyampaian informasi medis meliputi tingkat pendidikan, usia, tipe pasien, dan pengetahuan tentang alat-alat kedokteran yang terangkum dalam pertanyaan kuesinoer. Pasien dikatakan baik jika pasien menilai positif dirinya sendiri minimal 5 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Pasien dikatakan tidak baik jika menilai positif dirinya sendiri kurang dari 5 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan skala pengukuran dengan menggunakan skala nominal.
Faktor resiko pasien yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Pasien memiliki televisi (TV)
Televisi merupakan media elektronik yang mempunyai efek yang paling besar terhadap khalayak dibanding dengan media elektronik lainnya seperti radio, karena televisi merupakan media audiovisual yang bersifat informatif, hiburan, pendidikan, dan juga alat kontrol sosial. Pasien yang mempunyai televisi akan memiliki informasi yang lebih dari orang yang tidak memiliki televisi.
2) Pasien berlangganan koran
Koran merupakan media cetak yang memberitakan kejadian sehari-hari dalam kehidupan manusia. Sering dijadikan masyarakat untuk mencari informasi. Pasien yang berlangganan koran akan memiliki informasi yang lebih dari orang yang tidak membaca koran.
3) Pasien mengakses internet
Internet merupakan media elektronik yang menyediakan informasi yang sangat luas. Informasi yang kita inginkan dapat segera kita ketahui sesuai dengan keinginan kita. Pasien yang mengakses internet akan memiliki informasi yang lebih dari pasien yang tidak mengakses internet.
4) Aktivitas membaca, menonton, atau mengakses tema kesehatan
Aktivitas ini akan menjelaskan kebiasaan dan tingkat pengetahuan pasien tentang suatu tema kesehatan. Pasien yang pernah membaca, menonton, atau mengakses tema kesehatan akan memiliki pengetahuan lebih banyak dari pasien yang tidak pernah membaca, menonton, atau mengakses tema kesehatan.
5) Tema kesehatan yang pernah dibaca, ditonton, atau diakses
Tema kesehetan yang pernah dibaca, ditonton, atau diakses oleh pasien digunakan untuk mengetahui tema apa saja yang pernah diperoleh oleh pasien.
6) Aktivitas pasien mengikuti penyuluhan kesehatan
Pasien yang pernah mengikuti penyuluhan kesehatan akan memiliki pengetahuan lebih banyak dari pasien yang tidak pernah mengikuti penyuluhan kesehatan.
7) Tema penyuluhan kesehatan yang pernah diikuti
Tema penyuluhan kesehetan yang pernah diikuti pasien digunakan untuk mengetahui tema apa saja yang pernah diperoleh oleh pasien.
8) Pasien menyampaikan keluhan kepada dokter
Pasien yang menyampaikan keluhannya kepada dokter akan memudahkan dalam proses komunikasi dengan dokter dan dalam menentukan suatu diagnosis
9) Pasien menanyakan penyebab keluhan
Pasien yang menanyakan penyebab keluhannya kepada dokter adalah pasien tersebut memiliki rasa ingin tahu pada penyakit yang dialami.
10) Paien menanyakan komplikasi kepada dokter
Pasien menanyakan komplikasi kepada dokter adalah pasien memiliki rasa ingin tahu bagaimana dampak dari penyakit yang dialami.
11) Pasien menanyakan prognosis kepada dokter
Pasien yang ingin mengetahui kemungkinan sembuh atau tidak terhadap penyakitnya
c. Faktor lingkungan
Karakteristik lingkungan yang penting menurut Soewono (2005) dalam proses penyampaian informasi medis meliputi keadaan tempat pemeriksaan, ketersediaan media dalam penyampaiaan informasi, jumlah kunjungan pasien tiap harinya, dan budaya setempat yang terangkum dalam 10 pertanyaan kuesioner. Lingkungan dikatakan baik jika pasien menilai positif pada kondisi lingkungan minimal 6 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Lingkungan dikatakan tidak baik jika kurang dari 6 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Pengukuran menggunakan kuesioner dengan skala nominal.
Faktor resiko lingkungan yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Ruang pemeriksaan yang nyaman
Ruang pemeriksaan yang nyaman dan bersih akan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien dalam menyampaikan atau menerima informasi dari dan kepada dokter.
2) Suhu ruang pemeriksaan
Suhu ruangan akan memepengaruhi rasa nyaman kepada pasien dalam menyampaikan atau menerima informasi dari dan kepada dokter.
3) Luas ruang pemeriksaan
Luas ruang pemeriksaan akan mempengaruhi kenyamanan pasien saat dilakukan pemeriksaan. Ruangan yang cukup luas akan memberikan rasa nyaman kepada pasien dibandingkan dengan ruangan yang sempit.
4) Penerangan ruang pemeriksaan
Penerangan yang baik dalam ruang pemeriksaan akan mempermudah dokter dalam melakukan komunikasi dan pemeriksaan.
5) Ruang pemeriksaan yang terlihat dari luar atau tidak
Ruangan pemeriksaan yang tidak terlihat dari luar akan lebih membuat pasien nyaman saat dilakukan pemeriksaan dibandingkan ruangan yang terlihat dari luar.
6) Lingkungan yang berisik atau tidak
Lingkungan yang berisik akan mengganggu proses komunikasi dokter dengan pasien. Penyampaian informasi dari pasien ke dokter atau sebaliknya akan maksimal dalam kondisi yang nyaman atau tidak berisik.
7) Kebersihan ruangan
Kebersihan ruangan akan mempengaruhi kenyaman pasien. Lingkungan yang bersih akan membuat pasien lebih nyaman berkomunikasi dengan dokter bagitu juga sebaliknya.
8) Ruang pemeriksaan berbau atau tidak
Ruangan pemeriksaan yang berbau tidak enak akan mempengaruhi kenyaman pasien. Lingkungan yang berbau tidak enak akan membuat pasien tidak nyaman begitu juga sebaliknya.
9) Terdapat media untuk informasi pasien (buku, gambar, poster, dll)
Ketersediaan media informasi seperti buku, gambar, atau poster untuk menjelaskan kepada pasien akan membuat pasien lebih mengerti penjelasan dari dokter.
10) Lama pasien menunggu
Pasien yang lama menunggu giliran pemeriksakan cenderung akan membuat pasien merasa bosan dan akan mempengaruhi kenyamanan pasien.
3.7 Alat Penelitian
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan realibilitas.
Uji validitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut dan mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang disusun benar-benar dapat mengukur apa yang akan diukur.
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisiten atau stabil dari waktu ke waktu.
3.8 Pengumpulan Data Penelitian
Sumber-sumber data penelitian adalah data primer dimana data-data yang dikumpulkan diperoleh secara langsung dari pasien.
Sebelum dilakukan analisis, data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan editing, coding, dan entry data dengan menggunakan program SPSS.
3.9 Analisis Data
3.9.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui:
a. Persentase faktor resiko ditampilkan dalam bentuk tabel
b. Persentase tingkat pemahaman ditampilkan dalam bentuk tabel
3.9.2.Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Chi Square. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dokter, pasien, dan lingkungan terhadap tingkat pemahaman pasien.
3.9.3.Analisis Multivariat
Analisis multivariate digunakan untuk mengetahui besarnya faktor resiko, dokter, pasien, dan lingkungan terhadap tingkat pemahaman yang dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik.
3.10 Alur Penelitian
3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Rencana kegiatan dan waktu pelaksanaan penelitian
Rencana Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agt
Sept
Penyusunan proposal dan kuesioner
Persiapan penelitian dan pembuatan Ethical Clearance
Pengambilan data
Analisis data
Penyusunan
Laporan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Karakteristik Pasien
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel pasien rawat jalan yang datang untuk memeriksakan diri ke Puskesmas Woha Bima. Oleh karena keterbatasan populasi, sampel dipilih berdasarkan teknik consecutive sampling dimana semua subyek data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi masuk dalam sampel penelitian sampai jumlah subyek terpenuhi. Penelitian menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa kelompok pertanyaan dan sampel penelitian dipilih secara acak berdasarkan kriteria inklusi dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 52 orang. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner dapat dibuat tabel karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin, umur, perkerjaaan, dan tingkat pendidikan.
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Laki-laki
19
36,5
Perempuan
33
63,5
Total
52
100,0
Dari tabel 4.1. terlihat bahwa distibusi pasien laki-laki (36,5%) lebih sedikit dibandingkan dengan pasien perempuan (63,5%).
Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
Tabel 4.2. Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
Umur
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
17-25
18
34,6
26-35
13
25,0
36-45
8
15,4
46-55
5
9,6
56-65
8
15,4
Total
52
100
Tabel 4.2 mengggambarkan ditribusi umur sampel terbanyak yang datang memeriksakan diri yaitu kelompok usia 17-25 tahun (34,6%) dan disusul dengan kelompok umur 26-35 tahun (25,0%)
Ditribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 4.3. Distribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Tidak pernah bersekolah
0
0,0
Tidak tamat SD atau sederajat
2
3,8
Tamat SD atau sederajat
7
13,5
Tamat SMP atau sederajat
5
9,6
Tamat SMA atau sederajat
24
46,2
Tamat Perguruan Tinggi atau sederajat
14
26,9
Total
52
100
Tingkat pendidikan yang terbanyak dalam penelitian ini yaitu sampel berpendidikan terakhir SMA yaitu 24 orang (46,2%) dan perguruan tinggi 14 orang (26,9%).
Tabel 4.4. Distribusi pasien berdasarkan pekerjaan
Pekerjaaan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Tidak bekerja/IRT
15
28,8
Petani
9
17,3
Buruh
0
0
PNS
9
17,3
Wiraswasta
12
23,1
Lain-lain
7
13,5
Total
52
100
Mayoritas pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini tidak bekerja/IRT sebanyak 15 orang (28,8%) dan wiraswasta 12 orang (23,1%).
Distribusi pasien berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.5. Distribusi tingkat pengetahuan pasien dalam menggali suatu informasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Kurang baik
12
23,1
Baik
40
76,9
Total
52
100
Mayoritas pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini masuk dalam kategori pasien baik yaitu sebanyak 40 orang (76,9%) dan diikuti oleh kategori pasien kurang baik sebanyak 12 orang (23,1%).
Distribusi dokter berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.6. Distribusi kemampuan dokter dalam berkomunikasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Kurang baik
Baik
33
19
63,5
36,5
Total
52
100
Distribusi dokter yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 19 orang (36,5%) termasuk dalam kategori baik sedangkan sebanyak 33 orang (63,5%) termasuk dalam kategori dokter kurang baik.
Distribusi lingkungan berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.7. Distribusi keadaan lingkungan berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
kurang baik
29
55,8
Baik
23
44,2
Total
52
100
Mayoritas responden dalam penelitian ini 29 orang (55,8%) menganggap lingkungan pemeriksaan sebagai keadaan kurang baik dan diikuti oleh kategori pasien baik sebanyak 23 orang (44,2%).
Distribusi tingkat pemahaman berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.8. Distribusi tingkat pemahaman pasien berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Tingkat pemahaman kurang baik
20
38,5
Tingkat pemahaman baik
32
61,5
Total
52
100
Mayoritas responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki tingkat pemahaman kurang baik yaitu sebanyak 20 orang (38,5%) dan diikuti oleh kategori tingkat pemahaman baik sebanyak 32 orang (61,5%).
4.1.2. Analisis Data
Variabel dalam penelitian ini masing telah dipecah kedalam sekelompok pertanyaan dimana pertanyaan tersebut akan dilakukan pengujian untuk menilai seberapa besar kekuatan faktor tersebut mempengaruhi tingkat pemahaman dari pasien. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas terbagi menjadi variabel pasien (9 pertanyaan), dokter (20 pertanyaan), lingkungan(10 pertanyaan), dan satu variabel terikat yaitu tingkat pemahaman (6 pertanyaan) dengan total pertanyaan menjadi 45 buah pertanyaan.
4.1.2.1. Persentase Variabel
a. Variabel Pasien
Variabel Pasien
No
Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah Sdr/I memiliki televisi (TV) di tempat tinggal Sdr/I?
90,4%
9,6%
2.
Apakah Sdr/I berlangganan Koran?
5,8%
94,2%
3.
Apakah Sdr/I sering mengakses internet?
38,5%
61,5%
4.
Apakah Sdr/i sering menonton/membaca tema kesehatan tentang penyakit yang Anda alami sekarang?
61,5%
38,5%
5
Apakah Sdr/i pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan penyakit Anda alami sekarang?
44,2%
55,8%
6.
Apakah Sdr/I menjelaskan kepada dokter tentang keluhan dan gejala yang dirasakan?
98,1%
1,9%
7.
Apakah Sdr/I menanyakan penyebab keluhan yang dirasakan kepada dokter?
82,7%
17,3%
8.
Apakah Sdr/i menanyakan kepada dokter mengenai komplikasi penyakit yang timbul dari penyakit sekarang?
71,2%
28,8%
9
Apakah Sdr/I menanyakan kepada dokter mengenai prognosa (bias sembuh atau tidak) mengenai penyakit yang anda alami?
80,8%
19,2 %
Mayoritas responden dalam penelitian ini yang memiliki poin tertinggi yaitu yang menjelaskan kepada dokter tentang keluhan dan gejala yang dirasakan (98,1%), memiliki televisi di tempat tinggal (90,4%), dan yang menanyakan penyebab keluhan yang dirasakan kepada dokter.
b. Variabel Lingkungan
Variabel Lingkungan
No
Pertanyaan
Ya
Tidak
1
Apakah Ruang pemeriksaan menggunakan AC (Air Conditioner)?
11,5%
88,5%
2
Apakah ruangan terasa sejuk ?
98,1%
1,9%
3
Apakah ruangan pemeriksaan luas bagi pasien?
40,4%
59,6%
4
Apakah penerangan dalam ruang pemeriksaan cukup?
98,1%
1,9%
5
Apakah ruang pemeriksaan tidak bisa dilihat dari luar?
34,6%
65,4%
6
Apakah lingkungan tempat pemeriksaan tidak berisik?
11,5%
88,5%
7
Apakah ruang pemeriksaan bersih ?
92,3%
7,7%
8
Apakah ruang tempat pemeriksaan tidak berbau?
90,4%
9,6%
9
Apakah dokter memiliki media untuk menjelaskan pertanyaan pasien? (seperti buku, gambar,poster, dll)
28,8%
71,2%
10
Apakah Sdr/I lama menunggu giliran untuk diperiksa oleh dokter?
63,5%
36,5%
Pada variabel lingkungan yang memiliki point tinggi yaitu, Pasien yang merasa ruangan sejuk (98,1%), penerangan dalam ruangan pemeriksaan cukup (98,1%),
Variabel Dokter
Variabel dokter
No Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah dokter memperkenalkan diri kepada Sdr/I?
34,6%
65,4%
2.
Apakah dokter menanyakan nama Sdr/I?
50,0%
50,0%
3.
Apakah dokter menanyakan umur Sdr/I?
44,2%
55,8%
4.
Apakah dokter menanyakan pekerjaan Sdr/I?
30,8%
69,2%
5.
Apakah dokter menanyakan alamat Sdr/I?
38,5%
61,5%
6.
Apakah dokter menanyakan apa yang menjadi keluhan Sdr/I?
98,1%
1,9%
7.
Apakah dokter mendengarkan dengan baik setiap keluhan yang Sdr/I sampaikan?
96,2%
3,8%
8.
Apakan dokter menjelaskan mekanisme gejala dan keluhan yang Sdr/I keluhkan?
59,6%
40,4%
9.
Apakah dokter menjelaskan diagnosis dari penyakit yang diderita oleh Sdr/I?
53,8%
46,2%
10.
Apakah dokter menjelaskan tatacara tindakan yang akan dilakuakan kepada Sdr/I?
38,5%
61,5%
11.
Apakah dokter menjelaskan alternatif tindakan medis yang akan dilakukan kepada Sdr/I?
Jika Ya,sebutkan:
34,6%
65,4%
12.
Apakah dokter menjelaskan risiko dari tindakan alternatif yang akan dilakukan kepada Sdr/I?
Jika Ya, sebutkan:
23,1%
76,9%
13.
Apakah dokter menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi?
38,5%
61,5%
14.
Apakah dokter menjelaskan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan?
28,8%
71,2%
15.
Apakah dokter menggunakan istilah-istilah medis/kedokteran yang tidak Sdr/I pahami?
11,5%
88,5%
16.
Apakah dokter menjelaskan istilah-istilah medis/kedokteran tersebut?
15,4%
84,6%
17.
Apakah dokter menjelaskan istilah kedokteran yang berkaitan dengan penyakit Sdr/I?
19,2%
80,8%
18.
Apakah ada istilah kedokteran yang tidak dimengerti tanpa penjelasan lebih lanjut ?
28,8%
71,2%
19.
Apakah dokter memberikan timbal balik atau menanyakan kembali kepada pasien akan sesuatu yang belum dimengerti oleh pasien?
55,8%
44,2%
20.
Apakah dokter melakukan kontak mata atau melihat kearah pasien saat pasien berbicara?
94,2%
5,8%
Pada variabel dokter yang memiliki point tinggi yaitu dokter yang menanyakan keluhan (98,1%), dokter mendengarkan dengan baik setiap keluhan yang disampaikan (96,2%), dan dokter yang melakukan kontak mata terhadap pasien ketika berbicara (94,2%).
4.1.2.2. Uji Chi-Square
Masing-masing varibel bebas (pasien, dokter, dan lingkungan) diatas kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode chi-square untuk menilai signifikansi masing-masing variabel. Analisis dengan menggunakan metode chi-square ini didapatkan hanya 1 variabel yang memiliki signifikansi atau nilai p<0,05 seperti pada tabel barikut:
Tabel 4.9. Hasil uji variable dengan chi-square
No
Faktor Resiko
Signifikansi (p)
1
Variabel pasien
0,022
2
Variabel dokter
0,682
3
Variabel lingkungan
0,930
4.1.2.3. Uji Regresi Logistik
Hasil uji regresi logistik dari 3 variabel tersebut menghasilkan 1 variabel seperti pada tabel 4.10.:
Tabel 4.10. Variabel dengan uji regresi logistic
No
Variabel
Koefisisen
1
Variabel Pasien (P)
1,540
Nilai Konstanta
-0,693
4.1.2.4. Koefisien Regresi Logistik
B
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp(B)
95% C.I.for EXP(B)
Lower
Upper
Step 3a
NewPasien(1)
1,540
0,703
4,803
1
0,028
4,667
1,177
18,506
Constant
-0,693
0,612
1,281
1
0,258
0,500
a. Variable entered on step 1: Newpasien(1)
Tabel 4.4. variables in the equation
4.1.2.5. Kekuatan Faktor Resiko (EXP B)
Kekuatan dari variabel pasien tersebut dinilai dengan memperhatikan nilai OR atau EXP(B) pada lembar SPSS.
Tabel 4.11. Nilai OR atau EXP(B)
Nomor
Variabel
OR atau EXP(B)
1
Variabel Pasien (P)
4,667
Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki kecenderungan lebih paham sebesar 4,667 kali lipat dibandingan pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik.
4.2 Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian di Puskesmas Woha Bima yang dilakukan terhadap 52 orang responden di dapatkan sebanyak 32 orang (61,5%) memiliki tingkat pemahaman baik dan sebanyak 20 orang (38,5%) memiliki tingkat pemahaman yang kurang baik. Terdapat satu faktor resiko yang mempengaruhi tingkat pemahaman pasien yaitu variabel pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Zulkarnain dkk (2012) di Rumah Sakit Umum Gerung yang dilakukan terhadap 48 orang pasien didapatkan sebanyak 25 orang (52,1%) memiliki tingkat pemahaman baik dan sebanyak 23 orang (47,9%) memiliki tingkat pemahaman kurang baik.
4.2.1. Faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman
Pada penelitian ini terdapat tiga faktor yang diuji yaitu faktor dokter, faktor pasien dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil uji Chi Square didapatkan bahwa variabel pasien memiliki signifikasi atau nilai p<0,05 sehingga variabel pasien berpengaruh terhadap tingkat pemahaman. Menurut Locke (2000), Pemahaman yang baik dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya pengalaman, sarana dan informasi. Pengetahuan tidak hanya didapat secara formal melainkan juga melalui pengalaman selain itu pengetahuan juga didapat melalui sarana informasi yang tersedia di rumah seperti televisi.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan pada variabel pasien yang mampu menjelaskan keluhan ke dokter yaitu 98,1%, selain itu didapatkan 94,1% pasien memiliki televisi sebagai media informasi tentang kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zulkarnain dkk (2012) di Rumah Sakit Umum Gerung dengan menggunakan kuisioner yang sama dengan penelitian ini yang mendapatkan bahwa variable pasien mempengaruhi tingkat pemahaman. Pada penelitian Zulkarnain dkk (2012) didapatkan hasil yakni 100% pasien sudah mampu menjelaskan keluhan ke dokter, dan 87,5% didapatkan pasien yang memiliki televisi sebagai media informasi tentang kesehatan. Jadi pada penelitian ini menunjukan bahwa tidak didapatkan adanya hambatan yang berasal dari responden yang dapat menganggu proses terjadinya komunikasi. Proses komunikasi yang berlangsung baik dapat membantu seorang dokter untuk melakukan diagnosis yang tepat.
Menurut Hasan (2010), yang menjadi hambatan dalam berkomunikasi yaitu:
a. Faktor Bahasa
Bahasa yang digunakan seseorang verbal maupun nonverbal (bahasa tubuh) ikut berpengaruh dalam proses komunikasi seperti perbedaan arti kata, perbedaan istilah, bahasa tertentu dan komunikasi nonverbal.
b. Sikap pada waktu berkomunikasi
Hal ini ikut berperan karena sikap seseorang dapat mempengaruhi komunikasi seperti, kurang percaya diri, gaya bicara/nada suara, pengaruh faktor emosional, dan bukan pendengar yang baik.
c. Lingkungan
Lingkungan dan tempat dalam berkomunikasi dapat menentukan proses maupun hasil dari komunikasi tersebut, hal yang mempengaruhi seperti, faktor tempat dan faktor situasi/waktu.
Adapun data tentang pendidikan terakhir responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan terakhir SMA sebanyak 24 orang (46,2%), kemudian yang berpendidikan terakhir perguruan tinggi yaitu 14 orang (26,9%). Dari 52 responden yang berpendidikan terakhir paling sedikit adalah tidak tamat SD yaitu 2 orang (3,8%). Pasien di Puskesmas mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda dengan adanya perbedaan tingkat pendidikan, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir, sudut pandang, penerimaan terhadap tindakan-tindakan pengobatan dan berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya (Adhanari, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini D (2011), dengan fokus penelitian yang berbeda yaitu tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Klien Hipertensi Dalam Menjalani Pengobatan di Puskesmas Gondangrejo Karanganyar” bahwa dari 75 responden, yang berpendidikan terakhir perguruan tinggi sebanyak 28 orang dan SMA 27 orang. Didapatkan 82% memiliki kepatuhan dalam menjalani pengobatan sedangkan 18% tidak patuh dalam menjalani pengobatan. Jadi, dalam hal ini semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin sadar terhadap pentingnya kesehatan. Meskipun responden dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai kepatuhan yang tinggi, akan tetapi tidak semuanya patuh dalam menjalani pengobatan. Hal ini disebabkan oleh karena individu adalah sosok yang unik yang memiliki beranekaragam kepribadian, sifat, budaya, maupun kepercayaan (Donggori, 2012).
Menurut Sadeli (2001) pada penelitiannya tentang “Hubungan karakteristik petugas kesehatan dengan lama waktu yang dibutuhkan pasien di unit rawat jalan di rumah sakit semen padang 2001” yaitu Pasien rawat jalan biasanya hanya melakukan kontak yang sedikit/singkat dengan petugas kesehatan. Jadi tingkat kepuasaannya berbeda dengan pasien rawat inap dimana mungkin terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahamannya.
4.2.2. Kelemahan Penelitian
Beberapa hal yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini, adalah:
a. Rencana penelitian ini awalnya menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu simple random sampling tetapi pada kenyataan saat melakukan penelitian yang digunakan adalah convinience sampling karena peneliti tidak dapat megelempokkan kemudian mengacak disebabkan pasien yang datang setiap hari sedikit.
b. Penelitian ini hanya berlaku untuk pasien rawat jalan di Puskesmas Woha Bima dan tidak dilakukan pada pasien rawat inap di Puskesmas tersebut sehingga tidak menyangkut penyakit berat yang dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan dan pada pasien rawat jalan hanya melakukan kontak yang sedikit/singkat terhadap petugas kesehatan, jadi tingkat kepuasaannya berbeda dengan pasien yang dirawat inap dimana faktor lingkungan dan petugas kesehatan sangat mempengaruhi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Persentase pasien rawat jalan yang berobat ke Puskesmas Woha Bima dengan tingkat pemahaman baik adalah 32 orang (61,5%) dan 20 orang (38,5%) memiliki tingkat pemahaman yang kurang baik.
2. Persentase setiap faktor resiko yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis, yaitu kategori pasien kurang baik sebesar 23,1%, kategori pasien baik 76,9%, kategori dokter kurang baik sebesar 63,5%, kategori dokter baik sebesar 36,5%, dan kategori lingkungan kurang baik sebesar 55,8%, lingkungan baik sebesar 44,2%.
3. Terdapat satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap tingkat pemahaman informasi medis pasien rawat jalan di Puskesmas Woha Bima, yaitu faktor pasien.
4. Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki kecenderungan lebih paham sebesar 4,667 kali lipat dibandingan pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi dokter
1. Bagi dokter diharapkan untuk memberikan informasi yang lengkap kepada pasien seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 yaitu diagnosis, tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan resikonya, komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
2. Dokter diharapkan untuk selalu menjalin sambung rasa dengan pasien untuk membentuk rasa saling percaya dan menghargai antara pasien dengan dokter. Sambung rasa antara dokter dengan pasien dapat dilakukan dengan memperkenalkan diri, mendengarkan dengan baik keluhan pasien serta berempati terhadap pasien.
5.2.2 Bagi pasien
1. Dari hasil penelitian didapatkan faktor yang mempengaruhi yaitu variabel pasien. Oleh karena itu, pasien diharapkan lebih aktif menambah informasi mengenai masalah kesehatan khususnya penyakit yang sedang diderita baik melalui media seperti TV, internet, surat kabar, artikel kesehatan, dll.
5.2.3 Bagi peneliti
1. Penelitian ini hanya terbatas pada tiga faktor besar yaitu dokter, pasien, dan lingkungan saja. Diharapkan kepada peneliti berikutnya dapat memperluas lagi faktor lain seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, budaya, dan faktor-faktor lainnya.
2. Penelitian ini hanya berlaku pada pasien rawat jalan di Puskesmas Woha Bima. Diharapkan kepada peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian pada pasien rawat inap.
3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah convenience sampling sehingga tidak sesuai dengan rencana penelitian yaitu dengan teknik simple random sampling. Diharapkan kepada peneliti berikutnya dapat menyesuaikan teknik pengambilan sampel dengan jumlah responden yang datang berobat di suatu tempat tertentu.
4. Melakukan pengujian ulang terhadap kuisoner untuk menilai validitas dan realibilitas terhadap tingkat pemahaman informasi medis pasien
DAFTAR PUSTAKA
Biben, A., (2005). Alternatif : Bentuk Informed Consent Dalam Praktik dan Penelitian Kedokteran. Unit Penerbit Fakultas Kedokteran Unpad: Bandung; 45-48
David, B., (1960). “The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice”. Available from: http://gauss.unh.edu/~mss/gss/description.html (Diakses tanggal 19 Maret 2015).
Dinas Kesehatan, (2012). Profil dinas kesehatan provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2012. Available from: www.depkes.go.id.Profil_Kes.Prov.NTB_2012.pdf (Diakses tanggal 1 November 2015).
Dirjen Pelayanan Medik, (1999). Implikasi hukum penolakan tindakan medis. Available from: http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-4641-Zulhasmar.pdf. (Diakses tanggal 20 Maret 2015).
Donggori, R.I., (2012), Hubungan Akses Media Massa dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Effendy, O.U., (2004). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya: Bandung; 21
Ekarini, D., (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan klien hipertensi dalam menjalani pengobatan di puskesmas gondangrejo karanganyar. Skripsi, Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Fong, H.J., Anat, D.S., Longncker, N., (2010). Doctor-Patient Communication: A Review. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3096184/. The Ochsner Journal. 10(1): 38-43
Hanafiah, J., Amir, A., (2007). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta.
Hardjana, A.M., (2003). Komunikasi intrapersonal & Komunikasi Interpersonal. Kanisius: Yogyakarta; 15
Konsil Kedokteran Indonesia, (2006). Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No.17/KKI/Kep/VIII/2006 Tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia: Jakarta.
Konsil Kedokteran Indonesia, (2004). Praktik kedokteran tahun 2004 pasal 45 ayat 1-5. Available from http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SewinduKKI.pdf (Diakses tanggal 1 April 2015)
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Mentri Kesehatan no 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran tahun 2008. Peraturan Mentri Kesehatan: Jakarta.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). “Pe