Upload
truongkien
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI KOMPARASI KEMANDIRIAN BELAJAR MATA PELAJARAN
AQIDAH AKHLAK ANTARA YANG TINGGAL DI PESANTREN DAN
DI RUMAH SISWA MTs. NURUL ULUM WELAHAN JEPARA
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam
dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh :
SOLIKHATI
NIM : 073111548
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
2011
ii
ABSTRAK
Solikhati (NIM. 073111548). Studi Komparasi Kemandirian Belajar Mata
Pelajaran Aqidah Akhlak Antara Yang Tinggal di Pesantren dan di Rumah Siswa
MTs. Nurul Ulum Welahan Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi.
Semarang: Program Strata 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo,
2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ; 1) Bagaimana kemandirian
belajar mata pelajaran aqidah akhlak siswa yang tinggal di pesantren di MTs.
Nurul Ulum Welahan (X); 2) Bagaimana kemandirian belajar mata pelajaran
aqidah akhlak siswa yang tinggal di rumah di MTs. Nurul Ulum Welahan (Y); 3)
Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar mata pelajaran aqidah akhlak
antara siswa yang tinggal di pesantren (X) dan kemandirian belajar siswa yang
tinggal di rumah (Y) di MTs. Nurul Ulum Welahan.
Penelitian ini menggunakan metode field research dengan teknik
komparasi. Subyek penelitian sebanyak 70 responden yang meliputi 35 sampel
siswa yang tinggal di pesantren dan 35 sampel siswa yang tinggal di rumah
dengan menggunakan teknik proporsional random sampling. Pengumpulan data
menggunakan instrumen kuesioner untuk mengambil data X dan data Y.
Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis statistik. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisis komparasi
dengan rumus statistik independent t-test. Pengujian hipotesis penelitian
menunjukkan bahwa : (1) Kemandirian belajar mata pelajaran aqidah akhlak
siswa yang tinggal di pesantren termasuk kategori cukup. Hal tersebut
berdasarkan analisis data mengenai hasil jawaban angket siswa yang tinggal di
pesantren dengan nilai rata-rata 63,4 dan berada pada interval nilai 63 – 65. (2)
Kemandirian belajar mata pelajaran aqidah akhlak siswa yang tinggal di rumah
termasuk kategori cukup. Hal tersebut berdasarkan analisis data mengenai hasil
jawaban angket siswa yang tinggal di rumah dengan nilai rata-rata 59,94 dan
berada pada interval nilai 54 – 60. (3) terdapat perbedaan yang signifikan antara
kemandirian belajar mata pelajaran aqidah akhlak siswa MTs. Nurul Ulum
Welahan yang tinggal di pesantren dan yang tinggal di rumah. Hal ini terbukti dari
hasil analisis uji hipotesis yang menunjukkan hasil signifikansi, nilai t – hitung
(2,908) lebih besar dari nilai t – tabel, baik dalam taraf 5 % yakni sebesar 2,00
maupun dalam taraf signifikansi 1 % yakni sebesar 2,65 dengan dk = 68.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan
informasi dan masukan bagi para orang tua, peserta didik, dan para tenaga
pendidik di MTs. Nurul Ulum Welahan Jepara terutama dalam memberi dorongan
dan bimbingan kepada peserta didik dan anaknya agar senantiasa meningkatkan
motivasi belajar sehingga dapat berprestasi secara lebih baik daripada
sebelumnya.
v
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
vi
MOTTO
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika
kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri …”
(QS. Al-Israa’ : 7)1
1 Al-Qur’an, Surat Al-Israa’ Ayat 7, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al
Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, (Semarang : Toha Putra, 1989), hal. 425
vii
Kupersembahkan Kepada :
Ibu Dan Bapakku Tercinta
Saudara-Saudaraku Tersayang
Serta Orang-Orang Yang Selalu Membantuku Semoga Amal
Ibadahnya Diberkati Dan Diridhoi Allah Yang Maha Pengasih
Dan Penyayang
viii
KATA PENGANTAR
ــ ب ـب اب الر ـ مب الر سبسسسـ سـسسس
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Skripsi yang berjudul “Studi Komparasi Kemandirian Belajar Mata
Pelajaran Aqidah Akhlak Antara Yang Tinggal di Pesantren dan di Rumah Siswa
MTs. Nurul Ulum Welahan Jepara Tahun Pelajaran 2010/2011” ini, telah disusun
dengan sungguh-sungguh sehingga memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Strata 1 (satu) pada Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terealisasikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor yang telah membina penulis
dibawah naungan IAIN Walisongo Semarang.
2. Dr. Suja’i, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
beserta stafnya, termasuk dosenku, “terima kasih atas pelayanan terbaik”
selama penulis belajar di fakultas ini.
3. Ahmad Muthohar, M.Ag, selaku Ketua Program Kualifikasi Akademik yang
telah bersedia memberikan tenaga dan pikiran demi terselesainya skripsi ini.
4. Dr. H. Hamdani Mu’in, M.Ag, selaku pembimbing yang telah ikhlas
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini hingga selesai.
5. Munif, S.Ag, M.Pd.I, selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulum
Welahan Jepara, yang telah membantu memberikan ijin dalam menyelesaikan
riset, sehingga data yang penulis butuhkan dapat terkumpul dengan cukup.
6. Muhammad Nasim Bahara, S.Pd.I, selaku guru di MTs. Nurul Ulum Welahan
Jepara yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………………
Abstrak …………………………………………………………………………
Halaman Nota Pembimbing ……………………………………………………
Halaman Pengesahan ………………………………………………………......
Halaman Deklarasi ……………………………………………………………..
Halaman Motto ………………………………………………………………...
Halaman Persembahan …………………………………………………………
Kata Pengantar …………………………………………………………………
Daftar Isi………………………………………………………………………..
Daftar Tabel ……………………………………………………………………
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xii
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………...
A. Latar Belakang …………….……………………………..
B. Penegasan Istilah ...……………………………………….
C. Rumusan Masalah ...……………………………………...
D. Tujuan Penelitian ………………………………………...
1
1
3
5
6
BAB II : KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA YANG TINGGAL DI
PESANTREN DAN DI RUMAH ………………………………
A. Kemandirian Belajar ………………….................................
1. Kemandirian ……..………………………………………
2. Belajar ...............................................................................
3. Kemandirian Belajar ….…………………........................
B. Mata Pelajaran Aqidah Akhlaq .……………………………
1. Pengertian Aqidah Akhlaq ……………………………..
2. Fungsi Materi Pengajaran Aqidah Akhlak ……………..
3. Tujuan Pengajaran Mata Pelajaran Aqidah Akhlak ……
4. Materi Mata Pelajaran Aqidah Akhlak ….......................
C. Kemandirian Belajar Siswa Yang Tinggal di Pesantren dan
7
7
7
14
21
34
34
35
36
37
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat
mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk
meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan sehingga kualitas
pendidikan harus senantiasa ditingkatkan sebagai faktor penentu keberhasilan
pembangunan, pada tempatnyalah kualitas SDM ditingkatkan melalui program
pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan
kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan (imtak).1 Pendidikan dan
pengajaran adalah salah satu usaha yang bersifat sadar tujuan yang sistematis
terarah pada perubahan tingkah laku menuju kedewasaan siswa atau anak
didik.2
Demi mencapai kedewasaan diperlukan kemandirian dalam segala hal.
Kemandirian yang dimiliki pribadi sampai institusi negara sekarang ini berada
pada level mengkhawatirkan. Ketergantungan negara kita pada utang luar
negeri, bisa menjadi contoh. Realitas itu melemahkan kemandirian dan
martabat bangsa. Padahal kemandirian identik dengan harga diri, daya juang,
kerja keras, percaya diri, dan merdeka. Kemandirian belajar, khususnya
pelajar, sesungguhnya merupakan upaya strategis merajut masa depan diri dan
bangsa. Dari sikap ini diharapkan tumbuh kemandirian dalam bersikap,
berwirausaha, berdemokrasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.3
Kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh
tantangan ini, sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk
mampu mengarahkan dirinya kearah tujuan dalam kehidupannya.
Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan
1 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal 3-4
2 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 1998), hal.
12 3 Karnita, loc. cit.,
3
belajar para siswa MTs. Nurul Ulum Welahan terlihat pada masih tingginya
ketergantungan belajar pada kehadiran guru di kelas, rendahnya usaha
menambah wawasan dari berbagai sumber, fenomena mencontek tugas dan
ulangan masih subur, belajar sistem kebut semalam, rendahnya minat baca,
dan sepinya penggunaan sumber perpustakaan.6 Untuk mewujudkan sikap
tersebut perlu kesabaran, keteladanan, kesungguhan, kreativitas, ketulusan,
kekompakan, koordinasi, dan konsistensi. Sebab, banyak faktor yang harus
dibenahi. Para guru yang berada di garda depan pendidikan merupakan salah
satu motor penggeraknya dan orang tua juga mempunyai peran penting dalam
membentuk kemandirian anaknya dalam belajar di rumah, sehingga
fenomena-fenomena tadi tidak terjadi lagi. Pengurus pesantren juga
mempunyai andil dalam membentuk kemandirian para santrinya. Satu catatan
yang penting dari pesantren bahwa proses pendidikan pesantren memberikan
kemandirian bagi peserta didik.7
Karena melihat fenomena yang terjadi di MTs. Nurul Ulum Welahan
tentang kemandirian belajar siswa, maka peneliti berusaha melihat perbedaan
antara siswa yang tinggal di pesantren dan di rumah mengenai kemandirian
mereka dalam belajar mata pelajaran aqidah akhlak.
B. Penegasan Istilah
Agar judul skripsi yang akan dibahas dapat lebih jelas maka perlu
diuraikan pengertian judul sebagai berikut :
1. Studi Komparasi
Studi adalah pelajaran atau penyelidikan.8 Komparasi berasal dari kata
“Comparation” yang berarti membandingkan sesuatu dengan sesuatu
yang lain.9 Studi komparasi adalah sebuah penelitian dimana peneliti
6 Data didapat dari observasi awal pada tanggal 30 Agustus 2010
7 Ismail S. Wekke, “Belajar dari Pesantren”, Makalah Positive Interdependence and Peace
Performance : Psychological Perspective, (Kabar Indonesia, 3 September 2007), hal. 1 8 WJS Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995),
hal. 110 9 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1976),
hal. 131
4
berusaha mencari persamaan dan perbedaan fenomena, selanjutnya
mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan yang
ada.10
2. Kemandirian Belajar
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang
berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan
tanggung jawab sendiri dari belajar.11
Kemudian dari pengertian tersebut
disimpulkan bahwa kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat
menentukan diri sendiri dimana dapat dinyatakan dalam tindakan atau
perilaku seseorang dan dapat dinilai.12
Belajar adalah kegiatan seseorang yang belajar baik dilakukan secara
sengaja ataupun kebetulan.13
Yang disebut belajar merupakan perubahan
tingkah laku, sifat, dan kemampuan yang relatif permanen, yang datang
dari dalam dirinya, dan dapat ditinjau terutama dari pengaruh lingkungan
atau dari faktor genetis yang berbeda satu dengan yang lainnya.14
3. Aqidah Akhlak
Aqidah Akhlaq merupakan mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar
yang membahas tentang ajaran Islam dalam segi aqidah dan akhlaq.15
4. Pesantren
Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekolah Islam berasrama (Islamic
Boarding School), para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar
pada sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh
pesantren, biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kyai.16
Pesantren
dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan pada siswa
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), hal. 28 11
Yasin Setiawan, “Perkembangan Kemandirian Seorang Anak”, Indeks Artikel, Siaksoft,
Posted by. Edratna 28 Juli 2007, hal. 1 12
Ibid., hal. 1 13
Sudjana, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Falah Production, 2000), hal. 86 14
Conny Semiawan, Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Pendidikan Usia Dini,
(Jakarta: PT. Prenhallindo, 2002), hal. 7 15
Andi Ransdiyansyah, “Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Aqidah Akhlaq”, (Jakarta:
Birokrat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, DEPAG RI, 1996), hlm. 56 16
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, hal. 1
7
BAB II
KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA
YANG TINGGAL DI PESANTREN DAN DI RUMAH
A. Kemandirian Belajar
1. Kemandirian
a. Pengertian Kemandirian
“Kemandirian berarti hal atau keadaan dapat berdiri sendiri
tanpa bergantung pada orang lain”.1 Kata kemandirian berasal dari
kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang
kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena
kemandirian berasal dari kata dasar diri, pembahasan mengenai
kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai
perkembangan diri itu sendiri.
Menurut Emil Durkheim melihat makna dan perkembangan
kemandirian dari sudut pandang yang berpusat pada masyarakat.
Dengan menggunakan sudut pandang ini, Durkheim berpendirian
bahwa kemandirian merupakan elemen esensial dari moralitas yang
bersumber pada kehidupan masyarakat. Kemandirian tumbuh dan
berkembang karena dua faktor yang menjadi prasyarat bagi
kemandirian, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok. Oleh
sebab itu, individu yang mandiri adalah yang berani mengambil
keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari
tindakannya.2
Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang
diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian
dan proses menuju kesempurnaan. Diri adalah inti dari kepribadian dan
1 Tim Penyusun Kamus Pusbinsa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
PN. Balai Pustaka, 1989), hal. 555 2 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik,
(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), hal. 110
9
d) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh
pujian.
e) Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
introspeksi.
f) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g) Takut tidak diterima kelompok.
h) Tidak sensitif terhadap keindividualan.
i) Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3) Tingkatan ketiga adalah tingkat sadar diri.
Ciri-ciri tingkatan ini adalah :
a) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup.
b) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
c) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
d) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
e) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4) Tingkatan keempat adalah tingkat saksama (conscientious).
Ciri-ciri tingkatan ini adalah :
a) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b) Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku
tindakan.
c) Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri
sendiri maupun orang lain.
d) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan
penilaian diri.
e) Peduli akan hubungan mutualistik.
f) Memiliki tujuan jangka panjang.
g) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
h) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5) Tingkatan kelima adalah tingkat individualistis.
Ciri-ciri tingkatan ini adalah :
a) Peningkatan kesadaran individualitas.
12
kemandirian anak. Sebaliknya proses pendidikan yang lebih
menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak,
pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan
memperlancar perkembangan kemandirian anak.
4) Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem yang terlalu menekankan
pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau
mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja
dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran
perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan
masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam
bentuk berbagai kegiatan, dan tidak terlalu hierarkis akan
merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.7
e. Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya bagi
Pendidikan
Dengan asumsi bahwa kemandirian sebagai aspek psikologis
berkembang tidak dalam kevakuman atau diturunkan oleh orang
tuanya maka intervensi positif melalui ikhtiar pengembangan atau
pendidikan sangat diperlukan bagi kelancaran perkembangan
kemandirian remaja.
Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai usaha
pengembangan kemandirian, antara lain sebagai berikut :
1) Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga.
Diwujudkan dalam bentuk :
a) Saling menghargai antar anggota keluarga.
b) Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga.
2) Penciptaan keterbukaan. Diwujudkan dalam bentuk :
a) Toleransi terhadap perbedaan pendapat dan keterbukaan
terhadap minat remaja.
b) Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja.
7 Ibid., hal. 118
15
Artinya : “…. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal”.10
(QS. Ali Imron : 190)
Ayat tersebut mengingatkan manusia untuk selalu berfikir,
memikirkan kejadian alam seisinya yang antara lain ada keterkaitan
dengan adanya kegiatan belajar. Dalam hal ini penulis kemukakan
beberapa definisi belajar menurut para ahli, antara lain sebagai
berikut :
1) Prof. Drs. Nasution M.A, dalam bukunya Didaktik Asas-asas
Mengajar, dijelaskan belajar adalah perubahan kelakuan berkat
pengalaman dan latihan “.11
2) Menurut Dr. Nana Sudjana : “Belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan hasil dari pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan
dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, sikap, tingkah laku, ketrampilan, kecakapan dan
kemampuan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada
individu yang belajar”.12
3) Menurut Oemar Hamalik, “Belajar adalah suatu bentuk
pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan”.13
4) Menurut M. Joko Susilo, “Belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan.14
5) W.S. Winkel S.J., M.Sc dalam bukunya Psikologi Pengajaran
mendefinisikan belajar adalah proses perubahan dari belum mampu
10
Al-Qur’an, Surat ali Imron Ayat 190, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al
Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Departemen Agama, Toha Putra, 1989), hal. 109 11
Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta : Bina Aksara, 1995), hal. 34 12
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta :
Rajawali, 1989), hal. 5 13
Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan Belajar, (Bandung : Tarsito, 1983),
hal. 21 14
M. Joko Susilo, Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar, (Yogyakarta : Pinus, 2006),
hal. 23
16
ke arah sudah mampu, dan proses perubahan itu terjadi selama
jangka waktu tertentu.15
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses perubahan dalam diri seseorang berkat
pengalaman dan latihan yang dinyatakan dengan tingkah laku melalui
interaksi dengan lingkungannya dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Sumardi Suryabrata, bahwa hal-hal yang pokok dalam
belajar yaitu meliputi:
1) Bahwa belajar itu membawa perubahan (behavior changes aktuil
maupun potensiil).
2) Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya
kecakapan baru.
3) Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)”.16
Dengan demikian jelaslah bahwa yang di sebut belajar tidak
hanya sekedar menambah pengetahuan dalam otak (pembentukan
intelektual), sebab pengertian itu cenderung untuk mengarah kepada
pendapat tradisional. Lain halnya dengan pendapat modern, yang
mengatakan bahwa belajar adalah “a change in behavior, atau
perubahan tingkah laku“.17
M. Joko Susilo memberikan ciri-ciri perubahan tingkah laku
dalam belajar adalah sebagai berikut :
1) Perubahan terjadi secara sadar.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinue dan fungsional.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.18
15
W.S. Winkel S.J, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), hal. 56 16
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993),
hal. 249 17
Nasution, op. cit., hal. 67 18
M. Joko Susilo, op. cit., hal. 34
19
makna berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-
masing.
4) Tahap menyimpan, yaitu siswa menyimpan simbol-simbol hasil
olahan yang telah diberi makna ke dalam long term memory (LTM)
atau gudang ingatan jangka panjang.
5) Tahap menggali, yaitu siswa menggali informasi yang telah
disimpan untuk dikaitkan dengan informasi baru yang dia terima
dan kemudian dilanjutkan untuk persiapan fase prestasi.
6) Tahap prestasi, informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya
digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupakan hasil
belajar.
7) Tahap umpan balik, siswa memperoleh penguatan (konfirmasi)
saat perasaan puas atas prestasi yang ditunjukkan.22
f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar
individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal
meliputi :
a) Faktor fisiologis, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua
macam :
(1) Keadaan tonus jasmani. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan
belajar.
(2) Keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Panca indra yang
berfungsi baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan
baik pula.
22
Ibid., hal. 16
22
mandiri ini dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik
dengan kehidupan siswa sehari-hari secara sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini mungkin menghasilkan
hasil yang nyata maupun yang tidak nyata.25
Menurut Yasin Setiawan kemandirian dalam belajar diartikan
sebagai aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh
kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari
belajar.26
Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada prinsip
bahwa individu yang belajar hanya sampai pada perolehan hasil
belajar, mulai keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan
sikap sampai kepada penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami
sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut.27
Sedangkan Benson mengenai kemandirian siswa dalam belajar
mendevinisikannya sebagai kemampuan untuk mengawasi
pembelajarannya sendiri. Dengan demikian kemandirian belajar
mencerminkan kesadaran siswa untuk memenuhi kebutuhannya dalam
belajar.28
Little mengatakan bahwa learning autonomy adalah
kemampuan untuk “berdiri sendiri, refleksi kritis, membuat keputusan,
dan bertindak mandiri”. Dengan demikian, siswa menyadari bahwa
sebagai pembelajar, ia harus bertanggung jawab atas kebutuhannya
untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu.29
Berangkat dari definisi tersebut di atas, maka dapat diambil
pengertian kemandirian belajar yaitu suatu perubahan dalam diri
seseorang yang merupakan hasil dari pengalaman dan latihan yang
didorong oleh kemauan, pilihan, dan tanggung jawab sendiri sehingga
25
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar
Mengajar Mengasikkan dan Bermakna, Terj. Ibnu Setiawan, (Bandung : Mizan Learning Center,
2007), hal. 152 26
Yasin Setiawan, loc. cit., 27
Ibid., hal. 2 28
Sekretariat QAC P3AI UMS, “Metode Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative
Learning)”, Wacana Keilmuan dan Keislaman Universitas Muhammadiyah Surakarta, (Surakarta,
29 Mei 2007), hal. 1 29
Ibid., hal. 1
24
3) Belajar memerlukan pemahaman atas apa hal yang dipelajari
sehingga diperoleh pengertian.
4) Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa yang dipelajari
dapat dikuasai.
5) Balajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling
mempengaruhi secara dinamis antara murid dengan lingkungan.
6) Belajar harus disertai dengan keinginan dan kemauan yang kuat
untuk mencapai tujuan.32
Dari ketiga pendapat tersebut, dapat disederhanakan inti dari
prinsip-prinsip kemandirian belajar adalah sebagai berikut :
1) Belajar haruslah mempunyai tujuan yang memerlukan latihan
secara kontinue untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada.
2) Belajar akan lebih berhasil apabila didasari motivasi yang tinggi
untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
3) Belajar akan lebih berhasil apabila didasari oleh rencana yang
teratur dan disiplin tinggi.
c. Bentuk-bentuk Kemandirian
Beberapa bentuk atau macam-macam kemandirian belajar yang
dapat dikemukakan disini antara lain menurut Drs. Wasty Soemanto
adalah sebagai berikut :
1) Sepenuhnya bekerja atau berusaha sendiri.
2) Sedikit dibantu orang dewasa.
3) Sedikit dibantu orang dewasa pada awal akan bekerja.
4) Terus menerus meminta tolong meskipun dengan tidak langsung
menyatakan permintaan dengan lesan”. 33
Sedangkan menurut Yusufhadi Miarso, dkk., mengemukakan
bentuk-bentuk kemandirian belajar yaitu :
1) Belajar bebas (independent study) kegiatan yang dilaksanakan oleh
siswa tanpa kewajiban mengikuti kegiatan belajar di kelas formal.
32
Abu Ahmadi, Belajar yang Mandiri dan Sukses, (Solo : CV. Aneka Ilmu, 1993), hal. 22 33
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal 159
27
4) Siswa mandiri membuahkan hasil akhir.
Siswa mendapatkan suatu hasil yang bermakna bagi mereka.
Hasilnya memuaskan tujuan yang nyata dan memiliki arti bagi
setiap pengalaman siswa, juga yang berarti bagi kehidupan para
siswa tersebut baik dalam keluarga, sekolah, kelompok, maupun
masyarakat.
5) Siswa yang mandiri menunjukkan kecakapan melalui penilaian
autentik.
Para siswa menunjukkan kecakapan terutama dalam tugas-tugas
yang mandiri dan autentik. Dengan menggunakan standar nilai dan
petunjuk penilaian untuk menilai portofolio, jurnal, presentasi, dan
penampilan siswa, guru dapat memperkirakan tingkat pencapaian
akademik mereka. Guru memperkirakan seberapa banyak
pengetahuan akademik yang diperoleh siswa, dan apa yang mampu
mereka lakukan. Penilaian autentik menunjukkan pada guru
sedalam apakah proses belajar yang diperoleh siswa dari belajar
mandiri tersebut.36
e. Indikator Kemandirian Belajar
1) Kesadaran akan tujuan belajar
Dalam belajar diperlukan tujuan. Belajar tanpa tujuan
berarti tidak ada yang dicari. Sedangkan belajar itu mencari sesuatu
dari bahan bacaan yang dibaca. Maka menetapkan tujuan belajar
sebelum belajar adalah penting. Dengan begitu, maka belajar
menjadi terarah dan konsentrasi dapat dipertahankan dalam waktu
yang relatif lama ketika belajar.37
Dalam belajar mandiri terbentuk struktur tujuan belajar
(yang identik dengan struktur kompetensi) berbentuk piramid.
besar dan bentuk piramid sangat bervariasi diantara para
pembelajar. Sangat banyak faktor yang berpengaruh. Diantaranya
36
Ibid., hal. 172 37
Syaiful Bahri Djamarah, Rahasia Sukses Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hal. 24
28
adalah kekuatan motivasi belajar, kemampuan belajar, dan
ketersediaan sumber belajar pada umumnya dapat dikatakan bahwa
semakin kuat motivasi belajar, semakin tinggi kemampuan belajar,
dan semakin tersedia sumber belajar, akan semakin besar piramid
tujuan belajarnya. 38
Gambar Piramid Tujuan Belajar 39
2) Kesadaran akan tanggung jawab belajar
Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
sejumlah ilmu pengetahuan. Dalam belajar, siswa tidak bisa
melepaskan diri dari beberapa hal yang dapat mengantarkannya
berhasil dalam belajar. Banyak siswa yang belajar susah payah,
tetapi tidak mendapat hasil apa-apa, hanya kegagalan yang ditemui.
Penyebabnya tidak lain karena belajar tidak teratur, tidak disiplin,
kurang bersemangat, tidak tahu bagaimana cara berkonsentrasi,
mengabaikan masalah pengaturan waktu, istirahat yang tidak
cukup, dan kurang tidur. Untuk itu siswa harus mempunyai
kesadaran akan tanggung jawab belajar.40
Belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif, yang
didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi
guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal
pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Dengan demikian
kegiatan belajar mandiri diawali dengan kesadaran akan tanggung
38
Haris Mudjiman, Belajar Mandiri (Self-Motivated Learning), (Surakarta : UNS Press,
2008), cet. 2, hal. 16 39
Ibid., hal. 11 40
Saiful Bahri Djamarah, op. cit, hal. 10
30
Keaktifan dalam belajar secara umum dapat berupa hal-hal
sebagai berikut45
:
a) Masuk kelas tepat waktu. Merupakan suatu sikap mental yang
banyak mendatangkan keuntungan. Dari segi kepribadian, guru
memuji dengan kata-kata pujian, kawan sekelas tidak
terganggu ketika sedang menerima pelajaran sehingga
konsentrasi mereka terpelihara.
b) Memperhatikan penjelasan guru. Pendengaran harus benar-
benar dipusatkan kepada penjelasan guru.
c) Menghubungkan pelajaran yang sedang diterima dengan bahan
yang sudah dikuasai.
d) Mencatat hal-hal yang dianggap penting. Dalam mencatat harus
ada yang dicatat seluruhnya dan ada pula yang dicatat hanya
hal-hal yang dianggap penting.
e) Aktif dan kreatif dalam kerja kelompok.
f) Bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas. Merupakan salah
satu cara untuk dapat mengerti bahan pelajaran yang belum
dimengerti.
5) Efisiensi Belajar
Efisiensi dalam belajar dapat diartikan dengan belajar
secara teratur dan efektif. Hal ini merupakan pedoman mutlak yang
tidak bisa diabaikan oleh siswa. Banyaknya pelajaran yang
dikuasai menuntut pembagian waktu yang sesuai dengan
kedalaman dan keluasan bahan pelajaran. Penguasaan atas semua
bahan pelajaran dituntut secara dini, tidak harus menunggunya
sampai menjelang ujian. Belajar efektif dengan mengenali gaya
belajar sendiri, setelah itu dapat menyusun strategi belajar yang
disesuaikan dengan gaya belajar. Seorang pembelajar memiliki
cara belajar yang tepat untuk darinya sendiri. Ini antara lain terkait
dengan tipe pembelajar, apakah dia termasuk auditif, visual,
45
Ibid, hal. 97-107
31
kinestetik, atau tipe campuran. Pembelajar mandiri perlu
menemukan tipe dirinya, serta cara belajar yang cocok dengan
keadaan dan kemampuan sendiri.46
Misalnya, jika lebih mudah
belajar malam hari maka cenderung lebih efektif menyerap
informasi dalam bentuk visual, maka strategi belajarnya adalah hal-
hal serius di malam hari dengan menggunakan input visual ataupun
memvisualisasikan informasi yang diterima.47
Siswa atau pelajar adalah manusia, maka mereka tidak bisa
menghindarkan diri dari masalah waktu. Mereka harus memakai
rentangan waktu yang dua puluh empat jam itu dengan sebaik-
baiknya tanpa ada waktu yang berlalu dan terbuang dengan sia-sia.
Oleh karena itu, betapa pentingnya bagi pelajar atau siswa
membagi waktu belajarnya dengan cara membuat jadwal
pelajaran.48
f. Pengembangan Kemandirian Belajar
Proses belajar mandiri adalah proses yang kaya, bervariasi, dan
menantang. Keefektifannya bergantung tidak hanya pada pengetahuan
dan dedikasi siswa, tetapi juga dedikasi dan keahlian guru. Para guru
yang berada di garda depan pendidikan merupakan salah satu motor
penggeraknya. Untuk mewujudkan kemandirian belajar perlu
kesabaran, keteladanan, kesungguhan, kreativitas, ketulusan,
kekompakan, koordinasi, dan konsistensi.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan oleh guru
untuk mewujudkan kemandirian belajar siswa, yaitu :
1) Faktor tantangan zaman. Para guru hendaknya menanamkam
bahwa tantangan masa depan semakin berat dan kompleks. Agar
dapat survive, para siswa harus membekali diri dengan kompetensi
dan profesionalitas. Bekal itu hanya dapat dimiliki bila
46
Haris Mudjiman, op. cit., hal. 18 47
M. Joko Susilo, op. cit., hal. 160-160 48
Saiful Bahri Djamarah. op. cit., hal. 19
34
B. Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Bidang studi Aqidah Akhlak merupakan suatu mata pelajaran yang
harus direalisasikan dalam bentuk tingkah laku atau perbuatan yang harmonis
pada siswa, sebab pelajaran akidah akhlak bukan hanya bersifat kognitif
semata melainkan harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, oleh sebab
itu seorang guru dalam melaksanakan pengajaran aqidah akhlak harus
senantiasa memberi tauladan yang baik terhadap siswa saat berada
dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah, dengan demikian pengajaran
aqidah akhlak yang disampaikan oleh guru dapat diterima oleh siswa
semaksimal mungkin sehingga tujuan yang telah diprogramkan dapat tercapai.
1. Pengertian Aqidah Akhlak
Aqidah Akhlak, kalimat tersebut terdiri dari dua kata yaitu aqidah
dan akhlak, adapun pengertian aqidah itu sendiri menurut bahasa yang
artinya ikatan, sedangkan menurut istilah, aqidah adalah hal-hal yang
diyakini oleh orang-orang Islam artinya mereka menetapkan atas
kebenarannya.51
Sedangkan pengertian akhlak menurut bahasa, berasal
dari kata jama’ dari mufrod khuluk yang artinya budi pekerti, sopan,
santun, tindak, tanduk atau etika. Adapun menurut istilah adalah suatu
bentuk dalam jiwa seorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan
dan kelakuan yang baik dan terpuji, menurut akal dan syara’ bahwa
disebut budi pekerti yang baik atau akhlak yang baik, tetapi manakala
sebaliknya naluri tersebut melahirkan sesuatu perbuatan dan kelakuan
yang jahat maka disebut budi pekerti yang buruk atau akhlak yang buruk.52
Adapun hubungan antara aqidah dan akhlak adalah sangat terkait
yang mana aqidah adalah hal-hal yang diyakini oleh orang Islam dan
menetapkannya sebagai kebenaran, sebagai contoh adalah keyakinan akan
dzat Allah yang Maha Kuasa, sedangkan akhlak adalah sebagai sebagai
manifestasinya dalam bentuk tingkah laku dari dalam dan dangkalnya
51
Moh. Rifa’i, Aqidah Akhlak MTS Jilid I Kelas I, (Semarang : CV Wicaksono, 1994),
hlm. 16. 52
Ibid, hlm. 55-56.
36
3. Tujuan Pengajaran Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Tujuan mempelajari mata pelajaran aqidah akhlak adalah :
a. Menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang
diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengalaman peserta didik
tentang aqidah dan akhlak Islam sehingga menjadi manusia Muslim
yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan
ketaqwaanya kepada Allah SWT.
b. Berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
c. Agar siswa memiliki pengetahuan, penghayatan dan keyakinan yang
benar terhadap hal-hal yang harus di imani sehingga dalam sikap dan
tingkah laku sehari-hari berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
d. Agar siswa memiliki pengetahuan, penghayatan dan kemauan yang
kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik dan meninggalkan akhlak
yang buruk baik dalam hubungan dengan Allah, dirinya sendiri
maupun hubunganya dengan alam lingkungannya.54
Tujuan pengajaran menentukan meteri yang hendak diajarkan
dan menentukan pula metode yang dipergunakan, karena tujuan yang
berbeda akan menyebabkan adanya perbedaan antara materi dan
metodenya.
Menurut Abu Ahmadi, tujuan umum pengajaran meliputi :
a. Memberi pengetahuan kepada anak didik
b. Memberikan kecakapan pada anak didik
c. Memberikan kesiapan dan kecakapan untuk mencapai serta
memecahkan segala persoalan
d. Memberikan saran-saran untuk pembentukan kesehatan jasmani.55
54
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, (Jakarta :
Depag, 2001), hlm. 9. 55
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999),
hlm. 150.
39
Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman,
tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga yang
serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan
Hindu-Budha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan
lembaga pendidikan yang sudah ada.60
Pesantren telah lama menjadi
lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan
bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah
Santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak diperhitungkan
dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan
moral.61
Pesantren dikenal sebagai lembaga yang mandiri. Dalam proses
belajar mengajar di Pesantren diajarkan bahwa Islam adalah agama yang
mengatur bukan saja amalan-amalan peribadatan, melainkan perilaku
hubungan dengan sesama manusia. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan pesantren. Sebagian besar pesantren dewasa ini berubah
menjadi lembaga pendidikan persekolahan dan ketrampilan. Menurut K.A.
Steenbrink seperti yang dikutip oleh Ismail S. Wekke bahwa perubahan
paradigma pesantren terdiri dari :
a. Perkembangan kurikulum
b. Perkembangan penggunaan metode pembelajaran dan
c. Perkembangan kelembagaan.
Dengan masuknya kurikulum ketrampilan dalam pesantren adalah sebagai
upaya meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan para santrinya.62
Dengan kemandirian yang diberikan pesantren akan menciptakan
kemandirian dalam berkarya, kemandirian dalam belajar dan kemandirian
dalam kehidupannya. Semua kegiatan di pesantren sudah terjadwal dengan
60
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta :
Paramadina, 1997), hal. 3 61
Mosses Caesar Assa, Pesantren Dalam Sistem Pendidikan Nasional, Fraksi PKS Online,
28 Maret 2007, hal. 1 62
Ismail S. Wekke, “Belajar dari Pesantren”, Makalah Positive Interdependence and Peace
Performance : Psychological Perspective, Kabar Indonesia, 3 September 2007, hal. 1
42
Diantara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat
berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu
kepada orang lain kecuali kepada Tuhan.66
Sosok santri sebagaimana tergambar pada hakikat cara kehidupan
santri tersebut adalah sebagai bukti signifikansi peran pesantren dalam
membentuk pribadi muslim, yang ciri-cirinya dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Beriman dan bertaqwa kepada Allah.
b. Bermoral dan berakhlak seperti akhlak Rasulullah SAW.
c. Jujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual.
d. Mampu hidup mandiri dan sederhana.
e. Berilmu pengetahuan dan mampu mengaplikasikan ilmunya.
f. Ikhlas dalam setiap perbuatannya karena Allah SWT.
g. Tawadhu’, ta’dhim, dan menjauhkan diri dari sikap congkak dan
takabur.
h. Sanggup menerima kenyataan dan mau bersikap qona’ah.
i. Disiplin terhadap tata tertib hidup.67
Sudah barang tentu peran dan fungsi pesantren dalam pembentukan
pribadi muslim, tidaklah satu-satunya faktor yang menentukan, disana
masih ada faktor lain yang ikut serta melengkapinya, antara lain adalah
faktor keluarga, sekalipun mereka itu datang dari berbagai latar belakang
kehidupan yang tidak sama.
Sedangkan menurut Prof. Mastuhu berdasarkan wawancara dengan
para pengasuh pesantren, menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan
pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim,
yaitu :
a. Kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan.
b. Berakhlak mulia.
66
Ibid., hal. 44 67
Ibid., hal. 46
43
c. Bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat
dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat sekaligus menjadi
pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad SAW.
d. Mampu berdiri sendiri (mandiri).
e. Bebas dan teguh dalam kepribadian.
f. Menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam
di tengah-tangah masyarakat (izzul Islam wal muslimin).
g. Mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian
Indonesia.68
Dalam pembelajaran yang diberikan oleh Pondok Pesantren kepada
santrinya, sesungguhnya Pondok Pesantren mempergunakan suatu bentuk
“kurikulum” tertentu yang telah lama dipergunakan. Yaitu dengan sistem
pengajaran tuntas kitab yang dipelajari (kitabi) yang berlandaskan pada
kitab pegangan yang dijadikan rujukan utama Pondok Pesantren tersebut
untuk masing-masing bidang studi yang berbeda. Sehingga akhir sistem
pembelajaran yang diberikan oleh Pondok Pesantren bersandar kepada
tamatnya buku atau kitab yang dipelajari, bukan pada pemahaman secara
tuntas untuk suatu topik. Selama kurun waktu yang panjang, Pondok
Pesantren telah memperkenalkan dan menerapkan beberapa metode yaitu :
a. Metode weton atau bandongan adalah cara penyampaian ajaran kitab
kuning di mana seorang guru, kyai atau ustadz membacakan dan
menjelaskan isi ajaran/kitab kuning tersebut, sementara santri, murid
atau siswa mendengarkan, memaknai dan menerima. Dalam metode
ini, guru berperan aktif, sementara murid bersikap pasif.
b. Metode Sorogan. Dalam metode sorogan, sebaliknya, santri yang
menyodorkan kitab (sorog) yang akan dibahas dan sang guru
mendengarkan, setelah itu beliau memberikan komentar, penjelasan
dan bimbingan yang dianggap perlu bagi santri.
68
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai
Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta : INIS, 1994), hal. 56
46
Memasuki usia Sekolah, anak akan dituntut untuk memiliki
disiplin yang lebih ketat. Di masa ini anak juga dituntut untuk lebih
mandiri, karena mulai adanya tekanan persaingan dari teman sebaya.
Disiplin erat kaitannya dengan kemandirian. Dengan mengajarkan disiplin
sejak dini, berarti melatih anak untuk bisa mandiri di kemudian hari.
Kunci kemandirian anak sebenarnya ada di tangan orang tua. Disiplin yang
konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi
kegiatan anak akan menolong anak untuk mengerjakan segala sesuatu
sendiri pada masa yang akan datang. Prinsip-prinsip disiplin yang terus
menerus ditanamkan pada anak akan menjadi bagian dalam dirinya.
Dengan disiplin yang ketat di masa kecil, setelah besar anak-anak
sudah memiliki tuntutan untuk belajar sendiri. Tuntutan diri untuk
mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya kini menjadi milik anak-
anak itu sendiri. Kemandirian yang dihasilkan dari kehadiran dan
bimbingan orang tua akan menghasilkan kemandirian yang utuh. Sistem
disiplin hidup akan menjadi bagian dalam diri anak yang akan dibawa
terus sampai mereka dewasa. Sebelum seseorang memiliki disiplin
didalam masyarakat. Ia harus memulainya dari rumah.73
Keterlibatan orang tua ketika anak belajar tentu harus diikuti
dengan usaha membangun kemandirian anak dalam belajar. Apalagi pada
awal-awal sekolah dasar, belajar masih harus dibimbing dan diarahkan
orang tua hingga akhirnya anak termotivasi untuk belajar atas kemauan
sendiri. Untuk menumbuhkan kemandirian belajar anak memerlukan
proses. Untuk itu diperlukan upaya tersendiri sesuai dengan kondisi anak
dengan mengerem kebiasaannya yang menggangu belajar.74
Sebagai orang tua kadang tidak peka dengan perkembangan anak
dan fase-fase yang paling berharga, sehingga anak tumbuh mengalir tanpa
bimbingan yang tepat. Secara intelektual, perkembangan otak paling pesat
berada pada rentang usia dua sampai dengan delapan tahun. Di rentang
73
Nestle, Belajar Disiplin Sejak Dini, Sahabat Nestle, (t. th) hal. 1 74
Nani Herlinawati, Tumbuhkan Kemandirian, Hilmah-Suplemen Pikiran Rakyat Untuk
Keluarga, 8 Mei 2005, hal. 1
49
inilah yang kemudian menjadi bekal utama dalam menyelesaikan
pekerjaan di kemudian hari, khususnya dalam menyelesaikan pekerjaan
rumah dan menyelesaikan sekolah pada umumnya. Adapun usaha-usaha
untuk melatih anak mandiri adalah sebagai berikut :
a. Didiklah mereka itu kearah percaya kepada kemampuan diri sendiri.
b. Besarkan hatinya terhadap hasil-hasil usahanya yang telah
dikerjakannya sendiri, kalau perlu pujilah mereka. Jagalah agar mereka
jangan bertambah kecil hatinya.
c. Kembangkan perasaan sosial anak.
d. Mengubah kebiasaan dalam memanjakan anak.77
Para remaja akhirnya harus menyiapkan diri untuk hari depannya
sendiri. Kemampuan menentukan diri tidak lain adalah para remaja itu
sendiri. Justru merekalah yang akan menerima/mengalami akibatnya.
Merekalah yang harus sanggup menerima warisan dari angkatan tua untuk
melanjutkan tugas mengemban pimpinan negara dan bangsanya,
merekalah yang harus mampu hidup dengan merdeka atas falsafah, tujuan
dan tekad bangsanya, merekalah yang akan hidup sebagai warga negara,
sebagai anggota masyarakat dan sebagai individu, merekalah yang harus
mencari bekal untuk semua itu. Mereka harus berani secara selektif
menerima segala pengaruh yang diberikan oleh apa dan siapa saja selama
masa investasinya.
D. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.78
Proses penyusunan kerangka berfikir untuk merumuskan
hipotesis tampak seperti bagan dibawah ini :
77
Yasin Setiawan, op. cit., hal. 2 78
Sugiyono, op. cit., hal. 96
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai Nopember
2010, semester gasal tahun pelajaran 2010/2011.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulum yang
terletak di desa Welahan Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara.
B. Variabel dan Indikator Penelitian
Untuk penelitian ini penulis menggunakan dua variabel yaitu :
1. Variabel (X1) yaitu : Kemandirian belajar mata pelajaran aqidah akhlak
siswa yang tinggal di pesantren.
2. Variabel (X2) yaitu : Kemandirian belajar mata pelajaran aqidah akhlak
siswa yang tinggal di rumah.
Dengan indikator :
a. Kesadaran akan tujuan belajar
b. Kesadaran akan tanggung jawab belajar
c. Kontinuitas belajar
d. Keaktifan belajar
e. Efisiensi belajar
C. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu hal yang sangat penting demi tercapainya
suatu tujuan, karena metode mempelajari dan membahas tentang cara-cara
yang ditempuh dengan setepat-tepatnya dan sebaik-baiknya untuk mencapai
tujuan penelitian tersebut, sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah.
54
e. Semua kertas dalam kaleng di kocok sampai keluar satu persatu
hingga berjumlah 35 buah dan nomor-nomor yang keluar lalu penulis
jadikan sampelnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, penulis
mengadakan penelitian lapangan (field research). Teknik ini dipergunakan
untuk mencari data dan mengumpulkan data di lapangan. Yang dimaksud
disini adalah lokasi tempat penelitian, yaitu di MTs. Nurul Ulum Welahan.
Untuk mengetahui berbagai jenis data dan tehnik pengumpulannya, yaitu
dengan metode-metode sebagai berikut :
1. Metode Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan dan
pencatatan yang sistematis mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki.6
Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang keadaan
umum MTs. Nurul Ulum dan kondisi siswa.
2. Metode Angket (Kuesioner)
Angket atau Quessioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.7 Metode ini penulis pergunakan
untuk memperoleh data tentang kemandirian belajar siswa dengan
menggunakan tipe angket langsung. Respondennya adalah siswa sebagai
sampel.
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik yang dipergunakan untuk mencari data
mengenai hal-hal yang berupa catatan kegiatan, prasasti, notulen, agenda
dan sebagainya.8 Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang
bersifat dokumenter, seperti peta, foto, data-data tentang struktur
6 Marzuki, Metode Riset, (Yogyakarta: FEUII, 1993), hal. 146
7 Sugiyono, op. cit., hal 199
8 Nasution, Metodologi Research Penelitian Ilmiah, (Bandung: Bumi Aksara, 2003), hal.
149
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Pendahuluan
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kemandirian belajar mata
pelajaran aqidah akhlak di MTs. Nurul Ulum Welahan antara siswa yang
tinggal di rumah dan di pesantren, maka dalam hal ini penulis menggunakan
analisis kuantitatif atau disebut analisis statistik dengan rumus Independent t-
test. Dalam analisis pendahuluan ini, penulis menggunakan tahapan-tahapan
sebagai berikut :
Langkah-langkah dalam analisis pendahuluan ini adalah :
1. Memberi skor hasil jawaban angket variabel X (X1) dan variabel Y (X2).
Adapun jumlah pertanyaan dalam angket adalah 20 soal, bersifat tertutup
dan berbentuk pertanyaan pilihan (multiple choice) dengan empat
alternatif jawaban, yaitu a, b, c dan d. Keempat jawaban tersebut diberi
nilai dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jawaban a mendapat nilai 4
b. Jawaban b mendapat nilai 3
c. Jawaban c mendapat nilai 2
d. Jawaban d mendapat nilai 1
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka diperoleh hasil angket kemandirian
belajar mata pelajaran aqidah akhlak sebagai berikut :
Tabel 1
Hasil Angket Kemandirian Belajar Mata Pelajaran
Aqidah Akhlak Siswa yang Tinggal di Pesantren
No Nama Skor Item
Jml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 A 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 2 2 70
2 B 4 4 2 2 4 4 2 2 3 3 3 2 4 4 2 4 4 4 2 2 61
3 C 3 3 4 2 3 3 3 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 2 3 65
58
4 D 3 3 3 2 4 4 2 4 3 4 3 4 3 4 2 2 4 4 2 2 62
5 E 3 3 4 2 2 2 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 65
6 F 3 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 2 66
7 G 2 4 4 3 4 3 2 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 2 2 65
8 H 4 3 4 2 4 1 4 2 4 4 4 2 4 4 2 2 3 4 2 2 61
9 I 4 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 2 72
10 J 3 3 4 2 2 2 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 65
11 K 4 4 4 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 2 71
12 L 3 4 4 2 2 2 2 4 3 3 4 4 3 4 4 3 4 4 2 2 63
13 M 4 4 4 2 4 4 2 2 1 4 2 4 4 4 4 4 3 4 2 2 64
14 N 2 4 3 2 4 4 2 3 3 4 3 4 4 4 2 4 3 4 2 2 63
15 O 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 3 4 2 4 3 4 2 2 67
16 P 3 4 4 3 4 4 2 2 4 4 2 4 3 4 2 3 4 4 2 2 64
17 Q 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 2 2 2 65
18 R 4 3 4 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 60
19 S 3 4 2 3 4 4 2 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 4 3 2 65
20 T 4 3 4 2 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 2 3 3 4 2 2 64
21 U 3 3 4 2 2 2 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 65
22 V 2 3 2 2 3 3 4 2 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 2 60
23 W 3 4 3 2 4 4 2 2 3 3 4 3 4 2 3 3 3 4 2 2 60
24 X 3 3 4 2 2 2 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 65
25 Y 3 3 4 2 3 3 3 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 60
26 Z 3 2 4 2 2 2 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 2 60
27 AA 3 3 4 2 2 2 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 65
28 AB 3 4 4 2 2 2 2 2 4 4 4 4 3 4 4 3 3 2 2 3 61
29 AC 3 4 3 2 2 4 2 4 3 3 2 4 4 2 3 4 4 4 2 2 61
30 AD 2 4 2 2 4 4 4 2 3 2 4 2 3 4 3 3 3 4 3 2 60
31 AE 3 3 2 3 4 4 2 4 4 4 3 4 3 4 2 2 3 2 2 2 60
32 AF 3 3 4 2 4 4 3 2 3 4 3 2 3 4 2 3 3 4 2 3 61
33 AG 2 3 3 2 4 4 2 4 3 4 2 4 4 4 3 2 4 3 2 2 61
62
a.
Dari nilai rata-rata jawaban angket yaitu 63,4, dalam hal ini penulis
membuat kriteria untuk mengetahui kemandirian belajar mata
pelajaran aqidah akhlak siswa yang tinggal di pesantren dengan
menentukan kualifikasi dan interval nilai :
1) Menentukan Range
16072 ����� R
13� R
H = Nilai Tertinggi
L = Nilai Terendah
2) Menentukan Interval Nilai
laiIntervalNi
Rangei �
Dengan demikian dapat diperoleh kualifikasi dan interval nilai
seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 4
Interval Nilai Variabel X (X1)
No Interval Keterangan
1 60 – 62 Kurang
2 63 – 65 Cukup
3 66 – 68 Baik
4 69 – 72 Baik Sekali
65
10 65 55 63.4 1.6 2.56 59.94 -4.942857143 24.4318367
11 71 50 63.4 7.6 57.76 59.94 -9.942857143 98.8604082
12 63 52 63.4 -0.4 0.16 59.94 -7.942857143 63.0889796
13 64 58 63.4 0.6 0.36 59.94 -1.942857143 3.77469388
14 63 58 63.4 -0.4 0.16 59.94 -1.942857143 3.77469388
15 67 59 63.4 3.6 12.96 59.94 -0.942857143 0.88897959
16 64 62 63.4 0.6 0.36 59.94 2.057142857 4.23183673
17 65 59 63.4 1.6 2.56 59.94 -0.942857143 0.88897959
18 60 61 63.4 -3.4 11.56 59.94 1.057142857 1.11755102
19 65 56 63.4 1.6 2.56 59.94 -3.942857143 15.5461224
20 64 59 63.4 0.6 0.36 59.94 -0.942857143 0.88897959
21 65 60 63.4 1.6 2.56 59.94 0.057142857 0.00326531
22 60 57 63.4 -3.4 11.56 59.94 -2.942857143 8.66040816
23 60 48 63.4 -3.4 11.56 59.94 -11.94285714 142.631837
24 65 52 63.4 1.6 2.56 59.94 -7.942857143 63.0889796
25 60 69 63.4 -3.4 11.56 59.94 9.057142857 82.0318367
26 60 68 63.4 -3.4 11.56 59.94 8.057142857 64.917551
27 65 66 63.4 1.6 2.56 59.94 6.057142857 36.6889796
28 61 72 63.4 -2.4 5.76 59.94 12.05714286 145.374694
29 61 68 63.4 -2.4 5.76 59.94 8.057142857 64.917551
30 60 70 63.4 -3.4 11.56 59.94 10.05714286 101.146122
31 60 62 63.4 -3.4 11.56 59.94 2.057142857 4.23183673
32 61 66 63.4 -2.4 5.76 59.94 6.057142857 36.6889796
33 61 53 63.4 -2.4 5.76 59.94 -6.942857143 48.2032653
34 62 60 63.4 -1.4 1.96 59.94 0.057142857 0.00326531
35 60 56 63.4 -3.4 11.56 59.94 -3.942857143 15.5461224
2219 2098 350.4 1331.9
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pengolahan data yang telah penulis
laksanakan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis data kemandirian belajar siswa MTs. Nurul Ulum Welahan
yang tinggal di pesantren termasuk kategori cukup dengan nilai rata-rata
63,4.
2. Hasil analisis data kemandirian belajar siswa MTs. Nurul Ulum Welahan
yang tinggal di rumah termasuk kategori cukup dengan nilai rata-rata
59,94.
3. Analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemandirian belajar siswa MTs. Nurul Ulum Welahan yang tinggal
di pesantren dan yang tinggal di rumah. Hal ini terbukti dari hasil analisis
uji hipotesis yang menunjukkan hasil signifikansi, nilai t – hitung (2,908)
lebih besar dari nilai t – tabel, baik dalam taraf 5 % yakni sebesar 2,00
maupun dalam taraf signifikansi 1 % yakni sebesar 2,65 dengan dk = 68.
Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho)
ditolak. Dapat diambil kesimpulan bahwa “terdapat perbedaan yang
signifikan antara kemandirian belajar siswa MTs. Nurul Ulum Welahan
yang tinggal di pesantren dan yang tinggal di rumah.”
B. Saran-saran
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat memberikan saran
untuk penelitian selanjutnya agar dapat meneliti lebih dalam lagi
tentang kemandirian siswa dalam belajar. Misalnya adakah hubungan
antara durasi waktu belajar dengan kemandirian belajar siswa yang
tinggal di pesantren dan di rumah.
Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi (ed.), Metode Penelitian Survey, Jakarta:
LP3ES, 1995.
Soejanto, Agus, Bimbingan Ke Arah Belajar Sukses, Jakarta: Rineka Cipta, 1979.
Sudjana, Strategi Pembelajaran, Bandung: Falah Production, 2000.
Sudjana, Nana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar,
Jakarta: Rajawali, 1989.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2006.
Sumanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Surakhmad, Winarno, Dasar-dasar dan Tehnik Research, Bandung: Tarsito,
1975.
_________________ , Cara-cara Belajar di Universitas, Bandung: Jemmars,
1986.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
Susilo, M. Joko, Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar, Yogyakarta: Pinus,
2006.
W.S. Winkel S.J., Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: Media Abadi, 2004.
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia
WJS Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1995.
18. Apa yang mendorong anda untuk belajar ?
a. Karena tahu dan sadar akan pentingnya belajar
b. Karena sudah menjadi kebiasaan
c. Karena akan ada ulangan
d. Disuruh orang tua/pengurus pesantren
19. Seberapa banyak anda membaca buku pegangan penunjang
pelajaran ?
a. Membaca semua
b. Membaca sebagian besar
c. Membaca sebagian kecil
d. Tidak pernah membaca
20. Untuk mendukung agar tujuan belajar dapat tercapai diperlukan
tempat belajar yang mendukung, bagaimana tempat belajar anda ?
a. Sangat baik dan mendukung
b. Cukup baik
c. Kurang baik seadanya saja
d. Tidak baik dan kacau
Data Umum MTs. Nurul Ulum Welahan Jepara
1. Sejarah singkat berdirinya MTs. Nurul Ulum
Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mempertebal semangat kebangsaan dan
cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan.
Sedangkan disisi lain pertumbuhan penduduk yang begitu cepat
mengakibatkan bertambahnya anak usia sekolah, maka perlu adanya
penambahan atau pendirian gedung-gedung sekolah baru, sehingga kebutuhan
masyarakat akan pendidikan dapat terpenuhi.
Hal demikian juga terjadi di daerah Jepara, tepatnya di Kecamatan
Welahan. Meskipun sudah terdapat atau berdiri sekolah-sekolah menengah
pertama, namun kondisi lingkungan dimana jumlah gedung belum mencukupi
kebutuhan yang ada dan masih minimnya sekolah menengah pertama yang
bernuansa Islami, maka berdirilah sekolah baru di kawasan tersebut.
MTs. Nurul Ulum berdiri pada tanggal 1 April 1994 dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Departemen Agama RI. No.
Wk/5.c/pp.00.6/2895/1994 tanggal 2 Mei 1994 yaitu tentang pembukaan
penyelenggaraan pendidikan madrasah tingkat tsanawiyah. Sebagai kepala
sekolah adalah Warsito, S.Pd. Adapun tujuan institusional dari MTs. Nurul
Ulum Welahan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam GBHN yaitu mengharapkan berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Visi MTs. Nurul Ulum Welahan adalah membentuk peserta didik yang
memiliki kepribadian yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah
SWT. serta tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia. Sedangkan misi dari
MTs. Nurul Ulum Welahan adalah :
a. Melaksanakan pengajaran dalam bidang ilmu pengetahuan bagi siswa.
b. Melatih dan mempraktikkan ilmu pengetahuan yang telah dikuasai siswa.
2 Fachris Arriffuddin Jep, 11-04-1988 SMA Staf TU
3 Abdul Rahman Jep, 01-09-1985 SMA Staf TU
4 Chamim Jep, 23-07-1946 SR Penjaga
4. Keadaan Siswa
Perkembangan siswa MTs. Nurul Ulum Welahan dari segi kualitas
dari tahun ketahun selalu mengalami penambahan. Hal ini karena kualitas
kelulusannya semakin baik dan bermutu, sehingga animo masyarakat
bertambah besar. Seiring dengan jumlah yang makin bertambah, maka jumlah
kelas pun mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Untuk keadaan
siswa tahun pelajaran 2010/2011 yaitu sebagai berikut:
Tabel 10
Keadaan Siswa MTs. Nurul Ulum Welahan
Kelas L P Jumlah Wali Kelas
VII A
VII B
VIII A
VIII B
IX A
IX B
IX C
20
16
22
20
19
18
16
22
27
24
24
16
15
14
42
43
46
44
35
33
30
Uswatun Kh, S.Pd.I
Dwi Umi Widy A, S.Si
Asna Maziyati, S.Sos.I
Fata Zumala, S.IP, S.Pd
Eni Khamidah, S.Si
Eko Teguh P, S.Pd
Mufarrihah
Jumlah 131 142 273
5. Keadaan Sarana dan Prasarana
Kegiatan belajar mengajar (KBM) berjalan dengan lancar jika didukung
adanya sarana dan prasarana yang memadai dalam arti memenuhi persyaratan
ketentuan yang berlaku.
Adapun keadaan sarana dan prasarana yang ada di MTs. Nurul Ulum
Welahan, sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini :
Tabel 11
Macam-Macam Ruangan Gedung
MTs. Nurul Ulum Welahan
No Nama Ruangan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Ruang Kelas
Ruang Kepala Sekolah
Ruang Guru
Ruang Tata Usaha (TU)
Ruang Bimbingan dan Penyuluhan
Ruang UKS
Ruang OSIS
Ruang Perpustakaan
Ruang Laboratorium Komputer
Ruang Laboratorium IPA
Ruang Laboratorium Bahasa
Ruang Keterampilan
Ruang Kesenian
Ruang Aula (Serba Guna)
Ruang Gudang
Kamar Mandi/WC Murid
Kamar Mandi/WC Guru
Ruang Tamu
Ruang BP/BK
Ruang Media/Alat Bantu PBM
Koperasi/Toko
Ruang Ibadah/Musholla
9 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
-
1 ruang
1 ruang
1 ruang
2 ruang
6 ruang
2 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
1 ruang
-
Sedangkan sarana yang mendukung yang ada/dimiliki MTs. Nurul Ulum Welahan
adalah sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini :