Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMASI PEMBERIAN SKELETONEMA COSTATUM YANGDIPUPUK CAIRAN RUMEN DENGAN KEPADATAN YANG
BERBEDA TERHADAP SINTASAN LARVA UDANGVANNAMEI (Litopenaeus Vannamei) STADIA ZOEA SAMPAI
MYSIS
ANDI SELVI(105 94 00616 11)
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MAKASSAR2015
OPTIMASI PEMBERIAN SKELETONEMA COSTATUM YANGDIPUPUK CAIRAN RUMEN DENGAN KEPADATAN YANG
BERBEDA TERHADAP SINTASAN LARVA UDANGVANNAMEI (Litopenaeus Vannamei) STADIA ZOEA SAMPAI
MYSIS
SKRIPSI
ANDI SELVI(105 94 00616 11)
SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan pada Program StudiBudidaya Perairan
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Optimasi Pemberian Skeletonema Costatum YangDipupuk Cairan Rumen Dengan Kepadatan TerhadapSintasan Larva Udang Vannamei (LitopenaeusVannamei) Stadia Zoea Sampai Mysis.
Nama Mahasiswa : ANDI SELV I
Stambuk : 105 94 00616 11
Program Studi : Budidaya Perairan (BDP)
Fakultas : Pertanian
Makassar, Oktober 2015
Telah Diperiksa dan DisetujuiKomisi Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Murni, S.Pi., M.Si Ir. Andi Khaeriyah, M.Pd.NIDN : 0903037306 NIDN: 0926036803
Diketahui,
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program studiBudidaya Perairan
Ir. H. Saleh Molla, MM Murni, S.Pi., M.SiNIDN: 0931126103 NIDN : 0903037306
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul Peneitian : Optimasi Pemberian Skeletonema Costatum YangDipupuk Cairan Rumen Dengan Kepadatan YangBerbeda Terhadap Sintasan Larva Udang Vannamei(Litopenaeus Vannamei) Stadia Zoea Sampai Mysis.
Nama Mahasiswa : ANDI SELVI
Stambuk : 105 94 00616 11
Program Studi : Budidaya Perairan (BDP)
Fakultas : Pertanian
SUSUNAN KOMISI PENGUJI
Nama Tanda Tangan
1. Murni.,S.Pi., M.Si (.....................)Ketua Sidang
2. Ir. Andi Khaeriyah, M.Pd. (.....................)Sekretaris
3. H. Burhanuddin., S.Pi., M.P. (.....................)Anggota
4. Asni Anwar, S.Pi., M.Si. (.....................)Anggota
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Optimasi Pemberian Skeletonema Costatum Yang Dipupuk Cairan
Rumen Dengan Kepadatan Yang Berbeda Terhadap Sintasan Larva Udang
Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Pada Stadia Zoea Sampai Mysis adalah
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri yang belum diajukan oleh
siapapun, bukan merupakan pengambil alihan tulisan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebut kedalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Makassar, Oktober 2015
Andi Selvi
vi
ABSTAK
Andi Selvi. 105 94 00616 11. Optimasi Pemberian Skeletonema CostatumYang Dipupuk Cairan Rumen Dengan Kepadatan Yang Berbeda TerhadapSintasan Larva Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Stadia Zoea SampaiMysis. Dibimbing oleh MURNI dan ANDI KHAERIYAH.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan frekuensi pemberianskeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen yang optimal dalammeningkatkan sintasan larva udang vannamei.
Metode penelitian yang digunakan adalah larva udang vannamei stadia zoeayang diperoleh dari panti pembenihan di Galesong Utara. Larva udang vannameiyang digunakan sebanyak 200 ekor/wadah penelitian. Jumlah wadah penelitiansebanyak 12 buah dengan kapasitas masing-masing wadah sebanyak 45 liter airnamun hanya diisi air sebanyak 20 liter. Perlakuan yang dicobakan adalahpemberian pakan dengan kepadatan yang berbeda terhadap sintasan larva udangvannamei. Pada penelitian ini terdapat 3 perlakuan, yaitu pemberian pakan yangdipupuk cairan rumen dengan kepadatan 300 ml/wadah 3 (perlakuan A),pemberian pakan yang dipupuk cairan rumen dengan kepadatan 400 ml/wadah(perlakuan B), pemberian pakan yang dipupuk cairan rumen dengan kepadatan500 ml/wadah (perlakuan C), dan tanpa pemberian cairan rumen (perlakuan D).
Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh perlakuan terbaik pada perlakuanC (pemberian pakan dengan frekuensi 500 ml/wadah) dengan sintasan 55,33%.
Disarankan perlu dilakukan penelitian dengan kepadatan pemberian pakanyang lebih tinggi untuk memperoleh tingkat kelangsungan hidup atau sintasanyang banyak. Perlu memperhatikan parameter kualitas air agar tetap dalamkondisi layak untuk kelangsungan hidup larva udang vannamei.
Kata kunci : Cairan Rumen, Sintasan, Skeletonema Costatum
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, guna memenuhi salah satu
syarat kelulusan pada program studi budidaya perairan jurusan perikanan fakultas
pertanian dan perikanan Universitas Muhammadiayah Makassar. Dengan
selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibunda Murni, S.Pi., M.Si, selaku pembimbing I yang telah sabar dalam
memberikan bimbingan, saran, dan masukan dalam pembuatan skripsi
ini.
2. Ibunda Ir. Andi Khaeriyah., M.Pd, selaku pembimbing II yang telah sabar
dalam memberikan bimbingan, saran, dan musukan dalam pembuatan
skripsi ini.
3. Ayahanda H. Burhanuddin, S.Pi., M.P, selaku penguji I yang telah
memberikan kritikan dan saran yang bersifat membangun guna untuk
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibunda A. Chadijah, S.Pi., M.Si, selaku penguji II yang telah memberikan
kritikan dan saran yang bersifat membangun guna untuk menyelesaikan
skripsi ini.
5. Ayahanda Ir. H. Saleh Molla, MM, Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
viii
6. Seluruh staf dosen pengajar dan staf administrasi Fakultas pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah banyak memberikan
pelayanan selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan sampai pada
penyelesaian studi.
7. Ibunda Sitti Faridah S.Pi, M.Si dan ibunda Kasturi yang telah
memberikan bantuan berupa ijin penelitian serta menggunakan alat
penelitian selama di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP)
Takalar.
8. Rekan- rekan mahasiswa yang senantiasa bersama dalam menjalankan
Aktivitas kampus, saya ucapkan terima kasih.
Ucapan terimakasih pula penulis sampaikan terkhusus buat Ayahanda
dan ibunda tercinta serta saudara yang telah tulus memberikan dorongan spiritual
dan materi dalam penyelesaikan pendidikan. Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu perikanan dimasa yang
akan datang.
Makassar, Oktober 2015
Andi Selvi
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul iHalaman Pengesahan iiHalaman Pengesahan Komisi Penguji iiiPernyataan Mengenai Skripsi Dan Sumber Informasi ivAbstrak vKata Pengantar viDaftar Isi viiiDaftar Tabel xDaftar Gambar xiDaftar Lampiran xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 11.2. Tujuan dan Kegunaan 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Skeletonema Costatum 32.2. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei 5
2.2.1. Klasifikasi Udang Vannamei 52.2.2.Morfologi Udang Vannamei 62.2.3. Habitat dan Siklus Hidup 62.2.4. Perkembangan Stadia Larva 72.2.5. Sintasan 9
2.3. Cairan Rumen 102.4. Kualitas Air 12
2.4.1. Suhu 122.4.2. Salinitas 122.4.3. Oksigen Terlarut 132.4.4. Derajat Keasaman (pH) 14
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat 153.2. Alat dan Bahan 153.3. Hewan Uji 16
x
3.4. Wadah dan Media Penelitian 163.5. Metode Penelitian 163.6. Persiapan Cairan Rumen 173.7. Rancangan Percobaan 173.8. Prosedur Kerja 18
3.8.1. Sterilisasi Alat dan Bahan 183.8.2. Aplikasi Cairan Rumen ke Skeletonema Costatum 19
3.9. Parameter Yang Diamati 193.9.1. Sintasan 193.9.2. Kualitas Air 19
3.10. Analisis Data 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sintasan Larva Udang Vannamei 214.2. Kualitas Air 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 275.2. Saran 27
Daftar Pustaka 28
Lampiran 30
xi
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Alat yang digunakan 15
2. Bahan yang digunakan 16
3.Presentase sintasan larva udang vannamei setiap perlakuan 21
4. Presentase sintasan larva udang vannamei pada kontrol 21
5. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan 25
6. kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan (kontrol) 25
12
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Morfologi Skeletonema Costatum 4
2. Tata Letak Satuan Percobaan Setelah Pengacakan 17
4. Sintasan Larva Udang Vannamei Pada Setiap Perlakuan 23
13
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Tingkat Kelulushidupan (sintasan) Larva Udang Vannamei 30
2. Analisis varians Sintasan Larva Udang Vannmei 30
3. Uji lanjut LSD Sintasan Larva Udang Vannamei 31
4. Foto-foto penelitian. 31
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketersediaan pakan alami sangat dibutuhkan terutama pada usaha
pembenihan ikan dan udang vannamei. Pakan alami merupakan salah satu faktor
yang penting sebagai dasar pemenuhan gizi pada saat awal kehidupan larva
kopepoda, larva moluska, larva udang, dan larva ikan. Salah satu jenis plankton
sebagai pakan larva adalah jenis skeletonema costatum, karena memiliki syarat
yang dibutuhkan larva karena mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi,
mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak. Kandungan nutrisi
skeletonema costatum mengandung protein 30,55 % dan lemak 1,55 %, serat
2,09 %, abu 44,37 %, dan kadar air 8,41 % (BBPBAP Jepara, 2004).
Dalam pertumbuhannya, Skeletonema costatum dipengaruhi oleh
ketersediaan nutrien yang terkandung dalam media, maupun lingkungan yang ada.
Salah satu yang dapat dijadikan sebagai sumber nutrient adalah cairan rumen
sebagai pupuk dalam media kultur. Cairan rumen merupakan limbah yang
diperoleh dari rumah potong hewan yang dapat mencemari lingkungan apabila
tidak ditangani dengan baik. Bagian cairan dari isi rumen kaya akan protein,
vitamin B kompleks serta mengandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba rumen
(Gohl, 1981 dalam Afdal dan Erwan, 2006). Menurut Rasyid (1981), bahwa
cairan rumen sapi mempunyai kandungan protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%,
serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%,
dan air 10,92%.
2
Penggunaan pupuk dalam media kultur skeletonema costatum sangat
penting untuk mendapatkan nilai produktivitas kultur yang tinggi serta kualitas
biomassa yang baik. Skeletonema costatum dapat memanfaatkan zat hara lebih
cepat dari diatom lainnya dalam penyerapan nutrient. Dalam mengkultur
skeletonema costatum pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang ada di
lingkungan tempat hidupnya, oleh karena itu diperlukan pupuk dimedia kultur
untuk menunjang ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro.
Berdasarkan hal diatas maka, dilakukan penelitian tentang penggunaan
cairan rumen sebagai pupuk dalam media kultur yang dapat menggantikan pupuk
kimia terhadap pertumbuhan kepadatan Skeletonema costatum. Sehingga hasil
penelitian cairan rumen sapi dapat dijadikan sebagai pupuk organik pengganti
pupuk anorganik untuk mendukung pertumbuhan Skeletonema costatum.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan dosis optimal
kepadatan skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen terhadap sintasan
larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan
informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Mofologi Skeletonema
Skeletonema costatum merupakan organisme uniseluler yang termasuk
dalam phytoplankton jenis diatom. Menurut (Edhy et al.,2003) klasifikasi
Skeletonema costatum adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Bacillariophyta
Class : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Family : Skeletonemoidae
Genus : Skeletonema
Spesies : Skeletonema costatum
Skletonema costatum merupakan alga bersel tunggal, dengan ukuran sel
berkisar antara 4 -15 mikron. Akan tetapi alga ini dapat membentuk untaian
rantai yang terdiri dari beberapa sel. Sel terbentuk kotak yang tediri dari atas
epiteka pada bagian atas dan hipoteka pada bagian bawah. Bagian hipoteka
mempunyai lubang-lubang yang berpola khas dan indah yang terbuat dari silicon
oksida. Pada setiap sel dipenuhi oleh sitoplasma. Warna sel coklat dan pada
setiap sel mempunyai frustula yang dapat menghasilkan skeletal eksternal.
Karotenoid dan diatomin merupakan pigmen yang dominan (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995).
4
Skeletonema costatum bersel tunggal (Uniselular), berukuran 4-6 mikron.
Akan tetapi alga ini dapat membentuk urutan ranti yang terdiri dari beberapa sel.
Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sela dan tidak
memiliki alat gerak. Skeletonema costatum dinding sel yang unik karena terdiri
dari dua bagian yang bertindih (frustula) yang terbuat dari silikat, bagian katub
atas disebut epiteka dan kutup bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka
terdiri dari komponen epivaf dan episingulum dan pada bagian hipoteka terdiri
dari komponen hipovaf dan hiposingulum (Clinton, 1981; ohilip, 1986; Lokman,
1990). Ciri-ciri sel Skeletonema costatum yang baik antara lain : Isi sel berwarna
kuning keemasan, Isi sel penuh, sel berukuran besar, tidak menempel pada media
dan jarak antara sel tidak rapat. Morfologi Skeletonema costatum seperti disajikan
pada gambar 1.
Gambar 1. Morfologi Skeletonema costatum
Skeletonema costatum merupakan mikroalga bersel tunggal, dengan ukuran
sel berkisar antara 4-15 μm. Kandungan nutrisi skeletonema costatum
5
mengandung potein 30,55% dan lemak 1,55%, serat 2,09%, abu 44,37%, dan
kadar air 8,41%. Alga ini dapat membentuk untaian rantai yang terdiri dari epiteka
pada bagian atas dan hipoteka pada bagian bawah, serta pada setiap sel dipenuhi
oleh sitoplasma (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Dinding sel Skeletonema
costatum mempunyai frustula yang dapat menghasilkan skeletal external yang
berbentuk silindris (cembung) dan mempunyai duri-duri yang berfungsi sebagai
penghubung antar frustula yang satu dengan frustula yang lainnya sehingga
membentuk filamen.
2.2. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei
2.2.1. Klasifikasi Udang Vannamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub kelas : Eumalascostraca
Ordo : Decapoda
Famili Penaidae
Genus : Litopenaeus
6
Spesies : Litopenaeus
2.2.2. Morfologi Udang Vannamei
Bagian tubuh udang vannamei terdiri dari kepala yang bergabung dengan
dada (cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari
antenula, antenna, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vannamei
juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdidri adri 2 pasang
maxillae dan 3 pasang maxiliped. Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas dan terdapat
6 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor) yang
membentuk kipas bersama-sama telson.
2.2.3. Habitat dan Siklus Hidup Udang Vannamei
Risaldi (2012) menyatakan bahwa udang vannamei adalah udang asli dari
perairan Amerika Latin yang kondisi iklimnya subtropics. Di habitat alaminya
suka hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter. Udang vannamei bersifat
nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Proses perkawinan pada
udang vannamei ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat
meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan,
udang jantan mengeluarkan sperma, sehingga sel telur dan sperma bertemu.
Proses perkawinan berlangsung kira-kira satu menit. Sepasang udang vannamei
berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan telur sebanyak 100.000-250.000 butir.
Selanjutnya dinyatakan siklus hidup udang vannamei sebelum ditebar di tambak
yaitu stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia post larva. Pada stadia
naupli larva berukuran 0,32-0,59 mm, sistim pencernaanya belum sempurna dan
7
masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Stadia zoea terjadi
setelah larva ditebar pada bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva sudah
berukuran 1,05-3,30 mm dan pada stadia ini benur mengalami 3 kali moulting.
Pada stadia ini pula benur sudah bisa diberi makan yang berupa skeletonema
costatum.
2.2.4. Perkembangan Stadia Larva
Seperti pada udang dewasa, pertumbuhan larva udang sangat dipengaruhi
oleh temperature. Larva berkembang menjadi post larva pada temperature 27-
29°C, suatu proses sekitar sepuluh hari pada kondisi optimal. Pada temperature
yang tinggi, perkembangan stadia larva akan berlangsung cepat dan post larva
dapat dicapai dalam waktu tujuh hari sejak telur menetas. Ketika larva mengalami
molting dari stadia ke stadia, syarat pemberian pakan juga tentu berubah sesuai
dengan morfologinya. Ketika nauplius baru saja menetas, larva masih mempunyai
kandungan kuning telur (yolk sac) sebagai sumber makanan dan untuk memenuhi
nutrsisinya. Setelah mengalami pergantian kulit (molting), cadangan kuning telur
terserap habis dan nauplius berubah bentuk menjadi zoea dan mulai membutuhkan
makanan organisme kecil yaitu fitoplankton. Setelah 3 kali molting, zoea berubah
bentuk menjadi mysis. Frekuensi molting pada stadia larva dapat terjadi antara 30-
40 jam pada kondisi suhu 28°C.
Menurut Wyban dan Sweeney (1991) bahwa setelah menetas, larva akan
berkembang menjadi beberapa stadia dan setiap stadia akan dibedakan menjadi
beberapa substadia sesuai dengan perkembangan morfologinya. Selanjutnya
dijelaskan tahapan perkembangan larva udang vannamei sebagi berikut :
8
a. Stadia Nauplius
Nauplius bersifat plantonik dan fototaksis positif. Pada stadia ini larva
masih memiliki kuning telur sehingga belum memerlukan makanan.
Perkembangan stadia nauplius pada udang vannamei terdiri dari enam substadia.
Nauplius memiliki tiga pasang organ tubuh yaitu antenna pertama, antenna kedua,
dan mandible. Larva pada stadia ini berbentuk seperti kutu air dengan ukuran
0,31-0,33 mm.
b. Stadia Protozoea
Perkembangan stadia protozoea pada udang vannamei yang selanjutnya
disebut “Zoea” terdiri dari tiga substadia, yaitu Zoea 1, Zoea 2, dan Zoea 3. Stadia
zoea 1 dan zoea 2 masing- masing akan berkembang dalam waktu 2 hari.,
sedangkan zoea 3 akan berkembang menjadi mysis dalam waktu 1 hari. Substadia
tersebuat dapat dibedakan berdasarkan segmentasi abdomen dan perkembangan
dari lateral dan dorsal pada setiap segmen.
Stadia zoea sangat sensitif terhadap cahaya yang kuat. Pada stadia ini larva
berukuran 1.05-3,30 mm. perubahan bentuk dari nauplius menjadi protozoea
memerlukan waktu kira-kira 40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva
dengan cepat bertambah besar, sehingga tambahan makanan yang diberikan
sangat berperan. Udang vannamei pada stadia ini sudah aktif memakan
fitoplankton dan sangat sensitif terhadap cahaya yang kuat.
c. Stadia Mysis
Perkembangan stadia mysis pada udang vannamei terdiri dari tiga
substadia yaitu Mysis 1, mysis 2, dan mysis 3. Perbedaan ketiga substadia dapat
9
dilihat dari perkembangan bagian dada dan kaki renang. Larva mencapai stadia
mysis pada hari ke-5 setelah penetasan dan ukuran larva berkisar antara 3,50-4,80
mm. larva pada stadia ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya.
d. Stadia Post Larva
Setelah mengalami perubahan menjadi stadia mysis yang bersifat
planktonik berubah menjadi post larva. Post larva sudah terlihat seperti udang
dewasa dan sudah bersifat bentik. Pada stadia post larva, akan tampak jelas seperti
udang dewasa. Pada stadia ini larva sudah mulai aktif bergerak lurus kedepan dan
mempunyai sifat cenderung karnivora. Stadia postlarva ini dimulai dari postlarva
1 (PL) 1 sampai dengan panen benur.
2.2.5. Sintasan
Sintasan adalah presentase jumlah udang yang hidup dalam kurun waktu
tertentu (Effendie, 1979). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran
dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak (Resmiaty dan
Mayunar, 1990) dalam fadlih (2001) bahwa faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang adalah tersedianya jenis makanan
serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen, amoniak, karbondioksida,
nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.
2.3. Cairan Rumen
Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat
dalam rumen belum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen
setelah hewan dipotong. Kandungan nutriennya cukup tinggi, hal ini disebabkan
10
belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga
kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang
berasal dari bahan bakunya.
Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih,
dan untuk domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim
pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan
pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama selulase
dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen
(liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif
mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada
mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan.
Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis
asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui
kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-
zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas
tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri dan
protozoa, temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga
memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80%
Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa
asam nukleat. Berdasarkan analisa berbagai rumen kadar berbagai asam amino
dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.
11
Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%,
lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN
41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang
terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam
batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan
bahan pencampur pakan berbagai ternak.
2.4. Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesuburan dan
produktivitas perairan. Perubahan kualitas air lingkungan dapat terjadi karena
gangguan eksternal seperti masuknya bahan pencemar. Fluktuasi kualitas air akan
mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Organisme
memerlukan lingkungan yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang sehingga
kondisi perairan akan menentukan kelulusan hidup organisme tersebut (Wardoyo,
1975). Ada beberapa kualitas air yang sangat penting dicermati selama proses
budidaya berlangsung, seperti:
2.4.1. Suhu
Pertumbuhan udang optimal terjadi pada kisaran suhu 25-30 C, serta berakibat
kematian pada suhu di atas 35C (Fast, 1992). Hasil pengukuran suhu pada penelitian
ini Suhu air berkisar antara 26-30 C dengan fluktuasi yang tidak mengganggu
kehidupan udang uji. Apabila suhu berada di atas kisaran normal maka udang
mengalami gangguan fisiologis dan menyebabkan kematian.. Sedangkan apabila
dibawah kisaran,udang tidak mampu mencapai suhu optimal untuk memolting
sehingga udang mengalami gagal moulting dan mati. Peningkatan suhu
12
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi,
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas-gas: O2, CO2, NO2
dan CH4 dan sebagainya (Effendie, 2000). Secara langsung perubahan suhu air
yang mendadak seperti pada musim hujan akan menyebabkan udang stres bahkan
mengalami kematian (Cholik et al, 1998).
2.4.2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas air dalam percobaan berkisar antara 30-33 ppt.
Penurunan dan kenaikkan salinitas sebesar 4 ppt dapat menyebabkan udang stres
dan ganti kulit (Eddy, 1990). Perubahan salinitas yang lebih rendah dari kisaran
optimal ini mengakibatkan banyak kematian pada udang. Proses penyerapan
oksigen dari air media ke dalam tubuh udang dipengaruhi antara lain oleh salinitas
(Lockwood, 1989). Sesuai dengan pendapat Tricahyo (1995) bahwa pada kondisi
salinitas rendah dari kisaran optimal udang lebih cepat berganti kulit dan rentang
terserang penyakit sehingga produktifitas menurun.Peningkatan salinitas akan
meningkatkan energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi sehingga laju
metabolisme dalam tubuh udang juga meningkat.
Haliman dan Adijaya (2005), salinitas dan pH air berhubungan dengan
keseimbangan ion dan proses osmoregulasi di dalam tubuh udang. Salinitas air
berpengaruh terhadap tekanan osmotik udang dan ion-ion cairan tubuh udang.
Semakin tinggi salinitas air, maka semakin besar tekanan osmotiknya sehingga
dapat menghambat pertumbuhan udang yang disebabkan energi yang didapatkan
dari makanan sebagian besar tersalurkan untuk pembentukan daging.
2.4.3. Oksigen terlarut
13
Hasil pengukuran Oksigen Terlarut pada penelitian ini berkisar 1,24 -4,99
sehingga Kandungan oksigen terlarut (dissolved oxigen), sangat mempengaruhi
metabolisme tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4 – 6 ppm
untuk pertumbuhan udang.. Pada akhir pengukuran oksigen, udang uji masing-
masing perlakuan ada yang mengalami kematian dan ada yang tidak mengalami
kematian namun kondisinya lemah, pergerakkan dan respon berkurang akibat
kekurangan oksigen terlarut. Konsentrasi DO (oksigen terlarut) minimal yang
dibutuhkan spesies uji agar dapat bertahan hidup selama 24 jam adalah sebesar 0,75–
2,5 mg/L dan spesies laut akan mati jika kadar DO di bawah 1,25 mg/L selama
beberapa jam. Tingkat DO antara 2,5–3 mg/L mengakibatkan pengurangan kecepatan
berenang, sedangkan pada tingkat DO 5,3–8 mg/L baik untuk kelangsungan hidup
dan pertumbuhannya (Anonimus, 1968).
2.4.4. Derajat Keasaman (pH)
pH optimal antara 7,5-8,5. Umumnya, perubahan pH air dipengaruhi oleh
sifat tanahnya, seperti tanah yang mengandung pirit menyebabkan pH air asam
antara 3-4. Umumnya, pH air pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari,
penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti :
fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya pada pagi hari CO2 melimpah
karena hasil pernapasan udang.
Pada pengamatan menunjukkan bahwa kisaran pH air selama penelitian
adalah antara 6,00 hingga 9,28. Menurut Boyd (1990), pH perairan yang sesuai
untuk pertumbuhan udang adalah antara 6,5 hingga 9,0. Schmittou (1992)
menyatakan bahwa pH perairan yang optimum untuk pertumbuhan udang
vanammei adalah 8,0. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pH perairan yang
14
berada dibawah kisaran pH ideal untuk pertumbuhan udang vanammei (dibawah
pH 6,5). Meskipun demikian, kondisi pH tersebut masih berada pada kisaran yang
tidak membahayakan bagi kehidupan udang vanammei. Kondisi perairan
dianggap membahayakan bagi kehidupan udang vanammei apabila lebih rendah
dari4,0 (Boyd, 1990). Kondisi ini tidak terjadi pada semua model ekosistem yang
sedang diteliti.
15
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015. Bertempat di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP), Desa Mapakalompo, Kecamatan Galesong Selatan,
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Alat yang akan digunakan selama penelitian.
Nama Alat Kegunaan
Ember volume 25 literSelang dan batu aerasiMikroskopObjek glass
Cover glass
Gelas ukurPipet tetesTermometerpH meter
Refraktometer
Haemocytometer
Media kultur Skeletonema costatumPenyuplai oksigenPengamatan dan penghitungan sampleMeletakkan objek yang akan diamatidengan mikroskopPenutup objek yang telah diletakkan diatas kaca preparatSampling sintasanUkur pupukPengukur suhuMengukur pH ( derajat keasaman ataukebasaan )Mengukur kadar/konsentrasi bahanatau zat terlarutPengukur salinitas
Sedangkan bahan yang akan digunakan disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang akan digunakan selama penelitian.
16
Nama Bahan Kegunaan
Skeletonema costatumCairan rumen
Organisme ujiPupuk
3.3. Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah penelitian yang digunakan adalah baskom plastik berkapasitas 30
liter sebanyak 12 buah dengan wadah kontrol. Masing–masing baskom diisi air
laut sebanyak 20 liter dan dilengkapi dengan aerasi. Media yang digunakan
adalah air laut yang telah disterilkan yang terlebih dahulu ditampung dan
diendapkan selama 24 jam kemudian dipindahkan ke wadah penelitian dengan
menggunakan pompa Dab yang dilengkapi dengan selang ¾ cm yang diujung
selang dipasangi saringan kapas.
3.4. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah benih udang vannamei,
stadia zoea dengan ukuran panjang ± 3,30 mm.
3.5. Pakan Uji
Pakan uji yang digunakan pada pemeliharaan benih udang vannamei adalah
pakan alami Skeletonema costatum yang diperoleh dari laboratorium Pakan alami
di BBAP Takalar.
3.6. Prosedur Penelitian
3.6.1. Persiapan Wadah dan Peralatan
Wadah dan peralatan yang digunakan pada penelitian ini terlebih dahulu
disikat merata pada bagian permukaan kemudian dicuci dan dikeringkan selama
17
24 jam. Pengeringan peralatan aerasi dilakukan selama 1 hari. Setelah wadah
kering kemudian diisi dengan air laut.
3.6.2. Persiapan Cairan Rumen
Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Sungguminasa Gowa. Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara
filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen
hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000 x g selama 10 menit pada suhu
4 0C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba (Lee et al.
2000).
3.6.3. Kultur Skeletonema Costatum
Kultur S. costatum skala intermediate menggunakan ember berkapasitas 25
liter. Sebelum kultur dilakukan, perlengkapan yang akan digunakan harus
disterilkan, dengan mengunakan detergen kemudian dibilas dengan air tawar.
Peralatan yang digunakan antara lain selang aerasi dan batu aerasi.
Penggunaan air laut terlebih dahulu dinetralkan dengan menggunakan
natrium thiosulfat. Setelah itu, air laut yang sudah dinetralkan dengan kadar
garam 28 ppt dimasukkan ke wadah kultur sebanyak 20 liter. Air media kultur
diberikan cairan rumen sesuai dengan dosis yang terbaik dari penelitian
pendahuluan yang dilakukan sebelumnya setelah itu diberikan aerasi dan ditunggu
beberapa saat agar cairan rumen tercampur secara merata terlebih dahulu sebelum
bibit skeletonema costatum dimasukkan. Jumlah bibit skeletonema costatum yang
diberikan sebanyak 100 ml/liter. Setelah cairan rumen sudah bercampur dengan
18
skeletonema costatum maka sudah bisa diberikan pada larva udang vannamei
sebagai pakan alami.
3.6.4. Pemeliharaan Benih
Sebelu penebaran benih udang vanamei, terlebih dahulu dilakukan
adaptasi lingkungan terutama suhu dan salinitas. Padat tebar benih udang
vannamei dengan kepadatan 10 ekor/liter. Benih udang vannamei dipelihara
selama 6 hari. Selama masa pemeliharaan diberi pakan skeletonema costatum
dengan kepadatan sesuai perlakuan. Penyiponan dilakukan apabila ada sisa pakan
atau kotoran benih udang vanamei yang mengendap didasar wadah penelitian.
Untuk mengetahui sintasan dilakukan sampling dengan cara menggunakan gelas
ukur.
3.7. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan. Masing–masing perlakuan diulang tiga
kali dan setiap perlakuan diberi kontrol sehingga jumlah satuan percobaan
sebanyak 12 unit. Tata letak satuan percobaan setelah pengacakan seperti
disajikan pada Gambar 2
Gambar 2. Tata letak satuan percobaan setelah pengacakan
B3 A2
B2A1C2
C1 D B
D
A3 C3 B1 DA
19
Perlakuan A : Pemberian pakan dengan kepadatan 300 ml/wadah
Perlakuan B : Pemberian pakan dengan kepadatan 400 ml/wadah
Perlakuan C : Pemberian pakan dengan kepadatan 500 ml/wadah
Perlakuan D : Kontrol setiap perlakuan (tanpa cairan rumen)
3.8. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.8.1. Sintasan
Sintasan larva udang vannamei dilakukan dengan cara mengambil hewan
uji kemudian dilakukan penyamplingan tiap wadah, adapun rumus yang
dianjurkan oleh Effendi (1997) dalam menghitung sintasan adalah sebagai berikut:
= 100%Dimana : SR = Sintasan (%)
Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ind)
No = Jumlah individu pada awal penelitian (ind)
3.8.2. Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang
meliputi : suhu, salinitas, DO, dan pH. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap
hari.
3.9. Analisis data
Untuk mengetahui penggunaan cairan rumen sebagai pupuk pakan alami
Skeletonema costatum dengan frekuensi yang berbeda terhadap sintasan larva
udang Vannamei, maka dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada tingkat
20
kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk
melihat perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991).
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sintasan Larva Udang Vannamei
Hasil penelitian tentang optimasi pemberian skeletonema costatum yang
dipupuk cairan rumen dengan kepadatan yg berbedah terhadap pengamatan
sintasan larva udang vannamei stadia zoea - mysis pada tiap perlakuan pada tabel
1
Tabel 1 . Presentase (%) sintasan larva udang vannamei stadia zoea-mysis setiapperlakuan selama penelitian
PerlakuanUlangan
Jumlah Rata-rata1 2 3
A = Kepadatan 300 31 34 32,5 97,5 32,5B = Kepadatan 400 43 44,5 48 135,5 45,17C = Kepadatan 500 49,5 53,5 63 166 55,33
Berdasarkan tabel 1 hasil pengamatan pembrian skeletonema costatum yang
dipupuk cairan rumen dengan kepadatan berbedah terhadap sintasan larva udang
vannamei stadia zoea sampai mysis, diperoleh sintasan tertinggi pada perlakuan C
( dengan kepadatan 500 ml/wadah) yaitu 55,33 %, kemudian disusul perlakuan B
(dengan kepadatan 400 ml/wadah) yaitu 45,17 %. Dan tingkat kelangsungan
hidup (sintasan) terendah diperoleh pada perlakuan A (dengan kepadatan 300
ml/wadah) yaitu 32,50 %.
Berdasarkan gambar tabel di atas (Tabel 1) menunjukkan bahwa
pemberian skeletonema costatum yang dipupuk dengan cairan rumen dengan
kepadatan yang berbeda sangat berpengaruh terhadap kelulushidupan larva udang
22
vannamei stadia zoea smpai mysis. Data sintasan larva udang vannamei pada
setiap perlakuan juga disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Sintasan larva udang vannamei
Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup pada larva L. Vannamei
selama penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada
perlakuan C ( dengan kepadatan 500 ml/wadah) dengan rata-rata 55,33 %.
Tingginya tingkat kelangsungan hidup diduga karena pakan yang diberikan dapat
dimanfaatkan dengan baik, kebutuhan udang akan terpenuhi sehingga udang tidak
lapar dan tidak kanibal. Sedangkan pada perlakuan A (dengan kepadatan 300
ml/wadah) dan perlakuan B (dengan kepadatan 400 ml/wadah) menunjukkan
tingkat kelangsungan hidup yang rendah yaitu 32,50 % dan 45,17 %.
Kematian udang selama penelitian diduga karena masih kurangnya
kepadatan pakan yang diberikan pada perlakuan A (kepadatan 300 ml/wadah) dan
perlakuan B (kepadatan 400 ml/wadah) sehingga menyebabkan terjadinya
0
10
20
30
40
50
60
PERLAKUAN A PERLAKUAN B PERLAKUAN C
23
pertumbuhan yang tidak merata dan terjadi kompetisi. Udang yang memliki bobot
tubuh lebih kecil akan kalah dalam persaingan mendapatakan pakan, juga bisa
disebabkan karena stress pada saat penanganan. Selain itu kematian udang
disebabkan adanya aktivitas moulting untuk pertumbuhan. Pada saat moulting
ketahanan tubuh udang akan melemah dan nafsu makannya akan menurun
sehingga udang akan lebih sering berdiam didasar bak, dan pada saat ini dapat
menyebabkan kanibalisme pada udang vannamei yang sehat sehingga dapat
menimbulkan kematian.
Haliman dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa moulting pada udang
ditandai dengan seringnya muncul udang ke permukaan air sambil meloncat-
loncat. Gerakan ini bertujuan untuk membantu melonggarkan kulit luar udang
dari tubuhnya. Gerakan tersebut merupakan salah satu cara mempertahankan diri
karena cairan moulting yang dihasilkan dapat merangsang udang lain untuk
mendekat dan memangsa (kanibalisme). Pada saat moulting berlangsung, otot
perut melentur, kepala membengkak, dan kulit luar bagian perut melunak. Dengan
sekali hentakan, kulit luar udang dapat terlepas. Selanjutnya Soetedjo (2011)
menambahkan moulting merupakan proses yang rumit dimana tingkat
kematiannya sulit dihindari.
4.2. Kualitas Air
Agar udang vanamei yang dipelihara dapat hidup dan tumbuh dengan baik,
maka selain harus tersedia pakan bergizi dalam jumlah dan kualitas yang cukup,
kondisi lingkungan juga berada pada kisaran yang layak. Air merupakan
24
lingkungan dimana organisme perairan hidup. Tubuh dan insang mereka
berhubungan langsung dengan apa yang terlarut dalam air. Oleh karena itu
kualitas air secara langsung sanagt berpengaruh terhadap kesehatan dan
pertumbuhan organisme yang dibudidayakan (Wyk, 1999).
Selama penelitian, dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan
yang meliputi pH, suhu, salinitas, dan oksigen terlarut. Nilai parameter kualitas air
media pemeliharaan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 4. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan larva udang vannameistadia zoea dan mysis setiap perlakuan selama penelitian.
Parameter Perlakuan
A B C
Suhu (°C) 26-28 26-28,9 26-29,2
pH 7,02-7,54 6,87-8,02 6,95-8,04
Salinitas 30 30 30
DO (ppm) 3,62-5,54 4,46-5,44 4,17-5,63
Sumber : Data hasil pengukuran 2015
Tabel 5. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan larva udang vannameistadia zoea dan mysis pada control setiap perlakuan selama penelitian.
Parameter Perlakuan
DA DB DC
Suhu (°C) 28-29,1 27,6-28,5 28-29,8
pH 8,02-8,07 7,65-8,06 8,00,-8,10
Salinitas 30 30 30
DO (ppm) 4,65-5,53 3,38-5,05 4,17-4,88
Sumber : Data hasil pengukuran 2015
25
Berdasarkan (table 3 dan 4), hasil pengamatan suhu selama penelitian
berkisar dari 26 – 29,2 oC. Suhu air tersebut masih dalam kisaran yang layak bagi
sintasan larva udang vannamei. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haliman dan
Adijaya,( 2005), bahwa suhu optimal pertumbuhan udang vannamei antara 26-
320C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang
akan berlangsung cepat. Imbasnya kebutuhan oksigen terlarut meningkat. Pada
suhu air dibawah 250C nafsu makan menurun.
Derajat keasaman pH pada semua perlakuan masih layak untuk
pertumbuhan larva udang vannamei . Haliman dan Adijaya (2005), kisaran pH
yang ideal bagi kehidupan dan pertumbuhan udang adalah antara 7,5-8,5.
Kisaran salinitas pada semua perlakuan masih layak untuk pertumbuhan
udang. Haliman dan Adijaya (2005), kisaran salinitas optimal untuk udang windu
berkisar antara 15-30 ppt, sedangkan Trono (1981) salinitas untuk pertumbuhan
udang dengan baik pada salinitas 15-30 ppt. Kisaran salinitas pada masing-masing
perlakuan relative rendah disebabkan oleh rendahnya suhu rata-rata lingkungan
pada saat penelitian akibat fluktuasi musim selama penelitian.
Konsentrasi oksigen terlarut pada setiap perlakuan masih layak untuk
pemeliharaan udang karena masih mampu di tolerir oleh udang vannamei.
Haliman dan Adijaya (2005), kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4-6 ppm.
Nilai tersebut menunjukan bahwa kandungan oksigen yang terdapat pada media
pemeliharaan masih optimal dan cukup baik dalam mendukung pertumbuhan
udang vanamei.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
pemberian pakan dengan kepadatan yang berbeda pada setiap perlakuan
memberikan efek yang berpengaruh nyata terhadap sintasan larva udang
vannamei. Peningkatan kelulushidupan tertinggi terdapat pada perlakuan C
(kepadatan 500 ml/wadah) dengan sintasan rata-rata 55,33 %. Berdasarkan hasil
analisis varians menujukkan bahwa perlakuan pemberian kepadatan pakan
berbeda nyata dalam peningkatan kelulushidupan (sintasan) antara perlakuan
(p>0,05). Hasil uji lanjut diperoleh data bahwa perlakuan A berbeda nyata
terhadap perlakuan B dan C. Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan A dan
C. Perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A dan B.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pemberian pakan Skeletonema
Costatum terhadap udang vanammei dengan kepadatan yang lebih tinggi untuk
mendapatkan sintasan yang lebih baik. Perlu memperhatikan parameter kualitas
air agar tetap dalam kondisi layak untuk kelangsungan hidup larva udang, agar
lebih mendapatkan hasil yang baik terlebih dahulu melakukan uji lep pada rumen
sehingga mengetahui bakteri yang menguntungkan dan merugikan pada rumen.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, T. Dkk. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.Anonim.(2003).LaporanParktikumPenentuanKadaAir.http://www.scribed.com/doc/14098051/Laporan-praktikum-penentuan-kadar-air.Diaksestanggal 23 April 2011.
Anggorodi HR. 1979. Nutrisi Aneka Ternak . Jakarta.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Udang Alami. Penerbit Kanasius. Yogyakarta.
Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Edisi Pertama.Penerbit : Tarsito. Bandung.
Haliman R.W, Adijaya DS. 2004. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya.
Haliman, R.W. & Adijaya, D. (2005). Udang Vannamei, Pembudidayaan danProspek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya.Jakarta.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton danZooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. PenerbitKanisus. Yogyakarta.
Lee S.S., J.K. Ha and K.J. Cheng. 2000. Relativecontributions of bacteria.protozoa and fungitoin vitrodegradation of orchard grass cellwalls andtheir interactions. Appl. Environ.Microbiol.
Mudjiman A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soetedjo, H., 2011. Kiat Sukses Budidaya Air Tawar. Araska Press, Yogyakarta.118 hal.
Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.
Trinci A. P. J., D. R. Davies, K. Gull, M. L. Lawrence, B. B. Nielsen, A. Rickers
and M. K. Theodorou. 1994. Anaerobic Fungi in Herbivorous Animals.
Myco.
Trono (1981), Trono, G.C.Jr., 1981. Influence of Enviromental Factor on TheStructure and Distribution of Seawed Communities. Report On The
28
Training Course On Gracilaria Algae. The Marine Sciences Centre.University of The Philippines. Manila Philippines.
29
Lampiran Penelitian
Lampiran 1. Tabel tingkat kelulushidupan atau sintasan (%) larva udang vannamei
(Litopenaeus Vannamei) stadia zoea sampai mysis selama penelitian.
Perlakuan KodeSR
Sintasan (%)Awal Akhir
Perlakuan AA1 200 62 31,00A2 200 68 34,00A3 200 65 32,50
Rerata 200 65 32,50
Perlakuan BB1 200 86 43,00B2 200 89 44,50B3 200 96 48,00
Rerata 200 90,33 45,17
Perlakuan CC1 200 99 49,50C2 200 107 53,50C3 200 126 63,00
Rerata 200,00 110,67 55,33
Lampiran 2. Tabel analisis varians pada sintasan larva udang vannamei stadiazoea dan mysis
ANOVA
Sintasan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
(Combined) 785.167 2 392.583 20.693 .002
Linear
Term
Contrast 782.042 1 782.042 41.220 .001
Deviation 3.125 1 3.125 .165 .699
Within Groups 113.833 6 18.972
Total 899.000 8
30
Lampiran 3. Tabel Uji Lanjut LSD Sintasan larva udang Vannamei
Multiple Comparisons
Sintasan
LSD
(I)
Perlaku
an
(J)
Perlaku
an
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
A B -12.66667* 3.55642 .012 -21.3689 -3.9644
C -22.83333* 3.55642 .001 -31.5356 -14.1311
B A 12.66667* 3.55642 .012 3.9644 21.3689
C -10.16667* 3.55642 .029 -18.8689 -1.4644
C A 22.83333* 3.55642 .001 14.1311 31.5356
B 10.16667* 3.55642 .029 1.4644 18.8689
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Foto-foto Penelitian
Gambar 5. Sentrifuse cairan rumen
31
Gambar 6. Menghitung larva udang sebelum penebaran
Gambar 7. Penebaran larva udang vannamei
32
Gambar 8. Pemberian pakan
Gambar 9. Wadah penelitian
Gambar 10. Alat sentrifuse
33
Gambar 11. Alat pengukur DO
Gambar 12. Alat pengukur salinitas
Gambar 13. Alat pengukur pH
RIWAYAT HIDUP
Andi Selvi lahir di Gaya Baru Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng,
18 Desember 1991 Merupakan Putri keEmpat dari Enam bersaudara
Ibunda Andi Hasna dan Ayahanda Andi Oddang Pendidikan formal
yang dilalui mulai di SD 95 Kecce'e kecamatan Citta kabupaten Soppeng lulus pada tahun
2003 dilanjudkan di SMP Negeri 4 Liliriaja kecamatan Citta kabupaten Soppeng lulus pada
tahun 2006, Kemudian penulis melalanjudkan pendidikan di MAN 1 Watan soppeng lulus
pada tahun 2009.
Pada tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk program studi budidaya perairan fakultas
pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar. Selama mengikuti perkuliahan penulis
dipercayakan menjadi ketua tingkat di kelas C budidaya perairan selama tiga semester dan
penulis mengikuti kegiatan Magang di BBI Sentral Lajoa, Kabupaten Soppeng, Balai Benih Ikan
pada tanggal 17-agustus-2014 dan dilanjudkan (KKP) kuliah kerja propesi di kabupateng
pangkep kelurahan bawasalo pada tanggal 03 januari 2015. Tugas akhir dalam pendidkan
tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul ” OPTIMASI PEMBERIAN
SKELETONEMA COSTATUM YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN DENGAN
KEPADATAN YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG
VANNAMEI (Litopenaeus Vannamei) STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS, Penelitian ini di
laksanakan pada bulan bulan September 2015 bertempat di Balai Budidaya Air Payau
(BBAP), Desa Mapakalompo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi
Sulawesi Selatan, penulis bersyukur bisa selesai ditahun 2015.