Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR – TF 141581
OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC ALGORITHM ADISTA DINASTARI NRP 02311440000037
Dosen Pembimbing Totok Ruki Biyanto, Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018
HALAMAN JUDUL
iii
FINAL PROJECT – TF 141581
TECHNO-ECONOMIC OPTIMIZATION OF HEAT EXCHANGER GEOMETRY DESIGN WITH INFLUENCED BY FOULING RESISTANCE USING SEVERAL STOCHASTIC ALGORITHM METHOD ADISTA DINASTARI
NRP 02311440000037 Supervisor Totok Ruki Biyanto, Ph.D. Departement of Engineering Physics Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2018
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Adista Dinastari
NRP : 02311440000037
Departemen/Prodi : Teknik Fisika/ S1 Teknik Fisika
Fakultas : Fakultas Teknologi Industri
Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya yang
berjudul “Optimisasi Tekno-Ekonomi pada Desain Geometri Heat
Exchanger dengan Dipengaruhi Fouling Resistance Menggunakan
Beberapa Metode Stochastic Algorithm” adalah benar karya saya
sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain. Apabila
dikemudian hari terbukti terdapat plagiat pada Tugas Akhir ini
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Demikian pernyataanini saya buat dengan penuh tanggung
jawab.
Surabaya, 22 Januari 2018
Yang membuat pernyataan,
Adista Dinastari
NRP. 02311440000037
vii
LEMBAR PENGESAHAN I
OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN
GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN
DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE
MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC
ALGORITHM
TUGAS AKHIR
Oleh :
Adista Dinastari
NRP : 02311440000037
Surabaya, 22 Januari 2018
Mengetahui
Dosen Pembimbing
Totok Ruki Biyanto, Ph.D
NIPN. 19710702 199802 1 001
Menyetujui,
Kepala Departemen Teknik Fisika FTI-ITS
Agus Muhammad Hatta, ST, Msi, Ph.D
NIPN. 19780902 200312 1 002
ix
LEMBAR PENGESAHAN II
OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN
GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN
DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE
MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC
ALGORITHM
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Studi Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol
Program Studi S-1 Departemen Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh :
ADISTA DINASTARI
NRP. 02311440000037
Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir :
1. Totok Ruki Biyanto, Ph.D..............................(Pembimbing)
2. Hendra Cordova, S.T, M.T..............................(Ketua Penguji)
3. Ir. Ronny Dwi Noriyanti, M.Kes.....................(Penguji 1)
SURABAYA
JANUARI, 2018
xi
OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN GEOMETRI
HEAT EXCHANGER DENGAN DIPENGARUHI FOULING
RESISTANCE MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE
STOCHASTIC ALGORITHM
Nama Mahasiswa : Adista Dinastari
NRP : 02311440000037
Departemen : Teknik Fisika FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, Ph.D
K
Abstrak
Heat exchanger merupakan alat penukar panas diantara dua atau lebih
fluida yang berbeda temperaturnya. Salah satu jenis heat exchanger yang
digunakan pada proses perpindahan panas di industri yaitu tipe shell and
tube heat exchanger (STHE). Temperature yang tinggi pada STHE
menyebabkan semakin lama performansi heat exchanger menurun karena
adanya fouling. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk
mengurangi adanya fouling adalah perancangan desain heat exchanger
lebih efisien dan pembersihan secara berkala. Pada penelitian ini,
optimisasi dilakukan untuk menentukan geometri shell and tube heat
exchanger sehingga diperoleh fouling resistance minimal. Pemodelan
fouling resistance menggunakan Polley model. Nilai fouling resistance
dapat mempengaruhi perubahan pada heat duty (Q), kinerja pompa (Wp)
heat transfer area (Ao). Penentuan jadwal pembersihan dapat
mempengaruhi nilai fouling resistance. Perubahan harga pada besaran
tersebut dapat mempengaruhi hasil saving (JHE). Batasan optimisasi
adalah heat duty dan pressure drop. Optimisasi dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode stokastik yakni Genetic Algorithm (GA),
Rain Water Optimization (RWA), Particle Swarm Optimization (PSO),
Khiller Whale Algorithm (KWA) dan Duelist Algorithm (DA).Variabel
yang dioptimisasi adalah diameter dalam shell (Ds), diameter luar tube
(do), dan jumlah baffle (Nb). Dari hasil optimisasi didapatkan penurunan
besar fouling resistance keseluruhan pada masing-masing metode GA,
RWA, PSO, KWA dan DA sebesar 40,57%; 40,06%; 40,15%; 40,10%;
41,72%. Penurunan fouling resistance mengakibatkan saving (JHE)
meningkat pada masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA
sebesar 9,2%; 7,1%; 7,4%; 7,7%; 9,7%.
Kata kunci: optimisasi, fouling resistance, geometri, saving
xiii
TECHNO-ECONOMIC OPTIMIZATION OF HEAT EXCHANGER
GEOMETRY DESIGN WITH INFLUENCED BY FOULING
RESISTANCE USING SEVERAL STOCHASTIC ALGORITHM
METHOD
Name : Adista Dinastari
NRP : 02311440000037
Departement : Teknik Fisika FTI-ITS
Supervisor : Totok Ruki Biyanto, Ph.D
ABSTRAK
Abstract Heat exchanger is an equipment that exchange heat between two or more
different temperature fluids. One type of heat exchanger used in industrial
heat transfer process is shell and tube heat exchanger type (STHE).
Temperature and high pressure on STHE cause the heat exchanger
performance to decrease due to fouling. Some research that has been
done to reduce the fouling is by designing heat exchanger more efficiently
and periodic cleaning of heat exchanger. In this research, optimization is
done to determine the geometry of shell and tube heat exchanger to obtain
minimum fouling resistance. Fouling resistance modeling using Polley
model. Fouling resistance values can affect changes in heat duty (Q),
pump performance (Wp) heat transfer area (Ao). Determining the
cleaning schedule can affect the fouling reisitance value. The value
changes on these quantities may affect saving results (JHE). Optimization
limits are heat duty and pressure drop. The optimization is done by using
some stochastic methods namely Genetic Algorithm (GA), Rain Water
Optimization (RWA), Particle Swarm Optimization (PSO), Khiller Whale
Algorithm (KWA) and Duelist Algorithm (DA). The optimized variables
are the inner diameter of the shell (Ds ), outer diameter of tube (do), and
number of baffles (Nb). From the optimization result, there was decreased
value of overall fouling resistance on each method of GA, RWA, PSO,
KWA and DA consecutively 40.57%; 40.06%; 40.15%; 40.10%; 41.72%.
The decrease of fouling resistance value resulted in saving (JHE)
increased in each method of GA, RWA, PSO, KWA and DA consecutively
9.2%; 7.1%; 7.4%; 7.7%; 9.7%.
Keyword: optimization, fouling resistance, geometry, saving
xv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena
rahmat dan hikmat-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan,
kemudahan, dan kelancaran dalam menyusun laporan Tugas Akhir
yang berjudul:
“OPTIMISASI OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA
DESAIN GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN
DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE
MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC
ALGORITHM ”
Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik
yang harus dipenuhi dalam Program Studi S-1 Teknik Fisika FTI-
ITS. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Totok Ruki Biyanto, Ph.D. selaku dosen pembimbing tugas
akhir ini, yang selalu memberikan bimbingan dan semangat
pada penulis.
2. Agus M. Hatta, S.T., M.Si., Ph.D. selaku ketua Departemen
Teknik Fisika - ITS.
3. Segenap Bapak/Ibu dosen pengajar di Departemen Teknik
Fisika - ITS.
4. Samsudin dan Lista Khayum selaku orang tua penulis dan adik
Artha dan Abidzar yang selalu memberikan motivasi,
kebahagiaan dan tak henti-hentinya memberikan doa untuk
penulis.
5. Teman dekat penulis, Romadina Indah Wardani yang selalu
memberikan semangat dan selalu setia pada penulis
6. Teman-teman dekat penulis FKMT Apoy, Ocun dan Marina
yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis
7. Teman-teman kos Niken, Uyun, Chervi yang telah
memberikan dukungan, semangat dan selalu menebarkan
kebahagiaan dan meningkatkan selera humor untuk penulis
8. Teman-teman dekat penulis di kampus Malvika, Nurul, Ilvy
dan Ariel, Iqbal dkk yang telah memberi dukungan, doa dan
mewarnai perjalanan kuliah penulis
xvi
9. Teman-teman asisten Laboratorium Rekayasa Instrumentasi
dan Kontrol yang telah memberikan dukungan dan doa untuk
penulis
10. Kakak tugas akhir penulis, Anggi Malwindasari yang tak
hentinya membimbing penulis dalam penyelesaian tugas akhir
11. Teman-teman generasi instan F49 Yelinda, Luluk, Ema, Anna
dan Ocik yang telah bersama-sama penulis menyelesaikan
tugas akhir masing-masing
12. Teman-teman F49 yang telah memberikan dukungan kepada
penulis
13. Teman-teman se-dosen pembimbing TA Mas Arsa, Mas Nural,
Mas Friandi, Mas Hafis dan Yelinda yang memberikan
keceriaan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian laporan
tugas akhir ini
14. Yayang Candra, yang selalu memberikan kebahagiaan,
memberikan motivasi, membukakan pikiran, mengajari
caranya bersabar dan bersyukur, dan selalu membantu penulis
Penulis menyadari bahwa mungkin masih ada kekurangan
dalam laporan ini, sehingga kritik dan saran penulis terima.
Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan
pihak yang membacanya.
Surabaya, 15 Januari 2018
Penulis
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................... i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .......................................... v
LEMBAR PENGESAHAN I ..................................................... vii
LEMBAR PENGESAHAN II .................................................... ix
Abstrak ........................................................................................ xi
Abstract ..................................................................................... xiii
KATA PENGANTAR ................................................................ xv
DAFTAR ISI ............................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................ xix
DAFTAR TABEL ..................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................... 2
1.4 Lingkup Kajian ............................................................. 3
BAB II DASAR TEORI ............................................................. 5
2.1 Shell and Tube Heat Exchanger .................................... 5
2.2 Pemodelan Shell and Tube Heat Exchanger (STHE)..... 6
2.3 Koefisien Perpindahan Panas STHE .............................. 8
2.4 Fouling ........................................................................ 10
2.5 Pemodelan Kinerja Pompa .......................................... 13
2.6 Objective Function ...................................................... 13
2.7 Metode Stochastic Algorithm ...................................... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................. 25
3.1 Pengambilan Data Heat Exchanger ............................. 26
3.2 Penentuan Fungsi Tujuan dan Constrain ..................... 26
3.3 Pemodelan STHE ........................................................ 26
3.4 Pemodelan Fouling ..................................................... 36
3.5 Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan .
.................................................................................... 36
3.6 Perhitungan Pressure Drop ......................................... 38
3.7 Perhitungan Kinerja Pompa ....................................... 39
3.8 Validasi Permodelan STHE ......................................... 39
3.9 Optimisasi dengan Beberapa Metode Stochastic
Algorithm .................................................................... 40
xviii
3.10 Perhitungan Saving (JHE) ........................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................... 43
4.1 Hasil Pemodelan dan Validasi STHE .......................... 43
4.2 Hasil Pemodelan dan Validasi Fouling ....................... 46
4.3 Analisa Sensitifitas Variabel-Variabel Optimisasi
Terhadap Saving (JHE) ............................................... 46
4.4 Optimisasi SHTE Menggunakan Beberapa Metode
Algoritma Stokastik .................................................... 49
4.5 Analisa Hasil Optimisasi ............................................. 51
4.6 Analisa Pengaruh Interval Pembersihan terhadap Fouling
Resistance ................................................................... 60
BAB V PENUTUP ................................................................... 65
5.1 Kesimpulan ................................................................. 65
5.2 Saran ........................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 67
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skema STHE [12] ................................................... 5
Gambar 2. 2 Salah satu bentuk fouling pada STHE ................... 11
Gambar 2. 3 Diagram alir GA [9].............................................. 15
Gambar 2. 4 Diagram alir RWA [16] ......................................... 17
Gambar 2. 5 Diagram alir PSO [9]............................................ 19
Gambar 2. 6 Diagram alir KWA [18]......................................... 20
Gambar 2. 7 Diagram alir DA [9].............................................. 22
Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian ......................................... 25
Gambar 3. 2 Geometri basic segmental baffle [7] ..................... 27
Gambar 3. 3 Definisi panjang tube pada STHE [7] ................... 28
Gambar 4. 1 Pengaruh diameter luar tube (do) terhadap saving 47
Gambar 4. 2 Pengaruh diameter dalam shell (Ds) terhadap
saving .................................................................. 48
Gambar 4. 3 Pengaruh jumlah baffle (Nb) terhadap saving ....... 49
Gambar 4. 4 Hasil optimisasi menggunakan beberapa metode
algoritma stokastik............................................... 50
Gambar 4. 5 Hasil perhitungan energy recovery (E) ................. 57
Gambar 4. 6 Hasil perhitungan Capital cost (Cc) ..................... 58
Gambar 4. 7 Hasil perhitungan Pump cost (Pc) ........................ 59
Gambar 4. 8 Hasil perhitungan Saving (JHE) ........................... 60
Gambar 4. 9 Pengaruh interval pembersihan terhadap fouling
resistance ............................................................. 61
Gambar 4. 10 Pengaruh interval pembersihan terhadap thermal
consideration ....................................................... 63
Gambar 4. 11 Pengaruh interval pembersihan terhadap hydrolic
consideration ....................................................... 64
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Data kondisi operasi dan properti fluida pada existing
STHE ........................................................................ 44
Tabel 4. 2 Hasil validasi pemodelan STHE ................................ 45
Tabel 4. 3 Hasil pemodelan dan validasi fouling ....................... 46
Tabel 4. 4 Hasil optimisasi geometri heat exchanger dengan
beberapa metode stochastic algorithm ..................... 52
Tabel 4. 5 Hasil optimisasi kondisi operasi heat exchanger
dengan beberapa metode stochastic algorithm ......... 55
Tabel 4. 6 Pengaruh interval pembersihan terhadap saving (JHE)
................................................................................................... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern ini, perkembangan dunia industri
semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah
satu kebutuhan manusia yang paling tinggi adalah kebutuhan akan
konsumsi energi. Proses pengolahan energi salah satunya
memanfaatkan proses perpindahan panas. Proses perpindahan
panas pada industri biasanya menggunakan heat exchanger.
Heat exchanger merupakan alat penukar panas diantara dua
atau lebih fluida yang berbeda temperaturnya [1]. Perpindahan
panas pada heat exchanger tersebut berasal dari fluida dengan
temperatur panas ke fluida yang temperaturnya dingin ataupun
sebaliknya. Perpindahan panas fluida tersebut tidak diikuti dengan
adanya perpindahan massa di dalamnya [2]. Salah satu jenis heat
exchanger yang digunakan pada proses perpindahan panas di
industri yaitu tipe shell and tube heat exchanger (STHE). Proses
perpindahan panas pada STHE dipengaruhi oleh geometri heat
exchanger seperti diameter luar tube (do), jumlah baffle (Nb), dan
diameter dalam shell (Ds) [3]
STHE dapat digunakan untuk fluida dengan temperature dan
tekanan yang tinggi sehingga sesuai dengan proses di industri.
Temperature yang tinggi pada STHE menyebabkan semakin lama
performansi heat exchanger menurun karena adanya fouling [4].
Fouling pada heat exchanger adalah salah satu masalah pada
refinery industri. Fouling merupakan deposit yang berbentuk
seperti sedimen, kristal, ataupun korosi pada permukaan heat
exchanger. Fouling menyebabkan menurunnya kondisi
performansi operasi heat exchanger yaitu menghambat proses
perpindahan panas dan meningkatkan hambatan aliran fluida serta
pressure drop sehingga dapat meningkatkan biaya operasional dan
biaya maintenance [5]. Pada penelitian sebelumnya, fouling
mengakibatkan kerugian sebesar 4,2-10 billion USD pada unit heat
exchanger di United State [6]
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengurangi
adanya fouling adalah dengan perancangan desain heat exchanger
2
lebih efisien dan pembersihan secara berkala dari heat exchanger
[7]. Hal ini dikarenakan deposit yang terbentuk dapat mengurangi
efisiensi dari heat exchanger [8]. Pada penelitian sebelumnya, jika
jadwal pembersihan pada heat exchanger terlalu sering akan
menyebabkan kenaikan maintenance cost. Pada sisi sebaliknya,
ketika pembersihan jarang dilakukan maka akan menyebabkan
kenaikan biaya karena kenaikan pada heat loss [9].
Nilai fouling resistance dapat mempengaruhi perubahan pada
heat duty (Q), kinerja pompa (Wp) dan luas area heat transfer (Ao).
Perubahan harga pada besaran tersebut dapat mempengaruhi hasil
saving (JHE). Perhitungan secara teknologi dan ekonomi
merupakan hal penting dalam sebuah industri khususnya yang
bergerak di bidang energi. Tujuannya yaitu untuk dapat
menganalisa kebutuhan ekonomi dan mendapatkan fungsi optimal
dari pemodelan dan algoritma yang digunakan [10].
Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya optimisasi tekno-
ekonomi dengan dipengaruhi oleh pemilihan desain geometri dan
fouling resistance. Optimisasi pada STHE dilakukan dengan
beberapa metode stochastic optimization dengan permodelan
fouling menggunakan threshold model polley.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh variabel optimisasi terhadap fouling
resistance ketika dilakukan optimisasi desain geometri heat
exchanger?
2. Bagaimana perubahan nilai saving heat exchanger (JHE)
sebelum dan setelah dilakukan optimisasi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh variabel optimisasi terhadap fouling
resistance ketika dilakukan optimisasi desain geometri heat
exchanger
3
2. Mengetahui perubahan nilai saving (JHE) sebelum dan setelah
dilakukan optimisasi
1.4 Lingkup Kajian
Adapun lingkup kerja yang digunakan pada tugas akhir ini
adalah
1. Menggunakan satu jenis heat exchanger dengan tipe shell and
tube (STHE)
2. Pengambilan data heat exchanger dikaji secara keseluruhan
dalam data sheet dan piping and instrumentation diagram
(P&ID). Data tersebut meliputi dimensi heat exchanger,
kondisi operasi dan karakteristik fluida.
3. Pemodelan STHE meliputi perhitungan koefisien perpindahan
panas pada sisi shell dan tube, koefisien perpindahan panas
keseluruhan, heat duty, pressure drop, kinerja pompa
4. Pemodelan fouling resistance menggunakan Polley Model.
5. Nilai yang dioptimisasi adalah fouling resistance
6. Jadwal pembersihan ditentukan untuk melihat perubahan
fouling resistance sehingga terjadi perubahan saving (JHE).
7. Variabel optimisasi yang digunakan adalah diameter luar tube
(Do), diameter dalam shell (Ds) dan jumlah baffe (Nb).
8. Teknik optimisasi dengan menggunakan beberapa metode
stochastic algorithm yaitu Genetic Algorithm (GA), Rain
Water Algorithm (RWA), Particle Swam Optimization (PSO),
Khiller Whale Algorithm (KWA) dan Duelist Algorithm (DA)
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Shell and Tube Heat Exchanger (STHE)
Heat exchanger merupakan alat penukar panas diantara dua
atau lebih fluida yang berbeda temperaturnya [1]. Perpindahan
panas pada heat exchanger tersebut berasal dari fluida dengan
temperatur panas ke fluida yang temperaturnya dingin ataupun
sebaliknya. Perpindahan panas fluida tersebut tidak diikuti dengan
adanya perpindahan massa di dalamnya [2]. Ketika fluida melintasi
heat exchanger, temperatur fluidanya akan berubah sepanjang heat
exchanger. Salah satu tipe desain dari heat exchanger adalah shell
and tube. Jenis ini merupakan heat exchanger yang banyak
digunakan pada industri refinery dan industri proses karena jenis
ini mampu bekerja pada tekanan yang tinggi. Kelebihan lainnya
yaitu memiliki permukaan perpindahan panas per satuan volume
yang lebih besar dan lebih mudah dalam proses pembersihan [4].
Proses pada bagian shell dengan pressure vessel yang besar
dipenuhi oleh bundle tube di dalamnya. Ketika fluida melalui tube
maka fluida lainnya berjalan memenuhi shell untuk melakukan
perpindahan panas diantara kedua fluida tersebut [11]. Berikut
merupakan skema dari STHE
Gambar 2. 1 Skema STHE [12]
6
Mechanical standards yang digunkan untuk mengatur
pemilihan kontruksi dan batas-batas desain untuk STHE adalah
TEMA (Tubular Exchangers Manufacturers Association) dan
digunakan ASME untuk memilih kode pada heat exchanger [8].
2.2 Pemodelan STHE
Pemodelan STHE dilakukan untuk menghasilkan laju
perpindahan panas [13]. Pemodelan pada heat exchanger
berdasarkan model lumped parameter dengan tidak ada panas yang
hilang seperti pada persaman berikut
𝑄𝑐 = 𝑄ℎ (2.1)
Dimana,
𝑄𝑐 = Panas yang berasal dari fluida dingin (W)
𝑄ℎ = Panas yang berasal dari fluida panas (W)
Persamaan untuk menentukan panas yang berasal dari fluida dingin
dan dipindahkan ke fluida panas yaitu [13] :
𝑄𝑐 = 𝑚𝑐 𝐶𝑝,𝑐 (𝑇𝑐,𝑜 − 𝑇𝑐,𝑖 ) (2.2)
Dimana,
𝑚𝑐 = Laju aliran massa fluida dingin (kg/s)
𝐶𝑝,𝑐 = Kalor jenis fluida dingin ( J/ kg oC)
𝑇𝑐,𝑖 = Temperatur masuk fluida dingin (oC)
𝑇𝑐,𝑜 = Temperature keluar fluida dingin (oC)
Persamaan untuk menentukan panas yang berasal dari fluida panas
dan dipindahkan ke fluida dingin adalah [13] :
𝑄ℎ = 𝑚ℎ 𝐶𝑝,ℎ (𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇ℎ,𝑜 ) (2.3)
Dimana,
𝑚ℎ = Laju aliran massa fluida panas (kg/s)
7
𝐶𝑝,ℎ = Kalor jenis fluida panas ( J/ kg oC)
𝑇ℎ,𝑖 = Temperatur masuk fluida panas (oC)
𝑇ℎ,𝑜 = Temperatur keluar fluida panas (oC)
Persamaan lain untuk menentukan laju perpindahan panas STHE
yaitu dengan menggunakan persamaaan di bawah ini [13].
𝑄 = 𝑈 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (2.4)
Dimana,
𝑈 = Koefisien perpindahan panas keseluruhan (W/ m2oC )
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = Log Mean Tempperature Difference corrected (oC)
𝐴𝑜 = Luas permukaan perpindahan panas (m2)
Persamaan untuk menentukan nilai Log Mean Tempperature
Difference corrected (𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟.) dengan menggunakan
persamaan berikut [13].
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = 𝐿𝑀𝑇𝐷 . 𝐹 (2.5)
Dimana,
𝐿𝑀𝑇𝐷 = Log Mean Tempperature Difference (oC)
𝐹 = Faktor koreksi
Log Mean Tempperature Difference (LMTD) merupakan rata-rata
perbedaan temperatur antara fluida panas dan fluida dingin. LMTD
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut [13].
𝐿𝑀𝑇𝐷 =(𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜)−(𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)
𝑙𝑛 (𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜
𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)
(2.6)
Faktor koreksi (F) untuk menentukan 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut [13].
8
𝐹 =√𝑅2+1 ln(1−𝑆)/(1−𝑅𝑆)
(𝑅−1) ln2−𝑆(𝑅+1−√𝑅2+1)
2−𝑆(𝑅+1+√𝑅2+1)
(2.7)
Nilai R didapatkan dari persamaan berikut [13].
𝑅 =𝑇ℎ,𝑖−𝑇ℎ,𝑜
𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖 (2.8)
Nilai S dari persamaan berikut [13].
𝑆 =𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖
𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑖 (2.9)
Dimana,
R , S = Faktor efisiensi temperatur
Berdasarkan persamaan (2.4) diatas maka dapat ditentukan
koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi aktual ( 𝑈𝑎)
dengan menggunkan persamaan berikut [13]
𝑈𝑎 =𝑄
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (2.10)
Dimana,
𝑈𝑎 = Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi
aktual (W/ m2 oC )
2.3 Koefisien Perpindahan Panas STHE
Koefisien perpindahan panas STHE bergantung pada
karakteristik fluida dan data kondisi operasi. Berikut merupakan
persamaan koefisien perpindahan panas secara empiris.
2.3.1 Koefisien Perpindahan Panas pada Sisi Shell
Pemodelan koefisien perpindahan panas pada sisi shell
dengan menggunakan metode Bell-Delaware [13].
9
ℎ𝑠 = ℎ𝑖𝐽𝑐𝐽𝑙𝐽𝑏𝐽𝑠𝐽𝑟 (2.11)
Dimana,
hs = Koefisien perpindahan panas pada sisi shell (w/m2 oC)
hi = Koefisien perpindahan panas ideal pada sisi shell (w/m2
oC)
Jc = Faktor koreksi pada baffle cut dan jarak antar baffle
Jl = Faktor koreksi akibat efek kebocoran baffle antara shell
ke baffle dan tube ke baffle
Jb = Faktor koreksi pada bundle by pass flow
Js = Faktor koreksi pada variabel jarak baffle sisi inlet dan
outlet
Jr = Faktor koreksi yang merugikan temperatur gradien pada
aliran laminar
2.3.2 Koefisien Perpindahan Panas pada Sisi Tube
Koefisien perpindahan panas dapat ditentukan berdasarkan
karakteristik fluida. Koefisien perpindahan panas pada sisi tube
dapat dihitung dengan menggunakan metode Bell-Delaware [13].
ℎ𝑡 = (𝐾𝑡 𝑁𝑢𝑡
𝑑𝑖) (2.12)
Dimana,
ℎ𝑡 = Koefisien perpindahan panas pada sisi tube (W/ m2 oC)
𝐾𝑡 = Konduktifitas termal pada sisi tube (W/ m oC)
𝑁𝑢,𝑡 = Bilangan nusselt pada fluida di sisi tube
𝑑𝑖 = Diameter dalam tube (m)
Bilangan Nusselt tergantung dari banyaknya faktor,
diantaranya adalah pengaruh dari Reynold number. Bilangan
Nusselt pada sisi tube dapat dihitung dengan persamaan berikut
a. Aliran turbulen dengan Ret>104 menggunakan persamaan Side-
Tate (Mac Adamas) [13].
𝑁𝑢𝑡 = 0,027 Re𝑡0,8𝑃𝑟𝑡
1/3 (𝜇 𝑡
𝜇 𝑤)
0,14 (2.13)
10
b. Aliran intermediate dengan 2100 < Ret <104 menggunakan
persamaan Colburn [13].
𝑁𝑢𝑡 = 0,023 Re𝑡0,8𝑃𝑟𝑡
0,4 (𝜇 𝑡
𝜇 𝑤)
0,14 (2.14)
c. Aliran laminar dengan Ret ≤2100 menggunakan persamaan
Side-Tate (Mac Adamas) [13].
𝑁𝑢𝑡 = 1,86(Re𝑡 𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑖/𝐿)0,5𝑃𝑟𝑡1/3 (
𝜇 𝑡
𝜇 𝑤)
0,14 (2.15)
Dimana,
Ret = Bilangan reynold pada sisi tube
𝑑𝑖 = Diameter dalam tube (m)
𝑃𝑟𝑡 = Bilangan prandtl pada sisi tube
L = Panjang tube (m)
𝜇 𝑡 = Viskositas fluida pada sisi tube (kg/m s)
𝜇 𝑤 = Viskositas fluida pada temperature wall sisi tube (kg/ms)
2.4 Fouling
Fouling merupakan deposit yang berbentuk seperti sedimen,
kristal, ataupun korosi pada permukaan STHE. Fouling
menyebabkan meningkatnya thermal resistance pada perpindahan
panas dan menurunnya effisiensi thermal dari heat axchanger [5].
Fouling meneybabkan berkurangnya heat transfer, meningkatkan
pressure drop, mengahalangi proses aliran fluida pada pipa, dan
mempengaruhi faktor biaya. Faktor biaya meliputi kebutuhan
peralatan penukar panas yang lebih banyak, meningkatkan
konsumsi bahan bakar dan meningkatkan biaya maintenance.
Selain kerugian pada operasi, fouling menyebabkan pengeluaran
modal yang signifikan sehingga pengaruh adanya fouling harus
dipertimbangkan [5]. Skema dari fouling dapat dilihat pada gambar
berikut ini
11
Gambar 2. 2 Salah satu bentuk fouling pada STHE
Berikut ini beberapa parameter yang mempengaruhi adanya
fouling yaitu [5]: • Kecepatan aliran fluida
• Temperatur permukaan
• Temperatur keseluruhan fluida
• Material dan geometri pada permukaan perpindahan panas
• Karakteristik dari fluida yang menyebabkan fouling
Beberapa usaha yang dilakukan untuk mengurangi fouling
adalah sebagai berikut:
a. Mengoptimalkan kondisi operasi
Fouling dapat dikurangi dengan cara menaikkan kecepata
fluida. Hal ini dikarenakan dengan kecepatan fluida yang tinggi
maka koefisien perpindahan panas juga akan semakin tinggi.
Temperatur yang tinggi menyebabkan laju pembentukan fouling
semakin tinggi karena proses kimia seperti garam, biofouling dan
lain-lain akan mengalami peningkatan konsentrasi dan reaksi
seiring dengan peningkatakan suhu [5]
12
b. Mengoptimalkan dimensi dari STHE
Fouling dapat juga diminimalkan dengan cara optimisasi dari
dimensi heat exchanger. Diameter tube untuk jenis shell and tube
heat exchanger didesain dengan ukuran tube 20 mm hingga 25
mm, menggunakan dua buah shell yang disusun paralel,
menggunkan susunan tube square atau rotate square,
meninimalisasi dead space dengan menentukan jarak antar baffle
yang optimum, serta jarak antar tube [3]
c. Melakukan pembersihan berkala STHE
Alternatif lain adalah dengan melakukan pembersihan berkala
terhadap heat exchanger yang kotor. Umumnya, pembersihan
secara berkala dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan
kembali efisiensi termal dari heat exchanger [8]
2.4.1 Pemodelan Fouling
Pada STHE adanya fouling tidak dapat dihindari sehingga
dalam pemodelan fouling perlu dilakukan pemodelan untuk dapat
mengestimasi adanya fouling. Salah satu penelitian yang telah
dilakukan untuk memodelkan fouling yaitu oleh Polley [14]. Polley
mengembangkan dari pemodelan yang dilakukan oleh Ebert and
Panchal. Pada pemodelan fouling oleh Ebert and Panchal,
dipertimbangkan dengan fouling dapat dikurangi dengan pengaruh
tube wall shear stress or tube side fluid velocity (𝜏𝑤). Pemodelan
tersebut dikembangkan oleh Polley dengan pertimbangan
pengaruh temperature wall (Tw). Polley menggunakan beberapa
variabel-variabel untuk memodelkan fouling yaitu bilangan
Reynold (Re), bilangan Prandtl (Pr) dan temperature wall (Tw)
dengan menggunakan beberapa parameter yakni α (kosntanta
deposit), ɣ (konstanta supresi), R (konstanta gas konstan), dan Ea
(energi aktifasi) [15]. Persamaannya adalah sebagai berikut:
𝑑𝑅𝑓
𝑑𝑡= 𝛼Re−0,8Pr−
1
3 𝑒𝑥𝑝 (−𝐸𝑎
𝑅𝑇𝑤) −γRe0,8 (2.16)
Dimana nilai parameter-parameternya adalah sebagai berikut
13
α = 277,8 m2K/J
Ea = 48 KJ/mol
ɣ = 4,17 . 10-13 m2K/J
R = 0,008314462 KJ mol / K
2.5 Pemodelan Kinerja Pompa
Kinerja pompa (Wp) semakin bertambah ketika terjadi
pertumbuhan fouling. Pertumbuhan fouling mengakibatkan
tekanan menurun sehingga menambah kerja pompa. Kinerja
pompa (Wp) dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
berikut [9]
𝑊𝑝 =𝑚 𝑥 𝛥𝑝
𝜂 (2.17)
Dimana,
m = Aliran masa (kg/s)
Δp = Pressure drop (kg/ 𝑐𝑚2 )
𝜂 = Efisiensi heat exchanger (efisensi heat exchanger yang
digunakan adalah 80 % [9])
2.6 Objective Function
Pada proses optimisasi yang mempengaruhi nilai variabel
yang dioptimasi adalah penentuan dari objective function.
Objective function merupakan deklarasi yang menunjukan tujuan
optimisasi dilakukan. Objective function terdiri dari fungsi
maksimum atau minimum dari fungsi linier yang telah ditentukan,
parameter dan variabel yang dioptimisasi [16]. Pada optimsiasi
tekno-ekonomi fungsi tujuan dideskripsikan sebagai fungsi dari
total biaya yang digunakan oleh heat exchanger meliputi capital
cost dan operational cost STHE [12].
2.7 Metode Stochastic Algorithm
Optimisasi dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu sesuai
dengan fungsi objektif yang telah ditentukan (maksimum atau
minimum). Optimisasi terdeiri dari dua jenis yaitu metode
stokastik dan deterministik. Metode stokastik adalah metode
14
optimisasi yang terdiri dari variabel-variabel acak (random)
sehingga mempunyai distribusi dan probabilitas tertentu
sedangkan metode deterministik variabelnya bebas dan
keragamannya acak sehingga tidak mempunyai distribusi dalam
probabilitas [16]. Berikut ini merupakan beberapa metode
optimisasi algoritma stoakastik.
2.7.1 Genetic Algorithm (GA)
Genetic Algorithm (GA) merupakan salah satu metode
optimisasi yang menggunakan prinsip seleksi alam dari Darwin.
Populasi pada GA menggunakan filosofi jumlah kromosom. Pada
dikenal adanya proses inisiasi yang terdiri dari proses selection,
crossover, and mutation. Diagram alir dari metode optimisasi GA
adalah sebagai berikut
15
Tahapan dari metode optimisasi GA adalah sebagai berikut [9]
1. Mulai
2. Menentukan jumlah populasi
3. Melakukan pembangkitan populasi dan parameter
4. Melakukan seleksi parent selection
5. Melakukan persilangan masing-masing parent dengan
probabilitas crossover (Pc) 0.8 untuk menentukan keturunan
yang baru
6. Melakukan mutasi pada masing-masing generasi baru dengan
probabilitas mutasi (Pm) 0.01
N
Y
Start
Generate populations
Calculate fitness
Calculate fitness for new population
value
Mutation
Crossover
Selection
Is the iteration
finish?
Finish
Elitism
Gambar 2. 3 Diagram alir GA [9]
16
7. Menggantikan populasi saat ini dengan populasi yang baru
8. Melakukan pembangkitan pada masing-masing kromosom
pada populasi yang baru
9. Mekanisme elitism pada GA yaitu mengambil 90% dari
individu yang menang dari populasi saat ini. Populasi yang
baru akan diisi oleh keturunan yang baru
10. Kembali ke tahap 4 sampai hasilnya konvergen
11. Finish
2.7.2 Rain Water Optimization (RWA)
Rain Water Optimization (RWA) merupakan salah satu
teknik optimisasi dengan didasarkan pada filosofi hujan yang
turun. Hujan yang turun tersebut diasumsikan merupakan objek
yang jatuh bebas dari langit untuk mencari posisi yang paling
rendah di bumi sesuai dengan hukum Newton tentang gerak. Proses
inisialisasi dilakukan untuk menentukan parameter. Beberapa
parameternya yaitu:
• Jumlah rain water
• Dimensi fungsi objektif
• Global optimum untuk menemukan nilai minimum atau
maksimum
• Batas atas dan bawah fungsi objektif,
• Jumlah iterasi.
Rain water optimization memiliki ketinggian dan massa
masing-masing yang ditentukan secara acak. Kecepatan dan posisi
tiap-tiap rain water dihitung ketika mencapai tanah. Dengan
menggunakan algoritma Djikstra dapat ditentukan posisi antara
rain water di tanah. Rain water akan mengalir ke posisi paling
rendah dengan kecepatan bergantung pada massa dan kecepatan
awal. Posisi baru rain water akan diperbarui berdasarkan hukum
Newton tentang gerak hingga iterasi selesai [17]. Diagram alir dari
teknik optimisasi menggunakan Rain water Optimization adalah
sebagai berikut
17
Gambar 2. 4 Diagram alir RWA [16]
Tahapan dari algoritma RWA adalah sebagai berikut [17]
1. Mulai
2. Mengatur parameter berikut:
a. 𝑛𝑃𝑜𝑝: population size
b. 𝑛𝑝: number of neighbor points of each drop
c. jumlah maksimum iterasi.
3. Membangkitkan populasi pertama dari raindrops termasuk
nPop (population size) raindrops secara acak sehingga setiap
raindrop memenuhi constraint yang telah ada.
4. Atur untuk 1, nilai Iterasi.
5. Secara default, diatur ke status Active untuk semua status
drops
6. Lakukan hal berikut pada setiap active raindrops:
a. Bangkitkan 𝑛𝑝 neighbor points
START
Determine number of rain water & iterations
Random : Height & Mass of rain water
Calculate velocities of rain water when hit the ground (v0)
Determine thelastest positions of each rain water using Dijkstra's
Algorithm
Calculate the new velocities (vt)
Calculate the lastest positions (st)
Iterations finish?
Evaluate the best positions
END
Save 5% of the best positions
YES
NO
18
b. Mendapatkan nilai-nilai cost function dari drops dan
neighbor points-nya.
c. Jika ada dominant neighbor points kemudian ubah posisi
saat ini dari drop ke titik tersebut. Jika tidak, terapkan
explosion process untuk drop tersebut.
d. Jika tidak ada dominant neighbor points setelah 𝑁𝑒 kali
explosion, atur status dari drop menjadi Inactive.
7. Buat sebuah merit order list dan menghapus sejumlah drops
tertentu dengan peringkat rendah atau menetapkan 𝑁𝑒 yang
lebih tinggi untuk drops peringkat tinggi.
8. Atur Iterasi = Iterasi + 1;
9. Jika ada Active raindrop dan iterasi belum mencapai jumlah
maksimum yang diperbolehkan, kembali ke langkah 6.
10. Hitung nilai cost function dari semua raindrops.
11. Cari raindrop dengan cost function minimum.
12. Cetak posisi raindrop dan cost sebagai solusi optimal.
13. Selesai
2.7.3 Particle Swam Optimization (PSO)
Particle Swarm Optimization (PSO) adalah sebuah metode
optimisasi yang menggunakan prinsip komputasi pada evolusi
yang dikembangkan oleh Kennedy dan Eberhart pada tahun1995.
Konsep pada PSO adalah filosofi dari sekelompok partikel yang
membentuk populasi yang sering dideskripsikan sebagai populasi
burung. Diagram alir dari metode Particle Swarm Optimization
(PSO) adalah sebagai berikut [9]
19
]
Tahapan dari metode PSO ini adalah sebagai berikut:
1. Mulai
2. Menentukan nilai parameter c1, c2, jumlah populasi (nPop) dan
jumlah iterasi (nIter)
3. Menentukan letak partikel dan velocity
4. Menghitung nilai fitness
5. Memperbarui nilai Pbest dan Gbest
6. Memperbarui posisi partikel dan velocity
7. Menghitung dan mengevaluasi nilai fitness
8. Kembali ke langkah 5 hingga konvergen yaitu sampai iterasi
200
9. Selesai
Gambar 2. 5 Diagram alir PSO [9]
20
2.7.4 Khiller Whale Algorithm (KWA)
Algoritma Khiller Whale merupakan algoritma yang meniru
perilaku dari paus. Satu kelompok killer whale disebut matriline
yang terdiri dari leader dan anggota. Tugas dari leader adalah
menentukan letak prey dan arah optimal untuk memangsa
sedangkan tugas anggota adalah untuk menangkap mangsa. [18]
Diagram alir dari metode KWA adalah sebagai berikut
Gambar 2. 6 Diagram alir KWA [18]
21
Tahapan dari metode KWA ini adalah sebagai berikut:
1. Mulai
2. Menentukan populasi (nPop), jumlah matriline (nTeam) dan
maksimum iterasi (maxIt)
3. Menentukan letak dan arah potensial prey
4. Menentukan pola pencarian mangsa atau menentukan fitness
5. Memperbarui nilai Pbest dan Gbest
6. Memperbarui letak dan arah potensial prey
7. Menghitung dan mengevaluasi nilai fitness
8. Kembali ke langkah 5 hingga konvergen yaitu sampai iterasi
200
9. Selesai
2.7.5 Duelist Algorithm (DA)
Duelist Algorithm (DA) adalah salah satu teknik optimisasi
yang berasal dari komputasi evolusi yang telah dikembangkan oleh
Biyanto pada tahun 2015. DA adalah sebuah algoritma yang
mengambil filosofi dari bagaimana duelist meningkatkan
kemampuannya dalam sebuah pertandingan. Pada DA fungsi
objektif adalah sebagai duelist dengan nilai fitness adalah nilai
yang optimal dari duelist yang menang. Diagram alir dari metode
Duelist Algorithm (DA) adalah sebagai berikut [9]
22
Gambar 2. 7 Diagram alir DA [9]
Tahapan dari metode DA adalah sebagi berikut [9]:
1. Mulai
2. Registration of Duelist Candidate
Masing-masing calon duelist dalam set duelist melakukan
registrasi menggunakan binary array yang disebut sebagai
Nvar.
3. Pre-Qualification
Pre-qualification adalah sebuah tes yang diberikan pada
masing-masing duelist untuk mengevaluasi kemampuan
dalam bertarung mereka dalam skillset.
23
4. Menentukan juara
Penentuan juara dilakukan untuk menyimpan best duelist.
Masing-masing juara harus melatih duelist yang baru sebaik
dirinya pada sebuah duel. Duelist yang baru akan
menggantikan posisi juara dan mengikuti pertarungan yang
selanjutnya.
5. Menentukan jadwal duel antar masing-masing duelist
Jadwal duel antar masing-masing duelist ditentukn secara
acak. Masing-masing duelist akan bertarung sesuai dengan
kemampuan mereka dan keberuntungan yang menentukan
yang menang dan kalah. Duel tersebut menggunakan logika
sederhana. Jika kemampuan bertarung duelist A dan
keberuntungan yang dimiliki lebih besar dari duelist B maka
duelist A adalah pemenang dan sebaliknya. Keberuntungan
duelist ditentukan semata-mata fungsi acak untuk
menghindari local optimum.
6. Peningkatan duelist
Peningkatan kemampuan dari masing-masing duelist terdiri
dari dua metode untuk masing-masing kondisi. Metode
pertama untuk duelist yang kalah yaitu masing-masing dari
yang kalah belajar dari yang menang. Belajar dalam hal ini
berarti yang kalah dapat meniru kemapuan dari pemenang
dalam skillset dan binary aray. Metode kedua adalah untuk
yang menang, maisng-masing duelist yang menang dapat
mengembangkan kemampuan mereka dengan mencoba hal
yang baru dari duelist yang kalah. Meode ini terdiri dari
manipualasi acak dari winner’s array.
7. Elimination
Duelist dengan kemampuan duel terburuk akan terelimiansi.
Hal ini akan terus berulang hingga maksimum iterasi
8. Selesai
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada tugas akhir ini, penelitian ini dirancang melalui beberapa
tahap yang digambarkan pada diagram alir sebagai berikut
Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian
26
3.1 Pengambilan Data Heat Exchanger
Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah
pengumpulan data heat exchanger yang dibutuhkan dari PT.
Pertamina RU IV Cilacap. Data yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
a. Data dimensi heat exchanger
b. Data properties fluida pada sisi shell dan tube heat exchanger
c. Data kondisi operasi yang terdiri dari temperatur di inlet dan
outlet sisi shell dan tube dan laju aliran massa di sisi shell dan
tube.
3.2 Penentuan Fungsi Tujuan dan Constrain
Pada tahap ini yaitu dilakukan penentuan fungsi tujuan yang
merepresentasikan tujuan dari dilakukannya optimisasi.
min 𝑓(𝑥) → min 𝑅𝑓 (3.1)
min 𝑅𝑓 → max 𝐽𝐻𝐸 (3.2)
Fungsi tujuan pada optimisasi ini adalah fouling resistance
yang minimal pada sisi shell and tube heat exchanger sehingga
mempengaruhi nilai saving (JHE) pada STHE. Pada optimisasi ini,
constrain yang digunakan adalah heat duty (Q) dan pressure drop
(Δp) tidak boleh lebih dari data desain.
3.3 Pemodelan STHE
Pemodelan STHE digunakan untuk menghitung koefisien
perpindahan panas sisi tube dan shell, koefisien perpindahan panas
keseluruhan, heat duty, dan pressure drop, kinerja pompa, energy
recovery, capital cost, pump cost. Data-data yang digunakan untuk
memodelkan heat exchanger berupa variabel-variabel yang
nilainya berubah-ubah hingga mencapai kondisi yang optimal dan
nilai paramater-parameter yang sudah ditetapkan. Variabel-
variabel tersebut adalah diameter luar tube (Do), jumlah baffle (Nb)
dan diameter dalam shell (Ds). Sedangkan parameter-parameter
yang ditetapkan adalah laju aliran pada tube (𝑚t), viskositas fluida
pada tube (𝜇t), massa jenis fluida pada tube (𝜌t), konduktivitas
27
termal pada tube (Kt), kalor jenis fluida pada tube (Cp,t), laju aliran
pada shell (𝑚s), viskositas fluida pada shell (𝜇s), kalor jenis fluida
pada shell (Cp,s), massa jenis aliran pada shell (𝜌s), konduktivitas
termal pada shell (Ks), diameter shell (Ds), temperatur masuk fluida
dingin (Tc,i), temperatur keluar fluida dingin (Tc,o), temperatur
masuk fluida panas (Th,i), temperatur keluar fluida panas (Th,o),
konduktivitas material pada tube (Kcs), jumlah baffle (Nb), panjang
tube (Lta), tebal tube (tw), baffle cut (Bc), number of shell (Ns),
number of tube pass (Np), tube layout (θtp) dan number of sealing
strips (Nss)
3.3.1. Perhitungan Perpindahan Panas pada Sisi Shell
Pada perhitungan perpindahan panas pada sisi shell STHE,
metode yang digunakan adalah Bell-Delaware Method.
a. Shell side parameter
Pada geometri basic STHE untuk jenis baffle berupa
segmental baffle maka pemodelan yang digunakan yaitu sebagai
berikut. Perhitungan clearance antara bundle dan shell (Lbb)
digunakan persamaan di bawah ini [3]:
𝐿𝑏𝑏 =(12+0,005 𝐷𝑠)
1000 (3.3)
Dimana
Lbb = Clearance antara bundle dan shell (m)
Ds = Diameter dalam shell (m)
Gambar 3. 2 Geometri basic segmental baffle [7]
28
Nilai diameter tube bank outer (Dotl) dapat dicari dengan
persamaan di bawah ini [3]:
𝐷𝑜𝑡𝑙 = 𝐷𝑠 − 𝐿𝑏𝑏 (3.4)
Dimana,
Dotl = Diameter tube bank outer (m)
Diameter bundle dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan di bawah ini [3]:
𝐷𝑐𝑡𝑙 = 𝐷𝑜𝑡𝑙 − 𝑑𝑜 (3.5)
Dimana,
Dctl = Diameter bundle (m)
do = Diameter luar tube (m)
Menentukan nilai Lti dan Lta dapat digunakan persamaan di bawah
ini [3]:
𝐿𝑡𝑖 = ((𝑁𝑏 − 1)𝐿𝑏𝑐) + 𝐿𝑏𝑖+𝐿𝑏𝑜 (3.6)
Lta = Lti + 0,3 Dotl (3.7)
Dimana,
Nb = Jumah baflfle
Lbc = Jarak antar baffle (m)
Lbi = Jarak baffle inlet (m)
Lbo = Jarak baffle outlet (m)
Hubungan antara jarak antar baffle (Lbc ) dengan Lta dapat diketahui
dengan persamaan berikut [3]:
Lbc = 𝐿𝑡𝑎
𝑁𝑏+1 (3.8)
Gambar 3. 3 Definisi panjang tube pada STHE [7]
29
Sudut kemiringan pada baffle cut adalah sudut pada pusat
perpotongan antara baffle cut dan inner shell, seperti pada Gambar
3.2. Sudut kemiringan pada baffle cut (θds) dapat dihitung dengan
menggunkana persamaan berikut [3]:
𝜃𝑑𝑠 = 2 cos−1(1 −2𝐵𝑐
100) (3.9)
Dimana,
θds = Sudut kemiringan pada baffle cut (rad)
Bc = Baffle cut (%)
Persamaan sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut [3]:
𝜃𝑐𝑡𝑙 = 2 cos−1[𝐷𝑠
𝐷𝑐𝑡𝑙(1 −
2𝐵𝑐
100)] (3.10)
Dimana,
θctl = Sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut (rad)
Persamaan untuk luas aliran crossflow pada sisi shell dapat
ditentukan sebagai berikut [3]:
𝑆𝑚 = 𝐿𝑏𝑐 [𝐿𝑏𝑏 +𝐷𝑐𝑡𝑙
𝐿𝑡𝑝.𝑒𝑓𝑓(𝐿𝑡𝑝 − 𝑑𝑜)] (3.11)
Dimana,
Sm = Luas aliran crossflow pada sisi shell (m2)
Ltp.eff = Jarak efektif antar tube (m)
Ketika tube layout yang dipilih 30o dan 90o (θtp = 30o atau 90o)
maka, Ltp.eff sama dengan panjang antar tube atau tube pitch (Ltp.eff
= Ltp). Ketika tube layout yang digunakan adalah 45o (θtp=45o)
maka Ltp.eff sama dengan 0,707 Ltp (Ltp.eff = 0,77 Ltp).
Persamaan untuk sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut
dapat digunakan untuk menentukan nilai fraksi tube pada jendela
baffle dan pada pure crossflow sebagai berikut [3]:
𝐹𝑤 =𝜃𝑐𝑡𝑙
2𝜋−
sin 𝜃𝑐𝑡𝑙
2𝜋 (3.12)
Dimana,
Fw = Nilai fraksi tube pada jendela baffle [3]:
𝐹𝑐 = 1 − 2𝐹𝑤 (3.13)
30
Dimana,
Fc = Nilai fraksi tube pada pure crossflow
Persamaan jumlah efektif tube rows pada crossflow [3]:
𝑁𝑡𝑐𝑐 = 𝐷𝑠
𝐿𝑝𝑝[[1 −
2 𝐵𝑐
100]] (3.14)
Dimana,
Ntcc = Jumlah efektif tube rows pada crossflow
Lpp = Jarak efektif antar tube row (m), Lpp dapat dilihat pada
gambar tube layout basic parameters
Untuk mencari luas bundle ke shell dapat dihitung dengan
persamaan berikut [3]
𝑆𝑏 = 𝐿𝑏𝑐 (𝐷𝑠 − 𝐷𝑜𝑡𝑙 + 𝐿𝑝𝑙) (3.15)
Dimana,
Sb = Luas bundle ke shell (m2)
Lpl =Lebar tube dan partisi diantara tube wall (m)
Untuk standar dalam perhitungan, nilai Lpl = 0
Persamaan rasio antara luas area by pass dengan luas crossflow
keseluruhan [3]:
𝐹𝑠𝑏𝑝 = 𝑆𝑏
𝑆𝑚
(3.16)
Dimana,
Fsbp = Perbandingan antara luas area by pass dengan luas crossflow
keseluruhan
Diameter clearance antara diameter shell dengan diamater baffle
dapat dicari dengan persamaan berikut [3]:
𝐿𝑠𝑏 =3,1+0,004 𝐷𝑠
1000 (3.17)
Dimana,
Lsb = Diameter clearance antara diameter shell dengan diamater
baffle (m)
Persamaan luas kebocoran shell ke baffle dengan circle segment
pada baffle [3]:
31
𝑆𝑠𝑏 = 𝜋𝐷𝑠𝐿𝑠𝑏
2(
2𝜋−2𝜃𝑑𝑠
2𝜋) (3.18)
Dimana,
Ssb = luas kebocoran shell ke baffle (m2)
Persamaan luas kebocoran tube ke baffle [3]:
𝑆𝑡𝑏 =𝜋
4[(𝑑𝑜 + 𝐿𝑡𝑏)2 − 𝑑𝑜
2]𝑁𝑡(1 − 𝐹𝑤) (3.19)
Dimana,
Stb = Luas kebocoran tube ke baffle (m2)
Ltb = Diameter clerance antara diamter luar tube dengan
lubang baffle (m)
Berdasarkan TEMA standar, merekomendasikan bahwa clearane
sebagai fungsi dimater tube dan jarak baffle dengan nilai 0,0008
(m) atau 0,0004 (m) [8]
b. Shell side Heat Transfer and Pressure Drop Correction
Factor
Selanjutnya untuk menghitung koefisien perpindahan panas
pada shell, maka diperlukan perhitungan faktor-faktor koreksi pada
sisi shell.
Persamaan nilai koefisien perpindahan panas pada shell [3]
ℎ𝑠 = ℎ𝑖𝐽𝑐𝐽𝑙𝐽𝑏𝐽𝑠𝐽𝑟 (3.20)
Dimana,
hs = koefisien perpindahan panas pada shell (W/ m2 OC)
Perhitungan faktor-faktor koreksi tersebut menggunakan
persamaan di bawah ini [3]:
Faktor koreksi Jc dengan menggunakan persamaan berikut
𝐽𝑐 = 0,55 + 0,72𝐹𝑐 (3.21)
Dimana,
Jc = Faktor koreksi pada baffle cut dan jarak antar baffle
32
Faktor koreksi Jl dengan menggunakan persamaan berikut
𝐽𝑙 = 0,44(1 − 𝑟𝑠) + [1 − 0,44(1 − 𝑟𝑠)]𝑒−2,2𝑟𝑙𝑚 (3.22)
Dengan nilai rs dan rlm
𝑟𝑠 =𝑆𝑠𝑏
𝑆𝑠𝑏+𝑆𝑡𝑏 (3.23)
𝑟𝑙𝑚 =𝑆𝑠𝑏+𝑆𝑡𝑏
𝑆𝑚 (3.24)
Dimana,
Jl = Faktor koreksi akibat efek kebocoran baffle antara shell
ke baffle dan tube ke baffle
rs dan rlm = Parameter korelasi
Faktor koreksi Jb dengan menggunakan persamaan berikut
𝐽𝑏 = exp { −𝐶𝑏ℎ𝐹𝑠𝑏𝑝[1 − 2𝑟𝑠]} (3.25)
Dimana,
Jb = faktor koreksi pada bundle by pass flow
Cbh = 1,25 pada kondisi aliran pada shell laminar (Res≤ 100)
Cbh = 1,35 pada kondisi aliran turbulen (Res ≥ 100)
Faktor koreksi Jr dengan menggunakan persamaan berikut
Ketika aliran laminar Res< 20, maka persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut
𝐽𝑟 =1,51
𝑁𝑐0,18 (3.26)
Pada persamaan di atas digunakan persamaan berikut ini
𝑁𝑐 = (𝑁𝑡𝑐𝑐 + 𝑁𝑡𝑐𝑤)(𝑁𝑏 + 1) (3.27)
Dimana,
Jr = Faktor koreksi yang merugikan temperatur gradien pada aliran
laminar
Nc = Jumlah total tube rows pada heat exchanger
Ketika Res berada pada 20≤Res≤100 untuk mencari nilai
koreksinya menggunakan persamaan sebagai berikut [3]:
𝐽𝑟 =1,51
𝑁𝑐0,18 + (
20−𝑅𝑒𝑠
80) (
1,51
𝑁𝑐0,18 − 1) (3.28)
33
Ketika kondisi aliran pada shell turbulen (Res ≥100), maka faktor
koreksinya bernilai satu (Jr =1) [3]
Faktor koreksi Js dengan menggunakan persamaan berikut [3]
𝐽𝑠 =(𝑁𝑏−1)+(𝐿𝑖
∗)1−𝑛+(𝐿𝑜∗)1−𝑛
(𝑁𝑏−1)+(𝐿𝑖∗−1)+(𝐿𝑜
∗−1) (3.29)
𝐿𝑖∗ =
𝐿𝑏𝑖
𝐿𝑏𝑐 (3.30)
𝐿𝑜∗ =
𝐿𝑏𝑜
𝐿𝑏𝑐 (3.31)
Dimana,
Js = Faktor koreksi untuk variabel jarak baffle inlet dan outlet
𝐿𝑖∗= Perbandingan jarak baffle inlet dengan jarak baffle dalam
shell (m)
𝐿𝑜∗= Perbandingan antara jarak baffle outlet dengan jarak baffle
dalam shell (m)
Ketika parameter n ketika alirannya turbulen n=0,6 dan aliran
laminar n=1
Persamaan kecepatan massa dan bilangan Reynold pada sisi shell
adalah sebagai berikut [3]
𝐺𝑠 =𝑚𝑠
𝑆𝑚 (3.32)
𝑅𝑒𝑠 =𝐺𝑠 𝑑𝑜
𝜇𝑠 (3.33)
Dimana,
Gs = Kecepatan aliran massa pada shell (kg/ s m2)
ms = Aliran massa pada shell (kg/s)
𝜇𝑠 = Viskositas fluida pada shell (kg/m s)
𝑅𝑒𝑠 = Bilangan Reynold shell
Persamaan nilai Prandtl pada shell [3]
𝑃𝑟𝑠 =𝜇𝑠𝐶𝑝𝑠
𝑘𝑠 (3.34)
Dimana,
Prs = Nilai Prandtl
Cps = Kapasitas panas spesifik pada shell (J/kg OC)
Ks = Konduktifitas termal pada shell (W/ m OC)
34
𝜇𝑠 = Viskositas fluida pada shell (kg/m s)
Pada sisi shell dapat dihitung nilai perpindahan panas ideal dengan
persamaan [3]
ℎ𝑖 =𝑗𝑖𝐶𝑝𝑠𝐺𝑠(∅𝑠)𝑛
𝑃𝑟𝑠
23
(3.35)
Dengan ji sebagai parameter ideal Colburn dengan persamaan
sebagai berikut [3]:
𝑗𝑖 = 1,73𝑅𝑒𝑠−0,694 ketika 1≤Res≤100
𝑗𝑖 = 0,717 𝑅𝑒𝑠−0,574
ketika 100≤ Res ≤ 1000
𝑗𝑖 = 0,236 𝑅𝑒𝑠0,346
ketika 1000 ≤ Res
Untuk mencari nilai parameter ideal Colburn (∅𝑠)𝑛) [3]
(∅𝑠)𝑛 = ( 𝜇𝑠
𝜇𝑠𝑤)0,14 (3.36)
Dimana,
hi = Koefisien perpindahan panas ideal pada shell (W/m2 OC)
ji = Parameter ideal Colburn
𝜇𝑠𝑤 =Viskositas fluida pada temperature wall sisi shell (kg/ms)
3.3.2. Perhitungan Perpindahan Panas pada Sisi Tube
Metode yang digunakan untuk menghitung koefisien
perpindahan panas pada sisi tube adalah Bell-Delaware Method.
Adapun persamaan-persamaan untuk menentukan nilai koefisien
perpindahan panas pada tube sebagai berikut.
Luas permukaan tube dapat dihitung dengan persamaan berikut
[13]
𝐴𝑡 =𝜋 𝑑𝑖
2 𝑁𝑡
4 (3.37)
𝑑𝑖 = 𝑑𝑜 − 2 𝑡𝑤 (3.38)
Dimana,
At = Luas permukaan tube (m2)
di = Diameter dalam tube (m)
35
Nt = Jumlah tube
tw = Ketebalan tube (m)
Kecepatan aliran massa pada tube dihitung dengan persamaan
berikut [13]
𝐺𝑡 =𝑚𝑡 𝑁𝑝
𝐴𝑡 (3.39)
Dimana,
Gt = Kecepatan aliran massa pada tube (kg/ s m2)
mt = Massa aliran pada tube (kg/s)
Np = Jumlah tube pass
Persamaan untuk menentukan nilai Reynold pada sisi tube adalah
sebagai berikut[13]
𝑅𝑒𝑡 =𝐺𝑡 𝑑𝑖
𝜇𝑡 (3.40)
Dimana
Ret = Bilangan Reynold
µt = Viskositas fluida pada tube (kg/m s)
Nilai Prandtl pada tube dapat dihitung dengan persamaan berikut
[13]
𝑃𝑟𝑡 = 𝐶𝑝𝑡 𝜇 𝑡
𝐾𝑡 (3.41)
Dimana,
Cpt = Kapasitas panas spesifik pada tube (J/kg OC)
Kt = Konduktivitas termal pada tube (W/ m OC)
Koefisien perpindahan panas pada sisi tube dapat dihitung dengan
persamaan CollBurn [13]
ℎ𝑡 = 0,023 Re𝑡0,8𝑃𝑟𝑡
0,4 (𝐾𝑡
𝑑𝑖) (
𝜇 𝑡
𝜇 𝑤)
0,14 (3.42)
Dimana,
ht = Koefisien perpindahan panas pada sisi tube (w/m2 oC)
36
3.4 Pemodelan Fouling
Persamaan untuk mendapatkan nilai fouling pada sisi shell dan
tube digunakan Polley Model sebagai berikut [14]
𝑑𝑅𝑓
𝑑𝑡= 𝛼Re−0,8Pr−
1
3 𝑒𝑥𝑝 (−𝐸𝑎
𝑅𝑇𝑤) −γRe0,8 (3.43)
Dimana, 𝑑𝑅𝑓
𝑑𝑡 = Resistansi fouling (m2 K/J)
Tw = Temperatur tube wall (K)
α = 277,8 m2K/J
Ea = 48 KJ/mol
ɣ = 4,17 . 10-13 m2K/J
R = 0,008314 kJ/mol K
Temperatur tube wall ditentukan dengan persamaan berikut [13]
𝑇𝑤 = 𝑇𝑡,𝑎𝑣 + 𝑇𝑠,𝑎𝑣− 𝑇𝑡,𝑎𝑣
1+ℎ𝑡ℎ𝑠
(3.44)
Dimana,
Tt,av = Temperatur rata-rata pada tube (OC)
Ts,av = Temperatur rata-rata pada shell (OC)
3.5 Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan
Koefisien perpindahan panas keseluruhan dapat dicari
dengan persamaan berikut
𝑈𝐶 = 1
(1
ℎ𝑠+
𝑑𝑜ℎ𝑡𝑑𝑖
)+𝑐𝑜𝑛𝑑 (3.45)
𝑐𝑜𝑛𝑑 = 𝑑𝑜 (ln(
𝑑𝑜𝑑𝑖
))
2 𝐾𝑐𝑠 (3.46)
Dimana,
Uc = Koefisien perpindahan panas keseluruhan kondisi bersih
(w/m2 oC)
Cond = Perpindahan panas konduksi (m2 oC /W)
Kcs = Konduktifitas termal material tube (W/ m OC)
Persamaan nilai heat duty [13]
37
𝑄 = 𝑈 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (3.47)
Dimana,
𝑈 = koefisien perpindahan panas keseluruhan (W/m2 oC )
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = Log Mean Tempperature Difference corrected
(oC)
𝐴𝑜 = Luas permukaan perpindahan panas (m2)
Log Mean Tempperature Difference corrected (𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟.) dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut [13].
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = 𝐿𝑀𝑇𝐷 . 𝐹 (3.48)
Dimana,
𝐿𝑀𝑇𝐷 = Log Mean Tempperature Difference (oC)
𝐹 = Faktor koreksi
Log Mean Tempperature Difference (LMTD) merupakan
rata-rata perbedaan temperatur antara fluida panasdan fluida
dingin. LMTD dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut [13]
𝐿𝑀𝑇𝐷 =(𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜)−(𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)
𝑙𝑛 (𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜
𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)
(3.49)
Faktor koreksi (F) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut [13]
𝐹 =√𝑅2+1 ln(1−𝑆)/(1−𝑅𝑆)
(𝑅−1) ln2−𝑆(𝑅+1−√𝑅2+1)
2−𝑆(𝑅+1+√𝑅2+1)
(3.50)
Dengan nilai R didapatkan dari persamaan berikut [13]
𝑅 =𝑇ℎ,𝑖−𝑇ℎ,𝑜
𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖 (3.51)
dan nilai S [13]
𝑆 =𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖
𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑖 (3.52)
38
Dimana,
R , S = Faktor efisiensi temperatur
Luas permukaan perpindahan panas dapat dihitung dengan
persamaan berikut [13]
𝐴𝑜 = 22
7 𝑑𝑜 𝐿𝑡𝑖 𝑁𝑡 𝑁𝑠 (3.53)
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, maka dapat
ditentukan koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi
aktual dengan menggunkan persamaan berikut [13]
𝑈𝑎 =𝑄
𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (3.54)
Dimana
𝑈𝑎 = Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi
aktual (W/ m2 oC )
Sedangkan koefisien perpindahan panas keseluruhan pada
kondisi terjadi fouling dapat dihitung dengan persamaan berikut
[19]
1
𝑈𝑓=
𝑑𝑜
𝑑𝑖 ℎ𝑖+
𝑑𝑜 𝑅𝑓,𝑖
𝑑𝑖+
𝑑𝑜 ln( 𝑑𝑜 𝑑𝑖
)
2 𝐾𝑤+ 𝑅𝑓,𝑜 +
1
ℎ𝑜 (3.55)
Dimana
𝑈𝑓 =Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi terjadi
fouling (W/ m2 oC )
do = Diameter luar tube (m)
di = Diameter dalam tube (m)
Rf,i = Resistansi fouling pada tube (m2 oC /W)
Rf,o = Resistansi fouling pada shell (m2 oC /W)
hi = Koefisien perpindahan panas pada tube (W/m2 oC)
hs = Koefisien perpindahan panas pada shell (W/m2 oC)
Kw = Konduktifitas termal material tube (W/ m OC)
3.6 Perhitungan Pressure Drop
Pressure drop pada sisi tube dihitung dengan menggunakan
Pethukov and Popov's Methods [13]
∆𝑃𝑡 = [2 𝑥 𝑓 𝐿 𝑥 𝑁𝑝
𝑑𝑖+ 2 𝑥 𝑁𝑝] 𝑥 𝜌𝑡 𝑥 𝑉2 (3.56)
39
𝑓 = (1,58 ln 𝑅𝑒𝑡 − 3,28)2 (3.57)
Dimana,
∆𝑃𝑡 = Pressure drop sisi tube (kg/cm2)
f = Faktor friksi
L = Panjang tube (m)
𝜌𝑡 = Kalor jenis pada tube (kg/m3)
V = Kecepatan fluida (m/s)
Pressure drop pada sisi shell dihitung dengan menggunakan Bell
Delaware’s Methods [13]
∆𝑃𝑠 = 𝑓 𝐺𝑠
2 𝐷𝑠 (𝑁𝑏+1)
𝜌𝑠 𝑑𝑜 (𝜇𝑠𝜇𝑤
)0,14 (3.58)
𝑓 = 𝑒0,576−0,19 ln 𝑅𝑒𝑠 (3.59)
Dimana,
∆𝑃𝑠 = Pressure drop sisi shell (kg/cm2)
f = Faktor friksi
𝜌𝑠 = Kalor jenis pada shell (kg/m3)
3.7 Perhitungan Kinerja Pompa
Adanya fouling mengakibatkan tekanan menurun sehingga
menambah kerja pompa. Kinerja pompa (Wp) dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan kinerja pompa sebagai berikut
[9]
𝑊𝑝 =𝑚 𝑥 𝛥𝑝
𝜂 (3.60)
Dimana,
m = Aliran masa (kg/s)
Δp = Pressure drop (kg/ 𝑐𝑚2 )
𝜂 = Efisiensi heat exchanger
3.8 Validasi Permodelan STHE
Validasi digunakan untuk menentukan seberapa valid hasil
pemodelan yang telah dihitung. Proses validasi dilakukan dengan
cara membandingkan hasil pemodelan dengan data sheet atau data
desain heat exchanger. Data desain tersebut dianggap data yang
paling benar yang sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan,
40
sehingga data desain dijadikan pedoman untuk melakukan validasi.
Hasil pemodelan dikatakan valid apabila variasi antara hasil
pemodelan dengan data sheet kecil atau sama.
3.9 Optimisasi dengan Beberapa Metode Stochastic Algorithm
Pada tahap ini yaitu dilakukan optimisasi dari permodelan
STHE yang telah dilakukan. Fungsi tujuan optimisasi adalah
fouling resistance yang minimall. Variabel yang dioptimisasi
adalah diameter dalam shell (Ds), diameter luar tube (do), dan
jumlah baffle (Nb).
Optimisasi dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
stokastik yakni Genetic Algorithm (GA), Rain Water Optimization
(RWA), Particle Swarm Optimization (PSO), Duelist Algorithm
(DA) dan Killer Whale Algorithm (KWA). Properti yang
dibutuhkan dalam optimisasi diantaranya sebagai berikut:
a. Jumlah variabel yang dioptimisasi
Variabel yang mempengaruhi fungsi tujuan yakni diameter
dalam shell (Ds), diameter luar tube (do), dan jumlah baffle (Nb),
maka jumlah variabel yang dioptimisasi adalah 3.
b. Batas pada variabel optimisasi
Batas variabel optimisasi digunakan sebagai seberapa besar
jangkauan untuk mengacak nilai-nilai variabel optimisasi agar
memenuhi fungsi tujuan. Batas atas dan batas bawah diperoleh
berdasarkan standar TEMA yang disesuaikan dengan pemodelan
STHE [8]. Batas atas dan batas bawah variabel optimisasi sebagai
berikut :
diameter dalam shell = 0,5 m – 0,9 m
diameter luar tube = 0,0127 m – 0,02224 m
jumlah baffle = 5 – 7
c. Jumlah populasi
Jumlah populasi menentukan jumlah generasi pada masing-
masing metode yang akan terlibat dalam proses optimisasi. Jumlah
populasi yang digunakan adalah 200.
d. Iterasi
Iterasi digunakan untuk menentukan jumlah pengulangan
proses optimisasi. Pada tugas akhir ini digunakan 200 kali iterasi.
41
Hal ini ditentukan berdasarkan grafik hasil optimisasi pada
software MATLAB yang telah menunjukkan nilai yang konstan
pada iterasi ke 200. Apabila grafik telah konstan dan hasil
optimisasi tidak berubah, maka iterasi telah selesai.
3.10 Perhitungan Saving (JHE)
Pada tahap ini setelah dilakukan optimisasi nilai diameter
dalam shell (Ds), diameter luar tube (do), dan jumlah baffle (Nb)
maka didapatkan nilai parameter yang optimal untuk mendapatkan
saving (JHE) yang optimal pula. Saving (JHE) dapat didapatkan
dari maksimum energi yang dapat disimpan atau didapatkan
(energy recovery) [9]. Tetapi ketika penggunaan heat exchanger
maka untuk mendapatkan saving (JHE) maksimum maka capital
cost dan pump cost harus minimum serta dipengaruhi dengan
pemilihan jadwal pembersihan dan maintenance cost [20].
Persamaan untuk mendapatkan nilai saving (JHE) adalah
sebagi berikut
𝑆𝑎𝑣𝑖𝑛𝑔 (𝐽𝐻𝐸) = 𝐸 − (𝐶𝐶 + 𝑃𝑐+𝑀𝐻𝐸) (3.61)
Dengan perhitungan Energy recovery (E), Capital Cost (𝐶𝐶), Pump
Cost (Pc) dan Maintenance Cost (𝑀𝑐) adalah sebagai berikut
• Energy recovery (E)
𝐸 = 𝑄 𝑥 𝐶𝐸 (3.62)
Dimana:
E = Energy recovery (USD)
Q = Heat duty (GW)
CE = Energy cost (USD/GW) = 2,48 [9]
• Capital Cost (𝐶𝐶)
𝐶𝑐 = 𝐴 𝑥 𝐶𝐻𝐸 (3.63)
Dimana:
𝐶𝑐 = Capital cost (USD)
A = Luas area ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑒𝑥𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒𝑟 (𝑚2)
𝐶𝐻𝐸 = 𝐶𝑜𝑠𝑡 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑒𝑥𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒𝑟 (𝑈𝑆𝐷
𝑚2 ) = 359,77 [9]
42
• Pump Cost (Pc)
𝑃𝑐 = 𝑊𝑝 𝑥 𝑃𝑢 (3.64)
Dimana:
𝑃𝑐 = 𝑃𝑢𝑚𝑝 𝑐𝑜𝑠𝑡 (𝑈𝑆𝐷)
𝑊𝑝 = Kinerja pompa (𝐾𝑊ℎ)
𝑃𝑢 = Pump cost STHE (USD/KWh) = 0,021 [19]
• Maintenance Cost (𝑀𝑐)
𝑀𝑐 = 𝑛 𝑥 𝑀𝐻𝐸 (3.64)
Dimana:
𝑀𝑐 = 𝑀𝑎𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑐𝑜𝑠𝑡 (𝑈𝑆𝐷)
𝑛 = jumlah pembersihan
𝑀𝐻𝐸= Maintenance cost HE (USD)= 30.000 [19]
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemodelan dan Validasi STHE
Salah satu komponen dalam optimisasi tekno-ekonomi pada
desain STHE adalah pemodelan STHE. Pemodelan STHE terdiri
dari beberapa parameter, variabel dan persamaan empiris serta
kesetimbangan massa dan energi yang menghubungkan parameter-
parameter dan variabel-variabel. Variabel-variabel akan ditentukan
oleh optimizer dalam rangka memaksimalkan saving. Harga
parameter-parameter yang diperlukan dalam pemodelan STHE
berupa kondisi operasi dan properti fluida pada sisi shell dan tube
tertera pada Tabel 4.1.
44
Tabel 4. 1 Data kondisi operasi dan properti fluida pada existing STHE
No Properties
Shell (hot fluid) Tube (cold fruit)
Inlet Outlet Inlet Outlet
1 Fluid MP Steam Main Column Bottom
2 Fluid quantity
(kg/s) 10,7727778 10,7727778 35,3675000 35,3675000
3 Temperature
(oC) 214 320 359 325
4 Density
(kg/m3) 10,2940 7,7298 860,8000 884,5000
5 Viscosity
(kg/ m s) 0,0000162 0,0000209 0,0004570 0,0005750
6 Specific heat
(kcal/kg oC) 0,7659 0,5441 0,5800 0,5600
7 Thermal conductivity
(kcal/s m oC) 0,0000100 0,0000114 0,0000192 0,0000203
8 Velocity
(m/s) - 1,39
9 Pressure drop
(kg/cm2) 0,352 0,352
45
Variabel-variabel dan parameter-parameter akan digunakan
untuk menghitung koefisien perpindahan panas pada sisi shell (hs)
dan sisi tube (ht), overall heat transfer coefficient (Uf), luas
permukaan perpindahan panas heat exchanger (Ao), heat duty (Q),
dan pressure drop pada sisi shell (ps) dan sisi tube (pt)
menggunakan persamaan (3.3) sampai persamaan (3.60).
Hasil pemodelan yang telah dilakukan divalidasi dengan data
yang tersedia pada data desain yang diketahui, dengan memberikan
input yang sama pada model yang telah dibuat. Hasil validasi
model STHE dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4. 2 Hasil validasi pemodelan STHE
No Variabel Satuan Desain Pemodelan Variasi
1 Hs
w/m2 oC 796,24795 815,0560 2%
2 Ht
w/m2 oC 1536,4626 1536,0234 0%
3 Uf
w/m2 oC 338,11 338,015 0%
4 Ao m2 102,07 101,668 0%
5 Q MW 2,05 2,0509 0%
6 Ps Psi 4,978155 4,593543 -8%
7 Pt Psi 4,978155 4,583221 -8%
Tabel 4.2 merupakan hasil pemodelan heat exchanger yang
telah dibandingkan dengan data desain heat exchanger. Variasi
merupakan perbedaan antara hasil pemodelan dengan data desain
heat exchanger. Validasi digunakan untuk mengetahui seberapa
valid hasil pemodelan yang telah dihitung. Koefisien perpindahan
panas pada sisi shell (hs) memiliki variasi sebesar 2% hal ini
dipengaruhi oleh faktor koreksi di sisi shell. Sedangkan nilai
pressure drop sisi shell (Δps) memiliki variasi 8% dan nilai
pressure drop sisi tube (Δpt) memiliki variasi 8% lebih rendah dari
data desain karena dipengaruhi oleh faktor friksi yakni gesekan
antara fluida dengan pipa baik pada sisi shell maupun tube.
46
4.2 Hasil Pemodelan dan Validasi Fouling
Hasil pemodelan pada heat exchanger akan mempengaruhi
pada nilai fouling resistance. Fouling yang terdapat pada heat
exchanger dimodelkan dengan metode Polley Model pada
persamaan (3.43). Pemodelan fouling ini brertujuan untuk
mengetahui fouling yang optimal guna merancang desain yang
juga optimal sehingga nantinya dapat mempengaruhi nilai dari
fungsi objektif yaitu maksimum saving. Hasil pemodelan dan
validasi fouling terdapat pada Tabel 4.3 berikut ini
Tabel 4. 3 Hasil pemodelan dan validasi fouling
No Variabel Satuan Desain Pemodelan Variasi
1 Rft
m2
oC/W 0,00052 0,00052 0%
2 Rfs
m2
oC/W 0,00009 0,00009 0%
4.3 Analisa Sensitifitas Variabel-Variabel Optimisasi
Terhadap Saving (JHE)
Proses optimisasi adalah suatu metode untuk memperoleh
nilai optimal dari fungsi tujuan yang telah ditentukan. Pada
optimisasi tekno-ekonomi ini dipengaruhi oleh pemilihan desain
yang optimal untuk mencapai nilai saving heat exchanger. Pada
optimisasi desain heat exchanger menggunakan tiga variabel
geometri yang didapatkan dari hasil pemodelan heat exchanger.
Variabel tersebut adalah diameter dalam shell (Ds), diameter luar
tube (do), dan jumlah baffle (Nb). Pemodelan variabel tersebut akan
mempengaruhi hasil dari fungsi tujuan dan nilai saving STHE.
Pengaruh variabel yang dioptimisasi terhadap nilai saving dapat
dilihat pada grafik berikut ini
47
a. Pengaruh diameter luar tube (do)
Gambar 4. 1 Pengaruh diameter luar tube (do) terhadap saving
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa diameter luar tube
dapat mempengaruhi hasil saving. Semakin kecil ukuran diameter
luar tube maka semakin besar saving yang didapatkan. Diameter
luar tube akan mempengaruhi nilai Reynold number pada sisi tube
sehingga mempengarhui pada hasil perhitungan fouling resistance
(Rft) pada sisi tube heat exchanger. Nilai fouling resistance (Rft)
yang kecil akan menyebabkan nilai pressure drop pada sisi tube
(pt) juga semakin kecil. Nilai pressure drop pada sisi tube (pt) akan
menyebabkan beban kinerja pompa (Wp) semakin kecil pula,
sehingga nilai pumping cost (Pc) akan berkurang dan
menyebabkan saving (JHE) akan naik.
-
50.000.000
100.000.000
150.000.000
200.000.000
250.000.000
300.000.000
350.000.000
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0
savi
ng h
eat
exch
anger
(USD
)
variasi diameter luar tube (m)
48
b. Pengaruh diameter dalam shell (Ds)
Gambar 4. 2 Pengaruh diameter dalam shell (Ds) terhadap
saving
Dalam Gambar 4.2 terlihat bahwa diameter dalam shell akan
mempengaruhi saving dari heat exchanger. Semakin besar
diameter dalam shell maka saving (JHE) semakin tinggi sehingga
fouling resistance akan semakin rendah. Persamaan fouling dengan
menggunakan Polley model bergantung pada perubahan bilangan
Reynold, semakin besar bilangan Reynold maka fouling resistance
akan semakin rendah. Nilai fouling resistance akan semakin rendah
dengan nilai diameter dalam shell yang semakin kecil. Diameter
dalam shell menyebabkan perubahan pada luas permukaan
perpindahan panas heat exchanger (Ao) baik di sisi shell maupun
di sisi tube. Semakin kecil diameter dalam shell maka luas
permukaan perpindahan panas heat exchanger (Ao) pada sisi shell
dan tube akan semakin kecil juga. Hal ini akan menyebabkan nilai
capital cost (Cc) juga semakin kecil. Sehingga saving (JHE)
semakin optimal. Sehingga diperlukan desain diameter dalam shell
-
50.000.000
100.000.000
150.000.000
200.000.000
250.000.000
300.000.000
0,6 0,8 1,0 1,2 1,4
savi
ng h
eat
exch
anger
(U
SD
)
variasi diameter dalam shell (m)
49
(Ds) heat exchanger yang optimal untuk mendapatkan saving
(JHE) yang maksimal.
c. Pengaruh jumlah baffle (Nb)
Gambar 4. 3 Pengaruh jumlah baffle (Nb) terhadap saving
Pada Gambar 4.3 diatas, jumlah baffle akan mempengaruhi
saving STHE. Sesuai pemodelan heat exchanger Jumlah baffle
hanya mempengaruhi geometri pada sisi shell. Koefisien
perpindahan panas pada sisi shell (hs) akan lebih besar ketika
jumlah baffle semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan fungsi dari
baffle yaitu sebagai sekat pada sisi shell untuk menjaga aliran
fluida agar terbentuk aliran turbulance. Koefisien perpindahan
panas pada sisi shell (hs) yang besar maka akan menyebabkan
pressure drop akan lebih kecil. Hal ini yang menyebabkan
perhitungan saving akan semakin optimal.
4.4 Optimisasi SHTE Menggunakan Beberapa Metode
Algoritma Stokastik
Pada proses optimisasi dilakukan dengan menggunakan
metode stokastik yakni Genetic Algorithm (GA), Rain Water
Optimization (RWA), Particle Swarm Optimization (PSO), Khiller
Whale Algorithm (KWA) dan Duelist Algorithm (DA) dan . Properti
yang dibutuhkan dalam proses optimisasi diantaranya adalah
130.000.000
140.000.000
150.000.000
160.000.000
170.000.000
3 4 5 6 7 8 9 10savi
ng h
eat
exch
anger
(U
SD
)
variasi jumlah baffle
50
jumlah populasi yang digunakan adalah 200, jumlah variabel yang
dioptimisasi yaitu diameter dalam shell (Ds), diameter luar tube
(do), dan jumlah baffle (Nb), batas atas dan batas bawah optimsasi
dan jumlah iterasi yang digunakan adalah 200. Proses optimisasi
akan menghasilkan nilai fungsi objektif yang sudah ditentukan.
Iterasi untuk tiap generasi dapat dilihat pada Gambar 4.4 dibawah
ini
Gambar 4. 4 Hasil optimisasi menggunakan beberapa metode
algoritma stokastik
Pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa optimisasi sistem
dilakukan menggunakan software MATLAB yakni dengan cara
memasukkan pemodelan heat exchanger dan fouling resistance,
fungsi tujuan optimisasi, properties optimisasi dan algoritma yang
digunakan. Grafik tersebut menunjukkan hasil optimisasi sampai
dengan iterasi ke 200 yang stabil yaitu hasil fouling resistance yang
paling minimal. Pada metode Genetic Algorithm (GA) hasil fungsi
obyektif yang optimal yaitu pada nilai fouling resistance pada sisi
shell (Rfs) adalah 0,000071 atau berkurang 18% dan fouling
resistance pada sisi tube (Rft) adalah 0,000287 atau berkurang
44%. Pada metode Rain Water Optimization (RWA) hasil fungsi
0,00035
0,0003555
0,000361
0,0003665
0,000372
0,0003775
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Fou
ling
Res
ista
nce
(m
2 o
C/W
)
Iterasi
DA RWA PSO KWA GA
51
obyektif yang optimal setelah dioptimisasi pada nilai fouling
resistance pada sisi shell (Rfs) adalah 0,000072 atau berkurang
16% dari data desain dan fouling resistance pada sisi tube (Rft)
adalah 0,000289 atau berkurang 44% dari data desain. Selanjutnya
pada hasil optimisasi terhadap fungsi obyektif dengan
menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO)
menunjukkan hasil nilai fouling resistance sisi shell (Rfs) adalah
0,000290 atau berkurang 44% dan fouling resistance pada sisi tube
(Rft) adalah 0,000071 atau berkurang 18%.
Metode algoritma stokastik lainnya yang digunakan adalah
metode Khiller Whale Alghorithm (KWA). Hasil optimisasi
terhadap fungsi obyektif menunjukkan nilai fouling resistance
pada sisi shell (Rfs) adalah 0,000290 atau berkurang 44% dan
fouling resistance pada sisi tube (Rft) adalah 0,000071 atau
berkurang 18%. Hasil optimisasi terhadap fungsi obyektif dengan
menggunakan metode Duelist Algorithm (DA) dengan hasil fungsi
obyektif yang optimal setelah dioptimisasi dengan metode DA
yaitu pada nilai fouling resistance pada sisi shell (Rfs) adalah
0,000281 atau berkurang 46% dan fouling resistance pada sisi tube
(Rft) adalah 0,000070 atau berkurang 19%.
4.5 Analisa Hasil Optimisasi
Pemodelan STHE dan fouling yang telah dilakukan maka
selanjutnya adalah proses optimisasi. Hasil optimisasi ini meliputi
hasil optimisasi pada perubahan geometri STHE dan perubahan
kondisi operasi serta analisa dari segi ekonomi.
4.5.1 Analisa Geometri Heat Exchanger
Berikut ini adalah hasil optimisasi desain geometri heat
exchanger menggunakan beberapa metode algoritma stokasti
52
Tabel 4. 4 Hasil optimisasi geometri heat exchanger dengan beberapa metode stochastic algorithm
Variable Unit Design GA Differ. RWA Differ. PSO Differ. KWA Differ. DA Differ.
do m 0,0254 0,0217 -15% 0,0222 -13% 0,0222 -13% 0,0222 -13% 0,0216 -15%
nb 8 6,65 -17% 6,76 -16% 7 -13% 7 -13% 6,26 -22%
ds m 0,7 0,6 -14% 0,6 -14% 0,6 -14% 0,6 -14% 0,6 -14%
di m 0,0199 0,0163 -18% 0,0167 -16% 0,0167 -16% 0,0167 -16% 0,0161 -19%
ltp m 0,0318 0,0271 -15% 0,0278 -12% 0,0278 -12% 0,0278 -12% 0,0270 -15%
Nt 131 129,86 -1% 125,05 -5% 124,58 -5% 125,04 -5% 126,37 -4%
At m2 0,0406 0,0269 -34% 0,0273 -33% 0,0273 -33% 0,0273 -33% 0,0268 -34%
Dotl m 0,6880 0,5880 -15% 0,5880 -15% 0,5880 -15% 0,5880 -15% 0,5880 -15%
Dctl m 0,6626 0,5663 -15% 0,5658 -15% 0,5658 -15% 0,5658 -15% 0,4695 -29%
Sm m2 0,0723 0,0737 2% 0,0726 0% 0,0704 -3% 0,0704 -3% 0,07100 -2%
Ntcc 10,406 10,240 -2% 10,205 -2% 10,187 -2% 10,205 -2% 10,205 -2%
53
Pada hasil optimisasi pada geometri STHE dengan beberapa
metode stochastic algorithm diketahui bahwa tiga variabel yang
dioptimisasi yaitu do, Nb dan Ds memiliki ukuran yang lebih kecil
dari data desain. Penurunan ukuran geometri variabel tersebut
menyebabkan geometri yang lainnya juga mengalami perubahan
ukuran. Hasil optimisasi menunjukkan penurunan terbesar yaitu
pada metode Duelist Algorithm (DA) pada do, Nb dan Ds secara
berurutan yaitu 15%, 22% dan 14%. Perubahan geometri ini
berpengaruh pada hasil optimisasi fungsi obyejektif yaitu fouling
resistance (Rf).
Pada sisi tube, ketika diameter dluar tube (do) berkurang maka
ukuran geometri diameter luar tube (di) juga akan berkurang.
Diameter luar tube (di) terkecil hasil optimsasi yaitu pada metode
Duelist Algorithm (DA). Diameter luar tube (di) berbanding lurus
dengan jumlah tube (Nt). Jumlah tube (Nt) yang berkurang akan
menyebabkan luas permukaan tube (At) juga akan berkurang.
Geometri luas permukaan tube (At) ini mempengaruhi langsung
pada nilai Reynold Number (Re). Setelah dilakukan optimisasi,
nilai luas permukaan tube (At) mengalami penurunan terbesar
pada metode Duelist Algorithm (DA) sebesar 34%. Sehingga
Reynold Number (Re) naik maka nilai fouling resistance (Rf) akan
berkurang.
Pada sisi shell, ketika diameter dalam shell (Ds) berkurang
maka diameter tube bank outer (Dotl) juga akan turun. Nilai
diameter tube bank outer (Dotl) ini menyebabkan diameter bundle
(Dctl) juga akan berkurang. Sehingga jumlah tube (Nt) juga akan
turun. Selain itu diameter bundle (Dctl) yang lebih sedikit dari data
desain menyebabkan luas aliran crossflow pada sisi shell (Sm) juga
akan turun. Luas aliran crossflow pada sisi shell (Sm) menyebabkan
bilangan Reynold number pada sisi shell (Res) meningkat. Pada
kondisi di sisi shell, ketika Reynold number meningkat maka
fouling resistance pada sisi shell akan turun.
4.5.2 Analisa Kondisi Operational
Optimisasi yang dilakukan pada desain heat exchanger akan
memberikan pengaruh pada kondisi operasi dari heat exchnager
54
baik pada sisi tube maupun sisi shell. Berikut ini merupakan hasil
perubahan nilai kondisi operasi setelah dilakukan proses optimisasi
menggunakan beberapa metode stokastik
55
Tabel 4. 5 Hasil optimisasi kondisi operasi heat exchanger dengan beberapa metode stochastic algorithm
Var. Design GA Differ. RWA Differ. PSO Differ. KWA Differ. DA Differ.
fs 0,199 0,210 6% 0,210 5% 0,208 5% 0,2083 5% 0,2133 7%
ps 4,978 3,838 -23% 3,707 -26% 4,030 -19% 4,0378 -19% 3,1703 -36%
ft 0,005 0,005 -4% 0,005 -4% 0,005 -4% 0,0051 -4% 0,0051 -4%
pt 4,978 4,387 -12% 4,315 -13% 4,308 -13% 4,315 -13% 4,4247 -11%
Rft 0,0005 0,000287 -44% 0,000289 -44% 0,000290 -44% 0,000290 -44% 0,000281 -46%
Rfs 0,0001 0,000071 -18% 0,000072 -16% 0,000071 -18% 0,000071 -18% 0,000070 -19%
Cond 0,0002 0,0002 2% 0,00015 2% 0,00015 2% 0,00015 2% 0,00015 2%
Uf 338,0146 416,09 23% 415,87 23% 416,36 23% 416,3742 23% 417,529 24%
Ao 101,6682 83,76 -18% 82,03 -19% 82,48 -19% 82,64 -19% 83,0554 -18%
Q 2,0509 2,05 0% 2,05 0% 2,05 0% 2,05 0% 2,05 0%
Wps 67,0357 51,69 -23% 49,91 -26% 54,26 -19% 54,37 -19% 42,69 -36%
Wpt 220,0811 193,96 -12% 190,76 -13% 190,45 -13% 190,76 -13% 195,61 -11%
56
Berdasarkan pada Tabel 4.5 diatas, hasil optimisasi pada tiga
variabel geometri heat exchnager yaitu diameter luar tube (do),
diameter dalam shell (Ds) dan jumlah baffle (Nb) juga akan
mempengaruhi perubahan kondisi operasi. Pada hasil optimisasi
diatas dengan menggunakan beberapa metode optimisasi
stokastik,untuk mendapatkan fouling resistance yang minimal
perlu mengoptimalkan kondisi operasi.
Nilai fouling resistance (Rf) yang turun akan mengakibatkan
nilai overall heat transfer coefficient (Uf) akan naik. Kenaikan (Uf)
yang tertinggi yaitu pada metode Duelist Algorithm (DA) sebesar
24% yang diakibatkan karena penurunan fouling resistance (Rf).
Hal ini juga dikarenakan setelah dilakukan optimisasi desain, maka
nilai heat transfer area (Ao) juga akan semakin berkurang sebesar
18%.
Sesuai dengan konstrain yang telah ditentukan yaitu nilai heat
duty (Q) pada shell and tube heat exchanger tidak boleh lebih dari
data desain heat exchanger sebesar 2,05 MW. Heat duty adalah
panas yang harus diserap oleh heat exchanger. Apabila nilai heat
duty tidak terpenuhi maka efisiensi heat exchanger menjadi tidak
maksimal. Optimisasi ini dilakukan dengan kondisi nilai heat duty
tetap atau stabil pada nilai 2,05 MW. Nilai heat duty (Q) ini yang
akan mempengaruhi besarnya Energy recovery (E).
Konstrain yang lainnya yakni pressure drop pada sisi shell
(Δps) dan sisi tube (Δpt) yang nilainya juga tidak boleh melebihi
data desain yakni sebesar 4,5 psi. Apabila nilai pressure drop (Δp)
melebihi nilai data desain heat exchanger maka berpengaruh pada
konsumsi pompa (Wp) yang membutuhkan energi lebih besar. Pada
hasil optimisasi, penurunan pressure drop (Δp) terbesar pada
metode Duelist Algorithm (DA) yaitu sebesar 36% pada sisi shell
(Δps) dan 11% pada sisi tube (Δpt). Nilai pressure drop (Δp) yang
turun mengakibatkan kinerja pompa (Wp) turun dan biaya pompa
(Pu) juga akan mengalami penurunan.
4.5.3 Analisa Segi Ekonomi
Fungsi objektif dalam optimasi ini bertujuan untuk
mencapai minimum fouling resistance agar didapatkan saving
57
(JHE) yang maksimal. Kondisi maksimum sendiri ialah ketika
dapat menghemat dari segi ekonomi. Energy recovery, capital
cost¸ biaya pompa, biaya pembersihan menjadi parameter untuk
menghitung penghematan ekonomi. Berikut ini merupakan hasil
analisa dari segi ekonomi setelah dilakukan optimisasi
menggunakan beberapa metode algoritma stokastik.
a. Energy Recovery (E)
Hasil perhitungan energy recovery (E) setelah dilakukan
optimisasi dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. 5 Hasil perhitungan energy recovery (E)
Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwa setelah
dilakukan optimisasi, dapat dihitung untuk energy recovery (E)
yang dihasilkan oleh heat exchanger. Perhitungan energy recovery
(E) ini dengan energy cost (Ce) yaitu 2,48 USD/GW yang
menggunakan persamaan (3.62). Energy recovery (E) ini
dipengaruhi oleh besar heat duty. Hasil optimisasi menunjukkan
bahwa energy recovery (E) terbesar pada metode Duelist Algorithm
(DA) yaitu memiliki perbedaan 0,01% dari data desain berubah
menjadi 1.604.100 USD.
1.604.011
1.603.290
1.602.300
1.602.900 1.602.900
1.604.100
1.601.000
1.601.500
1.602.000
1.602.500
1.603.000
1.603.500
1.604.000
1.604.500
DESAIN GA RWA PSO KWA DA
Ener
gy
reco
very
(U
SD
)
Metode optimisasi
58
b. Capital cost (Cc)
Hasil perhitungan capital cost (Cc) setelah dilakukan
optimisasi dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. 6 Hasil perhitungan Capital cost (Cc)
Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat grafik hasil perhitungan
capital cost (Cc) setelah dilakukan optimisasi desain. Capital cost
(Cc) ini dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan panas pada
heat exchanger (Ao) dengan cost heat exchanger sebesar 359,77
USD/m2 yang menggunakan persamaan (3.63). Pada hasil
optimisasi geometri, didapatkan luas permukaan perpindahan
panas pada heat exchanger (Ao) semakin kecil sehingga nilai
capital cost (Cc) juga semakin rendah. Ketika nilai capital cost
(Cc) maka akan didapatkan saving (JHE) yang maksimal sesuai
dengam persamaan 3.59. Sehingga untuk mendapatkan saving
yang maksimal maka nilai pada luas permukaan perpindahan panas
heat exchanger (Ao) harus seminimal mungkin. Capital cost (Cc)
hasil optimisasi terendah yaitu pada metode Duelist Algorithm(DA)
dengan penurunan 18,81% menjadi 2.970 USD.
c. Pump Cost (Pu)
Hasil perhitungan pump cost (Pu) setelah dilakukan
optimisasi dapat dilihat pada gambar berikut:
3.658
2.971 2.972 2.973 2.973 2.970
100
600
1.100
1.600
2.100
2.600
3.100
3.600
4.100
DESAIN GA RWA PSO KWA DA
Ca
pit
al C
ost
(U
SD
)
Metode optimisasi
59
Gambar 4. 7 Hasil perhitungan Pump cost (Pu)
Kinerja pompa (Wp) disebabkan karena nilai pressure drop
(Δp) baik disisi shell (Δps) dan sisi tube (Δpt). Ketika nilai hasil
optimisasi fouling reisstance (Rf) berkurang maka pressure
drop(Δp) pada sisi shell maupun tube juga akan mengecil. Ketika
pressure drop(Δp) berkurang, maka akan mengurangi beban kerja
dari pompa (Wp) sehingga dapat bekerja maksimal sesuai pada
persamaan (3.64). Pada gambar 4.7 diatas, hasil optimisasi
menunjukkan bahwa pump cost (Pu) yang paling minimum yaitu
pada metode Duelist Algorithm (DA) mengalami penurunan
sebesar 18,9% menjadi 428.380 USD.
d. Saving (JHE)
Biaya saving heat exchanger (JHE) juga dipengaruhi oleh
adanya jadwal pembersihan pada unit STHE yang dilakukan.
Jadwal pembersihan ini menggunakan biaya pembersihan sebesar
30.000 USD/maintenance. Jumlah pembersihan diasumsikan
dilakukan 1x pembersihan selama 1 tahun dengan 10 tahun
estimasi pemakaian STHE.
Optimisasi yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan
fouling resistance (Rf) yang minimum sehingga saving (JHE)
528.180
432.340 442.750 450.870 450.950 428.380
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
DESAIN GA RWA PSO KWA DA
Pum
p c
ost
(U
SD
)
Metode optimisasi
60
dapat maksium. Hasil saving (JHE) setelah dilakukan optimisasi
adalah dapat dilihat pada grafik berikut ini
Gambar 4. 8 Hasil perhitungan Saving (JHE)
Berdasarkan pada gambar 4.8 diatas, hasil perhitungan Saving
(JHE) dengan saving terbesar adalah pada metode Duelist
Algorithm (DA). Saving (JHE) didapatkan dari energy recovery (E)
yang maksimum dari pengaruh heat duty (Q) sesuai persamaan
(3.62), capital cost (Cc) yang minimum dari pengaruh heat transfer
area (Ao) sesuai persamaan (3.63), pumping cost (Pu) minimum
dari pengaruh kinerja pompa (Wp) sesuai persamaan (3.64) dan
maintenance cost (Mc) yang dipengaruhi biaya pembersihan sesuai
persamaan (3.65). Sesuai hasil optimisasi, saving (JHE) meningkat
sebesar 9,7% dari desain menjadi 1.142.750 USD.
4.6 Analisa Pengaruh Interval Pembersihan terhadap Fouling
Resistance
Pada proses kinerja sebuah STHE diperlukan adanya
pembersihan berkala yang dilakukan pada unit STHE. Pembersihan
dilakukan karena disebabkan adanya fouling yang mempengaruhi
kinerja STHE. Pada analisa pengaruh fouling resistance (Rf)
dengan interval pembersihan terhadap saving (JHE), skenario yang
1.042.174
1.137.937
1.116.599 1.119.753 1.122.177
1.142.750
980.000
1.000.000
1.020.000
1.040.000
1.060.000
1.080.000
1.100.000
1.120.000
1.140.000
1.160.000
DESAIN GA RWA PSO KWA DA
Sa
vin
g S
TH
E (
US
D)
Metode optimisasi
61
digunakan adalah dengan 6 tahun penggunaan heat exchanger.
Berikut ini merupakan pengaruh fouling berdasarkan interval
pembersihan yang dilakukan pada sisi shell dan sisi tube
a. Pengaruh interval pembersihan terhadap fouling resistance
Gambar 4. 9 Pengaruh interval pembersihan terhadap fouling
resistance
Fouling resistance yang terbentuk pada sebuah heat
exchanger juga perlu adanya pembersihan secara berkala.
Berdasarkan grafik pada gambar 4.9 diatas, ketika dilakukan
pembersihan sekala berkala dengan jangka waktu 1 tahun sekali
dalam 6 tahun pembersihan maka fouling yang terbentuk akan
berkurang secara periodik dan naik lagi setelah selang waktu
tertentu. Pembersihan dilakukan ketika nilai fouling yang mula-
mula 0 hingga mencapai jumlah fouling maksimal pada 0,00061
m2 oC/W. Kemudian akan turun lagi hingga bersih setelah
dilakukan pembersihan.
Pada pembersihan dengan skenario 2 tahun sekali dalam 6
tahun, maka fouling resistance (Rf) yang terbentuk akan naik
menjadi 0,001212 m2 oC/W. Kemudian akan turun ketika
dibersihkan kemudian naik lagi setelah pembersihan. Sedangkan
pada skenario 3 tahun sekali maka fouling resistance (Rf) yang
terbentuk akan naik menjadi 0,001818 m2 oC/W. Ketika dilakukan
0
0,0005
0,001
0,0015
0,002
0,0025
0,003
0,0035
0,004
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72
Fouli
ng r
esis
tance
(m
2oC
/W)
waktu (bulan)
1 tahun 2 tahun 3 tahun tanpa pemb.
62
pembersihan fouling akan turun hingga mencapai nilai 0 dan
kemudian naik dan terjadi secara periodik ketika dilakukan
pembersihan kembali.
Kondisi berbeda ketika tidak dilakukan pembersihan secara
berkala, maka kondisi fouling resistance (Rf) akan semakin naik
hingga melebihi data desain atau data fouling yang diperbolehkan.
Hal ini akan menyebabkan kinerja dari heat echanger akan
terhambat karena adanya fouling.
Penentuan jadwal pembersihan akan berpengaruh pada hasil
saving (JHE). Berikut ini adalah perubahan saving (JHE) terhadap
variasi jadwal pembersihan.
Tabel 4. 6 Pengaruh interval pembersihan terhadap saving (JHE)
Interval E Cc Pc Mc Saving
(JHE)
1 tahun
sekali 1.011.157 21.946 42.324 180.000 766.887
2 tahun
sekali 416.036 21.946 84.648 90.000 219.442
3 tahun
sekali 235.626 21.946 126.972 60.000 26.707
Jadwal pembersihan akan mempengaruhi hasil saving (JHE).
Hasil pemodelan dan optimisasi yang menyebabkan desain STHE
berubah maka akan mempengaruhi nilai energy recovery (E),
capital cost (Cc), pumping cost(Pu) dan maintenance cost (Mc).
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada interval
pembersihan 1 tahun sekali saving (JHE) yang didapatkan sebesar
766.887 USD. Pada interval 2 tahun sekali saving (JHE) yang
didapatkan turun menjadi 219.442 USD sedangkan pada interval 3
tahun sekali didapatkan saving (JHE) yang terendah sebesar
26.707 USD. Sehingga dengan interval pembersihan yang kecil
yaitu 1 tahun sekali maka saving (JHE) akan terbesar dibandingkan
dengan interval pembersihan 2 tahun sekali dan 3 tahun sekali.
63
b. Pengaruh Interval Pembersihan pada Thermal Consideration
Berdasarkan pemodelan fouling yang dilakukan, didapatkan
hasil fouling resistance berdasarkan data desain. Nilai fouling
resistance semakin lama akan semakin bertambah ketika tidak
dilakukan jadwal pembersihan untuk pengurangan jumlah fouling.
Berikut ini interval jadwal pembersihan terhadap thermal
consideration pada ketika kondisi fouled
Gambar 4. 10 Pengaruh interval pembersihan terhadap thermal
consideration
Semakin bertambahnya waktu, jumlah fouling yang semakin
besar dan akan berpengaruh pada nilai koefisien perpindahan panas
kondisi fouled (Uf) yang semakin kecil sesuai dengan persamaan
(3.53). Hal ini yang menyebabkan kinerja heat exchanger semakin
berkurang ketika tidak dilakukan jadwal pembersihan karena
semakin kecilnya koefisien perpindahan panas yang dimiliki.
c. Pengaruh Interval Pembersihan pada Hydrolic Consideration
Selain pada kondisi thermal, adanya fouling juga
mempengaruhi kondisi hydrolic pada heat exchanger. Berikut ini
merupakan pengaruh jadwal pembersihan terhadap hydrolic
consideration pada kondisi fouled
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 12 24 36 48 60 72
Ko
efis
ien p
erpin
dah
an p
anas
ko
ndis
i fo
luin
g (
W/m
2o
C)
waktu (bulan)
64
Gambar 4. 11 Pengaruh interval pembersihan terhadap hydrolic
consideration
Ketika tidak dilakukan jadwal pembersihan, maka semakin
bertambahnya waktu jumlah fouling yang semakin besar. Fouling
yang semakin naik akan menyebabkan koefisien perpindahan
panas kondisi fouled (Uf). Kondisi ini akan mengakibatkan heat
duty (Q) pada heat exchanger juga akan semakin kecil. Heat duty
(Q) yang kecil maka kinerja pompa akan semakin berat sehingga
beban kerja heat exchanger akan semakin besar
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
0 12 24 36 48 60 72
hea
t d
uty
(M
W)
waktu (bulan)
65
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada optimisasi tekno-ekonomi pada desain geometri heat
exchanger dengan dipengaruhi fouling fresistance menggunakan
beberapa metode algoritma stokastik memiliki kesimpulan sebagai
berikut:
a. Optimisasi pada tiga variabel optimisasi mengakibatkan
penurunan pada geometri heat exchanger yiatu diameter luar
tube (Do), jumlah baffle (Nb) dan diameter dalam shell (Ds)
pada masing-masing metode GA yaitu 15%, 17%, 14%; RWA
yaitu 13%, 16%, 14%; PSO yaitu 13%, 13%, 14%; KWA
yaitu 13%, 13%, 14%; dan DA yaitu 15%, 22%, 14%.
b. Hasil optimisasi desain heat exchanger menyebabakan
penurunan fouling resistance (Rf) keseluruhan pada masing-
masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA yaitu secara
berurutan 40,57%, 40,06%, 40,15%, 40,10% dan 41,72%.
c. Segi perhitungan ekonomi didapatkan energy recovery (E)
pada masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA
mengalami perubahan secara berurutan menjadi 1.603.290
USD, 1.602.300 USD, 1.602.900 USD, 1.602.900 USD dan
1.604.100 USD dengan nilai heat duty (Q) maksimum pada
nilai 2,05 MW.
d. Pada perhitungan ekonomi didapatkan hasil optimsasi yang
mengakibatkan capital cost (Cc) mengalami penurunan pada
masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA secara
berurutan sebesar 18,79%, 18,74%, 18,71%, 18,71% dan
18,81%.
e. Hasil optimisasi mengakibatkan pump cost (Pu) mengalami
penurunan pada masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA
dan DA secara berurutan sebesar 18,1%, 16,2%, 14,6%,
14,6% dan 18,9%.
f. Hasil optimisasi desain geometri heat exchanger
menyebabkan saving (JHE) meningkat pada masing-masing
metode pada GA, RWA, PSO, KWA dan DA yaitu secara
berurutan meningkat sebesar 9,2%, 7,1%, 7,4%, 7,7% dan
66
9,7%. Saving (JHE) terbesar adalah dengan menggunakan
metode Duelist Algorithm (DA)
5.2 Saran
Adapun saran dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Optimisasi dengan jumlah jadwal pembersihan
ditambahkan fungsi objektif
b. Heat exchanger yang digunakan lebih dari satu jenis
c. Optimisasi heat exchnager dengan tipe dan spesifikasi
yang berbeda dari STHE
d. Pemodelan heat exchanger menggunakan pemodelan
selain dari Kern dan Thulukkanam
67
DAFTAR PUSTAKA
[1] R. V. Rao and A. Saroj, "Economic optimization of shell-
and-tube heat exchanger using Jaya," Applied Thermal
Engineering, no. 116, pp. 473-487, 2017.
[2] M. Thirumarimurugan, T. Kannadasan and E. Ramasamy,
"Performance Analysis of Shell and Tube Heat Exchanger
Using Miscible System," American Journal of Applied
Sciences, vol. 5, no. 5, pp. 548-552, 2008.
[3] K. Thulukkanam, Heat Exchanger Design Handbook, United
Kingdom: CRC Press, 2013.
[4] M. Vishwakarma and K. K. Jain, "Thermal analysis of
Helical Baffle in Heat," International Journal of Science and
Research (, vol. 2, no. 7, pp. 251-254, 2013.
[5] W. A. A. Al-Hallaf, "Theoretical Study on Heat Transfer in
the Presence of Fouling," Iraqi Journal of Chemical and
Petroleum Engineering, vol. 14, no. 1, pp. 47-53, 2013.
[6] M. D. Khairansyah and T. R. Biyanto, "Economical Aspect
of heat Exchanger Cleaning Affected by Fouling," in The 1st
International Seminar on Science and Thechnology, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2015.
[7] F. Smaïli, V. S. Vassiliadis and D. I. Wilson, "Mitigation of
fouling in refinery heat exchanger networks by optimal
management of cleaning," Energy and Fuels, vol. V, no. 15,
pp. 1038-1056, 2001.
[8] S. Richard C. Byrne, Standards of The Tubular Exchanger
Manufactures Association, New York: Tubular Exchanger
Manufacturers Association, 2007.
[9] T. R. Biyanto, H. Y. Fibrianto and M. Ramasamy, "Thermal
and Hydraulic Impacts Consideration in Refinery Crude
Preheat Train Cleaning Scheduling Using Recent Stochastic
Optimization Methods," Applied Thermal Engineering,
2016.
68
[10] Q. Yin, W. J. Du and L. Cheng, "Optimization design and
economic analyses of heat recovery exchangers," Applied
Energy, pp. 743-756, 2016.
[11] G. S. Rao, D. C. Rao and D. N. Haribabu, "HEAT
TRANSFER ANALYSIS ON SHELL AND TUBE HEAT
EXCHANGERS," INTERNATIONAL JOURNAL OF
RESEARCH IN AERONAUTICAL AND MECHANICAL
ENGINEERING, vol. 2, no. 1, pp. 11-26, 2014.
[12] B. D. Raja, R. L. Jhala and V. Patel, "Many-objective
optimization of shell and tube heat exchanger," Thermal
Science and Engineering Progress, pp. 87-101, 2017.
[13] D.Q Kern, Process Heat Transfer, New York: Mc Graw-Hill
Book Company, 1965.
[14] J. Nasr, M. Reza, M. Givi and M. , "Application of Threshold
Model with Various Tube Wall Temperatures for Crude Oil
Preheat Train Fouling," Iran. J. Chem. Chem. Eng., vol. 25,
no. 3, pp. 49-58, 2006.
[15] V. T. J. B. E. A.L.H Costa, "Parameter estimation of fouling
models in crude preheat trains," in International Conference
on Heat Exchanger Fouling and Cleaning, Crete Island,
Greece, 2011.
[16] R. Fourer, D. M. Gay and B. W. Kernighan, "Linear
Programs: Variables, Objectives and Constraints," 2003.
[17] T. R. Biyanto, "Rain Water Optimization Algorithm,"
Process Design, Control and Optimization Laboratory,
Department Engineering Physics, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya, 2017.
[18] T. R. Biyanto, M. S. Irawan and H. Y. Febrianto, "Killer
Whale Algorithm: An Algorithm Inspired by the Life of
Killer Whale," in 4th Information Systems International
Conference 2017, Bali, Indonesia, 2017.
[19] T. R. Biyanto, "Optimal Cleaning Schedule for Crude
Preheat Train Affected by Fouling Using Genetic
69
Algorithm," Universiti Teknologi PETRONAS (UTP),
Bandar Seri Iskandar, 2013.
[20] A. C. Caputo, P. M. Pelagagge and P. Salini, "Economic
Optimization of Heat Exchanger Design and Maintenance
Policy," in 20th International Congress of Mechanical
Engineering, Gramado, Brazil, 2009.
LAMPIRAN
LAMPIRAN A. Daftar simbol
Tabel A1. Daftar simbol dan keterangan
Variabel Satuan Keterangan
do M Diameter luar tube
nb Jumlah baffle
ds M Diameter dalam shell
lbi M Jarak baffle inlet
lbo M Jarak baffle outlet
Lbb M Jarak antara bundle dan shell
Dotl M Diameter tube bank outer
Lti M Panjang tube efektif
𝜃𝑑𝑠 Rad Sudut kemiringan pada baffle cut
Dctl M Diameter bundle
𝜃𝑐𝑡𝑙 Rad Sudut kemiringan bagian atas pada
baffle cut
Lbc M Jarak antar baffle
ltp M Jarak antar tube
Sm m2 Luas aliran crossflow pada sisi shell
Fw Nilai fraksi tube pada jendela baffle
Fc Nilai fraksi tube pada pure
crossflow
Ntcc Jumlah efektif tube rows pada
crossflow
Lpl m Lebar tube dan partisi diantara tube
wall
Sb m2 Luas bundle ke shell
Fsbp Perbandingan antara luas area by
pass dengan luas crossflow
keseluruhan
Lsb m Jarak antara diameter shell dengan
diameter baffle
Ssb m2 Luas kebocoran shell ke baffle
Stb m2 Luas kebocoran tube ke baffle
Jc Faktor koreksi pada baffle cut dan
jarak antar baffle
rs Parameter korelasi
rlm Parameter korelasi
Jl Faktor koreksi akibat efek
kebocoran baffle antara shell ke
baffle dan tube ke baffle
Gs Kg / s m2 Kecepatan aliran massa pada shell
Res Bilangan Reynold pada shell
Jb Faktor koreksi pada bundle by pass
flow
Jr Faktor koreksi yang merugikan
temperatur gradien pada aliran
laminar
Li* Perbandingan jarak baffle inlet
dengan jarak baffle dalam shell
Lo* Perbandingan jarak baffle outlet
dengan jarak baffle dalam shell
Js Faktor koreksi untuk variabel jarak
baffle inlet dan outlet
Prs Nilai Prandtl pada shell
ji Parameter ideal Colburn
hi W/m2 oC Koefisien perpindahan panas ideal
pada sisi shell
hs W/m2 oC Koefisen perpindahan panas pada
shell
di M Diameter dalam tube
At m2 Luas permukaan tube
Gt Kg / s m2 Kecepatan aliran massa pada tube
Ret Bilangan Reynold pada tube
Prt Bilangan Prandtl pada tube
ht W / m2 oC Koefisen perpindahan panas pada
tube
α m2 K / J Konstanta deposit
Ea KJ / mol Energi aktifasi
ɣ m2 K / J Konstanta supresi
R kJ / mol K Konstanta gas konstan
Rfs m2 oC /W Fouling resistance pada shell
Rft m2 oC /W Fouling resistance pada tube
cond m2 oC /W Perpindahan panas konduksi
Uf W /m2 oC Koefisien perpindahan panas
keseluruhan pada kondisi fouling
Ao m2 Luas permukaan keseluruhan heat
exchanger
Nt Jumlah tube
F Faktor koreksi
LMTD oC Log Mean Temperature Difference
LMTD corr oC Log Mean Temperature Difference
corrected
Tc,i oC Temperatur masuk fluida dingin
Tc,o oC Temperatur keluar fluida dingin
Th,i oC Temperatur masuk fluida panas
Th,o oC Temperatur keluar fluida panas
Q MW Heat duty
fs Faktor friksi pada shell
ft Faktor friksi pada tube
Δps psi Pressure drop pada shell
Δpt psi Pressure drop pada shell shell
E USD Energy recovery
CE USD/J Energy cost
Variabel Satuan Keterangan
𝐶𝑐 USD Capital cost
𝐶𝐻𝐸 USD/ m2 Cost heat exchanger
𝑃𝑐 USD Pump cost
𝑊𝑝 KWh Kinerja pompa
𝑃𝑢 USD/KWh Pump cost HE
𝑴𝒄 USD Maintenance cost
𝑀𝐻𝐸 USD Maintenance cost HE
𝐽𝐻𝐸 USD Saving HE
Η Efisiensi HE
LAMPIRAN B. Koding Optimasi di MATLAB
Fungsi Objektif function rf=adistabisa1(x) % close all % clear all % clc
%variabel optimisasi
% do=0.0254; % nb=8; % ds=0.7;
ds=x(1); %diameter shell(m) do=x(2); %diameter luar tube(m) nb=x(3); %jumlah baffle
%tube side lbi=0.6; %jarak baffle inlet(m) lbo=0.761; %jarak baffel outlet(m) di=do-(2*0.00277); %diameter dalam tube (m) ltp=1.25*do; %jarak antar tube (m) lbb=(12+0.005*ds)/1000; %clearance antara bundle
dan shell (m) dotl=ds-lbb; %diameter tube bank outer (m) dctl=dotl-do; %Diameter bundle (m) nt=(0.3008*(dctl^2))/(ltp^2); %jumlah tube at=((22/7)*(di^2)*nt)/4; %luas permukaan tube
(m2) gt=((35.3675*1.38/4)*4)/at; %kecepatan aliran
massa pada tube (kg/ s m2) ret=(gt*di)/0.000516; %bilangan Reynold pada tube prt=0.57*0.000516/0.00001975; %Nilai Prandtl pada
tube ht=(0.023*(ret^0.8)*(prt^0.4)*(0.00001975/di)*1.
008700185)*3600*1.163; %koefisien perpindahan
panas pada sisi tube (w/m2 oC)
%shell side
lta=4.5; %jarak antara sisi tube luar dg outer
tube bend radius(m) lbc=(lta/(nb+1)); %jarak antar baffle (m) lti=((nb-1)*lbc)+lbi+lbo; %jarak antara sisi tube
luar dg baffle terdekat(m) tetads=2.158476633; %Sudut kemiringan pada baffle
cut tetactl=2*(acos((ds/dctl)*(1-(2*26.4/100))));
%sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut sm=lbc*((lbb+(dctl/ltp)*(ltp-do))); %luas aliran
crossflow pada sisi shell (m2) fw=(tetactl/(2*(22/7)))-
((sin(tetactl))/((2*(22/7)))); %nilai fraksi tube
pada jendela baffle fc=1-(2*fw); %nilai fraksi tube pada pure
crossflow ntcc=(ds/ltp)*(1-(2*26.4/100)); %jumlah efektif
tube rows pada crossflow sb=lbc*(ds-dotl+0); %luas bundle ke shell (m2) fsbp=(sb/sm); %perbandingan antara luas area by
pass dengan luas crossflow keseluruhan lsb=(3.1+(0.004*ds))/1000; %Diameter clearance
antara diameter shell dengan diamater baffle (m) ssb=(22/7)*ds*(lsb/2)*(((2*(22/7))-
(2*tetads))/(2*(22/7))); %luas kebocoran shell ke
baffle (m2) stb=((22/7)/4)*(((do+0.00079)^2)-(do^2))*nt*(1-
fw); %luas kebocoran tube ke baffle (m2) jc=0.55+(0.72*fc); %Faktor koreksi pada baffle
cut dan jarak antar baffle rs=ssb/(ssb+stb); %parameter korelasi rlm=(ssb+stb)/sm; %parameter korelasi jl=(0.44*(1-rs))+((1-(0.44*(1-rs)))*exp(-
2.2*rlm)); %faktor koreksi akibat efek kebocoran
baffle antara shell ke baffle dan tube ke baffle gs=(9.4/2)/sm; %kecepatan aliran massa pada shell
(kg/ s m2) res=(gs*do)/0.00001855; %bilangan Reynold pada
shell
jb=exp((-1.35*fsbp*(1-(2*rs)))); %faktor koreksi
pada bundle by pass flow jr=1; %faktor koreksi yang merugikan temperatur
gradien pada aliran laminar libintang=lbi/lbc; %perbandingan jarak baffle
inlet dengan jarak baffle dalam shell (m) lobintang=lbo/lbc; %perbandingan antara jarak
baffle outlet dengan jarak baffle dalam shell (m) js=((nb-1)+(libintang^(1-0.6))+(lobintang^(1-
0.6)))/((nb-1)+(libintang-1)+(lobintang-1));
%faktor koreksi pada variabel jarak baffle sisi
inlet dan outlet prs=(0.00001855*0.655)/0.0000107361111111;
%Nilai Prandtl pada shell ji=0.236*(res^(-0.346)); %parameter ideal Colburn hi=(ji*0.655*gs*0.97/(prs^(2/3)))*(3600*1.163);
%koefisien perpindahan panas ideal pada sisi shell
(W/ m2 OC) hs=hi*jc*jl*jb*js*jr; %koefisien perpindahan
panas pada shell (W/ m2 OC)
%pressure drop fs=exp(0.576-(0.19*log(res))); %faktor friksi
pada shell ps=((fs*(gs^2)*ds*(nb+1))/(9.0119*do*0.8))*0.000
01019716213*14.2233; %pressure drop sisi shell
(kg/cm2) ft=((1.58*log(ret))-3.28)^(-2); %faktor friksi
pada tube pt=(((2*ft*5*4/di)+(2*4))*872.6500*(1.3^2))*0.00
001019716213*14.2233; %pressure drop sisi tube
(kg/cm2)
%fouling alfa=277.8; ea=48; gamma=(4.17*(10^(-13))); r=0.008314;
drft=(alfa*(ret^(-0.8))*(prt^(-
1/3))*(5.53685*(10^(-5)))-(gamma*(ret^0.8)));
%resistansi fouling pada sisi tube (m2 K/J) rftu=(drft*300);
drfs=(alfa*(res^(-0.8))*(prs^(-
1/3))*(7.51479*(10^(-6)))-(gamma*(res^0.8)));
%resistansi fouling pada sisi shell (m2 K/J) rfsh=(drfs*300);
rf=(rftu+rfsh);
cond=(do*(log(do/di)))/(2*20.8); %perpindahan
panas konduksi (m2 oC /W) uf=1/((do/(di*ht))+((do*rftu)/di)+cond+rfsh+(1/h
s)); %koefisien perpindahan panas keseluruhan
pada kondisi terjadi fouling (W/ m2 oC )
%heat duty ao=((22/7)*do*lti*nt*2); %luas permukaan
perpindahan panas (m2) lmtdcorr=59.67995442; %Log Mean Tempperature
Difference corrected (oC) q=(uf*lmtdcorr*ao)/1000000000; %heat duty (GW)
%biaya Ce=2.48; %energy cost (USD/J) Che=359.77; %capital cost HE (USD/M2) Pc=0.021; %pump cost HE (USD/KWh) Mc=30000; %Maintenance cost (USD/maintenance)
%perhitungan energy recovery E=q*Ce*3600*24*365;
%perhitungan capital cost Cc=(ao*Che);
%perhitungan pump cost mt=35.3675;
ms=10.7728; Wps=(ms*ps)/0.8; Wpt=(mt*pt)/0.8; Wp=Wps+Wpt; Pu=Wp*Pc*24*365;
%perhitungan maintenance cost n=1; %jumlah maintenance Mhe=n*Mc;
%Saving JHE=E-(Cc+Pu+Mhe); end
LAMPIRAN C. Algoritma Stokastik
Genetic Algorithm (GA) clear all close all %Pembangkitan Populasi dan Parameter Npop = 200; %populasi Maxit = 200; %iterasi el = 0.90; %elatism Pc = 0.8; %probabilitas
crossover Pm = 0.01; %probabilitas
mutasi Nvar = 3; %jumlah
variabel desain yang dioptimasi Nbit = 20; %jumlah bit %Constrain
rb = [0.6 0.0127 5]; %batas bawah ra = [0.9 0.02224 7]; %batas atas
eBangkit = []; Individu = []; eIndividu = []; david = []; Dadatfit = []; Datfit = []; summary = []; eDadatfit = []; efitnessmax = []; eIndividuMax = [];
Bangkit = round(rand(Npop,Nbit*Nvar)); popsize = size(Bangkit,1);
for i = 1:Nvar batas(i) = ra(i)-rb(i); end for i =1:Npop for j = 1:Nvar
Desimal(i,j) = bi2de(Bangkit(i,((j*Nbit)-
(Nbit-1)):(j*Nbit)),'left-msb'); Individu(i,j) = (Desimal(i,j)*batas(:,j)-
batas(:,j)+rb(:,j)*(2^Nbit-1))/(2^Nbit-1); end end
Datfit = []; variabel = []; for i = 1:size(Individu,1) fitness = adistabisa1(Individu(i,:)); Datfit = [Datfit;fitness]; [fitemax,nmax]=max(Datfit); end
Dadatfit = []; for generasi=1:Maxit disp('GA processing') clear command windows clear command history clear memory
if generasi > 1 sort_fit = sortrows(sort,Nbit*Nvar+1); Individu1 = sort_fit(round((1-
el)*Npop+1):Npop,:); remain =
sort_fit(round(el*Npop)+1:Npop,:);
X = Individu1; M = size(X,1);
sumfitness = sum(Datfit); for i=1:M Prob(i) = Datfit(i)/sumfitness; end for i=2:M Prob(i) = Prob(i)+Prob(i-1); end
for i=1:M n=rand; k=1; for j=1:M-1 if (n>Prob(j)) k=j+1; end end Xparents(i,:) = X(k,:); end
%Crossover [M,d] = size(Xparents); Xcrossed = Xparents; for i=1:2:M-1 c=rand; if (c<=Pc) p=ceil((d-1)*rand); Xcrossed(i,:) = [Xparents(i,1:p)
Xparents(i+1,p+1:d)]; Xcrossed(i+1,:) =
[Xparents(i+1,1:p) Xparents(i,p+1:d)]; end end if (M/2~=floor(M/2)) c=rand; if (c<=Pc) p=ceil((d-1)*rand); str=ceil((M-1)*rand); Xcrossed(M,:) = [Xparents(M,1:p)
Xparents(str,p+1:d)]; %the first child is chosen end end
%Mutasi [M,d] = size(Xcrossed); Xnew=Xcrossed; for i=1:M for j=1:d p=rand;
if (p<=Pm) Xnew(i,j)=1-Xcrossed(i,j); end end end
disp('New fitness calculation');
Bangkit =
[Xnew(:,1:Nbit*Nvar);remain(:,1:Nbit*Nvar)]; end eBangkit = [eBangkit; Bangkit];
for i =1:Npop for j = 1:Nvar; Desimal(i,j) =
bi2de(Bangkit(i,((j*Nbit)-(Nbit-
1)):(j*Nbit)),'left-msb'); Individu(i,j) =
(Desimal(i,j)*batas(:,j)-
batas(:,j)+rb(:,j)*(2^Nbit-1))/(2^Nbit-1); end end
Datfit = []; for i = 1:Npop fitness = adistabisa1(Individu(i,:)); Datfit = [Datfit;fitness]; [fitemax,nmax] = max(Datfit); end
Dadatfit = Datfit; eDadatfit = [eDadatfit;Dadatfit]; eIndividu = [eIndividu;Individu]; [fitnessmax,nmax] = max(eDadatfit); efitnessmax = [efitnessmax;fitnessmax]; BangkitMax = eBangkit(nmax,:); IndividuMax = eIndividu(nmax,:); eIndividuMax = [eIndividuMax;IndividuMax];
BangkitMaxlast = BangkitMax; schedmax = BangkitMax; sort = [Bangkit Dadatfit]; summary = [summary; sort]; david = [david; Dadatfit]; clc min_variable_design=eIndividuMax(1,:) min_objective_function=fitness(1,:) figure(gcf) title('Grafik Nilai Minimum GA','color','b') xlabel('Jumlah Iterasi') ylabel('Nilai Fungsi Obyektif') hold on plot(efitnessmax, 'DisplayName', 'efitnessmax',
'YDataSource', 'efitnessmax'); hold on end
Rain Water Optimization (RWA)
%% Rainfall Algorithm %% Inisialisasi % v = velocity % g = Gravity % m = mass % h = ketinggian% vo = velocity awal % Ep = 1/2 mv^2 % Ek = mgh% E = jarak % alfa = constant for movement update % a = g alp t % t = time // constant % dim = dimension % N = number of raindrop %
upbound = upper bound % lowbound = lower bound % iter = max iteration % minmax = min / max
clear all; close all; clc; dim = 3; N = 200; %jumlah air alfa=360; G=10; %gravitasi t = 1; %time constant
upbound = [0.9 0.02224 7];
lowbound = [0.6 0.0127 5]; iter = 200;
Rpower=1; min_flag=1; minmax = 1; Rnorm=2; convergence_curve=zeros(1,iter);
% Initialize population, position: if size(upbound,2)==1 X=rand(N,dim).*(upbound-lowbound)+lowbound; end if size(upbound,2)>1 for i=1:dim high=upbound(i); low=lowbound(i); X(:,i)=rand(N,1).*(high-low)+low; end end Bestpos=zeros(1,dim); Meanpos=zeros(1,dim); FBest=zeros(1,dim); LBest=zeros(1,dim); Eo=zeros(N,dim); V=zeros(N,dim); M = zeros(N); P = 0; %% Main Program while P<iter for iteration = 1:iter %% inisialisasi Search Agent dan Objective
Function [N,dim]=size(X); for i=1:N %%Agent that go out of the search space, are
reinitialized randomly . Tp=X(i,:)>upbound; Tm=X(i,:)<lowbound;
X(i,:)=(X(i,:).*(~(Tp+Tm)))+((rand(1,dim).*(upbo
und-upbound)+lowbound).*(Tp+Tm)); End
for i=1:N %L is the location of agent number 'i' L=X(i,:); %calculation of objective function for agent
number 'i' fobj=@(X)(adistabisa1(X)); fitness(i)=fobj(X(i,:)); end
if minmax==1 [best best_X]=min(fitness); %minimization. else [best best_X]=max(fitness); %maximization. end
if iteration==1 Fbest=best;Lbest=X(best_X,:); end if minmax==1 if best<Fbest %minimization. Fbest=best;Lbest=X(best_X,:); end else if best>Fbest %maximization Fbest=best;Lbest=X(best_X,:); end end
Bestpos=[Bestpos Fbest]; Meanpos=[Meanpos mean(transpose*fitness)]; %% Hujan jatuh = energi potensial = Ep = 1/2 mv^2 % velocity calculation Fmax=max(fitness); Fmin=min(fitness);
Fmean=mean(fitness); [i N]=size(fitness);
if Fmax==Fmin vo=ones(N,1); else
if minmax==1 %for minimization best=Fmin;worst=Fmax; else %for maximization best=Fmax;worst=Fmin; end
vo=(fitness-worst)./(best-worst);
end M= rand(N); vo=(vo./sum(vo))*M.*t; % velocity calculation berfungsi untuk menentukan
butiran hujan yang jatuh % terlebih dahulu berdasarkan fitness dari setiap
agents. %%
% [N,dim]=size(X); final_per=1.5; %In the last iteration, only 1.5
percent of agents
kbest=final_per+(1-iteration/iter)*(100-
final_per); kbest=round(N*kbest/100);
[Ms ds]=sort(vo,'descend');
for i=1:N
for ii=1:kbest j=ds(ii); if j~=i R=norm(X(i,:)-X(j,:),Rnorm);
%Euclidian distanse.
for k=1:dim
Eo(i,k)=Eo(i,k)+rand*(vo(j))*((X(j,k)-
X(i,k))/(R^Rpower+eps));
end end end end
%%acceleration E = Eo*exp(-alfa*iteration/iter); a=E.*G;
%movement. % [N,dim]=size(X); V=rand(N,dim).*V+a; X=X+V;
P = P + 1; convergence_curve(P) = Fbest; jx=plot((1:iter),convergence_curve,'LineWidth',2
); grid on; title(['Rainfall Algorithm Best Value : '
num2str(Fbest)]); xlabel('Iteration'); ylabel('Function Value'); end end
PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO) %PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
clc; clear; close all;
%% Problem Definition
CostFunction=@(x) (adistabisa1(x)); % Cost
Function
nVar=3; % Number of Decision Variables
VarSize=[1 nVar]; % Size of Decision Variables
Matrix
VarMin=[0.6 0.0127 5]; % Lower Bound of
Variables VarMax=[0.9 0.02224 7]; % Upper Bound of
Variables
%% PSO Parameters
MaxIt=200; % Maximum Number of Iterations
nPop=200; % Population Size (Swarm Size)
% PSO Parameters w=1; % Inertia Weight wdamp=0.99; % Inertia Weight Damping Ratio c1=1.5; % Personal Learning Coefficient c2=2.0; % Global Learning Coefficient
% If you would like to use Constriction
Coefficients for PSO, % uncomment the following block and comment the
above set of parameters.
% % Constriction Coefficients % phi1=2.05; % phi2=2.05; % phi=phi1+phi2; % chi=2/(phi-2+sqrt(phi^2-4*phi));
% w=chi; % Inertia Weight % wdamp=1; % Inertia Weight Damping Ratio % c1=chi*phi1; % Personal Learning Coefficient % c2=chi*phi2; % Global Learning Coefficient
% Velocity Limits VelMax=0.1*(VarMax-VarMin); VelMin=-VelMax;
%% Initialization
empty_particle.Position=[]; empty_particle.Cost=[]; empty_particle.Velocity=[]; empty_particle.Best.Position=[]; empty_particle.Best.Cost=[];
particle=repmat(empty_particle,nPop,1);
GlobalBest.Cost=inf;
for i=1:nPop
% Initialize Position
particle(i).Position=unifrnd(VarMin,VarMax,VarSi
ze);
% Initialize Velocity particle(i).Velocity=zeros(VarSize);
% Evaluation
particle(i).Cost=CostFunction(particle(i).Positi
on);
% Update Personal Best
particle(i).Best.Position=particle(i).Position; particle(i).Best.Cost=particle(i).Cost;
% Update Global Best if particle(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost
GlobalBest=particle(i).Best;
end
end
BestCost=zeros(MaxIt,1);
%% PSO Main Loop
for it=1:MaxIt
for i=1:nPop
% Update Velocity particle(i).Velocity =
w*particle(i).Velocity ...
+c1*rand(VarSize).*(particle(i).Best.Position-
particle(i).Position) ...
+c2*rand(VarSize).*(GlobalBest.Position-
particle(i).Position);
% Apply Velocity Limits particle(i).Velocity =
max(particle(i).Velocity,VelMin); particle(i).Velocity =
min(particle(i).Velocity,VelMax);
% Update Position
particle(i).Position =
particle(i).Position + particle(i).Velocity;
% Velocity Mirror Effect IsOutside=(particle(i).Position<VarMin |
particle(i).Position>VarMax); particle(i).Velocity(IsOutside)=-
particle(i).Velocity(IsOutside);
% Apply Position Limits particle(i).Position =
max(particle(i).Position,VarMin); particle(i).Position =
min(particle(i).Position,VarMax);
% Evaluation particle(i).Cost =
CostFunction(particle(i).Position);
% Update Personal Best if
particle(i).Cost<particle(i).Best.Cost
particle(i).Best.Position=particle(i).Position;
particle(i).Best.Cost=particle(i).Cost;
% Update Global Best if
particle(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost
GlobalBest=particle(i).Best;
end
end
end
BestCost(it)=GlobalBest.Cost;
disp(['Iteration ' num2str(it) ': Best Cost =
' num2str(BestCost(it))]);
w=w*wdamp;
end
BestSol = GlobalBest;
%% Results
figure; %plot(BestCost,'LineWidth',2); semilogy(BestCost,'LineWidth',2); xlabel('Iteration'); ylabel('Best Cost'); grid on; save ('PSOalone.mat')
• Khiller Whale Optimization
%Killer Whale Optimization Algorithm
clc; clear; close all;
%% Problem Definition Dimension = 3; % dimensi diganti sesuai
dengan jumlah variabel yang dioptimasi %Constraint
UB = [0.9 0.02224 7];% Upper Bounds diganti sesuai
dengan constraint fungsi objektif
LB = [0.6 0.0127 5];% Lower Bounds diganti sesuai
dengan constraint fungsi objektif
CostFunction=@(x) (adistabisa1(x)); % Cost
Function
nVar=Dimension; % Number of Decision
Variables
VarSize=[1 nVar]; % Size of Decision Variables
Matrix
VarMin=LB; % Lower Bound of Variables VarMax=UB; % Upper Bound of Variables
%% PSO Parameters
MaxIt=200; % Maximum Number of Iterations
nPop=100; % Population Size (Swarm Size) nTeam = 10; % Team (Number of Leader) TeamSize = []; for i=1:nTeam-1 TeamSize(i) = ceil(nPop/nTeam); end TeamSize(nTeam) = nPop - sum(TeamSize);
% PSO Parameters w=1; % Inertia Weight wdamp=0.99; % Inertia Weight Damping Ratio c1=1.5; % Personal Learning Coefficient c2=2.0; % Global Learning Coefficient c3=1.0; % Leader Influence Coefficient
Porder=3; % order of Polynomial % % Constriction Coefficients % phi1=2.05;
% phi2=2.05; % phi=phi1+phi2; % chi=2/(phi-2+sqrt(phi^2-4*phi)); % w=chi; % Inertia Weight % wdamp=1; % Inertia Weight Damping Ratio % c1=chi*phi1; % Personal Learning Coefficient % c2=chi*phi2; % Global Learning Coefficient
% Velocity Limits VelMax=0.1*(VarMax-VarMin); VelMin=-VelMax;
%% Initialization
initial_whales.Position=[]; initial_whales.Cost=[]; initial_whales.Velocity=[]; initial_whales.Best.Position=[]; initial_whales.Best.Cost=[];
whales=repmat(initial_whales,nPop,1); leader_whales=repmat(initial_whales,nTeam,1); leader_whales_poly = []; leader_whales_std = []; temp_whales = []; tempeval_whales = [];
GlobalBest.Cost=inf;
for i=1:nPop
% Initialize Position
whales(i).Position=unifrnd(VarMin,VarMax,VarSize
);
% Initialize Velocity whales(i).Velocity=zeros(VarSize);
% Evaluation
whales(i).Cost=CostFunction(whales(i).Position); % temp_whales(:, i) = whales(i).Position;
end % tempeval_whales(1:nPop) = whales.Cost(1:nPop); for i=1:nPop % whales(i).Cost = tempeval_whales(i); % Store data for polyfit for j=1:Dimension whalesPosition(i,j) =
whales(i).Position(j); end whalesPosition(i,Dimension+1) =
whales(i).Cost;
% Update Personal Best whales(i).Best.Position=whales(i).Position; whales(i).Best.Cost=whales(i).Cost;
% Update Global Best if whales(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost
GlobalBest=whales(i).Best;
end
end temp_whales = []; tempeval_whales = []; for t=1:nTeam for j=1:Dimension leader_whales_std(t,j) =
std2(whalesPosition(((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j)); buffer = polyfit(whalesPosition(((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j),whalesPositi
on(((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),Dimension+1),Po
rder); leader_whales_poly(t,:,j) = buffer;
syms x; fun = matlabFunction(poly2sym(buffer)); leader_whales(t).Position(j) =
fminsearch((fun),0);
leader_whales(t).Position(j) =
min(leader_whales(t).Position(j), UB(j)); leader_whales(t).Position(j) =
max(leader_whales(t).Position(j), LB(j)); end temp_whales(:, t) =
leader_whales(t).Position;
end % tempeval_whales = CostFunction(temp_whales); for t=1:nTeam % leader_whales(t).Cost = tempeval_whales(t); leader_whales(t).Cost =
CostFunction(leader_whales(t).Position); end
BestCost=zeros(MaxIt,1);
%% PSO Main Loop
for it=1:MaxIt
for t=1:nTeam
temp_whales = []; tempeval_whales = [];
for i=((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t) % make into cluster % each cluster will have it's own
leader % each member of cluters should chate
their own leader % leader get information from their
member, and draw a polynomial % equation to map the scanned area
% Update Velocity % Leader or GlobalBest if GlobalBest.Cost <
leader_whales(t).Cost % min ct3 = 0; ct2 = c2; else ct3 = c3; ct2 = 0; end;
whales(i).Velocity =
w*whales(i).Velocity ...
+c1*rand(VarSize).*(whales(i).Best.Position-
whales(i).Position) ...
+ct2*rand(VarSize).*(GlobalBest.Position-
whales(i).Position) ...
+ct3*rand(VarSize).*(leader_whales(t).Position);
% Apply Velocity Limits whales(i).Velocity =
max(whales(i).Velocity,VelMin); whales(i).Velocity =
min(whales(i).Velocity,VelMax);
% Update Position
whales(i).Position =
whales(i).Position + whales(i).Velocity;
% Velocity Mirror Effect IsOutside=(whales(i).Position<VarMin
| whales(i).Position>VarMax); whales(i).Velocity(IsOutside)=-
whales(i).Velocity(IsOutside);
% Apply Position Limits whales(i).Position =
max(whales(i).Position,VarMin); whales(i).Position =
min(whales(i).Position,VarMax);
temp_whales(:, i) =
whales(i).Position; end
% tempeval_whales =
CostFunction(temp_whales);
for i=((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t)
% Evaluation whales(i).Cost =
CostFunction(whales(i).Position); % whales(i).Cost =
tempeval_whales(i);
% Store data for polyfit for j=1:Dimension whalesPosition(i,j) =
whales(i).Position(j); end whalesPosition(i,Dimension+1) =
whales(i).Cost;
% Update Personal Best if
whales(i).Cost<whales(i).Best.Cost
whales(i).Best.Position=whales(i).Position;
whales(i).Best.Cost=whales(i).Cost;
% Update Global Best if
whales(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost
GlobalBest=whales(i).Best;
end
end
end
end
polycheck = 0; leader_whales_poly = []; temp_whales = []; tempeval_whales = []; for t=1:nTeam for j=1:Dimension leader_whales_std(t,j) =
std2(whalesPosition(((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j)); if leader_whales_std < 0.01 polycheck = 1; else buffer =
polyfit(whalesPosition(((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j),whalesPositi
on(((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-
1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),Dimension+1),Po
rder); leader_whales_poly(t,:,j) =
buffer;
if max(isnan(buffer)) < 1 syms x; fun =
matlabFunction(poly2sym(buffer)); leader_whales(t).Position(j)
= fminsearch((fun),0); end leader_whales(t).Position(j) =
min(leader_whales(t).Position(j), UB(j)); leader_whales(t).Position(j) =
max(leader_whales(t).Position(j), LB(j)); end
end % temp_whales(:, t) =
leader_whales(t).Position; end % tempeval_whales =
CostFunction(temp_whales); for t=1:nTeam % leader_whales(t).Cost =
tempeval_whales(t); leader_whales(t).Cost =
CostFunction(leader_whales(t).Position); end
BestCost(it)=GlobalBest.Cost;
disp(['Iteration ' num2str(it) ': Best Cost =
' num2str(BestCost(it)) ': Datacheck = '
num2str(polycheck)]);
w=w*wdamp;
end
BestSol = GlobalBest;
%% Results min_variable_design = BestSol.Position(1,:); min_objective_function = BestSol.Cost(1,:); figure; %plot(BestCost,'LineWidth',2); semilogy(BestCost,'LineWidth',2); title('Grafik Nilai Minimum KWA','color','b') xlabel('Jumlah Iterasi'); ylabel('Nilai Fungsi Obyektif'); grid on;
DUELIST ALGORITHM (DA)
% Duelist Algorithm clear all; close all; clc;
Hasilmax=[]; fitnessvector =[]; XDueler=[]; convergemax = []; convergeiter = []; DFDAfit = []; xmax = []; minmax = 'min'; % 'max' Maximum or 'min'
Minimum Population = 100; % Total number of duelists
in a population MaxGeneration = 200; % Maximum
Generation/Iteration FightCapabilities = 50; % Fighting Capabilities Champion = 0.1; % Champion Percentage
ProbLearning = 0.8; % Learning Probability ProbInnovate = 0.1; % Innovate Probability Luckcoeff = 0.01; % Luck Coefficient LuckA = 0; % First Duelist Luck
Coefficient LuckB = 0; % Second Duelist Luck
Coefficient Duelist = []; Duelisttemp1 = []; Duelisttemp2 = []; Duelisttemp3 = []; DuelistInteger = []; Datafit = []; Data1fit = []; DataSort = []; ElitDuelist = []; HMI = []; DataFDAfit = []; maxall = []; Dimension = 3; UB = [0.9 0.02224 7]; % Upper Bounds LB = [0.5 0.0127 5]; % Lower Bounds
for rc = 1:Dimension RangeB(rc) = UB(rc) - LB(rc); end
if (strcmp(minmax,'max')) mm = 1; else mm = -1; end
%=====Registrasi Duelist===== Duelist =
floor(9*rand(Population,(FightCapabilities*Dimen
sion))+rand());
%=====Array to Int===== for i = 1:Dimension for j = 1:Population Duelisttemp1 =
Duelist(j,((i*FightCapabilities-
FightCapabilities)+1):(i*FightCapabilities)); Duelisttemp2 = num2str(Duelisttemp1); Duelisttemp3 =
Duelisttemp2(~isspace(Duelisttemp2)); DuelistInteger(j,i) =
str2num(Duelisttemp3); end end
Datafit = [];
disp('DA Processing'); for Generasi = 1:MaxGeneration
%=====DA Processing=====
if (Generasi > 1) clc Generasi
%=====sortir===== sort_fit = sortrows(sort,
(FightCapabilities*Dimension) + 1); Duelist1 =
sort_fit(randperm(size(sort_fit,1)),:); Remain = sort_fit(round((1-
Champion)*Population) + 1:Population, :); Winner = [];
X = Duelist1; N = size(X,1);
if mod(N,2) == 0 M=N; else M=N-1; end
for i=1:M fitnessvector(i) =
X(i,(FightCapabilities*Dimension) + 1); end
fitnessvector = fitnessvector';
%=====Setting Duelist===== for i=1:M XDueler = X; end
%=====Setting Duel Arena=====
for i=1:2:M-1 LuckA = (fitnessvector(i)*(Luckcoeff
+rand*2*Luckcoeff)); LuckB =
(fitnessvector(i+1)*(Luckcoeff +
rand*2*Luckcoeff)); if fitnessvector(i)+LuckA <=
fitnessvector(i+1)+LuckB Winner(i) = 0; Winner(i+1) = 1;
elseif fitnessvector(i)+LuckA >
fitnessvector(i+1)+LuckB Winner(i) = 1; Winner(i+1) = 0; end end
%=====Skill Transfer + Innovate=====
[M,d] = size(XDueler); XAftermatch = XDueler; for i=1:2:M-1 if (Winner(i)==1) p = ceil(((d/2)-
1)*rand*ProbLearning); str = ceil(p+1+(((d/2)-2-
p)*rand*ProbLearning)); XAftermatch(i,:) =
[XDueler(i,1:p) XDueler(i+1,p+1:str)
XDueler(i,str+1:d)]; for j=1:d p = rand; if (p<=ProbInnovate) XAftermatch(i+1,j) =
abs(floor(rand()*9)); end end else p = ceil(((d/2)-
1)*rand*ProbLearning); str = ceil(p+1+(((d/2)-2-
p)*rand*ProbLearning)); XAftermatch(i+1,:) =
[XDueler(i+1,1:p) XDueler(i,p+1:str)
XDueler(i+1,str+1:d)]; XAftermatch(i,:) = XDueler(i,:); for j=1:d p = rand; if (p<=ProbInnovate)
XAftermatch(i,j) =
abs(floor(rand()*9)); end end end end
Xnew = XAftermatch;
sort_fitnew = sortrows(Xnew,
(FightCapabilities*Dimension) + 1); Duelistnew =
sort_fitnew(round((Champion)*Population)+1:Popul
ation,:); Duelist =
[Duelistnew(:,1:(FightCapabilities*Dimension));R
emain(:,1:(FightCapabilities*Dimension))];
end; ElitDuelist = [ElitDuelist; Duelist];
for i = 1:Dimension for j = 1:Population Duelisttemp1 =
Duelist(j,((i*FightCapabilities-
FightCapabilities)+1):(i*FightCapabilities)); Duelisttemp2 = num2str(Duelisttemp1); Duelisttemp3 =
Duelisttemp2(~isspace(Duelisttemp2)); DuelistInteger(j,i) =
str2num(Duelisttemp3); end end
Datafit = [];
for k = 1:Population
for ii=1:Dimension X0(ii,k) =
(((DuelistInteger(k,ii)+1)/(10^FightCapabilities
))*RangeB(ii))+LB(ii); end
% cost = -
((((X0(1,k).^2)+(X0(2,k).^2)).^0.5).*cos((X0(1,k
))-
(X0(2,k)))).*exp(cos(((X0(1,k)).*(X0(2,k)+5))./7
)); fitness = adistabisa1( X0(:,k)); Datafit = [Datafit; mm*fitness]; end
Data1fit = Datafit; [fitnessmax, nmax] = max(Data1fit); DataFDAfit = [DataFDAfit;fitnessmax]; DuelistMax = Duelist(nmax,:); DuelistMaxLast = DuelistMax; Hasilmax = DuelistMax; sort = [Duelist Datafit]; maxall = [maxall; sort]; for i = 1:Dimension HasilMaxtemp1 =
Hasilmax(1,(((i*FightCapabilities)-
FightCapabilities)+1):(i*FightCapabilities)); HasilMaxtemp2 = num2str(HasilMaxtemp1); HasilMaxtemp3 =
HasilMaxtemp2(~isspace(HasilMaxtemp2)); HasilMaxInt(1,i) =
str2num(HasilMaxtemp3); end HMIt = []; for ij=1:Dimension HMIt = [HMIt, HasilMaxInt(1,ij)]; end HMI = [HMI; HMIt]; end
plot(DataFDAfit); hold on
[fitnessmaxf, nmaxf] = max(DataFDAfit); for ik=1:Dimension X0maxfix(ik) =
(((HMI(nmaxf,ik)+1)/(10^FightCapabilities))*Rang
eB(ik))+LB(ik); end
X0maxfix [fitnessmaxf, nmaxf] = max(DataFDAfit)
convergemax = [convergemax;fitnessmaxf]; convergeiter = [convergeiter;nmaxf]; xmax = [xmax;X0maxfix]; DFDAfit = [DFDAfit,DataFDAfit];
BIODATA PENULIS
Nama lengkap penulis adalah Adista
Dinastari, lahir di Kabupaten Trenggalek pada
tanggal 11 Oktober 1995 dari ayah bernama
Samsudin dan ibu bernama Lista Khayum.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Pada tahun 2008 penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di
SD Negeri II Tasikmadu, pada tahun 2011
menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandung
Tulungagung, pada tahun 2014 menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Trenggalek. Pada tahun yang
sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Teknik
Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Penulis telah aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan
diantaranya menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Tenik Fisika
ITS, Laboratorium Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol, Paduan
Suara Mahasiswa ITS dan Pemandu FTI. Penulis pernah menjadi
salah satu penerima dana PKM DIKTI di bidang pengabdian
masyarakat pada tahun 2014/2015 dan 2015/2016
Konsentrasi tugas akhir yang didalami adalah bidang
rekayasa intrumentasi dan kontrol. Pada bulan Januari 2018 penulis
telah menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Optimisasi
Tekno-Ekonomi Pada Desain Geometri Heat Exchanger
Dengan Dipengaruhi Fouling Resistance Menggunakan
Beberapa Metode Stochastic Algorithm.
Apabila pembaca ingin berdiskusi lebih lanjut mengenai tugas
akhir, serta memberikan kritik dan saran maka dapat menghubungi
penulis melalui email : [email protected]