48
MAKALAH MANAJEMEN LINGKUNGAN PENGOLAHAN LIMBAH PADA INDUSTRI TEKSTIL Disusun oleh Kelompok 9: Bunga Cahyaputri F34080068 Anton Susilo F34080076 Dyah Pangestuti F34080086 Billyan Raberta F34080112 M. Nassa Ridwansyah F34080118 Asih Setiautami F34080126

PABRIK TEKSTIL

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PABRIK TEKSTIL

MAKALAH MANAJEMEN LINGKUNGAN

PENGOLAHAN LIMBAH PADA INDUSTRI TEKSTIL

Disusun oleh Kelompok 9:

Bunga Cahyaputri F34080068

Anton Susilo F34080076

Dyah Pangestuti F34080086

Billyan Raberta F34080112

M. Nassa Ridwansyah F34080118

Asih Setiautami F34080126

2010

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: PABRIK TEKSTIL

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merpakan Negara yang kaya akan hasil alam. Kapas sebagai

salah satu komoditas prospektif memang tidak banyak ditanam di Indonesia.

Namun, hal ini tidak menghambat berkembangnya industri pengolahan kapas

yang ada di Indonesia. Industri yang berbasis kapas yang banyak terdapat di

Indonesia dalah industri tekstil.

Semakin berkembangnya industri, tentu tidak terlepas dari permasalahan

besar yaitu limbah. Setiap industri pasti menghasilkan limbah. Yang menjadi

perhatian apakah suatu industri khususnya industri tekstil melakukan pengolahan

limbah yang baik sehingga tidak mencemari lingkungan di sekitarnya? Limbah

industri tekstil banyak bersumber dari bahan-bahan kimia campuran yang

digunakan untuk menambah mutu produk tekstil. Maka dari itu pengolahan yang

tepat dan cepat sanagat diperlukan untuk setiap industry yang berdiri.

B. Tujuan

Makalah ini dibuat untuk mengetahui dan memberikan gambaran lebih

jelas tentang proses produksi tekstile dari bahan baku berupa kapas yang diolah

menjadi serat dan benang. Selain itu, makalah ini juga menunjukkan hasil

samping dari industri tersebut yang berupa limbah. Secara umum akan dijelaskan

jenis-jenis, sumber, karakterisasi limbah yang dihasilkan dari industri tekstil serta

cara pengelolaan limbah tersebut.

Page 3: PABRIK TEKSTIL

II. URAIAN

A. Bahan Baku

Kapas merupakan salah satu contoh komoditi pertanian yang prospektif.

Kapas memang tidak banyak ditanam di daerah tropis seperti Indonesia, tetapi

bukan berarti di Indonesia tidak terdapat industri kapas. Industri pengolahan kapas

yang biasanya ada di Indonesia adalah berupa industri tekstil. Kapas adalah serat

yang diperoleh dari biji tanaman kapas, yaitu sejenis tanaman perdu dan banyak

digunakan untuk pakaian karena sifatnya yang menyerap keringat, sehingga

nyaman dipakai dan stabilitas dimensi yang baik.

Pohon industri tanaman kapas

Kapas merupakan serat halus yang menyelubungi biji jenis tanaman

Gossypium ( biasa disebut pohon atau tanaman kapas ), tumbuhan semak yang

berasal dari daerah tropika dan subtropika. Serat kapas menjadi bahan penting

dalam industri tekstil. Serat kapas dapat dipintal menjadi benang dan ditenun

menjadi kain. Produk tekstil dari serat kapas biasa disebut sebagai katun (benang

maupun kainnya).

Serat kapas merupakan produk yang berharga karena hanya sekitar 10% dari

berat kotor (bruto) produk hilang dalam pemrosesan. Apabila lemak, protein,

malam (lilin), dan lain-lain residu disingkirkan, sisanya adalah polimer selulosa

murni dan alami. Selulosa ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan

kapas kekuatan, daya tahan (durabilitas), dan daya serap yang unik namun disukai

Page 4: PABRIK TEKSTIL

orang. Tekstil yang terbuat dari kapas (katun) bersifat menghangatkan di kala

dingin dan menyejukkan di kala panas (menyerap keringat).

Serat dari segi sifat bahannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

Filament, adalah serat yang sangat panjang yang panjangnya sejauh sampai

habisnya bahan terulur. Semua serat buatan pada awalnya dibuat dalam bentuk

filamen.

Stapel, adalah serat pendek dan umumnya serat alam berbentuk stapel.

B. Proses Produksi

Pembuatan produk tekstil dari bahan baku kapas melalui proses yang cukup

panjang dan kompleks. Kapas pertama dibuat terlebih dahulu menjadi serat kapas

kemudian baru dipintal untuk dijadikan benang. Benang ditenun sehingga

diperoleh kain yang siap diolah lebih jauh lagi sehingga diperoleh produk jadi

berupa tekstil.Secara umum gambaran pembuatan tekstil dari bahan baku kapas

adalah sebagai berikut :

Komoditi kapas pascapanen umumnya langsung mengalami pengolahan

untuk dijadikan serat. Proses pembuatan serat kapas dari bahan baku yang berupa

kapas disebut ginning. Ginning adalah proses pengupasan kapas berbiji menjadi

serat dan biji dangan menggunakan mesin pengupas yang biasa disebut ginnery.

Pada dasarnya proses pengupasan kapas berbiji dengan ginnery terdiri dari empat

kelompok kegiatan, yaitu: 1) Pemisah kotoran, 2) pengeringan, 3) pengupasan, 4)

pengepakan serat dan pengarungan.

Skema proses pengupasan kapas berbiji di unit ginnery

Page 5: PABRIK TEKSTIL

Setelah serat kapas jadi maka proses selanjutnya adalah proses pemintalan

untuk dijadikan benang. Benang berasal dari serat yang dipintal. Jenis-jenis

benang dapat diketahui dari:

Berdasarkan Urutan Prosesnya.

Carded Yarn (benang garuk) yang bahan bakunya berasal dari cotton, rayon

dan plyester.

Combed Yarn (benang sisir) yang bahan bakunya adalah cotton.

Blended Yarn (benang campur) yang bahan bakunya campuran antara dua

jenis serat, yaitu polyester dengan rayon atau polyester dengan cotton atau

rayon dengan cotton.

Open End Yarn (OE) yang bahan bakunya adalah cotton dan polyester.

Berdasarkan Konstruksinya.

Single Yarn (benang tunggal) adalah benang yang terdiri dari satu helai.

Double Yarn (benang rangkap) adalah benang yang terdiri dari dua benang

atau lebih tanpa di twist.

Multifold Yarn (benang gintir) adalah benang yang terdiri dari dua helai

atau lebih yang dijadikan satu dengan diberi twist.

Berdasarkan Panjang Seratnya.

Staple Yarn (benang staple) adalah benang yang tersusun dari serat staple

atau serat buatan dalam bentuk staple.

Filament Yarn (benang filament) adalah benang yang tersusun dari serat

buatan yang berupa filament.

Berdasarkan Penggunaannya.

Warp Yarn (benang lusi) adalah benang yang digunakan untuk arah

panjang kain pada proses weaving.

Weft Yarn (benang pakan) adalah benang yang digunakan untuk arah lebar

kain pada proses weaving.

Knitting Yarn (benang rajut) adalah benang yang digunakan untuk

pembuatan kain rajut (knitting fabric).

Sewing Thread (benang jahit) adalah benang yang digunakan untuk

menjahit.

Page 6: PABRIK TEKSTIL

Fancy Yarn (benang hias) adalah benang yang dibuat dengan efek hias pada

twistnya, antara lain seperti slub yarn.

Berdasarkan Bahan Bakunya, yaitu: benang cotton, benang polyester, benang

rayon, benang nylon, benang akrilik, benang polipropilen, benang R/C (benang

rayon/cotton), benang T/R (benang polyester/rayon), benang T/C (benang

polyester/cotton), dan lain-lain. 

Benang yang telah dibuat dari serat kapas kemudian dirajut atau ditenun

menjadi kain. Jenis-jenis kain dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar,

yaitu:

Kain Grey atau Kain Blacu, yaitu kain yang paling sederhana atau kain

yang setelah ditenun kemudian dikanji dan diseterika namun tidak

mengalami proses pemasakan dan pemutihan. 

Kain Finished adalah kain grey yang telah melalui proses-proses

pemasakan, pemutihan, pencelupan (dyeing), pewarnaan (colouring), dan

pencapan (printing). Secara umum, nama kainnya, antara lain seperti: Kain

Putih (untuk pakaian jadi yang biasanya diberi warna dan/atau dicap),

Kain Mori (khusus untuk keperluan batik), Kain Percal (biasanya untuk

pakaian jadi yang berkualitas), Kain Shirting (biasanya untuk pakaian

dalam, sprei, sarung bantal), Kain Gabardine (biasanya untuk pakaian

musim dingin), Kain Satin/Sateen (untuk dirangkap, penutup, penghias

jendela), Kain Damas (biasanya untuk taplak meja, dekorasi mebel,

serbet,), Kain Diaper (untuk popok bayi atau yang sejenisnya, karena kain

ini mudah menyerap air), Kain Markis (untuk kelambu dan sejenisnya).

Kain Rajut, kainnya lebih halus dan lebih lemas dengan sifat kainnyapun

lebih elastis dan daya tembus udara lebih besar daripada kain tenun dan

banyak digunakan untuk pakaian dalam (underwear), kaos kaki, shirt,

sweaters atau overcoats, dan lainnya.

Kain Non Woven, adalah semua kain yang bukan kain tenun dan kain rajut

(Anonim, 2008).

Setelah proses yang menghasilkan kain, kemudian dilanjutkan pengolahan

selanjutnya yaitu pembuatan produk akhir berupa tekstil. Proses pembuatan tekstil

Page 7: PABRIK TEKSTIL

dibedakan menjadi dua, proses kering dan proses basah. Berikut adalah skema

proses produksi tekstil menggunakan proses basah :

Skema pembuatan tekstil dengan proses basah

Page 8: PABRIK TEKSTIL

C. Limbah Industri Tekstil

Setiap industri dalam pengolahan produksinya tidak dapat dihindari pasti

menghasilkan limbah, baik itu limbah yang dapat diolah maupun limbah yang

dapat didaur ulang. Pada industri tekstil dengan bahan dasar kapas memiliki

limbah yang cukup besar pengaruhnya dalam mencemari lingkungan. Hal ini

dapat dilihat dari limbah yang dihasilkannya. Limbah dihasilkan dari setiap proses

tahapan proses produksi baik limbah padat maupun cair.

Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses

pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan,

merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses

penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat

daripada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis.

Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung

zat kimia pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, dan asam.

Penghilangan kanji biasanya memberikan BOD paling banyak dibanding dengan

proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain

adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD,

BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan

limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi, dan beban

pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan.

Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD

tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam.

Sementara za warna berbahan logam (krom) tidak banyak dipakai di Indonesia.

Pada proses pencetakan, limbah yang dihasilkan lebih sedikit daripada proses

pewarnaan.

1. Sumber limbah

Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.

Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing).

Pigmen, zat warna dan pelarut organik.

Tensioactive (surfactant).

Page 9: PABRIK TEKSTIL

2. Karakteristik limbah

Karakteristik limbah merupakan sifat-sifat limbah tersebut yang meliputi

sifat fisis, kimia ,dan biologis. Sifat-sifat limbah yang berbeda disebabkan dari

tempat atau daerah dan jenis limbah tersebut sehingga setiap limbah memiliki ciri

khas tersendiri. Tetapi, pada intinya karakteristik limbah itu meliputi empat hal

yaitu berukuran mikro, dinamis, berdampak luas (penyebarannya), berdampak

jangka panjang atau antargenerasi (Anonim, 2008)

Page 10: PABRIK TEKSTIL

III. PEMBAHASAN

Kapas ditanam di Indonesia oleh petani kecil dengan luas lahan berkisar

antara 0,3-0,5 hektar setiap petani. Pascapanen kapas meliputi penanganan biji

kapas sejak panen sampai dengan di gudang pabrik pemintalan menunggu saat

kapas siap dipintal. Kapas siap panen ditandai dengan buah kapas yang telah

masak atau merekah sempurna, seratnya menyembul keluar, dan kulit buahnya

kering. Buah kapas yang dipetik sebelum waktunya akan mempengaruhi mutu

serat yaitu berkurangnya kekuatan serat, sebaliknya bila terlalu terlambat dipetik

akan menurunkan grade serat karena adanya kontaminasi debu dan kotoran.

Kapas siap panen dipanen dengan cara dipetik. Cara pemetikan dapat

dilakukan dengan tangan atau mesin. Pemetikan dengan tangan disebut hand

picked, bila kapas diambil dari buah satu per satu dan snaped, bila kapas dipetik

secara keseluruhan dari pohon. Pemetikan dengan mesin disebut dengan machine

picked (kapas diambil dari dari kelopaknya), machine stripped (kapas diambil

secara keseluruhan bersama pohonnya), dan machine salvage (pengambilan kapas

yang telah jatuh ke tanah). Petani di Indonesia umumnya masih menggunakan

cara hand picked dalam memanen kapas. Petani menggunkan dua wadah yaitu

sebagai tempat kapas yang putih bersih dan sebagai tempat kapas yang kotor dan

terserang hama. Hal ini selain memudahkan dalam pengolahan selanjutnya, juga

untuk menjaga kualitas dari produk hasil turunan kapas tersebut karena bila

diinginkan suatu produk yang baik, maka diperlukan penanganan yang baik pula.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kapas yang telah dipanen dilanjutkan

dengan proses ginning atau pengupasan kapas untuk diperoleh serat kapas yang

siap dipintal. Langkah proses ginning, yaitu :

1. Mengambil kapas berbiji

Kapas berbiji diambil dari gudang dengan menggunakan alat yang bernama

Telescope. Fungsi telescope untuk menyedot dan menyalurkan kapas berbiji

dari gudang ke unit alat berikutnya yaitu separator.

Page 11: PABRIK TEKSTIL

2. Memisahkan benda-benda asing.

Benda-benda asing seperti batu, kerikil dan sebagainya, ditangkap

menggunakan alat yang bernama Rock Catcher yang bekerja atas dasar prinsip

gravitasi.

3. Memisahkan kotoran-kotoran

Kotoran dipisahkan dengan menggunakan alat separator. Fungsi alat ini untuk

membersihkan kapas berbiji dari kotoran-kotoran antara lain tangkai, daun,

kulit buah agar kotoran tersebut masuk ke bagian pembuangan (siklon) dan

menguraikan gumpalan kapas berbiji sebelum masuk ke unit alat berikutnya.

4. Pengendalian pemasukan kapas berbiji ke dalam mesin Ginning

Pengendalian dilakukan dengan alat Auto Section Control. Alat ini berfungsi

untuk mengendalikan udara penyedot yang membawa kapas berbiji. Apabila

jumlah kapas berbiji di dalam mesin ginnery sudah mencukupi secara otomatis

udara penyedot akan berhenti bekerja sehinggga tidak ada kapas berbiji yang

masuk, sebaliknya bila jumlah kapas berbiji sudah mulai berkurang maka

secara otomatis pula udara penyedot akan bekerja kembali.

5. Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan alat dryer. Alat ini berfungsi untuk

mengeringkan kapas berbiji dengan udara panas sehingga kadar airnya

mencapai 7-8%.

6. Pembersihan kapas berbiji

Kapas berbiji dari dryer akan dibawa terus oleh udara menuju ke unit Cleaner.

Di dalam unit ini kapas berbiji akan melalui beberapa buah silinder bergigi

yang berputar untuk memisahkan kotoran kapas berbiji antara lain pecahan

daun kering, ranting-ranting pendek, debu. Pada bagian ini udara panas akan

dipisahkan dari kapas berbiji dan akan dihembus ke siklon bersama dengan

kotoran.

7. Pendistribusian

Kapas berbiji akan masuk ke unit distributor yang berupa konveyor yang akan

mendistribusikannya ke unit alat berikutnya yaitu feeder.

Page 12: PABRIK TEKSTIL

8. Pengumpanan

Dilakukan dengan alat feeder. Fungsi alat ini adalah menyalurkan kapas

berbiji secara teratur (kontinyu) ke bagian saw gin dan untuk membersihkan

kapas berbiji sebelum dikupas.

9. Pengupasan kapas berbiji

Pengupasan kapas berbiji dengan menggunakan alat gin stand. Pada bagian ini

kapas berbiji akan dikupas oleh sejumlah pisau gergaji yang berputar secara

teratur sehingga terpisah menjadi serat kapas dan biji. Biji-biji akan jatuh ke

screw conveyor yang berada di bawah gin stand, yang akan membawa ke unit

penghembus biji, sedangkan serat kapas akan diteruskan ke unit Lint Cleaner.

10. Pembersihan Serat

Digunakan alat Lint Cleaner. Pada bagian ini serat akan dibersihkan dari

kotoran-kotoran yang masih ada dengan sistem hembusan udara yang akan

dipisahkan oleh sikat yang berputar; oleh hisapan udara serat akan diteruskan

ke battery condensor.

11. Battery Condensor

Pada bagian ini serat akan dibentuk berlapis-lapis untuk selanjutnya

dimasukkan ke kotak press melalui unit lint slide (lint feeder).

12. Pengepakan

Menggunakan alat press. Pada bagian ini serat kapas akan dipress dan

selanjutnya dibungkus, diikat menjadi bentuk bal-bal kapas dengan berat ±225

kg per bal.

Serat kapas yang telah siap kemudian dipintal menjadi benang. Benang

yang terbuat dari serat kapas kemudian dapat langsung dibuat menjadi kain. Kain

merupakan hasil proses dari benang-benang yang dianyam, ditenun atau dirajut.

Namun benang hasil pemintalan tidak bisa langsung ditenun atau dirajut, karena

akan mudah putus ketika terjadi pergesekan antara benang lusi dan benang pakan

pada waktu proses. Oleh sebab itu ada proses pekerjaan yang harus dipersiapkan

terlebih dahulu sebelum benang-benang tersebut ditenun atau dirajut. Proses

tersebut secara berurutan:

Benang-benang yang dari mesin pintal (ring spinning) berbentuk gulungan

palet cones lalu digulung kembali melalui mesin penggulung (winding

Page 13: PABRIK TEKSTIL

machine) menjadi bentuk gulungan cones, dengan maksud untuk proses

selanjutnya agar lebih mudah dipasangkan pada mesin penggulungan

(reeling)  dalam proses pensejajaran benang arah lusi (warping). Apabila

dikehendaki kain yang dihasilkan memiliki efek warna antara lusi dan

pakan seperti Kain Sarung atau Kain Motif, maka benangnya terlebih

dahulu mengalami proses pencelupan benang (yarn dyed).

Setelah itu agar benang lebih licin agar tidak mudah putus ketika

bergesekan, maka diproses ke sizing machine untuk dikanji.

Setelah kering dari pengkanjian, benang-benang baru bisa diproses untuk

ditenun atau dirajut.

Proses tersebut, baik ditenun (dengan benang lusi dan pakan di mesin

tenun) atau dirajut (rajut lusi dan pakan di mesin rajut) dengan cara

gerakan silang-menyilang antara dua benang yang dilakukan secara teratur

dan terus-menerus serta berulang kali dengan gerakan yang sama sehingga

menjadi sebuah bentuk anyaman tertentu.  

Hasil rajutan atau tenunan benang yang berupa kain dapat langsung diolah

menjadi produk tekstil. Proses pembuatan tekstil dibedakan menjadi dua, proses

kering dan proses basah:

a) Proses kering: Proses kering sangat penting meliputi pemintalan

yarn pada spinning mill, pelilitan benang pada kumparan (gulungan),

penenunan pada weaving mill, knitting (pekerjaan rajutan).

b) Proses basah: Proses produksi tekstil dengan proses basah meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

Pencucian

Pencucian adalah proses pengeluaran kotoran-kotoran organik dan

anorganik yang dapat mengganggu proses-proses selanjutnya. Pencucian

dilakukan dengan menggunakan bahan pencuci yang dilarutkan ke dalam

air, misalnya surfaktan.

Pemrosesan (processing)

Dalam industri tekstil, processing adalah pemberian bahan pelapis pada

permukaan produk-produk tekstil atau pemindahan bahan-bahan dari serat

Page 14: PABRIK TEKSTIL

(fiber) secara kimia. Proses-proses yang penting antara lain sebagai

berikut:

a) Caustic scouring, yakni proses pemasakan untuk

memindahkan kotoran. Proses ini dibantu dengan penambahan

surfaktan. Pemasakan untuk memindahkan kotoran memberikan hasil

yang lebih baik daripada pencucian dengan air dingin.

b) Sizing, yaitu proses yang dilakukan untuk

menyiapkan serat sebelum processing dan mencegah hancurnya serat.

Sizing terutama dilakukan sebelum proses knitting. Weaving agent

yang digunakan adalah starch, polyvinyl alcohol (PA), dan

carboxymethyl cellulose (CMC).

c) Bleaching yaitu pemutihan atau pemucatan kain.

Proses ini dilakukan dengan menggunakan larutan peroxide

hypochlorite atau khlorin dikombinasikan dengan sodium silikat dan

soda kaustik.

d) Mercerization, yakni mencelup kain ke dalam

larutan soda (NaOH 20%-25%) dalam tekanan. Proses ini bertujuan

untuk mengembangkan serat sehingga memperbaiki penampakan,

kemampuan untuk menyerap warna, dan kekuatan.

e) Dyeing yaitu proses pemberian warna atau

pewarnaan. Beberapa bahan kimia penting yang digunakan dalam

proses ini adalah vat dyes, sulfur dyes, reactive dyes, disperse dyes,

acid dyes, metal complex dyes, dan basic dyes. Beberapa jenis bahan

kimia lain yang ditambahkan adalah surfaktan, asam basa, dan garam.

f) Printing yaitu proses di mana catatan-catatan

berwarna diletakkan pada kain menggunakan roller atau mesin

pencetak dengan screen. Warna-warna dilekatkan dengan

menggunakan proses penguapan atau cara pengolahan yang lain.

Dalam proses ini, air limbah dihasilkan dari pencucian mesin, kira-kira

sekali sehari.

Rinsing

Rinsing yaitu proses pencucian. Proses ini diperlukan setelah salah satu

Page 15: PABRIK TEKSTIL

proses di atas dilaksanakan, terutama setelah caustic scouring, bleaching,

mencerization, dan dyeing. Air limbah yang dihasilkan dari proses ini

cukup banyak.

Finishing

Finishing yaitu proses akhir yang meliputi seluruh proses memasukkan

atau melapiskan bahan-bahan tertentu pada tekstil sehingga diperoleh

kualitas tertentu. Proses ini dapat berupa proses kering maupun basah.

Karakteristik kualitas meliputi sentuhan, ketahanan liputan (cross

resistant), anti-air (waterproofing), penyusutan awal (preshrinking),

ketahanan terhadap bakteri (bacteria resintant), ketahanan terhadap api

(fireproofing), ketahanan terhadap oli atau minyak (oil resitant), dan anti

ngengat.

Limbah yang dihasilkan pada produksi tekstil cukup banyak dan bila tidak

dikelola secara benar maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang

serius. Dari bahan-bahan yang digunakan untuk mengolah bahan baku, dapat

diperkirakan seberapa banyak limbah yang dihasilkan. Dari keseluruhan proses

pembuatan tekstil dari bahan baku kapas, limbah yang diproduksi terdapat dua

jenis, yaitu limbah padat dan cair (KLH, 2005)

Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur

yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah

pada pabrik tekstil. Limbah ini dapat digunakan sebagai bahan campuran

pembuatan coneblock, batako press atau pupuk organik. Limbah lain yang

mungkin perlu ditangani adalah sisa kain dan sisa benang. Alternatif pemanfaatan

sisa kain dan benang ini adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang

terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai

isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron. Limbah padat juga umumnya

didapat saat proses pengolahan kapas menjadi serat. Limbah padat yang diperoleh

dari proses pengolahan serat dari bahan baku kapas antara lain berupa batu,

kerikil, debu, potongan daun, ranting, dan kulit buah. Limbah-limbah berupa batu

dan kerikil dapat dibuang langsung sedangkan limbah organik yang dieroleh dapat

digunakan langsung menjadi pupuk kompos. Namun, pada umumnya bukan pihak

pabrik yang melakukan pengolahan semacam ini.

Page 16: PABRIK TEKSTIL

Limbah yang paling banyak adalah dari proses pengolahan kain menjadi

produk jadi berupa tekstil yang berupa limbah cair. Keperluan air untuk setiap

kilogram bahan tekstil yang diproses sekitar 300-400 liter, sedangkan bahan

pewarna, zat kimia, dan bahan pembantu penyempurnaan diperlukan sekitar 5 %

dari bobot tekstil yang diproses. Bahan-bahan ini sebagian kecil diserap oleh

tekstil dan tetap berada dalam tekstil sampai proses selesai, sedangkan sisanya

terbuang sebagai air limbah (Mahida, 1984).

Menurut Mahida (1984), air limbah industri tekstil mungkin akan

mengandung bahan-bahan pembantu yang digunakan sebagai bahan koagulasi

(Na2SO4, ZnSO4, H2SO4), bahan yang dipakai dalam proses suling,

penyempurnaan, pengelantangan, penanganan air, penanganan efluen dan zat

untuk pembebas sulfur. Sekitar 10-30% total BOD yang terkandung dalam

limbah cair tekstil berasal dari proses pencelupan. Air limbah dari proses

pemerseran mengandung soda kaustik sebanyak lebih kurang 5%. Air limbah ini

bersifat alkali, mengandung banyak zat padat terlarut dengan nilai BOD yang

rendah. Secara umum air limbah yang dihasilkan dari proses basah mempunyai

sifat basa, BOD tinggi, berwarna, berbusa, berbau, dan memiliki suhu yang tinggi.

Limbah cair industri tekstil pada umumnya mempunyai karakteristik warna dan

kekeruhan yang tinggi, bersifat alkalin, memiliki kandungan organik dan

anorganik tinggi serta mengandung bahan-bahan sintetik, seperti zat warna yang

sulit diuraikan secara biologi.

Limbah tekstil diketahui memiliki padatan tersuspensi dalam jumlah yang

banyak, warna yang kuat, pH yang sangat berfluktuatif, suhu tinggi dan

konsentrasi COD yang tinggi. Sebagai contoh, limbah tekstil dari suatu

perusahaan yang berlokasi di Banwol Industrial Complex di Korea memiliki BOD

870 mg/l, warna 1340 PtCo unit, pH 11,0, suhu 420C dan konduktivitas 2630

mho/cm. Polutan utama dalam limbah tekstil berasal dari proses pewarnaan dan

finishing yang melibatkan pewarna baik sintetis maupun alami agar dihasilkan

warna yang permanen.

Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya kandungan

zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan

membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang

Page 17: PABRIK TEKSTIL

berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang

membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan.

Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan

menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu

keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan

karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius.

Zat warna tekstil merupakan suatu senyawa organik yang akan

memberikan nilai COD dan BOD. Penghilangan zat warna dari air limbah tekstil

akan menurunkan COD dan BOD air limbah tersebut. Sebagai contoh dari basil

percobaan di laboratorium BBT, air limbah tekstil yang mengandung beberapa zat

warna reaktif sebanyak 225 mg/L mempunyai COD 534 mg/L dan BOD 99 mg/L,

setelah dikoagulasi dengan penambahan larutan Fero (Fe2+) 500 ma/L dan kapur

(Ca2+) 250 mg/L air limbah tinggal mengandung zat warna 0,17 mg/L dengan

COD 261 mg/L dan BOD 69 mg/L.

Berikut ini adalah contoh karakteristik limbah industri tekstil katun, India :

Karakteristik Selang jumlaha

Maksimal Minimal

pH

Alkalinitas (CaCO3) (mg/l)

Total padatan terlarut (mg/l)

Padatan tersuspensi (mg/l)

BOD5 (mg/l)

COD (mg/l)

Klorida (mg/l)

% Sodium

9.6

980

6600

3200

600

1400

1500

0.9

4.7

50

950

300

120

400

20

0.4a Arceivala (1967-1968)

Terdapat dua cara dalam upaya manajemen limbah dalam industri tekstil

ini. Yang pertama adalah cara preventif yaitu dengan menerapkan sistem produksi

bersih pada industri tekstil mulai dari hulu ke hilir bahkan hingga ke proses

pemasarannya. Kedua, langkah reaktif, dimana setelah limbah terbentuk baru

diberi perlakuan agar limbah tersebut dapat direduksi (end of pipe treatment).

Langkah-langkah preventif dalam industri tekstil adalah sebagai berikut:

Page 18: PABRIK TEKSTIL

1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil

adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :

a. Pengukur dan pengatur laju alir.

b. Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan.

c. Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran.

d. Pengurangan pemakaian air masing-masing proses.

e. Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat.

f. Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan

(make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat

penangas pemasakan atau penggelantangan).

g. Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu).

h. Pembilasan dengan aliran berlawanan.

2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus

diperiksa pula :

a. Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD.

a. Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya

kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit.

b. Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang

menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.

3. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah

proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna

dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila

digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin

diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.

Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan

sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat

mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.

4. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat

warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan

diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif

untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia,

koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit).

Page 19: PABRIK TEKSTIL

Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah

yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.

Setelah langkah-langkah di atas diterapkan, pasti tetap saja ada limbah

yang terbentuk. Hampir tidak ada proses di muka bumi ini yang nihil limbah (zero

waste). Bahkan mesin pun yang sudah dirancang sedemikian agar efisiensinya

dapat mencapai 100%, tidak dapat juga mencapai tingkat zero waste. Selalu ada

perubahan suhu serta kalor yang hilang (teori Carnot). Oleh karena itu diperlukan

metode untuk menanggulangi limbah yang terbentuk tersebut baik dengan

pengolahan limbah yang sudah terbentuk maupun dengan pemanfaatan limbah

tersebut.

Terdapat dua cara pengolahan limbah yang dapat digunakan pada industri

tekstil, yaitu pengolahan limbah secara kimia dan biologi.

1. Pengolahan Limbah Cair secara Kimia

Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah

menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar

yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau

mengapungkan). Kekeruhan dalam air limbah dapat dihilangkan melalui

penambahan atau pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada

umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium

khlorida atau poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Untuk

menentukan dosis yang optimal, flokulan yang sesuai dan pH yang akan

digunakan dalam proses pengolahan air limbah, secara sederhana dapat dilakukan

dalam laboratorium dengan menggunakan test yang merupakan model sederhana

dari proses koagulasi. Dalam pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus

diketahui adalah jenis dan jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi.

Umumnya zat pencemar industri kain terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut,

padatan koloidal, dan padatan tersuspensi.

Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi

yaitu : tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok

dengan cairan.

a. Tahap Pembentukan Inti Endapan

Page 20: PABRIK TEKSTIL

Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan

antara koagulan dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan

dapat berlangsung diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah.

Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60-100 rpm selama 1-3 menit; pengaturan

pH tergantug dari jenis koagunlan yang digunakan, misalnya untuk : Alum pH 6-

8, Fero Sulfat pH 8-11, Feri Sulfat pH 5-9, dan PAC pH 6-9,3.

b. Tahap Flokulasi

Pada tahap ini terjadi penggabungan inti inti endapan sehingga menjadi

molekul yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan

kecepatan 40-50 rpm selama 15-30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok

dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit. Polielektrolit digunakan

secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun untuk pengolahan air

limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu nonionik,

kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari

penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relatif lebih

kecil, mempunyai kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk

proses pemisahan air dari lumpur (dewatering).

c. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok

Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok yang terbentuk selanjutnya harus

dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan.

Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat

digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan dengan

menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan menggunakan

skimmer. Image Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari cairannya.

Dalam klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak

terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan

perencanaan pembuatan klarifier yang akurat. Kedalaman klarifier dipengaruhi

oleh diameter klarifier yang bersangkutan. Misalkan dibuat klarifier dengan

diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan kedalaman air dalam klarifirer minimal

sebesar 3,0 m.

2. Pengolahan Limbah Secara Biologi

Page 21: PABRIK TEKSTIL

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi.

Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai

pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah

berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis,

yaitu:

1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi ( Suspended growth reaktor)

2. Reactor pertumbuhan lekat ( attached growth reaktor)

Dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan

berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal

berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan

berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.

Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch

mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai

85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.

Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai

kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).

Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses

absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD

tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan. Kolam oksidasi dan lagoon, baik

yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan

tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama

12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi,

cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang

ditetapkan. Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas

media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya.

Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. Trickling filter

2. Cakram biologi

3. Filter terendam

4. Reaktor fludisasi

Page 22: PABRIK TEKSTIL

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian

secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen

2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih

dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000

mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis. Dalam prakteknya saat ini,

teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi sesederhana seperti dalam

uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus

melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau

kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat

dijadikan sebagai acuan.

Selain cara pengolahan diatas ada juga sistem pegolahan limbah tekstil

dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif. Secara umum urutan proses

pengolahannya adalah sebagai berikut:

1. Proses penghilangan warna dengan system koagulasi dan sedimentasi

2. Proses penguraian bahan organic yang terkandung di dalam air limbah

dengan system lumpur aktif

3. Proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam

aerasi.

4. Proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan

5. Proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press. (Arie,

1999)

Sistem pengolahan limbah dengan lumpur aktif ini diterapkan pada PAL PT

Unitex Tajur Bogor. Sistem pengolahan air limbah yang digunakan PT Unitex ini

merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi. Yang paling

berperan dalam hal pengurangan bahan-bahan pencemar adalah proses biologi

yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan extended creation. Unit

pengolahan limbah cair di PT Unitex mampu mengolah limbah lebih dari 200 m2

per hari. Proses pengolahan terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Proses primer,

meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, equalisasi, penyaringan halus,

Page 23: PABRIK TEKSTIL

pendinginan, 2. Proses sekunder, meliputi biologi dan sedimentasi, serta 3. Proses

tersier, meliputi tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia.

Skema pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif

1. PROSES PRIMER

Penyaringan Kasar

Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui

saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran

tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan

asaluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau

kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring

dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.

Penghilangan Warna

Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah

melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan,

masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian

dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang

terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan

koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk

peningkatan warna.

Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan

ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk

menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua,

limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut

Page 24: PABRIK TEKSTIL

ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan terbentuk

gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.

Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan

antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam

tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah

jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias langsung

dibuang ke perairan.

Untuk menghilangkan unsure-unsur yang masih terkandung

didalamnya, air yang berasal dari koagulasi I diproses dengan system

lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai

lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari koagulasi I

digabung dalam bak ekualisasi.

Ekualisasi,

Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650

m3 menampung dua sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna

dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber

pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh

karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber

ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik

yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan system

lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling water,

karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oc. Untuk mengalirkan air

dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau

pompa celup (Q= 60 m3/jam)

Saringan halus

Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk

memisahkan padatan dan larutan sehingga air limbah yang akan diolah

bebas dari polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.

Cooling Tower

Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu

antara 35-40oC. sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu

Page 25: PABRIK TEKSTIL

yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam system lumpur sktif.

Karena suhu yang diinginkan adlah berkisar 29-30oC.

2. PROSES SEKUNDER

a) Proses Biologi

Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak

aerasi dengan system lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai

bebereapa kelebihan dibandingkan dengan berbentuk persegi panjang karena

pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapat menghemat

menghemat biaya listrik. Selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu.

Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi

pengendapan lumpur seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi panjang.

Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak

aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen

ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi

ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS dan suhu. Dari pengalaman

yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian

polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin

oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm. MLSS

berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu berkisar 29-30oC.

b) proses sedimentasi

Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan

bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk. Desain

ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak.

Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting lumpur yang berasal dari bak

aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi

karena kondisi pada bak sedimentasi hamper mendekati anaerob.

3. PROSES TERSIER

Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat.

Polimer dan antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih

terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas

air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan.

Page 26: PABRIK TEKSTIL

Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak

interdiet (volume 2 m3 ) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter

untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi

dengan mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan

aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang mudah

mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah

yang berasal dari pengolahan air baku yang bertujuan menambah partikel

padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok.

Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer untuk mempercepat proses

persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan; juga terdapat pH control

yang berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan.

Stelah penambahan koagulan dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna,

maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki

sedimentasi III. Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki

penampungan lumpur yang selnjutnya akan diolah dengan belt press filter

machine (Palar, 2004)

Bagan pengolahan limbah PT Unitex

Page 27: PABRIK TEKSTIL

Proses pengolahan

limbah di PT Unitex

(1) Bak Pengendap

pertama (2)

Pemberian koagulan

(ferro sulfat) untuk

menghilangkan

warna (3) Bak aerasi

I (4) Lumpur aktif (5)

Bak pengendap akhir

(6) air hasil olahan

sebelum dibuang ke

lingkungan.

Sayangnya tidak semua pabrik tekstil yang ada diIndonesia menerapkan

proses engolahan limbah yang baik seperti yang dilakukan PT Unitex. Di PT

Naga Mas di Jl Sulaksana Baru, petugas menemukan pada pembuangan air

limbahnya memiliki tingkat Biological Oxygen Demand (BOD) melebihi batas

maksimal. Artinya kualitas perairan dalam mendukung kehidupan lingkungan

pabrik tersebut sangat rendah. Selanjutnya di Pabrik Textile Sandang Nasional di

Jl Cimuncang, petugas menemukan pelanggaran lain yaitu tidak adanya aerasi

yang berfungsi menurunkan temperatur dan menambah kadar oksigen dalam air.

Selain itu di dalam pabrik pun terlihat genangan-genangan air berwarna biru yang

Page 28: PABRIK TEKSTIL

berasal dari bocoran limbah yang seharusnya masuk ke pipa IPAL malah

merembes dan langsung ke sungai (Anonim.2007).

Sama halnya yang terjadi pada PT Iskadar Indah Printing Textile Solo.

Pabrik tekstil ini pada tahun 2004 belummempunyai system pengolahan air

limbah yang baik. Hal ini dapat dilihat dari data yang menyebutkan bahwa nilai

pH, BOD, dan COD limbahnya masih jauh melebihi batas baku mutu air limbah.

Page 29: PABRIK TEKSTIL

Perbandingan Baku Mutu Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No 10 tahun 2004 dengan Data Sekunder PT Iskanndartex,2004(Junaidi, 2006)

Page 30: PABRIK TEKSTIL

IV. KESIMPULAN

Kapas merupakan salah satu komoditi pertanian yang prospektif dimanana

hasil olahan turunannya yang berupa produk tekstil sangat berkembang. Kapas

yang telah dipanen harus mendapatkan perlakuan pembuatan serat, kemudian

dibuat, benang, sebelum akhirnya diolah menjadi kain dan produk akhir yang

berupa tekstil. Disamping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia,

sama halnya seperti industri-industri yang lain, industri tekstil juga menghasilkan

limbah pada proses produksinya baik limbah padat maupun limbah cair .

Limbah padat dari produksi tekstile dapat berupa batu, kerikil, daun, dan

ranting yang kemudian dapat diolah menjadi kompos. Limbah yang lain dapat

berupa limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan

kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan

proses penyempurnaan. Limbah tekstil diketahui memiliki padatan tersuspensi

dalam jumlah yang banyak, warna yang kuat, pH yang sangat berfluktuatif, suhu

tinggi dan konsentrasi COD yang tinggi. Karakteristik utama dari limbah industri

tekstil adalah tingginya kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke

lingkungan akan membahayakan ekosistem perairan.

Terdapat dua cara dalam upaya manajemen limbah dalam industri tekstil.

Yang pertama adalah cara preventif, yaitu dengan menerapkan sistem produksi

bersih pada industri tekstil mulai dari hulu ke hilir bahkan hingga ke proses

pemasarannya. Kedua, langkah reaktif, dimana setelah limbah terbentuk baru

diberi perlakuan agar limbah tersebut dapat direduksi (end of pipe treatment).

Page 31: PABRIK TEKSTIL

V. REKOMENDASI

Permasalahan utama dalam setiap industri adalah limbahnya. Rekomendasi

dari kelompok kami antara lain adalah :

1.

Page 32: PABRIK TEKSTIL

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007. Sumber Limbah Tekstil. http://www.dephut.go.id

Anonim.2008. Bahan Baku Tekstil. http://indonesiatextile.com/index.php

Anonim.2008. Karakteristik dan Penanganan Limbah.

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1994/09/23/0013.html

Arie, Herlambang dan Heru Dwi Wahjono. 1999. Teknologi Pengolahan Limbah

Textil Dengan Sistem Lumpur Aktif. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi.

Junaidi, Bima Patria Dwi Hatmanto. 2006. Jurnal Presipitasi : Analisis teknologi

Pengolahan LImbah Cair Pada Industri Tekstil (Studi Kasus PT.Iskandar

Indah Printing Textile Surakarta). Vol.1 No.1 September 2006, ISSN 1907-

187X.

Mahida, U.N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta:

CV. Rajawali.

Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Panduan Teknis Bagi Industri Dalam Pemenuhan Persyaratan Kriteria Ekolabel

Tekstil dan Produk Tekstil. 2005. Asdep Urusan Standardisasi, Teknologi dan

Produksi Bersih kementerian Lingkungan Hidup (KLH).