28
UNIVERSITAS TADULAKO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI PRAKTIKUM PALEONTOLOGI NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15 NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Fosil Fosil adalah sisa, jejak, atau bekas hewan maupun tumbuhan yang hidup pada masa lampau yang terawetkan maupun tertimbun secara alamiah. Syarat terbentuknya suatu fosil adalah organisme memiliki bagian tubuh yang keras., mengalami pengawetan, terbebas dari bakteri pembusuk, terjadi secara alamiah tanpa rekaya manusia, mengandung kadar O 2 yang sedikit dan berumur lebih dari 10.000 tahun lamanya. Menurut definisi tersebut, Mummy Mesir tidaklah dapat dikategorikan sebagai fosil. Begitupula dengan peralatan-peralatan hidup manusia purba. Batas antara masa lampau dan masa kini adalah pada awa Holosen, atau kira-kira 11.000 tahun yang lalu. 2. Pengawetan Fosil Suatu kehidupan dapat menjadi fosil melalu proses

Paleon ACARA 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fosil dan Proses Pemfosilan

Citation preview

UNIVERSITAS TADULAKOFAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15

NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Fosil

Fosil adalah sisa, jejak, atau bekas hewan maupun tumbuhan yang hidup

pada masa lampau yang terawetkan maupun tertimbun secara alamiah. Syarat

terbentuknya suatu fosil adalah organisme memiliki bagian tubuh yang keras.,

mengalami pengawetan, terbebas dari bakteri pembusuk, terjadi secara alamiah

tanpa rekaya manusia, mengandung kadar O2 yang sedikit dan berumur lebih dari

10.000 tahun lamanya.

Menurut definisi tersebut, Mummy Mesir tidaklah dapat dikategorikan

sebagai fosil. Begitupula dengan peralatan-peralatan hidup manusia purba. Batas

antara masa lampau dan masa kini adalah pada awa Holosen, atau kira-kira 11.000

tahun yang lalu.

2. Pengawetan Fosil

Suatu kehidupan dapat menjadi fosil melalu proses pemfosilan. Proses ini

merupakan proses dimana terekamnya data-data kehidupan suatu organisme atau

perubahan-perubahanyang terjadi pada saat organisme tersebut mati dan terkubur,

serta terawetkan dengan baik dalam suatu tubuh batuan sedimen, baik berupa

sebagian atau seluruh kehidupan organisme tersebut.

Adapun beberapa proses pemfosilan, adalah sebagai berikut:

1. Petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena bahan-bahan

seperti:

a. Silika (SiO2), berasal dari ledakan gunung api, dapat berupa abu. Jika

bercampur dengan air kemudian memasuki pori-pori organisme dan

mengganti molekul-molekul organisme oleh komponen silika dan

kemudian mengalami proses pembatuan.

b. Kolofan, zat yang terdiri dari kalsium karbonat (CaCO3), sulfat (SO4)

dan air (H2O). Proses pemfosilan oleh kolofan sama seperti yang

terjadi pada proses pemfosilan oleh silika (SiO2).

c. Kalsium karbonat (CaCO3), zat yang berasal dari kapur yang

terlapukkan dan terlarut dalam air yang bercampur dengan bagian

keras dari suatu organisme dan terkompaksikan sehingga membentuk

sebuah fosil.

d. Oksida besi(FeO) dan sulfida besi (FeS), zat ini berupa limonit,

vivianit, atau hematit. Pemfosilan dengan bahan ini dapat

menyebabkan fosil berwarna gelap karena mengandung unsur besi.

2. Karbonisasi, penimbunan organisme sehingga mengalami destilasi

maupun kompresi sehingga komponen gas dan air dalam tubuhnya hilang

dan tersisa unsur karbon (C).

a. Destilasi, proses dimana sutu tumbuhan atau bahan organik lainnya

yang telah mati dengan cepat tertutup oleh tanah.

b. Kompresi, proses yang ditandai dengan organisme tertimbun dalam

lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam suatu

organisme tertekan keluar oleh bertanya lapisan tanah yang

menimbunnya.

3. Mineralisasi, proses penggantian sebagian atau seluruh tubuh organisme

oleh mineral yang lebih tahan terhadap prose pelapukan. Meski material

yang menyusun organisme telah digantikan oleh mineral, struktur sel dari

organisme itu sendiri masih tampak jelas dengan menggunakan

mikroskop. Proses mineralisasi dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu:

a. Rekristalisasi, pengkristalan kembali mineral penyusun rangka

organisme menjadi mineral yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi

karena atom-atom penyusun mineral akan menyesuaikan diri dan

membentuk mineral yang lebih solid. Fosil yang mengalami

rekristalisasi akan mempunyai bentuk dam struktur yang tetap. Tetapi

hanya komposisi mineralnya yang berubah.

b. Permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu organisme

berkontak langsung dengan air. Dimana, air ini mengandung ion-ion

terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida besi. Maka, unsur-

unsur tadi mengisi rongga-rongga dengan mineral. Dengan adanya

proses ini, fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.

c. Replacement, material penyusun organisme yang mengalami pelarutan

dan digantikan oleh mineral yang lain. Selama proses ini, volume dan

bentuk asli organisme tidaklah berubah, tetapi material penyusunnya

mengalami perubahan.

4. Pengawetan, proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau

sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat

kimia maupun fisiknya.

5. Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen yang mengalami

kompaksi mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan

sedimen disebut mold. Apabila mold terisi oleh mineral-mineral sekunder

lainnya disebut cast.

6. Organic trap, organisme yang secara utuh terjebak pada suatu material

sehingga tertimbun dan menjadi fosil.

7. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme pada material-

material lunak dan meninggalkan tapak yang sangatlah jelas disebut track.

Sedangkan trail adalah jejak perpindahan organisme yang menimbulkan

kenampakan yang sangat halus.

8. Fake fosil, fosil rekayasa yang sengaja dibentuk oleh manusia sebagai

peraga.

9. Bekas gigtan, fosil tulang yang memiliki bekas gigitan dari carnivora

maupun hewan pengerat.

10. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit digunakan untuk

menentukan habitat, jenis makanan serta memperkirakan ukuran hewan

tersebut.

11. Gastrolit, batu yang permukaannya halus yang ditemukan di dalam

badan hewan yang telah menjadi fosil.

3. Jenis FosilBerdasarkan tipe pengawetan, fosil dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,

yaitu:

1. Fosil tidak Terubah

Semua bagian organisme yang terawetkan, baik yang lunak maupun

yang keras. Misalnya, mammoth yang terawetkan dalam es di Siberia.

2. Fosil yang Mengalami Perubahan

Perubahan dapat berupa:

a. Permineralisasi

b. Replacement

c. Rekristalisasi

3. Fosil berupa Jejak atau Bekas

Tidak semua fosil terawetkan dalam bentuk siap dikenal, sering hanya

bukti-bukti tidak langsung dari jejak fosil yang ada untuk

diinterpretasikan. Contoh bukti tidak langsung adalah:

a. Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen yang

mengalami kompaksi mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan

pada batuan sedimen disebut mold. Apabila mold terisi oleh mineral-

mineral sekunder lainnya disebut cast

b. Imprint, jejak yang terbentuk pada sedimen yang halus, pasir halus,

maupun lumpur.

c. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme pada material-

material lunak dan meninggalkan tapak yang sangatlah jelas disebut

track. Sedangkan trail adalah jejak perpindahan organisme yang

menimbulkan kenampakan yang sangat halus.

d. Burrow, jejak dari organisme penggali. Lubang atau galian

ditinggalkan oleh organisme sering terawetkan oleh pengisian mineral

yang memiliki komposisi yang berbeda.

e. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit digunakan untuk

menentukan habitat, jenis makanan serta memperkirakan ukuran

hewan tersebut.

4. Fosil Kimia

Jejak asam organik seperti yang dijumpai dalam sedimen

Prakambrium yang dipandang sebagai fosil kimia.

4. Manfaat FosilPaleontologi adalah bagian dari ilmu geologi yang menguraikan

penyelidikan dan interpretasi fosil. Ilmu ini banyak membantu ahli geologi dalam

memahami sejarah masa lalu. Ahli paleontologi menggunakan fosil untuk banyak

hal, beberapa diantaranya adalah:

1. Untuk menentukan umur relatif suatu batuan. Batuan yang berasal dari

zaman tertentu mengandung fosil yang berbeda dengan zaman yang

lainnya. Fosil pada zaman yang lebih tua memiliki persebaran yang sedikit

dan bentuknya lebih primitif, sedangkan fosil pada zaman yang lebih muda

dapat dijumpai lebih banyak dan bentuknya lebih kompleks.

2. Untuk menentukan keadaan lingkungan dan ekologi suatu batuan sedimen

yang mengandung fosil.

3. Untuk menentukan korelasi batuan, dengan ditemukannya suatu fosil maka

dapat ditarik kesimpulanan bahwa lapisan yang juga terdapat fosil tersebut

terbentuk pada zaman yang sama.

Untuk mengetahui evolusi makhluk hidup. Setelah meneliti isi fosil dari lapisan

batuan-batuan yang berbeda umurnya dapat disimpulkan bahwa batuan yang lebih

tua mengandung fosil yang lebih sedikit dan bentuknya lebih primitif.

UNIVERSITAS TADULAKOFAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15

NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

PEMBAHASANPada Praktikum Paleontologi Acara 1, Fosil dan Proses Pemfosilan ini,

terdapat 5 fosil yang di teliti dan di deskripsi.

1. Fosil Pleurotoma

Pleurotoma steinworthi S. termasuk dalam filum Molusca, kelas

Gastropoda, family Pleurotomanidae, genus Pleurotoma. Fosil ini memiliki

bentuk konikal, karena diameter dari bawah ke atas semakin bertambah. Memiliki

komposisi kimia CaCO3, karena bila ditetesi HCl 0,1 M cangkangnya berbuih.

Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan

pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal.

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,

test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, suture yaitu hubungan antar bagian

yang lain, aperture yaitu mulut bagian atas, dan septa yaitu pembatas yang

memisahkan rongga atau ruang. (Gambar 1)

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini

akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.

Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif

kedudukannya berupa cekungan.

Gambar 1. Sketsa Pleurotoma

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi

yaitu permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu organisme berkontak

langsung dengan air yang mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium

karbonat atau oksida besi. Maka, unsur-unsur tadi mengisi rongga-rongga dengan

mineral. Dengan adanya proses ini, fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.

Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan

yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi

terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material

sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama

kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan

material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut

tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,

gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik. Proses

tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.

Melalui proses up lift/pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.

Meskipun telah terangkat namun fosil yang ada di dalamnya belum

tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang

menutupi fosil terlapukan dan tererosi, Sehingga fosil tersingkapkan

kepermukaan.

Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur Miosen Atas (Sekitar 12

juta tahun). Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada

masa miosen atas, untuk menentukan umur relatif suatu batuan, dan menentukan

lingkungan pengendapan dimana fosil tersebut didapatkan.

UNIVERSITAS TADULAKOFAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15

NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

2. Fosil Hysterolithes

Hysterolithes elegans termasuk dalam filum Molusca, kelas Brachiopoda,

family Hysterolithesidae, genus Hysterolithes . Fosil ini memiliki bentuk

bikonveks, karena cangkang atas dan cangkang bawah saling meratap. Memiliki

komposisi kimia CaCO3, karena bila ditetesi HCl 0,1 M cangkangnya berbuih.

Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan

pengendapan fosil ini adalah pada zona laut dangkal.

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,

test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, pedical valve yaitu cangkang

bagian atas, pedical opening yaitu sumbu yang menghubungkan cangkang atas-

cangkang bawah. (Gambar 2)

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini

akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.

Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif

kedudukannya berupa cekungan.

Gambar 2. Sketsa Hysterolithes

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi

yaitu petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya kalsium

karbonat (CaCO3). Yaitu zat yang berasal dari kapur yang terlapukkan dan terlarut

dalam air yang bercampur dengan bagian keras dari karang dan terkompaksikan

sehingga membentuk sebuah fosil.

Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan

yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi

terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material

sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama

kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan

material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut

tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,

gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik. Proses

tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.

Melalui proses up lift / pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.

Meskipun telah terangkat namun fosil yang ada di dalamnya belum

tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang

menutupi fosil terlapukan dan tererosi, Sehingga fosil tersingkapkan

kepermukaan.

Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur Devon Bawah ke Devon

Tengah (Sekitar 395 – 370 juta tahun). Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti

adanya kehidupan pada masa devon bawah-tengah, untuk menentukan umur

relatif suatu batuan, dan menentukan lingkungan pengendapan dimana fosil

tersebut didapatkan.

UNIVERSITAS TADULAKOFAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15

NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

3. Fosil Exogyra

Exogyra termasuk dalam filum Molusca, kelas Pelechypoda, family

Exogyranidae, genus Exogyra Sp. . Fosil ini memiliki bentuk konveks, karena

hanya terdiri dari cangkang atas atau biasanya cangkang atas dan cangkang bawah

tidak saling meratap. Memiliki komposisi kimia CaCO3, karena bila ditetesi HCl

0,1 M cangkangnya berbuih. Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik

kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini adalah pada zona laut

dangkal.

Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari fosil itu sendiri adalah,

test yaitu bagian keseluruhan dari suatu fosil, umbo yaitu buntut fosil, suture yaitu

hubungan antar bagian yang lain, klep atau sendi, dan septa yaitu pembatas yang

memisahkan rongga atau ruang. (Gambar 3)

Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme yang mati, kemudian

tertransportasikan oleh media geologi berupa air yang mengubah bentuk dan

kedudukannya. Selama transportasi, material yang terdapat pada organisme ini

akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang lebih stabil.

Kemudian fosil ini akan terendapkan pada daerah yang lebih rendah yang relatif

kedudukannya berupa cekungan.

Gambar 3. Sketsa Exogyra

Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan batuan sedimen. Lapisan

tersebut lama kelamaan akan bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari

tidak dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri pembusuk tidak dapat

bekerja dan mempermudah proses pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi

yaitu petrifikasi, berubahnya organisme menjadi batuan karena adanya kalsium

karbonat (CaCO3). Yaitu zat yang berasal dari kapur yang terlapukkan dan terlarut

dalam air yang bercampur dengan bagian keras dari karang dan terkompaksikan

sehingga membentuk sebuah fosil.

Selanjutnya terjadi proses kompaksi yang kemudian mengalami pemadatan

yang mengakibatkan pori-pori pada fosil mengecil. Kemudian setelah kompaksi

terjadi proses sementasi. Sementasi adalah proses melengketnya material-material

sedimen dalam waktu yang lama. Fosil yang telah mengalami sementasi lama

kelamaan mengalami proses litifikasi. Proses litifikasi adalah proses pembatuan

material sedimen. Namun karena mengalami penimbunan maka fosil tersebut

tidak dapat langsung dilihat. Diperkirakan terjadi gaya endogen dan eksogen,

gaya endogen yang terkait didalam proses ini ialah proses tektonik. Proses

tektonik menyebabkan batuan sedimen tadi terangkat ke atas permukaan laut.

Melalui proses up lift / pengangkatan atau perubahan permukaan air laut.

Meskipun telah terangkat namun fosil yang ada di dalamnya belum

tersingkap. Proses eksogen seperti pelapukan dan erosi menyebabkan batuan yang

menutupi fosil terlapukan dan tererosi, Sehingga fosil tersingkapkan

kepermukaan.

Berdasarkan skala waktu geologi, fosil ini berumur Devon Bawah ke Devon

Tengah (Sekitar 395 – 370 juta tahun). Manfaat dari fosil ini adalah sebagai bukti

adanya kehidupan pada masa devon bawah-tengah, untuk menentukan umur

relatif suatu batuan, dan menentukan lingkungan pengendapan dimana fosil

tersebut didapatkan.

UNIVERSITAS TADULAKOFAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15

NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

4. Fosil Hyalotragos

Fosil ini berasal dari Filum Porifera, Family Hyalotragosidae, Kelas

Demospongia, Genus Hyalotragos, spesies Hyalotrgos rugosum (MSTR).

Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh media

geologi berupa air, angin atau es ke daerah cekungan, selama tranportasi,

material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami

pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu

material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil. Bersaman

dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah

cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama material akan

bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan tersebut akan

mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan mengecil, air

yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah material

sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya

organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme

tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dilakukan oleh fosil ini adalah

permineralisasi. Mineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam

cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang memasukinya,

sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang.

Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa

tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik

di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es

sehingga tampak di permukaan.

Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah Conical, yaitu fosil yang terbentuk

kerucut . Dan bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti, ostia, yaitu lubang

kecil tempat maasuknya air ke dalam tubuh, spongocoel, saluran tengah tubuh.

(Gambar 4)

Gambar 4. Sketsa Hyalotragos

Jika ditetesi dengan larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi

membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium

karbonat (CaCO3), menandakan bahwa lingkungan pengendapannya adalah pada

laut dangkal. Berdasarkan skala waktu geologi umur fosil ini adalah Jura Atas

yaitu antara 180-135 juta tahun yang lalu.

Kegunaan fosil ini adalah penentu umur relatif lapisan sedimen, penentu

lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan, dan penentu iklim pada saat

terjadinya sedimentasi,

UNIVERSITAS TADULAKOFAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

NAMA : Muh. Taufiq Kurniawan HARI/TGL : Selasa, 13-10-15

NIM : F 121 14 010 ACARA : Proses Pemfosilan

5. Fosil Verruculina

Fosil ini berasal dari Filum Porifera, Kelas calcarea, Family

Verruculinanidae, Genus Verruculina, dan dengan nama spesies Verruculina

tenuis.

Setelah organisme ini mati, akan mengalami transportasi oleh media

geologi berupa air, angin atau es ke daerah cekungan, selama tranportasi,

material-material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami

pergantian terhadap material yang resisten terhadap pelapukan. Setelah itu

material tersebut terendapkan pada daerah cekungan yang relatif stabil. Bersaman

dengan itu, material-material sedimen juga ikut tertransportasikan. Di daerah

cekungan inilah material akan terakumulasi, semakin lama material akan

bertambah dan menumpuk dan mengalami tekanan, dari tekanan tersebut akan

mengakibatkan material terkompaksi mengakibatkan pori-pori akan mengecil, air

yang terkandung di antara material-material akan keluar, masuklah material

sementasi yang halus. Setelah itu material mengalami sementasi dan terjadi proses

leaching (proses pencucian fosil). Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya

organisme dan material sedimen terlitifikasi (pembatuan), sehingga organisme

tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dilakukan oleh fosil ini adalah

permineralisasi. Mineralisasi adalah proses pengawetan dimana rongga dalam

cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan oleh air tanah yang memasukinya,

sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari cangkang hingga seluruh tubuh

fosil.

Proses munculnya fosil ini di pengaruhi oleh tenaga endogen berupa

tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik

di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa erosi air, angin, atau es

sehingga tampak di permukaan.

Adapun bentuk tubuh fosil ini adalah Konikal, yaitu fosil yang

membentuk seperti kerucut. Dan bagian fosil yang masih dapat dijumpai seperti,

endoderm yaitu spongocoel, oskulum yaitu saluran penyebaran air, ostia yaitu

lubang masuknya air, endoderm lapisan dalam, dan eksoderm yaitu lapisan luar

fosil atau organisasi.

Gambar 5. Sketsa Verruculina

Jika ditetesi dgn larutan HCl 0,1 M maka fosil ini akan beraksi

membentuk buih-buih, maka dapat diketahui bahwa fosil ini mengandung kalsium

karbonat (CaCO3) hal ini menandakan bahwa lingkungan pengendapannya di laut

dangkal.Berdasarkan skala waktu geologi, umur fosil ini adalah Kapur Atas yaitu

antara 100-70 juta tahun yang lalu.

Adapun kegunaan fosil ini diantaranya adalah penentu umur relatif lapisan

sedimen, penentu lingkungan pengendapan, untuk mengkorelasi batuan, dan

penentu iklim pada saat terjadinya sedimentasi

Catatan Asisten Paraf Asisten

Tanggal