9
PAPER MANAJEMEN OPERASI Sentra Kerajinan Desa Cipacing, Jatinangor Nama : Fia Noviyanti NPM : 240110100053 JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Paper Manajemen Operasi Fia

Embed Size (px)

Citation preview

PAPER MANAJEMEN OPERASISentra Kerajinan Desa Cipacing, Jatinangor

Nama: Fia Noviyanti NPM: 240110100053

JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANUNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR2013Desa Cipacing merupakan sebuah desa kecil yang terletak di wilayah kecamatan Jatinangor, kabupaten Sumedang. Tak begitu banyak orang yang mengetahui bahwa desa ini merupakan salah satu penghasil berbagai macam kerajinan tangan yang beraneka ragam. Mungkin sebagian dari kita mengetahui desa Cipacing dari berita di berbagai televisi swasta nasional mengenai desas-desus mengenai desa Cipacing sebagai pembuat senjata tajam beserta peluru tajamnya yang kemudian digunakan oleh teroris yang marak diperbincangkan di Indonesia. Permasalahan mengenai isu terorisme tadi sempat membuat turunnya produksi senapan angin oleh pengrajin-pengrajin di desa Cipacing dan beberapa dari mereka menjadi merugi. Untuk itu, beberapa waktu yang lalu sempat diadakan pelatihan mengenai design thinking yang dilakukan oleh anggota Forum Kreatif Jatinangor. Hal ini mereka lakukan sebagai upaya untuk memberdayakan pengrajin di desa Cipacing agar penghasilan yang mereka dapatkan kembali membaik, agar produk mereka lebih dikenal,serta agar para pengrajin tersebut tidak terus-menerus dikelabui oleh para tengkulak.Sebenarnya hasil kerajinan yang dihasilkan oleh desa Cipacing ini tergolong memiliki kualitas yang baik. Dapat dibuktikan dengan banyaknya permintaan akan berbagai kerajinan yang dihasilkan oleh beberapa derah di luar kota seperti Jakarta, Yogyakarta, bahkan sampai ke Bali, ada pula yang dijual ke daerah di Kalimantan. Selain permintaan di dalam negeri, permintaan juga dating dari luar negeri seperti Amerika Selatan, Filipina, Australia, dan masih banyak lagi. Permintaan akan kerajinan yang paling banyak diminati oleh peminat dari luar negeri adalah alat-alat musk tradisional seperti jimbe, rain stick, digiridu, karimba, dan lain-lain. Unsur-unsur etnis dari alat-alat tersebut sangat kental sekali, jadi selain kualitas alatnya yang baik, tampilannya juga sangat menarik dan unik. Menurut pengrajin yang sempat diwawancarai sewaktu melakukan kunjungan ke desa Cipacing, alat-alat musik tersebut biasanya digunakan dalam prosesi adat di luar negeri, misalnya saja seperti yang dilakukan oleh suku-suku pedalaman Australia. Sehingga wajar saja apabila alat-alat musik itu sangat kental dengan unsur etnis dan magisnya.Untuk permintaan dari dalam negeri, jenis kerajinan yang banyak diminati adalah lukisan, patung-patung kayu, topeng kayu, panahan, serta berbagai jenis pajangan lainnya. Walaupun begitu, permintaan untuk alat-alat musik tradisionalnya juga cukup banyak, seperti misalnya untuk daerah Kalimantan yang memang biasa menggunakan alat-alat musik tradisional untuk keperluan upacara adat yang mereka lakukan. Beberapa pengrajin di desa Cipacing ini juga dapat menerima pesanan untuk membuatkan kerajinan sesuai dengan keinginan pelanggan. Jadi pelanggan tinggal memberikan gambaran bentuk benda yang diinginkannya beserta dengan ukuran detailnya. Bahan baku yang banyak digunakan untuk membuat kerajinan ini kebanyakan adalah dari jenis kayu-kayuan seperti kayu mahoni dan albasiah, selain itu ada juga yang menggunakan bahan bambu tamiang sebagai bahan baku pembuatan kerajinan. Bahan-bahan ini biasa diperoleh dari beberapa pemasok yang ada di wilayah Sumedang dan ada juga yang diperoleh dari Bandung. Untuk bambu tamiang sendiri biasanya diperoleh dari daerah Cipasung dan Rancakalong. Pengrajin biasanya sudah menentukan sendiri ukuran dari bambu tamiang yang akan digunakan seperti diameternya maksimal harus 3 cm, dan pemasok pun tidak akan memberikan bambu yang diameternya lebih dari itu. Harga untuk 1 ikat bambu yang berjumlah kurang lebih 200 buah per ikatnya dipatok dengan harga Rp 25.000,-. Bambu-bambu tersebut kemudian diproses oleh para penrajin sehingga menjadi sumpit atau busur panah. Pemasok di daerah Sumedang, selain menyediakan bahan mentah, mereka juga mengirimkan bahan setengah jadi untuk kemudian proses finishing-nya dilakukan di desa Cipacing secara berkelompok membentuk beberapa statsiun kerja seperti pemberian cat dasar, pengecatan, dan pemberian motif. Sebelumnya, para pemasok yang ada di Sumedang tersebut telah dibekali terlebih dahulu melalui pelatihan yang dilakukan oleh beberapa orang dari desa Cipacing. Walaupun memang ada juga beberapa pengrajin Cipacing yang memang tinggal di Sumedang yang kemudian membuat bahan setengah jadi tersebut. Pelatihan tersebut dilakukan agar kualitas bahan yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.Menurut pendapat saya, pelatihan tersebut jangan hanya dilakukan sekali saja, melainkan berkali-kali secara rutin. Hal ini dilakukan selain untuk memberikan pengarahan dan evaluasi, juga dapat dijadikan sebagai ajang berbagi pengalaman, informasi, dan permasalahan yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Ini dilakukan semata-mata sebagai ajang proses belajar bersama demi kemajuan bersama juga yang kelak nantinya akan menguntungkan kedua belah pihak. Kegiatan ini juga dapat mempererat hubungan interpersonal antara pemasok dan pengrajin Cipacing sendiri. Sehingga apabila hubungan komunikasi yang terjalin di antara kedua belah pihak, maka kerjasama yang terjadi pun akan lebih baik.Sementara itu untuk permasalahan yang dialami oleh pengrajin yang ada di desa Cipacing sendiri, yang paling parah adalah mengenai masalah tengkulak. Tengkulak-tengkulak tersebut membeli kerajinan dari para pengrajin dengan harga sangat rendah dan kemudian mereka menjualnya ke luar daerah dengan harga sangat mahal. Hal ini tentu sangat merugikan pengrajin yang ada di desa Cipacing. Biasanya ada beberapa tengkulak itu memberikan modal bagi para pengrajin, kemudian dengan modal yang diberikan itu para pengrajin harus memproduksi sekian banyak kerajinan yang sudah ditentukan. Kemudian sebagai gantinya, para tengkulak itu memberi upah dengan harga minim kepada pengrajin itu.Oleh karena itu sangat perlu sekali diberikan pengertian kepada para pengrajin di desa Cipacing agar mereka jangan lagi mau terikat pada tengkulak. Sebaiknya desa Cipacing dibuka sebagai desa wisata agar para wisatawan dapat langsung membeli kerajinan tersebut kepada pengrajinnya. Hal ini diharapkan dapat membunuh eksistensi dari para tengkulak. Selain itu pengrajin juga sebaiknya semakin memperluas mitra dengan pemasok-pemasok yang ada di kota-kota wisata dan bekerja sama dengan pemerintah untuk lebih memperkenalkan kerajinan mereka kepada masyarakat. Selain itu, menurut penuturan dari guide yang mendampingi kunjungan menyebutkan bahwa sekarang negara-negara tetangga sudah mulai dapat menghasilkan kerajinan sejenis dengan kualitas yang hampir sama, namun dengan harga yang lebih murah. Ini merupakan suatu tantangan bagi pengrajin desa Cipacing karena persaingan di pasaran menjadi semakin ketat, apalagi didukung dengan adanya kebijakan mengenai perdagangan bebas. Pengrajin-pengrajin yang ada di Cipacing harus terus diberikan motivasi untuk terus berinovasi dalam menghasilkan berbagai macam jenis kerajinan baru yang dapat menjadi trend di masyarakat. Terlebih lagi dikarenakan desa Cipacing sangat dekat dengan lingkungan mahasiswa, maka diharapkan keduanya dapat bersimbiosis mutualisme dalam menciptakan ide-ide kreatif mengenai pengembangan kerajinan-kerajinan tersebut kedepannya. Mahasiswa-mahasiswa disini diharapkan bekerja sama dengan pengrajin sebagai rekan kerja, bukan malah sebagai tengkulak baru. Mahasiswa bisa berbagi ilmu yang didapat di bangku kuliah untuk membantu pengrajin dalam mengembangkan usahanya dan juga dapat pula ikut membantu mempromosikan kerajinan Cipacing di dalam maupun di luar negeri.

LAMPIRAN

Gambar 1. Pembuatan LukisanGambar 2. Pembuatan Motif

Gambar 4. Bahan Setengah JadiGambar 5. Pengecatan Palu

Gambar 6. Pengecatan Dasar KayuGambar 7. Peracikan Cat Dasar