Upload
vobao
View
218
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
• • t '.
: .. . .
'. • I. • •
.. . .. " .. ... .. .
DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN Kampus Balitbang Kehutanan JI. Gunung Batu Nomor 5, PO BOX 331, Bogor 16610 Telepon (0251) 631238; Fax. (0251) 7520005 E-mail : [email protected]
Pendahuluan
Tana man kayu putin (Me/a/euca caJuputl subsp. cqfuputi atau dalam literatur
lama sering juga disebut dengan Metaleuca Jeucadendron {Doran and
Turnbull 1997)) merupakan tanaman asli Indonesia yang cukup penting
bagi industri m inyak atsiri. Minyak kayu putih mengandung 1,8 cineote, yang
merupakan salah satu jeni~ monoterpenes dari jenis monocyctic, dalam jumlah
besar {15-60 96) yang mempunyai fungsi pengobatan (Turnbull 1986, Boland
et at. 1991). Disamping itu juga mengandung sesqwpentene atconots gtobutot,
vir idif/orotdan spatnLJ/enot sebagai minyak esensial utama (Brophy and Doran 1996)
Berdasarkan sebaran alaminya, jenis ini dibagi menjadi tiga subspecies, yaitu :
1). subsp. caJuputi Powell tumbuh di bagian barat daya Australia dan Indonesia
bagian timur (Kepulauan Maluku dan Timar), 2). subsp. cumingiana Barlow tumbuh
di bagian barat Indonesia (sumatera, Jawa Barat dan Kalimantan bagian selatan),
Malaysia, Myanmar, Thailand dan Vietnam, dan 3). Subsp. platyphylla Barlow tumbuh
di bagian utara Queensland/ Australia, bagian barat laut Papua New Guinea, bagian
selatan lrian Jay a, Kep. Aru dan Kep. Tanimbar (craven dan Barlow 1997). Seba ran
alam jenis tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
A M~)lfPllii
• !M"-"lft!pm/' c Jlrtl/:jft(pllii
GamtxJr I. Persebaran a/am Melaleuca cajuputi
.,-
Minyak kayu putih umumnya mengandungt,8-cineo/e (3%-6096), dan sesquiterpene
atconots gtobU/ot (trace-9%), viridiflorol (trace-16%) and spatnutenot (trace-30%).
Komponen lain yang dikandung dalam jumlah kecil adalah limonene (trace-5%),
-caryopny11ene (trace-4%), numU/ene (trace-2%), viridiflorene (0.5%-9%), -terpineot
(1%-8%), - dan -selinene (masing masing 0%-3%) dan caryopnyllene oxide (trace-7%).
Rendemen minyak bervariasi dari 0.4% sampai 1.2% (w;w %, berat basah).
Pendahu!uan
Subspecies cajuputi adalah penghasil minyak kayuputih dengan kadar 1,8 cineole dan
rendemen yang tinggi, sedang subspecies lainnya yaitu cumingiana and p/atyphyl!a,
menghasilkan minyak dengan kadar cineole rendah. Di daerah Kalimantan Selatan
dan sumatera Selatan subspecies cumingiana dikenal sebagai gelam dan kayunya
banyak digunakan untuk keperluan bangunan.
lndustri minyak kayuputih di Indonesia tumbuh dari dua sumber bahan baku utama,
yaitu tegakan alam Me/a/euca cajuputi subsp. cajuputi di Kep. Maluku, yaitu di pulau
pulau Ambon, Buru dan seram, dan tanaman kayuputih di Jawa. Tanaman kayuputih
di Jawa mulai ditanam sejak tahun 1926 menggunakan benih dari P. Buru. Hingga kini
luas tanaman tersebut telah mencapai lebih dari 18,000 ha yang sebagian besar
bearada di wilayah Perum Perhutani. sentra industri minyak kayu putih milik Perum
Perhutani kini tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan produksi
tahunan mencapai 300 ton. Angka ini adalah separuh dari perkiraan total produksi
seluruh dunia. Sebelum devaluasi rupiah, nilai produksi tahunan tersebut adalah
setara dengan US$ 3 juta (nilai tukar tahun 1997). Di Kepulauan Ambon, menurut
keterangan pengusaha penyulingan minyak kayu putih, produksi tahunan mencapai
90 ton dengan bahan baku dari tegakan a lam (Gunn et al. 1997).
Peremajaan tanaman lama, dan penanaman untuk perluasan areal terus dilakukan
di sentra tanaman kayuputih dengan menggunakan benih dari pohon benih yang
ada di areal tanaman tersebut. Karena mutu genetik sumber benih tersebut
rendah, maka produktivitas tanaman yang dihasilkannyajuga rendah dan akibatnya
produksi minyak kayuputih juga rendah. Dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti
sekarang ini, upaya untuk meningkatkan produktivitas minyak kayuputih menjadi
terasa lebih penting lagi, karena kebutuhan minyak kayuputih dalam negeri belum
dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun
di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan minyak kayu putih/
industri farmasi kebutuhan minyak kayu putih dalam negeri mencapai 1500 ton
per tahun. sementara itu suplai tahunannya hanya sebesar 400 ton. Kekurangan
sebesar lebih dari 1000 ton diperoleh dari import minyak ekaliptus dari China. Minyak
ekaliptus memang mempunyai kandungan 1,8 cineo/e yang tinggi > 70% (Boland et
a/1991).
Mengingat peran penting minyak kayuputih bagi industri farmasi di Indonesia dan
akibat semakin menurunnya produktivitas tegakan kayuputih, sejak tahun 1995
program pemuliaan tanaman kayuputih mulai dilaksanakan. Program pemuliaan
M. cajuputi subsp cajuputi ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman
kayu putih melalui seleksi untuk mencari individu atau famili pohon dengan kadar
1,8 cineo/e dan rendemen tinggi.
lndustri Minyak Kayu Putlh
strategi Pemunaan
2.1 Pembangunan populasi dasar/populasi breeding Mela/euca cajuputi di Jawa
2.1.1 Eksptorasi benih M. cajuputi
Eskplorasi benin atau koleksi benin M. cajuputi merupakan langkan awal dalam
membangun populasi dasar di Jawa. Kegiatan koleksi benin tersebut dilaksanakan
di sebaran alam M. cajuputi di Kepulauan Maluku dan tegakan tan am an M. cajuputi di
Jawa. Dari nasil k(lleksi benih tersebut dipero1en benin dari ponon induk-ponon induk
yang baik untuk dijadikan materi dalam pembangunan populasi dasar.
2.1.2 Kebun benih ujl keturunan M. ca)uputi sl<ala min r
Kebun benih bersakala minor merupakan kebun benih yang ditujukan untuk
mengnasilkan benih unggul selain itu kebun benih tersebut juga ditujukarT sebagai
pengnasil materi (klon yang terbaik dari Sifat pertumbuhan, kadar cineo/e dan
rendemen minyak) untuk membangun kebun benih bersakala produksi. Kebun bef1ih
ini dibangun di Paliyan Gunungkidul-D.I. Yogyakarta dengan menggunakart mater i
benih dari 20 famili !dang berasal dari 11 sumber benih (provenansi). Rancangan uji
ini menggunakan RCBD'aengan 10 ulangan,jumlah plot 10 ponon oerbentuk linier, dan
~if . . J . J
' l I> .... ' ...
Dalam perkembangannya kebun benih
Gundih tidak dapat difungsikan sebagai
pot uji keturunan karena kerusakan
tanaman. Sebagai gantinya dibangun
kebun uji keturunan di Cepu (denganjumlah
famili yang lebih kecil). Materi benih yang
digunakan adalah 97 famili dimana 82 famili
berasal dari 6 sumber benih (provenansi)
dan 15 famili lainnya berasal dari 15 klon dari
\ 15 famili terbaik dari kebun benih minor.
Rancangan uji ini menggunakan RCBD
dengan 4 ulangan, jumlah plot 6 pohon
berbentuk empat persegi panjang (3 x 2),
dan jarak tanam 2 meter searah kolom
dan 3 meter antar baris.
2.1.4 Kebun benih uji keturunan generasi kedua
Pembangunan kebun benih ini ditujukan
untuk lebih meningkatkan kualitas genetik
benih yang telah dihasilkan dari kebun
benih generasi pertama. Selain itu juga
bertujuan untuk menggabungkan potensi
genetik yang ada di kebun benih Paliyan
dan kebun benih Ponorogo, serta benih
hasil persilangan terkendali Clari pohon plus
di kebun Ponorogo.
2.1.5 Klonal test
Apabila kandidat pohon plus untuk
perbanyakan vegetatif telah ditentukan,
perlu dilakukan uji klonal terhadap pohon
po hon kandidat tersebut. Tujuannya
adalah untuk nienilai secara obyektif
kinerja klon-klon unggul tersebut. Beberapa
pengamatan menunjukkan bahwa kineja
ramet dari uji keturunan tidak selalu
sebaik ortetnya (pohon induknya). Uji klon
dilakukan di Paliyan Gunung Kidul.
lndustri Minyak Kayu Putih
2.1.6 Kebun benih klonat
Kebun benih klon dibangun guna mendapatkan seluruh potensi
genetik yang ada pada pohon plus. Ramet hasil perbanyakkan
secara grafting diperoleh dari pohon plus yang ada di kebun Paliyan,
Ponorogo dan Cepu.
2.2 Seleksi
Seleksi pohon unggul pada kebun benih uji keturunan dilakukan
melalui tahapan berikut:
1. Seleksi pertama adalah di dalam plot sebesar so% menyisakan
3 pohon terbaik dari 6 pohon, aka_n dilaksanakan pada umur
12 bulan dengan menggunakan kriteria pertumbuhan.
2. Seleksi kedua adalah menghilangkan 10 % famili tejelek dan
seleksi di dalam plot yaitu menyisakan 1 pohon terbaik, akan
dilaksanakan pada umur 17 bulan dengan menggunakan
kriteria kadar cineote dan rendemen minyak.
2.3 Persilangan
Persilangan antara pohon pohon unggul dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan mutu genetik tanaman kayu putih. Persilangan
dilakukan dengan memperhatikan sifat kandungan minyak dan
rendemennya. Hasil persilangan full-sib ini selanjutnya digunakan
sebagai bahan untuk pembuatan kebun uji keturunan fuJl-sib.
2.4 Uji perolehan genetik M. cajuputi
hasil seleksi uji keturunan F-1
Menguji peningkatan atau perolehan genetik produktivitas biomas,
kadar 1,8-cineo/e %, dan rendemen minyak bila dibandingkan
dengan hutan tanaman produksi. Dengan adanya uji tersebut
diharapkan dapat diperoleh informasi perolehan genetik dan kinerja
pertumbuhan tanaman hasil seleksi, dan memberikan rekomendasi
penggunaan benih unggul pada areal tanaman produksi baik di
Perum Perhutani, Dinas Kehutanan Prop. D.I. Yogyakarta, maupun
lainnya. •
Karal<teristil< Botani eberapa karakter biologis yang penting seperti breeding system,
potensi perbanyakan vegetatif, dan keragaman sifat minyak
diuraikan berikut ini.
3.1 Sistem perl<.awinan/persilangan (breeding system)
1. Bungan!:la bersifat protandrous, artin!:la tepung sari jatuh sebelum stigma
siap dibuahi, sehingga terjadin!:la pen\:jerbukan sendiri sangat kecil. serangga
sebagai agen pen\:jerbukan, meskipun bungan!:Jajuga dikunjungi oleh burung.
Pada Mela/euca cajuputisubsp. cajuputibunga dihasilkan secara terus menerus
selama musim berbunga, sehingga besar kemungkinan terjadi selfing dalam
satu t ajuk karena bunga pada setiap pohon tumbuh pada waktu !:Jang
berlainan.
2. Genus Mela/euca tergolong outcrossed. Pada jenis Melaleuca alternif olia nilai
outcrossing rate berdasarkan analisis isoz\:jmes terhadap populasi E11am
adalah diatas 90% (Butcher et al. 1992). lnformasi tentang outcrossing rate
padajenis M. cajuputibelum diketahui. Oleh karenan\:ja perlu mempertahankan
keragaman genetik !:Jang luas pada setiap generasi untuk meminimalkan
pen\:jempitan keragaman genetik serta efek negatif inbreeding.
3.2 Pembungaan dan produl<.si bUI
1. Pohon M. cajuputi subsp. cajuputi mulai berbunga pada umur 13 - 14 bulan.
Didaerah dengan curah hujan tinggi seperti di Jawa pembungaan dapat
terjadi sepanjang tahun, m eskipun puncakn!:la terjadi pada bulan Maret.
2. Tenggang waktu antara anthesis hingga biji masak berkisar antara 7-8
bulan.
Potensi Pengembangan lndustri Minyak Kayu Putih
3. Dengan teknik persemaian yang tepat, biji sebanyak 1 gram dpt menghsilkan
antara 6000 -8000 bibit ..
3.3 Penyerbukan buatan
1. Teknik penyerbukan buatanjenis ini dapat menerapkan teknik yang digunakan
untukjenis ekaliptus, sebagaimana diuraikan oleh Moncur (1995).
2. Penyerbukan terkendali skala kecil direkomendasikan untuk rencana
pemuliaan ini, khususnya untuk menghasilkan galur elite. untuk skala poduksi
biji masal teknik ini tidak cocok karena rumit dan mahal.
3.4 Pembiakan vegetatif
Pembiakan vegetatif masal dengan stek dapat dilakukan untuk M. cajuputi subsp.
cajuputi. Sek dapat berasal dari akar atau pucuk. Cara lain \:jang dapat dilakukan adalah
dengan sambungan (grafting). sementara itu upa\:Ja untuk mengembangkan teknik
pembiakan vegetatif \Jang lebih efektif perlu diupa\:Jakan mengingat keunggulan
cara pembiakan ini dalam memanfaatkan seluruh potensi genetik \:jang ada .. Melalui
pembiakan vegetatif akan dapat dicapai peningkatan genetik a\:jng lebih baik dari
pada dengan biji dari kebun benih hasil pen\:jerbukan alam (Shelbourne J992).
3.5 Keragaman genetik
1. Uji provenansi yang lengkap hingga kini belum pernah dilakukan. Dari hasil uji
provenansi yang ada, seperti di Vietnam (Huang Chuong et al. 1996) didapati
bahwa keragaman yang nyata antar provenansi dalam pertumbuhan dan
daya hidup. Keragaman kandungan minyak juga sangat nyata baik didalam
provenansi maupun antara provenansi. Konsentrasi jenis minyak juga
berhubungan dengan sumber provenansinya.
2. Untuk membangun populasi dasar M. cajuputisubsp. cajuputidirekomendasikan
agar digunakan hanya benih yang berasal dari daerah yang sesuai, tumbuh
cepat dan kandungan minyak cineole tinggi.
Karaktenstik 8otani
Hasil-hasil Pemunaan
4.1 Kebun benih minor
Kebun benih uji keturunan !dang pertama dibangun di petak 95
BDH Palildan Gunung Kidul pada bulan Maret 1998. Uji keturunan ini
terdiri dari 20 famili. Rancangan lapangan adalah RCBD dengan 10
ulangan, masing masing ulangan terdiri dari 10 tree plot.
Seleksi tahap pertama dilakukan pada bulan April 1999 berdasarkan
sifat pertumbuhan tanaman. Sebanldak 50% dari pohon !dang
menampakkan pertumbuhan !dang rendah ditebang. Seleksi tahap
kedua dilakukan pada bulan April 2000 berdasarkan sifat minldak
1,8 cineote.
Sedangkan hasil evaluasi pada umur 23 bulan kebun benih uji
keturunan tersebut adalah sebagai nerikut :
1. Rendemen minyak yang paling tinggi dihasilkan oleh
provenan grup dari P. Ambon yaitu rata-rata sebesar 2, 1 %
sedangkan rendemen minyak yang paling rendah dihasilkan
oleh provenan grup dari Northern Territory yaitu sebesar 1,5
%. semua provenan grup yang diuji mempunyai rendemen
minyak di atas rendemen m inyak dari Gundih set:>agai
kont rol yaitu 1,4 %. Penelitian yang dilakukan oleh Brophy
and Doran (1996) menyebutkan bahwa rendemen m inyak
dari jenis M. cajuputi berkisar 0,4 % - 1,2 %.
2. Kadar 1,8-cineo/e minyak kayu putih tertinggi pada kebun
benih tersebut ditampilkan oleh provenan dari Northern
Territory . Australia, dan terendah dari western Australia.
Disisl lain Northern Territory tersebut mempunyai
rendemen minyak yang paling rendah. Berdasarkan data
di atas, maka disimpulkan bahwa beberapa provenans
mempunyai keunggulan sifat tertentu.
mbangan lndustri Minyak Kayu Putih
.. .
3. Provenan grup dalam menampilkan suatu sifat merupakan hasil rata-rata
dari beberapa famili di dalam provenan tersebut, sehingga walaupun suatu
sifat dari provenan rendah, namun kemungkinan ada famili-famili di dalam
provenan tersebut menampilkan suatu sifat \:jang lebih tinggi. Sebagai contoh
famili nomor 2 dari provenan grup P. Buru mempun\:jai kadar 1,8-cineote 60,2
%, namun provenan grup tersebut han\:ja mempun\:jai kadar 1,8-cineote 51,7 %.
Sehingga dalam seleksi \:jang dilakukan bukan seleksi provenan tetapi seleksi
antar famili.
4. Kinerja sifat min\:Jak dari famili-famili pada kebun benih M. cajuputi di Pali\:jan
berbeda dengan pohon indukn\:Ja dihutan alam, bahkan ada \:jang lebih rendah.
Namun demikian bila dilihat data secara individu pohon di dalam famili, maka
ada individu pohon \:Jang mempun\:Jai sifat rendemen min\:Jak \:jang tinggi
sampai 4,78 % dan kadar 1,8-cineotesampai 73,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa
dari beberapa individu pohon hasil keturunan pohon induk dihutan alam tetap
mempun\:jai mempun\:jai probabilitas sifat \:jang lebih baik dari indukn\:Ja.
Estimasi korelasi genetik dan korelasi penotipik antara ke empat sifat yang diteliti
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Korelasi genetik (rg) dan penotipik (rp) di antara 4 sifat di kebun benin l..lii keturunan M. cajuputi di Paliyan umur 2 tanun (susanto et al 2003).
Sifat Diameter0
r r g p
Tinggi (cm) 0,95 0,81
Diameter @ 30 cm (cm)
Kadar I ,8-cineole %
Kadar 1,8-cineole percent
r r g p
-0,06 O,Q7
-0,07 0,01
Rendemen Minyak
fN/W%DW)
r r g p
0,10 - 0, 18
0,01 - 0, 15
- 0,25 0,18
Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa korelasi genetik antara tinggi pohon dengan
diameter sangat tinggi dan positip, hal tersebut biasa terjadi pada pohon, karena
pertumbuhan tinggi akan diikuti oleh pertumbuhan diameter. Doran eta/. (1997)juga
menemukan korelasi genetik yang tinggi dan positip antara tinggi dengan diameter
yaitu sebesar 0,76 pada uji keturunan M. atternifoliadi Australia. Korelasi yang positip
tersebut sangat menguntungkan pada program pemuliaan yang mengandalkan
seleksi, karena dengan memperbaiki sifat tinggi otomatis juga memperbaiki
sifat diameter. Korelasi genetik yang positip juga terlihat antara pertumbuhan
dengan rendemen minyak, sehingga dalam seleksi tidak terjadi masalah antara
pertumbuhan dengan rendemen minyak.
Korelasi genetik antara pertumbuhan (tinggi dan diameter) dengan kadar 1,8-cineole
negatip, korelasi yang negatip sangat tidak menguntungkan dalam memuliakan
kedua sifat antara pertumbUhan dengan kadar 1,8-cineo/e karena akan menghasilkan
kebalikan, yaitu memperbaiki sifat pertumbuhan berarti menurunkan kadar 1,8-
cineo/e. Nilai korelasi genetik antara pertumbuhan dengan kadar 1,8-cineote terse but
negatip namun sangat kecil atau dapat dikatakan tidak ada korelasi, sehingga
tidak bermasalah dalam memuliakan secara bersama-sama antara pertumbuhan
dengan kadar 1,8-cineo/e. Meningkatkan kadar 1,8-cineole tidak akan berpengaruh
negatip terhadap pertumbuhan.
Korelasi genetik antara rendemen minyak dengan kadar 1,8-cineo/e terlihat negatip
yaitu - 0,25. Korelasi negatip tersebut karena sifatnya merugikan dalam program
pemuliaan, apabila memuliakan rendemen minyak maka kadar 1,8-cineote akan
menurun. Strategi seleksi yang dilakukan harus sangat hati-hati, sehingga dalam
seleksi kita akan menggunakan nilai indek, sehingga tidak akan membuang individu
pohon yang memiliki rendemen minyak yang sangat tinggi, tetapi memiliki kadar
1,8-cineole yang sangat rendah. Namun di uji keturunan M. a/ternifo/ia di Australia
korelasi genetik antara sifat pertumbuhan rendemen minyak ditemukan negatip
sedangkan antara rendemen minyak dengan kadar 1,8-cineo/e berkorelasi positip
(Doran et al. 1997).
Korelasi genetik nilainya berbeda dengan korelasi penotipik, bisa keduanya positip,
tetapijuga bisa satu positip dan lainnya negatip. Sebagai contoh antara pertumbuhan
dengan rendemen minyak, untuk korelasi genetiknya negatip tetapi untuk korelasi
penotipiknya positip. Besar nilai korelasi jug a berlainan, korelasi genetik dapat lebih
tinggi dari pad a korelasi penotipik, tetapi juga dapat sebaliknya. Adanya perbedaan
nilai tersebut, karena pada sifat penotipik merupakan perpaduan antara genetik
dengan lingkungan.
Estimasi perbaikan atau perolehan genetik dari tinggi pohon, diameter, rendemen
minyak dan kadar 1,8-cineo/e disajikan pada Tabel 2. Nilai intensitas seleksi diperoleh
dengan menggunakan tabel seleksi berdasarkan jumlah famili yang diuji dan
besarnya ni lai heritabilitas.
Potensi Pengembangan lndustri Minyak Kayu Putih
Tabel 2. Estimasi perolehan genetik dari 4 sifat di kebun benih uji ketrunan M. cajuputi di Paliyan umur 2 tahun (susanto et al 2003).
T inggi (m) 2,5 I, 163 0,74 0,38 15
Diameter (cm) 2,9 I, 163 1,14 0,58 20
Kadar 1,8-cineo/e % 50,8 I, 163 71,61 5,3 10
Rendemen Minyak 1,7 I, 163 0,59 0,36 21 ('N!W% DW)
Keterangan : a2
P = varian penotipik, !J.G = perolehan genetik
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa prediksi perolehan genetik untuk ke-empat sifat
tersebut besarnya antara 10 - 21 %. Perolehan genetik yang paling besar adalah
rendemen minyak yaitu sebesar 21 %, artinya dengan seleksi yang akan diterapkan
pada uji keturunan maka akan menaikkan rendemen minyak sebesar 21 % dari nilai
rata-rata sebelum dilakukan seleksi. Jadi bila pada penanaman tegakan M. cajuputi
menggunakan benih dari kebun benih semai hasil konversi uji keturunan tersebut,
maka tanaman tegakan M. cajuputitersebut akan menghasilkan rendemen minyak
rata-rata 2,06 % (1,7 % • 0,36 %). PErolehan genetik rendemen minyak sebesar 21 %
tersebut lebih tinggi dari perolehan genetik rendemen minyak pada uji M. atternifolia
di Australia yaitu sebesar 17 % (Butcher, 1996). Perolehan genetik pada kadar 1,8-
cineole hanya 10 % dari rata-rata di uji keturunan, sehingga bila tegakan tanaman
M. cajuputih menggunakan benih dari kebun benih semai hasil konversi Uji keturunan
tersebut, maka tegakan M. cajuputi tersebut akan menghasilkan kadar 1,8-cineole
rata-rata 56, 1 %. Perolehan genetik kadar 1,8-cineole sebesar 10 % jug a ditemukan
pada Uji keturunan M. atternifotia (Butcher et at. 1996).
4.2 Kebun benlh utama
Kebun benih uji keturunan utama dibangun di KPH Gundih, KPH Madiun dan KPH cepu.
Uji keturunan ini terdiri dari 82 famili yang berasal dari provenansi Maluku, Gundih
dan Ponorogo Uji keturunan di Gundih dan Ponorogo dibangun pada bulan Maret
2000, sedangkan di Cepu dibangun pada bulan Pebruari 2002. Karena gangguan
hama kebun benih Gundih tidak dapat difungsikan sebagai uji keturunan.
Hasil-ha~il Pernuliaan
Seleksi akhir uji keturunan di Ponorogo telah dilakukan dengan meninggaJkan satu
pohon terbaik dalam setiap famili dan menghilangkan 20 famili terjelek ( sisa famili
dalam kebun benih sebanyak 62). Hasil analisis rendemen minyak dan kadar 1,8
cineole menunjukkan telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan
dengan kebun benih Paliyan. Rata-rata rendemen kebun benih Ponorogo sebesar
4.78%. Kebun benih Ponorogo kini telah siap memenuhi kebutuhan benih ungguJ kayu
putih untuk kebutuhan dalam Skala operasional.
4.3 Persnangan pohon plus Persilangan terkendali antara pohon pohon plus di kebun benih Paliyan dilakukan
untuk memperoleh keturunan full-Sib. Dari persilangan ini diperoleh 39 kombinasi
persilangan dari 9 pohon plus.
Benih hasil persilangan ini digunakan untuk pembangunan uji keturunan full sib pada
tahun 2004. Evaluasi terhadap uji keturunan ini tengah berlangsung. Persilangan
juga telah dilakukan terhadap pohon-pohon plus di kebun benih Ponorogo.
4.4 UJI perolehan genetlk · Petak uji perolehan genetik telah dibangun pada musim tanam awal 2007 di Sukun
Ponorogo. Materi genetik untuk uji perolehan genetik ini berasal dari benih hasil
persilangan alami pohon pohon plus di kebun benih Paliyan, benih dari seluruh pohon
yang ada di kebun benih Paliyan, benih awal famili di kebun Ponorogo dan benih biasa
( dari tegakan Perhutani di Gundih dan Ponorogo ).
Potemi Pengemhangan lndustri Minyak Kayu Putih
· ~
P enanaman kayu putih pad a areal Perum Perhutani maupun Dinas
Kehutanan Propinsi DIY sejauh ini hanya menggunakan benih yang
berasal dari pohon-pohon penghasil benih (seed trees) di areal tegakan
kayu putih yang telah ada. Penunjukan pohon benih ini hanya berdasarkan
karakteristik fenotipe saja, sama sekali belum memperhat ikan faktor genetik.
sumber benih seperti tersebut di atas dalamjangka panjangjelas merugikan karena
potensi produksinya masih rendah. Data dari berbagai pabrik kayu putih yang ada di
lndramayu, Gundih, Paliyan-Gn Kidul, dan Ponorogo menunjukkan bahw a rendemen
berkisar antara 0.80 - 1.00, sedangkan kadar 1,8-cineo/e nya berkisar antara 55% -
65%. saat ini peningkatan produktivitas tanaman ini telah diupayakan melalui upaya
perbaikan sifat genetik (rendemen dan kadar 1,8-cineote), sehingga dapat diperoleh
sumber benih yang telah termuliakan.
Permasalahan benih untuk pengembangan penanaman kayu putih dengan
produktivitas yang tinggi saat ini bukan merupakan kendala Iagi. Upaya penyediaan
benih unggul kayu putih telah dilakukan dengan pembangunan kebun uji keturunan
yang selanjutnya dikonversi menjadi kebun benih. Hingga saat ini telah dibangun 4
kebun benih kayu putih yang terletak di Paliyan, Ponorogo, Cepu dan Gundih yang
telah menghasilkan benih unggul. Berdasarkan analisa kadar minyak 1,8 cineole dan
rendemennya, kebun benih tersebut berpotensi menghasilkan tanaman dengan
kadar minyak 1,8 cineole sebesar 65% - 73% dan rendemen minyak set5esar 2,05%-
Dari total luasan 3 ha , kebun benih tersebut mampu memproduksi benih 3 kg
per tahun. oengan viabilitas benih sebesar 80%, dalam setiap 1 gram benih rata
rata mampu menghasilkan 6000-8000 bibit kayu putih. oengan jarak tanam awal
3 x 1 m, maka kebutuhan benih untuk penanaman per ha ialah 3300 bibit. oengan
demikian, kebun benih ini mampu untuk mencukupi penanaman kayu putih seluas
lebih dari 5,400 ha setiap tahunn\:ja. Kemampuan ini jelas telah melebihi kebutuhan
untuk penanaman bibit ka\:JU putih yang diperlukan oleh Perum Perhutani dan Dinas
Kehutanan Propinsi DI Yogyakarta, sehingga ada peluang kepada pihak lain yang
ingin mengembangkan komoditi kayu putih unggut.
I
lndustr1i Minyal< 1Kayu
Putih / @? asar domestik minyak kayuputih dipenuhi dari Perum
! Perhutani, Dinas Kehutanan Propinsi DIY, industri rakyat
di Kep Maluku dan beberapa sumber kecil lainnya. Perum
Perhutani mengoperasikan pabrik penyulingan minyak kayuputih yang terpadu
dengan areal tanaman kayuputih yang keseluruhannya mencapai 1uas 18,000 ha.
abrik-pabrik Perum Perhutani terdapat di wilayah KPH lndramayu, KPH Gundih,
PH Madiun, dan KPH Mojokerto. Hasil minyak kayuputih dari Perum Perhutani
diperkirakan mencapai 300 ton per tahun. Sedangkan di Dinas kehutanan
DIY produksi tahunannya mencapai 50 ton. Dinas Kehutanan Propinsi DIY
mengoperasikan 2 pabrik penyulingan besar di sendangmole dan
Gelaran. Selain itu juga mengoperasikan 3 pabrik penyulingan
skala kecil yang terletak di Dlingo, Kediwung, sremo. suplai
bahan baku diperoleh dari tanaman kayuputih yang
dikelola sendiri oleh Dinas Kehutanan
DIY seluas 4 000 ha .
Di kepulauan Maluku luas tanaman kayu putih diperkirakan mencapai 120. ooo ha.
Tanaman yang berupa tegakc;ln alam ini digunakan sebagai bahan baku industri
minyak kayu putih. Penyulingan skala rumah tangga dilakukan dengan menggunakan
ketel-ketel tradisional. Terdapat kurang Jebih 100 unit penyulingan kecil dengan
kapasitas 160 kg daun. Tota\ produksi minyak kayu putih di kepuJauan Maluku
kurang Jebih mencapai 196 ton/th. Dari ketiga daerah penghasil minyak kayu putih,
kepulauan Maluku merupakan penghasil utama minyak kayu putih.
Kesenjangan antar persediaan dan permintaan sebesar Jebih dari 1000 ton
merupakan peluang untuk mengembangkan industri minyak kayu putih di dalam
negeri. Peningkatan produksi minyak kayu putih akan dapat terwujud bila komponen
tanaman dan pabrik penyulingan melakukan revitalisasi. Upaya merevitalisasi
industri minyak kayu putih harus dimulai dari hutan tanaman kayu putih. Dengan
tersedianya benih unggul tanaman kayu putih maka peremajaan tanaman tua
akan dapat dilakukan dan d iharapkan pada akhirnya Juasan tanaman kayu putih
akan dapat ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan industri farmasi dalam negeri
dan pasar ekspor.
Poter.s Pengem argan lndustri MlnJ UaJU Putih
. ~ I
Pasar dan Ke1aya1<an El<onomi Industri Minyal<
Kayu PUtih erbagai sumber men\:jebutkan bahwa kebutuhan min!:Jak ka!:JU putih
dalam negeri belum dapat dipenuhi dari sumber sendiri. Oalam tiap
tahunn\:ja terdapat kekurangan min\:jak ka!:JU putih sebesar 1000 ton.
Selama ini kekurangan ini dicukupi dengan mengimpor min\:jak eukaliptus dari Cina.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarn\:ja peluang untuk pengembangan industri
min\:jak ka!:JU putih masih terbuka lebar.
Tetapi ken!:Jataann!:Ja usaha budida!:!a tanaman ka!:JU putih masih sangat
memprihatinkan. Rendahn!:Ja harga jual daun ka!:JU putih men!:Jebabkan petani
enggan untuk menanam ka!:JU putih di lahan mereka. Harga jual daun ka\:ju putih
selama ini han\:ja didasarkan pada ongkos petik daun ka!:JU putih dan bia\:ja transport
dari lokasi pemetikan ke pabrik pengolahan, sedangkan bia!:Ja budida!:Ja tanaman
ka!:JU putih tidak diperhitungkan. Di lain pihak, keuntungan dari harga jual min!:Jak
ka!:JU putih selama ini lebih dinikmati oleh industri pen!:JUlingan dan pengemas
min\:jak. Kondisi seperti ini jika dibiarkan terus menerus dapat mematikan industri
min!:Jak ka!:JU putih itu sendiri.
Menurut studi \:jang dilakukan oleh Astana (2005), rendemen min!:Jak ka!:JU putih
merupakan salah satu faktor penting \:jang menentukan laba-rugi industri ini.
Selama ini industri pen!:Julingan min!:Jak ka!:JU putih, baik !:Jang diusahakan oleh rak!:Jat,
Perum Perhutani maupun Dinas Kehutanan Propinsi DI Yog\:jakarta memberikan
nilai \:jang rendah terhadap harga daun ka!:JU putih. Harga daun han\:ja didasarkan
pada perhitungan upah pemetikan dan pengakutan ke pabrik pen\:julingan, dan
berkisar antara Rp 90 - Rp 215 per kg. Oleh sebab itu meski rendemenn!:Ja rendah
(maksimum 1%) usaha pen!:Julingan tetap menguntungkan. Akibat dari rendahn!:Ja
harga daun ini maka tidak ada insentif bagi industri ini untuk mengembangkan
tanaman ka\:ju putih. Upa!:Ja peremajaan tanaman ka!:JU putih berlangsung sangat
lambat dan dilakukan han\:ja untuk mempertahankan luas areal tanaman, bukan
dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman dan min\:jakn!:Ja. oengan harga
daun !:Jang la!:Jak, antara Rp 500 - RP 900 per kg, rendemen min\:jak sebesar minimal
2% dianggap sebagai batas bawah agar usaha ini menguntungkan.
Pasa; dan 1eiayakan Ef.'onom: lndu~trl l.linyak Kayu Putin
Berdasarkan studi tersebut diatas, usaha penanaman dan penyulingan minyak kayu
putih Skala rakyat dengan pola tumpangsari secara ekonomi dapat memberikan
keuntungan yang layak kepada petani. oengan asumsi luas tanaman satu hektar,
harga daun Rp 700 per kg dan suku bunga 12% per tahun, diperoleh nilai NPV
sebesar Rp 4.403.727, B/ C rasio sebesar 1, 18 dan nilai IRR sebesar 18%, petani dapat
memperoleh laba hingga Rp 6.768.470 (jika biaya sewa lahan dan tenaga kerja sendiri
tidak diperhitungkan).
Dari hasil studi diatas dapat disimpulkan bahwa industri rl!inyak kayu putih
mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ketersediaan benih unggul dengan
rendemen minyak yang tinggi merupakan salah satu prasyarat bagi pengembangan
industri ini. usaha yang telah dilaksanakan guna mendapatkan benih unggul dengan
rendemen minyak tinggi yang telah dan sedang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan merupakan salah satu komponen
produksi yang kini telah dapat dimanfaatkan. Semuanya berpulang kepada para
pelaku industri minyak kayu putih, pemerintah melalui kebijakan regulasi, Perum
Perhutani, Dinas kehutanan Propinsi, industri pengemasan dan para petani untuk
memanfaatkan hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Astana, s. 2005. Analisis kelayakan finansial usaha budidaya dan penyulingan kayu
putih skala rakyat. Makalah disampaikan pada Temu Lapang Puslit Sosial
Ekonomi dan KebUakan Kehutanan dan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah
di Semarang, 14 Desember 2005.
Boland, D. Brophy, J.J. and House, A.P.N. 1991. Eucalyptus Leaf Oils. Use, Chemistry
Distillation and Marketing. ACIAR, Canberra. Australia. 252p.
Butcher, P.A., Bell, J.C.and Moran, G.F.1992. Patterns of genetic diversity and nature
of the breeding system in Melaleuca alternifolia (Myrtacecae ). Australia
Journal of Botany 40:365-375.
Butcher, P.A., Matheson, A.C. and Slee, M.U. 1996. Potential for genetic improvement
of oil production in Melaleuca a/ternifolia and M. linariifolia. New Forest 11: 31-51.
Brophy, J.J. and Doran, J.C. 1996. Essential Oils of Tropical Asteromyrtus, Callistemon
and Mela/euca Species: In search of Interesting Oils with commercial Potential.
ACIAR Monograph No. 40.
craven L.A. and Barlow. B.A. 1997. New taxa and new combination in Melaleuca
(Myrtaceae). Novon. 7(2): 113-119.
Doran, J.C. and Turnbull, J.W. 1997. Australian Trees and Shrubs: Species for Land
Rehabilitation and Farm Planting in the Tropics. ACIAR Monograph No.24. ACIAR,
Canberra, Australia. 384p.
Doran, J.C., Baker, G.R., Murtagh G.J. and Southwell, I.A. 1997. Improving tea tree yield
and quality through breeding and selection. RIRDC Research Paper series No
97 /53. Project No. DAN-87 A.
Gunn, B.V., McDonald, M.W., Lea, D., Leksono, B. and Nahusona,, J. 1997. Ecology,
seed and leaf collection of cajuput (Melaleuca cajuputi)from Indonesia and
Australia. IPGRI Plant Genetic Resaources Newsletter No. 12 :36-43.
Hoang Chuong , Doran, J.C., Pinyopusarerk, K. and Harwood, C.E. 1996. variation in
growth and survival of Melaleuca species in the Mekong Delta of Vietnam. In:
Dieters, M.J., Matheson, A.C., Nikles, D.G., Harwood, C.E. and Walker, S.M. (eds).
Tree Improvement for sustainable Tropical Forestry. Proceedings QFRl-IUFRO
conference, Caloundra, Queensland, Australia, 27 October - 1November 1996.
Gympie, Queensland Forestry Research lnstitue. Pp :31-36.
Pasar d2n Keiayakan Ekun0111i indmtri Minyak Kayu Putih
Moncur, M.W.1995. Techniques for pollinating eucalypts. ACIAR Technical Reports
No.34.20p.
Shelbourne, C.J.A.1992. Genetic gains from different kinds of breeding population
and seed or plant producing population. south Africa Forestry Journal
160:49-62.
susanto M, J.C. Doran, R. Arnold and A. Rimbawanto. 2003. Genetic Variation in Growth
and Oil Characteristics of Metateuca cajuputi subsp. cajuputi and Potential for
Genetic Improvement. Journal of Tropical Forest Science 15(3): 469-482.
Turnbull, J.W. (ed.) 1986. Multipurpose Australian Trees and Shrubs. Lesser-known
Species for Fuelwood and Agroforestry. ACIAR, Canberra, Australia.